Post on 04-Dec-2015
description
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERFORASI
GASTER
Oleh:
NAMA : DIAN TRI LESTARI HARYOTO, S.Kep
NIM : 082311101048
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
I. KONSEP PENYAKITa. Kasus
Perforasi Gaster
b. PengertianPerforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut
abdomen. Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada ulkus peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut. Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika superior, trauma.
c. Etiologi1. Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)2. Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering
ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.3. Obat aspirin, NSAID, steroid. Sering ditemukan pada orang dewasa4. Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akuta,
divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.5. Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab
umum perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
6. Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan colonoscopy.
7. Pungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan kronik dan obstruksi usus.
8. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
9. Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohn’s disease.
10. Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.11. Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau
limphoma 12. Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal
lainnya dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
13. Benda asing (tusuk gigi) dapat menyebabkan perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
d. PatofisiologiSecara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan
mikroorganisme lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada
perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir proses peradangan, mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.
e. Tanda dan gejalaPerforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita
yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.
f. Komplikasi1. Infeksi luka
Angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Factor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi:a) Malnutrisib) Sepsisc) Uremiad) Diabetes mellituse) Terapi kortikosteroidf) Obesitasg) Batuk yang berath) Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi4. Kegagalan multiorgan dan syok septik
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negative dengan endotoksemia), leukositosi atau leucopenia (pada septicemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:1) Hilangnya tonus vasomotor2) Peningkatan permeabilitas kapiler3) Depresi myocardial4) Pemakaian leukosit dan trombosit5) Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamine,
serotonin, dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
6) Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapilerc) Infeksi gram negative dihubungkan dengan prognosis yang lebih
buruk dari gram positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH6. Perdarahan mukosa gaster
Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan system multiple organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster
7. Obstruksi mekanikSering disebabkan karena adesi post operatif
8. Delirium post operatifFaktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium post operatif: a) Usia lanjutb) Ketergantungan obatc) Demensiad) Abnormalitas metabolike) Infeksif) Riwayat delirium sebelumnyag) Hipoksiah) Hipotensi intraoperatif/postoperatif
g. Prognosis Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Factor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian:1. Usia lanjut2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya3. Malnutrisi4. Timbulnya komplikasi
h. PenatalaksanaanPenderita yang lambungnya mengalami perforasi harus
diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotic
langsung terhadap bakteri garm negative dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari2. Koreksi penyebab peritonitis3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung)
i. Pemeriksaan penunjang
1. POHON MASALAH (terlampir)2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJIa) Masalah Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan2) Resiko ketidakefektifan kerusakan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipovolemia3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan4) Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa
gaster, rongga oral5) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi
b) Fokus pengkajian asuhan asuhan keperawatan pada pasien hydrocephalus adalah sebagai berikut:1) Data Umum
Identitas penderita Keluhan utama Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan keluarga Riwayat psikososial
b) Pengkajian
II. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan1 Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahanSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6X24 diharapkan pasien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan
NOC:1. Fliud balance2. Hydration3. Nutritional status : food
and fliud intake
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Cerebral Oedema management1. Catat karakteristik
muntah dan atau drainase
2. Awasi tanda-tanda vital3. Pertahankan tirah
baring, mencegah muntah, dan tegangan pada saat defekasi
4. Tingkatkan kepala tempat tidur selama pemberian antasida
5. Kolaborasi pemberian cairan/darah sesuai dengan indikasi
2 Resiko ketidakefektifan kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6X24 diharapkan pasien mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang di tandai dengan tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang di harapkan
2. Tidak ada ortostatik
Pain management1. Kaji perubahan tingkat
kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala
2. Selidiki keluhan nyeri dada (catat lokasi,
NOC:1. Circulation status2. Tissue prefusion:
serebral
hipotensi3. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
kualitas, lamanya, dan apa yang menghilangkan nyeri)
3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, nadi perifer lemah
4. Catat haluaran urine dan berat jenis
5. Catat laporan nyeri abdomen, khusus tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu
6. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan dan cairan IV sesuai dengan indikasi
3 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4X24 jam diharapkan pasien dapat menyatakan rentang perasaan yang tepat, menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifiksi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk
Nutritional management1. Awasi respon fisiologis
(takipnea, palpitasi, pusing, sensasi kesemutan)
2. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan
ditangani
NOC:1. Anxiety self control2. Anxiety level3. Coping
mengontrol cemas3. Vital sign dalam batas
normal4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
umpan balik3. Berikan informasi yang
akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan
4. Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat
5. Tunjukkan teknik relaksasi
4. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam diharapkan pasien dapat menyatakan nyeri hilang dan menunjukkan postur tubuh rileks serta mampu tidur/istirahat dengan tepat
NOC:1. Pain level2. Pain control3. Comfort level
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyabab nyeri, mampu menggunakan teknik nonformakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Teaching Disease Process1. Catat keluhan nyeri
(lokasi, lamanya, intensitas skala 0-10)
2. Kaji ulang factor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
3. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi
4. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif
5 Kurang pengetahuan mengenai Setelah dilakukan tindakan 1. pasien dan keluarga Infection control
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi
keperawatan selama 1X24 jam diharapkan pasien dapat menyatakan pemahaman penyebab perdarahan sendiri dan penggunaan tindakan pengobatan, mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kesembuhan, dan perpartisipasi dalam program pengobatan
NOC:1. Knowledge : disease
process2. knowledge : health
behavior
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, progmasis dan program pengobatan
2. pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar
3. pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan perawat atau timkesehatan lainnya
1. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan
2. Berikan/kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku pola hidup, dan cara menurunkan resiko/factor pendukung
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan pencetus/hilangnya nyeri epigastrik (menghindari iritan gaster)
4. Tekankan pentingnya membaca label obat dijual bebas dan menghindari produk yang mengandung aspirin
5. Diskusikan tentang pentingnya menghentikan merokok
DAFTAR PUSTAKA
Alam & Hadibroto. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia
Handayani, M., 2006. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Rawat
Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun
2002-2004. Medan: Skripsi Mahasiswa FKM USU.
Haven. (2005). Hemodialisis: Bila Ginjal Tak Lagi Berfungsi. http://
www.wartamedika.com, diperoleh tanggal 6 Juni 2014.
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States
America
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
Marilyn, E. Doenges, et-al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Monica
Ester, Penerjemah. Jakarta:EGC
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Ridwan, M 2009. Mengenal,Mencegah,Mengatasi Silent Killer Hipertensi,
Semarang: Pustaka Widyamara.
Smeltzer , Suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Suharyanto, T., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM