Post on 22-Dec-2015
description
BAB I
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : An. Nadila Agustina
Umur : 7 bulan 5 hari
Alamat : Ploso Timur I-D/8 Surabaya
Jenis kelamin : Perempuan
No DMK : 728444
Tanggal MRS : 18 Maret 2015
Nama orang tua : Ayah Prabu Adi
Ibu Mira Astuti
Pekerjaan orang tua : Ayah sebagai karyawan pabrik baju
Ibu sebagai ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir orang tua : Ayah SMP
Ibu SD
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
a. KU : Muntah dan diare
b. RPS
Anak muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
kurang lebih sekitar 10 kali, setiap kali muntah sekitar ¼ gelas aqua.
Muntah setiap kali minum susu formula. Sebelumnya susu formula
baru saja diganti dengan susu SGM soya. BAB cair sejak 3 hari yang
lalu, pada hari pertama sakit sekitar 7x sehari lalu berkurang 4x
sehari. BAB berwarna kuning, terdapat ampas sedikit, tidak ada lendir
dan tidak ada darah. Sebelumnya sudah dibawa ke dokter, mulai
membaik namun keluhan muntah dan diare masih ada. Di dokter
sebelumnya diberi anti muntah, oralit dan zinc. Anak sebelumnya
demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah tidak, batuk
1
(+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar bunyi
grok-grok. Ibu pasien mengatakan bahwa anak terus merasa haus.
c. RPD
Di UGD anak mengalami dehidrasi berat namun telah teratasi dengan
terapi cairan. Anak juga sesak dan telah diterapi nebulasi.
Riwayat atopi (+)
Riwayat asma (+) sejak umur 3 bulan
Sebelumnya pasien juga sering menderita batuk berulang kemudian
sembuh sendiri. Pasien juga sering BAB cair namun keadaan
membaik sendiri dan sebelumnya tidak pernah diperiksakan.
d. Riwayat kehamilan
Ibu tidak menderita sakit tertentu sewaktu hamil, tidak minum jamu-
jamuan hanya minum vitamin kehamilan dari puskesmas, tidak pernah
mengalami trauma.
e. Riwayat kelahiran
Lahir normal, cukup bulan, BBL 3300 gram, spontan menangis,
asfiksia (-), sianosis (-)
f. Riwayat neonatal
Sewaktu lahir kulit berwarna kemerahan, sianosis (-), pucat (-),
kuning (-), langsung menangis dan tidak merintih, kejang (-), lumpuh
(-), perdarahan (-), gangguan minum (-).
g. Riwayat imunisasi
Imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio telah dilakukan.
Imunisasi campak (-)
h. Riwayat tumbuh kembang dan gigi
Mulai mengangkat kepala usia 2 bulan
Mulai telungkup sendiri umur 6 bulan
Duduk sendiri belum bisa seimbang dalam menahan kepala perlu
ditahan oleh Ibu
Belum bisa memegang benda sendiri saat bermain
Sudah mulai berceloteh memanggil “Ayah” dan “Mam”
Belum tumbuh gigi
2
i. Riwayat gizi
ASI selama 1 bulan kemudian dilanjutkan dengan susu sapi formula
Umur 2 bulan mulai diberi bubur bayi serelac
Sekarang minum susu formula soya, bubur bayi serelac ataupun bubur
halus
j. Riwayat keluarga
Dirumah tidak ada yang mengalami diare
Ayah mempunyai riwayat alergi seafood
k. Riwayat kepribadian
Baik
l. Riwayat sosial
Anak biasa diasuh oleh neneknya dirumah. Makanan dirumah dibuat
di dapur pribadi dengan peralatan yang telah dicuci dan menggunakan
kompor gas. Air dirumah menggunakan air sumur bor. Dalam
memasak dan membuat susu juga memakai air dari sumber yang
sama. Keluarga tinggal dirumah yang masuk ke dalam gang dan jarak
antar rumah berdempetan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 5,2 kg
Panjang badan : 63 cm
Suhu : 36,9 C
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernafasan : 24x/menit
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : GCS 456
c. Kepala/leher
Lingkar kepala 44 cm, UUB datar, mata cowong (-), faring hiperemi
(-), tonsil normal, tidak ada pembesaran KGB, Status gizi buruk.
d. Kulit
Sianosis (-), anemia (-), edema (-), turgor kulit cukup.
