Post on 06-Aug-2015
description
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menolong
hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang “ Model Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Langsung “ ,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulis sadar bahwa makalah ini
masih memiliki kekurangan baik itu dari segi isi maupun penyusunannya.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
tugas ini untuk menambah pengetahuan penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membutuhkannya. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih atas perhatiaannya.
Medan, Oktober 2012
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi
pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang
melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan
adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan
ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan
berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam
bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum
dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia
pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan riil
di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas
siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang
menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas,
sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung
pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep
bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang
selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan
metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana
pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran
menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan
dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya
dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal melalui model pembelajaran kooperatif.
2
1.2 Batasan Masalah
Pengertian,jenis,langkah penerapan didalam kelas serta kelebihan dan
kekurangan dari jenis-jenis model pembelajaran kooperatif.
Pengertian pembelajaran langsung, kelebihan dan kekurangan pembelajaran
lansung dan langkah penerapan di dalam kelas.
1.3 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif, kelebihan dan
kekurangan dari jenis-jenis model pembelajaran kooperaktif dan bagaimana
langkah penerapannya di dalam kelas ?
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran langsung, kelebihan dan
kekurangan pembelajaran langsung dan bagaimana langkah penerapannya di
dalam kelas ?
1.4 Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
1.4.1 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas kelompok membuat makalah yang berjudul model pembelajaran
kooperatif dan model pembelajaran langsung.
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran langsung.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1 Pengertian model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memaham imateri pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran
2.1.2 Pengertian model pembelajaran menurut beberapa para ahli
Menurut Kauchak dan Eggen (1993), belajar kooperatif merupakan suatu kumpulan
strategi mengajar yang digunakan untuk membantu siswa satu dengan siswa yang lain dalam
mempelajari sesuatu. Slavin (2000) dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam
kelompok kecil, mereka saling membantu untuk mempelajari suatu materi. Hal yang serupa
diungkapkan oleh Thompson dan Smith (Ratumanan, 2000), yaitu dalam pembelajaran
kooperatif, siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi
akademik dan keterampilan antar pribadi. Anggota-anggota kelompok bertanggung jawab
atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri.
Dalam pembelajaran kooperatif kelas disusun atas kelompok-kelompok kecil. Setiap
kelompok biasanya terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan berbeda-beda, yaitu tinggi,
sedang, dan rendah. Jika kondisi memungkinkan , dalam pembentukan kelompok hendaknya
diperhatikan juga perbedaan suku, budaya, dan jenis kelamin. Siswa tetap berada dalam
kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Aktivitas siswa antara lain mengikuti
penjelasan guru secara aktif, bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok,
memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya, mendorong kelompok untuk
berpartisipasi secara aktif, berdiskusi, dan sebagainya. Agar pembelajaran dapat berlangsung
secara efektif, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang
direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman sekelompoknya
4
untuk mencapai ketuntasan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif penghargaan diberikan
kepada kelompok.
Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam setting kelas, siswa lebih banyak belajar dari
satu teman ke teman yang lain diantara sesama siswa daripada belajar dari guru. Penelitian
juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif
terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa
dengan hasil belajar rendah menurut Lundgren (1994) antara lain: (a) dapat meningkatkan
motivasi, (b) meningkatkan hasil belajar, (c) meningkatan retensi atau penyimpanan materi
pelajaran yang lebih lama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model belajar
berkelompok dan bekerjasama dimana guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil
dengan tingkat kemampuan dan latar belakang yang berbeda untuk mencapai ketuntasan
materi.
2.1.3 Jenis Pembelajaran Kooperatif Dan Penerapannya Di dalam Kelas
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal adanya beberapa tipe antara lain:
a. Tipe Student Team Achievement Division (STAD)
STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2000), dalam STAD siswa ditempatkan dalam
kelompok belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerja, jenis kelamin, dan suku.
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Fase-1
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar), guru
memotivasi siswa, guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bacaan.
5
Fase-3
Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar, guru
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar (setiap kelompok
beranggotakan 4-5 orang dan harus heterogen terutama jenis kelamin dan kemampuan
siswa).
