Post on 15-Sep-2019
PENGARUH BENTANG ALAM TERHADAP POLA
PERLAWANAN MASYARAKAT PIDIE
TAHUN 1894-1914
(Skripsi)
Oleh
Lulu Muthoharoh
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH BENTANG ALAM TERHADAP POLA PERLAWANAN
MASYARAKAT PIDIE TAHUN 1894-1914
Oleh
Lulu Muthoharoh
Pidie merupakan salah satu wilayah incaran Belanda yang ingin dikuasai,
namun hal itu tidak sebanding lurus dengan keinginan Belanda dimana
untuk menembus wilayah Pidie memerlukan waktu beberapa tahun, akibat
bentang alam Pidie yang belum dikuasi oleh Belanda. Dari uraian tersebut
maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana daya dukung dan
daya hambat bentang alam terhadap masyarakat di Pidie tahun 1894-
1914?”. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui daya dukung dan daya
hambat bentang alam terhadap masyarakat di Pidie tahun 1894-1914.
Metode yang digunakan yaitu metode historis dengan teknik pengumpulan
data kepustakaan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil yang didapat oleh peneliti yaitu diwilayah lembah Pidie
menggunakan pola perlawanan secara gerilya yang terbagi atas pemantau,
pengintai dan penyerang. Bentang alam mempunyai daya dukung secara
langsung dengan menyesuaikan strategi yang digunakan dengan keadaan
alam disekitarnya, dan daya hambat secara langsung yaitu tidak dapat
meninggalkan tempat tinggalnya dalam waktu yang relatif lama. Bentang
alam juga mempunyai daya dukung dan daya hambat secara tidak langsung
yang dipengaruhi oleh suhu, iklim dan topografi di Pidie.
Kata Kunci : Pengaruh, Bentang Alam, Perlawanan
PENGARUH BENTANG ALAM TERHADAP POLA
PERLAWANAN MASYARAKAT PIDIE
TAHUN 1894-1914
Oleh:
Lulu Muthoharoh
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIDKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan ilmu pengetahuan sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karangrejo, 24 November 1997. Penulis
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak
Zurjani, S.Pd.I. dan Siti Aisah. Pendidikan penulis dimulai
dari Taman Kanak-kanak BA. Aisyiah Gadingrejo, dan
melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD N 7 Wonodadi dan tamat
belajar pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 1 Gadingrejo dan selesai pada tahun 2012 dan
dilanjutkan kejenjang sekolah menengah atas di SMA N 1 Gadingrejo dan tamat
belajar pada tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis diterima di Universitas Lampung,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, di Program Studi Pendidikan Sejarah dengan jalur SNMPTN.
Pada Semester VI penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Gantiwarno, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur, dan menjalani
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 1 Pekalongan, Kabupaten
Lampung Timur. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat jurusan maupun tingkat Program Studi. Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang diikuti, antara lain Ikatan Himpunan Mahasiswa
Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI) sebagai anggota, Himpunan Mahasiswa
Pendidikan IPS (HIMAPIS) sebagai Ketua Bidang Media Center, Forum
Komunikasi Mahasiswa Pendidikan Sejarah (FOKMA) sebagai Sekretaris Bidang
Media Center.
MOTTO
بما تعملون بصير وهو معكم أين ما كنتم وللاه
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
(Q.S. Al-Hadid: 4)
“Tidak ada yang bisa membantu dirimu kecuali dirimu
sendiri”
(Drs. Ali Imron, M. Hum.)
“Jangan Melemah Langitkan Saja Senjatamu”
(Lulu M)
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur kepada Allah swt. atas segala hidayah dan karunia-Nya. Shalawat
dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw. yang syafaatnya
dinantikan di Yaumul Kiamah nanti, Aamiin.
Bismillahirohmanirrohim, dengan kerendahan hati, kupersembahkan sebuah
karya kecil ini sebagai tanda cinta dan sayangku kepada :
Kedua orang tuaku Bapak Zurjani, S.Pd.I. dan Ibu Siti Aisah yang telah
membesarkanku dengan penuh kasih sayang, pengorbanan, dan kesabaran.
Terimakasih atas setiap do’a, tetes air mata dan tetes keringat yang telah tercurah.
Sungguh beliaulah yang selalu mencintai, memotivasi, membimbing, dll tanpa
lelah dan henti. Semua yang Bapak dan Ibu berikan tak mungkin terbalaskan.
Serta untuk adikku tersayang Fuadia Shofa terimakasih atas doa, semangat, dan
kasih sayang yang selalu diberikan.
Bapak dan Ibu dosen, terimakasih atas bimbingan, dorongan, pengalaman dan
motivasi yang telah diberikan selama ini baik didalam maupun diluar kampus.
Serta sahabat dan teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan,
terimakasih telah mengukirkan sebuah sejarah dalam kehidupanku.
Almamater tercinta “Universitas Lampung”
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt., berkat rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang syafaatnya selalu
dinantikan di Yaumul Kiamah nanti, Aamiin.
Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Bentang Alam terhadap Pola
Perlawanan Masyarakat Pidie Tahun 1894-1914” sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan, dukungan, dan
saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang setulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sunyono, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd. selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.
6. Bapak Drs. Syaiful. M, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
sekaligus Pembahas Utama skripsi penulis, terimakasih atas segala
masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik dan sebagai
Pembimbing I skripsi penulis, terimakasih atas segala dukungan, bantuan
dalam bentuk apapun, motivasi serta kritik dan saran dalam penulisan
skripsi ini.
8. Bapak Henry Susanto, S.S,. M.Hum., selaku Pembimbing II skripsi penulis,
terimakasih atas segala saran, dukungan, motivasi dan kesabaran bapak
dalam membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung yaitu Bapak Drs. H. Maskun, M.H., Bapak
Muhammad Basri, S.Pd., M.Pd., Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd.,
M.Hum., Ibu Dr. Risma Sinaga, M.Hum., Bapak Drs. H. Iskandar Syah, M.
H., Bapak Drs.Wakidi, M.Hum., Bapak Drs. H. Tontowi Amsia, M.Si.,
Bapak Suparman Arif, S.Pd. M.Pd., Ibu Myristica Imanita, S.Pd, M.Pd.,
Bapak Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd., Bapak Marzius Insani, S.Pd, M.Pd., Ibu
Valensy Rachmedita, S.Pd, M.Pd., Bapak Sumargono, S.Pd, M.Pd., dan Ibu
Anisa Septianingrum, S.Pd, M.Pd., Terimakasih atas ilmu, bantuan dalam
bentuk apapun, dukungan, motivasi dan pengalaman yang diberikan selama
proses belajar mengajar maupun diluar kampus.
10. Bapak dan Ibu staf Tata Usaha dan Karyawan Universitas Lampung.
11. Sahabat tercinta yang menemani suka duka yaitu Anis Saraswati,
Sukmawati, Rini Usniatuti, kalian luar biasa (Urutan nama disini bukan
priority tingkat sayang yah tapi menurut absen aja, semoga persahabatan ini
terjalin tidak hanya sebatas almamater, akan tetapi seterusnya).
12. Teman-teman Angkatan 2015 serta kakak tingkat dan adek tingkat
Pendidikan Sejarah yaitu Andre Mustofa Meihan, Faishol Hilmy Musthofa,
Ila Putri Fadila, Novi Arisanti, Zahra Qurrotu’aini, Ade Putri Widya, Tata
Veronika, Dwi Gesti Jayanti, Ainun Masyrifah, Suciana, Kemalawati, Kak
Astri Kurnia Dewi, Kak Nurul Fahma Hidayah terimakasih atas semangat,
dukungan dan bantuan kalian dalam bentuk apapun.
13. Keluarga Sidiq Utama 1 (Kosan tersayang) Bapak Cahyono dan Ibu Eni
selaku orangtua kedua selama penulis menyelesaikan studi di Universitas
Lampung yang selalu menjaga, memotivasi dan mengingatkan penulis
seperti anak sendiri.
14. Keluarga Gantiwarno (KKN-PPL) Bapak Wakhid Nasruddin, Ibu Sri
Sulangi, Fadillah Nasrudin dan Fakhrizal Nasrudin selaku induk semang
yang selalu mengayomi, memotivasi dan menjadi orangtua angkat bagi
penulis dan rekan-rekan seperjuangan KKN-PPL yaitu Tajudin Afgani,
Erwin Saputra, Devi Yulia, Etia, Aulia Nurul Fauzi, Metta Nidya
Adhanissa, Nadia Fitriani Asyari, Ana Andrizanah, Linda Puspita Dewi,
dan Leli Hartina yang selalu mendukung dan memberikan semangat.
15. Keluarga besar Pendidikan Sejarah, terima kasih atas kekeluargaan ini
hingga menjadi memori indah dalam perjalanan hidup penulis.
Semoga hasil penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya, semoga
Allah swt. memberikan kebahagiaan atas semua yang telah kalian berikan.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis,
Lulu Muthoharoh
NPM 1513033011
DAFTAR ISI
JUDUL Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
1.2 Analisis Masalah .............................................................................. 6
1.2.1 Identifikasi Masalah ............................................................... 6
1.2.2 Batasan Masalah................................................................... 6
1.2.3 Rumusan Masalah .................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 8
1.5.1 Objek Penelitian ……............................................................. 8
1.5.2 Subjek Penelitian ................................................................. 8
1.5.3 Tempat penelitian ................................................................... 9
1.5.4 Waktu Penelitian ……............................................................. 9
1.5.5 Konsentrasi Ilmu .................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Pengaruh .................................................................... 11
2.1.2 Konsep Bentang Alam ........................................................... 13
2.1.3 Konsep Pola Perlawanan ……............................................... 17
2.1.4 Konsep Masyarakat …........................................................... 19
2.1.5 Konsep Perlawanan Pidie ...................................................... 21
2.2 Kerangka Pikir ................................................................................. 25
2.3 Paradigma ........................................................................................ 27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode yang digunakan................................................................... 31
3.2 Variabel Penelitian .......................................................................... 41
3.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 41
3.3.1 Teknik Kepustakaan .............................................................. 42
3.3.2 Teknik Dokumentasi .............................................................. 43
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................... 43
IV. Hasil da Pembahasan
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Umum Pidie ......................................................... 48
4.1.2 Struktur Masyarakat Pidie ..................................................... 50
4.1.3 Sebab-sebab Perlawanan Pidie .............................................. 54
4.1.4 Perang Lembah Pidie ............................................................ 57
4.1.5 Kerugian Masyarakat Pidie ................................................... 68
4.1.6 Akhir Perlawanan Masyarakat Pidie ..................................... 69
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 72
4.1.8 Pengaruh Daerah Lembah terhadap Pola Perlawanan
Masyarakat Pidie ....................................................................
