Post on 31-Dec-2014
description
1
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
STRES KERJA DISTRIBUTOR
Megha Indah Bellinda Sus Budiharto
Universitas Islam Indonesia
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada distributor. Hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada distributor. Semakin tinggi kecerdasan emosi distributor, semakin rendah stres kerja. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi distributor, semakin tinggi stres kerja. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Sari Agrotama Persada Yogyakarta yang berjumlah 40 orang. Adapun skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Goleman (1999) dan skala stres kerja yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Robbins (2003). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja. Korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar rxy = -0.427 yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja. Jadi hipotesis penelitian diterima. Analisis tambahan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi yang menghasilkan aspek ketrampilan sosial sebagai aspek dari variabel kecerdasan emosi yang paling besar sumbangannya terhadap hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja.
Kata Kunci : Kecerdasan Emosi, Stres kerja
2
Pengantar
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu elemen yang sangat
penting dalam sebuah organisasi. Tanpa adanya sumber daya manusia yang
berkualitas, suatu organisasi akan memiliki peluang yang kecil untuk dapat
bertahan dalam menghadapi persaingan yang ada karena pada hakekatnya
tujuan dari tiap organisasi yang berorientasi profit maupun non-profit adalah
untuk mencapai dan mempertahankan eksistensinya (Setyowibowo, 2005).
Perubahan zaman kearah era globalisasi menuntut suatu persaingan
dalam berbagai bidang kehidupan. Perubahan tersebut menuntut Sumber Daya
Manusia yang dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada, bukan hanya
beradaptasi dengan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan namun juga
faktor-faktor lain seperti status sosial dan kesejahteraan keluarga yang harus
tetap dipertahankan dalam kondisi apapun. Karyawan dalam berbagai level akan
mengalami tekanan semacam ini. Tuntutan yang semakin kompleks dalam dunia
kerja tersebut seringkali dapat memicu terjadinya stres kerja. Hal-hal yang dapat
ditandai sebagai indikasi munculnya stres pada karyawan antara lain jika banyak
diantara karyawan di perusahaan yang mogok kerja, sering mangkir, atau tingkat
absensi yang tinggi tanpa disertai keterangan yang jelas maupun disertai alasan
namun tidak relevan. Selain itu situasi kerja di kantor yang lesu, sering terjadi
konflik dengan pimpinan atau antar karyawan juga merupakan tanda-tanda yang
mengarah pada kecenderungan terjadinya stres pada karyawan (Rini, 2002).
Stres kerja tidak dengan sendirinya harus buruk, walaupun pada
umumnya dibahas dalam konteks yang negatif. Stres kerja juga memiliki nilai
positif bagi individu untuk belajar dan tumbuh melalui pengalaman. Selye dalam
3
Munandar (2001) membedakan antara distress , yang merupakan hal yang
destruktif dan Eustress, yang merupakan kekuatan yang positif. Stres diperlukan
untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya hubungan bentuk-U terbalik antara stres dan unjuk kerja. Stres dalam
jumlah tertentu dapat mengarah pada gagasan-gagasan yang inovatif dan output
yang konstruktif. Stres yang meningkat sampai unjuk kerja mencapai titik
optimalnya merupakan stres yang baik (eustress) sedangkan stres yang melewati
titik optimalnya akan dirasakan menjadi suatu ancaman yang mencemaskan
(distress). Hal itu sejalan dengan pendapat Townsend (2001) yang menyatakan
bahwa stres tidak selalu berakibat negatif. Pada umumnya orang mengidentikkan
stres dengan hal yang negatif, stres dilihat sebagai hal yang destruktif. Stres
yang positif (eustress) adalah salah satu tipe stres yang memotivasi seseorang
untuk mencapai dan memenangkan sesuatu.
Suatu organisasi atau perusahaan yang banyak memiliki karyawan yang
mengalami stres kerja, produktivitas dan kesehatan organisasi dapat terganggu
jika para karyawannya banya mengalami stres kerja. Jika stres yang dialami oleh
karyawan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit
yang lebih serius. Bukan hanya individu yang mengalaminya namun juga
perusahaan atau organisasi. Hal ini sering disebut sebagai penyakit organisasi.
