Minyak Tanah_ Konversi Ke Gas Elpiji

Post on 13-Jul-2015

685 views 0 download

Transcript of Minyak Tanah_ Konversi Ke Gas Elpiji

Disajikan oleh R.B. Suryama M. Sastra Fraksi PARTAI KEADILAN SEJAHTERA Anggota DPR RI A-264

Page

1

of 30

MINYAK TANAH: KONVERSI KE GAS ELPIJIFirst Submitted 24 Agustus 2007 Last Updated 28 Agustus 2007 Review No. 18 Number of Updating 4

8 Mei 2006 Direktur BBM Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas) Adi Subagyo mengatakan pemerintah mulai tahun 2007 berencana menerapkan kebijakan menarik kompor minyak tanah milik masyarakat untuk diganti dengan kompor gas elpiji. Kebijakan ini terkait upaya pemerintah mengalihkan subsidi minyak tanah ke elpiji. Tapi ini baru konsep dan kita akan bicarakan terlebih dahulu. Pemerintah pada tahap awal merencanakan program pengalihan minyak tanah ke elpiji di empat wilayah yakni DKI Jakarta, Batam, Bali dan Makassar. Pemilihan keempat wilayah itu karena memiliki ketersediaan infrastruktur pemanfaatan elpiji yang sudah lengkap. Tapi, ini masih konsep. Belum diputuskan. Sesuai konsep, harga minyak tanah di empat wilayah yang saat ini ditetapkan Rp 2.000,00 per liter secara otomatis akan dinaikkan. Sedangkan, di luar empat wilayah, harga minyak tanah tetap Rp 2.000,00 per liter. Mengenai waktu pelaksanaannya, pemerintah akan melaksanakan program secara bertahap dan setelah masyarakat benar-benar siap. Untuk menyukseskan pemakaian elpiji, pemerintah akan menyiapkan tabung elpiji ukuran kecil yang harganya terjangkau oleh masyarakat. Jadi, elpijinya bukan pakai tabung yang besar kalau untuk masyarakat kecil, kita siapkan yang tiga kilogram. Ukuran tabung tiga kilogram (kg) ini ekuivalen sekira Rp 12.000,00. Dalam perhitungannya, penggunaan elpiji ini jauh lebih murah ketimbang minyak tanah. Satu kilogram elpiji setara dengan 3 liter minyak tanah. Saat ini harga elpiji Rp 4.250,00/kg dan minyak tanah Rp 2.000 ,00 per liter. Saya pikir ini masih bisa terjangkau oleh masyarakat kecil kita. Penggantian kompor minyak tanah ini akan bisa dilakukan secara bertahap yang akan dimulai tahun 2007. Saya pikir tidak lama lagi, kan tinggal enam bulan. Kita akan sosialisasikan ini terus karena masih ada masyarakat yang khawatir menggunakan elpiji. Ia mengakui rencana pengalihan subsidi ini karena kebijakan sebelumnya yakni penggantian minyak tanah dengan batu bara kurang begitu berhasil. Kalau batu bara agak sulit diterapkan, terlalu banyak kendalanya. Meski pemakaian elpiji digiatkan, ia menjamin, pemerintah akan tetap menjual minyak tanah, namun dengan harga keekonomian. Dengan harga minyak tanah yang mencapai tingkat keekonomiannya, diharapkan masyarakat tetap memilih elpiji karena disparitas harga yang besar. 1 Meneg PPN/Bapenas Paskah Suzeta mengatakan jika diversifikasi energi ini berhasil, negara bisa berhemat sekitar Rp 30 triliun per tahun. Misalnya, kalau bisa melakukan diversifikasi segera, dari anggaran subsidi minyak Rp 54 triliun pada tahun ini, anggaran akan tinggal Rp 24 triliun. Sumber energi alternatif di tanah air berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu diperlukan infrastruktur yang memadai untuk memanfaatkan1

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/09/0601.htm

energi alternatif seperti gas (elpiji). Pemerintah harus berani mengeluarkan modal besar untuk menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan. 2 29 Agustus 2006 Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Wahyudin Munawir menyesalkan keputusan pemerintah yang menyetujui subsidi konversi minyak tanah. Hal itu hanya akan menambah beban subsidi energi yang besarnya sudah mendekati Rp 100 triliun. Sepertinya dengan subsidi konversi minyak tanah ini Menteri ESDM hanya serius menambah beban rakyat. Di sisi lain Menteri ogah-ogahan' dalam mengimplementasikan, menjaga dan mengawal kebijakan diversivikasi energi. Pada akhirnya konversi energi bukan mengurangi subsidi tetapi malah meminta tambahan (subsidi). Kebijakan subsidi konversi energi minyak tanah ke gas kurang sejalan dengan kebijakan sebelumnya yang akan memasyarakatkan briket batu bara. Seharusnya pemerintah dapat komitmen dengan pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian yang kala itu dijabat Abu Rizal Bakrie bahwa pemerintah serius untuk mengkonversikan minyak tanah ke briket batu bara. Memasyarakatkan briket batu bara, sebenarnya tidak sulit untuk dilakukan pemerintah. Program ini dapat sejalan dan direalisasikan bersamaan dengan penyaluran subsidi langsung tunai (SLT). Artinya pengadaan briket batu bara dan fasilitas tungku memasaknya dapat diambil dananya dari sebagian alokasi SLT. Jika program ini terimplementasikan, secara bertahap masyarakat dengan sendirinya akan terbiasa menggunakan briket batu bara untuk keperluan energi sehari-hari. Dengan demikian produktivitas mereka tidak terganggu hanya untuk menunggu antrian panjang minyak tanah dan pemakaian minyak tanah pun akan berkurang. Jika program ini terimplementasikan baru dapat dilanjutkan dengan program memasyarakatkan gas elpiji. Bukan saling menjegal kebijakan. 3 3 Oktober 2006 Anggota Komisi VII DPR RI Wahyudin Munawir mendorong pemerintah untuk mengembangkan Gasified Petroleum Condensat (GPC). Sumber energi alternatif hasil penelitian PT Pertamina ini dapat digunakan masyarakat sebagai bahan bakar untuk menggantikan minyak tanah (kerosin) dan LPG (liquid petroleum gas). Dalam rangka diversifikasi energi dan penghematan BBM, GPC baik untuk dikembangkan. Selain lebih murah, nantinya pemerintah pun tidak perlu mengimpor LPG untuk menggantikan kerosin. Secara teknis, GPC memiliki keunggulan lebih dari bahan bakar lainnya. Di samping nilai kalori yang tidak kalah besarnya dengan LPG (10.000 - 12.000 cal/gram), kualitas api pembakarannya juga sama dengan kualitas api LPG biru. Dan tingkat efisiensi pemakaian GPC lebih tinggi dari bahan bakar lainnya. Untuk memanaskan air sampai mendidih dalam volume yang sama, dibutuhkan jumlah berat GPC yang lebih sedikit dibandingkan LPG atau kerosin. Selain menghemat BBM, pemanfaatan GPC yang berbahan baku kondensat ini juga akan menghemat devisa negara. Karena dapat mengurangi impor BBM untuk konsumsi dalam negeri. Jika kita mengimpor kerosin sebanyak 30MBCD dengan selisih harga kerosin terhadap harga crude oil di pasar luar negeri sebesar US$ 10/bbl dan harga kondensat2 3

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/09/0601.htm http://fpks-dpr.or.id/new/main.php?op=isi&id=2111

sama dengan crude oil yaitu sekitar US$ 70/bbl, maka akan dihemat devisa sebesar US$ 108 juta per tahun. Karenanya, rencana pemerintah untuk mensubstitusi kerosin dengan LPG patut untuk ditinjau ulang. Subsidi kerosin yang diberikan pemerintah sebaiknya dialihkan untuk subsidi kompor GPC. Dengan demikian subsidi ke masyarakat hanya sekali saja, tidak terus menerus. Bila pemakaian GPC sudah dibudayakan untuk keperluan rumah tangga, penggunaan kerosin otomatis akan semakin berkurang. Kerosin untuk selanjutnya bisa dialihkan sebagai bahan bakar pabrik. Tentunya dengan harga yang mengikuti pasar. 4 6 Maret 2007 Deputy Director for Energy in The National Development Planning Agency (BAPPENAS) Eddy Satriya dalam situs Kolom Pakar PInter menuliskan artikel mengenai hal ini. Berikut adalah kutipannya: 5 Menyoal Konversi Minyak Tanah Ke Bahan Bakar Gas (Telah diterbitkan dalam Downstream Indonesia Edisi Feb 2007) Subsidi energi, baik listrik maupun BBM, telah menjadi momok menakutkan bagi pengambil keputusan di Republik Indonesia ini. Pemerintah dipusingkan bukan hanya oleh rumitnya merancang pembangunan dan menentukan prioritas dalam penyusunan RAPBN, tetapi juga dengan besarnya subsidi terutama BBM yang harus ditanggung setiap tahun. Karena itulah, pemerintah bersama DPR telah bersepakat untuk menghapuskan subsidi BBM secara bertahap seperti tertuang dalam UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Meskipun demikian, subsidi minyak tanah dikecualikan. Dengan kata lain, meski telah menerapkan harga pasar untuk bensin dan solar, pemerintah masih mensubsidi minyak tanah untuk keperluan masyarakat berpendapatan rendah dan industri kecil. Namun subsidi minyak tanah dalam dua tahun terakhir masih terasa memberatkan karena besarnya volume yang harus disubsidi, seiring dengan berbagai krisis dan transisi yang terjadi dalam managemen energi nasional. Kondisi ini diperberat pula dengan bertahannya harga minyak dunia pada kisaran USD 50-60 per barel. Karena itu, langkah pemerintah untuk melakukan konversi penggunaan minyak tanah kepada bahan bakar gas dalam bentuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) bisa dianggap sebagai salah satu terobosan penting dalam mengatasi rancunya pengembangan dan pemanfaatan energi, sekaligus mengurangi tekanan terhadap RAPBN. Dari berbagai sumber diketahui bahwa pemerintah berencana untuk mengkonversi penggunaan sekitar 5,2 juta kilo liter minyak tanah kepada penggunaan 3,5 juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1 juta kilo liter minyak tanah pada tahun 2007 (detik.com, 19/1/07). Langkah ini bisa dipahami cukup strategis mengingat setelah penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan akan minyak tanah tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu, salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi pemakaian minyak tanah. Sayangnya, rencana konversi kepada LPG ini terasa mendadak dan tidak terencana secara komprehensif. Tak heran berbagai masalah dalam pelaksanaannya muncul seakan tiada henti. Mulai4 5

http://fpks-dpr.or.id/new/main.php?op=isi&id=2238http://kolom.pacific.net.id/ind/eddy_satriya/artikel_eddy_satriya/menyoal_konversi_minyak_tanah_ke_bahan_bakar_gas.html

