Post on 19-Jul-2015
Amsal 6:23
Karena perintah itu
pelita, dan ajaran itu
cahaya, dan teguran
yang mendidik itu jalan
kehidupan,
Setiap orang harus memilih jalan hidupnya masing-
masing. Jalah hidup yang menuntun kepada
kehidupan kekal atau kematian kekal.
HUKUM ALLAH adalah bagian terpenting dalam
mengetahui ujung jalan hidup tersebut.
“Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan
janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu.
Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu,
kalungkanlah pada lehermu.” (Amsal 6:20-21)
“Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan
tulislah itu pada loh hatimu.” (Amsal 7:3)
• Hukum harus ada dalam diri kita. Ia harus mendominasi perasaan, pikiran dan motivasi kita.
Tambatkan pada hatimu
• Hukum harus menjadi sesuatu yang berharga bagi kita. Oleh karena itu , kita harus tunjukkan bahwa kita mengasihi dan menghargainya.
Kalungkan pada lehermu
• Hukum harus mendominasi tingkah laku kita. Setiap tindakan harus selaras dengannya.
Tambatkan pada semua jarimu
• Hukum harus tertulis di hati kita (Yeremia31:33), sehingga kita dapat mengingatnya dan merenungkannya setiap hari.
Tulislah itu pada loh hatimu
Amsal 6:22,23 Jikalau engkau berjalan,
engkau akan dipimpinnya, jikalau
engkau berbaring, engkau akan
dijaganya, jikalau engkau bangun,
engkau akan disapanya. Karena perintah
itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan
teguran yang mendidik itu jalan
kehidupan,
Sama seperti lentera/lampu yang menyinari jalan
yang kita lalui, hukum akan menjaga kita tetap pada
jalur yang benar, demikianlah hukum itu akan
menuntun ketika kita harus memilih antara jalan yang
benar atau yang salah, bahkan pada saat kepentingan
pribadi menggoda kita untuk tidak menghiraukan
Hukum.
Lebih dari itu, memelihara hukum akan memberikan
kita kehidupan, bukan hanya untuk masa sekarang,
namun juga untuk masa kekekalan.
Amsal 7:2 Berpeganglah
pada perintahku, dan
engkau akan hidup;
simpanlah ajaranku seperti
biji matamu.
Amsal 6:24,25 yang melindungi
engkau terhadap perempuan jahat,
terhadap kelicikan lidah perempuan
asing. Janganlah menginginkan
kecantikannya dalam hatimu,
janganlah terpikat oleh bulu matanya.
Salomo menjelaskan bagaimana seseorang dapat
tergoda untuk mengingini orang lain. Mungkin
godaan itu begitu halus sehingga kita mungkin
tidak menyadari bahwa kita sedang tergoda.
Kejadian 39:9 “bahkan di rumah ini ia tidak
lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada
yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari
pada engkau, sebab engkau isterinya.
Bagaimanakah mungkin aku melakukan
kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa
terhadap Allah?”
Si penggoda mungkin mengucapkan kata-kata sanjungan atau bahkan
menggunakan alasan agama untuk menyamarkan bujukannya.
Hanya Hukum dan kesetiaan kepada Allah-lah yang dapat memampukan
kita untuk menahan godaan, seperti dalam kisah Yusuf.
Amsal 6:30,31 Apakah seorang pencuri tidak akan dihina, apabila ia
mencuri untuk memuaskan nafsunya karena lapar? Dan kalau ia
tertangkap, haruslah ia membayar kembali tujuh kali lipat, segenap
harta isi rumahnya harus diserahkan.
Sebuah dosa hampir selalu menuntun kepada dosa yang lain. Jika kita
membenarkan suatu pencurian kecil, akhirnya kita juga akan
membenarkan pencurian, kebohongan maupun perzinahan yang besar.
Itulah sebabnya mengapa raja Salomo menulis lagi tentang perzinahan
dalam Amsal 6:32-35. “Siapa melakukan zinah tidak berakal budi;
orang yang berbuat demikian merusak diri. Siksa dan cemooh
diperolehnya, malunya tidak terhapuskan.”
Terkadang, suatu dosa dapat dianggap
sebagai “dosa putih / berdosa demi
kebaikan”. Namunpun demikian, motif /
alasan tidak dapat membenarkan sebuah
pelanggaran terhadap Hukum TUHAN.
Salomo sedang mengingatkan kita mengenai
kejahatan dengan membuat metafora tentang
wanita yang tidak bersusila. Dosa menuntun
orang kepada kematian yang kekal.
Jalan yang pertama menuntun kepada kehidupan kekal,
namun jalan yang ke-2 menuju kepada kematian kekal,
jalan manakah yang akan kita pilih?
Amsal 7:22,23 Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu
yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu
untuk dihukum, sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung
dengan cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya
terancam.