3
Tampak furunkel dengan eksudat berwarna putih dan sekelilingnya
hiperemi di sekitar kepala dan leher.
e. Thorak
Pergerakan dada simetris, Stridor ekspiratoir (+), retraksi intercostal(-)
Paru : auskultasi terdapat ronkhi kasar di daerah bronkus,wheezing (-)
Jantung : Voussure cardiac (-), pulsasi meningkat (-), thrill (-), kuat
angkat (-), suara jantung S1 S2 tunggal
f. Abdomen
Terlihat flat, teraba supel, Spleen tidak teraba, Hepar tidak teraba,
Ginjal tidak teraba, bising usus (+) normal
g. Ekstrimitas
Akral hangat, kering, merah, edema (-), CRT <2 detik
h. Status neurologis
Meningeal Sign (-)
Reflek Fisiologis normal
Reflek Patologis (+)
Klonus (-)
Motorik dan sensorik dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 10,2 g/dL
Leukosit : 19.650/mm3
Hematokrit : 31,4 %
Trombosit : 795.000/mm3
GDA stick : 122 mg/dL
Kalium : 4,9 mmol/L
Natrium : 155 mmol/L
Klorida : 116 mmol/L
E. RESUME
Pasien An. Nadila usia 7 bulan mengalami vomiting setiap minum
susu dan diare cair berwarna kuning sekitar 4x, ampas sedikit, lendir (-),
darah (-). Sebelumnya susu formula baru saja diganti dengan susu SGM soya.
Anak sebelumnya demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah
4
tidak, batuk (+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar
bunyi grok-grok. Ada riwayat sesak sebelumnya. Ibu pasien mengatakan
bahwa anak terus merasa haus. Di IGD telah diberi terapi cairan dan nebulasi
untuk sesaknya. Anak mempunyai riwayat atopi (+) dan riwayat asma (+).
Anak hanya mendapat ASI selama 1 bulan lalu dilanjutkan dengan pemberian
susu formula dan pemberian MPASI yang terlalu dini. Sebelumnya pasien
juga sering menderita batuk berulang kemudian sembuh sendiri. Pasien juga
sering BAB cair namun keadaan membaik sendiri dan sebelumnya tidak
pernah diperiksakan. Status gizi anak buruk dan mengalami keterlambatan
pada tumbuh kembangnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan stridor
eksperatoir dan ronkhi kasar di daerah bronkus, serta furunkulosis di kepala
dan leher. Pada pemeriksaan labarotorium didapatkan leukositosis dan
trombositosis.
F. DAFTAR MASALAH
Vomiting dan diare
Furunkulosis
Nafas berbunyi grok-grok disertai sesak sebelumnya
G. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia, furunkulosis, Diare et causa virus dan KEP Berat
DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis, Asma, Diare dengan penyebab lain
H. PENATALAKSANAAN
a. PLANNING DIAGNOSIS
Foto thorak AP, DL serial, kultur pus furunkel, Albumin Serum dan
protein total.
b. PLANNING TERAPI
Infus KAEN 600 cc/24 jam
Ampisilin 3x200 mg IV
Zinc 1 cth 1
Lacto B 1 sachet/hari
Kompres PZ pada luka dan beri Gentamisin salep
Formula makanan rendah osmolaritas rendah dan rendah laktosa
5
Program Kejar tumbuh dan stimulasi tumbuh kembang
c. PLANNING MONITORING
Keluhan pasien
Vital Sign
Input dan output cairan
Keadaan dan rawat luka
Keadaan gizi dengan timbang berat badan setiap hari
d. PLANNING EDUKASI
Edukasikan mengenai penyakit yang dialami anak, penyebab,
pemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan dilakukan dan
prognosis penyakit.
Edukasikan mengenai pentingnya peran orangtua dalam
pertumbuhan anak dan ketaatan mengikuti program gizi dan rogram
tumbuh kembang untuk kesehatan anak.
