Post on 07-Dec-2021
LAPORAN
SURVEY KEBERADAAN BERUANG MADU SERTA PENDUGAAN AWAL POTENSI DAYA DUKUNG HABITAT
Oleh :
SEKSI KONSERVASI WILAYAH I KETAPANG
BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN BARAT dan
PT. HUTAN KETAPANG INDUSTRI
LOKASI : AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI
PT. HUTAN KETAPANG INDUSTRI KEC. KENDAWANGAN
KETAPANG 2017
i
KATA PENGANTAR
Laporan ini disusun untuk menyampaikan hasil pelaksanaan kegiatan yang telah
dilaksanakan. Kegiatan Survey keberadaan beruang madu serta pendugaan awal potensi
daya dukung habitat telah dilaksanakan secara bersama sama oleh SKW I Ketapang dan
PT.Hutan Ketapang Industri di areal milik perusahaan.
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah mengetahui kondisi di lapangan tentang
keberadaan satwa beruang madu dan kondisi habitat di areal milik PT.HKI dalam rangka
Konservasi Keanekaragaman Hayatinya.
Masukan, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
kegiatan ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Diketahui oleh Kepala SKW I Ketapang
Ruswanto,S.P 19730424 199903 1 003
Ketapang , Maret 2017
Disusun oleh
Yoga Budihandoko,S.Hut 19840516 201012 1 004
ii
TIM PELAKSANA KEGIATAN
No Nama/Nip Pangkat / Golongan
Jabatan
1 Adi Susilo,S.Hut / 19780519 2008121001
Penata Muda Tk I/ III b
Satuan Gusus Tugas penanggulangan Konflik Satwa Pada SKW I Ketapang
2 Yoga Budihandoko,S.Hut / 19840516 201012 1 004
Penata Muda / III a Pengendali Ekosistem Hutan Pertama pada SKW I Ketapang
3 Arrison Janto Simamora / 19820310 200912 1 001
Pengatur / II c Staff pada SKW I Ketapang
4 Irmawan / 19750619 200812 1 001
Pengatur / II c Staff pada SKW I Ketapang
5 Tahir Wisata / 19791220 199903 1 002
Pengatur Tk I / IId Pengendali Ekosistem Hutan Pelaksana pada BKSDA Kalbar
6 Rahmat Dian,S.Hut - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
7 Tiusman - Tenaga Lapangan CA Muara Kendawangan
8 Andreas - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
9 Khodis - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
10 Ignasius Suriyanto,S.Hut - Botanis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
TIM PELAKSANA .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Dasar Pelaksanaan Kegiatan .............................................................. 2
C. Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2
D. Sasaran Kegiatan .............................................................................. 2
BAB II. KONDISI UMUM LOKASI KEGIATAN
A. Profil PT.HKI ....................................................................................... 3
B. Flora dan Fauna PT.HKI ...................................................................... 4
C. Kondisi Iklim ...................................................................................... 7
D. Geologi ....................................................................................... 8
E. Sosial Ekonomi ................................................................................... 10
BAB III. STUDI PUSTAKA
A. Biologi Beruang Madu ......................................................................... 15
B. Jejak Beruang Madu ........................................................................... 21
C. Pakan Beruang Madu .......................................................................... 25
BAB IV. METODE
A. Waktu dan Personil Pelaksana ............................................................. 28
B. Alat dan Bahan ................................................................................... 29
C. Ruang Lingkup Kegiatan ..................................................................... 29 D. Parameter Kegiatan ............................................................................ 29 E. Metode Kerja ..................................................................................... 30
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil………………………………. ............................................................... 36 B. Pembahasan ..................................................................................... 50
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 57 B. Saran ............................................................................................... 57 C. Rekomendasi Pengelolaan ................................................................. 58
Daftar Pustaka……………………………………………………………….. .................... 62
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
Tabel 1. Flora di PT HKI 4
Tabel 2. Fauna di PT HKI 6
Tabel 3. Interval Pendapatan Rumah Tangga Responden Per Bulan 13
Tabel 4. Tim Pelaksana Survey Keberadaan Beruang Madu 28
Tabel 5. Jejak - Jejak Beruang Madu di Lokasi Survey 38
Tabel 6. Perjumpaan Sarang Beruang Madu di Lokasi Survey 39
Tabel 7. Jenis - Jenis Vegetasi Yang Dijumpai 41
Tabel 8. Tumbuhan Potensi Pakan Beruang Madu 44
Tabel 9. Analisis Vegetasi Pada Habitat Beruang Madu 46
Tabel 10. Jenis Tumbuhan Dengan Lima Besar INP Tertinggi 53
Tabel 11. Presentasi Family Tumbuhan Potensi Pakan 53
Tabel 12. Tutupan Lahan PT.HKI 56
Tabel 13. Rekomendasi Rencana Konservasi Beruang Madu di PT.HKI 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
Gambar 1. Gambaran Fisik beruang madu 15
Gambar 2. Peta Distribusi Beruang Madu IUCN 17
Gambar 3. Jejak Kaki Beruang Madu 22
Gambar 4. Feses Beruang Madu 22
Gambar 5. Jejak Bekas Cakaran Pada Kulit Pohon 24
Gambar 6. Sarang Beruang dan Satwa Lain di Pohon 25
Gambar 7. Gambar Jjenis Buah Pakan Beruang Madu 26
Gambar 8. Model Sample Plot Vegetasi 31
Gambar 9. Kerangka Pikir Kesesuaian Habitat Beruang Madu 35
Gambar 10. Jejak Bekas Cakaran Pada Batang Pohon Yang Dijumpai 36
Gambar 11. Jejak Bekas Sobekan Atau Cabikan Pada Batang PohonYang Dijumpai 37
Gambar 12. Perjumpaan Sarang Dilokasi Survey 39
Gambar 13. Jejak Beruang Madu Lainnya 40
Gambar 14. Peta Habitat dan Koridor Beruang Madu PT.HKI 49
Gambar 15 Peta IUCN Sebaran Beruang Madu di Kab. Ketapang 51
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran 1. Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Hutan Lindung Sungai Wein 2. Hasil Perhitungan Parameter Peta Kesesuaian Habitat dan Koridor Beruang Madu PT.HKI 3. Lampiran Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan 4. Peta Kesesuaian Habitat dan Koridor Beruang Madu di PT HKI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat memiliki salah satu fungsi yaitu
pengelolaan keanekaragaman hayati. Secara khusus Seksi Konservasi Wilayah I (SKW-I)
Ketapang memiliki wilayah kerja di dua kabupaten yaitu Kab. Ketapang dan Kab. Kayung Utara.
SKW-I Ketapang secara rutin melakukan kegiatan yang terkait dengan konservasi dalam upaya
mendukung pilar-pilar konservasi seperti perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya baik didalam maupun diluar kawasan konservasi.
Kehadiran perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia memang membuka
peluang yang besar dalam mengatasi pengangguran, karena faktanya banyak para pekerja
yang menggantungkan hidup mereka dalam sektor ini, akan tetapi banyaknya perusahaan HTI
yang tumbuh dan berkembang tanpa dilakukan pengawasan yang jelas membuat lingkungan
menurun kualitasnya, yang menimbulkan dampak negatif di berbagai sektor kehidupan. Namun
demikian, perkembangan usaha di sektor ini tetap perlu di dorong bahkan tidak bisa dihentikan
begitu saja karena akan menimbulkan dampak yang lebih serius lagi. Sehingga pembangunan
usaha dalam sektor apapun terutama yang menggunakan penggunaan lahan dalam skala besar
selain memprioritaskan aspek ekonomi juga perlu memperhatiakn aspek ekologi dan sosialnya.
Maka dalam hal ini kami sambut baik niat dari manajemen PT. Hutan Ketapang Industri
(HKI) untuk bersama – sama melakukan upaya pelestarian satwa Beruang Madu (Helarctos
malayanus) di areal konsesinya. Upaya pelestarian tersebut dalam bentuk kegiatan berupa
survey keberadaan beruang madu serta pendugaan awal potensi daya dukung habitat areal
yang di survey sebagaimana yang dimohonkan. Diharapkan kegiatan – kegiatan tersebut dapat
terlaksana dengan baik dalam rangka menjaga kelestarian kehidupan satwa liar sekaligus
habitatnya untuk meningkatkan nilai dan kualitas kehidupan disekitar kita sehingga berdampak
kepada usaha yang berkelanjutan.
2
B. Dasar Pelaksanaan Kegiatan
1. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
2. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3. Undang – undang Nomor : 4 Tahun 1992 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
4. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa
Liar.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa
Liar.
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis
Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 12/Menlhk-II/2015 tentang
Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
9. Surat PT. Hutan Ketapang Industri Nomor : 15/HKI-KPW/FS/XI/2017 tanggal 13
Februari 2017. Perihal Permohonan Permohonan Tim Survey Keberadaan Beruang Madu
dan Penyadartahuan Kepada Masyarakat.\
10. Surat Tugas Kepala BKSDA Kalbar Nomor : ST. 135/BKSDA.KALBAR/PEG/2/2017 tanggal
24 Februari 2017
C. Maksud dan Tujuan
Maksud survey keberadaan beruang madu serta pendugaan awal potensi daya dukung
habitat,bermaksud untuk memastikan keberadaan beruang madu sekaligus mengetahui
kondisi habitat pada areal yang di survey.
Tujuan mitigasi konflik satwa beruang untuk mencegah terjadinya konflik satwa ini
terhadap manusia sehingga terjaga kelestarian jenis satwa tersebut.
D. Sasaran Kegiatan
Sasaran pelaksanaan kegiatan – kegaiatan seperti tersebut diatas adalah, areal konsesi
milik perusahaan PT HKI.
3
BAB II
KEADAAN UMUM LOKASI KEGIATAN
A. Profil PT. Hutan Ketapang Industri
PT. Hutan Ketapang Industri merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak
di bidang pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berlokasi di Kabupaten
Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan No
: SK.663/Menhut- II/2011 DENGAN LUAS ± 100.150 ha. PT. Hutan Ketapang Industri
memahami bahwa kondisi, paradigma dan sistem pemanfaatan hutan di Indonesia sudah
tidak sama dengan pemanfaatan hutan di Indonesia pada masa-masa sebelumnya. Oleh
karena itu, PT. Hutan Ketapang Industri berkeinginan untuk melakukan pengelolaan hutan
tanaman dengan mengacu pada sistem pengelolaan hutan lestari (Sustainability Forest
Management/SFM) yang menjamin keberlanjutan fungsi produksi, ekologi dan sosial.
Secara geografis izin lokasi UPHHK-HTI PT. Hutan Ketapang Industri tersebut terletak pada :
- Blok Kendawangan : 20 33’ – 20 47’ LS & 1100 32’ – 1100 49’ BT
- Blok Air Hitam : 20 01’ – 20 25’ LS & 1100 13’ – 1100 32’ BT
Adapun batas-batas wilayah yang bersebelahan dengan lokasi Blok-Blok UPHHK-HTI PT.
Hutan
Ketapang Industri yaitu sebagai berikut :
✓ Blok Kendawangan
Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Lembawang; Kawasan Hutan Produksi; Areal
Kerja IUPHHK-HTI PT. Mega Alam Sentosa;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kedondong; Desa Sukaria; Kawasan Areal
Penggunaan Lain;
Sebelah Timur berbatasan dengan Kawasan Areal Penggunaan Lain, sungai
Kendawangan dan;
Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Provinsi; Hutan Lindung; Kawasan Areal
Penggunaan Lain dan Areal Kerja IUPHHK-HTI PT. Mega Alam Sentosa.
✓ Blok Air Hitam
Sebelah Utara berbatasan dengan Kawasan Hutan Produksi; Areal Kerja IUPHHK-HTI
PT. Garuda Kalimantan Lestari;
4
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Air Hitam Besar; Kawasan Hutan Produksi;
Areal Kerja IUPHHK-HTI PT. Buana Megatama Jaya;
Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Bengkais; Kawasan Hutan Lindung; Areal
Kerja IUPHHK-HTI PT. Buana Megatama Jaya
Sebelah Barat berbatasan dengan Cagar Alam Muara Kendawangan.
Blok Kendawangan dan Blok Air Hitam UPHHK-HTI PT. Hutan Ketapang Industri
termasuk dalam Kelompok Hutan Produksi (HP) Sungai Kendawangan, Sungai Naning dan
Sungai Air Hitam sedangkan letak lokasi izin UPHHK-HTI PT. Hutan Ketapang Industri
berdasarkan pemangkuan hutan berada pada :
- RPH : Kendawangan
- BKPH : Kendawangan
- KPH : Ketapang
- Dinas Kabupaten : Dinas Kehutanan Ketapang
- Dinas Provinsi : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
B. Flora dan Fauna PT HKI
Berikut list atau Flora yang ada di areal PT. Hutan Ketapang Industri dapat dilihat pada
tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Flora di PT. HKI
7
C. Kondisi Iklim
Faktor iklim memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan tanaman meliputi curah hujan,
temperature, kelembaban udara, radiasi dan lama penyinaran serta evapotranspirasi. Jumlah
dan distribusi hujan sepanjang tahun sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Untuk
itu perlu didapatkan data dari rata-rata pengukuran dari stasiun pengamatan Stasiun
Klimatologi Siantan. Secara umum kondisi iklim di lokasi studi, berdasarkan klasifikasi iklim
menurut Schmidt dan Fergusson termasuk ke dalam Tipe A (0 < Q < 0,143). Klasifikasi iklim
menurut Shmidt dan Fergusson ini berdasarkan nilai quotient (Q) rata-rata bulan kering dan
rata-rata bulan basah. Untuk lebih jelasnya pembagian iklim menurut Schmidt dan Fergusson
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Berdasarkan Klasifikasi Schmidt & Ferguson, daerah studi termasuk Tipe Curah Hujan
A karena rata-rata bulan kering (< 60 mm) = 0 bulan dan rata-rata bulan basah (> 60 mm)
= 12 bulan sehingga Q = 0/12 x 100% = 0 %. Klasifikasi iklim menurut Scmidht & Ferguson
ini berdasarkan nilai quotient (Q) rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah.
Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman (1980) dalam Wisnubroto (2000), iklim di wilayah
studi digolongkan dalam zone Agroklimat B1 yaitu daerah yang mempunyai bulan basah
(>200 mm) 7-9 bulan, dengan bulan kering (<100 mm) kurang dari 2 (dua) bulan.
8
D. Geologi
a) Morfologi
Di areal kerja IUPHHK-HTI PT. Hutan Ketapang Industri terdapat beberapa
formasi batuan sedimen dan gunung api yang berumur dari masa Mesozoik hingga
Kuarter. Secara rinci terbagi dalam 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu :
1. Satuan Morfologi Bukit Rendah
Menempati daerah sekitar kaki gunung dengan ketinggian sekitar 35 - 50 meter
diatas permukaan laut. Satuan ini ditempati oleh satuan tanah laterit.
2. Satuan Morfologi Dataran Rendah
Menempati daerah sekitar kaki gunung dengan ketinggian 5 – 35 meter di atas
permukaan laut. Satuan ini ditempati oleh satuan endapan aluvium.
3. Satuan Morfologi Rawa
Menempati sepanjang pantai dan sebagian besar wilayah dengan ketinggian
maksimal 25 meter di atas permukaan laut. Satuan batuan yang terdapat di bagian
pertama tanah adalah satuan endapan rawa.
b) Litologi
Secara litologi beberapa endapan batuan yang dapat diamati yaitu sebagai
berikut :
1. Satuan Endapan Aluvium
Terdapat di sekitar bagian tengah areal IUPHHK HTI, terutama di sekitar poros
jalan provinsi antara Sungai Gantang - Marau. Umumnya terdiri dari endapan
lempung, pasir, dan kerikil. Termasuk formasi Endapan Aluvium berumur Holosen.
