Post on 27-Jun-2015
Pajak bagi pemerintah merupakan sumber pendapatan yang digunakan untuk membiayai
sarana dan prasarana publik di seluruh sektor kehidupan dan untuk memenuhi kebutuhan
pemerintahan dan pembangunan. Semakin besar pajak yang dibayarkan perusahaan, maka
pendapatan negara semakin banyak. Namun sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan biaya
atau beban yang akan mengurangi laba bersih.
Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak bertentangan
dengan tujuan dari Wajib Pajak (WP), dimana WP berusaha untuk mengefisiensikan beban
pajaknya sehingga memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam rangka untuk
mensejahterakan pemilik dan melanjutkan kelangsungan hidup perusahannya. Setiap perusahaan
berusaha untuk mencapai tingkat laba yang maksimal, karena itu perusahaan dituntut untuk dapat
selalu mengantisipasi setiap kebutuhan dari pada customer, misalnya saja dengan menyediakan
produk dengan barang yang berkualitas dan pelayanan yang memuaskan, sehingga diharapkan
penjualan / pelayanan dapat ditingkatkan dan biaya dapat ditekan seminimal mungkin (cost
reduction). Dalam upaya menekan biaya tersebut diperlukan adanya suatu perencanaan yang
baik terhadap dimensi-dimensi biaya agar dapat dicapai tingkat laba yang optimum.
Pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta WP untuk membiayai
penyelenggaraan negara dan pembangunan. Pajak bukan iuran yang bersifat sukarela melainkan
iuran yang dipaksakan. Terdapat perbedaan kepentingan antara WP dengan pemerintah dalam
perpajakan. Pada dasarnya tidak seorangpun juga suka membayar pajak dan berpotensi untuk
bertahan membayar pajak meskipun status WP sudah melekat, sehingga selalu berusaha
meminimalkan pembayaran pajak terutang (tax avoidance) dan cenderung melakukan tax
evasion (penyeludupan pajak). Sehingga dalam hal ini sangat wajar jika pemerintah mencegah
terjadinya kerugian pajak (tax losses) dan mendorong kepatuhan WP.
Tax Avoidance (penghindaran pajak) merupakan usaha yang dilakukan WP untuk
mengurangi pajak tanpa melanggar KPPP (lawful) dengan cara mengeksploitasi loopholes yang
terdapat dalam KPPP. Alasan WP melakukan penghindaran pajak: level of opportunity, level of
detection, level of benefit compared with risk, level of fine, level of playing filed, level of
enforcement. Tax Evasion (penyeludupan pajak) merupakan usaha yang dilakukan oleh WP
untuk mengurangi pajak atau sama sekali menghapuskan utang pajak dengan cara melanggar
KPPP (unlawful). Contoh: tidak melaporkan seluruh penjualan, memasukkan pembelian fiktif,
1
memasukkan pegawai fiktif, memark-up harga perolehan aktiva, melakukan under-invoice
penjualan. Beberapa faktor yang memotivasi wajib pajak untuk melakukan minimalisasi pajak
secara ilegal, yaitu:
Jumlah pajak yang harus dibayar. Semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin
besar kecenderungan wajib pajak dalam melakukan pelanggaran.
Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar
kecenderungan wajib pajak melakukan pelanggaran.
Kemungkinan untuk ketahuan. Semakin kecil kemungkinan pelanggaran terdeteksi,
semakin besar kecenderungan wajib pajak dalam melakukan pelanggaran.
Besar sanksi. Semakin ringan sanksi atas pelanggaran, semakin besar kecenderungan
wajib pajak dalam melakukan pelanggaran.
Meminimalkan jumlah pajak terutang seharusnya tidak perlu menggunakan cara-cara ilegal
seperti menyembunyikan atau memanipulasi data penghasilan yang sebenarnya seperti yang
selama ini dilakukan oleh beberapa wajib pajak terutama wajib pajak badan. Ada cara lain yang
dilegalkan oleh aparat perpajakan yaitu melalui penerapan Tax Planning (Perencanaan Pajak).
Pada dasarnya ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan yang berkaitan dengan
perpajakan. Pertama adalah kegiatan Administrasi Pajak, yaitu menyeleggarakan administrasi
perpajakan misalnya memperoleh NPWP, mengisi SPT dan seterusnya. Hal ini berkaitan dengan
aktivitas masa lalu. Kedua adalah Perencanaan Pajak yang intinya ialah pengaruh yang dihadapi
oleh perusahaan terhadap pajak bila mengambil keputusan tertentu dan keputusan apa yang akan
perusahaan ambil setelah mengetahui dampak pajaknya. Ini berkaitan dengan masa yang akan
datang. Jadi perencanaan pajak tidak berarti penyelundupan pajak. Pada dasarnya usaha
penghematan pajak berdasarkan the least and latest rule yaitu WP selalu berusaha menekan
pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran selambat mungkin sebatas masih
diperkenankan peraturan perpajakan.
