Post on 08-Feb-2016
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan radiology maju dengan pesat sekali sejalan dengan kemajuan ilmu
kedokteran dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.Kemajuan ini dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi fisika, kimia, biologi, elektronik, komputer dan sebagainya.
Pelayanan kesehatan diantaranya didukung oleh pelayanan diagnostik di dalam
penegakan diagnosa suatu kelainan dalam tubuh pasien ,baik secara anatomi maupun
fisiologi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam setiap pembuatan radiograf
( pemeriksaan radiologi) seperti ; tekhnik posisi pasien, faktor eksposi yang harus
diberikan dalam pembuatan suatu radiograf, proteksi terhadap bahaya radiasi, sehingga
radiograf yang dihasilkan dapat memberikan informasi sesuai dengan yang diharapkan
oleh dokter ahli radiologi untuk menegakan diagnosa terhadap suatu penyakit.
Misalnya pada kasus ‘hipertropi adenoid’ , adenoid adalah kelompok jaringan
limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring ( ballinger,1999).
Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami
hpertropi fisiologis terjadi pada umur 3 tahun. Karena adenoid membesar, terbentuklah
pernafasan melalui mulut.
2
Fungsi pembuatan radiograf pada kasus hipertrofi adenoid adalah untuk
menghitung rasio adenoid nasofaring. Rasio adenoid nasofaring dapat dihitung dengan
rumus RA (Rasio Adenoid) = A/N. Nilai A merupakan jarak dalam antara konveksitas
maksimum bayangan adenoid dan garis lurus sepanjang tepi anterior basis oksipitus os
oksipitalis. Nilai N merupakan jarak tepi posterior platum durum dengan tepi sinkondolis
sefenobasis oksipitalis. (Lusted, 1992)
Proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan radiografi adenoid pada pasien
hipertropi adenoid adalah proyeksi lateral nasopharynx dengan tekhnik soft tissue,
Eksposi pada teknik radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid dilakukan selama
pasien mengambil nafas dalam-dalam dari hidung, (Ballinger,1999).
Pada saat penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Instalasi
Radiologi RSUD DR. Syaiful Anwar, penulis sering menemui surat permintaan
pemeriksaan radiologi skull lateral soft tissue pada pasien hipertropi adenoid, Eksposi
pada tekhnik radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid dilakukan tanpa instruksi
kepada pasien untuk mengambil nafas dalam-dalam dari hidung Tekhnik ini biasa
dikerjakan dengan posisi pasien berdiri atau duduk disamping kaset dan mulut terbuka
(open mouth). Tekhnik soft tissue adalah tekhnik radiografi dengan menggunakan kV
rendah, kV yang digunakan dikurangi 15-20 kV dari kondisi normal. Penggunaan kV
yang rendah pada ekhnik ini harus dikombinasikan dengan nilai mAs (mili amper second)
yang tinggi.
Dengan posisi pasien yang berdiri atau duduk disamping kaset maka terdapat
jarak antara obyek dengan film (Obyek Film Distance (OFD), dimana jarak antara obyek
3
dengan film (OFD) tidak sama dengan nol sehingga menimbulkan magnifikasi
radiography dan meningkatnya ketidak tajaman geometri.
Magnifikasi radioghraphy adalah proses membuat suatu sehingga nampak lebih
besar serta dengan menggunakan lensa atau rasio atau ukuran yang nampak ( bayangan )
dengan ukuran yang sebenarnya ( Curry, 1984). Sedangkan pengertian geometri adalah
ketidaktajaman akibat adanya penumbra yang disebabkan oleh faktor geometri.
Untuk mendapatkan radiograf yang dapat memberikan informasi yang jelas dan
tepat perlu diperhatikan juga faktor-faktor yang erat kaitanya dengan hasil radiograf
diantaranya yaitu; kV (kilo volt), mAs(mili Ampere Second), jarak pemotretan , jenis
film, jenis intensifying screen, struktur obyek dan proses pengolahan film.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut
dalam Laporan Kasus dengan judul “ TEKHNIK RADIOGRAFI ADENOID PADA
PASIEN HIPERTROPI AENOID DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Dr. SAIFUL
ANWAR MALANG”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu:
1. Bagaimana prosedur tekhnik radiografi adenoi pada pasien hipertropi adenoid di
Instalasi Radiologi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang ?
