Post on 17-Mar-2020
Menakar Efektivitas Penegakan Hukum dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pajak di Indonesia:
Tinjauan Empiris dari Perspektif Peta Strategi DJP
Direktorat Penegakan Hukum Jakarta, 19 November 2019
Seminar Hasil Kajian Akademis
Ir. Romadhaniah, M.Ec. Arifin Rosid, Ph.D.
Tim Peneliti:
Kepala Subdit Dampak Kebijakan
Direktorat PKP
Kepala Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan
Direktorat PKP
romadhaniah@pajak.go.id arifin.rosid@pajak.go.id
Ucapan Terima Kasih
Yuli Kristiyono—Direktur Penegakan Hukum, Yon Arsal—Direktur Potensi
Kepatuhan & Penerimaan, Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H.—
dosen pembimbing, Yuli Indrawati, S.H., M.H., Rahmad Wahyudi, Abdul Azis,
R. Machrijal Desano, Oding Rifaldi, Triongko, Cahyonandi Wardhono, Danang
Saparudin, Ahmad Sigid Febriyanto, Rudiyono, Rheno Hendrawan Pradikta,
Nurahman, Sonia Paramitha, Yusuf Eko Nur Wijayanto, Roshid Andru
Mustaqim, Supandi, Irawan, Win Susilo Hari Endrias, Setiawan Tri Yuniarto,
Poedjiasri, Ichtiar Rahmatullah, Wijaya, Roni Diviyanto, Muhammad Syafrudin,
Daang Elyas Anggara, Sugeng Wahono, Dwi Noviyanto, Yohan Suharsono,
Andi Sulistyo, Rakhmat Hidayat.
Pendahuluan & Latar BelakangA
Metode, Data & Alat AnalisisB
Hasil Analisis KuantitatifC
Outline
“The heart of science
is measurement”
—Erik Brynjolfsson
Hasil Analisis KualitatifD
DiskusiE
Kesimpulan dan RekomendasiF
5
Pendahuluan &
Latar BelakangA
“A beautiful research design cannot
compensate for a flawed research question.”
— Webster & Sell (2007, p. 11)
6
Latar Belakang Penelitian
❑ Kebijakan perpajakan sebaik apapun tidak akan bermanfaat jika tidak
dapat diterapkan secara efektif (Bird, 2008).
❑ Jumlah penerimaan pajak aktual yang dapat dikumpulkan pada
dasarnya sangat tergantung pada efektivitas dan efisiensi dari
administrasi perpajakan (Gill, 2003)
❑ Langkah pertama untuk memulai reformasi administrasi perpajakan
adalah mendiagnosis situasi yang ada dan mengembangkan
strategi yang tepat untuk perbaikan (Silvani and Baer 1997).
❑ Tanpa strategi yang tepat, kinerja yang dihasilkan oleh otoritas
pajak tidak akan optimal (Gill 2000, 2003).
❑ Secara konseptual, peta strategi DJP mensyaratkan adanya
hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara masing-masing
Sasaran Strategis (SS) di empat perspektif → KMK-467/KMK.01/2014
7
Latar Belakang Penelitian (cont.)
❑ Belum terdapat konsensus mengenai hubungan kausal antara
kinerja proses bisnis mereka dengan peningkatan kepatuhan
pajak (Klun 2004; Serra 2005; von Soest 2006; Tennant and
Tennant 2007).
❑ Masih terdapat kesenjangan yang sangat besar mengenai
pemahaman dan implikasi dari konsep penegakan hukum
dalam meningkatkan kepatuhan pajak (Osofsky 2014).
Pertanyaan Penelitian
A. Apakah aktivitas penegakan hukum yang ada dalam peta
strategi DJP sudah efektif dalam meningkatkan kepatuhan
pajak?
B. Penegakan hukum seperti apakah yang paling tepat dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia?
8
Tujuan Penelitian
❑ Menawarkan parameter dan memberikan bukti empiris
efektivitas kebijakan penegakan hukum dalam meningkatkan
kepatuhan pajak dari perspektif peta strategi DJP.
❑ Memberikan tambahan bukti empiris kuantitatif terkait
efektivitas peta strategi DJP secara keseluruhan.
Manfaat Penelitian
❑ Teoritis→ pengembangan ilmu pengetahuan mengenai
implikasi pendekatan ‘economic deterrence model’ dalam
kepatuhan pajak, berdasarkan data administratif aktual.
❑ Praktis→ menawarkan parameter dan arah kebijakan
peningkatan kepatuhan pajak, khususnya dari aspek
penegakan hukum.
9
Metode, Data &
Alat AnalisisB
“Let method be the servant, not the master”
—Firebaugh (2008, p. 27)
10
Metode & Data
❑ Kajian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma campuran
(mixed methods), dengan pendekatan ‘QUANT → qual’
(quantitative priority, follow-up contribution)
❑ Data kuantitatif diperoleh dengan mengumpulkan data capaian
IKU tahun 2018 dari 352 KPP seluruh Indonesia. Data kualitatif
diperoleh dengan melakukan wawancara/FGD dengan pihak
terkait.
Pendekatan Teknis pengumpulan
data
Sumber /Responden Populasi/sampel
Kuantitatif –
metode inti
Permintaan data
sekunder capaian IKU
berdasarkan capaian
Nilai Kinerja Organisasi
(NKO) tahun 2018
Bagian Organta,
Sekretariat Direktorat
Jenderal Pajak
Sensus, meliputi data dari
seluruh unit analisis/populasi—
352 KPP di seluruh Indonesia
Kualitatif –
metode
tambahan
Wawancara dan/atau
FGD
Kepala Bidang P2IP,
Kasi Adbimrik, Kasi
Waskon 2/3/4.
Purposive sampling
11
❑ Data kuantitatif dianalisis dengan metode Structural Equation
Modeling (SEM).
❑ Data kualitatif dianalisis dengan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP)
Alat Analisis
❑ SEM adalah metode statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan
model bertingkat secara serempak (simultaneous) yang tidak dapat
diselesaikan dengan persamaan regresi linear biasa dan merupakan
alat yang tepat dan kuat untuk menguji teori atau konsep.