74
V. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan ........................................................................................... 86
5.2 Saran ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Kata-kata Asing
Lampiran 2 : Gambar Peta Bentang Alam Aceh Tahun 1873
Lampiran 3 : Gambar Peta Aceh Abad ke XIX sampai 1910
Lampiran 4 : Gambar Peta Daerah-daerah Uleebalang di Pidie
Lampiran 5 : Gambar Peta Wilayah Aceh Era Kolonial
Lampiran 6 : Gambar Peta Serangan di Wilayah Pidie
Lampiran 7 : Gambar Peta Daftar Kerugian Perlawanan Aceh
Lampiran 8 : Gambar Silsilah Keluarga Teuku Cik Di Tiro
Lampiran 9 : Pengesahan Rencana Judul Skripsi
Lampiran 10 : Rekomendasi Pembahas
Lampiran 11 : Surat Permohonan Izin Penelitian di Perpustakaan
Daerah Provinsi Lampung
Lampiran 12 : Surat Pemberian Izin Penelitian di di Perpustakaan
Daerah Provinsi Lampung
Lampiran 13 : Surat Permohonan Izin Penelitian di Perpustakaan
Universitas Lampung
Lampiran 14 : Surat Pemberian Izin Penelitian di Perpustakaan
Universitas Lampung
Lampiran 15 : Surat Keterangan Selesai Penelitian di Perpustakaan
Universitas Lampung
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masuknya kaum kolonial di Nusantara, menyebabkan timbulnya perang akibat
ketidaksukaan masyarakat setempat kepada para kolonialis. Begitu juga dengan
kehadiran Belanda. Keberadaan Belanda di Nusantara yang bertujuan untuk menguasai
sebagian bahkan keseluruhan wilayah di Nusantara menyebabkan segala cara dan
upaya dilakukan. Hal ini tentunya mendapat respon dari masyarakat daerah itu sendiri
untuk melalukan perlawanan melalui perang dan cara-cara lainnya.
Salah satu perang yang terjadi di Nusantara yang juga mendapat julukan perang
sepanjang masa karena jangkauan waktu yang sangat lama dalam mempertahankan
daerahnya adalah Perang Aceh melawan Belanda yakni tahun 1873-1942. Perlawanan-
perlawanan besar yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia dalam abad 19,
perlawanan di Aceh termasuk yang paling berat dan terlama bagi Belanda (Marwati
Djoened P & Nugroho N,1993:241).
Perang Aceh adalah manifestasi dari ketidaksukaan masyarakat Aceh pada Belanda,
yang menjadi kaum kolonial saat itu. Berdasarkan posisi geografisnya, Aceh berada di
pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada
Pantai Selat Malaka, maka daerah ini dianggap penting sebagai jalur perdagangan
2
Internasional. Dilihat dari potensi alamnya, Aceh banyak menghasilkan sumber daya
alam seperti lada, hasil perkebunan dan pertaniannya. Oleh karena itu, banyak bangsa
asing berambisi untuk menduduki daerah ini.
Diawali dengan penandatanganan Traktat Sumatera antara Belanda dan Inggris tahun
1871, yang antara lain memberi kebebasan kepada Belanda untuk memperluas
kekuasaannya di Pulau Sumatera sehingga tidak ada kewajiban lagi bagi Belanda untuk
menghormati hak dan kedaulatan Aceh yang sebelumnya telah diakui, baik oleh
Belanda maupun Inggris seperti yang tercantum didalam Traktat London yang
ditandatangani pada tahun 1824. Keberadaan Belanda yang dengan gencarnya
melakukan serangan untuk menguasai daerah Aceh berpuncak pada periode II saat
Perang Aceh.
“Tiga puluh tahun Aceh berperang dengan Belanda dengan tujuan menguasai
Aceh. Sejak 1873-1904, berkecamuk peperangan dahsyat yang mengambil
korban puluhan ribu nyawa manusia. Sampai tahun 1904 peperangan berakhir
secara resmi . Pernyataan peperangan berakhir secara resmi namun tidak dengan
rakyat Aceh yang tidak mengakui Kekuasaan Belanda di tanah airnya.
Penyerahan hanya sebagai lahiriyah, penyerahan sesungguhnya belum
berlangsung. Disetiap polosok Aceh terjadi perlawanan tak henti-hentinya (Pusat
Penelitian Aceh, 1978:36)”.
Van Heutsz selaku Gubernur Militer di Aceh saat itu sangat berusaha untuk
mematahkan perlawanan rakyat Aceh, untuk itu dia membentuk pasukan morsose yang
anggotanya berasal dari Jawa, Maluku dan Sulawesi. Dr snouck Hurgronjae yang
paham tentang agama Islam, oleh Belanda dipandang sebagai seorang yang tepat untuk
diberi tugas memecahkan kesulitan-kesulitan yang menyangkut masalah penaklukan
Aceh.
3
Dari hasil penelitian Snouck Hurgronje dapat diketahui Bahwa ulama-ulama
memainkan peranan penting dalam menggerakkan rakyat berperang sabil melawan
Belanda. Menurut Snouck Horgronje tidak boleh ada keragu-raguan dalam
menghadapi pihak Aceh yang tidak mau menyerah. Untuk itu hanya ada satu garis
kebijakan, yaitu dengan menguasai mereka dengan kekuatan senjata dan pihak Belanda
tidak boleh mengadakan kontak dengan mereka sebelum mereka menyerah (Ibrahim
Alfian, 1987 : 25).
Sulitnya perlawanan Aceh dipatahkan, membuat Christian Snouck Hurgronje
menggunakan cara lain yakni menggali informasi dengan berekspedisi didalam suatu
wilayah incaran Belanda untuk dikuasai. Hingga pada tahun 1881, dua artikel
diterbitkan untuk dijadikan informasi tentang daerah Aceh tepatnya Gayo. Dari artikel
tersebut dapat dilihat, setelah usaha penaklukan Belanda terhadap daerah Gayo
mengalami kesulitan dan korban yang begitu banyak, teryata perlawanan masyarakat
Aceh masih terus berlangsung.
“Tidak heran, bahwa masa pembukaan jalan Gayo termasuk masa terkutuk sekali,
bagi siapa pun golongan bawahan yang mengambil bagian, baik golongan tentara
Belanda maupun golongan rakyat yang dipaksa mengerjakannya. Persoalan ini
pulalah yang menyebabkan kenapa opini umum Belanda yang agak sehat merasa
amat pedih dengan kebuasan militernya di Aceh (M.Said, 1985:335)”.
Kondisi alam yang sulit di tempuh mempengaruhi lambatnya serangan yang sudah
direncanakan. Belanda yang belum menguasai seluk beluk wilayah Aceh tak mengira
akan ada pembentengan masyarakatnya yang bertumpu pada alam. Aceh yang saat itu
terbagi atas enam wilayah melakukan perlawanan yang berbeda-beda.
4
“Daerah-daerah yang dibawah kendalinya kini dipecah menjadi enam bagian
dibawah kekuasaan Belanda: 1) Wilayah Aceh Besar, 2) Wilayah Pidie, 3)
Wilayah Pantai Utara Aceh, 4) Pantai Timur Aceh, 5) Gayo dan Alas, 6) Pantai
Barat Aceh (Edwin M.L, 2013:264)”
Pembagian daerah tersebut jika dilihat dari bentang alam yang terpapar di daerah Aceh
berbeda satu sama lainnya. Seperti wilayah Pidie sebagai daerah yang lebih padat
penduduknya dibandingkan dengan daerah Aceh lainnya. Aceh Tengah dengan kondisi
alam yang bergunung-gunung dan memiliki lereng- lereng bukit yang curam. Uniknya
daerah Aceh Barat juga dikelilingi pantai. Sedangkan Aceh Utara merupakan daerah
lembah dengan rawa-rawa yang luas dan hutan-hutan bakau karena sebagaian berada di
tepian pantai. Jadi Aceh memiliki wilayah yang sangat kompleks.
Perbedaan yang muncul disetiap wilayah mengenai bentang alam Aceh itu sendiri
menyebabkan masyarakatnya saat itu masih berfikir keamanannya bertumpu pada alam
disekitarnya. Masih banyak tokoh pejuang, pang-pang, panglima-panglima rakyat serta
pemimpin yang dianggap barisan depan tidak mau menyerah kepada Belanda dalam
situasi apapun, hingga mereka berfikir alamlah menjadi pelindung yang sangat
dipercaya. Dicarilah tempat-tempat persembunyiannya sambil menyusun langkah-
langkah selanjutnya.
Ada banyak keuntungan yang di peroleh dari kondisi alam Aceh saat itu yang
menyebabkan perlawanan masyarakatnya secara tidak langsung dapat berlangsung
secara lama. Disamping itu, tidak semua daerah di Aceh melakukan pola perlawanan
yang sama melihat situasi dan kondisi alam di sekitarnya. Sehingga bentang alam yang
5
berbeda-beda di setiap wilayahnya mempengaruhi pola perlawanan yang
dilakukannyapun berbeda pula.
Wilayah Pidie yang memiliki penduduk padat dan menjadi tempat yang semula
dianggap aman kini menjadi target dan sasaran bagi Belanda. Berbagai cara yang
ditempuh mengusik kehidupan masyarakat guna untuk menguasai sebagian bahkan
keseluruhan dan keinginan Belanda untuk lebih mudah memperoleh pasokan rempah
serta memperkuat sistem perdagangnannya. Untuk itu masyarakat melakukan
perlawanan sebagai manifestasi atas perlakukan Belanda yang semakin menjadi-jadi.
Hal ini menarik dan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Bentang Alam terhadap Pola Perlawanan Masyarakat Pidie Tahun 1894-
1914, yang mana saat itu disebut Periode IV Perang Aceh atau tahun dimana Belanda
gencar membuka wilayah-wilayah yang ada di Aceh untuk dikuasai dan mengirimkan
seorang mata-mata didalam setiap wilayah-wilayah yang menjadi sasarannya setelah
Van Heutz menciptakan surat pendek (corte verklaring) tentang penyerahan wilayah
yang harus ditandatangani oleh para pemimpin yg telah tertangkap dan menyerah,
sehingga informasi yang di dapatkan dari pemimpin yang terdesak tersebut
bahwasanya Pidie merupakan pusat dari tempat yang dianggap sebagai
persembunyian strategis bagi para pemimpin perlawanan yang lolos serta
berkumpulnya pemimpin perlawanan dalam menyusun strategi dan mengirimkan
pasukan untuk membentu wilayah lain yang berperang.
6
1.2 Analisis Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah :
1.2.1.1 Terjadinya Perang Aceh Tahun 1873-1942
1.2.1.2 Kompleksitas bentang alam wilayah-wilayah yang ada di Aceh hingga sulit
ditaklukan oleh Belanda
1.2.1.3 Terjadinya perlawanan di wilayah Pidie tahun 1894-1914
1.2.1.4 Daya dukung dan daya hambat bentang alam terhadap masyarakat di Pidie
Tahun 1894-1914.
1.2.2 Batasan Masalah
Agar penelitian tidak terlalu luas jangkauannya serta memudahkan pembahasan dalam
penelitian, maka berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis membatasi masalah
pada “Daya dukung dan daya hambat bentang alam terhadap masyarakat di Pidie
Tahun 1894-1914”.
