Post on 03-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang dapat terjadi di setiap
tempat di sepanjang saluran napas dan adneksanya. Diperkirakan lebih dari 4 juta kematian
akibat ISPA, terutama ISPA bagian bawah, terjadi setiap tahun di negara berkembang.
ISPA menyebabkan sekitar 2 juta kematian pada anak usia kurang dari 5 tahun dan
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak kelompok usia tersebut. 1
Pneumonia merupakan salah satu bentuk ISPA yaitu suatu keradangan pada saluran
napas bagian bawah yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi yang ditandai
dengan gejala demam, batuk, sesak napas, dan adanya ronkhi serta gambaran infiltrat pada
foto polos dada. Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernapasan yang serius dan banyak menimbulkan permasalahan yaitu sebagai penyebab
kematian terbesar terutama pada negara berkembang. Pneumonia disebabkan berbagai
macam etiologi seperti faktor host sendiri, bakteri, virus, jamur dan benda asing/zat kimia
yang teraspirasi. Pada anak-anak penyebab pneumonia terbanyak adalah infeksi virus,
infeksi bakteri hanya sekitar 10-30% dari semua kasus pneumonia pada anak. 2
Pada neonatus, Streptococcus Group B, Listeriae monocytogenes merupakan penyebab
pneumonia paling banyak. Virus merupakan penyebab terbanyak pada anak usia
prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus
Pneumoniae merupakan penyebab paling sering pada pneumonia bakterial. Mycoplasma
Pneumoniae dan Chlamydia Pneumoniae merupakan penyebab paling sering ditemukan
pada anak berusia diatas 5 tahun. 3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan usia yang ikut menentukan pola kuman sebagai
penyebabnya dan gejala klinis yang ditunjang dengan pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium, dan foto polos dada. Terapi empiris antibiotika tidak dapat ditunda bila
diagnosis pneumonia telah ditegakkan meskipun secara mikrobiologis sulit ditentukan
patogen penyebabnya. 4
Sebagian besar pneumonia pada anak-anak sembuh dengan cepat dan sempurna, pada
pemeriksaan rontgen ditemukan hasil yang normal antara minggu ke 6-8. Sedangkan
sebagian kecil pneumonia pada anak-anak sembuh lebih lama (>1bulan) dan mungkin
berulang.5
1
Angka kejadian pneumonia dan angka kematian akibat pneumonia terus meningkat.
Penting bagi seorang praktisioner untuk menegakkan diagnosis pneumonia sehingga
mampu memberikan terapi yang tepat guna menurunkan angka kematian karena
pneumonia. Terapi pada pneumonia meliputi terapi spesifik dan suportif. Terapi yang tepat
dan adekuat pada pneumonia sangat menentukan prognosis. Untuk menentukan terapi yang
tepat perlu diketahui etiologi dari penyakit. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme, seperti : bakteri, virus, dan jamur. Secara klinis biasa
berbagai penyebab pneumonia susah dibedakan.5,6
Dalam paper ini akan dibahas mengenai pneumonia termasuk bronkopneumonia dari
berbagai aspek, mulai dari definisi hingga pencegahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu inflamasi di parenkim paru-paru. Walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit
untuk merumuskan suatu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah suatu penyakit
klinis sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan
penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa Pneumonia merupakan suatu
keradangan pada saluran nafas bagian bawah yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pnemonia ditandai oleh demam,
batuk, sesak (peningkatan frekwensi pernafasan), nafas cuping hidung, retraksi dinding
dada dan kadang-kadang sianosis. 3,4
Bronkopneumonia merupakan tipe pneumonia dimana keradangan paru terlokalisir
pada bronkiolus dan alveolus disekitarnya. Pada bronkopneumonia terdapat produksi
eksudat mukopurulen yang mengakibatkan sumbatan beberapa saluran napas kecil dan
juga mengakibatkan konsolidasi yang ”patchy” dari lobulus-lobulus disekitarnya.3,4
Gambar 1. Ilustrasi
bronchopneumonia
2.2 Epidemiologi
3
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan dan banyak diderita anak-
anak diseluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di
Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi,
diperkirakan setiap tahunnya 30 – 45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun,
16 – 20 kasus per 1000 anak pada umur 5 – 9 tahun, 6 – 12 kasus per 1000 anak pada usia
diatas 9 tahun dan remaja.2
Di RSU – Sutomo Surabaya, angka kejadian pneumonia meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 anak. Tahun 2004, dirawat 231 pasien
dengan jumlah terbanyak pada anak berusia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005
anak yang kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan angka terbanyak
anak berusia 1-12 bulan sebanyak 337 kasus.4
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih banyak tetapi juga lebih
berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak terjadi pada anak
berumur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan
oleh bakterimia oleh karena streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus , tetapi
dinegara berkembang berkaitan juga dengan keadaan malnutrisi dan kurang tercapainya
perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan penyebab seperempat
kematian pada anak berusia dibawah 5 tahun dan 80 % terjadi di negara berkembang. 2,3
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus RSV terjadi sekitar 40 %. Dinegara
4 musim, banyak terjadi pada musim dingin hingga awal musim semi. Sedang dinegara
tropis, terjadi pada musim hujan. 3
2.3 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid substances)/ benda
yang teraspirasi. 3
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai distribusi umur pasien.
Virus adalah penyebab paling banyak pneumonia pada anak-anak akan tetapi 20-30 %
penyebabnya merupakan bakteri. Banyak faktor yang bisa meningkatkan resiko pneumonia
seperti cacat kongenital, kekurangan sistem imun oleh karena suatu penyakit atau obat,
penyakit genetik seperti tracheoesophageal fistula, fibrosis cistik, sel bulan sabit, reflux
gastroesophageal, aspirasi benda asing, ventilasi mekanik, serta lama diopname di rumah
sakit.3
4
Pathogen penyebab pneumonia bermacam-macam, virus merupakan penyebab pada
kebanyakan kasus, seperti : adenovirus, respiratory syncytial, parainfluenza, serta virus
influenza. Pneumonia pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh organisme yang
berasal dari organ genital wanita sewaktu dia hamil, termasuk Group B Streptococci,
Moraxella catarrhalis merupakan penyebab yang tidak umum atau jarang, Haemophillus
influenza penyebab yang kasusnya semakin menurun karena telah ditemukan vaksinnya,
Mycobacterium tuberculosis, lung flukes penyebab pneumonia pada anak-anak.3
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae penyebab paling umum kasus
pneumonia pada anak-anak di atas 6 tahun, Chlamydia pneumoniae menimbulkan infeksi
pada anak-anak (5-14 tahun), beberapa kasus pneumonia disebabkan oleh kontak langsung
dengan binatang, seperti : Francisella tularensis (kelinci), Chlamydia psittaci (burung),
Coxiella burnetti (domba), Salmonella choleraesuis (babi).3
Pneumococcus adalah bakteri diplococcus gram positif yang biasanya sering
ditemukan pada saluran pernafasan atas, infeksi serius biasanya disebabkan oleh 14
serotipe, seperti 14,6,18,19,23,8,9,7,1 dan 3Tabel 1. Bakteri penyebab pneumonia paling sering pada anak dengan imunocompetent dan imunocompromised yang berumur diatas 1 bulan. 3
Immunocompetent ImmunocompromisedBakteri Streptococcus pneumonia Pseudomonas spp.