Dalam prakteknya, apa yang sesungguhnya diinginkan oleh setiap pembayar pajak adalah
efisiensi atau efektifitas memenuhi kewajiban perpajakan. Tax Planning adalah wujud
perencanaan efektifitas dan efisiensi tersebut usaha penghindaran pajak (tax avoidance) pada
dasarnya adalah dengan menekan dan megendalikan jumlah pajak serendah mungkin sehingga
2
mencapai angka yang minimum, sepanjang tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Oleh karena
itu dalam perencanaan pajak ditetapkan beberapa hal yang dapat menghemat pajak.
Dengan tax planning, perusahaan dapat menggunakan celah-celah dari peraturan
perpajakan yang berlaku (loopholes) untuk mengefisienkan pembayaran pajak terutangnya tanpa
melanggar peraturan pajak yang berlaku. Lebih jauh, loopholes perpajakan adalah sebuah
keadaan, peraturan, transaksi atau kejadian yang memungkinkan seseorang atau badan usaha
mendapatkan peluang penghematan pembayaran pajak atau terhindar dari kewajiban perpajakan
tertentu atau terhindar dari pengenaan sanksi administratif perpajakan. Hal ini merupakan hal
yang tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan itu sendiri atau karena kondisi tersebut
memang tidak diatur secara spesifik didalam peraturan perpajakan
Perencanaan pajak ini penting karena pajak terutama pajak penghasilan merupakan salah
satu faktor pengurang yang cukup besar bagi laba perusahaan. Dengan menggunakan cara ini,
badan usaha dapat meminimalkan jumlah pembayaran pajak terutangnya sehingga laba yang
diperoleh dapat lebih besar. Dalam keadaan yang serba kompleks dan peraturan yang sering
berubah-ubah, kebutuhan akan pentingnya tax planning secara berkala meningkat untuk semua
tax payers, termasuk wajib pajak badan.
Keterbatasan sumber daya dan informasi untuk memahami ketentuan Undang-Undang
Perpajakan serta kesadaran wajib pajak yang masih rendah menjadi salah satu alasan masih
banyaknya perusahaan yang belum melakukan manajemen pajak untuk meminimalkan
pembayaran pajak terutangnya. Hal ini menyebabkan jumlah pajak yang dibayarkan melebihi
jumlah yang sebenarnya. Oleh karena itu, peranan tax planning sangat penting dan diperlukan.
Strategi yang digunakan dalam tax planning ini adalah memanfaatkan celah yang terdapat pada
ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Dengan demikian, pajak yang dibayarkan tidak melebihi
jumlah yang seharusnya.
MANAJEMEN PAJAK ( TAX MANAGEMENT )
Manajemen perpajakan (Tax Management) merupakan suatu proses untuk meminimalkan
beban pajak (minimizing tax burden), dimana dalam hal ini tetap berada pada jalur (on the track)
ketentuan peraturan per-UU-an perpajakan (lawful) dan tidak melanggarnya (unlawful). Untuk
mendapatkan penghematan pajak (tax benefit atau tax saving) dan kemanfaatan usaha lainnya
3
dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari perencanaan pajak (Tax
Planning), pengimplementasian pajak (tax implementation), pengendalian pajak (tax control)
yang berkesinambungan. Fungsi-fungsi ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam membentuk manajemen perpajakan dan tujuan manajemen perpajakan dapat dicapai
melalui fungsi-fungsi ini.
Tax Management merupakan pelaksanaan dari peran pengaturan dan pengawasan dalam
bidang perpajakan (organization and controlling). Pelaksanaannya bersifat rutin/regular, karena
bersangkutan dengan transaksi yang berulang kali terjadi. Tax Management bertujuan untuk
meminimalisasi tax exposure/risiko hutang pajak yang mungkin akan timbul dalam suatu
transaksi yang rutin tersebut.
Contoh Tax Management
Suatu perusahaan melakukan penjualan dengan orientasi ekspor. Sedangkan, bahan baku
banyak dibeli di dalam negeri. Dengan demikian, maka PPN masukan yang diperoleh lebih besar
daripada PPN keluaran, akibatnya harus dilakukan restitusi, mungkin tiap tahun atau tiap bulan
harus dilakukan proses tersebut. Divisi perpajakan harus melakukan suatu proses Tax
Management berupa me-manage restitusi pajak yang berjalan. Misalnya : me-mantain suatu
rekonsiliasi pajak antara Penjualan menurut PPh badan dan menurut SPM PPN, merapikan faktur
pajak masukan, serta bank account ataupun voucher pembayaran yang diperlukan. Kita bisa
bayangkan jika hal ini tidak ter-manage dengan baik, restitusi akan membawa denda dan hutang
pajak yang materiil tentunya.
