Post on 29-Nov-2015
description
Menjelaskan Sintesa Insulin
Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida yang terdiri
atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar-rantai
yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga
menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap dan
rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies.
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype
untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang bersifat
hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum
endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat
molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang
sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga
terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.
2.2 Menjelaskan Peranan Insulin
A. Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat
Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa Otot
Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk energinya tetapi
pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan
istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan
diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya
insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang
dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk
energinya.
Penyimpanan Glikogen di dalam Otot
Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot
jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan
dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk
energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali
menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat
glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.
Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot
Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda
dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat
mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini
hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang
lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport
glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu
sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa
tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang
dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui
membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan
glukosa melawan perbedaan energi.
Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak
Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai
sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi
glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.
Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati
Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah
diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila
insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali
menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak
turun terlalu rendah.
Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi
beberapa langkah yang hampir serentak:
Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi glukosa
insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan meningkatkan
aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa
berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena
glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.
Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen
Efek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat
sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.
Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan
Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi
beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.
Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya. kemudian kurangnya
insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya untuk penyimpanan glikogen
kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan glikogen menjadi
glukosa fosfat. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini
memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah. Hati mengambil glukosa dari darah bila
glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan
diantara waktu makan.
Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hati
Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam lemak ini
diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat
glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang
diperlukan untuk glukoneogenesis.
B. Efek Insulin pada Metabolisme Lemak
Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak
Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:
Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah menjadi piruvat
di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis
asam lemak)
Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan
digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktivasi asetil CoA
karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.
Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.
Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose
Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan enzim yang
menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam
darah yang bersirkulasi dihambat. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan
yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain
yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-
gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam lemak untuk membentuk
trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.
Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulin
Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi insulin
Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemakmenjadi
sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar
asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi
utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.
Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma
Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak
menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari
metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati,
kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama
konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan
diabetes yang serius.
Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosis
Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini
akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang
sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi
menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat
juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma
asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.
C. Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan
Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein
Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel
Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin
bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam
amino ke dalam sel.
Insulin meningkatkan translasi RNA messenger
Dengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom. Tanpa insulin,
ribosom benar-benar berhenti bekerja.
Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih
Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama mengaktifkan
sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.
Insulin menghambat proses katabolisme protein
Hal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot
Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis
Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis. Karena zat
terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino
plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.
Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasma
Bila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali.
Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino
dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar
kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam
proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.
Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan
2.3 Mekanisme Sekresi Insulin
Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang memungkinkan
terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai kisaran fisiologis konsentrasi
glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat
oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap
sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan
dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine
trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan
mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang
sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium
yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke
dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.
Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal.
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (non diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua
jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. kadar gula darah pada waktu puasa ≥126 mg/dL dan kadar gula
darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (Badawi, 2009).
2.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI/Tipe I)
Kebanyakan penderita diabetes mellitus tipe I mendapatkan penyakit ini pada usia muda. Biasanya
penderita diabetes mellitus yang termasuk dalam kelompok ini:
muda, kurus dan mendapatkan penyakitnya secara tiba-tiba. Produksi insulin oleh pankreas sangat sedikit
dan tidak mencukupi sehingga tergantung pada pemberian insulin dari luar. Penyakit ini tidak dapat
dikendalikan tanpa menggunakan insulin sehingga setiap penderita harus disuntik insulin (Charles, 2002).
Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh penghancuran total sel-sel penghasil pada
pankreas. Kerusakan pada sel-sel penghasil insulin disebabkan oleh peradangan. Kondisi tersebut
disebabkan oleh faktor lingkungan, mungkin berupa virus yang menyerang seseorang yang mudah
terkena karena mempunyai pola gen tertentu disebut dengan gen human leucocyte antygent (HLA).
Kebanyakan orang dengan pola gen HLA ini hanya membuat mereka lebih mudah terkena dibanding
orang lain. Fungsi utama insulin itu sendiri dalam menurunkan kadar glukosa secara alami yaitu dengan
cara:
a. Meningkatkan jumlah gula yang disimpan didalam hati
b. Merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula
c. Mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula.
Jika insulin berkurang, kadar gula didalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan
kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk
tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam darah.
Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin pada sel-sel darah maka potensi terjadinya
diabetes mellitus sangat besar sekali.
2.3.2. Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI/Tipe II)
Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin paling banyak menyerang orang dewasa, walaupun diabetes
mellitus tipe II juga dapat timbul pada usia berapa saja. Pada diabetes mellitus tipe II sel-sel penghasil
insulin tidak rusak, tetapi tidak menghasilkan cukup insulin sehingga hati, otot serta lemak tidak bereaksi
secara normal terhadap insulin yang dihasilkan (Charles, 2010). Pasien-pasien yang termasuk dalam
kelompok ini biasanya memiliki berat badan yang lebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga
lain yang juga menderita penyakit diabetes mellitus. Pada pasien diabetes mellitus tipe II yang tidak
gemuk, kadar glukosa di dalam darahnya tinggi karena sel beta pankreasnya terlalu sedikit membentuk
insulin sehingga tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah tetap dalam batas-batas normal. Pasien
diabetes mellitus tipe II yang gemuk masih menghasilkan relatif cukup banyak insulin, tetapi masih tetap
tidak mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kadar glukosa darahnya dalam batas-batas normal.
Pada orang gemuk, insulin harus bekerja keras untuk memasukkan glukosa kedalam sel-sel tubuh, karena
pada darah orang gemuk terdapat kadar glukosa yang tinggi, suatu saat akan menyebabkan insulin tidak
sanggup lagi untuk memasukkan glukosa tersebut kedalam sel-sel tubuh, sehingga terjadilah resistensi
insulin yang mengakibatkan timbulnya penyakit diabetes mellitus.