Haemophillus influenza EnterobacteriaceaeStaphylococcus aureus Legionella pneumophiliaGroup A Streptococci Nocardia spp.Bordetella pertusis Rhodococcus equiMoraxella catarrhalis Actinomyces spp.Yersinia pestis Anaerobis bacteriaPasteurella multocida Enterococcus spp.Brucella spp.Francisella tularensisNeisseria meningitidisSalmonella spp.
Bacteria-like agents Mycoplasma pneumoniaeChlamydia pneumoniaeChlamydia trachomatisChlamydia psittaciCoxiella burnettiRickettsia ricketsii
Tabel 2. Dugaan bakteri penyebab pneumonia 3
Dugaan kuman penyebab
Pneumonia tanpa
Pneumonia dengan komplikasiEfusi pleura Abses paru Sepsis
5
komplikasiStreptococcus pneumoniae
++++ ++ + +++
Haemophillus influenza
++ ++ + -
Group A Streptococci
+ ++ - -
Flora mulut + +++ ++ -Staphylococcus aureus
+ ++ ++++ +++
Tabel 3. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur 3
Umur Penyebab paling sering Penyebab jarangLahir – 20 hari Bacteria
Eschericia coli Listeria monocytogenes Streptococcus group B
Bakteri An anerobic organism Group D streptococcus Streptococcus
pneumoniae Haemophillus influenza Ureplasma urealitycum
Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus
3 minggu – 3 bulan Bakteri Chlamydia
trachomatis Streptococcus
pneumonia (Pneumococcus)
Virus RSV Influenza virus Parainfluenza virus
1,2 dan 3 Adenovirus
Bakteri Bordetella pertusis Haemophillus influenza
type B dan nontype Moraxella catarrhalis Ureplasma urealitycum Staphylococcus aureus
Virus Cytomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteri Streptococcus
pneumonia (Pneumococcus)
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Virus RSV Influenza virus Parainfluenza virus
Bakteri Haemophillus influenza Moraxella catarrhalis Staphylococcus aureus Neisseria meningitidis
Virus Varicella zoster virus
6
Adenovirus Rhinovirus Measles virus
5 tahun – remaja Bakteri Streptococcus
pneumonia (Pneumococcus)
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Bakteri Haemophillus influenza Staphylococcus aureus Legionella
pneumophiliaVirus
RSV Influenza virus Parainfluenza virus Adenovirus Rhinovirus Epstein barr virus Varicella zoster virus
Faktor risiko pasti yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia adalah
malnutrisi (berat-untuk-usia- z-score <-2), berat badan lahir rendah (<2500 gram), ASI non
ekslusif, kurangnya imunisasi campak, polusi udara di dalam rumah dan kepadatan rumah.
Kemungkinan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia adalah orang
tua yang merokok, kurangnya zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, penyakit penyerta
misalnya diare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu, penitipan anak, kelembaban udara,
udara dingin, kekurangan vitamin A, dan polusi udara di luar rumah.11
Asma merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pneumonia. Mekanisme utama
timbulnya asma diakibatkan oleh hipereaktivitas bronkus. Asma merupakan suatu proses
inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan
terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran nafas. Gambaran khas adanya
inflamasi saluran respiratorik adalah aktivitas eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel
limfosit T mukosa dan lumen saluran respiratorik. 11
Anak-anak dengan asma akan mengalami peningkatan risiko terkena radang paru-
paru sebagai komplikasi dari influenza. Bayi dan anak kurang dari 5 tahun, beresiko lebih
tinggi mengalami pneumonia sebagai komplikasi dari influenza saat dirawat di rumah
sakit. Anak-anak dengan asma lebih mungkin mengalami influenza yang merupakan faktor
risiko terjadinya pneumonia. Bayi usia 6 bulan – 2 tahun dengan asma mempunyai risiko
dua kali lebih tinggi menderita pneumonia. Untuk melihat kemungkinan terjadinya asma
pada bayi dan balita, kita dapat melihat adanya riwayat atopi pada keluarga pasien.11
7
Factor predisposisi lainnya yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah
adanya kelainan congenital (contoh fistula tracheoesofagus, penyakit jantung bawaan),
gangguan fungsi imun (penggunaan sitostatika dan steroid jangka panjang, dan gangguan
system imun berkaitan dengan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan
neuromuscular, kontaminasi perinatal, dan dan gangguan klirens mucus/sekresi seperti
pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau disfungsi silier. 11
2.4 Patogenesis
Bagan 1. Patogenesis Pneumonia
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran kuman
langsung dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil sebagai akibat sekunder dari
viremia/bakterimia atau penyebaran infeksi dari intra abdomen. Pada keadaan normal
saluran napas bagian bawah tetap steril, karena dilindungi oleh mekanisme pertahanan
tubuh yang fisiologis, meliputi gerakan epitel bersilia pada mukosa, sekresi Ig A dan reflek
batuk yang juga dapat membersihkan saluran napas. Mekanisme pertahanan imunologis
dari paru juga dapat mencegah invasi organisme patologi, meliputi makrofag yang ada
alveolus dan bronkioli, sekresi Ig A dan Immunoglobulin yang lainnya.8
Saluran nafas atas
Saluran nafas bawah
Jaringan interstisial parenkim paru
Focus infeksi dalam tubuh
Aliran limfe
Aliran darah
Aspirasi dll
Pneumonia
Inhalasi droplet
8
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran respiratorik bagian bawah. Inokulasi
kuman patogen penyebab pada saluran napas menimbulkan respon inflamasi akut yang
berbeda yang sesuai dengan pejamunya. 8
Pneumonia oleh karena virus biasanya disebabkan oleh infeksi luas pada saluran
napas yang dibarengi oleh kerusakan langsung epitel saluran napas yang menyebabkan
obstruksi saluran napas oleh pembengkakan, sekresi yang berlebihan, dan debris seluler.
Pada bayi yang mempunyai ukuran saluran napas yang kecil lebih besar kemungkinan
untuk mengalami infeksi. Atelektasis, edema interstitiil, dan ventilasi serta perfusi yang
tidak baik yang menyertai obstruksi saluran napas dapat menyebabkan hipoksemia yang
signifikan. Infeksi saluran napas oleh karena virus dapat menjadi faktor predisposisi bagi
infeksi sekunder oleh bakteri, oleh karena mekanisme pertahanan tubuh yang normal sudah
menurun/terganggu, sekresi yang berlebihan, dan perubahan bakteri flora normal.8
Ketika infeksi bakteri terjadi di parenkim paru, terjadi berbagai macam proses
patologi dan berkembangbiaknya bakteri. Bakteri menyerang epitel saluran napas,
menghambat kerja silia, dan menyebabkan destruksi seluler sehingga terjadi respon
imflamasi pada submukosa. Infeksi yang semakin parah menyebabkan debris seluler, sel
radang, dan mukus mengendap dan menyumbat saluran napas sehingga menyebabkan
obstruksi saluran napas, dengan penyebaran infeksi yang terjadi sampai ke percabangan
bronkus.6,8
Inokulasi pathogen melalui inhalasi / hematogen
Respon imun tubuh untuk ”Clearing Mechanism”
9
“Red Hepatization”
“Gray Hepatization”
Resolusi (fibrosis paru) Lung Compliance menurun
Blood flow meningkat
Kerja jantung meningkat
Bagan 2. Proses Radang pada pneumonia
Kuman penyebab pneumonia masuk ke dalam paru melalui jalan napas secara
percikan atau ”droplet”. Proses radang pada pneumonia dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
(1) Stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti, di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium
hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan
fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung singkat. (3) Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna
merah manjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leukosit. Kapiler tidak lagi kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat
berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomi,
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-
bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika, urutan stadium
khas ini tidak terlihat.4
2.5 Klasifikasi
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan anatomis dan etiologis4
Pembagian anatomis meliputi :
Pneumonia lobaris
10
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstitialis
Sedangkan pembagian secara etiologis meliputi :
Bakteri : diplococcus pneumonia, pneumococus, streptococcus aureus, dll.