Beberapa Teknik dari Tax Management
Membuat rekonsiliasi data akuntansi dan pajak seperti : Beban pegawai vs Nilai
penghasilan bruto di SPT PPh psl 21 ,Sales revenue (as per book/PL) vs Peredaran dari
SPM PPN.
Mengontrol dokumentasi untuk mendukung transaksi yang terjadi. Misalnya: Surat
Perintah Kerja (Kontrak), Perjanjian Jual Beli, Akte Notaris.
Sistem administrasi keuangan untuk memastikan perhitungan pajak yang tepat dan
pembayaran yang tepat waktu.
Sistem arsip laporan dan korespondensi pajak yang teratur serta terkontrol.
Management atas proses tax audit.
4
Manajemen perpajakan yang baik memenuhi kriteria dimana, manajemen perpajakan
harus didesain sesuai dengan ketentuan peraturan per-UU-an perpajakan berlaku, manajemen
perpajakan harus mendapat komitmen dari seluruh lapisan manajemen, dan harus
menyelenggarakan administrasi dan akuntansi perpajakan yang memenuhi persyaratan pasal 28
UU KUP.
Bagan Teknik Dasar Tax Management
PENGHEMATAN PAJAK – MANFAAT PAJAK ( TAX SAVING – TAX BENEFIT )
Tax saving (penghematan pajak) adalah usaha untuk memperkecil utang jangka panjang
yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan. Tax Avoidance juga merupakan usaha
yang sama yang dilakukan dengan cara mengeksploitasi celah yang terdapat dalam ketentuan
5
peraturan perundang-undangan perpajakan, dimana aparat perpajakan tidak dapat melakukan
tindakan. Karena cara meminimalkan beban pajak melalui tax evasion (penyeludupan pajak)
tidak akan mendapat toleransi, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah melalui tax
avoidance (penghindaran pajak). Meminimalkan beban pajak melalui tax avoidance dengan Tax
Planning harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak terperangkap sebagai tax evasion, sehingga
tidak dianggap sebagai perbuatan yang tergolong tindak pidana di bidang perpajakan, karena
tidak ada batasan yang jelas antara tax avoidance dan tax evasion.
PERENCANAAN PAJAK ( TAX PLANNING )
Tax Planning is the systematic analysis of deferring tax options aimed at the
minimization of tax liability in current and future tax period (Crumbley, 1994). Tax Planning
merupakan proses mengorganisasi usaha atau kelompok WP sedemikian rupa untuk
meminimalkan utang pajak sepanjang dimungkinkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan (KPPP) maupun secara komersial (Zain, 2003).
Menyiasati perpajakan berkaitan erat dengan kegiatan WP yang harus dengan jeli
mengamati ketentuan perpajakan yang berlaku serta mengikuti perubahan yang terjadi pada
ketentuan tersebut agar dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada, dengan tujuan akhir
agar perusahaan dapat membayar pajak dengan benar dan dapat diatur sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu kelangsungan perusahaan, terutama yang berkaitan dengan likuiditas dan juga
sehemat mungkin. Pemenuhan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak mengganggu
kelangsungan perusahaan merupakan tujuan utama perusahaan dalam tax planning atau dalam
menyiasati peraturan perpajakan.
Tax Planning merupakan suatu perencanaan pajak sehingga dapat mencapai suatu
penghematan pajak (tax savings) dengan mencari ide-ide baru dan memanfaatkan celah hukum
perpajakan. Pada umumnya ditujukan pada suatu transaksi yang spesifik serta tidak bersifat rutin.
Tax Planning bertujuan untuk melakukan penghematan pajak atau juga penghindaran pajak yang
diperbolehkan oleh undang-undang (tax avoidance). Tax Planning berkaitan dengan efisiensi dan
pemanfaatan kegiatan usaha. Tax Planning sama sekali tidak bertujuan untuk melakukan
kewajiban perpajakan dengan tidak benar, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang
6
berkaitan peraturan perpajakan yang menguntungkan perusahaan dan tidak merugikan
pemerintah dan dengan cara yang legal.
7
Mendaftar
NPWP-NPKP
SAS
Pengetahuan perpajakan
Beban Perpajakan
Kepatuha Suka Rela
Peluang Penghindaran
SPT
Tax AvoidanceTax Evasion
Tax Planning
Tax Implementation
Tax Control
Contoh suatu Tax Planning
Sebuah perusahaan yang menderita kerugian fiskal yang sangat material hingga beberapa
tahun. Seperti kita ketahui rugi fiskal yang dapat dikompensasi adalah kerugian fiskal yang
masih dalam jangka waktu lima tahun, selebihnya tentu akan expired atau daluwarsa. Bagaimana
cara memanfaatkan kerugian fiskal tersebut sehingga batas expiry yang ada dapat dihindari.
Untuk hal seperti inilah Tax Planning dilakukan. Dengan memanfaatkan kerugian fiskal yang
ada maka terdapat penghematan pajak.
