Post on 06-Apr-2016
description
Psikologi Genomik adalah istilah yang diperkenalkan untuk menggambarkan
sebuah pendekatan baru dalam ranah biopsikologi. Kata genom berasal dari
pengertian tentang gen sebagai bagian dari asam nukleat yang terangkai dalam utas
ganda DNA dan tersusun sempurna di dalam struktur kromosom. Fungsi utama gen
adalah sebagai material sandi yang dipergunakan untuk mengekspresikan protein
yang dibutuhkan tubuh. Sifat gen ini kemudian diwariskan, diturunkan, dan berubah,
serta beradaptasi dengan lingkungan.
Dalam pendekatan psikologi, genom berperan dalam setiap proses mental yang
diproduksi oleh sistem kesadaran manusia. Sikap, perilaku ( behavior), dan
kemampuan beradaptasi dengan tekanan ( stressor), serta kecerdasan intelektual
memiliki asosiasi dan korelasi dengan sekumpulan gen yang turut berperan sebagai
salah satu faktor kausatif. Untuk itu di dalam buku ini dipelajari hubungan yang unik
antara gen dan psikologi.
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, sang Maha Pencipta dan Pencinta.
Alhamdulillahirobbilalamin pada akhirnya buku ini dapat diselesaikan. Naskah yang saat
ini berada di tangan pembaca adalah sebuah naskah hasil pengembangan materi
perkuliahan biopsikologi dan psikofisiologi yang penulis sampaikan di fakultas psikologi
Universitas Islam Bandung dan Universitas Kristen Maranatha.
Kajian dalam buku ini tergolong sebagai kajian yang masih jarang dibahas secara
akademik di ranah ilmu psikologi. Tetapi mengingat saat ini perkembangan biologi
molekuler, bioteknologi, dan neurosains berlangsung dengan sangat cepat, maka besar
harapan penulis buku ini bisa menjembatani laju perkembangan sains hayati itu dengan
ilmu-ilmu berbasis psikologi.
Meski penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak sekali kekurangan
yang terdapat di dalam buku ini, tetapi penulis berharap buku ini dapat menjadi referensi
bantu bagi mereka yang tengah mendalami dan bergelut dengan ilmu psikologi dan
biologi molekuler. Perkembangan ilmu psikologi dan biologi molekuler sendiri saat ini
telah merambah ke hampir semua disiplin ilmu. Untuk itu buku ini dapat kiranya menjadi
acuan bagi mereka yang belajar di ranah sosial, psikologi, kesehatan, ilmu pengetahuan
alam, sains terapan (khususnya sains hayati), dan juga ilmu hukum dan kriminologi.
Mengingat saat ini banyak sekali penyimpangan psikologi dan pembuktian kasus-kasus
hukum pidana yang harus dilakukan dengan menggunakan aplikasi biologi molekuler.
Sebagai sebuah buku yang berisikan dasar-dasar pengetahuan, tentu saja bagi
sebagian kalangan yang sudah terkategorisasi sebagai pakar akan menjumpai banyak hal
yang belum termaktub ataupun belum dieksplorasi lebih mendalam di buku ini. Besar
harapan penulis justru dengan hadirnya buku ini kelak akan marak hadir pula buku-buku
sejenis yang dapat dikembangkan sebagai buku pegangan (text book).
Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang mungkin terdapat dan
termaktub di dalam buku ini, selamat membaca, dan selamat belajar.
Identitas Penulis :
Tauhid Nur Azhar, lahir di Bandung 16 September 1970. Menempuh pendidikan tinggi
strata sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (1994) dan pendidikan
tinggi strata pascasarjana di bidang ilmu Biomedik dengan kekhususan Patobiologi di
Program Pascasarjana Ilmu Biomedik Universitas Diponegoro (2000). Tugas akhir
dikerjakan secara multicenter dengan Departemen Patologi Anatomik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Sempat beraktivitas di Departemen Mikrobiologi dan
Imunologi Fakulti Perubatan Universiti Kebangsaan Malaysia (2001). Peneliti dan
konsultan biomedik dan biomolekuler. Anggota International Brain Research
Organization (IBRO), konsultan tesis dan disertasi di beberapa perguruan tinggi negeri di
Indonesia, dan tim pendiri Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Saat ini
menjadi pengajar Biopsikologi dan Psikofisiologi di fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung dan Universitas Kristen Maranatha.
Kompetensi yang diharapkan setelah membaca buku ini : Mengenal Konsep
Psikologi Genomik atau Psikologi Molekuler
Kompetensi Inti : Memanfaatkan pengetahuan terkini tentang dasar biologi molekuler
untuk membantu proses analisis faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan fungsi
molekuler seperti mutasi dan gangguan ekspresi gen dalam ranah psikologi. Pengetahuan
yang didapatkan diharapkan pula dapat membantu proses pemantauan tahapan
perkembangan psikologi, biologi, dan fisiologi manusia dalam batas-batas yang normal.
Mengaplikasikan pengetahuan genomik dalam proses memahami mata ajar-mata ajar
dalam jenjang pendidikan psikologi .
Komponen Kompetensi :
Menerapkan prinsip-prinsip biologi molekuler untuk memahami sifat dasar biologis dan
psikologis dalam proses karakterisasi perilaku, kepribadian, hubungannya dengan sistem
biologis dan fisiologis yang terintegrasi di antara semua sistem tubuh yang meliputi
sistem somatik dan germinal.
Mengaplikasikan pengetahuan dasar biologi molekuler untuk menegakkan hipotesa
tentang pengaruh lingkungan dan perilaku pengasuhan (nurture) terhadap pembentukan
karakter biologis, fisiologis, dan psikologis
Memanfaatkan pengetahuan dasar biologi molekuler dalam kasus-kasus patologi dan
abnormalitas psikologi yang bersifat herediter
Memanfaatkan pengetahuan dasar biologi molekuler dalam tahapan-tahapan
perkembangan biologis dan psikologis dalam berbagai fase pertumbuhan
Sasaran Penunjang :
Menerapkan pengetahuan dasar biologi molekuler yang meliputi sub topik bahasan dan
variabel amatan sebagai berikut :
1. Pengenalan konsep dasar psikologi dan pemanfaatan biologi molekuler secara
umum
2. Pengenalan kromosom dan pola pewarisan secara umum
3. Pengenalan struktur dan fungsi DNA (asam deoksiribosa nukleat)
4. Pengenalan konsep replikasi, transkripsi, dan translasi
5. Pengenalan konsep hubungan psikologi dan genom
BAB 1
PENDAHULUAN
Masyarakat adalah organisme yang hidup dan dapat mengalami kondisi patologis.
Salah satu kondisi patologis yang dapat dialami oleh masyarakat adalah terjadinya
”degenerasi” atau kemunduran fungsional. Gejala yang teridentifikasi antara lain
adalah kerap munculnya perilaku-perilaku irasional yang bahkan cenderung
abnormal di tengah-tengah masyarakat yang sakit. -Allan White
Dalam sebuah film drama musikal yang mengisahkan perjuangan seorang anak
untuk menemukan kembali orangtuanya, diungkap bahwa bakat musik seolah diturunkan
dan bahkan dapat menjadikan anak tersebut jenius musik tanpa pendidikan formal. Di
sisi lain dari kisah film tersebut terkuak pula bahwa “getaran musik” dapat membimbing
tiga orang sekeluarga yang selama ini terpisah berkumpul kembali. Apakah pengaruh gen
sekuat dan seindah itu ?
Sementara marilah kita simak kasus lain seperti Sumanto ( si pemakan mayat),
Ryan (Very Idham Henyansayah) pembunuh berantai yang motifnya diduga terkait
dengan penyimpangan orientasi seksual, Hanibbal Lector si kanibal berskala global, Jack
the Ripper pembunuh sadis dari Inggris, mahasiswa Korea pembunuh berdarah dingin di
Virginia Tech University, siswa Amerika penembak masal di sekolahnya sendiri, anggota
sekte David Koresh, istri aktivis masjid di Bandung yang membunuh 3 orang anaknya,
Rio Bullo “Martil” yang menggodam kepala korban-korbannya, atau tokoh-tokoh
koruptor “legendaris” Indonesia, apakah mereka memiliki gen yang mendorong mereka
menjadi keji dan cenderung untuk berbuat mungkar ? Apakah gen mereka berbeda
dengan kita ?
Sebaliknya kita juga dapat mencermati Ashafa Powell, Ana Ivanovic, atau Lionel
Messi yang sangat prestatif dalam olahraga, apakah mereka juga memiliki gen super ?
Demikian pula, apakah Whitney Houston, Sting, Bono U2, atau Meggy Z, seperti juga
Beethoven dan Mozart dianggap memiliki karunia berupa gen jenius musik ?
Stephen Hawking yang amat brilian dalam kajian fisika teori malah nyata-nyata
mengalami kelumpuhan akibat multiple sclerosis (MS). Jika dikatakan gennya sempurna,
maka asumsi kita keliru, karena ada sebagian gen beliau yang semestinya meregulasi
kinerja fisiknya agar sempurna gagal berfungsi. Untuk itu ada baiknya kita sepintas
mempelajari dahulu berbagai karakter manusia yang telah berhasil diidentifikasi oleh
ilmu psikologi. Pengetahuan dasar tentang pendekatan fundamental aliran psikologi yang
kini berkembang dan banyak diakui secara akademik akan menghantarkan kita kepada
pemahaman tentang peran gen dan genom di dalamnya.
Psikologi dan Gen Selayang Pandang
Dalam ilmu psikologi dikenal sekurangnya 3 aliran yang sangat berpengaruh di
tingkat praktikal. Aliran itu adalah Psikoanalisis yang diinisiasi oleh Sigmund Freud,
dimana penekanan amatannya adalah faktor internal yang melekat di manusia. Konsep
psikoanalisis yang populer adalah pembagian id, ego, dan superego serta pembentukan
kepribadian karena dorongan kekuatan yang tidak disadari dan bersifat irasional. Aliran
ini tidak menafikan faktor lingkungan, tetapi lebih mengedepankan potensi internal
sebagai variabel independen pembentukan tingkah laku manusia.
Aliran besar (arus utama) lainnya adalah Behavioristik yang digulirkan oleh Skinner.
Menurut aliran behavioristik manusia adalah makhluk yang fleksibel, peka terhadap
perubahan lingkungan, dan dalam proses perkembangan kepribadiannya mendapat
stimulus dari lingkungan (ekternal). Pendapat ini sejalan dengan hipotesa tabularasa dari
John Locke yang menyatakan bahwa sesungguhnya pikiran manusia bagaikan kertas
kosong yang siap ditulisi apa saja ketika berinteraksi dengan lingkungan.
Aliran besar ketiga adalah Humanistik dengan Abraham Maslow sebagai tokohnya.
Aliran ini meyakini bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk mulia yang cenderung
pada kebajikan. Hal ini sesuai dengan konsep manusia di dalam kitab suci Al-Quran yang
digambarkan bersifat ”hanif”. Nilai kebaikan yang diyakini ini kemudian berusaha
diaktualisasikanmelalui berbagai proses interaksi yang terjadi di lingkungan. Menurut
pendekatan humanistik, lingkungan dan potensi internal sama-sama memiliki peluang
untuk membentuk kepribadian dan perilaku seorang manusia. Potensi internal akan
beradaptasi dengan lingkungan, dan lingkungan juga dapat menjadi faktor seleksi bagi
sifat atau potensi dasar yang akan dimunculkan. Hal lain yang dapat menjadi konsekuensi
dari pendekatan humanistik adalah, kemulian yang menjadi potensi manusia ini dapat
menumbuhkan motivasi yang kuat untuk memanipulasi lingkungan dalam konteks
kebaikan bersama. Semangat pembaharuan yang berorientasi pada kepentingan manusia,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Bila ketiga aliran ini disarikan atau dipertimbangkan sebagai elemen-elemen yang
tidak terpisahkan, dengan kata lain kita memggunakan bingkai ”Gestalt” yang berbicara
tentang kesatuan dan saling berinteraksinya setip tahapan, lapisan, maupun subsistem
dalam pembentukan karakter psikologi seseorang, maka akan didapatkan hipotesa bahwa
sesungguhnya manusia memiliki potensi dasar yang melekat pada dirinya, mampu
mengembangkan mekanisme interkasi, mampu membangung mekanisme defensif, dan
mampu mengaktualisasikan nilai-nilai yang diyakininya dan dianggap mulia.
Kotak Skinner adalah alat tes untuk mengukur kemampuan seekor tikus dalam beradaptasi dengan
lingkungan yang dikondisikan serta kemampuannya mengembangkan pola-pola cerdas yang menjamin
terenuhinya kebutuhan dasar (nutrisonal) dan kenyamanan personal (personal comfort). Secara sederhana
tikus percobaan akan mendapatkan makanan apabila tindakan yang dikalukannya benar, serta sebaliknya
ia akan tersengat listrik apabila pilihannya salah. Kondisi semacam ini yang berlangsung secara berulang
akan menjadi proses belajar yang dapat diakuisisi sebagai bagian dari pembentukan sikap dan perilaku.
Sirkuit keputusan yang terbangun dimulai dari teraktivasinya sekelompok gen pengendali perilaku
Perilaku manusia digambarkan Millon dalam salah satu teori biologi sosial
tentang polarisasi, yaitu senantiasa mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan, lalu
secara aktif memodifikasi lingkungan dan terkadang bersifat pasif atau akomodatif,
semua itu didasari oleh orientasi pada diri sendiri atau berorientasi pada lingkungan
terdekat. Apabila kita menyepakati bahwa semua keluaran (output) psikologis itu
memiliki mekanisme dan proses dasar yang merupakan bagian integratif dari manusia
selaku makhluk biologis yang istimewa, maka kita semestinya menelusuri dan
mengeksplorasinya sampai ketingkat kendali yang paling esensial. Saat ini tingkat
kendali hayati yang dianggap paling fundamental adalah genom. Belum lama berselang
Human Genome Project mengklaim telah berhasil menyusun basis data genom manusia.
This is the outstanding achievement not only of our lifetime, but in terms of human history. I say this because the
Human Genome Project does have the potential to impact the life of every person on this planet.