4
2. Bagaimana tekhnik pemberian faktor eksposi untuk kondisi soft tissue pada tekhnik
radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Syaiful Anwar Malang ?
3. Mengapa tekhnik radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang tidak ada pemberian instruksi kepada
pasien untuk mengambil nafas dalam dari hidung selama eksposi ?
.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan hasil penelitian ini adalah :
1.3.1 Tujuan umum
Untuk menegakan diagnosa berdasarkan informasi yang di berikaan oleh
dokter sehinga dapat mengurangi kesalahan tindakaan selanjutnya
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pemberian faktor eksposi untuk kondisi soft tissue pada
tekhnik radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang
2. Untuk mengetahui tekhnik radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoid
di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang tidak ada pemberian
instruksi kepada pasien untuk mengambil nafas dalam dari hidung selama
eksposi.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan hasil penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagi Instalasi Radiologi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang
Dapat digunakan sebagai masukan untuk menambah pemahaman tentang tekhnik
radiografi adenoid pada pasien hipertropi adenoi
1.4.2 Bagi institusi STIKes Widya Cipta Husada
Dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi Mahasiswa STIKES Widya Cipta
Husada khususnya Mahasiswa Program Studi D3 Radiodiagnostik dan radioterapi
lebih memahami tentang tekhnik radigrafi adenoid pada pasien hipertrofi adenoid
1.4.3 Bagi Ilmu pengetahuan
Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai tekhnik
radiografi adenoid pada pasien hipertrofi adenoid
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hasil penelitian ini adalah
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang anatomi fisiologi, patologi dan teknik pemeriksaan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.
6
BAB V PENUTUP
berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Menurut Syaifudin (1997), Anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan
susunan tubuh tubuh baik secara keseluruhan maupun bagin-bagian secara hubungan alat
tubuh yang satu dengan yang lain.
2.1.1 Anatomi Kelenjar adenoid
Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring (Ballinger, 1999). Nasofaring berada di belakang bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). (Ballinger, 1999). Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo, 1987).
Gambar 1 Anatomi kelenjar adenoid (Ballinger,1999)
8
2.1.2 Fisiologi kelenjar adenoid
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi,waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi
Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid
bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai
bagian penting system pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari invasi
kuman mikroorganisme dan molekul asing
2.2 Pembesaran Kelenjar adenoid ( hipertropi adenoid)
Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak kanak akan mengalami hipertrofi
fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. Karena adenoid membesar, terbentuklah pernafasan melalui
mulut. Pada umur 5 tahun, dimana anak mulai memasuki usia sekolah dan lebih terbuka
kesempatannya untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran
adenoid dan akan menciut selama usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang
keseluruhannya pada usia pubertas (Parcy, 1989).
Pembesaran kelenjar adenoid menimbulkan beberapa gangguan;
1. Obstruksi nasi
Hipertrofi adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga
ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernafas melalui mulut.
2. Fasies adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid
mempunyai tampak muka karekteristik. Tampakan klasik tersebut meliputi:
9
Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun
sering juga muncul pada anak anak yang minum susu mengisap dari botol dalam
jangka panjang.
Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang (hipoplastik), sudut alveolar atas
lebih sempit, arcus palatum lebih tinggi.
3. Efek pembesaran adenoid pada telinga
Hubungan pembesaran adenoid atau adenidilitis rekuren dengan otitis media efusi
telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone.
Penelitian lain juga menunjukan adanya hubungan erat antara pembesaran adenoid
dengan telinga oleh Maw Bulman, Brook, Berry bahwa terjadi penurunan signifikan
otitis media efusi rekuren pada anak pasca adenoidektomi.
