Post on 12-Jan-2017
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI SARANG SEMUT
(Myrmecodia pendens Merr. & Perry) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus L.)
Naskah Publikasi
Oleh:
DANI KRISTINA
M0403018
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
2
PERSETUJUAN
Naskah Publikasi
SKRIPSI
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI SARANG SEMUT
(Myrmecodia pendens Merr. & Perry) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus L.)
Oleh:
Dani Kristina
M0403018
Telah disetujui untuk dipublikasikan
Surakarta, September 2008
Menyetujui,
Pembimbing I
Shanti Listyawati, M. Si. NIP. 132 169 256
Pembimbing II
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph. D. NIP. 131 649 948
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP. 130 676 864
3
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus L.)
ANTIINFLAMMATORY EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF Myrmecodia pendens Merr. & Perry TUBER ON WHITE RATS (Rattus
norvegicus L.)
DANI KRISTINA, SHANTI LISTYAWATI, SUTARNO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
The aim of the research were to know about antiinflammatory effect of
ethanolic extract of M. pendens Merr. & Perry tuber on white rats. The framefork of the research was that flavonoid constituent of M. pendens Merr. & Perry tuber have an inflammatory effect.
Complete Randomized Design with seven treatment groups, each of the treatment had five repetitions, was used in this study. Each group have been treated: Group I CMC 0,5% control (placebo), Group II positive control (Na-Diclofenac), Group III, IV, V, VI, and VII giving ethanolic extract of M. pendens Merr. & Perry tuber dose 9, 18, 27, 36 and 45 mg/200 g BW, respectively. The inflammation was produced by subplantar injection of carrageenan suspension in the right hind paw of rats. The quantitive data of Area Under Curve of edema percentage were analized statistically with SPSS program using One-Way ANOVA followed by DMRT test. The result showed that ethanolic extract of M. pendens Merr. & Perry dose 9 mg/200 g BW had given the highest antiinflammatory effects (29,726%). Key word: Myrmecodia pendens Merr. & Perry, flavonoid, anti-inflammatory.
PENDAHULUAN
Tanaman obat merupakan sumber daya biologi (bio resource) utama
dalam pengembangan obat herbal, obat tradisional, obat baru, dan bahan baku
untuk obat semi sintesis atau modern. Pengembangan obat yang berasal dari
produk alam telah terbukti berhasil di masa lalu dan teknologi baru telah
dikembangkan untuk memperoleh senyawa-senyawa turunan dari berbagai jenis
tanaman (Mulyaningsih dan Darmawan, 2006). Obat tradisional merupakan salah
satu alternatif dalam pengobatan karena efek sampingnya dianggap lebih kecil.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak jenis
tumbuhan sebagai sumber obat tradisional (Rusdi, 1988). Beberapa genus dari
famili Rubiaceae mempunyai sifat-sifat farmakologis, diantaranya adalah genus
4
Myrmecodia yang telah dipelajari secara intensif. Misalnya kandungan flavonoid
dari umbi M. pendens Merr. & Perry. menunjukkan aktifitas antiinflamasi
(Subroto dan Saputro, 2006). Di Papua, tanaman ini banyak ditemukan terutama
di daerah Pegunungan Tengah, seperti hutan belantara Kabupaten Jayawijaya,
Tolikara, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, dan Paniai (Wiyana, 2006).
Inflamasi merupakan suatu kasus yang sering dijumpai pada masyarakat.
Proses inflamasi disertai dengan adanya keluhan rasa sakit yang sering menjadi
gangguan aktifitas sehari-hari (Arbie, 2003; Lelo, 2004). Ada beberapa tanda-
tanda utama terjadinya inflamasi, yaitu eritema, edema, panas, nyeri, dan
gangguan fungsi (Kee dan Hayes, 1993). Berbagai tumbuhan yang secara
tradisional dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan, dapat dipakai
sebagai alternatif obat antiinflamasi baru (Uzcategui et al., 2004). M. pendens
Merr & Perry atau biasa dikenal dengan tumbuhan sarang semut mempunyai
aktifitas antiinflamasi karena mengandung flavonoid.
Menurut Ahkam dalam Syariefa, dkk (2006), M. pendens Merr & Perry.
mengandung senyawa-senyawa seperti flavonoid, tanin, tokoferol, dan mineral
kompleks. Senyawa flavonoid dalam Ilavarasan et al (2005) disebutkan
mempunyai efek antiinflamasi, antioksidan, dan antimikrobia. Flavonoid mampu
melindungi membran lipida terhadap reduksi yang bersifat merusak (Robinson,
1991). Menurut Jayasekara et al (2002), flavonoid dapat menghambat pelepasan
mediator-mediator inflamasi seperti histamin dan prostaglandin. Lakhanpal and
Rai (2007) menyebutkan, flavonoid dapat menghambat akumulasi leukosit,
degranulasi neutrofil, dan pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin
dan prostaglandin, serta dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS).