Virus : respiratory syncitial virus, virus influenza, adeno virus dll
Mycoplasma pneumoniae
Jamur :Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces
dermatitides, dan lain-lain
Aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Pneumonia hipostatik
Sindrom loeffler
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sulit dibedakan. Untuk terapi, perlu
diketahui penyebab dari pneumonia tersebut, sehingga kalsifikasi secara etiologis lebih
rasional daripada klasifikasi anatomis 4
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pneumonia bervariasi tergantung dari etiologi, usia pasien,
status pasien, dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak, sianosis,
dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia
dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural, dan
ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, mengigil, sefalgia dan gelisah.
Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung,
diare, dan sakit perut. 3
Gejala pada paru timbul biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam, batuk dan pilek, napas cuping hidung,
takipnea, dispnea, dan apnea baru timbul. Otot bantu napas intercotal dan abdomen
mungkin digunakan. Batuk biasanya muncul pada anak besar, pada neonatus jarang terjadi.
Whezzing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau bronkiolitis. 3
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan
streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada
pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga dapat membatasi gerakan dinding
dada selama inspirasi dan kadang dapat menyebar ke leher dan abdomen. 3
11
Gejala ekstrapulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus pneumonia. Abses
pada kulit atau jaringan lunak sering kali ditemukan pada kasus pneumonia karena
Staphlycoccus aureus. Otitis media, konjungtivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus
pneumonia Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza. 3
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk menentukan beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau penatalaksanaan.
Pengukuran napas dilakukan pada saat anak tenang atau tidur. WHO bahkan
merekomendasikan untuk menghitung frekuensi napas pada anak dengan batuk. Dengan
adanya batuk, frekuensi napas yang lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia
berat dilapangan dan memerlukan perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotika. 3
Tabel 4. kriteria takipnea menurut WHO 3
Umur Laju nafas normal (frekuensi / menit)
Takipnea (frekuensi / menit)
0 bulan – 2 bulan 30 – 50 = 602 bulan – 12 bulan 25 – 40 = 501 tahun – 5 tahun 20 – 30 = 40> 5 tahun 15 – 25 = 20 Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya
menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya oleh karena efusi pleura. Pada auskultasi
suara napas yang melemah sering kali ditemukan apabila terjadi proses peradangan
subpleural dan mengeras bila ada proses konsolidasi. Ronkhi basah halus yang khas pada
pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil
karena kecilnya volume toraks biasanya suara napas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.
Terdapat perbedaan antara pneumonia yang disebabkan oleh virus dan bakteri, pada
infeksi oleh virus sering dihubungkan dengan batuk, wheezing, stridor, pada pemeriksaan
laboratorium leukosit tidak terlalu meningkat, demam kurang menonjol dibandingkan
infeksi bakteri dan biasanya disertai gejala prodromal. Pada infeksi oleh bakteri sering
dihubungkan dengan batuk, demam yang tinggi, menggigil, napas cepat, pada pemeriksaan
fisik ditemukan tanda konsolidasi paru, terdapat peningkatan leukosit (>20.000/mm3).
Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus. Perinatal
pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau ascending dari
infeksi ntrauterine. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B Streptococcus) selain
kuman-kuman gram negatif. Gejalanya adalag respiratory distress seperti merintih, napas
cuping hidung, retraksi, dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir
12
semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi
prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai RDS (Respiratory Distress
Syndrome). 3
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Penilaian Laboratorium
Pada pasien pneumonia oleh karena bakteri jumlah sel darah putih meningkat
(neutrofil) (>15000/mm3), thrombocytosis terjadi lebih dari 90 % anak dengan empyema.
Hyponatremia akibat sekunder dari meningkatnya hormon ADH. Sputum bisa menjadi
bahan pemeriksaan pada orang dewasa dan jarang diproduksi pada anak-anak dibawah 10
tahun, kualitas sputum yang baik mengandung 25 polymorphonucclear sel per field. Kultur
darah positif hanya 3-11 % pasien pneumonia. Pemeriksaan antigen bakteri pada serum
dan urin mempergunakan latex particle aglutination atau CIE memiliki sensitivitas dan
spesivisivitas yang rendah. Teknik invasive pada pasien pada pasien dengan efusi pleura
bertujuan untuk memerika cairan pleura atau dengan Flexible bronchoscopy (FB) dengan
bronchoalveolar lavage (BAL). Ada cara lain yakni open lung biopsy dipergunakan bila
cara invasive lainnya gagal dalam mendiagnosa akantetapi cara ini memiliki kelemahan
seperti dapat membentuk broncopleural fistula.3
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran padat radiologi paru secara klasik dibagi menjadi 3, yaitu : alveolar
(disebabkan oleh pneumococcus dan bakteri lain), interstitial pneumonia (disebabkan oleh
virus atau mycoplasma), serta Bronchopneumonia (oleh karena S. aureus atau bakteri lain)
memiliki pola difus bilateral dengan meningkatnya batas peribroncial, adanya infiltrat
fluffy (seperti benang/rambut halus) yang kecil dan meluas ke perifer. Staphylococcal
pneumonia terkait dengan gambaran pneumatoceles dan efusi pleura (empyema).
Mycoplasma penyebab pneumonia memiliki pola yang sama dengan pola bakteri atau
virus, ditambah dengan adanya infiltrat retikuler dan retikulonoduler yang terlokalisir pada
satu lobus. Pada anak-anak konsolidasi pneumonia berbentuk spheris menyerupai tumor
pada awalnya dan selanjutnya meluas, single dengan batas tidak jelas.3
2.8 Diagnosis
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk medapatkan spesimen atau bahan pemeriksaan
guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi pemeriksaan sputum, sekret
13
nasofaring bagian posterior, aspirasi trakea, dan torakosintesis pada efusi pleura,
percutaneus lung aspiration dan biopsi paru jika diperlukan. Tetapi pemeriksaan ini
banyak kendalanya, baik dari segi teknis dan biaya. Secara umum kuman penyebab
spesifik hanya dapat diidentifikasi kurang dari 50 % kasus. Dengan demikian pneumonia
didiagnosis terutama berdasarkan manifestasi klinis, dibantu dengan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti foto polos dada. Tetapi tanpa pemeriksaan mikrobiologik,
kesulitan yang lebih besar adalah membedakan etiologi karena virus, bakteri, atau jamur
dab kuman lainnya. 3,5,6
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.3,5,6
1. Anamnesis.
Dalam anamnesis dicari riwayat penyakit seperti adanya demam, batuk, sesak,
tubuh kebiruan dan gejala-gejala lain. Selain itu dicari pula faktor-faktor risiko dari
penyakit ini seperti adanya riwayat menderita infeksi saluran napas akut bagian atas
sebelumnya, paparan asap rokok, penyakit-penyakit seperti kelainan kardiopulmoner atau
sistem imun, malnutrisi, riwayat kelahiran prematur serta keadaan sosial ekonomi.5
2. Pemeriksaan fisik.
Dalam pemeriksan fisik dapat dijumpai suhu tubuh yang tinggi (≥38,50C), takipneu,
retraksi (subkostal, interkostal, suprasternal), napas cuping hidung, sianosis, deviasi trakea,
tanda-tanda terdapatnya konsolidasi seperti: ekspansi dada yang berkurang; peningkatan
vokal fremitus, suara redup yang terlokalisir pada perkusi; suara napas yang melemah,
bronkial atau bronkovesikuler, rhonki, wheezing dapat terdengar pada auskultasi.3,4,5,6,7
3. Pemeriksaan penunjang 3,4,5,6,7
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. secara
makroskopis diperiksa warna, kenampakan, jumlah, bau, ada tidaknya darah dan lain-
lain. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan pewarnaan Gram dan
diperiksa ada tidaknya sel leukosit PMN, dan juga mikroorganisme yang seharusnya
sesuai dengan hasil kultur.