4. Sleep apnea
Sleep apnea merupakan gangguan atau kelainan yang ditandai dengan reduksi
bahkan penghentian nafas selama tidur. Sleep apnea pada anak pertama kali
diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen
pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea
dapat terjadi akibat adanya obstruksi sentral atau campura.
2.3 Radiodiagnostik
Radiodiagnostik merupakan bagian dari cabang ilmu radiologi yang memanfaatkan sinar
pengion (Sinar X) untuk membantu diagnosa dalam bentuk foto yang bisa didokumentasikan
(Rusdy, 2006). Sinar x merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dngan panjang
gelombang yang sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang visible light dan
besar energinya yang berkisar 100eV-100eKV
10
2.3.1 Sifat sifat Sinar-X
Mempunyai daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan dengan
daya tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses radiografi.
Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan
Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film setelah
diproses di kamar gelap.
Mempunyai sifat berionisasi.Efek primer sinar X apabila mengenai suatu bahan
atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan zat tersebut.
Mempunyai efek biologi. Sinar X akan menimbulkan perubahan-perubahan
biologi pada jaringan. Efek biologi ini digunakan dalam pengobatan radioterapi.
11
2.4 Teknik Pemeriksaan
Proyeksi yang dilakukan pada pemeriksaan Kneeadalah proyeksi AP dengan sentrasi
menyudut 50 cephalad, tegak lurus, dan 5º caudal( Rusdy Ghazali, 2006 )
2.4.1 Knee Proyeksi AP
1. Posisi Pasien
Letakkan pasien dalam posisi supine dan atur tubuh agar panggul tidak
berotasi.
2. Posisi Obyek
1. Dengan kaset dibawah lutut pasien, letakkan apex patella, dan setelah pasien
meregangkan lutut, pusatkan kaset sekitar ½ inci di bawah patella apex, ini
akan memusatkan kaset pada persendian.
2. Atur leg dengan menempatkan femoral condyle paralel dengan kaset untuk
sebuah proyeksi true AP. Patella akan berada sedikit tidak terpusat untuk sisi
medial. Jika lutut tidak dapat meregang dengan penuh, sebuah kaset kurva
dapat digunakan.
3. Shield gonad.
3. Central Ray
1. Central ray diarahkan ke sebuah titik ½ inci inferior ke patella apex.
12
2. Tergantung pada ASIS terhadap pengukuran ujung meja, arahkan central ray
seperti berikut :
a. Tegak lurus untuk pasien sthenic saat pengukuran antara 19 dan 24 cm.
b. 5 derajat chepalad untuk pasien hypersthenic, saat pengukuran lebih besar
dari 24 cm.
c. 5 derajat caudad untuk pasien asthenic saat pengukuran kurang dari 19 cm.
3. ketika meradiograf ujung distal tulang paha atau ujung-ujung proksimal tibia
dan fibula. Central ray dapat diarahkan tegak lurus terhadap persendian.
Gambar 2.4.1 a Posisi Pasien
4. Struktur Gambaran
Gambar hasil akan menunjukkan sebuah proyeksi AP struktur knee.
13
5. Kriteria Evaluasi
1. Terbukanya persendian femoratibial.
2. Lutut hasil ektensi jika kondisi pasien mengijinkan.
3. Jika lutut normal, interspace harus sama dengan kelebaran pada kedua sisi.
4. Patella secara lengkap tersuperimposisi pada os femur.
5. Tidak ada rotasi os femur dan os tibia.
6. Sedikit superposisi kepala fibular dari tibia normal.
7. Soft tissue dan detail trabecular.
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 2.4.1 b Kriteria Gambaran
Input
Pasien Kaset Film Pesawat x-ray
Proses
Melakukan pemeriksaan knee
joint dengan melakukan variasi
Output
Gambaran knee joint dengan perlakuan variasi penyudutan
50 caudal, tegak
14
2.6 Devinisi Oprasional
2.6.1 Input Oprasional
Pasien adalah obyek yang akan periksa pada knee joint.
Kaset adalah tempat film sebelum melakukan proses pemeriksaan radiografi.