dari ribut-ribut tender kompor gas yang dilakukan oleh Kantor Menteri Koperasi dan UKM, belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi yang mencapai ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat yang justru sedang giatgiatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar briket sesuai program pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria pemilihan lokasi uji coba dan kelompok masyarakat penerima kompor dan tabung gas gratis. Belum habis berbagai kontroveri tersebut, muncul pula masalah lain dalam proses tender kompor gas. Yaitu adanya aturan baru dimana kompor gas harus memiliki dua tungku. Padahal peserta tender sebelumnya telah mengantisipasi dan diminta menyiapkan penawaran hanya satu tungku sesuai aturan dari Departemen Perindustrian (Kompas, 3/2/07). *** Lalu bagaimana langkah ke depan? Tidak semua rencana baik bisa berjalan mulus. Apalagi dalam era demokrasi yang penuh transisi. Berbagai niat dan semangat untuk mengukir sejarah tidak cukup hanya dibekali upaya biasa, tapi juga menuntut perjuangan ekstra dan kerjasama. Itulah salah satu kaedah proses perencanaan saat ini. Karena itu demi kelangsungan program konversi yang bertujuan baik, maka proses perencanaan dan program pelaksanaannya sebaiknya dibenahi dari sekarang sebelum mengalami kegagalan atau menciptakan dampak yang lebih buruk. Ada dua masalah utama yang perlu pemikiran ulang. Pertama, dampak penghapusan subsidi untuk bensin dan solar kelihatannya luput dari perhatian pemikir negeri ini. Anjuran kiai dan puluhan cendekiawan Indonesia dengan berbagai iklannya di media cetak dan media elektronik untuk bersabar menghadapi penyesuaian harga BBM ternyata tidak mangkus. Himpitan dan kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat miskin seperti nelayan di pesisir dan penduduk yang hidup didaerah sungai seperti di Jambi, Sumatera Selatan, sebagian Jawa, dan sebagian besar Kalimantan, menuntut kreativitas agar bisa bertahan hidup. Mahalnya solar untuk melaut telah memaksa nelayan memodifikasi ribuan mesin kapal agar tetap bisa dioplos dengan minyak tanah supaya ekonomis, meski harus mengganti beberapa onderdil secara berkala. Sedangkan bagi rakyat pengguna transportasi sungai, mesin tempel perahu mereka juga harus direkayasa agar bisa menggunakan minyak tanah yang lebih murah. Meski secara ekonomi terjadi pengurangan subsidi untuk bensin dan solar, namun secara nasional penggunaan dan permintaan minyak tanah bukannya menurun. Malah sebaliknya, permintaan naik berlipat-lipat yang tercermin dengan banyaknya antrian minyak tanah disepanjang tahun 2005 dan 2006 di seluruh wilayah nusantara, termasuk di ibukota Jakarta. Hal ini telah diperburuk pula oleh ulah spekulan, pengoplos, dan buruknya distribusi Pertamina. Kedua, apabila pemerintah masih akan terus melakukan konversi minyak tanah dengan berbagai kondisi makro seperti di atas, maka pelaksanaannya menuntut pembenahan. Koordinasi menjadi kata kunci. Demikian pula, harus jelas institusi penanggung jawab program utama (executing agency) dan institusi pelaksana untuk setiap sub program (implementing agency). Saat ini peran, fungsi dan tugas masingmasing institusi yang terlibat masih rancu. Setidaknya ada beberapa institusi yang terlibat, antara lain: Departemen ESDM, PT. Pertamina, BPH Migas, Depertemen

Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Usaha (swasta), LSM, dan Pemerintah Daerah. Menjadi penting untuk meluruskan peran dan tugas masingmasing agar tidak terjadi tumpang tindih dan saling tuding. Untuk mewujudkan kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi sudah sepantasnya dibetuk Tim Terpadu untuk melaksanakan program konversi ini. Mengingat jumlah masyarakat miskin yang terus bertambah, maka sangat diperlukan kecermatan dalam menentukan lapisan masyarakat yang akan menjadi sasaran konversi ini. Untuk skala nasional tentu saja tingkat kesulitannya akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skala uji coba yang sekarang sedang dilaksanakan di beberapa kecamatan di wilayah DKI Jaya dan Tangerang. *** Konversi penggunaan minyak tanah memang harus dilaksanakan secara berkesinambungan mengingat masih tingginya permintaan dan ketergantungan nasional terhadap BBM. Program ini harus berkelanjutan dan tidak bisa sporadis mengingat pemerintah masih kesulitan menaikkan produksi minyak ketingkat 1,3 juta barel per hari, sementara penggunaan bahan bakar gas dan batu bara masih terkendala oleh infrastruktur. Penggantian jutaan kompor minyak tanah menjadi kompor gas tentu memerlukan biaya cukup besar. Apalagi jika itu akan diberikan secara cuma-cuma. Untuk jangka panjang strategi pembiayaan mutlak harus dipikirkan. Diusulkan agar biaya konversi pemakaian minyak tanah ini bisa diambilkan dari berbagai retribusi dan pendapatan negara bukan pajak lainnya (PNBP) yang jumlahnya cukup besar di sektor Migas. Sedangkan pengelolaanya dalam jangka panjang bisa saja di embankan kepada badan usaha tertentu atau dikembalikan ke Pertamina dengan menggunakan pola Public Service Obligation sehingga mengurangi rantai birokrasi dan dapat meringankan beban pemerintah ditengah keterbatasan sumber daya manusia yang ada saat ini. Sebagai penutup tidak kalah pentingnya adalah program sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mensukseskan program ini. Karena itu ukuran tabung gas dan kepastian rancangan kompor hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga memang sesuai dengan kebutuhan mereka. Khusus untuk ukuran tabung gas, kiranya perlu dipikirkan ulang secara seksama, hingga tidak terjadi salah persepsi nantinya bagi sebagian masyarakat miskin yang tentu juga memiliki tingkat pendidikan yang agak terbatas dibandingkan dengan masyarakat luas lainnya. Kedua hal ini sangat perlu diperhatikan untuk menghindarkan berbagai masalah sosial yang belum diantisipasi pemerintah pada saat ini. 8 Mei 2007 Program konversi minyak tanah ke elpiji secara resmi mulai dilakukan. Bertempat di desa Kebon Pala, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Wakil Presiden M Yusuf Kala didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro meluncurkan pelaksanaan Program Konversi Minyak Tanah ke Elpiji. 6 Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengatakan penggunaan elpiji sebagai pengganti minyak tanah, selain bisa mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin juga bisa

6

http://www.esdm.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=468&Itemid=94

menekan subsidi BBM yang selama ini ditanggung APBN. Selain itu pemakaian elpiji juga tidak menimbulkan polusi yang berlebihan. Berdasarkan kajian ilmiah, pemakaian 1 liter minyak tanah equivalent 0,4 kg elpiji. Sehingga jika menggunakan elpiji, masyarakat akan menghemat Rp 1700 dibanding minyak tanah. Selanjutnya, berdasarkan uji coba disejumlah daerah konversi minyak tanah ke elpiji bisa mendatangkan penghematan Rp 25.000 per bulan per KK. Bagi pemerintah, program konversi memang membutuhkan dana investasi bagi pembangunan prasarana yang besar, yakni sekitar Rp 20 triliun. Namun, penghematan yang bisa dilakukan juga tidak kecil. Jika pemakaian minyak tanah bisa diganti seluruhnya dengan elpiji itu berarti subsidi sebesar Rp 30 triliun per tahun untuk minyak tanah tidak diperlukan. Ini artinya IRR lebih dari 100 %. 7 25 Mei 2007 Alumni Teknik Mesin Universitas Diponegoro, Mohammad Fathoni yang melakukan penelitian Meningkatkan Efisiensi Kompor Minyak Tanah dan Alternatif Fuel Energy menuliskan opininya dalam blognya. Berikut ini adalah kutipannya: 8 Masih Ingat rencana pemerintah pada sekitar pertengahan tahun 2006 silam yang akan menarik kompor minyak tanah dari masyarakat dan menggantinya dengan kompor elpiji ? Kalo ingat, dulu dikatakan bahwa mulai 2007 proses konversi minyak tanah ke elpiji ini akan diberlakukan secara bertahap dengan tujuan menekan subsidi BBM dan diharapkan pada tahun 2008 nanti minyak tanah sudah bebas dari subsidi. Elpiji dipandang sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah yang lebih murah karena dari segi panas yang dihasilkan lebih tinggi dari pada minyak tanah kira -kira satu kilogram gas elpiji setara dengan 3-4 liter minyak tanah . Tapi bagaimanapun menurut saya mau minyak tanah ataupun elpiji tidak akan benarbenar menjadi solusi masa depan, kenapa? 1. BBM tersebut tidak bersifat renewable, apalagi diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis pada tahun 2020 mendatang, yang artinya setelah tahun tersebut maka 100 % minyak Indonesia adalah hasil Impor 2. Proses konversi kompor minyak tanah ke elpiji itu sendiri membutuhkan proses yang panjang dan berkesinambungan hingga bisa benar-benar mengakar di masyarakat, membutuhkan dana yang besar, membutuhkan sosialisasi yang panjang serta pengelolaan yang profesional. Untuk bisa menghambat 100 % impor BBM maka langkah yang bisa diambil adalah dengan cara menekan dan mengurangi konsumsi BBM dalam negeri, salah satu pelaksanaanya bisa dengan cara substitusi BBM fossil dengan BBM hayati (bio fuel ). Penggunaan Bio fuel secara berkesinambungan akan lebih efisien untuk menghemat pemakaian BBM. Produk-produk bio fuel diantaranya adalah : 1. Biodiesel, untuk menggantikan minyak solar, dipakai pada kendaraan dengan mesin diesel. Bisa dihasilkan oleh CPO, minyak jarak pagar, dll. 2. Bioethanol, untuk menggantikan bensin. Bisa dihasilkan oleh tebu, ubi kayu, shorgum dll 3. Biokerosin, untuk menggantikan minyak tanah. Bisa dihasilkan oleh jarak pagar7 8

http://www.esdm.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=468&Itemid=94 http://kampungan.web.id/cose/?p=87

Produk-produk Bio fuel komersial yang sudah ada diantaranya adalah : B-10 (10 % biodiesel dan 90 % solar ), B-5 (5 % biodiesel ), B-20, E-10 (10 % bioethanol dan 90 % premium ), E-5 (5 % bioethanol) dll. 8 Juli 2007 Anggota Komite BPH Migas Trijono mengatakan, berdasarkan pengamatan BPH Migas, Pertamina ternyata menarik 100 persen minyak tanah di wilayah konversi. Hal ini melanggar komitmen secara tertulis kepada BPH Migas tertanggal 23 April 2007 lalu yang menyatakan bahwa Pertamina hanya akan menarik 70 persen minyak tanah. Di wilayah Jabodetabek, komposisi pengguna minyak tanah adalah 70 persen konsumen rumah tangga dan 30 persen usaha kecil seperti pedagang kaki lima. Sementara, program konversi yang dibagikan tabung dan kompor LPG secara gratis hanya menyentuh konsumen rumah tangga yang menggunakan minyak tanah. Jadi, kalau minyak tanah ditarik 100 persen, tentunya akan terjadi kelangkaan. Apalagi, berdasarkan pemantauan BPH Migas, masyarakat yang telah dibagikan kompor dan tabung gratis ternyata sebagian besar kembali menggunakan minyak tanah. Bahkan, di beberapa wilayah hanya lima persen yang terus menggunakan LPG, sedangkan 95 persen lainnya kembali memakai minyak tanah. Sesuai PP No 36 Tahun 2005, Pertamina harus bertanggung jawab dalam proses penyaluran dan pendistribusian minyak tanah sampai ke tingkat ritel. BPH Migas juga telah memberikan penugasan kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi kepada Pertamina. Artinya, Pertamina harus melaksanakan dan bertanggung jawab jangan sampai terjadi kelangkaan BBM bersubsidi. Ia meminta agar Pertamina tidak melempar tanggung jawab atas terjadinya kelangkaan minyak tanah ke BPH Migas. 9 Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja BBM BPH Migas Agus Nurhudoyo menambahkan, selama ini, Pertamina yang menunjuk mitra ritelnya dan setiap tiga bulan sekali meninjau kontrak dengan agen. Evaluasi kontrak itu bertujuan mengamankan pasokan minyak tanah sampai ke pangkalan dan terjamin distribusinya ke rakyat. Sedangkan peran BPH Migas lebih pada upaya mengamankan minyak tanah dengan sistem dan bukan dengan pengawasan setiap harinya. Pertaminalah yang terkait langsung dengan operasional harian dan lebih bisa berperan mendukung sistem pengawasannya. 10 Dirut Pertamina Ari Soemarno mengatakan, Pertamina hanya melakukan konversi minyak tanah pada daerah-daerah yang telah dibagikan elpiji, sehingga seharusnya tidak ada kaitannya dengan kelangkaan. Ini terjadi karena ada pengoplosan dan penyalahgunaan, bukan karena program konversi. Peluang pengoplosan dan penyalahgunaan tetap tinggi mengingat perbedaan harga minyak tanah bersubsidi dengan non subsidi bisa mencapai Rp 3.000,00 per liter. Ia berharap BPH Migas lebih memperketat pengawasan penyaluran minyak tanah bersubsidi agar tidak terjadi penyalahgunaan yang mengakibatkan kelangkaan9

