Post on 16-Apr-2022
1
MEKANISME PEMBENTUKAN PERATURAN DPRD PROVINSI JAMBI
DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12
TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
TATA TERTIB DPRD
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Tata Negara
Oleh:
RAHMAT
NIM. 106170717
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H.
Abdul Razak, S.HI., M.I.S
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2021/2022
2
PERNYATAAN ORISINALITAS
Nama : Rahmat
NIM : 106170717
Jurusan : Hukum Tata Negara
Fakultas : Syariah
Alamat : Desa Tuo Sumay, Kab. Tebo
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun
dengan judul: Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPRD adalah hasil karya saya sendiri dan tidak
mengandung unsur plagialisme serta tidak mengandung materi yang di
publikasikan kecuali kutipan yag telah di sebutkan sumbernya sesuai dengan
ketentuan yang dibenarkan secara ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi
bukan hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur plagiat dalam
bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Jambi Juli 2021
RAHMAT
NIM. 106071717
ii
3
Pembimbing I : Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H.
Pembimbing II : Abdul Razak, S.HI., M.I.S
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jln. Jambi-Muara Bulian Km. 16 Simp Sei Duren
Kabupaten Muaro Jambi
Kepada Yth
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamualaikum wr.wb
Setelah melalui proses bimbingan/konsultasi dan perbaikan sepenuhnya
kami berpendapat bahwa skripsi saudara Rahmat Nim: 106071717 yang
berjudul Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD telah disetujui dan dapat diajukan
untuk dimunaqosahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar
sarjana (S.1) dalam Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
Demikian, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamualaikum wr.wb
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H Abdul Razak, S.HI., M.I.S
NIP. 197201022000031005 NIP. 198002072009011007
iii
4
PENGESAHAN
iv
5
MOTTO
ونما نيذلا اهياي هالل اوعيطا ا رلا اوعيطاو ىلواو لوس
مكنم رملا هودرف ءيش يف متعزانت ناف هالل ىلا
رلاو هللاب نونمؤت متنك نا لوس رخلا مويلاو ريخ كلذ
وليوأت نسحا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa' Ayat 59)
v
6
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ‘alamin
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberi nikmat kesehatan sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini gunamemperoleh gelas satra sarjana S1 (1)
shalawat beserta salam tidak lupa pula kukirimkan kepada junjunganku Nabi
Muhammad Rasulullah SAW
Kuibaratkan karya kecilku ini bak serantai mawar yang wanginya akan tetap akan
teringat sepanjang hayat, meski kelak raganya akan lekang terlenser waktu, dan
akanku persembahkan karya kecil yang sederhana ini tapi sangat berarti untuk:
Ayahku yang terhebat dan yang ku banggakan Zulkifli, terimakasih atas semangat
dan didikanmu lah saya bisa sampai ketitik ini, saya sangat bangga bisa memiliki
ayah sepertimu sampaikapanpun atas semua yang kau perbuat dan pengorbanmu
untuk menyekolahkanku sampai sekarang tidak akan bisa saya mengganti
pengorbanmu ayah sekali lagi terimakasih, semoga ilmu yang kudapat bermanfaat
bagi orang-orang sekitarku kelak.
Untuk ibuku beribu-ribu terimakasih saya ucapkan kepdamu ibuku Asmariyah
yang telah mengasuhku dari kecil sampai sekarang, dan yang selalu menasehatiku,
saya sangat bangga kepada ibuku yang terhebat, semua jasamu kepada putra mu
ini tak akan dapat kubayarkan dengan apapun.
Dan untuk kakak ku Apriyanti & Al Fikri, Aprizal& Lilis Karlina dan semua
keluarga besarku, keponakanku terimakasih sudah selalu menyemangatiku dalam
setiap Langkah-langkah ku.
Dan tak luput pula saya ucapkan terima kasih kepada pembimbing Satu Bapak
Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H., dan Pembimbing Dua Bapak Abdul Razak, S.HI., M.I.S.,
vi
7
ABSTRAK
DPRD Provinsi Jambi merupakan lembaga legislatif tugas ddan fungsinya adalah
menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat, disini DPRD Provinsi Jambi
tidak melakukan kegiatan ataupun kerja yang semena-mena melainkan ada aturan
dan tata tertib yang wajib mereka patuhi agar jalannya lembaga legislatif ini
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis implementasi mekanisme pembentukan peraturan
DPRD Provinsi Jambi dan untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang
dihadapi dalam pembentukan peraturan DPRD Provinsi Jambi. Metode yang
dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Teknik dan observasi di lapangan, dan pengumpulan data sekunder
berupa dokumentasai dan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil dari penelitian ini
diambil kesimpulan bahwa pembuatan peraturan tentang DPRD tidak hanya
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 melainkam juga
mengambil dari Peraturan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 hal ini dikeranekan
agar lebih leluasa landasan yang dipakai dalam pembuatan peraturan DPRD
tersebut. Kendala yang dihadapi juga tidak terlalu rumit hanya saja berbeda
pendapat antar anggota praksi dalam pembuatan aturan tersebut. Namun, masih
bisa diatasi dan tetap diperoleh hasil yang mupakat dan penerapannya juga sesuai
dengan semestinya seluruh anggota DPRD sudah mematuhi aturan tersebut.
Kata Kunci : Mekanisme, Pembentukan, Aturan, Tata Tertib DPRD.
vii
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarkatuh
Alhaamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji syukur kehadiran Allah SWT,
karena berkat rahmat, dan hidayahnya, yang mana dalam penyelesaian skripsi ini
penulis selalu diberi kesehatan dan kekuatan, sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Kemudian sholawat beriring salam semoga tetap
dilimpahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membimbing kita umatnya kejalan yang benar dan dapat dirasakan
manifestasinya dalam wujud imam, islam dan amal nyata yang shalih likulli
zaman wa makan.
Skripsi ini diberi judul “Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD
Provinsi Jambi Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018
Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD’’ merupakan suatu kajian
terhadap komunitas kepemimpinan yang diperuntukan untuk komunikasi
kepemimpinan terhadap sebagai abdi masyarakat. dan inilah yang diketengahkan
dalam skripsi ini.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak mudah dan ada
beberapa hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam pengumpulan
data maupun dalam penyusunannya. dan berkat adanya bantuan dari berbagai
pihak, terutama bantuan dari dosen pembimbing dan bantuan dari kawan-kawan
dan yang lain-lainya, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena
itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah beribu-ribu ucapan atau kata-kata
viii
9
terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini,
terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H Suadi Asyari, MA. Ph. D, sebagai Rektor UIN STS Jambi
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., MH sebagai Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi sekaligus sebagai Pembimbing I Skripsi
3. Bapak Agus Salim, S.Th.I., MA.IR., Ph.D., sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kelembagaan
4. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH., M. Hum., sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum dan Keuangan
5. Bapak Dr. H. Ishak, SH., M.Hum., sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan kerja Sama
6. Abdul Razak S.HI., MIS Selaku Ketua Jurusan Program Studi Hukum Tata
Negara sekaligus sebagai Pembimbing II Skripsi
7. Tri Endah Karya Lestari, S. IP., M.IP., Selaku Sekretaris Jurusan Hukum Tata
Negara
8. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini baik langsung
maupun tidak langsung
9. Bapak dan ibu kariyawan/kariyawati di lingkungan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi
10. Sahabat-sahabatku satu perjuangan satu jurusan Hukum Tata Negara yang
satu Angkatan 2017 sampai sekarang.
Di samping itu, disadari juga bahwa bahwa skripsi masih jauh dari kata-
kata kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
ix
10
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
kita mohon ampunan-nya dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebaikan kita dinilai seimbang oleh allah SWT.
Jambi, 15 Juni 2021
Rahmat
NIM. 106170717
x
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR ................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iv
MOTTO ...................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 8
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual ............................... 9
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 23
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 30
A. Pendekatan Penelitian ............................................................... 30
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 31
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 32
D. Teknik Analisis Data ............................................................... 33
E. Sistematika Penulisan.. ............................................................. 36
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DPRD PROVINSI JAMBI .... 38
A. Tinjauan Umum Tentang DPRD ............................................... 38
B. Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi dan DPRD ......................... 45
C. Profil DPRD Provinsi Jambi ..................................................... 53
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ............................. 56
A. Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 ............................. 56
1. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018 .......................................................................... 56
xi
12
2. Tahapan Pembentukan Tata Tertib DPRD .......................... 58
B. Implementasi Pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 .......... 62
1. Isi Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020... 62
2. Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jambi
Nomor 1 Tahun 2020 .......................................................... 65
3. Implementasi Pelaksanaan Tahapan Pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 ...... 67
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 87
A.Kesimpulan ................................................................................. 87
B.Saran ........................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
xii
xii
13
DAFTAR SINGKATAN
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Provinsi DIY : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
MD3 : MPR, DPR, DPD, DPRD
HAM : Hak Asasi Manusia
Raperda : Rancangan Peraturan Daerah
Setda Prov. Sulsel : Sekretariat Proovinsi Sulawesi Selatan
KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
PAD : Pendapatan Asli Daerah
KNI : Komite Nasional Indonesia
HP. MERBAHARI : Himpunan Pemuda Merangin Batanghari
FROPEJA : Front Pemuda Jambi
BKRD : Badan Kongres Rakyat Djambi
DPRDGR : Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
BAPEMPERDA : Badan Pembentukan Peraturan Daerah
Prolegda : Program Legislasi Daerah
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 96 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, menegaskan DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang mempunyai fungsi pembentukan Perda,
anggaran, dan pengawasan, yang dljalankan dalam kerangka representasi
rakyat di daerah. Oleh karena itu, DPRD merupakan mitra sejajar Kepala
Daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah yang memiliki peran
dan tanggung jawab dalam mewujudkan efisiensi, efektivitas, produktivitas,
dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui
pelaksanaan hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.1
Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Anggota DPRD ini ditetapkan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 ayat (1), Pasal 145, Pasal 186 ayat
(1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pedoman bagi DPRD dalam penyusunan
Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, yang esensinya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah serta memaksimalkan
1Juniarso Ridwan, Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, Nuansa Cendikia, Bandung, 2017, hlm. 130.
1
2
peran DPRD dalam mengembangkan check and balance antara DPRD dan
Pemerintah Daerah.2
Produk hukum DPRD adalah produk hukum berbentuk peraturan
meliputi Peraturan DPRD, Keputusan DPRD, Keputusan Piminan DPRD dan
Keputusan Badan Kehormatan DPRD.3 Peraturan DPRD sebagaimana
dituliskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
Pasal 1 angka 8 yang menentukan bahwa: “Peraturan DPRD adalah peraturan
yang ditetapkan oleh pimpinan DPRD provinsi dan pimpinan DPRD
kabupaten/kota”.
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018,
brdasarkan hal tersebut, dalam menjalankan fungsinya DPRD Provinsi Jambi
dinilai rendah kinerjanya terutama dalam menjalankan fungsi legislasi. Fungsi
ini merupakan fungsi paling dominan dan berpengaruh karena melalui fungsi
ini maka DPRD dapat mempengaruhi seluruh aspek yang ada di daerah
Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota. DPRD dinilai kurang produktif karena
sedikitnya rancangan peraturan peraturan yang berasal dari inisiatif dewan.4
Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan wewenang dan tugasnya
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Padahal sebagai perwakilan
rakyat daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan/atau kota, DPRD dituntut
2Asmawi, Jurnal Cita Hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dalam
Perundang-Undangan Pemerintahan Daerah Dan Lembaga Legislatif Daerah, Volume 1 No. 1
Juni 2014, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. 3Ni’matul Huda, Hukum dan Pemerintahan, Nusa Media, Bandung, 2009, hlm. 83. 4Arifuddin, Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Daerah yang Partisipatif, Jurnal Universitas Hasanuddin Makassar: Legal Pluralism Volume 6
Nomor 2, Juli 2016.
3
untuk memaksimalkan fungsi legislasinya untuk menampung aspirasi dari
rakyat daerah dan untuk mensejahterakan rakyat daerah yang merupakan
kewajiban dari DPRD.5
Persoalannya, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tidak
mengatur bagaimana mekanisme pembentukan Peraturan DPRD tersebut di
atas. Demikian pula halnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib
DPRD, (peraturan lama yang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018) tidak mengatur bagaimana mekanisme pembentukan Peraturan
DPRD.
Mekanisme pembentukan Peraturan DPRD hanya diatur dalam Pasal
43 sampai dengan Pasal 46 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Penyusunan Produk Hukum Daerah. Mencermati ketentuan Pasal 43 sampai
dengan Pasal 46 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 di atas, formulasinya
masih belum jelas dan menimbulkan beragam pertanyaan, antara lain:
a. Apakah penyusunan Peraturan DPRD dapat diajukan hanya oleh anggota
DPRD? Apakah komisi atau gabungan komisi dapat mengambil inisiatif
untuk menyusun Peraturan DPRD? Bagaimana pula halnya dengan
Bapemperda? Alat kelengkapan DPRD mana yang paling tepat untuk
mengambil inisiatif penyusunan Peraturan DPRD?
5Eviriyanti, Nuri, 2011, Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan sebagai
Alat Kelengkapan DPRD dalam Menjaga Martabat dan Kehormatan Anggota DPRD Berdasarkan
Kode Etik DPRD (Studi Pada DPRD Provinsi Jambi), Jurnal Konsitusi Volume III Nomor 1,
Jakarta: PKK-FH UNDIP
4
b. Siapa yang dimaksud dengan tim penyusunan rancangan peraturan DPRD
sebagaimana dimaksud Pasal 45? Apakah Tim ini adalah Panitia Khusus?