BAHAN DAN METODE
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk uji flavonoid meliputi tabung effendorf,
evaporator, mikropipet, perkolator, vortex, sentrifus, jarum injeksi, lempeng silika
gelGF254, spektrodensitometer C 5 930 dan TLC Scanner (Shimadzu, Japan). Alat
yang digunakan untuk pembuatan ekstrak yaitu timbangan analitik, gelas ukur,
gelas beker, erlenmeyer, magnetic stirer, spatula, kertas saring, oven, pipet ukur,
5
pipet volume, dan rotary evaporator. Alat yang digunakan untuk uji antiinflamasi
meliputi kandang tikus lengkap dengan tempat makan dan minum, canule untuk
pemberian secara oral, spuit injeksi untuk pemberian perlakuan secara injeksi,
gelas ukur untuk mengukur volume larutan yang akan diberikan kepada hewan
uji, stopwatch, dan pletismometer air raksa.
Bahan
Tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar sebanyak 35 tikus
dengan umur dua bulan dan berat badan 200-250 gram. Bahan tanaman yaitu
umbi M. pendens Merr & Perry. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain
akuades, etanol, etil asetat, asam asetat, asam formiat, amoniak, CMC 0,5 %, dan
larutan fisiologis. Sebagai induktor peradangan digunakan λ karagenin tipe I.
Sebagai pembanding dalam uji antiinflamasi digunakan Na-diklofenak.
Cara Kerja
1. Analisis Kandungan Flavonoid
Analisis kandungan flavonoid dilakukan dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) metode Densitometri (Wagner et al., 1984).
2. Persiapan Hewan Uji
Hewan uji tikus putih sebelum digunakan diadaptasikan dengan
lingkungan penelitian selama satu minggu.
3. Pembuatan Ekstrak
Sampel yang telah berbentuk serbuk dimaserasi dalam etanol 70% selama
3 hari, lalu difiltrasi dan diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh lalu dipekatkan
dengan rotary evaporator pada suhu maksimal 60 0C (Harborne, 1996). Untuk
perlakuan, ekstrak lembek yang diperoleh dari proses ini disuspensikan dalam
larutan CMC 0,5%.
4. Perlakuan terhadap hewan uji
Rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan uji 35
tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan strain Wistar dibagi dalam tujuh
kelompok perlakuan dan setiap kelompok terdiri dari lima tikus putih sebagai
ulangan. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok adalah sebagai
berikut:
6
I. Kontrol negatif CMC 0,5% (plasebo)
II. Kontrol positif Na-diklofenak 2,7 mg/200 g BB
III. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry 9 mg/200 g BB
IV. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry 18 mg/200 g BB
V. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry 27 mg/200 g BB
VI. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry 36 mg/200 g BB
VII. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry 45 mg/200 g BB
Analisis Data
Untuk menentukan kelompok perlakuan yang memiliki daya antiinflamasi
paling optimal (data kuantitatif AUC antar kelompok perlakuan) dianalisis dengan
menggunakan Analisis Varians (ANAVA) satu arah dan dilanjutkan dengan uji
DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95% (Gill, 1978).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji antiinflamasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antiinflamasi
ekstrak etanol M.pendens Merr & Perry pada tikus putih jantan. Edema pada kaki
belakang yang diinduksi karagenin adalah model standar percobaan inflamasi akut
(Chakraborty et al, 1994). Keuntungan dari metode Winter yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mudah dan membutuhkan biaya yang sedikit (Sedgwick and
Willoughby, 1994).
Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara melihat kemampuan
M.pendens Merr & Perry dalam mengurangi pembengkakkan kaki hewan
percobaan akibat penyuntikan larutan karagenin 1%. Setelah disuntik karagenin,
tikus-tikus menunjukkan adanya pembengkakkan dan kemerahan pada kaki serta
tikus tidak dapat berjalan lincah seperti sebelum injeksi. Hasil pengukuran
persentase radang disajikan pada gambar 1.
7
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 15 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Menit ke-
Pers
enta
se R
adan
g (%
)
Kontrol NegatifKontrol PositifEkstrak Etanol 9mgEkstrak Etanol 18mgEkstrak Etanol 27mgEkstrak Etanol 36mgEkstrak Etanol 45mg
Gambar 1. Kurva persentase radang pada kaki tikus akibat injeksi karagenin
terhadap waktu.
Gambar 1. menunjukkan bahwa kurva kelompok III, IV,V, VI dan VII
berturut-turut yaitu pada dosis 9,18, 27, 36 dan 45 mg/200 g BB berada di antara
kurva kelompok plasebo dan kontrol positif. Hal ini memperlihatkan bahwa
volume radang lebih kecil dibandingkan plasebo namun masih lebih besar
dibandingkan perlakuan Na-diklofenak. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
tidak semua senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol M.pendens Merr &
Perry memberikan aktivitas antiinflamasi, namun dimungkinkan terdapat
senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas
antiinflamasi, seperti flavonoid.