2. Satuan Endapan Rawa
Tersebar luas terutama di bagian utara, timur dan selatan areal IUPHHK HTI.
Umumnya berupa lempung, lumpur, pasir halus dan sisa tumbuhan. Termasuk
formasi endapan rawa yang berumur Holosen.
3. Satuan Tanah Laterit
Terdapat di bagian barat areal IUPHHK HTI, umumnya terdiri dari hasil pelapukan
batuan sedimen dari batuan Kompleks Ketapang.
9
c) Formasi Regional
Secara regional formasi-formasi batuan yang terdapat berturut-turut dari tua ke
muda, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kompleks Ketapang (JKke), berumur Jura hingga Kapur, terdiri dari :
- Batupasir Kuarsa
- Batulanau dan Serpihan
2. Granit Sukadana (Kus), berumur Kapur Akhir, terdiri dari :
- Granit
- Granodiorit
- Diorit
3. Endapan Rawa (Qs) dan Aluvium (Qa) berumur Holosen terdiri dari :
- Lempung
- Lumpur
- Pasir halus mengandung sisa tumbuhan
- Kerikil
- Kerakal
Endapan Zirkon diperkirakan terdapat di beberapa lokasi di daerah
Kendawangan, terutama pada daerah penyebaran Endapan Rawa (Qs) yang tersebar
cukup luas di bagian barat dan selatan wilayah Kendawangan, endapan zirkon tersebut
diperkirakan berasal dari hasil rombakan batuan granit sukadana yang terdapat di
bagian hulu Sungai Kendawangan yang kemudian mengalami transportasi dan
pengendapan kembali bersama-sama dengan pasir kuarsa. Selain Zirkon, diperkirakan
akan dijumpai juga beberapa jenis bahan galian mineral non logam yaitu antara lain
pasir kuarsa, sirtu, lempung dan kaolin.
10
E. Sosial Ekonomi
Untuk sub komponen sosial ekonomi di sekitar lokasi kegiatan UPHHK-HTI PT. Hutan
Ketapang Industri, digambarkan kondisi masyarakat setempat dikelompokkan berdasarkan
beberapa karakteristik sosial ekonomi seperti berikut ini.
1. Pola Penggunaan dan Kepemilikan Lahan
Masyarakat yang berada di dalam dan sekitar areal rencana kegiatan UPHHK-HTI PT.
Hutan Ketapang Industri umumnya adalah bekerja disektor pertanian. Pola usaha tani yang
dikembangkan masyarakat pada umumnya masih bertumpu pada usaha tani padi,
palawija,sayuran dan kebun karet serta kelapa sawit. Kegiatan penanaman padi ladang
bersamaan dengan penanaman palawija dan sayuran. Jenis tanaman yang sering ditanam,
diantaranya padi sawah dan padi ladang, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kelapa dalam,
bayam, sawi, kacang panjang, terong dan labu.
Penduduk yang bertani pada umumnya masih menerapkan cara-cara bertani yang
relatif tradisional, subsisten, bergantung pada musim/cuaca dan apa adanya seperti yang
telah disediakan oleh alam. Mereka yang bertani-berladang, menggarap ladang atau lahan
mereka di pinggiran hutan atau atau sepanjang sempadan sungai. Dalam kegiatan
penanaman, masyarakat sebagian besar menggarap lahan secara tradisional dan umumnya
belum banyak di kenal pengaturan jarak tanam, pengolahan tanah serta penggunaan
bibit/benih unggul serta pupuk. Benih tanaman umumnya berasal dari hasil panen tahun
sebelumnya yang disimpan sebagai benih. Luas ladang yang dibuka setiap KK berbeda,
tergantung dari kemampuan (jumlah anggota keluarga) masing-masing KK tersebut. Rata-
rata luasan lahan yang dibuka berkisar antara 2 Ha sampai 3 Ha, tergantung dari
kemampuan masing-masing keluarga. Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan ladang
umumnya dilakukan dua sampai tiga kali musim tanam, setelah itu mereka tinggalkan
dengan ditanami karet, rambutan, pisang dan tanaman keras lainnya.
Selain menggarap lahan, masyarakat juga masih menggantungkan hidupnya pada
sumber daya alam disekitarnya yaitu ketergantungan terhadap alam (hutan) ini yang secara
sosiopsikologis memberikan rasa aman bagi penduduk terkait dengan keamanan pangan
mereka. Untuk hasil perkebunan, masyarakat menanam karet yang menghasilkan lateks.
Sebagian petani penoreh karet hasil sadapannya langsung dijual pada hari itu juga dan ada
yang dikumpulkan terlebih dahulu, sampai mencapai jumlah tertentu baru kemudian dijual
ke penampung. Hasil produksi perkebunan karet rata-rata sebesar 10 kg/hari dengan harga
11
jual per kilo kurang lebih Rp. 10.000 (harga pada saat pengambilan data). Sedangkan untuk
produksi padi rata-rata sebesar 0,7 – 1,2 ton per hektar, dengan harga jual per kilo sekitar
Rp. 5.000 (harga pada saat pengambilan data).
Hasil bumi lainnya adalah tanaman buah-buahan dan hasil hutan, biasanya langsung
dijual di dusun atau desa dan ada juga yang dibawa ke pusat kota kecamatan dan daerah
sekitarnya. Untuk usaha perdagangan di dalam dan sekitar lokasi rencana usaha, hanya
terdapat warung-warung kecil yang menjual kebutuhan barang pokok. Pandangan
masyarakat di wilayah studi, terutama masyarakat Dayak, terhadap lahan/hutan/tanah
bukan hanya sebagai sumberdaya ekonomi, namun juga merupakan basis untuk kegiatan
budaya, sosial, politik dan spiritual. Pola kepemilikan dan penguasaan lahan yang berlaku
pada masyarakat di wilayah studi adalah kepemilikan dan penguasaan lahan yang secara
turun temurun. Secara tradisional dan turun temurun, warga desa menguasai dan
memanfaatkan lahan di sekitarnya untuk berusahatani/berladang dan memungut hasil hutan.
Kepemilikan dan penguasaan lahan ini dapat bersifat perorangan dan juga dapat
bersifat komunal. Pola pemanfaatan dan penguasaan lahan tersebut diakui
dalam konteks lokal tradisional, tetapi tidak secara hukum formal. Proses munculnya
pemilikan tanah secara tradisional didahului oleh adanya hubungan antara
lahan/hutan/tanah dengan orang atau orang-orang yang menggarapnya. Untuk melakukan
kegiatan bertani/ berladang, masyarakat mengawali dengan membuka hutan/lahan,
hutan/lahan yang dibuka biasanya seluas 0,5 – 1,5 Ha. Pada hutan/ lahan yang telah dibuka
tersebut kemudian masyarakat bertani/berladang dengan membuat suatu perladangan dan
mendirikan tempat tinggal sementara untuk jangka waktu tertentu.
Biasanya lahan tersebut digunakan 2-3 kali, kemudian mereka mencari lahan baru
untuk dijadikan tempat bertani/berladang. Pada lahan yang ditinggalkan tersebut,
masyarakat biasanya menanam pepohonan (seperti Tengkawang, Durian, dan aneka jenis
buahbuahan). Kemudian sekitar 10–15 tahun, mereka kembali bertani/ berladang pada lahan
tersebut. Sistem ini lah yang biasanya disebut pertanian “gilir balik”.
Lahan yang telah dibuka dan diolah/digarap tersebut, secara “otomatis” menjadi “milik/hak”
yang membuka lahan/hutan tersebut, dan selanjutnya diwariskan secara turun temurun
kepada generasi berikutnya. Namun bagi masyarakat Dayak “hak” tersebut tepatnya berupa
“kewajiban” - karena bila hubungan antara lahan/hutan/tanah dan yang bersangkutan
12
sempat terhenti dalam satuan waktu tertentu, maka aksesnya terhadap lahan/hutan/tanah
tersebut menjadi hilang, meski seringkali bersifat sementara.
Pada umumnya, luas lahan yang dimiliki secara individu, tergantung dari warisan
yang diturunkan, sekitar 1,5 Ha – 5 Ha. Pemanfaatan lahan warisan tersebut tergantung
pada pemilik, apakah mau dikelola/digarap sendiri atau dipinjamkan kepada orang lain untuk
mengelola/ menggarapnya. Rata-rata lahan milik pribadi dimanfaatkan untuk menanam padi,
perkebunan Karet maupun Kelapa Sawit serta palawija.
2. Pendapatan Rumah Tangga
Rangkuman dari hasil kuesioner pendapatan rumah tangga masyarakat di wilayah
studi bersumber dari dua sektor utama, yaitu sektor pertanian dan sektor di luar pertanian
(pedagang, pegawai, swasta, pengrajin, buruh lepas, dan lainnya). Secara umum dapat
digambarkan bahwa pendapatan yang berasal dari sektor pertanian (47,05%) merupakan
porsi yang dominan dari total pendapatan rumah tangga masyarakat di wilayah studi.
Pendapatan rumah tangga per bulan yang berasal dari sektor pertanian berkisar antara Rp.
300.000,- sampai dengan Rp. 2.750.000,- dengan demikian dapat diperkirakan pendapatan
rumah tangga rata-rata per bulan masyarakat di wilayah studi dari sektor pertanian yaitu
sebesar Rp. 1.013.000,-. Sedangkan pendapatan rumah tangga per bulan dari sektor di luar
pertanian berkisar antara Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 3.000.000,-; dengan demikian
dapat diperkirakan pendapatan rumah tangga rata-rata per bulan masyarakat di wilayah
studi dari sektor di luar pertanian yaitu sebesar Rp. 665.500,-. Kondisi tersebut dikarenakan
sektor pertanian merupakan kegiatan utama perekonomian masyarakat di wilayah studi.
Sedangkan pendapatan rumah tangga per bulan secara keseluruhan dari sektor
pertanian dan sektor di luar pertanian berkisar antara Rp. 800.000, - sampai dengan Rp.
3.500.000,- dengan demikian dapat diperkirakan pendapatan rumah tangga rata-rata per
bulan masyarakat di wilayah studi yaitu sebesar Rp. 1.678.500,-. Meskipun demikian
berdasarkan hasil diskusi bersama masyarakat diperoleh informasi bahwa nilai pendapatan
sebesar itu, masih dirasakan kurang karena pola pengeluaran dan konsumsi terkait dengan
harga-harga barang dan kebutuhan pokok yang cenderung semakin meningkat. Tingkat
pendapatan rumah tangga responden per bulan disajikan pada tabel 3.
13
Tabel 3. Interval Pendapatan Rumah Tangga Responden Per Bulan
NO Kelas Responden Jumlah
1
2
3
4
5
Rp 800.000 - Rp 1.340.000
Rp 1.340.000 - Rp 1.880.000
Rp 1.880.000 - Rp 2.420.000
Rp 2.420.000 - Rp 2.960.000
Rp 2.960.000 - Rp 3.500.000
13
14
7
5
1
Jumlah 40
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2014
Pendapatan masyarakat yang merata, merupakan suatu tujuan pembangunan yang
diharapkan dan merupakan masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan
adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Dari data di atas, tingkat
pemerataan pendapatan penduduk di wilayah studi dapat digolongkan rendah. Hal ini
dibuktikan dengan nilai koefisien gininya lebih dari 0,5 yaitu sebesar 0,5483. Todaro (1990)
menyatakan bahwa distribusi pendapatan di negara-negara berkembang dikatakan sangat
timpang jika angka Gini lebih dari 0,5 dan ketimpangan relatif rendah bila berada pada
kisaran 0,2 sampai 0,35. Dengan demikian menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan
pendapatan di dalam masyarakat di lokasi kegiatan.
3. Aktivitas dan Kelembagaan Ekonomi
Kelembagaan ekonomi yang terdapat di ibu kota kecamatan, yaitu berupa pasar dan
koperasi. Pasar yang ada terdiri dari beberapa toko kecil atau warung yang menjual barang
barang kebutuhan pokok dan kelontong serta hasil bumi dari masyarakat setempat. Jumlah
warung yang berada di desa studi bervariasi antara 7 – 10 buah. Selain itu, terdapat
koperasi berupa Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Kredit Union (CU).
4. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja yang ada di lokasi rencana kegiatan UPHHK-HTI PT. Hutan
Ketapang Industri menunjukkan bahwa ada kesempatan kerja permanen maupun
kesempatan kerja temporer. Kesempatan kerja permanen ditunjukkan dengan adanya
penduduk yang bekerja di instansi pemerintah (guru, sekretaris desa, dll) maupun swasta
(perusahaan perkebunan Kelapa Sawit dan perkayuan/HTI, dll).
Sedangkan kesempatan kerja temporer ditunjukkan dengan adanya penduduk yang
bekerja sebagai buruh/tenaga kerja harian lepas/kontrak, dan lain sebagainya.
14
Berdasarkan data jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur, dapat diketahui persentase
Tenaga Kerja di Kecamatan Kendawangan. Persentase tenaga kerja pada suatu daerah
dapat dihitung dengan membandingkan antara jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke
atas) dengan total jumlah penduduk. Kecamatan Kendawangan memiliki penduduk usia kerja
sebanyak 22.127 jiwa dengan persentase tenaga kerja sebesar 65,55%.
Kehadiran dari PT. Hutan Ketapang Industri menimbulkan dampak yang positif bagi
penduduk setempat dengan terbukanya kesempatan kerja, dimana tenaga kerja yang
dibutuhkan yang dapat diisi oleh masyarakat daerah setempat sekitar 633 orang. Oleh
karena itu untuk mendapatkan tenaga kerja yang memadai dalam kegiatan UPHHK-HTI PT.
Hutan Ketapang Industri, dapat diperoleh dari penduduk di wilayah Kecamatan
Kendawangan terutama dari yang masuk dalam areal kerja konsesi yaitu Desa Kedondong,
Pangkalan Batu, Sungai Jelayan, Air Hitam Besar dan Mekar Utama.
5. Peluang Berusaha
Peluang berusaha di lokasi kegiatan UPHHK-HTI PT. Hutan Ketapang Industri
tergolong masih sedikit atau rendah, hanya pada sektor pertanian (kebun
karet/pengumpulan latek, dan padi/penggilingan padi, dll) dan non pertanian (memelihara
ternak, membuka warung, ojek, dan jasa lainnya).
15
BAB III
STUDI PUSTAKA
A. Biologi Beruang madu
1. Ciri fisik
Beruang madu merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis beruang yang ada di
dunia. Berat badannya berkisar antara 30 sampai dengan 65 kilogram, namun data dari
alam sangat terbatas. Beruang madu yang ada di Pulau Borneo merupakan yang paling
kecil dan kemungkinan dapat digolongkan sebagai sub-jenis (sub-species) dengan nama
Helarctos malayanus eurispylus. Bentuk fisik beruang madu dapat dilihat pada gambar 1
dibawah ini :
Gambar 1. Gambaran fisik Beruang Madu
16
Adapun tambahan penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut :
• bulunya pendek, mengkilau dan pada umumnya hitam (namun terdapat pula yang
berwarna coklat kemerahan maupun abu-abu);
• mata berwarna coklat atau biru;
• hampir setiap beruang madu mempunyai tanda di dada yang unik (warnanya
biasanya kuning, oranye atau putih, dan kadang-kadang bertitik-titik);
• hidung dari beruang madu relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong;
• kepalanya relatif besar sehingga dapat merupai anjing; kupingnya kecilbundar, dan
dahinya yang penuh daging terkadang tampak berkerut;
• mempunyai lidah yang sangat panjang (paling panjang dari semua jenis beruang
yang ada).
