Post on 11-Feb-2018
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
1/21
SEMINAR TUBERKULOSIS
PENGOBATAN TUBERKULOSIS DALAM PROGRAM
NASIONAL
Disusun oleh:
1. Enninurmita Hazrudia 09065080052. Jacky 09065526303. Lyriestrata Anisa 09065082514. Mirza Rahma Nauli 0806320742
MODUL PRAKTIK KLINIK PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
2012
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
2/21
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting
di dunia. Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Melihat sejarahnya, pada tahun 1992, World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency.Perkiraan kasus TB
secara global pada tahun 2009 adalah insidens kasus 9,4 juta (8.9 9.9 juta),
prevalens kasus 14 juta (1216 juta), kasus meninggal (HIV negatif) 1.3 juta (1.2
1.5 juta) dan kasus meninggal (HIV positif) 0.38 juta (0.320.45 juta).
Kasus terbanyak tetap diduduki oleh Asia Tenggara (35%), disusul oleh Afrika
(30%) dan wilayah Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV
positif dan 80% kasus TB-HIV berasal dari region Afrika. Pada tahun 2009,
diperkirakan kasus TB multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus
(230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah
terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, Indonesia menduduki peringkat
kelima dengan insidens kasus 0.32-0.52 juta.
Tingginya angka TB di Indonesia menunjukkan bahwa penanganan TB tidak
mudah. Tuberkulosis diobati menggunakan OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Panduan obat anti tuberkulosis (OAT) jangka pendek yang terdiri dari isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama enam bulan telah mulai digunakan
sejak tahun 1977. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat
di Indonesia terdiri dari OAT lini kedua yaitu kanamisin, kapreomisin,
levofloksasin, ethionamid, sikloserin, dan PAS.
Oleh karena itu, pada makalah ini dibahas mengenai pengobatan TB yang menjadi
program nasional. Selain itu dibahas pula mengenai TB-MDR dan TB pada pasien
dengan keadaan khusus. Memang sekali lagi, untuk terjaminnya pengobatan TB
yang baik, diagnosis harus ditegakkan secara cepat dan tepat serta pemberian
regimen sesuai standardisasi dengan efikasi yang telah terbukti.
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
3/21
3
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Setiap pengobatan penyakit memiliki tujuan pencapaiannya masing-masing. Pada
Tuberkulosis pengobatan ditujukan untuk menyembuhkan pasien, meningkatkan
serta mengembalikan kualitas hidup pasien dan produktifitasnya, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, mengurangi transmisi serta penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.
Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yakni fase intensif dan fase
lanjutan. Secara umum lama pengobatan untuk tuberkulosis sekitar 6-8 bulan
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)Secara umum, obat anti tuberkulosis dibedakan menjadi 2 yaitu lini pertama dan
lini kedua. Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resistensi obat (terutama
kasus multi drug resistant)
1. Jenis obat lini pertamaIsoniazid: bersifat bakterrisidal, dengan dosis yang direkomendasikan sebanyak 4-
6 mg/kgBB/ hari dengan dosis maksimal 300 mg/hari. Untuk penggunaan obat 7
hari perminggu dosis yang digunakan sebanyak 5 mg/kgBB/hari sedangkan
penggunaan 3 x/minggu dosis yang digunakan sebanyak 10 mg/kgBB/hari
Rimfampisin: bersifat bakterisidal, dengan dosis yang direkomendasikan
sebanyak 8-12 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 600mg/hari. Untuk
penggunaan setiap hari ataupun 3x/minggu dosis yang digunakan sebanyak 10
mg/kgBB/hari. Berdasarkan rekomdasi berat badan apabila berat badan < 40 kg
diberikan dosis 300mg/hari, 40-60 kg diberikan dosis 450 mg/hari, dan >60kg
diberikan dosis 600 mg/hari.
Pirazinamid: bersifat bakterisidal dengan dosis rekomendasi sebanyak 20-30
mg/kgBB/hari. Untuk penggunaan setiap hari digunakan dosis 25mg/kgBB/hari
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
4/21
4
sedangkan penggunaan 3x/minghgu diberikan dosis 35mg/kgBB/hari.
Rekomendasi berdasarkan berat badan yaitu apabila berat badan < 40 kg diberikan
dosis 750 mg/hari. 40-60 kg diberikan dosis 1000 mg/hari, >60 kkg diberikian
dosis 1500mg/hari.
Etambutol: bersifat bakteriostatik dengan dosis rekomendasi 15-20 mg/kgBB/hari.