1.2.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana daya dukung dan daya hambat
bentang alam terhadap masyarakat di Pidie Tahun 1894-1914?”
7
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui daya dukung dan daya hambat
bentang alam terhadap masyarakat di Pidie Tahun 1894-1914.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Adapun
kegunaan dari penulisan ini yaitu :
1.4.1 Bagi Universitas Lampung
Membantu civitas lainnya untuk dijadikan bahan mengembangkan pengetahuan,
khususnya mengenai daya dukung dan daya hambat bentang alam terhadap masyarakat
di Pidie Tahun 1894-1914.
1.4.2 Bagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Memberikan sumbangan dalam menganalisa mengenai daya dukung dan daya hambat
bentang alam terhadap masyarakat di Pidie Tahun 1894-1914.
1.4.3 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis akan kesejarahan yakni mengenai
daya dukung dan daya hambat bentang alam terhadap masyarakat di Pidie Tahun 1894-
1914.
1.4.4 Bagi Pembaca
Memperluas pengetahuan akan salah satu sejarah Indonesia yaitu mengenai daya
dukung dan daya hambat bentang alam terhadap di Pidie Tahun 1894-1914.
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Melihat analisis masalah diatas maka dalam penelitian ini untuk menghindari kesalah-
pahaman diberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup :
1.5.1 Objek Penelitian
Sebuah penelitian yang pertama kali diperhatikan adalah objek penelitian yang akan
diteliti. Dimana objek penelitian tersebut terkandung masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian untuk dicari pemecahannya. Objek penelitian merupakan sesuatu
yang menjadi sasaran dalam penelitian ilmiah, objek penelitian ini menjadi sasaran
dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang
terjadi. Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal
(Sugiyono, 2014:13). Obyek penelitian juga diartikan sebagai pokok persoalan yang
hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah (Anto Dayan, 1986: 21).
Dari pengertian para ahli tersebut maka objek dalam penelitian ini adalah daya dukung
dan daya hambat bentang alam.
1.5.2 Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah sesuatu yang memiliki karakteristik tertentu yang
ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan kata
lain subjek penelitian adalah sesuatu yang sifat keadaannya akan diteliti. Selaras
dengan pendapat Suharsimi Arikonto tahun (2016:26) memberi batasan subjek
penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat,
dan yang di permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian mempunyai
9
peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian, itulah data tentang variabel
yang penelitian amati. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian
adalah Masyarakat di Pidie.
1.5.3 Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga
merupakan salah satu jenis sumber data. Tempat penelitian dilakukan di Perpustakaan
Universitas Lampung dan Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung dikarenakan untuk
mengkaji sebuah sejarah diperlukan banyak literature buku guna menunjang
penyelesaian penelitian ini.
1.5.4 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2018.
1.5.5 Konsentrasi Ilmu
Konsentrasi penelitian ini adalah Ilmu Sejarah.
10
REFERENSI
Marwati Djoened P dan Nugroho N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta :
Balai Pustaka. Halaman 241
Pusat Penelitian Aceh. 1978. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Aceh :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya.
Halaman 36
Ibrahim Alfian. 1987. Perang di Jalan Allah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Halaman 5
Mohammad Said. 1985. Aceh Sepanjang Abad. Medan : PT.Percetakan Prakarsa Abadi
Press. Halaman 335
Edwin M. Loeb. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogjakarta : Penerbit
Ombak. Halaman 264
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta. Halaman 13
Anto Dayan. 1986. http://eprints.umk.ac.id/14/5/BAB_III.pdf (Diakses pada 28
Oktober 2018, pukul 19.00 wib)
Suharsimi Arikunto. 2016. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 26
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berisi teori-teori atau konsep-konsep yang akan dijadikan landasan
teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka juga mempunyai arti
peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (Review of related literature/
literature review). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai
peninjauan kembali (review) pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakakukan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah :
2.1.1 Konsep Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan
sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain
(Poerwardaminta, 1976:731). Pengaruh juga diartikan sebagai (1) daya yang
menyebabkan sesuatu terjadi; (2) suatu yang dapat membentuk atau mengubah suatu
yang lain; (3) tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain (Badudu,
1994:1031). Selaras dengan pendapat ahli tersebut, pengaruh diartikan sebagai sebagai
daya yang ada dan timbul yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan
seseoarang (Depdikbud, 2001:854). Pengertian lainnya pengaruh adalah kekuatan
yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat
memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Selain itu
12
pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang
maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa
yang ada di sekitarnya. (Surakhmad dalam Yosi, 2012).
Manusia dan alam memiliki pengaruh yang sangat erat. Keduanya saling memberi dan
menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap manusia bersifat
pasif dan pengaruh manusia terhadap alam lebih bersifat aktif. Manusia memiliki
kemampuan eksploitatif terhadap alam sehingga mampu mengubahnya sesuai dengan
kehendaknya, dapat sebagai pengelola, menfaatan maupun pengerusakan. Walaupun
alam tidak mempunyai kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, namun pelan
tapi pasti apa yang terjadi di alam langsung atau tidak langsung berpengaruh pada
manusia. Konsep Pengaruh menurut Irianto dalam Tasya terbagi menjadi dua yaitu
pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung adalah pengaruh yang dapat
dilihat dari variabel satu ke variabel lainnya, sedangkan pengaruh tidak langsung
merupakan urutan jalur melalui satu atau lebih variabel perantara (Marina Tasya,
2017:12).
Berdasarkan pendapat para ahli, maka pengertian pengaruh adalah daya dorong dan
daya hambat yang timbul dari sesuatu (seseorang, benda, alam sekitar atau lainnya)
yang turut serta dalam pengambilan tindakan atau perbuatan yang lainnya. Pengaruh
terbagi menjadi dua yaitu pengaruh langsung (tanpa perantara) dan tidak langsung
(dengan perantara).
13
2.1.2 Konsep Bentang Alam
Bentang alam adalah suatu unit geomorfologis yang dikategorikan berdasarkan
karateristik seperti elevasi, kelandaian, orientasi, stratifikasi, paparan batuan, dan jenis
tanah. Bentang alam juga di kenal sebagai landscape. Jenis-jenis bentang alam antara
lain adalah bukit, lembah, tanjung, lingkungan sekitar manusia dan lain-lain.
Sedangkan samudra dan benua adalah contoh jenis bentang alam tingkat tertinggi
(Fachrul, 2016:2)
Salah satu bagian dari bentang alam yaitu lingkungan. Manusia dapat bertahan hidup
hingga saat ini dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungannya.
Lingkungan hidup manusia mempengaruhi karakteristik manusia. Menurut Tahlib
Hasan (2007:23) “Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar dari diri manusia,
jika pikiran dan perasaan timbul dari dalam diri manusia maka lingkungan adalah
sesuatu yang berada di luar hal tersebut”. Jika manusia tidak dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya maka dipastikan manusia akan berada di ambang kepunahan.
Menurut Sartain dalam Purwanto (1997:137) “Lingkungan adalah meliputi semua
kondisi dalam dunia ini dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tugas manusia,
pertumbuhan, pekembangan, kecuali gen”.
Hal ini berlaku dimana saja. Begitupun masyarakat Pidie yang hidup bertumpu pada
lingkungan disekitarnya sebagai anugrah dari Allah swt. Pada saat Perang di Pidie
sekitar tahun 1903 setelah beberapa pemimpin perlawanan menyerah kepada Belanda.
14
Menurut Ibrahim Alfian (1987:208) daerah perlawanan Pidie mempunyai penduduk
yang lebih padat dibandingkan dengan daerah Aceh lainnya, dengan kampung-
kampungnya yang besar dan tanah sawah yang terhampar luas dengan dataran-dataran
yang terbuka.
Letak geografi Kabupaten Pidie berada pada 4°54' 15,702"N sampai 5° 18' 2,244" N
dan 96°1' 13,656"E sampai 96°22'1,007" E. Secara Topografi Pidie berada pada
ketinggian 0 mdpl s.d 2300 mdpl dengan tingkat kemiringan lahan antara 0 sampai
40%. Batas wilayah Pidie yaitu :
- Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka,
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Gayo Alas,
- Sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Besar, dan
- Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Timur.
Salah satu wilayah yang akan diangkat pada penulisan ini yakni wilayah Pidie. Pidie
merupakan kawasan bagian utara Aceh yang terdiri atas kompleksitas alamnya seperti
bagian pedalaman yang membentang luas hutan dan sawah, bagian barat merupakan
perbukitan dan bagian timur merupakan pantai. Menurut Anthony Reid dalam Ibrahim
Alfian (1987) ada beberapa alasan yang membuat Belanda kesulitan menaklukan
wilayah incaran yang menghasilkan lada serta penguasaan perdagangan, salah satu
alasan tersebut yakni ekspensi Belanda sangat bergantung besar laba yang dihasilkan
dari daerah yang diduduki. Sehingga Belanda memperhitungkan strategi untuk
menguasai wilayah tersebut agar mudah dikendalikan.
15
Secara garis besar klasifikasi bentang alam yang ada di Pidie yaitu :
1) Dataran Tinggi yang terbentang dari Pesisir Selat Malaka hingga Puncak Gunong
Peuet Sagoe pada Gugusan Bukit Barisan. Wilayah Pidie mempunyai lereng dan
dataran tinggi dibagian Baat Laut sampai bagian selatan.
2) Daerah Lembah yang berada antara Sagoe (Bagian Utara Pidie) hingga Tengse
(Bagian Selatan Pidie). Contoh daerah lembah yang ada di wilayah Pidie yaitu
Tengse, Kuwieng, Seulawah, Padang Tiji dan Keumala. Daerah lembah adalah
wilayah bentang alam yang dikelilingi oleh pegunungan atau perbukitan yang
luasnya dari beberapa kilometer persegi sampai mencapai ribuan kilometer persegi.
Lembah dapat terbentuk dari beberapa proses geologis. Lembah adalah daerah
permukaan yang lebih rendah dari sekitarnya dengan posisi memanjang dan dialiri
sebuah sungai, lembah terletak di kaki gunung juga di kiri dan kanan sungai.
Lembah merupakan bentang alam yang luasnya mencapai ribuan kilometer persegi.
Dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, lembah dapat berkembang menjadi
ngarai dengan tebing yang curam. (Wikipedia, Diakses pada 29 Oktober 2018,
Pukul 06.30 wib)”.
3) Dataran Rendah yang berada di daerah pedalaman wilayah Pidie. Kata „dataran
rendah‟ terdiri dari kata „dataran‟ yang diartikan sebagai bagian permukaan bumi
berupa tanah lapang yang datar atau landai mendekati rata. Sedangkan pengertian
dataran rendah adalah suatu hamparan tanah lapang dengan ketinggian yang relatif
rendah yaitu tidak lebih dari 200 meter di atas permukaan laut. Contoh
Wilayahnya yaitu Jeumpa, Pidie, Geumpang, Sigli dan lainnya. Didataran rendah
inilah terbentang dan terhamparluas gunung dan hutan.