Film adalah lapisan yang mengandung Ag Br ( Perak Bromida), yang merupakan
media untuk menangkap atenuasi x-ray dan memfisualisasikannya setelah diproses
secara kimiawi.
Pesawat x-ray adalah seperangkat alat yang dapat menghasilkan x-ray untuk
kebutuhan diagnostik
Prosesing film adalah suatu proses kimiawi yang mereduksi ion-ion Ag+ dan Br-
untuk mengubah gambaran laten yang terbentuk menjadi gambaran yang dapat
dilihat dengan mata.
2.6.2 Proses
Input
Pasien Kaset Film Pesawat x-ray
Proses
Melakukan pemeriksaan knee
joint dengan melakukan variasi
Output
Gambaran knee joint dengan perlakuan variasi penyudutan
50 caudal, tegak
15
Proses ini melakukan pemeriksaan knee jointdengan melakukan variasi penyudutan
50 caudal, tegak lurus, dan 50 chepalat pada pasien kurus, sedang, dan gemuk.
2.6.3 Output
Pada hasil output akan didapat gambarknee joint dengan perlakuan 50 caudal, tegak lurus,
dan 50 chepalat pada pasien kurus, sedang, dan gemuk
2.7 Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi dimaksudkan agar orang yang berada di dalam maupun di luar
ruang pemeriksaan terhindar dari bahaya radiasi. Adapun ketentuan dosis radiasi untuk
masyarakat umum, pasien dan pekerja radiasi ( BAPETEN, 2001 ) :
2.7.1 Proteksi radiasi untuk masyarakat umum :
- Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau
1/10 dari pekerja radiasi
- Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain
lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
- Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan berada di dalam ruang
pemeriksaan pada waktu eksposi
- Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa sehingga radiasi
hambur dapat diserap.
2.7.2 Proteksi radiasi untuk pasien
- Membatasi luas lapangan penyinaran
- Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini seharusnya dilakukan
pada pasien.
16
- Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang akan
diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
- Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya
pengulangan pemotretan.
2.7.3 Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
- Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun
- Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama eksposi
- Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi
- Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
- Gunakan alat pengukur radiasi
- Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada
kemungkinan bocor/rusak.
BAB III
17
METODOLOGIPENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah menggunakan desain analisa deskriptif yang
bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan gambaran radiograf knee joint proyeksi
AP antara orang kurus, sedang dan gemuk ditinjau dari terbukanya joint space yang
optimal.
3.2 Populasi dan Sample
Pada penelitian ini menggunakan populasi semua pasien yang melakukan
pemeriksaan kneee joint di Instalasi Radiologi dengan sample pengambilan tiga pasien tiga
pasien dengan klasifikasi kurus, sedang, dan gemuk.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) dr. Saiful Anwarberlokasi di Malang pada bulan April 2012.
3.4 Alat dan Bahan
Dalam pemeriksaan ini memerlukan alat dan bahan yang sangat berkaitan erat
dengan pemeriksaan ini diantaranya :
a) Pesawat Rontgen
Jenis : Conventional unit
Merek : Shimadzu
18
Arus Maks : 500 mA
Tegangan : 120 kV
Input : 220 Volt
Nomor Seri : 62193413
b) Kaset dan Film Rontgen
Merk : Centuria
Jenis Film : Double Emulsi
Kaset dan film Rontgen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah green
sensitive yang memiliki ukuran yaitu 30 x 40 cm, berjumlah 3buah.
c) Marker
Marker atau penandaan yang terbuat dari timbal dengan huruf R atau L sangat
penting untuk menghindari kesalahan diagnosa.
d) Processing
Pemprosesan film di Instalasi RadiologiRSUDdr. Saiful AnwarMalangs,
menggunakan automatic processing.