• lengan yang melengkung ke dalam, telapak yang tidak berbulu, dan kuku yang
panjang, (maka beruang madu sangat terdaptasi buat memanjat pohon)
• tangannya relatif besar dibandingkan dengan ukuran badan (kemungkinan besar hal
ini memudahkan beruang madu utnuk menggali tanah dan membongkar kayu mati
untuk mencari serangga)
• Beruang Madu mempunyai penciuman yang sangat tajam sehingga dapat cium
bekas injakan satwa lain maupun manusia. Pengelihatan diduga biasa saja
sedangkan pendengarannya cukup peka.
2. Persebaran Tidak banyak catatan mengenai persebaran jenis ini, baik secara historis maupun
saat ini. Namun demikian jenis ini telah dilihat diseluruh Asia Tenggara dari ujung timur
Hindia dan bagian utara Birma sampai ke Laos, Kamboja, Vietnam dan Thailand sampai ke
selatan di Malaysia, dan Pulau Sumatra dan Borneo. Ada catatan historis yang
menunjukkan bahwa beruang madu dulu terdapat di Tibet, Bangladesh, dan beberapa
wilayah di Hindia dan Cina dan di Pulau Jawa. Namun demikian, persebaran beruang madu
telah sangat mengecil sejak jaman dulu dikarenakan kehilangan habitat dan perburuan.
Beruang madu telah dianggap punah di Tibet, kemungkinan punah di Hindia bagian
timur (namun perlu dipastikan) dan Bangladesh. Kemungkinan besar bahwa di Cina bagian
selatan sisa populasi tinggal sedikit ataupun sudah punah. Lebih jelas dapat dilihat pada
peta distribusi beruang madu seperti pada gambar 2 di bawah ini :
18
3. Habitat Menurut Payne et al. (2000), beruang madu dapat ditemukan di kawasan hutan
yang luas dan kadang memasuki kebun di daerah-daerah terpencil. Fredriksson et al.
(2008) menyatakan bahwa beruang madu hidup di hutan primer, hutan sekunder dan
sering juga di lahan pertanian. Tipe hutan yang termasuk habitat beruang madu
diantaranya adalah hutan tropis dataran rendah, hutan dipterocarpaceae dan hutan
pegunungan rendah (Servheen 1998). Selain itu, tipe hutan yang juga termasuk habitat
beruang madu adalah hutan gambut (Alikodra 2002).
Hutan hujan tropis merupakan habitat utama beruang madu. Kayu hutan tersebut
dinilai tinggi oleh manusia, dan sedang dikonversikan dengan cepat ke hutan sekunder,
perkebunan, pertanian, peternakan dan pemukiman. Malaysia dan Indonesia merupakan
pengekspor kayu keras tropis terbesar di dunia dan kebanyakan ekspor tersebut berasal
dari habitat beruang madu sehingga habitatnya berkurang. Walaupun dampak spesifik
terhadap persebaran, kepadatan dan jumlah populasi dan kesediaan makanan belum
diketahui dengan pasti namun sudah dapat dipastikan bahwa dampaknya negatif.
4. Makanan, Pola Makan, Perilaku Dan Peran Dalam Hutan
Beruang madu merupakan “omnivore” berartikan memakan banyak jenis makanan.
Makanan utamanya adalah serangga (terutama rayap, semut, larva kumbang dan kecoak
hutan). Yang kedua adalah banyak jenis buah-buahan, apabila tersedia. Kalau beruang bisa
dapat mereka sangat suka dengan madu, terutama dari jenis kelulut (stingless bees).
Terkadang memakan bunga tertentu. Rumput dan daun hampir tidak pernah dimakan. Di
pinggiran hutan beruang terkadang memakan umbut jenis-jenis palem, dan kemungkinan
terkadang memakan jenis mamalia kecil dan burung. Kukunya yang panjang, tajam dan
melengkung memudahkan beruang madu untuk menggali tanah, membongkar kayu jabuk,
dan rahangnya yang sangat kuat membuat beruang sanggup membongkar kulit kayu guna
mencari serangga dan madu. Dengan lidah panjangnya mereka mengambil makanan yang
lobang lobang yang dalam. Dalam satu hari seekor beruang madu berjalan rata-rata 8 km
untuk mencari makanannya.
Apabila beruang madu memakan buah, biji ditelan utuh, sehingga tidak rusak.
Setelah buang air besar, biji yang ada di dalam kotoran mulai tumbuh sehingga beruang
madu mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyebar tumbuhan buah berbiji
besar seperti cempedak, durian, lahung, kerantungan dan banyak jenis lain. Perilaku
mencari makan yang lain seperti pembongkaran sarang rayap di tanah, kayu jabuk dan
19
batang pohon hidup untuk mendapatkan madu, bermanfaat bagi jenis satwa yang lain
pula. Banyak burung yang ikut memakan serangga apabila beruang sudah membongkar
sarang atau kayu jabuk dan pembongkaran kayu menyediakan lobang di batang pohon
yang sering dimanfaatkan satwa lain untuk berlindung ataupun berkembang-biak. Perilaku
menggali dan membongkar juga bermanfaat untuk mempercepat proses penguraian dan
daur ulang yang sangat penting untuk hutan hujan tropis.
5. Sistem Sosial Dan Sifat Keterangan yang ada tentang sistem sosial beruang madu yang liar masih sangat
terbatas dan berasal dari observasi kebetulan serta implikasi dari bentuk badannya.
Beruang madu diduga satwa yang bersifat soliter sama halnya dengan jenis beruang lain.
Beruang madu dianggap pemalu yang biasanya berusaha menghindari berhadapan dengan
manusia (dibantu penciuman yang tajam) bahkan beruang lain. Mereka dapat berjalan
sangat diam sehingga gerakannya tidak kedengaran. Beruang madu mempunyai tubuh dan
stamina yang kuat dan sifat “pantang mundur” apabila dalam keadaan terancam atau
terkaget seperti halnya apabila terjerat. Maka timbul persepsi di masyarakat bahwa
beruang madu merupakan binatang “buas”, padahal di alam dia akan selalu berusaha
menghindari konflik kecuali terancam atau terganggu. Observasi beruang di alam
menunjukan bahwa beruang adalah satwa yang cerdas, lincah dan mengajubkan.
Yang paling sering ditemui di hutan adalah betina dengan anaknya. Hampir semua
laporan tentang kelompok beruang menyangkut kelompok betina dan anaknya. Ada
beberapa laporan bahwa beruang madu dapat mengumpul dekat pohon buah dimana buah
sedang melimpah. Hampir setiap jam dari fajar sampai petang dimanfaatkan untuk mencari
makanan baik di tanah maupun di atas pohon, terkecuali satu atau dua jam istirahat siang
apabila panas. Pada umumnya beruang madu tidur pada malam hari di atas atau di dalam
batang kayu roboh, atau terkadang di sarang yang di buat di atas pohon. Jenis beruang ini
tidak memerlukan “tidur panjang pada musim dingin” atau hibernasi dikarenakan
makanannya tersedia sepanjang tahun di habitat tropisnya.
Penilitian jangka panjang pertama di dunia terhadap beruang madu di alam
yang dilakukan di Hutan Lindung Sungai Wain,Balikpapan, Kalimantan Timur, menunjukkan
bahwa rata-rata seekor beruang betina memerlukan wilayah jelajah tidak kurang dari 500
Ha untuk hidup dalam setahun. Sedangkan diperkirakan bahwa beruang madu jantan
memerlukan wilayah jelajah sekitar 1,500 Ha per tahun.
20
6. Reproduksi Pengetahuan mengenai perkembang-biakan beruang madu dan pengasuhan anak di
alam sangat terbatas. Biasanya hanya satu anak yang mendampingi betina,kembar jarang
terlihat. Beruang madu betina hanya memiliki 4 puting susu dibandingkan jenis beruang
lain yang biasanya melahirkan beberapa anak dan mempunyai enam puting susu. Rupanya
beruang madu tidak mempunyai musim kawin tertentu, mungkin karena musim buah dan
ketersediaan makanan di alam sangat bervariasi. Ada kemungkinan bahwa beruang madu,
sama dengan jenis beruang lain, mempunyai sistem alami untuk “menunda” perkembangan
telur (delayed implantation) sehingga dapat memastikan bahwa anak akan lahir pada
waktu induknya cukup gemuk, cuacanya baik dan ketersediaan makanan cukup.
Namun hal ini belum diketahui dengan pasti. Beruang madu melahirkan di dalam
batang kayu yang bolong atau gua kecil dimana anak beruang dilindungi sehingga cukup
besar untuk mengikuti induknya dalam aktivitas sehari-hari. Informasi dari Kebun Binatang
menunjukkan bahwa perkembang-biakan beruang madu yang dipelihara sangat sulit dan
saat ini justru dihindari karena populasi di alam sudah terancam kehilangan habitat
sehingga usaha konservasi yang lebih diperlukan adalah pelestarian habitat ketimbang
penambahan populasi yang dipelihara.
7. Ancaman Dan Status Konservasi Di hutan alam Kalimantan dan Sumatra beruang madu yang dewasa dan sehat
hampir tidak dimangsa satwa lain, namun terdapat satu kasus dimana seekor betina tua
dan kecil dimakan ular sanca (Python reticulatus) yang berukuran panjang 7m. Dapat
diduga bahwa beruang madu yang kecil atau sakit dapat dimangsa macam dahan dan ular.
Walaupun beruang madu dewasa hampir tidak mempunyai musuh di alam (di
Kalimantan), Persatuan Konservasi Dunia (IUCN) baru (April 2004) mengubah klasifikasi
status konservasi beruang madu dari “tidak diketahui karena kurang data” (Data deficient)
ke “terancam” (Vulnerable). Klasifikasi tersebut berartikan beruang madu terancam punah
terutama karena habitatnya berkurang terus-menerus. Di Indonesia beruang madu
dilindungi UU sejak 1973 (SK Mentan) diperkuat dengan Peraturan Pemerintah no.7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Faktor yang mengakibatkan berkurangnya populasi beruang madu termasuk:
pengrusakan dan fragmentasi hutan alam akibat ulah manusia; kebakaran hutan yang
merusak habitatnya; perburuan beruang madu untuk penggunaan bagian badannya untuk
obat tradisional, penangkapan untuk dijadikan satwa peliharaan; dan pembunuhan beruang
21
akibat peningkatan konflik antara beruang dengan manusia di pinggir hutan. Hanya dalam
beberapa tahun terakhir ini mulai dilakukan penelitian mengenai biologi, ekologi dan
perilaku di alam. Pelestarian beruang madu harus difokuskan pada pelestarian serta
pengelolaan habitatnya, penegakan status hukum beruang madu (dilindungi di Indonesia –
lihat di atas), pengurangan konflik antar manusia dan beruang di sekitar kawasan hutan,
serta penghentian perdagangan beruang dan bagian tubuhnya.
*Informasi pada point point tersebut diatas bersumber dari Sun bear fact sheet-Gabriella
Fredriksson
B. Jejak Beruang Madu
Metode tidak langsung banyak digunakan terutama apabila satwaliar sulit dijumpai
secara langsung ataupun berbahaya, dan meninggalkan jejak yang mudah dikenali.
Pengetahuan tentang pengenalan jejak aktivitas atupun tanda – tanda satwa liar yang
ditinggalkan akan sangat membantu di dalam pengumpulan data satwa liar. Terlebih lagi jika
pada waktu pelaksanaan kegiatan tersebut tidak dapat dijumpai satwa liar secara langsung.
Jejak aktivitas satwa liar tersebut dapat berupa bekas tapak kaki di permukaan tanah,
Feses (kotoran), bagian – bagian badan yang ditinggalkan, suara, sarang, bau – bauan atupun
tanda – tanda lainnya. Jejak jejak aktivitas ataupun tanda – tanda yang ada di lapangan yang
dapat dipergunakn sebagai indikator ada atau tidaknya satwa liar target , antara lain :
1. Tapak / Jejak kaki
Teknik ini diketahui sebagai teknik inventarisasi satwa liar yang paling tua. Di
daerah temperate,metoda ini banyak digunakan untuk mempelajari kepadatan mamalia
besar, kususnya selama musim dingin ketika salju menutupi tanah. Metode ini juga
dilaporkan sukses dalam mempelajari beberapa satwa liar di hutan tropis seperti badak,
harimau, dan anoa.
Cetakan kaki (foot print) adalah hasil cetakan pada tanah yang ditinggalkan oleh
satu kaki , dan jejak (Tracks) adalah kumpulan dari cetakan kaki satwa liar yang
ditinggalkan di atas permukaan tanah. Cetakan kaki dan jejak merupakan tanda khusus
yang ditinggalkan satwa liar.
Tempat terbaik untuk mendapatkan jejak yang baik adalah tanah berpasir, tanah
liat di sekitar sungai, aliran ataupun muara sungai, tepi danau dan sebagainya yaitu
22
merupakan tempat – tempat yang sering dilalui satwa liar untuk mendapatkan air
minum atau berkubang.
Keberadaan beruang ini juga dapat dilihat dari footprints yang dapat dikenali
untuk 1 jam hingga 1 minggu tergantung cuaca dan faktor fisikal lainnya. Berikut dapat
dilihat pada gambar 3 jejak kaki beruang madu :
Gambar 3. Jejak kaki beruang madu (http://www.arkive.org/malayan-sun-bear/helarctos-malayanus/image-G136428.html)
2. Feses (Kotoran)
Biasanya bentuk maupun bahan feses menunjukkan keadaan yang khas dari
suatu satwa liar. Penemuan feses sangat penting untuk mengetahui jenis satwa liar
yang mengeluarkannya dan sudah berapa hari atau berapa lama satwa liar tersebut
berada pada tempat ditemukannya feses.
Keberadaan beruang di suatu habitat juga dapat dilihat dari keberadaan feces
(scat) yang bertahan kurang dari 36 jam tergantung faktor cuaca dan lain-lain tahun.
Scat beruang madu dapat diidentifikasi dari ukuran, bau alami, serta kandungannya
(Fredriksson, 2012). Gambar feses beruang madu di alam dapat dilihat pada gambar 4
dibawah ini :
23
Gambar 4. Gambaran feces (scat) beruang madu. (A) Feces segar beruang madu yang mengandung biji-bijian. (B) Feces beruang madu yang mengandung lemah madu. (C) Feces yang telah lama (Sethy, 2014).
(sumber gambar : http://vetsciencereview.blogspot.co.id/2016/06/beruang-madu-sun-bear-helarctor.html)
3. Bagian yang ditinggalkan
Di antara beberapa jenis satwa liar ada yang mempunyai kebiasaan untuk
meninggalkan atau melepas bagian – bagian badannya seperti tanduk , tulang, kulit,
bulu, rambut - duri, telur dan sebagainya. Dari bagian – bagian tersebut dapat diketahui
jenis satwa liarnya dan wilayah penyebarannya, misalnya tanduk rusa , rambut – duri
landak, kulit ular dan rambut banteng.
4. Suara dan Bunyi
Yang dimaksud dengan suara adalah sesuatu yang kita dengar yang dikeluarkan
oleh satwa liar, sedangkan bunyi adalah suatu yang kita dengar sebagai akibat dari
tingkah laku suatu jenis satwa liar. Pengenalan suara atau bunyi sangat membantu
dalam mengumpulkan data atau informasi bagi satwa – satwa liar tersebut.