Kapan Tim dimaksud dibentuk oleh Pimpinan DPRD?
c. Bagaimana mekanisme pembahasan Rancangan Peraturan DPRD? Apakah
cukup hanya dalam pembicaraan tingkat I? Ataukah pembahasannya
melalui dua tingkat pembicaraan (pembicaraan tingkat I dan Tingkat II)?
Beragam pertanyaan terkait dengan ketentuan Pasal 43 sampai dengan
Pasal 46 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 di atas belum juga terjawab
karena dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Jambi tidak mengatur tentang
mekanisme pembentukan Peraturan DPRD. Yang diatur hanyalah tata cara
perubahan Tata Tertib yang diatur dalam Pasal 215 dan Pasal 216 yang
menyebutkan:
Pasal 215
(1) Usul perubahan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib dapat diajukan
oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota atau alat
kelengkapan DPRD.
(2) Usul perubahan yang berasal dari anggota, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan penjelasannya, diajukan secara tertulis kepada
pimpinan DPRD yang disertai dengan daftar nama dan tanda tangan
pengusul serta nama fraksinya.
(3) Usul perubahan yang berasal dari alat kelengkapan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan penjelasannya, diajukan secara
tertulis oleh pimpinan alat kelengkapan kepada pimpinan DPRD.6
Pasal 216
(1) Usul perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1)
diajukan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
6Pasal 215 Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Tata
Tertib DPRD Provinsi Jambi
5
(2) Rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memutuskan
menerima atau menolak usul perubahan Peraturan DPRD tentang
Tata Tertib.
(3) Dalam hal usul perubahan disetujui, rapat paripurna
menyerahkannya kepada Bapemperda Provinsi untuk melakukan
pembahasan.
(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan
kepada rapat paripurna untuk diambil keputusan.7
Mencermati ketentuan Pasal 215 dan Pasal 216 di atas, belum mampu
menjawab apakah mekanisme pembahasan Perubahan Peraturan Tata Tertib
tersebut di atas dilakukan melalui pembicaraan 2 tingkat (Tingkat I dan
Tingkat II) atau hanya satu tingkat. Demikian pula belum begitu jelas apakah
terhadap usul perubahan yang diajukan oleh pemrakarsa dibahas oleh komisi
atau fraksi sebelum disetujui dalam Rapat Paripurna.
Kondisi ini berbeda dengan Daerah lain, misalnya di DPRD Provinsi
DIY. Dalam Peraturan DPRD Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Tata Tertib, mekanisme pembentukan Peraturan DPRD telah diatur secara
jelas dan tegas, sebagaimana diatur dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 112
yang menyebutkan:8
Pasal 108
(1) Perencanaan rancangan penyusunan rancangan peraturan DPRD
merupakan kewenangan DPRD dan disesuaikan dengan kebutuhan.
(2) Perencanaan penyusunan rancangan peraturan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) disusun berdasarkan perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan
kewenangan.
(3) Perencanaan penyusunan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPRD untuk jangka waktu 1
(satu) tahun.
7Pasal 216 Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Tata
Tertib DPRD Provinsi Jambi 8Pasal 108-112 Peraturan DPRD Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib,
mekanisme pembentukan Peraturan DPRD.
6
(4) Perencanaan penyusunan peraturan yang telah ditetapkan dengan
keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada Ayat (3)
dapat dilakukan penambahan atau pengurangan.
Pasal 109
(1) Badan Pembentukan Perda dan/atau Perdais mempersiapkan dan
menyusun rancangan peraturan DPRD.
(2) Persiapan dan penyusunan rancangan peraturan DPRD sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) difasilitasi oleh sekretariat DPRD.
Pasal 110
(1) Rancangan peraturan DPRD dibahas oleh panitia khusus.
(2) Pembahasan rancangan peraturan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu
pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.
(3) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)
meliputi:
a. penjelasan mengenai rancangan peraturan DPRD oleh Pimpinan
DPRD dalam rapat paripurna;
b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan keanggotaan panitia
khusus dalam rapat paripurna; dan
c. pembahasan materi rancangan peraturan DPRD oleh panitia
khusus.
(4) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) berupa
pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, meliputi:
a. penyampaian laporan pimpinan panitia khusus yang berisi proses
pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (3) huruf c; dan
b. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan
rapat paripurna.
(5) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf b
tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 111
(1) Rancangan peraturan DPRD disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah untuk dilakukan
fasilitasi.
(2) Hasil fasilitasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditindaklanjuti
oleh DPRD untuk penyempurnaan rancangan peraturan DPRD
sebelum ditetapkan guna menghindari dilakukannya pembatalan.
7
Pasal 112
(1) Rancangan peraturan DPRD yang telah dilakukan pembahasan
disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dilakukan penetapan
dan pengundangan.
(2) Penandatanganan peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) dilakukan oleh Pimpinan DPRD.
Problematika ditemukan karena Undang-undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya mengatur
peraturan daerah sedangkan peraturan DPRD tidak diatur dalam undang-
undang tersebut. Sementara tata tertib DPRD dibuat dalam peraturan DPRD
bukan peraturan daerah.
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,
dinyatakan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.9
Tidak adanya pengaturan mekasnisme pembentukan Peraturan DPRD
dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi menimbulkan dampak ikutan.
Berdasarkan pengamatan sementara, DPRD Provinsi Jambi sampai saat belum
menyusun Peraturan DPRD tentang Kode Etik sebagaimana diamanatkan
Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 dan Peraturan DPRD
tentang Tata Beracara Badan Kehoramatan yang diamanatkan Pasal 126 Ayat
9Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
8
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Oleh sebab itu, kajian
mengenai mekanisme pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi pasca
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 menjadi begitu
penting dan menarik untuk dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dan penulisan dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul:
“Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi Ditinjau
Dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini mencankup hal-hal sebagai
berikut:
1. Bagaimana mekanisme pembentukan peraturan DPRD berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018?
2. Bagaimana implementasi pembentukan peraturan DPRD Provinsi Jambi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pembentukan
peraturan DPRD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2018.
9
b. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi pembentukan
peraturan DPRD Provinsi Jambi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2018
2. Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini
memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut:
a. Manfaat secara akademis yaitu dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam penyusunan skripsi.
b. Manfaat secara praktis yaitu dapat menganalisis mekanisme
pembentukan peraturan DPRD ditinjau dari Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2018 dan diharapkan dapat bermanfaat dan membantu
bagi semua pihak, dan baik itu pembentukan peraturan DPRD di DPRD
Provinsi Jambi.
D. Kerangka Teori dan Koseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya
merupakan abstraksi-abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan
yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap
dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.10
Dalam penulisan skripsi ini, ada teori yang digunakan dalam
menjawab permasalahan sebagai berikut:
10Soejono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegekan Hukum, Rajawali,
Jakarta, 2002, hlm.123.
10
a. Teori pembagian kekuasaan
Suatu pemerintahan dalam sebuah negara tentu menjalankan
begitu banyak fungsi dan sangat beragam. Dalam pemerintahan yang
terpusat, disebut-sebut pemerintah memiliki kekuasaan yang absolut
dalam beberapa hal sekaligus. Hal itulah yang kemudian menjadi
hambatan bagi terciptanya pemerintahan yang adil. Pasalnya, ketika
suatu pemerintahan memiliki kuasa absolut terhadap beberapa hal,
misalnya dalam pembuatan peraturan perundang-undangan,
menjalankan fungsi kepemerintahan, hingga peradilan, maka semakin
besar bagi pemerintahan negara untuk berlaku sewenang-wenang
terhadap pemerintahan negara. Tentu saja hal tersebut menjadi
masalah besar, karena kesewenang-wenangan akan berbuah
ketidakadilan kepada masyarakat. Oleh karenanya, beberapa pemikir
politik Barat mulai mengembangkan pemikiran mereka mengenai
teori pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan.11
Pemikir politik seperti John Locke dan Montesquieu kemudian
yang menjadi pelopor pemikiran tersebut untuk menghindari
terjadinya kesewenang-wenangan dalam aktivitas ketatanegaraan.
Pada dasarnya, kedua ide yang diusung oleh John Locke maupun
Montesquieu memiliki perbedaan dan persamaan. John Locke lah
yang mengawali pemikiran tentang adanya pembagian kekuasaan
dalam pemerintahan untuk menghindari absolutisme pemerintahan
11Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
hlm 4.
11
yang terpusat. Sementara, setengah abad 16 kemudian, barulah
Montesquieu muncul dengan pemikirannya mengenai pemisahan
kekuasaan yang disebut juga sebagai Trias Politica dalam bukunya
yang berjudul L’esprit de Lois (1748). Tentu saja inti dari pemikiran
Montesquieu memiliki dasar yang sama dengan pemikiran Locke,
yakni untuk menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan
pemerintahan yang berpotensi besar menghasilkan kesewenang-
wenangan dalam pemerintahan.12
Pada prinsipnya, konstitusi atau undang-undang dasar suatu
negara antara lain merupakan pencatatan (registrasi) pembagian
kekuasaan di dalam suatu negara. Pembagian kekuasaan menurut
fungsinya menunjukkan perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan
yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal
sebagai Trias Politika.13
Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri
atas tiga macam kekuasaan: Pertama, kekuasaan legislatif atau
kekuasaan membuat undang-undang (dalam peristilahan baru sering
disebut rule making function); kedua, kekuasaan eksekutif atau
kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function);
ketiga kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran
undang-undang (rule adjudication function). Trias politika adalah
suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan (function) ini
12Ibid., hlm 4. 13Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar
Maju, Bandung, 1995, hlm. 78-79
12
sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan
demikian hak-hak asasi warga negara lebih terjamin.14
Beberapa literatur menerjemahkan konsep trias politica sebagai
pemisahan kekuasaan (separation of power). Sedangkan sebagian
literatur lain menyebutnya dengan istilah pembagian kekuasaan
(division of power).
b. Teori Lembaga perwakilan
1. Konsep Lembaga Perwakilan
Untuk membahas lembaga Dewan Perwakilan Rakyat
Provinsi maka harus dijelaskan bagaimana konsep lembaga
perwakilan rakyat sehingga dapat mengatasnamakan rakyat. Dan
bagaimana perubahan konsep lembaga perwakilan yang ada setelah
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut
representative institution adalah lembaga yang mewakili rakyat
dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Konsep
lembaga perwakilan tidak terlepas dari asal–usul negara yang
dimulai:
1. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia
berkehendak akan bantuan makhluk lain.
14Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat
UUD Tahun 1945, 2003, hlm. 2-3
13
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka
berkumpullah mereka untuk merundingkan cara
memperoleh bahan-bahan primer (makanan, temapat
dan pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan
dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari
keperluannya sendiri untuk dipertukarkan den demikian
berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan
terjadilah masyarakat negara. Antara negara-negara
dengan negara lain terjadi juga kerjasama karena
perlunya bantuan satu sama lain dan terjadilah
hubungan internasional.15
Maka dari itu dapat dikemukakan berdirinya suatu negara
harus mempunyai 4 (empat) syarat:
1. Adanya wilayah.
2. Adanya Pemerintah
3. Adanya rakyat
4. Adanya pengakuan dari negara lain.
Ada yang menyatakan bahwa Negara merupakan
perkelompokkan dari manusia yang merasa sendirinya senasib
yang mempunyai tujuan yang sama16. Tujuan dari negara adalah
untuk menjalankan ketertiban dan keamanan. Dan tujuan akhir dari
negara adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi warga
negaranya.
Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya negara itu
merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi suatu
persekutuan hidup politis. “Dalam bahasa Yunani disebut he
15Solly Lubis, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 16. 16Ibid.
14
koinona politike; artinya suatu persekutuan hidup yang berbentuk
polis (negara kota). Ungkapan negara adalah persekutuan hidup
politis sesungguhnya mengandung beberapa hal penting yang perlu
dipikirkan”17, seperti tujuan dan arti negara bagi masyarakat.
“Timbulnya suatu negara tidak akan terlepas dari teori Contract
Social yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, John Locke dan JJ
Rousseau” .18
Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat
yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan bersama
yang melayani mereka (anggapan Hobbes, Locke dan Rousseau
yang mendasarkan pembentukan negara atas suatu perjanjian antara
anggota masyarakat biasanya disebut teori perjanjian masyarakat).
Kemudian rakyat ini menyerahkan kedaulatannya kepada suatu
lembaga, person ataupun sekelompok orang yang mendapat amanat
untuk menjalankan kedaulatan tersebut.
Menurut Utrecht tentang perbandingan antara Thomas
Hobbes, Jean Jacqueas Rousseau dan John Locke bahwa Walaupun
tak berlainan masing-masing Hobbes, Locke dan Rosseau. Mereka
mempunyai anggapan tentang pembentukan negara dan adanya
negara itu. Menurut anggapan ketiga ahli tersebut pembentukan
adanya negara itu disusun atas suatu perjanjian sosial, kesimpulan-
17Ibid., 18M. Solly Lubis, Op.Cit., hlm. 35.
15
kesimpulan yang mereka tarik tentang sifat negara sangat
berlainan.19
Menurut Hobbes yang mengemukakan:
Negara itu bersifat totaliter, Negara itu diberi kekuatan tidak
terbatas (Absolut). Menurut Locke negara itu selayaknya
bersifat kerajaan konstitusionil yang memberi jaminan
mengenai hak-hak dan kebebasan kebebasan pokok manusia
(ingat: life, liberty, healthy dan property). Rousseau
beranggapan bahwa negara bersifat suatu perwakilan rakyat,
dan negara itu selayaknya negara demokrasi yakni yang
berdaulat adalah rakyat.20
2. Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat Setelah Negara Berdiri.