Darah tepi
14
Tergantung penyebab, pada infeksi oleh bakteri leukosit cenderung naik, sedangkan
infeksi oleh virus leukosit tidak terlalu meningkat
Kultur
Kultur darah jarang positif, kultur dari cairan pleura atau pungsi paru mempunyai
korelasi yang baik.
Kadang diperlukan pemeriksaan khusus seperti tes alergi, tes tuberkulin.
b. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen thorak anteroposterior dan lateral untuk memvisualisasikan infiltrat di
sekitar jantung atau diafragma dan juga untuk melokalisasi segmen paru yang sakit.
Pada bronkopneumonia didapatkan bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus. Pada foto rontgen juga dapat dilihat komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumatokel, pneumotorak, pneumomediastinum atau perikarditis. 3,5,6
2.9 Diagnosis Banding
1. Asthma Bronchiale5
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12 bulan, tapi terbanyak di atas usia 2
tahun. Perlu pula diketahui, bahwa 10-30 % dari anak yang menderita bronchiolitis
setelah agak besar menjadi penderita asthma.
Yang dapat membantu diagnosis asthma diantaranya, ialah :
- Anamnesa keluarga : penderita asthma positif atau penyakit atopik
- Serangan asthma lebih dering berulang atau episodic
- Mulai lebih akut seringkali tidak perlu didahului oleh adanya infeksi saluran
pernapasan bagian atas.
- Ekspirasi yang sangat memanjang
- Ronchi lebih terbatas
- Pulmonary inflation lebih ringan
- Laboratoris ditemukan eosinophilia
- Reaksi terhadap bronchodilator pada umumnya nyata, juga epinephrine.
2. Bronchiolitis akut5
- inflamasi di bronkiolus
- menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun
- karakteristik: nafas yang cepat, dada tertarik, dan wheezing
15
- ditandai dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru
- Gambaran radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan
diafragma dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada
fotolateral.
3. Bronchitis Acuta5
- Terjadi di bronchus
- Gejala obstruksi dan gangguan pertukaran tidak nyata atau ringan. Ronchi :
basah, kasar.
- Dapat berkembang menjadi bronchiolitis.
Pneumonia dengan penyebab bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan
perbedaan diagnosis3 :
Tabel 5. Diagnosis banding pneumonia bakterial, viral, dan mycoplasma.
Bacterial Viral MycoplasmaUmur Semua Semua 5-15 tahunWaktu Musim dingin Musim dingin Semua tahunPermulaan Tiba-tiba Variabel Tiba-tibaDemam Tinggi Variabel RendahNafas cepat dan dangkal
Umum Umum Tidak umum
Batuk Produktif Nonproduktif NonproduktifGejala yang menyertai
Mild coryza, sakit abdomen
Coryza (rhinitis akut) Bullous myringitis, pharingitis
Keadaan fisik Konsolidasi, sedikit rales
Variabel Fine rales, wheezing
Leukositosis Umum Variabel Tidak umumRadiografi Konsolidasi Infiltrate difus bilateral VariabelUfusi pleura Umum Jarang Kecil dalam 10-20%
2.10 Therapi
Pengobatan pada pneumonia meliputi pengobatan spesifik dan suportif.5,6,
1. Oksigen
Bila terdapat tanda hipoksemia; gelisah, sianosis dan lain-lain. Cukup 40 %.
Kecepatan diperkirakan dari volume tidal dan frekuensi pernafasan. Di bawah 2
tahun biasanya 2 ltr/ mnt; di atas 2 tahaun hingga 4 ltr/ mnt.
16
Tabel 6. Perkiraan volume tidal menurut umur dan panjang badan
Bayi ( 50 cm )
5 tahun ( 110 cm ) 10 tahun ( 130 cm ) 15 tahun ( 160 cm )
18 ml 200 ml 300ml 500 ml
2. Humiditas
Hanya bila udara terlalu kering, atau anak dengan intubasi/ trakeostomi. Biasanya
dengan mengalirkan melalui cairan.
3. Deflasi abdomen
Bila distensi abdomen mengganggu pernafasan.Dengan sonde lambung (maag
slang) atau sonde rektal ( darm buis ).
4. Cairan dan makanan bergizi
Cairan: a) komposisi paling sederhana D5%; komposisi lain tergantung
kebutuhan. b) jumlah : 60-75 % kebutuhan total; beberapa penulis
menyatakan dapat diberikan sesuai kebutuhan maintenance.
Makanan : Bila tidak dapat peroral dapat dipertimbangkan intravena: asam
amino, emulasi lemak dan lain-lain.
5. Simtomatis
5.1 Antipiretika bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal karena dapat
memperberat asidosis.
5.2. Mukolitik/ ekspektorans. Tidak menunjukan faedah yang nyata.
5.3. Antifusif umumnya tidak diberikan.
5.4. Antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena hipoksemia;
dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3 dosis ) atau diazepam 05-
0.73/kgBB/kali, im/IV
6. Antiviral / antibiotika
6.1. Antiviral
Hanya untuk pnemonia viral yang berat/ cenderung menjadi berat ( disertai
kelainan jantung atau penyakit dasar yang lain ).
Table 7. Virus penyebab dan Antiviralnya
Virus Anti virus Virus Anti virusResp. sinsitialVarisela
RibavirinAnsiklovir
Influensa- ASitomegalovirus
AmantdinGaniklovir
17
6.2. Antibiotika
6.2.1. Berdasarkan usia
Tabel 8. Pemberian antibiotika pada penderita pneumonia berdasarkan umur12
Usia Etiologi Rawat jalan Rawat inap< 3 bln
3 bln – 5 thn
- Enterobacteriace (E. Colli, Klebsiella, Enterobacter)- Streptococcus pneumonia- Streptococcus group B- Staphylococcus
- Streptococcus pneumonia- Staphylococcus- H. influenzae
- Amoksisilinatau- Kloksasilinatau- amoksisilin asam klavulanikatau- Erytromicin atau- Claritromycinatau- Azitromycinatau
- Kloksasilin iv dan aminoglikosida (gentamisin, netromisin, amikasin) iv/im atau- Ampisilin iv dan aminoglikosida atau- Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau- Meropenem iv dan aminoglikosida iv/im
- Ampisilin iv dan kloramfenikol iv atau- Ampisilin dan Kloksasilin iv atau- Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim,ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau- Meropenem iv dan aminoglikosida iv/im
18
> 5 thn - Streptococcus pneumonia- Mycoplasma pneumonia
- Sefalosporin oral (Cefixim, cefaclor)
- Ampisilin iv atau- Erytromisin poatau- Claritromycin poatau- Azitromycin po atau- Kotrimoksasol po atau- Sefalosporin gen 3
- Amoksisilinatau- Erytromisin po atau- Claritromycin po atau- Azitromycin po atau- Kotrimoksasol po atau- Sefalosporin oral (Cefixim, cefaclor)
6.2.2. Berdasarkan perkiraan asal infeksi13,14
Tabel 9. Pemberian antibiotika pada penderita pneumonia komunitas berdasarkan
usia
Asal infeksi Rawat Jalan Rawat Inap Sakit BeratLahir – 20 hari
3 minggu – 3 bulan
4 bulan – 5 tahun
Kalau pasien panas : Azithromycin atau Erythromycin
Amoxicillin, pertimbangkan mulai diberikannya dosis awal Ceftriaxone
Ampicillin IV/IM + Gentamicin IV/IM + Cefotaxim IV
Erythromycin, bila pasien panas + Cefotaxime IV atau Cefuroxime IV
Cefotaxime IV atau Cefuroxime IV. Kalau infeksi dari pneumococcal : Ampicillin IV.
Ampicillin IV/IM + Gentamicin IV/IM + Cefotaxim IV
Cefotaxime IV + Cloxacillin atau Cefuroxime IV saja
Cefuroxime IV + erythromycin. Atau Cefotaxime IV + cloxacillin IV.
19
5 tahun
IM. Alternatif : amoxicillin- clavulanic acid, azythromycin, cefador, clarithromycin, erythromycin.
Azythromycin atau Clarithromycin atau erythromycin. Kalau terdapat infeksi pneumococcal: amoxicilli.
Cefuroxime IV + erythromycin IV. Kalau terdapat infeksi pneumococcal: Ampicillin IV
Cefuroxime IV + erythromycin IV.
Tabel 10. Pemberian antibiotika pada penderita pneumonia nosokomial onset dini
Perkiraan Kuman AntibiotikaStreptococcus pneumoniaeyHaemophilus influenzaeMethicillin-sensitive StaphyloccocusaureusAntibiotic-sensitive entericGram-negative bacilli:Escherichia coliKlebsiella pneumoniaeEnterobacter speciesProteus speciesSerratia marcescens
Third-generation cephalosporins(ceftriaxone, cefotaxime)orfluoroquinolones(moxifloxacin, levofloxacin)orb-lactam/b-lactamase inhibitor(amoxicillin/clavulanic acid;ampicillin/sulbactam)orcarbepenems (ertapenem)orthird-generation cephalosporinsplus macrolideormonobactam plus clindamycin(for b-lactam– allergic patients)
Tabel 11. Pemberian antibiotika pada penderita pneumonia nosokomial onset lambat
Perkiraan Kuman Antibiotika
Kuman pada table 10 and MDR Antipseudomonal cephalosporin
20
pathogen
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumoniae
(ESBL)
Acinetobacter species
MRSA
Legionella pneumophila
(cefepime, ceftazidime)
atau
antipseudomonal carbepene
(imipenem or meropenem)
atau
beta-lactam/beta-lactamase inhibitor
(piperacillin-tazobactam)
+/-
fluoroquinolone
(ciprofloxacin or levofloxacin)
atau
aminoglycoside (amikacin, gentamicin,
atau tobramycin)
cefoperazone/sulbactam +
fluoroquinolones or aminoglycosides
plus ampicillin/sulbactam
atau
fluoroquinolone (ciprofloxacin) plus
aminoglycoside
plus
linezolid or vancomyciny
plus
azithromycin or fluoroquinolone
7. Obat khusus :
Tergantung penyebab, misal diberikan tuberkulostatika
8. Kortikosteroid
Kadang-kadang diberikan pada kasus-kasus yang berat (konsolidi masif),
atelektasis, infiltrasi milier (dengan sesak dan sianosis), diberikan dalam jangka
pendek.
2.11 Komplikasi
Efusi parapneumonik
21
Empyema
Pneumatocele
Bronchiectasis
Abses paru
2.12 Prognosis
Sebagian besar pneumonia pada anak-anak sembuh dengan cepat dan sempurna,
pada pemeriksaan rontgen ditemukan hasil yang normal antara minggu ke 6-8. Sedangkan
sebagian kecil pneumonia pada anak-anak sembuh lebih lama (lebih dari 1 bulan) dan
mungkin berulang.3
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dari 1%. Tergantung pada umur anak,
beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti3:
- Apneu yang berkepanjangan
- asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi
- dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi
- disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung
congenital, cystic fibrosis pancreas dan immunodefisiensi
2.13 Pencegahan
Imunisasi dapat mengurangi insiden dari pneumonia yang penyebabnya dapat
dicegah dengan vaksin. Mengurangi lama penggunaan ventilator dan penggunaan
antibiotika hanya bila diperlukan dapat mencegah pneumonia. Meninggikan posisi kepala
30 hingga 45 derajat untuk mencegah aspirasi, peralatan suction dan larutan salin harus
steril. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan penggunaan sarung
tangan saat melakukan prosedur invasif dapat mencegah transmisi nosokomial dari
infeksi.3
- Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi,
hygienene4
- Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat,
bila mungkin menjauhkan infeksi.4
- Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent
pneumococcal, Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H. Influenza memiliki
22
jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin prophylaxis untuk
yang beresiko tinggi terkena.3
BAB III
LAPORAN KASUS
23
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Umur : 16 Bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pagak 04/02, Pasuruan, Jawa Timur
Tgl MRS : 18 September 2014 Pkl. 11.53 WIB
3.2 HETEROANAMNESA (IBU)
Keluhan utama :
Batuk dan sesak
Riwayat penyakit Sekarang :
Sesak mulai sehari sebelum MRS dan semakin memberat disertai batuk dan
jantung berdebar namun tidak disertai panas. Riwayat kejang, menggigil, dan
berkeringat pada malam hari disangkal. Dikatakan pasien semakin rewel dan
tampak lemas. Mual dan muntah tidak dialami pasien. Nafsu makan dan minum
pasien menurun sejak pasien sakit. Namun buang air besar dan buang air kecil
dikatakan biasa atau normal.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien memiliki riwayat sering sakit-sakitan dan batuk disertai dahak dan
terdengar bunyi grok-grok. Hal ini dirasakan sejak pasien berumur 6 bulan. Batuk
dikatakan memberat saat pagi hari. Sejak mengalami batuk, berat badan pasien
dikatakan naik turun. Riwayat minum ASI sejak pasien lahir sampai sekarang.
Sejak umur 6 bulan pasien diberi nasi tim dan susu formula dari puskesmas. Namun
berat badan tidak mengalami kenaikan walau sudah makan banyak. Kadang-kadang
pasien juga mengalami diare.
Riwayat pengobatan :
Pasien sudah pernah MRS sebanyak 2 kali. MRS pertama tanggal 26
Oktober 2013 dengan keluhan panas tinggi, mencret, batuk dan sempat tidak sadar.
Pasien dirawat selama 10 hari di rumah sakit, saat KRS kondisi pasien dikatakan
tidak membaik. Tanggal 11 November 2013 pasein kembali MRS dengan keluhan
24
batuk. Pasien dirawat selama 5 hari, saat KRS kondisi pasien dikatakan tidak
membaik.
Riwayat keluarga :
Ayah pasien dikatakan memiliki riwayat alergi, mengalami gatal-gatal saat
pagi hari. Kakek dan nenek pasien dikatakan memiliki riwayat sesak dan penyakit
paru-paru. Keluhan serupa tidak dialami oleh anggota keluarga lainnya.
Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama keluarganya di sebuah perkampungan. Keluarga
pasien berjumlah 4 orang yang tinggal serumah. Pasien adalah anak kedua dari dua
bersaudara. Pasien biasanya tidur satu kamar dengan ibunya. Dikatakan kamar tidur
pasien mendapatkan cahaya matahari yang cukup dan ventilasi udara yang cukup.