Dr. Michael Dexter, director of The Wellcome Trust
Tahap berikutnya adalah memetakan dan mengasosiasikan setiap gen dengan
ekspresi proteinnya beserta fungsi-fungsi yang diperankannya. Metoda DNA micro array
sangat membantu dalam melacak ulang asal dari setiap protein yang terlibat dalam reaksi
biokimiawi di tubuh manusia. Terobosan teknik laboratorium yang sangat brilian, dimana
larutan pereaksi yang berisi mRNA berlabel (bisa zat warna atau kromogen, maupun
fluoresens) direaksikan (dipertemukan) dengan untai DNA yang terbuka. Dengan
demikian mRNA spesifik akan melekat dengan segmen DNA penyandinya.
Demikianlah satu demi satu sifat biokimiawi manusia mulai dapat teridentifikasi.
Ternyata mekanisme yang mengendalikan ekspresi sifat-sifat biokimiawi ini tidak
sesederhana yang kita bayangkan. Untuk menghasilkan satu molekul protein yang akan
berperan sebagai bagian dari sebuah neuropeptida otak misalnya, dibutuhkan beberapa
tahapan inisiasi sampai DNA dapat disandi. Tahapan-tahapan ini amat ditentukan dan
amat dipengaruhi oleh proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Misal jika
seseorang merasa lapar dan terstimulasi untuk mempertahankan kehidupan (respon
defensif), maka DNA akan disandi untuk menghasilkan beberapa kelompok protein yang
akan menjadi dasar reaksi proses mempertahankankan kehidupan (survival). Otak
termotivasi, sistem sensoris lebih jeli, dan sistem kognisi menjadi lebih kreatif serta
solutif. Pola-pola semacam inipun mewarnai setiap proses psikofisiologis yang setiap
detik terjadi dalam kehidupan seorang manusia.
Maka dengan mengenal konsep psikologi molekuler yang bertumpu kepada
fungsi genomik manusia dan hubungannya dengan pembentukan sikap serta perilaku, kita
akan terbantu untuk lebih dapat memahami konsep fitrah, potensi dasar, dan cara-cara
mengoptimalkan serta mengendalikan potensi yang telah melekat sebagai bagian dari
karakter genomik.
BAB 2
GEN DAN KROMOSOM SERTA MEKANISME
KERJANYA
In the deepest sense, DNA’s structure and function have become as much a part of our cultural heritage as
Shakespeare, the sweep of history, or any of the things we expect an educated person to know.
Microbiologist Ross L. Coppel, from his book with G.J.V. Nossal, Reshaping Life: Key Issues in Genetic Engineering (Melbourne, Australia:
Melbourne University Publishing, 2002)
Apakah sesungguhnya gen itu ? Dan bagaimanakah sifat genetika dapat
diwariskan ? Secara teori setiap sel tubuh manusia memiliki kandungan kromosom yang
di dalamnya terdapat untaian asam nukleat yang disebut DNA. Secara struktural DNA
terbagi atas daerah-daerah yang disebut dengan ekson dan intron. Ekson adalah daerah
dimana urutan gen yang terdiri dari rangkaian nukleotida (pasangan basa) siap untuk
diekspresikan. Bagaimana caranya ?
Gen akan bertindak selaku cetakan atau resep yang siap untuk dikopi
(digandakan) oleh RNA caraka (messenger RNA) melalui konsep anti sense. Sifat dasar
DNA yang berbentuk utas rantai ganda (double helix) dengan pasangan adenin-timin dan
guanin-sitosin, pada saat penyalinan atau proses transkripsi akan dikopi ke dalam bentuk
proyeksinya (cerminan atau pasangannya). Hanya saja di RNA (ribonucleic acid) tidak
terdapat nukleotida timin melainkan diganti urasil. Sehingga bila ada nukleotida adenin
(A) di gen yang dikopi, maka RNA akan mencatatnya sebagai urasil (U). Proses
pengkopian gen ini sudah terorganisasi sedemikian sehingga penggandaan akan terbagi
dalam unit-unit kecil yang disebut kodon.
Kodon terdiri atas 3 nukleotida yang disebut sebagai kesatuan triplet. Kode
mereka bertiga inilah yang kemudian di tingkat ribosomal akan digunakan untuk
merangkai asam-asam amino (baik yang esensial maupun non esensial) untuk
membentuk protein. 1 kodon memiliki 1 asam amino, tetapi 1 asam amino dapat cocok
dengan lebih dari 1 kodon.
Apakah proses transkripsi DNA sampai menghasilkan sebuah protein khusus
sesederhana itu ? Tentu saja tidak ! Keputusan untuk memproduksi sebuah protein
memiliki algoritme komando yang sangat rumit sekaligus sangat efektif. Sel
memproduksi protein karena adanya ”kebutuhan”. Faktor kebutuhan itu antara lain
kebutuhan untuk mengganti sel atau jaringan yang rusak (proses repair), tumbuh dan
berkembang, serta menggantikan sel-sel yang mengalami penurunan kemampuan
(degenerasi).
Khusus proses repair atau pemeliharaan biologis, tidak hanya terjadi di tingkat sel
saja, melainkan juga terjadi di tingkat DNA sendiri yang dalam kehidupan keseharian
mengalami berbagai gerusan lingkungan. Ada satu nukleotida yang terhapus, atau ada
juga satu bingkai nukleotida yang rusak dan berubah strukturnya. Demikianlah sistem
repair dan maintenance hayati senantiasa mengembangkan kemampuan swakelolanya
sehingga dapat menghadirkan keselarasan yang adaptif dengan alam semesta.
Salah satu keistimewaan pola pewarisan genetika pada manusia adalah tetap dapat dipertahankannya
materi genetika (genotip) meski sel induknya membelah diri dalam proses mitosis untuk memperbanyak
jumlah dan bertumbuh
Tahapan proses pemisahan dan penggandaan kromoson yang terjadi di saat sel-sel somatik bermitosis dan
sel-sel germinal bermeosis. Pada mitosis sel anak akan bersifat diploid (memiliki kromosom lengkap),
sedangkan pada meosis sel anak akan memiliki kromosom separuh (haploid)
Jika kita menyimak paparan di atas yang menggambarkan gen sebagai ”molekul
ajaib” pembawa sifat dan pengatur hampir semua mekanisme dasar kehidupan, maka kita
perlu memgupas gen lebih mendalam lagi, baik secara struktural, fungsional, maupun
hirarkial, agar kita dapat mengorelasikannya dengan pembentukan sikap, perilaku dan
karaktyer kepribadian (ranah psikologi).
Gen sesungguhnya adalah unit fungsional yang bertindak selaku resep penghasil
protein. Setiap sel di dalam tubuh manusia memiliki gen yang sama persis satu dan
lainnya. Saat ini jumlah gen manusian yang telah teridentifikasi adalah sekitar 30.000.
Gen tergabung di dalam struktur DNA atau asam deksiribosa yang terdiri dari gugus gula
pentosa ( memiliki 5 atom C) yang salah satu atom Cnya kehilangan gugus –O (sehingga
gagal membentuk gugus hidroksil/OH). Dilengkapi gugus fosfat berupa PO4. Molekul
fosfat ini berperan sebagai jembatan penghubung antara gugus gula. Dan bagian terakhir
dari sebuah untai asam deoksiribosa adalah basa nitrogen yang terdiri dari kelompok
purin ( Adenin dan Guanin) dan kelompok pirimidin yang terdiri dari Timin dan sitosin.
Adenin akan berikatan dengan Timin dengan bantuan 2 atom hidrogen (ikatan hidrogen),
dan guanin akan berikatan dengan sitosisn dengan bantuan 3 atom hidrogen.
Bagan struktur DNA yang terdiri dari rantai double helix yang tersusun dari gugus gula pentosa, fosfat,
dan terhubung dengan ikatan hidrogen
Bentuk molekul DNA ini menyerupai pita spiral ganda yang saling berpilin
(double helix). Model molekul ini ditemukan oleh Francis Crick dan James Watson pada
tahun 1953 berdasar foto difraksi sinar X yang dibuat oleh Rosalind Franklin. Pemetaan
genom dan kemajuan proses sekuensing telah membimbing manusia untuk mengenal
setiap molekul dalam DNA dan perannya. Di dalam DNA terdapat 3 milyar pasang
basa, tersusun sedemikian sempurna dan pada fase replikasi (pembelahan sel secara
mitosis) Molekul DNA akan bergabung dengan protein histon dan non histon untuk
membentuk nukleosom dan berpilin dalam bentukan yang lebih padat (lipatan solenoid).
Selanjutnya lipatan solenoid ini akan bergabung dan membentuk kromatin.
Gambar struktural kromosom yang terdiri dari lengan p dan q yang didalamnya terdapat lokus-lokus
berisi alela atau pasangan-pasangan gen yang siap diekspresikan ataupun diturunkan baik melalui
mekanime meiosis ataupun mitosis
Selanjutnya terbentuk lengan-lengan kromatin dan jadilah kromosom. Kromosom
ini dari asal kata krom (warna) dan soma (tubuh). Diamati pertama kali oleh Waldeyer
pada tahun 18888, dan jumlahnya pada manusia diketahui 46 buah oleh Tjio (dari
Sukabumi) dan Levan pada tahun 1956.
23 pasang kromosomautosomal dan seks yang berisi untaian DNA pembawa sifat hayati
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penentu sifat, baik kromosom maupun
DNA memiliki mekanisme pewarisan sifat yang dipelajari dalam ilmu genetika. Ilmu
genetika ini dikembangkan oleh Gregor Johann Mendel (1822-1884) Dalam konsep
genetika di setiap pasangan kromosom terdapat pasangan alel. Misal gen A memiliki alel
atau pasangan di kromosom pasangannya a. Maka dalam konsep genotip (susunan
pasangan gen) akan dikenal hukum Mendel I atau lebih dikenal sebagai ”The Law of
Segregation of Allelic Genes”. Dimana dalam hukum segregasi ini alel dapat secara
bebas memilih alel pasangannya. Misalkan genotip sebuah protein adalah Aa dan pasca
pembuahan bergabung dengan kromosom yang juga memiliki genotif Aa, maka pada
filial atau keturunan ke-2nya tidak selalu A akan berpasangan dengan A lagi, atau setiap
A berpasangan dengan a. Perhatikan kotak berikut :
A A
A AA Aa
a Aa Aa
Hukum Mendel ke II adalah hukum tentang pengelompokan gen secara bebas
atau ”The Law of Independent Assortment of Genes”. Sifat atau protein terkadang
memiliki proses pengaturan yang melibatkan sekelompok gen, misal sifat rambut yang
lurus dan pirang diatur oleh kelompok gen AABB dan rambut keriting hitam diatur oleh
aabb, maka di tingkat turunan pertama dapat terbentuk kelompok gen AaBb.
Mekanisme herediter atau penurunan sifat yang dirumuskan oleh Gregor Mendel menunjukkan rasio
kemungkinan fenotip yang dapat dimunculkan. Pada kasus kepekaan indera pengecap (lidah) terhadap zat
PTC (phenyltiocarbamide) yang bersifat dominan, kemungkinan seseorang untuuk tidak mampu merasakan
(sifat resesif) memiliki probabilitas ¼ pada filial pertama. Variansi, polimorfisme, dan juga keberagaman
sifat genomik merupakan variabel independen yang mempengaruhi fenotip seseorang (termasuk bakat dan
potensi)
Konsep genetika lainnya yang terkait erat dengan psikologi dan perilaku adalah
pola-pola hereditas yang terkadang menyimpang dari hukum Mendel. Interaksi dari
beberapa gen yang sumber gennya di tingkat induk tidak memunculkan fenotip (sifat fisik
hasil ekspresi gen), ternyata dapat memunculkan sifat baru di tingkat turunan. Contoh
nyata adalah percobaan terkenal yang menyilangkan berbagai varietas ayam dengan jenis
jenger berbeda. Pada saat ayam berjengger menyerupai bunga mawar (rose) disilangkan
dengan ayam berjengger menyerupai bebijian (pea) maka yang didapatkan justru ayam
berjengger seperti buah walnut (sejenis kenari). Secara genotip dapat disimulasikan
demikian, bila jengger mawar disandi gen CCDD maka jengger biji disandi gen ccdd,
keturunannya tentu CcDd yang ternyata berjengger kenari.
Penyimpangan atau penulis lebih suka memaknainya sebagai bagian dari
keragaman hayati dan mekanisme adaptasi terhadap kebutuhan faktual, yang juga sangat
unik adalah mekanisme epistasis dan hipostasis. Pada mekanisme ini ada gen dominan
yang mampu menutup atau menghambat fungsi ekspresif dari gen dominan lainnya. Gen
yang mendominasi disebut epistasis dan yang terdominasi (terjajah) disebut hipostasis.
Mekanisme ini menunjukkan kepada kita bahwa meski ada beberapa sifat orangtua yang
dominan secara individual, tetapi ternyata bisa dikendalikan oleh gen dominan yang lain
ketika sudah sampai di tingkat keturunan.
Sifat hereditas lainnya yang sangat menarik adalah kriptometri. Mekanisme
kriptometri adalah mekanisme pemunculan ”bakat” terpendam, ekspresi gen dominan
yang tidak dapat muncul tanpa hadirnya sebuah atau sekelompok gen dominan lainnya.
Contoh adalah perubahan warna pada bunga Linaria Maroccana yang amat sangat
dipengaruhi lingkungan dan gen yang terkait dengan kondisi lingkungan. Linaria akan
berwarna merah apabila terdapat aktivitas ekspresi dari gen antosianin ( gen A) dan
alelnya dalam lingkungan basa (akan teraktifkan) gen b. Jadi genotip AAbb menjadikan
Linaria berwarna merah, sedangkan genotip AABB (B adalah gen yang aktif dalam
lingkungan asam) akan menghasilkan warna ungu. Dan apabila tidak terdapat gen
dominan antosianin maka perbedaan lingkungan baik asam maupun basa tidak
mempengaruhi ekspresi warna, bunga Linaria akan berwarna putih.
Kondisi yang menyerupai dapat pula dijumpai pada spesies reptil seperti buaya.
Perbedaan suhu (temperatur) pada saat proses pengeraman menjadi faktor penentu jenis
kelamin anak buaya. Demikian pula pada keluarga cacing Bonellia, kondisi lingkungan
yang ditempati larva Bonellia ( jatuh ke dalam tubuh Bonelia dewasa betina atau jatuh
dan bersentuhan langsung dengan dasar lautan) akan menjadi faktor pembeda jenis
kelamin. Larva yang jatuh menimpa tubuh bonellia betina akan menjadi bonellia jantan,
dan yang langsung bersentuhan dengan dasar samudera akan menjadi betina. Demikian
pula pada keluarga lebah, kondisi lingkungan selama proses tumbuh kembang kelak akan
mengaktifkan sekumpulan gen yang kemudian mendorong terjadinya proses diferensiasi
profesi. Ada sekelompok lebah yang berkembang menjadi kelompok pekerja, ada yang
menjadi penjaga dan pemelihara sarang, serta ada pula yang secara istimewa menjadi
pemimpin (ratu). Pada kasus ikan anemon (lebih dikenal sebagai ikan Nemo atau ikan
badut) regulator gen dalam penentuan jenis kelamin dikendalikan oleh tingkat
kematangan beberapa organ yang terdapat di dalam sistem fisiologi ikan tersebut. Ikan
baru menetas sampai usia dewasa muda menajdi ikan jantan, sementara ikan dewasa
matang akan berubah menjadi ibu. Kelompok gen kelamin ikan ini bergeser dan berubah
berdasarkan masukan dari berbagai proses interaksi yang etrjadi antara ikan dengan
lingkungannya. Demikian pula pada ikan Angler Atlantik (Angler Fish), ikan yang
pandai memancing mangsanya dengan memancarkan cahaya hasil proses bioluminensi
yang dikatalisa oleh enzim lusiferase. Selain mampu menghasilkan cahaya, sebagai
bagian dari proses adaptif tinggal di kedalaman yang gelap dan kebutuhan mencari
makan, ikan Angler juga dikenal sebagai ikan dengan perbedaan struktur pada jantan dan
betinanya. Ikan Angler berhasil mengoptimalkan semua potensi genetikanya, ia
memancarkan cahaya ”umpan”, dan ikan jantannya menjadi entitas kecil yang masuk
menyelip di tubuh ikan betina untuk menjalankan tugas utamanya : membuahi ! Sangat
efisien dan indah. Sementara pada kasus ikan Lamprey (sejenis belut penghisap darah),
yang merupakan parasit pada beberapa ikan yang jauh lebih besar, keistimewaaan yang
mereka miliki adalah sangat fleksibelnya sistem imunitas mereka. Mengapa harus
demikian ? Karena sumber nutrisinya adalah darah dari berbagai jenis ikan yang tentu
saja mengandung beragam mikroba patogen, maka ia harus berhasil mengatasinya.
Lamprey mengembangkan sistem imunitas berbeda dengan mamalia yang menggunakan
gen RAG untuk membentuk antibodi spesifik melalui sel limfosit B. Sel limfosit B akan
mengenali antigen, membentuk antibodi spesifik, dan mengingatnya sebagai bagian dari
memori. Sedangkan pada Lamprey, prosesnya menjadi jauh lebih sederhana. Lamprey
cukup mengubah-ubah pola pengenalan sel limfositnya saja, melalui sistem VLR atau
Variable Limphocyte Receptor , dimana setiap ada antigen baru limfositnya dapat
langsung memproses dan memebrikan respon yang tepat.
Keajaiban genom lainnya adalah kemampuan beberapa spesies untuk
mengembalikan fungsi pluripotensialitasnya seperti kadal dan cicak yang dapat
menumbuhkan ekornya kembali, atau bintang laut yang dapat menumbuhkan lengannya
yang putus. Kuda laut atau hipokampus sp juga memiliki kemampuan pengekspresian
gen yang memungkinkan seekor jantan memproduksi zat nutrisional yang dibutuhkan
oleh anak-anak yang tinggal di kantung bagian depan perutnya. Demikian pula burung
merpati jantan, dapat mengekspresikan gen hormon prolaktin sehingga dapat memberikan
nutrisi serupa susu pada anak-anaknya.
Sifat lainnya adalah polimeri, dimana satu gen dalam kelompok gen yang
mempengaruhi sifat dapat mempengaruhi gen lainnya meski hadir secara parsial
(sebagian). Fenomena lainnya yang dapat ditemui adalah terdapatnya kelompok gen
dalam alel yang bertautan. Sehingga apabila diturunkan ( melalui proses meiosis)
kelompok gen tersebut akan selalu bersama. Kondisi ini menyebabkan keragamannya
(variasi genomnya) akan berkurang, karena gametnya terbatas dalam kelompok.
Mutasi
Penyimpangan genetika yang juga kerapkali dijumpai adalah peristiwa mutasi.
Acapkali mutasi dikaitkan dengan berbagai fenomena patologis, baik secara
anatomifisiologis maupun secara psikologis. Mutasi adalah perubahan genom yang dapat
terjadi di tingkat kromosomal maupun di asam nukleat (DNA). Mutasi di tingkat
kromosom antara lain ditandai adanya penambahan jumlah kromosom akibat gagalnya
kontrol pada proses meoisis, misal sindroma Klinefelter dimana terdapat penambahan 1
kromosom seks pada karyotipe XX (menjadi XXY). Mutasi di tingkat kromosomal yang
melibatkan perubahan struktur DNA antara lain adalah : inversi, dimana krmosom
berpilin dan urutan DNA jadi berubah. Delesi, terhapusnya sebagian urutan nukleotida
basa dari DNA karena kerusakan struktur kromosom. Duplikasi, penambahan gen karena
mengopi dari kromosom pasangannya, translokasi yang terjadi karena adanya pertukaran
sebagaian segmen (bagian lengan kromatin) antar pasangan yang bukan homolognya.
Dan katenasi, yaitu menyatunya ekor kromosom (telomer) diantara pasangan kromosom
yang homolog.
Peta genom di setiap kromosom yang menunjukkan lokasi-lokasi mutasi dan perubahan fungsi akibat
kecacatan genetik yang diwariskan (trait)
Mutasi dapat terjadi karena adanya interaksi lingkungan dan intervensi gaya dan
materi fisika seperti radiasi kosmis, radiasi pengion, radiasi elektromagnetik, sinar ultra
violet, atau radiasi radioaktif. Sedangkan secara kimiawi dapat terjadi interferensi dengan
zat-zat kimia yang bersifat destruiktif pada struktur asam nukleat seperti yang memiliki
kemampuan mengalkilasi. Dan secara biologis mutasi dapat terjadi karena adanya
pengaruh virus, bakteri, jamur, prion, dan juga yang sangat penting dalam ranah psikologi
adalah interaksi hormonal dan molekul sinyal (bersifat aerosolik dan beredar di udara
dengan konsentrasi tertentu seperti efek feromonik pada lebah) antara sesama makhluk
hidup (manusia-manusia, manusia-tumbuhan, manusia-hewan, dan berbagai elemen alam
lainnya).
Dari berbagai pola hereditas di atas yang telah terpelajari, maka kita mendapatkan
modal dasar untuk mengembangkan model matematika prediktor. Rumus Hardy
Weinberg sebagai salah satu model untuk memetakan genotip di populasi
memperlihatkan kepda kita bahwa sebaran gen dapat dilacak dan dipetakan. Tentunya
hasil pemetaan ini kemudian akan dapat digunakan sebagai basis data dalam melakukan
intervensi preventif, baik dalam hal perencanaan manipulasi positif, mengukur tingkat
kondusifitas lingkungan bagi perkembangan hayati dan psikologis seseorang, serta dapat
pula menjadi alat analisis untuk mengkaji perilaku komunitas. Sebagai contoh, jika kita
mengetahui sebaran gen tertentu yang dalam kondisi khusus berpotensi terekspresikan
dan memicu terjadinya abnormalitas (patologis) maka kita akan dapat memprediksi
seberapa banyak orang akan terdampak dan seberapa luas aspek destruksi yang akan
terjadi. Andai kita mendapatkan data dasar tentang kasus psikopatik, maka dengan
pemetaan gen dan pengetahuan yang komprehensif terhadap pola-pola hereditasnya
(beserta penyimpangannya), kita akan dapat mengklasifikasikan masalah yang tentu saja
akan berdampak sangat besar pada kemampuan kita untuk mengendalikannya.
Apabila perilaku psikopatik atau sosiopatik diatur dan dikendalikan oleh
sekumpulan gen yang memproduksi neuropeptida kendali, maka apabila seorang
psikopatik memiliki genotip protein kendali aa, dan aa ditemukan sekitar 16% di
populasi, maka fenotip normal yang 84% harus dicari frekuensi genotipnya agar dapat
dicegah penurunan sifat patologisnya, mengingat kemunculan gen resesif dapat
mengubah frekuensi psikopatik di masyarakat. Dengan rumus frekuensi aa (a2) adalah
0,16 maka a adalah 0,4. Rumus gen adalah A+a = 1 jadi A= 1-0,4. A=0,6. Rumus
perbandingan frekuensi gen adalah AA+2Aa+aa= 1 sehingga 0,36+0,48+0,16=1. Jadi
frekeunsi genotip normal bebas psikopatik adalah 0,36 dan kemungkinan carrier atau
pembawa sifat psikopatik di masyarakat berkisar sekitar 0,48 atau 48%. Perhitungan ini
bisa berubah apabila kemudian terjadi persilangan antara karier dan penderita (genotip
aa).
Belajar dari Mikroba
Peran lingkungan dan kemampuan setiap individu untuk mengontrol dan
menempatkan dirinya dalam habitat (ruang dan sistem hidup) dapat dilihat pada sistem
adaptasi mikroba yang dikenal sebagai quorum sensing. Mikroba, dalam hal ini bakteri
memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan keberadaannya dengan membentuk koloni
yang paling efisien. Salah satu mekanisme ”pengukuran” swalayan terhadap batas-batas
optimasi koloni dilakukan dengan saling bertukar informasi dan data akhir teman-teman
satu koloninya.
Mekanisme quorum sensing pada bakteri Vibrio Fisheri misalnya menggunakan
mekanisme ekspresi acyl homoserine lactone (AHL) yang pada saat mencapai quorum
(kuota seldalam koloni atau batas maksimal) akan menghasilkan efek bioluminensi.
Caranya dengan mengaktifkan protein pengita yangakan mendorong faktor transkripsi
gen-gen pembentuk cahaya teraktivasi. Salah satu enzim yang terlibat adalah lusiferase
yang akan mengkatalisis substrat aldehida FMNH2 yang teroksidasi menjadi FMN dan
asam lemak. Proses pembentukan asam lemak inilah yang menghasilkan cahaya.
Sementara pada spesies Erwinia cortovora pada kondisi quorum akan
mengaktifkan gen penghasil protein antibiotika karbapenem yang berfungsi untuk
menghambat tumbuh kembang bakteri kompetitornya. Mekanisme komunikasi lainnya
yang berperan sebagai penghubung antara berbagai spesies diperankan oleh furanosil
borat diester. Sehingga apabila ada interaksi diantara bebrbagai koloni bakteri akan
tercapai kesepakatan kuorum.
Fakta yang bisa diamati di tingkat organisme sel tunggal seperti di keluarga
bakteri menunjukkan kepada kita bahwa gen bersifat adaptif dan amat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan. Tentu saja mekanisme perubahan dan mekanisme transkripsi
yang akan menyandikan serta mengekspresikan protein tertentu haruslah melalui
serangkaian prasyarat yang harus terpenuhi. Maka secara sederhana dapat kita simpulkan
bahwa ekspresi gen yang kemudian terkait dengan pembentukan sifat serta perilaku
memiliki faktor pengaruh yang sangat kompleks.
Sebagai contoh, sekumpulan gen di sebuah sel dapat di ”shutdown” secara penuh
dan tidak diekpresikan lagi karena sel yang ditempatinya telah terdiferensiasi dan
memiliki sifat sel yang khusus. Sifat pluripotensial sel yang gennya lengkap dan bisa
menjadi apa saja, dikendalikan oleh sekumpulan protein penghambat induksi yang
membuatnya tidak dapat mengekspresikan sifat yang tidak cocok dengan tugas yang
diembannya.
Ada pula beberapa gen yang secara umum senantiasa akan diekspresikan
proteinnya meski dalam kadar terendah (basal). Kondisi ini dapat kita simak pada
beberapa enzim regulator mekanisme transduksi di dalam sebuah sel. Faktor-faktor
transduksi yang kemudian mengawali proses transkripsi, translasi, dan terlibat dalam
pembentukan molekul reseptor hampir selalu diekspresikan oleh hampir semua sel.
Perbedaan ekspresi gen di setiap jaringan yang dicirikan dengan produksi protein
dalam kapasitas yang berbeda, didasari oleh aktivitas dan mekanisme represi serta
aktivasi yang diperankan oleh aksi sekelompok protein yang berikatan di daerah regulator
(pengaturan) gen yang bersangkutan.
Regulasi Ekspresi Gen
Aktivasi daerah pengaturan pada sebuah gen distimulasi oleh keberadaan reseptor
yang berada di membran sel dan peka terhadap pengaruh hormon, hormon steroid,
molekul sinyal, ataupun peptida faktor pertumbuhan (sitokin). Sinyal komunikasi antar
sel juga dapat terjadi dengan perantaraan nitric oxide dan enzim RPTK (tirosin kinase).
DNA akan ditranskripsi atau disalin oleh mRNA dengan bantuan enzim RNA
Polymerase II. Protein enzim ini harus berikatan dengan daerah pengatur (regulator)
ekspresi gen yang disebut promoter.
Promoter ini terdiri dari 8 pasang basa dan terletak di depan urutan gen yang akan
diekpresikan. Daerah ini terdiri dari pengulangan basa timin dan adenin ( T dan A)
sehingga disebut kotak TATA yang disekitarnya ditutup oleh untaian nukleotida guanin
dan sitosin (G-C). Selain daerah promoter yang terdapat di area regulator elemen cis-
regulator . Pasangan transkripnya disebut elemen trans regulator yang biasanya berfungsi
menyandikan gen lain.
Apabila sebuah gen akan diekspresikan kotak TATA akan melakukan perlekatan
dengan protein yang disebut pengikat TATA. Molekul protein inilah yang kemudian akan
berinteraksi dengan RNA polimerase II. Proses ini akan dibantu oleh beberapa modul lain
yang berada dekat daerah regulasi, antara lain kotak CAAT dan modul kaya G-S.
Regulator ekspresi DNA lainnya adalah area enhancer yang terletak jauh dari
daerah gen yang akan disandi. Terdiri dari 7-20 pasang basa, daerah enhancer adalah
daerah yang berfungsi sebagai daerah perlekatan bagi protein yang akan mengaktifkan
gen yang akan disandi.