I. PROGNOSIS
Baik dalam kondisi gizi yang baik
Buruk bila kondisi kurang gizi pasien tidak tertangani dengan baik
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak
negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia,
Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi
buruk adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat
825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815
juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang
mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan
propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan
data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005
memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005
telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan
yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat.1,2
Menurut Badan Pusat Stasitik (BPS) dan laporan survey kesehatan
Unicef tahun 2005, dari 343 Kabupaten atau Kota di Indonesia, sekitar 169
Kabupaten atau Kota memiliki prevalensi sangat tinggi kejadian gizi buruk,
dan sekitar 257 Kabupaten atau kota memiliki prevalensi tinggi kejadian gizi
buruk. Gizi buruk tidak hanya diderita anak balita, namun semua kelompok
umur. Perempuan adalah yang paling rentan disamping anak-anak. Sekitar 4
juta ibu hamil setengahnya mengalami kekurangan gizi dan 1 juta lainnya
mengalami kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata
setiap tahun lahir 350.000 bayi dengan kekurangan berat badan (berat badan
rendah).3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya
disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari
7
WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan
karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5%
malaria, dan 32% penyebab lainnya.4
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor
tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk
yaitu anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama
dan anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak
dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan
penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab
terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah
tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan
kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut
berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kemiskinan keluarga.3
B. LAPORAN KASUS
Pasien An. Nadila usia 7 bulan mengalami vomiting setiap minum
susu dan diare cair berwarna kuning sekitar 4x, ampas sedikit, lendir (-),
darah (-). Sebelumnya susu formula baru saja diganti dengan susu SGM soya.
Anak sebelumnya demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah
tidak, batuk (+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar
bunyi grok-grok. Ada riwayat sesak sebelumnya kemudian pasien dibawa ke
IGD. Ibu pasien mengatakan bahwa anak terus merasa haus dan rewel. Kaki
dan tangan juga terasa dingin. Di IGD telah diberi terapi cairan RL 120 cc
dalam 1 jam dan nebulasi combivent untuk sesaknya. Lalu setelah keadaan
stabil pasien MRS. Anak mempunyai riwayat atopi (+) dan riwayat asma (+).
Anak hanya mendapat ASI selama 1 bulan lalu dilanjutkan dengan pemberian
susu formula dan pemberian MPASI yang terlalu dini. Sebelumnya pasien
juga sering menderita batuk berulang kemudian sembuh sendiri. Pasien juga
sering BAB cair namun keadaan membaik sendiri dan sebelumnya tidak
pernah diperiksakan. Status gizi anak buruk berdasarkan umur, berat badan
dan panjang badannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan stridor eksperatoir
dan ronkhi kasar di daerah bronkus, serta furunkulosis di kepala dan leher.
8
Pada pemeriksaan labarotorium didapatkan leukositosis 19.650/mm3 dan
trombositosis 795.000/mm3. Pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia,
furunkulosis, Diare et causa virus dan KEP Berat.
C. DISKUSI
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS5
Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat <60% <70%
Table 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS5
2. Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI
Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi
badan (TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:5
BB/TB
(berat menurut tinggi)
TB/U
(tinggi menurut umur)
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %
Severe < 70 % <85 %
Table 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI5
3. Klasifikasi Menurut Gomez (1956)
Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan
dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.5
Derajat KEP Berat badan % dari baku*
9
0 (normal) ≥90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
Table 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez5
4. Klasifikasi Menurut McLaren (1967)
McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar
albumin atau total protein serum.5
Gejala klinis / laboratories Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren5
10
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan
cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan
bantuan laboratorium.
5. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)
Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika
cara ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan
mendapat pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah.
