Post on 04-Jul-2015
KARAWITAN KEDIREN DI DAERAH KEDIRI
Disusun untuk melengkapi Tugas Akhir Semester
Bahasa Indonesia
Oleh:
SEPTIANA ANGGARANI
2009.2.111.2009
SEKOLAH TINGGI KESENIAN WILWATIKTA SURABAYA
JURUSAN KARAWITAN
2010
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillahi robbil alamiin ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, nikmat dan hidayah. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul ’Karawitan Kediren’ disajikan terutama untuk mendeskripsikan
karawitan kediren yang ada di daerah kediri. Selain itu makalah ini disajikan untuk melengkapi
tugas akhir semester Bahasa Indonesia.
Terselesaikannya penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Drs. Ngumarno selaku Dosen Bahasa Indonesia.
2. Suroso,S.Sn selaku narasumber yang telah memberikan informasi sehingga
terselesaikannya makalah ini.
Semoga amal baik dan jasa yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Kritik dan saran dari semua pihak demi kebaikan makalah ini sangat
diharapkan dan akan diterima dengan terbuka, rendah hati serta penuh kesabaran.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat membuka wawasan yang lebih luas
dalam menggali ilmu pengetahuan, serta memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, 06 Febuari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................... ....... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................... ....... iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………………...... 1
1.2. Manfaat…………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………..…… 4
2.1. Sejarah Gamelan di Kerajaan Kediri…………………………... 4
2.2. Karawitan Kediren……………….…………………………….. 6
2.3. Contoh Notasi Tembang Karawitan Kediren…….…………….. 8
2.4. Tanda dan Singkatan dalam Bermain Gamelan………………... 9
BAB III PENUTUP………………………………………………….. 11
3.1. Simpulan………………………………………………………... 11
3.2. Saran……………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................... ................ 13
LAMPIRAN....................................................... .......................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit
juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk
mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam
laras slendro dan laras pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna
suara ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia,
vokalia, dan campuran yang indah didengar.
Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam
perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan. Perubahan terjadi pada cara
pembuatannya, sedangkan perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilik gamelan
ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat
memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka
(Timbul Haryono, 2001).
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga
(penabuh) dengan disertai 10-15 pesindhen dan atau gerong. Susunannya terutama terdiri dari
alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Alat-alat lainnya berupa kendang, rebab
(alat gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai
kawat yang dipetik bernama siter atau celepung.
Gamelan Jawa mempunyai tanggapan luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah
banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai Negara Eropa dan memperoleh tanggapan
yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang
memasukkan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya
juga tidak sedikit. Tetapi ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang menyangsikan masa
depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar
yang memiliki instrument serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat
masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa.
1.2. Manfaat
Gamelan merupakan karya seni yang adi luhung Bangsa Indonesia di dalam bidang seni
musik. Instrument tersebut suatu bagian integral dari semua aktivitas budaya yang sampai saat
ini dilestarikan keberadaannya oleh penerusnya atau pemilik kebudayaan tersebut, seperti halnya
di Jawa sebagai wahana hiburan dan ritual religi.
Berkaitan dengan hubungan antara fungsi budaya dengan realitas sosial kehidupan
masyarakat pada umumnya tidak sekedar memperoleh kenikmatan dari hasil budaya yang
diciptakannya, tetapi juga mendapatkan tuntunan dan petunjuk tentang berbagai hal yang
diperlukan di dalam kehidupan masyarakat pemilik kebudayaan tersebut. Gamelan sebagai
produk budaya dan kenyataannya sampai saat ini dipertahankan sebagai pelestarian warisan
leluhur sangat diperlukan bagi masyarakat pendukungnya yang berfungsi untuk sarana pelengkap
dalam ritual, seperti Upacara Sekatenan yang sering dilaksanakan di Keraton Yogyakarta dan
Surakarta, sarana hiburan rakyat, dan ekspresi seniman dalam dunia musik.
Di dalam kehidupan masyarakat Jawa kedudukan gamelan memiliki peran yang sangat
penting, di samping sebagai wahana musik, gamelan digunakan sebagai musik bebas (berdiri
sendiri), sarana hiburan, komunikasi, adat tata cara, dan upacara-upaca ritual (religi), dengan
demikian banyak fungsi yang terkandung dalam gamelan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Gamelan di Kerajaan Kediri
Pada tahun 929947 M, di Jawa Timur muncul kerajaan yang diperintah oleh Empu
Sindok. Dari pemerintahan ini banyak dikeluarkan prasasti, terutama dalam hal pendirian
bangunan suci dan juga buku yang bernama “Sang Hyang Kamahayanikan” yang menguraikan
soal-soal ajaran dari agama Buddha Tantrayana. Sedangkan Empu Sindok sendiri beragama
Hindu (Soeroso, 1983:11).