3.5 Prosedur penelitian
1. Pengklasifikasikan pasien (kurus, sedang dan gemuk)
2. Nyalakan pesawat rontgen
3. Siapkan kaset dan film
19
4. Atur faktor eksposi :
5. Letakkan kaset di atas meja pemeriksaan / examination table
6. Atur posisi pasien
7. Atur kolimasi, sehingga kaset dapat dibagi menjadi tiga bagian.
8. Lakukan eksposi
9. Ulangi hingga 3 kali dengan faktor eksposi yang sama .
10. Kemudian cuci film dengan processor automatic.
11. Membuat kesimpulan dari expertise Radiographer.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan menggunakan :
3.6.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan diambil dari referensi-referensi yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.6.2 Observasi
Mengumpulkan data dengan pengamatan langsung di lapangan dan mencatat hal-hal
yang berkaitan dengan teknik pemeriksaan knee joint proyeksi AP.
3.7 Analisa Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisa secara kualitatif deskriptif berdasarkan
expertiseradiographper. Hasil pencatatan dibandingkan dan dianalisaantara hasil gambaran
radiografi knee joint orang kurus, sedang dan gemuk. Dari hasil perbandingan tersebut kita
20
dapat mengetahui teknik pemeriksaan yang paling tepat untuk melihat terbukanyajoint
space.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Bagaimana Teknik Pemeriksaan Knee Joint Dengan Variasi CR Tegak Lurus, 5º
Caudal Dan 5º Chepalad.
Pada penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat terbukanya
interspace pada knee joint , hal ini bertujuan untuk melihat adanya patologi pada knee
joint seperti fraktur, osteoarthritis dan kelainan lain yang telah disebutkan pada bab
II di atas.
Pada pemeriksaan knee joint ini penulis melakukan penelitian dengan
variabel bebas adalah variasi CR tegak lurus, 5oCaudal dan 5oChepalad sedangkan
variabel terikatnya yaitu pada masing-masing variasi penyudutan dilakukan dengan
faktor eksposi yang sama. Dan juga satu pasien yang dilakukan dengan tiga kali
pemeriksan dengan variasi CR tegak lurus, 5oCaudal dan 5oChepalad.
1. Eksperimen Teknik Pemeriksaan Knee Joint Dengan Pasien Kurus
Identitas Pasien
Nama : Mr. K
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 42 Kg
22
Tinggi badan : 158 cm
Jenis pemeriksaan : Knee ProyeksiAP
Tanggal pemeriksaan : 22 Oktober 2010
Teknik Pemeriksaanpada Orang Kurus
Pada pemeriksaan ini dilakukan dalam beberapa tahap atau langkah-
langkah pemeriksaan yaitu :
Film : 30 X 40 cm (melintang dibagi tiga dan memakai grid)
Posisi Pasien : Pasien dalam posisi supine.
Posisi Obyek : Dengan pasien berada pada posisisupine, atur tubuh
sehingga benar-benar true AP. Atur kedua knee dextra
berada di pertengahan kaset, dan kakisinistradijauhkan
secukupnya.Bagi kaset menjadi tiga bagian untuk tiga
kali ekspose. Arahkan pertengahan film setinggi apices
patella.Gunakan shield gonad sebagai proteksi radisi
terhadap pasien.
Central Point : Pada apicespatella
Central Ray : - 5º caudally apicespatella
- Vertical tegak lurus kaset
- 5º chepalad apicespatella
23
Kriteria gambar : - Tampak bagian distal Os femur dan bagian proksimal
os tibia, dan fibula.
- Tampak knee joint.
-Kneetidak rotasi.
- Sedikit superposisi kepala fibular dan tibia.
- Interspacefemorotibial joint terlihat sedikit terbuka
pada CR 5º chepalad, agak terbuka pada CR tegak
lurus dan terbuka pada CR 5º caudal.