“Atas dasar tersebut maka lahirlah teori demokrasi
representatif”21. Karena pada saat ini tidak mungkin semua rakyat
berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat.
Direct democracy adalah suatu bentuk pemerintahan
dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Sifat
langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan
secara efektif karena berlangsung dalam suatu kondisi yang
sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan
sekitarnya). Serta jumlah penduduk sedikit (300.000
penduduk dalam suatu negara kota). Lagipula ketentuan–
ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara
yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil dari
penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian
dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku.22
Karena faktor populasi penduduk yang tidak
memungkinkan dilakukan pada satu tempat dan pada suatu saat,
19Ibid., hlm. 35. 20Ibid. 21Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya
di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 70 22Miriam Budiarjo, Op. Cit., hlm. 54.
16
sehingga harus dicari pemecahan masalahnya. Muncullah konsep
demokrasi Perwakilan Rakyat atau yang sering lebih disebut
sebagai demokrasi representatif. Akhirnya demokrasi representatif
ini hampir dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.
Apabila dilihat pada saat zaman Yunani telah berlaku
pemerintahan yang berdasarkan rakyat (demokrasi), dan akhirnya
berjalan tidak baik. Sehingga pada awalnya demokrasi dikritik oleh
para pemikir-pemikir Yunani seperti Plato, “Socrates” dan
“Aristoteles”.
3. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara modern
Setelah runtuhnya peradaban Yunani maka pada saat itu.
Muncullah peradaban Romawi yang membuat suatu konsep baru
yaitu munculnya Senat sebagai perwakilan berfungsi sebagai
pengawas dan Caesar sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan
perwakilan rakyat dibidang pemerintahan. Setelah Romawi runtuh
maka muncul negara-negara monarki yang menjadikan satu orang
(raja) sebagai pusat dari pemerintahan, sehingga dapat diartikan
bahwa wakil rakyat adalah raja. Penyerahan kewenangan
mengatasnamakan rakyat dari rakyat ke lembaga negara. Dan
kemudian lembaga negara mempunyai otoritas untuk memerintah
rakyat merupakan suatu hal yang terjadi dalam proses politik
dinegara manapun. Menurut Robert Paul Wolf peran lembaga
negara yang mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai ”suatu
17
kelompok orang yang mempunyai otoritas tertinggi dalam wilayah
tertentu terhadap penduduk tertentu”.23
c. Teori peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan itu sendiri merupakan salah
satu dari bentuk norma hukum. Dalam literatur hukum dan perundang-
undangan, secara umum terdapat tiga (3) macam norma hukum yang
merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan hukum, yaitu:
1. keputusan normatif yang bersifat mengatur (regeling);
2. keputusan normatif yang bersifat penetapan administrasi
(beschikking);
3. keputusan normatif yang disebut vonnis. Selain ketiga
bentuk produk hukum diatas, juga ada bentuk peraturan
yang dinamakan “beleids regels” (policy rules) ini
biasanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
menjadi peraturan kebijaksanaan, yang sering disebut
sebagai quasi peraturan.24
Kemudian menurut Sajipto Raharjo, peraturan perundang-
undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat umum dan komprehensif yang merupakan
kebalikan dari sifat-sifat khusus dan terbatas.
2. Bersifat universal. Artinya, dibentuk untuk menghadapi
peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas
bentuk konkretnya. Oleh karena itu, tidak dapat
dirumuskan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa tertentu
saja.
3. Lazimnya bagi suatu peraturan perundang-undangan
mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.25
Menurut Burkhardt Krems, bahwa: “salah satu bagian besar
dari ilmu perundang-undangan yaitu adalah teori perundang-undangan
23Miriam Budiarjo, Op. Cit., hlm. 56. 24Jimly Asshiddiqie, Perihal Undag-Undang, Konstitusi Press dan PT Syaami Cipta
Media, Jakarta, 2006, hlm.1. 25Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum¸ PT Citra Aditya, Bandung, 2004, hlm. 25.
18
(Gestzgebungstheorie) yang berorientasi pada mencari kejelasam dan
kejernihan makna atau pengertian yang bersifat kognitif”.26 Proses
kejelasan dan kejernihan makna dari suatu peraturan perundang-
undangan dipengaruhi oleh proses pembentukan peraturan perundang-
undangan pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan
salah satu proses pembangunan hukum, di samping penerapan,
penegakan hukum, dan pemahaman mengenai hukum. Sebagaimana
diketahui bersama bahwa pembangunan hukum yang dilaksanakan
secara komprehensif mencakup subtansi hukum atau disebut isi dari
peraturan perundangan-undangan.
d. Teori pembentukan peraturan
Peraturan Perundang-undangan merupakan salah satu produk
hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki
efektivitas dalam hal pengenaan sanksi, dalam pembentukannya harus
memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti
inilah yang dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis dari suatu
Peraturan Perundang-undangan.
Persyaratan yuridis yang dimaksud di sini adalah:27
1) Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang. Artinya suatu
Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau
badan yang mempunyai wewenang untuk itu. Kalau persyaratan ini
tidak diindahkan maka menjadikan suatu Peraturan Perundang-
undangan itu batal demi hukum (van rechtswegenietig). Adanya
kesesuaian bentuk/jenis Peraturan Perundang-undangan dengan
26Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta,
2007, hlm.3. 27Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia,
Jakarta; Konstitusi Press, 2014, hlm. 27
19
materi muatan yang akan diatur. Ketidaksesuaian bentuk/jenis ini
dapat menjadi alasan untuk membatalkan Peraturan Perundang-
undangan yang dimaksud. Misalnya kalau di dalam UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegasakan bahwa
suatu ketentuan akan dilaksanakan dengan Undang Undang, maka
hanya dalam bentuk Undang-Undang-lah itu harus diatur.
2) Adanya prosedur dan atata cara pembentukan yang telah
ditentukan. Pembentukan suatu Peraturan Perundang-undangan
harus melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan.
Misalnya suatu Rancangan Undang Undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama, Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah
mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam rangka pengundangannya juga harus ditentukan tata
caranya, misalnya Undang-Undang diundangkan dalam Lembaran
Negara, agar mempunyai kekuatan mengikat.
3) Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya. Sesuai dengan pandangan stufenbau
theory, Peraturan Perundangundangan mengandung norma-norma
hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm
(norma dasar) bagi Peraturan Perundangundangan yang lebih
rendah tingkatannya. Oleh sebab itu Peraturan Perundangundangan
yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh melanggar kaidah
hukum yang terdapat di dalam Perauran Perundang undangan yang
lebih tinggi tingkatannya.
Selain landasan filosois, sosiologis dan yuridis masih terdapat
landasan lain, yaitu landasan teknik perancangan. Landasan yang
terakhir ini tidak boleh diabaikan dalam membuat Peraturan
Perundang-undangan yang baik karena berkaitan erat dengan hal-hal
yang menyangkut kejelasan perumusan, konsistensi dalam
mempergunakan peristilahan atau sistematika dan penggunaan bahasa
yang jelas. Penggunaan landasan ini diarahkan kepada kemampuan
person atau lembaga dalam merepresentasikan tuntutan dan dukungan
ke dalam produk hukum yang tertulis, yakni Peraturan Perundang-
undangan.
20
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto sebagaimana
dikutip oleh Bayu Dwi Anggono, memperkenalkan enam asas Undang
Undang, yaitu:
a. Undang-Undang tidak berlaku surut;
b. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih
tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
c. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan
Undang-Undang yang bersifat umum (Lex specialis
derogat lex generalis).
d. Undang-Undang yang berlaku belakangan membatalkan
Undang-Undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore
derogat lex priori);
e. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat, dan
f. Undang-Undang sebagai sarana untuk semaksimal
mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan
materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).28
Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.29
28Ibid., hlm. 28 29Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
21
Sedangkan di dalam materi sebuah undang-undang menurut
Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, materi
muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.30
Menurut Paul Scholten, bahwa: “asas-asas hukum dan asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut
bukanlah sebuah aturan hukum (rechtregel). Untuk dapat dikatakan
sebagai aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum
sehingga ia atau sama sekali tidak atau terlalu banyak bicara (of niet of
veel to veel zeide)”. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlah
hukum, namun hukum tidak akan dapat dimengeti tanpa asas-asas
tersebut.31
Menurut Sudikno merokusumo, asas hukum atau prinsip
hukum bukanlah peraturan hukum hukum konkret, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari peraturan konkret yang terdapat dalam dan dibelakang
30Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan 31A Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggara
Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi
Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV, Disertasi, Jakarta; Fakultas Pascasarjana
Universitas Indonesia, 1990, hlm. 304.
22
setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan
dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari peraturan
yang konkret tersebut.32
b. Kerangka Konseptual
Untuk dapat memahami maksud yang terkandung dalam penulisan
skripsi ini terlebih dahulu haruslah diketahui pengertian dari judul skripsi
ini:
1. Pembentukan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembentukan
adalah proses, cara, perbuatan membentuk.33
2. Peraturan DPRD
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015.
2. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di
provinsi/kabupaten/kota di Indonesia. DPRD disebutkan dalam
Pembukaan Undang-Undnag Dasar 1945 Pasal 18 Ayat (3) ialah,
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki
32Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik,
Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm.
20 33http://kbbi.web.id//atur, tanggal akses 20 Oktober 2020.
23
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilh
melalui pemilihan umum”. Disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2004 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
(MD3) Pasal 314 menyebutkan, “DPRD Provinsi terdiri atas anggota
partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui
pemuilihan umum”. Selanjutnya, dalam Pasal 315 disebutkan
“DPRD Provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
provinsi”.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2018
Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Jambi, Pasal 1 angka 2 dituliskan bahwa, “Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Jambi yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”
E. Tinjaun Pustaka
Dalam kajian pustaka, penyusun akan memaparkan tentang beberapa
skripsi yang membicarakan mekanisme pembentukan peraturan DPRD
ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPRD di DPRD Provinsi Jambi tersebut di antaranya:
24
1. Tesis Anindita Dwi Hapsari 34,
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Legislasi
DPRD Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Tentang
Pembentukan Perda Kota Tegal Periode 2014-2019). Penelitian ini
merupakan penelitian (field resarch), bersifat deskriptif analitik dan
menggunakan pendekatan psikoanalis dan normatif, yaitu penelitian yang
langsung berhubungan dengan objek yang diteliti untuk memperoleh
keterangan tentang pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota Tegal dalam
pembentukan peraturan daerah.
Hasil pembahasannya, yaitu berdasarkan penelitian ini diperoleh
hasil bahwa DPRD Kota Tegal belum dapat menjalankan fungsi
legislasinya dengan optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan minimnya
usulan/inisiatif rancangan peraturan daerah Kota Tegal yang berasal dari
DPRD pada periode 2009-2014 serta periode 2014-2019. Serta
perbandingan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota Tegal dengan
DPRD di beberapa daerah lainnya pun sama belum dapat dilaksanakan
dengan optimal. Selama ini fungsi legislasi sering dilaksanakan dalam
mekanisme konvensional yang masih cenderung mirip dengan apa yang
dilakukan sebelum pelaksanaan otonomi luas, yaitu bergerak pasif. Dalam
pembentukan perda Kota Tegal, DPRD sudah berpedoman pada Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
34Anindita Dwi Hapsari. “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Dalam Pembentukan
Peraturan Daerah (Studi Tentang Pembentukan Perda Kota Tegal Periode 2014-2019). Tesis
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. 2018.
25
Perundang-Undangan, namun sangat disayangkan DPRD Kota Tegal
belum mempunyai perda tersendiri untuk mengatur produk hukum
daerahnya (Perda tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah) dan
kendala lainnya adalah dalam proses pembentukan perda, DPRD Kota
Tegal belum melibatkan masyarakat Kota Tegal dalam penyusunan dan
pembahasan rancangan peraturan daerah hingga ditetapkan menjadi perda.
2. Skripsi Andi Bau Inggit AR35,
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang berjudul
“Tinjauan Yuridis Terhadap Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulukumba”. Metode Penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian normatif dan empiris
(socio_legalresearch) yaitu meneliti norma-norma hukum dan
pelaksanaan norma-norma tersebut di lapangan. Berlokasi di Kantor
Teknik DPRD Bulukumba dan Kantor Gubernur Prov. Sulsel, penarikan
sampel yang digunakan adalah purpossive, data yang diperoleh dianalisis
dan disajikan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa a) mekanisme pelaksanaan
penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tidak berjalan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor
16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang
Peraturan Tata Tertib DPRD yang menjadi peraturan dasarnya, yakni
waktu pemberlakuan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang
35Andi Bau Inggit AR. “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyusunan Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulukumba”. Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin, Makassar. 2012.