Untuk penggunaan setiap hari diberikan dosis 15 mg/kgBB/hari sedaqngkan
penggunaan 3x/minggu diberikan dosis 30mg/kgBB/hari. Rekomendasi
berdasarkan berat badan yakni apabila berat badan 60 kg dengan dosis
1500mg/hari.
Streptomisin bersifat bakterisidal dengan dosis 15-18 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimal 1000mg/hari. Penggunaan setiap hari dan 3x/minggu diberikan dosis
15mg/kgBB/kali. Berdasarkan berat badan apabila 60 kg diberikan dosis
1000mg/hari.
2. Obat Lini keduaa. Kanamisin
b. Kapreomisinc. Amikasind. Sikloserine. Kuinolonf.
Etionamid/protionamid
g. Para amino salisilath. Makrolid, amoksisilin+s.klavulanat, linezolid dan klofazimin dapaat
digunakan walaupun efikasi belum jelas.
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
5/21
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
6/21
6
3. Obat sisipan (HRZE)Obat sisipan terdiri atas INH, Rimfampisin, pirazinamid dan etambutol yang
diminum setiap ahri selama 1 bulan. Obat sisipan diberikan apabila pengobatan
awal (2 bulan pertama) belum ada konversi BTA dari positif menjadi negatif.
Obat sisipan ndapat diberikan p[ada kategori 1 ataupun 2.
4. Kategori anak (2HRZ/4HR)Pengobatan diberikan setiap hari. Untuk 2 bulan npertama, diberiksn INH,
Rimfampisin, dan pirazinamid. Selanjutnya diberikan INH dan rimfampisin
selama 4 bulan.
Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama
dan lama pengobatan berbeda, yaitu:
Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko kecacatan danmeningkatkan angka mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan
streptomisin.
TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai responpengobatan
Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan
Efek Samping Obat
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagain kecil dapat mengalami efek samping, sehingga
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi ringan atau berat. Bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan. Pendekatan berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek
samping OAT.
Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek
samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
7/21
7
efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan
pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor),
OAT penyebab dapat dihentikan dan segera dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih
besar atau dokter paru untuk tatalaksana selanjutnya.
Tabel 2.2 Efek Samping OAT
Efek Samping Obat Tatalaksana
Mayor Kulit kemerahan dengan /tanpa
gatal
S, H, R, Z Hentikan OAT
Tuli (bukan karena kotoran) S Hentikan S
Pusing (vertigo & nistagmus) S Hentikan S
Kuning (setelah dd/ disingkirkan),
hepatitis
H, Z, R Hentikan pengobatan TB
Minor Bingung (gangguan hepar berat bila
bersamaan dengan kuning)
Sebagian
besar OAT
Hentikan pengobatan TB
Gangguan penglihatan (dd/ sudah
disingkirkan)
E Hentikan E
Syok, purpura, gagal ginjal akut R Hentikan R
Jumlah urin berkurang S Hentikan S
Nafsu makan turun, mual, nyeri
perut
Z, R, H Berikan obat bersama
makanan ringan/sebelum
tidur. Minum OAT dengan
airNyeri sendi Z Aspirin/NSAID/Parasetamol
Rasa terbakar, kebas, kesemutan
pada tangan/kaki
H Piridoksin 100-200 mg/hari
selama 3 minggu.
Profilaksis 25-100 mg/hari.
Mengantuk H Pastikan, berikan obat
sebelum tidur
Urin kemerahan/oranye R Yakinkan pasien dan
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
8/21
8
sebaiknya pasien diberi tahu
sebelum mulai pengobatan.
Sindrom flu (demam, menggigil,
malaise, sakit kepala, nyeri tulang)
R
intermiten
Ubah pemberian dari
intermitten menjadi harian.
Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberkulosis yang banyak dipakai
adalah hepatotoksik. Kelainan yang ditimbulkan mulai dari peningkatan kadar
transaminase darah (SGOT/SGPT) yang ringan saja sampai pada hepatitis
fulminan. Hepatitis karena obat antituberkulosis banyak terjadi karena pemakaian
INH+rifampisin. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa INH memproduksi
hidrazin yakni suatu metabolik yang hepatotoksik. Hidrazin ini lebih banyak lagi
diproduksi bila pemberian INH dikombinasikan dengan rifampisin.
