Post on 02-Aug-2015
LAPORAN KINERJA TAHUNAN FRAKSI PKB DPR RI 2010-2011
KOMISI IX
BIDANG TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, KEPENDUDUKAN, DAN
KESEHATAN
I. Peta Masalah
- Ruang lingkup Komisi IX bersangkutan langsung dengan beberapa kebutuhan primer
yang menentukan kesejahteraan sosial. Ruang lingkup tersebut adalah tenaga kerja
dan transmigrasi, kependudukan dan kesehatan. Tiga bidang tersebut dicover oleh
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Kesehatan, Badan
Koordinasi Keluarga Berancana Nasional, BPOM, BNP2TKI dan beberapa BUMN.
- Dalam bidang ketenagakerjaan setidaknya terdapat tiga persoalan yang tidak pernah
tuntas, yakni: 1) masalah perlindungan hukum terhadap buruh, 2) masalah pendidikan
buruh, dan 3) tingkat upah buruh. Keberadaan UU No.23 tahun 2009 tentang
ketenagakerjaan masih menyimpan kontroversi. Diantara kontroversi tersebut adalah
anggapan bahwa UU itu melegalisasi perbudakan gaya modern dengan menjadikan
buruh sebagai buruh kontrak (outsourching) seumur hidupnya dengan upah yang
murah. Selain itu, UU tersebut dinilai hanya memperhatikan kepentingan modal asing.
- Dilain pihak tingkat pendidikan buruh juga penting untuk dilihat kembali. Tingkat
pendidikan sangat menentukan tingkat ketrampilan. Persaingan dalam pasar bebas
menciptakan persaingan yang ketat antara buruh Indonesia dengan buruh dari negara
lain. Sementara saat ini nilai lebih Indonesia dalam bidang industri terletak pada buruh
murah, bukan buruh terampil. Ini akan menjadi masalah yang berdampak luas dimasa
mendatang.
- Dalam bidang kesehatan setidaknya terdapat beberapa masalah yakni 1) pelayanan
kesehatan yang buruk, khususnya bagi masyarakat miskin dipedesaan maupun
perkotaan sehingga masih banyak kasus bayi kurang gizi, 2) Tidak terjangkaunya akses
perawatan dan perbaikan kesehatan karena mahalnya obat-obatan dan vitamin, 3)
Sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan karena keterbatasan tenaga medis,
infrastruktur kesehatan, maupun akses ke asuransi kesehatan, 4) Buruknya kualitas
pelayanan medis karena lemahnya pengawasan dari pemerintah, 5) Kurangnya sinergi
antara pemerintah, swasta, lembaga masyarakat, dan anggota masyarakat dalam
peningkatan pelayanan kesehatan.
- Masalah dasar kependudukan Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan
distribusi yang tidak merata. Diperkirakan saat ini penduduk Indonesia hampir
mencapai angka 250 juta orang. Dengan luasnya geografis Indonesia, jumlah tersebut
sesungguhnya bukan masalah besar. Akan tetapi dengan melihat persebaran yang
terkonsentrasi di Jawa, Sumatera dan Sulawesi, kondisi tersebut tidak menguntungkan
bagi pembangunan ekonomi.
- Persebaran penduduk yang tidak merata diiringi dengan beberapa masalah lain yaitu
pertumbuhan penduduk, angka kelahiran dan angka kematian. Harus lebih diperhatikan
juga masalah komposisi jumlah penduduk menurut usia, masalah mobilitas penduduk,
dan seperti telah dikemukakan, masalah kepadatan penduduk.
II. Agenda Strategis
A. Bidang Kesehatan:
- Pembuatan sistem dan prosedur yang mudah bagi rakyat miskin untuk mengakses
dan menikmati layanan kesehatan gratis.
- Mengkampanyekan gerakan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan yang
menunjang pengembangan pola dan perilaku hidup sehat masyarakat.
- Menghidupkan kembali program-program kesehatan ditingkatan desa maupun unit
yang lebih kecil untuk pengendalian pertambahan penduduk dan peningkatan kualitas
hidup ibu, bayi dan anak-anak.
- Meningkatkan kesejahteraan tenaga medis dan tenaga bantu medis didaerah-daerah
terbelakang.
- Mengembangkan pusat-pusat kesehatan regional dibeberapa daerah untuk mendidik
tenaga medis dan tenaga bantu medis secara profesional dan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang prima.
B. Bidang Ketenagakerjaan :
- Perbaikan upah minimum berdasarkan standard kebutuhan hidup layak, atau
perbaikan upah minimum berdasarkan competence/skill-based.
- Mengawal perbaikan dan penegakan undang-undang ketenagakerjaan yang lebih adil
guna melindungi dan memajukan kesejahteraan pekerja
- Mendorong tumbuh dan berkembangnya industri formal lewat penyediaan modal dan
kemudahan berusaha
- Perlindungan terhadap persaingan dari luar, baik yang berhubungan dengan tenaga
kerja maupun usaha-usaha nasional
- Akses rumah sehat untuk low income dengan membuat rumah lebih murah, IMB,
listrik, air, sertifikat, akses terhadap material murah.
- Pembiayaan yang murah dan kemudahan mendapatkan pembiayaan
- Penyediaan bahan baku untuk rumah sederhana yang sehat dan berstandar nasional
- Pembangunan rumah susun sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah-
menengah diperkotaan
C.Bidang kependudukan
- Mengawal UU kependudukan yang memungkinkan tingkat pengendalian pertumbuhan
penduduk, pengendalian angka kematian dan pelayanan kesehatan untuk menjamin
proporsionalitas jumlah penduduk di Indonesia.
- Kampanye partisipasi program Keluarga Berencana (KB)
- Pendidikan tenaga terampil dan pengadaan lapangan kerja baru khususnya diluar
jawa, dan lebih khusus lagi di Indonesia bagian timur.
- Pengadaan regulasi dalam hal mobilitas penduduk, khususnya mobilitas penduduk ke
daerah-daerah padat penduduk.
- Mencanangkan program strategis dan multi-sektor untuk menangani masalah
kependudukan; diantaranya meliputi kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan.
Kerja Unggulan FPKB
Perjuangan FPKB Terhadap Pahlawan Devisa
a. Aspek Regulasi; Revisi Undang-Undang 39 Tahun 2004
Revisi Undang-Undang 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia Luar Negeri dengan arah revisi yang dilakukan adalah mengedepankan
perlindungan daripada penempatan TKI sehingga bisa mencegah terjadinya berbagai
persoalan di masa datang. UU 39/2004 substansinya lebih banyak mengatur tata niaga
penempatan daripada pengaturan. Chusnunia sebagai anggota panitia kerja (Panja) UU
39/2004 menjelaskan pasal yang mengatur penempatan ada 66 pasal atau 38 persen
dari 109 pasal. Sedangkan tentang perlindungan hanya delapan pasal atau tujuh
persen. Fraksi PKB DPR RI salah satu yang konsen dengan garis perjuangan partainya
bahwa paradigma pengaturan tersebut adalah komoditas Tenaga Kerja Indonesia.
