Post on 08-Mar-2019
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2010 Nomor 4 9
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2010 Nomor 4 9
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BATANG,
Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan ketertiban kegiatan usaha perikanan
di wilayah Kabupaten Batang agar berhasil guna dan berdaya guna, maka diperlukan keterpaduan
peranan pemerintah daerah dengan
masyarakat dalam penyelenggaraan usaha perikanan;
b. bahwa untuk tertibnya dalam penyelenggaraan usaha perikanan, diperlukan pengaturannya dalam
bentuk izin usaha perikanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana huruf a tersebut, maka perlu menentapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Usaha
Perikanan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2757);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4400); 5. Undang-undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438); 8. Undang-undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4230);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Batang
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2005 Nomor 2 Seri E Nomor 1);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pokok-
pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2007 Nomor 1 Seri E
Nomor 1);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah Kabupaten Batang (Lembaran
Daerah Kabupaten Batang Tahun 2008 Nomor 3 Seri D Nomor 2).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG
dan
BUPATI BATANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Batang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Batang.
3. Bupati adalah Bupati Batang.
4. Dinas adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang.
6. Perikanan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
7. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh
atau sebagian dari siklus hidupnya berada dalam lingkungan perairan.
8. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau
membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.
9. Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang melakukan usaha perikanan dan dilakukan oleh
warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
10. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana
pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
11. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
12. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara
apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
13. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. 14. Pembudidaya ikan kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
15. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk
memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan
terkontrol. 16. Pengumpulan dan pengangkutan ikan adalah
kegiatan mengumpulkan hasil perikanan dan mengangkut hasil perikanan dari tempat pelelangan ikan maupun tempat produksi hasil perikanan ke
tempat pemasaran dengan menggunakan alat pengangkutan darat.
17. Pengolahan ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia.
18. Produk perikanan adalah setiap bentuk produk pangan yang berupa ikan utuh atau produk yang
mengandung bagian ikan, termasuk produk yang sudah diolah dengan cara apapun yang berbahan baku utama ikan.
19. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkatan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian/eksplorasi perikanan.
20. Perairan Umum adalah sungai, danau, waduk dan genangan air lainnya yang ada di wilayah Kabupaten
Batang. 21. Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang secara
khusus dipergunakan untuk menangkap ikan
termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan yang berukuran tidak lebih dari
10 (sepuluh) Gross Tonnage (GT). 22. Kapal Pengangkut Ikan adalah kapal yang secara
khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan
termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan mengawetkan yang berukuran tidak lebih dari 10
(sepuluh) Gross Tonnage (GT). 23. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya
disingkat SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi
yang tercantum dalam izin tersebut. 24. Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya
disingkat SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari SIUP. 25. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan yang selanjutnya
disingkat SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
26. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi atas jasa izin usaha perikanan yang diberikan.
27. Surat Pemberitahuan Tagihan Retribusi Daerah yang
selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran retribusi yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya
disingkat SKRD adalah surat keputusan yang
menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang.
29. SKRD Jabatan adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh pejabat dalam hal wajib retribusi tidak memenuhi SPTRD.
30. SKRD tambahan adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh pejabat dalam hal ditemukan data
baru atau data yang semula belum terungkap dalam pemeriksaan.
31. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda. 32. Surat Setoran Retribusi Daerah adalah surat yang
digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi terhutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang
ditetapkan oleh Bupati. 33. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang
selanjutnya disingkat SKRDKB adalah surat keputusan memutuskan besarnya retribusi yang terhutang.
34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terhutang atau tidak
seharusnya terhutang.
35. Perhitungan Retribusi adalah perincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi baik
pokok retribusi, maupun sanksi administrasi. 36. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya
kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi
sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang
ditentukan. 37. Utang retribusi Daerah adalah sisa utang retribusi
atas nama wajib retribusi yang tercantum pada
STRD, SKRDKB atau SKRDLB yang belum kadaluawrsa dan retribusi lainnya yang terhutang.
38. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan, SKRDKB dan SKRDLB yang diajukan wajib retribusi.
39. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.
40. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang diajukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
PERIZINAN USAHA PERIKANAN
Pasal 2
(1) Setiap orang atau badan yang melakukan usaha perikanan di wilayah Kabupaten Batang wajib
memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang dikeluarkan oleh Bupati.
(2) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak berlaku bagi nelayan skala kecil dan/atau pembudidaya ikan skala kecil.
Pasal 3
Setiap orang atau badan yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia, berukuran 5 GT sampai dengan 10 GT dan berpangkalan di wilayah kabupaten serta tidak
menggunakan modal asing dan atau tenaga kerja asing, yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikanan kabupaten wajib memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dikeuarkan oleh Bupati.
Pasal 4
Setiap orang atau badan yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia berukuran 5 GT sampai dengan 10 GT dan
berpangkalan di wilayah kabupaten serta tidak menggunakan modal asing dan atau tenaga kerja asing, di wilayah pengelolaan perikanan Kabupaten Batang wajib
memiliki Surat Ijin Kapal Pengakutan Ikan (SIKPI) yang dikeluarkan oleh Bupati.
BAB III
RUANG LINGKUP DAN JENIS PERIZINAN USAHA
PERIKANAN
Pasal 5
(1) Usaha perikanan meliputi : a. Perikanan tangkap;
b. Pembudidayaan ikan. (2) Perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi : a. Penangkapan ikan; b. Pengangkutan ikan.
(3) Pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Pembudidayaan ikan di air tawar; b. Pembudidayaan ikan di air payau; dan atau c. Pembudidayaan ikan di perairan umum.
d. Pengolahan ikan.
Pasal 6
(1) Pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) meliputi kegiatan pembenihan,
pembesaran ikan. (2) Usaha pembenihan dan pembesaran ikan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara terpisah maupun terpadu.
Pasal 7
Jenis perizinan Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 meliptui : a. SIUP dan SIPI untuk penangkapan ikan;
b. SIUP dan SIKPI untuk usaha kapal pengangkut ikan; c. SIUP untuk usaha pembudidayaan ikan.
BAB IV
PERSYARATAN IZIN USAHA PERIKANAN
Bagian Pertama Surat Izin Usaha Bidang Perikanan Tangkap
Pasal 8
Untuk memperoleh izin usaha perikanan tangkap
permohonannya diajukan oleh pemohon kepada Bupati dengan melampirkan : a. rencana usaha atau proposal rencana usaha perikanan
tangkap terpadu; b. fotocopy akta pendirian perusahaan berbadan hukum /
koperasi yang menyebutkan bidang usaha perikanan yang telah disahkan oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang pengesahan badan
hukum / koperasi; c. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
penanggungjawab perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d. pas foto berwarna terbaru pemilik kapal atau
penangungjawab perusahaan, sebanyak 2 (dua) lembar ukuran 4 x 6 cm;
e. surat keterangan domisili usaha, dan f. speciment tanda tangan pemilik kapal atau
penanggungjawab perusahaan.
Bagian Kedua
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
Pasal 9
Untuk memperoleh SIPI, permohonannya diajukan oleh pemohon kepada Bupati dengan melampirkan : a. fotocopy SIUP;
b. fotocopy Tanda Pendaftaran Kapal (grosse akte) atau Buku Kapal yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang, atau dalam hal tidak ada pengesahan dari pejabat yang berwenang, melampirkan fotocopy tanda
pendaftaran kapal atau buku kapal perikanan dengan menunjukkan aslinya;
c. rekomendasi hasil pemeriksaan fisik dan dokumen
kapal dari pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal yang dibuat dari hasil pemeriksaan oleh petugas
pemeriksa fisik kapal; d. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
penanggungjawab perusahaan sebagaimana tersebut
dalam SIUP yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
e. fotocopy risalah lelang atau jual beli yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, bagi kapal
yang diperoleh melalui lelang; dan f. rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang
perikanan tangkap setempat yang terdaftar di
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Bagian Ketiga Surat Izin Pembudidayaan Ikan
Pasal 10
Untuk memperoleh Izin Usaha Pembudidayaan Ikan, permohonannya diajukan oleh pemohon kepada Bupati
dengan melampirkan : a. rencana usaha, dengan bentuk dan format yang telah
ditetapkan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. fotocopy akte pendirian perusahaan terbatas (PT),
koperasi berbadan hukum yang menyebut bidang usaha budidaya;
d. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggungjawab perusahaan;
e. analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi usaha pembudidayaan ikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan f. izin gangguan (HO) bagi usaha pengolahan ikan; g. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bupati.
