Post on 13-Aug-2015
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
0
LAPORAN HASIL PENELITIAN
KEMAMPUAN SFS (SUBSURFACE FLOW SYSTEM) DALAM MERESAPKAN AIR DAN MENURUNKAN COD LIMBAH
SEPTIK TANK
Oleh :
Sugeng Abdullah Suparmin Nur Hilal
PENELITIAN PEMBINAAN POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANG
TAHUN 2009
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peresapan konvensional pada septic tank yang lazim digunakan oleh masyarakat
seringkali menimbulkan masalah lingkungan berupa ketersumbatan saluran
(cloggeg).Bioremediasi dengan SFS (Sub Surface Flow) adalah sebuah teknik yang
mampu mengolah / meresapkan air kotor dengan memanfaatkan tanaman pada sebuah
konatiner kedap air.
Bioremediasi dengan SFS adalah sebuah teknologi yang ramah lingkungan. Artinya
teknologi ini nyaris tidak membutuhkan biaya energi. Energi langsung diperoleh dari
alam. Teknologi ini memanfaatkan tumbuhan untuk mengolah air tercemar menjadi air
yang bersih. Teknologi SFS juga tidak membutuhkan tenaga ahli dalam pembuatan dan
pengoperasiannya.
Listyorini (2009) mendapati bahwa bioremediasi terhadap effluent IPAL RSUD
menggunakan eceng gondok mampu menurunkan kadar Phospat pada air limbah. USAID
(2006) sukses melakukan uji coba Bioremediasi dengan Contruction Wetland (CW) untuk
menurunkan pencemar dari limbah rumah tangga di Nanggroe Aceh Darussalam
Berdasarkan kelebihan komparatif dari Bioremediasi dengan SFS dimaksud, maka
diperlukan adanya pengembangan dan penelitian yang berkelanjutan. Hal ini berguna
untuk memperoleh informasi terbaru tentang kemampuan SFS dalam mengolah air
limbah yang bersifat terapan, murah dan sederhana.
.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
2
B. MASALAH
1. Berapakah efisiensi removal SSF dalam menurunkan COD air limbah dari septic
tank?
2. Berpakah debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS secara aman
3. Apakah ada perbedaan yang bermakna kadar COD sebelum dan sesudah melalui SSF?
4. Apa saja gangguan yang timbul dalam penerapan SSF sebagai alternative solusi
masalah peresapan septic tank yang mampat
C. TUJUAN
1. Mengukur dan menghitung efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah
dari septic tank?
2. Mengukur debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS
3. Mengetahui perbedaan kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS?
4. Inventarisasi gangguan yang timbul dalam penerapan SFS sebagai alternative solusi
masalah peresapan septic tank yang mampat
D. MANFAAT
1. Diperolehnya data efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah dari
septic tank
2. Diadapatkan data debit limbah yang dapat diresapkan SFS
3. Diperolehnya data inventarisasi gangguan yang timbul dalam penerapan SFS sebagai
alternative solusi masalah peresapan septic tank yang mampat
4. Diketahui perbedaan kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS
5. Masukan bagi pengambil kebijakan dan masyarakat untuk menentukan jenis
peresapan yang cocok di daerah yang bertanah liat.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
3
6. Terdapat bangunan percobaan (model) SFS di kampus VII Poltekkes Depkes
Semarang, sebagai media pembelajaran bagi mahasiwa Program Studi Kesehatan
Lingkungan dan masyarakat umum
E. KEASLIAN PENELITIAN
Ada beberapa penelitian bioremediasi yang mirip dengan penelitian kemampuan
SFS (Subsurface Flow System) yang telah dilaksanakan antara lain sbb. :
TABEL 1.1.
BEBERAPA JUDUL PENELITIAN BIOREMEDIASI
No
Judul Riset Peneliti Tahun
1. Akumulasi Logam Cupprum (Cu) Dan Zincum (Zn) Di Perairan Sungai Siak Dengan Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes)
Suwondo, Yuslim Fauziah, Syafrianti, dan Sri Wariyanti
2005
2. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas
Titi Juhaeti , Fauzia Syarif dan Nuril Hidayati
2004
3. Fitoremediasi Zn (Seng) Menggunakan Tanaman Normal Dan Transgenik Solanum Nigrum L.
Sodiq Pratomo , Sumarno & M. Ahkam Subroto
2004
4. Teknologi Bioremediasi untuk Menurunkan Kepadatan Nyamuk di Pemukiman Perkotaan
I Gede Seregeg 2001
Penelitain tersebut diatas memiliki perbedaan dengan penelitan yang penulis laksanakan,
utamanya dalam hal aplikasi untuk substitusi peresapan septik tank konvensional.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan upaya perbaikan kualitas lingkungan secara alami.
Bioremedisasi berasal dari kata “Bio” dan ‘Remediation”. Bio berarti hidup atau mahluk
hidup, sedangkan Remediation asal kata latin remediare ( to remedy) yang berarti
memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu.
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik
polutan secara biologi dalam kondisi terkendali, dengan memanfaatkan mahluk hidup.
Mahluk hidup dimaksud terutama dari jenis mikroorganisme, tumbuhan (fitoremediasi) dan
kombinasi tumbuhan-mikroorganisme (fito-mikrobial).
Penguraian senyawa kontaminan ini umumnya melibatkan mikroorganisme (khamir,
fungi, dan bakteri). Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan biodegradasi
adalah dengan cara: (i) menggunakan mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik), (ii)
memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi dan aerasi (biostimulasi),
(iii)penambahan mikroorganisme (bioaugmentasi)
Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu
yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat
mengubah zat kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan
menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.