26
terlambat, yakni sudah lebih dari 60 hari sesuai ketentuan Pasal 118 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, dan ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 bahwa sebelum Rancangan Peraturan
Tata Tertib DPRD Bulukumba ditetapkan, terlebih dahulu dikonsultasikan
kepada Gubernur. Namun dari hasil penelitian penulis, ternyata surat
DPRD Bulukumba kepada Gubernur Cq. Biro Hukum & HAM untuk
berkonsultasi dengan gubernur tidak terdaftar dalam buku registrasi Biro
Hukum dan HAM Setda Prov. Sulsel. Dengan demikian Peraturan Tata
Tertib DPRD Bulukumba tidak memenuhi syarat formil Penyusunan
Peraturan Tata Tertib DPRD sebagaimana ketentuan yang diatur oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. 2) materi muatan Peraturan
Tata Tertib DPRD Bulukumba No. 03/KPTS-DPRD-BK/VII/2010 yang
telah dianalisis dan ternyata belum sepenuhnya sesuai dengan materi
muatan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 yang merupakan
peraturan dasarnya, yaitu antara lain: soal kuorum; tugas dan wewenang
DPRD yang mengalami pengurangan dan penambahan; dan lain-lain.
Saran dari penulis Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang ada
sebaiknya segera disesuaikan kembali dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2010 dan dikonsultasikan kepada gubernur terlebih
dahulu sebelum ditetapkan.
27
3. Skripsi Shella Novelinna 36,
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Jambi yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan
Daerah Oleh DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah”.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan induktif. Waktu dalam penelitian yang akan dilakukan adalah
3 bulan, dimulai pada bulan Maret sampai bulan Mei 2016. Lokasi
penelitian ini adalah di kantor DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
dengan pertimbangan bahwa DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
adalah lembaga yang memiliki legalitas yang dijamin undang-undang
untuk membuat peraturan daerah.
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa 1)
pembentukan perda di Kabupaten Tanjung Jabung Barat didasarkan pada
keputusan DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor
188.4/Kep.08/DPRD/2015 tentang persetujuan terhadap rancangan
program pembentukan perda inisiatif DPRD Kabupaten Tanjung Jabung
Barat Tahun 2015. Raperda dapat diajukan oleh DPRD maupun bupati
yang dibahas melalui dua tingkat pembicaraan yang dilakukan oleh DPRD
bersama bupati, dan apabila perda itu disetujui oleh DPRD dan bupati
maka akan disampaikan kepada pimpinan DPRD untuk dilakukan
penetapan; 2) Bupati Kabupaten Tanjung Jabung Barat dalam
36Shella Novellina. ““Pelaksanaan Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Oleh DPRD
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah”. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Jambi. 2016.
28
melaksanakan penyusunan perda tahun 2015 sudah benar menurut aturan
yang berlaku, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dimana
pemerintah daerah tidak sama sekali menggunakan hak inisiatifnya dalam
pembentukan perda karena Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah
pemerintahan baru yang diama pembentukan pemerintahan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat tahun 2012 sehingga peraturan yang berlaku di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat itu hanya berupa Peraturan Bupati
dan/atau Keputusan Bupati. Akan tetapi kinerja DPRD Kota Palu dalam
proses pembuatan Rancangan Peraturan Daerah belum berjalan dengan
baik, karena dari 5 aspek yang digunakan dilapangan menjadi pisau
analisis, hanya 1 aspek yang berjalan dengan baik yaitu aspek
responsibilitas. 4 aspek yang belum berjalan dengan baik yaitu,
Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsibilitas dan Akuntabilitas. Pada
tahun 2015 dari raperda yang telah dibahas bersama antara pemerintah
daerah dan DPRD cukup banyak yang berasal dari inisiatif pemerintah
daerah. Hambatan yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan penyusunan
dan penetapan peraturan daerah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di
antaranya adalah kurang memiliki keahlian dalam penyusunan peraturan
daerah dikarenakan latar belakang dari staf ahli pemerintahan daerah yang
berbeda-beda, kurangnya koordinasi dalam mengkaji dan mengevaluasi
daftar tunggu raperdayang sudah ada di pemerintah daerah.
Berdasarkan dari ketiga penelitian di atas, menunjukkan bahwa
penelitian tentang “pembentukan peraturan DPRD pasca berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
29
Penyusunan Tata Tertib DPRD di DPRD Provinsi Jambi”, belum pernah
dilakukan sebelumnya. Dalam skripsi ini penyusun menekankan
membahas mengenai praktik mekanisme pembentukan Peraturan DPRD
pada DPRD Provinsi Jambi sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2018 dan kelemahan dari materi muatan dan praktik
pembentukan peraturan DPRD Provinsi Jambi sesudah berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Jadi, penelitian ini belum
pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian
ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
30
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Yuridis Empiris. Untuk tipe penelitian yuridis empiris, menurut Bahder
Johan Nasution, yang mengemukakan:
hal ini merupakan ciri atau karakter penelitian ilmu hukum empiris
yang secara lengkap ciri atau karakter utama dari penelitian hukum
empiris tersebut meliputi:
(a) Pendekatannya pendekatan empiris
(b) Dimulai dengan pengumpulan fakta-fakta sosial/fakta hukum
(c) Pada umumnya menggunakan hipotesis untuk diuji
(d) Menggunakan instrumen penelitian (wawancara, kuesioner)
(e) Analisisnya kualitatif, kuantitatif atau gabungan keduanya
(f) Teorinya kebenarannya korespondensi
(g) Bebas nilai, maksudnya tidak boleh dipengaruhi oleh subyek
peneliti, sebab menurut pandangan penganut ilmu hukum
empiris kebebasan subyek sebagai manusia yang mempunyai
perasaan dan keinginan pribadi, sering tidak rasional sehingga
sering terjadi manipulasi, oleh karena itu ilmu hukum harus
bebas nilai dalam arti pengkajian terhadap ilmu hukum tidak
boleh tergantung atau dipengaruhi oleh penilaian pribadi dari
peneliti.37
Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau perundang-
undangan. Sedangkan Empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada
dalam mekanisme pembentukan peraturan DPRD ditinjau dari Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib DPRD di DPRD Provinsi Jambi.
37Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008,
hlm. 124-125.
30
31
B. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang disajikan oleh penyusun meliputi data primer dan sekunder.
b. Sumber data
Di mana data-data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data
primer diperoleh penyusun dari penelitian di DPRD Provinsi Jambi.
Data sekunder berupa dokumen-dokumen tertulis, undang-undang,
dan literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
peneliti sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber data
primer dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara dengan
pimpinan DPRD, pimpinan Banperda, pimpinan Komisi dan
Sekretaris Dewan DPRD Provinsi Jambi yang menyangkut
dengan tema penelitian dalam penyusunan skripsi ini, serta dari
dokumen-dokumen yang dibutuhkan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitian. Yang
berupa dokumen-dokumen tertulis, undang-undang, dan literatur-
literatur yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
32
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Ciri utama
wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara pencari
informasi dan sumber informasi. Dalam wawancara sudah disiapkan
berbagai macam pertanyaan-pertanyaan tetapi muncul berbagai
pertanyaan lain saat meneliti.
Melalui wawancara inilah peneliti menggali data, informasi, dan
kerangka keterangan dari subyek penelitian. Teknik wawancara yang
dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang
dilontarkan tidak terpaku pada pedoman wawancara dan dapat
diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan. Wawancara dilakukan kepada informan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Pimpinan DPRD
2. Pimpinan Banperda
3. Pimpinan Komisi
4. Sekretaris Dewan.
33
2. Observasi
Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka
mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian
melalui proses pengamatan langsung di lapangan. Peneliti berada
ditempat itu, untuk mendapatkan bukti-bukti yang valid dalam laporan
yang akan diajukan. Observasi adalah metode pengumpulan data
dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka
saksikan selama penelitian.
Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis observasi non
partisipan, yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan
objek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut serta secara langsung.
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengamati
suatu fenomena yang ada dan terjadi. Observasi yang dilakukan
diharapkan dapat memperoleh data yang sesuai atau relevan dengan
topik penelitian. Hal yang akan diamati yaitu sidang pleno dan
paripurna DPRD Provinsi Jambi. Observasi yang dilakukan, penelitian
berada di lokasi tersebut dan membawa lembar observasi yang sudah
dibuat.
D. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data. Beberapa tahapan model analisis
34
interaktif melalui empat tahap, yakni pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan:
1. Pengumpulan data (data colection)
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek,
yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami
yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami
sendiri oleh penelitian tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari
peneliti tentang fenomena yang dijumpai.38
Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan,
komentar tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan
merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
Untuk mendapatkan catatan ini peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa informan.
2. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan
abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi,
membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan ke
pola-pola dengan membuat transkip, penelitian untuk mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuat bagian yang tidak penting
dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.39
38Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,
2015, hlm. 145. 39Ibid.
35
Data yang berasal dari hasil wawancara dengan subyek penelitian
dan dokumentasi yang didapat akan diseleksi oleh peneliti. Kumpulan
data akan dipilih dan dikategorikan sebagai data yang relevan dan data
yang mentah. Data yang mentah dipilih kembali dan data yang relevan
sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian akan disiapkan
untuk proses penyajian data.
3. Penyajian Data (data display)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Agar sajian data tidak menyimpang dari pokok permasalahan
maka sajian data dapat diwujudkan dalam bentuk matrik, grafis,
jaringan atau bagan sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang
terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.40
4. Penarikan kesimpulan (conclusion)
Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat
atau proporsi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara
melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan
agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan agar data
40Ibid.
36
yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas
sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.41
Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif yaitu data yang
tersedia baik primer maupun data sekunder yang dikumpulkan. Hasil yang
diperoleh ini disajikan dalam bentuk deskriptif menggambarkan sesuatu
kenyataan yang terjadi mengenai mekanisme pembentukan peraturan
DPRD ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD di DPRD Provinsi Jambi.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
hal yang akan penyusun bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan
isi penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I berisi pendahuluan. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB II Metode penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data,
Teknik pengumpulan data, dan Teknik analisis data
BAB III dijelaskan mengenai gambaran umum DPRD Provinsi Jambi.
BAB IV Bab ini berisikan uraian dari perumusan masalah yang ada pada
bab sebelumnya. Di dalam bab ini diuraikan mengenai
implementasi mekanisme pembentukan peraturan DPRD Provinsi
41Ibid.
37
Jambi dan kendala yang dihadapi dalam pembentukan peraturan
DPRD Provinsi Jambi.
BAB V Menguraikan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
menguraikan pokok-pokok pembahasan dari skripsi yang ditulis
sekaligus jawaban tentang permasalahan yang diajukan dalam
skripsi ini serta kritik dan saran yang diperlukan berkaitan dengan
skripsi ini.
38
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG DPRD PROVINSI JAMBI
A. Tinjauan Umum Tentang DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 sebagaimana diperbarui dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah juga dijelaskan bahwa DPRD berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Untuk wilayah provinsi
maka disebut DPRD provinsi dan untuk wilayah kabupaten/kota maka disebut
dengan DPRD kabupaten/kota.
Susunan DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Adapun alat kelengkapan DPRD
terdiri atas ; pimpinan, Badan musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah,
Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat kelengkapan lainnya yang
diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya,
maka alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat yang berasal dari pegawai
negeri sipil (PNS). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai fungsi:
a. Legislasi, merupakan fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah
bersama kepala daerah.
38
39
b. Anggaran, merupakan fungsi DPRD yang bersama-sama dengan
pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.
c. Pengawasan, merupakan fungsi DPRD untuk melaksananakan
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan
keputusan kepala daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah
daerah.
Selain itu, adapun tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah meliputi:42
a. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapatkan persetujuan bersama;
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh
kepala daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD
42Pasal 317 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
40
provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjaasama antar daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD sebagaimana diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk
melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada DPRD diberikan diberikan
41
beberapa hak dan kewajiban. Hak DPRD dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya antara lain:43
a. Hak Interpelasi, merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan kepada
kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bernegara;
b. Hak Angket, merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan
terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, negara yang diduga
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Hak menyatakan pendapat, merupakan hak DPRD untuk menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah daerah mengenai kejadian luar
biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
Sementara itu bagi setiap anggota DPRD diberikan hak-hak sebagai
berikut:44
a. Mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Menyampaikan usul dan pendapat;
d. Memilih dan dipilih;
e. Membela diri
43Pasal 322 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah 44Pasal 323 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
42
f. Imunitas
g. Mengikuti orientasi dan pendalaman tugas
h. Protokoler
i. Keuangan dan administratif.
Adapun kewajiban bagi anggota DPRD antara lain:45
a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila;
b. Melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan;
e. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
f. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
g. Manaati tata tertib dan kode etik;
h. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga
lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
i. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
keunjungan kerja secara berkala;
j. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan
masyarakat;
45Pasal 324 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
43
k. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya.
Pengawasan DPRD melingkupi pengawasan terhadap pelaksanaan
Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. Bukan hanya
itu, sebagai bagian dari pemerintahan daerah, DPRD sesungguhnya juga
bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap layanan publik.
Tugas DPRD berkaitan dengan fungsi pengawasan pertama sebagai
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan walikota/bupati, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah dan kerjasama internasional, kedua Meminta laporan keterangan
pertanggungjawaban bupati/walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi,
ketiga DPRD berwenang meminta pejabat negara tingkat kabupaten/kota,
pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, dan warga masyarakat
untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi
kepentingan bangsa dan negara.
Fungsi pengawasan sebagai agenda kerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dapat memberikan perhatian khususnya dalam mengawasi pencapaian
target retribusi pasar dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pengawasan ini dapat dibagi dalam tiga bentuk pengawasan, sesuai dengan
kebutuhan dan tujuannya yakni:
44
a. Preliminary Control,
Preliminary Pengawasan anggota DPRD pada saat pembahasan anggaran.
Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD sangat diharapkan
perannya dalam meneliti setiap usulan anggaran khususnya dari penyedia
layanan publik, baik dari sisi harga layanan, output maupun outcomes dari
setiap jenis layanan. Sangat diharapkan anggota DPRD melakukan
pengawasan sejak tahap perencanaan. yang dibuat oleh pihak eksekutif.
Dan dari alokasi anggaran untuk pelayanan publik juga bisa diketahui
apakah pemerintah daerah akan memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat secara memadai atau tidak.
b. Interim Control,
Interim control yaitu untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai
standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama
pelayanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa
diarahkan terhadap pelaksanaan anggaran atas layanan publik atau masa
perjalannya sebuah peraturan.
c. Post Control,
Post Control memastikan layanan publik berjalan sesuai harapan, juga
diperuntukkan atas evaluasi terhadap target yang direncanakan.
Pengawasan diharapkan akan menghasilkan rekomendasi
mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas layanan.
Ada beberapa kemungkinan tindak lanjut yang bisa dilakukan oleh
anggota DPRD berdasarkan hasil-hasil pengawasan:
45
a). Tindakan perbaikan, baik secara adminsitrasi, rencana strategis, maupun
pembuatan raperda baru.
b). Tindakan penghentian proyek maupun program. Namun demikian
tindakan tersebut tetap disertai dengan rekomendasi pengusulan
perbaikan regulasi
c). Tindak lanjut berupa tindakan hukum. Khusus untuk tindak lanjut secara
hukum ini DPRD harus menyerahkan otoritas secara penuh pada otoritas
yang berwenang yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan atau kepala
lembaga-lembaga/komisi pelayanan publik bagi daerah yang memiliki
lembaga ombudsman atau Komisi Pelayanan Publik,
d). Menggunakan Hak ‘’Tindakan Politik’’ DPRD. DPRD sesungguhnya
memiliki hak legal yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai
tindakan politik dalam mengukur kinerja pemerintah daerah. Bahkan
tindakan politik tersebut bisa berimplikasi terhadap tindakan penegakan
hukum.
B. Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi dan DPRD Provinsi Jambi
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya
Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda
menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan
sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie.
Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan
46
Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan
pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.46
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada
tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan
Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Tanggal
17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera
disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan
Medan sebagai ibukotanya dan Mr. Teuku Muhammad Hasan ditunjuk
memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera
bersidang di Bukittinggi memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub
Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat,
Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera
Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan
dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan
Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari
Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10 tahun
1948 ditetapkan sebagai Provinsi.47
Dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 Kabupaten dan
46Sekretaris DPRD Provinsi Jambi, Sejarah Berdirinya DPRD Provinsi Jambi, Profil
Daerah. DPRD Provinsi Jambi Tahun 2021. 47Ibid.
47
1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten
Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko
dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota,
dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang
ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian
lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu,
Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal
1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan
ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir
Selatan dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat
dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari
(HP. MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10
April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di
Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat
kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-
Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga orang delegasi
yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat
delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. Dr. Mr
Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan
parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
48
Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni
1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi
bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan
memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957
mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi
Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957.
Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi
menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi
yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari
Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah
Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi
Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari
1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad
Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai Acting Gubernur
dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff
11 orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap,
Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik
dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS.
tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi
Jambi di halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).
49
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya
menandatangani di Denpasar Bali. Undang-Undang Darurat Nomor 19 tahun
1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan
Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 Undang-Undang
Darurat Nomor 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera
Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (Undang-Undang tahun 1957
Nomor 75) sebagai Undang-undang.48
Dalam Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1
hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup
wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja
Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tersebut pada
tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan
menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend
DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi
dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember
1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung
Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di
tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian Undang-Undang Nomor 61
tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya
oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6
Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana
48Ibid., hlm. 3.
50
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970
tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.49
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial
sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut:50
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah:
a. O.L. Helfrich (1906-1908)
b. A.J.N Engelemberg (1908-1910)
c. Th. A.L. Heyting (1910-1913)
d. AL. Kamerling (1913-1915)
e. H.E.C. Quast (1915 – 1918)
f. H.L.C Petri (1918-1923)
g. Poortman (1923-1925)
h. G.J. Van Dongen (1925-1927)
i. H.E.K Ezerman (1927-1928)
j. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
k. W.S. Teinbuch (1931-1933)
l. Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
m. M.J. Ruyschaver (1936-1940)
n. Reuvers (1940-1942)
o. Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi
Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Residen Jambi:
49Ibid., hlm. 4. 50Ibid., hlm. 5.
51
a. Dr. Segaf Yahya (1945)
b. R. Inu Kertapati (1945-1950)
c. Bachsan (1950-1953)
d. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
e. R. Sudono (1954-1955)
f. Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
g. 6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi
Propinsi
h. 8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di
kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan
propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli
1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang
Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut
dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
Masa Provinsi Jambi
Gubernur Jambi:
a. 1957-1967 : M. Joesoef Singedekane
b. 1967-1968 : H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur)
c. 1968-1974 : R.M. Noer Atmadibrata
d. 1974-1979 : Djamaluddin Tambunan, SH
e. 1979 : Edy Sabara (Pejabat Gubernur)
f. 1979-1989 : 1. Masjchun Sofwan, SH (Gubernur Jambi)
i. Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
52
g. 1989-1999 : 1. Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Gubernur Jambi)
1. Musa (Wakil Gubernur)
2. Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
h. 1999-2005 : 1. Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (Gubernur Jambi)
1. Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur)
2. Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
i. 2005 : DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur)
j. 2005-2010 : 1. Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (Gubernur Jambi)
Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil Gubernur)
k. 2010-2015 : 1. Drs. H. Hasan Basri Agus, MM (Gubernur Jambi)
Drs. H. Fachrori Umar, M.Hum (Wakil Gubernur)
l. 2015-2016 : Dr. Ir. H. Irman, M.Si (Pejabat Gubernur)
m. 2016-Sekarang: 1. H. Zumi Zola ZUlkifli STP MA (Gubernur
Jambi)
2. Dr. Drs. H. Fachrori Umar, M.Hum (Wakil
Gubernur 2016-2021)
Ketua DPRDP, DPRDGR, DPRD Provinsi Jambi
a. H Hanafie (Ketua DPRDP) 1958-1958
b. H.A Moerad Alwie (Ketua DPRDP) 1958-1960
c. HM. Saleh Yasin (Ketua DPRDGR) 1961-1967
d. Drs. Rd. Ismail Mahmud (Ketua DPRD) 1968-1971
e. Kol. Pol (Purn) M Thaher (Ketua DPRD) 1972-1977
f. Kol. Pol (Purn) Kms. A. Roni (Ketua DPRD) 1977-1982
53
g. Kol. TNI (Purn) Supomo (Ketua DPRD) 1982-1987
h. Kol. TNI (Purn) M. Syukur (Ketua DPRD) 1987-1997
i. Brigjen TNI (Purn) M. Chaerun (Ketua DPRD) 1997-1999
j. Ir. H. Nasrun Arbain, Msi (Ketua DPRD) 1999-2004
k. H. Zoerman Manap (Ketua DPRD) 2004-2009
l. Effendi Hatta SE (Ketua DPRD) 2009-2014
m. Ir. H. Cornelis Buston (Ketua DPRD) 2014-Sekarang
Sekretaris DPRD Provinsi Jambi
a. Drs. H. Ibrahim Lakoni (1972-1990)
b. Drs. Lukman Hakim, SAID (1990-2000)
c. Dra. Hj. Rosmeli, Msi (2000-2009)
d. Dra. Emi Nopisah, MM (2009-sekarang)
C. Profil DPRD Provinsi Jambi
1. Deskripsi DPRD Provinsi Jambi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi (disingkat DPRD
Provinsi Jambi) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur Pemerintahan Daerah di Provinsi Jambi. DPRD
Provinsi Jambi beranggotakan 55 orang yang dipilih melalui pemilihan
umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Provinsi Jambi terdiri dari
1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik dengan jumlah
kursi terbanyak. Anggota DPRD Jambi yang sedang menjabat saat ini
54
adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 9 September 2019 oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Jambi, Edy Pramono di Gedung DPRD Provinsi Jambi.51
2. Komposisi Anggota DPRD Provinsi Jambi
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Jambi dalam empat periode
terakhir.
Tabel 1
Jumlah Partai Politik dan Perolehan Kursi DPRD Provinsi Jambi
Partai Politik
Jumlah Kursi dalam Periode
2004-2009 2009-2014 2014-2019 2019-2024
PNIM
1 ▼ 0
PKPB
4 ▼ 0
PBR
2 ▼ 1
PBB
0 1 1 ▼ 0
PPP
4 ▼ 3 4 ▼ 3
PKS
3 3 3 5
PKB
4 ▼ 2 6 ▼ 5
PAN
8 8 ▼ 5 7
Demokrat 2 8 9 ▼ 7
PDI Perjuangan
6 ▼ 5 7 9
Golkar
11 ▼ 7 8 ▼ 7
Hanura
(baru) 5 ▼ 3 ▼ 2
Gerindra (baru) 2 6 7
NasDem (baru) 3 ▼ 2
Berkarya
(baru) 1
51Ibid., hlm. 7.
55
Jumlah Anggota 45 45 55 55
Jumlah Partai 10 11 11 11
56
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Mekanisme Pembentukan Peraturan DPRD Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018
1. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib Anggota DPRD ini ditetapkan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 132 ayat (1), Pasal 145, Pasal 186 ayat (1), dan Pasal 199
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pedoman bagi DPRD dalam penyusunan Peraturan DPRD tentang
Tata Tertib DPRD, yang esensinya ditujukan untuk meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan daerah serta memaksimalkan peran DPRD
dalam mengembangkan check and balance antara DPRD dan Pemerintah
Daerah.52
Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018
menyebutkan pengertian bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, terdapat pengaturan
mengenai tata tertib anggota DPRD sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib
52Asmawi, Jurnal Cita Hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dalam
Perundang-Undangan Pemerintahan Daerah Dan Lembaga Legislatif Daerah, Volume 1 No. 1
Juni 2014, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
56
57
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Adapun
yang dimaksud dengan tata tertib dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, “Tata Tertib DPRD adalah peraturan
yang ditetapkan oleh DPRD yang berlaku di lingkungan internal DPRD
provinsi dan kabupaten/ kota”. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai legislatif daerah, DPRD memiliki alat kelengkapan. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 alat
kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. Pimpinan DPRD;
b. badan musyawarah;
c. komisi;
d. Bapemperda;
e. Badan anggaran;
f. Badan kehormatan; dan
g. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk berdasarkan
rapat paripurna.53
Pimpinan DPRD Memiliki tugas dan wewenang sebagaimana diatur
dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, yakni:
a. memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk
diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja Pimpinan DPRD;
c. menetapkan pembagial tugas antara ketua dan wakil ketua;
d. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;
e. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/ instansi
lain;
f. menyelenggarakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan pimpinan
lembaga/ instansi vertikal lainnya;
g. mewakili DPRD di pengadilan;
h. melaksanakan keputusan DPRD tentang penetapan sanksi atau
rehabilitasi Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
53Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota
58
i. menyampaikan laporan kinerja Pimpinan DPRD dalam rapat
paripuma yang khusus diadakan untuk itu.54
DPRD mempunyai fungsi yaitu, pembentukan produk hukum berupa
peraturan daerah (Legislasi), anggaran dan pengawasan. Fungsi pembentukan
peraturan daerah dilaksanakan dengan cara membahas bersama kepala daerah
dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan peraturan daerah,
mengajukan ususl rancangan peraturan daerah, dan menyusun program
pembentukan peraturan daerah bersama kepala daerah.
Tata tertib di DPRD tidak bisa dijadikan rujukan untuk memecahkan
perbedaan penafsiran, cara pandang, pendirian atas pendapat tiap-tiap
anggota DPRD. Secara umum, pembentukan peraturan DPRD di
lingkungan DPRD meliputi tahapan perencanaan, pembahasan, dan
penyebarluasan. Dalam pembahasan ini tidak merincikan prosedur
pembinaan baik dalam fasilitasi dan evaluasi atas rancangan peraturan
daerah, prosedur penetapan, maupun prosedur pengundangannya
2. Tahapan Pembentukan Tata Tertib DPRD
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 ayat (l), Pasal 145, Pasal
186 ayat (1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota. Saat ini, telah dibentuk Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 mengatur bahwa setiap DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota wajib menyusun Peraturan DPRD tentang:
54Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota
59
a. Peraturan DPRD Tentang Peraturan Tata Tertib;
b. Peraturan DPRD Tentang Tata Beracara Badan Kehoramatan (Pasal 63);
c. Peraturan DPRD tentang Kode Etik (Pasal 126 ayat 2); dan
d. Peraturan DPRD Tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah atau Wakil Kepala Daerah Dalam Hal Terjadi Kekosongan (Pasal
24 ayat 3). Dalam implementasinya, dapat dimuat atau digabung dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD atau dibuat Peraturan DPRD yang khusus
(Peraturan DPRD tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah atau Wakil Kepala Daerah Dalam Hal Terjadi Kekosongan
Jabatan).
Persoalannya, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tidak
mengatur bagaimana mekanisme pembentukan Peraturan DPRD tersebut di
atas. Demikian pula halnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib
DPRD, (peraturan lama yang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018) tidak mengatur bagaimana mekanisme pembentukan Peraturan
DPRD.