BAB V
KEWAJIBAN PEMEGANG SIUP, SIPI, DAN SIKPI
Pasal 11
(1) Pemegang SIUP berkewajiban : a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
SIUP;
b. memohon persetujuan tertulis kepada Bupati dalam hal akan memindahtangankan SIUP-nya;
c. mengajukan permohonan perubahan SIUP kepada Bupati dalam hal akan melakukan perubahan rencana usaha atau rencana perluasan usaha;
d. mengajukan permohonan penggantian SIUP dalam hal SIUP hilang atau rusak; dan
e. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Bupati.
(2) Pemegang SIPI berkewajiban :
a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIPI;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SIPI kepada Bupati dalam hal akan melakukan perubahan data yang tercantum dalam
SIPI; c. mengajukan permohonan penggantian SIPI dalam
hal SIPI hilang atau rusak; dan d. menyampaikan laporan kegiatan penangkapan
setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati;
e. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang pengawasan perikanan serta pembinaan dan
pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
(3) Pemegang SIKPI berkewajiban :
a. melaksanakan ketentuan yang tercantumn dalam SIKPI;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SIKPI kepada Bupati dalam hal akan melakukan perubahan data yang tercantum dalam
SIKPI; c. mengajukan permohonan penggantian SIKPI
dalam hal SIKPI hilang atau rusak; dan d. menyampaikan laporan kegiatan penangkapan
setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati; e. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang
pengawasan perikanan serta pembinaan dan
pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Pasal 12
(1) Bentuk dan format SIUP, SIPI dan SIKPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan daerah ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme, persyaratan dan tata cara penerbitan SIUP, SIPI dan SIKPI akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB VI
MASA BERLAKUNYA IZIN
Pasal 13
(1) SIUP bagi perusahaan perikanan berlaku 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu yang sama dengan ketentuan : a. Bidang Penangkapan Ikan berlaku selama usaha
tersebut masih berjalan dan wajib didaftar ulang
setiap 3 (tiga) tahun. b. SIPI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang oleh pemberi izin untuk jangka waktu yang sama dan wajib didaftar ulang setiap 1 (satu) tahun.
c. SIKPI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang oleh pemberi izin untuk jangka
waktu yang sama dan wajib didaftar ulang setiap 1 (satu) tahun.
d. Bidang pembudidayaan ikan masih berlaku selama perusahaan perikanan budidaya yang bersangkutan masih melakukan kegiatan usaha
pembudidayaan ikan sebagaimana tercantum dalam SIUP dan wajib didaftar ulang setiap 3
(tiga) tahun. (2) Daftar ulang SIPI dan SIKPI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan d, dituangkan dalam
bentuk Surat Tanda Bukti Lunas.
Pasal 14
Izin dinyatakan tidak berlaku apabila : a. Izin diserahkan kembali kepada pemberi izin; b. Perusahaan perikanan dinyatakan pailit;
c. Perusahaan perikanan menghentikan usahanya; atau d. Dicabut oleh pemberi izin.
BAB VII
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 15
Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut retribusi atas jasa pelayanan penerbitan izin usaha
perikanan.