10

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/09/0601.htm http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/09/0601.htm

komoditas tersebut. Pertamina sendiri tidak memiliki wewenang melakukan penindakan atas penyelewengan penggunaan minyak tanah. Itu tugasnya BPHB Migas. Upaya yang bisa dilakukan Pertamina guna menekan kelangkaan tersebut hanya sebatas melakukan penggelontoran minyak tanah ke masyarakat. 11 25 Juli 2007 Situs Tempo Interaktif menampilkan tulisan anggota Komisi VII DPR RI, Wahyudin Munawir. Berikut ini kutipannya: 12 Konversi Minyak Tanah ke Elpiji Konversi minyak tanah ke elpiji (liquefied petroleum gas) ternyata kedodoran. Daerah-daerah yang menjadi target konversi mengeluh karena tiba-tiba minyak tanah menghilang. Jikapun ada, harganya mahal, sekitar Rp 6.000-an, karena tak ada lagi subsidi. Di berbagai wilayah di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, banyak rakyat miskin dan pedagang kecil kelabakan karena depo minyak menghilang. Padahal minyak tanah masih sangat dibutuhkan rakyat miskin yang tak mampu membeli gas, meski tabung gas berisi 3 kilogram elpiji sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji itu memang bertujuan baik, yaitu mengurangi subsidi minyak tanah untuk keperluan rumah tangga yang nilainya sekitar Rp 30 triliun. Tapi sayang, dalam menentukan kebijakan tersebut, pemerintah telah melakukan beberapa kesalahan mendasar sehingga kebijakan konversi itu akhirnya menimbulkan problem di masyarakat. Sejak awal, misalnya, pemerintah tidak konsisten dalam menentukan kebijakan konversi minyak tanah. Terbukti, gagasan konversi minyak tanah ke batu bara yang saat itu sudah mulai dikampanyekan tiba-tiba dibatalkan begitu saja. Wakil Presiden Jusuf Kalla, medio 2006, tiba-tiba menyatakan bahwa konversi ke batu bara diganti ke elpiji. Pergantian konversi secara tiba-tiba itu tidak hanya mengejutkan masyarakat yang sudah mulai bersiap-siap mengganti minyak tanah ke batu baru, tapi juga mengecewakan para perajin tungku batu bara dan para peneliti yang telah berhasil membuat tungku batu bara modern, yang bisa mengatur nyala api dan menghemat pemakaian batu bara. Di sejumlah pameran, misalnya, kreativitas masyarakat membuat tungku batu bara sudah mulai bermunculan guna menyambut era konversi minyak tanah ke batu bara itu. Beberapa peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan perguruan tinggi, seperti di Universitas Sriwijaya, Palembang, telah berhasil membuat alat sederhana untuk mencairkan batu bara. Batu bara cair ini harganya lebih murah daripada minyak tanah dan sangat mudah pemakaiannya, sama seperti pemakaian minyak tanah. Baiknya lagi, semua jenis batu bara--baik yang muda (kadar karbonnya rendah) maupun yang tua (kadar karbon tinggi), bisa dicairkan. Dan batu cair ini ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai pengganti minyak tanah, tapi juga pengganti solar. Bahkan dengan sedikit treatment kimia, batu bara cair pun bisa diubah jadi premium.

11 12

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/09/0601.htm http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/07/25/brk,20070725-104384,id.html

Seandainya saja saat itu kebijakan konversi minyak tanah ke batu bara terus berjalan, niscaya masyarakat akan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya. Kompor-kompor batu bara, misalnya, tidak hanya bisa dipakai untuk membakar briket batu baru, tapi juga membakar briket arang kayu-kayuan, arang batok, dan lain-lain. Tapi sayang, suasana yang sudah tepat itu tiba-tiba dibatalkan secara mendadak oleh Jusuf Kalla. Apa motif di balik pembatalan konversi minyak tanah ke batu bara memang perlu diselidiki untuk mengetahui kenapa kebijakan yang sudah positif itu dibatalkan. Konversi permakaian minyak tanah ke elpiji bagi masyarakat kecil niscaya akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Pertama, dari aspek fisik. Minyak tanah bersifat cair sehingga transportasinya mudah, pengemasannya mudah, dan penjualan sistem eceran pun mudah. Masyarakat kecil, misalnya, bisa membeli minyak tanah hanya 0,5 liter (katakanlah Rp 1.500 dengan harga subsidi) dan mereka dapat membawanya sendiri dengan mudah. Minyak tanah 0,5 liter bisa juga dimasukkan ke plastik. Kondisi ini tak mungkin bisa dilakukan untuk pembelian elpiji. Ini karena elpiji dijual per tabung, yang isinya 3 kg, dengan harga Rp 14.500-15.000. Masyarakat jelas tidak mungkin bisa membeli elpiji hanya 0,5 kg, lalu membawanya dengan plastik atau kaleng susu bekas. Kedua, dari aspek kimiawi. Elpiji jauh lebih mudah terbakar (inflammable) dibanding minyak tanah. Melihat perbedaan sifat fisika dan kimia (minyak tanah dan elpiji) tersebut, kita memang layak mempertanyakan sejauh mana efektivitas dan keamanan kebijakan konversi tersebut. Keluhan masyarakat Dalam sebuah kunjungan ke daerah-daerah yang--konon menurut pemerintah--sudah diberi tabung elpiji gratis, kami menemukan berbagai keluhan masyarakat. Sejak adanya kebijakan konversi itu, minyak tanah menghilang dari pasar. Kalaupun ada, harganya sangat tinggi, sehingga mereka tak sanggup membelinya. Sementara itu, kalau mau beli gas, mereka harus membeli 3 kg atau satu tabung yang harganya berkisar Rp 15 ribu. Kondisi ini tampaknya belum diperhatikan pemerintah. Bagi rakyat kecil, membeli bahan bakar Rp 15 ribu sangat memberatkan, karena penghasilan mereka tiap hari hanya cukup untuk makan sehari, bahkan terkadang kurang. Ini berbeda dengan minyak tanah yang bisa dibeli eceran, satu atau bahkan setengah liter sekalipun. Dari aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji akan menimbulkan masalah seperti yang disebutkan di atas. Pemerintah kurang peka melihat kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar penghasilannya pas-pasan. Mestinya, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan secara selektif. Masyarakat kecil tetap dibiarkan memilih untuk sementara waktu, apakah menggunakan minyak tanah atau elpiji, yang kedua-duanya disubsidi. Sementara itu, masyarakat yang mampu diharuskan memakai elpiji. Untuk itu, perlu ada pendataan penduduk miskin yang akurat di tiap-tiap wilayah agar pemberian subsidi tersebut tepat sasaran. Jika alasannya untuk mengurangi subsidi dan memanfaatkan gas produksi dalam negeri guna memenuhi kebutuhan energi nasional, kenapa pemerintah tidak

mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD, yang memakai solar) dengan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Konversi dari PLTD ke PLTG ini cukup sederhana, tinggal menambah alat converter di mesin-mesin pembangkit listrik. Bahkan sebagian mesin di PLTD bisa dioperasikan dengan solar ataupun gas. Saat ini, misalnya, akibat pemakaian solar, subsidi pemerintah untuk PLN mencapai Rp 25 triliun. Jika memakai gas, subsidi itu nyaris nol dan pemerintah bisa mengkonversi subsidi tersebut untuk membangun pusat-pusat pembangkit listrik di wilayah-wilayah lain yang kekurangan pasokan listrik. Di luar Jawa dan daerahdaerah terpencil, misalnya, pasokan listrik ke masyarakat masih jauh dari memenuhi. Di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, misalnya, PLN hanya memenuhi 18,72 persen kebutuhan listrik masyarakat. Di Kabupaten Pasaman Barat, kebutuhan listrik masyarakat hanya terpenuhi 35,75 persen. Secara nasional, misalnya, PLN hanya memasok listrik 54 persen dari kebutuhan penduduk Indonesia. Ini artinya, jika prioritas konversi itu diberikan kepada PLN dulu, niscaya akan banyak membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Studi yang dilakukan Japan International Cooperation Agency di wilayah lereng Gunung Halimun, Jawa Barat, menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian masyarakat akibat masuknya jaringan listrik di pedesaan mencapai lebih dari 30 persen. Ini terjadi karena listrik tidak hanya menerangi jalan, tapi juga menjadikan masyarakat bisa mengikuti acara radio, TV, dan lain-lain sehingga membuka wawasan mereka dan mengerti akses pasar untuk menjual produk-produk hasil buminya. Karena itu, untuk masyarakat pedesaan di lereng-lereng pegunungan, apakah mereka bisa dipaksa memakai tabung gas? Seberapa besar manfaat tabung gas tersebut? Jelas, tidak! Kebutuhan mereka jelas bukan tabung gas, melainkan listrik. Mereka lebih baik memakai tungku yang bisa dipakai untuk membakar kayu, batu bara, atau briket. Semua bahan bakar tersebut mudah diperoleh di desa secara gratis dan bisa dibuat sendiri. Tapi listrik? Mereka sangat membutuhkannya untuk berbagai kebutuhan, baik penerangan maupun informasi melalui media elektronik (TV dan radio). Dengan demikian, mestinya kebijakan konversi gas tersebut perlu ditinjau ulang dan direvisi secara komprehensif. Dalam kaitan ini, kondisi masyarakat dan peta sosial ekonomi wilayah yang bersangkutan mestinya dikaji terlebih dulu oleh pemerintah sebelum menetapkan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji di atas. 31 Juli 2007 Sekjen Komite Indonesia untuk Pengawasan dan Penghematan Energi (Kipper), Sofyano Zakaria mengatakan diversifikasi energi jelas menghemat subsidi bahan bakar minyak (BBM), ini sangat menguntungkan buat negara dan pemerintah. Namun, jangan sampai hal ini menimbulkan masalah buat masyarakat termasuk agen dan pangkalan minyak tanah. 13 6 Agustus 2007

13

http://rafflesia.wwf.or.id/library/admin/attachment/clips/2006-08-01-059-0002-004-03-0899.pdf

FMNP (Forum Masyarakat Pengguna Minyak Tanah) beraksi di depan Depo Plumpang dan berakhir kisruh. Pembubaran aksi berakhir dengan enam kali tembakan gas air mata dan 10 tembakan peringatan. 14 8 Agustus 2007 Ketua Hiswana Migas Yahman Setiawan mengatakan akibat program konversi minyak tanah ke kompor gas, sebanyak 500 pedagang eceran minyak tanah di Pancoran Mas menjadi pengangguran. Ini karena pasokan minyak tanah ke sejumlah agen minyak tanah kosong. Para pedagang eceran tidak dapat membeli minyak tanah untuk mereka salurkan kemasyarakat. Sudah beberapa bulan ini agen minyak tanah tak bekerja atau menjadi pengangguran. Padahal biasanya, mereka mendapatkan pasokan 3-5 kali sepekan. Sekali pasok biasanya 5.000 liter. Anda bisa bayangkan, bagaimana mereka menghidupi anak isteri. Mau mencari kerja, tambahnya, jelas amat sulit dalam situasi seperti saat ini. Oleh karena itu, pemerintah semestinya mengantisipasi persoalan konversi minyak tanah ke gas. Pemerintah harus jeli dong, bagaimana mencari solusi tepat untuk para pedagang ini. Sedangkan, apabila mereka berdagang kompor gas dan perlengkapannya memerlukan modal cukup besar. 15 Salah satu pedagang minyak tanah eceren di Pancoran Mas, Saefulloh, mengatakan dua bulan ini dirinya menganggur. Bingung, mau kerja apa lagi. 16 Hal senada juga disampaikan oleh Kimu, penjual minyak tanah eceran. Kini dirinya bingung untuk mencari pekerjaan baru. Jika program ini diterapkan saya mesti kampung. 17 9 Agustus 2007 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan program konversi minyak tanah ke elpiji adalah langkah penting menuju kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu tidak ada sedikitpun niat pemerintah merugikan pihak tertentu dalam menjalankan program ini. Sebab, pengurangan konsumsi sekaligus subsidi minyak tanah yang saat ini mencapai Rp 40 triliun diharapkan bisa menambah anggaran untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan lainnya. 'Baik secara makro maupun mikro tidak ada yang dirugikan dengan pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji. Program konversi ini juga tidak akan menghilangkan kesempatan kerja. Sebab pihak PT Pertamina telah menyampaikan program bahwa dalam pelaksanaan program konversi minyak tanah ini seluruh agen dan pangkalan minyak tanah dialihkan sebagai agen dan pangkalan elpiji. 'Selain itu kita juga siapkan para pedagang minyak tanah dengan gerobak dorong bisa menjual elpiji. Konversi ini dirancang dan memiliki program yang baik. Meski demikian pada pelaksanaannya belum optimal. Mengingat masyarakat yang tergolong statis, dalam masa transisi pelaksanaan program konversi ini memang dibutuhkan sosialisasi secara masif. Ia merencanakan adanya Penyuluh Elpiji yang memberikan sosialisasi dan14 15