Hal serupa juga dijelaskan oleh Soekmono yang dikutip oleh Soeroso (1983:11) bahwa
pemerintahan Sindok digantikan oleh putrinya yang bernama Sri Isanatunggawijaya yang
bersuamikan Lokapala. Dari perkawinan tersebut lahirlah Makuthawangsawardana. Pada masa
pemerintahan Sri Isanatunggawijaya sampai ke putranya yaitu Makuthawangsawardana tidak
ada kemajuan yang berarti. Baru pada masa pemerintahan Dharmawangsa pengganti dari
Makuthawangsawardana, ada penyaduran kitab “Mahabharata” kedalam bahasa Jawa Kuna
pada tahun 996 M, dan kitab hukum “Siwasana” pada tahun 991M.
Menurut Soeroso (1983:134), pada tahun 929 M (pemerintahan Empu Sindok) sampai
996 M (pemerintahan Dharmawangsa) data yang menunjukkan adanya ricikan atau alat-alat
gamelan dapat diketahui dari kitab atau tulisan:
a). 14-10-996 atau 12-11-996, pada Wiratahparwa diketemukan:
- bheri : Lempengan perunggu bulat untuk aba-aba prajurit berkumpul.
- kendhang
- cangkhakahala : terompet
- suling
b). Pada kitab Sang Hyang Kamahayanikan menyebut Gentha (bendhe).
c). Pada Kitab-kitab Mahabharata yang angka tahunnya tidak disebut, antara lain terdiri dari
kitab “Agastyaparwa” menyebut instrument rawanahasta (8 suara/nada) dan
“Swargarahanaparwa” menyebut instrument cangkhala (terompet).
Pada tahun 1019 Raja Dharmawangsa digantikan oleh Raja Airlangga. Dalam
mejalankan pemerintahannya Raja Airlangga dibantu oleh Narotama. Selama pemerintahan Raja
Airlangga mengalami kemajuan dibidang sastra, ditandai dengan munculnya kitab
“Arjunawiwaha” pada tahun 1030M yang isinya menceritakan perkawinan Arjuna dengan
seorang bidadari sebagai hadiah para dewa kepada arjuna setelah Arjuna membunuh raksasa
yang menyerang khayangan. Pada masa Raja Airlangga data yang menunjukkan adanya ricikan
gamelan hanya terdapat dalam naskah atau kitab yaitu:
a. Kitab Arjunawiwaha menyebut bheri, kalacangkha, mredangga (nggendhing/bermain
gamelan).
b. Diperkirakan awal abad XI, yaitu Bhismaparwa menyebut kendang, mredangga.
c. Diperkirakan awal abad XI, Cantakaparwa menyebut gubar (bonang tanpa pencon)
d. Diperkirakan awal abad XI, Musalaparwa menyebut cangkha (suling)
e. Diperkirakan awal abad XI, Udyagaparwa menyebut bheri,cangkhakala, mredangga, cangkha
(Soeroso 1983:16).
Setelah Raja Airlangga wafat pada tahun 1049 M, tidak diketahui siapa penggantinya.
Baru pada tahun (1115 1130 M) diketahui bahwa yang menjadi Raja di Kediri adalah Sri
Maharaja Rake Sirikan Sri Kameswara. Dalam masa pemerintahanya, lahirlah kitab
“Smaradahana”. kemudian Kameswara posisinya digantikan oleh Jayabaya (1130 1160 M),
pada masa Jayabaya muncul adanya kitab Bharatayudha” yang digubah oleh Mpu Sedah pada
tahun 1157, lalu diteruskan oleh Mpuh Panulu. Mpu Panulu yang juga menulis kitab
Hariwangsa” dan “Gathutkacasraya”.
Raja terakhir di Kediri adalah Kertajaya, beliau memerintah pada tahun (1200 1222 M).
pada masa pemerintahan Kertajaya, kerajaan Kediri banyak menghasilkan karya sastra yaitu
kitab “Lubdaka”, Wretasancaya”, Kresnayana”, “Sumanasantaka” (Soekmono, 1959:50-51).
Sedangkan sampai Kertajaya ditemukan data bahwa ricikan gamelan hanya terdapat pada
naskah atau kitab, antara lain:
a. 115, Kitab Smaradhana menyebut gangsa (perunggu), gendhing (lagu), gong, kendhang,
suling.
b. 1150, Kitab Hariwangsa menyebut gendhing, kendhang, mredangga, cangkha.
c. 1157, Kitab Bharatayudha menyebut bheri, gamel (tabuh/alat pukul) gendhing, gong,
kalacangkha, kemanak (bentuknya seperti pisang terbuat dari perunggu) (Soeroso, 1983:21).
2.2. Karawitan Kediren
Karawitan Kediren adalah penampilan kerawitan yang bergaya khusus yang pernah hidup
kurang lebih 100 tahun yang lalu.
Ciri khas karawitan kediren:
1. Saron sudah 2 dengan cara imbal.
2. Kempul tidak berpathokan seperti karawitan di Sala, tetapi teknik yang digunakan teknik
ngracik, dipukul berulang kali.
Contoh: loro-loro
3. Biasanya teknik memukul bonang pada umumnya bonang penerus mengikuti bonang babok
tetapi pada karawitan kediren bonang babok dan bonang penerus teknik memukulnya
meracik sendiri.
4. Laras karawitan kediren laras slendro.
5. Cengkok sindhen di Kediri mirip cengkok surabayaan (Jawa Timuran).
Fungsi karawitan kediren:
1. Pentas langsung karawitan
2. Mengiringi tari dong-dongan sebelum zaman Belanda.
Perkembangan karawitan Kediren tidak bisa berkembang pesat karena seni karawitan
Kediren yang memelihara rakyat biasa.
2.3. Contoh Notasi Tembang Karawitan Kediren
2.4. Tanda dan Singkatan dalam Bermain Gamelan
Berdasarkan uraian diatas maka di bawah ini adalah singkatan dan tanda
yang harus di sepakati:
a. A : ompak
b. B : ciblon
c. b : dhe (kendhang)
d. Bal : balungan (slenthem, demung, dan saron).
e. Bb : bonang babok
f. Bk : buka
g. Bp : bonang penerus
h. Br : pathet barang
i. C : ngelik
j. D : demung
k. Dl : dlang (kendhang)
l. Ktw : ketawang
m. KD : kendhang
n. Lcr : lancaran
o. Ldr : ladrang
p. Lgm : langgam
q. Myr : manyura
r. N : kenong
s. o : tok (kendhang)
t. p : thung (kendhang)
u. PL : pelog
v. Pt : pathet
w. Pk : peking
x. Sl : slendro
y. Swk : suwuk
z. T : tak (kendhang)
Singkatan dan penanda di atas adalah singkatan atau penanda yang menggunakan abjad/huruf.
selain contoh-contoh di atas masih ada singkatan dan tanda yang menggunakan kode atau tanda
lain.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Karawitan Kediren adalah penampilan kerawitan yang bergaya khusus yang pernah hidup
kurang lebih 100 tahun yang lalu.
Ciri khas karawitan kediren:
1) Saron sudah 2 dengan cara imbal.
2) Kempul tidak berpathokan seperti karawitan di Sala, tetapi teknik yang digunakan teknik
ngracik, dipukul berulang kali.
Contoh: loro-loro
3) Biasanya teknik memukul bonang pada umumnya bonang penerus mengikuti bonang babok
tetapi pada karawitan kediren bonang babok dan bonang penerus teknik memukulnya
meracik sendiri.
4) Laras karawitan kediren laras slendro.
5) Cengkok sindhen di Kediri mirip cengkok surabayaan (Jawa Timuran).
Fungsi karawitan kediren:
1. Pentas langsung karawitan
2. Mengiringi tari dong-dongan sebelum zaman Belanda.
Perkembangan karawitan Kediren tidak bisa berkembang pesat karena seni karawitan
Kediren yang memelihara rakyat biasa bahkan saat ini karawitan Kediren hampir mengalami
kepunahan.
3.2. Saran
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan beberapa saran: (1) Untuk memahami
karawitan secara utuh, seseorang harus memiliki bekal awal berupa pemahaman sejarah
gamelan, yang berarti memahami unsur-unsur yang terkandung dalam gamelan, (2) Pembacaaan
terhadap singkatan dan tanda agar mampu memainkan gamelan dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Soekmono, R., 1959. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid II. Jakarta: Trikarya
Soeroso, 1983. Gamelan A. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
---------------- Gamelan B. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
LAMPIRAN
Narasumber:
Nama : Suroso.
Alamat : Desa Lamong Rt. 01 / Rw. 03 Kecamatan Badas -
Kabupaten Kediri
No. Telp : (0354) 393359
Pekerjaan : Pensiunan Kasi Kebudayaan.