Dalam tataran praktis bioremediasi dapat diaplikasikan dalam bentuk kombinasi
sistim penyaringan pasir lambat dan biofilter. Biofilter pada skala yang besar dapat
diwujudkan dalam bentuk lahan basah (wetland) alami,semi alami,dan
buatan(constructedwetland).
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
5
Proses yang terjadi dalam fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam
tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang
berada disekitarnya (Anonim, 2003)
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan
dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga
Hyperacumulation
b. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan
oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan
menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di
Chernobyl, Ukraina.
c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil )
pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-
assisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh
aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan
bacteri.
e. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan
untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks
menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih
sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym
yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym
berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
6
f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan
dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk
selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200
sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah : Anturium
Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden
Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka, Keladi
Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah, Krokot,
Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih,
Spider Lili, Pandan wangi dll.
B. Konstruksi lahan basah SFS
Kadlec and Knight (NN, 2006) lahan basah (wetlands) adalah salah satu sistem
pengolahan paling murah dari segi biaya operasi dan pemeliharaannya serta sangat
sustainabel. Menurut GEF (2009), klasifikasi lahan basah (wetland) dibedakan menjadi tiga
tipe yaitu natural wetlands, rehabilitated wetlands dan constructed wetlands. Constructed
wetlands (CW) adalah metode yang efektif, alami, dan secara relatif rendah biaya
pemeliharaan dan operasinya, sebagai pengolah efluen dari septik tank atau jenis fasilitas
pengolahan awal lainnya.
Sistem CW adalah konstruksi lahan basah yang pada dasarnya merupakan tiruan /
buatan manusia atas lahan basah (rawa) alami yang cocok untuk tujuan tertentu dan pada
kondisi tertentu. CW ada dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung dari pemilihan dan
evaluasi lokasi. Wetland bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam
banyak konfigurasi- dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter persegi sampai dengan
luas beratus hektar yg terintegrasi dengan pertanian air/tambak.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
7
Metcalf and Eddy (1995) mengemukakan bahwa ada dua jenis sistem CW yang telah
dikembangkan untuk pengolahan limbah cair: (1) free water surface (FWS) systems dan (2)
subsurface flow systems (SFS) Keduanya dibuat dalam banyak bentuk dan ukuran dan dapat
dikombinasikan antara FWS dan SFS. Sebagai contoh untuk satu rumah bisa berupa bak
galian dangkal yang kedap air, atau paling tidak sumur ditanah dengan permeabilitas rendah,
yang diisi dengan media dan ditanami secara merata dengan tanaman rawa (lahan basah).
Tanaman berfungsi sebagai pengolah, memberikan unsur keindahan dan menghasilkan
produk yang menguntungkan, yang secara keseluruhan akan menarik perhatian masyarakat
untuk lebih memahami lingkungan dan membangkitkan rasa memiliki sistem tersebut.
Dilihat dari lokasinya, CW dibedakan menjadi on site CW dan off site CW. On-site
CW pada dasarnya adalah kebun dalam wadah kedap air, yang bisa dengan mudah
ditempatkan dalam tata ruang proyek perumahan yg padat. Kedap air bisa dengan
memanfaatkan: lapisan plastik, lempung, fiberglas, dll.
SFS adalah pilihan yg disukai untuk sistem setempat, karena sistim FWS berpotensi
menarik nyamuk untuk menjadikan sebagai tempat berbiak (khususnya jika tidak dipelihara
ikan pemakan nyamuk didalamnya). Sistem SFS sistem ditutup dengan pasir atau tanah,
karenanya tidak ada resiko langsung terhadap . CW adalah konsep yg baru bagi masyarakat
lokal karenanya sosialisasi adalah kunci suksesnya. ‘Kebun pengolah’ harus mudah dikenali
dengan menambahkan pembatas yang berfungsi juga sebagai pencegah limpasan air hujan
memasuki sistim..
C. Kriteria disain SFS
Metcalf and Eddy (1995) mengemukakan bahwa beberapa pertimbangan yang
penting dalam pembuatan SFS antara lain sbb. :
− Diperlukan pengolahan awal.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
8
− Laju pembebanan maksimum BOD5 7-13 g/m2/hari
− SFS: lebardan pendek lebih baik daripada sempit dan panjang
− Kecepatan harus dijaga 7m/hari supaya pengolahan efektif
− HRT waktu tinggal hidrolis 4-15 hari
− kedalaman 10 – 75 cm
− laju pembebanan hidrolis 140 - 470 liters/m2/hari
− specific area 2 – 7 m2/(100 liters/hari)
Terdapat indikasi bahwa CW di iklim tropis bisa bekerja dengan baik dalam luasan
yang kecil karena proses pengolahan biologis terjadi pada laju yang lebih tinggi sepanjang
tahun. Stewart Diemont (2005), memperlihatkan laju pengurangan polusi di Honduras lebih
tinggi dari pada di daerah dingin. Pada tingkatan tertentu justru lebih baik, tetapi sel sel dapat
berfungsi dengan baik pada HRT 1.1 – 2.6 hari dan Beban BOD5 18-25 g/m2/hari.