5. Tanda – tanda pada habitat
Tanda – tanda yang diakibatkan oleh suatu tingkah laku satwa liar pada saat
mencari makan , kawin, dan mandi /berkubang sangat membantu kita dalam melakukan
identifikasi jenis satwa liar. Tanda tersebut dapat berupa : gigitan – gigitan pada daun
yang dimakan, gigitan – gigitan pada kult pohon dan akar pohon, adanya sisa buah –
buahan, dan adanya jalur lintasan satwa.
Beruang madu akan mencakar dan merobek batang kayu untuk mencari sarang
lebah. Tanda cakaran ini juga terlihat dari aktivitas beruang yang memanjat pohon.
Tanda cakaran dapat bertahan hingga beberapa bulan maupun beberapa tahun.
24
Tanda cakaran dapat menjadi petunjukkan keberadaan beruang madu di hutan. Berikut
gambar 5 bekas cakaran beruang madu pada kulit pohon :
Gambar 5 : Bentuk jejak bekas cakaran beruang madu pada kulit pohon
berdasarkan usia cakaran (Jurnal ESTIMATING BEAR CLAW MARK
AGES, Thailand. 2010)
6. Bau – bauan
Yang dimaksud dengan bau – bauan adalah bau yang khas dan menyolok yang
ditimbulkan oleh suatu jenis satwa liar yang dapat dicium oleh manusia. Bau tersebut
berasal dari suatu kelenjar yang dimilikinya seperti pada trenggiling, musang, rusa,
kelelawar, sigung, badak, kerbau air dan banteng.
7. Sarang
Yang dimaksud dengan sarang adalah sesuatu yang dengan sengaja atau tidak
dibangun untuk dipergunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai
tempat istirahat (tidur). Letak sarang tersebut dapat bermacam – macam :
a) Di atas pohon baik ranting , dahan tau cabang pohon
b) Pada batang pohon dengan membuat lubang – lubang
c) Di tanah, antara lain diletakkan di atas permukaan tanah, lubang dalam tanah,
ataupun di dalam gua.
25
Beruang madu suka memanjat pohon seperti pohon mengaris (Koompassia
excels) sekitar 50 m dari tanah dan beristirahat di cabang besar pohon selama sekitar
40 menit dengan perut yang disandar pada cabang pohon dan kaki yang menggantung
ke bawah. Pohon Mengaris merupakan pohon utama yang menjadi tempat bagi pohon
ara (Ficus spp) untuk tumbuh. Beruang akan memanjat dahan yang lebih kecil untuk
mencapai pohon ara, memanen serta memakan buahnya (Wong et al., 2002)
Bentuk sarang dari jenis satwa liar tertentu biasanya memiliki ciri khas tersendiri
sehingga dapat dibedakan dari jenis lainnya. Pengenalan sarang ini sangat membantu
dalam pengumpulan data dan informasi mengenai penggunaan habitat dan sebarannya.
Berikut dapat dilihat gambar 6 dibawah ini bentuk sarang beruang di pohon dibanding
satwa lainnya :
Gambar 6. Sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) dengan sarang elang 2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), dan tupai besar (3; foto oleh Suci Utami-Atmoko) jika dibandingkan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).
C. Pakan Beruang Madu
Beruang madu menempati tipe habitat hutan rawa, hutan dataran rendah dan
hutan pegunungan sampai dengan ketinggian 2000 mdpl (Fredriksson et al. 2008,
26
Sastrapradja et al. 1982). Selain itu, Alikodra (2002) menyatakan bahwa tipe hutan yang
juga termasuk habitat beruang madu adalah hutan gambut. Dalam habitat tersebut
terdapat banyak sumber pakan bagi satwa Beruang madu yang merupakan hewan
omnivore dimana makanan utamanya adalah rayap (Isoptera), semut (Formicidae),
kumbang (Coleoptera), larva kumbang, lebah (Apidae), larva lebah, tawon (Vespidae),
kecoa hutan (Panestia spp), madu, bunga, berbagai variasi spesies buah, hewan vertebtara
seperti kura-kura (Burmese brown tortois / Manoria emys), reptile, burung dan telur
burung, serta ikan (Wong et al., 2002; Fredriksson et al., 2008).
Terdapat banyak jenis buah yang menjadi makanan beruang madu antara lain Ficus
spp, Santiria spp. (Burseraceae), Polyalthia sumatrana (Annonaceae) Lithocarpus spp.
(Fagaceae), Monocarpia kalimantanensis (Annonaceae), Durio dulcis, Durio oxleyanus,
Durio zibethinus (Bombacaceae), Dacryodes rugosa, Dacryodes rostrata, Artocarpus integer
(Moraceae), Ochanostachys amentaceae (Olacaceae), dan Tetramerista glabra (Gambar 7)
(Wong et al., 2002; Fredriksson et al., 2006).
Gambar 7a. (A) Ficus spp; (B) Santiria spp; (C) Polyalthia sumatrana; (D) Lithocarpus spp.
(Cannon, 2001; Harrison, 2005; FRIM, 2016; Asiaplant.net 2016).
27
Gambar 7b. (A) Monocarpia kalimantanensis; (B) Durio dulcis; (C) Durio oxleyanus; (D) Durio
zibethinus, (E) Dacryodes rugosa; (F) Dacryodes rostrata; (G) Artocarpus integer; (H)
Ochanostachys amentaceae; (I) Tetramerista glabra (FRIM, 2016; Asiaplant.net, 2016).
28
BAB IV
METODE
A. Waktu dan Personil Pelaksana
Kegiatan Survey keberadaan beruang madu dan pendugaan awal mengenai potensi
daya dukung dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari dari tanggal 24 februari s/d 2 Maret 2017 dan
dilaksnakan oleh 10 (sepuluh) orang dari Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang. Adapun Tim
pelaksana kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel
Tabel 4. Tim Pelaksana Survey Keberadaan Beruang Madu di PT.HKI
No Nama/Nip Pangkat / Golongan
Jabatan
1 Adi Susilo,S.Hut / 19780519 2008121001
Penata Muda Tk I/ III b
Satuan Gusus Tugas penanggulangan Konflik Satwa Pada SKW I Ketapang
3 Yoga Budihandoko,S.Hut / 19840516 201012 1 004
Penata Muda / III a Pengendali Ekosistem Hutan Pertama pada SKW I Ketapang
7 Arrison Janto Simamora / 19820310 200912 1 001
Pengatur / II c Staff pada SKW I Ketapang
8 Irmawan / 19750619 200812 1 001
Pengatur / II c Staff pada SKW I Ketapang
10 Tahir Wisata / 19791220 199903 1 002
Pengatur Tk I / IId Pengendali Ekosistem Hutan Pelaksana pada BKSDA Kalbar
11 Rahmat Dian,S.Hut - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
12 Tiusman - Tenaga Lapangan CA Muara Kendawangan
13 Andreas - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
14 Khodis - Bhkati Rimbawan KPHK CA Muara Kendawangan
15 Ignasius Suriyanto,S.Hut - Botanis
29
B. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu :
1. Peta Kerja, Peta Situasi
2. Kompas
3. GPS
4. Alat Pengukur PH tanah
5. Binokuler
6. Kamera
7. Pita ukur
8. Tali tambang
9. Terpal
10. Peralatan Rintis
11. Tally sheet pengamatan perjumpaan langsung dan tidak langsung
12. ATK dll
C. Ruang lingkup kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara mencari jejak jejak satwa beruang madu
sebanyak mungkin selama periode waktu kegiatan di kawasan PT.HKI dan juga diikuti
dengan pengamatan habitat satwa
D. Parameter kegiatan
Parameter-parameter yang diambil atau diukur dalam kegiatan ini adalah sebagai
berikut :
1. Keberadaan beruang madu dengan tidak langsung melalui jejak aktivitas satwa tersebut,
berupa bekas cakaran, koyakan dan sarang di pohon.
2. Kondisi habitat beruang madu, dari vegetasi terutama yang berpotensi sebagai sumber
pakan, parameter ini diambil untuk pendugaan awal daya dukung areal yang disurvey
terhadap satwa beruang madu.
30
E. Metode Kerja
Tahapan kerja untuk pelaksanaan kegiatan – kegiatan ini adalah :
1. Survey Keberadaan Beruang Madu
Satwa Beruang madu merupakan satwa yang hidup soliter serta sangat
sensitif terhadap kehadiran manusia. Oleh karena itu untuk memastikan keberadaan
beruang madu lebih menggunakan metode tidak langsung. Jejak aktivitas satwa liar
tersebut dapat berupa bekas tapak kaki di permukaan tanah, Feses (kotoran), bagian –
bagian badan yang ditinggalkan, suara, sarang, bau – bauan atupun tanda – tanda
lainnya. Jejak jejak aktivitas ataupun tanda – tanda yang ada di lapangan yang dapat
dipergunakn sebagai indikator ada atau tidaknya satwa liar target. Jejak yang dicari dan
dicatat untuk satwa beruang madu adalah, bekas cakaran, koyakan pada batang dan
sarang.
2. Dugaan awal potensi daya dukung habitat
a. Habitat Satwa Beruang Madu
Daya dukung habitat adalah kapasitas optimum suatu habitat untuk mendukung
populasi satwaliar tertentu, sehingga dapat hidup secara normal. Menurut Alikodra
(1990) dalam UGM 2007, pengertian umum habitat adalah sebuah kawasan yang
terdiri dari komponen fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa liar. Satwa liar
menempati habitat yang sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk
mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi menyediakan
makanan, air dan pelindung. Tipe habitat merupakan komponen-komponen sejenis
pada suatu habitat yang mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas.
Tipe habitat yang diperlukan suatu satwa diidentifikasi melalui pengamatan fungsi-
fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur. Struktur vegetasi berfungsi sebagai
pengaturan ruang hidup suatu individu dengan unsur utama adalah: bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk (UGM, 2007).
Dalam pendugaan awal daya dukung habitat Beruang Madu di areal konsesi PT
Hutan Ketapang Industri pendekatan awal yang dilakukan adalah ditekankan kepada
pemanfaatan jenis tumbuhan sebagai pakan beruang madu dan keberadaan sumber
air serta tempat beraktifitas. Tempat beraktivitas dapat dilihat pada jejak – jejak
31
yang ditemukan di lapangan.
Untuk mengetahui kualitas habitat dilakukan dengan analisis vegetasi. Dengan
metode pengkajian secara cepat (rapid assesment) dengan menggunakan Jalur
transek sepanjang ±1 km setiap jalur transek (disesuaikan dengan kondisi
lapangan), dibagi menjadi 8 plot kecil dengan ukuran 20x20 m dan interval 100 m,
untuk tumbuhan yang berpotensi pakan tetap dilakukan pencatatan sepanjang jalur
pengamatan tidak hanya didalam plot saja, dan untuk tambahan data di plot
pengamatan dikukur tingkat keasaman tanahnya dengan alat alat PH meter. Adapun
transek pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah ini :
0
Gambar 8. Model sampel plot vegetasi
Analisis Vegetasi menghasilkan Indeks Nilai Penting (INP) untuk jenis dominan
disetiap tingkat pertumbuhan, dimana INP terdiri atas kerapatan relatif, frekuensi
relatif, dan dominansi relative dengan nilai maksimum 300 % pada tingkat pohon
dan tingkat tiang sedangkan untuk tingkat semai dan tingkat pancang nilai
maksimum INP ialah 200% terdiri dari jumlah kerapatan relatif (KR) dan frekuensi
relatif (FR). Perhitung berdasarkan persamaan berikut:
INP = KR + DR + FR
1. Kerapatan suatu jenis (K): K = Σindividu suatu jenis
luas petak contoh
2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR): KR= K suatu jenis x 100%
K seluruh jenis
3. Frekuensi suatu jenis (F): F = Σ sub petak ditemukan suatu jenis
Σseluruh sub petak contoh
4. Frekuensi relatif suatu jenis (FR): FR = F suatu jenis x 100%
F seluruh jenis
5. Dominansi suatu jenis (D): D = luas bidang dasar suatu jenis
Luas petak contoh
32
6. Dominansi relatif suatu jenis (DR): DR = D suatu jenis x100%
D seluruh jenis
7. Indeks Nilai Penting (INP) (%)
Untuk tingkat pohon adalah INP = KR + FR + DR
b. Analisis data spasial kesesuaian habitat Beruang Madu
Untuk mempelajari ekologi satwa ini harus mempercayakan pada bukti tidak
langsung seperti kotoran (feses) jejak kaki dan tanda – tanda lainnya sehingga
dikatakan bahwa mempelajari parameter – parameter tersebut juga merupakan
bagian yang penting dari pengamatan mamalia termasuk Beruang Madu.
Habitat yang sesuai dapat menopang kehidupan satwa liar dalam suatu areal.
Untuk itu untuk membuat model kesesuaian habitat menggunakan hasil pengamatan
dilapangan kemudian dianalisis kesesuaian habitat beruang madu secara spasial
dengan menggunakan software GIS, berdasarkan titik – titik GPS perjumpaan jejak
dan dengan parameter seperti :
1. Tutupan Lahan (Digit baru berdasarkan Citra 2017)
2. Jarak Jalan (500 m, 1000 m, 2500, 4000, > 4000)
3. Jarak Sungai (50 m, 150 m, 300 m, 500 m, >500 m)
4. Jenis Tanah
5. Kemiringan (Kelas Menurut Sitanala Aryad (0-3, 3-15, 15-30, 30-45, 45 – 65,
>65))
Kajian yang dilakukan dalam analisis data spasial antara lain meliputi proses
data spasial, overlay, manipulasi, pengkelasan, skoring, pembobotan dan
pembuatan model sehingga menghasilkan peta kerawanan kebakaran hutan dan
lahan. Overlay dilakukan pada semua data spasial peubah pembangunan model
(Jaya, 2002).
a. Penentuan Bobot
Pada penelitian ini bobot setiap peubah untuk mengindentifikasi derajat
pengaruhnya terhadap kerawanan kebakaran hutan dan lahan
dilakukandengan pendekatan kuantifikasi Analisis Komponen Utama
(Principal Component of Analysis).
33
b. Penentuan skor aktual (actual score)
Penentuan nilai berdasarkan metode PCA diperoleh dengan mengetahui
informasi dari luasan setiap sub faktor, jumlah jejak yang ada (observed)
pada setiap sub faktor serta jumlah jejak yang diharapkan atau yang
seharusnya ada (expected).
Dimana :
xi adalah skor kelas (sub-faktor)biofisik
z i adalah skor nilai kerawanan sub-faktor aktifitas manusia
oi adalah jumlah hotspt yang terdapat pada setiap sub-faktor (observed
hotspot)
ei adalah jumlah hotspt yang diharapkan ada dalam setiap sub-faktor
T adalah jumlah total titik panas (hotspt)
F adalah persentase daerah dalam setiap sub-faktor
c. Penentuan skor dugaan (estimated score)
Skor dugaan digunakan untuk merapikan pola nilai skor aktual yang tidak
teratur. Skor dugaan didapatkan dengan meregresikan antara
masingmasing sub faktor dengan skor aktual dengan pola regresi terbaik.
d. Perhitungan nilai skor skala (rescalling score) Standarisasi skor antara
pada semua faktor yang digunakan dalam penyusunan model kerawanan
kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan menghitung kembali skor
sehingga didapatkan skor skala dengan nilai antara10 sampai 100 dengan
menggunakan persamaan 3 (Jaya et al., 2007).