http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=17574&kat=Nasional http://www.monitordepok.com/news/berita-utama/12206.html 16 http://www.monitordepok.com/news/berita-utama/12206.html 17 http://www.monitordepok.com/news/berita-utama/12206.html

pemahaman langsung ke rumah-rumah tangga sehingga masyarakat paham pentingnya konversi ini. Sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat secara terus menerus mengenai konversi minyak tanah ke elpiji, menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Bahkan agar masyarakat yang bersifat statis ini bisa diajak dan paham akan pentingnya pelaksanaan program konversi, sosialisasi hendaknya dilakukan secara total football. Pilihan elpiji sebagai pengganti minyak tanah, bukan hanya karena elpiji lebih ramah terhadap lingkungan saja. Namun baik hitungan kalori maupun harga elpiji lebih efisien dibanding minyak tanah. Perbandingannya antara minyak tanah dengan elpiji setara dengan 2 : 1. Untuk itulah sekali lagi diingatkan bahwa pilihan terhadap elpiji telah dilakukan melalui kajian secara cermat dan matang. 'Kebijakan pemerintah tidak akan sedikitpun menyengsarakan masyarakat. Sebaliknya konversi ini bertujuan mempercepat target anggaran 20% untuk pendidikan, serta meningkatkan alokasi bidang kesejahteraan lainnya. 18 13 Agustus 2007 Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan selama ini subsidi minyak tanah Rp30 triliun. Kalau minyak tanah sudah terganti semua, subsidinya hanya tersisa Rp8 triliun. Jadi, kita berhemat Rp22 triliun per tahun. Penghematan ini lebih besar dari keuntungan usaha Pertamina selama setahun yang saat ini Rp19 triliun. Program itu juga dinilai menguntungkan konsumen rumah tangga, industri kecil menengah, dan pemerintah. Dengan asumsi setiap rumah tangga menggunakan 20 liter minyak tanah per bulan, dan beralih menggunakan elpiji delapan kilogram per bulan, diperoleh penghematan Rp20 ribu Rp25 ribu per bulan. Satu-satunya yang rugi dengan konversi minyak tanah adalah pengoplos minyak tanah. Memang ada wali kota yang menolak, tapi saya yakin di rumahnya dia masak pakai elpiji. Kalau demo, silakan saja demo. Kita ini sudah sangat terlambat melakukan konversi. Rumah tangga di negara miskin seperti Kamboja, Laos, dan India semua memakai gas. Kalau Anda lihat foto korban banjir di India, mereka pasti membawa tabung mengantri elpiji. Ia mengakui, faktor penghambat program konversi minyak tanah adalah kualitas tabung dan kompor gas. Saat ini, sekitar 11 persen atau sekitar 44 ribu tabung dan kompor ditarik karena rawan meledak. Untuk itu ia memerintahkan Pertamina dan Departemen Perindustrian membenahi kualitas tabung dan kompor gas. Terkait dengan koordinasi yang melibatkan lintas instansi pemerintah, ia menegaskan bahwa pelaksana dari program konversi elpiji itu adalah PT Pertamina. Jadi nantinya mekanisme business to business. Tapi pelaksananya adalah Pertamina. Selain memerintahkan Pertamina menjaga stabilitas pasokan gas elpiji di pasaran, Ia juga memerintahkan Pertamina melibatkan jasa penilai independen PT Surveyor Indonesia dalam proses produksi tabung dan kompor gas. Mungkin ada kompor gas yang meledak. Tapi ratusan kali lebih banyak kompor minyak tanah yang meledak dan menghanguskan rumah-rumah dibanding kompor gas. Meski ingin segera menyelesaikan program konversi minyak tanah, pemerintah tidak akan melakukan penarikan terhadap produk kompor minyak walaupun ada rencana.

18

http://www.esdm.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=628&Itemid=94

Tapi kasihan juga. Biar jadi cadangan saja. Kalau sudah beralih ke gas, lama-lama kompor minyak tidak akan dipakai lagi. 19 Program ini harus tetap jalan. Namun untuk itu, ia memerintahkan agar dilakukan kontrol yang ketat mengenai kualitas, serta kecepatan penyelesaian. Mengenai kurangnya sosialisasi di masyarakat, ia mengakui memang ada, namun diminta segera dilakukan penambahan untuk iklan di TV, pencetakan brosur maupun menggunakan tenaga penyuluh lapangan. Ia optimis program ini akan berhasil karena hampir seluruh kalangan akan meraih keuntungan. Hasil survei, orang yang sudah pakai gas LPG, 99 persen tak akan kembali ke minyak tanah. Ia menegaskan bahwa program konversi minyak tanah ke gas LPG tetap akan dilanjutkan dengan target empat tahun selesai. Sementara mengenai kekurangankekurangan yang ada akan terus diperbaiki. Program konversi minyak tanah ke gas LPG ini akan menguntungkan semua pihak dengan hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg LPG. Ia mengeluarkan hitungan jika penggunaan minyak tanah sebanyak 20 liter minyak tanah per bulan per KK, maka akan setara dengan 2,5 tabung. Tidak ada lagi negara di dunia yang menggunakan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Minyak tanah saat ini hampir sama dengan Avtur baik dari segi kualitas maupun harganya. Dengan demikian, selama ini rumah tangga Indonesia sama saja dengan menggunakan avtur. 20 Menurut Menteri Perindustrian Fahmi Idris, spesifikasi dan standarisasi produksi tabung gas sudah selesai. Untuk kompor, aturan spesifikasi teknis telah keluar, namum belum selesai dalam penetapan standarisasi. Tinggal satu-dua step. Persiapan standarisasi dan spesifikasi sudah dalam tahap penyelesaian. 21 Dirut PT Pertamina Ari H. Soemarno mengatakan PT Pertamina selaku pelaksana menginginkan agar tahun depan tidak perlu tender untuk menunjuk kembali produsen tabung dan kompor gas yang ada. Kepastian mengenai pasokan dari produsen tabung dan kompor gas menjadi salah satu pertimbangan utama, selain ketersediaan gas itu sendiri. Mekanismenya adalah memperpanjang kontrak yang saat ini ada. Jadi nanti tinggal negosiasi harga saja. Dihitung proporsional eskalasinya, dengan kenaikan harga bahan baku dan tenaga kerjanya yang meningkat. Produsen tabung yang ada ya itu-itu saja. Makanya memang sebaiknya prosesnya kedepan tidak lagi harus melalui tender. 22 Situs berita Batam Pos menuliskan usulan PT Pertamina tersebut berarti harus merubah Keppres yang mengatur tentang mekanisme penunjukkan produsen tabung yang harus melalui tender. 23 Dirut PT Wijaya Karya A. Sutjipto mengemukakan bahwa kami melalui anak perusahaan PT Wika Intrade siap memproduksi 700 ribu unit tabung gas dan 425http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=28094&Itemid=97 http://www.antara.co.id/arc/2007/8/14/wapres--keuntungan-program-konversi-minyak-tanah-rp22triliun/ 21 http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=28094&Itemid=97 22 http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=28094&Itemid=97 23 http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=28094&Itemid=9720 19

kompor gas. Nilai proyek ini mencapai Rp 63 miliar (tabung) dan Rp 20 miliar (kompor). Hingga kini, Wika Intrade telah memproduksi kurang lebih 150 ribu tabung dan 125 ribu kompor yang telah diserahkan pada Pertamina. Dengan kapasitas produksi 125 ribu tabung per bulan dan 150 ribu kompor per bulan, Wika akan mendongkrak kapasitas itu menjadi 175 ribu tabung per bulan. 24 15 Agustus 2007 Wakil Presiden Jusuf Kalla menginginkan pengalihan pemakaian Minyak Tanah ke Elpiji, semula enam tahun dipercepat menjadi empat tahun. Dalam empat tahun ke depan 90 persen pemakaian minyak tanah secara nasional akan beralih ke elpiji. Jika dilihat dari sisi rupiah yang dikeluarkan akan lebih rendah 40 persen, apabila percepatan konversi minyak tanah hingga 90 persen. Namun untuk tahap awal memang dibutuhkan investasi sebesar Rp 15 triliun guna membangun infrastruktur pengadaan dan pendistribusian elpiji. Oleh sebab itu, pemerintah meminta kepada pihak swasta untuk turut berpartisipasi dalam program pemerintah ini. Hampir 85 persen responden pengguna elpiji di rumah tangga mendukung dan setuju dalam program pengalihan minyak tanah ke elpiji. Masyarakat sudah sangat mengerti akan manfaat yang didapat dengan menggunakan elpiji selain dapat menghemat biaya juga dengan elpiji lingkungan menjadi bersih, sehat, praktis dan aman. 25 Direktur Utama Pertamina Ari H. Soemarno menuturkan bahwa subsidi yang dialihkan dari minyak tanah kepada elpiji itu nantinya satu banding satu. Artinya pengurangan dari minyak tanah berapa dan pengurangan dari elpiji berapa itu nantinya dialihkan. Dan pemerintah sendiri sudah tidak ada masalah mengenai penggantian selisih dari harga jual elpiji sebesar Rp 2.500 per kilogram. Itu merupakan penggantian subsidi dari pengurangan minyak tanah ke elpiji 3 kilogram. Memang pada tahap awal Pertamina akan menanggung dulu biaya pengadaan tabung dari sumber dana internal korporat. Tidak mengapa di awal keluar modal, yang penting upaya untuk kurangi subsidi minyak tanah itu harus sukses. Sedangkan untuk konsumsi elpiji yang ada saat ini sebesar 1,08 juta ton dengan tabung ukuran 12 kilogram, selisih harga jualnya untuk sementara akan tetap ditanggung oleh Pertamina. Hal tersebut juga sedang diupayakan oleh pemerintah untuk menutupi selisih harga elpiji dengan tabung 12 kilogram. 26 Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga Hanung Budya menambahkan, bahwa penghematan subsidi minyak tanah sebesar Rp 4.000 per liter masih bisa menutupi besaran subsidi yang dibutuhkan untuk mengganti satu liter minyak tanah ke elpiji. Pasalnya subsidi yang dibutuhkan hanya sebesar Rp 1.300 per liter minyak tanah yang dikonversikan ke elpiji. Sedangkan untuk tahap awal tahun 2007, program konversi ini akan diterapkan di seluruh kota besar di Pulau Jawa dan Bali yang tingkat konsumsi minyak tanahnya mencapai 70 persen dan karena wilayahnya mudah dijangkau sehingga lebih mudah mengedukasi masyarakatnya dan secara logistik tidak ada masalah. Kalau mau dilihat penggunaan minyak tanah di daerah Jabodetabek justru lebih dua kali dari konsumsi24 25

http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=28094&Itemid=97 http://www.bumn.go.id/news.detail.html?news_id=15594 26 http://www.bumn.go.id/news.detail.html?news_id=15594