Contoh perhitungan untuk tangki septik dengan effluent mengandung 100 - 200 mg
BOD5/liter; 1 rumah (5 P.E.) menghasilkan 500 liter limbah domestik per hari; 1 rumah
memprodusi sekitar 50 - 100 g BOD5 per hari; maka luas permukaan CW yang diperlukan
adalah 2-16 m2 (berdasarkan beban BOD5), atau 1- 4 m2 (berdasakan beban hidrolis), 2.7 m2
(bedasarkan pada 4 hari HRT dan 75cm kedalaman SFS). Atas dasar contoh perhitungan
dimaksud maka sebagai aturan umum dapat digunakan sebagai pedoman pembuatan SFS
maka luas permukaan minimum untuk satu rumah (5 P.E.) SFS CW adalah 3 m2.
Bali school (2008) menyarankan bahwa untuk pembuatan SFS ada beberapa
ketentuan yang diperlukan yaitu:
− Unit wet land harus didahului dengan bak pengendap untuk menghidari kloging pada
media koral oleh partikel-partikel besar,
− Konstruksi berupa bak/ kolam dari pasangan batu kedap air dengan kedalaman ± 1 m .
− Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa belubang lubang untuk outlet
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
9
− Kolam disi dengan media koral (batu pecah atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm.
Setinggi / setebal 80 cm
− Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan
melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.
− Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan mengatur level (ketinggian) outlet yang
memungkinkan media selalu tergenang air 10 cm dibawah permukaan koral
− Design luas kolam berdasarkan Beban BOD yang masuk per hari dibagi dengan Loading
rate pada umumnya. Untuk Amerika utara = 32.10 kg BOD / Ha per hari. Untuk daerah
tropis kira-kira = 40 kg BOD / Ha per hari .
− Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan
maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan
lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/ capita s/d 2.5 m2 /capita.
Acuan pembuatan SFS yang dirilis oleh Crites et al. (2006); US EPA (1999); Crites
and Tchobanoglous (1998); dan Hammer (1989) dalam Karen Setty (2009) adalah
sebagaimana dirangkum dalam tabel 2.1. berikut :
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
10
TABEL 2.1
PARAMETER DISAIN SFS (SUBSURFACE FLOW SYSTEM)
D. Biodegradasi
Abdullah, S (2006) mengemukakan bahawa air limbah yang mengandung pencemar
organik biodegradable (bisa diurai oleh jasad renik) sangat tepat apabila diolah dengan cara
biologi. Pengolahan secara biologi memiliki kelebihan yakni murah dan efisien. Kendatipun
yang diolah oleh jasad renik hanyalah bahan organik biodegradable, tetapi ternyata bahan-
bahan non biodegradable dan bahan non organik seperti logam berat juga bisa terkurangi
bahkan hilang bila konsentrasi tidak terlalu tinggi.
Berkurangnya konsentrasi bahan non organik dalam air limbah yang diproses
dengan cara biologi, adalah melalui mekanisme terjerap oleh flok (gumpalan) yang
terbentuk oleh pertumbuhan koloni bakteri. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa proses
pengolahan dengan cara biologi dapat berlangsung secara aerob dan anaerob.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
11
Proses aerob berarti bahwa penguraian bahan organik dilakukan oleh bakteri yang
dalam aktivitasnya memerlukan kehadiran oksigen (O2). Sebaliknya, proses anaerob
berarti dilakukan oleh bakteri yang aktivitasnya tidak memerlukan oksigen. Pertumbuhan
bakteri dalam proses penguraian bahan pencemar organik dibedakan dalam dua kelompok
yakni (a) pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) dan (b) pertumbuhan lekat (attached
growth). bakteri dalam proses pengolahan air limbah, maka pengolahan secara biologi dapat
Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth) seperti saringan tetes berupa
tumpukan kerikil dengan tinggi > 2m dan air limbah dialirkan menetes dari atas. Pada
permukaan batu kerikil akan tumbuh koloni bakteri. Koloni bakteri inilah yang berperan
membersihkan pencemar organik pada air limbah melalui proses oksidasi biokimia. Koloni
bakteri ini semakin lama semakin tebal sehingga akan terkelupas. Koloni bakteri yang
terkelupas ini ditampung dalam bak pengendap II (Benefild, 1980). Mekanisme pembersihan
air limbah melalui pertumbuhan lekat lazim dikenal dengan sebutan yang bervariasi
diantaranya dengan sebutan biofilter. Pengelupasan koloni bakteri yang tidak dikelola dengan
baik seringkali menimbulkan ketersumbatan (clogging) pada biofilter.
E. Keunggulan Komparatif SFS
Bali school (2008) mengemukakan bahwa diantara keunggulan pengolahan limbah
dari kamar mandi dan limbah dari septik tank (grey water) menggunakan sistem konstruksi
lahan basah SFS atau fitoremediasi adalah sbb. :
− Phytoremediasi cukup effektif dan murah untuk menangani pencemaran terhadap
lingkungan oleh logam berat dan B 3 sehingga dapat digunakan untuk remediasi TPA
dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terahir TPA dan menggunakan sistim
wet land bagi kolam leachit.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
12
− Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan
maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan
lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/ capita s/d 2.5 m2 /capita dibanding fakultatif pond
hanya 0.2 s/d 0.5 m2 / capita atau hanya 1/5 dari kebutuhan wetland.
− Biaya investasi sangat relatif terhadap ketersedian lahan, dengan demikian untuk skala
kecil sangat ekonomis bila lahan dapat disediakan.
− Biaya O & P sangat rendah karena pemeliharaan hanya sambilan untuk pembersihan daun
tumbuhan.
