Post on 21-Jun-2015
Mana Duitnya ?! Oleh: H. Wahidi
Dalam kolom Opini pada majalah Signal edisi bulan Desember 2011, telah dibahas bahwa pulsa tidak
sama dengan rupiah. Oleh karenanya bila pulsa digunakan untuk transaksi bisnis yang bersifat
revenue sharing akan menyebabkan uang kas operator selular berkurang (cash out flow) secara
signifikan.
Lantas bagaimana mengembangkan layanan bisnis baru (new business) yang tidak menyedot uang
kas namun justru mendatangkan aliran uang? Jelas, kembali ke norma dagang yang umum, bahwa
bisnis apapun kuncinya adalah mendatangkan uang (cash in flow). Dalam uraian berikut ini akan
diulas lebih lanjut aspek finansial dari pulsa. Kemudian berlanjut dengan pengenalan konsep
pembayaran dalam layanan bisnis baru.
Masih terkait dengan kasus pencurian pulsa, apakah dampak dari penyetopan layanan konten
premium terhadap pendapatan (revenue) dari penyedia konten (content provider) dan operator
selular? (ref. Surat Edaran BRTI No. 177 tertanggal 14 Oktober 2011).
Industri konten adalah industri kreatif baik dalam penyediaan konten yang kreatif, demikian pula
seharusnya kreatif dalam memasarkannya. Kasus pencurian pulsa merupakan momentum yang
sangat baik bagi penyedia konten untuk bangkit mengembangkan kreatifitas pemasaran layanan
konten yang tidak lagi menggunakan pulsa.
E-commerce sebagai pionir bisnis kreatif seperti Amazon, Apple Store, Android Market dan lainnya
telah mengadopsi berbagai cara pembayaran elektronik (e-payment) seperti ATM, e-money (prepaid
money), kartu kredit, kartu debet, mobile banking, e-banking, transfer atau paypal. Para penyedia
konten dapat mencontoh ini. Jadi, walaupun regulator menyetop penggunaan pulsa namun tersedia
berbagai point of sales dan beragam cara bayar sehingga bisnis konten akan tetap hidup dan
berkembang. Ada yang akan mencoba penjualan lagu, ringtone atau konten via ATM, mobile/e-
banking atau e-money?
Mengenai e-money, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan yang tinggi sekitar 20% – 30%.
Per Oktober 2011 tercatat 32,27 juta transaksi e-money senilai Rp779,41 milyar. Saat ini terdapat
sebelas penerbit e-money seperti Telkomsel (t-cash), XL, Indosat, Telkom (delima), BRI (brizzi), BCA
(flazz), Mandiri Prabayar, BNI, Bank Mega, Bank DKI dan SkyeSab.
Selanjutnya bagaimana dampak penyetopan layanan konten pada pendapatan operator seluler?
Berikut rilis dari operator XL, bahwa pada 2011 pendapatan SMS premium menurun drastis hingga
57%. Namun total pendapatan XL justru meningkat 7% menjadi Rp19 triliun. (Sumber:
http://www.detikinet.com). Menarik! Terdapat kemungkinan pengalihan penggunaan pulsa (yang
tidak lagi “tersedot/tercuri”) ke penggunaan layanan lainnya seperti percakapan dan/atau
internetan yang makin banyak.
Mari kita lihat fakta di XL tersebut sebagai referensi pembahasan aspek finansial berikut ini,
khususnya terhadap pendapatan prabayar yang merupakan pos pendapatan terbesar. (Catatan:
Kontribusi pendapatan prabayar lebih dari 90% dari total pendapatan pasca dan prabayar).
Berikut ini contoh yang sederhana, pelanggan membeli voucher 10.000 sebesar Rp10.000 dari
penjual (dealer/reseller/outlet). Dengan diskon penjualan sebesar 5%, maka uang yang dibayar
penjual dan diterima operator adalah sebesar Rp9.500. Karena harga voucher sudah termasuk PPN,
maka operator harus membayar 10% atau Rp1.000 sebagai pajak (tax). Operator akan mencatatnya
sebagai berikut:
Setelah pembayaran pajak tersebut, maka netto kas operator di banknya menjadi sebesar Rp8.500.
Bila pelanggan telah mengaktifkan/mengisi voucher tersebut namun belum dipakai, maka akan
tercatat pulsa senilai 10.000 (unearned, sebagai kewajiban operator).
Bila kemudian pelanggan menggunakan pulsa tersebut, misalkan senilai 7.500, untuk TalkMania
5.000 dan InternetMania 2.500, maka akan dicatat sebagai pendapatan (earned/revenue) sebagai
berikut:
Bagaimana bila pelanggan tersebut churn (berhenti), misal karena pengaruh “pencurian pulsa” dan
ganti kartu operator lain, kemudian terdapat nilai pulsa yang tersisa senilai 2.500? Maka yang tersisa
tersebut tetap diakui sebagai pendapatan senilai 2.500 dan dicatat sebagai berikut:
Total yang diakui sebagai pendapatan dalam income statement adalah sebesar senilai 10.000 yang
berasal dari 7.500 earned (revenue) dan 2.500 other income (outpayment).
