Post on 17-Nov-2021
84
MENDAYAGUNAKAN GENRE SASTRA FLASH FICTION UNTUK MENULIS
TEKS ARGUMENTASI
Sony Sukmawan, Lestari Setyowati, Andhy Nurmansyah
Universitas Brawijaya
sony_sukmawan@ub.ac.id
ABSTRAK: Kemampuan berargumentasi mahasiswadalam dunia akademik
kurang mendapatkan perhatian dan penanganan. Untuk itu, perlu adanya inovasi baru
tentang bahan yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran menulis teks
argumentasi, salah satunya dengan menggunakan karya sastra genre flash
fiction.Berdasar hasil penelitian disimpulkan bahwa flash fiction dapat membantu para
pembelajar bahasa asing, dalam hal ini pembelajar bahasa Inggris, untuk belajar
menulis teks argumentasi. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bila flash
fiction akan dipakai untuk belajar menulis esai, yaitu tingkat kesulitan tatabahasa dan
kosakata dari cerita tersebut, kekompleksitasan alur cerita, dan panjang pendeknya
flash fiction yang dipilih. Selain melatih keterampilan mahasiswa menulis teks
argumentasi, penggunaan kara sastra juga mampu meningkatkan kemampuan analisis
dan berpikir kritis mahasiswa.
Kata Kunci: menulis, argumentasi, flash fiction, refutation
PENDAHULUAN
Harus diakui bahwa kemampuan
berargumentasi mahasiswadalam dunia
akademik kurang mendapatkan perhatian
dan penanganan. Hal tersebut
mengakibatkan rendahnya kemampuan
mahasiswa dalam berargumentasi.
Padahal, teksargumentasi(lisan/tulis) dapat
membantu mahasiswa untuk
mengembangkan keahlian berpikir kritis,
keahlian meneliti, dan keahlian berpikir
logis.Sementara itu, ketiga keahlian
tersebut menjadi pemarkah mahasiswa
sebagai manusia terpelajar, calon ilmuwan,
agen perubahan, dan sejumlah label yang
melekat dalam dirinya sebagai insan
cendekia.
Harus diakui pula bahwa
mempelajari teks argumentasi tidaklah
mudah karena teks jenis ini mempunyai
ciri khas pembeda dari jenis teks narasi,
deskripsi, eksposisi, dan persuasi. Ciri
pembeda ini dapat dilihat dari adanya
pendapat atau sikap penulis yang bertujuan
meyakinkan pembaca sehingga pembaca
menyetujui bahwa pendapat, sikap, dan
keyakinan penulis benar adanya. Oleh
karena itu, teks argumentasi memiliki
penyangkalan (refutation ) dari pendapat
penulis lain. Untuk melakukan
penyangkalan dan menyakinkan pembaca
bahwa pendapat penulis logis dan valid,
maka harus ada fakta yang terdapat dalam
paragraf pengembang baik berupa tabel,
data, gambar sebagai pendukung ide pokok
(Freeley and Steinberg, 2008 dalam
Norquist, 2015). Ciri pembeda lainnya
adalah berisi analisis dan sintesis yang
membahas suatu objek/topik. Ciri
pembeda inilah yang membuat „pekerjaan‟
menguasai dan mengajarkan teks
argumentasi memiliki tantangan
tersendiri, baik bagi mahasiswa yang
mempelajarinya, dan dosen yang
mengajarkannya.
Topik yang biasanya diberikan
untuk mengajarkan teks argumentasi
adalah topik yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari dan telah banyak
dikenal melalui media, misalnya tentang
merokok, narkoba, penggunaan media
sosial, game online, perdagangan manusia,
penebangan liar, dll. Tidak ada yang salah
dalam penggunaan topik-topik tersebut
untuk mengajar teks argumentasi. Namun,
perlu diwaspadai bahwa dengan kemajuan
teknologi saat ini, topik-topik tersebut dan
contoh karangan argumentasinya akan
dapat ditemui di internet yang dapat
85
dengan mudah dibaca, bahkan diunduh,
dengan telpon genggam android/tablet
yang biasa dibawa mahasiswa ke kelas.
Untuk mencegah dan
meminimalisisi plagiasi seperti itu, maka
perlu adanya inovasi baru tentang bahan
yang bisa digunakan untuk proses
pembelajaran menulis teks argumentasi,
salah satunya dengan menggunakan karya
sastra. Tidak banyak dosen/guru yang
menggunakan topik dan bahan yang
berasal dari karya sastra karena adanya
anggapan bahwa sastra itu sulit dan
kompleks sehingga dibutuhkan keahlian
tersendiri untuk memahaminya. Hal
tersebut tentulah tidak benar. Dari
beberapa genre karya satra, cerita pendek
adalah salah satu genre yang dapat
digunakan untuk pembelajaran menulis
teks argumentasi. Dalam
perkembangannya, cerita pendek
mempunyai satu bentuk baru yaituflash
fiction (cerita kilat). Tujuan penelitian ini
adalah mendeskripsikan perencanaan,
pelaksanaan, dan hasil penulisan
argumentasi dengan menggunakan flash
fictionyang dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam menulis
teks argumentasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Terdahulu
Dari penelusuran literatur belum
ditemukan kajian terdahulu yang
membahas penggunaan flash fiction dalam
pembelajaran berbahasa. Kajian yang
menggunakan (teks) sastra secara umum
(bukan jenis flash fiction) untuk
pembelajaran berbahasa juga belum dapat
dilacak. Sejauh ini, penerapan teks sastra
sebagai materi otentik (bukan media,
teknik, maupun strategi) untuk
pembelajaran berbahasa hanya sebatas
gagasan (opini) atau artikel ilmiah hasil
pemikiran/konseptual. Sejumlah opini atau
artikel konseptual tersebut antara lain
adalah artikel dengan judul Pengajaran
Keterampilan Berbahasa melalui Kajian
Sastra oleh Purbarini, dkk. (2006) dan;
Using Children‟s Literature to Teach
Writing oleh Schwedt dan Delong (2007).