− Untuk skala rumah tangga sistim ini dapat dianggap pengganti bidang resapan.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
a. Waktu penelitian diperkirakan selama
• Persiapan : Bulan Juli s/d Agustus 2009
• Pelaksanaan : Bulan September s/d Oktober 2009
• Penyelesaian : Bulan Nopember s/d Desember 2009
b. Lokasi penelitian di Kampus VII Poltekkes Depkes Semarang
B. JENIS PENELITIAN dan RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitain menurut metodenya termasuk penelitian eksperiment
Rancangan penelitian menggunakan pendekatan penelitian adalah experimental semu,
dengan design pretes post test design. Secara skematis sebagai berikut :
O1 X O2
C. VARIABEL
a. Jenis variabel
− variabel independent : kemapuan SFS (bangunan percobaan SFS).
− variabel dependent : debit resapan dan kadar COD
− variable confounding : Kadar pencemar limbah septic tank, debit limbah, hydrolic
retention SFS, media SFS, jenis tanaman pada SFS, jumlah tanaman,umur tanaman
dan cuaca
.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
14
b. Struktur hubungan antar variabel
D. DEFINISI OPERASONAL
TABEL 3.1.
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
No Variabel Definisi Operasional Satuan Alat Ukur Skala data
1 Kemampuan SFS
unjuk kerja SFS dalam membersihkan pencemar (COD) dalam air limbah dan meresapkan air limbah
% Rumus efisiensi
Rasio
2 SFS (Subsurface Flow System)
bangunan percobaan berupa bak kedap air yang dibuat dari beton. Didalamnya diisi media kerikil pada bagian dasar dan lapisan pasir diatasnya dan ditanami tanaman hias atau sejenisnya. Selanjutnya dialiri dengan air limbah dari septic tank. Ukuran / dimensi bak adalah Panjang x Lebar x Tinggi = 4 m x 1,25 m x 0,8 m. (disain / skema bangunan SFS pada lampiran)
M3 Roll meter Interval
3 Kadar COD kandungan zat organik pada air limbah sebelum dan sesudah melewati SFS
Mg/l Intrument pemeriksaan COD
Ratio
4 Debit resapan Jumlah limbah yang dapat diresapkan melalui SFS
M3/M2/hari Pengukur debit dan
Ratio
Variable independent Kemapuan SFS
Variabel dependent Debit resapan & COD
Varibel confounding 1. Kadar pencemar limbah
septic tank 2. debit limbah 3. hydrolic retention SFS 4. media SFS 5. jenis tanaman pada SFS 6. jumlah tanaman 7. umur tanaman 8. cuaca
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
15
pengukur luasan
5 Kadar pencemar limbah septic tank
Konsentrasi pencemar yang ada dalam limbah septic tank selain COD. Dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan.
Mg/lt Metode titrasi
Interval
6 hydrolic retention time
Waktu yang diperlukan air limbah untuk tetap berada dalam SFS
Hari Penakar volume dan stopwatch
Interval
7 media SFS Benda padat kedap air dengan ukuran / diameter 10 -25 mm, yang digunakan untuk mengisi bak SFS. Dalam hal ini berupa kerikil ketebalan 0,7 m dan pasir ketebalan 0,15 m
M Meteran Interval
8 jenis tanaman pada SFS
Macam tanaman yang digunakan /ditanam di SFS. Dalam hal ini meliputi : Pandan wangi, Aglaonema lokal dan krokot
Buah Tally Nominal
9 jumlah tanaman
Banyaknya tanaman yang ditanam dalam SFS, dihitung berdasarkan berat basah ketika akan ditanam
Kg Neraca Interval
10 umur tanaman
Usia bibit tanaman yang ditanam dalam media SFS, dalam hal ini berkisar 2-6 bulan
Bl Catatan pembibitan
Nominal
11 cuaca
Keadaan lingkungan yang diduga mempengaruhi kinerja SFS. Dalam hal ini meliputi : kacepatan angin, suhu, kelembaban, cahaya, kecerahan/hujan
Km/jam, oC, % RH, lux, Y-T
Weather measurement
Nominal
12 Gangguan Macam gangguan yang mungkin timbul dalam SFS al. : mampet, bau busuk, tanaman mati, keberadaan serangga, dll
- - -
E. POPULASI DAN SAMPEL
Sample berupa air limbah septic tank yang diambil pada inlet dan outlet SFS (bangunan
percobaan SFS). Sample inlet dan sample outlet diambil setelah periode aklimatisasi
selama 12 hari. Total sample yang akan diperiksa sebanyak 2 x 15 sampel pada inlet dan 2
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
16
x 15 sampel pada outlet. Pengambilan dilakukan pada pagi (pukul 06.00 – 08.00) dan sore
(pukul 16.00 – 18.00).
F. HIPOTESIS
Terdapat perbedaan yang signifikan kadar COD dalam limbah septik tank sebelum dan
sesudah diolah menggunakan SFS
G. CARA PENGUMPULAN DATA / BAHAN DAN ALAT
a. Jenis data
Kadar COD sebelum dan sesuadah melalui SFS
Debit air limbah yang mampu diresapkan SFS secara aman
Jenis gangguan yang timbul selama percobaan.
Jenis tanaman sebagai Fitoremediator
Kondisi cuaca
b. Metode Pengumpulan data
- pengukuran
- observasi
- pemeriksaan laboratorium
c. Instrument
- bangunan percobaan SFS
- peralatan pengambilan sampel air limbah
- peralatan pemeriksaan COD
- peralatan pengukuran debit air limbah
- peratan pengukur cuaca setempat (termometer, hygrometer, anemometer)
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
17
d. Sumber data
- hasil pengukuran di lapangan
- hasil observasi di lapangan
- hasil wawancara dengan masyarakat
- laporan dari dinas meteorologi, dinas kesehatan, dinas lingkungan hidup
CARA KERJA / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
a. Persiapan
Persiapan lokasi
Pembuatan SFS seperti pada gambar terlampir
Uji coba operasional SFS (aklimatisasi)
b. Pelaksanaan
Pengoperasian SFS : air limbah dari septic tank dipompa /dialirkan kedalam SFS.