Mekanisme pembentukan Peraturan DPRD hanya diatur dalam
Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Penyusunan Produk Hukum
Daerah yang diatur dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 yang mengatur:55
55Pasal 43-Pasal 46 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Penyusunan Produk
Hukum Daerah.
60
Pasal 43
(1) Pimpinan DPRD provinsi menyusun rancangan peraturan DPRD
provinsi.
(2) Rancangan peraturan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diajukan oleh anggota DPRD provinsi, komisi,
gabungan komisi, atau Bapemperda.
(3) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pembahasan oleh perangkat daerah pemrakarsa dengan
Bapemperda untuk harmonisasi dan sinkronisasi.
Pasal 44
(1) Rancangan peraturan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 ayat (1) merupakan peraturan DPRD yang dibentuk untuk
melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan
kewajiban DPRD.
(2) Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. peraturan DPRD tentang tata tertib;
b. peraturan DPRD tentang kode etik; dan/atau
c. peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan.
Pasal 45
(1) Pimpinan DPRD provinsi membentuk tim penyusunan rancangan
peraturan DPRD provinsi.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan
kebutuhan.
(3) Tim penyusunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
memberikan paraf koordinasi pada tiap halaman rancangan
peraturan DPRD provinsi yang telah disusun.
(4) Ketua Tim mengajukan rancangan peraturan DPRD provinsi yang
telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada pimpinan DPRD.
Pasal 46
(1) Tim penyusunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
memberikan paraf koordinasi pada tiap halaman rancangan peraturan
DPRD provinsi yang telah disusun.
(2) Ketua Tim mengajukan rancangan peraturan DPRD provinsi yang
telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada pimpinan DPRD.
61
Pelaksanaan pembentukan Peraturan DPRD sebagai bagian fungsi
legislasi DPRD mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan dari
peraturan daerah pada DPRD Provinsi Jambi adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan,
Pada tahap perencanaan ini bapemperda melakukan persuratan kepada
fraksi-fraksi untuk meminta rancangan peraturan daerah, setelah masing-
masing fraksi menyerahkan rancangan peraturan daerah yang diminta
kepada bapemperda, baru kemudian bapemperda membicarakan dan
menentukan rancangan peraturan daerah mana yang layak untuk kemudian
ditindaklanjuti menjadi usul prolegda. Selanjutnya, sebuah rancangan
peraturan daerah yang berasal dari DPRD diajukan oleh 2 fraksi +1,
adapun jumlah anggota DPRD dalam setiap fraksi beragam. Dalam
mengajukan rancangan peraturan daerah, rancangan tersebut diajukan oleh
sekurang-kurangnya 7 orang dari 2 (dua)/lebih fraksi yang berbeda. Usul
rancangan peraturan daerah diajukan pada pimpinan DPRD disertai
dengan naskah akademik, menyertakan naskah akademik merupakan suatu
keharusan dan selama ini memang dilakukan. Rancangan peraturan daerah
yang telah disampaikan pada Pimpinan DPRD, oleh Pimpinan DPRD
disampaikan kepada bapemperda untuk dilakukan pengkajian, tentu
dengan melihat naskah akademiknya dan dari hasil pengkajian itulah
kemudian ditentukan rancangan peraturan daerah yang mana yang layak
untuk diteruskan pembahasannnya.
62
2. Penyusunan, Dalam tahap penyusunan peraturan daerah ini, bapemperda
menyiapkan rancangan penyusunan peraturan daerah berdasarkan program
prioritas yang telah ditetapkan dalam prolegda. Adapun untuk rancangan
penyusunan peraturan daerah tersebut dibentuklah panitia khusus yang
akan melakukan pembahasan lebih lanjut.
3. Pembahasan, Pada tahap ini rancangan Badan Pembentukan peraturan
daerah dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan
tingkat I dan pembicaraan tingkat II, sebagaimana diatur dalam Tata Tertib
DPRD. Adapun dalam setiap tahapan rapat tersebut di atas, rapat baru
akan dimulai jika anggota DPRD yang telah hadir sudah lebih dari ½ (satu
perdua) dari jumlah anggota DPRD.
4. Penetapan/Pengesahan, Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui
bersama oleh Gubernur dan DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD.
Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh pimpinan DPRD.
5. Pengundangan, Setelah semua proses pengesahan selesai, maka saatnya
untuk peraturan daerah tersebut diundangkan dalam lembaran daerah.
Dengan demikian peraturan berlaku setelah diundangkan dalam lembaran
daerah.
B. Implementasi Pembentukan Peraturan DPRD Provinsi Jambi Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018
1. Isi Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 134 Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib
63
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, perlu
menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi.
Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata
Tertib Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Jambi ialah salah satu
produk hukum DPRD di Provinsi Jambi berupa Peraturan DPRD. Dalam
penyusunan Peraturan DPRD Provinsi Jambi di antaranya berlandaskan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, di antaranya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan peraturan perundang-
undangan lain terkait.
Dalam pembentukan Peraturan DPRD dan Produk Hukum DPRD
lainnya, Provinsi Jambi masih berpedoman dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 dan juga Pasal 83
sampai dengan Pasal 84, hal ini dikarenakan tidak adanya pengaturan khusus
dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi tentang bagaimana penyusunan
produk hukum DPRD Provinsi Jambi dalam ketentuan Peraturan DPRD
Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi.
64
DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain membentuk dan
melakukan penyusunan peraturan daerah dan produk hukum DPRD Provinsi
Jambi. Kewenangan tersebut demikian penting, sehingga diperlukan Peraturan
DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang baik, yang akan menjadi acuan bagi
DPRD dalam membentuk dan melakukan penyusunan peraturan daerah dan
produk hukum DPRD Provinsi Jambi. Peraturan DPRD tentang Tata Tertib
DPRD merupakan peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dan Pasal 132 ayat (l), Pasal
145, Pasal 186 ayat (1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. sehingga ketentuan-ketentuan Tatib DPRD ini
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut.
Menurut H. Rusli Kamal, ia mengemukakan bahwa:
Dalam Tatib DPRD Provinsi Jambi pada Peraturan DPRD Provinsi
Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Provinsi Jambi, ketentuan tersebut tidak dimuat.
Ketentuan mengenai Prolegda hanya mengenai tugas Badan Legislasi,
yaitu antara lain: Badan Legislasi Daerah bertugas menyusun
rancangan prolegda yang memuat daftar urutan dan prioritas
rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun
anggaran di lingkungan DPRD.56
56Wawancara dengan H. Rusli Kamal, Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jambi, 5
Maret 2021, pukul 10.45 Wib.
65
2. Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1
Tahun 2020
Adapun penjelasan mengenai tahapan pembentukan Peraturan DPRD
Provinsi Jambi menurut hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap
DPRD Provinsi Jambi adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Pembentukan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
Prakarsa penyusunan Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 2020
dilakukan oleh Bapemperda sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam prakteknya di DPRD
Provinsi Jambi, prakarsa penyusunan Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun
2020 dilakukan oleh Bapemperda, tidak ada penyusunannya atas
penugasan langsung oleh Pimpinan DPRD, tidak ada penugasan
terhadap Tim/Panitia Khusus.57
2. Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama.
Pertama dibahas oleh Bapemperda dan tenaga ahli kemudian
diteruskan ke Pansus kemudian difasilitasi. Mekanisme
pembahasannya melalui tingkatan:
a. Paripurna
b. Nota pengantar
c. Jawaban
d. Tanggapan dan
57Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib.
66
e. Pengambilan keputusan.58
Setelah diparaf koordinasi, mekanisme pembahasan Rancangan
Peraturan DPRD dibahas dalam pembicaraan satu tingkat (Tingkat I atau
Tingkat II:
Pembicaraan Tingkat I
a. penjelasan mengenai rancangan peraturan DPRD oleh Pimpinan
DPRD dalam rapat paripurna;
b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan keanggotaan Tim/panitia
khusus dalam rapat paripurna; dan
c. pembahasan materi rancangan peraturan DPRD oleh panitia khusus.
Pembicaraan Tingkat II (pengambilan keputusan dalam rapat paripurna)
meliputi:
a. penyampaian laporan pimpinan Tim/panitia khusus yang berisi proses
pembahasan;
b. pendapat fraksi (komisi?) atas Laporan Tim/Pansus; dan
c. permintaan persetujuan dari anggota DPRD secara lisan oleh pimpinan
rapat paripurna.
d. dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak dapat
dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
c. Penetapan dan Pengundangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
58Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib.
67
Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi Peraturan
DPRD Provinsi Jambi setelah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan ditetapkan oleh Pimpinan DPRD Provinsi Jambi. Penetapan
Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi Peraturan DPRD
Provinsi Jambi didahului dengan penyampaian oleh pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Penetapan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi
Peraturan DPRD Provinsi Jambi oleh pimpinan DPRD Provinsi Jambi
dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui
bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Implementasi Pelaksanaan Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah
Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020
Implementasi pelaksanaan tahapan pembentukan Peraturan Daerah
Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 dapat dikemukakan berdasarkan
wawancara dengan Bapak Agus Rama Selaku Ketua Bapemperda
mengemukakan:
Dalam pembentukan Peraturan DPRD di Provinsi Jambi masih
berpedoman dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 dan juga Pasal 83
sampai dengan Pasal 84, hal ini dikarenakan tidak adanya
pengaturan khusus dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi tentang
bagaimana penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi dalam
ketentuan Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020
68
tentang Tata Tertib Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Jambi.59
Hal ini senada juga dikemukakan oleh Bapak Harmain selaku Wakil
Fraksi Demokrat mengatakan:
Dalam pembentukan peraturan tata tertib ketua DPRD akan
mengirim surat kepada ketua praksi masing-masing untuk perwakilan
dari praksi-praksi untuk dapat hadir dalam proses rancangan
pembentukan peraturan tata tertib DPRD ini dan ada juga panitia
khusus (pansus) dan juga tim ahli untuk membentuk peraturan tata
tertib tersebut, Di situ lah semua tim yang terlibat menyatakan
pendapat dan pandangan mereka. Kemudian setelah di lakukan
beberapa tahap atau rapat proses pembentukan peraturan tata tertib
DPRD Prov.jambi ini, tahap selanjutnya setelah semua praksi dan
yang terlibat termasuk ketua dan wakil ketua DPRD dan semua yang
terlibat menyatakan sudah pas dan sudah sesuai barulah ditahap
selanjutnya dilanjutkan kepersidangan paripurna untuk disahkanya
peraturan tata tertib DPRD tersebut. Kendala yang kami hadapi tidak
pula rumit paling Cuma berbeda pendapat antar anggota tapi masih
bisa di atas.60
Adapun penjelasan mengenai tahapan pembentukan Peraturan DPRD
Provinsi Jambi menurut hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap
DPRD Provinsi Jambi adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Pembentukan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
Prakarsa penyusunan Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 2020
dilakukan oleh Bapemperda sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam prakteknya di DPRD
Provinsi Jambi, prakarsa penyusunan Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun
59Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib. 41Wawancara dengan Harmain, Wakil Ketua Fraksi Demokrat, DPRD Provinsi Jambi,
tanggal 8 Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib.
69
2020 dilakukan oleh Bapemperda, tidak ada penyusunannya atas
penugasan langsung oleh Pimpinan DPRD, tidak ada penugasan
terhadap Tim/Panitia Khusus.61
2. Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
Tanggapan dari Fraksi terhadap Rancangan Peraturan DPRD
Sidang Pembahasan Peraturan Tata Tertib DPRD bahwa dilakukan perlu
dilakukan perubahan terhadap Rancangan Peraturan DPRD tentang
Peraturan Tata Tertib DPRD, (disini akan dikemukakan dua fraksi saja,
untuk risalah tanggapan fraksi selengkapnya akan dilampirkan) yang
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Fraksi Kebangkitan Bangsa, menyarankan perlunya perubahan berupa;
a. Rancangan tata tertib dalam Bab 1 Ketentuan Umum, belum
dicantumkan tentang pokok-pokok pikiran, bahwa pokok-pokok
pikiran perlu mengingat arah dan kebijakan pembangunan secara
makro meningkatkan kesejahteraan masyarakat, secara mikronya
dicapai program melalui kegiatan dan hal ini yang disampaikan
oleh masyarakat (konstituensinya). Yang ironisnya pokok-pokok
pikiran muncul dalam Pasal 184 BAB XIII
b. Pasal 61, belum ditulis bagian ke enam (6) ... dan judulnya
c. Bab V Pasal 76, diusulkan/disarankan ditambah ayat (3) yang
berbunyi “perjalanan dinas sebagaiman dimaksud ayat (1) dapat
mengikutsertakan kelompok pakar/tenaga ahli’
61Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib.