Dari hasil analisa Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak etanol
M. pendens Merr & Perry, diketahui bahwa ekstrak tersebut mengandung
flavonoid yang divisualisasi dengan uap amoniak dan dilihat di bawah sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm menunjukkan bercak berwarna
kuning. Kromatografi Lapis Tipis berlangsung dengan menggunakan fase diam
selulosa, fase gerak etil asetat: asam formiat: asam asetat: air ( 100:11:11:27 ), dan
pereaksinya adalah uap amoniak (Gambar 2).
8
UV 254 nm UV365 nm visibel
Gambar 2. Kromatogram KLT dari ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry.
Pada kelompok plasebo, injeksi karagenin subplantar menghasilkan edema
lokal yang meningkat cepat pada menit ke-15 dan belum menunjukkan tanda-
tanda penurunan sampai pada menit ke-300 (persentase radang = 138,350 %).
Persentase radang pada kelompok kontrol positif (Na-diklofenak)
meningkat perlahan dan terus berlangsung sampai pada menit ke-120 (sebesar =
42,244%). Persentase radang kelompok perlakuan Na-diklofenak lebih kecil jika
dibandingkan dengan plasebo.
Persentase radang kelompok perlakuan dosis 9 mg/200 g BB lebih kecil
bila dibandingkan dengan plasebo. Persentase radang ini terus meningkat dan
mencapai maksimal pada menit ke-240 (sebesar = 74,070%). Persentase radang
kelompok perlakuan dosis 18 mg/200 g BB lebih kecil dibandingkan plasebo dan
persentase radang maksimal dicapai pada menit ke-150. Pada dosis 27 mg/200 g
BB, persentase radang juga lebih kecil dari plasebo dan persentase radang
maksimal dicapai pada menit ke-180 (sebesar = 77,52%). Pada dosis 36 mg/200 g
BB, persentase radang juga lebih kecil dari plasebo dan persentase radang
flavonoid
9
maksimal dicapai pada menit ke-150 (sebesar = 88,738%), sedang pada dosis 45
mg/200 g BB persentase radang juga lebih kecil dari plasebo dan persentase
radang maksimal dicapai pada menit ke-210 (sebesar = 108,9%).
Tabel 1. Rerata Nilai AUC dan Persentase Daya Antiinflamasi Ekstrak Etanol M.
pendens Merr & Perry pada Edema yang Diinduksi Karagenin
Kelompok Perlakuan
Dosis Perlakuan (mg/200 g BB)
AUC±SD % Daya Antiinflamasi± SD
Kontrol negatif 4,754±0,388c Kontrol positif 2,7 1,816±0,122a 61,494±5,205 M. pendens 9 3,314±0,715b 29,726±17,533 M. pendens 18 3,496±0,835b 27,144±12,026 M. pendens 27 3,760±1,054bc 20,622±22,743 M. pendens 36 3,814±1,033bc 20,200±17,213 M. pendens 45 3,824±0,414bc 19,258±9,862 Keterangan: N=5 dalam setiap kelompok; p≤0,05; Huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata dengan plasebo (kontrol CMC 0,5%); AUC=Area Under Curve (luas daerah di bawah kurva).
Kemampuan suatu bahan untuk mengurangi pembengkakan kaki hewan
uji akibat injeksi karagenin dinyatakan sebagai daya antiinflamasi. Nilai daya
antiinflamasi diperoleh dengan membandingkan luas daerah bawah kurva volume
radang M. pendens Merr & Perry dan kontrol positif dengan luas daerah bawah
kurva plasebo. Luas daerah bawah kurva memberikan informasi tentang potensi
M. pendens Merr & Perry untuk menurunkan radang apabila dibandingkan dengan
plasebo. Semakin besar luas daerah bawah kurva berarti semakin besar volume
radang yang ditimbulkan. Berdasarkan Tabel 1. luas daerah bawah kurva pada
kelompok perlakuan ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry masih lebih besar
dibandingkan dengan Na-diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa M. pendens
Merr & Perry memiliki potensi dalam mengurangi inflamasi namun masih kurang
efektif apabila dibandingkan dengan Na-diklofenak.
Nilai AUC percobaan ini terdistribusi normal dan homogen yaitu berasal
dari populasi yang sama karena harga signifikansinya pada taraf signifikansi 95 %
adalah lebih besar dari 0,05. Dengan demikian data kuantitatif AUC antar
kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis
10
Varian (ANAVA) satu arah dan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
pada taraf signifikansi 95% untuk membedakan antar kelompok (Gill, 1978).
Hasil analisis statistik varian satu arah dari nilai AUC volume udem
menunjukkan bahwa secara umum terdapat perbedaan signifikan antara berbagai
perlakuan. Bila dilihat dari besarnya volume edema yang terjadi maka perlakuan
kontrol negatif dengan perlakuan Na-diklofenak memberikan perbedaan yang
signifikan. Secara statistik, nilai AUC menunjukkan perbedaan nyata pada
kelompok perlakuan ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry dosis 9 dan 18
mg/200 g BB. Sementara itu pada kelompok perlakuan ekstrak etanol M. pendens
Merr & Perry dosis 27, 36, dan 45 mg/200 g BB tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata sehingga kurang efektif dalam menurunkan radang. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perlakuan ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry
dosis 9 dan 18 mg/200 g BB merupakan dosis optimal dalam menurunkan radang.