Schuller (Rini, 2002) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang
berpengaruh terhadap organisasi. Menurut penelitian ini, stres yang dihadapi
oleh karyawan berkolerasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan absensi
kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan kerja. Secara singkat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa: terjadinya
4
kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja,
mengganggu kenormalan aktivitas kerja, menurunkan tingkat produktivitas, serta
menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial dapat
dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktifitas dengan biaya
yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
Pencapaian target-target tertentu sangatlah diperlukan untuk dapat
memperoleh jenjang peningkatan karier bagi karyawan perusahaan distributor.
Karyawan distributor sering melakukan kerja lembur untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya dan bekerja yang melebihi jam kerja sehingga dapat menimbulkan
kelelahan fisik maupun mental yang merupakan faktor-faktor penyebab stres
kerja. Beberapa kasus menunjukkan bahwa kelelahan fisik dan mental yang
dialami karyawan dapat menjadi masalah kesehatan yang lebih serius.
Berdasarkan fakta di lapangan beberapa karyawan mengalami gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh kelelahan fisik dan mental, beberapa gejala
yang sering muncul adalah pusing, sesak nafas, kejang dan pingsan saat bekerja.
Selain itu, faktor keamanan dalam kerja yang salah satunya meliputi jaminan
pensiun selepas kerja juga mempengaruhi tingkat stres karyawan. Tidak adanya
jaminan pensiun pada karyawan swasta yang dalam hal ini adalah karyawan
distributor merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres begitu
juga dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan jumlah
karyawan sangat mungkin terjadi dan dapat terjadi sewaktu-waktu apalagi pada
kondisi perekonomian yang tidak menentu.
5
Dewasa ini, penanggulangan terhadap stres kerja dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan mengasah atau meningkatkan EI
(Emotional Inteligence). Goleman (1999) menekankan perlunya kecerdasan
emosi dalam dunia kerja, suatu bidang yang seringkali dianggap lebih banyak
menggunakan cara berpikir analistis daripada melibatkan perasaan atau emosi.
Berdasarkan studi pada 500 organisasi di dunia mengindikasikan bahwa
seseorang yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi memiliki peluang
yang besar untuk menduduki jabatan yang penting dalam sebuah organisasi.
Karyawan – karyawan yang berprestasi itu memiliki kepercayaan diri yang tinggi
dan juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam hubungan interpersonal
(Murray, 1998).
Perkembangan dunia kerja saat ini terutama dalam dunia bisnis dan
usaha yang berubah sangat cepat dan persaingannya yang ketat mengharuskan
tiap pelaku di dunia kerja untuk tidak hanya dapat tetap bertahan dalam
kompetisi namun juga dapat unggul dari yang lainnya. Oleh karena itu
perusahaan bersaing untuk mendapatkan SDM yang unggul dan dapat
diandalkan. Hanya perusahaan yang memiliki SDM yang unggul yang dapat
memenangkan organisasi yang berorientasi pada pelayanan dan berfokus pada
kualitas.
Kriteria SDM yang diperlukan oleh perusahaan mulai bergeser dari
seseorang yang memiliki kemampuan intelektualitas yang tinggi ke orang-orang
yang memiliki kemampuan bekerja dengan orang lain dan juga orang-orang yang
memiliki kematangan emosi untuk beradaptasi dengan perubahan dan
tantangan. Berdasarkan kasus-kasus yang muncul, seringkali ditemui konflik
6
perselisihan, tekanan-tekanan karena ketidakmampuan menumbuhkan motivasi ,
mengendalikan dorongan hati, bertoleransi dengan orang lain dan menanggapi
perasaan orang lain secara tepat (Farhani & Novianingtyas, 1997). Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Mischel (Prabowo dan Setyorini, 2005) bahwa individu
yang memiliki kecerdasan emosi secara pribadi lebih efektif, tegas dan mampu
menghadapi kekecewaan hidup, memiliki ketahanan terhadap stres, siap untuk
mencari tantangan sekalipun harus menemui berbagai kesulitan , percaya diri
dan yakin akan kemampuannya, dapat dipercaya dan diandalkan, sering
mengambil inisiatif serta dapat terjun langsung dalam menangani masalah.
Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah karyawan perusahaan PT. Sari Agrotama
Persada Yogyakarta yang bergerak di bidang distributor produk minyak goreng.
Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dari total
40 karyawan PT. Sari Agrotama Persada Yogyakarta.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode skala.