Bila kadar SGOT/SGPT meningkat tidak lebih dari 2x nilai normal, INH
dan rifampisin masih dapat diteruskan. Bila kadarnya meningkat terus, INH dan
rifampisin harus dihentikan pemberiannya. Pemberian steroid pada hepatitis
karena OAT dapat dipertimbangkan. Rifampisin atau INH kemudian dapat
diberikan kembali sendiri-sendiri secara desensitisasi. Desensitisasi dengan INH,
dimulai dengan 25 mg dan dinaikkan 2 kali dosis sebelumnya setiap hari. Untuk
rifampisin, sama seperti INH dan dimulai dengan dosis 75 mg. Untuk mencegah
terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol seperti:
Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai etambutol Tes audiometri untuk pasien yang memakai streptomisin Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah
perifer dan asam urat (untuk pirazinamid)
B. Pengobatan Suportif/Simptomatis
1. Pasien rawat jalana. Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bilakeadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dilakukan
pengobatan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
9/21
9
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi
termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Makanan sebaiknya
bersifat tinggi kalori-protein. Secara umum protein hewani lebih superior
disbanding nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien seperti
zink, vitamin-vitamin D, A, C dan zat besi diperlukan untuk mempertahankan
imunitas tubuh terutama imunitas seluler yang berperanan penting dalam melawan
TB. Peningkatan pemakaian energi dan penguraian jaringan yang berkaitan
dengan infeksi dapat meningkatkan kebutuhan mikronutrien seperti vitamin A, E,
B6, C, D dan folat.
Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah:
Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6 kali perhari lebihdiindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali per hari.
Bahan-bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak nabati, mentegakacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan
bubur, sup, kuah daging atau minuman berbahan susu untuk menambah
kandungan kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.
Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi untukmencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat.
Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari. Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver, sereal, polong, kentang,
pisang dan tepung haver.
Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidakmemiliki vitamin juga dapat memperberat fungsi hepar.
Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8 gelas per hari). Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas ataukeluhan lain.
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
10/21
10
2. Pasien rawat inapIndikasi rawat inap:
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
a. Batuk darah masifb. Keadaan umum burukc. Pneumotoraksd. Empiemae. Efusi pleura masif/bilateralf. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)TB di luar paru yang mengancam jiwa:
a. TB paru milierb. Meningitis TBPengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat.
C. Terapi PembedahanIndikasi operasi
1. Indikasi mutlaka. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasisecara konservatif
2. Indikasi relatifa. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhanc. Sisa kavitas yang menetapTindakan invasif (selain pembedahan)
Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
11/21
11
Pembedahan dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan dalam TB ekstraparu.
Pembedahan dibutuhkan dalam pengobatan komplikasi pada keadaan seperti
hidrosefalus, obstruksi uropati, perikarditis konstriktif dan keterlibatan saraf pada
TB tulang belakang (TB spinal). Pada limfadenitis TB yang besar dan berisi
cairan maka diperlukan tindakan drainase atau aspirasi/insisi sebagai salah satu
tindakan terapeutik dan diagnosis.
D. Multi Drug Resistance(MDR)/Resisten Ganda
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDRTuberkulosis resisten obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu
fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat.
Faktor penyebab resistensi OAT terhadap kumanM.tuberculosis antara lain:
1. Faktor Mikrobiologika. Resisten yang natural
b. Resisten yang didapatc. Amplifier effectd. Virulensi kumane. Tertular galur kuman - MDR
2. Faktor Klinika. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis Pengobatan tidak mengikuti pedoman Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnyayang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang
tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH.
Tidak adaguideline/pedoman Tidak ada/kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
12/21
12
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan padasatu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama maka penambahan 1 jenis obat
tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.
Organisasi program nasional TB yang kurang baik.
b. Obat Pengobatan TB jangka waktunya lama, lebih dari 6 bulan sehinggamembosankan pasien.
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan gagalsampai selesai/komplit.
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelahmakan, atau ada diare.
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetapyang mana bioavaibilitas rifampisinnya berkurang.
Regimen/dosis obat yang tidak tepat. Harga obat yang tidak terjangkau. Pengadaan obat terputus.
c. Pasien PMO tidak ada/kurang baik Kurangnya informasi atau penyuluhan Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang, dll Efek samping obat Sarana dan prasarana transportasi sulit/tidak ada Masalah sosial Gangguan penyerapan obat
3. Faktor Programa. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
b. Amplifier effectc. Tidak ada program DOTS-PLUS
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
13/21
13
d. Program DOTS belum berjalan dengan baike. Memerlukan biaya yang besar
4. Faktor HIV/AIDSa. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
b. Gangguan penyerapanc. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. Faktor KumanKumanM. tuberculosis super strains
Sangat virulen Daya tahan hidup lebih tinggi Berhubungan dengan TB-MDR
2. Definisi TB-MDRResistensi ganda adalah M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap
rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH
merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang
diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resistensi terhadap obat anti
TB dibagi menjadi:
Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernahmendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT
kurang dari 1 bulan.
Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiensudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.
Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayatpengobatan OAT minimal 1 bulan.
Kategori Resistensi M. Tuberculosis terhadap OAT
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB:
Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
14/21
14
Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selainkombinasi isoniazid dan rifampisin
Multidrug-resistance (MDR): kekebalan terhadap sekurang-kurangnyaisoniazid dan rifampisin.
Extensive drug-resistance (XDR): TB-MDR ditambah kekebalanterhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan
amikasin).
Total Drug Resistance: resisten baik dengan lini pertama maupun linikedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai,
3. Suspek TB-MDRPasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah:
a. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikandengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.
b. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelahsisipan dengan kategori 2.
c. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yangmendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.
d. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.e. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
sisipan dengan kategori 1
f. TB paru kasus kambuhg. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori
1 dan atau kategori 1.
h. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di
bangsal TB-MDR
i. TB-HIV
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
15/21
15
Pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke laboratorium
dengan jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan obat.
4. Diagnosis TB-MDR Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat
M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat
ditegakkan diagnosis TB-MDR.
Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh:
Pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR Pengenalan kegagalan obat secara dini Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasiUji kepekaan OAT lini 2 dilakukan bila terdapat riwayat pemakaian OAT lini ke-
2 atau pada pasien MDR yang dalam masa pengobatan tidak terjadi konversi atau
perburukan secara klinis.
5. Penatalaksanaan TB-MDRKelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB resisten obat:
Kelompok 1: OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol (E),Pirazinamid (Z), Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: Obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin(Cm), Streptomisin (S)
Kelompok 3: Fluorokuinolon, Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin (Lfx),Ofloksasin (Ofx)
Kelompok 4: Bakteriostatik OAT lini kedua. Etionamid (Eto), Protionamid(Pto), Siklosrin (Cs), Terzidone (Trd), PAS
Kelompok 5: Obat yang belum diketahui efektivitasnya. Klofazimine (Cfz),Lizenoid (lzd), Amoksiclav (Amx/clv), Tiosetazone (Thz), Imipenem/Cilastin
(Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr)
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
16/21
16
6. Strategi PengobatanStrategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan
frekuensi penggunaan OAT di negara tersebut. Di bawah ini beberapa strategipengobatan TB-MDR
Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasipasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena
tidak tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan
mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR
sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan.
Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayatpengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi
representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji
kepekaan individual.
Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayatpengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
Regimen standar TB-MDR di Indonesia adalah:
6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto:
Etionamid, Cs: Sikloserin
Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.
Lama fase intensif
Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah
berdasarkan kultur konversi. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan
atau minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur yang pertama menjadi
negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur, sputum, foto toraks dan
keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan menghentikan
pemakaian obat suntik.
Lama pengobatan
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
17/21
17
Lamanya pengobatan berdasarkan kultur konversi. Panduan yang
direkomendasikan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah
kultur konversi. Sampai saat ini belum ada data yang mendukung pengurangan
lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan pada kasus
kronik dengan kerusakan paru luas.
Tabel 2.3 Pemantauan Selama Pengobatan TB-MDR
Pemantauan Frekuensi yang dianjurkan
Bulan pengobatan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi klinis
(termasuk BB)
Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
Pengawasan oleh
PMO
Pemeriksaan
dahak dan biakan
dahak
Setiap bulan sampai konversi, bila sudah konversi setiap 2 bulan
Uji kepekaan
obat* Diulang bilamana perlu
Foto toraks
Kreatinin serum**
Kalium serum**
Tiroid stimulating
hormone
(TSH)***
Enzim hepar
(SGOT, SGPT)#
Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan Berdasarkan indikasi
Hb dan Leukosit Berdasarkan indikasi
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
18/21
18
* Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau
memburuknya keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap
positif uji kepekaan tidak perlu diulang sebelum 3 bulan.
** Bila diberikan obat suntikan. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan risiko
tinggi lainnya pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu.
*** Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan
gejala hipotiroid
# Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien
dengan risiko, gejala hepatitis
7. Pembedahan TB-MDRProsedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR adalah
reseksi. Dari hasil beberapa penelitian pembedahan efektif dan relatif aman.