Dari Tabel 1. terlihat bahwa peningkatan dosis ekstrak etanol M. pendens
Merr & Perry menunjukkan adanya kecenderungan penurunan daya antiinflamasi.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa dalam ekstrak etanol
M. pendens Merr & Perry yang memiliki daya antiinflamasi mungkin lebih dari
satu jenis senyawa. Senyawa-senyawa tersebut memiliki lama waktu yang
berbeda-beda dalam memberikan efeknya.
Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry dosis 9 mg/200 g BB dengan
daya antiinflamasi sebesar 29,726% menunjukkan obat telah diabsorbsi dengan
cepat dan sempurna sehingga secara cepat pula didistribusikan ke sel target.
Namun pada dosis 18, 27, 36, dan 45 mg/200 g BB, respon farmakologi yang
diberikan ternyata semakin mengalami penurunan yaitu sebesar 27,144%,
20,622%, 20,200%, dan 19,258%. Hal ini kemungkinan disebabkan senyawa-
senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry tidak
semuanya memiliki daya antiinflamasi. Senyawa-senyawa tersebut dimungkinkan
dapat menghambat kemampuan senyawa-senyawa lain yang cenderung memiliki
daya antiinflamasi. Ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry pada dosis 9 mg/200
g BB memiliki daya antiinflamasi yang paling optimal bila dibandingkan dengan
kelompok dosis lain. Mekanisme antiinflamasinya dikarenakan penghambatan
11
pelepasan PG dan mediator-mediator serupa. Hal ini juga mungkin berhubungan
dengan kehadiran flavonoid yang terdapat di dalam ekstrak etanol M. pendens
Merr & Perry yang bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Penghambatan aktivitas enzim COX dan lipooksigenase
Menurut Dharmananda (2006) dan Chattopadhyay et al (2005), aktivitas
antiinflamasi flavonoid terjadi melalui penghambatan COX dan lipooksigenase.
Neto et al (2005) dan Chattopadhyay et al (2005), mengemukakan bahwa
penghambatan jalur COX dan lipooksigenase ini secara langsung juga
menyebabkan penghambatan biosintesis prostaglandin dan leukotrien yang
merupakan produk akhir dari jalur COX dan lipooksigenase.
2. Penghambatan akumulasi leukosit
Efek antiinflamasi flavonoid dilaporkan oleh Neto et al (2005) dan
Dharmananda (2006) disebabkan oleh aksinya dalam menghambat akumulasi
leukosit di daerah inflamasi. Menurut Effendi (2003), leukosit dapat melakukan
gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis, leukosit dapat meninggalkan
kapiler dengan menerobos antara sel-sel endothel dan menembus ke dalam
jaringan. Friesenker et al (1994) dalam Nijveldt et al (2001) mengemukakan
bahwa pada kondisi normal leukosit dapat bergerak bebas sepanjang dinding
endothel. Menurut Lakhanpal and Rai (2007), selama terjadi proses inflamasi
berbagai mediator turunan endothel dan aktor komplemen mungkin menyebabkan
adhesi leukosit menjadi immobil dan menstimulasi degranulasi neutrofil.
Lakhanpal and Rai (2007) juga menyebutkan bahwa flavonoid dapat menurunkan
adhesi leukosit ke endothel dan mengakibatkan penurunan respons inflamasi
tubuh.
3. Penghambatan degranulasi neutrofil
Tordera et al (1994) dalam Nijveldt et al (2001) menduga bahwa flavonoid
dapat menghambat degranulasi neutrofil sehingga secara langsung mengurangi
pelepasan asam arakhidonat oleh neutrofil. Neutrofil merupakan sumber beberapa
mediator inflamasi seperti prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien (Rahmawati
dkk., 2003).
12
4. Penghambatan pelepasan histamin
Efek antiinflamasi flavonoid didukung oleh aksinya sebagai antihistamin.
Histamin merupakan salah satu mediator pertama dalam keseluruhan proses
antiinflamasi yang pelepasannya distimulasi oleh pemompaan kalsium ke dalam
sel. Selanjutnya, Amella et al (1985) dalam Nijveldt et al (2001) mengemukakan
bahwa flavonoid dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast, yaitu sel
yang mengandung granula histamin, serotonin, dan heparin (Gabor, 1986 dalam
Sucipto, 2008). Meskipun mekanisme yang tepat belum diketahui, namun Mueller
(2005) menduga bahwa flavonoid dapat menghambat enzim c-AMP
fosfodiesterase (Chattopadhyay et al, 2005), sehingga kadar c-AMP dalam sel
mast meningkat sehingga kalsium dicegah masuk ke dalam sel yang berarti juga
mencegah pelepasan histamin (Gomperts et al, 1993).
5. Penstabil Reactive Oxygen Species (ROS)
Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan yaitu secara tidak langsung
juga mendukung efek antiinflamasi flavonoid. Disamping itu, flavonoid juga
berperan dalam melindungi tubuh dari Reactive Oxygen Species (ROS)
(Lakhanpal and Rai, 2007). Ivanova dan Ivanov (2000) dalam Harliansyah (2001)
menyebutkan bahwa meningkatnya akumulasi ROS dapat menimbulkan toksisitas
bahkan kematian sel. Seperti halnya radikal bebas yang dihasilkan dari pelbagai
sel dalam jumlah yang sedikit, maka keberadaan antioksidan di dalam tubuh juga
diharapkan untuk mengimbangi reaksi radikal bebas (Lakhanpal and Rai, 2007).
Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas,
detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase,
katalase dan glutation peroksidase). Adanya radikal bebas dapat menarik berbagai
mediator inflamasi (Halliwel, 1995 dalam Nijveldt et al, 2001). Korkina (1997)
dalam Nijveldt et al, (2001) dan Lakhanpal and Rai (2007) menambahkan bahwa
flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dengan bereaksi
dengan senyawa reaktif dari radikal bebas sehingga radikal menjadi inaktif.
Pada penelitian ini menggunakan kontrol positif Na-diklofenak yang
termasuk dalam golongan obat AINS yang banyak digunakan untuk mengatasi
nyeri dan inflamasi. Na-diklofenak mempunyai daya antiinflamasi karena
13
kemampuannya menghambat pembentukan prostaglandin enderoperoksida dan
asam arakhidonat yang merupakan prekursor tromboksan, prostaglandin dan
prostasiklin (Wilmana,1995). Na-diklofenak menghambat pembentukan
prostaglandin melalui penghambatan kerja enzim siklooksigenase. Selain
menghambat siklooksigenase, Na-diklofenak juga mengintervensi jalur
lipooksigenase sehingga mengurangi pembentukan leukotrien. Na-diklofenak
terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri karena peradangan pada
berbagai keadaan rematik (Tjay dan Rahardja, 2002).
Na-diklofenak bekerja lebih selektif, yakni cenderung menghambat kerja
enzim COX-2 dibanding COX-1. COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan, antara
lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna. Zat ini berperan dalam
pemeliharaan perfusi ginjal, melindungi lambung, dan menghambat produksi
asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat dalam jaringan, tetapi
dibentuk selama proses peradangan. Penghambatan COX-1 bertanggungjawab
atas efek sampingnya terhadap mukosa lambung, usus, dan di ginjal, sedang efek
negatifnya seperti iritasi dan efek toksiknya terhadap ginjal. Berdasarkan
perbedaan tersebut maka dalam penelitian ini menggunakan AINS selektif yang
terutama menghambat COX-2 dan kurang mempengaruhi COX-1 yaitu Na-
diklofenak. Obat ini diserap sepenuhnya dari saluran gastrointestinal dengan
pemberian secara oral (Daniel, 2006).
Kesimpulan
Pemberian ekstrak etanol M. pendens Merr & Perry secara oral terhadap
tikus (Rattus norvegicus L.) pada dosis 9 mg/200 g BB mampu menurunkan
radang dengan daya antiinflamasi paling optimal sebesar 29,726 %, namun
persentase daya antiinflamasi tersebut masih lebih kecil apabila dibandingkan
dengan Na-Diklofenak. Aktifitas antiinflamasi tersebut bekerja melalui
mekanisme penghambatan aktivitas enzim COX dan lipooksigenase,
penghambatan akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi neutrofil,
penghambatan pelepasan histamin, dan penstabil Reactive Oxygen Species (ROS).
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. S. A. 1990. Flavonoid dan Phytomedica: ”Kegunaan dan Prospek”. Phytomedica. Vol 1(2).
Amanlou, M., Dadkhah, F., Salehnia, A., Farsam, H. And Dehpour, A.R. 2005.
”An Antiinflammatory and Anti Nociceptive Effects of Hydroalcoholic Extract of Satureja khuzistanica Jamzad Extract”. Journal Pharmacology and Pharmaceutical Science 8 (1): 102-106.
Ammar, N.M., Al-Okbi, S.Y. and Muhamed, D.A. 2005. ”Study of the
Antiinfflammatory Activity of Some Medical Edible Plants Growing in Egypt.” Journal of Islamic Academy of Sciences 10(4).http://www.MedicalJournal-ias.org/10_4/Ammar.htm (12 Desember 2005).
Arbie Rosian. 2003. Penanggulangan Rasa Sakit Dengan Analgetika Dalam
Bentuk Obat Bebas. USU Digital Library. Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
A’yunin, Q. 2004. Daya Antiinflamasi Infusa Daun Tapak Liman (Elephantropus
scaber L.) terhadap Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fak. Farmasi UMS. Surakarta.
Buckley, R.C. (ed.). 1982. Ant-plant interactions in Australia. Dr W. Junk Publishers, The Hague.
Cleveland Clinic. 2003. What You Need to Know About Inflamation. http://www.clevelandclinic.org./healthinfo/docs/0200/0217.asp?index=4857 [13 Maret 2007].
Chakraborty, A., Devi, R.K.B., Rita, S., Sharatchandra,Kh., Singh, Th.I. 2004.
”Preliminary Studies on Anti Inflammatory and Analgesic Activities of Spilantes acmella in Experimental Animal Models.” Indian Jornal Pharmacology 36(3): 148-150.
Chaplin, M. 2005. ”Carrageenan”. http://www.Isbu.ac.uk/water/hycar.html (31
Mei 2005).
Chattopadyay, Deprasad, Arunachalam, Ghosh, L., Rajendran, K., Mandal, A.B., Bhatta Charya, S.K. 2005. J. Pharm Pharmaceut Sci 8 (3): 558-564. www. cspsCanada.org.
Clure, M. 1986. Physiology of Flavonoids in Plants. Plants Flavanoids in Biology
and Medicine: Biochemicals, Pharmaceuticaland Structure ActivityRelationships. Alan R. Liss. Tnc Inc. p: 77-85.
15
Columbia Encyclopedia.2005. AntiinflamatoryDrugs.
http://www.encyclopedia.com/html/nl/nonster.asp [13 Maret 2007]. Daniel. 2006. OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan Gerai. Reumatologi vol
5(11). http:/www.farmacia.com/rubrik/one_news.asp?idn news+181. 18 Juni 2008.
Dharmananda, S. 2006. A Popular Remedy Escapes Notice of Western
Practitioners. Institute for Traditional Medicine. Portland. Oregon. http://www.itmonline.org/arts/bidens.htm (23 Agustus 2007).
Effendi, Z. Dr.,”Peranan Leukosit sebagai Antiinflamasi Alergik dalam Tubuh”.
USU Digital Library:1-8. http:// library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf. [10 Juli 2007]. Faye, O. W. 1995. Prinsip-prinsip Kimia Medisinal (diterjemahkan oleh R.
Raslim).Jilid II. UGM Press. Yogyakarta. Ferreira, S.H., and Vane, J.R. 1974. Aspirin and Prostaglandins in Ramwell,
P.W., (Ed) in the Prostaglandins. Plenum Press. New York. Forster, P. I. 2000. The Ant, the Butterfly and the Ant-Plant: Notes on
Myrmecodia beccarii (Rubiaceae), a Vulnerable Queensland Endemic. Haseltonia 7: 2-7.
Fujiki, H., Horiuci, T., Yamashita, K., Haki, H. 1986. Inhibition of Tumor
Promotion by Flavanoids. Plants Flavanoids in Biology and Medicine: Biochemicals, Pharmaceuticaland Structure ActivityRelationships. Alan R. Liss. Tnc p:429-440.
Furst, D. E. and Munster, T. 2001. Obat-obatan Antiinflamasi Nonsteroid, Obat-
obatan Anti Reumatik Pemodifikasi Penyakit; Analgesik Nonopioid dan Obat-obatan untuk Pirai (dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Diterjemahkan oleh Dripa S.). Edisi ke-2. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
Gill, B. D. 1978. Design and Analysis of Experiment in the Animals and Medical
Sciences. First Edition. Iowa States University Press. Ames. Gomperts, B.D., Baldwin, J.M., and Micklem, K.J. 1983. ”Rats Mast Cells
Permeabilized with Sendai Virus Secrete Histamine in Response to Ca2+ Buffered in the Micromolar Range.” Biochemistry Journal 210 (3): 737-745.
Hakim, L. 2002. Uji Farmakologi dan Toksikologi Pada Hewan Coba (dalam
prosiding Seminar Herbal Medical Universitas Muhamadiyah Purwokerto).
16
Hamid, R. Z. dan Anwar, Y. 1986. Histamin dan Reseptornya pada Organ Tubuh. Majalah Farmakologi Indonesia dan Terapi 3 (1)” 39-43.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokomia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan Kedua. Penerbit ITB. Bandung. Harliansyah. 2001. Mengunyah Halia Menyah Penyakit. Indonesian Student
Association in Malaysia. http://www.ibnusina.utm.my/-hadi/paksi/paper/paksi_harliansyah_89.pdf (10 Juli 2007).
Hart, H., Craine, L., Hart, D. 2003. Kimia Organik. Erlangga.Jakarta. Heil, M. B. Baumann, R. Kruger and K.E. Linsenmair. 2004. Main Nutrient
Compounds in Foods Bodies of Mexican Acacia Ant-Plants. Chemoecology 14: 45-52.
. 2003. Protective Ant-Plant Interactions as Models Systemin
Ecological and Evolutionary Research. Ann. Rev. Ecol. Evol. Syst. 34: 425-453.
Hopkins, W. G. 1999. Introduction of Plant Physiology. Jhon Wiley and Sons.
New York. Huxley, C. R. 1978. Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and
Relationships Between Their Morphology, Ant Accupants, Physiology nd Ecology. New Phytologist 80 (1): 231.
. 1993. The Tuberous Epiphytes of the Rubiaceae 5: a Revision of
Myrmecodia. Blumea 37 (2): 271-334. Ilavarasan R, Mallika, M., and Venkataraman, S.2005. Antiinflammatory and
Antioxsidant Activities of Cassia fistula Bark Extracts. Afr. J. Traditional. CAM 2(1) : 70-85.
Jayasekara, T.I., Stevenson, P.C., Belmain, S.R., Farman, D.I., and Hall, D.R.
2002. Identification of Metylsalicylate as the Principal Volatile Component in the Methanol Exstract of Root Bark of Securidaca longipedunculata Fers. J. Mass Spec. 37:577-580.
Katzung, B. 2000. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. EGC: Jakarta.
Kee, J. L and Hayes, E. R. 1993. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan (diterjemahkan oleh P. Anugrah) Penerbit EGC. Jakarta.
Lakhanpal, P., Rai D.K. 2007. Quercetin: a Versatile Flavonoid. Journal of Medical Update Jul-Dec 2
17
(2).http://www.geocities.com/agnihotrimed/paperos_Jul-Dec 2007.htm (11 Juli 2007).
Lamp, C.A., Forbes, S.J. & Cade, J.W. (ed. Pressley, M.). 1990. Grasses of Temperate Australia. Inkata Press, Melbourne.
Lelo, A., Hidayat, D.S., Juli Sake. 2004. Penggunaan Antiinflamasi Non Steroid Yang Rasional Pada Penanggulangan Nyeri Rematik. Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Loggja, R. D., Tubaro, A., Dri, P., Zilli, C., Del Ne. 1986. The Rule of Flavonoids in the Antiinflamatory of Chamolia recutita . Plants Flavanoids in Biology and Medicine: Biochemicals, Pharmaceuticaland Structure ActivityRelationships. Alan R. Liss. Tnc p: 481-484.
Mansjoer, S. 1997. Efek Anti Radang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma zedoria Rosc.) terhadap Udem Buatan pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Majalah Farmasi Indonesia 8:35-41.
Maretnowati, N.A., Widyawaruyanti dan M.H. Santosa. 2005. Uji Toksisitas Akut dan Sub Akut Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang Artocarpus champeden Spreng dengan Parameter Histopatologi Hati Mencit. Majalah Farmasi Erlangga 5(3):91-95.
Mueller, J. 2005. ”Bioflavonoids: Natural Relief for Allergies and Asthma.” http://www. Worldwidehelathcenter.net/articles-336.html (1 Desember 2005).
Mulyaningsih, S., Darmawan, E. 2006. Efek Anti Artritis Pisang Ambon (Musa Paradisiaca sapientum L.) dan Lidah Buaya (Aloe vera L.) terhadap Adjuvant-Induced Artritic pada Tikus. Biodiversitas 7 (3): 273-277.
Murata, K. 1985. Formation of Antioxidants and Nutrient in Tempe, Asian Symposium on Non-Salted Soybean Fermentation.Tsukuba. Japan
Nijveldt, R.J., van Nood, E., van Hoorn, D.E.C, Boelens, P.G., van Norren, K.J., van Leeuwen, P.A. M. 2001. Flavonoid : A Review of Probable Mechanisms of Action and Potential Applications. American Journal of Clinical and Nutrition 74:418-425.
Neto, A.G., Costa, J.M.L.C., Belati, C.C, Vinholis, A.H.C.,Possebom, L.S., Da Silva Filho, A.A., Cunha, W.R.,Carvalho. J.C.I., Bastos, J.K., Silva, M.L.A. 2005. Journal of Ethnopharmacology 96 : 87-91.
Nick’s Plant Pages. 2001. Ant Plants. http://www.duke.edu/~nplummer/beccarii.html. [7 Februari 2007].
18
Peterson, T. G., Kim, H., Bames, S. 1997. Mechanism of Action of The Soy Isoflavone Genistein at the Celular Level. Second International Symposium on the Role of Soybean in Preventing and Treating Chronic Deseases. Brussel. Belgique.
Rahmawati, I. , Yunus F., Wiyono W.H. 2003.“ Patogenesis dan Patofisiologi Asma”. Cermin Dunia Kedokteran 41:1-8.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_Patogenesis dan Patofisiologi Asma.pdf/05/html [10 Juli 2007].
Rachmawati, D. 1997. Efek Antiinflamasi Lempuyang Emprit pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fak. Farmasi UGM. Yogyakarta.
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi (diterjemahkan oleh K. Padmawinata). Penerbit ITB. Bandung.
Rusdi, 1988. Tetumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang.
Sedgwick, A.D. and Willoughby, D.A. 1994. “Animal Models for Testing Drugs on Inflammatory and Hypersensitivity Reactions”. InDale, M. M. And Foreman, J. C. Textbook of Immunopharmacology. Third Edition. Blackwell Scientific Publication. Oxford.
Selway, J. W. T. 2006. Antiviral Activity of Flavones and Flavons. Plants Flavanoids in Biology and Medicine: Biochemicals, Pharmaceuticaland Structure ActivityRelationships. Alan R. Liss p: 521-536.
Simon, J.E. 1990. Essential Oils and Culinary Herbs in Janick, J., and Simon, J. E. (Eds.). Advances in New Crops. Timber Press. Portland.
Siswandono dan Soekarjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya.
Snyder, H. E. and Kwon, T. W. 1987. Soybean Utilization. Van Nostrand Reinhold Co. New York.
Stafford, A.H., and Ibrahim, K.R.1992. Phenolic Metabolism in Plants. Volume 26. Plenum Press. New York & London.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi (diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Sudiro). Penerbit ITB. Bandung.
Steenis, C. G. G. J. Van. 1987. Flora Untuk Sekolah di Indonesia (diterjemahkan oleh M. Surjopranoto). Pradnya Paramita. Jakarta.
19
Stone, K.R., and Freyer,A. 2004. Natural Anti-Inflamatories: Dealing with Arthritic Pain Drugs Versus Diet.
http://www.ortopeditechreview.com/issues/julaug05/pg.html[1Desember 2006].
Subroto, A. M, Saputro, H. 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Penebar Swadaya: Jakarta.
Subagyo, R.L. 2005. Pemilihan NSAID untuk Berbagai Situasi Klinik. POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). http://www.pogi-online.org (6 April 2008).
Sucipto,A.2008.KedelaidanKesehatan.http://www.naksara.net/index.php?option=com_content&view=article&id=156:kedelai-dankesehatan&catid=43:helath&Itemid=27 (6 April 2008).
Sumarni, R. dan Rahayu. 1994. Perbandingan Efek Antiinflamasi Jahe Biasa, Jahe Gajah dan Jahe Merah. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin Ujung Pandang.
Syariefa, E., Hermansyah, Karjono, Tambunan, L., Syalita &Rosy Nur Apriyanti. 2006. Riset Alamiah Sarang Semut. http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=252.[21 Mei 2007].
Teramoto, H., Ikeda, H., and Tamori, Y. 2000. Supressive Effect of Isoflavones on Proliferation of Breast Cancer Cells Induced by Nonyl-phenol and bi-phenol A. Prosiding ISPUC-III. Tsukuba. Japan.
Tjay, T. H., Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting: Penggunaan dan Efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Tjokronegoro, A. dan Baziat, A. 1992. Etika Penulisan Obat Tradisional. Fak. Kedokteran UI. Jakarta.
Turnbach, M.E., Spraggins, D.S. and Randich, A. 2002. ”Spinal Administration of Prostaglandin E2 or Prostaglandin F2α Primarly Produces Mechanical Hyperalgesia that is Mediated by Nociceptive Spesific Spinal Dorsal Horn Neuron.” Pain 97: 35-45.
Turner, R. A. 1965. Screening Methods in Pharmacology. Academic Press. New York.
Uzcάtegui, B., Avila, D., Roca, H. S., Quintero, L., Ortega, J. Dan Gonzalez, B. 2004. Anti-inflamatory, Antinociceptive, and Antipyretic Effects of Lantana trifolia Linnaeus in Experimental Animals. http://www. scielo. org.
20
ve/scieolo. php? pid=S0535- 51332004000400004&script=sci_arttext. [1 Desember 2006].
Ward, P.A. 1985. ”Inflamasi” (dalam : Imonologi III. Diterjemahkan oleh S. Wahab). UGM Press. Yogyakarta.
Wagner, H., Bladt, S. and Zgainski, E. M. 1984. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas. Springer. London.
Waluyo, E. B., Subroto, A. M. 2007. Sarang Semut (Ant Nest). http://medicinesherbal.blogspot.com/2007/03/sarang-semut-ant-nest.html.[21 Mei 2007].
Waterman, P. G., J. A. M. Ross & D. B. Mckey. 1984. Factors Affecting Levels of Some Phenolic Compounds, Digestability, and Nitrogen Content of the Mature Leaves of Barteria Fistulosa (Passifloraceae). Journal of Chemical Ecology 10 (3): 387-401.
Whitten, A. J. 1981. Notes on the Ecology of Myrmecodia Tuberosa Jack on Siberut Islands-Indonesia. Ann. Bot 47 : 525-526.
Wilmana, P.F. 1995. Analgesik Antipiretik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai (dalam Farmakologi dan Terapi. Ed. S. G. Ganiswara). Edisi ke-4. Penerbit Gaya Baru. Jakarta.
Wiyana, D. 2006. Nongon Pembunuh Kanker. Tempo (18/XXXV/26 Juni-02 Juli 2006). http://www.lipi.go.id/www.cgi?cetakberita&1158151385&&2006&. [11 Mei 2007].
Wulandari, I. 2005. Uji Daya Antiinflamasi Akut Diasetil Heksagama Vunon-1
(Diasetil HGV-1) secara Oral terhadap Udem Kaki tikus Betina Wistar Terinduksi Karagenin. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
WTMA (Wet Tropics Management Authority). 2004. Insects in the wet tropics: Green ants.http://www.wettropics.gov.au/pa/pa_ants.html [30 April 2007].
Zilliken, F. I. 1997. Production of Novel Isoflavans. Material Meeting. BMBF. Bonn. Germany.