Skala ini terdiri dari lima alternatif jawaban yaitu yaitu sangat sesuai (SS), sesuai
(S), tidak dapat menentukan jawaban (TB), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak
sesuai (STS). Pemberian skor tergantung pada favorable atau unfavorable suatu
butir. Skor jawaban favorable berkisar antara nilai 5 sampai dengan 1 sedangkan
skor jawaban unfavorable berkisar antara nilai 1 sampai dengan 5.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi
Product Moment dari Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kecerdasan emosi dengan stres kerja pada karyawan. Analisis data penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 12.0 for
7
windows. Asumsi untuk dapat menggunakan teknik korelasi Product Moment
adalah skor masing-masing variabel berdistribusi normal dan hubungan antara
variabel adalah linear.
Hasil Penelitian
Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi
Product Moment dari Pearson, karena kedua variabel telah memenuh syarat uji
normalitas dan uji linearitas, yaitu skor kedua variabel berdistribusi normal dan
kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang linear dengan bantuan
program SPSS 12.0 for windows. Hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1 Korelasi Kecerdasan Emosi dan Stres Kerja Korelasi Pearson Kecerdasan Emosi Stres Kerja
Kecerdasan emosi 1.00 -0.427(**) Stres kerja -0.427(**) 1.00
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi
antara variabel kecerdasan emosi dan stres kerja sebesar rxy = -0.427 dengan p
= 0.000 atau p < 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan peneliti diterima.
Hasil analisis yang diketahui koefisien determinasi (R²) variabel
kecerdasan emosi terhadap stres kerja sebesar 0, 1823. Hal ini berarti bahwa
sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap stres kerja adalah 18,23 % dan
81,77 % disebabkan faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.
Peneliti juga menambahkan pengujian dengan teknik analisis regresi untuk
mengetahui sumbangan masing-masing aspek dalam variabel kecerdasan emosi
8
terhadap stres kerja dan menguji aspek yang paling berpengaruh terhadap stres
kerja. Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Peran Aspek Ketrampilan Sosial Terhadap Stres Kerja No Variabel R² ?R² F R² Change sig F Change 1 Ketrampilan Sosial 0.242 0.223 12.162 0.242 0,001
Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai F hitung aspek ketrampilan sosial
sebesar 12,162 dengan tingkat signifikansi 0,001. Maka aspek ketrampilan sosial
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja. Hasil analisis yang
diketahui R² Change terhadap stres kerja sebesar 0,242. Hal ini berarti bahwa
sumbangan efektif aspek ketrampilan sosial terhadap stres kerja adalah 24,2%.
Berdasarkan hasil dari analisis regresi, aspek dari variabel kecerdasan
emosi yang memberi sumbangan paling efektif terhadap terhadap stres kerja
adalah aspek ketrampilan sosial dengan sumbangan sebesar 24,2%.
Pembahasan
Data yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki sebaran yang normal
dan korelasi yang linear sehingga memungkinkan untuk melakukan analisis
menggunakan analisa statistik korelasi Product Moment dari Pearson.
Hasil dari analisis data dengan analisis statistik Product Moment dari
Pearson , menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel
kecerdasan emosi dan stres kerja adalah sebesar rxy = - 0.427 dengan p= 0.000
atau p< 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada karyawan PT. Sari
Agrotama Persada Yogyakarta. Hal itu berarti semakin tinggi kecerdasan emosi
,maka semakin rendah stres kerja karyawan, dan semakin rendah kecerdasan
9
emosi karyawan , maka semakin tinggi stres kerja karyawan. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima.
Berdasarkan hasil uji linearitas terhadap variabel kecerdasan emosi dan
stress kerja diperoleh hasil F = 11.993 dengan p = 0.003 maka dapat dikatakan
bahwa variabel kecerdasan emosi dan stres kerja mempunyai korelasi yang linear
karena p < 0.05. Hal ini menunjukkan tingginya kecerdasan emosi seorang
karyawan searah dengan rendahnya stres kerja seorang karyawan. Berarti
subyek penelitian memiliki kecerdasan emosi yang tinggi sehingga mempunyai
stress kerja yang rendah pada masa aktif kerjanya selama ini.
Sumbangan variabel kecerdasan emosi terhadap stress kerja adalah
0,1823. Hal ini berarti bahwa sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap
stres kerja adalah 18,23 % dan 81,77 % disebabkan faktor lain yang tidak diikut
sertakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut dapat berupa persepsi,
pengalaman seseorang, dukungan sosial, locus of control, dan jenis kepribadian
(Robbins, 2003)
Nilai rata-rata empiris dari skor kecerdasan emosi subjek adalah 167,43.
Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat kecerdasan emosi
yang tinggi. Sementara itu, berdasarkan data penelitian nilai rata-rata empiris
dari skor stres kerja adalah 57,05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian
ini memiliki tingkat stres kerja yang rendah. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa subjek penelitian memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan
memiliki tingkat stress kerja yang rendah.
Berdasarkan analisis regresi dapat diperoleh hasil sumbangan masing-
masing aspek dari kecerdasan emosi terhadap stres kerja. Aspek ketrampilan
10
sosial memiliki sumbangan yang paling efektif diantara aspek-aspek yang
lainnya, hal itu dapat dilihat nilai R² change sebesar 0,242. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa kemampuan karyawan dalam berinteraksi dengan orang lain
serta membina hubungan baik dengan orang lain menyebabkan karyawan
mampu mengelola emosi dengan baik sehingga dapat mengurangi stres di
tempat kerja.
Secara teoritis, karyawan yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu
mengelola perasaan diri sendiri dan mengelola perasaan saat berinteraksi dengan
orang lain sehingga akan menentukan pikiran dan tindakan secara tepat dan
efektif. Hal itu dapat membuat karyawan mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan pekerjaan yang menimbulkan stres kerja. Sebaliknya, karyawan yang
memiliki kecerdasan emosi yang rendah kurang mampu dalam mengelola
perasaan diri dan mengelola perasaan saat berinteraksi dengan orang lain
sehingga tidak dapat bertindak secara tepat dan efektif, sehingga karyawan
tersebut akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tuntutan dan tantangan
pekerjaan dan hal itu dapat menimbulkan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Chiarrochi et al (Adeyemo &
Ogunyemi, 2003) yang mengemukakan bahwa kecerdasan emosi dapat
menjauhkan seseorang dari stres dan mengarahkan seseorang untuk dapat
beradaptasi dengan lebih baik. Menurutnya, kemampuan untuk mengatur emosi
memiliki pengaruh terhadap kecenderungan seseorang untuk dapat membangun
mood yang baik dalam dirinya, dimana hal itu merupakan salah satu implikasi
dari pencegahan terhadap stres.
11
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Mischel (Prabowo dan
Setyorini, 2005) bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi secara pribadi
lebih efektif, tegas dan mampu menghadapi kekecewaan hidup, memiliki
ketahanan terhadap stres, siap untuk mencari tantangan sekalipun harus
menemui berbagai kesulitan , percaya diri dan yakin akan kemampuannya, dapat
dipercaya dan diandalkan, sering mengambil inisiatif serta dapat terjun langsung
dalam menangani masalah.
Ada banyak faktor yang menimbulkan stres kerja pada karyawan PT Sari
Agrotama Persada. Hal ini dibuktikan dengan wawancara tidak formal yang
dilakukan peneliti pada pihak perusahaan yaitu diantaranya beban kerja untuk
pencapaian target yang telah ditentukan perusahaan merupakan salah satu
faktor penyebab stres pada karyawan. Target tersebut sering tidak terpenuhi
karena hal-hal di luar organisasi seperti kondisi pasar yang terkadang tidak
menentu menyebabkan pencapaian target menjadi lebih sulit dan pembayaran
outlet di pasar tradisional yang terkadang bermasalah karena tidak sesuai
dengan tempo pembayaran yang telah disepakati Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) yang
mengemukakan tentang 4 sumber stress kerja salah satunya adalah
Extraorganizational stressors yaitu lingkungan eksternal sangat mempengaruhi
organisasi dan sangat jelas bahwa stres kerja tidak hanya terbatas pada berbagai
hal yang terjadi di dalam sebuah organisasi , selama jam kerja karyawan
berlangsung. Extraorganizational stressors meliputi kondisi ekonomi, kondisi
lingkungan dll. Namun dari faktor tersebut para karyawan PT. Sari Agrotama
Persada dapat merespon stres dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil penelitian
12
yang menunjukkan bahwa tingkat stres kerja subjek berada pada tingkatan stres
yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Selye dalam Munandar (2001) yang
membedakan antara distress , yang destruktif dan Eustress, yang merupakan
kekuatan yang positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bentuk-U terbalik antara stres
dan unjuk kerja. Stres dalam jumlah tertentu dapat mengarah pada gagasan-
gagasan yang inovatif dan output yang konstruktif. Stres yang meningkat sampai
unjuk kerja mencapai titik optimalnya merupakan stres yang baik (eustress)
sedangkan stres yang melewati titik optimalnya akan dirasakan menjadi suatu
ancaman yang mencemaskan (distress).