Air limbah akan berada dalam SFS ( = HRT) selama beberapa hari (12 hari).
Dalam waktu 12 hari diperkirakan telah terjadi proses bioremediasi / fitoremediasi.
Pengambilan air sample sebelum dan sesudah melalui SFS
Pemeriksaan COD (cara pemeriksaan terlampir)
Pengukuran debit yang dapat diresapkan SFS dengan teknik penakaran. Caranya
: influen atau efluen ditampung dalam gelas penakar dengan volume tertentu(V)
dan dicatat waktunya (T), selanjutnya hitung debit (Q) = V/T liter/dt
Pengukuran kondisi cuaca harian selama penelitian
Mencatat gangguan pengoperasian SFS
Menghitung efisiensi removal COD dengan rumus :
COD sebelum SFS - COD sesudah SFS Efisiensi = ------------------------------------------------- x 100% COD sebelum SFS
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
18
c. Mencatat semua data harian hasil penelitian
Entri data
Pengolahan data
Pembahasan hasil
Penyusunan laporan
Seminar
Revisi laporan
H. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA
Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, klasifikasi dan tabulating. Analisis data
menggunakan analisis deskriptif dan uji paired t-test
I. KARANGKA PIKIR
Air kotor / air limbah septic tank
Peresapan konvensional pada tanah liat
Alternatif teknologi
Clogged (Masalah lingkungan)
Bioremediasi dengan SFS (Sub Surface Flow)
Reduksi masalah clogging
Ramah Lingkungan, a.l. : o tanpa biaya energi o penggunaan energi terbarukan o teknologi sederhana o penggunaan Sumber Daya local o tepat guna / terapan
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Peneltitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di bengkel kerja dan laboratorium Jurusan Kesehatan
Lingkungan (JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang. JKL Purwokerto berada di Kampus
7 Poltekkes Depkes Semarang yang berlokasi di Desa Karangmangu, Kecamatan
Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah ini memiliki ketinggian 500 M dpl. Udara
relatif sejuk.
Di Kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang terdapat beragam bangunan dan
gedung, diantaranya adalah gedung asrama. Bangunan SFS ditempatkan di halaman
gedung asrama putri berdekatan dengan gedung bengkel kerja. Kelengkapan SFS
menggunakan perangkat dari bengkel kerja, sedangkan pemeriksaan parameter pH,
COD, temperature dan kelembaban dilakukan di laboratorium.
2. Kondisi cuaca
TABEL 4.1. KONDISI CUACA TEMPAT PENELITIAN
No. Parameter Lingkungan Hasil Pengukuran 1 Temperatur udara 24 – 27 oC 2 Temperatur air 23 – 25 oC 3 Kelembaban udara 69 – 91 % RH 4 Angin 0,01 km/jam – 2 km/jam 5. Intensitas cahaya Siang : 200 lx – 1.500 lx
Malam : 0 – 0,2 lx 6 Kondisi cuaca umum Musim hujan : cerah,
mendung dan hujan.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
20
3. Disain SFS (Subsurface Flow System)
Bangunan SFS yang digunakan untuk percobaan memiliki kriteria sebagai
ditunjukan pada tabel 4.2. Bangunan SFS yang sudah jadi kemudian dilakukan ujicoba,
sekaligus untuk aklimatisasi selama 12 hari. Pada saat pelaksanaan ujicoba juga
dilakukan pengukuran COD untuk dasar penentuan waktu pelaksanaan percobaan yang
sesungguhnya. Hasil pengukuran COD pada saat ujicoba ditunjukan pada tabel 4.3.
TABEL 4.2. KRITERIA DISAIN SFS
YANG DIGUNAKAN UNTUK PERCOBAAN
No
Kriteria Disain Kenyataan
1 Bentuk Circular atau Rectangular
Rectangular
2 Panjang P:L = 4:1 4,00 meter 3 Lebar - 1,25 meter 4 Kedalaman < 0,80 meter 0,80 meter 5 Ketebalan kerikil 0,30-0,60 meter 0,60 meter 6 Ketebalan Pasir 0,10 meter 0,10 meter 7 Kedalaman air 0,15-1 meter 0,55 meter 8 Diameter kerikil 5-10 mm 10 - 20 mm 9 Variasi Debit - 60 – 105 liter/jam 10 Kemiringan 0,5-2 % < 0,5 % 11 Kecepatan aliran <8,6 m/hr 1,44 – 2,52 m/hr 12 Beban organic a. 40 kg
BOD/Ha/hr b. 7-13 gr
BOD/m2/hr
a. 8,6-37,8 gr COD/m2/hari
b. 5,18-22,68 gr BOD/m2/hari
13 Beban hydrolik a. 0,02-0,24 m3/m2/hr
b. 0,8-62 cm/hr c. 140 -10470
l/m2/hr
144 - 252 l/m2/hr
14 Waktu retensi 4-20 hari 16 -28 jam (0,7-1,2 hari)
15 Porositas media kerikil 0,18-0,35 0,47 16 Total berat tanaman - 24, 2 kg 17 Zona perakaran 0,3 -1,0 meter Tdk diamati 18 Kebutuhan lahan 1,25-2,5 m2/org 5m2 untuk 4 orang
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
21
TABEL 4.3. HASIL PENGUKURAN COD PADA UJICOBA SFS
Hari Ke
COD inf (mg/l)
COD eff (mg/l)
Efisiensi remov (%) Ket
2 96.00 95.04 1.00 Cerah 6 60.00 42.60 29.00 Cerah 9 105.00 47.25 55.00 Cerah 12 95.00 80.75 15.00 Gerimis
4. Jumlah dan Jenis Tanaman
Pemilihan jenis tanaman didasarkan atas kemudahan secara teknis dalam mendapatkannya
dan karakteristik kesesuaian dalam media SFS. Adapun jumlah dan jenis tanaman yang
digunakan adalah seperti tersebut pada tabel 4.4.