16
Penulisan ini hanya berfokus pada satu bentang alam saja yakni daerah lembah di
Pidie. Iklim daerah lembah Pidie yaitu iklim basah dengan curah hujan rata-rata antara
1000-2000 mm/th. Area tanah lembah yang berada disisi kiri dan kanan sungai atau
membentang di kaki perbukitan atau pegunungan. Lembah merupakan wilayah yang
terbentuk akibat terjadinya proses geologi pada wilayah tertentu yang mana hal
tersebut menimbulkan area tau permukaan tanah yang tidak merata. Lembah bisa
memiliki wilayah yang sangat luas bahkan mencapai ribuan kilometer dan hal tersebut
akan mempengaruhi populasi yang berada di kawasan lembah itu sendiri.
Ciri-ciri daerah lembah yang ada yaitu banyak ditemukan diwilayah yang memiliki
pegunungan dan perbukitan, dimana lembah menjadi bagian terindah dari kawasan
tersebut. Sebuah lembah akan memiliki suhu udara berada di kisaran 10-20 derajat
Celcius. Hal ini tentu membuat daerah lembah memiliki udara yang sejuk dan
cenderung dingin hingga populasi tumbuhan yang terdapat disana akan lebih beragam
dan nyaman untuk dihuni akibat tersedianya banyak sumber daya alam yang terpenuhi.
Biasanya berbentuk U atau V, dan memiliki cukup banyak persediaan air hingga
menjadi daerah yang cukup basah.
Berdasarkan pendapat diatas maka bentang alam diartikan sebagai daerah dengan
keanekaragaman bentuk permukaan bumi yang ikut serta mempengaruhi apa yang ada
di sekitar sekaligus menjadi kesatuan yang utuh. Salah satu bentang alam di Pidie yaitu
daerah lembah yang diartikan sebagai daerah yang dikelilingi perbukitan dan sungai
dengan permukaan tanah yang tidak rata.
17
2.1.3 Konsep Pola Perlawanan
Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara kerja sedangkan
menurut Wikipedia pola diartikan sebagai bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu
set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau
bagian dari sesuatu. Pola merupakan sesuatu yang sifatnya berulang dalam syarat-
syarat tertentu.
Perlawanan sebelum abad-20 merupakan rangkaian yang panjang dalam sejarah
Indonesia. Perlawanan masyarakat dilakukan dengan berbagai cara dan semua
perlawanan memberikan bukti akan kegigihan bangsa Indonesia melawan perjajahan.
Perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia sebelum abad-20 yaitu masih bersifat
tradisional, kedaerahan, belum adanya intergrasi, serta perlawanan digerakan oleh
seorang pemimpin dalam peperangan.
Perlawanan adalah gambaran jiwa yang mau merdeka menurut caranya sendiri-sendiri
atau proses sosial dari kaum yang tertindas (L.M. Sitorus, 1987:68). Sementara itu
menurut Abdulgani pengertian perlawanan adalah perjuangan untuk mencapai
kemerdekaan, kebebasan dari segala tekanan yang dihadapinya (Ruslan Abdulgani,
1988:4). Sedangkan menurut Scott (2000:75) mendefinisikan perlawanan sebagai
segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan
untuk mengurangi atau menolak klaim. Scott juga membagi pola perlawanan yang
dilakukan kebanyakan kedalam dua bentuk, yakni:
1. Perlawanan yang diungkapkan secara individual,
18
2. Perlawanan yang dilakukan melalui tindakan gerilya kolektif atau bersama.
Hal ini berkaitan dengan cara-cara mengungkapkan dan mengekspresikan perlawanan
(Ibid, 2000:77)
Sejarah perlawanan masyarakat Pidie terhadap kolonialisme asing memang begitu
panjang dan heroik. Perlawanan yang dilakukan banyak diilhami oleh nilai-nilai agama
Islam yang begitu melekat sehingga kolonial asing begitu sulit untuk menaklukkan
daerah Pidie. Perlawanan-perlawanan dari masyarakat Pidie yang begitu kuat dan
masih bersifat kedaerahan untuk melawan pihak kolonialisme memang sangat banyak
dan membentuk pola yang berbeda antar satu sama lain.
“Perlawanan rakyat sebelum abad keduapuluh, telah merupakan tonggak sejarah
pada fase-fase berikutnya. Disadari bahwa pola perlawanan rakyat tersebut
bersifat lokal dan dilakukan secara sporadis, sehingga satu persatu dapat
dipatahkan oleh Pemerintah Kolonial yang memiliki system organisasi dan
peralatan militer yang lebih mantap serta ditunjang politik kolonial yang terkenal
dengan devide et impera (Abduh dan Zainal, 1985:177)”.
Sedangkan pola gerilya adalah salah satu strategi perang yang dikenal luas, karena
banyak digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia, dengan cara ini dapat
mengelabui, menipu atau bahkan melakukan serangan kilat.
“Cara khas menghamtam Belanda adalah menggulingkan batu-batu besar dari
lereng bukit yang curam. Tempat inilah yang dijadikan tempat persembunyian,
pemantauan terhadap gerak-gerik dan tujuan musuh, tempat untuk memantau
dan menjaga sawah ladang dan tempat tempat yang dirasa patut untuk
dilindungi bagi barisan masyarakat yang siap melakukan perlawanan terhadap
Belanda menggunakan gerilya yang dilakukan secara tindak kolektif, yakni
sebagian menjadi pemantau, sebagaian menjadi penyerang, dan sebagian
menjadi penyusun sambil mengintai dalam menghadapi perlawanan musuh
(Ibrahim Alfian, Hal:205)”
19
Pola perlawanan secara gerilya yang dibagi menjadi tiga, diantaranya yaitu sebagai
Pemantau yaitu orang yang memantau, Pengintai yaitu orang atau alat untuk mengintai
atau mengintip dan Penyerang yaitu orang yang menyerang (kbbi.web.id, diakses pada
2 November 2018, pukul 4:57).
Berdasarkan pendapat diatas maka pengertian pola perlawanan adalah cara kerja
seseorang atau sekelompok orang untuk keluar dari ketertindasan dan segala tekanan
yang dihadapi. Contoh pola perlawanan yaitu secara sporadic, gerilya, dan individual.
2.1.4 Konsep Masyarakat
Masyarakat merupakan manusia yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan
manusia lain dalam suatu kelompok (Setiadi, 2013:5). Menurut Koentjaraningrat
(2002:146) mendefinisikan mengenai masyarakat secara khusus yaitu kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Lebih lanjut menurut
Cholil Mansyur (2008:137) menyatakan bahwa kehidupan masyarakat itu saling
mempengaruhi satu sama lain, di mana saling berhubungan tingkah laku dan perbuatan
yang dilandasi oleh suatu kaidah dan siapa yang melanggarnya akan diberi sanksi
sesuai dengan ketentuannya.
Pendapat lain mengenai masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah
memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam
lingkungannya. (Setiadi, 2013: 36) dalam bukunya juga mengemukakan pendapat ahli
20
lainnya yaitu menurut Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai orang-orang
yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Supaya dapat menjelaskan
pengertian masyarakat secara umum, maka perlu dipahami tentang ciri-ciri dari
masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto (1993:105) Sebenarnya suatu
masyarakat, merupakan suatu bentuk kehidupan bersama manusia, yang mempunyai
ciri-ciri pokok, sebagai berikut :
1. Manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang hidup
bersama ada dua orang. Di dalam ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi, tidak ada
suatu ukuran yang yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa
jumlah manusia yang harus ada.
2. Bergaul selama jangka waktu yang lama.
3. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu kesatuan.
4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan bagi prilaku yang
dianggap pantas.
5. Menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.
Ciri-ciri masyarakat tersebut nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana
dikemukakan oleh J.L.Gillin dan J.P. Gillin dalam Abdul Syani (2002;32) bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap, dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-
pengelompokan yang lebih kecil. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kehidupan
bermasyarakat menurut Abu Ahmadi (2003:24) yaitu :
21
1. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan poengumpulan
binatang.
2. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
3. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju
kepada kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.
Dari pengertian menurut ahli, ciri-ciri dan syarat bermasyarakat di atas, maka
masyarakat adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu teritorial tertentu dan
terdiri dari beraneka ragam kelompok yang memiliki kesepakatan bersama berupa
aturan-aturan ataupun adat istiadat yang timbul karena kebersamaan tersebut dan
berlangsung dalam waktu yang lama. Sekelompok yang berkumpul harus ditandai
dengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lain. Paling tidak setiap individu
sebagai anggotanya (masyarakat) mempunyai kesadaran akan keberadaan individu
lainnya. Hal ini berarti setiap orang mempunyai perhatian terhadap orang lain dalam
setiap kegiatannya.
2.1.5 Konsep Perlawanan Pidie
Peranan masyarakat dari Pidie cukup merepotkan Belanda dalam misi menguasi
sebagaian bahkan keseluruhan wilayah Aceh untuk kedua kalinya, setelah gagal di
tahun pertama pada 1873. Serangan-serangan yang dilancarkan untuk mengepung
wilayah penghasil lada dan pala, berhasil dilumat oleh masyarakat Pidie seperti
peperangan di Lambhuek. Hal inilah yang membuat petinggi militer Belanda
mengubah taktik perang dan berinisiatif menyerang wilayah Pidie.
22
Laporan Ali Bahanan, seorang loh atau mata-mata Belanda, menyebutkan pasukan
Pidie sedang memperbaiki benteng pertahanan Kuta Asan di saat perang masih
berlangsung di Aceh Besar. Benteng tersebut kemudian menjadi incaran Belanda agar
pasukan Teuku Pakeh Dalam bisa dipatahkan. Veteran perang Jan van Swieten yang
menggantikan posisi Komisaris Pemerintah Belanda yang kemudian memerintahkan
satu eskader kapal perangnya. Kapal-kapal perang yang diutus yaitu Zeeland, Metalen
Kruis, Citadel van Atwerpen, Borneo dan Banda. Kedatangan satu eskader kapal
perang Belanda ini sama sekali tidak diduga oleh masyarakat Pidie. Sebagian di
antaranya mengira kapal-kapal tersebut dalam rangka kunjungan biasa. Namun banyak
juga yang sudah menebak Belanda akan menyerang wilayah tersebut meski sebagian
besar penduduk belum diberitahukan.
Satu skwadron kapal Belanda yang merapat di Pidie langsung memuntahkan meriam
ke pemukiman penduduk. Hal tersebut membuat warga kocar kacir dan banyak
bangunan yang terbakar. Benteng Kuta Asan yang ternyata mampu dijangkau meriam
kapal perang Belanda turut menjadi sasaran.