Table 1. Faktor Eksposi yang Digunakan pada Orang Kurus
No. Tegangan (kV) Arus
(mA)
Waktu
(s)
FFD
(cm)
CR
1 74 200 0.08 100 Tegak Lurus
2 74 200 0.08 100 5º Caudal
3 74 200 0.08 100 5º Chepalad
24
Gambar 4.1 Knee Joint Pada Orang Kurus
2. Eksperimen Teknik Pemeriksaan Knee Joint Dengan Pasien Sedang
Identitas Pasien
Nama : Mr. s
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 167 cm
Jenis pemeriksaan : Knee ProyeksiAP
Tanggal pemeriksaan : 23 Oktober 2010
Teknik Pemeriksaan pada Orang Sedang
25
Pada pemeriksaan ini dilakukan dalam beberapa tahap atau langkah-
langkah pemeriksaan yaitu :
Film : 30 X 40 cm (melintang dibagi tiga dan memakai grid)
Posisi Pasien : Pasien dalam posisi supine.
Posisi Obyek :Dengan pasien berada pada posisisupine, atur tubuh
sehingga benar-benar true AP. Atur kedua knee
sinistraberada di pertengahan kaset, dan kakidextra
dijauhkan secukupnya.Bagi kaset menjadi tiga bagian
untuk tiga kali ekspose. Arahkan pertengahan film
setinggi apices patella.Gunakan shield gonad sebagai
proteksi radisi terhadap pasien.
Central Point : Pada apicespatella
Central Ray : - 5º caudally apicespatella
- Vertical tegak lurus kaset
- 5º chepalad apicespatella
Kriteria gambar :- Tampak bagian distal Os femur dan bagian proksimal
os tibia, dan fibula.
- Tampak knee joint.
-Kneetidak rotasi.
26
- Sedikit superposisi kepala fibular dan tibia.
- Bukaan interspace femorotibiotalar joint terlihat agak
terbuka pada CR 5º chepaladdan CR 5º caudal dan
terbuka pada CR tegak lurus.
Table 2. Faktor Eksposi yang Digunakan pada Orang Sedang
No. Tegangan (kV) Arus
(mA)
Waktu
(s)
FFD
(cm)
CR
1 76 200 0.08 100 Tegak Lurus
2 76 200 0.08 100 5º Caudal
3 76 200 0.08 100 5º Chepalad
Gambar 4.2 Knee Joint Pada Orang Sedang
3. Eksperimen Teknik Pemeriksaan Knee Joint Dengan Pasien Sedang
27
Identitas Pasien
Nama : Mr. G
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 58 Kg
Tinggi badan : 160 cm
Jenis pemeriksaan : Knee ProyeksiAP
Tanggal pemeriksaan : 30 Oktober 2010
Teknik Pemeriksaan pada Orang Gemuk
Pada pemeriksaan ini dilakukan dalam beberapa tahap atau langkah-
langkah pemeriksaan yaitu :
Film : 30 X 40 cm (melintang dibagi tiga dan memakai grid)
Posisi Pasien : Pasien dalam posisi supine.
Posisi Obyek :Dengan pasien berada pada posisisupine, atur tubuh
sehingga benar-benar true AP. Atur kedua knee
sinistra berada di pertengahan kaset, dan kakidextra
dijauhkan secukupnya.Bagi kaset menjadi tiga bagian
untuk tiga kali ekspose. Arahkan pertengahan film
setinggi apices patella.Gunakan shield gonad sebagai
proteksi radisi terhadap pasien.
28
Central Point : Pada apicespatella
Central Ray : - 5º caudally apicespatella
- Vertical tegak lurus kaset
- 5º chepalad apicespatella
Kriteria gambar : - Tampak bagian distal Os femur dan bagian proksimal
os tibia, dan fibula.
- Tampak knee joint.
-Kneetidak rotasi.
- Sedikit superposisi kepala fibular dan tibia.
- Bukaan interspace femorotibiotalar joint terlihat
sedikit terbuka pada CR 5ºcaudal, agak terbuka pada
CR tegak lurus dan terbuka pada CR 5º chepalad.