Dalam UU 39/2004 juga tidak ada konsisten antara pasal-pasalnya. Selain itu juga
terdapat dua lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan
perlindungan dan penempatan yakni Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertran) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI). Selain itu juga, pada revisi UU 39/2004 arah perubahan lainnya
memperbesar peran pemerintah daerah untuk kewenangan rekrutmen, seleksi,
pendaftaran, pendataan, pendidikan, pelatihan pemeriksaan dan penyelesaian
dokumen.
b. Advokasi Kasus; Vonis Hukuman Pancung
Seorang TKI bernama Sumartini dan Warnah mendapat hukuman vonis pancung. Awal
2009, TKI Sumartini menelepon keluarga, kondisi sehat dan baik-baik; tetapi dia dalam
penjara di Arab Saudi. Akhir Maret 2010 TKI Sumartini dan Warnah mendapat
kunjungan dari perwakilan KBRI Riyadh, pada bulan April 2010, pendampingan dan
pembelaan hukum baru didapat TKI Sumartini dan Warnah. Dari analisa kasus ini,
dugaan ada keterlambatan dari pemerintah RI mengenai pendampingan dan
pembelaan hukum, karena vonis hukuman mati TKI telah dijatuhkan pada proses
persidangan tingkat pertama. TKI Sumartini dan Warnah diketahui, dipaksa
menandatangani surat pengakuan di bawah tekanan majikan dan pihak kepolisian;
dengan cara diseterika dan tubuh ditanam dalam gurun pasir hingga batas leher. TKI
Sumartini dan Warnah berada pada ruang penjara hukuman paling berat (Hukuman
Mati); padahal kedua TKI sudah mencabut surat pengakuan. Menyikapi hal ini, Fraksi
PKB, Chusnunia selaku anggota komisi IX DPR RI menyatakan sikap atas peristiwa
yang menimpa Sumartini dan Warnah. Chusnunia meminta Satgas TKI dan atase
ketenagakerjaan lebih pro-aktif guna advokasi. Satgas TKI dan atase ketenagakerjaan
harus memaksimalkan upaya perlindungan, permohonan ampun, serta diplomasi.
c. Moratorium Pengiriman TKI
Pasca kasus TKI Ruyati yang dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi,
pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan moratorium (penghentian sementara) ke
Arab Saudi. FPKB juga mendorong moratorium TKI ke Arab Saudi, tetapi harus ada
pertanggungjawaban dari pemerintah pasca moratorium TKI tersebut. Menurut
Chusnunia, selaku praktisi politik perempuan di DPR RI, eksekusi tersebut sebagai
bukti lemahnya perlindungan hukum bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar
negeri. Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menginstruksikan kepada kepala BNP2TKI agar memastikan hak-hak Ruyati bintii
Sapubi, TKI asal Bekasi Jawa Barat dapat terpenuhi. Selain itu juga, agar peristiwa
tersebut tidak terulang, BNP2TKI agar bekerja samadan berkoordinasi dengan KBRI
dan KJRI di Arab Saudi. Terhitung 1 Agustus 2011 mendatang, pemerintah Indonesia
telah memutuskan untuk menghentikan pengiriman pekerja Indonesia ke Arab Saudi.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menyusul
sejumlah kasus pidana yang dihadapi oleh pekerja Indonesia, khusunya pembantu
rumah tangga, yang mendapat hukuman maksimum untuk kesalahan mereka.
Pemerintah juga harus bertanggung jawab pasca moratorium TKI diberlakukan,
setidaknya ada lebih dari 36.000 orang yang akan menganggur. Tersedianya lapangan
pekerjaan bagi para TKI harus ada dan direalisasikan pemerintah.
d. Penambahan Jumlah Atase Ketenagakerjaan
Selama ini banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) terutama wanita mengalami
penganiayaan dan kasus hukum di luar negeri. Contoh kasus itu TKI Ruyati yang sudah
dihukum pancung di Arab Saudi pada pertengahan Juni 2011 lalu. Selain itu juga, ada
TKI Rosita, yang akhirnya lolos dari maut hukuman pancung, TKI Rosita pun berhasil
meninggalkan Uni Emirat Arab dan tiba di Indonesia pada 12 Juni 2011. Seperti
diketahui, ada 26 TKI yang menunggu eksekusi mati oleh pemerintahan Arab Saudi.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) menyikapi hal ini, menyatakan penambahan
jumlah atase ketenagakerjaan, karena para TKI kerap menghadapi kasus hukum.
Seperti dikatakan Juru bicara FPKB Chusnunia, Hal ini dijadikan alasan lantaran
perlindungan TKI di negara penempatan tidak terjamah sama sekali. Atase
ketenagakerjaan sejatinya memiliki kewenangan bersifat kebijakan. Sehingga dapat
digunakan untuk upaya perlindungan TKI. Sebagian besar di negara-negara seperti
Singapura, Korea, Brunei, Kuwait, ataupun di Jeddah, yang menggunakan jasa TKI
memang ada atase ketenagakerjaan. Namun, dari bercontoh kasus Ruyati, dan terkait
banyaknya kasus kekerasan dan kasus hukum sampai pada titik ratusan TKI akan di
hukum pancung, perlu langkah konkrit pemerintah RI. Tugas atase ketenagakerjaan
bagi TKI adalah diplomasi, prosedur administrasi hukum di pengadilan, proses
advokasi, dan juga prosedur pemulangan TKI, dan terlebih TKI yang terkena hukum di
negara lain bisa terbebas dari dakwaan hukumannya.
e. Remitansi atau Pengiriman Uang TKI Perlu Ada Organ Pengawas
Remitance atau pengiriman uang TKI dari Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur
sepanjang 2010 sudah tercatat mencapai Rp40 miliar lebih. Uang tersebut, dikirimkan
oleh 1.000 TKI asal Bojonegoro yang bekerja di 20 negara. Dengan besaran remitansi
ini, pemerintah diharapkan bertanggung jawab. Sebab jumlah uang yang dikirim tak
sedikit dan berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Nantinya berharap, menjadi bahan masukan
dalam pembahasan draft UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Ongkos pengiriman uang TKI dari
luar negeri ke Indonesia, seharusnya tidak mahal. Sehingga tidak membebani TKI. Dia
mencontohkan, TKI harus menyisihkan Rp12.500 jika mengirim uang sebesar
Rp500.000. Kemudian, untuk mengirimkan uang Rp500.000 sampai Rp2 juta, akan
dikenakan biaya pengiriman Rp15.000, pengiriman uang Rp2 juta sampai Rp5 juta,
dikenakan biaya Rp20.000. Dalam kaitan ini, FPKB ingin ada organ pengawasan yang
memiliki struktur serta sistem kerja yang jelas. Pengiriman uang TKI, ada baiknya
dikelola dari pihak Indonesia yang berketempatan di luar negeri. Setidaknya bukan
bank atau organ asing yang mengelola uang TKI, melainkan Indonesia sendiri, di
berbagai penempatan negara yang menggunakan jasa TKI.
f. Rekomendasi Untuk TKI Diusulkan
FPKB ingin membuat tiga rekomendasi untuk Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
Tiga diantaranya adalah, pelatihan, pengenalan kultur, dan juga pemahaman hukum
sosial untuk para calon Tenaga Kerja Indonesia. Sepanjang Tahun 2011, bangsa
Indonesia dipenuhi dengan masalah hukum dan kekerasan, pada titik point di negara
Arab Saudi. Chusnunia, juru bicara FPKB menyatakan atas keprihatinan berbagai
masalah Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi, sejauh ini Tenaga Kerja Indonesia
belum mengenal hukum asal negara tersebut, terutama di Arab Saudi. Adanya
pelatihan prapenempatan adalah sebuah upaya awal untuk membuat Tenaga Kerja
Indonesia ikut terlibat dan memahami sebenarnya kondisi di lapangan (Arab Saudi.) Hal
ini terungkap dikarenakan para Tenaga Kerja Indonesia banyak yang belum mengerti
kondisi disana (di Arab Saudi) maka penting untuk pengenalan kultur atau kebudayaan.