Pasukan marinir Belanda dalam jumlah besar mencoba mendarat dengan alat senjata
lengkap. Namun kedatangan marinir Belanda sudah ditunggu oleh masyarakat yang
siap melakukan perlawanan dan mengendap di sekitar lokasi Pidie. Pertempuran
terbuka tidak dapat dihindarkan dengan banyaknya korban di pihak Belanda. Korban-
korban terpaksa diangkat kembali ke kapal-kapal perang yang berada di area pinggiran
pantai Pidie menggunakan sloepflottiljes (sekoci kapal angkatan perang). Pertempuran
23
berlangsung hingga petang dan akhirnya Belanda menyimpulkan tidak akan bisa
merebut Pidie dan Benteng Kuta Asan. Apalagi bala perlawanan terus berdatangan dari
masyarakat pedalaman Pidie. Ketika Teuku Umar masih bekerja sama dengan
Belanda, sekitar Februari-Maret 1896, yang bertepatan dengan bulan Ramadan 1313, ia
menolak berperang karena umat Islam tengah menjalankan ibadah di bulan suci.
"Gubernur Belanda kemudian mengundurkan perang sampai sehabis Hari Raya Idul
fitri,” Sesudahnya, Teuku Umar kembali ke barisan Aceh dan berperang melawan
Belanda. “Bulan Januari 1899 Jenderal van Heutsz datang sendiri ke tempat paling
utama di pantai barat Meulaboh. Di sekitar sinilah disinyalir Teuku Umar berada,” tulis
Paul van t'Veer dalam Perang Aceh: Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje (1985).
Januari 1899 adalah bulan Ramadan 1316 H. Di akhir puasa, jelang lebaran, Teuku
Umar di ujung tanduk. “Tanggal 10 Februari, suatu detasemen diberi perintah untuk
menyergap perkemahannya. Umar telah mengetahuinya ... pada malam itu juga dia
berangkat dengan para legiun menempuh jalan putar ke Meulaboh dan gilirannya
menyerang kota ini.” Sialnya, sepasukan militer Belanda yang dipimpin Letnan
Verbrugh telah menyebar pasukannya di dekat pantai. “Beberapa jam kemudian," tulis
van t'Veer, "tiba-tiba dia melihat dalam gelap, banyak kerumunan orang muncul.
Tembakan dilepaskan.” Masyarakat Pidie itu panik. Sementara pasukan Belanda,
karena kalah jumlah, memilih mundur. Di hari-hari berikutnya, diketahui bahwa yang
tewas pada 11 Februari 1899, atau sekitar tanggal 30 Ramadan 1316 itu, di antaranya
adalah Teuku Umar.
24
Tak hanya Teuku Umar yang dilumpuhkan pada bulan puasa. Cut Nyak Dien, juga
dilumpuhkan di tahun-tahun sesudahnya pada bulan Ramadan. Pada tengah malam, 6
November 1905, bertemulah Panglima Laot dengan sepasukan serdadu patroli
Kompeni. Mereka harus bergerak cepat melalui jalur hutan di Beutong Le Sageu
(Nagan Raya) yang becek karena hujan. Jelang fajar, barulah serdadu-serdadu itu tiba
ke lokasi tujuan. Itu sebuah wilayah perkemahan yang agak lapang. Terlihat oleh
serdadu-serdadu itu bahwa segerombolan orang tengah duduk melingkari api unggun.
Mereka melihat senjata yang sudah kuno. Pakaian mereka compang-camping. “Dengan
tidak sengaja, senjata yang ada di tangan seorang anggota patroli meletus” Orang-
orang yang sedang duduk mengelilingi api unggun itu terperanjat. Mereka langsung
berdiri dan memegang kelewang yang terhunus,” tulis Madelon H. Székely-Lulofs
dalam Cut Nyak Dien: Kisah Ratu Perang Aceh (2007).
Cut Nyak Dien berusaha menghindari pengepungan tak terduga itu. Ia sudah buta dan
sulit bergerak cepat. Ia pun tertangkap. Dalam kondisi terkepung, ia menarik
rencongnya. “Ya Allah, Ya Tuhan! Inikah nasibku? Di dalam bulan puasa, aku
diserahkan ke tangan kaphee (kafir)?” ratap Cut Nyak Dien. Panglima Laot telah
mengkhianatinya karena kasihan dengan kondisi Cut Nyak Dien yang sudah tua. Ia
mendekati Cut Nyak Dien dan berusaha menenangkan. Cut Nyak Dien menanggapi
Panglima Laot dengan cacian dan minta dibunuh. Tak sampai di situ saja, disi lain
munculah kekuatan dari keturunan Syekh Saman anatara lain Tengku Cik Di Tiro yang
melakukan perlawanan di Pedalaman Pidie Hingga tahun 1911.
25
2.2 Kerangka Pikir
Secara umum prilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu
dengan alam sebagai manivestasi bahwa dirinya adalah makhluk hidup. Alam
memberikan stimulus terbesar dalam kehidupan serta lingkungan yang mengajarkan
individu untuk merespon dan melakukan sesuatu. Ada suatu teori yang
mengungkapkan bahwa “alam yang mempengaruhi dan menentukan kehidupan
manusia”, Teori ini dikemukakan oleh Ellsworth Hunthington, seorang geograf
terkenal dari USA, teori ini disebut Fisis Determinis (Nana Supriyatna, 2006:22).
Sehingga dapat dikatakan bahwasanya kehidupan manusia digerakkan oleh alam
sekitarnya. Faham ini mengemukakan dalam menghadapi tantangan alam, manusia
tidak dapat menentukan hidupnya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari mata pencarian,
kebiasaan serta budaya yang ada dilingkungan tertentu. Meraka saling berinteraksi baik
dengan alam maupun manusia yang ada disekitarnya, namun meskipun manusia
merupakan makhluk yang dinamis, namun pola pergerakan dan mobilitasnya tetap
dibatasi oleh alam.
Hal inilah yang mempengaruhi kecenderungan hidup berkelompok dalam suatu tempat
menjadikannya sebuah masyarakat yang memiliki ciri khas tertentu. Adanya sesuatu
yang dapat diperoleh dari alam dan merasa memiliki kepentingan yang sama maka
terjalinlah komunikasi anatar sesama maupun dengan alam itu sendiri. Perbedaan yang
muncul harus dihadapi. Manusia yang tinggal di pedalaman akan berbeda dengan yang
tinggal di pinggiran pantai. Tak terkecuali Daerah Pidie yang memiliki
keanekaragaman bentang alam antar masing-masing wilayahnya. Ada yang masih
26
berupa hutan, dataran tinggi (perbukitan) dengan lereng curam, rawa-rawa, daerah
lembah, laut serta daerah yang sudah padat penduduk yang mayoritas bekerja di sawah,
ladang. Sehingga pada tahun 1892 para kolonial masuk dan mencoba menduduki
wilayah tersebut yang ditandai dengan munculnyabom di pingir pantai Selat Malaka.
Perlawanan terhadap pihak kolonialisme yang dilakukan oleh masyarakat Pidie sangat
diuntungkan dengan keadaan alam tersebut.
Untuk menembus satu daerah saja, seperti wilayah Pidie yang selama tahun 1894-1900
diperkirakan menjadi tonggak dan tempat persembunyian pemimpin perlawanan
memakan waktu yang cukup lama. Bagi masyarakat yang tinggal didaerah lembah
untuk berperang dengan waktu yang lama dirasa tidak memungkinkan karena mereka
harus menitipkan sanak keluarga dan tempat tinggalnya. Cara Gerilya adalah perang
berintensitas rendah dan kecil. Selain itu perang Gerilya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi, dengan mobilitas tinggi serta melakukan sabotase dan melemahkan
kekuatan musuh. Para pemimpin perlawanan tahu jika menggunakan perang secara
langsung maka pihak Belanda lebih besar kekuatannya diabngsingkan dengan
masyarakat Aceh yang menggunakan senjata khas kedaerahan.
Perlawanan dilakukan diberbagai wilayah Pidie dengan pola yang berbeda-beda akibat
medan perang yang telah dikuasai oleh masing-masing masyarakatnya. Mengutip
pendapat Snouck Hurgronje yang terpaksa membalikkan metode dengan mengusulkan
agar di Gayo diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci
27
masyarakatnya karena tindakan penaklukan secara bersenjata. Snouck pula yang
menyatakan bahwa takluknya Kesultanan Aceh, bukan berarti seluruh wilayah Aceh
takluk. Hal ini juga digunakan untuk wilyah lainnya seperti Pidie, dimana hanya tokoh
atau loh nya lah yang berbeda yakni Ali Bahanan. Perlawanan belum selesai karena
disebabkan banyaknya pejuang dan pemimpin yang lari dan bersembunyi sehingga
perlawanan yang diharapkan Belanda telah usai justru menimbulkan pola perlawanan
yang baru di daerah tertentu. Pada tahun ini juga dinyatakan bahwa Belanda gencar
membuka wilayah yang dianggap stategis untuk persembunyian. Sasarannya kini yaitu
membongkar wilayah Pidie yang merupakan salah satu wilayah yang strategis dan
merupakan gampong salah satu tokoh pejuang Teuku Umar dan tanah kelahiran
Tengku Cik di Tiro yang disebut juga keluarga Saman, disinilah masing-masing pihak
merasa bahwa alam memiliki daya dukung dan daya hambat tersendiri bagi pihak-
pihak yang bertikai.
2.3 Paradigma
Keterangan :
Garis Cakupan
Garis Hubungan
Garis Pengaruh
Masyarakat
Pidie Daya Hambat
Bentang
Alam
Strategi
Perang
Daya Dukung
28
REFERENSI
W. J. S. Poerwadaminta. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka. Halaman 731
Badudu. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Halaman 1031
Depdikbud. 2001. Pengertian Pengaruh Menurut Ahli.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html
(Diakses pada 29 Oktober 2018, pukul 08.01 wib)
Yosi Abdi Tindeon. 2012. Pengertian Pengaruh Menurut Ahli.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html
(Diakses pada 29 Oktober 2018, pukul 08.03 wib)
Tasya Marina. 2017. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung dalam Model
Persamaan Struktural dengan Metode Parsial Least Square (Skripsi). Bandar
Lampung : Universtas Lampung. Halaman 12
Fachrul Rozy Elba Ansyufa. 2016. Analisa Bentang Alam. Bandung : Institut
Teknologi Bandung. Halaman 2
Thalib Hasan. 2007. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Studia Pers. Halaman 23
Purwanto Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Halaman 137
Edwin M. Loeb. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogjakarta : Penerbit
Ombak. Halaman 264
C. Snouck Hurgronje. 1994. Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje IX. Terj.
Soedarso Soekarno dan A.J. Mangkuwinoto. Jakarta: INIS. Halaman 9
Ibrahim Alfian. 1987. Perang di Jalan Allah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Halaman 208
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembah (Diakses pada 29 Oktober 2018, pk. 08.08 wib.
http://kbbi.ac.id/pola (Diakses pada 16 Maret 2018, pukul 9.03 wib)
http://wikipedia.ac.id/pola (Diakses pada 16 Maret 2018, pukul 8.45 wib)
29
L.M. Sitorus. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian.
Halaman 68
Ruslan Abdul Gani. 1988. Revolusi Indonesia. Jakarta : Majalah Risma. Halaman 4
Scott, James. C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergola kan dan Subsistensi di
AsiaTenggara. Jakarta : LP3ES. Halaman 75
Ibid. Halaman 77
Abduh Muhammad dan Zainal A.H. 1985. Sejarah Perlawanan Terhadap
Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selawesi. Halaman 177
Ibrahim Alfian. Op.Cit. Hal 205
Kbbi.web.id (Diakses pada 2 Nove,ber 2018, Pukul 4:57)
Setiadi Elly M. &Kolip, Usman. 2013. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta:
Prenadamedia. Halaman 5
Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Anhtropologi, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Jakarta : Depdikbud. Halaman 146
Cholil Mansyur. 2008. Sosiologi Masyarakat Kota Dan Desa. Surabaya : Usaha
Nasional. Halaman 137
Setiadi. Op.cip. Hal 36
Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 191
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skemetika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara.
Halaman 32
Abu Ahmadi. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 24
Paul Van‟t Veer. 1895. Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje.Jakarta : PT. Grafiti Press.
Halaman 11
M.H. Szekely Lulofs. 2007. Cut Nyak Dien : Kisah Perang Ratu Aceh. Depok :
Komunitas Bambu.
Nana Supriatna dan Kosim Mamat R. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi,
Sejarah, Sosiologi, Ekonomi). Jakarta: Grafindo Media Pratama. Halaman 22
30
Ahmad Yani dan Mamat Tuhimat. 2007. Geografi : Menyikapi Fenomena Geosfer.
Bandung : Grafindo Media Pratama.
Madelon Szekely-Lulofs. 2007. Tjoet Nja Dinh. De geschiedenis van een Atjehse
(Terjemahan) Cut Nyak Dien Kisah Ratu Perang Aceh. Jakarta : Komunitas
Bambu
31
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian sangat penting untuk menentukan keberhasilan suatu
penelitian. Pada umumnya yang disebut metode adalah cara atau prosedur untuk
mendapat objek. Juga dikatakan bahwa metode adalah cara untuk berbuat atau
mengerjakan sesuatu dalam system yang terencana dan teratur. Sehingga metode selalu
erat hubungannya dengan prosedur, proses, atau teknik yang sistematis untuk
melakukan penelitian disiplin tertentu (L. Gottschalk 1986:11). Pendapat lain
mengenai metode yaitu tuntutan tentang bagaimana secara berurut penelitian
dilakukan, menggunakan alat dan bahan apa, prosedurnya bagaimana (R.K. Widi,
2010:24). Metode penelitian juga diartikan sebagai sekumpulan peraturan, kegiatan
dan proseduryang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu (B. Kurniawan dalam
R.K. Widi, 2010:28) Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka metode penelitian
adalah tata cara keilmuan untuk rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian yang
ditempuh atau dipergunakan oleh para peneliti.
3.1.1 Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis. Metode
historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lalu (Louis Gottschalk, 1986 : 32).
32
Penelitian ini mengambil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Metode
penelitian sejarah atau disebut juga dengan metode sejarah artinya jalan, cara, atau
petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode sejarah dalam pengertian
umum adalah suatu penyelidikan permasalahan dengan mengaplikasikan jalan
pemecahannya dari pandangan historis (D. Abdurrohman, 1999:53). Metode Sejarah
adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian
peristiwa sejarah dan permasalahannya. Metode sejarah mempunyai perspektif historis.
Dengan kata lain, metode sejarah adalah instrument untuk merekontruksi peristiwa
sejarah menjadi sejarah sebagai kisah (R.K. Widi, 2009:69)
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka metode penelitian sejarah adalah cara yang
digunakan peneliti untuk merekonstruksi kondisi masa lampau secara objektif,
sistematik, dan akurat. Melalui penelitian ini, bukti-bukti dikumpulkan, dievaluasi,
dianalisis, dan disintesiskan. Selanjutnya, dirumuskan kesimpulan berdasarkan bukti-
bukti.
Metode historis memusatkan pada masa lalu dan bukti-bukti sejarah seperti arsiparsip,
benda-benda peninggalan, hasil dokumentasi dan tempat-tempat yang dianggap
memiliki nilai-nilai sejarah. Masalah yang dihadapi peneliti adalah terbatas dari data-
data atau sumber-sumber yang sudah ada. Peneliti historis tergantung pada dua macam
data yaitu data primer yang di dapat secara langsung melakukan observasi dan
menyaksikan kejadian yang dituliskan, serta data sekunder yang di dapat dari orang
lain yang melaporkan kepada peneliti.
33
Tujuan penelitian dengan metode historis adalah membuat rekontruksi masa lampau
secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memverifikasi serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan
memperoleh kesimpulan yang kuat (Sumadi, 2012:73)
Untuk menlalukan penelitian dengan metode historis maka menurut Prof. Dr.
Kuntowijoyo (1995:36) dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah menerangkan bahwa
kesimpulan sejarah harus didasarkan dengan empat tahapan:
1. Heuristik atau pengumpulan data sejarah yang betul-betul valid dan otentik yang
kemudian terbagi data primer dan sekunder;
2. Kritik atau pengujian kebenaran dari data yang disajikan. Jika sudah betul-betul
lulus uji alias kebenarannya tidak disangsikan maka data itu disebut fakta sejarah;
3. Interpretasi. Fakta-fakta sejarah tadi kemudian diinterpretasikan dengan
menggunakan bantuan ilmu-ilmu sosial atau ilmu bantu lainnya sehingga dapat
diketahui hakikat dibalik kejadian sejarah atau fakta sejarah;
4. Apabila sudah melakukan interpretasi baru masuk tahapan mnyimpulkan dengan
menuliskannya. Tahap inilah tahap yang disebut historiografi.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, maka hal-hal yang dilakukan oleh peneliti yaitu
sebagai berikut :
1. Heuristik
Tahap Heuristik cara yang ditempuh peneliti mencari serta mengumpulkan sumber-
sumber sejarah perlawanan Aceh khususnya Pidie yang diperlukan dan berhubungan
34
dengan penelitian yang diajukan. Buku-buku literatur yang sudah ditulis oleh
sejarawan dan banyak tersedia di perpustakaan, toko maupun dari referensi yang
diberikan teman tersebut dijadikan gambaran bagi peneliti serta acuan dalam
penelitian. Proses pencarian sumber-sumber sejarah tersebut dengan mengunjungi
berbagai perpustakaan seperti Perpustakaan Universitas Lampung dan Perpustakaan
Daerah Provinsi Lampung.
Sumber-sumber yang ditemukan untuk membantu menjelaskan konsep dalam
penelitian berjumlah 7 buku, terdiri dari buku Sejarah Nasional Indonesia IV karya
Marwati Djoened P dan Nugroho N. Buku Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Aceh karya Pusat Penelitian Aceh. Buku Perang di Jalan Allah karya Ibrahim Alfian.
Buku Aceh Sepanjang Abad karya Mohammad Said. Buku Sumatra Sejarah dan
Masyarakatnya Karya Edwin M. Loeb. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D karya Sugiono. Buku Prosedur Penelitian karya Suharsini Arikunto.
Adapun sumber yang gunakan dalam landasan teori penelitian ini berjumlah 23 buku 3
Jurnal dan 5 bersumber dari internet, terdiri dari Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
karya W. J. S. Poerwadaminta. Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia Karya Badudu.
Skripsi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung dalam Model Persamaan Struktural
dan Metode Parsial Square Karya Tasya Marina. Jurnal Analisa Bentang Alam Karya
Fachrul Rozy Elba Ansyufa. Buku Dasar-Dasar Kependidikan karya Thalib Hasan.
Buku Psikologi Pendidikan karya Purwanto Ngalim. Sumatra Sejarah dan
Masyarakatnya karya Edwin M. Loeb. Buku Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje
35
IX karya C. Snouck Hurgronje. Buku Perang di Jalan Allah karya Ibrahim Alfian.
Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia karya L.M. Sitorus. Buku Revolusi
Indonesia karya Ruslan Abdul Gani. Buku Moral Ekonomi Petani, Pergola kan dan
Subsistensi di AsiaTenggara karya James Scott. Buku Sejarah Perlawanan Terhadap
Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selawesi karya Anduh Muhammad dan
Zinal A.H. Jurnal Dari Perahu Sri Komala hingga Puputan;Perlawanan terhadap
Pemerintahan Hindia Belanda karya Inna Mirawati. Buku Pengantar Sosiologi
Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan
Pemecahannya karya Setiadi Elly M. dan Usman Kolip. Buku Kamus Istilah
Anhtropologi, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa karya Koentjaraningrat.
Buku Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa karya Cholil Mansyur. Buku Beberapa
Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat karya Soerjono Soekanto. Buku
Sosiologi Skemetika, Teori dan Terapan karya Abdulsyani. Buku Ilmu Pendidikan
karya Abu Ahmadi. Buku Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda karya M.H.
Gayo. Buku Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje karya Paul Van‟t Veer. Jurnal
Perlawanan Aceh 1873-1904 karya Hatta Ata. Buku Ilmu Pengetahuan Sosial
(Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) karya Nana Supriatna dan Kosim Mamat R.
Buku Geografi :Memahami Fenomena Geosfer Karya Ahmad Yani dan Mamat
Ruhimat.
Buku mengenai metode penelitian berjumlah 12 buku ang terdiri atas buku Mengerti
Sejarah (terjemahan) karya Louis Gottschalk. Buku Asas Metodologi Penelitian karya
R.K. Widi. Buku Metode Penelitian karya Abdurrahman. Buku Metodologi Penelitian
36
karya Sumadi Suryabrata. Buku Pengantar Ilmu Sejarah karya Kuntowijoyo. Buku
Metodologi Penelitian Kesehatan karya Dr. Soekidjo Notoatmojo. Buku Kamus Istilah
Anhtropologi karya Koentjaraningrat. Buku Pengantar Metodologi Riset karya
Kamarudin. Buku Metodologi Penelitian Bidang Sosial karya Hadari Nawawi. Buku
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D karya Sugiyono. Buku Penuntun
Dasar Kearah Penelitian Masyarakat karya Mohammad Hasyim. Buku Analisis
Data Kualitatif karya Tjetjep Rohendi Rohidi.
2. Kritik
Setelah terkumpulnya sumber tahapan selanjutnya yaitu kritik sejarah, untuk menilai
sumber-sumber yang dibutuhkan guna melakukan penelitian. menyelidiki apakah
jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan apakah dapat digunakan atau sesuai dengan
tema penelitian. Proses ini dilakukan penulis dengan cara memilah-milah dan
menyesuaikan data yang diperoleh dari heuristic dengan tema yang akan dikaji serta
keaslian data sudah dapat diketahui.
Biasanya sejarawan melaksanakan kegiatan Heuristik dengan Kritik hampir
bersamaan, pengumpuan sumber dan kritik sumber-sumber sejarah secara serempak
(simultaneously). Kegiatan tersebut ditemukannya sumber-sumber sejarah sekaligus
dilakukannya uji validasi sumber. Uji validasi sumber sejarah inilah yang dalam
penelitian sejarah lebih dikenal sebagai kritik (verifikasi) sumber sejarah (A. Daliman
2012 : 64-65 ).
37
“Dengan demikian melalui kritik sumber diinginkan agar setiap data-data
sejarah yang diberikan oleh informan hendak diuji terlebih dahulu validitas
dan reliabilitasnya, sehingga semua data sesuai dengan fakta-fakta sejarah
yang sesungguhnya. Terdapat dua jenis kritik sumber, eksternal dan internal,
kritik eksternal dimaksudkan untuk menguji otentisitas (keaslian ) suatu
sumber. Kritik internal dimaksudkan untuk menguji kreadibilitas dan
reliabilitas suatu sumber. Jadi, di samping uji otentisitas juga dituntut
kreadibilitas informan, sehingga dapat dijamin kebenaran informasi yang
disampaikannya (A. Daliman 2012 : 66)”.
Kritik sumber diperlukan untuk menyeleksi keaslian fakta-fakta dari sumber sejarah
yang digunakan. Suatu sumber sejarah akan diragukan keaslian dan isinya apabila
sumber tersebut tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
penelitian sebuah buku. Oleh karena itu, kritik sumber membantu peneliti untuk lebih
mengkaji sumber-sumber sejarah yang akan di gunakan dalam penelitian sejarah yang
dilakukan. Kritik sejarah dibedakan menjadi dua, yaitu kritik intern dan kritik ekstern.
Kritik ekstern merupakan proses penilaian kealsiannya terhadap bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat kisah sejarah. Sehingga dalam hal ini dibutuhkan seleksi,
dimana tidak semua data dapat dimasukan dalam penulisan ini namun dipilih yang
sesuai dengan obyek penelitian. Kritik intern merupakan penilaian terhadap kealsian
dan kebenaran isi suatu data yang sudah didapat, kritik intern ini dilakukan dengan
cara membandingkan sumber sejarah yang berbeda-beda. Berikut penjabarannya :
a) Kritik Ekstenal
Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek
“luar” dari sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh
38
sejarawan dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu, maka terlebih dahulu
harus dilakukan pemeriksaan yang ketat. Jadi serupa dengan evidensi yang diajukan
dalam suatu pengadilan. Atas dasar berbagai alasan atau syarat, setiap sumber harus
dinyatakan dahulu otentik dan integral (Helius Sjamsuddin, 2007 : 132-133).
Pada tahap ini peneliti harus menyeleksi sumber-sumber yang akan dijadikan bahan
dalam penelitian. Oleh sebab itu keaslian sumber harus diutamakan dalam setiap
penelitian sejarah. Untuk itu, peneliti berusaha untuk menggunakan sumber-sumber
yang telah terbukti keasliannya dan ditulis oleh orang-orang yang sudah profesional
dan dijadikan sebagai referensi utama seperti sumber buku karya Ibrahim Alfian yang
berjudul Perang dijalan Allah, buku karya Muhammad Said dengan Judul Aceh
Sepanjang Abad Jilid I dan Judul Aceh Sepanjang Abad Jilid II.
b) Kritik Internal
Kritik internal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek
yang menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber, seperti kesaksian
(testimoni). Setelah fakta kesaksian (fact of testimony) ditegakkan melalui kritik
eksternal, maka sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. Ia harus
memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan ( reliable ) atau tidak (Helius
Sjamsuddin, 2007 : 143).
Proses penelitian dalam tahap kritik internal yaitu mengkaji dan menentukan
kreadibilitas isi ataupun fakta-fakta yang terkandung pada sumber sejarah. Peneliti
39
membandingkan isi dari dua sumber sejarah tertulis yakni buku Perang Aceh karya
Pual Van‟t Veer dan buku Aceh di Mata Kolonial karya Snouck Hurgronje yang telah
diterjemahkan oleh Singarimbun, S. Maemoen, dan Kusnitiaty Mochtar. Pada tahap ini
membandingkan dua sumber sejarah tersebut peneliti dapat memahami bahwa isi dari
buku sama-sama menceritakan alur jalannya Perang Aceh namun dari sudat pandang
yang berbeda. Sehingga peneliti menyeleksi baian mana yang sesuai dengan penelitian
yang hendak digunakan sebagai data yang menudukung.
3. Intepretasi
Tahapan selanjutnya yaitu merangkai fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk
akal melalui data yang terkumpul mengenai bentang alam dan pola perlawanan
masyarakat Pidie.
“Interpretasi adalah upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka
rekonstruksi realitas masa lampau. Fakta-fakta sejarah yang jejak-jejaknya
masih nampak dalam berbagai peninggalan dan dokumen hanyalah
merupakan sebagian dari fenomena realitas masa lampau, dan yang harus
disadari bahwa fenomena itu bukan realitas masa lampau itu sendiri. Masa
lampau adalah tetap masa lampau, dan tak akan menjadi realitas lagi. Tugas
interpretasi adalah memberikan penafsiran dalam kerangka memugar suatu
rekonstruksi masa lampau. Fakta-fakta sejarah dalam kaitannya dengan tugas
atau fungsi rekonstruksi adalah ahnya sebagai sebagian bukti di masa
sekarang bahawa realitas masa lampau pernah ada dan pernah terjadi. Fakta-
fakta sejarah di samping tidak lengkap, lebih sering lagi tidak teratur dan
berserakan. Hilangnya berbagai faktaa sejarah juga menjadi sebab hilangnya
makna relasi (hubungan) antar bagian-bagian dari realitas masa lampau
(A Daliman, 2012 : 83).
40
Setelah melalui tahap Heuristik dan Kritik, maka peneliti dituntut untuk berfikir kritis
terhadap fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah ditemukan dan disampaikan pada tahap
sebelumnya. Tahap ini sangat penting guna membedah fakta yang terkandung pada
suatu peristiwa dengan memperhatikan bukti-bukti yang ada. Tahap interpretasi
dibutuhkan ke obyektifan pandangan peniliti agar nantinya penulisan sejarah tidak
terkesan berat sebelah ataupun menyudutkan seseorang, golongan atau kelompok, dan
lain lain. Selanjutnya tahap interpratasi fakta dan bukti sejarah akan dirangkai agar
menjadi satu kesatuan rangkaian peristiwa yang tersusun secara logis dan sistematis
agar dapat diuji kebenarannya secara ilmiah.
4. Historiografi
Tahapan terakhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Maka hasil dari langkah-
langkah tersebut diatas akan diintegrasikan dalam penulisan ini yang nantinya akan
menjadi suatu hasil penelitian.
“Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil-
hasl penelitian yang diungkap, diuji (verifikasi) dan diinterpretasi. Kalau
penelitian sejarah bertugas merekonstruksikan sejrah masa lampau, maka
rekonstruksi itu hanya akan menjadi eksis apabila hasil-hasil pendirian
tersebut ditulis (A. Daliman, 2012:99)”.
Penulisan sejarah ini disusun berdasarkan metode penulisan karya ilmiah yang berlaku
di Universitas Lampung, sehingga menjadi suatu kajian mengenaipengembangan
sejarah sebagai disiplin akademis, dan secara luas merupakan karya sejarah mengenai
topic tertentu.
41
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan elemen penting dalam suatu penelitian yang harus
dianalisa. Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obejek
pengamatan peneltian. Sering pula dinyatakan sebagai factor-faktor yang berperan
dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. (Sumadi, 1983:72). Menurut Dr.
Soekidjo Notoatmodjo (2002:3), variable penelitian adalah Suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Berdasarkan pendapat para
Ahli diatas maka variable penelitian adalah suatu yang menjadi objek pandangan
peneliti untuk menentukan sebuah kesimpulan. Penelitian ini menggunakan dua
variabel yaitu :
1. Variabel Independen (variabel bebas, stimulus, predictor, antecedent). Variabel
yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen (variabel terikat). Sehingga variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengaruh bentang alam.
2. Variabel dependen (variabel terikat, output, kriteria, konsekuen). Variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Sehingga
variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola perlawanan
masyarakat Pidie.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian memerlukan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data
merupakan satu tahap yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil penelitian
42
yang akan dilaksanakan tersebut. Kesalahan dalam melaksanakan pengumpulan data
dalam satu penelitian, akan berakibat langsung terhadap proses dan hasil suatu
penelitian. Dalam penelitian ilmiah juga, agar data yang kita kumpulkan menjadi valid,
maka kita harus mengetahui bagaimana cara-cara pengumpulan data dalam penelitian
itu, sehingga data yang kita peroleh dapat menjadi pendukung terhadap kebenaran
suatu konsep tertentu.
3.3.1 Teknik Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik
kepustakaan dan dokumentasi. Kepustakaan Menurut Koentjaraningrat teknik
kepustakaan merupakan cara pengumpulan data bermacam-macam material yang
terdapat diruang kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen
dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983:420). Menurut
Sugiyono, studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang
berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang
diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini
dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah (Sugiyono,
2012:291).
Berdasarakan pengertian tersebut, maka penelitian tentang Pengaruh Bentang Alam
terhadap Pola Perlawanan Masyarakat Pidie Tahun 1894-1914 ini menggunakan
bermacam-macam literatur yang terdapat diruang kepustakaan.
43
3.3.2 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah sesuatu yang memberi bukti atau bahan-bahan untuk
membandingkan suatu keterangan atau informasi, penjelasan atau dokumentasi dalam
naskah asli atau informasi tertulis (Kamaruddin, 1972:50). Teknik dokumentasi adalah
cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis berupa arsip-arsip dan termasuk
juga buku-buku tentang pendapat teori, dalil-dalil atau buku-buku lain yang berkenaan
dengan masalah-masalah penyelidikan (Hadari Nawawi, 1991:133 ). Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan,
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan
lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain sebagainya (Sugiyono, 2012: 240).
Berdasarkan pendapar para ahli diatas maka teknik dokumentasi adalah proses
pengumpulan data melalui catatan, dokumen, arsip dan lainnya yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan dengan mencari catatan, arsip, dokumen,
gambar dan lainnya yang berhubungan dengan Pengaruh Bentang Alam terhadap Pola
Perlawanan Masyarakat Pidie tahun 1894-1914.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah serangkaian kegiatan mengolah data yang telah
dikumpulkan dari lapangan menjadi seperangkat hasil, baik dalam bentuk penemuan-
44
penemuan baru maupun dalam bentuk kebenaran hipotesa (Mohammad Hasyim, 1982 :
41). Teknik Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan
dipelajari kemudian membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012 : 244).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut, maka teknik analisis data merupakan
serangkaian kegiatan mengolah data yang telah dikumpulkan dari hasil pencarian data
menjadi seperangkat hasil yang bermakna dan berguna dalam memecahkan masalah
sehingga hasil dari penelitian dilapangan dapat dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu
pada konsep Milles & Huberman (1992: 20) yaitu interactive model yang
mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian
ini yaitu memilih data hasil dari pengumpulan literature agar terfokus pada tujuan
dan kesesuain tema.