Pembedahan tidak diindikasikan pada penderita dengan gangguan paru luas
bilateral. Pembedahan dilakukan pada kasus-kasus awal seperti kelainan satu
lobus atau paru dan setelah pemberian pengobatan selama 2 bulan untuk
menurunkan infeksi bakteri dalam paru. Setelah pembedahan, pengobatan tetap
diberikan selama 12-24 bulan.
E. Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus
1. TB Milier Regimen OAT sama seperti TB paru.pada keadaan yang berat atau diduga ada
keterlibatan meningen atau perikard atau ada sesak napas, demam tinggi
dianjurkan diberi kortkosteroid
Rawat inap Pada keadaan khusus (sakit berat tergantiung keadaan klinis, radiologi dan
evaluasi pengobatan) maka pengobatan fase lanjutan diperpanjang sampai 12
bulan
2. Efusi Pleura TB Panduan obat: 2RHZE/4RH
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
19/21
19
Cairan dievakuasi seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan evakuasicairan dapat diulang
Dapat diberikan korikosteroid dengan cara tappering off pada efusi pleura TBtanpa lesi di paru
3. TB Paru dengan Diabetes Mellitus (DM)Panduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat gula
darah harus terkontrol. Lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan apabila
kadar gula darah tidak terkontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu
ditingkatkan. Insulin dapat digunakan setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan anti diabetes oral. Hati-hati penggunaan etambutol karena memiliki efek
samping ke mata yang mana pasien DM banyak mengalami komplikasi ke mata
seperti retinopati diabetik.
4. TB Paru dengan Kehamilan, Menyusui, dan Pengguna KontrasepsiPengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umumnya. OAT harus tetap diberikan kecualinya streptomisin karena memiliki
efek sampingnya pada gangguan pendengaran janin. Streptomisin bersifat
permanent ototoksik dan dapat menembus plasenta. Selain streptomisin, OAT
yang lain dapat digunakan dan ibu hamil harus dijelaskan bahwa keberhasilan
pengobatannya sangat penting demi kelancaran persalinan dan tidak tertularnya
bayi.
Pada pasien TB yang menyusui OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupunbeberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan
tidak menyebabkan toksik pada bayi. Bayi diperiksa untuk kemungkinan TB aktif,
apabila tidak terjadi maka bayi sebaiknya diberikan INH preventif therapy
selanjutnya diberikan vaksin BCG. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan
kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
20/21
20
Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi
interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi hormonal
berkurang.
5. TB Paru dengan Gagal GinjalINH dan Rifampisin dapat di ekskresi melalui empedu/billier dan tidak bersifat
toksik. Etambutol dan Pirazinamid mengalami ekskresi di ginjal sehingga perlu
penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal ginjal. Pemberian OAT 3 kali
seminggu dengan dosis yang disesuaikan yaitu dosis Pirazinamid 25 mg/kg dan
Etambuol 15 mg/kg. Panduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2HRZ/4HR. Dapat dirujuk ke spesialis paru
6. TB dengan Kelainan HatiPasien dengan TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik sebaiknya OAT
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
mendesak dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuhkan dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan.
Bila dicurigai ada
gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan fungsi faal hati sebelum pengobatan
TB. Jika SGOT dan SGPT meningkat 3 kali OAT tidak diberikan dan bila dalam
tengah pengobatan harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3 kali,
pengobatan dapat dilakukan dan diteruskan dengan pengawasan ketat.
Pirazinamid tidak boleh diberikan. Panduan OAT dianjurkan adalh 2RHES/6RH
atau 2HES/10HE. Hepatitis imbas obat: kelainan fungsi hati penggunaan obat-
obat hepatotoksik. Tatalaksana hepatitis imbas obat: Bila klinis + (ikterik +, gejala mual, muntah +) = OAT stop Bila gejala + dan SGOT SGPT > 3 kali = OAT stop Bila gejala klinis - , laboratorium terdapat kelainan:
o bilirubin > 2 atau SGOT SGPT > 5 kali : OAT stopo SGOT SGPT >3 kali: teruskan pengobatan dengan pengawasan.
Dapat dirujuk ke spesialis paru
7/23/2019 MAKALAH SEMINAR TATALAKSANA TB.docx
21/21
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Panduan Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RepublikIndonesia dan Ikatan Dokter Indonesia; 2010. p.18-23.
2. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p.20-6.
3. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir: Dalam Buku AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2005. p.997-1008.
4. International Standar for Tuberculosis Care. 2006.