Sebagai contoh kecil kasus sihir, jika Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Arab
Saudi, diketahui majikannya sedang menyisir rambut, dan rambut itu banyak yang
rontok dan ditadah kemudian disimpan rapi, hal ini dianggap majikan sebagai bangsa
Arab adalah sihir. Satgas TKI, atase tenaga kerja, dan Tenaga Kerja Indonesia harus
saling memahami dan bekerjasama lebih baik guna situasi yang kondisional. Bisa
dibayangkan saja, hal kecil jika tidak diketahui akan membuat Tenaga Kerja Indonesia
dihukum.
FUNGSI LEGISLASI
KOMISI IX
1) RUU tentang Kebidanan
Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) saat in ianggota IBI diseluruh Indonesia ada
72.000 orang. Hal ini memerlukan perlindungan dan regulasi yang jelas. RUU ini
diharapkan akan memberikan landasan antara lain:
- Legislasi praktik kebidanan, pemantapan hasil sertifikasi, dan pembenahan lisensi.
- Memberikan payung hukum terhadap terjadinya mal praktek yang dilakukan oleh
bidan.
- Soal tanggung jawab dan wewenang bidan, perlindungan khusus dan jaminan
keamanan bidan.
- Peran penting bidan terhadap keberhasilan MDGs, terutama dalam mengurangi angka
kematian ibu melahirkan dan anak yang dilahirkan, serta kesehatan ibu dan anak
secara bersinambungan.
2) RUU tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Beberapa argumentasi mendasar mengapa RUU tentang Perubahan atas UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendesak dilakukan:
- Secara filosofis, perspektif UU ini hanya melihat para pekerja sebagai alat produksi
semata seperti mesin. UU ini tidak melihat pekerja dari perspektif kemanusiaannya
dengan seluruh dimensi yang dimiliki. Tanpa melihat dari perspektif kemanusiaan,
buruh akan dieksploitasi tanpa penghargaan yang manusiawi.
- Sedang secara yuridis, perubahan atas UU No13 Tahun 2003 ini penting dilakukan
karena dalam UU ini banyak pasal-pasal yang hanya berpihak kepengusaha dan
merugikan hak-hak pekerja. Diantaranya, mulai dari soal pesangon (pasal 156, 161,
162, 164), pengupahan (pasal 88, 89), hak cuti (pasal 79), perpanjangan waktu (pasal
59, 65), hingga soal mogok kerja (pasal 142) dan beberapa pasal lain yang perlu untuk
dikritisi.
- Pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga (outsourching), upah, dan pesangon,
3) RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau pekerja di sektor
informal
Pengajuan RUU ini dilandasi oleh:
- Sampai saat ini hukum perburuhan dan ketenagakerjaan secara substansial masih
terbatas diperlakukan kepada buruh dan karyawan pada sektorformal. Sementara
Pekerja Rumah Tangga (PRT) praktis belum tersentuh jaminan perlindungan hukum.
Sampai sekarang belum ada regulasi berupa peraturan perundang-undangan yang
mengatur perlindungan PRT, kondisi PRT masih termarjinalisasi dan jauh dari akses
hukum perburuhan dan ketenagakerjaan. PRT selama ini tidak dilindungi oleh peraturan
yang ada, yang menjamin hak-hak pekerja seperti upah minimum, batasan jam kerja,
hak untuk beristirahat, hak untuk berlibur dan hak untuk bergabung dengan serikat
buruh. Pada hal beban kerja PRT sangat banyak, hampir semua pekerjaan rumah
tangga harus ditanganinya. Ditambah lagi tidak adanya perjanjian kerja secara tertulis,
kalaupun ada hanya perjanjian lisan.
- UU yang ada saat ini, yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan UU No.39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri. Undang-undang diatas masih terlalu umum belum mengatur secara khusus
mengatur pekerja domestik. Dalam rangka memenuhi standar hukum international
sebelum Konferensi ILO 2010 mengenai Kerja yang Layak untuk Pekerja Rumah
Tangga, maka penting adanya prioritas RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga atau Pekerja di Sektor Informal.
Adapun beberapa isu yang hendak diperjuangkan oleh FPKB adalah :
- Bahwa pekerja rumah tangga mendapatkan hak-hak yang sama dengan pekerja-
pekerja lain, misalnya kontrak tertulis, upah minimum, upah lembur,satu hari libur dalam
seminggu, delapan jam kerja perhari, waktu istirahat pada hari kerja, libur hari besar
nasional, liburan, cuti sakit dengan gaji, kompensasi pekerja, dan jaminan sosial.
- Menetapkan sanksi yang efektif untuk majikan yang melanggar undang-undang
tersebut, termasuk denda, larangan resmi untuk kembali memperkerjakan pekerja
rumah tangga, membayar ganti rugi perdata, dan hukuman penjara sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam kasus pelecehan fisik dan seksual.
- Mensyaratkan majikan dan agen tenaga kerja yang merekrut dan menyalurkan
pekerja rumah tangga untuk melakukan verifikasi usia calon pekerja rumah tangga
dengan memeriksa dan menyimpan salinan akta kelahiran atau ijazah Sekolah
Menengah Pertama pekerja. Sanksi harus ditetapkan bagi individu-individu yang
menyediakan dokumen-dokumen palsu kepada anak-anak untuk memalsukan usia
mereka.
- Menetapkan jumlah jam kerja maksimal untuk anak-anak berusia 15 tahun keatas,
termasuk mereka yang bekerja di sektor informal, untuk memungkinkan anak-anak
yang bekerja dapat mengakses terhadap pendidikan dasar dan jenjang pendidikan
lanjutan yang lebih tinggi, termasuk pelatihan kejuruan.
- Menetapkan kondisi minimum pengaturan tempat tinggal, penyediaan makanan dan
melindungi kebebasan bergerak dan komunikasi pekerja rumah tangga.
4) Revisi UU 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri
UU no 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia, KOMISI IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan memasukkan revisi
UndangUndang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri sebagai prioritas yang harus segera dibahas pada tahun
2011.
- Setelah dilakukan pengkajian, terdapat lebih dari 50 persen perubahan pada materi,
sistematika dan esensi dari UU itu. Salah satu aturan yang akan diubah adalah
mengenai pembatasan pekerja rumah tangga.
- Dalam revisi nanti akan lebih mengedepankan perlindungan daripada penempatan,
baik kepada calon TKI maupun kepada anggota keluarga TKI. Revisi juga akan
memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada TKI.
- Dalam revisi ini juga akan mengurangi peran swasta (PPTKIS) dalam keseluruhan
mekanisme penempatan TKI, dan meningkatkan peran Kementrian Luar Negeri untuk
melakukan pengawasan di luar negeri sebagai garda terdepan dalam pembelaan
hukum bagi TKI.