❑ Dapat mengamati kovariasi antara dua variabel sebagai indikasi
keberadaan hubungan sebab-akibat.
❑ AHP merupakan cara terorganisir membuat keputusan berdasarkan
prioritas melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
❑ Input utama dari AHP adalah persepsi manusia.
Kalimantan
3 Kanwil, 27 KPP
Sulawesi
2 Kanwil, 26 KPP
Bali & Nusra
2 Kanwil, 19 KPP
Sumatra
8 Kanwil, 71 KPP
Jawa
18 Kanwil, 202 KPP
Papua & Maluku
1 Kanwil, 7 KPP
Sebaran Unit Analisis Kuantitatif: 352 KPP
Penelitian ini
menggunakan
metode sensus
Kualitatif:
3 Kanwil, 9 KPP
EFFECTIVENESS
COST EFFECTIVENESS
INPUTS
Staff and
other
financial
resources
DESIRED
OUTCOME
Improve-
ment in
taxpayers’
compliance
ACTIVITIES
Education,
service,
audit, debt
program, etc
OUTPUTS
Number of
inquiries,
audits, debt
cases, etc
(ACTUAL)
OUTCOME
Change in
taxpayers’
compliance
EFFICIENCY
Definisi Efektivitas Menurut Program Logic
Kepatuhan Pajak
Sumber: OECD (2008)
Efektifitas terjadi ketikadampak aktual yang
terjadi sesuai dengan yang diinginkan
Contoh penerapan:
Penegakan hukum
1. Pemeriksaan
2. Penyidikan
1. Audit coverage ratio
2. SKP non-keberatan
3. Penyampaian IDLP
1. Capaian IKU Audit coverage ratio
2. Capain IKU SKP non-keberatan
3. Capaian IKU Penyampaian IDLP
Theoretical concept
Identification of dimensions
Selection of indicators
Identification of empirical referents
Quantification of the concept
Empirical concept
Proses Operasionalisasi Variabel
Sumber: Dimodifikasi dari Sarantakos (2013)
Dimensi
‘penegakan
hukum’ yang
digunakan dalam
kajian ini merujuk
pada ‘penegakan
hukum’ dalampeta strategi
DJP.
Inte
rna
l Pro
cess
Per
spec
tive
Sta
keh
old
erP
ersp
ecti
veC
ust
om
erP
ersp
ecti
ve
Lea
rnin
g&
G
row
thP
ersp
ecti
ve
1Penerimaan pajak
negara yang optimal
2Kepatuhan wajib pajak
yang tinggi
11SDM yang kompetitif
12Organisasi yang fit
for purpose
13Pengelolaan
anggaran yang berkualitas
Penegakan HukumPelayanan, Penyuluhan, dan Kehumasan Pengawasan
7Pemeriksaan yang efektif
4Pelayanan perpajakan
yang optimal
8Penagihan yang efektif
6Pengawasan wajib pajak yang efektif
3
Pelayanan,
penyuluhan, dan
kehumasan yang
efektif
9Penyidikan yang efektif
5Ekstensifikasi
perpajakan yang optimal
10Data perpajakan
yang optimal
1a - Persentase realisasi
penerimaan pajak rutin
1b - Persentase realisasi
penerimaan pajakextra
effort
2a - Persentase tingkat kepatuhan formal WP Badan
dan OP Non Karyawan
2b - Persentase WP Badan dan OP Non Karyawan
yang melakukan pembayaran
3a - Persentase
efektivitas kegiatan
penyuluhan
4a - Persentase
penyampaian SPT
melalui e-Filing
4b – Persentase realisasi
pemenuhan layanan
unggulan tepat waktu
5a - Persentase WP
baru hasil
ekstensifikasi
yang
melakukan
pembayaran
6a - Persentase
himbauan SPT
yang selesai
ditindaklanjuti
6b - Persentase
realisasi usulan
riksus yang
disetujui
7a - Audit coverage ratio
7b - Persentase SKP
yang tidak diajukan
keberatan
8a - Persentase
penyelesaian usulan
gelar perkara
penyanderaan
9a - Persentase
penyampaian IDLP
10a - Persentase pengemasan dokumen SPT
yang akan dikirim ke/diambil oleh
PPDDP/KPDDP tepat waktu
10b - Persentase penyediaan data potensi
perpajakan
11a - Persentase
pegawai yang
memenuhi
standar jam
pelatihan
12a - Persentase Efektivitas
Dialog Kinerja Organisasi
dan Pemantauan
Rencana Aksi
12b – Nilai Pemenuhan
Kriteria Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi14a - Persentase kualitas
pelaksanaan anggaran
Model Konseptual yang Diuji Kuantitatif
Peta strategi KPP 2018
16
Hasil Analisis
Kuantitatif
“Apakah aktivitas penegakan hukum yang ada dalam
peta strategi DJP sudah efektif dalam meningkatkan
kepatuhan pajak?”