Peran kecerdasan emosi tampaknya diperlukan dalam menanggulangi
stres kerja karyawan khususnya karyawan pada PT. Sari Agrotama Persada. Hal
ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa kecerdasan emosi karyawan berada
dalam kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa aspek-aspek yang terdapat
di dalam kecerdasan emosi yang meliputi kesadaran diri, kemampuan
pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial cukup berpengaruh
dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat stres kerja karyawan. Berdasarkan
hasil penelitian ini, aspek ketrampilan sosial memiliki peranan yang paling besar
dalam menentukan tinggi rendahnya stres kerja karyawan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Goleman (1999) yang berpendapat bahwa kecerdasan emosi juga
menambah ketrampilan sosial dan kecakapan sosial, sehingga orang yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu memahami dan membina
hubungan dengan orang lain, dan mampu bekerja sama dengan anggota tim
dengan baik.
13
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa rxy =
- 0.427 dengan p= 0.000 atau p< 0.01, sehingga hipotesis yang diajukan peneliti
yaitu ada hubungan yang negatif antara kecerdasan emosi dengan stres kerja
distributor diterima.
Saran
1. Bagi subjek penelitian
Subjek penelitian diharapkan dapat menmpertahankan kecerdasan emosi
sebagai suatu langkah untuk menghadapi berbagai situasi yang terjadi di tempat
kerja khususnya dalam menghadapi stres di tempat kerja yaitu dengan
senantiasa meningkatkan kesadaran diri, mampu untuk melakukan pengaturan
diri, meningkatkan motivasi, mampu untuk berempati, dan meningkatkan
ketrampilan sosial.
Berdasarkan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa tingkat stres
kerja yang berada dalam kategori rendah peneliti menyarankan untuk tetap
dapat meminimalkannya serta tetap diwaspadai agar stres tidak menjadi tinggi
karena akan menghambat kinerja karyawan. Perlunya meningkatkan dan
mempererat hubungan yang baik antar karyawan, memperluas jaringan kerja,
mencari relasi baru, mengelola emosi dengan baik serta meningkatkan
kemampuan untuk memotivasi diri dan orang lain akan lebih dapat
meminimalkan tingkat stres kerja.
14
2. Bagi perusahaan
Bagi perusahaan PT. Sari Agrotama Persada diharapkan dapat terus
mempertahankan kecerdasan emosi karyawannya melalui pelatihan yang dapat
diakukan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang berkualitas.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang terarik untuk menggali lebih lanjut
mengenai kecerdasan emosi maupun stres kerja hendaknya dapat lebih
memodifikasi aspek-aspek yang ada di dalam variabel berdasarkan teori-teori
yang lebih bervariasi dan juga dapat menambahkan variabel moderator untuk
memperkaya wawasan dalam ilmu pengetahuan. Selain itu, peneliti selanjutnya
hendaknya dapat menambah jumlah responden agar dapat meningkatkan
generalisasi hasil penelitian. Misalnya dengan meneliti hubungan kecerdasan
emosi dan stres kerja pada pegawai swasta serta pegawai negeri.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adeyemo, D, A. & Ogunyemi, B. 2003. Emotional Intelligence and Self-Efficacy as Predictor Of Occupational Stress Among Academic Staff in A Nigerian University. www.weleadinlearning.org/da05.htm
Aji, Windarti. 2000. Hubungan Antara Self-Esteem Dengan Stress Kerja Pada
Karyawan Setwilda Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. Skripsi S1 (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Anoraga, Pandji. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Astianta, Yudi. 2005. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Sikap
Profesional Pada Karyawan Front Office Hotel. Skripsi S1 (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Barthos, Basir. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia : Suatu Pendekatan
Makro. Jakarta : Bumi Aksara. Budiyanto, M, N. 2001. Profil Pegawai Negeri Sipil (PNS) Menuju Indonesia Baru.
Http://pk.ut.ac.id/jsi111nur.htm. Cooper, R.K., & Sawaf, A. 1997. Evecutive EQ : Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan organisasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Ciarrochi, J.,Forgas, J.P. And Mayer, J.D. 2001. Emotional Intelligence In
Everyday Life : A Scientific Inquiry. Philadelphia : Psychology Press.