Pasal 16
(1) Objek retribusi adalah setiap pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan
yang tidak menggunakan tenaga kerja asing, meliputi :
a. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP); b. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI);
c. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). (2) Tidak termasuk objek retribusi sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal perikanan yang berukuran kurang dari 5 GT
dan lebih dari 10 GT. b. Kegiatan usaha pembudidayaan ikan yang
dilakukan oleh pembudidaya ikan kecil dengan
luas lahan atau perairan tertentu yaitu : 1. Usaha pembudidayaan ikan di air tawar :
a) pembenihan dengan areal lahan tidak lebih dari 0,75 hektar;
b) pembesaran dengsn areal lahan :
- Kolam air tenang tidak lebih dari 2 (dua) hektar;
- kolam air deras tidak lebih dari 5 (lima) unit dengan ketentuan 1 unit = 100 m2;
- keramba jaring apung tidak lebih dari 4
(empat) dengan ketentuan 1 (satu) unit = 4 x (7 x 7 x 2,5 m3);
- Keramba tidak lebih dari 50 (lima puluh) unit dengan ketentuan 1 (satu) unit = 4
x 2 x 1,5 m3; 2. Usaha pembudidayaan ikan di air payau : a) pembenihan dengan areal lahan tidak lebih
dari 0,5 hektar; b) pembesaran dengan areal lahan tidak lebih
dari 5 (lima) hektar; 3. Usaha pembudidayaan ikan di laut : a) pembenihan dengan areal lahan tidak lebih
dari 0,5 hektar; b) pembesaran :
1) ikan bersirip : - Kerapu Bebek/Tikus dengan
menggunakan tidak lebih dari 2 (dua) unit keramba jaring apung dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong
ukuran 3 x 3 x 3 m3/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per
kantong. - Kerapu lainnya dengan
menggunakan tidak lebih dari 4
(empat) unit keramba jaring apung dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong
ukuran 3 x 3 x 3 m3/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per kantong.
- Kakap Putih dan Baronang serta ikan lainnya dengan menggunakan tidak
lebih dari 10 (sepuluh) unit keramba jaring apung dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong ukuran 3 x 3 x 3
m3/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per kantong.
2) Rumput laut dengan menggunakan metode :
- Lepas dasar tidak lebih dari 8 (delapan) unit dengan ketentuan 1 unit berukuran 100 x 5 m2.
- Rakit apung tidak lebih dari 20 (dua puluh) unit dengan ketentuan 1 unit
= 20 rakit, 1 rakit berukuran 5 x 2,5 m2.
- Long Line tidak lebih dari 2 (dua)
unit dengan ketentuan 1 unit berukuran 1 (satu) ha.
3) Teripang dengan menggunakan tidak lebih dari 5 (lima) unit teknologi
kurungan pagar (penculture) dengan luas 400 (empat ratus) m2/unit.
4) Kerang Hijau dengan menggunakan :
- Rakit apung 30 unit dengan ketentuan 1 unit = 4 x 4 m2.
- Rakit tancap 30 unit dengan ketentuan 1 unit = 4 x 4 m2.
- Long line 10 unit ukuran 100 meter.
5) Abalone dengan menggunakan : - Kurungan pagar (penculture) 30 unit
dengan ketentuan 1 unit = 10 x 2 x 0,5 m3.
- Keranba jaring apung (5 mm) 60 unit
dengan ketentuan berukuran 1 x 1 x 1 m3.
Pasal 17
Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
telah memperoleh izin usaha perikanan.
BAB VIII GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 18
Retribusi Izin Usaha Perikanan termasuk golongan
retribusi perizinan tertentu.
BAB IX
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 19
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan besarnya tingkat usaha, jenis dan sifat usaha.
BAB X
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR
DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 20
Prinsip dan sasaran penetapan besarnya tarif retribusi adalah untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya
operasional penyelenggaraan izin usaha perikanan yang meliputi :
a. biaya penerbitan dokumen izin; b. biaya administrasi / penatausahaan; c. biaya pembinaan, pengaturan, pengendalian,
pengawasan, dan penegakan hukum guna melindungi kepentingan dan ketertiban umum.