TABEL 4.4.
JUMLAH DAN JENIS TANAMAN PADA SFS
No Nama Tanaman Berat saat ditanam (kg)
Jumlah (buah / rumpun)
1. Pandanwangi 14,80 Besar = 6 Kecil = 12
2. Aglaonema lokal (dominant hijau dan putih)
8,50 Besar = 10 Kecil = 10
3. Krokot 1,90 Tak dihitung JUMLAH 24,20
Hasil pengamatan selama masa aklimatisasi (hari ke 1- 12) menunjukan ada beberapa
tanaman yang mengalami gejala pelayuan akibat kebanyakan air (fenomena gutasi &
imbibisi), terutama untuk tanaman Aglaonema . Selanjutnya pada hari ke 14 – 28 (selama
percobaan berlangsung) menunjukan bahwa tanaman Pandanwangi dan krokot mengalami
pertumbuhan normal, sedangkan Aglaonema putih mengalami gosong daun.
5. Debit dan Karakteristik Limbah yang diolah
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
22
Air limbah yang digunakan untuk percobaan berasal dari air limbah septic tank
asrama mahasiswa di kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang di Jln Baturraden Km.12
Purwokerto. Air limbah septic tank tersebut disalurkan secara tercampur bersama-sama
dengan air limbah dari kamar mandi. Usia saluran limbah sudah lebih dari 25 tahun,
sehingga kemungkinan ada kebocoran. Akibatnya air hujan dan air selokan dapat ikut
masuk dan tercampur kedalam limbah septic tank.
Limbah septic tank dimaksud dipompa menggunakan pompa bawah air
(submersible pump) dan disalurkan ke bangunan percobaan SFS. Pemompaan dilakukan
selama 24 jam secara berkala (intermittent) dengan jeda waktu rata-rata 60 menit mati -
60 menit hidup.
Debit dan karakteristik limbah septic tank dalam percobaan pada SFS memiliki
variasi sebagai berikut :
a. Debit influen = 60 – 105 l/jam
b. Debit effluen = 57 – 102 l/jam
c. pH influen = 6,0
d. pH effluen = 6,7 – 6,9
e. COD influen = 60 – 105 mg/lt
f. COD effluen = 12 – 46,5 mg/lt
g. Suhu air = 22,5 -25,5 oC
h. Efisiensi = 55 – 80 %
Debit dan karakteristik limbah pada percobaan SFS secara rinci ditunjukkan pada tabel
4.5., 4.6. dan 4.7.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
23
TABEL 4.5. DEBIT YANG DAPAT DIRESAPKAN SFS
Debit resapan (L/Jam) Hari
ke ..
Peng ukuran
Inlet Outlet kehilangan
Keterangan
1. 1. 102.00 98.00 4.00 2. 100.00 95.00 5.00
12 jam pemompaan
2 3. 80.00 78.00 2.00 Idem 4. 86.00 82.00 4.00 Idem 3 5. 77.00 75.00 2.00 Idem 6. 100.00 99.00 1.00 Idem 4 7. 98.00 95.00 3.00 Idem 8. 97.00 95.00 2.00 Idem 5 9. 100.00 98.00 2.00 Idem 10. 89.00 84.00 5.00 Idem 6 11. 100.00 99.00 1.00 Idem 12. 61.00 58.00 3.00 Idem 7 13. 70.50 67.00 3.50 Idem 14. 70.00 66.00 4.00 Idem 8 15. 69.00 65.00 4.00 Idem 16. 85.00 80.00 5.00 Idem 9 17. 69.00 67.00 2.00 Idem 18. 100.00 95.00 5.00 Idem
10 19. 82.00 77.00 5.00 Idem 20. 60.00 57.00 3.00 Idem
11 21. 60.00 59.00 1.00 Idem 22. 60.00 57.00 3.00 Idem
12 23. 60.00 59.00 1.00 Idem 24. 60.00 58.00 2.00 Idem
13 25. 60.00 57.00 3.00 Idem 26. 85.00 82.00 3.00 Idem
14 27. 100.00 97.00 3.00 Idem 28. 105.00 102.00 3.00 Idem
15 29. 105.00 100.00 5.00 Idem 30. 100.00 99.00 1.00 Idem
Rata-rata 83.02 80.00 3.02
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
24
TABEL 4.6. KARAKTERISTIK KIMIA (COD) LIMBAH SEPTIK TANK
SEBELUM DAN SESUDAH MELALUI SFS
Hari ke ..
Peng ukuran
COD inlet (mg/lt)
COD outlet (mg/lt)
Effisiensi Removal
(%)
Kondisi Cuaca
1. 2. 100.00 45.00 55.00 Cerah 3. 105.00 42.00 60.00 Cerah 2 4. 100.00 23.00 77.00 Cerah 5. 100.00 25.00 75.00 Cerah 3 6. 90.00 21.00 76.67 Cerah 7. 105.00 24.00 77.14 Cerah 4 8. 100.00 25.00 75.00 Cerah 9. 115.00 27.00 76.52 Cerah 5 10. 100.00 24.00 76.00 Cerah 11. 90.00 20.00 77.78 Cerah 6 12. 110.00 35.00 68.18 Mendung 13. 100.00 30.00 70.00 Mendung 7 14. 150.00 46.50 69.00 Cerah 15. 140.00 46.00 67.14 Cerah 8 16. 100.00 25.00 75.00 Cerah 17. 60.00 12.00 80.00 Gerimis 9 18. 100.00 24.00 76.00 Gerimis 19. 100.00 21.00 79.00 Cerah
10 20. 105.00 26.00 75.24 Gerimis 21. 100.00 24.00 76.00 Mendung
11 22. 140.00 30.00 78.57 Mendung 23. 100.00 20.00 80.00 Mendung
12 24. 95.00 23.00 75.79 Hujan 25. 100.00 24.00 76.00 Hujan
13 26. 100.00 23.00 77.00 Hujan 27. 140.00 33.00 76.43 Hujan
14 28. 100.00 20.00 80.00 Hujan 29. 115.00 25.00 78.26 Hujan
15 30. 100.00 24.00 76.00 Hujan 31. 100.00 24.00 76.00 Hujan Rata
-rata 105.33 27.05 74.52 -
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
25
TABEL 4.7. KARAKTERISTIK KEASAMAN (pH) LIMBAH SEPTIK TANK
SEBELUM DAN SESUDAH MELALUI SFS
Hari ke ..
Peng ukuran
pH influen (mg/lt)
pH effluent (mg/lt)
Keterangan
1. 1. 6.00 6.90 pH eff naik 2. 6.00 6.80 Idem 2 3. 6.00 6.80 Idem 4. 6.00 6.70 Idem 3 5. 6.00 6.70 idem 6. 6.00 6.80 idem 4 7. 6.00 6.80 idem 8. 6.00 6.80 idem 5 9. 6.00 6.80 idem 10. 6.00 6.80 idem 6 11. 6.00 6.70 idem 12. 6.00 6.80 idem 7 13. 6.00 6.70 idem 14. 6.00 6.70 idem 8 15. 6.00 6.80 idem 16. 6.00 6.70 idem 9 17. 6.00 6.80 idem 18. 6.00 6.80 idem
10 19. 6.00 6.80 idem 20. 6.00 6.90 idem
11 21. 6.00 6.80 idem 22. 6.00 6.70 idem
12 23. 6.00 6.80 idem 24. 6.00 6.70 idem
13 25. 6.00 6.80 idem 26. 6.00 6.80 idem
14 27. 6.00 6.80 idem 28. 6.00 6.90 idem
15 29. 6.00 6.80 idem 30. 6.00 6.80 idem Rata-rata 6.00 6.78
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
26
TABEL 4.8. KARAKTERISTIK FISIK KONDISI LINGKUNGAN SFS
Hari ke ..
Peng
ukuran Suhu udara (oC)
Suhu air
(oC)
Kelembaban
(%RH)
Kondisi Cuaca
1. 1. 23.00 24.00 69.00 Cerah 2. 24.00 25.00 84.00 Cerah 2 3. 25.50 26.00 76.00 Cerah 4. 25.50 26.50 84.00 Cerah 3 5. 22.50 26.00 84.00 Cerah 6. 24.00 26.00 84.00 Cerah 4 7. 23.00 27.00 69.00 Cerah 8. 24.00 25.00 84.00 Cerah 5 9. 25.50 26.00 76.00 Cerah 10. 25.50 26.50 84.00 Cerah 6 11. 22.50 26.00 84.00 Mendung 12. 24.00 26.00 84.00 Mendung 7 13. 25.50 26.00 76.00 Cerah 14. 25.50 26.50 84.00 Cerah 8 15. 23.00 25.00 69.00 Cerah 16. 24.00 25.00 84.00 Gerimis 9 17. 25.50 26.00 76.00 Gerimis 18. 25.50 26.50 84.00 Cerah
10 19. 22.50 26.00 84.00 Gerimis 20. 24.00 26.00 84.00 Mendung
11 21. 25.50 26.00 76.00 Mendung 22. 25.50 26.50 84.00 Mendung
12 23. 25.50 26.00 86.00 Hujan 24. 25.50 26.50 84.00 Hujan
13 25. 24.00 24.00 84.00 Hujan 26. 25.50 26.00 91.00 Hujan
14 27. 25.50 26.50 91.00 Hujan 28. 22.50 26.00 91.00 Hujan
15 29. 24.00 24.00 91.00 Hujan 30. 24.00 26.00 91.00 Hujan Rata-rata 24.40 25.82 82.40 -
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
27
5. Gangguan SFS
TABEL 4.9. INVENTARISASI GANGGUAN OPERASIONAL SFS
NO. HARI KE
JENIS DAN BENTUK GANGGUAN KET.
1 3 Gosong daun pada tanaman Aglaonema putih 2 3 Terjadi rembesan lembut pada bagian dasar SFS 3 3 Daun aglaonema hijau dimakan ulat 4 4 Gangguan estetik (bau amis pada bagian inlet) 5 4 Gangguan estetik (tumbuh rumput liar)_ 6 5 Ketersumbatan pada media kerikil lapisan atas dekat
inlet.