Gagasan yang dikemukakan adalah bahwa
sastra anak dapat digunakan untuk menulis
berbagai bentuk jenis tulisan, misalnya
menulis surat, fiksi sejarah, catatan
perjalanan, dan fiksi ilmiah.
Pembelajaran Keterampilan Menulis
Menulis adalah sebuah
keterampilan berbahasa yang terpadu,
yang ditujukan untuk menghasilkan
sesuatu yang disebut tulisan. Sekurang-
kurangnya, ada tiga komponen yang
tergabung dalam aktivitas menulis, yaitu:
(1) penguasaan bahasa tulis, yang akan
berfungsi sebagai media tulisan, meliputi:
kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan,
pragmatik, dan sebagainya; (2)
penguasaan isi karangan sesuai dengan
topik yang akan ditulis; dan (3)
penguasaan tentang jenis-jenis tulisan,
yaitu bagaimana merangkai isi tulisan
dengan menggunakan bahasa tulis
sehingga membentuk sebuah komposisi
yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita
pendek, makalah, naskah drama, dan
sebagainya.
Menulis bukan pekerjaan yang sulit
namun juga tidak mudah. Untuk memulai
menulis, setiap penulis tidak perlu
menunggu menjadi seorang penulis yang
terampil. Belajar teori menulis itu mudah,
tetapi untuk mempraktikkannya tidak
cukup sekali dua kali. Frekuensi latihan
menulis akan menjadikan seseorang
terampil dalam bidang tulis-menulis.
Tidak ada waktu yang tidak tepat
untuk memulai menulis. Artinya, kapan
pun, di mana pun, dan dalam situasi yang
bagaimana pun seorang dapat
melakukannya. Ketakutan akan kegagalan
bukanlah penyebab yang harus
dipertahankan. Itulah salah satu kiat,
teknik, dan strategi Nunan (1991: 86-90)
yang menawarkan suatu konsep
pengembangan keterampilan menulis yang
meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan
dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai
suatu proses dan menulis sebagai suatu
86
produk, (3) struktur generik wacana tulis,
(4) perbedaan antara penulis terampil dan
penulis yang tidak terampil, dan (5)
penerapan keterampilan menulis dalam
proses pembelajaran.
Pembelajaran Menulis Sebagai Sebuah
Proses
Menulis sebagai sebuah proses
mengandung makna bahwa menulis
meliputi serangkaian aktivitas yang aktif
dan dinamis. Rangkaian aktivitas tersebut
tidak berurutan secara ketat tetapi bersifat
luwes dan berulang-ulang. Flowers dan
Hayes (dalam Marzano, 1992:57)
mengatakan bahwa proses menulis tidak
bersifat linier melainkan bersifat interaktif
dan rekursif. Hal ini berarti bahwa dalam
proses menulis, antara tahap yang satu
dengan tahap yang lain saling berkaitan
dan berulang secara fleksibel. Zuchdi
(1997: 6) mengatakan bahwa tahap-tahap
dalam menulis bukanlah tahap yang
bersifat linear karena penulis terus-
menerus memantau tulisannya dan
bergerak maju mundur. Peninjauan
kembali tulisan yang telah dihasilkan ini
dapat dianggap sebagai komponen
keempat dalam proses menulis. Hal inilah
yang membantu penulis dapat
mengungkapkan gagasan secara logis dan
sistematis, tidak mengandung bagian-
bagian yang kontradiktif. Dengan kata
lain, konsistensi (keajegan) isi gagasan
dapat terjaga.
Mengenai tahapan-tahapan dalam
menulis, Tompkins (1994) dan Ellis
(1989) menguraikan lima tahapan proses
menulis. Kelima tahap tersebut yaitu
pramenulis (prewriting), penyusunan dan
penerapan konsep (drafting), perbaikan
(revising), penyuntingan (editing), dan
penerbitan (publishing). Adapun Hamp-
Lyons dan Heasbey (1987)
mengemukakan tiga tahapan proses
menulis yakni pramenulis, menulis, dan
menulis kembali. Selanjutnya, Cox (1999:
319-327)) menyebutkan lingkungan
literasi, pemodelan, workshop menulis,
konferensi, perevisian dan pengeditan,
serta pemublikasian sebagai bagian-bagian
penting dalam proses pembelajaran
menulis. Dengan demikian, proses menulis
pada dasarnya merupakan sebuah kegiatan
produktif yang terdiri atas beberapa level
aktivitas yang bermuara pada hasil atau
produk tulisan. Setiap level aktivitas
tentunya berisi kegiatan kolaboratif antara
mahasiswa dengan dosen maupun sesama
mahasiswa.
Menulis merupakan keterampilan
mekanis yang dapat dipahami dan
dipelajari. Tahapan-tahapan yang telah
disebutkan sebelumnya dapat
mempermudah pemahaman dan
pemerolehan keterampilan yang dimaksud.
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran
menulis sebagaimana diuraikan di atas
merupakan pengalaman yang harus
dilakukan dalam mengonstruksi sebuah
teks dan sudah barang tentu memiliki
aktivitas dan strategi masing-masing.
Teks Argumentasi
Argumentasi adalah suatu bentuk
retorika yang berusaha untuk
mempengaruhi sikap dan pendapat orang
lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya
bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh penulis atau
pembicara(Keraf, 2007:3). Senada dengan
pendapat di atas, Atmazaki (2007:94)
mengungkapkan bahwaargumentasi
digunakan untuk meyakinkan pembaca
atau pendengar tentang gagasan atau
pernyataan yang dikemukakan. Melalui
argumentasi , penulis berusaha merangkai
fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga ia
mampu menunjukkan kebenaran suatu
pendapat.