C
Nama IKU* Kode Min. Max. Mean SD
1 Persentase realisasi penerimaan pajak rutin S1a_CP 0** 171.0 86.8 13.42 Persentase realisasi penerimaan pajak extra effort S1b_CP 30.1 247.6 108.6 32.5
3 Persentase tingkat kepatuhan formal WP Badan dan OP NK C2a_CP 49.7 229.4 106.5 25.8
4 Persentase WP Badan dan OP NK yang melakukan pembayaran C2b_CP 41.3 286.2 106.5 29.7
5 Persentase efektivitas kegiatan penyuluhan IP3a_CP 87.7 510.0 155.9 50.26 Persentase penyampaian SPT melalui e-Filing IP4a_CP 75.6 145.1 105.4 10.77 Persentase realisasi pemenuhan layanan unggulan tepat waktu IP4b_N 86.6 128.4 99.9 1.9
8 Persentase WP baru hasil ekstensifikasi yang melakukanpembayaran
IP5a_CP 38.1 315.6 119.2 27.6
9 Persentase himbauan SPT yang selesai ditindaklanjuti IP6a_CP 13.0 390.0 112.6 44.5
10 Persentase realisasi usulan riksus yang disetujui IP6b_N 0 637.5 161.3 99.7
11 Audit coverage ratio IP7a_CP 54.8 294.9 143.8 41.312 Persentase SKP yang tidak diajukan keberatan IP7b_CP 90.2 118.1 112.5 3.6
13 Persentase penyelesaian usulan gelar perkara penyanderaan IP8a_N 0 600.0 143.3 76.5
14 Persentase penyampaian IDLP IP9a_N 0 766.7 129.9 69.315 Persentase penyediaan data potensi perpajakan IP10a_N 12.5 6,245.0 451.0 656.8
16 Persentase pengemasan dokumen SPT yang akan dikirimke/diambil oleh PPDDP/KPDDP tepat waktu
IP10b_N 19.8 110.6 102.1 9.5
17 Persentase pegawai yang memenuhi standar jam pelatihan LG11a_N 95.6 142.9 128.3 11.5
18 Persentase Efektifitas DKO dan Pemantauan Rencana Aksi LG12a_N 94.1 142.9 116.6 3.3
19 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran LG13a_N 78.6 118.8 102.6 5.2
Descriptive Statistics Capaian 19 IKU tahun 2018 Seluruh KPP, N=352
*) Terdapat 1 KPP dengan nilai capaian IKU negatif. Untuk kepentingan analisis, nilai tersebut dikonversi menjadi nol.
**) Terdapat 1 IKU yang dikeluarkan dari analisis karena berlaku terbatas (IKU Pemenuhan Kriteria ZI WBK)
Analisis Deskriptif Nilai Capaian IKU
18
Distribusi Frekuensi Capaian IKU, N=352 KPP
19
Distribusi Frekuensi Capaian IKU, N=352 KPP
❑ IKU terkait penerimaan pajak dan IKU terkait kepatuhan pajak (beserta
beberapa IKU lain) terlihat memiliki distribusi normal → mengindikasikan
bahwa IKU ini cukup menantang untuk dicapai.
Analisis Inferensial: Tujuan & Kategori
❑ Uji ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kausal positif
sebagaimana dikonsepkan dalam peta strategi. Sifat kausalitas ditunjukan
oleh nilai koefisien regresi (positif atau negatif).
❑ Hubungan kausal positif dan signifikan secara statistik dianggap
ada jika nilai koefesien regresi bernilai positif dengan tingkat keyakinan
95% ( ≤ 0.05).
❑ Analisis dilakukan dalam tiga kategori: (i) nasional (352 KPP); (ii) tingkat
kontribusi penerimaan; dan (iii) lokasi geografis/wilayah.
❑ Kategori tingkat kontribusi dibagi dalam 2 level:
❑ Kelompok KPP Penentu, N=75 → prinsip Pareto
❑ Kelompok KPP Non-Penentu, N=277, keduanya diuji terpisah.
❑ Kategori geografis dibagi dalam 5 kelompok pulau: Jawa, N=202;
Sumatra, N=71; Sulawesi, N=26; Kalimantan, N=27; Bali Nusra Papua
Maluku, N=26.
KPP Penentu: 75 KPP ‘Pareto’
Mengikuti prinsip Pareto, di tahun 2018, 75 KPP (21% dari total
KPP) berkontribusi terhadap 80% total penerimaan. Dalam
analisis, 75 KPP ini dikategorikan sebagai ‘KPP Penentu’.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0 50 100 150 200 250 300 350
Ko
ntr
ibu
siP
en
eri
maa
n2
01
8
Jumlah KPP
Jumlah KPP vs Kontribusi terhadap Total Penerimaan
21%
80%
22
Stakeholder perspective
Customer perspective
Internal process perspective
Learning and growth
perspective
Original output
IBM SPSS Amos v.24
Hasil Analisis Peta Strategi Level Nasional, N=352 KPP
No urut Ind. variable Dep. variable Stand. estimate S.E. C.R. P Direction Sig.*
1 LG11a_N → IP3a_CP 0.04 0.23 0.77 0.44 positif NS
2 LG11a_N → IP4a_CP -0.01 0.05 -0.17 0.87 negatif NS
3 LG11a_N → IP4b_N -0.04 0.01 -0.76 0.45 negatif NS
4 LG11a_N → IP5a_CP 0.18 0.13 3.41 *** positif S
5 LG11a_N → IP6a_CP 0.07 0.21 1.26 0.21 positif NS
6 LG11a_N → IP6b_N 0.02 0.46 0.29 0.78 positif NS
7 LG11a_N → IP7a_CP 0.03 0.19 0.60 0.55 positif NS
8 LG11a_N → IP7b_CP -0.05 0.02 -0.87 0.38 negatif NS
9 LG11a_N → IP8a_N 0.04 0.36 0.67 0.50 positif NS
10 LG11a_N → IP10a_N -0.06 3.05 -1.17 0.24 negatif NS
11 LG11a_N → IP10b_N 0.01 0.04 0.22 0.83 positif NS
12 LG12a_N → IP6b_N -0.03 1.62 -0.48 0.63 negatif NS
13 LG12a_N → IP7a_CP -0.05 0.67 -0.90 0.37 negatif NS
14 LG12a_N → IP7b_CP 0.02 0.06 0.41 0.69 positif NS
15 LG12a_N → IP8a_N -0.04 1.25 -0.75 0.46 negatif NS
16 LG13a_N → IP6b_N 0.12 1.03 2.16 0.03 positif S
17 LG13a_N → IP7b_CP 0.02 0.04 0.41 0.68 positif NS
18 LG13a_N → IP10b_N 0.11 0.10 2.06 0.04 positif S
19 LG13a_N → IP10a_N -0.04 6.78 -0.66 0.51 negatif NS
20 LG12a_N → IP10b_N -0.05 0.15 -1.00 0.32 negatif NS
21 LG12a_N → IP6a_CP -0.03 0.73 -0.47 0.64 negatif NS
22 LG13a_N → IP6a_CP -0.02 0.46 -0.37 0.71 negatif NS
Hasil Analisis Peta Strategi Level Nasional, N=352 KPP
Part 1/3
1
2
3
No urut Ind. variable Dep. variable Stand. estimate S.E. C.R. P Direction Sig.*
23 LG13a_N → IP7a_CP 0.09 0.43 1.60 0.11 positif NS
24 LG12a_N → IP3a_CP 0.02 0.82 0.32 0.75 positif NS
25 LG13a_N → IP3a_CP 0.08 0.52 1.53 0.13 positif NS
26 LG12a_N → IP4a_CP -0.01 0.17 -0.25 0.80 negatif NS
27 LG13a_N → IP4a_CP 0.01 0.11 0.14 0.89 positif NS
28 LG12a_N → IP4b_N 0.05 0.03 0.94 0.35 positif NS
29 LG13a_N → IP4b_N 0.10 0.02 1.78 0.08 positif NS
30 LG12a_N → IP5a_CP -0.02 0.44 -0.40 0.69 negatif NS
31 LG13a_N → IP5a_CP 0.03 0.28 0.59 0.56 positif NS
32 LG13a_N → IP8a_N 0.01 0.79 0.23 0.82 positif NS
33 LG13a_N → IP9a_N -0.04 0.72 -0.78 0.43 negatif NS
34 LG11a_N → IP9a_N 0.01 0.32 0.12 0.90 positif NS
35 LG12a_N → IP9a_N -0.05 1.13 -0.93 0.35 negatif NS
36 LG12a_N → IP10a_N 0.06 10.69 1.19 0.23 positif NS
37 IP3a_CP → C2a_CP 0.11 0.03 2.12 0.03 positif S
38 IP3a_CP → C2b_CP 0.15 0.03 3.03 0.00 positif S
39 IP4a_CP → C2a_CP 0.22 0.12 4.40 *** positif S
40 IP4b_N → C2a_CP 0.03 0.67 0.57 0.57 positif NS
41 IP6a_CP → C2a_CP -0.05 0.03 -0.98 0.33 negatif NS
42 IP6b_N → C2a_CP 0.01 0.01 0.20 0.84 positif NS
43 IP10a_N → C2a_CP -0.04 0.00 -0.70 0.48 negatif NS
44 IP9a_N → C2a_CP 0.08 0.02 1.67 0.10 positif S**
Hasil Analisis Peta Strategi Level Nasional, N=352 KPP
Part 2/3
4
5
6
No urut Ind. variable Dep. variable Stand.
estimate
S.E. C.R. P Direction Sig.*
45 IP8a_N → C2a_CP -0.02 0.02 -0.32 0.75 negatif NS
46 IP7b_CP → C2a_CP 0.10 0.36 2.08 0.04 positif S
47 IP7a_CP → C2a_CP 0.13 0.03 2.68 0.01 positif S
48 IP4a_CP → C2b_CP 0.14 0.14 2.76 0.01 positif S
49 IP5a_CP → C2b_CP 0.17 0.05 3.31 *** positif S
50 IP4b_N → C2b_CP 0.02 0.76 0.40 0.69 positif NS
51 IP6a_CP → C2b_CP -0.04 0.03 -0.83 0.41 negatif NS
52 IP6b_N → C2b_CP -0.02 0.02 -0.49 0.63 negatif NS
53 IP7a_CP → C2b_CP 0.15 0.04 2.93 0.00 positif S
54 IP7b_CP → C2b_CP -0.12 0.41 -2.42 0.02 negatif S
55 IP8a_N → C2b_CP 0.03 0.02 0.59 0.55 positif NS
56 IP9a_N → C2b_CP 0.02 0.02 0.42 0.68 positif NS
57 IP10a_N → C2b_CP 0.04 0.00 0.75 0.45 positif NS
58 IP10b_N → C2b_CP 0.09 0.16 1.74 0.08 positif NS
59 IP5a_CP → C2a_CP 0.06 0.05 1.26 0.21 positif NS
60 IP10b_N → C2a_CP 0.15 0.14 2.97 0.00 positif S
61 C2a_CP → S1a_CP 0.04 0.03 0.67 0.50 positif NS
62 C2b_CP → S1b_CP -0.08 0.06 -1.51 0.13 negatif NS
63 C2a_CP → S1b_CP -0.04 0.07 -0.78 0.43 negatif NS
64 C2b_CP → S1a_CP -0.02 0.02 -0.45 0.66 negatif NS
12 positif—signifikan 1 negatif—signifikan
Hasil Analisis Peta Strategi Level Nasional, N=352 KPP
Part 3/3
7
8
9
10
11
1
12
26
Ringkasan Hasil Analisis Peta Strategi Level
Nasional, N=352 KPP
12 1
28 23
Positif Negatif
Arah
Signifikan
TidakSignifikan
Sign
ifik
ansi
Total hubungan=64
1a = penerimaan pajak rutin, 1b =
penerimaan pajak extra effort, 2a =
kepatuhan formal, 2b = kepatuhan
material, 3a = efektivitas kegiatan
penyuluhan, 4a = penyampaian SPT e-
filing, 4b = layanan unggulan tepat waktu,
5a = WP baru eksten membayar, 6a =
himbauan SPT (SP2DK), 6b = usulan
riksus disetujui, 7a = ACR, 7b = SKP non-
keberatan, 8a = usulan gelar perkara
penyanderaan, 9a = penyampaian IDLP,
10a = penyediaan dapot perpajakan, 10b
= pengemasan dokumen SPT, 11a =
jamlat pegawai, 12a = efektivitas DKO,
13a = kualitas pelaksanaan anggaran
= positif—signifikan
= negatif—signifikan
Total hubungan=64
27
KPP Penentu, N=75 KPP
❑ 42% hubungan bersifat positif, 58%
bersifat negatif.
❑ 14% bersifat positif—signifikan, 5%
bersifat negatif—signifikan
❑ 63% hubungan bersifat positif, 37%
bersifat negatif.
