Post on 19-Jun-2015
description
MAKALAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
ACTIVE LEARNING
Disusun oleh: Farid Salman A (5315083434)
Faisal Akbar (5315083439)
Pendidikan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
2010
1
KATA PENGANTAR
Penulis ucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas ridho-Nya sehingga makalah
ini selesai tepat pada waktunya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberi judul makalah ini, . Makalah ini disusun berdasarkan tugas mata kuliah
Teori Belajar dan Pembelajaran tentang “Active Learning”, sehingga kita tahu apa isi dari judul
makalah ini. Juga kepada teman-teman atas informasinya sebagai masukan bagi penulis untuk
melengkapi materi ini.
Saya juga menyadari bahwa ada banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon saran dan kritik yang membangun dan dapat menjadi
pembelajaran bagi saya dalam pembuatan makalah selanjutnya,karena penulis menyadari masih
dalam tahap pembelajaran..semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Terima
kasih.
Jakarta, april 2010
Penulis
2
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................... . 2
Daftar Isi.............................................................................................................. . 3
BAB I Pendahuluan....................................................................................... . 5
Latar Belakang................................................................................... . 5
BABII Isi....................................................................................................... . 6
1. Definisi.......................................................................................... 6
2. Metode-metode Pembelajaran Active Learning.......................... . 11
2.1 Metode Think-Pair-Share ……………………………… .
11
2.2 Metode Collaborative Learning Groups……………….. . 12
2.3 Metode Student led Review Session……………………. 13
2.4 Metode Student Debate…………………………………. 13
2.5 Metode Exam question Writing………………………... . 14
2.6 Metode Class Research Symposium……………………. 15
2.7Metode Anlyze Case Studies…………………………… . 15
BABIII Penutup…………………………………………………………….. . 16
Kesimpulan........................................................................................ . 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam
proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah
yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki
keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran
hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga
pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari
yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi
riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat
dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan,
tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat
perhatian.
Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode
pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada
keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan
4
pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran
konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya
kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian
tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam
belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan
dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan
strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi
pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).
5
BAB II
ISI
1. Definisi
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan
semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu
pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik
agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan
dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas
hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara
penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa
dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal
ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan
anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan
visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana
yang diungkapkan Konfucius:
6
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari
di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab
permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan
anak didik terhadap materi pembelajaran. Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas
pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning),
yaitu:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya
mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan
keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang
cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena
adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan
apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit,
sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa
yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja
otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang
7
diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu
mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap
informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara
menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari
ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang
masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan
dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi
perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan
(visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada
pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi
pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak
manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat
orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja
10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses
otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau
pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional pada
umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak
kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif)
pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan. Thorndike (Bimo Wagito, 1997)
mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara
stimulus dan respons.
2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan
antara stimulus dan respons akan menjadi lancer
8
3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat
menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak
didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka
dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respons
yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan
menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat
memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan
menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka
akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara
stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang
menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan
yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas
tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memory
mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang
mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar
stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal
yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory)
mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini
kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan
berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan
secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu
menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi
9
yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning
(belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning
Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik
Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan
Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan
Kurang memberdayakan semua indera dan
potensi anak didik
Membemberdayakan semua indera dan potensi
anak didik
Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media
Tidak perlu disesuaikan dengan Pengetahuan
yang sudah ada
Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah
ada
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan
strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.
Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya sekedar
mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-
sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah
bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas
yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat
sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang
berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar
aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar
siswa.
10
2. Metode-metode Pembelajaran Active Learning
2.1 Think-Pair-Share (Berfikir – mencocokan – membagikan)
Think-Pair-Share adalah strategi diskusi koperasi yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan
rekan-rekannya di Maryland. Nama Think Pair Share di ambil dari ketiga tahapan tindakan
murid yaitu Think (pirkan) Pair (mencocokkan) Share (bagikan). dengan penekanan pada apa
yang siswa harus lakukan pada setiap tahapnya.
Bagaimana cara kerjanya?
1) Pikirkan.
Guru memprovokasi berpikir siswa dengan pertanyaan atau prompt atau observasi. Siswa
harus mengambil beberapa saat (mungkin tidak menit) hanya untuk BERPIKIR pertanyaan
itu.
2) Match.
Menggunakan mitra yang ditunjuk oleh guru misalnya dengan teman dekat atau teman
sebangku . Setelah itu mereka membandingkan catatan mereka baik secara konsep/pendapat
11
ataupun tertulis dan mengidentifikasi hasil pemikiran bersama yang merupakan jawaban
terbaik, paling meyakinkan dan yang paling unik .
3) Berbagi.
setelah itu guru dapat menunjuk satu atau lebih murid untuk menyampaikan pendapatnya
atas pertanyaan untuk kelas tersebut.
2.2Collaborative Learning Groups (Kelompok Belajar)
Kelompok belajar dapat digunakan untuk merujuk kepada pendekatan pembelajaran dimana
siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran bersama. Dengan menggunakan metode collaborative learning group, guru dapat
mengatasi partisipasi siswa dalam kegiatan belajar di kelas.
prinsip-prinsip dalam Collaborative Learning adalah sebagai berikut:
1. Grup proyek dipilih dan dirancang untuk kerja sama tim.
2. saling ketergantungan yang positif dan kerjasama adalah komponen yang diutamakan
3. Guru dipandang sebagai seorang pelatih atau fasilitator.
4. Murid bertanggung jawab secara individu untuk berkontribusi pada kelompok kerja
5. Murid bertanggung jawab secara individu untuk mencapai tujuan penelitian.
Contoh penerapannya adalah:
Dibentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 pelajar yang dapat bersifat tetap sepanjang
semester/ bersifat jangka pendek untuk satu pertemuaan kuliah. Untuk setiap kelompok dan
penulis diberikan tugas untuk dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan
12
rumah yang diberikan sebelum kuliah dimulai, tugas yang diberikan kemudian harus
diselesaikan dapat dalam bentuk makalah maupun dalam bentuk paper
2.3 Student led Review Session (Murid Memimpin Sesi Review)
Saat teknik ini digunakan, peran pengajar diberikan kepada pelajar. Pengajar hanya
bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator, teknik student led review session dapat diguakan
pada sesi review terhadap materi pembelajaran sebelumnya. Pada bagian pertama dari
pembelajaran dibentuk kelompok-kelompok kecil yang diminta untuk mendiskusikan hal-hal
yang dianggap belum dipahami dari materi tersebut, dengan mengajukan pertanyaan dari siswa
yang lain menjawabnya, kegiatan kelompok dapat juga dilakukan dalam bentuk salah satu siswa
dalam kelompok tersebut memberikan ilustrasi bagaimana suatu rumus/metode digunakan
kemudian pada bagian yang kedua kegiatan ini dilakiukan untuk seluruh kelas. Proses ini
dipimpin oleh siswa dan pengajar yang lebih berperan untuk mengklarifikasi hal-hal yang
menjadi bahasan dalam proses pembelajaran tersebut.
2.4 Student Debate (Debat Murid)
Debat formal memberikan struktur yang efisien untuk presentasi kelas ketika subjek atau
murid mudah dibagi menjadi saling bertentangan atau Pro pertimbangan '' / 'kontra'. Tujan dari
metode student debate ini adalah untuk mendorong siswa untuk melihat semua sisi dari masalah
dan membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan argumentasi.
Diskusi dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat
mungkin kontravensional sehingga akan terjadi pendapat yang berbeda dari siswa (Pro dan
kontra), dalam mengemukakan pendapat siswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang
13
kuat yang bersumberpada materi-materi kelas, pengajar harus dapat mengarahkan debat ini pada
intu materi kuliah yang ingin dicapai pemhamannya.
Contoh penerapannya adalah:
Siswa ditugaskan untuk tim debat, Pertama kesempatan diberikan untuk posisi membela atau
“Pro” dan diminta untuk menunjukkan argumen untuk mendukung posisi mereka pada hari
presentasi. Tim lawan juga harus memiliki kesempatan untuk menangkis argumen, dan waktu
yang memungkinkan pula. para presenter asli diminta untuk menanggapi bukti-kontra. Sehingga
nantinya akan dapat diambil kesimpulan dari debat tersebut
2.5 Exam question Writing (Ujian Soal Tertulis)
Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi kuliah tidak hanya diperoleh
dengan memberikan ujian atau tes, meminta setiap siswa untuk membuat soal ujian atau tes yang
baik dapat meningkatkan kemampuan siswa mencerna matri kuliah yang telah diberikan
sebelumnya. Pengajar secara langsung dapat membahas dan memberi komentar atas beberapa
soal yang dibuat oleh siswa di deoan kelas dan memberikan umpan balik kemudian.
Contoh penerapannya:
untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi kuliah, guru juga dapat
memberikan siswa tugas untuk membuat sebuah concept mapping atau mind mapping. Di sini
para siswa membuat representasi visual dari model, ide-ide dan hubungan antara konsep-konsep.
Mereka menggambar lingkaran yang berisi konsep-konsep dan garis, dengan frase pada garis-
garis hubungan antara konsep-konsep. Ini dapat dilakukan hanya secara individu atau
kelompok. siswa memperoleh informasi baru dan perspektif dan dapat berbagi, didiskusikan dan
14
kritis. Selain itu ada juga cara lain dengan memberikan siswa tugas untuk membuat suatu narasi
yang isinya masih berhubungan dengan materi perkuliahan.
2.6 Class Research Symposium (Kelas Simposium Penelitian)
Cara pembelajaran aktif jenis ini bisa dilakukan untuk sebuah tugas perancangan atau
proyek kelas yang cukup besar . Tugas/proyek kelas ini diberikan mungkin pada awal kuliah dan
pelajar mengerjakannya dalam waktu yang cukup lama termasuk kemungkinan untuk
mengumpulkan data atau melakukan persiapan-persiapan, kemudian pada saatnya dilakukan
simposium/seminar kelas dengan tata cara / aturan-aturan simposium/seminar yang biasa
dilakukan pada kelompok-kelompok ilmiah.
Contoh penerapannya adalah:
Mintalah siswa untuk bekerja pada desain studi tentang tema kelas, contohnya seperti global
warming. Tugas tersebut di berikan kepada suatu kelas dengan tenggang waktu satu semester .
Dalam tahap penegerjaanya siswa dapat menggumpulkan data melalui beberapa cara seperti
penelitian, survey dan lain-lain. Setelah proyek seminar tersebut telah selesai siswa diminta
untuk mengundang guru dan siswa yang lain agar dapat menilai hasil penelitian tersebut
2.7 Anlyze Case Studies (Menganalisa Studi Kasus)
Model seperti ini banyak diberikan pada kuliah-kuliah bisnis dengan dengan cara ini
pengajar memberika suatu studi kasus yang dapat diberikan sebelum kuliah/pada saat
15
perkuliahan, selama proses pembelajaran kasus ini dibahas setelah terlebih dahulu siswa
mempelajarinya, siswa mempelajarinya . Sebagai contoh dapt diberikan suatu studi kasus produk
rancangan engineering yang ternyata gagal/salah, kemudian pelajar tersebut diminta untuk
membahas apa kesalahannya, mengapa sampai terjadi kesalahan, dan bagaimanya yang
seharusnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Active learning adalah metode pembelajaran yang berfokus pada kognitif aktif, dan
pertimbangan dari penggunaan active learning, dari banyak aspek diantaranya :
1. Meteri pelajarannya
2. Kapasitas dari pelajar tersebut
3. Durasi pemblelajaran
4. Dll
Peran pengajar dalam kegiatan active learning adalah sebagai fasilitator dan pemberi topic-topik
yang menarik yang nantinya akan dikembangan oleh pelajar, sehingga mendapat kesimpulan dari
materi yang telah dipelajar
16