Argumentasi termasuk bidang
retorika yang memberikan keyakinan
kepada pendengar atau pembaca
berdasarkan alasan (argumentasi) yang
tepat. Alasan yang tepat itu mungkin
berasal dari fakta dan hubungan logis
antara fakta dengan fakta atau antara fakta
dengan pendapat. Melalui argumentasi ,
penulis atau pembicara berusaha
meyakinkan pembaca.
87
Argumentasi adalah suatu proses
penalaran. Ada dua cara bernalar atau
argumentasi yaitu secara deduktif dan
induktif. Argumentasi deduktif adalah
metode bernalar yang bergerak dari hal
atau pernyataan yang bersifat umum ke hal
atau pernyataan yang bersifat
khusus.Argumentasi induktif adalah
metode bernalar yang dimulai dengan
mengemukakan pernyataan yang bersifat
khusus kemudian diiringi dengan
kesimpulan umum.Ciri-ciri argumentasi
antara lain: (a) bertujuan meyakinkan
pembaca (b) berusaha membuktikan
kebenaran suatu pendapat atau pernyataan
(c) berusaha mengubah pendapat atau
pandangan pembaca, dan (d) bertujuan
menampilkan fakta sebagai bahan
pembuktian Semi (Semi, 2007:73-74).
Flash Fiction
Istilah flash fiction muncul pada
tahun 1980-an dimana terdapat dua editor
yang bernama Robert Shapard and James
Thomas yang memopulerkan dan
menerbitkan kumpulan seri flash fiction
atauSudden Fiction dimana kumpulan
cerita didalamnya berisi kurang dari 2000
kata (Sustana, 2015). Sustana juga
menambahkan bahwa jenis flash fiction ini
semakin berkembang di tahun 1986 saat
diadakannya kontes menulis cerita pendek
terbaik dunia (World's Best Short Short
Story Contest) yang diadakan oleh Jerome
Stern, direktur menulis kreatif dari
Universitas Florida. Pada saat itu, Jerome
Stern menantang para kontestan untuk
menulis cerita pendek utuh dengan tidak
lebih dari 250 kata, meskipun kemudian
batas katanya dinaikkan menjadi 500 kata.
Jenis cerita pendek ini sesuai untuk
dipakai di kelas dalam proses
pembelajaran menulis esai dikarenakan
jumlah katanya yang tidak terlalu banyak
sehingga tidak membutuhkan banyak
waktu saat membaca dan memahaminya.
Menurut Emery (tanpa tahun), flash fiction
adalah ceritapendek yang terdiri dari 300-
1000 kata. Beberapa jenis cerita pendek
yang dapat dikategorikan flash fiction
adalah cerita pendek yang ditulis oleh Kate
Chopin dengan judul The Blind Man dan
The Story of An Hour (Chopin, 2013).
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan sebagai
upaya untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswadalam menulis teks argumentasi
dengan menggunakan flash fiction. Proses
pelaksanaannya dimulai dengan
mengidentifikasi masalah-masalah
pembelajaran menulis teks argumentasi.
Setelah permasalahan teridentifikasi,
dilakukan penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Perencanaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah,
disusun rencana tindakan sebagai berikut.
(1) menyusun rencana penelitan menjadi
dua fase, yaitu fase penyampaian
materi dan fase praktik penulisan.
(2) menyusun format evaluasi, proses dan
hasil yang diharapkan dan kriteria
pencapaian target yang diharapkan.
Pelaksanaan Penelitian Dalam pelaksanaannya, penelitian
ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
presentasi materi dan praktik penulisan.
Tahap praktik penulisan terdiri atas tiga
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pramenulis, dan tahap menulis.Tahap
Persiapan bertujuan memberi pengetahuan
dasar tentang topik dibahas. Pengetahuan
dasar tersebut adalah tentang pengarang
dan cerita pendek dari karya sastra yang
akan dibaca. Pada Tahap Pramenulis,
mahasiswa diberi pajanan teks yang akan
dibaca, baik secara tertulis maupun dengan
menggunakan media audio visual.
Mahasiswa juga diberi kesempatan
membaca dalam hati dan menikmati cerita
pendek tersebut selama beberapa menit
tanpa memberi tugas apapun selain
membaca.Setelah mereka membacanya,
diskusi dilaksanakan baik dalam kelompok
kecil untuk mengetahui pemahaman
88
mahasiswa tentang teks yang dibaca. Pada
Tahap Menulis, mahasiswa diminta untuk
menuangkan idenya tentang cerita pendek
tersebut dalam bentuk esai argumentasi.
Agar mahasiswa mampu mengeluarkan
idenya dalam bentuk argumentasi, maka
bentuk perintah menulisnya juga harus
meminta mahasiswa untuk menulis esai
jenis ini.Contohnya “Bagaimanakah
pendapat Saudara tentang pesan moral yang
disampaikan oleh pengarang?”.
Tahap pelaksanaan penelitianini
merupakan langkah pelaksanaan rencana
yang telah disusun bersama dosen mitra.
Pelaksanan penelitanberupa pelaksanaan
lokakarya menulis teks argumentasi
dengan menggunakan flash fictionpada
mahasiswaSTKIP PGRI Pasuruan.
Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan
diakhir penelitan. Dalam kegiatan ini,
seluruh informasi yang berhasil dihimpun
akan dikaji dan dibahas bersama dengan
peserta lokakarya dan dosen mitra. Hal-hal
yang dikaji dan dibahas meliputi (1)
menganalisis pelaksanaan penelitian yang
telah dilakukan, (2) membahas perbedaan
antara rencanapenelitian dan
pelaksanaannya, (3) menginterpretasi,
memaknai, dan menyimpulkan informasi
yang telah diperoleh
Teknik Pengumpulan Informasi dan
Instrumen
Teknik pengumpulan informasi yang
digunakan dalam penelitan ini adalah
teknik diskusi kelompok terfokus, studi
dokumentasi. Selanjutnya, penelitian ini
menggunakan dua buah instrumen yang
akan digunakan untuk mengumpulkan
informasi. Instrumen tersebut adalah
instrumen utama dan instrumen penunjang.
Instrumen utama adalah tim peneliti,
sedangkan instrumen penunjang berupa
catatan lapangan, dokumentasi, foto, dan
tes.
HASIL
Penggunaan flash fiction ini telah
dipraktikkan di kelas menulis esai untuk
mahasiswa bahasa Inggris angkatan 2013
di STKIP PGRI Pasuruan. Sebelum hasil
kegiatan dipaparkan, akan lebih baik untuk
mengetahui karakteristikflash fictionyang
dipakai. Terdapat tiga jenis cerita pendek
dengan rentang kata 500 – 2000 kata yang
dipakai, dan ditulis oleh tiga pengarang
yang berbeda. Yang pertama adalah The
Lady or The Tiger karangan Frank
Stockton dengan jumlah 2.722
kata.Namun cerita yang dipakai pada saat
pelatihan penulisan, adalah cerita yang
telah disederhanakan dengan jumlah kata
sekitar 2000 dengan tingkat kesulitan
tinggi dalam hal kosakata dan struktur
bahasa.Flash fictionyang kedua adalah
salah satu cerita klasik berjudul The Little
Match Girl karangan Hans Cristian
Andersen yang memiliki 1.021 kata
dengan tingkat kesulitan sedang. Cerita ini
sudah cukup terkenal karena telah sering
muncul di layar televisi dalam versi film
kartun.Flash fictionyang ketiga adalah The
Giving Tree dengan jumlah 623 kata.
Selanjutnya, akan dideskripsikan hasil dari
penggunaan flash fiction untuk menulis
teks argumentasi yang dipaparkan dalam
tabel berikut.
Tabel 1. Deskripsi Kemampuan Menulis
Esai Argumentasi The Lady or The Tiger
No Kriteria The Lady or The Tiger
(Frank Stockton)
Ya % Tidak %
1 Kemampuan menyata-
kan pendapat dalam kalimat tesis di paragraf
pertama
22 9% 2 8
%
2 Membuat refutation 2 9% 20 90
%
3
Pengembangan para-graf
dengan memberi contoh
minimal dua dari minifiction yang dibaca
0 0% 24 10
0
%
4 Membuat kesimpulan
yang merefleksikan isi
argumentasi
6 25% 18 75
%
5 Jumlah kata yang
dihasilkan. > 200 kata
11 46% 13 54
%
89
Tabel 2 . Deskripsi Kemampuan
Menulis Esai Argumentasi The Little
Match Girl No Kriteria The Little Match Girl
(Hans Cristian Andersen)
Ya % Tidak %
1 Kemampuan menyata-
kan pendapat dalam
kalimat tesis di paragraf pertama
21 100 0 0
2 Membuat refutation 5 24% 16 76
%
3
Pengembangan para-graf dengan memberi contoh
minimal dua dari
minifiction yang dibaca
20 95% 1 5%
4 Membuat kesimpulan
yang merefleksikan isi
argumentasi
15 71% 6 29
%
5 Jumlah kata yang dihasilkan. > 200 kata
18 86% 3 14%
Tabel 3. Deskripsi Kemampuan Menulis
Esai Argumentasi The Giving Tree
No Kriteria The Giving Tree
(Shell Silverstain)
Ya % Tidak %
1 Kemampuan menyata-kan pendapat dalam
kalimat tesis di paragraf
pertama
21 95% 1 5%
2 Membuat refutation 6 28% 15 72
%
3
Pengembangan para-graf
dengan memberi contoh minimal dua dari
minifiction yang dibaca
5 23% 17 77
%
4 Membuat kesimpulan yang merefleksikan isi
argumentasi
9 41% 13 59%
5 Jumlah kata yang
dihasilkan. > 200 kata
12 55% 10 45
%
Tabel 1,2,dan 3 diatas menunjukkan
bahwa, flash fictiondengan kosakata dan
struktur bahasa yang sulit, seperti The
Lady or the Tiger tidak memudahkan
mahasiswa untuk menulis teks
argumentasi dengan cukup baik. Hal ini
dapat dilihat bahwa tidak ada satupun
mahasiswa yang mampu mengembangkan
paragraf dengan memberi contoh dari
cerita yang dibaca. Sebaliknya, cerita fiksi
dengan tingkat kesulitan sedang, seperti
The Little Match Girl mampu membuat
hampir seluruh mahasiswa (95%)
mengembangkan paragrafnya dengan
cukup baik. Secara keseluruhan,
kemampuan mahasiswa menulis teks
argumentasi dengan menggunakan flash
fictiondapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kemampuan Menulis Esai
Argumentasi denganFlash Fiction
N
o
Kriteria Jml
total
mhs
(N)
Kemampuan secara
umum
Ya % Tida
k
%
1 Kemampuan
menyatakan penda-pat
dalam kalimat tesis di paragraf pertama
67 64
96
%
3 4
%
2 Membuat Refutation 67 13 19
%
54 81
%
3
Pengembangan paragraf dengan
memberi contoh
minimal dua dari minifiction yang
dibaca
67 25
37%
42 63%
4 Membuat kesimpulan
yang merefleksikan isi argumentasi
67 30
45
%
37 55
%
5 Jumlah kata yang
dihasilkan. > 200 kata
67 41
61
%
26 39
%
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa
dengan menggunakan flash fiction,
mahasiswa pada umumnya mampu
membuat karangan argumentasi dengan
cukup baik, meskipun sepertinya membuat
refutation atau kalimat penyangkalan
masih cukup sulit bagi mahasiswa secara
umum. Hal ini dapat dilihat bahwa hanya
19% dari total mahasiswa yang mampu
membuat kalimat penyangkalan.
Sementara itu, dari 64 mahasiswa, 96%
diantaranya, mampu membuat kalimat
tesis di paragraf pertama yang berisi
tentang ide pengontrol yang selanjutnya
dikembangkan di paragraf selanjutnya,
meskipun di dalamnya tidak terdapat
kalimat penyangkalan. Namun, sangat
disayangkan, masih banyak mahasiswa
yang belum mampu mengembangkan ide
pengontrol tersebut pada paragraf inti
(63%). Kebanyakan dari mereka masih
belum mampu memberi dua contoh
relevan yang sebenarnya dapat di ambil
dari cerita yang mereka baca dan
berhubungan dengan topik yang mereka
tulis. Selanjutnya, meski 61% mahasiswa
telah mampu memproduksi jumlah kata
yang lebih dari 200 kata dalam esainya,
90
banyak dari kata dan kalimat yang
dihasilkan tidak menggunakan tata bahasa
Inggris yang baku dan benar. Oleh karena
itu, masih banyak yang perlu dilakukan
oleh dosen untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa
terutama dalam membuat esai yang padu
agar ide yang ditulis dapat membentuk
suatu kepaduan dan keterkaitan.
PEMBAHASAN
Dalam kegiatan pembelajaran,
mahasiswa diberi kesempatan untuk
memahami isi flash fictiontersebut melalui
diskusi kelompok dan diskusi kelas selama
10 menit. Terdapat beberapa media
pengajaran yang dipakai, yaitu video yang
diunduh dari YouTube, LCD, dan gambar.
Untuk flash fictionThe Little Match Seller,
mahasiswa diminta untuk membandingkan
versi tulis dan versi film dari cerita yang
sama yang nanti akan ditulis dalam esainya
dengan menggunakan paragraf
pengembang Comparison and
Contrast.Setelah membaca cerita tersebut
sekitar 10 menit, mahasiswa kemudian
diminta untuk melihat versi filmnya uang
diunduh dari You Tube, berdurasi sekitar 7
menit. Setelah melakukan diskusi tentang
persamaan antara versi tulis dan versi
filmnya dalam hal elemen intrinsiknya,
mahasiswa kemudian diminta untuk
menulis draft awal tentang perbedaan dan
persamaan antara keduanya selama 15
menit. Aktifitas pembelajaran berikutnya
adalah menulis esai minimal 250 kata
selama 30 menit berdasar draft awal yang
telah dibuat. Dibawah ini, disajikan salah
satu hasil karangan mahasiswa dengan
tanpa refutation. In writing class, I have given a
story entitled “The Little Match Girl” by
H.C. Anderson. I have seen the movie
version as well. “The Little Match Girl”
is a story about a little girl who sold
match during the snow in the last day of
New Year eve. She has offered the
matches she sold to whomever who
passed the street, but nobody was willing
to buy the matches. She was afraid to
back home because her father would
scold at her when she could not sell one
of the matches. Because of the cold, she
burnt some matches to make her body
became warm while imagining what she
wanted to happen to her. She finally died
because she could not stand the cold.
However, both of the written and movie
version have some similarities and a
difference.
Both of the two versions have
flash forward plot. The story began in
the cold of New Year eve, when the little
girl sold the matches. But no one of the
matches was sold. She did not go home
because she was afraid if her father
would scold her. She tried to make
herself warm by burning the matches she
sold until she has run out of the matches.
Then finally she died because of the
cold.
Loneliness is the theme of both
the written and the movie version. The
story tells about the little match girl who
had no one to accompany her except her
cruel father who did not care about her.
When she sold the matches then had a
rest because feeling tired with no one
was there and accompany her also shows
her loneliness.
When she sat down at the corner
of the house reflects the setting place
both in the written and the movie
version. The story was happened in the
night of New Year eve shows the setting
of time in the two versions. Both in the
written and movie version shows a sad
circumstance, when the little girl could
sell any of the matches and had no one to
share what she felt at that time.
In contrary, the character is
different in both of the two versions. In
the movie version, there was a dog
which had a role in the story. The dog
gave food to the little girl in exchange of
her kindness of giving food to the dog.
In conclusion, both of the written
and the movie version have the same
plot, theme, setting. But both of them are
different in the character (Fitrotul A,
2013 C, 423).
Dari contoh karangan diatas, dapat
dilihat bahwa mahasiswa mampu
menunjukkan argumentasinya dan
menguraikan persamaan dan perbedaan
antara versi asli cerita pendek karangan
H.C Andersen dan versi filmnya. Fitrotul
mampu membandingkan dua versi cerita
tersebut dilihat dari alur cerita, setting dan
91
tema. Dia juga mampu menunjukkan
perbedaan kedua versi cerita tersebut
dalam hal tokoh cerita.Namun sangat
disayangkan bahwasannya Fitrotul tidak
mengelaborasi lebih jauh tokoh cerita
dalam cerita pendek The Little Match Girl
tersebut.
Berikut adalah contoh karangan
mahasiswa yang berisi kalimat refutation
/penyangkalan di paragraf pertama.
Kalimat refutation ini pada dasarnya
menyatu dengan thesis statement. Berikut
contoh yang disajikan. My lecture gave me a
paper when I atterded in class.In
paper ,there is a short story.She
ask me to read and showed me
audio with the same title. We
discussed what is the
differences and similarites
about .the short story entittled
“The Lilttle Match Girl „‟ by
H.C Anderson in the original
version and audio version. My
friend said that there are many
differences between the story
and the movie, but I think there
is only one differences in term
of character and one similarites
in terms of setting.
The differences between
the original version and audio
version of character is the mai
character and the cloth.Main
character in original version is
the gril didn;t have a friend, she
is alone sellery the match. In
audio version she help ,a dog
,she gave a foot to dog and the
dog alwasy followed the girl to
sell the match until the end of
story the dog followed girl.The
second is what the girl wear the
original version she didn‟t wear
shoes or slipper but in audio
version they wear shoes.
Similarities in bot type ,is
in the weather in the audio and
original version the weather is a
snow in street. In
conclution original version and
audio version have different and
similarities of each character
and setting. (Choirul, 2013
C,222 words)
Choirul mampu membuat
refutation pada kalimat tesisnya dengah
menyangkal pendapat temannya. Hal ini
terlihat pada paragraf pertama pada baris
kelima. My friend said that there are many
differences between the story and the
movie, but I think there is only one
differences in term of character and
one similarites in terms of setting.
...........
Pada tahap belajar membuat
kalimat argumen, kalimat penyangkalan
diatas sudah mencukupi. Mahasiswa
tersebut mengakui pendapat orang lain
yang mengatakan bahwa “ada banyak
perbedaan antara versi film dan cerita
pendeknya”, namun dia mampu
menyangkalnya dengan mengutarakan
pendapatnya bahwa “hanya ada satu
perbedaan dan satu persamaan saja”. Bila
dilihat dari struktur bahasa, kosakata, dan
ejaan bahasa dari karangan mahasiswa ini,
banyak sekali kesalahan tata bahasa yang
dilakukan, misal one differences, one
similarities, the differences,, she is alone
sellery the match, dan beberapa lainnya.
Dalam hal kosakata, terdapat kesalahan
kosakata yang dapat mengubah makna
kalimat secara keseluruhan, misal she gave
a foot to dog, yang seharusnya she gave
some food to the dog. Contoh dalam
kesalahan ejaan adalah conclution yang
seharusnya conclusion dan beberapa
lainnya. Terlepas dari itu semua, bila
dilihat esai diatas secara keseluruhan,
mahasiswa tersebut telah mampu membuat
esai argumen sederhana dengan
mengambil beberapa contoh nyata yang
diambil dari cerita yang dibaca.
Dibawah ini, disajikan karangan
argumen mahasiswa dengan jumlah kata
lebih dari 250 kata, yang mana didalamnya
terdapat kalimat tesis dan kalimat
penyangkalan. The story entitled “ The Little
Match Girl” written by Hans Christian
Anderson in the original version and
movie (audio visual ) version has
several differences, in terms of character
and several similarities in terms of
setting and theme. It is my first time read
this touching story. My lecturer gives
92
the two kinds of the story. First is the
original version written by H.C.
Anderson and second is the movie
(audio visual) version. Both of the story
version are very touching. If some of my
friend think that there is only one
similarity and one difference, actually,
there are some similarities but also there
are differences thing. This is what we
gonna talk about.
In the original version of the
story, especially in character point, there
was a little girl who sell match in the
snow. She was a poor little girl alone.
She walked on with her tiny naked feet,
that were quite red and blue from cold.
She brought a quantity of matches in an
old apron, and she held a bundle of them
in her hand, and so on. But, if we try to
enjoying the story from the movie
version, we would like to get the
differences. Firstly from the character is
the girl. In the movie version, the girl
was not alone. There was a little dog
with her. The dog was very cute, smart
and care with the girl. She walked on
with her old shoes. She met a little boy
that she thought He would to buy her
matches. But, he was not buying it, she
stole the match. Oh, what a pity girl. He
was very afraid the father getting angry
with her if the match was not sold out.
But, there is also several
similarities in terms of setting and
theme. In the original version the setting
place is in a corner formed by two
houses. She light the first match with the
dreaming about a large iron stone. The
second match with the dreaming about
enjoying meat and delicious food and
etc. from the movie version there are
same setting and theme but more
dramatically because we can see the
movie and the slow sound ( touching
sound)
From the written above, we
can take a simple conclusion that in the
original version and movie version is has
several differences and similarities. But,
over all ..the story is very touching story.
Thanks for H.C Anderson for written
this touching story and also for my
lecturer to show me the video.
(Mazziyatus, 2013, 426 kata)
Dari karangan diatas, dapat dilihat
kalimat penyangkalan yang tergabung
dalam kalimat tesisnya yang dibuat oleh
Mazziyatus, yaitu
If some of my friend think that there is
only one similarity and one difference,
actually, there are some similarities but
also there are differences thing.
Terlepas dari kemampuannya
membuat penyangkalan dalam kalimat
tesis dan pengembangan paragraph yang
baik pada paragraph-paragraph
selanjutnya, bila dibaca dengan hati-hati,
karangan diatas banyak terdapat kesalahan
dalam hal tata bahasa dan spelling.
Beberapa diantaranya adalah there was a
little girl who sell match in the snow dan
He would to buy her matches. Namun
karena penilaian hasil kerja mahasiswa
tidak menitik beratkan pada tatabahasa,
maka hal-hal diatas dikesampingkan.