Di rumah tidak terdapat hewan peliharaan. Rumah pasien berada dekat dengan
pabrik rokok, tetapi ayah dan ibu pasien tidak pernah merokok. Dikatakan beberapa
anak tetangga juga mengalami gejala batuk-batuk, namun tidak mengalami gejala
penurunan berat badan.
.
Riwayat persalinan
Pasien lahir di puskesmas, spontan, langsung menangis, BBL: 3000 gram. Tidak
ada riwayat kuning maupun kebiruan.
Riwayat imunisasi :
Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, Polio 2 kali dan DPT 2 kali,
Hepatitis B 3 kali di puskesmas.
Riwayat nutrisi :
ASI murni : sejak lahir - sekarang
Susu formula : 6 bulan – sekarang
Bubur susu : 6 bulan – sekarang frekuensi 2-3 kali sehari
Nasi tim : 10 bulan – sekarang frekuensi 2-3 kali sehari
Makanan dewasa : belum
25
Riwayat tumbuh kembang :
Menegakkan kepala : 2 bulan
Berbalik : -
Duduk : -
Merangkak : -
Berdiri dengan bantuan : -
Berdiri sendiri ; -
Jalan : -
Berbicara : -
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status present :
Kesadaran : Composmentis
RR : 50x/menit
Nadi : 110 x/menit
T ax : 36,4 0C
Berat badan : 5,6 Kg
BBI : 10 kg
Waterlow : 56% (Gizi buruk)
Panjang Badan : 72 cm
TB/U : z-score < (-3)
BB/U : z-score < (-3)
BB/TB : z-score < (-3)
Lingkar kepala : 43 cm
Status general :
Kepala : Normocephali, UUB terbuka, cekung (-)
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor
THT :
o Telinga : Sekret (-)
o Hidung : Nafas Cuping Hidung (+)
Sekret jernih (+)
26
Mukosa cyanosis (-)
o Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Tonsil T1 / T1 hiperemis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-. Kaku kuduk (-)
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba MCL, RV Heave (-)
Perkusi : Batas kanan PSL kanan
Batas kiri MCL kiri
Batas atas ICS II
Auskultasi : S1S2 Normal regular, mur mur (-)
Po :
Inspeksi : Bentuk thorax normal.
Dada simetris statis dan dinamis
Retraksi Subcostal (-), Retraksi intercostal (-)
Palpasi : Fokal fremitus (-)
Perkusi : Sonor/Sonor
Aukultasi : wh +/+, rh +/+ basah kasar
Abdomen :
Inspeksi : Benjolan (-), Distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Perkusi : Asites (-), Nyeri ketok epigastrium (-)
Palpasi : Hepar / Lien teraba, nyeri tekan epigatrium (-)
Extremitas : akral hangat (+), sianosis (-)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Darah lengkap tanggal 18-09-2014:
Result Hasil Expected values Unit Rujukan
WBC 13,2 4,3-10,5 103/uL Tinggi
LYM 3,0 1,2-3,4 103/uL Normal
MID 1,3 0,1-0,6 103/uL Tinggi
27
GRA 8,9 1,4-6,5 103/uL Tinggi
LYM % 22,7 20,5-51,1 % Normal
MID% 9,8 1,7-9,3 % Normal
GRA% 67,5 42,2-75,2 % Normal
RBC 3,85 4,00-6,00 106/uL Rendah
HGB 10,9 11,0-16,0 g/dL Rendah
HCT 33,1 35,0-60,0 % Rendah
MCV 66,0 80,0-99,0 fL Normal
MCH 28,3 27,0-31,0 pg Normal
MCHC 32,9 33,0-37,0 g/dL Normal
RDW 14,1 11,6-13,7 % Normal
PLT 366 150-450 103/uL Normal
MPV 7,1 7,8-11,0 fL Normal
PCT 0,260 0,100-0,600 % Normal
PDW 14,3 8,0-25,0 % Normal
Darah lengkap tanggal 19-09-2014
Result Hasil Expected values Unit Rujukan
WBC 8,3 4,3-10,5 103/uL Normal
LYM 3,0 1,2-3,4 103/uL Normal
MID 1,2 0,1-0,6 103/uL Tinggi
GRA 4,7 1,4-6,5 103/uL Normal
LYM % 33,5 20,5-51,1 % Normal
MID% 14,0 1,7-9,3 % Tinggi
GRA% 52,5 42,2-75,2 % Normal
RBC 3,62 4,00-6,00 106/uL Rendah
HGB 10,3 11,0-16,0 g/dL Rendah
HCT 30,5 35,0-60,0 % Rendah
MCV 84,2 80,0-99,0 fL Normal
MCH 28,5 27,0-31,0 pg Normal
MCHC 33,8 33,0-37,0 g/dL Normal
28
RDW 13,8 11,6-13,7 % Normal
PLT 360 150-450 103/uL Normal
MPV 7,3 7,8-11,0 fL Rendah
PCT 0,263 0,100-0,600 % Normal
PDW 13,4 8,0-25,0 % Normal
Urinalisis tanggal 24-09-2014
Urine lengkap
-Glukosa
-Bilirubin
-Keton
-SG (Berat jenis)
-Blood
-pH
-Protein
-Urobilin
-Nitrit
-Leukosit
Sedimen
-Eritrosit
-Leukosit
-Epitel
Neg
Neg
Neg
1,005
Neg
6,0
Neg
Neg
Neg
Neg
0-1 plp
0-1 plp
0-2 plp
Imunologi 20 September 2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
T4 0,45 0,8-2 ng/ml
Hasil Pemeriksaan lab tanggal 19-09-214
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Albumin 4,8 3,8-5,1 gr/dl
Urea Nitrogen (BUN) 10 6-20 mg/dl
Serum Kreatinin 0,6 (L: <1,3) (P<1,3) mg/dl
29
Hasil Pemeriksaan lab tanggal 20-09-2014
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Endokrinologi/Hormon
T-4
TSH
64,64
6,08
64-154
0,25-5,0 iu/ml
Hasil Pemeriksaan lab tanggal 18-09-2014
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Faal Hati
SGOT
SGPT
23,4
10,0
(L: <39 P: <31) u/l
(L: <41 P: <31) u/l
Pemeriksaan Radiologi
=
Foto Thorax AP
Paru : Aerasi paru baik, infiltrat kedua paru
Cephalisasi (-)
Hilus : normal
30
Cor : tidak membesar, CTR normal
Aortic arch: tidak dilatasi
Mediastinum superior: tidak melebar
Sinus costophrenicus dan diafragma normal
Soft tissue normal dan skeletal system normal
Kesan: Tidak tampak cardiomegaly
Gambaran bronkopneumonia
3.5 DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia + Gizi buruk
3.6 PENATALAKSANAAN
MRS (rawat inap)
PLANNING
A. Planning Diagnostik :
Foto Ro Thoraks (AP)
B. Planning Monitoring :
Vital sign
Cairan masuk – cairan keluar
Tanda-tanda gagal nafas
3.7 FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN
Tabel 10. Follow up pasien di ruangan
Tanggal SOA Planning
18/9/201
4
S = Batuk (+), Sesak napas (+), Panas badan (-), muntah (-), tidur terganggu rewel (+) , makan - minum menurun, BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah
Tx
Inf. D5 ½ 6tpm
Inj. Vicc 3x250 mg
Gentamicin 1x20 mg
Dexamethason 3x1 mg
31
Kesadaran: Composmentis RR : 58 x/menit irreguler Nadi : 130 x/menit T ax : 37oC
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (+) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
BU (+) N, H/L ttb Extremitas : akral hangat
(+), oedema (-)
A : Bronchopneumonia + Gizi Buruk
Antrain 2x75 mg
Nebul PZ ventolin ½ respul