Jawa Tengah. Jika Pertamina bisa masuk ke Jabodetabek akan lebih cepat pengalihan dari minyak tanah ke elpiji. 27 Situs BUMN Online menuliskan bahwa untuk mendukung pelaksanaan program uji pasar konversi minyak tanah ke elpiji, Pertamina menyiapkan 500 set kompor gas yang dilengkapi dengan regulator dan selangnya serta 500 tabung elpiji tiga kilogram untuk dibagikan kepada responden secara gratis. Selanjutnya responden dapat mengisi ulang tabung elpiji pada pangkalan minyak tanah yang ditunjuk sebagai pangkalan uji coba dalam program tersebut. Untuk menjaga kondisi stok dan sirkulasi tabung, Pertamina menyiapkan 1.000 tabung elpiji tiga kilogram yang akan di stok di Agen elpiji yang ditunjuk dan sebagian di stock rolling LPG Filling Plant Tanjung Priok. Volume total elpiji yang dipersiapkan untuk program uji pasar tersebut diperkirakan enam metrik ton per bulan atau setara dengan 10,4 KL minyak tanah. Jumlah tersebut disesuaikan dengan alokasi pangkalan minyak tanah yang ditunjuk yakni sejumlah 20 KL per bulan. Adapun pemilihan Agen dan Pangkalan Minyak Tanah di Jakarta yang akan digunakan untuk uji pasar adalah Agen Minyak Tanah PT Bina Prastha Buana 31-3161, Jl. Ungaran No.34 Pasar Manggis dan Pangkalan Minyak Tanah di Jl. Cempaka Baru V/39 Kecamatan Cempaka Baru, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. 28 Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Malang, Peny Indriati mengatakan rencana sosialisasi ke masyarakat tidak mungkin bisa dilaksanakan sebelum September 2007. Sebab sampai sekarang belum ada SK Walikota terkait pelaksanaan sosialisasi. Imbasnya jadwal sosialisasi pada masyarakat belum bisa ditentukan. Padahal sosialisasi merupakan tahapan penting sebelum pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Selain itu, pemerintah dan Pertamina menghadapi kendala, sasaran program sosialisasi konversi minyak tanah. Itu terjadi setelah ada perbedaan data sasaran yang dimiliki Pertamina dengan pemerintah. Data Pertamina jumlah keluarga miskin yang menjadi sasaran konversi minyak tanah mencapai 91 ribu keluarga sementara pemerintah hanya 20 ribu. 29 Berikut ini adalah wawancara dengan ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, Indah Suksmanisngsih: 30 DW: Bagaimana tanggapan YLKI mengenai rencana pengalihan minyak tanah ke elpiji? Indah S.: Ya, boleh-boleh aja, kalo kemudian pemerintah bisa merealisasikan gagasannya yang baik itu dalam bentuk nyata, dan tidak malah merepotkan masyarakat. Kalo mau mengganti kompor, bagaimana dalam operasional dari gagasan tersebut itu menjadi benar-benar sesuai dengan keinginan dalam gagasan, gitu. Karena begini: pemerintah, kan mestinya harus melihat bagaimana prakteknya orang menggunakan kompor, kan? Mereka itu golongan mana yang akan diganti? Kalaupun27 28 29 30

http://www.bumn.go.id/news.detail.html?news_id=15594 http://www.bumn.go.id/news.detail.html?news_id=15594http://www.suarasurabaya.net/v05/ekonomibisnis/?id=add2301fd5fda127920ae0dab527bd78200743395

http://www2.dw-world.de/indonesia/Interview_der_Woche/1.192652.1.html

mereka akan diganti semua, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk memberi dia, tidak hanya gasnya saja, tetapi juga kompornya, kan? Dari mana dia bisa beli kompor? Kemudian juga tabung gasnya sendiri. Ini gasnya mau dialirkan pake apa? Nah, berapa sebetulnya dan masyarakat yang mana yang akan mendapatkan gantian untuk keadilan. Tidak mungkin dicabut kompornya kemudian tanpa dia diberi kompor gas. Lalu kemudian, gasnya sendiri, tabungnya aja udah sekarang ini 300 ribu, dan kompornya 200 ribu. Jadi masing-masing rumahtangga mau dikasih 500 ribu, untuk dia bisa menyalakan dan memasak. Satu hal yang harus diperhatikan. Kalau pemberian dari pemerintah itu sudah habis, lalu dia adalah pegawai yang hidupnya itu gajinya harian, bisa nggak dia menyiapkan, kemudian akhir bulan dia membeli gas. Kalau gasnya itu ada. Dan ini di dearah mana, itu yang kemudian sangat mengkhawatirkan, bahwa ide untuk mengganti kompor minyak menjadi kompor gas akan berjalan dengan lancar, itu yang kita belum tau. DW: Secara keseluruhan, berarti ini lebih banyak membebani konsumen. Indah S.: Iya, akhirnya apa sih yang dimaksudkan, gitu lho. Dia kan tau bahwa masyarakatnya pendapatannya bukan bulanan. Ada yang harian, ada yang mingguan. Bagaimana dia bisa membeli gas, yang sekarang satu tabung aja, harganya udah 55 ribu. Bagaimana dia bisa membeli tabungnya. Tabungnya aja harganya udah 300 ribu. Bagaimana membedakan kesenjangan antara penjualan Jakarta dengan di Maumere, yang harganya terpaut hampir 20 ribu. Di Jakarta kita bisa beli, katakanlah 55 ribu, di Maumere harganya 70 ribu per tabung. Justru yang jauh dari Jakarta itu, pendapatannya belum tentu bulanan, bahkan harian dan mingguan. Bagaimana dia menyiasati, apa bisa beli gas untuk sehari, kayak kita beli minyak tanah? Kita membelinya harian, karena ketidak ada pekerjaan dan ketidak mampuan masyarakat untuk membeli 10 liter. Dia maunya satu liter aja, untuk memasak hari ini. Bagaimana kemudian menyikapi masyarakat dalam golongan ini. Dia tidak termasuk program yang harus diganti kompornya menjadi gas. Ini kan nggak jelas. DW: Jadi sebetulnya program ini tidak realistis. Indah S.: Sangat tidak jelas! Di dalam operasionalnya saja, penjelasan kira-kira rencana operasionalnya saja, itu bagaimana, nggak jelas saya. Siapa yang dipilih duluan, yang punya duit, atau bagaimana sebetulnya? DW: Padahal pemerintah sudah menggariskan, ada 4 daerah yang akan dijadikan proyek percontohan, DKI, Batam, Bali dan Makassar. Indah S.: Misalnya 4 daerah. Mengapa daerah-daerah itu yang dipilih? Itu kan harus ada penjelasan, untuk tidak menimbulkan kecemburuan, kan? Mengapa ini, mengapa itu, gitu. Walaupun itu Makassar, seluruh Makassar. Semua penduduk, atau yang bagaimana, yang saudaranya yang punya proyek, gitu. DW: Kemudian dengan alasan, bahwa ketersediaan infrastruktur di 4 wilayah ini sudah cukup bagus. Apa betul begitu? Indah S.: Lha saya nggak tau kalo ..., ya itu sangat mengecewakan, kalau infrastrukturnya tidak siap, karena gubernur saya tidak begitu care terhadap urusan itu, masyarakat yang kayak gitu, nggak dapet gas. Masyarakat yang gubernurnya care

karena ada duitnya, maka itu yang dapat gas, begitu. Itu yang nggak jelas! Jadi jangan ini hanya sebagai suatu proyek, tetapi secara operasional tidak jalan, gitu. DW: Tapi kalau pemerintah kemudian menaikkan harga minyak tanah di 4 kawasan ini dan tiba-tiba menarik distribusi minyak tanah di kawasan ini, bagaimana kelanjutannya pada masyarakat yang tidak punya kompor elpiji? Indah S.: Na itu malah jadi sekelompok orang lebih malang. Minyak tanahnya nggak ada, ya kan, kemudian gasnya belum tersalurkan, atau dia belum mampu membeli kompor gas. Kan jadi lebih malang itu, apa nggak marah kalau orang nggak makan, gitu lho. Karena urusan gas atau urusan kompor itu sangat berkaitan erat dengan makan. Kalau kemudian tidak memasak karena harga sudah dinaikkan, sementara gasnya belum datang. Dan itu bisa aja terjadi seperti kasus askeskin askes untuk orang miskin. Surat askes lamanya ditarik, askeskin yang barunya tidak (ada). Jadi konsumennya nggak bisa berobat. Ini juga potensi terjadi pada masalah gas ini. Jadi belum masalah soal safety. Orang kalau nggak kebiasaan pake, apakah kemudian tidak perlu dipikirkan bagaimana pengoperasian produk ini. DW: Jadi sangat mentah sekali, ya Mbak rencana ini? Indah S.: Oo.. saya kira iya. Jadi harus melihat masyarakatnya yang gajinya itu tidak seperti gaji pembuat kebijakan ini. Itu yang harus dipikirkan! Bisa nggak beli ktngan? DW: Iya, katanya pemerintah mau membikin tabung yang cuma 3 atau 4 kilo, apa ini juga bisa terrealisir dalam waktu cepat? Indah S.: Ya, silahkan aja, mari kita lihat hasilnya. Hobbynya kan begitu? Itu proyek, semua itu! Kalau dilihat perencanaannya begitu tergesa-gesa dan kesannya proyek, tidak menjaga kecermatan dan kemudian hanya coba-coba aja, karena ada proyek, lumayan kan, kalau nggak, ya nggak jadi, kan begitu. DW: Jadi di belakang ini ada semacam konspirasi untuk memperkaya diri sendiri. Indah S.: Kita nggak tau itu, tapi dari rencananya dan penjelasan untuk pelaksanaannya aja sudah tidak memikirkan bagaimana praktek atau prevalence praktek yang dilakukan oleh orang-orang menggunakan kompor, masyarakat siapa yang menggunakan kompor itu, bisa beli minyak biasanya bulanan diganti gas itu, nggak ngerti saya! Bener-bener itu maunya pikirannya orang yang punya proyek, yang tidak pernah merasakan, bagaimana dia mendapatkan penghasilan sehari-hari itu secara harian, bukan bulanan. DW: Jadi, menurut pengamatan YLKI sendiri, yang paling tepat, harusnya program seperti apa? Indah S.: Ya, itu dibicarakan lagi. Bisa kemudian mensubstitusi yang sekarang dilakukan oleh rakyat, ke yang lebih baik. DW: Kan maunya katanya modern ni Mbak, dengan menggunakan elpiji.

Indah S.: Ini untuk makan seseorang kalau kemudian kompornya dicabut atau dinaikkan harga, sebelum dia bisa mengerjakan proyek itu, keberlanjutannya dari kepersediaan itu seperti apa, itu hanya akan menyengsarakan. DW: YLKI sendiri sudah membuat semacam usulan atau action untuk mencegah?" Indah S.: Belum ... YLKI itu nggak bisa. YLKI kemudian melihat bagaimana pemerintah selalu membuat kebijakan tensoplast. Pada luka langsung, tidak kemudian dipikir mengapa, kemudian terjadi semacam ini. DW: Jadi tidak mendasar, ya, pemikirannya? Indah S.: Saya hanya mengkhawatirkan, bahwa akses untuk masyarakat mendapatkan gas sulit, dan kemudian prasarana untuk bisa menghidupkan kompor dengan gasnya atau kompornya sendiri, prasarana lainnya apa, gitu lho. DW: Ya, pengalaman selama ini kan, kalau suatu produk dijadikan proyek pemerintah, tiba-tiba produk itu selalu menghilang dari pasaran. Indah S.: Ya, ya, ya. Masyarakat itu pendapatannya harian! Saya nggak tau model gas apa yang bisa dijual harian. Mereka membeli minyak tanah itu kan karena harian. Hari itu dia mau masak, hari itu dia beli minyak tanah untuk hari itu. Dia tidak bisa menyisihkan untuk satu bulan, wong pekerjaannya gak ada. Wong pemerintahnya nggak mampu memberikan pekerjaan kepada mereka sehingga dia bisa beli gas elpiji, itu kan harus difikirkan, gitu lho! 20 Agustus 2007 Bupati Temanggung, HM Irfan menolak kebijakan pemerintah pusat soal konversi minyak tanah ke gas Elpiji. Kebijakan itu dinilai elitis dan hanya menguntungkan golongan menengah ke atas. Rakyat bawah dirugikan dengan adanya kebijakan konversi tersebut. Seandainya diajak bicara, ia pasti tidak setuju dan akan menolaknya. Masyarakat bawah akan semakin menderita dengan kebijakan tersebut, karena subsidi minyak tanah dicabut. Masyarakat bawah semakin menderita dengan kebijakan tersebut. Mereka hanya bisa pasrah. Jika kebijakan itu terus dipaksakan, saya tak bisa apa-apa selain ikut mengamankan berlakunya kebijakan konversi tersebut. 31 Masyarakat Temanggung, Niken mengatakan pemerintah itu ada-ada saja. Kami sudah biasa menggunakan minyak tanah, seenaknya saja harus ganti gas. Kalau kebijakan itu dipaksakan tentu kami juga yang sulit. Masyarakat Temanggung (pedagang nasi), Deru mengatakan seorang pedagang nasi menyatakan tidak setuju minyak tanah diganti gas elpiji. Bagi pedagang kecil seperti saya kalau masaknya pakai kompor gas, saya rugi. Katanya kita akan diberi kompor dan tabung gas. Tapi itu hanya di awal, sebagai uji coba. Selanjutnya pengadaan gas harus kita usahakan sendiri. Harganya mahal. 32