- Dalam revisi UU 39 Tahun 2004 juga diusulkan untuk menghapus pengiriman tenaga
kerja informal, seperti pembantu rumah tangga. Karena sektor ini sangat rentan
terhadap tindak kekerasan, kalau tenaga kerja formal dari segi SDM maupun
pekerjaannya sendiri relatif lebih safety
5) RUU Keperawatan Harus Memiliki Payung Hukum Yang Jelas
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menegaskan perawat harus memiliki payung
hukum yang jelas. Sehingga tidak sampai terjadi masalah RUU Keperawatan
dilenyapkan dan berubah menjadi RUU Tenaga Kesehatan. Sekalipun menjadi inisiatif
DPR ternyata kebiasaan melenyapkan sesuatu yang sudah disepakati terjadi di DPR
pada Sidang Paripurna 12 Oktober 2010 yang semena-mena menunda usulan Badan
legislatif (Baleg), justru memasukkan RUU Tenaga Kesehatan menggantikan RUU
Keperawatan yang sudah diinisiasi selama ini oleh DPR.
Pada awalnya RUU Keperawatan sudah menjadi prioritas no. urut 160 dalam Prolegnas
2004, no. urut 26 pada Prolegnas 2009, dan akhirnya menjadi inisiatif DPR menjadi no.
urut 18 tahun 2010.
Sudah sepatutnya negara membuat pengaturan yang kuat, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan perawat yang buruk dan tidak bertanggung jawab.
Setidaknya melindungi para pemberi pelayanan pada masyakat, dengan tidak terbatas
pada kondisi geografi dan strata sosial ekonomi serta berada pada semua seting
pelayanan kesehatan.
Segera tindak lanjuti RUU Keperawatan dicontohkan pada kasus Misran yang pernah
hangat hingga dibawa ke Mahkamah Konstitusi bulan Mei 2010 lalu. Kasus Perawat
Misran di Kalimantan Timur, adalah fakta tak terbantahkan betapa akan terancamnya
pelayanan kesehatan ketika daerah-daerah terpencil, bila perawat selalui dihantui oleh
resiko masalah hukum karena tidak ada pengaturan UU untuk perawat tersendiri.
Komisi IX DPR RI akan mulai membahas rancangan undang-undang (RUU)
keperawatan pada September mendatang. RUU keperawatan saat ini masih dalam
penggodokan badan legislasi (banleg) DPR. Draf baru akan diserahkan kepada komisi
setelah penggodokan selesai.
FUNGSI ANGGARAN
KOMISI IX
1) Bidang Kesehatan
- Memberikan pelayanan kepada masyarakat di setiap sudut pelosok negeri selama 24
jam secara terus menerus, dengan fungsi kinerja keperawatan dan bidan sebagai
tenaga medis atau kesehatan.
- Bantuan operasional kesehatan guna gizi dan kesehatan ibu dan anak
- Pembinaan dan pengawasan setiap tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota guna
dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk pencapaian tujuan sehingga dapat
memberikan hasil seoptimal mungkin.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
2) Bidang Ketenagakerjaan
- Aspek perencanaan kinerja penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI)
- Sektor pengorganisasian sumber daya TKI
- Aspek pelaksanaan dan pengendalian
- Sistem atau proses rekruitment TKI
- Pasca pemberlakuan moratorium
- Program penempatan dan perluasan kesempatan kerja yang meliputi:
a. Padat karya infrastruktur
b. Terapan teknologi tepat guna
c. Subsidi program untuk wirausaha baru
d. Job fair
e. Gerakan penanggulangan pengangguran
f. Pemberdayaan tenaga kerja muda
3) Bidang Kependudukan
Grand desain kependudukan sebagai kebijakan makro pembangunan KKB di
Indonesia:
- Sebagai pedoman sekaligus bisa mengakomodir kepentingan berbagai pihak, baik
pusat, daerah dalam menyelesaikan permasalahan kependudukan
- Grand desain bisa menekan laju pertumbuhan pendudukan Indonesia. Hal ini
dikarenakan, hasil sensus 2010, penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa dan
rata-rata pertumbuhan sebesar 1,49 persen.
- Pengkoordinasian dengan Menkokesra, BKKBN, serta database dengan Badan Pusat
Statistik. Begitu juga, materi kualitas dengan Departemen Pendidikan Nasional.
- Indonesia ditargetkan benar-benar aman dari ancaman krisis pangan pada Tahun
2061 mendatang. Diikuti stabilnya laju pertumbuhan penduduk.
FUNGSI PENGAWASAN
KOMISI IX
1) RUU Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
FPKB memandang RUU ini sangat penting, karena mengatur tentang institusi
penyelenggara jaminan sosial dan bagaimana mekanisme kerjanya dalam mengelola
dana umat dan menyediakan pelayanan jaminan sosial, sehingga sangat bersentuhan
erat dengan kepentingan mayoritas rakyat terutama dari kalangan tidak mampu. Dalam
melakukan pembahasan terhadap RUU ini, FPKB mencurahkan segenap perhatian dan
mengerahkan segala kekuatannya untuk memastikan bahwa materi pengaturan dalam
RUU ini nantinya dapat diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Terhadap RUU ini, FPKB memperjuangkan beberapa hal berikut ini:
- Prinsip dana amanat. Fraksi PKB sejak dini sudah menegaskan bahwa dalam
pengelolaan dana jaminan sosial, prinsip dasar yang harus dipegang adalah prinsip
dana amanat. Prinsip ini dimaksudkan bahwa dana yang dikelola oleh BPJS adalah
berasal dari pengiur yang memang sejak awal mempercayakan dana tersebut kepada
badan semata-mata hanya untuk kepentingan jaminan sosial mereka dan bukan untuk
kepentingan lain Sewaktu-waktu dana tersebut harus dikembalikan kepada pengiur
sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya dan tidak dimungkinkan
terjadinya ingkar janji dari badan Oleh sebab itu, Fraksi PKB mengapresiasi definsi
Dana Jaminan Sosial dalam ketentuan umum RUU ini yang dengan tegas menyebutkan
ia adalah dana amanat milik seluruh peserta bukan milik pengelola BPJS.
- Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Dalam konsep jaminan sosial, pada prinsipnya
semua peserta jaminan sosial diwajibkan membayar iuran. Dalam hal, pengiur adalah
fakir miskin, orang yang tidak mampu dan anak-anak terlantar, maka sesuai amanat
konstitusi, posisi mereka harus dicover oleh negara dengan cara negara membayar
kewajiban iuran mereka kepada BPJS. Fraksi PKB sejak awal juga meminta hal ini
ditegaskan dalam RUU BPJS dengan bahasa yang lugas dan tegas agar tidak
membuka ruang bagi upaya untuk berkelit dan menginterpretasikan lain atas ketentuan
ini. Oleh karena itu, Fraksi PKB mengapresiasi bunyi Pasal 13 RUU BPJS yang dengan
tega menyebutkan bahwa dalam hal peserta merupakan fakir miskin dan orang tidak
mampu iuran dibayar oleh pemerintah dalam bentuk iuran.