2x berurutan di IGD selang
15 menit, lanjut di ruangan
tiap 6 jam
Pasang sonde
Pdx
DL, SGOT, SGPT, Rapid Test
19/9/201
4
S = Batuk (+), Sesak napas (+), Panas badan (+), muntah (-), tidur terganggu rewel (+) , makan - minum menurun, BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah Kesadaran: Composmentis RR : 52 x/menit irreguler Nadi : 130 x/menit T ax : 38,2oC
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (+) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
BU (+) N, Hepatomegali (+) Extremitas : akral hangat
(+), oedema (-)
A:Bronchopneumonia + Gizi Buruk
Tx
Inf. D5 ½ NS 200cc/24jam
Inj. Ceftriaxon 500mg drip
NS 30cc selama 30 menit
Dexamethason 3x1mg
Ranitidin 2x6 mg
Santagesik 3x75mg
PO: Paracetamol 4x3cc
Vit. A 200.000 IU
Folavit/zinc/BC/C/E
Nebul PZ Ventolin ½
respul/6 jam
F75 8x50cc
Pdx
Hapusan, Ur: Kreatin,
albumin, mantoux test
20/9/201 S = Batuk (+), Sesak napas (+) menurun, Tx
32
4 Panas badan (+), muntah (-), tidur terganggu rewel (+) , makan - minum menurun, BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah Kesadaran: Composmentis RR : 50 x/menit Nadi : 125 x/menit T ax : 37,8oC
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (-) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
BU (+) N, H/L ttbExtremitas : akral hangat (+), oedema (-)
A : Bronchopneumonia + Gizi buruk
Inf. D5 1/11 NS
200cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon
2x500 mg
Dexamethason 3x1mg
Ranitidin 2x6mg
Santagesik 3x75mg
PO: Paracetamol
Folavit
Nebul PZ
ventolin ½ respul/6jam
F75 8x75cc
Pdx
T3, T4, TSH
21/9/201
4
S = Batuk (+), Sesak napas (+), Panas badan (+), muntah (-), tidur terganggu rewel (+) , makan - minum menurun, BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah Kesadaran: Composmentis RR : 48x/menit Nadi : 120 x/menit T ax : 38,2oC
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (-) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
Tx
Inf. D5 1/11 NS
200cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon
2x500 mg
Dexamethason 3x1mg
Ranitidin 2x6mg
Santagesik 3x75mg
PO: Paracetamol
Folavit
Nebul PZ
ventolin ½ respul/6jam
F75 8x75cc
33
BU (+) N, H/L ttbExtremitas : akral hangat (+), oedema (-)
A : Bronchopneumonia + Gizi Buruk
22/9/201
4
S = Batuk (+), Sesak napas (+), Panas badan (+), muntah (-), tidur terganggu rewel (+) , makan - minum menurun, BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah Kesadaran: Composmentis RR : 46 x/menit Nadi : 128 x/menit T ax : 38,2oC
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (-) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
BU (+) N, H/L ttbExtremitas : akral hangat (+), oedema (-)
A : Bronchopneumonia + Gizi Buruk
Tx
Inf. D5 1/11 NS
200cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon
2x500 mg
Ranitidin 2x6mg
Santagesik 3x75mg
PO: Paracetamol
Folavit
Nebul PZ
ventolin ½ respul/6jam
F75 8x75cc
23/9/201
4
S = Batuk (+), Sesak napas (-), Panas badan (-), muntah (-), tidur terganggu rewel (-) , makan - minum (+), BAB (+), BAK (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : lemah Kesadaran: CM RR : 32 x/menit irreguler Nadi : 122 x/menit isi
cukup T ax : 36,5oC
Tx
Inf. D5 1/11 NS
200cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon
2x500 mg
Ranitidin 2x6mg
Santagesik 3x75mg
PO: Paracetamol
Folavit
Nebul PZ
34
Status general : Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
PCH (-) Leher: pembesaran KGB
(-) Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, mur mur (-) Po : Rh +/+, Wh +/+ Abdomen : Distensi (-),
BU (+) N, H/L ttbExtremitas : akral hangat (+), oedema (-)
A : Bronchopneumonia + Gizi Buruk
ventolin ½ respul/6jam
F100 8x75cc
Pdx
2 minggu cek T3, FT4,
TSH ulang
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien, S, Perempuan, 16 bulan, didiagnosis dengan Bronco Pneumonia dan Gizi Buruk.
Penegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.
Perbandingan Teori dan Kasus
Teori Kasus
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari riwayat
penyakit seperti adanya demam, batuk,
sesak, tubuh kebiruan dan gejala-gejala
lain.
Selain itu dicari pula faktor-faktor
risiko dari penyakit ini seperti
- Adanya riwayat menderita
infeksi saluran napas akut
bagian atas sebelumnya
- Paparan asap rokok
- Malnutrisi
- Riwayat kelahiran prematur
Anamnesis
Pasien dikeluhkan batuk sejak usia 6
bulan. Batuk disertai dahak dan bunyi
grok-grok. Sesak juga dialami pasien
sehari sebelum MRS.
Pasien dikeluhkan batuk sejak 1 bulan
SMRS. Batuk disertai dahak yang
dikeluhkan sulit untuk dikeluarkan.
Batuk timbul terutama pada malam
hari (udara dingin), tidak ada tanda-
tanda kebiruan. Pasien juga dikeluhkan
panas badan sejak 3 hari SMRS. Suhu
tertinggi yang terukur oleh ibu 390C.
35
- Berat badan lahir rendah
(<2500 gram),
- Asi non ekslusif
- Kurangnya imunisasi campak
- Pengalaman ibu sebagai
pengasuh
- Penyakit penyerta misalnya
diare, penyakit jantung, asma.
- Riwayat atopi pada keluarga.
- Kelembaban udara dan udara
dingin
- Keadaan sosial ekonomi.
- Penyakit-penyakit seperti
kelainan kardiopulmoner atau
sistem imun.
Pasien memiliki riwayat sering batuk
pilek. Hal ini dirasakan sekitar 2 bulan
sekali. Namun batuk pilek dialami
paling lama satu minggu baru
mengalami perbaikan. Batuk terjadi
apabila udara dingin, disertai bunyi
grok-grok dan pada saat tidur pasien
dikatakan juga terdengar bunyi grok-
grok.
Ibu pasien memiliki riwayat alergi
obat, serta bersin-bersin pada pagi hari.
Nenek pasien dikatakan memiliki
riwayat penyakit asma.
Pasien tidak mendapatkan ASI
ekslusif.
Ayah pasien adalah seorang perokok.
Dikatakan kamar tidur pasien
mendapatkan kurang cahaya matahari
(sedikit gelap), lembab, dan ventilasi
udara kurang.
Tidak terdapat penyakit penyerta
lainnya pada pasien.