Fase-4
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta
siswa mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase-6
Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai
upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.
Guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja di dalam kelompok mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran
tersebut. Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi itu. Pada waktu tes ini
mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan
untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau
ganjaran lain.
b. Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah suatu pembelajaran dimana setelah
kehadiran guru, siswa pindah kekelompoknya masing-masing untuk saling membantu
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari materi yang diberikan. Sebagai ganti dari tes tertulis,
setiap siswa akan bertemu seminggu sekali pada meja turnamen dengan dua rekan dari
kelompok lain. Tiga siswa dalam setiap turnamen akan saling bersaing. Mereka menjawab
satu pertanyaan yang sama, yang telah dibahas bersama-sama dalam kelompoknya. Dengan
cara ini setiap siswa berkesempatan menyumbangkan skor sebanyak-banyaknya untuk
kelompoknya.
6
Tahap-tahap (skenario) yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif
tipe TGT adalah sebagai berikut :
I. Pembentukan kelompok.
Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa. Perlu diperhatikan
bahwa setiap kelompok mempunyai sifat heterogen dalam hal jenis kelamin dan
kemamppuan akdemik. Masing-masing kelompok diberi kode, misalnya I, II, III, IV, dan
seterusnya. Sebelum materi pelajaran diberikan kepada siswa dijelaskan bahwa mereka akan
bekerjasama dalam kelompok selama beberapa minggu dan memainkan permainan akademik
untuk menambah poin bagi nilai kelompok mereka, dan bahwa kelompok yang nilainya
tinggi akan mendapat penghargaan.
II. Pemberian materi.
Materi pelajaran mula-mula diberikan melalui presentasi kelas, berupa pengajaran
langsung atau diskusi bahan pelajaran yang dilakukan guru, menggunakan audiovisual.
Materi pengajaran dalam TGT dirancang khusus untuk menunjang pelaksanaan turnamen.
Materi ini dapat dibuat sendiri dengan jalan mempersiapkan lembaran kerja siswa.
III. Belajar kelompok
Kepada masing-masing kelompok diberikan untuk mengerjakan LKS yang telah
disediakan. Fungsi utama kelompok ini adalah memastikan semua anggota kelompok belajar,
dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan soal-soal latihan
yang akan dievaluasi melalui turnamen. Setelah guru memberikan materi I, kelompok
bertemu untuk mempelajari lembar kerja dan materi lainnya. Dalam belajar kelompok, siswa
diminta mendiskusikan masalah secara bersama-sama, membandingkan jawabannya, dan
mengoreksi miskonsepsi jika teman satu kelompok membuat kesalahan.
IV. Turnamen.
Turnamen dapat dilaksanakan tiap bulan atau tiap akhir pokok bahasan. Untuk
melaksanakan turnamen, langkahnya adalah sebagai berikut: (1) membentuk meja turnamen,
disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok, (2) menentukan rangking
(berdasarkan kemampuan) setiap siswa pada masing-masing kelompok, (3) menempatkan
siswa dengan rangking yang sama pada meja yang sama. (4) masing-masing siswa pada meja
turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya. (5) skor siswa daari
maasing-masing kelompok dikumpulkan, dan ditentukan kelompok yang mempunyai jumlah
kumulatif tertinggi sebagai pemenang pertandingan.
7
V. Skor individu.
Skor individu adalah skor yang diperoleh masing-masing anggota dalam tes akhir.
VI. Skor kelompok
Skor kelompok diperoleh dari rata-rata nilai perkembangan anggota kelompok. Nilai
perkembangan adalah nilai yang diperoleh oleh masing-masing siswa dengan
membandingkan skor pada tes awal dengan skor pada tes akhir. Perhitungan nilai
perkembangan sama dengan pada tipe STAD.
VII. Penghargaan
Segera setelah turnamen, hitunglah nilai kelompok dan siapkan sertifikat kelompok
untuk menghargai kelompok bernilai tinggi. Keberhasilan nilai kelompok dibagi dalam 3
tingkat penghaargaan, sama seperti pada tipe STAD.
c. Jigsaw
Kooperatif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Kooperatif tipe
jigsaw ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya. Dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan
yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang
ditugaskan. Dalam penggunaan kooperatif tipe Jigsaw ini, dibentuk kelompok-kelompok
heterogen beranggotakan 4 sampai 6 siswa. Materi pelajaran disajikan kepada siswa dalam
bentuk tes dan setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya (Arends,
2001). Anggota pada kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi
(antar ahli), saling membantu satu dengan lainnya untuk mempelajari topik yang diberikan
(ditugaskan) kepada mereka. Kemudiaan siswa tersebut kembali kepada kelompok masing-
masing (kelompok asal) untuk menjelaskan kepada teman-teman satu kelompok tentang apa
yang telah dipelajarinya. Dengan demikian penggunaan tipe Jigsaw terdapat dua jenis
kelompok, yakni kelompok asal dan kelompok ahli.
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
- Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok (disebut dengan kelompok asal, setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang heterogen). Setiap anggota
8
kelompok nantinya diberi tugas untuk memilih dan mempelajari materi yang telah
disiapkan oleh guru (misal ada 5 materi/topik).
- Di kelompok asal, setelah masing-masing siswa menentukan pilihannya , mereka langsung
membentuk kelompok ahli berdasarkan materi yang dipilih. Ilustrasinya adalah sebagai
berikut:
- Setelah setiap kelompok ahli mempelajari (berdiskusi) tentang materinya masing-masing, setiap anggota dalam kelompok ahli kembali lagi ke kelompok asal untuk menjelaskan/menularkan apa-apa yang telah mereka pelajari/diskusikan di kelompok ahli. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
9
- Misal 1 kelas: 40 anak
- Ada 5 topik yang akan dipelajari
- Kelompok asal ( 40:5 = 8 kel.)
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Materi A Materi B Materi C Materi D Materi E
KELOMPOK ASAL
- Dalam tipe ini peran guru lebih banyak sebagai fasilitator, yaitu memfasilitasi agar
pelaksanaan kegiatan diskusi dalam kelompok ahli maupun penularan dalam kelompok
asal berjalan secara efektif dan optimal.
- Setelah masing-masing anggota dalam kelompok asal selesai menyampaikan apa yang
dipelajari sewaktu dalam kelompok ahli, guru memberikan soal/kuis pada seluruh siswa.
Soal harus dikerjakan secara individual.
- Nilai dari pengerjaan kuis individual digunakan sebagai dasar pemberian nilai
penghargaan untuk masing-masing kelompok.
Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri
juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling membantu) terhadap teman
sekelompoknya. Pada akhir pembelajaran diberikan tes kepada siswa secara individual.
Materi yang diteskan meliputi materi yang telah dibahas. Kunci pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota kelompok yang memberikan
informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.
d. Inside-Outside-Circle
Pembelajaran kooperatif menurut Roger dan David (dalam Lie, 2000:31-34)
menerapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong. Kelima unsur tersebut adalah
saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar
anggota, dan evaluasi proses kelompok. IOC adalah model pembelajaran dengan sistim
lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan sesingkat dan
teratur.
10
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Materi A
Materi B
Materi C
Materi D
Materi E
Sintaks pembelajaran ini adalah:
1. Separuh dari sejumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar,
2. separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam,
3. siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan,
4. siswa yang berada di lingkran luar berputar kemudian berbagi informasi kepada teman
(baru) di depannya, dan seterusnya.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1.Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2.Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 orang.
3.Tiap-tiap kelompok mendapat tugas mencari informasi berdasarkan pembagian tugas dari
guru.
4.Setiap kelompok belajar mandiri, mencari informasi berdasarkan tugas yang diberikan.
5.Setelah selesai, maka seluruh siswa berkumpul saling membaur (tidak berdasarkan
kelompok).
6.Separuh kelas lalu berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
7.Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke
dalam.
8.Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
9.Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di
lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
10.Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian
seterusnya, sampai seluruh siswa selesai berbagi informasi.
Kelebihan :
Siswa mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang bersamaan.
Tidak ada bahan spesifikasi yang dibutuhkan untuk strategi, sehingga dapat dengan
mudah dimasukkan kedalam pelajaran.
11
Kelemahan :
Membutuhkan ruang kelas yang besar
Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.
e. Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dikembangkan oleh
Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua
tingkatan usia peserta didik. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling
bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling
mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan
baik.
Lie (dalam Yusritawati, 2009:14) menyatakan, “Struktur Two Stay Two Stray yaitu
memberi kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain”.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari
empat siswa.Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling
mendukung.
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-
sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang.Hal ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir.
4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya
untuk bertamu ke kelompok lain.
Struktur Two Stay Two Stray yang dimaksud tampak seperti pada gambar berikut ini
12
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Terdapat beberapa kendala yang biasanya selalu muncul dalam penerapan metode
pembelajaran TS-TS ini berdasarkan pengalaman saya di lapangan, adalah sebagai berikut:
1. Alokasi waktu.
Penerapan metode TS-TS membutuhkan banyak waktu dalam pelaksanaannya
dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional. Dimulai dari persiapan
pembagian kelompok, diskusi dan presentasi siswa. Guru harus benar-benar bisa
mengelola alokasi waktu pembelajaran dengan baik sehingga, pembelajaran tidak sia-
sia dan materi ajar tersampaikan.
Solusi: Bila tidak memungkinkan semua kelompok untuk mempresentasikan hasil
kerja mereka di depan kelas, cukup beberapa kelompok (2-3 kelompok) saja yang
mempresentasikannya, atau tergantung sisa waktu yang tersedia. Hasil kerja sisa
kelompok yang lain bisa dikumpulkan sebagai tugas dan mendapat giliran tampil di
pertemuan selanjutnya.
2. Pelaksanaan pada saat bertamu.
Guru harus benar-benar menerangkan kepada siswa mengenai maksud dan tujuan dari
bertamu. Siswa terkadang masih kebingungan untuk saling bertukar informasi dengan
kelompok lain. Karena tujuan dari berbagi informasi disini bukan untuk mencontek
hasil jawaban dari kelompok lain.
Solusi: Setiap kelompok sebaiknya diberi materi yang berbeda. Sehingga benar-benar
terjadi pertukaran informasi yang bukan sekedar mencontek jawaban dalam kegiatan
diskusi. Hal ini juga berguna untuk mengatasi masalah alokasi waktu tadi, agar tujuan
pembelajaran cepat tercapai oelh siswa.
3. Pembagian kelompok.
Pembagian kelompok sangat berpengaruh dalam suatu diskusi agar tidak tumpang
tindih antara siswa kelompok tinggi dan siswa kelompok rendah. Kelompok siswa
sebaiknya dibentuk secara heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa
13
berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan
rendah).
f. Snowball Throwing
Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing merupakan pembelajaran yang dapat
digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi
tersebut. Pada model pembelajaran Snowball Throwing siswa dibentuk menjadi beberapa
kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru, kemudian masing-
masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu
dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh .
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima
pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu
kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran
Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah
bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu
membuka dan menjawab pertanyaannya.
Adapun Langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah
sebagi berikut :
1.Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2.Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3.Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4.Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5.Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang
lain selama + 15 menit.
6.Setelah siswa dapat satu bola diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Evaluasi.
8.Penutup.
14
Adapun kelebihan model pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut :
1.Melatih kesiapan siswa.
2.Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan model kooperatif tipe SnowballThrowing yaitu:
1.Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2.Tidak efektif.
g. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara
koperatif –kelompok. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-
CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus
Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok
pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini
dapat dikategorikan pembelajaran terpadu. Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat
keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1. model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan
model nested (terangkai).
2. model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared
(perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model
integreted (terpadu).
3. model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk
memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman
yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami
perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses
pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui
(learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together),
(Depdiknas, 2002). 15
Langkah - Langkah Pembelajaran CIRC :
1.Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2.Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3.Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat diperhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama
Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau
istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa
didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua
Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap
pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan
fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan
terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan
berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk
membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa
terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama
proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi
dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif
untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga,
Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan,
membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat
bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya..
Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk
diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau
sebaliknya saling memperkuat argumen.
Kelebihan Model Pembelajaran CIRC antara lain:
16
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak;
2. kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan
anak;
3. seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak
didik akan dapat bertahan lebih lama
4. pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5. pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat)
sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6. pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar
yang dinamis, optimal dan tepat guna;menumbuhkembangkan interaksi sosial anak
seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
7. membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam
mengajar (Saifulloh, 2003).
Kekurangan Model Pembelajaran CIRC, antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang
menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti:
matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
h. NHT (Model Number Head Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam
menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-
tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai latar belakang.
17
3. Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial
siswa.
Langkah-langkah NTH :
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a. Pembentukan kelompok
b. Diskusi masalah
c. Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi
enam langkah sebagai berikut :
1. Persiapan .
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan
percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes
awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku
panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang
diberikan oleh guru.
4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan
yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
18
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa
di kelas.
6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa
yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara
lain adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
Kelebihan NTH :
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3.Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan NTH :
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.2 Model Pembelajaran Langsung
19
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung atau direct instruction, juga dikenal dengan istilah
strategi belajar ekspositori dan whole class teaching. Model pembelajaran langsung
ini merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher
centered appproch). Model pembelajaran langsung ini sangat ditentukan oleh
pendidik, artinya pendidik berperan penting dan dominan dalam proses pembelajaran.
Penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar di mana pendidik terlibat aktif dalam
mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya kepada seluruh
peserta didik dalam kelas.
Model pembelajaran langsung lebih menekankan kepada proses penyampaian
materi secara verbal dari seorang pendidik kepada peserta didik, agar peserta didik
dapat menguasai materi secara optimal. Dalam strategi pembelajaran ini peserta didik
tidak dituntut untuk menemukan materi karena materi pelajaran seakan-akan sudah
jadi. Pendidik secara langsung menyampaikan objek materi, sedangkan peserta didik
dianggap hanya datang menerima materi secara langsung dari pendidik.
Teori pendukung model pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme dan
teori belajar sosial. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori Behavioristik dengan model hubungan stimulus-
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Fungsi pendidik dalam kaitannya dengan teori pembelajaran langsung adalah
menyajikan stimulus tertentu yang dapat membangkitkan respon peserta didik berupa
hasil belajar yang diingingkan. Untuk mengatur proses stimulus-respon secara
sitematis, bahan pelajaran harus dipilah-pilah menjadi butir-butir informasi lalu diurut
secara tepat, dimulai dari yang sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
Berdasarkan kedua teori tersebut, model pembelajaran langsung menekankan belajar
sebagai perubahan perilaku. Jika behaviorisme menekankan belajar sebagai proses
stimulus respons bersifat mekanis, maka teori belajar sosial beraksentuasi pada
perubahan prilaku bersifat organis melalui peniruan.
2.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Langsung Menurut Beberapa Para Ahli
20
Model direct instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat
membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi
yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering
disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur, 2000). Arends (2001) juga
mengatakan hal yang sama, yaitu “A teaching model that is aimed at helping students
learn basic skills and knowlegde that can be taught in a step-by-step fashion. For our
purposes here, the model is labeled the direct instruction model.” Sedangkan Kardi
(2001) mendefinisikan “Model Pembelajaran Langsung (MPL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan konsep dan keterampilan.” Apabila
guru menggunakan model pembelajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung
jawab untuk mengidentifikasikan tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar
terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskannya kepada siswa,
pemodelan/ mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang
telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan
yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends
(2001), yang menyatakan bahwa “The direct instruction model was specifically
designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative
knowledge that is well structured and can be taught in a stepby- step fashion.”
Sedangkan Carin (1993) berpendapat bahwa direct instruction secara sistematis
menuntun dan membantu siswa untuk melihat hasil belajar dari masing-masing tahap
demi tahap.
Maka dapat di simpulkan pengertian model pembelajaran langsung adalah model
pengajaran yang berpusat pada guru dan memiliki sintaks yang terdiri dari lima fase,
yaitu: mempersiapkan siswa, menjelaskan dan/atau mendemonstrasikan, menuntun
berlatih, memberikan umpan balik dan memperluas latihan.
2.2.3 Penerapan pembelajaran langsung
Orientasi. 21
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika
guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan
disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk
mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa;
(2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan
penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan
materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
Presentasi.
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep
maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam
langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;
(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan
cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4)
menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
Latihan terstruktur.
Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang
penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan
memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa
yang salah.
Latihan terbimbing.
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau
keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk
mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran
guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
Latihan mandiri.
Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui
siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan
latihan.
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran
langsung, yaitu sebagai berikut.
Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa.
22
Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa
yang diharapkan.
Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat.
Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan
keterampilan yang telah dikuasai siswa.
Menyampaikan materi pelajaran.
Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-
contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
Melaksanakan bimbingan.
Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat
pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih.
Dalam tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik.
Guru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan
umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika
diperlukan.
Memberikan latihan mandiri.
Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk
meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk
diterapkan dalam pembelajaran:
Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan
garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan
keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki
struktur yang jelas dan pasti.
Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya
penyelesaian masalah (problem solving).
23
Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya
menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu
penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis)
Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan
pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa
melakukan suatu kegiatan praktik.
Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa
dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan
yang sangat terstruktur.
Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau
ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada
siswa.
2.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Langsung
Kelebihan model pembelajaran langsung:
Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan
informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa
yang harus dicapai oleh siswa.
Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang
mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual
yang sangat terstruktur.
Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-
keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
24
Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang
relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran
(melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan
antusiasme siswa.
Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa
yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan
menafsirkan informasi.
Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan
lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu,
tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan
berpartisipasi dan dipermalukan.
Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran
dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan
dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan
dihasilkan.
Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam
memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang
menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-
hari.
Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya
ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok
belajar dengan cara-cara ini.
Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara
langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian
terkini.
Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan
untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya
terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
25
Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas
dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa
tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.
Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model
pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru
dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Kelemahan Model Pembelajaran Langsung:
Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat.
Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih
harus mengajarkannya kepada siswa.
Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau
ketertarikan siswa.
Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran
ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya
diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan
pembelajaran mereka akan terhambat.
Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi
dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung,
dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan
keingintahuan siswa.
Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.
Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan
model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak
perilaku komunikasi positif.
26
Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran
langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses
dan memahami informasi yang disampaikan.
Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana
materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa.
Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.
Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi
yang disampaikan.
Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa
percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal
ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri.
Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru
sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat
membuat siswa tidak paham atau salah paham.
Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya,
banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang
dimaksudkan oleh guru.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan
pembentukan kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang
efektif. Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa
dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok dan model ini
memiliki delapan jenis yaitu :(1)jigsaw,(2)snowball throwing, (3)Number Head Together,
(4)cooperative integrated reading and composition(5),student team achipment division,
(6)team games tournament, (7)inside outside circle, (8)two stay two stray dan . Sedangkan,
Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada
penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif,
dengan ciri-ciri sebagai berikut: transformasi dan ketrampilan secara langsung; pembelajaran
berorientasi pada tujuan tertentu; materi pembelajaran yang telah terstuktur; lingkungan
belajar yang telah terstruktur; dan distruktur oleh guru.
Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru sebaiknya
menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan,
dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu
pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu
pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik
28
terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap
waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapakan saran-saran dan masukan dari dosen
pembimbing dan juga para pembaca agar penulis dapat membuat makalah yang lebih baik
lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Lie, Anita. 2000. Cooperativ Learning: Mempraktikkan Cooperativ Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik: Konsep, Landasan Teoritis
Praktis dan Implementasinya (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)
Isjoni, Cooperatif Learning, Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok (Cet.1 Bandung:
Alfabeta 1997).
Muslim Ibrahim dkk., Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: Unversity Pers, 2000)
29