34
Analisis Komponen Utama (Principal Component of Analysis) dari data letak
titik pertemuan jejak beruang madu yang di tumpang susun (overlay) pada masing-
masing peta tematik (kemiringan lereng, jarak dari sungai,jarak dari jalan, jenis
tanah dan tutupan lahan) diperoleh nilai dari kelima variabel habitat diatas untuk
masing-masing titik jejak beruang madu yang ditemukan. Setelah itu dilakukan
tabulasi data-data dalam format spreadsheet yaitu menggunakan program
Microsoft Excel. Selanjutnya dari data tersebut dilakukan Analisis Komponen Utama
(PCA) untuk mengetahui bobot dari masing-masing variabel habitat sehingga dapat
diketahui variabel habitat mana yang paling berpengaruh pada penyebaran beruang
madu.
Hasil dari analisis PCA digunakan untuk menentukan bobot masingmasing
variabel habitat yang diteliti untuk analisis spasial, sehingga menghasilkan
persamaan seperti berikut
:
Y = (aFK1+bFK2+cFK3+dFK4+eFK5)
Dimana : Y = Model habitat beruang madu
a-e = Nilai bobot setiap variabel
FK1 = Faktor Tutupan Lahan
FK2 = Faktor Kemiringan Lereng
FK3 = Faktor Jarak dari Jalan
FK4 = Faktor Jarak dari Sungai
FK5 = Faktor Jenis Tanah
Dibawah ini disajikan dalam gambar 9 yaitu diagram tentang kerangka pikir
kesesuaian habitat beruang madu :
35
Gambar 9. Kerangka Pikir Kesesuain Habitat Beruang Madu
Peta Rupa
Bumi Dem Citra
Jarak
Sungai
Jarak
Jalan Slope
Tutupan
Lahan Peta Tanah Peta Sebaran
Jejak Beruang
Madu
Analisis Peta
Survey
Lapangan
Sumarize Zone (Arcgis
10.2)
PCA
Overlay
aFk1 + b Fk2 + cFk3 + dFk4 + eFk5 Peta Kesesuain Habitat
Skoring dan bobot
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Keberadaan Beruang Madu
Keberadaan beruang madu diketahui melalui perjumpaan jejak jejak
yang ditinggalkan. Dalam pelaksanaan kegiatan ini perjumpaan langsung
tidak terjadi melainkan dalam bentuk suara dan jejak berupa cakaran pada
batang pohon, koyakan dan sarang pada pohon. Berikut jejak – jejak
beruang madu berupa bekas cakaran pada batang yang dijumpai selama
survey dapat dilihat pada gambar 10 dibawah ini :
Gb 10a. Bekas cakaran baru Gb 10b. Cakaran lama di batang Ficus sp
Gb 10c. Bekas cakaran terbesar yang dijumpai di batang Pulai
Gb 10d. Cakaran di batang akasia
37
Adapun jejak berupa bekas sobekan atau cabikan pada batang pohon dapat
dilihat pada gambar 11 dibawah ini :
Adapun keseluruhan jejak yang tercatat selama kegiatan survey berlangsung
dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
Gb 11a. Bekas beruang madu mencari makan, meninggalkan lubang pada batang pohon.
Gb 11b. Nampak batang yang tercabik cabik
Gb 11c. Lubang dan bekas cakaran pada batang akasia
Gb 11d. Batang akasia lapuk karna rayap yang dicabik cabik oleh beruang
38
Tabel 5. Jejak – jejak Beruang madu pada lokasi survey
No TANGGAL WAKTU KOORDINAT
KET S E
1 26/02/2017 02. 309520 110. 27730 Cakaran di pohon
2 9:55 02.310373° 110.27755° Cajaran pada Pohon Mentawak (Artocarpus anysophyllus)
3 12:40 02.31625° 110.27892° Cabikan pada pohon mati, sarang rayap
4 12:45 02.31643° 110.27878° Cakaran pada pohon hidup berbatang lapuk (sarang rayap)
5 12:50 02.31677° 110.27862° Sarang rayap tanah
6 13:01 02.31792° 110.27866° Potensi pakan, pohon madu kelulut
7 27/02/2017 9:24 02.32112° 110.27393° Cakaran pada pohon penaga (Schima wallichii)diameter 40
8 9:33 02.32101° 110.27391° Pohon sarang madu kelulut,diameter 30 cm
9 9:41 02.32111° 110.27337° Sobekan pakan pada batang pohon berdiameter 35 cm
10 9:44 02.32113° 110.27336° Cakaran pada pohon berdiameter 30 cm
11 9:49 02.32107° 110.27331° Cakaran pada pohon berdiameter 20 cm
12 9:56 02.32128° 110.27317° Cakaran pada pohon berdiameter 15 cm
13 10:02 02.32128° 110.27311° Cakaran pada pohon berdiameter 25 cm
14 10:06 02.32118° 110.27269° Sarang madu kelulut dalam batang pohon berdiameter 30 cm
15 10:32 02.32092° 110.27156° Sobekan di akasia diameter 30 cm
16 10:44 02.32119° 110.27047° Cakaran pada pohon pulai berdiameter 70 cm
17 28/02/2017
10:15 - - Cakaran di pohon
18 10:35 - - Cakaran di pohon
19 10:31 - - Cakaran di pohon
20 10:34 - - Cakaran di pohon
21 10:34 - - Cakaran di pohon
22 10:35 - - Cakaran di pohon
23 10:37 - - Cakaran di pohon
24 9:39 02.32973° 110.27631° Cakaran pada pohon mempening (Lithocarpus sp)
25 9:54 02.32941° 110.27765° Cakaran pada pohon mempening (Lithocarpus sp)
26 9:55 02.32942° 110.27787° Sobekan pada pohon meranti gunung
27 10:03 02.32977° 110.27768° Cakaran pada pohon teratong (Durio oxleyanus)
28 10:07 02.33004° 110.27704° Cabikan bantang akasia busuk (baru satu hari)
29 11:13 02.33221° 110.26673° Cakaran di pohon cempedak (Artocarpus heterophyllus)
30 11:23 02.33098° 110.26578° Makan rayap pada batang pohon kumpang (Knema sp)
31 10:41 02.32197° 110.26752° Cakaran pada pohon Simpur ( Dillenia exelsa)
32 10:46 02.32176° 110.26742° Cakaran pada pohon ubah (Syzigium sp)
33 10:54 02.32166° 110.26738° Cakaran pohon Ficus sp diameter 20 cm
34 01/03/2017 11:06 02.3216° 110.26636° Cakaran pada pohon diameter 25 cm
35 11:11 02.32167° 110.26636° Cakaran pada Pohon pulai (Alstonia sp) berdiameter 45 cm
36 9:40 02. 330730 110. 266090 Cakar di pohon
37 9:45 02. 330830 110. 266050 Cakar di pohon
38 10:20 02. 332320 110. 266720 Cakar di pohon
39 12:07 02.321815 110. 266720 Sobekan batang Penaga ( Schima wallichii) untuk makan rayap
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
39
Untuk perjumpaan sarang pada lokasi survey dapat dilihat pada gambar 12
dibawah ini :
Seluruh perjumpaan sarang beruang madu yang berhasil tercatat selama
survey dilaksanakan disajikan pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Perjumpaan Sarang Beruang Madu di Lokasi Survey
No Tanggal
Waktu
Koordinat Tinggi Sarang
( meter )
Diameter Pohon (cm )
Jenis Pohon Tempat Sarang
S E Nama Lokal
Nama Latin
1 26/02/2017 9:21 02. 30866° 110. 27714° 11 25 Mentawa Artocarpus anisophyllus
2 27/02/2017 10:30 02. 31004° 110. 27729° 4 65 Penaga Scima wallchi
3 28/02/2017 10:45 02. 31120° 110. 27837° 5 93 Akasia Acacia mangium
4 01/03/2017
9:46 02.32072° 110.27289° 5 35 Akasia Acacia mangium
5 10:05 02.3206° 110.27108° 4 30 Akasia Acacia mangium
6 11:21 02.32172° 110.26524° 5 35 Akasia Acacia mangium
7 12:43 3 30 Akasia Acacia mangium
Gb 12b. Bekas sarang beruang pada pohon akasia
Gb 12a. Bekas sarang beruang madu pada pohon mahang
Gb 12c. Sarang di Pohon Penaga (Schima wallichii)
Gb 12d. Bekas sarang di akasia
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
40
Selain jejak – jejak tersebut di atas juga ditemukan beberapa jejak lain
dari keberadaan beruang madu pada lokasi yang di survey. Adapun jejak
jejak Beruang Madu Lainnya tersebut dapat dilihat pada gambar 13 di bawah
ini :
2. Pendugaan Awal Mengenai Potensi Daya Dukung
Pendugaan awal mengenai potensi daya dukung pada areal yang di survey
melalui pendekatan faktor biotik dan abiotik yang menyusun komponen penting
suatu habitat sehingga mampu menopang sebuah kehidupan satwa liar. Faktor
biotik lebih melihat kepada kebutuhan pakan yang secara khusus mengangkat
pohon pakan dari satwa ini. Adapun faktor abiotik lebih kepada kesesuaian
habitat dari segi bentang alam (kondisi kelerengan, ketinggian, tutupan lahan,
keberadaan sumber air atau sungai,Citra udara dll) dianalisa dengan software
GIS berdasarkan dari jejak – jejak beruang madu yang ditemukan di lapangan
menjadi sebuah peta yang menggambarkan habitat yang sesuai bagi beruang
madu.
Gb 13a. Feses lama
Gb 13d. Bekas cungkilan di tanah
Gb 13b. Sarang rarang dlm kayu lapuk hancur
Gb 13d. Foot print yg sudah lama
41
a. Keanekaragaman Jenis Pohon Potensi Pakan
Berikut seluruh vegetasi yang tercatat berada di dalam jalur (transek)
pengamatan vegetasi. Jenis – jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi
survey dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini :
Tabel 7. Jenis – jenis vegetasi yang dijumpai dalam jalur pengamatan
No Spesies Nama Lokal Famili
1 Acacia mangium Akasia Fabaceae
2 Aidia densiflora Kaman-kaman Rubiaceae
3 Aidia sp Mensirak Rubiaceae
4 Alseodaphne bancana Medang Lauraceae
5 Alseodaphne sp1 Medang Lauraceae
6 Alseodaphne sp2 Medang keruas Lauraceae
7 Alstonia angustifolia Pelaik Apocynaceae
8 Annonaceae Santang Annonaceae
9 Antidesma neurocarpum Sabar bubu Phyllanthaceae
10 Aporosa nervosa Pansi Phyllanthaceae
11 Aquilaria malacencis Gaharu Aquifoliaceae
12 Archidendron jiringa Jengkol Fabaceae
13 Artocarpus anysophyllus Mentawak Moraceae
14 Artocarpus heterophyllus Nangka Moraceae
15 Artocarpus integer Nangka Moraceae
16 Artocarpus nitidus Panjut Moraceae
17 Artocarpus odoratissimus Terab Moraceae
18 Artocarpus rigidus Mentawak puntau Moraceae
19 Baccaurea parviflora Sipon Phyllanthaceae
20 Baccaurea polyneura Kubing Phyllanthaceae
21 Buchanania arborescens Terentang pelanduk Anacardiaceae
22 Calophyllum lanigerum Melampuran Calophyllaceae
23 Calophyllum sp Bintangor Calophyllaceae
24 Campnosperma auriculatum Terentang Anacardiaceae
25 Canarium megalanthum Kedondong hutan Burseraceae
26 Castanopsis megacarpa Pangkutan Fagaceae
27 Cephalomappa malloticarpa Kayu sampak Euphorbiaceae
28 Cleisthantus sp Kupat Phyllanthaceae
29 Cotylelobium melanoxylon Amang Dipterocarpaceae
30 Cratoxylum glaucum Gerunggang Hypericaceae
31 Croton argyratus Euphorbiaceae
32 Dacryodes incurvata Kentalah Burseraceae
33 Dacryodes rostrata Kedondong hutan Burseraceae
34 Dehaasia firma Medang Lauraceae
35 Dehaasia incarssata Medang Lauraceae
42
36 Dillenia exelsa Simpur Dilleniaceae
37 Diospyros sp Engkaran Ebenaceae
38 Diospyros vera Arang-arang Ebenaceae
39 Durio zibethinus Durian Malvaceae
40 Elaeocarpus beccari Rayot Elaeocarpaceae
41 Endospermum diadenum Belukan Euphorbiaceae
42 Eusideroxcylon zwageri Ulin Lauraceae
43 Ficus aurata Pampan Moraceae
44 Ficus benjamina Kulan Moraceae
45 Ficus grossulariodes Pampan cacak Moraceae
46 Ficus subcordata Kayu batu Moraceae
47 Ficus swarzhii Pampan Moraceae
48 Ficus vasculosa Kayu ara Moraceae
49 Garcinia mangostana Singkup Clusiaceae
50 Garcinia sp Manggis hutan Clusiaceae
51 Glochidion arborescens Phyllanthaceae
52 Gymnostoma nobile Casuarinaceae
53 Hancea griffithiana Euphorbiaceae
54 Hevea brasilienssis Karet Euphorbiaceae
55 Horsfieldia sp Kumpang Myristicaeae
56 Hynocarpus anomala Bekulin Achariaceae
57 Ilex cymosa Menjalin Aquifoliaceae
58 Knema glaucescens Kumpang Myristicaeae
59 Koompasia exelsa Kempas Fabaceae
60 Lithocarpus bancanus Mempening Fagaceae
61 Lithocarpus conocarpus Mempening Fagaceae
62 Litsea castanea Medang Lauraceae
63 Macaranga gigantea Pengkebungan Euphorbiaceae
64 Mallotus paniculatus Euphorbiaceae
65 Mallotus sp Euphorbiaceae
66 Mallotus tetracoccus Belabu Euphorbiaceae
67 Mamea acuminata Kuku beruang Calophyllaceae
68 Mangifera odorata Asam kueni Anacardiaceae
69 Mangifera quadrifida Anacardiaceae
70 Melaleuca cajuputi Gelam Myrtaceae
71 Melastoma malabrathicum Cangkodok Melastomataceae
72 Melicope hookeri Segulang Rutaceae
73 Myristica maxima Kumpang Myristicaeae
74 Nauclea officinalis Kenjulung/Damba Rubiaceae
75 Palaquium sp Nyatoh beras Sapotaceae
76 Polyalthia sumatrana Pampai Annonaceae
77 Popowia hirta Api-api Annonaceae
78 Pouteria obovata Ketiau Sapotaceae
43
79 Pternandra coerulescens Ladi Melastomataceae
80 Pternandra crassicalyx Jamai Melastomataceae
81 Santiria apiculata Kedondong hutan Burseraceae
82 Schima wallichii Penaga Theaceae
83 Shorea ovalis Meranti Dipterocarpaceae
84 Shorea platycarpa Meranti natai Dipterocarpaceae
85 Shorea sp Kolokop Dipterocarpaceae
86 Symplocos fasciculata Jirak Symplocaceae
87 Syzygium grande Ubah Myrtaceae
88 Syzygium leptostemon Jambu air Myrtaceae
89 Syzygium longiflorum Ubar Myrtaceae
90 Syzygium napiforme Ubah Myrtaceae
91 Syzygium scortechinii Ubar Myrtaceae
92 Syzygium sp1 Ubar besantan Myrtaceae
93 Syzygium sp2 Jambu air Myrtaceae
94 Syzygium sp3 Butan Myrtaceae
95 Syzygium sp4 Rimbun Myrtaceae
96 Syzygium sp5 Jambu air Myrtaceae
97 Syzygium sp6 Ubah Myrtaceae
98 Tetramerista glabra Punak Tetrameristaceae
99 Trema orientalis Klencarai Cannabaceae
100 Unknow1 Kakar
101 Unknow2 Pudu
102 Unknow3 Rasu
103 Unknow4 Ubah betu
104 Unknow5 Timaras
105 Unknow6 Simpun
106 Unknow7 Manggungan
107 Unknow8 Ketuat
108 Vatica odorata Resak Dipterocarpaceae 109 Vitex pinnata Laban Lamiaceae
Dari 109 jenis tumbuhan tersebut berdasarkan literatur
Fredriksson et al. (2006a) tentang tumbuhan pakan satwa beruang madu di
Hutan Lindung Sungai Wein dan hasil wawancara masyarakat untuk