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksan fisik dapat dijumpai
suhu tubuh yang tinggi (≥38,50C),
takipneu, retraksi (subkostal,
interkostal, suprasternal), napas cuping
hidung, sianosis, deviasi trakea, tanda-
tanda terdapatnya konsolidasi seperti:
ekspansi dada yang berkurang;
peningkatan vokal fremitus, suara
redup yang terlokalisir pada perkusi;
suara napas yang melemah, bronkial
Pemeriksaan Fisik
Suhu terukur 36,5 0C (dengan obat penurun
panas) karena malam sebelumnya pasien
demam tinggi dengan suhu 390C. Tidak
terdapat takipneu, retraksi subcostal, napas
cuping hidung, sianosis, deviasi trakea,
tanda-tanda terdapatnya konsolidasi seperti:
ekspansi dada yang berkurang; peningkatan
vokal fremitus, suara redup yang terlokalisir
pada perkusi; suara napas yang melemah.
Suara nafas Bronkovesikuler. Namun dapat
36
atau bronkovesikuler, rhonki, wheezing
dapat terdengar pada auskultasi.3,4,5,6,7
terdengar rhonki basah kasar dan wheezing
pada auskultasi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan
secara makroskopis dan
mikroskopis. secara makroskopis
diperiksa warna, kenampakan,
jumlah, bau, ada tidaknya darah
dan lain-lain. Pemeriksaan
mikroskopis dapat dilakukan
dengan pewarnaan Gram dan
diperiksa ada tidaknya sel
leukosit PMN, dan juga
mikroorganisme yang seharusnya
sesuai dengan hasil kultur.
Darah tepi
Tergantung penyebab, pada
infeksi oleh bakteri leukosit
cenderung naik, sedangkan
infeksi oleh virus leukosit tidak
terlalu meningkat
Kultur
Kultur darah jarang positif, kultur
dari cairan pleura atau pungsi
paru mempunyai korelasi yang
baik, sedangkan kultur dari
saluran napas hasilnya kurang
dapat dipercaya.
Kadang diperlukan
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan sputum dan
kultur darah pada pasien ini.
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan
leukositosis dengan dominan neutrofil
dimana mengindikasikan infeksi bakteri.
Terdapat juga peningkatan basofil yang
mengindikasikan adanya reaksi alergi akibat
pengeluaran histamin.
Pada pemeriksaan rontgen thorax ditemukan
gambaran infiltrate pada kedua lapang paru
serta ditemukan air bronchogram.
37
pemeriksaan khusus seperti tes
alergi, tes tuberkulin.
b. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen thorak
anteroposterior dan lateral untuk
memvisualisasikan infiltrat di
sekitar jantung atau diafragma
dan juga untuk melokalisasi
segmen paru yang sakit. Pada
bronkopneumonia didapatkan
bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus. Pada foto
rontgen juga dapat dilihat
komplikasi seperti pleuritis,
atelektasis, abses paru,
pneumatokel, pneumotorak,
pneumomediastinum atau
perikarditis.
Bronkopneumonia merupakan tipe pneumonia dimana keradangan paru terlokalisir
pada bronkiolus dan alveolus disekitarnya. Pada bronkopneumonia terdapat produksi
eksudat mukopurulen yang mengakibatkan sumbatan beberapa saluran napas kecil dan
juga mengakibatkan konsolidasi yang ”patchy” dari lobulus-lobulus disekitarnya.
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan dan banyak diderita anak-anak
diseluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa.
Penyebab paling sering pada usia 4 bulan- 5 tahun adalah bakteri (Streptococcus
pneumonia, Chlamydia pneumoniae,Mycoplasma pneumoniae) dan Virus (RSV, Influenza
virus, Parainfluenza virus, Adenovirus, Rhinovirus, Measles virus). Pada anamnesis kita
dapatkan Pasien dikeluhkan batuk disertai dahak sejak 1 bulan SMRS, pasien juga
dikeluhkan panas badan sejak 3 hari SMRS. Suhu tertinggi yang terukur oleh ibu 390C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah kasar dan wheezing pada auskultasi. Pada
38
pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis dengan dominan neutrofil dimana
mengindikasikan infeksi bakteri. Tidak dilakukan kultur darah pada pasien ini, namun
kemungkinan penyebab dari pneumonia yang tersering adalah Streptococcus pneumonia,
Chlamydia pneumoniae,Mycoplasma pneumoniae. Pada pemriksaan rontgen thorax
ditemukan gambaran infiltrate pada kedua lapang paru serta ditemukan air bronchogram
yang merupakan diagnosis pasti dari broncopneumonia.
Hiperaktifitas bronkus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia
pada bayi dan anak. Hipereaktifitas bronkus bias dilihat dari adanya riwayat atopi pada
keluarga pasien. Pada pasien ini, terdapat riwayat atopi, ibu pasien memiliki riwayat alergi
obat, serta bersin-bersin pada pagi hari. Nenek pasien dikatakan memiliki riwayat penyakit
asma.
Terdapat pula terjadinya faktor risiko lain terjadinya pneumonia yaitu pasien tidak
mendapatkan ASI ekslusif, ayah pasien adalah seorang perokok, dikatakan kamar tidur
pasien mendapatkan kurang cahaya matahari (sedikit gelap), lembab, dan ventilasi udara
kurang.
Pengobatan pada pneumonia meliputi pengobatan spesifik dan suportif berupa
oksigenasi, humiditas, deflasi abdomen, cairan dan makanan bergizi, Pengobatan
simptomatis berupa antipiretika, mukolitik/ ekspektorans, antifusif, antikonvulsan antiviral
/ antibiotika, dan kortikosteroid. Antibiotika yang diberikan pada usia 6 bulan – 6 tahun
dalam kondisi rawat inap adalah Seftriakson atau nafsilin + kloramfenikol, apabila
berdasarkan perkiraan asal infeksi dari lingkungan berupa apabila ringan digunakan
Aminopenisilin: amoksisilin atau makrolid: eritomisin, apabila berat digunakan
Sefalosporin generasi II/II: sefuroksim + makrolid: eritomisin. Pada pasien ini diberikan
terapi suportif dan simptomatis yaitu antipiretika Sanmol 3 x 2/3 cth PO Inj. Cefotaxim 3 x
250 mg IV, Dexamethason 3 x 1/3 mg PO, Bisolvon syrup 3 x 1/3 cth PO ,Ventolin nebule
½ + NaCl 2cc @ 8 jam.
Sebagian besar pneumonia pada anak-anak sembuh dengan cepat dan sempurna,
pada pemeriksaan rontgen ditemukan hasil yang normal antara minggu ke 6-8. Sedangkan
sebagian kecil pneumonia pada anak-anak sembuh lebih lama (lebih dari 1 bulan) dan
mungkin berulang.3 Pada pasien ini prognosis pada umumnya baik dilihat dari respon terapi
yang baik ditandai dengan tidak adanya keluhan demam, batuk yang sudah mulai
berkurang serta pada pemeriksaan fisik ditemukan suara rhonki yang menurun dan suara
39
wheezing yang sudah tidak terdengar serta tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi serta
sesak nafas.
BAB V
KESIMPULAN
Adapun simpulan dari responsi kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia dan Hipreaktivitas Bronkus dikarenakan
anamnesis ditemukan keluhan batuk dan demam dari anamnesis. Pemeriksaan fisik
ditemukan rhonki dan wheezing pada auskultasi dada.
2. Hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan gambaran leukositosis dengan dominan
peningkatan neutrofil yang mencerminkan adanya infeksi bakteri, peningkatan eosinofil
dan basofil yang mencerminkan adanya reaksi alergi.
3. Terapi yang diberikan untuk pasien adalah antibiotik, anti inflamasi, pengencer dahak
dan bronkodilator.
4. Prognosis pasien ini tergolong baik, karena respon tubuh pasien terhadap pengobatan
baik, pada followup terakhir sudah tidak ditemukan adanya demam, rhonki dan wheezing.
40