70
d. Pasal 93 ayat 1-4 disarankan ditambah ayat 5 yang berbunyi
“orientasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengikutsertakan kelompok pakar/tenaga ahli”
e. Pada Bab X Pasal 151 ayat 9 kami sarankan penempatan anggota
dewan pada alat kelengkapan DPRD, bukan didasarkn
“kompensasi” tetapi konpetensi”.
f. Bab X ayat 1..3 dihilangkan kata risalah rapat atau sebagai berikut;
Ayat 1, penelaahan ... berdasarkan penyampaian pendapat atau
penyerapan aspirasi masyarakat kita melaksanakan reses, ayat 3
aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud ayat 1
2. Fraksi Gerindra
a. Pada Pasal 1 ketentuan umum
hendaknya dapat ditambahkan pengertian pokok-pokok pikiran
DPRD Provinsi Jambi sehingga tidak terjadi multi tafsir dalam
penyusunan dan pembahasan pokir tersebut.
b. Pada Pasal 5, hendaknya ditambahkan satu ayat: bahwa
kesepakatan antara DPRD dan Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dalam keputusan DPRD untuk Ranperda
yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jambi.
c. Penetapan dan Pengundangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi
Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi Peraturan
DPRD Provinsi Jambi setelah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan ditetapkan oleh Pimpinan DPRD Provinsi Jambi. Penetapan
71
Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi Peraturan DPRD
Provinsi Jambi didahului dengan penyampaian oleh pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Penetapan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi menjadi
Peraturan DPRD Provinsi Jambi oleh pimpinan DPRD Provinsi Jambi
dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui
bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan dalam
perencanaan penyusunan peraturan DPRD merupakan kewenangan dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan disusun berdasarkan perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan
kewenangan yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan alat
kelengkapan DPRD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun serta perencanaan
penyusunan yang telah ditetapkan dengan keputusan pimpinan tersebut
dapat dilakukan penambahan atau pengurangan.
Dalam ketentuan Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68 untuk
perencanaan penyusunan Peraturan DPRD, penyusunan rancangan
peraturan DPRD, pembahasan rancangan peraturan DPRD dan
penetapan serta penandatanganan peraturan DPRD berpedoman kepada
Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD dan ketentuan peraturan
72
perundang-undangan lainnya. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 69 dan
Pasal 70 dijelaskan bahwa untuk penomoran peraturan DPRD dilakukan
oleh Sekretaris DPRD dengan menggunakan nomor bulat yang
selanjutnya ditetapkan dan diundangkan dalam Berita Daerah kemudian
peraturan DPRD tersebut mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam
Peraturan DPRD yang bersangkutan. Sekretaris Daerah mengundangkan
peraturan DPRD dan dalam hal Sekretaris Daerah berhalangan
sementara atau berhalangan tetap, pengundangan Peraturan DPRD
dilakukan oleh Pelaksana tugas atau pelaksana harian Sekretaris Daerah.
Berdasarkan wawancara dengan ibu Emi Nopisah selaku
Sekretaris DPRD Provinsi Jambi mengatakan:
Pendokumentasian naskah asli Peraturan DPRD ni dilakukan
oleh Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, alat kelengkapan
DPRD, pemrakarsa dan Bagian Perundang-undangan yang
dimuat dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum serta
dilakukan autentifikasi, penggandaan dan pendistribusian oleh
Sekretaris DPRD setelah ditandatangani oleh ketua DPRD dan
petinggi lainya dan diberi penomoran.62
Mengenai mekanisme pembentukan peraturan DPRD pada
DPRD Provinsi Jambi sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, tidak mengalami perubahan yang
signifikan dikarenakan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 ini
sifatnya masih pedoman dan terlalu umum. Anggota DPRD Provinsi
Jambi tidak perlu melakukan perubahan atas pelaksanaan tata tertib
62Wawancara dengan Emi Nopisah, Sekretaris Dewan DPRD Provinsi Jambi, 4 Maret
2021, pada Pukul 10.30 Wib.
73
DPRD secara keseluruhan. Disarankan cukup dilakukan penyesuaian
atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota. Terkait dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2018, yang salah satunya adalah perubahan atau
penyesuaian tata tertib, tidak perlu semuanya diubah. Hanya hal-hal
yang penting saja menyesuaikan dari Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018 tersebut.
Menurut H. Rusli Kamal, ia mengemukakan bahwa:
“Terkait dalam pelaksanaannya, DRPD Provinsi Jambi untuk
turut melibatkan akademisi, termasuk para pakar dari beberapa
perguruan tinggi di daerahnya untuk memberikan masukan
terhadap pembahasan tata tertib tersebut, agar nantinya dapat
memperkuat tata tertib yang sedang dibahas”.63
Mengemuka pada saat pertemuan tersebut soal keputusan fraksi
yang menurut DPRD Provinsi Jambi masih terjadi kesalahpahaman di
dalam implementasinya. Keputusan fraksi sendiri memang harus tetap
disesuaikan dengan tata tertib dan ketentuan yang ada. Jadi kalau di
tatibnya berlaku di dalam Rapat Paripurna, ya dilakukan dalam Rapat
Paripurna atau cukup di Pansus. Tapi ada dasar hukumnya dulu.
Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD mulai dari perencanaan sampai
dengan pengundangan dari peraturan daerah pada DPRD Provinsi Jambi
adalah sebagai berikut:
63Wawancara dengan H. Rusli Kamal, Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jambi, 5
Maret 2021, pukul 10.45 Wib.
74
1. Perencanaan,
Pada tahap perencanaan ini Agus Rama mengatakan bahwa:
“badan legislasi melakukan persuratan kepada fraksi-fraksi untuk
meminta rancangan peraturan daerah, setelah masing-masing fraksi
menyerahkan rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi yang
diminta kepada badan legislasi daerah, baru kemudian badan
legislasi membicarakan dan menentukan rancangan peraturan daerah
Provinsi Jambi mana yang layak untuk kemudian ditindaklanjuti
menjadi usul prolegda.64
Selanjutnya, Rusli Kamal mengatakan bahwa:
“sebuah rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi yang berasal
dari DPRD diajukan oleh 2 fraksi/lebih, adapun jumlah anggota
DPRD dalam setiap fraksi beragam. Dalam mengajukan rancangan
peraturan daerah Provinsi Jambi, rancangan tersebut diajukan oleh
sekurang-kurangnya 7 orang dari 2 (dua)/lebih fraksi yang
berbeda”.65
Usul rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi diajukan pada
pimpinan DPRD disertai dengan naskah akademik, menyertakan naskah
akademik merupakan suatu keharusan dan selama ini memang dilakukan.
Dalam wawancara Agus Rama mengatakan, bahwa:
Rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi yang telah
disampaikan pada Pimpinan DPRD, oleh Pimpinan DPRD
disampaikan kepada badan legislasi untuk dilakukan pengkajian,
tentu dengan melihat naskah akademiknya dan dari hasil
pengkajian itulah kemudian ditentukan rancangan peraturan
daerah Provinsi Jambi yang mana yang layak untuk diteruskan
pembahasannnya.66
2. Penyusunan, Dalam tahap penyusunan peraturan daerah Provinsi Jambi
ini, badan legislasi daerah menyiapkan rancangan penyusunan peraturan
64Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib. 65Wawancara dengan H. Rusli Kamal, Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jambi, 5
Maret 2021, pukul 10.45 Wib. 66Wawancara dengan Agus Rama, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Jambi, tanggal 2
Maret 2021, pada pukul 10.15 Wib.
75
daerah Provinsi Jambi berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan
dalam prolegda. Adapun untuk rancangan penyusunan peraturan daerah
Provinsi Jambi tersebut dibentuklah panitia khusus yang akan melakukan
pembahasan lebih lanjut.
3. Pembahasan, Pada tahap ini rancangan Badan Pembentukan peraturan
daerah Prov. Jambi dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu
pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II, sebagaimana diatur
dalam Tata Tertib DPRD Provinsi Jambi. Adapun dalam setiap tahapan
rapat tersebut di atas, rapat baru akan dimulai jika anggota DPRD yang
telah hadir sudah lebih dari ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD
Provinsi Jambi.
4. Penetapan/Pengesahan, Rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi yang
telah disetujui bersama oleh Gubernur dan DPRD disampaikan oleh
Pimpinan DPRD. Rancangan peraturan daerah Provinsi Jambi ditetapkan
oleh pimpinan DPRD Provinsi Jambi.
5. Pengundangan, Setelah semua proses pengesahan selesai, maka saatnya
untuk peraturan daerah Provinsi Jambi tersebut diundangkan dalam
lembaran daerah. Dengan demikian peraturan berlaku setelah diundangkan
dalam lembaran daerah.
Kendala yang dihadapi dalam pembentukan peraturan DPRD Provinsi
Jambi dikarenakan adanya kelemahan dari praktik pembentukan peraturan
daerah tersebut. Kelemahan dari praktik pembentukan peraturan daerah
76
Provinsi Jambi sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2018 dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Kendala Kelemahan Materi Muatan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tidak mengatur
bagaimana mekanisme pembentukan Peraturan DPRD tersebut di atas.
Demikian pula halnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD,
(peraturan lama yang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018) tidak mengatur bagaimana mekanisme pembentukan
Peraturan DPRD. Mekanisme pembentukan Peraturan DPRD hanya diatur
dalam Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Penyusunan Produk
Hukum Daerah yang diatur dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 46.
Pengaturan mekanisme pembentukan Peraturan DPRD Dalam
Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 masih belum lengkap dan
menimbulkan beragam penafsiran, antara lain:
a. Prakarsa Penyusunan rancangan Peraturan DPRD dapat diajukan
hanya oleh anggota DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 43 sangat
sulit dan tidak mungkin diterapkan dalam praktik.
b. Prakarsa penyusunan rancangan Peraturan DPRD oleh komisi atau
gabungan komisi secara teoritik dapat dilakukan, tetapi sulit
diterapkan. Semestinya, prakarsa penyusunan rancangan Peraturan
DPRD menjadi tugas Bapemperda saja, dengan alasan:
77
1) tugas dan wewenang Bapemperda sesungguhnya hal-hal yang
berkaitan dengan legislasi (pembentukan Perda) mulai dari
perencanaan (penyusunan Propemperda), pembahasan rancangan,
harmonisasi rancangan Perda, termasuk evaluasi Perda, Perkada,
dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain
(Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018). Dengan
demikian, tepat apabila Bapemperda yang ditugaskan untuk
penyusunan rancangan Peraturan DPRD.
2) Tugas penyusunan rancangan Peraturan DPRD oleh Bapemperda,
telah dilakukan oleh DPRD Provinsi DIY. Pasal 109 Peraturan
DPRD Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2018 menegaskan:
(1) Badan Pembentukan Perda dan/atau Perdais mempersiapkan
dan menyusun rancangan peraturan DPRD.
(2) Persiapan dan penyusunan rancangan peraturan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh sekretariat
DPRD.
c. Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 masih belum lengkap
mengatur tahapan pembahasan Rancangan Peraturan DPRD.
Semestinya, pembahasan Rancangan Peraturan DPRD dibas
melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan seperti dilakukan DPRD
Provinsi DIY. Pasal 110 Peraturan DPRD Provinsi DIY
menyebutkan:
(1) Rancangan peraturan DPRD dibahas oleh panitia khusus.
78
(2) Pembahasan rancangan peraturan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat
pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan
tingkat II.
(3) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. penjelasan mengenai rancangan peraturan DPRD oleh
Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna;
b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan keanggotaan
panitia khusus dalam rapat paripurna; dan
c. pembahasan materi rancangan peraturan DPRD oleh
panitia khusus.
(4) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa pengambilan keputusan dalam rapat paripurna,
meliputi:
a. penyampaian laporan pimpinan panitia khusus yang
berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil
pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
c; dan
b. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh
pimpinan rapat paripurna.
79
(5) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Tidak diaturnya mekanisme pembentukan Peraturan DPRD Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Peraturan Tata Tertib
DPRD. Tidak adanya pengaturan mekasnisme pembentukan Peraturan
DPRD dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi menimbulkan dampak
ikutan, yaitu:
a. Berdasarkan hasil penelitian, sampai saat ini DPRD belum menyusun
Peraturan DPRD tentang Kode Etik sebagaimana diperintahkan dalam
Pasal 195 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018.
b. Berdasarkan hasil penelitian, sampai saat ini DPRD belum menyusun
Peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan Kehoramatan yang
diamanatkan Pasal 126 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2018.
2. Kelemahan Praktik
DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain membentuk
dan melakukan penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi.
Kewenangan tersebut demikian penting, sehingga diperlukan Peraturan
DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang baik, yang akan menjadi acuan
bagi DPRD dalam membentuk dan melakukan penyusunan produk hukum
DPRD Provinsi Jambi. Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD
merupakan peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 12
80
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dan Pasal 132 ayat (l), Pasal
145, Pasal 186 ayat (1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah. sehingga ketentuan-ketentuan Tatib
DPRD ini tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan
pemerintah tersebut.
Dalam Tatib DPRD Provinsi Jambi pada Peraturan DPRD Provinsi
Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Provinsi Jambi, ketentuan tersebut tidak dimuat.
Ketentuan mengenai Prolegda hanya mengenai tugas Badan Legislasi,
yaitu antara lain: Badan Legislasi Daerah bertugas menyusun rancangan
prolegda yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan
daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan
DPRD.
DPRD Provinsi Jambi sudah melaksanakan fungsi pembentukan dan
penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi dengan baik.semua
anggota DPRD Provinsi Jambi mengerti tentang fungsinya sebagai
pembentuk produk hukum DPRD Provinsi Jambi, tetapi tidak semua
anggota paham bagaimana membentuk dan meyusun produk hukum
DPRD Provinsi Jambi. Dan semua penyusunan produk hukum DPRD
Provinsi Jambi dibantu oleh staf ahli.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
fungsi pembentukan daerah di DPRD Provinsi Jambi diserahkan kepada
81
staf ahli sedangkan anggota DPRD Provinsi Jambi juga tidak semuanya
memahami dalam pembentukan dan penyusunan produk hukum DPRD
Provinsi Jambi. Hal ini secara yuridis tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, yang mana dikatakan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah setiap anggota DPRD
mempunyai hak dan kewenangan dalam pembahasan dan penyusunan
produk hukum DPRD Provinsi Jambi. Walaupun demikian secara
keseluruhan terdapat peran anggota DPRD dalam pembentukan dan
penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi yakni terkait dengan
hak untuk mengusul rancangan penyusunan produk hukum DPRD
Provinsi Jambi dan juga hak-hak yang menjadi kewenangan anggota
DPRD Provinsi Jambi dalam melakukan pembahasan di rapat paripurna
DPRD Provinsi Jambi atas sebuah rancangan penyusunan produk hukum
DPRD Provinsi Jambi yakni berisi persetujuan, persetujuan dengan
perubahan ataupun penolakan walaupun belum masuk kategori berperan
secara sempurna.