BAB XI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 21
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis izin usaha perikanan yang
diberikan. (2) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB XII
WILAYAH PUNGUTAN
Pasal 22
Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah daerah tempat izin diberikan.
BAB XIII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 23
(1) Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dari pemerintah daerah
sebagaimana dimaksuid dalam Pasal 13. (2) Retribusi terhutang adalah pada saat ditetapkannya
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIV
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XV
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 25
(1) Retribusi disetorkan pada Kas Daerah selambat-lambatnya 1 hari kerja atau tempat lain yang
ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus
disetorkan ke kas daerah selambat-lambatnya 1 hari kerja jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.
Pasal 26
(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) harus dilakukan secara tunai dan lunas.
(2) Setiap pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanda bukti pembayaran dan
dicatat dalam buku penerimaan. (3) Tanda bukti pembayaran dan bentuk, isi, kualitas
maupun ukuran buku penerimaan retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Dinas.
BAB XVI
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 27
(1) Retribusi yang terutang ditagih dengan menggunakan STRD.
(2) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain
yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari
sejak jatuh tempo pembayaran. (3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
Surat Teguran atau Surat Penagihan atau surat lain
yang sejenis wajib retribusi harus melunasi retribusi terhutang.
(4) Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.
Pasal 28
Bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan
penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, ditetapkan oleh Kepala Dinas.
BAB XVII
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi
kadaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali
jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :
a. diterbitkan surat teguran; atau b. ada pengakuan utang dari wajib retribusi baik
langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a maka kadaluwarsa
penagihan dihitung sejak diterimanya surat teguran. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan
oleh wajib retribusi.
Pasal 30
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah
kadaluawrsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XVIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 31
(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen)
setiap bulan dari retribusi yang terhutang atau
kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya disetor ke Kas Daerah.
BAB XIX PEMBERIAN KERINGANAN, PENGURANGAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 32
(1) Bupati dapat memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi dalam hal tertentu atas pokok retribusi dan/atau sanksinya.
(2) Pemberian keringanan dan pengurangan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Pemberian pembebasan retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), antara lain di berikan
kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam. (4) Tata cara pemberian keringanan, pengurangan dan
pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati.
BAB XX
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 33
(1) SKPD yang melakukan pemungutan retribusi dapat
diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XXI KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
pasal 2, pasal 3, dan pasal 4 dipidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Pasal 35
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini, sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah retribusi yang harus dibayar.
(2) Apabila tindak pidana dilakukan oleh suatu badan maka disamping ancaman pidana tersebut ayat (1),
dapat dikenakan pembekuan izin usaha perikanannya.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat(2) adalah pelanggaran.
BAB XXII KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 36
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang-orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi
daerah; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut
Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini
sepanjang mengenai teknis pelaksanannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Batang.
Ditetapkan di Batang
Pada tanggal 29 Januari 2010
BUPATI BATANG
ttd
BAMBANG BINTORO
Diundangkan di Batang Pada tanggal 14 Oktober 2010
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG
ttd
SUSILO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2010 NOMOR 4
KEPALA BAGIAN HUKUMSETDA KABUPATEN BATANG
ttd
Pembina Tingkat INIP 19650803 199210 1 001
AGUS JAELANI MURSIDI, SH.,M.Hum
Salinan sesuai dengan aslinya,
ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
I. PENJELASAN UMUM
Bahwa pemanfaatan sumber daya ikan
diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dalam memanfaatkan sumber daya ikan tersebut senantiasa wajib menjaga
kelestariannya. Dengan demikian pengusahaan sumber daya ikan harus seimbang dengan daya
dukungnya sehingga dapat memberikan manfaat secara terus menerus dan lestari. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan adalah
dengan dilakukannya pengendalian usaha perikanan melalui perizinan.