- Bentuk Kelembagaan BPJS. Hasil kajian internal Fraksi PKB bersama dengan
sejumlah stake holder yang membidangi jaminan sosial, sebagian besar memang
mengusulkan agar bentuk kelembagaan BPJS adalah tunggal dengan struktur
organisasi yang ramping tapi kaya fungsi. Hal ini untuk menghindari terjadinya
pemborosan atau in efesiensi terhadap biaya-biaya manajerial kelembagaan yang tidak
perlu, sehingga dengan demikian dana yang terserap dari masyarakat atau pengiur
betul-betul dapat termanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan pengiur. Oleh
karena itu, Fraksi PKB mengapresiasi ketentuan tentang BPJS tunggal berupa badan
hukum publik wali amanat yang termuat dalam pasal 5 RUU BPJS yang kemudian
diikuti dengan ketentuan peralihan Pasal 48 RUU BPJS tentang peleburan empat
perusahaan negara dibidang jasa asuransi yakni Jamsostek, Taspen, ASABRI dan
Askes menjadi satu kedalam BPJS, selambat-lambatnya dua tahun setelah RUU ini
disahkan menjadi undang-undang. Meski terlihat tidak mudah untuk melakukan
konsolidasi empat perusahaan yang sudah mengakar cukup lama itu, namun demi
mengembalikan fungsi awal jaminan sosial yang berbeda sama sekali dengan bisnis
asuransi, maka mau tidak mau hal ini harus ditempuh.
- Prinsip Pengembangan Dana Jamian Sosial. Bangkrutnya sejumlah perusahaan
asuransi multinasional terkemuka beberapa tahun terakhir ini, menjadi pelajaran yang
sangat berharga bagi kita semua. Betapa investasi yang dilakukan tanpa mendasarkan
diri pada prinsip kehati-hatian dan hanya mengejar keuntungan berlipatganda dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya, terbukti justru mempercepat penggalian kubur bagi
perusahaan itu sendiri. Siapa yang menyangka perusahaan sekuritas sebesar Lehman
Brothers Amerika Serikat yang sudah berumur 157 tahun dengan jaringan bisnis
dihampir seluruh negara, hancur dalam tempo yang begitu singkat tanpa ada yang
mampu menyelamatkannya. Kita semua tentu tidak ingin BPJS bernasib sama seperti
perusahaan tersebut. Karena, BPJS bukanlah sebuah perusahaan dengan mainstream
profit oriented melainkan ia adalah badan layanan sosial yang mengedepankan
pelayanan kepada publik atau public service obligation (PSO). Oleh karena itu, Fraksi
PKB menyambut gembira dimasukkannya usulan FPKB tentang larangan terhadap
BPJS melakukan kegiatan investasi yang beresiko tinggi, seperti yang termaktub dalam
pasal 40 ayat d berikut dengan penjelasannya. Investasi BPJS di surat berharga hanya
dibatasi untuk deposito dibank-bank pemerintah dan surat berharga yang dikeluarkan
oleh negara. Sementara deposito di bank non-pemerintah, bermain di valuta asing dan
juga program sejenis dana reksa, secara tegas dinyatakan dilarang.
2) RUU Tentang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PPRT)
Dari tahun ketahun, jumlah PRT di dalam negeri maupun PRT migrant terus bertambah.
PRT merupakan salah satu profesi dengan jumlah tenaga kerja yang cukup besar.
Tahun2001, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah PRT di kota-kota besar di
Indonesia diperkirakan mencapai 570 ribu orang, sementara organisasi buruh
internasional ILO-IPEC, Tahun 2002 merilis angka empat kali lipatnya yakni 2,5 juta
orang, angka serupa juga pernah dirilis oleh Jurnal Perempuan (2005). Sekarang,
jumlah PRT secara nasional diperkirakan mencapai 4 juta orang. Angka yang cukup
besar dan artinya kebutuhan untuk memberikan perlindungan terhadap mereka
termasuk kategori yang mendesak. Oleh sebab itu, keberadaan RUU PRT ini sangat
strategis. Berikut ini beberapa pendapat penting FPKB terkait RUU ini, al:
- Akibat tidak adanya UU tentang perlindungan PRT, beberapa kali Indonesia gagal
dalam melakukan perjanjian bilateral untuk perlindungan buruh migran khususnya PRT
migran dengan sejumlah negara, antara lain; Malaysia, Arab Saudi, Singapura dan Uni
Emirat Arab. Negara-negara ini menilai bahwa Indonesia tidak konsisten dengan
perlindungan PRT, karena Indonesia sendiri tidak memiliki UU khusus yang melindungi
PRT-nya di dalam negeri. Bandingkan dengan Philipina, India dan Cina yang relatif
lebih mudah melakukan perjanjian bilateral dengan negara-negara tujuan PRT seperti
Singapura, Hongkong dan Kuwait, karena mereka menghargai PRT-nya didalam negeri
dengan membuat aturan khusus tentang perlindungan PRT. Semakin lama Indonesia
menunda pembahasan dan pengesahan RUU PPRT, semakin lama pula PRT
Indonesia diluar negeri berada dalam situasi yang rentan terhadap praktek eksploitasi
- Keberadaan UU Perlindungan PRT bisa menjadi starting poin bagi pemerintah untuk
secara bertahap menggeser para pekerja sektor informal menjadi pekerja formal.
Pergeseran ini menjadi penting untuk memberikan kepastian perlindungan hukum bagi
para pekerja in-formal. Dengan berada di wilayah formal, negara dapat memberikan
perlindungan hukum secara langsung karena dijamin oleh undang-undang.
- Pergeseran PRT ke sektor informal sekaligus bisa menjadi awal yang baik bagi
pemerintah untuk secara bertahap menggeser tenaga kerja sektor informal lainnya ke
wilayah formal. Kementerian Tenaga Kerja RI sempat menyebutkan jumlah tenaga
kerja informal jumlahnya mencapai 67% dari total tenaga kerja nasional. Dengan
menggeser pekerja informal menjadi pekerja formal, maka dengan sendirinya, akan
memberi manfaat bagi negara dengan terbukanya peluang peningkatan pendapatan
negara, setidaknya dari sektor pajak. Begitu profesi PRT menjadi formal, maka status
pemberi kerja (majikan) akan ikut menjadi formal, minimal bagi mereka yang selama ini
tidak memiliki NPWP akan mengurus NPWP dan membayar pajak sesuai ketentuan
yang berlaku.
3) Revisi UU No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia
FPKB sangat setuju dengan memasukkan revisi Undang Undang Nomor 39 tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sebagai
prioritas yang harus segera dibahas pada tahun 2011. Undang-undang Nomor 39
Tahun 2004 telah tujuh tahun diberlakukan, namun masalah dan kasus yang terjadi
semakin banyak dan kompleks, baik secara kuantitas maupun variasinya, baik TKI
selama masih di dalam negeri maupun pada saat bekerja di luar negeri. Oleh sebab itu,
FPKB menilai Undang Undang ini perlu untuk direvisi, berikut pendapat tentang Undang
Undang No 39 Tahun 2004 al:
- Selama ini pemberlakuan UU PP TKI, belum banyak memberikan rasa keadilan dan
kepastian hukum serta perlindungan yang memadai bagi TKI.
- TKI di luar negeri terutama, PRT, seringkali menghadapi permasalahan, seperti gaji
yang tidak pernah dibayarkan, pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan bahkan
pembunuhan. Sebagian besar masalah karena Undang Undang tidak dapat mengatasi
masalah dalam menyelesaikan kasus-kasus TKI luar negeri, karena itu FPKB
mendukung adanya revisi tersebut.
- Dalam undang-undang penggantian ini akan membatasi pekerjaan rumah tangga,
karena pekerja rumah tangga khususnya wanita banyak terjadi masalah. PRT minimal
berusia 21 tahun dan lulus SMP.
- Selain itu, dalam revisi nanti akan lebih mengedepankan perlindunga,n daripada
penempatan, baik kepada calon TKI maupun kepada anggota keluarga TKI. Revisi juga
akan memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada TKI.
- Dalam revisi UU No 39 Tahun 2004 mengenai Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia juga mengatur BNP2TKI itu harus memberikan pelayanan,
mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai dokumen, pembekalan
akhir pemberangkatan (PAP), penyelesaian masalah, hingga peningkatan
kesejahteraan TKI dan keluarganya dan itu harus dimasukkan di dalam revisi.
- Komisi rekrutmen nasional Kamar Dagang dan Industri Arab Saudi memutuskan
menunda rekrutmen tenaga kerja Indonesia (TKI). Keputusan ini akan menjadi
masukan bagi Panitia kerja DPR dalam merevisi Undang-Undang No. 39 tentang
Perlindungan TKI. Komisi IX juga akan memasukkan revisi untuk menghapus
pengiriman tenaga kerja informal, seperti pembantu rumah tangga. Karena sektor ini
sangat rentan terhadap tindak kekerasan. Hal tersebut dikarenakan, kalau tenaga kerja
formal dari segi SDM maupun pekerjaannya sendiri relatif lebih safety.
4) RUU Tentang Keperawatan
Mengapa Undang Undang Keperawatan ini dinilai penting? Landasan pertama adalah
UU ini memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat yang akan
memanfaatkan pelayanan keperawatan. Dan juga memberikan kepastian dan jaminan
hukum bagi tenaga perawat yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan
keperawatan. Berikutnya adalah mengapa UU tentang Keperawatan ini dinilai penting,
meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan dan mutu pelayanan keperawatan. Dan
yang terakhir adalah mempercepat keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. FPKB juga menilai Undang Undang tentang Keperawatan dinilai penting
antara lain:
- Hakekad setiap UU adalah mengatur perilakua anggota masyarakat yang akan
menjamin berlangsungnya interaksi antar anggota masyarakat secara harmonis dan
lancar.
- Untuk warga profesi keperawatan, pengaturan perilaku sebagai sebuah sistem dalam
bentuk UU Keperawatan, terutama pada:
a. Interaksi antara sesama warga keperawatan
b. Interaksi anatara warga keperawatan dengan pihak-pihak lain diluar keperawatan
Juni 2010
FPKB Setuju BPJS Berada dalam satu atap atau tunggal
Anggota DPR RI Chusnunia (10/06/2010) menyatakan, Rancangan Undang-Undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) masih dalam pembahasan di
Komisi IX. Ada sejumlah wacana yang muncul dalam pembahasan RUU tersebut. Di
antaranya, muncul kecenderungan untuk memilih BPJS berada dalam satu atap atau
tunggal. Di dalamnya akan ada kamar-kamar yang bertanggung jawab melaksanakan
jaminan sosial sesuai tugasnya. Keberadaan BPJS tunggal dapat memudahkan
konsolidasi program jaminan sosial dan sistem pengawasannya lebih rapi dibanding
BPJS multi. Selain itu, BPJS tunggal juga mengurangi kemungkinan terjadi overlapping
antarprogram. Jika struktur BPJS multi yang digunakan maka ada kecenderungan
menjadikan BPJS ini gemuk, tidak efisien dan berpotensi sulit terkoordinasi. Struktur
yang gemuk juga akan berimbas pada anggaran. Tidak hanya anggaran untuk
merealisasikan sistem jaminan sosial nasional, tapi juga anggaran rutin kesekretariatan
BPJS. Jika bentuknya BPJS multi, maka anggaran rutin (overhead kantor, gaji pegawai,
dll) yang dibutuhkan akan lebih banyak dibanding BPJS tunggal. Potensi pemborosan
anggaran nonprogram lebih besar. Banyak keuntungan dan manfaat lebih jika BPJS
menggunakan struktur tunggal. Selain lebih ramping, BPJS tunggal akan
meminimalisasi kerumitan dalam pembentukan kantor perwakilan BPJS nasional
dan/atau BPJS daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (jika BPJS Daerah
jadi dibentuk).
Juli 2010
RUU PRT Adalah Produk Hukum Penting yang Harus Hati-Hati dalam
Pembahasan
RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PRT adalah produk hukum yang
penting meskipun dalam pembahasannya harus hati-hati. Terutama bila menyentuh
persoalan gaji dan penentuan obyek hukum terkait RUU PRT. Menurut Juru Bicara
Fraksi PKB DPR RI, Chusnunia (13/07/2010) menjelaskan, namun apa pun itu, RUU
PRT harus tetap ada dan disiapkan dengan matang. Penentuan gaji yang terlalu besar
akan membuat pengguna PRT enggan menggunakan jasa PRT karena tidak mampu
membayar. Sementara soal budaya, budaya abdi dalem di keraton Jawa atau nyantrik
di pondok pesantren tradisional. FPKB juga mengingatkan LSM yang selama ini fokus
pada RUU PRT untuk mempersiapkan diri agar benar-benar siap untuk dibahas.
Jangan sampai UU PRT yang akan dibentuk ini menjadi produk gagal dewan.
Pertaruhannya adalah apakah produk ini efektif untuk melindungi PRT di dalam dan
luar negeri atau tidak, karena itu harus benar-benar dibahas. RUU PRT akan terus
dibahas meski di samping itu ada tiga UU lain yang juga dalam proses pembahasan.
Seperti UU No 13 No 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No 39 Tahun 2004
tentang Pekerja Migran. Chusnunia menambahkan, semuanya tentang pekerja, maka
mana yang siap itu yang akan didahulukan, dan bila ditunda itu tidak berarti tidak akan
dilanjutkan.
September 2010
TKI Tidak Melemahkan Posisi Diplomasi Indonesia
Adanya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) harusnya tidak menjadi hal yang melemahkan
posisi diplomasi Indonesia dalam kasus sengketa dengan Malaysia. Chusnunia
(01/09/2010), selaku anggota Komisi IX DPR RI menyatakan, TKI adalah hal yang
memang ada sejak sengketa Indonesia-Malaysia muncul, untuk itu tidak tepat bagi
pemerintah untuk melemahkan posisi dalam berdiplomasi. Chusnunia menyarankan
untuk tidak beranggapan, Malaysia dengan mudah mendeportasi seluruh TKI yang
berjumlah 2 juta orang dan tersebar di banyak wilayah Malaysia itu. Ini karena regulasi
pemulangan TKI diatur dalam regulasi nasional dan regional. FPKB meminta regulator
TKI di Indonesia seperti Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2-TKI) untuk
bekerja lebih keras. Selama ini, baik parlemen maupun partai sudah memiliki hubungan
dengan partai di Malaysia seperti UMNO dan pasti ada pengaruhnya.