2.4. Gejala-gejala dan Diagnosa Diabetes Mellitus
Menurut Pusat Diabetes dan Nutrisi Sutomo (1994), gejala klinis khas seperti poliuria (banyak kencing),
polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), rasa lemas dan turunnya berat badan merupakan
petunjuk yang penting dalam mendiagnosa diabetes mellitus. Hal yang sering menyebabkan pasien datang
berobat ke dokter dan kemudian mendiagnosa sebagai diabetes mellitus ialah keluhan-keluhan berikut:
- Keluhan kulit: gatal-gatal, bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan: rasa gatal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Rasa kebas dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, merupakan juga keluhan pasien, disamping
keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki terkadang timbul keluhan impotensi yang
menyebabkan pasien tersebut dating berobat kedokter. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien
datang berobat kedokter ialah keluhan mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi
akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh karena hiperglikemia (Syaifoellah, 1996).
2.5. Faktor Resiko Penyebab Timbulnya Penyakit Diabetes Mellitus
- Faktor Genetik
- Kurangnya Aktivitas Fisik
- Kehamilan / Diabetes Mellitus Gestasional.
Diabetes Mellitus Gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang
ringan maupun yang berat yang terjadi atau pertama kali diketahui pada saat
kehamilan berlangsung
- Usia Lanjut
- Sosial Ekonomi
2.6. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus
tipe I terjadi pada seseorang dengan usia dibawah 40 tahun bahkan separuh dari pengidap penyakit ini
didiagnosa pada saat mereka berumur kurang dari 20 tahun. Sebaliknya hampir sepuluh orang yang
didiagnosa sebagai pengidap diabetes mellitus tipe II diketahui setelah berumur diatas 30 tahun.
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2
jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat
yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa
gula tetap diperbolehkan
diperiksa kadar glukosa darah puasa
diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam
air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan
adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT
maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah
puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat
skema langkah-langkah diagnostik DM pada bagan 1).
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat
biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang
diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan
untuk penyakit lain atau general check-up.
3.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan
Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya
target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat
badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C, hasil pemeriksaan
khusus yang telah ada terkait DM
pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan
penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang
diikuti dalam bidang terapi kesehatan
pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani
riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.)
pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah, faktor risiko: merokok,
hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain)
riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi
kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
pengukuran tinggi dan berat badan
pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
pemeriksaan funduskopi
pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
pemeriksaan jantung
evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan
neurologis
tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
kreatinin serum
albuminuria
keton, sedimen dan protein dalam urin
elektrokardiogram
foto sinar-x dada
Evaluasi medis secara berkala
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai dengan
kebutuhan
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis
dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat
segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan
faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada
pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5
mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. Mekanisme kerja
OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 5
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)
insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan
jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja
berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat
hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
3.6 Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala
tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya
retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetik
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko
tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap
pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan
neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila
diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko
amputasi.
3.7 Pencegahan
Pencegahan Primer
Sasaran pencegahan primer:
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni
mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor risiko diabetes
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM
gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Penyuluhan ditujukan kepada:
A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai
berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM
tipe-2 atau intoleransi glukosa.
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat
munculnya DM tipe-2.
2. Diet sehat.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau
menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan:
o dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang
(mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi
menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular.
Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat
memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe-2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang
telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
dan dalam menuju perilaku sehat.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan
sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai
contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang
diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
2.7. Pola Makan Pada Penderita Diabetes Mellitus
Pola makan adalah makanan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Makanan yang seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat gizi tertentu
dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan (Ramadhan, 2008).
2.7.1. Jumlah Makanan
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes mellitus harus sesuai untuk
mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Komposisi
energi adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 20–25 % dari lemak.
Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat
pembangun serta zat pengatur.
a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan
protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti: roti, mie, kentang
dan lain-lain.
b. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral.
Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur,
ikan, ayam, daging, susu, keju dan lain-lain.
c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral. Makanan
sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan.
Ada beberapa jenis diet dan jumlah kalori untuk penderita diabetes mellitus
menurut kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak.
Table 2.1. Jenis Diet Diabetes Mellitus Menurut Kandungan Energi, Karbohidrat, Protein dan Lemak
Jenis Diet
Energi (kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)
1100 172 43 30
1300 192 45 35
1500 235 51,5 36.5
1700 275 55.5 36.5
1900 299 60 48
2100 319 62 53
2300 369 73 59
2500 396 80 62
Sumber: Almatsier, 2006
Keterangan:
- Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
- Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes tanpa komplikasi.
- Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja
(juvenile diabetes atau diabetes dengan komplikasi.
2.7.2. Jenis Bahan Makanan
Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak
dianjurkan atau dibatasi bagi penderita diabetes mellitus yaitu:
a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus
adalah:
1). Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu.
2). Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-
kacangan.
3). Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama
mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
b. Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita diabetes mellitus adalah:
1). Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang
diawetkan, susu kental manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.
2). Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast-food), goreng-gorengan.
3). Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan (Almatsier,
2006).
2.7.3. Interval Makan Penderita Diabetes Mellitus
Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol kadar gula darah. Makanan porsi
besar menyebabkan peningkatan gula darah mendadak dan bila berulang-ulang dalam jangka panjang,
keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi diabetes mellitus. Oleh karena itu makanlah sebelum lapar
karena makan disaat lapar sering tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu
pengaturan jadwal makan yang teratur. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar yaitu makan pagi (20 %),
siang (30 %), sore (25 %) serta 2-3 kali porsi kecil untuk makanan selingan masing-masing (10-15 %).
Tabel 2.2. Contoh Menu Sehari dengan Jenis Diet DM 1900 Kalori
Jenis makanan Berat ( gr) URT
Makanan pagi
Nasi/penukar
Lauk nabati
Sayuran A
Buah
Minyak
Gula
100
50
25
100
0
10
0
1 gls
1 ptg
½ ptg
1 gls
0 ptg
1 sdm
0 sdm
Jam 10.00
Buah 100 1 ptg
Makan siang
Nasi/penukar
Lauk hewani
Lauk nabati
Sayuran B
Buah
Minyak
Gula
200
50
50
100
100
10
0
1 ½ gls
1 ptg
1 ptg
1 gls
1 ptg
1 sdm
0 sdm
Jam 16.00
Buah 100 1 ptg
Makan Malam
Nasi/penukar
Lauk hewani
Lauk nabati
150
50
25
1 gls
1 ptg
½ gls
Sayuran B
Buah
Minyak
Gula
100
100
10
0
1 gls
1 ptg
1 sdm
0 sdm
Sumber : Depkes RI, 2009
Nilai Gizi :
- Energi : 1912 kkal
- Protein : 60 g (12,5 % energi total)
- Lemak : 48 g (22,5 % energi total
- Karbohidrat : 299 g (62,5 % energi total)
- Kolestrol : 303 mg
- Serat : 37 g
2.8. Daftar Bahan Makanan Penukar
Daftar bahan makanan penukar yang digunakan adalah bahan makanan
penukar II yaitu suatu daftar nama bahan makanan dengan ukuran tertentu dan
dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan hidrat arang yang
diberikan oleh rumah sakit. Setiap kelompok bahan makanan mempunyai nilai gizi
yang kurang lebih sama. Menurut (Arisman, 2002) bahan makanan dikelompokkan
menjadi 7 bagian yaitu:
a. Golongan 1 : Bahan Makanan Sumber Karbohidrat 1 Satuan Penukar = 175 kalori
4 gr protein
40 gr karbohidrat
Tabel 2.3. Makanan Penukar dari Sumber Karbohidrat
Bahan Makanan URT Berat (gr)
Nasi ½ gls 100
Nasi tim
Bubur beras
Nasi jagung
Talas
Ubi
Roti putih
1 gls
2 gls
½ gls
1 bj bsr
1 bj sdg
4 iris
200
400
100
200
150
80
b. Golongan 2 : Bahan Makanan Sumber Protein Hewani 1 Satuan Penukar = 95 kalori
10 gr protein ; 6 gr lemak
Makanan Penukar dari Sumber Protein Hewani Bahan Makanan URT Berat (gr)
Daging sapi 1 ptg sdg 50 ; Daging ayam 1 ptg sdg 50 ; Telur ayam 2 btr 60 ; Ikan segar 1 ptg sdg 50 ;
Udang basah 0 gls 50
c. Golongan 3 : Bahan Makanan Sumber Protein Nabati 1 Satuan Penukar = 80 kalori
6 gr protein ; 3 gr lemak ; 8 gr karbohidrat
Makanan Penukar dari Sumber Protein Nabati Bahan Makanan URT Berat (gr)
Kacang hijau 20 sdm 25 ; Kacang kedele 20 sdm 25 ; Kacang merah 20 sdm 25 ; Oncom 2 ptg sdg 50
Tahu 1 bj bsr 100 ; Tempe 2 ptg sdg 50
d. Golongan 4 : Sayuran 1. Sayuran A Bebas dimakan, kandungan kalori dapat diabaikan, sumbernya dari
gambas (oyong), jamur kuping sedang, ketimun, jamur segar, lobak, selada dan tomat.
2. Sayuran B 1 Satuan Penukar ± 1 gls
(100 gr) = 25 kalori
1 gr protein
5 gr karbohidrat
Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam, labu siam, bit, buncis, brokoli,
genjer, jagung muda, kol, wortel, sawi, toge kacang hijau, terong, kangkung,
kacang panjang, pare, rebung, papaya muda.
3. Sayuran C 1 Satuan Penukar ± 1 gls
(100 gr) = 50 kalori
3 gr protein
10 gr karbohidrat
Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam merah, daun katuk, daun
melinjo, daun papaya, daun singkong, toge kacang kedele, daun talas,
melinjo, nangka muda.
e. Golongan 5 : Buah-buahan 1 Satuan Penukar = 40 kalori
10 gr karbohidrat
Tabel 2.6. Makanan Penukar dari Sumber Buah-buahan Bahan Makanan URT Berat (gr)
Alpukat 1 bh bsr 50
Apel 1 bh bsr 75
Belimbing 1 bh bsr 125
Duku 15 bh 75
Jambu air 2 bh sdg 100
Jambu biji 1 bh sdg 100
Jeruk manis 1 bh bsr 100
Mangga 1 bh sdg 50
Nanas 1/6 bh sdg 75
Papaya 1 ptg sdg 100
Pir 1 bh 100
Pisang ambon 1 bh sdg 75
Pisang raja 2 bh kcl 50
Semangka 1 ptg sdg 150
f. Golongan 6 : Susu 1 Satuan Penukar = 110 kalori
7 gr protein
9 gr karbohidrat
7 gr lemak
Tabel 2.7. Makanan Penukar dari Sumber Susu Bahan Makanan URT Berat (gr)
Susu sapi 1 gls 200
Susu kambing 1 gls 150
Susu kental manis 1 gls 100
Tepung susu skim 4 sdm 20
Yoghurt 1 gls 200
g. Golongan 7 : Minyak 1 Satuan Penukar = 45 kalori
5 gr lemak
Tabel 2.8. Makanan Penukar dari Sumber Minyak Bahan Makanan URT Berat (gr)
Minyak goring 1 sdm 5
Minyak ikan 1 sdm 5
Margarin 1 sdm 5
Kelapa 1 ptg kcl 30
Kelapa parut 5 sdm 30
Lemak sapi 1 ptg kcl 5
Keterangan :
Bh = buah Gr = gram
Bj = biji Kcl = kecil
Btg = batang Ptg = potong
Btr = butir Sdg = sedang
Bsr = besar Sdm = sendok makan
Gls = gelas (240 ml) Sdt = sendok teh
2.9. Standar Jenis Diet Untuk Penderita Diabetes Mellitus
Standar jenis diet pada penderita diabetes mellitus yang rawat inap ada dua
jenis yaitu:
- Jenis diet diabetes mellitus IV (1700 kalori)
Kandungan energi dari jenis diet diabetes mellitus IV adalah 1700 kalori dan
jumlah kandungan zat gizi karbohidrat 275 gram, protein 55,5 gram dan
lemak 36,5 gram.