Seperti pada penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas
kwashiorkor yang lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada
tubuh pasien sudah tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%,
dengan gejala yang seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.5
Berat badan %
dari baku
Edema
Tidak ada Ada
>60% Gizi kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor
Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party5
6. Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap
tinggimencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan
wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan
akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju
tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting)
untuk seusianya.5
11
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow5
7. Klasifikasi menurut Jelliffe
Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan
(BB) menurut umur (U) sebagai berikut:5
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 90 – 80
KEP II 80 – 70
KEP III 70 – 60
KEP IV <60
Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe5
Berat badan pasien kurang pada umurnya. Berat badan pasien pada umur 7
bulan adalah 5,2 kg, sedangkan seharusnya pasien telah mencapai 8 kg.
Berdasarkan klasifikasi diatas pasien termasuk pada malnutrisi atau KEP sedang
menurut Gomez karena nilai prosentase berat badan pasien dan berat badan ideal
sebesar 65%. Sedangkan menurut McLaren pasien termasuk pada KEP
Marasmus karena skor pasien sementara adalah 2 dan belum dilakukan
penghitungan albumin serum dan protein total serum. Hal ini disebabkan karena
intake makanan yang tidak adekuat dan pemberian nutrisi pada anak yang tidak
memadai. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi)
12
maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih
diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensatedmalnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi
dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensatedmalnutrition). Dengan
demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan
kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan
tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.6
13
Bagan 1. Patogenesis KEP6
Pada gizi buruk , infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi karena
pengaruh imunitas tubuh. Gejala yang muncul dapat berupa demam, diare cair,
maupun infeksi saluran pernafasan.7 Pada pasien ditemukan gejala tersebut yaitu
demam, diare cair, batuk dan sesak nafas. Diare dapat terjadi karena kerusakan
fili usus yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan nutrisi seperti asam amino
14
dan zink yang berpengaruh dalam pembentukan bagian-bagian organ saluran
cerna. Kerusakan fili usus inilah yang membuat reabsorbsi tidak sempurna dan
terjadi penarikan cairan dari usus halus sehingga terjadi diare cair. Diare juga
dapat terjadi karena infeksi virus dimana bagi anak dengan gizi buruk mudah
sekali terkena infeksi.7
Bagan 2. Patofisiologi Diare8
15
Pasien didiagnosis Bronkopneumonia karena terdapat infeksi saluran
nafas atas yaitu batuk, demam tinggi terus menerus dan terdapat sesak yang
mendadak. Pada pemeriksaan laboratorium juga didapatkan leukositosis.7
Walaupun Pasien mempunyai riwayat asma namun pada anamnesis tidak
ditemukan gejala yang mengarah pada serangan asma. Sehingga diagnosis
ditegakkan sebagai Bronkopneumonia dibantu dengan hasil foto thorak AP.
Asma Bronkiolitis Bronkopneumonia
Penyebab Hiperreaktifitas
bronkus karena
alergen
Virus Bakteri, virus,
mikoplasma, jamur,
bahan asing
Umur >2 tahun 6 bulan-2 tahun Pada bayi dan anak
Sesak berulang Ya Tidak Tidak
Onset sesak Akut Insidious Mendadak
ISPA atas +/- Selalu + Sering +
Demam Sering tanpa
demam
Tanpa demam
atau subfebris
Febris
Atopi keluarga Sering Jarang Jarang
Alergi lain Sering Jarang Jarang
Respons
bronkodilator
Cepat Lambat Lambat
Eosinofil Meningkat Normal
Auskultasi Wheezing
dominan
Wheezing dan
ronkhi basah
halus nyaring
Ronkhi basah kasar
Tabel 8. Perbedaan Asma, Bronkiolitis dan Bronkopneumonia pada anak7
Pada pasien juga terdapat infeksi pada kulit yaitu furunkulosis. Furunkulosis
adalah sejenis pioderma, yaitu keradangan pada lebih dari satu folikel rambut
dan sekitarnya. Folikulitis disebabkan oleh S. Aureus dan lebih sering terjadi
pada daerah yang sering terkena gesekan dan banyak kelenjar keringat seperti
16
kepala, leher, bokong dan aksila.9 Pada pasien furunkulosis terdapat pada kepala
dan leher, dimana pasien selalu beraktifitas tiduran ditempat tidur sehingga
daerah yang sering terkena gesekan adalah sekitar kepala. Faktor predisposisi
terjadinya infeksi ini adalah higienitas yang kurang, daya tahan lubuh lemah dan
telah ada penyakit pada kulit sebelumnya.9 pada pasien lebih dominan faktor
daya tahan tubuh yang lemah karena faktor gizi yang kurang sehingga tubuh
rentan terkena infeksi, terutama tubuh bagian paling luar yaitu kulit.