Dilihat dari tingkat kesulitannya,
secara keseluruhan, dari tabel 1 diketahui
bahwa mahasiswa sulit mengembangkan
esai mereka dengan menggunakan cerita
pendek The Lady or The Tiger.Hal ini
cukup dipahami karena cerita ini memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi dalam hal
kosakata dan tata bahasa.Hal ini tentulah
membuat mahasiswa kesulitan untuk
menulis dan menuangkan idenya karena
mereka menjadi terpaku dan tergantung
dengan kamus.Pada tahap pra-menulis,
mereka telah mendapatkan kesulitan untuk
memahami cerita.Karena mereka terlalu
fokus pada cerita yang dibaca, waktu
menjadi banyak tersita untuk kegiatan
membaca. Oleh karena itu, pada saat tahap
menulis tiba, mereka menjadi tidak punya
cukup waktu untuk menuangkan idenya
dan menghasilkan tulisan yang baik karena
waktu untuk merevisi dan mengedit tulisan
menjadi sangat berkurang.
Berdasar hal ini, terdapat beberapa
beberapa hal yang perlu diperhatikan bila
akan menggunakan karya sastra, dalam hal
ini cerita pendek, untuk mengasah
keterampilan menulis mahasiswa.
Beberapa hal diantaranya adalah panjang
pendeknya cerita, tingkat kesulitan
kosakata dan tatabahasa, dan tingkat
kompleksitas alur cerita.
93
Yang pertama, cerita yang dipilih
hendaknya tidak terlalu panjang. Tidak ada
jumlah baku tentang jumlah kata yang ada
dalam suatu cerita pendek. Cerita pendek
yang terlalu panjang akan membuat
mahasiswa cepat kehilangan rasa
tertariknya untuk terus membaca. Selain
itu, dosen juga akan kesulitan mengatur
tahapan pengajaran agar waktu menulis
tidak banyak tersita dengan kegiatan
membaca cerita tersebut. Oleh karena itu,
batasan jumlah kata harus dipatuhi.
Yang kedua, tingkat kesulitan
tatabahasa dan kosakata juga harus
diperhatikan. Cerita pendek yang
mempunyai tingkat kesulitan bahasa dan
kosakata yang tinggi, misalnya The Lady
or the Tiger oleh Frank Stockton dapat
membuat mahasiswa kehilangan minat
untuk membaca. Tingkat kesulitan yang
tinggi dalam hal tata bahasa dan kosakata
akan membuat mahasiswa cepat bosan dan
tidak termotivasi untuk menikmati
bacaannya karena mereka akan lebih
sering melihat kamus untuk mencari
makna kata yang sulit daripada memaknai
cerita pendek itu sendiri. Oleh karena itu,
sebaiknya dosen memilih jenis cerita
pendek dengan tingkat kesulitan tatabahasa
dan kosakata sedang.
Yang ketiga, tingkat kompleksitas
alur cerita juga perlu mendapat perhatian.
Cerita pendek dengan tingkat kompleksitas
tinggi akan membutuhkan waktu lama
untuk memahami alur ceritanya. Sebagai
konsekuensinya, waktu pengajaran akan
banyak dihabiskan untuk diskusi
kelompok/kelas. Bila hal ini terjadi, maka
waktu yang seharusnya dipakai untuk
mahasiswa menulis, akan banyak tersita
untuk kegiatan lain selain menulis.
Selain itu, terdapat beberapa
permasalahan yang mungkin ditemukan
dalam penggunaan flash fiction. Beberapa
permasalah yang mungkin timbul adalah
tentang dimana mencarinya, bagaimana
memilih materi yang cocok, dan apakah
materi tersebut tidak terlalu sulit bagi
mahasiswa. Berdasar hasil pelatihan dan
diskusi dengan dosen pengajar mata kuliah
menulis esai, diperoleh beberapa solusi
untuk memecahkan masalah yang mungkin
timbul seperti yang disebutkan diatas.
Untuk menemukan materi flash
fictionyang dapat dipakai untuk
pembelajaran bahasa, dosen dapat
mendapatkannya dengan mudah
melaluimesin pencari di internet. Beberapa
web yang bisa dikunjungi adalah:
1. http://www.shortbreadstories.co.uk/sto
ry/browse/text/genre/flash_fiction/. Di
web ini, dosen bisa menemukan
banyak sekalicerita pendek kategori
flash fiction. Para penulis cerita
pendek ini menulis ceritanya dengan
batasan kata dari 300-1000 kata.
2. http://www.creative-writing-
now.com/short-short-stories.html. Di
web ini, ada juga banyak kumpulan
flash fiction yang ditulis oleh banyak
pengarang muda. Rentang jumlah
kata yang dipakai juga masih sekitar
300-1000 kata.
Selain itu, dosen juga bisa mencari
cerita pendek dalam bentuk audio
visual yang banyak terdapat di
youtube. Untuk mencari di youtube,
dosen menentukan temanya terlebih
dahulu sebelum mulai mencarinya di
internet, misal cerita pendek bertema
persahabatan, ibu, alam, anak,
binatang, kasih sayang, dll. Ketik
salah satu tema ini di mesin pencari di
youtube, maka akan banyak sekali
yang dapat dipilih.
Permasalahan yang kedua adalah
menyangkut pemilihan materi yang
cocok.Untuk memilih materi yang cocok,
dosen harus memahami karakteristik
kemampuan mahasiswa dan kompetensi
dasar yang ingin dicapai. Bila kemampuan
mahasiswa homogen dan masuk dalam
kategori diatas rata-rata, maka cerita
pendek yang dipilih tentulah yang lebih
panjang dari kategori flash fiction yang
ada, misal cerita pendek dengan kisaran
kata 1000-2000 kata dengan tingkat
kompleksitas tatabahasa dan kosakata
sedang. Bila kompetensi dasar yang ingin
94
dicapai adalah menulis teks argumentasi,
maka cerita pendek yang dipilih haruslah
cerita yang mampu memberi banyak
pilihan pada pembacanya sehingga mereka
dapat menentukan sikap, baik itu
setuju/tidak setuju, pesan cerita, atau
bahkan kritik terhadap karya sastra
tersebut.