Februari 2011
Susu Formula yang Mengandung Bakteri
Fraksi PKB DPR RI terus mendesak Menkes, BPOM dan ITB, dalam mengumumkan
merek susu formula yang terkontaminasi bakteri Enterobachter sakazakii. Chusnunia
(17/02/2011), sebagai anggota Komisi IX DPR RI mengatakan, merek susu formula
yang diteliti IPB tahun 2003-2006 harus diumumkan. Jangan sampai dengan
kebungkaman tiga tergugat ini (Menkes, BPOM dan IPB) mencontohkan sikap tidak
benar kemasyarakat. Seharusnya pemerintah dapat memberikan contoh ke
masyarakat. Berikan info yang benar. Katakan susu formula yang berbakteri itu tahun
2003-2006. Sekarang sudah tidak berbahaya lagi. Buat pernyataan dan segera
memberikan nama-namanya. Terbukti dengan pernyataan dari Menko Kesra bahwa,
pemerintah akan menjamin jika ada masyarakatnya yang jika terkena bakteri sakazakii
ini akan diobati. Jadi tidak ada alasan untuk tiga tergugat ini, untuk tidak
mengumumkan merek susu tersebut. Chusnunia berpendapat, persoalan susu formula
ini sudah lama bergulir. Sampai sekarang IPB menyatakan pihaknya mengalami
dilematis. Hal ini dinilai tidak perlu ditakutkan atau IPB merasa dilema. Sebab, kalau
IPB katakan ini persoalan etika, lalu kenapa IPB hanya memberitahukan merek tersebut
hanya kepada produsen bukan kepada DPR. Ini jelas tidak beretika. Menkes dianggap
egois, karena mengatakan, instansinya tidak memiliki kompeten untuk mengumumkan
merek susu formula yang diteliti. Pada kasus susu formula ini, FPKB menilai tidak ada
koordinasi antara Kemenkes dan Kemendiknas, keduanya saling melempar tangan.
Maret 2011
BKKBN Tidak Fokus Program
Pada Rapat dengar pendapat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) dengan Komisi IX DPR diwarnai dengan kritikan dan sejumlah komplain dari
anggota dewan. Rapat yang membahas tentang program prioritas BKKBN tahun 2011
tentang peningkatan partisipasi KB dan pelaksanaan layanan berbasis teknologi,
informasi dan komunikasi pada tahun 2011 ini dinilai oleh sebagian besar anggota
Komisi IX terlalu makro. Chusnunia (07/03/2011), sebagai anggota dari Fraksi PKB
menyatakan beberapa hal penting diantaranya:
- BKKBN terlalu makro dan tidak fokus sehingga terlihat mengawang-awang.
- Ketidakjelasan kinerja BKKBN juga bisa dilihat dari jawaban-jawaban yang
disampaikan BKKBN atas sejumlah pertanyaan anggota Komisi IX.
- Jawaban yang diberikan terlalu mudah dan tidak match antara pertanyaan dan
jawaban. Ini menunjukkan ketidakseriusan BKKBN dalam menyelesaikan persoalan
kependudukan ini.
- Seharusnya BKKBN fokus menyampaikan program, target, dan apa saja capaian-
capaian yang ingin didapat. Dan menyampaikan apa saja yang menjadi kendala
BKKBN selama menjalankan program sebelumnya.
- Dari sisi anggaran BKKBN mendapatkan anggaran jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan badan lain. BKKBN mendapatkan alokasi dana sebanyak Rp 2,4 triliun.
Sementara badan lainnya seperti BNP2TKI hanya mendapatkan alokasi dana sebesar
RP 200 miliar. Untuk bisa mendalami masalah terkait kependudukan, FPKB
mengusulkan kepada Komisi IX supaya dibentuk Panitia Kerja BKKBN.
April 2011
Pengawasan TKI di Jeddah Arab Saudi
Fraksi PKB mengamati proses pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) over stayers,
Chusnunia (26/04/2011) saat melakukan kunjungan ke Jeddah Arab Saudi menemukan
berbagai kenyataan yang memilukan. Dari pengawasan tersebut ada beberapa yang
dapat dijadikan landasan yakni diantaranya:
- Secara general, TKI dinilai terlalu baik hingga mudah ditipu dan pada akhirnya
membuahkan persoalan pada TKI itu sendiri.
- Di Jeddah, Arab Saudi saat melakukan kunjungan on the spot yang tidak
direncanakan, hal ini agar tidak ada yang ditutup tutupi. Ketika di bawah jembatan di
Jeddah bertemu dengan TKI yang akan dipulangkan. Seorang TKI asal Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang mengaku bernama Supriyatin mengatakan, dirinya sudah mengurus
surat-surat melalui calo, namun hingga hari kepulangan tiba, surat-surat yang dijanjikan
itu belum juga ada.
- Ditemukan juga salah seorang TKI di Jeddah mengaku tidak dibayar selama 15 tahun
oleh majikannya. Anehnya, TKI ini mengatakan, meski tidak dibayar, namun dia
diperlakukan dengan baik oleh sang majikan.
- Di Jeddah ditemukan kasus lain juga, seorang TKI mengaku dibayar secara penuh
dan menerima tanda bukti. Tapi, karena tidak memiliki cara menyimpan uang, TKI ini
menitipkan kembali uang yang diterimanya ke majikan. Dengan harapan, uang itu bisa
diambil kembali saat kontraknya berakhir. Tetapi, majikan itu tidak mau mengembalikan
uangnya.
- FPKB mengharapkan, pemberdayaan TKI yang akan berangkat menjadi solusi untuk
menekan persoalan-persoalan seperti yang terjadi di Jeddah Arab Saudi.
Mei 2011
FPKB Mendorong Untuk Pelaksanaan APBN Tahun 2012
FPKB mendorong untuk pelaksanaan APBN tahun 2012 idealnya dijalankan dengan
tidak hanya untuk mengejar peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro growth) semata,
tapi juga memperhatikan strategi pembangunan ekonomi lainnya, yaitu, pro jobs, pro
poor, dan pro environment sehingga percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini juga
disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan (growth with equity) dengan indikator
kesempatan kerja semakin banyak tersedia serta kemiskinan di Indonesia juga semakin
berkurang. Hal ini juga sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2012, yaitu: “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan
Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat.” Pokok – pokok pembicaraan
RAPBN TA 2012 diantaranya adalah sebagai berikut:
1. FPKB melihat dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi makro dunia maupun
kondisi ekonomi domestik sejak tahun 2010 yang lalu, serta dengan didukung oleh
meningkatnya kinerja investasi dan perdagangan dunia sehingga berdampak positif
pada peningkatan ekspor dan investasi di Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia masih memungkinkan untuk mencapai angka 7 persen.
2. FPKB mendorong pemerintah untuk dapat meningkatkan tax ratio menjadi sekitar 14
persen. Untuk itu, pemerintah harus lebih mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan
negara dan mengantisipasi kebocoran sumber penerimaan di sektor perpajakan yang
terjadi selama ini. Di samping sektor perpajakan, FPKB juga meminta pemerintah untuk
mengoptimalkan Pendapatan Negara di bidang kepabeanan dan cukai untuk lebih
diperhatikan lagi.