❑ 16% bersifat positif—signifikan,
3% bersifat negatif—signifikan
KPP Non-Penentu, N=277 KPP
Ringkasan Hasil Analisis Berdasarkan Kontribusi
Penerimaan: KPP Penentu & KPP Non-Penentu
= positif—signifikan
= negatif—signifikan
28
❑ 53% hubungan bersifat positif, 47%
bersifat negatif.
❑ 17% bersifat positif—signifikan, 3%
bersifat negatif—signifikan
KPP di Jawa, N=202 KPP KPP di Sumatra, N=71 KPP
❑ 44% hubungan bersifat positif, 56%
bersifat negatif.
❑ 6% bersifat positif—signifikan, 3%
bersifat negatif—signifikan
Ringkasan Hasil Analisis Berdasarkan
Kategori Wilayah: Jawa & Sumatra
= positif—signifikan
= negatif—signifikan
29
KPP di Sulawesi, N=26 KPP
❑ 58% hubungan bersifat positif, 42% bersifat
negatif.
❑ 11% bersifat positif—signifikan, 2%
bersifat negatif—signifikan
❑ 67% hubungan bersifat positif, 33%
bersifat negatif.
❑ 13% bersifat positif—signifikan, 2%
bersifat negatif—signifikan
KPP di Kalimantan, N=27 KPP
Ringkasan Hasil Analisis Berdasarkan
Kategori Wilayah: Sulawesi & Kalimantan
= positif—signifikan
= negatif—signifikan
30
KPP di Bali Nusra Pama, N=26 KPP
❑ 59% hubungan bersifat positif, 41% bersifat negatif.
❑ 16% bersifat positif—signifikan, 8% bersifat
negatif—signifikan
Ringkasan Hasil Analisis Berdasarkan
Kategori Wilayah: Bali Nusa Papua Maluku
= positif—signifikan
= negatif—signifikan
31
Nasional, N=352 KPP Penentu, N=75 KPP Non-Penentu, N=277 KPP Jawa, N=202
KPP Sumatra, N=71 KPP Sulawesi, N=26 KPP Kalimantan, N=27 KPP Bali NPM, N=27
Ringkasan Hubungan Kausal dalam Peta
Strategi : 8 Data Set
Komparasi Proporsi Sifat Kausalitas dalam Peta Strategi
❑ Secara nasional, hubungan kausalitas IKU di Peta Strategi 2018 didominasi oleh nilai
positif (63% positif).*
❑ Namun demikian, hubungan kausalitas negatif dominan ketika unit analisis yang
digunakan adalah KPP Penentu (58% negatif) dan KPP di Sumatra (56% negatif)
* tanpa memperhatikan signifikansi statistik
Total hubungan=64
N=jumlah KPP
67%63% 59% 58%
53%
44%
33%38% 41% 42%
47%
56%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Kalimantan(N=27)
Nasional(N=352)
Bali NusaPapua Maluku
(N=26)
Sulawesi(N=26)
Jawa (N=202) Sumatra(N=71)
Komparasi Berdasarkan Wilayah
Positif Negatif
Komparasi Sifat Kausalitas IKU dalam Peta strategi Tahun 2018
63%
42%38%
58%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
KPP Non-Penentu(N=277)
KPP Penentu(N=75)
Komparasi BerdasarkanKontribusi
Proporsi Signifikansi Statistik dalam Peta Strategi
❑ Secara nasional, hubungan kausalitas IKU di Peta Strategi 2018 yang signifikan secara
statistik ( ≤ 0.05) didominasi oleh nilai positif (19% positif).
❑ Hubungan kausalitas negatif signifikan terbesar terjadi ketika unit analisis yang
digunakan adalah KPP di Bali Nusa Papua Maluku (8% negatif) dan KPP
Penentu (5% negatif)
Total hubungan=64
N=jumlah KPP
19%17%
16%
13%11%
6%
2%3%
8%
2% 2%3%
0%
4%
8%
12%
16%
20%
Nasional(N=352)
Jawa (N=202) Bali NusaPapua Maluku
(N=26)
Kalimantan(N=27)
Sulawesi(N=26)
Sumatra(N=71)
Komparasi Berdasarkan Wilayah
Positif Signifikan Negatif Signifikan
16%14%
3%5%
0%
4%
8%
12%
16%
20%
KPP Non-Penentu (N=277)
KPP Penentu(N=75)
Komparasi BerdasarkanKontribusi
34
IKU Penegakan Hukum Tingkat Kepatuhan
Formal Material
7a Audit coverage ratio + +
7b Persentase SKP yang tidak diajukan keberatan + -
8a Persentase penyelesaian usulan gelar perkara
penyanderaan
o o
9a Persentase penyampaian IDLP + o
+ = positif signifikan o = tidak signifikan - = negatif signifikan
Kausalitas Penegakan Hukum dengan Kepatuhan
Pajak secara Nasional (N=352 KPP)
❑ Semakin besar nilai ACR, semakin tinggi tingkat kepatuhan formal dan
material
❑ Semakin tinggi tingkat SKP yang tidak diajukan keberatan, tingkat kepatuhan
formal semakin tinggi, tetapi kepatuhan material semakin rendah
❑ Besaran penyelesaian usulan gelar perkara penyanderaan tidak
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan.
❑ Semakin tinggi capaian penyampaian IDLP, semakin tinggi tingkat kepatuhan
formal
35
Proporsi Kausalitas Positif Probis Pelayanan,
Pengawasan, dan Penegakan Hukum
❑ Kinerja probis Penegakan Hukum cenderung memiliki pengaruh
yang lebih stabil terhadap tingkat kepatuhan dibandingkan
dengan kinerja probis Pelayanan maupun Probis Pengawasan.
N=jumlah KPP
Pro
po
rsin
ilaiko
efisie
np
ositif
(ma
ks. 3
00
%)
Total hubungan=20
83%100%
50%
100%
33% 33%
100%50%
83%
33%
83%
33%
50%
75%88% 75%
75%
88%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
Kalimantan(N=27)
Nasional(N=352)
Sulawesi(N=26)
Jawa (N=202) Bali NusaPapua
Maluku(N=26)
Sumatra(N=71)
Komparasi Berdasarkan Wilayah
Pelayanan Pengawasan Penegakan Hukum
50%83%
67%17%
75%
63%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
KPP Non-Penentu(N=277)
KPP Penentu(N=75)
Komparasi BerdasarkanKontribusi
36
❑ Secara umum tingkat Kepatuhan lebih banyak dipengaruhi oleh
Probis Pelayanan.
❑ Probis Penegakan Hukum memberi pengaruh yang relatif merata
di hampir semua wilayah, kecuali untuk KPP di Pulau Kalimantan.
Proporsi Kausalitas Positif-signifikan*) Probis
Pelayanan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum
* ≤ 0.05
Pro
po
rsin
ilaiko
efisie
np
ositif
(ma
ks. 3
00
%)
N=jumlah KPP
Total hubungan=20
67% 67%
17%
67%
17%
33%
17%
33%17%
38%
25%38%
38%
25%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
Nasional(N=352)
Jawa (N=202) Bali NusaPapua Maluku
(N=26)
Kalimantan(N=27)
Sulawesi(N=26)
Sumatra(N=71)
Komparasi Berdasarkan Wilayah
Pelayanan Pengawasan Penegakan Hukum
67%
33%
33%
25%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
KPP Penentu(N=75)
KPP Non-Penentu(N=277)
Komparasi BerdasarkanKontribusi
37
1. Secara nasional, hubungan kausalitas sasaran strategis dalam peta
strategi DJP didominasi oleh nilai positif (63%).
2. Kegiatan penegakan hukum (diwakili oleh 4 IKU) cenderung efektif untuk
kepatuhan formal→ 3 dari 4 IKU memiliki kausalitas positif—signifikan
dengan IKU Kepatuhan formal.*
3. Kegiatan penegakan hukum belum efektif dalam meningkatkan
kepatuhan material → secara keseluruhan, total efek IKU penegakan
hukum terhadap IKU Kepatuhan material adalah nihil.**
4. Secara agregat,*** probis penegakan hukum memiliki pengaruh yang
lebih stabil terhadap tingkat kepatuhan dibandingkan probis lainnya.
5. Secara agregat, probis penegakan hukum juga memiliki signifikansi
statistik yang relatif lebih merata ( ≤ 0.05) dibanding dengan probis
pengawasan.
Lima Temuan Inti Pendekatan Kuantitatif
**) net effect, IKU ACR memiliki kausalitas positif—signifikan, namun IKU SKP yang Tidak Diajukan Keberatan memiliki kausalitas negatif signifikan
***) di 8 data set yang diuji secara terpisah, dilakukan sebagai salah satu bentuk robustness check
*) Kecuali IKU penyelesaian usulan gelar perkara penyanderaan
38
Hasil Analisis
Kualitatif
“Penegakan hukum seperti apakah yang paling tepat
dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pajak di
Indonesia?”
D
39
Dua Sesi — Dua Kelompok Responden
Sesi 1, Kanwil (n=7) Sesi 2, KPP (n=9)
Equity and Fairness
Certainty
Minimum tax gap
Transparency & visibility
Similarly situated
taxpayers should be
taxed similarly
The tax rules should
clearly specify how the
amount of payment is
determined, when
payment of the tax should
occur, and how payment
is made.
Structuring tax laws to minimize
noncompliance is essential. The
potential for tax evasion and
avoidance should be minimized.
Taxpayers should know
that a tax exists and how
and when it is imposed
upon them and others.
When a tax is not visible, it
is easily raised with little, if
any, awareness among
taxpayers about how the
tax affects them.
40
Empat Dimensi Kunci dalam Penegakan Hukum
Sumber: dimodifikasi dari AICPA (2017)
41
Kerangka Konsep Penerapan Pendekatan Kualitatif
dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Meningkatkan ACRMeningkatkan
kualitas pemeriksaan
Meningkatkan jumlah penyelesaian usulan gelar
perkara penyanderaan
Meningkatkan jumlah penyampaian IDLP
Minimum tax gap
Memilih prioritas pendekatan penegakan hukum yang efektif
Equity and fairness
CertaintyTransparency and visibility
Level 1:
Level 2:
Level 3:
OBJECTIVE
ALTERNATIVE
GOAL
Hasil AHP: Performance Sensitivity 2 Kelompok Responden
Performance Sensitivity for nodes below: Memilih penegakan hukum yangefektif - Kanwil (n=7)
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70Obj% Alt%
Meningkatkan usul gel
Meningkatkan jumlah I
Meningkatkan ACR
Meningkatkan kualitas
Equity and f Certainty Transparency Minimum tax OVERALL
Objectives Names
Equity and f Equity and fairness
Certainty Certainty
Transparency Transparency & visibility
Minimum tax Minimum tax gap
Alternatives Names
Meningkatkan Meningkatkan ACR
Meningkatkan Meningkatkan kualitas audit
Meningkatkan Meningkatkan usul gelar sandera
Meningkatkan Meningkatkan jumlah IDLP
Page 1 of 111/7/2012 7:42:57 PM
DGT
Responden: Kanwil (n=7)
Performance Sensitivity for nodes below: Memilih penegakan hukum yangefektif - KPP (n=9)
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70Obj% Alt%
Meningkatkan usul gel
Meningkatkan jumlah I
Meningkatkan ACR
Meningkatkan kualitas
Equity and f Certainty Transparency Minimum tax OVERALL
Objectives Names
Equity and f Equity and fairness
Certainty Certainty
Transparency Transparency && visibility
Minimum tax Minimum tax gap
Alternatives Names
Meningkatkan Meningkatkan ACR
Meningkatkan Meningkatkan kualitas audit
Meningkatkan Meningkatkan usul gelar sandera
Meningkatkan Meningkatkan jumlah IDLP
Page 1 of 11/7/2012 4:44:26 PM
DGT
Responden: KPP (n=9)
Performance Sensitivity for nodes below: Memilih penegakan hukum yangefektif - All (n=16)
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70Obj% Alt%
Meningkatkan usul gel
Meningkatkan jumlah I
Meningkatkan ACR
Meningkatkan kualitas
Equity and f Certainty Transparency Minimum tax OVERALL
Objectives Names
Equity and f Equity and fairness
Certainty Certainty
Transparency Transparency && visibility
Minimum tax Minimum tax gap
Alternatives Names
Meningkatkan Meningkatkan ACR
Meningkatkan Meningkatkan kualitas audit
Meningkatkan Meningkatkan usul gelar sandera
Meningkatkan Meningkatkan jumlah IDLP
Page 1 of 11/7/2012 4:54:57 PM
DGT
Responden: Gabungan (n=16) Dua kelompok responden hanya
berbeda prioritas terkait bobot
dimensi ‘minimum tax gap’ dan
alternatif yang dipilih.
