modul asma

Post on 28-Nov-2015

57 views 6 download

description

asma bronkiale

Transcript of modul asma

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 1

Modul AsmaProf DR.dr.Ariyanto Harsono SpAKBag.Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR

Asma bronkiale PendahuluanAsma bronkiale: peyakit obstruktif saluran nafas kronik dengan eksaserbasi akut.

Gejala Utama:-pilek -batuk -sesakDiluar serangan: normal

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 2

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 3

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 4

1. Anamnesis2. Pemeriksaan Fisik3. Foto torak4. Laboratorium:-IgE Total -IgE spesifik:*Uji Kulit *RAST5. Eosinofilia:-hitung Eosinofil>300/cmm -diff count>4%6. Uji fungsi Paru

Diagnosis

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 5

Uji Fungsi Paru

1. FEV-1/FVCAsma ringan:->80% prediksi normalAsma sedang: 60%-80% prediksi normalAsma berat: :<60% prediksi normal

2.FEV-1 reversibility: >12%3. PEV variability> > 15%4. Exercise Test: penurunan FEV-1>15%

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 6

Imunopatologi

Interaksi antara beberapa sel:-Sel Mast/Basofil-Eosinofil-Limfosit-Monosit-Netrofil

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 7

8Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 9

Granule contents:Histamine,TNF-Proteases, Heparin Lipid mediators:

ProstaglandinsLeukotrienes

Cytokine production:Specifically IL-4, IL-13

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 10

Mediator Sel Mast:-Histamin -SRS-A -PAF - ECF -NCF -Derivat asam arakidonat:-5HETE -LTB-4 -LTC-4 -LTD-4 -LTE-4

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 11

Limfosit Th-2:-IL-3 -IL-4 -IL-5 -IL-6 -TNF-alfa -GM-CSF

Eosinofil:-ECP(Eosinophil Cationic Protein) -MBP(Major Basic Protein) -EPO(Eosinophil Peroxidase) -EDN(Eosinophil Derivative Neurotoxin)

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 12

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 13

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 14NEJM 1998;338:436-45

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 15

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 16

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 17

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 18

Kelainan Yang timbul

1. Sembab mukosa2. Bronkokonstriksi3. Hiper sekresi mukus4. Hipereaktifitas bronkus/inflamasi

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 19

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 20

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 21

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 22

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 23

Perubahan Fisiologi  1.   Akibat terjadinya bronkonstriksi karena spasme otot polos :

Begitu penyempitan jalan napas berlangsung maka FVC,

FEV1 , PEFR akan berkurang sedangkan RV meningkat.

Ini akan berakibat hipoksemia dan hiperventilasi, pernapasan penderita menjadi berat.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 24

      2.Akibat edema sub mukosa : akan lebih memperburuk

penyempitan jalan napas.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 25

3.   Akibat hipersekresi mukus yang kental dalam saluran

pernapasan.”Mucous plug” dan “broncho spasme” terjadi tidak

merata pada semua daerah sehingga mengakibatkan ventilasi yang tidak normal dan berakibat PO2 menurun. Hipoksemia bertambah

buruk jika terjadi “Dead space”, yaitu bila ada alveoli yang

biasanya mendapat ventilasi baik kemudian tidak mendapat

ventilasi tetapi mendapat perfusi darah normal. Ini akan

menimbulkan gejala “Right to Left Shunt”.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 26

Darah yangmeninggalkanparu-paru hanya sedikit membawa

O2 sehinggamenyerupai campuran dengan darah vena.

Kalau hal iniberlangsung terus akan terjadi “pulmonary

hypertension”, hipertrofi ventrikel kanan, “cor pulmonale”

akhirnya “cardiac failure”.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 27

4. Akibat obstruksi “bronchus extrinsic” karena ekspirasi yang kuat terutama pada anak kecil karena dinding toraks yang lembek.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 28

Perubahan BiokimiaA    Hipoksemia : PO2 kurang dari 95 Torr. Ini disebabkan oleh

kurangnya ventilasi dan perfusi pada alveoli yaitu akibat

terjadinya fenomena “right to left shunt”.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 29

B  Hiperkapnea : PCO2 lebih tinggi dari 40 Torr. Walaupun pada

permulaan PCO2 menurun, berkisar antara 30-50 Torr, tapi

karena ventilasi alveoler yang menurun progresif , mengakibatkan

PCO2 meningkat. Hiperkapnea menunjukkan adanya

hipoventilasi, adalah fase akhir obstruksi bronkus.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 30

PCO2 lebih besar dari 60-70 Torr menyebabkan

kesadaran menurun dan depresi pernapasan.

Penderita bisa meninggal mendadak selama sedang tidur.

PCO2 lebih dari 50 Torr sebaiknya penderita

dipindahkan ke ICU untuk perawatan intensif.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 31

C.     Asidosis : pH kurang dari 7.35.

“Respiratory acidosis” disebabkan karena retensi CO2 ,

terjadi sehubungan adanya “metabolic acidosis”

(‘base deficit” 4mEq/L atau lebih). Disebabkan oleh hipoksia

jaringan sehingga asam organik dan keto meningkat.

Pengaruh “intake” kalori yang menurun karena muntah +

hipoksemia mengakibatkan dikeluarkannya cadangan glikogen, akan timbul ketosis sehingga berakibat “metabolic acidosis”.”.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 32

Pada awal penyakit, keadaan ini dikompensasi oleh hiperventilasi

dan “respiratory alkalosis”. Kemudian obstruksi jalan napas

dan kelelahan maka terjadi alveolar hipoventilasi yang

mengakibatkan PCO2 meningkat dan terjadi “Respiratory

acidosis”.

Kenaikan PCO2 adalah sebuah tanda bahaya.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 33

Kenaikan PCO2 adalah sebuah tanda bahaya.

Jika PCO2 meningkat maka PaO2 menurun, mengakibatkan

arteriil pH menurun (”Respiratory acidosis”) yang memperberat

“metabolic acidosis”. Akibatnya sangat fatal karena bisa

terjadi “respiratory failure”, cardiac arrhythmia” dan

“cardio respiratory arrest”.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 34

 D.   Dehidrasi dan Gangguan keseimbangan Elektrolit.Pada status asmatikus biasanya terjadi dehidrasi sekurang-kurangnya 5% dari berat badan karena beberapa hal :

1. Muntah-muntah2. “Intake” berkurang3. “Insencibel water loss”4. “Oxygen Consumption” yang meningkat

Meningkatnya beban pernapasan akan meningkatkan pemakaian oksigen sebanyak 50% sebanding dengan kenaikan kebutuhan air dan kalori. Sehingga kebutuhan air diperhitungkan 50% lebih banyak dari kebutuhan basal.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 35

“Diuretic Effect” dari obat-obat yang dipakai pada asma.

Theophylin lazim dipakai pada pengobatan status asmatikus. Obat ini juga memiliki khasiat diuretik.

Pemberian kortikosteroid dalam jangka lama harus waspada adanya “adrenal insuficiency” dimana sering timbul

hiponatremia dan hiperkalaemia.

E

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 36

Sedangkan pemberian dosis tinggi selama

serangan akan menyebabkan pengeluaran

natrium dan air berkurang sedang kehilangan

kalium lebih banyak.

Penatalaksanaan

• Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 37

• Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 38

• Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan, kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 39

• Pada serangan asma akut yang berat :

• -         Berikan oksigen

• -         Nebulasi dengan2-agonis antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali pemberian.

• -         Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada

• -         Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 40

• Berikan aminofilin intra vena :• o       Bila pasien belum mendapatkan amonifilin

sebelumnya, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30 menit

• o       Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan separuhnya.

• o       Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml

• o       Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 41

• -         Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral

• -         Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat b-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 42

Prof DR.dr.Ariyanto Harsono SpAK 43