2. Penyajian Data ( Display Data)
Data ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun bentuk yang lazim
45
digunakan pada data kualitatif terdahulu adalah dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)
Verifikasi dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data yang
dikumpulkan. Verifikasi dilakukan dengan melihat kembali reduksi data maupun
display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang. Dalam
penelitian ini verifikasi mencari hubungan antara sumber yang satu dengan yang
lainnya, menjadi satu kesatuan yang dirangkai menjadi peristiwa sejarah.
46
REFERENSI
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terjemahan). Jakarta: Universitas
Indonesia Press. Halaman 11
R.K. Widi. 2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogjakarta : Draha Ilmu. Halaman 24
Ibid. Hal 28
Gottschalk Louis. Op.Cit. Halaman 32
Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Terapan. Jakarta: Rineka
Cipta. Halaman 53
R.K. Widi. Op.Cit. Halaman 69
Sumadi Suryabrata, 2012, Metodologi Penelitian. Jakarta : CV.Rajawali. halaman 73
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.
Halaman 36
Daliman. 2012. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Halaman 64-65
Ibid. Hal 66
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Halaman 12.
Ibid. Hal 132-133
Sjamsuddin. Op.Cit. Halaman 83
Sjamsuddin. Op.Cit. Halaman 83
Sumadi. Op.Cit. Halaman 92
Dr. S. Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 3
Koentjaraningrat. 1983. Kamus Istilah Anhtropologi. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Jakarta : Depdikbud. Halaman 420.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta. Halaman 291.
47
Kamarudin. 1972. Pengantar Metodologi Riset. Bandung : Angkasa. Halaman 50.
Hadari Nawawi. 1991. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press.
Halaman 133.
Sugiyono. Op.Cit. Halaman 240.
Mohammad Hasyim. 1982. Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat. Surabaya:
Bina Ilmu. Halaman 41.
Sugiyono. Op.Cit. Halaman 244.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press. Halaman 20
86
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh bentang alam terhadap pola perlawanan di wilayah Pidie seperti Bentang
alam mempunyai daya dukung secara langsung yaitu terlihat dari strategi yang
digunakan menyesuaikan apa yang ada disekitar. Adapun Pola perlawanan gerilya
digunakan akibat kondisi alam yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penyerangan
secara mendadak dari berbagai sisi seperti berasal dari hutan dan di daerah sekitar
aliran sungai dimana menjadi tempat pendaratan Belanda melalui jalur air. Untuk
lokasi pengintaian dapat berada dari daerah yang memiliki permukaan tanah akan
tinggi serta tertelak di jalur yang sempit seperti jalan menuju Tengse dengan jarak
tertentu. Sedangkan untuk pasukan pemantauan dengan memanfaatkan hutan, maupun
benteng yang dibangun menyusuri aliran sungai serta lokasi-lokasi yang dekat dengan
Pos Belanda. Bentang alam juga mempunyai pengaruh sebagai daya hambat secara
langsung yaitu masyarakat yang tinggal merasa perlu merawat dan mengurus sumber
daya alam sebagai sumber kehidupan sehingga saat akan berperang tidak dapat
meninggalkan tempat tinggalnya secara lama karena harus menitipkan dengan tetangga
atau orang yang dipercaya, hingga daerah daratan iilah yang menjadi sasaran Belanda
untuk dibumi hanguskan. Serta lokasi yang berada diantara perbukitan dengan aliran
suangai yang membentang membentuk U atau V maka dengan itu masyarakat
87
membangun benteng sepanjang aliran sungai untuk menghadang lawan yang datang
dari arah sungai namun mereka harus meninggalkan benteng sebagai tempat pemantau
dan pengintai apabila sungai meluap dan juga apabila benteng telah mampu direbut
maka ruang gerak penyerang makin menyempit.
Bentang alam juga mempunyai pengaruh secara tidak langsung sebagai daya dukung
dalam perlawanan masyarakat di Pidie yaitu seperti iklim basah dengan curah hujan
yang cukup di daerah lembah menyebabkan mau tidak mau perlawanan yang dilakukan
terhenti sementara, mereka lebih memilih bersembunyi dan menjadikannya sebagai
waktu istirahat yang cukup. Topografi (tinggi rendahnya permukaan bumi) memiliki
daya dukung sebagai tempat strategis yang digunakan untuk pembangunan benteng,
dimana tempat yang agak tinggi digunakan untuk benteng pemantauan, benteng
dengan kemiringan yang cukup landai sebagai tempat benteng pertahanan dan
permukaan bumi yang sedang dibangun benteng pengintaian dan dekat dengan lokasi
perlawanan. Sedangkan bentang alam mempunyai pengaruh sebagai daya hambat
secara tidak langsung seperti daya hambat iklim yaitu menjadikannya tanah basah,
gembur dan lubang-lubang persembunyian tidak dapat ditempati karena takut ambas
dan menimbun. Topografi yang bervariasi ketinggiannya menyebabkan Pidie dikepung
dari segala sisi. Bentuk U atau V didaerah lembah menyebabkan jika benteng
terkepung dan duduki Benda secara berurutan membuat wilayah perlawanan semakin
terkepung dan semakin sempit area perlawanan
.
88
5.2 Saran
Saran dari penulis setelah terselesaikannya skripsi ini yaitu dalam membuat tulisan
mengenai sejarah lokal yang terjadi di suatu daerah hendaknya melihat permasalahan
secara obyektif. Serta bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai Pola Perlawanan Masyarakat Pidie agar menyempurnakan data yang sudah
diperoleh dari penelitian ini. Saran bagi Pembaca semoga mampu menjadi bahan
bahasan mengenai bentang alam terhadap pola perlawanan di Pidie dan menjadi bahan
referensi untuk lebih menambah wawasan mengenai sejarah Perang Pidie. Serta Bagi
mahasiswa terutama untuk mehasiswa prodi Pendidikan Sejarah dapat dijadikan
sumber bacaan yang bermanfaat dan sumber referensi dalam penulisan karya ilmiah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skemetika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara.
Abduh Muhammad dan Zainal A.H. 1985. Sejarah Perlawanan Terhadap
Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selawesi.
Ahmad Yani dan Mamat Tuhimat. 2007. Geografi : Menyikapi Fenomena Geosfer.
Bandung : Grafindo Media Pratama.
Abu Ahmadi. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Terapan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Al-Chaidar. 1999. Gerakan Aceh Merdeka Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara
Islam. Jakarta : Madani Press.
Badudu. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
C. Snouck Hurgronje. 1994. Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje IX. Terj.
Soedarso Soekarno dan A.J. Mangkuwinoto. Jakarta: INIS.
Cholil Mansyur. 2008. Sosiologi Masyarakat Kota Dan Desa. Surabaya : Usaha
Nasional.
Edwin M. Loeb. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogjakarta : Penerbit
Ombak.
Fachrul Rozy Elba Ansyufa. 2016. Analisa Bentang Alam. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terjemahan). Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Hadari Nawawi. 1991. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM
Press.
Hurgronje Snouck. 1985. The Achenese (Terjemahan) Aceh di Mata Kolonialisme.
Jakarta : Yayasan Soko Guru
Ibrahim Alfian. 1987. Perang di Jalan Allah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Kamarudin. 1972. Pengantar Metodologi Riset. Bandung : Angkasa.
Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Anhtropologi, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Jakarta : Depdikbud.
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang
Budaya.
L.M. Sitorus. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta :
Dian.
M.H. Gayo. 1983. Perang Gayo Alas Melawan Belanda. Jakarta : Balai Pustaka.
M.H. Szekely Lulofs. 2007. Cut Nyak Dien : Kisah Perang Ratu Aceh. Depok :
Komunitas Bambu.
Madelon Szekely-Lulofs. 2007. Tjoet Nja Dinh. De geschiedenis van een Atjehse
(Terjemahan) Cut Nyak Dien Kisah Ratu Perang Aceh. Jakarta : Komunitas
Bambu
Marwati Djoened P dan Nugroho N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta :
Balai Pustaka.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Mohammad Hasyim. 1982. Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat.
Surabaya: Bina Ilmu.
Mohammad Said. 1985. Aceh Sepanjang Abad. Medan : PT.Percetakan Prakarsa
Abadi Press.
Nana Supriatna dan Kosim Mamat R. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi,
Sejarah, Sosiologi, Ekonomi). Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jidid IV. Jakarta : Balai
Pustaka.
Paul Van’t Veer. 1895. Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje.Jakarta : PT. Grafiti
Press.
Purwanto Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Pusat Penelitian Aceh. 1978. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Aceh : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah
dan Budaya.
R.K. Widi. 2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogjakarta : Draha Ilmu.
Ruslan Abdul Gani. 1988. Revolusi Indonesia. Jakarta : Majalah Risma.
Scott, James. C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergola kan dan Subsistensi di
AsiaTenggara. Jakarta : LP3ES.
Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2016. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata, 2012, Metodologi Penelitian. Jakarta : CV.Rajawali.
Thalib Hasan. 2007. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Studia Pers.
W. J. S. Poerwadaminta. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Sumber Jurnal :
Dewi Amalia Sari.
I’anah Wulandari. 2013. Satuan Korps Merechausse di Aceh Tahun 1890-1930.
Surabaya : Universitas Surabaya.
Setiadi Elly M. &Kolip, Usman. 2013. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta:
Prenadamedia.
Tasya Marina. 2017. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung dalam Model
Persamaan Struktural dengan Metode Parsial Least Square (Skripsi).
Bandar Lampung : Universtas Lampung. Halaman 12
Van Lier. 1927. Beladjar Berenang. Soerat Chabar Minggoean Goena Segala
Bangsa Dalam Dienst Militair Dalam Djadjahan Hindia Nederland.
Sumber Internet :
Anto Dayan. 1986. http://eprints.umk.ac.id/14/5/BAB_III.pdf (Diakses pada 28
Oktober 2018, pukul 19.00 wib)
Depdikbud. 2001. Pengertian Pengaruh Menurut Ahli.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html
(Diakses pada 29 Oktober 2018, pukul 08.01 wib)
https://browniez.blogspro.com (Diakses pada 24 Sep 2018, pk. 7:26)
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembah (Diakses pada 29 Oktober 2018, pk. 08.08
wib.
https://kbbi.web.id (Diakses pada 2 Nove,ber 2018, Pukul 4:57)
http://kbbi.ac.id/pola (Diakses pada 16 Maret 2018, pukul 9.03 wib)
http://wikipedia.ac.id/pola (Diakses pada 16 Maret 2018, pukul 8.45 wib)
M. Junus Jamil dalam (https://m.facebook.com/permalink : Cerita Lain Tentang
Pidie)
Yosi Abdi Tindeon. 2012. Pengertian Pengaruh Menurut Ahli.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/pengertian-pengaruh.html
(Diakses pada 29 Oktober 2018, pukul 08.03 wib)