Perizinan selain berfungsi sebagai upaya menjaga kelestarian sumber daya ikan, juga berfungsi untuk membina usaha perikanan dan
memberi kepastian usaha perikanan, baik perorangan maupun badan diberikan kemudahan
berupa berlakunya izin usaha perikanan selama perusahaan masih beroperasi. Hal ini bukan berarti memberi keleluasaan bagi pengusaha, terutama
penangkapan ikan untuk memanfaatkan sumber daya ikan tanpa kendali, akan tetapi pengendalian
tetap dilakukan dengan melalui penentuan jangka waktu tertentu beroperasinya kapal yang dikaitkan
dengan ketersediaannya sumber daya ikan.
Selanjutnya dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan untuk memperoleh
manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, maka pemerintah Kabupaten Batang perlu melakukan
pembinaan, pemberdayaan, perlindungan, pengawasan, dan pengendalian melalui perizinan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah junto Undang-undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, maka dipandang perlu mengatur Perizinan dan Retribusi Izin Usaha
Perikanan di kabupaten Batang dengan Peraturan Daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan nelayan skala kecil
adalah nelayan yang menggunakan kapal berukuran kurang dari 5 GT.
Yang dimaksud dengan pembudidaya ikan
skala kecil adalah pembudidaya ikan yang produksinya kurang dari 50.000 (lima puluh
ribu) ekor benih per bulan. Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
PENJELASAN
Cukup jelas. Pasal 5
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 6 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 15
Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 23
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Saat retribusi terutang ditetapkannya SKRD
dalam arti SKRD diberikan kepada wajib retribusi.
Pasal 24 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tidak dapat
diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat
diserahkan pada pihak ketiga. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 28 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 35
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas.
LAMPIRAN I : Peraturan Daerah Kabupaten Batang
Nomor : 4 Tahun2010 Tanggal : 29 Januari 2010
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
Jenis Usaha Kapasitas/
Ukuran
Besarnya
Retribusi
Usaha Penangkapan Ikan
1. SIUP penangkapan ikan
2. SIPI
a. Alat tangkap : mini
purse seine dan
yang sejenisnya
b. Alat tangkap : gill
net, rawai dasar
dan (khusus
cantrang hanya
perpanjangan tidak
menerbitkan izin
baru)
c. Alat tangkap
lainnya : (trammel
net, bubu, dsb)
5-7 GT
8-10 GT
5-7 GT
8-10 GT
5-7 GT
8-10 GT
5-7 GT
8-10 GT
Rp. 35.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000/kapal
Rp. 75.000/kapal
Rp. 35.000/kapal
Rp. 50.000/kapal
Rp. 25.000/kapal
Rp. 35.000/kapal
Usaha kapal Pengangkut
Jenis Usaha Kapasitas/
Ukuran
Besarnya
Retribusi
Ikan
1. SIUP
2. SIKPI
5-7 GT
8-10 GT
5-7 GT
8-10 GT
Rp. 35.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000/kapal
Rp. 75.000/kapal
Usaha Pembudidayaan
Ikan
SIUP
a. Pembudidayaan ikan
air payau
- Pembenihan
- Pembesaran
b. Perairan air tawar
dan perairan umum
- Pembenihan
- Pembesaran
50.000
ekor/bln
50.001-
100.000
ekor/bln
> 100.000
ekor/bln
Semi intensif
Intensif
50.000
ekor/bln
50.001-
100.000
ekor/bln
> 100.000
ekor/bln
Semi intensif
Rp. 50.000/3 thn
Rp. 100.000/3 thn
Rp. 150.000/3 thn
Rp. 100.000/3 thn
Rp. 200.000/3 thn
Rp. 50.000/3 thn
Rp. 100.000/3 thn
Rp. 150.000/3 thn
Rp. 100.000/3 thn
Jenis Usaha Kapasitas/
Ukuran
Besarnya
Retribusi
Intensif Rp. 200.000/3 thn
BUPATI BATANG
ttd
BAMBANG BINTORO