Daerah enhancer yang menjadi tempat melekatnya protein regulator sel spesifik
disebut sebagai respon elemen. Sebagai contoh adalah cyclic adenosin monofosfat respon
elemen binding protein akan melekat di regio cAMP respon elemen yang terdiri dari
sekuens ACGTCA.
Ada beberapa gen yang memiliki regulator protein yang senantiasa terikat
sehingga memungkinkan terjadinya proses transkripsi secara terus meneurs meskipun
hanya terstimulasi dengan intensitas rendah (tingkat basal). Sebaliknya ada pula gen yang
protein dan sistem regulatornya tidak tetap. Gen ini dapat dikondisikan, diinduksi
ataupun ditekan dengan memanipulasi faktor transkripsinya.
Untuk menjalankan fungsi regulasi penyandian DNA oleh enzim RNA polimerase
II suatui faktor transkripsi haruslah memiliki syarata sebagai berikut :
1. Memiliki daerah perikatan dengan DNA (DNA binding domain). Yang
berfungsi untuk mengenal dan berikatan dengan segmen sekuens DNA yang
spesifik.
2. Domain aktivator yang acapkali bersifat asam dan berfungsi untuk
menghubungkan protein faktor transkripsi dengan mesin transkripsi basal
(kotak TATA, protein pengikat, dan enzim RNA polimerase) serta
mengaktifkannya.
3. Memiliki 1 atau lebih pengikat ligan atau daerah fosforilasi yang diperlukan
untuk mengaktivasi faktor transkripsi.
Untuk dapat menjalankan fungsinya maka faktor transkripsi haruslah memiliki
struktur biokimiawi yang adaptif dan dapat diterima oleh DNA. Struktur molekul faktor
transkripsi tergolong dalam 3 besar yaitu, : protein HtH (Helix turn Helix) yang m,emiliki
sub unit protein alfa helix yang cocok dengan lekukan helix DNA target sehingga
memungkinkan faktor transkripsi melekat di struktur DNA. Protein jemari Z (zinc finger)
yang terdiri dari 23 asam amino yang memiliki struktur sistin dan histidin yang
membntuk formasi jemari dengan bantuan ion zinc. Struktur khas ini dapat memudahkan
masukknya ke dalam untai DNA melalui daerah lengkunag (loop). Dan bentukan terakhir
adalah ampiphatic helical proteins yang terdiri dari HlH (Helix loop Helix) protein dan
protein resleting leusin yang juga memudahkan faktor transkripsi untuk menyisip di utas
ganda DNA.
Bab 3
PSIKOLOGI GENOMIK
I think we will view this period as a very historic time, a new starting point.
Craig Venter, founder of Celera Genomics
Peran dan mekanisme pengaturan ekspresi gen dapat dilihat, dipelajari, dan
ditelusuri pada proses awal diferensiasi di antara fase morula menuju fase blastula.
Secara embriologis proses perkembangan dan terbentuknya berbagai organ spesifik
merupakan petunjuk penting tentang adanya mekanisme regulasi gen. Salah satu
kelompok gen yang dianggap sebagai bagian dari regulator proses diferensiasi adalah
kelompok gen Homeobox.
Kelompok gen homeobox biasanya terdiri dari gen dengan panjang sekitar 180
pasang basa dan akan mengekspresikan faktor transkripsi. Lokasi gen ini tersebar di
beberapa daerah yang termasuk dalam area promoter. Protein yang diekspresikan oleh
gen homeobox akan berikatan dengan domain DNA sebagai pengatur proses transkripsi
gen penentu dalam proses diferensiasi. Karena keberadaan sekumpulan gen regulator
inilah maka pada tingkatan pasca diferensiasi atau spesialisasi akan terjadi proses shut
down bagi beberapa gen yang fungsinya tidak diperlukan oleh sel yang bersangkutan
dalam menjalankan perannya. Sebaliknya beberapa gen yang mendukung peran pasca
spesialisasi akan didorong untuk terus diekspresikan dan menjadi karakter atau ciri
khusus sel yang bersangkutan.
Nama Kromosom Gen
HOXA (atau
HOX1) - HOXA@
Kromosom
7
HOXA1, HOXA2, HOXA3, HOXA4, HOXA5,
HOXA6, HOXA7, HOXA9, HOXA10, HOXA11,
HOXA13
HOXB - HOXB@ Kromosom
17
HOXB1, HOXB2, HOXB3, HOXB4, HOXB5,
HOXB6, HOXB7, HOXB8, HOXB9, HOXB13
HOXC - HOXC@ Kromosom
12
HOXC4, HOXC5, HOXC6, HOXC8, HOXC9,
HOXC10, HOXC11, HOXC12, HOXC13
HOXD - HOXD@
Kromosom
2
HOXD1, HOXD3, HOXD4, HOXD8, HOXC9,
HOXD10, HOXD11, HOXD12, HOXD13
DLX DLX1, DLX2,DLX3, DLX4, DLX5, dan DLX6
HESX HESX1
Berbagai jenis gen homoebox yang terdapat di sistem genom manusia
Tahapan perkembangan embrionik yang memerlukan koordinasi genetik. Fungsi koordinasi ini dilakukan
oleh kelompok gen Hox (homeobox).
Fakta ini menunjukkan bahwa sesungguhnya mekanisme pengekspresian sebuah
gen memiliki banyak prasyarat yang harus dipenuhi, dan tidak sekedar dipengaruhi oleh
faktor tunggal. Selama ini dalam bayangan kita sebuah promoter sudah mampu untuk
mengaktifkan sebuah gen. Perlu kerjasama dari beberapa faktor sekaligus dan kesemua
faktor itu harus memenuhi syarat ! Sebagai pengetahuan dalam proses pengekspresian
sebuah atau sekumpulan gen dibutuhkan faktor-faktor transduksi, transkripsi, promoter,
protein translasi, penudungan, metilasi, sampai proses penyempurnaan di badan golgi dan
retikulum endoplasma ( 2 organela di dalam badan sel yang terlibat dalam proses sintesa
protein). Pada kalimat di atas disebut sekumpulan gen, mengapa ? Karena untuk
memproduksi sebuah protein yang sempurna secara struktur dan fungsional dibutuhkan
beberapa gen sekaligus untuk membentuk sekumpulan asam amino. Selanjutnya dari
sekumpulan asam amino inilah terbentuk molekul protein dengan tambahan gugus amin
(-NH) di ujungnya.
Gambar di atas menunjukkan proses penyandian DNA yang disebut mekanisme transkripsi
Selain hormon yang dapat memicu terjadinya proses ekspresi sebuah gena,
diperlukan juga kerjasama beberapa faktor transduksi yang ”mengawal” jalur-jalur
khusus respon molekuler.
Secara diagramatik proses penyalinan oleh mRNA akan dilanjutkan dengan proses pembentukan
rangkaian asam amino di ribosom
Selain faktor transduksi yang terkait dengan jalur informasi molekuler, sistem
DNA yang menerima informasi tersebut juga akan mengembangkan mekanisme
penapisan melalui serangkaian pengujian terhadap intensitas dan kecocokan stimulus
dengan prasyarat dapat ditranskripsinya suatu segmen genom. Kondisi ini dalam
terminologi populer dapat diasumsikan sebagai sebuah upaya optimasi fungsi genomik.
Gen-gen yang terbaik dan nyata-nyata diperlukanlah yang akan diekspresikan. Lalu
kuantitas serta kualitas protein hasil ekspresi gen-pun dipertimbangkan agar senantiasa
sesuai dengan kebutuhan (misal menjadi enzim yang fungsional), dengan kadar yang
mencukupi (intensitas).
Dalam sekali proses penyalinan gen dibutuhkan kerjasama beberapa molekul dan enzim nukleus.
Kapan proses optimasi itu dapat kita mulai ? Pertanyaan ini muncul karena saat
ini ada beberapa buku atau literatur yang mengacu kepada fungsi DNA dan
menjadikannya acuan dalam proses perubahan. Untuk literatur lokal Dr. Rhenald Kasali
dari Universitas Indonesia telah mengangkat konsep DNA ini dalam konteks perubahan
dan restrukturisasi motivasi. Dari sisi spiritualpun konsep DNA ini banyak diacu. Tetapi
diantara beberapa literatur tersebut buku karya Dr. Kazuo Murakami seorang ahli
biokimia Jepanglah yang paling akurat dan dapat memberikan gambaran tentang DNA
yang sebenarnya.
Dalam bukunya, Dr.Kazuo Murakami menerangkan dengan bahasa yang sangat
mudah dimengerti bahwa ekspresi DNA dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat
saling terkait. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja DNA dapat berasal dari dalam
tubuh maupun dari lingkungan. Kekuatan pikiran dan niat yang membaja ternyata dapat
mempengaruhi ekspresi DNA. Pertanyaan berikutnya tentulah, melalui mekanisme apa ?
Salah satu hipotesa yang dapat dipertanggungjawabkan adalah melalui
mekanisme komunikasi antar sel yang melibatkan peran hormon, sitokin, atau faktor
pertumbuhan. Pikiran atau produk mental berhubungan dengan mekanisme kerja kelenjar
hormon yang disebut hipotalamus, atau ”induk” dari seluruh kelenjar hormon yang ada di
tubuh manusia. Tetapi untuk lebih jelasnya mari kita menjelajah dan mencermati tahapan
perkembangan manusia dan peran DNA di dalamnya, secara lebih spesifik dan terkait
dengan pendekatan biopsikologi adalah dengan mengamati perkembangan sel,
jaringangan, organ, dan sistem syaraf.
Perkembangan manusia yang terprogram melalui aktifitas sekumpulan gen yang bersifat adaptif terhadap
lingkungan embrionik (termasuk posisi dalam ruang atau spasial), menghantarkan manusia mampu
menjadi makhluk yang sempurna. Courtessy of Carnegie Developmental Chart, UNSW 2007
Sistem syaraf adalah sistem faali penting yang memungkinkan kecerdasan dan
intelektualitas tercipta. Sistem syaraf mulanya hanya berawal dari sebuah lapisan
embrional sederhana yang disebut ektodermal. Lapisan ektodermal yang membentuk
sistem syaraf membentang dari nodus Hensen sampai dengan daerah kranial (kepala),
selanjutnya lapisan itu menebal dan membentuk sebuah tuba atau pipa yang disebut tuba
neuralis. Di sekeliling tuba itu berkumpullah sel-sel yang berkomitmen untuk menjadi
bagian dari sistem syaraf. Kumpulan ini disebut neural kres. Bagaimana sebuah sel dapat
berkomitmen ? Bagaimana sebuah sel tahu ia akan dan harus menjadi apa ?
Pada tahap berikutnya tuba neuralis berkembang menjadi susunan syaraf pusat
yang terdiri dari serebrum (otak besar) dan medula spinalis. Sementara neural kres
berkembang menjadi sistem syaraf tepi yang bertugas antara lain menghadirkan fungsi
penerima rasa dan penghantar respon motorik melalui syaraf spinalis.
Fungsi lain yang tak kalah penting adalah fungsi otonom, dimana organ-organ
tubuh seorang manusia dapat meningkatkan dan mengurangi aktivitas biologisnya secara
mandiri (simpatis dan parasimpatis). Kehebatan tarian lempeng neural ini belumlah
terkuak semuanya, dengan dahsyat lempeng ini melekuk, bergelung, dan
menggelembung. Setiap perubahan volume selalu diikuti perubahan struktur, dan pada
gilirannya akan diikuti perkembangan fungsi. Sebagai contoh, dari gelembung otak
primer yang hanyan terdiri dari 3 bagian (prosensefalon, mesensefalon, dan
rhombensefalon), masing-masing areanya berkembang lagi secara tertata. Prosensefalon
menjadi otak besar yang terdiri dari telensefalon dan diensefalon.
Diferensiasi fungsi otak didasari oleh pembentukan pola-pola genomik yang bersifat persisten. Sebagian
gen yang dibutuhkan untuk membentuk bagian khusus otak akan terus menerus diekspresikan, sementara
sebagian lain yang tidak diperlukan akan di ”shut down”.
Sementara itu mesensefalon (otak tengah, termasuk sistem limbik) hanya
membesar tetapi tidak mengembangkan struktur. Dan rhombensefalon berkembang
menjadi metensefalon dan mielensefalon (batang otak, pons, dan medula oblongata).
Keajaiban sistem embriologi atau permudigahan manusia tidak berhenti sampai di
sini, bayangkan sebuah kesatuan dan sinergi yang harmonis tercipta dari keterpaduan
antara sistem syaraf dan pembuluh darah. Tanpa nutrisi dan suplai oksigen sebuah
jaringan tidak saja akan gagal berkembang melainkan juga tidak akan dapat berfungsi
secara maksimal. Pemandu pertumbuhan sel syaraf yang terdiri dari sistem reseptor
(penerima) ephrin B2 dan ephrin B4 ternyata juga peka terhadap stimulus VEGF
(Vascular Endothelial Growth Factor) yang semestinya hanya kompatibel atau cocok
dengan reseptor netrin yang disandi oleh gen UNC5B. Penemuan ini membawa implikasi
ganda bahwa faktor pembentuk jaringan pembuluh darah juga dapat berperan membentuk
jejaring sistem syaraf.
Kenyataan berikutnya yang jauh lebih dahsyat adalah ternyata bahwa setiap sel
yang berkembang dalam jaringan dan membentuk organ atau sistem tubuh memiliki
mekanisme PEMANDUAN. Ada proses pengarahan (directing) dan pengaturan agar
tercipta sebuah keselarasan struktur dan fungsi.
Proses tumbuh kembang dan penyempurnaan fungsi sebuah organ (e.g otak) diatur dan bergantung
kepada stimulus yang akan mengaktifka kelompok gen yang sesuai dengan kebutuhan
Ekspresi gen di setiap sel amat ditentukan oleh prasyarat yang mendorong
terjadinya proses transkripsi. Dalam ranah psikoneurosains misalnya, seseorang akan
memproduksi katekolamin (serotonin atau dopamin) apabila jalur stimulusnya adekuat
(berintensitas konsisten) dan melampaui ambang batas (syarat minimal) yang dibutuhkan
sistem transduksi untuk mendorong dimulainya proses transkripsi gen-gen penunjang.