Table 3. Faktor Eksposi yang Digunakan pada Orang Gemuk
No. Tegangan (kV) Arus
(mA)
Waktu
(s)
FFD
(cm)
CR
1 78 200 0.08 100 Tegak Lurus
2 78 200 0.08 100 5º Caudal
3 78 200 0.08 100 5º Chepalad
29
Gambar 4.3 Knee Joint Pada Orang Gemuk
4.1.2 Analisa Kuesioner tentang Pemilihan Penyudutan Knee joint yang Optimal.
Pembahasan masalah pada study kasus ini akan dibatasi pada pemilihan
variasi CR yang digunakan untuk menampilkan gambaran radiografi knee joint yang
optimal.Berdasarkan masalah tersebut maka perbandingan hasil foto antara orang
kurus, sedang dan gemuk variasi CR 5o Caudal, tegak lurus dan 5o Chepalad yang
dilakukan secara subjektif yaitu berdasarkan ketelitian penilai dalam mengevaluasi
hasil foto eksperimen. Sedangkan hasil dari data quisioner dapat diperoleh dengan
cara menyebarkan angket kepada para responden.
Untuk memperoleh hasil perhitungan nilai rata-rata terbukanya joint space
pada orang kurus maka dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel. 4 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee jointPada Orang Kurus
dengan CR 5º Caudal.
30
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5oCaudal,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 5 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee jointPada Orang Kurus
dengan CR Tegak Lurus.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR tegak lurus ,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 6 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Kurus
dengan CR 5º Chepalad.
31
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5º Chepalad,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Kuisioner
Teknik Terbuka Kurang
Terbuka
Tidak
Terbuka
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Caudal
Teknik Radiografi knee joint CR Tegak Lurus
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Chepalad
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa nilai
terbukanya joint space knee joint pada orang kurus dengan variasi CR 5ocaudal lebih
terbuka dibanding dengan CR tegak lurus dan 5ochepalad dengan nilai rata-rata …
penyudutan tegak lurus lebih terbuka dibandingkan dengan penyudutan5ochepalad
dengan nilai rat-rata ….
Pada penyudutan 5oChepaladjoint space knee joint kurang begitu terbuka
karena objek superposisi dari intercondylar eminence, patella, condylus pada femur
32
dan tibial plateau.. Pada penyudutan CR5oCaudal dapat menampilkan joint space
knee joint paling optimal.
Untuk memperoleh hasil perhitungan nilai rata-rata terbukanya joint space
pada orang sedang maka dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel. 8 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Sedang
dengan CR 5º Caudal.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5oCaudal,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 9 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Sedang
dengan CR Tegak Lurus.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
33
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR tegak lurus ,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 10 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Sedang
dengan CR 5º Chepalad.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5º Chepalad,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Kuisioner
Teknik Terbuka Kurang
Terbuka
Tidak
Terbuka
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Caudal
Teknik Radiografi knee joint CR Tegak Lurus
34
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Chepalad
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa nilai
terbukanya joint space knee joint pada orang kurus dengan variasi CR 5ocaudal lebih
terbuka dibanding dengan CR tegak lurus dan 5ochepalad dengan nilai rata-rata …
penyudutan tegak lurus lebih terbuka dibandingkan dengan penyudutan5ochepalad
dengan nilai rat-rata ….
Pada penyudutan 5oChepalad joint space knee joint kurang begitu terbuka
karena objek superposisi dari intercondylar eminence, patella, condylus pada femur
dan tibial plateau.. Pada penyudutan CR 5oCaudal dapat menampilkan joint space
knee joint paling optimal.
Untuk memperoleh hasil perhitungan nilai rata-rata terbukanya joint space
pada orang gemuk maka dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel. 12 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Gemuk
dengan CR 5º Caudal.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5oCaudal,dengan hasil responden memilih
35
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 13 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee joint Pada Orang Gemuk
dengan CR Tegak Lurus.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR tegak lurus ,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel. 14 Nilai Rata-Rata Terbukanya Joint Space Knee jointPada Orang Gemuk
dengan CR 5º Chepalad.
No. Nilai Frekuensi (F) Bobot (X) F.X Nilai Rata-rata
1. A 4 4
2. B 3 3
3. C 2 2
Jumlah 10 -
36
Tabel di atas adalah hasil pengisian kuesioner pada 10 responden terhadap
teknik radiografi knee joint dengan CR 5º Chepalad,dengan hasil responden memilih
joint space knee joint terbuka, responden memilih joint space knee joint kurang
terbukadan responden mengatakan bahwa joint space knee joint tidak terbuka.