Tax Management diawali dengan Tax Planning, yang antara lain mencakup pemilihan
langkah-langkah (termasuk tax strategy) yang akan diambil untuk memenuhi hak dan kewajiban
di bidang perpajakan. Tax strategy dirumuskan sebagai cara atau upaya yang dilakukan WP
dalam melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban di bidang perpajakan. Banyak Tax strategy
yang tersedia dan dapat dipakai tapi yang penting adalah bagaimana WP memilih alternatif
strategi yang sesuai dengan kebetuhan WP dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan.
Kriteria tax strategy yang efektif tidak mempunyai resiko (risk inherent) sehingga harus
sesuai dengan ketentuan peraturan per-uu-an perpajakan, mudah untuk dipahami dan
diimplementasikan (simplicity), tidak memerlukan biaya mahal, sesuai dengan kebutuhan,
memperoleh dukungan/komitmen dari manajemen saat diimplementasikan, dan fleksibel
terhadap perubahan yang terjadi di masa akan datang.
Aspek Tax Planning
Tax Planning harus sesuai dengan ketentuan peraturan per-UU-an perpajakan yang berlaku
agar terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan yang berupa sanksi administrasi (denda, bunga,
dan kenaikan) dan sanksi pidana (kurungan, penjara, dan denda). Tax Planning adalah suatu
proses mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan per-uu-an perpajakan dimaksud untuk
kemudian diolah sedemikian rupa sehingga ditemukan suatu cara penghindaran pajak (tax
avoidance) yang dapat menghemat pajak (tax saving/tax benefit) akibat cacat teoritis tersebut.
Tax Planning didasarkan pada tiga unsur sistem perpajakan yaitu tax policy, tax law, dan tax
administration. Perencanaan pajak yang utuh harus memenuhi aspek formal-administratif yang
berkaitan dengan hukum pajak formal, maupun aspek material-substantif yang berkaitan dengan
hukum pajak material.
8
Tax Planning dari Aspek Formal
Aspek formal ialah pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan ketentuan tata cara
atau prosedur yang telah ditentukan oleh KPPP sebagai mana diatur dalam hukum pajak formal
yang terdiri dari UU KUP, UU PPSP, dan UU pengadilan pajak. Pemenuhan kewajiban
perpajakan aspek formal ini penting dalam perpajakan karena dari aspek inilah dapat diukur
tingkat kepatuhan (tax compliance) WP terhadap ketentuan peraturan per-uu-an perpajakan.
Sebagai cara untuk mengukur tingkat kepatuhan WP terhadap ketentuan peraturan per-uu-an
perpajakan, aspek ini sering dijadikan alat ukur dalam menentukan criteria pemeriksaan.
Hal-hal yang berkaitan dengan tata cara atau prosedur pemenuhan kewajiban perpajakan
merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan Tax Planning. Tax
Planning dari aspek formal difokuskan pada pemenuhan kewajiban perpajakan yang bersifat
administratif. Dengan Tax Planning yang baik dari aspek formal, maka hal-hal yang tidak
menyenangkan dalam pemeriksaan pajak dapat dihindari atau setidaknya dapat diminimalkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan Tax Planning dari aspek formal yaitu:
klasifikasi account, memilih saat tepat membayar/melaporkan pajak, penyimpanan data, menjadi
WP criteria tertentu (Golden Taxpayer).
ILUSTRASI:
Perusahaan mengeluarkan biaya pembelian oli mesin kendaraan operasional yang telah
beroperasi selama waktu tertentu:
Apabila dibiayakan dengan klasifikasi biaya perawatan, atas transaksi ini perusahaan wajib
melakukan pemotongan pph pasal 23 (jasa pemeliharaan/perawatan/perbaikan alat
transportasi/kendaraan) sebesar 6% dari jumlah bruto.
Jika pembelian oli tersebut diklasifikasikan sebagai perkiraan biaya oli mesin, tidak termasuk
dalam pengertian yang dimaksudkan oleh surat keputusan dimaksud karena merupakan
pembelian barang.
Pemeriksa pajak biasanya tidak akan mau repot dengan mencari kebenaran material, lebih
mengedepankan formalitas dari apa yang disajikan. Teknik pemeriksaan yang lebih
mengedepankan aspek formalitas dari angka yang disajikan dikenal dengan teknik konfirmasi
yang palling mudah dilakukan dari pada berbagai teknik pemeriksaan lainnya sekalipun cara ini
mengabaikan kebenaran material dari perkiraan transaksi. Karena teknik ini mengandalkan
9
kebenaran formal, dapat diatasi dengan memperhatikan kebenaran formal atas perkiraan
keuangan perusahaan. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara membuat klasifikasi
perkiraan sesuai dengan KPPP atau istilah yang dianut dalam perpajakan. Pada jasa teknik dan
jasa manajemen dibedakan klasifikasinya dengan jasa konsultan. Sekalipun ada kemiripan istilah
dan kedua transaksi dapat digabungkan dalam satu istilah tersebut, tetapi konsekuensi
perpajakannya berbeda. PPh pasal 23 atas jasa konsultan dikenakan tarif 7,5% dari jumlah bruto,
sedangkan untuk jasa teknik dan manajemen 6% dari jumlah bruto. Karena ada perbedaan tarif
ini, transaksi yang ada sebaiknya diklasifikasikan ke dalam perkiraan yang berbeda. Secara
formal telah dilakukan pembukuan sesuai dengan istilah dan pengertian perpajakan. Hal ini akan
membantu dalam melakukan evaluasi apakah perusahaan telah memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan KPPP.