Tidak hanya itu saja, apabila neuropeptida atau neurohormon dapat diproduksi
dengan baik, belum tentu dapat berfungsi dengan baik pula. Agar suatu hormon dapat
bekerja dengan sempurna diperlukan kelengkapan lainnya seperti reseptor (penerima).
Keberadaan reseptor ini (contoh reseptor protein tirosin kinase/ RPTK) akan
mengaktifkan jalur enzim kinase yang bekerja secara hirarkial hingga mengaktifkan area
promoter dari gen yang menjadi target (sasaran). Barulah proses transkripsi dimulai dan
protein yang dibutuhkan akan ditranslasi dengan bantuan ribosom ( dengan ketersediaan
asam amino).
Kurangnya ekspresi DRD4 yang merupakan reseptor dopamin di sel otak akan
menjadikan sel-sel otak (neuron) yang bersifat dopaminergik tidak dapat bekerja dengan
sempurna. Akibatnya orang yang mengalaminya akan merasa ”tertekan”, kehilangan
gairah, berubah moodnya, dan tidak mampu merasakan kegembiraan (gejala depresi).
Jejaring syaraf di organ otak yang dapat mengembangkan sirkuit-sirkuit fungsional berdasarkan ekspresi
gen yang terjadi
Dapat dicermati pula proses pembentukan pola-pola mental yang secara
neurobiologis terbentuk melalui serangkaian proses pembangunan sirkuit otak. Proses
belajar, pembiasaan, pelatihan, dan mekanisme adaptasi sebagai bagian dari proses
interaksi dengan lingkungan, akan membentuk jalur-jalur atau sirkuit fungsional yang
disebut sirkuit neuronal.
Secara anatomis ada beberapa sirkuit yang membentuk lempeng (misal Weber
Loop yang menghubungkan antara jalur transmisi data optikus dari talamus ke pusat
penglihatan dan juga melingkar ke pusat pendengaran), tetapi secara fisiologis sirkuit
fungsional yang lebih rumit dan kompleks dapat terbentuk secara temporer (sementara)
berdasarkan kondisi yang tengah dihadapi. Sirkuit sementara ini akan menjadi semi
permanen bahkan permanen apabila stimulus yang diterima dan pola pengambilan
keputusan kita bersifat persisten (dikondisikan menetap).
Sifat malas adalah contohnya, tidak ada gen untuk sifat malas. Tetapi ada
sekumpulan gen yang mampu menghasilkan protein-protein yang ”menunjang”
munculnya sifat malas. Apabila sifat ini dikondisikan atau bahkan dipertahankan maka
akan terbentuk ”sirkuit virtual” kemalasan. Akan terjadi hiper-ekspresi dari gen-gen
penunjang kemalasan, meski seharusnya mereka hanya akan diekspresikan pada saat-saat
diperlukan. Dengan kata lain potensi sifat malas itu ada dan melekat dengan diri kita,
tetapi kapan akan diimplementasikan dan dipraktekkan, itu sepenuhnya bergantung
kepada kita selaku pengendali tubuh dan pikiran kita.
Kasus lain yang juga tidak kalah menariknya adalah ”bakat”. Sebagian ahli
berpendapat bahwa bakat adalah sesuatu yang secara genetika sulit untuk dimanipulasi
(diubah). Tetapi konsep biologi molekuler justru menunjukkan hal yang sebaliknya.
Orang menjadi bodoh dan kalah berprestasi dalam suatu bidang dapat dianalogikan
dengan adanya ”tingkat kesulitan” dalam mengekspresikan sekelompok gen tertentu.
Ingat tidak ada orang normal baik fenotip maupun genotip yang kehilangan gen ! Kecuali
terjadi proses delesi ataupun translokasi yang biasanya berakibat pada kecacatan
permanen.
Kerabat Biologi Dekat Manusia yang Memiliki Kesamaan Genotip Melebihi 95%
Apabila seorang manusia dilahirkan dengan genotip dalam batas normal maka
semua gen potensi ada dan lengkap, siap untuk digunakan. Apabila ada gen terhapus atau
diturunkan kurang lengkap, maka fenotip sudah jelas akan jauh sekali berbeda,
mengingat perbedaan genotip kita dengan simpanse saja hanya berkisar 0,6%. 99,4% gen
kita identik dengan simpanse. Demikian pula dengan keluarga mencit (mus musculus sp)
yang acapkali dijadikan hewan percobaan, dan alat uji obat karena kemiripan genetiknya
dengan manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahwa
sesungguhnya setiap orang memiliki potensi dasar yang nyaris serupa. Perubahan yang
terjadi karena proses mutasi ataupun cacat genetika lainnya adalah bagian dari
keberagaman dan gejala patologi molekuler.
Pada sel-jaringan-organ- dan sistem faali manusia kemudian dikembangkan
sistem kendali operasi dan sistem organisasi yang efektif dan mampu menjawab
kebutuhan secara tepat. Pola-pola komunikasi intra sel (transduksi, transkripsi, translasi),
antar sel (sitokin dan faktor pertumbuhan), antar jaringan dan organ (hormon,
neurotransmiter atau neuropeptida), dan antar sistem tubuh (syaraf dan endokrin),
terbangun secara sistematis dan adekuat. Berbagai pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan biologis yang melibatkan aspek biokimiawi, ditentukan dan
ditetapkan secara otonom dengan mempertimbangkan variabel-variabel pengaruh yang
datang darimana saja. Semuanya menunjukkan kehebatan sebuah program yang bersifat
antisipatif dan adaptif.
Gen yang terorganisasi dalam DNA dan kromosom manusia; diekspresikan melalui serangkaian proses
biokimiawi dan komunikasi ekstra dan intra seluler
Fakta ini menunjukkan bahwa bakat dan potensi unggulan yang muncul,
ataupun hendaya dan kendala hayati dan psikologi yang kerap pula dijumpai adalah
bagian dari mekanisme pengekspresian dan pengendalian ekspresi gen. Sekumpulan
gen mempengaruhi sifat dan perilaku seksual seseorang, bila kelompok gen penghasil
protein reseptor tidak aktif, maka meski kelompok gen penghasil protein penghambat
diproduksi, mereka tidak akan dapat menjalankan mekanisme penghambatan (inhisi).
Contoh lain, apabila kadar suatu neuropeptida bersifat amat fluktuatif atau naik turun
secara ekstrem, dan tidak konsisten, maka hanya aktivitas-aktivitas mental tertentulah
yang dapat mencapai ambang batas pengekspresian gennya. Hal ini menjelaskan
berbagai fenomena kecanduan, baik pada obat terlarang, seks, rokok, maupun
makanan atau minuman tertentu dan aktivitas tertentu (main game on-line, PS, dan
berbagai gadget teknologi lainnya). Kondisi cepat naik dan cepat turun ini disebabkan
aktivitas faktor transkripsiatau faktor regulator lainnya (termasuk promoter) yang
terhabituasi untuk memiliki ambang batas sensitifitas yang relatif rendah.
Mekanisme Pengendalian Ekspresi Gen yang Diperankan oleh Beberapa Protein yang Tergolong dalam
Sistem Regulator-Promoter
Hubungan Gen, Lingkungan, dan Perilaku
GUSI 1A3
Penelitian pada monyet ( spesies Resus Makakus) menunjukkan bahwa anak-anak
monyet yang dipisahkan dari induknya atau ditinggal mati induknya pada usia dini
menunjukkan prubahan perilaku sosisl dan meningkatkan mekanisme menyamankan diri
sendiri (self comforting) seperti menghisap ibu jari (regresi). Hal ini terjadi pada bayi
monyet yang dipisahkan dari induknya pada usia 1 minggu. Kelompok lain yang
dipisahkan dari induknya ketika berusia 1 bulan, menunjukkan bahwa mereka kelak
ketika dewasa senantiasa mencari kenyamanan sosial (social comfort).
Secara biologi molekuler kemudian dilakukan pengujian terhadap ekspresi
protein, dalam hal ini kadar mRNA, di daerah lobus temporo medial kanan korpus
amigdala dengan menggunakan metoda mikroarray DNA (Affymetrix U133A 2.0 array).
Sebuah gen yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan perilaku kenyamanan
sosial dipetakan ekspresinya secara hibridisasi in-situ (Insitu hybridization). Gen itu
adalah gen Guanilat Siklase 1 Alfa 3 (GUSI 1A3). Gen ini secara statistik memiliki
korelasi yang kuat dengan proses pembentukan perilaku kenyamanan sosial akut dan
jangka panjang.
Pada monyet yang dibesarkan dalam lingkungan sosial normal gen ini ditemukan
terekspresikan dengan baik. Ekspresi gen yang ditandai dengan terdeteksinya kadar
mRNA GUSI 1A3 lebih dominan di daerah amigdala dibandingkan di area otak lain yang
juga diuji. Kuat dugaan bahwa gen GUSI 1A3 ini merupakan salah satu gen yang
berperan dalam mekanisme pembentukan perilaku sosial.
Sabatini MJ, et al. Amygdala Gene Expression Correlates of Social Behavior in Monkeys
Experiencing Maternal Separation. The Journal of Neuroscience. March 21, 2007
Gen 5-HTT
Gen 5-HTT adalah gen yang mengekspresikan protein pemgangkut (transporter)
serotonin. Keberadaan serotonin yang diproduksi di nukleus raphe dan protein 5-HTT
mempengaruhi pembentukan dan pengendalian mood, emosi, sifat agresi, mekanisme
tidur-bangun, dan kecemasan.Tugas dari protein 5-HTT adalah me"re-uptake"serotonin
yang telah dirilis ke daerah presinaptik. Kekurangan protein ini akan berakibat pada
berkurangnya fungsi-fungsi yang dijalankan oleh sel-sel syaraf yang bersifat
serotoninergik.
Salah satu penyebab menurunnya kadar protein transporter serotonin 5-HTT
adalah adanya polimofisme yang terjadi di regio regulator gen 5-HTT. Mutasi pada
daerah regulator justru lebih berdampak negatif jika dibandingkan dengan mutasi yang
terjadi di daerah gen koding ( Di Bella et. al, 1996). Pada kasus mutasi di regio regulator
(VNTR) terjadi delesi (terhapusnya) 44 pasang basa yang berakibat pada menurunnya
kadar protein serotonin transporter di membran sel syaraf, yang akan mengganggu proses
pengambilan kembali (re-uptake) serotonin. Kurangnya akdar serotonin akan diikuti
dengan terjadinya depresi.
Tentu saja pembentukan mood ataupun depresi tidak hanya bergantung kepada
peran gen 5-HTT saja, melainkan juga melibatkan sekumpulan gen lainnya yang
memiliki kontribusi pada mekanisme pembentukan perilaku. Gen lain yang berkontribusi
pada munculnya kondisi depresi dan gangguan mood antara lain adalah gen Monoamin
oksidase A (MAOA) dan juga pengaruh dari beberapa neuropeptida, hormon otak, dan
faktor-faktor transduksi.
Gen yang Terkait dengan Adiksi dan Penyimpangan Perilaku
Gen penyandi Dopamin D2 Reseptor, sebagai salah satu penyandi reseptor
dopamin juga telah diteliti hubungannya dengan kebiasaan merokok dan adiksi
(kecanduan) nikotin (School of Medicine University of Pennsylvania). Gen lain yang
juga mempengaruhi kecanduan merokok adalah gen Gamma Amino Butiric Acid-B
Reseptor subunit 2 (GABAB2) di kromosom 9 dan GABA-A-Reseptor Associated
Protein (GABARAP) di kromosom 17. (Ming Li, PhD, Virginia University).
Sementara variansi (polimorfisme) gen DRD4 yang diteliti di 148 mahasiswa dan
mahasiswi Universitas Hebrew dan Universitas Ben Gurion di Nejev Israel menunjukkan
bahwa 30% penyimpangan gen DRD4 berkorelasi dengan tingginya dorongan seksual,
dan variansi lainnya terkait dengan penurunan gairah seksual. Penelitian lain
menunjukkan bahwa gen DRD4 juga berhubungan dengan kebisaan berjudi.(Dr.Richard
Ebstein).
Penyimpangan seksual juga dapat terjadi akibat adanya perubahan atau variansi
pada kromosom X lengan p lokus 22.3. Kelainan yang sudah diteliti cukup mendalam
adalah sindroma Kallman yang terjadi karena adanya mutasi pada gen yang seharusnya
memproduksi protein permukaan membran sel yang berperan sebagai pemandu proses
migrasi sel-sel Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari area otak dekat bulbus
olfaktorius (pusat penghiduan) ke kelenjar hipofise. Akibatnya fungsi hipofise yang
seharusnya menstimulasi pembentukan hormon testosteron di kelenjar testis terganggu
(Donald W Pfaff, Hormone Genes, and Behavior).
Gen MAOA
Penelitian aktivitas enzim MAOA pada 500 probandus pria di tahun 2002
menunjukkan rendahnya kadar enzim MAOA akan memicu seseorang menjadi pribadi
anti sosial ( anti social disorder), apabila orang tersebut mengalami perlakuan yang buruk
di masa kecil. Sebaliknya pada orang-orang dengan kadar MAOA yang tinggi (atau
gennya berpotensi mengekspresikan enzim MAOA) diketahui meski mendapat perawatan
dan perlakuan buruk (maltreated) tidak menjadikannya pribadi anti sosial. Sedangkan
pada kelompok yang memiliki potensi berkadar enzim rendah tetapi tidak mendapatkan
perlakuan buruk di masa kecil, ternyata tidak pula menjadi pribadi anti sosial.
Mengenal Dopamin dan Gennya
Aktifitas transporter dopamin di otak orang normal, pecandu obat yang sudah berhenti 1 bulan, dan yang
sudah berhenti 14 bulan
Dopamin adalah hadiah alami (natural reward) yang akan muncul pada saat
seseorang melakukan atau akan melakukan aktivitas mental yang menyenangkan. Dalam
konsep adiksi, stimulasi peningkatan dopamin dihasilkan dari manipulasi obat. Apabila
sirkuit untuk mempertahankan sensasi aktivitas yang menyenangkan ini terus diulang,
maka dopamin akan mengalami desensitisasi atau ambang batas stimulansnya terus
meningkat. Hal inilah yang antara lain kemudian mendorong terjadinya fenomena
peningkatan dosis pada penggunaan obat terlarang.