Pasien mendapatkan terapi Infus KAEN 600 cc/24 jam, Ampisilin 3x200
mg IV, Zinc 1 cth 1, Lacto B 1 sachet/hari, Kompres PZ pada luka dan beri
Gentamisin salep. Terapi cairan diberikan sesuai cairan maintenance Holliday-
Segar yaitu 100 cc/kgBB sehingga pada pasien dapat diberikan cairan 520-600
cc dalam 24 jam tetesan mikro. Untuk terapi Bronkopneumonia dan sebagai
pencegahan terjadinya infeksi sekunder pada gizi buruk dapat diberikan
antibiotik Ampisilin 50-100 mg/kgBB dalam 3-4 kali pemberian. Pada pasien
dibutuhkan sekitar 600 mg dalam 24 jam sehingga dapat diberikan 3x200 mg.7
Karena pasien diare maka sesuai 3 pilar penanganan diare dari WHO maka
pasien telah direhidrasi, diberikan Zinc 20 mg 1 kali sehari untuk anak usia 7
bulan, dan reeliminasi yaitu pemberian gizi dan nutrisi yang adekuat.10 Pada luka
yang terpenting adalah menjaga kebersihan luka sehingga infeksi cepat tereduksi
dan tidak terjadi infeksi ulang. Luka dapat dibersihkan dengan PZ dan diberi
antibiotik topikal dan sistemik. Karena pasien telah mendapatkan terapi
Ampisilin maka pemberian antibiotik topikal sudah cukup dengan Gentamisin
salep yang memiliki spektrum luas.9
Pemberian gizi dan nutrisi pada KEP tidak sama dengan pemberian
makanan pada anak yang tidak mengalami gizi buruk.
17
Tabel 9. Tatalaksana Utama Penanganan Gizi Buruk
Pemberian pada hari pertama adalah (1) vitamin A per oral dengan dosis
200.000 IU untuk usia > 12 bulan, 100.000 IU untuk usia 6 – 12 bulan, dan
50.000 IU untuk usia 0 – 5 bulan; (2) asam folat 5 mg per oral. Lalu selama 2
minggu selanjutnya pemberian mikronutrien harian berupa (1) suplemen
multivitamin; (2) asam folat 1 mg/hari; (3) zink 2 mg/kgBB/hari; (4) Copper
0,3mg/kgBB/hari; (5) Preparat besi 3 mg/kgBB/hari pada fase rehabilitasi.11
Pemberian makan pada fase stabilisisasi adalah pemberian makan melalui
oral atau pipa nasogastrik dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas
rendah dan rendah laktosa (F75 = 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein/ 100 ml).
Pada fase stabilisasi, kebutuhan energi sebesar 80 – 100 kkal/kgBB/hari,
kebutuhan protein sebesar 1 – 1,5 gram/kgBB/hari, dan kebutuhan cairan sebesar
130 ml/kgBB/hari.11
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara
kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak
18
dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel
tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di
dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang
diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Karena itu diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang tepat sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-
kwashiorkor secara optimal. Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan
tepat dalam waktu sedini mungkin untuk mencegah komplikasi yang
menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries.
CMAJ 173:279-86
3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses
dari http://www.gizi.net/busung-lapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%
20Des2005-Final.pdf tanggal 20 Maret 2015.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak
Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.
5. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis
pada Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.
6. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta, PPM, 2010.
7. Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya, 2008.
8. Schwartz, M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta, 2005.
9. Linuwih, Sri. Triestianawati, Wieke. Dalam Pioderma. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UI. 2009.
10. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta, WHO
Indonesia, 2009.
11. Damayanti Rusli Sjarif, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jakarta: IDAI. 2013
20