ILUSTRASI
Perusahaan mencatat adanya perkiraan biaya konsultan Rp 1 M pada 2004. untuk memastikan
pemenuhan akan kewajiban memotong PPh pasal 23, dapat dilihat pada total SPM PPh pasal 23
ada sebesar Rp 75 juta, atau dengan cara sebaliknya, bila perusahaan memiliki pemotongan
untuk biaya konsultan sebesar Rp 75 juta, apakah perusahaan punya perkiraan pemotongan biaya
sebesar Rp 1 M? apabila tidak, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami koreksi positif
atas kewajiban pemotongan PPh pasal 23 tersebut.
Tax Planning dari Aspek Material
Tax Planning dari aspek material ialah upaya untuk mengatur kewajiban perpajakan dengan
cara tertentu yang secara keuangan lebih menguntungkan sesuai dengan kppp sebagaimana
diatur dalam hukum pajak material yang terdiri dari UU PPh, UU PPN, UU PBB, UU BM, UU
PDRD, UU BPHTB.
Tahapan Tax Planning
Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
Dalam menganalisis, penting juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya
penghasilan dari suatu proyek dan segala pengeluaran yang mungkin terjadi. Seorang
manajer perpajakan haus memperhatikan factor-faktor baik internal maupun eksternal,
sebagai berikut:
Fakta yang relevan
10
Selalu memutakhirkan segala perubahan yang ada atau transaksi yang mempunyai
dampak dalam perpajakan. Contoh: kegiatan produksi harus diidentifikasi apakah
produk yang dijual termasuk kena pajak barang mewah atau tidak.
Faktor-faktor pajak
a. Jenis pajak yang ada, dimana manager harus tahu kewajiban perpajakan, apakah
pajak lokal atau pajak internasional.
b. Masalah penafsiran atas suatu undang-undang atau penafsiran, dimana sering
timbul terutama disebabkan oleh pengenaan pajak berganda baik bagi Negara
domisili atau negara sumber.
c. Faktor penghubung :
- Residen/ domisili dan kebangsaan pembayaran pajak, dimana dengan cara
sengaja memiliki residen lebih dari satu Negara.
- Bentuk badan dari pembayaran pajak, dimana beda bentuk badan, beda pula
perlakuan beban pajak, pengurangan, serta tarif pajaknya.
- Sumber penghasilan, dimana terutama sistem pajak scheduler yang mengatur
penghasilan apa yang dikenakan, siapa yang dikenakan, dasar pengenaan,
tarifnya, dll.
- Sifat dari transaksi atau operasi, dimana perlakuan pajaknya mungkin dapat
menguntungkan bahkan bahkan merugikan. Contoh : pajak atas deviden.
- Hubungan antara pembayar dengan pihak lain, dimana dipengaruhi oleh siapa
dan bentuk hubungannya seperti apa. Contoh : perlakuan pajak antara induk
dan anak perusahaan.
d. Insentif pajak
Suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor luar negeri
untuk aktivitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu. Insentif pajak ini
digunakan untuk pembangunan ekonomi dalam suatu negara. Empat bentuk
insentif pajak, yaitu (1) pengecualian dati pengenaan pajak (tax exempation)
dimana palingn banyak digunakan namu perlu diperhatikan apakah ada jaminan
keamanan asset WP terhadap penyitaa oleh negara, (2) pengurangan dasar
pengenaan pajak (deduction from the taxablebase) dimana bentuknya berupa
11
pengurangan biaya, contoh: penyusutan yang dipercepat (initial allowance), (3)
pengurangan tariff pajak dimana diberikan untuk jenis perusahaan tertentu dan
bisnis tertentu, dan (4) penangguhan pajak dimana dapat menunda pajak hingga
waktu tertentu dan untuk kasus tertentu saja.
e. Perlindungan pajak
Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum bagi perpajakan di masa yang
akan datang. Kondisi perlindungan pajak (tax heavens), yaitu (1) tidak ada pajak
yang harus dipungut, (2) pajak hanya dipungut untuk international taxable event,
atau hanya dipungut dari keuntungan yang didapat dari luar negeri, dan (3)
perlakuan khusus yang diberikan kepada WP atau kejadian tertentu.
f. Anti peghindaran (anti avoidance)
Dimana harga transfer merupakan salah satu cara untuk menghindari pajak.