Model Name: 2019 11 05 - AHP for Phase 2 Gakkum - ALL
Priorities with respect to:
Memilih penegakan hukum yang efektif - All (n=16)
Equity and fairness .301
Certainty .462
Transparency && visibility .103
Minimum tax gap .134
Inconsistency = 0.05
with 0 missing judgments.
Page 1 of 11/7/2012 4:56:03 PM
DGTDGT
Model Name: 2019 11 07 - 1
Priorities with respect to:
Memilih penegakan hukum yang efektif - Kanwil (n=7)
Equity and fairness .275
Certainty .513
Transparency & visibility .138
Minimum tax gap .074
Inconsistency = 0.0039
with 0 missing judgments.
Page 1 of 111/7/2012 7:43:35 PM
DGTDGT
Model Name: 2019 11 05 - AHP for Phase 2 Gakkum - ALL
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Memilih penegakan hukum yang efektif - All (n=16)
Overall Inconsistency = .08
Meningkatkan ACR .227
Meningkatkan kualitas audit .541
Meningkatkan usul gelar sandera .070
Meningkatkan jumlah IDLP .161
Page 1 of 11/7/2012 4:56:55 PM
DGTDGT
Model Name: 2019 11 07 - 1
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Memilih penegakan hukum yang efektif - Kanwil (n=7)
Overall Inconsistency = .07
Meningkatkan ACR .242
Meningkatkan kualitas audit .544
Meningkatkan usul gelar sandera .065
Meningkatkan jumlah IDLP .150
Page 1 of 111/7/2012 7:45:26 PM
DGTDGT
Model Name: 2019 11 07 - 2
Priorities with respect to:
Memilih penegakan hukum yang efektif - KPP (n=9)
Equity and fairness .317
Certainty .412
Transparency && visibility .120
Minimum tax gap .150
Inconsistency = 0.08
with 0 missing judgments.
Page 1 of 11/7/2012 4:47:43 PM
DGTDGT
Model Name: 2019 11 07 - 2
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Memilih penegakan hukum yang efektif - KPP (n=9)
Overall Inconsistency = .09
Meningkatkan ACR .228
Meningkatkan kualitas audit .522
Meningkatkan usul gelar sandera .073
Meningkatkan jumlah IDLP .177
Page 1 of 11/7/2012 4:49:15 PM
DGTDGT
Responden: KPP (n=9)
Responden: Kanwil (n=7)
Responden: Gabungan (n=16)
Hasil AHP: Terdapat Konsensus Terkait Prioritas Kegiatan
440 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Meningkatkan usul gelar sandera
Meningkatkan jumlah IDLP
Meningkatkan ACR
Meningkatkan kualitas audit
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Transparency & Visibility
Minimum Tax Gap
Equity & Fairness
Certainty
Dimensi paling
penting
Alternatif
paling prioritas
1. Dimensi yang paling penting dalam penegakan hukum adalah ‘kepastian
hukum’ (certainty).
2. Pendekatan Penegakan Hukum yang dianggap paling efektif dalam
meningkatkan kepatuhan pajak adalah dengan ‘meningkatkan
kualitas pemeriksaan’.
Dua Temuan Inti Pendekatan Kualitatif
45
DiskusiE
”At the gates of knowledge, the sceptic stands guards;
before we can enter the citadel, we must answer his
challenge.”
—Annas & Barness (1985)
46
Tantangan Mengukur Efektivitas Penegakan Hukum
dalam Meningkatkan Kepatuhan Pajak
IKU
Kepatuhan
Material
IKU
Kepatuhan
FormalApa yang dapat kita
‘ukur’
Apa yang ingin kita
‘ukur’
Kotak hitam ‘kepatuhan pajak’
‘Penegakan hukum’ dan ‘kepatuhan pajak’ adalah dua latent variables
yang multidimensi dan tidak dapat diukur secara langsung
Ilustrasi:
Face value validity !
Sumber: Dimodifikasi dari Marr (2008)
47
Perspektif Otoritas Pajak: Dua Tipe Kepatuhan
Pajak dan Dua Pendekatan Mencapainya
❑ Kepatuhan yang tinggi dapat
dihasilkan melalui dua cara:
‘power’ yang tinggi atau
dengan ‘trust’ yang tinggi.
❑ Power yang tinggi akan
menghasilkan ‘enforced tax
compliance’, sedangkan
trust yang tinggi akan
menghasilkan ‘voluntary tax
compliance’.
Sumber: Kirchler, E., et al. (2008)
❑ Penelitian ini tidak
membedakan jenis
kepatuhan pajak yang diteliti
ACR tinggi ?
IDLP tinggi ?
Perspektif Wajib Pajak: Empat Variasi Tipe
Perilaku Kepatuhan Pajak
Compliance behaviour outcome
Compliant
Non-compliant
Intention to
comply
Compliant Non-compliant
1. Registration2. Filing3. Reporting4. Payment
(A) Intentionally compliant
(B) Unintentionally non-compliant
(C) Unintentionally compliant
(D) Intentionally non-compliant
1. Registration2. Filing3. Reporting4. Payment
1. Registration2. Filing3. Reporting4. Payment
1. Registration2. Filing3. Reporting4. Payment
Kepatuhan pajak
secara legal bersifat
ex-post definition.