Farhani, Irna & Novianingtyas, I. 1997. Mempersiapkan EQ Semenjak Usia Dini Untuk Keberhasilan Berkarier Di Dunia Kerja. Yogyakarta: Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia.
Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence: “Why It Can More Than IQ”. New
York : Bantam Books.
16
Goleman, Daniel. 1999. Working With Emotional Intelligence. New York : Bantam Books.
Hartanti.,& Rahaju, Soerjantini. 2003. Peran Sense of Humor Pada Dampak Negatif Stress Kerja. Anima, Indonesian Psychological Journal, vol 18, No. 4, hal 393-408.
Ie Yen, Tjahjoanggoro,AJ & Atmadji, Gunadi. 2003. Hubungan Antara
Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Kerja Distributor Multi Level Marketing (MLM). Anima, Indonesian Psychological Journal, vol. 18. No 2. Hal 187-194.
Iswanto, Yun. 2001. Analisis Hubungan Antara Stress Kerja, Kepribadian, dan Kinerja Manajer Bank. Http://psi.ut.ac.id/Jurnal/111yun.htm.
Jatno. 1995. Pengaruh Stress Pada Sistem Kardiovaskuler. Anima, Indonesian
Psychological Journal, Vol X, No 39, Hal 53-59 Kreitner, R. And Kinicki, A. 2001. Organizational Behavior. 5th ed. New York :
McGraw-Hill. Kumolohadi, Retno. 2001. Tingkat Stress Dosen Perempuan UII Ditinjau Dari
Dukungan Suami. Jurnal Psikologika, No 12, Tahun IV, Hal 29-42. Luthans, Fred. 1998. Organizational Behavior. 8th ed, Singapore : McGraw-Hill. Mallinger, Mark & Banks, Jeff. 2003. Use Emotional Intelligence To Cope In
Tough Times : How Managers Can Help Staff Deal With Job Insecurity. http ://gbr.pepperdine.edu/031/print.eq.html.
Mangkunegara. 2004. Manajemen SDM Perusahaan. Bandung : Rosdakarya.
Melianawati.,Prihanto, Sutyas & Tjahjoanggoro. 2001. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Karyawan. Anima, Indonesian Psychological Journal, vol. 17,. No 1. Hal 57-62..
Miller, Lyle H & Smith, Alma Dell. 2003. Stress In The Workplace. http:/helping
apa.org/articles/article php?.id.ig. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta : UI
Press. Murray, Bridget. 1998. Does ‘Emotional Intelligence’ Matter In Workplace?.
www.APA.org/monitor/jul98/emot.html
17
Prabowo, Sumbodo & Setyorini, Dewi. 2005. Pengaruh Adversity Quotient, Emotional Intelligence, dan Intelligent Quotient Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pelaksanaan. Manasa Jurnal Ilmiah Psikologi vol. 1, No. 1, Hal 12-16.
Rini, Jacinta F. 2002. Stress Kerja. www. e-psikologi. com.
Robbins P. Stephen. 2003. Perilaku Organisasi Jilid 2. Jakarta : PT Indeks kelompok Gramedia.
Rukmihapsari, Indri. 2003. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Aktualisasi Diri Pada Karyawati Bappeda Propinsi Jawa Tengah. Skripsi S1 (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Salovey, Peter & Sluyter, Daniel J. 1997. Emotional Development And Emotional Intelligence : Educational Implication. 1st ed. NewYork : Basic Books.
Setyowibowo, Nugrahedi. 2005. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Strains Kerja dengan Locus Of control dan Social Support Sebagai Variabel Moderator Pada Pegawai Badan Pengawas Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S1 (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.
Stein, Steven J & Book, Howard E. 2000. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa.
Taylor, S.E. 1995. Health Psychology. 3rd edition. New York : Mc Graw Hill International edition
Townsend, John. 2001. Stress Management. www. stresstips.com/stress_article.
Htm. Wahyono, Tekad. 2001. Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem
Limbik. Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol 17, No 1, Hal 36-41.
18
IDENTITAS
Nama : Megha Indah Bellinda
Alamat : Jln. Godean KM. 5 Guyangan, RT 08, RW 03 No. 256B, Sleman
Yogyakarta 55292
No Telp : (0274) 621117