Harga transfer dapat dipraktekkan secara domestic maupun internasional. Akibat
dari harga transfer adalah kekurangwajaran harga yang terjadi pada harga
penjualan, harga pembelian, alokasi biaya administrasi dan umum, pembelian
harta perusahaan dari shareholders, penjualan kepada pihak luar negerei melalui
pihak ketiga yang kurang atau tidak mempunyai substansi utama, pembayaran
komisi, lisensi, waralaba, sewa, royalty, imbalan atas jasa manajemen, dan jasa
teknik.
Faktor-faktor non pajak
Beberapa factor yang relevan yaitu masalah hukum, masalah mata uang dan nilai
tukar, masalah pengawasan devisa, masalah program intensif investasi, dan masalah
factor non pajak lainnya seperti stabilitas ekonomi dan politik.
Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more
possible tax plans)
Model perjanjian-perjanjiannya seperti pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan
internasional, pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi
residen dari negara tersebut, penggunaan satu atau lebih negara tambahan, misalnya
pembentukan trust atau holding company di negara dengan beban pajak yang redah atau
di negara lain dimana tariff biasa ditetapkan.
12
Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
Dalam pengevaluasian penting untuk mempertimbangkan: (1) bagaimana jika rencana
tersebut tidak dilaksanakan, (2) bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan
berhasil dengan baik, dan (3) bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.
Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans)
Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencaaan
pajak yang diinginkan. Perubahan dapat dilakukan sesuai dengan perubahan undang-
undang. Hal tersebut harus dilakukan meskipun kemungkinan keberhasilannya kecil.
Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)
Ada dua perencanaan, yakni perencanaan pajak domestic dan perencanaan pajak
internasional.
Perencanaan Pajak Domestik
Pemahaman yang mendalam perlu dilakukan, terkait engan undang-undang dan
peraturan perpajakan yang berlaku, teori akuntansi, serta praktik administrasi
perpajajakan.
Perencanaan Pajak Internasional
a. Witholding Taxes, dimana (1) tariff withholding taxes selalu lebih rendah
dari tarif pajak normal, (2) banyak Negara memperlakukan kredit pajak
untuk penghasilan luar negeri yang sudah dikenakan pajak, (3) banyak
Negara semakin menguatkan atau mempertahankan withholding taxes
agar memperoleh posisi yang baik dalam negosiasi perjanjian pajak.
b. Tax heavens, dimana perusahaan banyak yang menggunakan ini sebagai
media unuk tidak membayar apajak atau transaksi, yaitu dengan
memindahkan pembayaran ke Negara tax heavens.
Beberapa teknik – teknik dalam Tax Planning
Mempelajari nature of business dari company tersebut serta spesifikasi dari transaksi
yang terjadi sehingga dapat dengan jelas diperoleh ”completed picture” yang terjadi
Mempelajari peraturan perpajakan yang terkait dengan kasus tersebut, jika bersangkutan
dengan negara lain, maka perlu dipelajari aspek perpajakan internasional-nya, dengan
melihat tax treaty serta peraturan perpajakan yang berlaku di negara tersebut.
13
Membuat alternatif – alternatif transaksi yang mungkin dapat diaplikasikan
Melihat adanya risiko perpajakan mungkin akan muncul dengan dilakukannya planning
tersebut.
Jika masih risiko tersebut masih masuk dalam ”Grey Area” ada baiknya melakukan
pertanyaan serta menulis surat ke Direktorat Jendral Pajak.
Mempelajari Tax Planning yang sudah pernah dilakukan dari artikel – artikel lain.
Strategi Umum Perencanaan Pajak
Tax Saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki
penghasilan kena pajak lebih yang tinggi, dapat melakukan perubahan pemberian natura
kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan
pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang
masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang
menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari
timbulnya sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi (denda, bunga, atau kenaikan)
dan sanksi pidana (pidana atau kurungan).
Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya.
Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang
dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka, seperti PPh Pasal 22 Impor,
Fiskal Luar Negeri.
14
ILUSTRASI
PT Dhana memperoleh penghasilan Rp 10.000.000 dan beban komersial Rp 7.500.000,
termasuk kebijakan menyediakan dokter dan obat-obatan sejumlah Rp 180.000.000.