Menurut penulis, hal ini dikarenakan kualitas anggota DPRD
Provinsi Jambi yang menjadi faktor mempengaruhi dalam fungsi
pembentukan dan penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi.
Terdapat 55 anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, di
antaranya sebanyak 19 orang anggota berpendidikan Sarjana, 1 orang
sarjana muda, dan sisanya sebanyak 15 orang berpendidikan setingkat
SLTA.
82
Berdasarkan pernyataan di atas tergambar bahwa pendidikan
DPRD Provinsi Jambi sudah sarjana 60% ternyata belum menjamin
mereka untuk berperan penuh dalam proses pembentukan dan penyusunan
produk hukum DPRD Provinsi Jambi, misalnya berpikir kritis untuk
meningkatkan kualitas penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi.
Berdasarakan wawancara dengan bapak Supriyanto selaku wakil
ketua pembentukan peraturan daerah Provinsi Jambi:
Dalam pelaksanaan fungsi pembentukan dan penyusunan produk
hukum DPRD Provinsi Jambi, khususnya di Provinsi Jambi ini
masih memerlukan penambahan keterampilan, dan pengetahuan,
khususnya dalam pembentukan dan penyusunan produk hukum
DPRD Provinsi Jambi, sebab sebagaimana kita ketahui bahwa
dalam pembentukan dan penyusunan produk hukum DPRD
Provinsi Jambi bukanlah perkara yang mudah karena dalam
proses membentukannya ada prosedur atau mekanisme tertentu
yang mesti kita pahami betul, apalagi materi muatannya. Di
samping itu kita mesti mempunyai pengetahuan yang memadai.
Ternyata di DPRD Provinsi Jambi ini walau mayoritas
pendidikannya sarjana, akan tetapi mereka nampak kesulitan
untuk berperan serta secara maksimal, karena mereka mempunyai
latar belakang pendidikan yang tidak menyangkut pengetahuan
tentang bagaimana cara membuat dan menyusun produk hukum
DPRD Provinsi Jambi yang baik dan benar sebagaimana yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.67
Dalam perencanaan penyusunan peraturan DPRD merupakan
kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan disusun berdasarkan
perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan
kewenangan yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan alat kelengkapan
DPRD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun serta perencanaan penyusunan
67Wawancara dengan Supriyanto, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah
DPRD Prov. Jambi, tanggal 5 Maret 2021, pukul 11.00 Wib.
83
yang telah ditetapkan dengan keputusan pimpinan tersebut dapat dilakukan
penambahan atau pengurangan.
Dalam ketentuan Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68 untuk
perencanaan penyusunan Peraturan DPRD, penyusunan rancangan
peraturan DPRD, pembahasan rancangan peraturan DPRD dan penetapan
serta penandatanganan peraturan DPRD berpedoman kepada Peraturan
DPRD tentang Tata Tertib DPRD dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Sedangkan dalam ketentuan Pasal 69 dan Pasal 70 dijelaskan
bahwa untuk penomoran peraturan DPRD dilakukan oleh Sekretaris
DPRD dengan menggunakan nomor bulat yang selanjutnya ditetapkan dan
diundangkan dalam Berita Daerah kemudian peraturan DPRD tersebut
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan DPRD yang
bersangkutan. Sekretaris Daerah mengundangkan peraturan DPRD dan
dalam hal Sekretaris Daerah berhalangan sementara atau berhalangan
tetap, pengundangan Peraturan DPRD dilakukan oleh Pelaksana tugas atau
pelaksana harian Sekretaris Daerah.
Pendokumentasian naskah asli Peraturan DPRD dilakukan oleh
Sekretaris Daerh, Sekretaris DPRD, alat kelengkapan DPRD pemrakarsa
dan Bagian Perundang-undangan yang dimuat dalam Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum serta dilakukan autentifikasi,
84
penggandaan dan pendistribusian oleh Sekretaris DPRD setelah
ditandatangani dan diberi penomoran.
Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Jambi
merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
pembentukannya merupakan kewenangan delegasi dari undang-undang
kepada DPRD. Urgensi dari Peraturan Tatib DPRD merupakan instrumen
yuridis yang menjadi pedoman bagi DPRD untuk melancarkan
pelaksanakan fungsinya antara lain di bidang Legislasi (Perda), sehingga
fungsi DPRD yang diamanatkan oleh paraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dapat terwujud. Terkait kesesuaian Peraturan Tatib dengan
Peraturan lainnya, terdapat beberapa ketentuan yang tidak bersesuaian
antara lain: Pasal 25 ayat (1), dan Pasal 113 Peraturan Tatib DPRD
Provinsi Jambi tidak bersesuaian dengan Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 81
ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010. Pelaksanaan Tata
Tertib DPRD Provinsi Jambi terkait fungsi legislasi belum sepenuhnya
terlaksana, karena dalam proses pembentukan peraturan daerah ada
beberapa hal yang masih perlu pengaturan dengan jelas dan rinci
(prosedural). Tidak adanya acuan dalam menyusun prolegda, serta tidak
adanya jangka waktu mengenai berapa lama pembahasan suatu ranperda,
serta banyaknya kegiatan lainnya para anggota DPRD Provinsi Jambi,
sehingga pelaksanaan tatib menjadi tidak optimal. Perlunya dilakukan
85
perubahan terhadap Tatib DPRD Provinsi Jambi dengan memberi
penjabaran lebih jelas/terperinci (prosedural) dalam berbagai ketentuan
yang diatur dalamnya, serta menyesuaikan Tatib DPRD dengan Peraturan
Perundang-undangan yang baru. Serta pemberian pemahaman dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para Anggota DPRD dalam rangka
peningkatan Kinerja DPRD, serta perlunya ketegasan bagi Badan
Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Jambi dalam menegakkan Peraturan
Tata Tertib DPRD Provinsi Jambi.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan, kelemahan praktik dalam
pembentukan Peraturan DPRD antara lain:
1. Kelemahan SDM (sebagaimana disampaikan oleh Ketua Bapemperda)
2. Tanggapan Fraksi dalam pembahasan Rancangan Peraturan DPRD
tidak tajam, dan tidak substansial. Berdasarkan risalah persidangan,
tanggapan Fraksi umumnya hanya menyetujui Rancangan Peraturan
DPRD. Padahal, materi muatan dalam Tatib DPRD masih banyak yang
dapat dipersoalkan. Misalnya:
a. Dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tidak
memerintahkan pembentukan Peraturan DPRD tentang tentang tata
beracara badan kehormatan sebagaimana dimaksud Pasal 63
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Padahal, untuk
Peraturan DPRD tentang Kode Etik diperintahkan secara tegas
dalam Pasal 196 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2018.
86
b. Dalam Pasal 215 dan Pasal 216 Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun
2020 diatur tentang tata cara perubahan Peraturan DPRD, namun
tidak diatur mekanisme pembahasannya.
3. Karena mekanisme pembentukan Peraturan DPRD tidak diatur dalam
Peraturan Tata Tertib, menyebabkan Anggota DPRD yang
diwawancari kesulitan untuk menjelaskan mekanismenya. Misalnya,
penjelasan dari Ketua Bapemperda bukan terkait mekanisme
pembentukan Peraturan DPRD, melainkan mekanisme pembentukan
Perda.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai mekanisme
penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi, penyusun dapat
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mekanisme pembentukan peraturan DPRD berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib DPRD bahwa tidak adanya pengaturan mekasnisme pembentukan
Peraturan DPRD dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi menimbulkan
dampak ikutan. Berdasarkan pengamatan sementara, DPRD Provinsi
Jambi sampai saat belum menyusun Peraturan DPRD tentang Kode Etik
sebagaimana diamanatkan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2018.
2. Implementasi pembentukan peraturan DPRD Provinsi Jambi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPRD, bahwa prakarsa penyusunan Peraturan
DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 dilakukan oleh Bapemperda
sebagaimana dimaksud Pasal 43 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Dalam prakteknya di DPRD Provinsi Jambi, prakarsa penyusunan
Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 dilakukan oleh
Bapemperda, tidak ada penyusunannya atas penugasan langsung oleh
87
88
Pimpinan DPRD, tidak ada penugasan terhadap Tim/Panitia Khusus; b)
pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Provinsi Jambi dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama;
Pertama dibahas oleh Bapemperda dan tenaga ahli kemudian
diteruskan ke Pansus kemudian difasilitasi. Mekanisme pembahasannya
melalui tingkatan: Paripurna, nota pengantar, jawaban, tanggapan dan
pengambilan keputusan. Setelah diparaf koordinasi, mekanisme
pembahasan Rancangan Peraturan DPRD dibahas dalam pembicaraan satu
tingkat (Tingkat I atau Tingkat II). DPRD Provinsi Jambi masih
berpedoman dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 dan
juga Pasal 83 sampai dengan Pasal 84, hal ini dikarenakan tidak adanya
pengaturan khusus dalam Peraturan DPRD Provinsi Jambi tentang
bagaimana penyusunan produk hukum DPRD Provinsi Jambi dalam
ketentuan Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Tata Tertib Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi.
B. Saran
Berangkat dari pembahasan skripsi ini penyusun menyarankan
beberapa hal, yakni:
1. Disarankan agar Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020
tentang Tata Tertib Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
89
Jambi untuk dilakukan penyempurnaan mengenai muatan materi dan
prakteknya.
2. DPRD Provinsi Jambi, hendaknya melakukan pembentukan Peraturan
DPRD Provinsi Jambi tentang Kode etik sebagai landasar operasional
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi
3. DPRD Provinsi Jambi melakukan pembentukan Peraturan DPRD Provinsi
Jambi tentang tata beracara Badan kehormatan DPRD Provinsi Jambi
4. Perlu dilakukannya penguatan kelembagaan dan personalia di
BAPEMPERDA DPRD Provinsi Jambi.
90
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan
Pelaksanaannya di Indonesia. PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
1994.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2008.
Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin. Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2003.
Deliar Noer. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Mizan, Jakarta, 1999.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka, Jakarta, 2005.
Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2003.
Juniarso Ridwan, Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa Cendikia, Bandung, 2017.
Juanda. Hukum Pemerintahan Daerah. Alumni, Bandung, 2004.
Lubis, Solly. Ilmu Negara. Mandar Maju, Bandung, 1990.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta, 2005.
Nasution, Bahder Johan. Metode Penelitian Ilmu Hukum. CV. Mandar Maju,
Bandung, 2008.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Rajawali Press, Jakarta,
2005.
------- Hukum dan Pemerintahan. Nusa Media, Bandung, 2009.
91
Radjab, Dasril. Hukum Tata Negara Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini. Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013.
Satoto, Sukamto. Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian
Negara. Hanggar Kreator, Yogyakarta, 2004.
Soetiksno. Filsafat Hukum Bagian 2. PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003.
Sudarsono. Kamus Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 2009.
Tim Penyusun. Buku Panduan Fakultas Hukum Universitas Jambi TA
2009/2010. Fakultas Hukum Universitas Jambi, Jambi, 2009.
Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdiknas, Jakarta,
2008.
B. Jurnal
Asmawi, Jurnal Cita Hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam Perundang-Undangan Pemerintahan Daerah Dan Lembaga
Legislatif Daerah, Volume 1 No. 1 Juni 2014, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Jakarta.
Arifuddin, 2016, Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
Pembentukan Peraturan Daerah yang Partisipatif, Jurnal Universitas
Hasanuddin Makassar: Legal Pluralism Volume 6 Nomor 2, Juli 2016
Nuri Eviriyanti, Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan
sebagai Alat Kelengkapan DPRD dalam Menjaga Martabat dan
Kehormatan Anggota DPRD Berdasarkan Kode Etik DPRD (Studi
Pada DPRD Provinsi Jambi), Jurnal Konsitusi Volume III Nomor 1,
(Jakarta: PKKFH UNDIP, 2011).
C. Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945,
Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 23 Tahun 2014.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587.
92
Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. UU Nomor 17 Tahun 2014. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi,
Kabupaten, dan Kota. PP Nomor 12 Tahun 2018. Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2018. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6041.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah.
Provinsi Jambi. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi
Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Jambi. PERTATIB Nomor 1 Tahun 2020. Berita Daerah Provinsi
Jambi Tahun 2020.
93
LAMPIRAN
Lokai penelitian Kantor DPRD Provinsi Jambi
94
95
96
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Rahmat
Tempat/Tanggal Lahir : Tuo Sumay, 10 September 1998
Agama : Islam
Alamat Sesuai KTP : Dusun Tuo Sumay Rt. 02, Des. Tuo Sumay, Kec.
Sumay Kab. Tebo
Alamat Tinggal : S.III sipin Mayang Manguray, Kec. Kota Baru
Nomor Telepon : 0895622034507 WA/Telp.085282653477
Alamat Email : metkhairi@gmail.com
Pendidikan Formal
SD : SD N 10 Tuo Sumay
SMP : SMP N Satap Tuo Sumay
SMA/SMK : SMA N 8 Tebo
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi