Post on 23-Jun-2015
Muslimah Cantik, BermahkotaRasa Malu
Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…” (SMS dari
seorang sahabat)
Membaca SMS di atas, mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar
sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna
yang begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk
terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal
yang paling indah dalam hidup wanita.Namun sayang, banyak sebagian dari kita kaum wanita
yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita
merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan
rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
�اء ي الح� �م ال �ق�ا ، و�إن� خ�ل�ق� اإلس� ل �ل� دين� خ� ك إن� ل“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa
malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan).
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,
فع� اآلخ�ر فع� أح�د�ه�م�ا ر� �ا ج�ميع�ا ، ف�إن� ر� �اء� و�اإليم�ان� ق�رن ي الح�“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang
lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim
mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi).
Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita,
bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman
dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi
dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan
dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat
penciptaan wanita yang seharusnya menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya,
menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal
seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan
mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum
pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat
signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya;
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang sepatutnya’,
Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar
kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan
menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya,
maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita,
terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’
dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas
kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’
yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri
kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari
emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya
sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min
dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah
memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa
dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan
malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa
malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu
kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita
yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang
miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) Di
antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian
tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun
sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari
Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,
إن كنتن مؤمنات فليس هذا بلباس المؤمنات وإن كنتنغير مؤمنات فتمتعينه
“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian
wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati
pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani
mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”).
Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah
sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita kaum wanita terhadap mahkota yang ada
pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada
kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan
kita pun hilang di telan zaman?
�ان �ذ�ب �ك ت �م�ا �ك ب ر� ء �ال� آ �ي� أ ف�ب
“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13).
Wahai, muslimah…
Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita
yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan
dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas
permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan
keimananmu pada Rabb-mu…
Penulis: Ummu Hasan ‘Abdillah
Muroja’ah: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Referensi:
Yaa Binti; Ali Ath-Thanthawi
Al Hijab; I’dad Darul Qasim
http://muslimah.or.id