KESIMPULAN
Berdasar hasil penelitian
disimpulkan bahwa flash fiction dapat
membantu para pembelajar bahasa asing,
dalam hal ini pembelajar bahasa Inggris,
untuk belajar menulis teks argumentasi.
Namun ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan bila flash fictionakan dipakai
untuk belajar menulis esai, yaitu tingkat
kesulitan tatabahasa dan kosakata dari
cerita tersebut, kekompleksitasan alur
cerita, dan panjang pendeknya flash
fictionyang dipilih. Agar dapat digunakan
secara maksimal di kelas menulis esai,
flash fictionyang dipilih harus dalam
tingkat kesulitan sedang dengan jumlah
kata dibawah 1000 kata. Hasil pelatihan
juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang
diberi flash fictiondengan tingkat kesulitan
sedang dan tidak terlalu panjang
menunjukkan kinerja menulis yang lebih
baik daripada kelas yang diberi flash
fictiondengan tingkat kesulitan tinggi
dengan panjang cerita sekitar 2000 kata.
Selanjutnya, dapat pula disimpulkan
bahwa hasil tulisan mahasiswa yang
menggunakan flash fictiondengan dengan
jumlah kata dibawah 1000, menunjukkan
bahwa mereka mampu menyatakan
pendapat dalam esai argumentasinya
melalui kalimat tesis di paragraf pertama,
mengembangkan paragraf inti dengan
mengambil contoh dari event/elemen yang
ada di dalam cerita, membuat kesimpulan
pada paragraf terakhir yang merefleksikan
isi karangannya, dan mampu menghasilkan
jumlah kata lebih dari 200 kata dalam
karangannya.
Penggunaan karya sastra untuk
melatih keterampilan mahasiswa menulis
teks argumentasi tidak hanya dapat
mengasah keterampilan mereka menulis
jenis teks ini, namun juga mampu
meningkatkan kemampuan analisis dan
berpikir kritis mahasiswa.
SARAN
Sebagai materi otentik, flash fiction
dapat dimanfaatkan untuk menulis
beragam jenis teks. Karena itu, kepada
peneliti selanjutnya disarankan
menggunakan flash fiction untuk
mengembangkan kemampuan menulis teks
selain argumentasi, misalnya teks
eksposisi dengan beragam polanya atau
teks persuasi. Selain dapat dimanfaatkan
untuk membantu meningkatkan
kemampuan menulis, teks flash fiction
dapat pula dimanfaatkan sebagai materi
pembelajaran berbicara. Menjadikan tema,
plot, pengembangan karakter, amanat
serta sarana cerita yang lain dalam flash
fiction sebagai bahan diskusi, materi debat,
atau acuan bercerita lisan, tentunya dapat
melatih kemampuan berbicara peserta
didik.
DAFTAR PUSTAKA
Aalkadri.2014. Flash Fiction collection,
(online),
(http://www.wattpad.com/ story/
21491525-flash-fiction-collection-
by-ahmad-alkadri), diakses 20
Maret 2015).
Atmazaki. 2007. Kiat-kiat Mengarang dan
Menyunting. Padang: UNP Press.
Chopin, Kate. 2013. Delphi Complete
Works of Kate Chopin
(Illustrated). Ebook of Delphi
Classics, (online),
(https://books.google.co.id/books?
20%20 Chopin&f), diakses 20
Maret 2015).
Gordon, Christine J. 1990. Modeling an
Expository Text StructureStrategy in
Think Alouds. Reading Horizon. Vol
95
31 (2). (Online)
(http://scholarworks.wmich.
edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1608&context=reading_horiz
ons), accessed 6 Juni 2015.
Ilham. 2015. Hitungan Mundur:
Kumpulan Cerpen dan Flash
Fiction, (online),
(https://hitunganmundur.wordpres
s.com/, diakses 20 Maret 2015).
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan
Narasi: Komposisi Lanjutan III.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Milles, M.B.& Huberman, M.A. 1992.
Analisis Data Kualitatif.
Penterjemah: Tjetjep Rohendi
Rohidi. Jakarta: UI.
Norquist, Richard. 2015. Rebuttal,
(online),
(http://grammar.about.com/od/rs/g
/ rebuttalterm.htm), diakses 12
Maret 2015).
Notes, Cliffs. 2014. What is a definition of
short story? (online)
(http://www.cliffsnotes.
com/cliffsnotes/literature/what-is-
a-definition-of-short-story),
diakses 21 Maret 2015.
Oshima, Alice & Hogue, Ann.
(1988).Introduction to Academic
Writing.New York:Addison-
Wesley Publishing Company, Inc.
Poe, Edgar Allan. Tanpa Tahun. The
Philosophy of
Composition.(Online) (http://
shortstoryamerica.com/pdf_classic
s/poe_philosophy_of_composition
.pdf), diakses 21 Maret 2015.
Purbarini, dkk. 2006. Pengajaran
Keterampilan Berbahasa melalui
Kajian Sastra, (online),
(http://digilib.unimed.ac.id,
diakses 31 Mei 2015).
Semi, M. Atar. 2007. Dasar-dasar
Keterampilan Menulis. Bandung:
Angkasa.
Schwedt, racel dan Delong, Janice A.
2007.Using Children‟s Literature
to Teach Writing, (online),
(http://digitalcommons.
Library.edu/lib_fac_pubs/23,
diakses 31 Mei 2015).
ShortBreadStories. 2015. Read Flash
Fiction, (0nline)
(www.shortbreadstories. co.uk/
story/
browse/text/genre/flash_fiction/),
diakses 20 Maret 2015).
Sustana, Chaterine. 2015. What Is Flash
Fiction?, (online),
(http://shortstories.
about.com/od/Flash/a/What-Is-
Flash-Fiction.htm), diakses 21
Maret 2015).