tumbuhan potensial sebagai pakan satwa beruang madu dapat dilihat
pada tabel 8 berikut ini :
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
44
Tabel 8. Tumbuhan Potensi Pakan Beruang Madu
No Spesies Nama Lokal Famili Keterangan
1 Alseodaphne bancana Medang Lauraceae Buah
2 Alseodaphne sp1 Medang Lauraceae Buah
3 Alseodaphne sp2 Medang keruas Lauraceae Buah
4 Antidesma neurocarpum Sabar bubu Phyllanthaceae Buah
5 Aporosa nervosa Pansi Phyllanthaceae Buah
6 Aquilaria malacencis Gaharu Aquifoliaceae Buah
7 Artocarpus anysophyllus Mentawak Moraceae Buah
8 Artocarpus heterophyllus Nangka Moraceae Buah
9 Artocarpus integer Nangka Moraceae Buah
10 Artocarpus nitidus Panjut Moraceae Buah
11 Artocarpus odoratissimus Terab Moraceae Buah
12 Artocarpus rigidus Mentawak puntau Moraceae Buah
13 Baccaurea parviflora Sipon Phyllanthaceae Buah
14 Baccaurea polyneura Kubing Phyllanthaceae Buah
15 Buchanania arborescens Terentang
pelanduk Anacardiaceae Buah
16 Campnosperma auriculatum Terentang Anacardiaceae Buah
17 Canarium megalanthum Kedondong hutan Burseraceae Buah
18 Castanopsis megacarpa Pangkutan Fagaceae Buah
19 Cleisthantus sp Kupat Phyllanthaceae Buah
20 Dacryodes incurvata Kentalah Burseraceae Buah
21 Dacryodes rostrata Kedondong hutan Burseraceae Buah
22 Dehaasia firma Medang Lauraceae Buah
23 Dehaasia incarssata Medang Lauraceae Buah
24 Dillenia exelsa Simpur Dilleniaceae Buah
25 Diospyros sp Engkaran Ebenaceae Buah
26 Diospyros vera Arang-arang Ebenaceae Buah
27 Durio zibethinus Durian Malvaceae Buah
28 Elaeocarpus beccari Rayot Elaeocarpaceae Buah
29 Ficus aurata Pampan Moraceae Buah
30 Ficus benjamina Kulan Moraceae Buah
31 Ficus grossulariodes Pampan cacak Moraceae Buah
32 Ficus subcordata Kayu batu Moraceae Buah
33 Ficus swarzhii Pampan Moraceae Buah
34 Garcinia mangostana Singkup Clusiaceae Buah
35 Garcinia sp Manggis hutan Clusiaceae Buah
36 Glochidion arborescens - Phyllanthaceae Buah
37 Horsfieldia sp Kumpang Myristicaeae Buah
38 Hynocarpus anomala Bekulin Achariaceae Buah
39 Ilex cymosa Menjalin Aquifoliaceae Buah
40 Knema glaucescens Kumpang Myristicaeae Buah
45
41 Koompasia exelsa Kempas Fabaceae Buah
42 Lithocarpus bancanus Mempening Fagaceae Buah
43 Lithocarpus conocarpus Mempening Fagaceae Buah
44 Litsea castanea Medang Lauraceae Buah
45 Mamea acuminata Kuku beruang Calophyllaceae Buah
46 Mangifera odorata Asam kueni Anacardiaceae Buah
47 Mangifera quadrifida Anacardiaceae Buah
48 Myristica maxima Kumpang Myristicaeae Buah
49 Palaquium sp Nyatoh beras Sapotaceae Buah
50 Polyalthia sumatrana Pampai Annonaceae Buah
51 Popowia hirta Api-api Annonaceae Buah
52 Pouteria obovata Ketiau Sapotaceae Buah
53 Pternandra coerulescens Ladi Melastomataceae Buah
54 Pternandra crassicalyx Jamai Melastomataceae Buah
55 Santiria apiculata Kedondong hutan Burseraceae Buah
56 Schima wallichii Penaga Theaceae Bunga
57 Syzygium grande Ubah Myrtaceae Buah
58 Syzygium leptostemon Jambu air Myrtaceae Buah
59 Syzygium longiflorum Ubar Myrtaceae Buah
60 Syzygium napiforme Ubah Myrtaceae Buah
61 Syzygium scortechinii Ubar Myrtaceae Buah
62 Syzygium sp1 Ubar besantan Myrtaceae Buah
63 Syzygium sp2 Jambu air Myrtaceae Buah
64 Syzygium sp3 Butan Myrtaceae Buah
65 Syzygium sp4 Rimbun Myrtaceae Buah
66 Syzygium sp5 Jambu air Myrtaceae Buah
67 Syzygium sp6 Ubah Myrtaceae Buah
68 Tetramerista glabra Punak Tetrameristaceae Buah
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
Sebanyak 68 jenis tumbuhan pada umumnya dengan habitus pohon
yang menjadi potensi tumbuhan pakan satwa beruang madu. Sementara
untuk hasil pengukuran keasaman tanah (PH) yang diukur dalam plot
pengamatan vegetasi dihasilkan rentang antara PH 5.4 – 7, dengan PH
rata – rata 6.24. Sehingga keasaman tanah pada areal yang disurvey
berada pada tingkat PH tanah relatif netral.
Adapun hasil analisis vegetasi dari data yang berhasil dikumpulkan
di lapangan dapat dilihat pada tabel 9 seperti di bawah ini :
46
Tabel 9. Analisis Vegetasi Pada Habitat Beruang Madu
No
Nama Pohon Indeks Nilai Penting
Nama Latin Nama Lokal Jumlah Individu
K KR F FR D DR INP
1 Acacia mangium Akasia 201 0,503 50,25 0,023 6,618 10,583 48,38 105,25
2 Aidia sp Mensirak 5 0,013 1,25 0,003 0,735 0,2428 1,1101 3,0954
3 Alseodaphne sp1 Medang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,078 0,3567 1,342
4 Alstonia angustifolia Pelaik 2 0,005 0,5 0,005 1,471 0,1027 0,4695 2,4401
5 Annonaceae Santang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0589 0,2693 1,2546
6 Aporosa nervosa Pansi 3 0,008 0,75 0,005 1,471 0,1043 0,4768 2,6974
7 Aquilaria malacencis Gaharu 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0422 0,1929 1,1782
9 Artocarpus anysophyllus Mentawak 4 0,01 1 0,008 2,206 0,1648 0,7534 3,9593
10 Artocarpus heterophyllus Nangka 2 0,005 0,5 0,003 0,735 0,133 0,6078 1,8431
11 Artocarpus integer Nangka 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0518 0,2366 1,2219
12 Artocarpus nitidus Panjut 2 0,005 0,5 0,005 1,471 0,1879 0,859 2,8296
13 Artocarpus rigidus Mentawak Puntau 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0693 0,3167 1,302
14 Buchanania arborescens Terentang pelanduk 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0995 0,455 1,4403
15 Calophyllum lanigerum Melampuran 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0239 0,1092 1,0945
16 Canarium megalanthum Segulang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0581 0,2657 1,251
17 Cephalomappa malloticarpa Kayu sampak 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0422 0,1929 1,1782
5 Cleisthantus sp Kupat 6 0,015 1,5 0,005 1,471 0,4068 1,8599 4,8305
19 Cotylelobium melanoxylon Amang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0677 0,3094 1,2947
20 Dacryodes incurvata Kentalah 2 0,005 0,5 0,005 1,471 0,1274 0,5824 2,553
21 Dacryodes rostrata Kedondong hutan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0939 0,4295 1,4148
47
22 Dehaasia firma Medang 3 0,008 0,75 0,005 1,471 0,1369 0,626 2,8466
23 Dehaasia incarssata Medang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0613 0,2803 1,2656
24 Diospyros sp Arang - arang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0279 0,1274 1,1127
25 Elaeocarpus beccari Rayot 2 0,005 0,5 0,003 0,735 0,1099 0,5023 1,7376
26 Endospermum diadenum Belukan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0661 0,3021 1,2874
27 Eusideroxcylon zwageri Ulin/ Belian 4 0,01 1 0,005 1,471 0,1481 0,677 3,1476
28 Ficus benjamina Kulan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0557 0,2548 1,2401
29 Ficus subcordata Kayu batu 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,2428 1,1101 2,0954
30 Ficus vasculosa Kayu ara 3 0,008 0,75 0,008 2,206 0,1513 0,6916 3,6474
31 Garcinia mangostana Singkup 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0199 0,091 1,0763
32 Hevea brasilienssis Karet 3 0,008 0,75 0,008 2,206 0,2221 1,0155 3,9714
33 Horsfieldia sp Kumpang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0796 0,364 1,3493
34 Ilex cymosa Menjalin 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0677 0,3094 1,2947
35 Koompasia exelsa Kempas 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0239 0,1092 1,0945
36 Lithocarpus conocarpus Mempening 4 0,01 1 0,008 2,206 0,3057 1,3977 4,6036
37 Macaranga gigantea Pengkebungan 4 0,01 1 0,01 2,941 0,2277 1,041 4,9822
38 Mallotus tetracoccus Belabu 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,1935 0,8845 1,8698
39 Mangifera odorata Asam Kueni 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,1592 0,728 1,7133
40 Melaleuca cajuputi Gelam 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0366 0,1674 1,1527
41 Melicope hookeri Segulang 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0725 0,3312 1,3165
42 Nauclea officinalis Kenjulung/Damba 2 0,005 0,5 0,005 1,471 0,0677 0,3094 2,28
43 Nephelium uncinatum Pangkutan 6 0,015 1,5 0,003 0,735 0,2683 1,2266 3,4619
44 Palaquium sp Nyatoh beras 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0924 0,4222 1,4075
45 Popowia hirta Api-api 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0374 0,1711 1,1564
46 Pouteria obovata Ketiau 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0279 0,1274 1,1127
47 Pternandra coerulescens Ladi 4 0,01 1 0,008 2,206 0,1497 0,6843 3,8902
48
48 Pternandra crassicalyx Jamai 2 0,005 0,5 0,008 2,206 0,0422 0,1929 2,8988
49 Santiria apiculata Kedondong hutan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0637 0,2912 1,2765
50 Schima wallichii Penaga 65 0,163 16,25 0,06 17,65 3,2986 15,08 48,977
51 Shorea ovalis Meranti 2 0,005 0,5 0,003 0,735 0,1815 0,8299 2,0652
52 Shorea platycarpa Meranti natai 5 0,013 1,25 0,005 1,471 0,3344 1,5287 4,2493
53 Shorea sp Kolokop 3 0,008 0,75 0,005 1,471 0,2022 0,9245 3,1451
54 Syzygium grande Ubah 10 0,025 2,5 0,023 6,618 0,5494 2,5115 11,629
55 Syzygium leptostemon Jambu air 6 0,015 1,5 0,008 2,206 0,2803 1,2812 4,9871
56 Syzygium sp1 Ubar besantan 2 0,005 0,5 0,003 0,735 0,1202 0,5496 1,7849
57 Syzygium sp2 Jambu air 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0518 0,2366 1,2219
58 Syzygium sp3 Butan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,051 0,2329 1,2182
59 Syzygium sp4 Rimbun 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0478 0,2184 1,2037
60 Tetramerista glabra Punak 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,1043 0,4768 1,4621
61 Unknow1 Kakar 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0836 0,3822 1,3675
62 Unknow3 Rasu 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0318 0,1456 1,1309
63 Unknow4 Engkaran 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0995 0,455 1,4403
64 Unknow5 Bekulin 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0557 0,2548 1,2401
65 Unknow6 Ubah betu 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0549 0,2511 1,2364
70 Unknow7 Timaras 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0908 0,4149 1,4002
71 Unknow9 Manggungan 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0947 0,4331 1,4184
72 Vatica odorata Resak 1 0,003 0,25 0,003 0,735 0,0709 0,3239 1,3092
73 Vitex pinnata Laban 3 0,008 0,75 0,008 2,206 0,1752 0,8008 3,7566
Total 400 1 100 0,34 100 21,87 100 300
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
49
b. Analisis Data Spasial Kesesuaian Habitat Beruang Madu
Untuk hasil dari pengolahan parameter – parameter yang
digunakan dalam pembuatan peta Habitat dan Koridor Beruang madu
dapat dilihat pada lampiran. Peta yang berhasil diolah dari titik
perjumpaan jejak dan parameter – parameter yang mendukung dapat
dilihat pada gambar 14 peta di bawah ini (Peta dengan kesesuaian skala
dapat dilihat di lampiran) :
Gambar 14 : Peta Habitat dan Koridor Beruang Madu PT.HKI Keterangan peta : Analisis awal Koridor
Luas Koridor : 5.841,62 Ha Luas Estate HKI 1 HCV/KPSL : 1.487,38
Peta tersebut diatas dibuat dengan 3 (tiga) bobot yang menggambarkan
tingkatan kesesuain habitat terhadap satwa beruang madu dengan skor
sebagi berikut :
1. Skor 0 - 32.67 Rendah
2. Skor 32.67 - 65.33 sedang
3. Skor 65.33 - 98 Tinggi.
50
B. Pembahasan
1. Keberadaan beruang madu
Beruang madu di Asia Tenggara meninggalkan bekas cakar di pohon-pohon
yang dipanjatnya, yang memberikan informasi tentang keberadaannya secara
kumulatif akan kegiatan mereka (Stentmez,2010).
Cakaran umumnya dijumpai pada pohon dengan diameter besar dan
digunakan beruang madu untuk memanjat pohon. Cakaran beruang madu
memiliki bentuk yang khas, dimana kulit pohon sedikit tercungkil dan jejak
berupa jalur memanjat dari bagian bawah dekat akar sampai ke atas pohon.
Koyakan atau sobekan yang ditemukan di pohon umumnya setinggi beruang
madu dewasa. Beruang madu tersebut diduga berdiri di atas permukaan tanah
atau di dekat perakaran pohon kemudian mengoyak batang pohon atau lubang
yang terdapat di pohon untuk mencari pakan. (Anita Gusnia dkk, 2013).
Pada areal yang di survey didapatkan jejak – jejak beruang madu berupa
cakaran sebanyak 28 cakaran pada batang pohon , 6 cabikan atau sobekan pada
batang pohon dengan menyisakan lubang yang menganga. Pohon pohon yang
terdapat cakaran atau sobekan memiliki diameter antara 20 cm sampai dengan
70 cm.
Selain berupa cakaran dan koyakan juga terdapat sarang yang tercatat
sebanyak 7 sarang yang dijumpai, mulai dari diameter pohon 25cm s/d 95cm,
dan dari ketinggian yang hanya 3 m sampai 11 meter dari permukaan tanah.