Peningkatan kadar dopamin semu ini diinternalisasi dan menjadi pola baku
produksi dan disribusi (trnasportasi dopamin). Dengan demikian terjadi perubahan profil
gen (terutama dalam hal ekspresinya) seiring dengan kebiasaan yang dilakukan seorang
manusia. Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa transportasi dopamin akan kembali
pulih setelah jangka waktu tertentu. Dengan demikian gen meskipun rumus
nukleotidanya tetap sama, tetapi dapat diekspresikan dengan kadar dan kualitas yang
berbeda-beda. “law of effect”nya Thorndike, dimana sebuah pengalaman yang
mendatangkan kesenangan akan meningkatkan dan menjadi motivasi yang luar biasa
kuatnya untuk mengulangi lagi perbuatan tersebut.
Gen dopamin, gen reseptor dopamin, dan gen protein transporter dopamin akan
teregulasi dan terekspresikan lagi dengan baik dengan umpan atau hadiah alamiah yang
positif, misal dengan mekanisme ibadah, olahraga, kegiatan sosial, dan juga proses
berkomunikasi di dalam keluarga. Bila kita perhatikan fakta di atas, dopamin dapat juga
digolongkan sebagai protein ”achievement”. Capaian prestastif tentu merupakan
”reward” yang sangat relevan dengan ekspresi keluarga dopamin.
Pembentukan Budaya Pikiran
Secara umum seorang manusia dalam perspektif psikologi faal akan
mengembangkan pola-pola mental berbasis kepada kenyamanan dan ketidaknyamanan
yang akan didapat dari suatu proses yang tengah dilakukan. Apabila ada sebuah
kesenangan atau kenyamanan yang dapat dicapai secara instan dan tidak memerlukan
proses yang menyulitkan dan menguras tenaga atau pikiran, maka manusia akan
cenderung untuk mereplikasi pola-polanya dengan jalan membangun sirkuit keputusan.
Sirkuit keputusan ini dibangun dengan memanfaatkan ekspresi neuropeptida,
neurotransmiter, dan sekumpulan sel syaraf. Sebagai contoh, fluktuasi hormon otak
tertentu dengan proporsi tertentu secara berulang akan direspon oleh sebagian jaringan
otak sebagai jalur priorotas yang harus didahulukan dan bahkan dipertahankan.
Fluktuasi kadar hormon dan neuropeptida yang apabila berlangsung dalam jangka panjang dan senantiasa
berulang akan mendorong gen dan jaringan syaraf mempertahankan pola dan sirkuit mental tertentu
Gray mengkategorikan berbagai kesenangan nirproses ini sebagai sistem
penggerak perilaku atau “Behaviour Activation System”. Sebaliknya proses berliku-liku
dan berbagai ketidaknyamanan yang menyertainya akan menjadi bagian utama dari
“Behaviour Inhibition System”, dimana semuanya akan terekam di sistem limbik dan
pusat produksi hormon-hormon otak. Akibatnya bahkan sebelum proses dimulai hormon-
hormon “penolakan” telah terlebih dahulu diproduksi !
Proses pembentukan sirkuit neuronal dapat terjadi karena sel-sel neuron bersifat plastis dan dapat
bermigrasi serta dapat membangun sinap-sinap baru sesuai dengan kebutuhan
Perbedaan Sebagai Bagian dari Konsep Fitrah
Perbedaan-perbedaan awal karena pola hereditas yang memungkinkan terjadinya
kompromi di tingkat genom sesungguhnya dapat ditafsirkan sebagai mekanisme untuk
mengembangkan karakter yang istimewa dari setiap individu. Contoh nyata dapat dilihat
dari perbedaan genetika antara pria dan wanita. Perbedaan di tingkat kromosomal hanya
terjadi di kromosom kelamin, yaitu X dan Y. Secara genom, saat ini terdeteksi 9 untai
gen yang berbeda di antara kromosom X dan Y. Gen-gen itu terdeteksi antara lain
melalui ekspresi protein-protein di jaringan otak. Penelitian mendetail dengan
menggunakan teknik yang disebut RT-PCR (Reverse Transcriptase-Polymerase Chain
Reaction) atau teknik penggandaan gen dan melihat asal-usul protein melalui
pemanfaatan enzim transkriptasi terbalik, menunjukkan bahwa beberapa jenis protein
otak pria dan wanita memang berbeda.
Bila kita asumsikan bahwa perbedaan ini kemudian akan memandu pembentukan
jalur-jalur sirkuit yang berbeda pula, maka kita akan mendapati perbedaan-perbedaan
karakter fungsi luhur dan sikap mental pada pria dan wanita. Gen yang diamati adalah
Usp9y, Ube1y, Smcy, Eif2s3y, Uty, dan Dby. Sementara di kromosom X terdapat 6 gen
amatan yang terdiri dari : Usp9x, Ube1x, Smcx, Eif2s3x, Utx, dan Dbx. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa 3 pasangan gen (alela) yang terdapat di pria (kromosom XY),
yaitu Usp9x/y, Ube1x/y, dan Eif2s3x/y belum dapat mengompensasi bias yang muncul
karena ketiadaan kromosom X. Secara keseluruhan kromosom X hanya memiliki sekitar
231 gen.
Kromosom X dan Y dengan peta lokus dan alelnya
Dapat disimpulkan secara genetika, bahwa pria bersifat asimetrik, dan bergantung
kepada pola dominansi dalam 1 alela, sementara seorang wanita akan memiliki peluang
untuk mengekspresikan gen-gen di kromosom kelaminnya dengan lebih stabil. Sehingga
secara aplikatif, baik pria maupun wanita apabila dapat mengembangkan potensi
genetiknya sesuai dengan arah yang telah digariskan dalam struktur genomik yang
dimilikinya akan mencapai kesuksesan paripurna (hayati, psikologi, dan sosial).
Bab 4
SIMPULAN
Berdasarkan paparan teori dan fakta pada bab-bab sebelumnya ada beberapa
simpulan yang dapat dipetik, untuk selanjutnya dijadikan landasan dalam penelitian
lanjutan dan aspek aplikatif behavior modification. Simpulan tersebut antara lain sebagai
berikut :
Mengacu kepada pola pewarisan sifat baik yang mengikuti hukum Mendel
maupun penyimpangannya, akan ada beberapa individu yang memiliki sifat
genetis (baik genotip maupun fenotipnya) yang berbeda dengan mayoritas
populasi. Sifat ini dapat bersifat resesif non letal ataupun sifat dominan tersamar
yang muncul karena adanya interaksi antar alel. Secara faktual karakter genotip
dan fenotip ini sulit untuk berubah. Hanya mutasi radikallah yang dapat
menghapus atau mengubah genotip yang telah terbentuk, dan untuk itupun
diperlukan intensitas mutagen dan waktu perubahan yang sangat panjang. Pada
kasus mutasi gen BRCA1,2,3 yang dialami sebagian wanita, tidak semuanya
berakhir dengan insiden kanker payudara. Padahal keluarga gen BRCA telah
diketahui merupakan salah satu faktor yang turut menentukan probabilitas
munculnya kanker payudara. Demikian pula pada pola pewarisan genotip gen-
gen yang terkait dengan Alzheimer. Tidak selalu orang-orang bergenotip rentan
Alzheimer selalu terkena Alzheimer. Pemetaan genom menunjukkan bahwa
Alzheimer diduga kuat berkorelasi dengan ekspresi gen ApoE (apolipoprotein E)
yang terdapat di kromosom 19. Hasil penelitian genetika komunitas memberikan
gambaran bahwa orang yang memiliki 1 alel ApoE4 berisiko terkena Alzheimer
4x lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memilikinya. Sedangkan
bila orang memiliki 2 alel ApoE4 yang diturunkan dari kedua orangtuanya, maka
resikonya terkena Alzheimer meningkat menjadi 10x lebih tinggi. Sementara
orang-orang dengan ApoE3 dan 2 memiliki resiko yang sangat rendah. Mengacu
kepada data dan fakta ini perlu ditelusuri lebih lanjut kemungkinan adanya
faktor-faktor genom yang memiliki kemampuan menginhibisi ekspresi gen
ApoE4, ataupun gen-gen apa sajakah yang mungkin menjadi enhancernya. Selain
gen-gen yang terpetakan langsung sebagai bagian dari promotor atau inhibitor,
perlu diperhatikan juga jalur patofisiologi yang dilalui dan distimulasi oleh
keberadaan protein ApoE 4. Dengan mengetahui jalur dan hubungan antara
molekul apoE4 dengan kerusakan degeneratif jaringan syaraf akan dapat
dikembangkan sistem pencegahan atau pengendalian kerusakan jaringan. Kajian
terhadap peran single gene terhadap munculnya suatu penyakit (dianggap
korelasional kausatif) juga perlu dievaluasi secara hati-hati. Mengapa ? Sebab
ada sebuah penelitian genetika yang berusaha mengorelasikan antara keberadaan
gen HLA-A1 dengan ketrampilan menggunakan sumpit, padahal sesungguhnya
tidak ada hubungannya. Mengapa ? Karena ekspresi HLA-A1 banyak ditemukan
di populasi mongoloid atau etnis oriental, wajar bila mereka pandai
menggunakan sumpit. Dalam hal ini terjadi bias budaya dalam penelitian
genetika. Sedangkan pada riset tentang gen IGF2R (Insulin Like Growth Factor-2
Receptor) yang terdapat di kromosom 6 dan diduga sebagai gen yang
mempengaruhi tingkat intelijensia (IQ), terutama alel 5nya, ditemukan fakta
bahwa tidak selamanya orang tanpa alel 5 IQnya rendah. Ada banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam menilai proses pengekspresian gen dan juga efek
yang ditimbulkannya. Contoh lainnya adalah keterkaitan antara gen SNAP-25
dengan insidensi ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) tidak selalu
deterministik dan tidak dapat dikendalikan atau diubah lagi.
Apabila sifat genotip ternyata dapat memberikan dampak yang kurang
menguntungkan, maka marilah kita upayakan untuk menggali secara lebih
mendalam bagaimana cara terbaik untuk menyikapinya. Sebagai contoh,
seseorang yang terlahir dengan kecacatan fisik tanpa lengan misalnya, justru
memiliki beberapa ratus juta sel neuron (yang semula diprogram untuk
mengoordinasi lengan) yang siap untuk dipergunakan dalam proses
pengembangan kemampuan mental dan fisikal lainnya.
Belajar dari kemampuan adaptasi bakteri dalam quorum sensing dan kecanggihan
pola-pola komunikasi di tingkat mikroba, maka kita sesungguhnya mendapatkan
pembuktian yang kuat bahwa gen bersifat adaptif dan dapat diekspresikan serta
dikendalikan apabila prasyarat regulasinya terpenuhi. Bahkan salah satu
mekanisme penyimpangan hukum Mendel yang disebut kriptometri juga
menunjukkan bahwa segregasi alel saja dapat ditentukan oleh kondisi
lingkungan. Genom akan menyesuaikan tampilannya selaras dengan kondisi
lingkungan yang akan ditempatinya.
Upaya konstruktif untuk mengendalikan sifat yang kurang menguntungkan dan
mengoptimalkan sifat-sifat yang ”super dahsyat” (terutama yang terkait dengan
fungsi mental luhur), dapat dilakukan dengan proses berlatih dan membangun
sirkuit-sirkuit neuronal yang persisten. Sebagai contoh, jaringan otak yang terus
menerus dibanjiri hormon agresivitas ataupun ketertekanan akan memiliki tingkat
sensitifitas genomik yang dijamin akan menjadi sangat peka terhadap masalah.
Akibatnya sirkuit utama yang terbentuk adalah sirkuit yang memfasilitasi
perubahan mood dan perilaku ke arah karakter negatif.
Pada penelitian dengan subjek anak kembar (baik monozigot/MZ maupun
dizigotik/DZ) didapatkan hasil sedemikian : tingkat kemiripan orientasi seksual
52% pada MZ dan hanya 22% pada DZ. Sedangkan pada tes adopsi ditemukan
fakta bahwa sebagian besar anak kembar yang diasuh oleh orangtua adopsi
memiliki sifat-sifat yang lebih menyerupai orangtua angkatnya. Hal ini
menunjukkan bahwa peran genom selaku pembawa pesan memiliki peluang
deterministik yang nyaris setara dengan pengaruh lingkungan.
Dari beberapa simpulan di atas dapat disarikan sebuah simpulan pamungkas
bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi
kita (manusia) untuk mengembangkan dan memperbaiki diri. Dimana semua
proses yang menjadi konsekuensi pengembangan diri tersebut menghablur dalam
niat, doa, ikhtiar, dan konsistensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baker C.Behavioral Genetics, an Introduction to How Genes and
Environments Interact through Development to Shape Differences in
Mood, Personality, and Intelligence.Advancing Science, Serving Society.
The Hasting Center, 2007
2. Agutter PS. Wheatley DN. About Life Concepts in Modern Biology.
Springer,2007
3. Frith C. Making up The Mind, How the Brain Creates Our Mental World.
Blackwell Publishing, 2003
4. Smith G. The Genomic Age, How DNA Technology Is Transforming the
Way We Live and Who We Are. Amacom, American Management
Association, 2005
5. Biological Sciences Curriculum Study (BSCS). 2000. Genes,
environment, and human behavior.Colorado Springs: BSCS.
6. Hergenhahn: Introduction to the History of Psychology, 4/e. Wadsworth
Publishing Co. July 2000
7. Fuller GM. Shields D. Molecular Basis of Medical Cell Biology.
Appleton& Lange, Stamford Connecticut, 1998
8. Rochman DM. Nurwiati S. Intisari Biologi untuk SMA Kelas X, XI, XII.
Pustaka Setia, Bandung, Maret 2007
9. Liza. Hubungan Genetika dengan Perilaku. Program Pascasarjana STAIN
Cirebon, 2007
10. Jun Xu et al. Human Molecular Genetics, Vol 11 No 12, 1409-1419
Oxford University Press, 2002
11. Caspi A et. al. 2003. Influence of Life Stress on Depression: Moderation
in the 5-HTT Gene. Science 301: 386-389.
12. Di Bella, D. et. al. 1996. Systematic screening for mutations in the coding
region of the human serotonin transporter (5-HTT) gene using PCR and
DGGE. Am J Med Genet. 67: 541-5.
13. Caspi A et. al. 2003. Influence of Life Stress on Depression: Moderation
in the 5-HTT Gene. Science 301: 386-389.