- Jenis diet diabetes mellitus V (1900 kalori)
Kandungan energi dari jenis diet diabetes mellitus V adalah 1900 kalori dan
jumlah kandungan zat gizi karbohidrat 299 gram, protein 60 gram dan lemak
48 gram.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBIoUntuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%
3. Stress metabolik :+10-30%4. Kehamilan trimester I dan II :+300kalori5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata berupa perdarahan, tidak
adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah. Akibat yang serius adalah kerusakan
retina, yang kadang-kadang menetap dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.
Klasifikasi Retinopati Hipertensi
Klasifikasi Keith Wegener — Barker ( 1939 )3,12,17
Derajat I
Tanda tanda retina sangat minimal: terdiri dari penyernpitan ringan atau sklerosis pembuluh darah
retina. Penderita tidak mempunyai gejala umum dari hipertensi dan kesehatan masih baik.
Derajat II
Kelainan pembuluh darah retina tampak lebih nyata terutama ditandai adanya sklerosis pada
persilangan arteri-vena dan penyempitan arteriol secara umum maupun segmental, kesehatan secara
umum masih baik.
Derajat III
Di jumpai retinopati angiospastik (dengan edema retina, cotton wool spots dan perdarahan) disertai
sklerosis yang lanjut dari arteriol arteriol yang terutama terlihat pada persilangan arteri vena. Edema papil
tidak dijumpai. Pada umumnya tekinan darah menetap tinggi. Terdapat kelainan ringan dari jantung, otak
dan fungsi ginjal.
Derajat IV
Didapatkan kelainan seperti derajat III ditambah papil edema. Tckanan darah meningkat secara
menetap. Terdapat gangguan serius pada organ jantung, otak dan ginjal.
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie, adalah sebagai berikut : 12,13
Stadium 0 : Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.
Stadium I : terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.
Stadium II : penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-kadang disertai penciutan
pembuluh darah setempat , pembuluh darah tegang dan membentuk cabang keras.
Stadium III : lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan, dapat terjadi pada tekanan
darah diastolik diatas 120 mmHg, dapat disertai penurunan penglihatan.
Stadium IV : seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure exudate, disertai penurunan
penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150 mmHg.
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat
ringannya tanda-tanda yang terlihat pada retina.1,9
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh
atau fokal, AV nicking, dinding arterioler
lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan mortalitas
kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal jantung,
lebih tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme, cotton-
wool, hard exudates
disfungsi renal dan mortalitas
kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate
dengan edema papil : dapat disertai
dengan kebutaan
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal
Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal
arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada
arterioles (panah putih) (B).
Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).
Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
2.6 Klasifikasi
Retinopati diabetik dapat digolongkan menjadi retinopati non proliferatif, makulopati dan retinopati
proliferatif.
a. Retinopati diabetik non proliferatif
Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk yang paling umum dijumpai, di mana lesi
terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub posterior. Kapiler membentuk kantong-kantong
kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api
karena lokasi nya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Tipe nonproliferatif ringan
ditandai minimal 1 mikroaneurisma. Tipe nonproliferatif sedang ditandai adanya mikroaneurisma luas,
perdarahan intraretinal, gambaran manik-manik pada vena (venous beading) dan dapat ditemukan cotton
wool spots. Tipe nonproliferatif berat ditandai dengan adanya cotton wool spots, venous beading, dan
abnormalitas mikrovaskuler intraretinal.1
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui 2 mekanisme,
yaitu:
1. Peningkatan permeabilitas pemuluh retina yang menyebabkan edema makular.
2. Perubahan sedikit demi sedikit penutupan kapiler intraretinal yang menyebabkan iskemik makular.
b. Retinopati pre-proliferatif
Retinopati pre-proliferatif merupakan tingkat lanjut dari retinopati non-proliferatif. Dimana ditandai
dengan banyaknya perdarahan intraretina, mikroaneurisma, dilatasi vena.
c. Retinopati Diabetik Proliferatif
Merupakan penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus. Pada jenis ini iskemia yang
progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering
terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer, disamping itu neovaskularisasi iris atau
rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi
meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh
tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.
Pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif dan adhesi vitroretinal persisten, jaringan
neovaskular yang menimbul dapat mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskuler rapat yang
menarik retina dan menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan
pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina
regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila
kontraksi korpus vitreum telah sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk
ke stadium involusional atau burnet- out.
d. Makulopati
Makulopati diabetik bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina setempat atau difus, yang
terjadi akibat peningkatan permeabilitas vaskular dengan atau tanpa deposit lipoprotein intraretina (hard
exudates) atau biasanya karena iskemia akibat penutupan kapiler fovea. Hal ini mengakibatkan
kebocoran cairan dan konstituen plasma ke retina di sekitarnya. Makulopati dapat terlihat pada banyak
fase retinopati kecuali pada tingkat non-proliferatif dini.
Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSCM :
1. Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
2. Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat
lemak pada fundus okuli
3. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat neovaskularisasi dan
proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka digolongkan pada
derajat yang lebih berat.
Patogenesis Retinopati Hipertensi
Perubahan fundus atau sirkulasi retina akibat hipertensi menurut patogenesisnya dan gejala yang
ditimbulkannya adalah mengalami beberapa fase atau perubahan melalui 3 proses yaitu:3
Angiospasme atau hipertonus pembuluh darah: pada fase awal hipertensi dengan adanya proses
autoregulasi pada pembuluh darah retina, maka peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan
vasokonstriksi arteriole (stadium vasokonstriksi), dimana terjadi vasospasme atau hipertonus pembuluh
darah dan peninggian tekanan arteriol retina dimana pada stadium ini belum terjadi perubahan dinding
pembuluh darah. Pada stadium ini secara klinis terlihat adanya penyempitan secara menyeluruh arterial
retina. Penyempitan pembuluh darah tampak sebagai: 1. pembuluh darah terutama arteriol, retina
berwarna lebih pucat. 2. kaliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme
lokal) 3. Percabangan arteriol yang bersudut tajam dan berjalan lebih lurus seolah-olah memanjang. Fase
hipertonus pembuluh darah pada hipertensi bersifat reversibel.