Sebagimana dalam Ngabekti (2015) beruang madu memiliki kuku yang panjang,
digunakan untuk memanjat pohon-pohon yang berbatang lurus pada ketinggian
2-7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau
membuatnya melengkung untuk membuat sarang. Berdasarkan temuan di
lapangan dan keterangan – keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
keberadaan satwa beruang madu pada areal yang di survey adalah sangat jelas
dan nyata. Fakta ini menjadi informasi baru bahwa beruang madu pada areal
yang di survey adalah Extant (resident), jika dilihat pada peta sebaran Beruang
Madu berdasarkan IUCN (International Union for Conservation Nature) yang
memberikan keterangan bahwa disekitar areal yang disurvey telah punah
(Extinct). Berikut gambar peta sebaran beruang madu di kabupaten ketapang
berdasarkan IUCN dapat dilihat pada gambar 15 (Peta dengan kesesuaian skala
dapat dilihat di lampiran).
51
Gambar 15 : Peta IUCN Sebaran Beruang Madu di Kab. Ketapang
Hasil dari analisis vegetasi pada areal yang disurvey didominasi oleh pohon
akasia, dan fakta dilapangan akasia menjadi pohon yang paling banyak dijadikan
sarang beruang. Seperti yang diketahui pohon akasia merupakan jenis eksotis,
bukan tumbuhan asli kawasan tersebut. Akasia sengaja di tanam sebagai salah
satu komoditi yang dikembangkan oleh perusahaan HTI sebelum HKI. Dengan
ditemukannya sarang yang dibuat pada pohon akasia menyebabkan aksia pun
menjadi salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari habitat beruang madu
pada lokasi tersebut.
2. Pendugaan awal mengenai potensi daya dukung habitat
Pendugaan awal mengenai potensi daya dukung habitat dilakukan
melalui pendekatan komponen habitat, dimana habitat berfungsi sebagai
tempat untuk hidup, tempat mencari makan, tempat berlindung dan tempat
berkembang biak. Adapun komponen habitat yang dapat mengendalikan
kehidupan satwa liar (Shawn, 1985), terdiri dari:
1. Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan
setiap jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih
52
pakannya. Sedangkan ketersediaan pakan erat hubungannya dengan
perubahan musim;
2. Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu
memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun
menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi
kelangsungan kehidupan satwa;
3. Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam
tubuh satwa. Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air
dan/atau tidak tergantung air. Ketersediaan air pada habitat akan dapat
mengubah kondisi habitat, yang secara langsung ataupun tidak
langsung akan berpengaruh pada kehidupan satwa;
4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu individu satwa untuk
mendapatkan cukup pakan, pelindung, air dan tempat untuk kawin.
Besarnya ruang yang dibutuhkan tergantung ukuran populasi,
sementara itu populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan,
produktivitas dan keragaman habitat. Tipe habitat merupakan
komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang mendukung
sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang
diperlukan suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi-
fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur.
a. Keanekaragaman jenis pohon potensi pakan
Seperti pada poin pertama dalam komponen habitat di atas food atau
pakan menjadi faktor penting dan paling nyata mempengaruhi dan
mengendalikan populasi kehidupan satwa liar. Dalam areal yang di survey
banyak dijumpai sumber pakan potensial untuk beruang madu yang
ditemukan sepanjang jalur pengamatan. Pohon adalah unsur penting
penyusun habitat dalam hal ini beruang madu, baik sebagai tempat
berlindung atau membuat sarang, sebagai media untuk melakukan aktivitas
lainnya, dan terutama sebagai sumber pakan.
Berdasarkan hasil survey di areal PT. Hutan Ketapang Industri telah
tercatat 109 jenis pohon, dari 32 familiy. Hasil dari analisis vegetasi yang
dilakukan , diketahui 5 jenis pohon yang memiliki nilai INP (Index Nilai
Penting) tertinggi seperti pada tabel 10 dibawah ini:
53
Tabel 10 : Jenis tumbuhan dengan lima besar INP tertinggi
No Nama Jenis Nama daerah
INP
1 Acacia mangium Akasia 105,1226
2 Schima wallichii Penaga 48,93625
3 Syzygium grande Ubah 11,62288
4 Syzygium leptostemon Jambu air 4,983353
5 Macaranga gigantea Pengkebungan 4,979667
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
Akasia dan penaga merupakan jenis pohon yang sangat melimpah dan
dominan, hal ini menjelaskan bahwa vegetasi dominan penyusun areal yang
disurvey adalah kedua tanaman tersebut. Sementara kedua tanaman
tersebur tidak atau jarang sekali ditemukan dipinggiran sungai , pinggiran
sungai ditumbuhi jenis jenis lain dan lebih variatif, dan merupakan jenis –
jenis tumbuhan asli.
Untuk pohon potensi pakan berdasarkan hasil studi pustaka dan
wawancara masyarakat yang terlibat dalam survey diketahui di PT HKI
terdapat 68 jenis tumbuhan potensi pakan yang terdiri dari 10 family, jika
dibanding hasil penelitian Frederiksson et al (2006) dalam Yusuf 2014 di
Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) menemukan 72 jenis pohon pakan.
Dari 68 jenis potensi pohon pakan tersebut terdiri dari 21 familiy tumbuhan.
Berikut disajikan pada tabel 11 di bawah ini family tumbuhan pohon dan
jumlah jenisnya serta presentasinya.
Tabel 11. Presentase family tumbuhan potensi pakan
No Family Jumlah jenis
Persentase
1 Achariaceae 1 1%
2 Anacardiaceae 4 6%
3 Annonaceae 2 3%
4 Aquifoliaceae 2 3%
5 Burseraceae 4 6%
6 Calophyllaceae 1 1%
7 Clusiaceae 2 3%
8 Dilleniaceae 1 1%
9 Ebenaceae 2 3%
10 Elaeocarpaceae 1 1%
11 Fabaceae 1 1%
12 Fagaceae 3 4%
54
13 Lauraceae 6 9%
14 Malvaceae 1 1%
15 Melastomataceae 2 3%
16 Moraceae 12 18%
17 Myristicaeae 3 4%
18 Myrtaceae 11 16%
19 Phyllanthaceae 6 9%
20 Sapotaceae 2 3%
21 Tetrameristaceae 1 1%
Total 68 100%
Sumber : Data primer survey keberadaan beruang madu di PT. HKI 2017
Seperti yang kita lihat pada tabel diatas family Moraceae dan
myrtaceae menjadi yang tertinggi, sebagaimana dalam Fredriksson,2006,
beruang madu mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 115 spesies buah
yang mencakup 54 genera dan 30 famili, dengan Ficus (Moraceae) menjadi
buah-buahan pengganti (fallback) yang utama. Famili-famili seperti
Moraceae, Burseraceae dan Myrtaceae menyumbang lebih dari 50% dari
makanan buah bagi beruang madu. Buah ara (Ficus spp.) dilaporkan telah
menjadi makanan pokok pengganti utama selama buah-buahan lain
berkurang bagi banyak spesies frugivori di Kalimantan Timur (Leighton,
1993), begitu pula halnya di lokasi-lokasi Neotropika (Terborgh, 1986 dalam
Frederiksson 2006).
b. Analisis Data Spasial Kesesuaian habitat beruang madu
• Tanah
Wilayah PT. HKI meliputi beberapa formasi geologi yang berbeda.
Perbedaan karakteristik menentukan perbedaan pada lapisan tanah,
hidrologi, tumbuhan dan produktivitas biologis. Terdapat tiga jenis tanah
yang mendominasi kawasan ini yaitu, litosol kompleks podsolik merah
kuning, podsol dan alluvial
• Kemiringan
Pada umumnya kondisi topografi kawasan PT. Hutan Ketapang
Industri adalah kombinasi daratan landai dan perbukitan. Bagian selatan
dan barat sebagian besar berbukit sedangkan bagian timur dan utara
landai. Kawasan ini memiliki ketinggian 0 sampai 340 m di atas permukaan
laut(dpl) serta kemiringan tanah 0 sampai >65 %.
55
Penentuan kriteria kesesuaian kemiringan lereng didasarkan pada
hasil survey lapang. Beruang madu jejak banyak ditemukan pada keadaan
topografi dengan kemiringan lereng lebih dari 3-8 % (sebanyak 24 titik
pertemuan),sedangkan pada kemiringan lereng 0-3% dijumpai (11 titik)
• Jarak dari Jalan
Tekanan manusia merupakan faktor yang diduga kuat menjadi
pembatas terhadap kondisi habitat bagi satwa beruang madu . satwa lebih
sering memberikan reaksi negatif (mengeluarkan suara tanda bahaya,
berlari, atau naik lebih tinggi di pohon untuk menghindar) atau netral (tidak
memperlihatkan reaksi yang nyata atau netral) dengan adanya kehadiran
manusia.
Pada pertemuan dengan manusia beruang madu memberikan reaksi
yang netral tetapi bila didekati maka akan memberikan reaksi yang negatif.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran manusia merupakan ancaman,
atau setidaknya merupakan sesuatu yang perlu diwaspadai. Berdasarkan
uraian di atas semakin dekat dengan jalan maka tingkat kesesuaian semakin
rendah.
• .Penutupan lahan
Penutupan lahan memiliki pengaruh yang kuat terhadap satwa
mamalia dan primata, dimana jenis penutupan hutan primer merupakan
tempat utama bagi sebagian besar mamalia, terutama bagi beruang madu.
Faktor penting pertama yang dimiliki oleh hutan primer dan sekunder adalah
terdapatnya berbagai strata kanopi hutan.
Hasil identifikasi dan klasifikasi dari citra Ikonos tahun 2016
menunjukkan bahwa di PT. Hutan Ketapang Industri (estate 9 dan 6).
Terdapat tipe penutupan sebagai berikut pada tabel ? :
56
Tabel 12 . Tutupan lahan PT HKI
• Jarak dari sungai
Keragaman jenis pohon di daerah tepian sungai lebih tinggi
daripada di punggungan bukit (Hadi, 2002). Dengan demikian, jenis
tumbuhan yang merupakan makanan beruang madu juga lebih beragam.
Penyusunan kriteria kesesuaian jarak dari sungai menggunakan batasan
bahwa semakin dekat dengan sungai maka tingkat kesesuaian semakin
tinggi.
No. Penutupan Lahan
1 Hutan Sekunder
2 Semak Belukar/Alang Alang
3 Perkebunan/Kebun
4 Padang Rumput
5
Permukiman dan Tempat
Kegiatan
6 Tegalan/Ladang
7 Air Tawar Sungai
8 Air Danau/Situ
9 Air Rawa
57
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Bahwa keberadaan beruang madu (Helarctos malayanus) pada areal yang
di survey adalah Extant atau masih ada.
2. Bahwa dugaan awal daya dukung habitat beruang madu (Helarctos
malayanus) pada areal yang disurvey adalah mencukupi unsur pakan ,air
pelindung dan ruang. Dari kondisi pakan ditemukan lebih dari 68 jenis
tumbuhan pakan diluar sumber pakan yang lain (rayap tanah, madu
hutan dll) sehingga untuk saat ini areal yang disurvey layak untuk
mendukung kehidupan dari satwa beruang.
3. Peta yang dirancang berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan
parameter – parameter yang digunakan, menggambarkan kesesuaian
habitat dan koridor beruang madu dengan total Luas Koridor : 5.841,62
Ha, dan sekitar 1.487,38 ha yang berada dalam konsesi PT.Hutan Ketapang
Industri.
B. Saran
1. Survey keberadaan beruang madu masih belum dapat menjawab dugaan
populasi satwa tersebut, perlu dilakukan inventarisasi beruang madu
untuk memperkirakan populasinya.
2. Dalam pendugaan awal daya dukung habitat beruang madu masih pada
unsur pohon pakan, perlu dilakukan kajian lanjutan untuk menghitung
daya dukung beruang madu pada areal yang disurvey.
3. Peta kesesuaian habitat dan koridor beruang madu adalah tambahan yang
disajikan untuk melengkapi hasil kegiatan survey. Agar lebih mantap
maka pembuatan koridor beruang madu perlu mengacu kepada Peraturan
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem Nomor
P.8/KSDAE/BPE2/KSA.4/9/2016 tentang Pedoman Penentuan Koridor
Hidupan Liar Sebagai Ekosistem Esensial.
58
C. Rekomendasi Pengelolaan
Berkaitan dengan keberadaan satwa beruang madu di areal konsesi milik
PT.Hutan Ketapang Industri maka diperlukan upaya – upaya konservasi yang
tepat. Dengan kewajiban memiliki kawasan perlindungan setempat dan kawasan
lindung lainnya paling sedikit 10% dari areal kerja sebagaimana tertuang dalam
Peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 12 tahun 2015
tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri maka upaya konservasi In – Situ
menjadi pilihan yang paling bijak untuk pelestarian satwa Beruang Madu.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa pada pasal 8 ayat 3 menjelaskan bahwa pengelolaan
jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in-situ) dilakukan dalam bentuk
kegiatan :
a. Identifikasi
b. Inventarisasi
c. Pemantauan
d. Pembinaan habitat dan populasinya
e. Penyelamatan jenis
f. Pengkajian, penelitian dan pengembangannya
Sementara itu dalam peraturan Menteri Kehutanan nomor 57 tahun 2008
tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional tahun 2008 sampai dengan
2018 menjelaskan bahwa Beruang Madu termasuk dalam satwa dilindungi
kelompok mamalia Prioritas Tinggi. Dalam peraturan tersebut untuk satwa
beruang madu perlu arah kebijakan khusus dalam bentuk Penelitian seperti
penelitian Populasi, distribusi dan habitat, serta melaksanakan perlindungannya
dengan penetapan kawasan khusus. Oleh karena itu PT.HKI perlu memiliki
kawasan perlindungan satwa liar yang secara khusus untuk pelestarian beruang
madu sebagai spesies kunci di areal konsesi.
Dari peta kesesuaian habitat beruang madu yang dibuat, maka areal
tersebut sangat direkomendasikan untuk dijadikan kawasan perlindungan
satwa liar, sekaligus dengan keanekaragaman hayati lain yang berada didalamnya
sebagai plasma nutfah yang juga perlu dilestarikan. Dengan kontur yang tinggi
59
membuat kawasan tersebut menjadi daerah resapan air sehingga berfungsi
hidrologis tinggi,berguna sebagai sumber air bersih bagi masyarakat disekitarnya
dan juga areal DAS penting karena merupakan hulu dari sungai tengar yang ada
di kecamatan kendawangan,oleh karena itu sudah selayaknya areal tersebut
dijadikan areal lindung atau konservasi milik PT.HKI.
Berdasarkan dari peraturan – peraturan di atas berikut disajikan upaya –
upaya yang dapat dilakukan untuk pelestarian Beruang madu dan habitatnya di
areal PT. HKI pada tabel 13.
Tabel 13. Rekomendasi Rencana Konservasi Beruang Madu di PT.HKI
No Program Kegiatan Keterangan
1. Pendataan dan Pemetaan Sebaran Habitat
- Menginventarisasi semua tipe ekosistem habitat beruang madu di areal PT.HKI baik didalam maupun disekitar konsesi. - Mengetahui kualitas habitat dan sebaran populasi. - Menentukan lokasi prioritas. - Inventarisasi dan pengumpulan informasi, data sekunder hasil survey lapangan atau wawancara pada masyarakat. - Melakukan pemetaan sebaran habitat dan lokasi prioritas. - Mengetahui dinamika populasi, luas dan sebaran habitat yang potensial.
- Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat dibangun sistem data dasar, peta sebaran populasi, habitat, struktur populasi dan peta kawasan konservasi beruang madu. - kawasan prioritas habitat beruang madu untuk dikelola secara intensif dapat teridentifikasi
2. Pengelolaan habitat
- Membuat konsep dan proses peraturan internal PT.HKI untuk menetapkan kawasan perlindungan satwa beruang madu. - Mengidentifikasi sumber ancaman keberadaan satwa beruang madu. - Melakukan restorasi atau rehabilitasi habitat beruang madu. - Melakukan penanaman pohon sekat bakar,
- Peta areal konservasi beruang madu di Areal Konsesi perlu dibuat secara benar sesuai dengan pertimbangan kesesuaian habitatnya dan diakui secara resmi dan sah. - pembinaan habitat beruang madu perlu memperbanyak jenis pohon pakan beruang madu seperti tumbuhan ficus, artocarpus dll
60
pencegahan penebangan illegal, serta mengatasi atau mencegah konflik lahan
3. Pengelolaan populasi
- Mengidentifikasi kawasan yang terfragmentasi yang potensial sebagai habitat beruang madu. - Melakukan restorasi habitat. - Memonitor kerusakan habitat dan pertumbuhan populasi. - Melakukan penyuluhan dan sosialisasi nilai penting beruang kepada pemerintah daerah, masyarakat dan internal pengelola.
- perlu membangun koridor untuk menyambungkan habitat yang terfragmentasi baik dari areal konsesi atau masyarakat, perusahaan perkebunan atau pertambangan dari atau ke areal lindung atau konservasi milik konsesi, hutan lindung atau hutan konservasi milik negara.
4. Peningkatan Kemampuan Teknis Pengelolaan
- Membentuk Satuan Tugas untuk melaksanakan kegiatan kegiatan konservasi di areal konsesi. - Meningkatkan kapasitas Satuan Tugas dengan pelatihan seperti GIS dan perpetaan, monitoring satwa, kemampuan teknik silvikultur jenis-jenis pohon dan restorasi habitat, teknik restorasi dan rehabilitasi lahan ,paham mengenai peraturan perundangan dan tentang konservasi. - Melengkapi anggota Satuan Tugas dengan alat seperti GPS, Camera Trap, Camera Pocket, binokuler dll.
- Dengan dibentuknya tim yang telah dibekali dengan kemampuan dan peralatan yang dibutuhkan diharapakan dapat melakukan pengelolaan yang baik di areal perlindungan atau konservasi khususnya satwa beruang.
5. Pengembangan Kelembagaan
- Mengidentifikasi masalah kelembagaan antar stakeholder terkait dengan pengelolaan habitat, status kawasan dan populasi Beruang Madu. - Merancang sistem kelembagaan pengelolaan Beruang Madu secara kolaboratif antara pemerintah dan pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah, Pengelola IUPHHK,Kepolisian, Pertambangan, Perkebunan, masyarakat lokal, Universitas
- program kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan program konservasi beruang madu dapat terbangun. Juga selain itu peran serta dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam upaya konservasi untuk pelestarian beruang madu dapat meningkat
61
dan LSM). - Merencanakan dan melaksanakan program pengelolaan kolaboratif konservasi beruang madu secara bersama.
6. Edukasi dan Penyadartahuan Masyarakat, Pemda, CSR
- Intensif melakukan sosialisasi dan penyadar tahuan pada masyarakat. - Mendorong program konservasi menjadi salah satu muatan lokal pada sekolah-sekolah tingkat SD dan SMP yang terdapat di konsesi. - Menciptakan program pemberdayaan masyarakat yang unggul untuk merubah kebiasaan berburu masyarakat - Mendorong agar pemerintah daerah mendukung kawasan perlindungan beruang madu di Areal PT HKI menjadi Areal Konservasi Daerah atau Kawasan Ekosistem Esensial Ge- Meningkatkan peliputan media cetak dan elektronik terkait dengan upaya konservasi bekantan. - Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat desa sekitar habitat bekantan melalui jejaring kerja lingkungan dan mengadakan pertemuan dengan kelompok masyarakat. - Mengembangkan pemanfaatan populasi Beruang Madu sebagai kegiatan ekonomi alternatif dalam program ekowisata. yang dapat dijadikan pilihan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.
- komunitas masyarakat yang peduli dengan kelestarian beruang dan habitatnya dapat tercipta, berdampak pada berkurangnya perambahan hutan habitat beruang madu.
62
DAFTAR PUSTAKA
Aulia Rahman Dede. 2012. Inventarisasi, Monitoring dan Analisis Populasi Satwa
Liar. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan IPB.Bogor
Fredriksson et al.2006. Pemakan Buah (Frugivory) Beruang Madu (Helarctos
malayanus) Dirangkaikan dengan Fluktuasi Perubahan Fenologi Pembuahan
Akibat Pengaruh El Nino, Kalimantan Timur, Indonesia. Balikpapan
Freriksson Gabriella.2012. Sun bear Fact sheet. Balikpapan
http://vetsciencereview.blogspot.co.id/2016/06/beruang-madu-sun-bear-
helarctor.html
Gusnita Nur Anita dkk.2013. Penggunaan Ruang oleh Beruang Madu di Areal
Konservasi IUPHHK-HTI PT.RAPP Estate Meranti. IPB.Bogor
Ngabekti Sri. 2013. Perilaku Beruang Madu di Kawasan Pendidikan Lingkungan
Hidup Kota Balikpapan.UNS.Semarang
Ngabekti Sri. 2015. Kajian Lingkungan Rencana Relokasi KWPLH Beruang Madu di
Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan TImur. Semarang
Steinmetz et al.2010.Estimating ages of bear claw marks in Shoutheast Asian
tropical forest as an aid to populaion monitoring .Thailand
Wong et al.2003. Home range, movement and activity patterns, and bedding sites
of Malayan sun Bears, Helarctos malayanus in the Rainforest of
Borneo.Malaysia.2003
Yusuf Tubagus M.M.2014. Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di
Areal Konservasi PT.RAPP Estate Meranti Riau .IPB.Bogor
LAMPIRAN 1
Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Hutan Lindung Sungai Wein
No. Nama latin Suku Bagian yang dimakan
1. Aglaia sp. Meliaceae Buah
2. Alangium ridley Alangiaceae Buah
3. Artocarpus anisophyllus Moraceae Buah
4. Artocarpus dadah Moraceae Buah
5. Artocarpus integer Moraceae Buah
6. Artocarpus nitidus Moraceae Buah
7. Baccaurea bracteata Euphorbiaceae Buah
8. Baccaurea macrocarpa Euphorbiaceae Buah
9. Baccaurea sp. Euphorbiaceae Buah
10. Barringtonia sp. Lecythidaceae Bunga
11. Crypteronia sp. Crypteroniaceae Buah
12. Cryptocarya sp. Lauraceae Buah
13. Dacryodes rostrata Burseraceae Buah
14. Dacryodes rugosa Burseraceae Buah
15. Dehaasia sp. Lauraceae Buah
16. Dialium indum Caesalpiniaceae Buah
17. Diospyros sp.1 Ebenaceae Buah
18. Diospyros sp.2 Ebenaceae Buah
19. Diospyros sp.3 Ebenaceae Buah
20. Durio dulcis Bombacaceae Buah
21. Durio graveolens Bombacaceae Buah
22. Durio lanceolata Bombacaceae Buah
23. Durio oxleyanus Bombacaceae Buah
24. Dysoxylum sp. Meliaceae Buah
25. Eugenia polyanthe Myrtaceae Buah
26. Ficus benjamina Moraceae Buah
27. Ficus lowii Moraceae Buah
28. Ficus sp.1 Moraceae Buah
29. Ficus sp.2 Moraceae Buah
30. Ficus sp.3 Moraceae Buah
31. Ficus sp.4 Moraceae Buah
32. Ficus sp.5 Moraceae Buah
33. Ficus sp.6 Moraceae Buah
34. Garcinia mangostana Guttiferae Buah
35. Garcinia parvifolia Guttiferae Buah
36. Garcinia sp. Guttiferae Buah
37. Horsfieldia sp. Myristicaceae Buah
38. Ilex sp. Aquifoliaceae Buah
39. Knema laterica Myristicaceae Buah
40. Knema sp. Myristicaceae Buah
41. Lansium domesticum Meliaceae Buah
42. Lithocarpus gracilis Fagaceae Buah
43. Lithocarpus sp. Fagaceae Buah
44. Litsea angulata Lauraceae Buah
45. Litsea sp.1 Lauraceae Buah
46. Litsea sp.2 Lauraceae Buah
47. Madhuca kingiana Sapotaceae Buah
48. Magnolia sp.1 Magnoliaceae Buah
49. Magnolia sp.2 Magnoliaceae Buah
50. Mangifera caesia Anacardiaceae Buah
51. Magifera foetida Anacardiaceae Buah
51. Mangifera torquenda Anacardiaceae Buah
53. Mangifera sp. Anacardiaceae Buah
54. Microcos sp. Tiliaceae Buah
55. Monocarpia kalimantanensis Annonaceae Buah
56. Nephelium sp. Sapindaceae Buah
57. Palaquium sp. Sapotaceae Buah
58. Polyalthia sp.1 Annonaceae Buah
59. Polyalthia sp.2 Annonaceae Buah
60. Pternandra sp. Melastomataceae Buah
61. Quercus argentata Fagaceae Buah
62. Quercus sp. Fagaceae Buah
63. Santiria oblongifolia Burseraceae Buah
64. Santiria tomentosa Burseraceae Buah
65. Syzigium tawahense Myrtaceae Buah
66. Syzigium sp.1 Myrtaceae Buah
67. Syzigium sp.2 Myrtaceae Buah
68. Syzigium sp.3 Myrtaceae Buah
69. Tetramerista glabra Tetrameristaceae Buah
70. Walsura sp. Meliaceae Buah
71. Xerospermum norhonianum Sapindaceae Buah
72. Xerospermum sp. Sapindaceae Buah
LAMPIRAN 2
Parameter Tutupan
No ID Tutupan Luas (ha) Jumlah Titik (Oi)
Jumlah Titik Harapan (Ei) Oi/Ei
Individu/ Km2
Skor Aktual
Skor Dugaan
Rescaled Score
1 Hutan Sekunder 64256.43572 23 11 2.07 0.036 66.29 51.21 100.00
2 Semak Belukar/Alang Alang 82397.03105 15 14 1.05 0.018 33.71 34.42 74.37
3 Perkebunan/Kebun 47054.82826 0 8 - 0.000 0.00 20.41 53.00
4 Padang Rumput 19159.03753 0 3 - 0.000 0.00 9.20 35.88
5 Permukiman dan Tempat Kegiatan 178.4510737 0 0 - 0.000 0.00 0.78 23.03
6 Tanah Kosong/Gundul 161.798707 0 0 - 0.000 0.00 -4.85 14.43
7 Tegalan/Ladang 3860.471846 0 1 - 0.000 0.00 -7.70 10.08
8 Air Tawar Sungai 1074.85974 0 0 - 0.000 0.00 -7.75 10.00
9 Air Danau/Situ 57.0324 0 0 - 0.000 0.00 -5.02 14.17
10 Air Rawa 1944.166716 0 0 - 0.000 0.00 0.50 22.61
11 Undefined 29.10852 0 0 - 0.000 0.00 8.82 35.29
Total 220,173.22 38 38 3 0
100
y = 1.3946x2 - 20.974x + 70.785R² = 0.7888
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
0 5 10 15
Series1
Poly. (Series1)
Parameter Jarak Jalan
No ID
Jarak Luas (ha) Jumlah HS (Oi)
Jumlah HS Harapan (Ei)
Oi/Ei Individu/
Km2
Skor Aktual
Skor Dugaan
Rescaled Score
1 500 107303 21 19 1.13 0.020 22.25 849.61 100.00
2 1000 24865 17 4 3.96 0.068 77.75 4.98 10.53
3 2500 40416 0 7 - 0.000 0.00 0.03 10.00
4 4000 21687 0 4 - 0.000 0.00 0.00 10.00
5 > 4000 25903 0 4 - 0.000 0.00 0.00 10.00
Total 220,174.00
38 38
5
0
100
y = 6656.9e-5.201x
R² = 0.7307
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
0 1 2 3 4 5 6
Series1
Expon. (Series1)
Parameter Jarak Sungai
No ID
Jarak Sungai Luas (ha)
Jumlah HS (Oi)
Jumlah HS Harapan (Ei) Oi/Ei
Individu /Km2
Skor Aktual
Skor Dugaan
Rescaled Score
1 50 24907.60028 33 4
7.85 0.132 92.35 82.27 100.00
2 150 42769.20157 2 7
0.28 0.005 3.26 26.47 46.23
3 300 47665.00177 3 8
0.37 0.006 4.39 -4.66 16.23
4 500 39623.70048 0 7
- 0.000 0.00 -11.12 10.00
5 > 500 70249.3 0 12
- 0.000 0.00 7.08 27.55
Total 225,214.80
38
38
9
0
100
y = 12.334x2 - 92.799x + 162.73R² = 0.8634
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
0 1 2 3 4 5 6
Series1
Poly. (Series1)
Parameter Jenis Tanah
No ID Jenis Tanah Luas (ha)
Jumlah titik (Oi)
Jumlah Titik Harapan (Ei) Oi/Ei Individu/Km2
Skor Aktual
Skor Dugaan
Rescaled Score
1
Podsolik Merah Kuning 40176.47547 38 7
5.46 0.095 100.00 95.00 100.00
2 Rawa 107892 0 19 - 0.000 0.00 15.00 34.55
3 Podsol 21342.2 0 4 - 0.000 0.00 -15.00 10.00
4 Aluvial 50023.3567 0 9 - 0.000 0.00 5.00 26.36
Total 219,434.03
38 38
5
0
100
y = 25x2 - 155x + 225R² = 0.9333
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 2 4 6
Series1
Expon.(Series1)
Poly. (Series1)
Parameter Kemiringan
No ID
Kemiringan (%) Luas (ha)
Jumlah Titik (Oi)
Jumlah Titik Harapan (Ei) Oi/Ei Individu/Km2
Skor Aktual
Skor Dugaan
Rescaled Score
1 0 - 3 108,215.10 6 19
0.32 0.006 5.28 522.22 100.00
2 3 - 8 96,642.66 24 17
1.44 0.025 23.66 15.50 12.67
3 8 - 15 10,728.84 8 2
4.32 0.075 71.05 0.46 10.08
4 15 - 30 3,268.38 0 1
- 0.000 0.00 0.01 10.00
5 30 - 45 795.02 0 0
- 0.000 0.00 0.00 10.00
6 45 - 65 432.24 0 0
- 0.000 0.00 0.00 10.00
7 > 65 91.10 0 0
- 0.000 0.00 0.00 10.00
Total 220,173.35
38 38
6
0
100
y = 1759.1e-3.517x
R² = 0.707
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
0 2 4 6 8
Series1
Expon. (Series1)
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI PROSES SURVEY BERUANG MADU
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Tim Survey Beruang Madu di PT.Hutan Ketapang Industri
Bertemu dengan Ketua Adat Kelukup
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Pencatatan jejak beruang madu yang ditemukan
Pencatatan data vegetasi dalam jalur pengamatan
Tumbuhan pakan (Ficus sp),banyak dijumpai dan tersebar di areal survey
Sumber air yang sangat melimpah pada areal survey
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Salah satu permasalahan yang dijumpai pada areal survey
Salah satu gambaran bentang alam pada areal yang disurvey, memberi ruang untuk beraktivitas satwa beruang madu