Hanya bisa ditentukan
berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Sumber: Rosid et al (2017).
49
2016 2017 2018
a. Jumlah WP OP NK dan Badan terdaftar 8,184,559 9,145,154 9,870,044
b. Jumlah WP OP NK dan Badan wajib SPT 3,348,632 3,152,819 3,904,165
c. Jumlah Pemeriksaan rutin *) 66,077 103,418 101,968
d. Jumlah Pemeriksaan khusus *) 30,878 44,331 43,854
e. Total: 96,955 147,749 145,822
ACR (Pemeriksaan rutin dan khusus) (e:b) 2.9% 4.69% 3.74%
ACR (Pemeriksaan khusus) (d:b) 0.92% 1.41% 1.12%
2014 2015 2016 2017 2018
Pemeriksaan Rutin 34,328 32,740 66,077 103,418 101,968
Pemeriksaan Khusus 15,429 15,564 30,878 44,331 43,854
y = 20596x + 5918.8
y = 8561.7x + 4326.1
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
JU
ML
AH
WP
DIP
ER
IKS
A
*) Dihitung berdasarkan jumlah Surat
Perintah Pemeriksaan (SP2) yang terbit.
Merujuk pada klasifikasi di aplikasi DJP,
pengertian rutin di sini mencakup: (a)
pemeriksaan kantor, (b) pemeriksaan
lapangan, (c) pemeriksaan tujuan lainnya,
dan (d) pemeriksaan oleh Petugas
Pemeriksa Pajak (P3). Sedangkan
pemeriksaan khusus meliputi: (a)
pemeriksaan analisis risiko kompensasi,
(b) pemeriksaan data konkret P3, dan (c) pemeriksaan analisis risiko manual
ACR: Pengertian Sempit vs Pengertian Luas
Meningkatkan ACR dengan
Pendekatan Focused Enforcement
TAX
Segmentation & rotation of
special audit projects
Probability neglect
Sector A
Sector B
Sector C
Sector D
Sector E
Sector F
> 10% chance of
being audited
< 1% chance of
being audited
Assumptions
• 600,000 tax returns
• 600 auditors
• 10 audits/year
• Total audits per year = 6,000
• ACR = 1% (6,000 / 600,000)
Sub-sector A
• 30,000 tax returns
• 300 auditors
• 10 audits/year
• Total audits per year = 3,000
• ACR = 10% (3,000 / 30,000)
Other sectors
• 570,000 tax returns
• 300 auditors
• 10 audits/year
• Total audits per year = 3,000
• ACR = 0.5% (3,000 / 570,000)
Uncertainty aversion
Availability bias
Special audit projects
Increasing penalties may not have a noticeable effect
on compliance, unless the probability of detection is
increased significantly (Gneezy & Rustichini, 2000).
Cooperative Compliance Model (CCM)
Area penegakan hukum
Area pengawasan Area pelayananSumber: Dimodifikasi dari OECD (2004)
Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa pendekatan generik ‘one size fits all’
tidak tepat digunakan untuk mengatasi isu ke(tidak)patuhan di Indonesia.
BISEP factors merupakan elemen yang penting untuk dipertimbangkan.
Implikasi Terhadap Strategi Peningkatan Kepatuhan Pajak
52
Kesimpulan &
RekomendasiF
“If you can’t measure it, you can’t manage it!”
— Peter Drucker
53
Kesimpulan
1. Kajian ini menawarkan sebuah parameter yang dapat
diuji secara empiris untuk mengukur efektivitas
kegiatan penegakan hukum di Indonesia.
2. Parameter tersebut adalah hubungan kausalitas dalam
peta strategi DJP yang secara konseptual diharapkan
terjadi (desired outcome) antara proses bisnis penegakan
hukum dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
3. Hasil analisis empiris kuantitatif terhadap data capaian IKU
tahun 2018 menunjukkan bahwa kegiatan penegakan
hukum cenderung efektif untuk meningkatkan
kepatuhan formal, namun belum efektif untuk
meningkatkan kepatuhan material.
54
Kesimpulan (lanjutan)
4. Secara keseluruhan, kegiatan penegakan hukum
memiliki pengaruh yang lebih stabil dibandingkan
proses bisnis pelayanan dan pengawasan.
5. Hasil pendekatan kualitatif menunjukkan bahwa—agar
efektif dalam meningkatkan kepatuhan pajak—dimensi
yang paling penting untuk dipertimbangkan oleh
pengambil kebijakan adalah aspek kepastian
hukum (certainty).
6. Untuk mencapai hal ini, aktivitas penegakan hukum yang
paling prioritas dilakukan adalah dengan
meningkatkan kualitas pemeriksaan.
55
Rekomendasi
1. Hasil kajian ini terbatas pada data capaian IKU 2018. Untuk
memperkaya hasil analisis, sangat disarankan analisis lanjutanmenggunakan data dengan tahun yang beragam.
2. Kajian ini mengartikan frase ‘penegakan hukum’ dalam arti
luas. Untuk gambaran yang lebih lengkap, ‘penegakan hukum’
dalam arti sempit dapat dijadikan fokus kajian lebih lanjut→
misalnya pengaruh jenis pemeriksaan Bukti Permulaan atau
pendekatan ‘focused enforcement’ terhadap kepatuhan
Wajib Pajak.
3. Kajian ini menunjukkan bahwa pendekatan ‘one size fits all’
bukan merupakan pendekatan yang tepat di Indonesia.
Agar efektif, penyusunan strategi peningkatan kepatuhan harusmemperhatikan operating contexts atau BISEP factors
dari masing-masing wilayah/kantor.
Terima kasih
56
romadhaniah@pajak.go.id arifin.rosid@pajak.go.id
“We are researchers. We know that research is hard. And captivating, infuriating, rewarding, and addictive.”
—Williams, Jones, & Robertson (2014)