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Kuisioner
Teknik Terbuka Kurang
Terbuka
Tidak
Terbuka
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Caudal
Teknik Radiografi knee joint CR Tegak Lurus
Teknik Radiografi knee joint CR 5o Chepalad
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa nilai
terbukanya joint space knee joint pada orang kurus dengan variasi CR 5ocaudal lebih
terbuka dibanding dengan CR tegak lurus dan 5ochepalad dengan nilai rata-rata …
penyudutan tegak lurus lebih terbuka dibandingkan dengan penyudutan5ochepalad
dengan nilai rat-rata ….
Pada penyudutan 5oChepalad joint space knee joint kurang begitu terbuka
karena objek superposisi dari intercondylar eminence, patella, condylus pada femur
dan tibial plateau.. Pada penyudutan CR 5oCaudal dapat menampilkan joint space
knee joint paling optimal.
4.2 Pembahasan
37
Teknik pemeriksaan knee joint bertujuan untuk mendapatkan gambar interspace
knee joint terbuka secara optimal, karena dengan optimalisasi gambar akan memberikan
diagnosa yang tepat dan akurat. Hal ini bertujuan untuk melihat adanya patologi pada
sacroilliaca joint seperti fraktur,osteoarthritis dan kelainan lain yang telah disebutkan pada
bab II di atas.
Pemeriksaan knee joint pada pemeriksaan di lahan praktek biasanya
menggunakan proyeksi anteroposterior tanpa ada penyudutan, menurut penulis hal ini
kurang memberikan informasi mengenai terbukanya joint space tersebut, karena posisi
anatomi dari knee joint yang merupakan persendian antara tulang femur dan tibia yang
masing-masing tulang tersebut mempunyai lengkungan kurva.
Penulis mengadakan eksperimen teknik pemeriksaan knee joint antara orang
kurus, sedang dan gemuk dengan tiga variasi CR yaitu tegak lurus, 5o Caudal dan 5o
Chepalad. Hasil yang diperoleh adalah pada orang kurus dengan CR disudutkan 5oCaudal
joint space pada knee joint terbuka optimal, pada orang sedang dengan CR tegak lurus joint
space pada knee joint terbuka optimal dan pada orang gemuk dengan CR 5o Chepalad joint
space pada knee joint terbuka optimal. Knee joint dikatakan terbuka optimal jika joint space
terbuka tanpa ada superposisi dari intercondylar eminence, patella, condyluspada femur dan
tibial plateau.
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil eksperimen dilakukan penulis dan pembahasan dengan studi pustaka dan
expertiseradiographper maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Teknik pemeriksaan knee joint pada orang kurus dengan CR 5º Caudal, karena dengan
penyudutan 5º Caudaljoint knee joint akan terbuka dengan optimal, sehingga diagnosa
juga optimal.
2. Teknik pemeriksaan knee joint pada orang sedang dengan CR tegak lurus, karena dengan
tegak lurus joint knee joint akan terbuka dengan optimal, sehingga diagnosa juga optimal.
3. Teknik pemeriksaan knee joint pada orang gemuk dengan CR 5º chepalad, karena dengan
penyudutan 5º Chepalad joint knee joint akan terbuka dengan optimal, sehingga diagnosa
juga optimal.
39
5.2 Saran
Saran yang diberikan penulis adalah :
1. Jika ada pemeriksaan knee joint, Radiographer sebaiknya memperhatikan body habitus
pasien sehingga teknik pemeriksaan dapat optimal dilaksanakan dan diagnosa juga dapat
ditegakkan secara optimal.
2. Perhatikan faktor ekposi, sebaiknya sesuai dengan prinsip ALARA “As Low As
Resonable Achievment”.
3. Alat yang digunakan dalam penelitian sebaiknya di kalibrasi terlebih dahulu, agar tingkat
kesalahan dalam penelitian yang disebabkan faktor alat dapat dikurangi.