14. Di Bella, D. et. al. 1996. Systematic screening for mutations in the coding
region of the human serotonin transporter (5-HTT) gene using PCR and
DGGE. Am J Med Genet. 67: 541-5.
15. Caspi A et. al. 2003. Influence of Life Stress on Depression: Moderation
in the 5-HTT Gene. Science 301: 386-389.
16. Di Bella, D. et. al. 1996. Systematic screening for mutations in the coding
region of the human serotonin transporter (5-HTT) gene using PCR and
DGGE. Am J Med Genet. 67: 541-5.
17. Hasanudin. Psikologi Abd ke-20. Diktat Kuliah Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha, 1992
18. Murakami K. The Divine Message of DNA. Mizan Publishing House,
Bandung, 2007
Lampiran I :
Metoda Pelatihan Berkesinambungan Berbasis Psikologi Genomik
FINDING A NEW MECCA :
MOSQUE COMPANY
Corporate Culture as a DNA Reinventor Tools to Empowering Human Resources
Kandungan Nutrisi Lampiran ini:
1. Training yang paling berhasil adalah training yang berkesinambungan dan
dijalankan secara Istiqomah, atau dengan kata lain sebuah kantor, sebuah
perusahaan, atau sebuah unit bisnis adalah wahana training yang
sesungguhnya. Setiap detik setiap manusia yang bernaung dibawahnya
diasah potensinya. Prinsip dasarnya adalah filosofi sholat. Mengapa sholat
selalu diulang 5x sehari dan tidak pernah ada liburnya. Apa outcomenya ?
Tereliminasinya sifat keji dan mungkar. ”Jangan Training lagi !” Kalau
hanya bersifat temporer dan insidentil.
2. Kerja keras menurut teori behaviorisme adalah suplemen dan vitamin
kecerdasan
3. Reward dan punishment yang seimbang adalah kunci gembok dari
munculnya respon defensif
4. Envy, cemburu, dan penyakit hati (hassad) lainnya adalah kontra produktif.
Contoh kita marah dan sebel sekali setiap melihat saingan kita yang kita
tuduh curang justru menjadi atasan langsung kita, ke kantor rasanya ke
neraka.
5. Azas kemanfaatan adalah ciri reward terbaik, terutama apabila magnitudo
manfaat tersebar dan dapat dirasakan dalam perimetri yang meluas
(khoirun nas anfauhum lin nas)
6. Reward jangka sangat panjang adalah sistem ganjaran terindah
(unvalueable but reachable)
7. Leadership yang menjadi teladan dilihat dan dirasakan apa yang
diputuskannya dikerjakan bersama
8. Sifat buruk dan ”cacat bawaan” dapat dikendalikan dengan environment
behaviour therapy dn cognitive behaviour therapy. Sehinggga energi-energi
destruktif akan dialirkan menjadi energi yang konstruktif.
9. Potensi manusia secara fitriah yang meliputi potensi ruhiyah, nafsiyah, dan
jasadiyah harus dikembangkan, dipertahankan, dan dipelihara setiap saat.
Program training yang selama ini marak dan diyakini mampu mengempowering
kualitas sumber daya manusia kerap menghadapi kendala maintenance. Perubahan yang
terjadi (dalam konteks positif) dalam proses training acapkali sulit untuk dipertahankan
setelah tergerus rutinitas dan terbentur sistem perusahaan yang diterapkan sehari-hari.
Beberapa penyelenggara training sebenarnya telah mengantisipasi dengan mengadakan
keguiatan-kegiatan follow up yang bersifat memelihara hasil training yang telah
didapatkan. Tetapi masalah yang teridentifikasi adalah sulit terjaganya intensitas
maintenace yang diprogramkan.
Desain program peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan
dan mengacu kepada prinsip dasar ibadah (shalat), haruslah senantiasa mengintegrasikan
segenap potensi yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Kegiatan fisik
(jasadiyah), harus terpadu dengan jembatan antara nafs dan ruhiyah. Maka sebagai
contoh, dalam sholat misalnya, tidak pernah gerakan terpisah dari bacaan, dan
sebaliknya. Diawali dengan proses wudhu yang menstabilkan karakter fisika-kimia
tubuh, niat yang disebarluaskan dan dijadikan panduan pokok sistem pikiran, serta doa
dan bacaan yang harus diartikulasikan dan diinternalisasi sebagai sebuah bentuk
komunikasi dua arah yang harus dapat kita maknai dan pahami. Tanpa memahami bacaan
sholat, maka sholat akan sulit mencapai derajat kekhusyukan, sebaliknya dengan gerakan
yang asal-asalan maka intensitas komunikasi kita dengan Allah SWTpun jelas akan
terganggu.
Penelitian di bidang neurosains menunjukkkan bahwa pengaruh lingkungan yang
konstruktif, yang antara lain mampu menghadirkan tantangan kreatifitas, kompleksitas
gerakan motorik, dan kemampuan analisa untuk mendapatkan reward, akan menjadikan
tikus percobaan menjadi jauh lebih cerdas dan prestatif. Dalam buku yang ditulis Prof
Jalaluddin Rakhmat diterangkan bahwa tim riset yang dipimpin oleh William T
Greenough dari Universitas Illinois di Urbana Champaign, menemukan perbedaan yang
signifikan pada kelompok-kelompok tikus yang dikondisikan di 3 kondisi lingkungan
yang berbeda. Kelompok pertama ditempatkan di sebuah sangkar sendirian, kelompok
kedua ditempatkan di sebuah sangkar berdua, sedangkan kelompok ketiga ditempatkan di
sebuah sangkar beramai-ramai dan diberi wahana-wahana permainan yang rumit dan
menarik. Hasilnya kira-kira demikian : kelompok tikus ketiga yang ditempatkan dalam
”Mice Disneyland” ternyata pada jaringan otaknya ditemukan peningkatan jumlah sinaps
dan dendrit yang sangat signifikan. Bahkan Dr. Greenough menyebutnya sebagai
tumbuhnya hutan dendrit. Bahkan pada beberapa tikus tua yang diikutkan dalam
kelompok ketiga, didapati pula peningkatan koneksi-koneksi sinaptik baru dan hutan
dendrit dibandingkan dengan mereka yang ditempatkan di sangkar sepi sendirian. Meski
peningkatan jumlah koneksi dan pertumbuhan sel-sel dendrit itu tidak lagi selaju pada
kelompok tikus muda. Penelitian lanjutan yang dilakukan Dr.Greenough menemukan
bahwa pemberian tugas dan permainan pada kelompok Disneyland senantiasa
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.
Dalam konteks perusahaan, institusi bisnis, sekolah, ataupun rumah tangga
sudahkah media beraktifitas kita mendekati konsep ”Disneyland” ? Maka tak heran
apabila dalam ayatnya yang indah Allah SWT menyampaikan bahwa usai berjamaah di
masjid menyebarlah ke segenap penjuru bumi, yang semestinya dapat kita asumsikan
sebagai sebuah wahana Disneyland paling sempurna !
Mari kita simak pula hasil penelitian yang dilansir oleh Fred Gage dan timnya
dari mThe Salk Institute for Biological Studies di La Jolla California. Tim ini membagi
dua kelompok tikus baru lahir (neonatal mice) dan ditempatkan di dua kondisi sangkar
yang berbeda. Kelompok pertama ditempatkan di sangkar-sangkar laboratorium biasa
(standar), sedangkan kelompok kedua ditempatkan di sangkar yang memiliki fasilitas
anak-anak tangga, lingkaran/ roda berputar, berbagai jenis makanan kaya zat nutrisional
otak, dan desain yang memungkinkan terjadinya banyak proses interaksi sosial. Apa yang
terjadi ? Pelacakan dengan PET (positron emission tomography) Scan dan antibodi
monoklonal dua bulan kemudian menunjukkan bahwa pada kelompok sangkar standar
jumlah sel neuron di hippokampusnya terhitung 270.000, sementara pada sangkar yang
memiliki fasilitas meriah jumlah sel neuron hipokampusnya terhitung 320.000. Terjadi
peningkatan jumlah sel neuron hippokampus sebesar 18,5%.
Penjelasan dari hasil penelitian ini secara psikologi genomik adalah sebagai
berikut : hippokampus adalah daerah otak yang menyimpan memori terkait dengan
kegembiraan dan kebahagiaan. Semakin banyak sel neuron di daerah tersebut maka
secara fungsional daerah hippokampus juga akan semakin aktif. Artinya ? Seseorang
akan lebih sensitif terhadap kebahagiaan, dan senantiasa dapat memproduksi
kegembiraan.
Bagaimana sel-sel neuron di hippokampus dapat diproduksi lebih banyak ?
Stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang diterima otak melalui jalur indera dan
sistem komunikasi tubuh lainnya (endokrinologi/hormonal, faktor pertumbuhan, dan
potensi biolistrik) disalurkan ke area-area pengolaha yang sesuai dengan sifat datanya.
Pada kasus tikus yang dibesarkan di sarang yang penuh wahana interaktif, aktiftas
harian yang dilakukan rupanya memberi pengaruh positif pada proses produksi senyawa
kimia otak seperti serotonin dan dopamin. Serotonin dan dopamin memerlukan sel
fungsional agar dapat menghasilkan sensasi pikiran (kita merasa). Untuk memenuhi
kebutuhan itu diekspresikanlah reseptor-reseptor Neuron Growth Factor (NGF) atau
faktor pertumbuhan sel-sel syaraf.
Selain NGF juga ada beberapa faktor yang terlibat dalam peremajaan,
peningkatan jumlah, dan peningkatan kualitas sel-sel syaraf, yaitu molekul protein
Collapsin-1, Protein B-50/Gap-43, neurotropin-3, Tα-1 Tubulin, dan faktor tramskripsi c-
jun. Sebaliknya karena di dalam tubuh manusia juga terdapat azas kesetimbangan,
tawadzhun, atau homeostasis maka selain terdapat unsur-unsur yang mendorong
perkembangan sel syaraf ada pula molekul-molekul yang bertugas untuk menghambat
pertumbuhannya. Protein itu antara lain adalah NI-35/250, protein penghambat myelin,
sulfated proteoglycan, dan semaphorin.
Keberadaan faktor-faktor penghambat atau inhibitor ini selain dimaksudkan untuk
mengontrol pertumbuhan sel-sel syaraf agar tidak berlebihan dan berkembang menjadi
keganasan (neoplasia), juga diduga terlibat di dalam kemunduruan (degenerasi) dari
jaringan syaraf.
Sehingga secara sederhana dapat disimpulkan bahwa otak yang tidak
mendapatkan stimulus lingkungan yang tepat akan menyusut dan semakin berkurang
kemampuan fungsionalnya.
Dengan demikian maka sebuah wahana pelatihan yang baik semestinya secara
berkesinambungan mampu mengoptimalkan fungsi fitrah seorang manusia yang
termaktub di dalam gennya, selnya, jaringan syarafnya, otaknya, dan juga seluruh organ
tubuhnya. Agar dapat mengembangkan setiap potensi ”sempurna”nya dalam bentuk-
bentuk interaksi sosial ( muammalah), prestasi, kinerja, produktivitas, dan memberi
manfaat maksimal kepada setiap elemen yang berhubungan dengan dirinya. Indikator
kinerjanya antara lain adalah: hubungan keluarga yang harmonis, kerjasama tim yang
sinergis, akomodatif, partisipatif, dan solutif. Dalam bahasa akhiratnya : FAST (
fathonah, amanah, shiddiq, tarbiyah), agent of changing yang mengkatalisis perubahan
mulai dari dirinya sendiri.
Pengembangan metoda ini akan menjadkan sebuah institusi ( bisnis) sebagai
sebuah reaktor penyempurnaan sumber daya manusia, sekaligus berperan sebagai masjid
yang tentu bertujuan menyempurnakan akhlaq manusia.
Lampiran II :
Tahapan Perkembangan Motorik yang Perlu Diketahui Orangtua dan Pendidik
agar Dapat Melakukan Sentuhan Psikologis yang Tepat
Lampiran III :
Metoda Pelatihan Tutor Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) Berbasis Psikologi
Genomik
Program Pelatihan Tutor Pendidikan AnakUsia Dini
Berbagai Teori dan Mitos Perkembangan Otak Anak
Data dasar otak manusia :
1. Berat pada usia dewasa berkisar antara 1500 gram atau sekitar satu setengah kilo
2. Kandungannya terdiri dari 78% air, 0% lemak, dan 8% protein
3. Secara perbandingan dengan anggota tubuh yang lain beratnya hanya
berkisar2,5% dari berat tubuh secara keseluruhan
4. Tetapi jaringan otak mengonsumsi sekitar 20% energi.
5. Terdiri dari sekitar 100 miliar sel neuron pada saat awal kelahiran
6. Diperlengkapi dengan 1 triliun sel glial sebagai sel penyokong yang terlibat
dalam proses regenerasi sel neuron, pembentukan sirkuit, dan proses maintenance
atau pemeliharaan jaringan syaraf
7. Diprakirakan terdapat 1000 triliun titik hubungan sinaptik
8. Dan kapasitas memori pada orang normal dapat mencapai280 kuintibiliun.
( Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak, Prof Dr.Jalaluddin Rakhmat, MLC 2005)
Dalam perkembangannya semenjak di dalam kandungan sel-sel neuron, sel glia
dan jaringan syaraf pada umumnya telah terorganisasi secara sempurna. Mulai dari
pembentukan tabung neuralis, sampai terciptanya lekukan-lekukan yang kemudian
antara lain menjadi bagian Telensefalon atau end brain atau bagian induk embriologi
yang disebut proensefalon yang kemudian berkembang menjadi diensefalon dan
telensefalon.. Telensefalonlah yang kemudian menjadi bagian penting dimana
fungsifungsi kognitif (kecerdasan dibentuk). Untuk itu telensefalon secara kasat mata
dapat
dilihat berupa belahan otak yang disebut hemisferium serebri. Hemisferium serebri atau
belahan otak ini sesungguhnya masih terdiri dari lagi atas kulit otak atau yang sering
disebut sebagai neokortex dan daerah yang disebut sebagai rhinenchephalon. Apabila
kulit otak nanti akan berkembang menjadi pusat asosiasi baik sensoris maupun motorik
serta terlibat dalam pembentukan persepsi serta bahasa, maka bagian rhinenchepalon
akan berkembang menjadi sistem limbik yang meregulasi emosi dan memori. Di sistem
inilah respon defensif manusia dibentuk. Di balik struktur hemisferium masih terdapat
struktur ganglia basalis yang bertugas menghubungkan antara sistem limbik dengan
pusat-pusat asosiasi di daerah hemisferium otak.