Jadi benarkah bilamana layanan konten distop maka pendapatan operator selular akan turun? Pada
contoh di atas, dalam hal churn saja maka pendapatan dari pelanggan prabayar tersebut tidak
berkurang, akan tetap senilai pulsa. Apalagi bila pulsanya tidak “tersedot/tercuri”, di samping
potential benefit pelanggan tidak hilang (customer satisfaction) juga produktifitas operator seperti
MoU (minutes of usage) atau konsumsi data akan meningkat.
Ada catatan tersendiri mengenai MoU, ternyata konsumsi menelpon di Indonesia masih tergolong
rendah. Laporan analis menyebutkan di Indonesia rata-rata MoU sebesar 146 menit/orang/bulan.
Bandingkan, di Malaysia: 222 menit, di Thailand: 322 menit, di China: 461 menit atau di US: 951
menit. (Sumber: Global Wireless Matrix 4Q11, Bank of America Merrill Lynch). Pelanggan masih
dapat distimulasi untuk meningkatkan percakapan dan menjaganya dari berbagai gangguan
termasuk dari kasus pencurian pulsa. Jadi peluang meningkatkan MoU masih tinggi, yang berarti juga
peluang meningkatkan pendapatan, apalagi didukung oleh kapasitas jaringan yang besar.
Bagaimana selanjutnya konsep layanan bisnis baru baik dalam penjualan maupun pembayarannya.
Di awal telah disinggung, bisnis harus ada uangnya (norma dasar dagang). Barang/jasa yang dijual
dan uang yang masuk/keluar dari penjualannya harus jelas adanya.
Pada Signal edisi Desember 2011 lalu, disebutkan antara “old business” yang mana operator
mendapatkan uang masuk (cash in flow) dari penjual (dealer) seharusnya tidak bercampur dengan
“new business” yang mana terdapat uang yang keluar (cash out flow) untuk layanan bisnis baru.
Berikut gambaran ide yang sederhana dan mendasar bagaimana agar “old business” dan “new
business” keduanya dapat berkembang dan memberikan nilai tambah (uang masuk tambahan) bagi
perusahaan.
Pada gambar di atas. Sebelumnya dari “old business” operator mendapatkan uang kas sebesar
Rp9.500, yaitu dari penjualan voucher senilai 10.000 kepada penjual (dealer). Kemudian voucher
tersebut oleh penjual dijual kepada pembeli sebesar Rp10.000 dan penjual mendapatkan marjin
sebesar Rp500. Pelanggan mengaktifkan voucher tersebut (sebagai pulsa) dan digunakan untuk
berbagai keperluan menelpon, kirim SMS dan internetan, sampai pulsa itu habis. Dari penggunaan
tersebut (usage) dicatat oleh operator sebagai pendapatan senilai 10.000.
Kemudian dengan berkembangnya teknologi, terdapat peluang untuk menjual berbagai layanan
bisnis baru, misalkan RBT, game dan berbagai konten/aplikasi lainnya. Penyedia konten dapat
menjual layanan-layanan tersebut pada berbagai point of sales misalkan via internet, aplikasi HP,
bundling, mengadakan sales event di pusat belanja HP atau di pameran-pameran. Pembayaran
layanan bisnis baru tersebut tidak dengan pulsa namun dilakukan secara tunai maupun non-tunai
melaui e-payment seperti ATM, e-banking, mobile banking, e-money atau e-payment lainnya.
Untuk konten yang mengharuskan koneksi ke jaringan operator, contoh RBT, maka penyedia konten
harus membayar aktivasi layanan tersebut kepada operator. Contoh sederhana, penyedia konten
menjual RBT seharga Rp5.000. Dari deposit uangnya, pelanggan membelinya dengan harga Rp5.000.
Pendapatan penyedia konten dari penjualan tersebut adalah sebesar Rp5.000 dan langsung
dibukukan pada rekeningnya di bank. Dari uang tersebut sebagian dibayarkan untuk jasa bank misal
Rp500 dan Rp1.500 kepada operator untuk biaya aktifasi.
Dengan model bisnis ini, maka operator akan memperoleh sumber uang (new fresh money) dan
pendapatan baru (new revenue stream) sebesar Rp1.500. Maka uang kas operator di bank akan
menjadi sebesar Rp11.000 yang berasal dari arus kas “old business” sebesar Rp9.500 dan Rp1.500
dari “new business”. Total pendapatan (revenue) operator pun bertambah menjadi 11.500, yaitu
sebesar 10.000 dari “old business” dan 1.500 dari “new business”. Dengan model bisnis baru ini,
maka pendapatan operator meningkat sebesar 15%.
Operator dapat juga menggali pendapatan lainnya dari berbagai layanan bisnis baru, misalkan
mobile ads, m-remittance, penyewaan site dan properti (BTS, kantor pelayanan). Bahkan di negara
maju penyewaan jaringan/network menjadikan banyak bermunculan MVNO (mobile virtual network
operator) sehingga layanan telepon makin tersedia luas dan makin ekonomis dengan berbagai
layanan yang kreatif .
File: D:\Documents and Settings\helmiwah\My Documents\Job\Jurnal\Pulsa_20-02-12rev.doc