31 32

http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=140775 http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=140775

Masyarakat Temanggung, Sarwiji menyatakan hal senada. Belum tahu nanti kita mau bagaimana kalau tidak ada minyak dan dipaksa harus menggunakan gas elpiji. Kita jadi serba salah. Mau ganti gas harganya mahal. Tapi kalau menggunakan kayu bakar juga sulit. Selain sulit mendapatkan, penggunaan kayu bakar itu juga sangat merepotkan. 33 22 Agustus 2007 Direktur BBM BPH Migas Errie Soedarmo menjelaskan, meskipun yang ditunjuk sebagai pelaksana program konversi adalah Pertamina, namun BPH Migas seharusnya ikut disertakan. Karena tugas PSO yang memberikan kan BPH Migas. Meskipun dia (Pertamina) diberi tugas sebagai pelaksana program konversi,tapi BPH Migas harus disertakan. BPH Migas sebagai pengatur BBM subsidi di hilir berhak tahu berapa minyak tanah (mitan) yang ditarik dari masyarakat. Mitan kan termasuk yang di-PSO-kan. Kasih tahu, berapa yang ditarik. Ia menekankan, program konversi bukan sekadar bagi-bagi tabung dan kompor. Lebih dari itu, rantai distribusi minyak tanah juga harus dikonversi menjadi rantai distribusi LPG. Ini tugas Dirjen Migas. Yang harus dipastikan Ditjen Migas itu bagaimana rantai distribusi minyak tanah menjadi rantai distribusi LPG. Ia menambahkan, program konversi ini memang akan mengikis habis oknum-oknum yang biasanya menyimpangkan minyak tanah bersubsidi. Otomatis ada usaha perlawanan dari mereka. Kalo oknum-oknum nakal ini tidak ambil jatah mitan bersubsidi, kelangkaan tidak akan terjadi. Soalnya ada disparitas harga antara mitan bersubsidi dan mitan non subsidi. 34 Menko Kesra Aburizal Bakrie menilai, penolakan terhadap konversi minyak tanah ke gas yang akhir-akhir ini mengemuka, terjadi karena masyarakat belum terbiasa saja. Mengenai penolakan karena harga gas yang mahal, hal itu belum bisa disimpulkan dalam waktu yang sesaat. Kita harus lihat dalam jangka waktu tertentu. 6 Bulan kita lihat bagaimana dampaknya. Tapi saya kira ESDM sudah memberikan perhitungan yang matang mengenai masalah penggantian ini. Adanya penolakan konversi minyak tanah ke gas ini, justru akan semakin merugikan rakyat. Karena kompor gas itu dibagikan dengan subsidi negara yang amat besar. Jadi itu dengan begitu maka rakyat sudah dikorbankan. Rakyat tetap membayar seperti yang dia bayar untuk minyak tanah. 35 Wakil Ketua DPD Irman Gusman mengatakan kita sangat prihatin dengan kejadian ini. Pemerintah harus bertindak cepat. Segera penuhi stok biar tidak semakin membuat resah. Ia menilai, kelangkaan minyak terjadi karena minimnya sosialisasi dan persiapan pemerintah terkait kebijakan konfersi minyak tanah ke gas. Karena itu, selain pemenuhan stok di seluruh daerah, pemerintah harus semakin meningkatkan intensitas sosialisasi terhadap kebijakan itu.

33 34 35

http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=140775http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/22/time/182357/idnews/820413/idkanal/4 http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/23/time/001852/idnews/820476/idkanal/10

Konversi sekarang tidak seperti yang diskenariokan jadi seperti ini jadinya. Karena itu ke depan sebelum diberlakukan harus dipersiapkan dengan matang dan sosialisasi yang cukup. 36 Situs Surya Online menuliskan tulisan mengenai masalah ini. Berikut ini kutipannya:37

Dari Minyak Tanah ke Elpiji Kampanye pemakaian kompor gas LPG (liquid petroleum gas) atau lebih popular disebut elpiji yang telah berlangsung beberapa bulan ternyata belum sesuai harapan. Selain karena tingkat pemahaman masyarakat yang terbatas, juga sangat terkait dengan budaya atau kebiasaan. Masyarakat kita tidak gampang untuk diyakinkan berubah, apalagi meninggalkan cara-cara lama yang digelutinya selama ini. Meyakinkan masyarakat terutama ibu-ibu untuk segera beralih dari menggunakan kompor minyak tanah ke kompor gas elpiji, jelas membutuhkan waktu. Tidak semua masyarakat bisa menangkap dan percaya bahwa menggunakan elpiji jauh lebih murah daripada minyak tanah. Masyarakat umum telanjur menganggap bahwa harga elpiji terlalu mahal dan hanya bisa dijangkau kalangan tertentu. Karena itu, sosialisasi penggunaan elpiji harus menempuh berbagai cara dan bahasa yang mudah dipahami. Kemudian, sosialisasi itu harus menjawab pertanyaan: Apa untungnya masyarakat beralih dari minyak tanah ke elpiji? Apakah hanya karena pemerintah ingin menghapus subsidi terhadap minyak tanah? Kalau hanya penghapusan subsidi yang dikedepankan akan muncul pertanyaan lain, misalnya, kenapa pemerintah tidak menyita saja harta para koruptor yang jelas-jelas merugikan negeri ini. Seperti berulangkali disampaikan pemerintah, salah satu tujuan kampanye konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji adalah untuk menekan subsidi minyak tanah yang nilainya masih sangat besar. Selama ini harga berbagai jenis BBM lainnya sudah mengikuti harga pasar, sedangkan minyak tanah masih disubsidi pemerintah sehingga harganya bisa dijangkau masyarakat. Persoalan yang muncul kemudian, dengan adanya subsidi minyak tanah bukan berarti masyarakat sudah merasa terbantu. Harga minyak tanah di pasaran tetap dianggap mahal. Aturan dan pelaksanaan di lapangan seringkali tidak sesuai. Bahkan, harga eceran tertinggi (HET) seringkali dilanggar pengecer (agen) atau pangkalan dengan alas an stok berkurang. Posisi konsumen minyak tanah tetap lemah. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan pemerintah adalah dampak dari konversi minyak tanah ke elpiji. Kebijakan ini jelas akan membuat industri kompor minyak tanah gulung tikar. Kalau semua sudah pakai kompor elpiji, siapa yang akan beli kompor minyak tanah? Agar tidak terjadi pengangguran, perlu dipikirkan kebijakan lain misalnya memberi pinjaman lunak kepada mereka untuk menekuni usaha lain. Industri pembuatan kompor minyak tanah termasuk dalam kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) yang perlu mendapat perhatian khusus. Keberadaan mereka sangat36 37

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/22/time/231942/idnews/820472/idkanal/10

http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=18572&Itemid=68

strategis karena terkait lapangan kerja. Kalau semua usaha ini gulung tikar secara serentak pasti akan menimbulkan masalah, terutama terjadinya pengangguran. Kita berhadap kebijakan ini berjalan lancar tanpa mengorbankan usaha-usaha rakyat, termasuk industri kompor minyak tanah. Upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi terhadap minyak tanah yang dianggap terlalu membebani anggaran pemerintah selama ini adalah hal yang wajar. Yang tidak wajar kalau kebijakan itu justru membuat persoalan baru yang berdampak pada ketidakstabilan dalam masyarakat. Ratusan warga mengatasnamakan Forum Masyarakat Pengguna Minyak Tanah (FMPMT) menggelar aksi demonstrasi di depan Kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jl. Diponegoro, Salemba, Jakarta. Mereka mendesak agar minyak tanah digelontor lagi ke pasar agar masyarakat tidak kesulitan membelinya. 38 Anggota DPR FPAN Alvin Lie mengatakan langkanya minyak tanah akibat program konversi ke gas ini harus segera diatasi oleh pemerintah. Jika tidak, kondisi ini akan mengancam eksistensi pemerintahan SBY-JK. Jika SBY-JK gagal mengatasi kelangkaan minyak tanah, jangan harap SBY-JK bakal terpilih lagi dalam Pemilu 2009 nanti. Ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kalau tidak cepat diatasi bisa jadi batu sandungan. Kalau nggak sekarang, pasti nggak kepilih lagi. Seharusnya sambil membagikan kompor gas gratis, pemerintah tidak menarik minyak tanah dari pasaran sehingga masyarakat bisa membandingkan sendiri efisiensi minyak tanah dan gas. Ini persiapannya kurang, sosialisasi terbatas. Minyak tanah sudah ditarik. Kacau jadinya. Ini bukti kebijakan pemerintah grusa-grusu. Ia berharap Presiden SBY segera sadar mengambil kebijakan yang tepat demi menyelamatkan rakyat. Ini persoalan perut. Orang nggak bisa menunggu lama, karena itu Presiden harus cepat ambil tindakan. 39 Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi menyebut senada. Konversi minyak tanah ke gas merupakan biang kerok langkanya minyak tanah di berbagai daerah. BPMigas dan Departemen ES DM dianggap dua institusi yang paling bertanggung jawab. Bukan Pertamina yang harus disalahin, karena urusan distribusi ada di dua institusi itu. Pertamina cuma jualan saja. Soal siapa yang berwenang dalam distribusi BBM itu, tertuang dalam UU No. 22 Tahun 2001 dan turunannya, yakni PP tentang Migas dam pengaturan usaha hilir migas. Dua institusi ini yang betul-betul harus punya peran memperlancar pendistribusian minyak untuk kalangan yang berhak menerima BBM bersubsidi. Harusnya BP-Migas maupun Departemen ESDM memiliki data lengkap mengenai orang-orang yang berhak menerima BBM bersubsidi itu. Soal data ini, DPR sebetulnya sudah mendesak agar segera dibuat sehingga pola pendistribusian bisa tepat sasaran, baik dari sisi jumlah dan waktu yang diperlukan. Nyatanya belum ada, padahal dana yang dikeluarkan sudah miliaran. DPR sudah lama mendesak, bahkan sejak saya masih jadi anggota DPR periode 1999-2004. Pada dasarnya, program konversi merupakan program yang bagus karena elpiji jauh lebih ekonomis dan bisa menurunkan subsidi. Tapi tidak seharusnya terjadi kelangkaan. Harusnya distribusi bisa dijaga sesuai aturan. Harusnya distribusi

38 39

http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=17574&kat=Nasional http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=17574&kat=Nasional

tertutup, tidak terbuka seperti sekarang, sehingga akhirnya terjadi penyalahgunaan. Yang tidak berhak ikut menikmati. Jadi, salah jika tudingan dialamatkan ke Pertamina. Karena BUMN itu sudah memenuhi kewajiban untuk lakukan public service obligation. Untuk mengatasi ini, tegakkan saja law enforcement. Yang tidak berhak bisa dikenakan sanksi, ada itu aturannya. Jangan maunya konversi ke gas, eh malah ke kayu bakar. Cepat bikin pendataan. 40 Anggota Komisi VII DPR RI Wahyudin Munawir mensinyalir adanya permainan oknum pada kelangkaan minyak tanah yang terjadi di sejumlah provinsi. Awas ada yang memancing di air keruh, dengan dalih mengurangi subsidi ada oknum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Semakin meratanya kelangkaan minyak tanah hingga ke Propinsi Banten dan DKI Jakarta menguatkan dugaan bahwa minimnya ketersediaan bahan bakar tersebut bukan karena pengurangan jumlah subsidi. Sebab di beberapa wilayah masih banyak yang belum mendapatkan pembagian tabung gas elpiji 3 kilogram secara gratis, namun masyarakat sudah harus antri untuk mendapatkan minyak tanah. Stok minyak tanah bersubsidi bisa saja diselundupkan oknum ke luar daerah atau dijual ke industri. Kemudian alih-alih minyak tanah dikurangi, ternyata dijual ke pihak lain dengan harga yang lebih mahal. Ia mendesak BPH Migas untuk bekerja keras mengawasi distribusi minyak tanah. Dia juga meminta PT Pertamina lebih cermat lagi dalam melakukan sosialisasi dan distribusi tabung elpiji 3 kilogram ke masyarakat. Di lain pihak Pemerintah dalam hal ini Presiden dan Para Menterinya, harus lebih kreatif dalam program konversi energi. Jangan hanya mengandalkan gas bumi, briket batu bara dan briket batok kelapa bisa menjadi alternatif. Yang penting jangan biarkan rakyat terus antri dan kehilangan waktu produktifitasnya. 41 [baru] Ketua Panitia Anggaran, DPR Emir Moeis meminta pemerintah untuk menunda penarikan sebagian alokasi minyak tanah untuk masyarakat di DKI Jakarta dan sekitarnya, menyusul dijalankannya program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Antrean panjang minyak tanah dihampir seluruh depo, membuktikan bahwa pemerintah belum sepenuhnya siap dalam melaksanakan kebijakan ini. Ia meminta konversi ini dilakukan secara perlahan-lahan, caranya tunda dulu penarikan sebagian minyak tanah yang disubsidi. Sosialisasi harus benar dulu. Pihaknya tidak menentang kebijakan konversi. Sebab, subsidi yang diberikan pemerintah saat ini mencapai Rp5.000 per liter. Harga dipasaran Rp1.500, tapi pemerintah beli Rp6.500 per liter. Namun, harus diakui peralihan ini tidak lah mudah. Ini seperti mengubah budaya. Sebab, sudah puluhan tahun masyarakat memakai minyak tanah. 42 23 Agustus 2007 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan semula PT Pertamina akan menarik 70 persen alokasi minyak tanah di wilayah konversi di Jabodetabek.

40 41

http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=17574&kat=Nasional http://fpks-dpr.or.id/new/main.php?op=isi&id=3475 42 http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=41617&Itemid=51

Kami sudah mendapat laporan Pertamina bahwa dari total minyak tanah yang sudah ditarik sebesar 700 ton, sekarang dikembalikan 500 ton (ke masyarakat). Jadi yang ditarik sekarang hanya 200 ton. Artinya, yang ditarik hanya 20 persen kuota. Program konversi energi ini tidak gagal dan karena itu akan terus berlanjut. Untuk itu, pemerintah bersama Pertamina dan instansi terkait akan terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang program konversi energi dari minyak tanah ke elpiji ini. Pertamina sudah mengurangi pemotongan kuota atau penarikan alokasi minyak tanah menjadi 50 persen dari sebelumnya 70 persen kuota di wilayah target konversi energi.43

Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menjelaskan, pasokan ekstra (extra dropping) diambil dari hasil penarikan minyak tanah yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Pertamina memastikan, rencana pelaksanaan penyaluran minyak tanah di Jabodetabek sebanyak 400 kiloliter akan terus dilanjutkan. Bila kondisi distribusi minyak tanah sudah kondusif, pasokan diturunkan lagi sampai 300 kiloliter. Kedua langkah itu pasti dapat mengatasi kekurangan pasokan minyak tanah. Kalau kedua langkah itu sudah dilaksanakan, tapi masih terjadi kekurangan pasokan di masyarakat, berarti ada pengoplosan atau penyimpangan di lapangan. Selain itu, Pertamina juga akan melakukan operasi pasar sebesar 100 kiloliter per hari yang langsung akan dijual ke masyarakat. Harga minyak tanah pada operasi pasar adalah Rp 2.250 per liter tanpa melalui agen maupun pangkalan. Karena itu, kita perlu juga mengedukasi masyarakat untuk tidak panic buying. Kami juga tidak melayani pembeli dalam jumlah besar atau spekulan. Masa antre beli minyak tanah pakai motor berkali-kali dalam jumlah besar? Selanjutnya, masih kurangnya ketersediaan tabung isi ulang (refill) di pangkalan di sejumlah daerah yang ternyata belum tersedia secara cukup. Masalah ini juga akan kita perbaiki dengan cara pangkalan dan agen diminta membeli tabung dengan kredit program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) sebesar Rp 50 juta. Target pengurangan subsidi pada APBNP 2007 dan RAPBN 2008 sulit terpenuhi karena program konversi minyak tanah ke elpiji masih terkendala riak-riak kecil. Melihat kondisi ini, target sedikit meleset. Akan lebih rendah dari target. Karena ada kegaduhan seperti ini. Meski demikian, ia mengaku belum bisa memperkirakan tingkat kegagalan pencapaian target itu. Seharusnya, kata dia, hingga akhir tahun ini 321.000 kiloliter minyak tanah bisa digantikan 181 ribu metrik ton elpiji. Tapi sampai berjalan dua bulan (sekarang), minyak tanah yang bisa ditarik hanya 32.000 kiloliter. Artinya baru bisa 10 persen. 44 Kepala Divisi BBM Pertamina Djaelani Sutomo menambahkan, harga jual minyak tanah yang dikeluarkan tersebut tidak mengalami kenaikan, justru untuk menekan lonjakan yang sempat terjadi karena panic buying. Sejumlah kota besar, seperti Medan yang sempat gencar diberitakan mengalami kelangkaan minyak tanah, sebenarnya memiliki pasokan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kota tersebut.

43 44

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=180310 http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=180310

Jumlah alokasi minyak tanah di Unit Pemasaran (Upms) I yang meliputi Aceh, Sumbar, Riau dan Sumut sebesar 100.000 kiloliter per hari. Sedangkan Medan sendiri alokasinya pada Agustus ini sebanyak 13.605 kiloliter dan diperkirakan pada September mengalami kenaikan menjadi 14.000 kiloliter. Pertamina juga menilai, terdapat dua hal yang menyebabkan penggunaan elpiji masih rendah. Antara lain, dikarenakan ketidakpahaman masyarakat dalam menggunakan paket konversi yang telah dibagikan secara gratis. Karenanya, kita akan lakukan sosialisasi dengan membentuk tim penyuluh yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat. 45 Direktur BBM BPH Migas Errie Soedarmo menjelaskan, selama ini BPH Migas hanya bisa menegur pada pemegang hak PSO BBM sekarang, yaitu Pertamina. Dengan adanya aturan baru itu, maka pemegang hak PSO seperti Pertamina bisa dikenakan sanksi seperti kompensasi ke pelanggan jika melakukan distribusi atau penarikan tanpa koordinasi dengan BPH Migas. Seperti sekarang, Pertamina mau narik minyak tanah berapa, distribusikan berapa, harusnya dibicarakan dulu dengan BPH Migas. Kan BPH Migas yang kasih hak PSO. Bentuk kompensasi sudah diberlakukan pada PGN jika tidak mengalirkan gas kurang 20% selama 5 hari kepada pelanggannya. Penerapan sanksi tegas kepada pemegang hak PSO selama ini kurang bisa diterapkan karena pemainnya hanya satu, Pertamina. Apalagi belum ada wewenang secara hukum bagi BPH Migas. Namun melihat kelangkaan yang terus terjadi seperti belakangan ini, aturan distribusi BBM subsidi memang harus dipertegas. Ini kan menyangkut subsidi puluhan triliun. Karenanya, BPH Migas menyusun aturan tersebut dan diharapkan bisa diterapkan pada kontrak PSO tahun depan. Lebih lanjut, ia juga menyayangkan tidak dilibatkannya BPH Migas dalam program konversi minyak tanah ke elpiji kali ini. Untuk itu, BPH Migas telah mengirim surat ke Pertamina untuk segera dilibatkan. 46 24 Agustus 2007 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan program konversi minyak tanah adalah program yang baik, yaitu menggantikan penggunaan minyak tanah menjadi LPG (Liquified Petroleum Gas). Dengan konversi ini kita bisa menurunkan subsidi minyak tanahnya dari sekitar Rp 35 trilyun menjadi 17.5 trilyun. Di lapangan memang terjadi kelangkaan minyak tanah terutama di daerah-daerah yang sudah kita lakukan konversi dan daerah-daerah yang baru kita laksanakan sosialisasi untuk dilakukan konversi. Ia menduga bahwa ada dua hal yang melatar belakangi kelangkaan minyak tanah tersebut. Pertama adalah meskipun sudah konversi minyak tanah sudah disosialisasikan, namun masyarakat kembali memakai minyak tanah. Kedua adalah minyak tanah kembali digunakan bukan hanya untuk keperluan rumah tangga tetapi juga untuk keperluan yang lain di luar kepentingan rumah tangga. Bapak Presiden sudah memberikan pengarahan untuk coba dilakukan sosialisasi lagi secara bertahap.

47

45 46 47

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=180310http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/23/time/110657/idnews/820651/idkanal/4

http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2007/08/24/2172.html

Pemerintah akan mengembalikan pasokan minyak tanah secara bertahap ke pasaran yang sebelumnya sempat dikurangi akibat program konversi minyak tanah ke elpiji, guna mengatasi kelangkaan minyak tanah beberapa hari terakhir. Arahan Presiden, coba sekarang kita lakukan lagi secara bertahap. Jadi sekarang sudah kita kembalikan, yang tadinya kita tarik 17 kilo liter kita kembalikan lagi, sehingga tetap menjadi 400 kilo liter. 48 Situs Duta Masyarakat menuliskan opini sebagai berikut: Menyoal Konversi Minyak-Tanah-Elpiji PEMERINTAH akhirnya memutuskan memperlambat laju program konversi elpiji. Semula akibat program konversi ini, sebanyak 70% atau 700 ton minyak tanah ditarik untuk diganti dengan elpiji. Namun karena konsumen elpiji hasil konversi masih belum sepenuhnya menggunakan gas, maka warga pun tetap menyerbu pangkalan minyak tanah. Hanya saja, BBM jenis ini terlanjur ditarik sehingga kelangkaan pun terjadi. Warga panik. Antrean minyak tanah terlihat di mana-mana. Warga demo mendesak minyak tanah dikembalikan ke pasaran. Untuk itu, Pemerintah pun mengembalikan 40% atau 400 ton minyak tanah dan hanya menarik 30% minyak tanah di wilayah terkonversi. Untuk kesekian kalinya kita dihamparkan pada ketidakcermatan program pemerintah, khususnya menyangkut masyarakat kecil. Mulai dari JPS, BLT, askeskin, hingga konversi minyak tanah. Tentu saja semua bertujuan mulia. Konversi ini jelas untuk mengurangi subsidi minyak tanah yang nilainya cukup besar ketimbang elpiji. Program konversi minyak tanah ke elpiji yang dimulai Mei 2007 itu bisa sedikit menyehatkan APBN. Berdasarkan hasil kajian empiris Pertamina, satu liter minyak tanah setara dengan 0,4 kg elpiji. Dengan menghitung subsidi per liter setara minyak tanah, maka besarnya subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk minyak tanah sebesar Rp 3.869,82, sedangkan elpiji hanya Rp 1.534,54, sehingga ada penghematan subsidi per liter minyak tanah sebesar Rp 2.335. Untuk itu hingga Agustus 2007, Pertamina telah melakukan pengurangan alokasi minyak tanah bersubsidi sebesar 32.250 KL di wilayah Jakarta, Tanggerang, dan Depok. Untuk itu hingga Agustus, Pertamina melakukan pendistribusian kompor gas dan tabung elpiji 3 kg beserta perlengkapannya sebanyak 506.680 paket yang tersebar di wilayah Jakarta, Tanggerang, dan Depok. Sebenarnya, Pertamina punya rencana tetap mempertahankan pasokan minyak tanah. Namun dengan catatan, minyak tanah itu dijual dengan harga keekonomian yakni Rp 6.256,80 per liter. Tentu saja hal itu sulit sebab nanti minyak tanah di daerah nonterkonversi bisa saja diboyong ke daerah terkonversi karena ada disparitas harga. Ya, mirip kasus-kasus penyelundupan BBM ke luar negeri karena BBM bersubsidi di tanah air dijual di pasar internasional dengan harga pasaran internasional yang lebih mahal. Dari proses konversi ini jelas kita melihat ada ketidaksinkronan antara program di tingkat atas dengan pelaksanaan di tingkat bawah. Hal ini seolah menjadi ciri khas pengelolaan negara ini. Program nan indah-indah selalu meleset di tingkat48

http://www.antara.co.id/arc/2007/8/24/pemerintah-pasok-minyak-tanah-secara-bertahap/

implementasi sebab sejatinya masalah utamanya kita adalah di tingkat pelaksanaan, mulai dari teknis pendistribusian, sarana, pelaksana lapangan, hingga tarik-menarik kepentingan antar-pihak yang hendak terlibat program itu maupun pemain lama yang terancam bisnisnya. Untuk sarana, misalnya, kita lihat jelas tidak siap. Karena itu pula program ini bak gayung tak bersambut. Di Jawa Timur sendiri program ini hendak dimulai awal Agustus ini, kemudian diundur akhir bulan, tapi sampai kini belum jelas kapan program konversi akan diluncurkan. Sekali lagi, kita tak belajar dari pengalaman di Jabotabek. Termasuk pula soal sosialisasi soal penggunaan elpiji di masyarakat tingkat bawah. Jangankan mereka, sejumlah keluarga menengah atas saja masih ada yang belum sepenuhnya berani menggunakan elpiji karena faktor keamanan atau setidaknya trauma dengan kasus-kasus elpiji. Apalagi masyarakat calon konsumen ini sama sekali tak mengenalnya. Yang mengherankan, kasus kurang sosialisasi ini selalu saja terjadi. Mengapa? Tentu saja karena para pengambil kebijakan selalu saja bersikap grusa-grusu. Dalam konteks ini sempat muncul kecurigaan ada udang di balik program grusa-grusu tersebut, yakni mereka yang akan menikmati keuntungan dari program tersebut. Program konversi hanya salah satu saja. Sebelumnya, ketika negeri ini dilanda krisis BBM, kita akhirnya berpikir untuk mencari energi alternatif. Ada batu bara dan paling akhir biofuel. Namun ketika semua itu digencarkan dengan melibatkan banyak pihak dan dana yang sangat besar, tiba-tiba saja program itu terpenggal. Dianggap tak ada, atau setidaknya tak terdengar lagi kabarnya. Kini semua bicara soal konversi. Lalu apakah program lama semacam briket batubara atau biofuel gagal, sama sekali tak ada kajian atau pengumuman dari pemerintah. Yang ada kita disodori program baru. Hanya saja kita cemas, jangan-jangan program baru ini sebentar lagi juga akan menguap bersama duit rakyat triliunan rupiah. [baru] Peneliti LIPI bidang Analisis Kebijakan Publik, Syafuan Rozi melihat bahwa konversi ini sebagai akibat buruknya pengelolaan minyak dan gas nasional. Mahalnya subsidi harga minyak tanah disebabkan konsesi pengolahan minyak yang sebagian besar masih dioperasikan asing, termasuk monopoli pendistribusian minyak yang ada di tangan Pertamina. Konsekuensinya, harga minyak menjadi sangat mahal hingga pemerintah menilai perlu dilakukan konversi ke gas. Ia menilai pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan pengelolaan minyak dan gas. Kita benahi dulu hulunya. Kalau perlu DPR mendesak adanya operator lain selain Pertamina. Syafuan mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya melakukan adaptasi kebijakan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan secara menyeluruh. Sebelumnya harus ada adaptasi kebijakan dulu dan pemerintah tidak bisa langsung mengurangi minyak tanah. Ia menekankan perlu adanya masa transisi. Keputusan pemerintah untuk langsung menarik minyak tanah dari daerah yang telah terkonversi juga dinilai terlalu terburu-buru. Pasalnya, setidaknya butuh waktu dua tahun bagi masyarakat untuk mampu mengadopsi kebijakan tersebut. Transisi dari penggunaan minyak tanah itu setidaknya perlu waktu dua tahun. Jadi pemerintah harusnya melakukan proyek percontohan dulu. 4949

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/25/eko01.html

[baru] Situs Sinar Harapan Online menuliskan bahwa kelangkaan minyak tanah di kalangan masyarakat hanyalah salah satu akibat dari konversi minyak. Di luar itu, banyak orang yang sebelumnya mengandalkan penghidupan dengan menjadi pemilik pangkalan minyak tanah, kini harus menutup usahanya karena enggan berubah menjadi pangkalan gas. Pasalnya, modal yang diperlukan tidak sedikit. Belum lagi mereka mempertimbangkan daya beli masyarakat di daerah mereka. Selain itu, kelangkaan minyak yang terjadi turut menggambarkan lemahnya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam program ini. Tidak hanya Pertamina sebagai pemegang Public Service Obligation (PSO) tapi juga pengawasan, sosialisasi, hingga pembagian kompor dan tabung di lapangan. 50 [baru] Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Didik Supriyadi mengatakan untuk menjadi pemilik pakalan gas mereka setidaknya harus memiliki 100 tabung elpiji 3 kg. Banyak pangkalan minyak tanah yang berhenti dan tidak ingin menjadi pangkalan gas. Meski Pertamina telah menawarkan kredit lunak bagi pangkalan minyak tanah untuk membeli tabung, kebanyakan pangkalan masih mengkhawatirkan daya serap masyarakat yang masih lemah untuk membeli gas. Mereka (pangkalan) sebenarnya hanya perlu membeli 50 tabung dan nanti 50 lagi dipinjamkan dari agen. 51 [baru] 25 Agustus 2007 Kepala Divisi Komunikasi Pertamina, Wisnuntoro mengatakan stok minyak tanah (minah) di nusantara ternyata berlimpah ruah. Namun yang menjadi kendala dan timbulnya kelangkaan minyak tanah justru disebabkan subsidi pemerintah untuk minyak tanah hanya 10 juta kiloliter per tahun. Ia mengatakan konversi minyak tanah ke gas itu merupakan konsekwensi yang sangat tepat untuk mengganti sekitar 30 ribu kiloliter minyak tanah, dan sejumlah subsidi itulah yang harus dilakukan sebagai konsekwensinya. Sebenarnya, masalah konversi kesulitannya terletak pada budaya masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan minah selama hampir 32 tahun. Itu tidak mudah mengubahnya. Tapi konversi ini ide yang bagus. Di India tahun 2000 minyak tanah sudah terkonversi oleh gas. Rencananya, pemerintah juga akan memberlakukan harga minyak tanah industri untuk konsumsi rumah tangga. Hal ini dilakukan agar para ibu-ibu yang fanatik dengan minyak tanah berangsur-angsur meninggalkannya dan beralih menggunakan elpiji. Ke depan rencananya agar masyarakat betul-betul meninggalkan minyak tanah kita akan memberlakukan harga minyak tanah industri untuk konsumsi rumah tangga. Harga minyak tanah untuk industri itu Rp6.000/ liter, akan kita berlakukan juga untuk rumah tangga. Jadi perlu ditegaskan lagi, minyak tanah itu ternyata memang banyak dan tidak langka. Jangan sampai nanti ada masyarakat yang berfikir di dalam Plumpang (depot minyak) minyak tanah melimpah tapi masyarakat sulit mendapatkan minyak tanah. Hal itu justru karena subsidi dari pemerintah yang terbatas. 52 [baru] 27 Agustus 200750 51

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/25/eko01.html http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/25/eko01.html 52 http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=42314&Itemid=51

[baru] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa transisi dari minyak tanah ke elpiji sampai masyarakat lebih siap. Dalam peralihan itu, pemerintah tetap akan memasok minyak tanah ke wilayah yang masyarakatnya sudah menerima paket kompor gas dan tabung elpiji. Program ini tetap dilanjutkan ke daerah lain. Kompor dan tabung terus dibagikan tetapi minyak tanahnya tidak ditarik. Jadi belum terjadi konversi. Langkah tersebut, dilakukan untuk memberi waktu kepada masyarakat untuk menyesuaikan diri. Dengan masa transisi yang lebih lama, masyarakat diharapkan lebih terbiasa sehingga gejolak bisa dihindari. Dalam masa transisi itu, pemerintah akan menggencarkan sosialisasi pemakaian elpiji. Meskipun mengakui terjadi banyak masalah dalam implementasi di lapangan, pemerintah menolak program tersebut dikatakan gagal. Jangan bilang program ini gagal total atau semuanya jelek. Ini program bagus kalau bisa dijalankan. Sejak program konversi dijalankan sampai Agustus ini sudah ada penghematan Rp 126 miliar. 53 [baru] Direktur Utama PT Pertamina Ari Soemarno mengatakan, masa transisi dari minyak tanah ke elpiji di wilayah yang menjalani konversi disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Kalau sebelumnya minyak tanah langsung ditarik mendadak, nanti akan dikurangi pelan-pelan. Konsekuensinya, masa transisi menjadi lebih panjang. 54 [baru] Ketua DPR Agung Laksono menilai pemerintah tidak siap dengan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji. Sekalipun ada manfaat yang diterima masyarakat, harus diakui masih banyak masalah yang mesti diatasi. Sosialisasi yang kurang pun menyebabkan masyarakat ragu beralih ke elpiji, terlebih perangkat penunjang konversi itu belum tersedia dengan baik. Ia berharap konversi tersebut jangan malah mengundang persoalan sosial. Masyarakat jangan dikecewakan. 55 [baru] Sementara itu, analisis kebijakan publik Universitas Indonesia Andrinof A Chaniago menilai pemerintah sepertinya sedang memaksakan program konversi ini. Hal itu terlihat dari skenario pemerintah dengan mengondisikan rakyat untuk berpikir bahwa minyak tanah bukanlah pilihan. Kasus ini menunjukkan bahwa pemerintah belum belajar dari pengalaman buruknya implementasi kebijakan, seperti soal pembagian beras murah untuk rakyat miskin. 56 [baru] Pengacara dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai solusi atas kemelut minyak tanah dapat diawali dengan membenahi aspek nonteknis. Aspek itu antara lain menyiapkan masyarakat untuk beralih menggunakan kompor gas. Keamanan penggunaan kompor gas dan mendekatkan distributor minyak tanah yang dipastikan bakal kehilangan margin dari disparitas harga minyak tanah.

53 54

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm 55 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm 56 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm

Selama ini energi pemerintah dihabiskan untuk mengurus aspek teknisnya saja, mulai bagaimana tender penyediaan kompor gas, tabung gas, hingga harga jualnya, serta penghematan anggaran dari hasil konversi energi pada tahun-tahun mendatang. 57 [baru] Secara terpisah Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tegas mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah siap. Hanya, kesiapan agen dan pangkalan minyak tanah di bawah yang masih harus terus didorong untuk beralih. Kita akan terus perbaiki dan sosialisasikan. Mengenai kekacauan dalam program konversi minyak tanah, ia mengatakan, program tersebut pertama kali disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian dibahas lebih lanjut dalam sidang kabinet. Bahwa mekanismenya harus diperbaiki, itu iya. Kita akan perbaiki. 58 [baru] Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, kecil kemungkinan terjadi pelipatgandaan subsidi minyak tanah akibat gagalnya konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji. Hal itu karena realisasi anggaran subsidi akan berdasarkan atas perimbangan antara konsumsi minyak tanah dan elpiji. Oleh karena itu, PT Pertamina dan seluruh departemen teknis yang terlibat dalam program konversi energi tersebut diminta mengawasi lebih ketat penyaluran kompor gas dan konsumsi minyak tanahnya. 59 [baru] Koran Kompas, memuat hitungan perkiraan penghemataan subsidi epiji. Berikut ini adalah hitungannya: 60 Komponen Pembanding Minyak Tanah Elpiji per 0,4 per liter kg 1. Harga keekonomian (tanpa PPN) Rp 5.688,00 Rp 2.920,00 2. Harga perpres (tanpa PPN) Rp 1.818,18 Rp 1.385,46 3. Subsidi per liter setara minyak tanah Rp 3.869,82 Rp 1.534,54 4. Penghematan subsidi per liter setara minyak tanah Rp 2.335,00 5. Penghematan 2007 (volume minyak tanah yang Rp 745,05 miliar/tahun beralih=319.042.680 liter) 6. Penghematan kotor jika beralih semua (asumsi Rp 23,12 triliun/tahun volume minyak tanah yang beralih=9.900 juta liter) Penghematan Konsumen Produk Harga Satuan Minyak tanah Elpiji 3 kg Penghematan Rp 2.500/liter Rp 4.250/liter Volume pemakaian untuk 8 hari 8 liter 3 kg Biaya pemakaian untuk 8 hari Rp 20.000 Rp 12.750 Rp 7.250 Biaya pemakaian untuk 30 hari Rp 75.000 Rp 51.000 Rp 24.000

[baru] Ketua FPAN DPR, Zulkifli Hassan mengatakan sebulan ini kita mau menghadapi lebaran, kalau masih ada antrian panjang minyak tanah dimana-mana, ya

57 58

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm 59 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm 60 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/28/utama/3795348.htm

kita akan mempertimbangkan (pengajuan hak interpelasi). Tapi kita lihat dulu perkembangannya. 61

61

Koran Rakyat Merdeka, 28 Agustus 2007