Pada tahap tumbuh kembang, mulai dari minggu-mimguu awal kehamilan sampai
dengan usia balita terjadi tahapan sebagai berikut :”
1. Pada hari ke- 23pasca konsepsi mulai terjadi pembentukan korda otak dan spinal
2. Pada bulan pertama sudah terlihat pemebntukan daerah hemisferium
3. Pada bulan ketiga hemisferium serebral mulai tampak strukturnya secara sempurna
disertai dengan telah berkembangnya otak kecil (serebelum)
4. Pada bulan ketiga juga sudah terbentuk korpus kalosum yang menghubungkan kedua
belahan otak kanan-kiri yang disertai mulai munculnya refleks primitif respirasi,
refleks kulit, dan semakin banyaknya jumlah sel neuron yang bertumbuh
5. Pada bulan keenam struktur korpus kalosum sudah lengkap hanya saja sel syarafnya
belum berselubung mielin. Di sisi lain fungsi-fungsi pengaturan pencernaan mulai
terbentuk dengan baik layaknya bayi yang sudah siap lahir.
6. Pada bulan-bulan menjelang kelahiran kemungkinan adanya malformasi bisa
disebabkan karena adanya penurunan jumlah sel dendrit dan terdapatnya gangguan
pembentukan selubung mielin.
7. Pada saat bayi dilahirkan ukuran otaknya hanya berkisar sekitar 30% dari ukuran otak
orang dewasa.
8. Selama tahun pertama pertumbuhan ukuran otak meningkat sampai dengan 55%
ukuran otak dewasa.
9. Artinya selama periode platinum dari usia 1 sampai dengan 6 tahun kita memiliki
kemampuan untuk mengoptimasi 70% perkembangan otak. Perkembangan otak yang
dapat distimulasi melalui metoda pengasuhan yang tepat, cara belajar dini yang tepat,
dan pemilihan sarana-prasarana penunjang pengembangan otak yang tepat adalah
kata kunci dalam pengembangan kualitas kecerdasan seorang anak. Untuk itu perlu
diperhatikan data, fakta, dan juga mitos yang berkembang dan kemudian banyak
diyakini oleh masyarakat.
1. Kualitas otak hanya bergantung kepada faktor keturunan. Jadi jika salah satu
ataupun kedua orangtuanya merasa kurang cerdas atau memiliki hendaya
intelektual maka mereka yakin bahwa anak merekapun akan mewarisi
kemampuan intelektual yang sama.
a. Jelas ini pendapat yang keliru. Seorang anak terlahir dan mengembangkan
otaknya melalui serangkaian aktivitas gen (untaian sifat biologis yang
terangkum di dalam DNA), dimana gen tersebut sangat dipengaruhi oleh
faktorfaktor stimulus yang didapatkannya. Sebagai contoh gen atau kromosom
memang didapatkan dari ayah dan ibu, tetapi dalam pola pewarisan ada
beberapa mekanisme yang dapat mencegah sebuah sifat buruk diturunkan
(dapat dibaca di psikologi genomik). Apabila kemudain sifat buruk tersebut
memang tidak dapat dicegah dan kemudian diturunkan, maka pola
pengasuhan dan pendidikan yang tepat dapat menjadi stimulus agar dalam
proses tumbuh kembangnya dapat mendekati batasan normal. Contoh kasus
adalah penanganan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dan
autisme. Tindakan yang tepat dapat mengubah gen atau karakter fenotip anak.
Dalam bahasa sederhana gen dapat di”shutdown”
b. Fenomena anak kembar yang berasal dari sebuah keluarga dengan karakter
antisosial lalu dipisahkan dan diasuh oleh orangtua aslinya dan oleh orangtua
yang secara psikologi ideal. Apa yang terjadi ? Ketika dewasa kedua anak
dikumpulkan dan anak yang diasuh dengan baik ada kecenderungan
mengikuti sikap antisosial kembarannya. Mengapa ini terjadi ? Hal ini adalah
pelajaran berharga bahwa meski faktor lingkungan cukup mempengaruhi gen,
kepekaan gen terhadap stimulus yang buruk masih ada. Nilai penting yang
harus digarisbawahi disini adalah bahwa upaya untuk mengubah karakter
genomik seorang manusia haruslah memenuhi kapasitas dan intensitas tertentu
yang mampu membuat sebuah sifat permanen. Apabila diibaratkan dengan
kualitas keimanan manusia yang cenderung naik turun seiring dengan ujian
yang dihadapi, maka ekspresi genpun demikian. Semakin banyak faktor
kimiawi yang mendesak gen-gen tersebut untuk beroperasi kemabli maka
merekapun akan menghasilkan protein yang memicu munculnya sifat-sifat
yang tidak diharapkan.
2. Aktivitas yang dilakukan secara tepat akan mengoptimalkan proses tumbuh
kembangnya otak, mari simak hasil-hasil penelitian di bawah ini
a. Dr.Greenough dari University of Illinois Urbana Champaign melakukan
percobaan dengan menempatkan beberapa ekor tikus dalam kandang yang
berbeda. Kandang pertama adalah kandang biasa dan diisi seekor tikus saja.
Kandang kedua disisi oleh dua ekor tikus, dan kandang ketiga diisi oleh
beberapa tikus muda dan tua. Kandang ketiga juga dilengkapi dengan
permainan dan wahana-wahana yang menyenangkan sehingga disebut sebagai
Disneyland tikus. Apa yang terjadi pada hasil percobaan itu ? Di kelompok
kandang 1 dan 2 tidak terjadi perubahan yang bermakna pada otak para tikus.
Tetapi di kandang ketiga, para tikus mengalami pertumbuhan dendrit yang
pesat disertai dengan adanya pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru
yang menunjang proses perkembangan jaringan otak.. Bahkan jaringan otak
tikus yang sudah tuapun ikut teraktivasi sebagaimana tikus-tikus muda. Hal
ini menunjukkan bahwa perubahan dan perbaikan jaringan syaraf
sesungguhnya tidak mengenal usia.
b. Dr.Fred Gage dari The Salk Institute melakukan percobaan dengan
memisahkan dua kelompok tikus yang baru lahir. Dimana kelompok pertama
dipelihara dalam kandang yang biasa (standar), sementara kelompok kedua
dipelihara didalam kandang yang dipenuhi dengan berbagai permainan dan
aktivitas motorik. Apa yang terjadi ? Dengan pemindaiana dan penelusuran
zat tracking diketahui bahwa para tikus di kandang pertama memiliki 270.000
sel neuron di hipokampusnya, sementara para tikus yang dipelihara di
kandang kedua memiliki 50000 sel neuron lebih banyak di hipokampusnya
(320000). Kondisi ini menunjukkan bahwa stimulus semenjak dini dapat
membantu proses optimalisasi jaringan otak.
c. Carl Cotman melakukan penelitian hampir sejenis dengan memelihara tikus di
dalam kandang-kandang yang diperlengkapi dengan berbagai permainan yang
merangsang aktivitas motorik. Aktivitas motorik itu ternyata tidak hanya
merangsang bagian-bagian otak yang mengatur gerakan saja melainkan juga
turut mengaktifkan sisi-sisi otak yang bersifat meregulasi kemampuan kognitif
seperti memori, kemampuan belajar, dan berpikir. Dengan demikian aktivitas
fisik yang memerlukan koordinasi berbagai bagian otak ternyata dapat
mengoptimalkan fungsi otak.
3. Sentuhan dan gerakan yang tepat dapat membantu seorang anak mengembangkan
kemampuan konsentrasi dan meningkatkan fokusnya. Pada kasus Temple Grandin
seorang anak autis yang pada awalnya sama sekali tidak mau disentuh manusia,
kemudian berhasil mengembangkan mesin jepit yang membuatnya dapat merasa
lebih empati dan lebih peduli kepada sesama
a. Pada kasus lain Carla Hannaford mempelajari beberapa gerakan tertentu
ternyata dapat menenangkan pikiran dan membantu proses belajar (termasuk
belajar menulis). Bahkan sentuhan yang dilakukan pada seorang bayi dapat
menentukan karakter psikologis yang bersangkutan. Seorang peneliti
neurosains bahkan menunjukkan bahwa sentuhan pada seorang bayi dapat
meningkatkan kadar hormon oksitosinnya. Sebuah hormon yang terkait
dengan rasa cinta dan kasih sayang.
b. Anak-anak Afrika yang terbiasa memiliki sudut pandang periferal luas dalam
mengamati lingkungan menjadi sangat ahli dalam beraktivitas multibahasa.
Sebaliknya ketika masuk ke kelas formal yang lebih menekankan foveal
sentral mereka sulit untuk fokus dan belajar membaca. Apabila kita
mengabaikan potensi ini maka kita akan kehilangan masa-masa emas seorang
anak dapat mengemabngkan multi talentanya.
c. Anak pada usia tumbuh kembangnya melalui proses merangkak, banyak
orangtua justru menginginkan anak cepat berdiri dan bahkan cepat berlari.
Padahal proses merangkak adalah proses melatih korpus kalosum untuk
mengkoordinasi gerakan motorik tangan dengan koordinasi kiri-kanan dan itu
juga mengaktifkan proses belajar dan berpikir. Maka pada bayi usia-usia
tertentupun jenis permainan yang cocok sangat menentukan tingkat
perkembangannya. Misal mainan berwarna cerah dan berisik amat disukai
oleh bayi di bawah usia 6 bulan. Pada pendidikan anak usia dini kegiatan
harian semacam inilah yang harus dikuasai oleh para tutor.
d. Prinsip dasar dari permainan edukatif yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut :
i. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak
ii. Mendorong munculnya imajinasi dan kreatifitas
iii. Meningkatkan interaksi antara orangtua dan anak atau oanak dengan tutor
PAUD
iv. Awet dan dapat bertahan sesuai usia pertumbuhan anak
v. Aman dan tidak mengandung zat yang berbahaya, apalagi yang bersifat
neurotoksin
4. Perhatikan dan manfaatkan benar konsep “Jendela Peluang”. Konsep ini adalah
pemetaan waktu-waktu ideal yang apabila dimaksimalkan stimulusnya (tentu
yang tepat) maka otak anak akan berkembang lebih optimal.
Contoh Jendela Peluang :
Perkembangan Motoris 10 Pengendalian Emosi
Pembentukan kosakata
Kemampuan Bahasa
Pengembangan logika-matematika
Kemampuan musikal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Apabila kita mengacu kepada konsep Jendela Peluang ini maka program akademik
(tutorial) di PAUD haruslah mengedepankan peluang-peluang waktu yang semestinya
bisa dioptimalkan agar menjadi modal perkembangan mental yang dahsyat. 5 Aspek
nutrisional dan gizi dalam pembentukan karakter kecerdasan otak anak juga wajib dan
sangat penting untuk diperhatikan.
a. Air Susu Ibu (ASI) adalah sumber gizi terbaik dalam usia 0 s/d 24 bulan.
Kandungan Dokoheksanoat asid yang terkandung dalam ASI sangat tinggi ( 30 kali
dari susu sapi), padahala DHA adalah salah satu blok pembangun jaringan syaraf
(otak), terutama dalam pembentukan selubung mielin, sel glia, dan dendrit. Selain
DHA ASI juga mengandung kolustrus atau molekul antibodi spesifik yang amat
diperlukan bayi dalam proses beradaptasi dengan lingklungan. Kandungan protein
dan asam lemak tidak jenuh yang terkandung di dalam ASI juga memiliki proporsi
yang ideal.
b. Apabila sudah tiba waktunya anak mendapatkan makanan tambahan mohon
perhatikan tidak saja sekedar makanan yang memenuhi kebutuhan nutrisional dasar
melainkan juga perhatikan kebutuhan nutrisional otak. Salah satu kebutuhan
nutrisional otak adalah bahan baku bagi pembuatan neurotransmiter yang merupakan
zat penghubung, zat belajar, dan zat penentu mood di otak. Sebagai contoh anak harus
mendapatkan sumbersumber serotonin yang bisa didapatkan apabila anak
mengkonsumsi asam amino triptofan. Sumber triptofan bisa berasal dari coklat,
minyak ikan, ataupun dibantu oleh vitamin B6. Tetapi untuk mendapatkan jumlah
asam amino triptofan yang memadai haruslah diimbangi dengan asupan karbohidrat
yang mencukupi. Karena jalur penyerapan asam amino triptofan berbarengan dengan
penyerapan karbohidrat.
c. Kadar-kadar neurotransmiter lainpun perlu dijaga, misal GABA (gamma amino
butiric asid) yang bersama-sama dengan serotonin mengatur mood dan emosi serta
apabila kadarnya rendah akan mendorong munculnya sifat agresi. Ada pula
neurotransmiter endorfin, asetilkolin, ataupun calpain. Semua bahan pembentuk
neurotransmiter itu berasal dari sumber makanan.
Dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter psikologis dan pembangunan
kecerdasan yang bersifat komprehensif haruslah pula mengedepankan dan
mengeksplorasi variabel-variabel yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu dalam merancang kegiatan di pusat Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) perlu dilakukan identifikasi potensi anak, lingkungan, dan juga potensi tutor
sendiri, termasuk pengetahuan dasarnya tentang tumbuh kembang anak, konsep
pembentukan kecerdasan, dan kemampuan meningkatkan EQ anak didik. Dapat
disimak bagan berikut yang menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia telah
dikaruniakan kelengkapan gen yang mungkin bervariasi dengan kelebihan dan
kekurangan di sana-sini, tetapi dengan metoda yang tepat segala kekurangan masih
mungkin untuk diperbaiki (kasus auutis, kurang berempati, maupun sifat anti sosial)
baik dengan metoda yang didesain khusus maupun seiring dengan perubahan usia dan
perubahan biologis. Sedangkan potensi atau kelebihan yang dimiliki seorang anak,
terutama dengan mengacu kepada konsep Jendela Peluang akan dapat
dimaksimalkan.
Daftar Pustaka
1. Rakhmat. Jalaluddin. Belajar Cerdas, belajar berbasiskan otak. Mizan Learning
Center. Bandung, 2005
2. Novitt AD. Moreno. How Your Brain Works. Ziff Davis Press