15
PERHITUNGAN FISKAL
KETERANGANTANPA
PERENCANAAN TAX PLANNING
Penghasilan 10,000,
000,000.00 10,000,000,000
.00
Beban komersial (7,500,
000,000.00) (7,500,000,000
.00)
Laba sebelum pajak 2,500,
000,000.00 2,500,000,000
.00
Koreksi :
Biaya tidak boleh dikurangkan 180,
000,000.00
Laba Fiskal 2,680,
000,000.00 2,500,000,000
.00
Pajak penghasilan (786,
500,000.00) (732,500,000
.00)
Laba setelah pajak 1,893,
500,000.00 1,767,500,000
.00
Penghematan pajak Rp 54.000.000
TAX PLANNING PENANAMAN MODAL ASING
Meningkatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin terbukanya perekonomian
suatu negara tentu akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnis
mereka dengan cara menciptakan berbagai inovasi produk barang maupun jasa. Sebagai
perusahaan yang berorientasi laba sudah tentu suatu perusahaan akan berusaha untuk
mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya melalui berbagai macam efisiensi biaya,
termasuk efiesiensi beban (biaya) pajak.
Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, yaitu semakin canggihnya skema-skema transaksi
keuangan yang ada dalam dunia bisnis tentu juga akan menciptakan peluang bagi perusahaan
untuk melakukan skema-skema transaksi penghindaran pajak dalam rangka mengurangi beban
pajak mereka, apalagi jika terjadi kekosongan peraturan perundang-undangan terhadap skema-
skema penghindaran pajak tersebut. Bagi perusahaan yang beroperasi secara internasional
(perusahaan multinasional) kesempatan untuk melakukan penghindaran pajak lebih terbuka lagi
yaitu dengan cara memanfaatkan perbedaan sistem perpajakan suatu negara (international tax
avoidance).
16
Dalam perdagangan internasional, perusahaan multinasional tersebut mempunyai peran
sebesar 60 persen dari transaksi internasional. Oleh karena besarnya sumbangan mereka terhadap
perdagangan internasional maka wajar saja kalau perusahaan multinasional tersebut merupakan
penyumbang pajak terbesar di banyak negara, tidak terkecuali juga bagi negara Indonesia.
Terkait dengan perusahaan multinasional (PMA), dalam tahun 2005 saja, di Indonesia,
realisasi investasi yang berasal dari PMA diperkirakan mencapai USD 8.68 miliar. Jumlah
tersebut meningkat dua kalinya dari tahun sebelumnya. Seiring dengan besarnya investasi asing
yang masuk ke Indonesia, pendapatan pemerintah yang berasal pajak dari perusahaan
multinasional seharusnya tinggi. Akan tetapi, saat itu pernah dikejutkan dengan pernyataan
mantan Menteri Keuangan RI Jusuf Anwar pada akhir November 2005, yang menyatakan bahwa
750 PMA tidak pernah membayar pajak. Hal yang sama juga pernah diungkapkan di tahun 2002
oleh pejabat pajak yang menangani perusahaan multinasional yang pernah mengindikasikan
kemungkinan adanya praktik ilegal dari kalangan perusahaan PMA, antara lain melalui transfer
pricing, sehingga 70% perusahaan PMA yang terdaftar sebagai Wajib Pajak laporan
keuangannya terlihat merugi dan akhirnya tidak mempunyai kewajiban membayar pajak. Di
balik pernyataan tersebut tentu menimbulkan pertanyaan, apakah perusahaan multinasional
tersebut benar-benar rugi atau melakukan penghindaran pajak, sehingga tidak membayar pajak?
Dan bagaimana dengan peraturan perundang-undangan anti penghindaran pajak (anti avoidance)
negara dalam menghindari skema penghindaran pajak tersebut?
Tax Avoidance, Tax Planning, dan Tax Evasion
Sebagai perusahaan yang berorientasi laba, sudah tentu suatu perusahaan domestik
maupun perusahaan multinasional berusaha meminimalkan beban pajak dengan cara
memanfaatkan kelemahan sistem ketentuan pajak dari suatu negara. Di banyak negara, skema
penghindaran pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance).
2. Penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance).
Antara suatu negara dengan negara lain bisa jadi saling berbeda pandangannya tentang
skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance atau unacceptable tax
avoidance. Dengan demikian, bisa saja suatu skema penghindaran pajak tertentu di suatu negara
17
dikatakan sebagai penghindaran pajak yang tidak diperkenankan, tetapi di negara lain dikatakan
sebagai penghindaran pajak yang diperkenankan. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk
menyatakan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan adalah aggressive tax planning dan
istilah untuk penghindaran pajak yang diperkenankan adalah defensive tax planning.
Dalam perpajakan, istilah tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema transaksi
yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Dengan demikian, banyak ahli pajak menyatakan
skema tersebut sah-sah saja (legal) karena tidak melanggar ketentuan perpajakan. Lebih lanjut,
The Asprey Comittee of Australia, seperti yang dikutip oleh Indrayagus Slamet menyatakan
bahwa tax avoidance umumnya menyangkut perbuatan yang masih dalam koridor hukum tapi
tidak berdasarkan ”bonafide dan adequate consideration”, atau berlawanan dengan maksud dari
pembuat undang-undang (the intention of parliament).