3. FPKB berpendapat bahwa Kebijakan Belanja Negara dalam tahun 2012 yang
diperkirakan sebesar 16 persen dari PDB tetap harus di arahkan pada prioritas
pembangunan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat, yaitu untuk
mengatasi persoalan pengganguran, pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
menanggulangi kemiskinan dan juga untuk meningkatkan iklim investasi dan usaha di
Indonesia tentunya.
4. FPKB memandang bahwa Kebijakan Defisit Anggaran pada tahun 2012 yang
ditentukan sekitar 1,4 – 1,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah
jika dibandingkan tahun 2011 sebesar 1,8 persen dari PDB harus memperhatikan
secara cermat komposisi pembiayaan baik yang lewat utang maupun non utang.
5. FPKB berpendapat, bahwa dengan target pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang
tinggi, yaitu antara 6,5-6,9 persen, maka kualitas pertumbuhan ekonomi tersebut juga
harus bisa mencerminkan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
menurunnya pengangguran terbuka dan berkuranganya tingkat kemiskinan di tahun
2012. Untuk itu target tingkat pengangguran terbuka tahun 2012 pada kisaran 6,4 – 6,7
persen atau lebih rendah dibandingkan target tahun 2011 sebesar 7 % dan tingkat
kemiskinan antara 10,5 – 11,5 persen atau lebih rendah dari perkiraan tahun 2011
sekitar 11,5-12,5% merupakan tanggungjawab pemerintah yang wajib dilaksanakan.
6. FPKB mengusulkan kepada pemerintah untuk menempatkan pelbagai usulan alokasi
anggaran yang tersebar di beberapa Kementerian / Lembaga (K/L) dapat diintegrasikan
menjadi satu anggaran untuk desa. FPKB menyatakan menyetujui Kerangka Mikro dan
Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2012 untuk dibahas lebih lanjut.
Juni 2011
Sertifikasi Tanah Masih Menjadi Persoalan Transmigran
Persoalan sertifikasi tanah, masih menjadi momok program transmigrasi. Di beberapa
lokasi transmigrasi di Indonesia, persoalan itu masih sering muncul dan menghambat
program yang bertujuan mengurangi kemiskinan dan pemerataan pembangunan itu.
Salah satunya di Sumatera Selatan. Perwakilan transmigran mendatangi DPR untuk
mengadukan persoalan itu. Di ruang rapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB)
itulah, masyarakat transmigran dari Tanjung Beringin, Sumatera Selatan, menjelaskan
betapa sertifikasi tanah memperburuk kondisi mereka di tanah rantau. Chusnunia
(01/062011,) selaku juru bicara FPKB DPR RI menjelaskan, dua di antara perwakilan,
Komaruddin dan Ngadiono menjelaskan perihal SK Bupati tentang tanah transmigran
yang justru mengalihkannya ke PT Sawit Lestari. Begitu juga kondisi infrastruktur di
area perkebunan. Di beberapa lokasi transmigrasi misalnya, kondisi jalan sangat buruk.
Bahkan ada jalan berupa galian tanah. Masyarakat perwakilan transmigran menilai,
bupati setempat seolah tidak menghendaki adanya transmigran. Minim perhatian
adalah buktinya. Di lokasi transmigrasi hampir pasti akan banjir bila hujan tiba. Sialnya,
tanah lokasi yang kebanyakan adalah lahan gambut, pasti akan amblas bila bercampur
dengan air. Ujungnya, persoalan tanaman pun muncul. Tanjung Beringin misalnya,
tanaman jagung yang biasanya hidup di hampir semua musim, justru tidak bisa tumbuh
dengan baik. Transmigran pernah mencoba menanam pohon nangka, namun tidak
berhasil. Hanya pohon sawit yang bisa bertahan dengan kondisi semacam itu.
Masyarakat sangat mengharapkan DPR bisa memahami dan menemukan solusi atas
hal ini. FPKB akan mengajukan usulan pengusutan tuntas problem transmigran.
Khususnya persoalan sertifikat tanah yang disalahgunakan. Sesuai proses transmigrasi
di awal, masyarakat transmigran ini sudah masuk pola pascareformasi. Yang artinya,
daerah siap menerima para transmigran.
Juli 2011
Anggaran Guna Pendidikan dan Keterampilan TKI
FPKB menyarankan pasca pemberhentian sementara (moratorium) Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri ada anggaran yang diperuntukkan bagi pendidikan dan
keterampilan TKI. Chusnunia (19/07/2011) mengatakan, untuk meningkatkan
pendidikan dan keterampilan kerja TKI itu, pemerintah khususnya Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemdiknas) diharapkan menyisihkan anggaran. Diketahui, saat
ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menambah anggaran pendidikan
sebesar Rp 14,479 triliun. Anggaran tersebut diharapkan dapat memperbaiki program-
program pendidikan. TKI juga perlu mendapatkan pendidikan dan keterampilan kerja.
Peraturannya sudah ada di undang-undang. TKI kita perlu dapat pendidikan dan
keterampilan kerja yang layak. Pasca moratorium, perlu juga pemerintah membuka
lapangan pekerjaan yang besar jumlahnya, sehingga bekerja di Indonesia cukup aman
dan terjamin kelayakan hidupnya.
FUNGSI REPRESENTASI
1. Bidang Ketenagakerjaan
Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia.
- Masyarakat meminta untuk difasilitasi adanya program pemberdayaan calon TKI agar
lebih profesional sebelum mereka diberangkatkan. Disamping itu juga pelatihan
peningkatan kemampuan bahasa asing bagi TKI.
- Masyarakat juga mendorong untuk diberantasnya pungli-pungli kepadaTKI, dan
ditutupnya PJTKI yang nakal.
- Kepada pemerintah, masyarakat meminta untuk pembebasan biaya paspor kepada
TKI, serta kemudahan sarana bagi para TKI dalam mentransfer uang dari luar negeri.
- Masyarakat juga mengusulkan adanya pemberdayaan melalui pelatihan dan
bimbingan bagi Pasca TKI, sehingga TKI ini tidak keluar negeri lagi. Mengingat bahwa
TKI yang telah balik kedaerah asal nya ini telah memiliki modal yang cukup.
2. Bidang Kesehatan
Pelaksanaan Jamkesmas dan Jamkesda.
Masyarakat meminta sosialisasi yang lebih detail cara mengurus Jamkesmas ataupun
Jamkesda, karena selama ini masih dirasakan kurang.
Keperawatan
Masyarakat umum meminta agar profesionalitas kinerja bagi tenaga kesehatan
khususnya perawat, sebab hal ini dinilai banyak perawat yang salah menggunakan
tenaga medisnya untuk membuka mal praktek.
Persoalan informasi tentang RUU Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)
dan RUU Perlindungan PRT.
Masyarakat umum dan konstituen banyak yang kurang memperoleh akses informasi
tentang RUU BPJS dan RUU PRT yang masih dibahas di DPR RI. Padahal informasi
mengenai dua RUU tersebut sangat penting, apalagi ini berkaitan dengan kewajiban
negara untuk melindungi masyarakat dan memberi kepastian hukum atas jaminan
sosial yang menjadi hak rakyat, dan juga berkaitan dengan perlindungan hukum
terhadap sektor informal seperti PRT.