Angiopati atau perubahan organik pembuluh darah: Peninggian tekanan darah yang menetap dan
hipertonus pembuluh darah yang berjalan lama akan terjadi perubahan organik dinding pembuluh darah
(sklerosis arteriolar atau arteriolosklerosis) yang menyebabkan perubahan-perubahan organis yang
ditandai dengan proliferasi jaringan ikat dan elemen elastic sehingga menyebabkan penebalan fibrosa dari
tunika intima, hiperplasia dinding tunika media, terjadi degenerasi hialin dan lemak. Arteriolosklerosis
merupakan proses patologis sebagai reaksi dan kompensasi dinding pembuluh darah terhadap hipertonus
yang terus-menerus, dapat terjadi perubahan reflek cahaya dan fenomena crossing pada persilangan arteri
vena, yang semua ini cenderung menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Dalam fase lanjut,
pembuluh darah yang mengalami fibrosis secara luas terkadang diikuti dengan degenerasi hialin dan akan
mampu menahan tekanan diastolik yang tinggi. Bila hipertensi telah berjalan untuk beberapa waktu,
kegagalan untuk mempertahankan tekanan dan volume yang adekuat pada pembuluh darah yang kaku
akan mengakibatkan anoksia jaringan. Proses dekompensasi ini dapat disebabkan oleh proses sklerosis
yang parah. Kerusakan jaringan menimbulkan gambaran khas retinopati arteriolosklerotik. Pada stadium
ini secara umum menjadi lebih berat dimana terjadi penebalan arteriol retina secara menyeluruh dan
setempat bertambah. Pada stadium ini dapat tampak berupa: 1. reflek copper wire arteriole. 2. reflek
silver wire. 3. sheathing. 4. lumen pembuluh darah yang ireguler. 5. terdapat fenomena crossing: nicking
(penekanan pada vena oleh artcri yang berada diatasnya), elevasi (pengangkatan vena oleh arteri yang
berada di hawahnya), deviasi (pergeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil), kompresi (penekanan yang kuat oleh arteri yang
menyebabkan bendungan vena). Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina
yaitu retinopati hipertensif.
Retinopati: Angiospasme dan angiopati pada hipertensi yang mengakibatkan gangguan pada sirkulasi
darah, lambat laun akan diikuti dangan retinopati yaitu perubahan perubahan pada jaringan retina sendiri,
yang dapat dibedakan atas dua fenomena dasar yaitu eksudasi unsur unsur darah karena dinding
pembuluh darah menjadi permeabel dan degenerasi retina karena menurunnya nutrisi akibat gangguan
sirkulasi. Pada stadium eksudat ini terdapat gangguan barier darah retina. Eksudasi terjadi apabila dinding
pembuluh darah yang bersifat impermeabel menjadi permeabel karena kerusakan pada sel-sel endotel
yang berfungsi sebagai barier darah retina. Akibat hipertonus yang ekstrim dan terus menerus pada
hipertensi akan menimbulkan nekrosis otot polos dan sel-sel endotel yang mana, akan merusak sifat
impermeabel dinding pembuluh darah yang memungkinkan terjadinya eksudasi darah dan lipid dan
menyebabkan edema retina dan iskemik retina yang dikarenakan dinding pembuluh darah menjadi
permeabel. Papil edema muncul dalam beberapa hari sampai berminggu minggu sejak peningkatan
tekanan darah dan terabsorbsi dalam hitungan minggu sampai bulan bila tekanan darah turun. Perubahan
funduskopi pada stadium eksudat dimanifestasikan pada retina seperti mikroaneurisme, perdarahan,
eksudat lunak, eksudat keras. Eksudat retina dapat membentuk: - eksudat lunak (cotton wool patches)
yang merupakan edema serat saraf retina akibat mikro infark sesudah penyumbatan arteriol, biasanya
terletak 2-3 diameter papil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil. - eksudat keras yang
terdiri dari kumpulan sel-sel mikroglia yang banyak mengandung sel lemak, berasal sari bahan-bahan sel-
sel saraf yang mengalami degenerasi dan nekrosis yang tampak sebagai bercak-bercak berbatas tegas,
warna putih kekuningan yang tersebar pada daerah yang tertentu dan luas pada fundus okuli.
Pembengkakan lempeng optik dapat terjadi pada saat itu dan seringkali merupakan tanda dari hipertensi
berat (hipertensi maligna), pada retinopati hipertensif juga diikuti dengan degenerasi jaringan retina
karena menurunnya nutrisi akibat gangguan sirkulasi. Perdarahan yang timbul di retina disebabkan karena
kerusakan sel sel endotel kapiler akibat hipertonus pembuluh darah yang terus menerus. Beberapa faktor
lain seperti hiperglikemia, inflamasi dan disfungsi endotel juga terlibat pada patogenesis retinopati.
2.7 Manifestasi Klinis 1. Non-Proliferatif
Untuk kepentingan penelitian, maka NPDR dibagi menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Namun pembagian ini akan sulit pada praktek klinis, oleh karenanya didalam praktek klinis lebih
ditekankan pada pembagian berdasarkan risiko berkembangnya pembuluh darah baru :
- Risiko rendah (ringan dan sedang) o Dilatasi vena ringan o Mikroaneurisma o Perdarahan titik (dot
hemorrhages) o Eksudat o Beberapa cotton wool spots (CWS’s)
- Risiko tinggi (pre-proliferatif/berat) o Kelainan mikrovaskular intra retina (IRMA) o Segmentasi
vena dan “omega” loops o Kelompokan besar bercak perdarahan o Multipel CWS’s
Mikroaneurisma Berlokasi pada inner nuklear layer. Merupakan hal pertama yang dapat terdeteksi
secara klinis. Tandanya berupa titik merah (dot) yang kecil, bundar, dan awalnya muncul di bagian
temporal dari fovea sentralis. Ketika tertutup oleh darah, kemungkinan tidak bisa dibedakan dari dot
hemoragik. Flourosensi angiografi menunjukan dot hiperflouresen yang kecil (nontrombosis
mikroaneurisme).
Eksudat Keras Terdapat di dalam lapisan flexiform luar. Tandanya yaitu mengkilap (seperti lilin),
lesi berwarna kuning dengan batas kurang tegas, membentuk cincin atau gumpalan di bagian
posteriornya. Eksudat keras ini sering membentuk mikroaneurisma pada bagian tengahnya. Sejalan
dengan waktu, jumlah dan ukuran cenderung meningkat dan kemungkinan mengenai fovea. Flourosensi
angiografi menunjukan hipoflouresensi dikarenakan terhalangnya flouresen di koroid.
Edema Retina Awalnya muncul diantara outer plexiform dan inner nuklear layer. Bila berlanjut,
dapat meluas ke inner plexiform dan lapisan jaringan saraf sampai pada suatu saat semua ketebalan retina
menjadi edem. Akumulasi cairan yang berlebihan membuat fovea tampak seperti kista (cystoid macular
edem). Gejalanya berupa penebalan retina (bisa dideteksi dengan slit lamp dan lensa Goldmann).
Flourosensi angiografi menunjukan hiperflourosensi difus lanjut karena kebocoran kapiler retina
Perdarahan Perdarahan yang terjadi adalah perdarahan intraretina dan perdarahan lapisan saraf retina.
2. Pre-proliferatif
Gejala klinisnya menandakan adanya iskemik retina yang progresif, dapat terlihat
pada Fluoresen Angiografi.
Cotton wool spots Menggambarkan infark fokal dilapisan serabut saraf retina, menandakan
adanya oklusi arteriol. Gambarannya seperti lesi superfisial, keputihan, kecil, dan seperti kapas, terletak
di sekitar pembuluh darah.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) Menggambarkan adanya anastomosis arteriol
dengan venula. Gambarannya seperti garis merah yang tegas dari arteriol menuju venula, mirip dengan
pembuluh darah baru datar pada retina. Hal yang membedakan adalah IRMA tidak melewati pembuluh
darah retina dan tidak ada kebocoran jika diperiksa dengan FA.
Perubahan pada vena Terdiri dari dilatasi, bertambahnya lekukan, dan segmentasi seperti sosis
(saussage-like).
Perubahan pada arteri Terdiri dari pemendekan oblitersi yang mirip seperti oklusi cabang arteri
retina.
Dark blot hemmorhages Menggambarkan infark perdarahan retina dan berlokasi pada lapisan
pertengahan retina.
3. Proliferatif
Proliferatif Diabetik Retinopati (PDR) mengenai 5-10% penderita diabetes. Diabetes Tipe1 memiliki
resiko yang lebih tinggi dimana insidensinya setelah usia 30 tahun adalah 60 %.
Neovaskularisasi adalah tanda yang khas pada PDR. Pembuluh darah yang baru dapat berproliferasi
di atas atau di dalam diskus optikus (NVD = new vessels at disc) atau sepanjang pembuluh darah utama
(NVE = new vessels elsewhere) atau keduanya. Diperkirakan lebih dari seperempat daerah retina
perfusinya tidak berjalan, baru terbentuk PDR. Tidak adanya membran
limitans interna pada nervus optikus dapat menjelaskan mengapa daerah ini menjadi daerah
predileksi untuk neovaskularisasi. Pembuluh darah baru awalnya terbentuk dari proliferasi endotel, yang
kebanyakan berasal dari vena.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan perlu memperhatikan:
1. Tingkat keparahan Ditentukan oleh daerah yang tertutupi oleh pembuluh darah baru dibandingkan
dengan daerah pada diskus optikus.
- NVD: ringan, bila kurang dari 1/3 diskus optikus; berat bila lebih dari 1/3. - NVE: ringan, bila
kurang dari 1/2 diskus optikus; berat bila lebih dari 1/2.
2. Penonjolan pembuluh darah baru Pembuluh darah ini kurang responsif terhadap terapi laser bila
dibandingkan dengan pembuluh darah baru yang datar.
3. Fibrosis Berkaitan dengan ablasio retina jenis traksi.
4. Perdarahan Bila terjadi pada pre-retina atau intra-vitreous dapat mengakibatkan kehilangan
penglihatan.
5. Resiko tinggi Fakto-faktor di bawah ini dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan yang parah
dalam waktu dua tahun bila tidak segera diatasi :
- NVD ringan dengan perdarahan - NVD berat tanpa perdarahan - NVD berat dengan perdarahan -
NVE berat dengan perdarahan
Retinopati diabetes proliferatif dibagi lagi menjadi :
- Berdasarkan lokasi :
o Pembuluh darah baru pada diskus optikus (NVD) atau pada jarak 1 diameter diskus (1DD) dari tepi
diskus
o Pembuluh darah baru di tempat lain di retina (NVE) atau lebih dari 1DD dari tepi diskus.
- Berdasarkan tingkat keparahan :
o Retinopati diabetes proliferatif dini (Early PDR)
o Dengan karakteristik risiko tinggi
o Florid PDR
o Gliotic PDR
o Involutionary PDR
4. Makulopati
Makulopati diabetes (DM) Diklasifikasikan menjadi :
- Edema fokal
- Edema difus
- Iskemi
- Campuran (mixed)
Gangguan penglihatan pada makulopati diabetes biasanya merupakan hasil dari edema makular
namun tidak terdapat korelasi langsung antara gambaran klinis dan derajat kehilangan penglihatan.
Edema makular agak sulit untuk dideteksi. Karakteristiknya adalah adanya “penebalan retina” pada
pemeriksaan slit lamp binokular stereoskopik. Apabila makulopati terjadi dalam batas satu diameter
diskus pada fovea, maka secara klinis dinamakan edema makular yang signifikan (CSMO). Karena pada
kondisi ini dianggap mengancam penglihatan.
Tipe klinis makulopati :
- Makulopati fokal
Gambaran karakteristik makulopati fokal diantaranya : batas tegas, area yang bocor, dihubungkan
dengan cincin eksudat keras yang komplit ataupun inkomplit. Hal ini seringkali berhubungan dengan
adanya mikroaneurisma pada pusat cincin eksudat. Predileksinya adalah di daerah perifoveal, yang
merupakan daerah retina yang paling tebal.
Gambar17: Makulopati fokal (eksudatif) menunjukkan
terdapatnya eksudat didekat fovea
- Makulopati difus
Terjadi penebalan sentral makula keseluruhan yang disebabkan kebocoran yang meluas dari dilatasi
kapiler di daerah ini. Gambaran klinisnya berupa edema berat dan sering kali disertai dengan perubahan
kistik. Gambaran retinopati diabetes yang lain mungkin tidak muncul dan kadang-kadang tidak terdapat
eksudat. Pada kasus yang berat mungkin mustahil untuk mengidentifikasi fovea karena penebalan retina
yang difus. Angiogram flurosein mungkin lebih dapat membuktikan adanya makulopati daripada dengan
optalmoskop. Terdapat juga bukti bahwa kerusakan pigmen epitelial pada retina turut menyebabkan
edema makular, mungkin karena gagal memindahkan cairan jaringan yang terakumulasi dalam retina
yang berasal dari kebocoran kapiler.
- Makulopati iskemia
Makulopati iskemik dapat dicurigai bila terdapat penurunan/kehilangan penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan pada makula yang terlihat relatif normal. Perdarahan bercak pada daerah paramakular mungkin
mengindikasikan adanya makulopati iskemik. Secara tepat dapat diketahui dengan pemeriksaan
angiografi fluorosein yang memperlihatkan adanya peningkatan zona avaskuler di fovea. Mikroaneurisma
perifoveal tanpa penebalan retina mungkin mengindikasikan makulopati iskemik.
- Makulopati traksional
Makulopati vitreoretinal karena traksi, disebabkan adhesi oleh vitreoretinal atau pembentukan
membran sebagai lapisan membran epiretinal atau pita tranretinal yang berbeda. Retinoskisis traksional
juga dapat terjadi dan dapat merupakan salah satu bentuk edema makular berat. Pada bentuk traksi retinal
yang ekstrim dapat terjadi pelepasan retina.
- Makulopati campuran
Terdapat banyak kasus yang tidak cocok dengan pengelompokan seperti yang telah disampaikan di
atas. Pada umumnya terdapat keadaan patologis yang bercampur khususnya edema difusa dan iskemia.
Berbagai derajat traksi juga dapat termasuk.
Gejala dan Tanda Retinopati Hipertensi
Gejala pada retinopati hipertensi sering asimptommatik, kadang dapat menyebabkan penurunan
penglihatan.
Tanda utamanya berupa general atau lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral.
Tanda lainnya dapat berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus sklerosis (cooper / silver
wiring), cotton wool spot, hard eksudat yang berupa macular star figure, flame haemorrhage, retinal
edema, arteriol makroaneurisme, dan atropi korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya yang jarang
terjadi adalah ablasio retina, perdarahan vitreous, penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau
vena. Dan neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang. 10,11
Pada retinopati hipertensi stadium lanjut berupa retinopati hipertensi malignan menunjukan adanya
papiledema ditambah tanda lainnya yang telah disebutkan diatas. 10,11
Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan awal yang
dilakukan pada setiap pasien dengan diabetes melitus, termasuk evaluasi mata yang komprehensif,
dengan menitikberatkan pada pemeriksaan yang berhubungan dengan retinopati diabetes.4
Pada umumnya stadium awal retinopati diabetes tidak menunjukkan gejala dan rasa sakit.
Penglihatan kabur dapat terjadi apabila terdapat edema makula (makulopati). Jika pembuluh darah baru
terbentuk, dapat terjadi perdarahan dan menghambat penglihatan.
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
- Durasi/lamanya menderita diabetes
→ Semakin lama pasien menderita diabetes, maka semakin besar kemungkinan menderita retinopati
diabetes
- Kontrol gula sebelumnya (HbA1c)
- Pengobatan
- Riwayat medis (obesitas, penyakit ginjal, hipertensi sistemik, level lipid serum, kehamilan)
- Terdapat benda yang melayang-layang/floaters)
→ Mungkin menyatakan adanya pelepasan vitreous atau perdarahan
- Flashes (kilatan cahaya) : mungkin menyatakan adanya traksi retina yang dapat berakibat robekan
retina
- Perubahan atau penurunan penglihatan : buram/kabur, perubahan dalam melihat warna
Pemeriksaan
Pemeriksaan awal diantaranya :
- Tajam penglihatan
- Tekanan intraokular
- Gonioskopi bila ada indikasi
- Biomikroskopi slit lamp
- Fundoskopi
- Pemeriksaan retina perifer dan vitreous
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin dapat membantu dalam penilaian, diantaranya pemeriksaan
terhadap faktor risiko :8
- Peningkatan HbA1c
- Hiperlipidemia
- Proteinuria/albuminuria
- Peningkatan tekanan darah
Diagnosis Retinopati Hipertensi
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu
pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada
pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk
menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan
penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV peubahan vaskularisasi
akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.2,4,5,6,9,12,16
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi,
dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid
tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang
ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran
copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan
dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih
ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/
BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk
flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/
atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu
akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang. 2,4,5,6,9,12,16
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan
akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui
pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya
suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat
terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma,
hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan
lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema retina
dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina
timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun
selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga
meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke
dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya
akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung
lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina,
gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat
orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. 2,4,5,6,9,12
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan darah,
urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit
darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat.
Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks.
Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.2
Penatalaksanaan Retinopati Hipertensi
Gambar 6. Diagram penatalaksaan retinopati hipertensi
2.9 Penatalaksanaan
Tentukan tindakan yang akan diberikan2
a) Pengobatan mengontrol DM dengan obat-obatan anti-diabetik dan diet b) Terapi fotokoagulasi
laser
1. Dilakukan dengan argon laser fotokoagulator yaitu sinar dari fotokoagulator ditembakkan
langsung atau secara tidak langsung pada kelainan sehingga menimbulkan jaringan parut pada koreoretina
yang akan mengurangi kebutuhan metabolisme, terjadi regresi neovaskularisasi. Tujuannya menutup
kebocoran, merangsang penyerapan cairan, mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasio
retina dengan harapan menghambat penurunan visus.
Indikasi:
- NPDR dengan edema makula dan tajam penglihatan berkurang
- PDR dengan atau tanpa komplikasi.
- NPDR dengan katarak
- NPDR severe
- NPDR yang pada mata satunya mengalami progresivitas
- Ada komplikasi lain termasuk gagal ginjal - Penderita dengan kontrol diabetes yang tidak baik
2. Panretinal cryocoagulation (PRC)
-menyebabkan pembuluh darah abnormal untuk mengencil dan mencegah pertumbuhannya pada
masa lanjut.juga mencegah pendarahan vitreous kerana distorsi retina8
3. vitrektomi tertutup
→ Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat
pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya
jaringan ikat dibadan kaca yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat
terlepasnya retina atau ablasio-retina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan
juga mengupas jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan photokoagulasi
laser, dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.
Penatalaksaan untuk macula oedem
- Fotokoagulasi retina
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi fotokoagulasi masih merupakan terapi yang utama dalam
penatalaksanaan edema makular yang mengancam penglihatan
- Medikamentosa
Pada saat ini tidak terdapat obat yang dapat disarankan untuk penatalaksanaan makulopati diabetes,
kecuali obat untuk penatalaksanaan penyakit sistemik yang mendasarinya
- Terapi steroid intravitreal
- Vitrektomi untuk pasien dengan edema macular
Memahami dan menjelaskan pola makan dan olahraga yang baik dalam Islam
A. Prinsip1. Diniatkan bahwa tujuan makan dan minum adalah untuk menambah ketaqwaan kepada Allah
SWT.2. Makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah yang halal dan baik (halalan thoyyiban) serta
bersih.B. Larangan.
1. Apabila makanan dan minuman dalam keadaan panas, tunggulah sampai dingin dan jangan ditiup
2. Tidak menggunakan peralatan makanan/ minuman berupa bejana dari emas atau perak.3. Jangan makan sambil berdiri.
C. Tata cara makan Rasulullah SAW .1. Cara/ adab makan:
a. Mencuci (wudhu) tangan terlebih dahulu.b. Duduk, tidak bersandar pada punggung atau bersila. Cara duduk nabi saw adalah duduk
berlutut, duduk diatas kaki yang kiri dan menegakkan kaki kanannya.c. Meletakkan makanan di sebelah kanan.d. Makan bersama keluarga dan mengajak orang banyak, dengan duduk mengitari makanan.e. Mengambil makanan yang terdekat.f. Tidak mencela makanan.g. Menggunakan tangan kanan.h. Hanya menggunakan 3 jari: ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.i. Membaca bismillah ( الله ( بسم setiap kali memasukkan makanan atau minuman ke
dalam mulut, ; apabila lupa sewaktu teringat bacalah “bismillahi awwallohu wa aakhirohu”.
j. Menjilati jari-jari tangan atas makanan yang menempel dijari tersebut.k. Makan ketika terasa lapar dan berhenti sebelum kenyang, prinsipnya ruang lambung
dibagi 3 bagian: yaitu 1/3 air, 1/3 makanan, dan 1/3 udara.l. Bersyukur dan berdo’a sesudah makan, mengucapkan:“alhamdulillahi ladzii ath’amana
wa saqoona wa ja’alana muslimin”.m. Mencuci tangan sesudah makan.n. Berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi) sesudah makan.o. Mencuci bejana bekas makanan dan minuman.p. Menutup kembali wadah tempat makanan dan minuman.
2. Sifat makanan.a. Berimbang, maksudnya: setiap jenis makanan yang dimakan disesuaikan dengan
kebutuhan porsi/ gizinya masing-masing, dan tidak berlebihan.b. Makanan dapat berupa apa saja, asalkan terhindar dari hal yang diharamkan,
3. Jenis makanan yang pernah dimakan Rasulullah SAW:
a. Roti dan kue (makanan yang terbuat dari tepung dan rempah-rempah)
b. Bubur
c. Mentimun
d. Semangka
e. Kurma, ruthab, tamar (kurma kering)
f. Labu (dicampur roti atau tidak)
g. Keju
h. Gula-gula dan madu
i. Mentega
j. Daging kelinci
k. Daging kambing (bagian lengan atau punggung)
l. Daging burung hubara (burung yang panjang lehernya)
m. Dendeng
n. Belalang
o. Ikan laut
Olahraga yang baik menurut Islam
"Sesungguhnya pada tubuhmu ada hak yang harus engkau penuhi."
(HR Bukhari, Ahmad, Nasai)
"Dan perhatikanlah hal-hal yang bermanfaat bagimu."
(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)
"Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah."
(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)
"Dan pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu."
(HR Bukhari)
Berolahraga teratur dibarengi dengan gizi yang seimbang dapat membantu menjaga kebugaran, kesehatan biologis, dan aktivitas tubuh. aktivitas tubuh yang teratur memiliki beberapa manfaat, antara lain :
• menormalkan fungsi hati• sirkulasi darah dan pernafasan• menambah daya pompa otot-otot hati• membantu menjaga kekuatan otot tubuh• mencegah kerapuhan tulang (terutama karena bertambahnya usia)
• membakar kalori• menjaga berat badan ideal• membantu individu melaksanakan tugasnya dengan kemampuan yang lebih besarPenyakit pencernaan disebabkan oleh bertambahnya berat badan atau kegemukan antara lain :
• sulitnya pencernaan• radang (infeksi) kantung empedu dan ginjal• penyakit sistem pernafasan, jika badan bertambah berat, ketika mengeluarkan nafas gerakan selaput
dinding pemisah dan gerakan rongga dada makin lambat mengakibatkan oksigen makin berkurang.
• penyakit sistem sirkulasi adalah darah tinggi dan gejala penebalan pada pembuluh nadi hati yang dapat menyebabkan serangan jantung dan pembekuan darah.
• penyakit kelenjar buntu adalah kencing manis serta penebalan pada pembuluh otak yang dapat mengakibatkan stroke dan lumpuh setengah badan (hemiplegia)
orang kegemukan terancam penyakit radang persendian, reumatik, dll.