Tax planning adalah upaya Wajib Pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang
melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dan sifatnya tidak menimbulkan dispute antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Sedangkan tax
evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar
ketentuan perpajakan (ilegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagian penjualan atau
memperbesar biaya dengan cara fiktif.
Berkaitan dengan tax avoidance, pertanyaan yang layak kita ajukan adalah apakah suatu
skema transaksi yang tujuannya semata-mata untuk penghindaran pajak (tidak ada tujuan
bisnisnya) dengan cara memanfaatkan kelemahan ketentuan perpajakan yang ada dapat
dibenarkan? Dalam konteks perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan
oleh PMA untuk melakukan penghematan pajak yaitu dengan skema seperti (i) transfer pricing,
(ii) thin capitalization, (iii) treaty shopping, dan (iv) controlled foreign corporation (CFC). Pada
umumnya dalam melakukan penghematan pajak tersebut, Wajib Pajak dapat menjalankan dalam
bentuk:
1. Substantive tax planning, yang terdiri atas:
Memindahkan subjek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara yang dikategorikan
sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan
pajak) atas suatu jenis penghasilan.
18
Memindahkan objek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara yang dikategorikan
sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan
pajak) atas suatu jenis penghasilan.
Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and of tax object) ke
negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan
perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
2. Formal tax planning
Melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi ekonomi dari
suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang
memberikan beban pajak yang paling rendah.
Ketentuan tentang Anti Avoidance
Dalam menghadapi skema-skema unacceptable tax avoidance atau aggressive tax
planning seperti tersebut di atas, umumnya suatu negara menerbitkan ketentuan pencegahan
penghindaran pajak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai
berikut ini:
1. Specific Anti Avoidance Rule (SAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak atas transaksi
seperti (i) transfer pricing, (ii) thin capitalization, (iii) treaty shopping, dan (iv) controlled
foreign corporation (CFC).
2. General Anti Avoidance Rule (GAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak untuk
mencegah transaksi yang semata-mata dilakukan oleh Wajib Pajak yang semata-mata untuk
tujuan penghindaran pajak atau transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis.
Di banyak negara, seperti di Israel dan Kanada, telah membuat suatu ketentuan untuk
menangkal praktik unacceptable tax avoidance atau aggressive tax planning yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena tax planning yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak lagi
bersifat defensive tax planning lagi tetapi sudah semakin offensive yaitu dengan membuat suatu
transaksi semu yang pada dasarnya tidak ada tujuan bisnisnya atau membuat suatu entitas usaha
di negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven country. Di Australia, skema-skema yang
19
dapat dikategorikan sebagai aggressive tax planning oleh Australian Taxation Office (ATO)
adalah sebagai berikut:
1. Transaksi yang dibuat semata-mata untuk tujuan menghindari pajak. Dengan kata lain
transaksi tersebut tidak mempunyai tujuan bisnis, kalaupun ada tujuan bisnisnya tetapi sangat
tidak signifikan.
2. Berusaha untuk mendapatkan fasilitas pajak yang sebenarnya fasilitas pajak tersebut tidak
ditujukan kepadanya.
3. Membuat transaksi yang berputar-putar yang akhirnya transaksi tersebut akan kembali lagi
kepadanya (round-robin flow of funds).
4. Penggelelembungan nilai aset untuk mendapatkan biaya penyusutan yang besar di masa yang
akan datang.
5. Memanfaatkan suatu entitas usaha di mana penghasilan yang diterima oleh entitas usaha
tersebut dikecualikan sebagai objek pajak.
6. Transaksi bisnis yang melibatkan negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haeven
countries.
Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan kita yang berlaku saat ini, belum ada
definisi yang jelas mengenai tax plannning, agresive tax planning, acceptable tax avoidance dan
unacceptable tax avoidance. Dengan demikian, dalam praktiknya sering menimbulkan
penafsiran yang berbeda antara Wajib Pajak dan aparat pajak. Wajib Pajak dan aparat pajak tentu
akan memberikan penafsiran sendiri-sendiri yang menguntungkan mereka, sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dari sudut pandang Wajib Pajak, tentu akan berpendapat bahwa sepanjang skema
penghindaran pajak yang mereka lakukan tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan tentu sah-sah saja (legal). Hal ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum bagi
Wajib Pajak. Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah tentu juga berkepentingan bahwa jangan
sampai suatu ketentuan perpajakan disalahgunakan oleh Wajib Pajak untuk semata-mata tujuan
penghindaran pajak yang akan merugikan penerimaan negara. Oleh karena itu, untuk kepastian
hukum baik bagi Wajib Pajak maupun bagi pemerintah, ketentuan tentang tax planning, tax
avoidance, dan anti tax avoidance yang berupa Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) maupun
20
General Anti Avoidance Rule (GAAR) harus diatur secara jelas dan rinci dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, baik untuk ketentuan formalnya yaitu terkait dengan
sanksi, maupun dalam ketentuan materialnya.
21