7 8 Ketersumbatan pada pipa inlet akibat lendir dan lumpur yang menempel
8 8 Cairan effluent bercampur dengan lumpur biomassa. 9 11 Pompa bawah air macet, tersumbat sampah plastic.
6. Perhitungan Statistik
Uji paired t test yang dilakukan menggunakan software computer diperoleh hasil sebagai
berikut :
Paired Samples Statistics
105,3333 30 17,51518 3,1978227,0500 30 8,26329 1,50866
cod_incod_out
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Correlations
30 ,701 ,000cod_in & cod_outPair 1N Correlation Sig.
Paired Samples Test
78,28333 13,12124 2,39560 73,38378 83,18289 32,678 29 ,000cod_in - cod_ouPair 1Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Perbandingan t-hitung dengan t-tabel sbb. :
t-hitung = 32,678
t-tabel = 1,699 (df = 29 dan α = 0,05)
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
28
B. Pembahasan 7. Kondisi Lokasi Penelitian
Kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang yang berlokasi di Jln Baturraden Km.12
Puwokerto secara umum dapat dinyatakan sesuai untuk lokasi penelitian ini. Ada
beberapa alasan yang mundukung kesesuaian lokasi penelitian percobaan SFS di kampus
7, diantaranya : tersedia sumber limbah septic tank dari asrama, kelengkapan peralatan
bengkel kerja dan perangkat untuk pemeriksaan parameter limbah di laboratorium.
Bangunan SFS yang berada di kampus ini akan bermanfaat bagi mahasiswa sebagai media
pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa Kesehatan Lingkungan. Bangunan SFS secara
nyata juga dapat digunakan sebagai contoh (pilot plan) bagi masyarakat umum yang
berkunjung ke kampus ini.
Lokasi kampus yang berada di ketinggian 600 m dpl menyebabkan udara terasa
relatif sejuk. Udara yang sejuk cocok untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman hias.
Tanaman hias inilah yang dipakai sebagai bahan penelitian SFS dapat tumbuh secara
normal.
8. Kondisi Cuaca
Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember yang dikenal sebagai bulan basah
atau musim hujan. Namun demikian cuaca selama penelitian / percobaan berlangsung
dalam kondisi cerah, mendung dan hujan, sebagaimana diperlihatkan pada table 4.1. Suhu
udara (24-27 oC) dan kelembaban udara (69-91 %) juga normal dalam kisaran yang
memungkinkan mahluk hidup dapat beraktivitas.
Kecapatan angin yang mencapai maksimal 2 km/jam adalah merupakan
pergerakan udara normal, bukan kecepatan angin yang bersifat merusak. Hal ini
bermanfaat untuk mekanisme pertukaran atau pembersihan udara disuatu tempat melalui
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
29
mekanisme translocation dan recharge & dillution (penipisan konsentrasi atau
sebaliknya). Melalui meknisme ini maka apabila disuatu tempat terdapat zat pencemar
yang tinggi, maka lama kelamaan akan menipis. Demikian sebaliknya, bila di suatu
tempat kekurangan kadar zat tertentu dapat disuplai dari tempat lain secara alamiah
melalui pergerakan angin. Fenomena seperti ini dapat digunakan untuk menjelaskan
hilang atau berkurangnya bau disuatu tempat seiring dengan berjalannya waktu. Untuk
kasus dalam penelitian ini adalah bau amis yang timbul di inlet SFS, ternyata tidak
tercium pada jarak 2m dari sumber bau. Kecepatan angin sebagaimana disebutkan diatas
juga berguna untuk tanaman tertentu sebagai wahana untuk proses penyerbukan.
Simpangan (deviasi) temperature udara dengan temperature air sebesar 1 – 2 oC
juga masih dalam batas normal. Artinya, mahluk hidup tidak akan terganggu aktivitasnya,
sehingga proses biokimia yang terjadi didalamnya juga berlangsung normal. SFS dengan
semua komponen mahluk hidup (tanaman dan jasadrenik) yang ada didalamnya dapat
tumbuh dan berkembang dengan kisaran temperature dan simpangan temperature udara
dan air dimaksud.
Intensitas cahaya matahari (200 – 1.500 lux) menunjukkan bahwa selama periode
penelitian cahaya matahari yang sampai ke Bumi mengalami fluktuasi akibat terhalang
oleh awan / mendung. Meskipun demikian, proses fotosistesis pada tumbuhan yang ada
pada SFS tetap dapat berlangsung, sehingga proses pembersihan air limbah yang ada
didalamnya juga dapat berjalan. Intesitas cahaya pada malam hari (0-0,2 lux) akibat
limpahan dari lampu yang berada dekat dengan bangunan SFS. Sebagaimana disebutkan
terdahulu bahwa lokasi bangunan SFS adalah di halaman Asrama Kampus VII Poltekkes
Depkes Semarang di Purwokerto.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
30
9. Kesesuaian Disain SFS
Bangunan SFS dibuat sesuai dengan criteria yang ada dalam beberapa referensi
sebagaimana diuraiakan pada tinjauan pustaka (teori). Secara umum semua parameter
disain SFS telah sesuai (lihat table 4.2.). Terdapat beberapa parameter / criteria disain
yang tidak sesuai, diantaranya waktu retensi, diameter kerikil, porositas media dan beban
organic. Hal ini dapat berakibat kinerja SFS dalam mengolah air limbah menjadi tidak
optimal.
Waktu retensi merupakan tolok ukur lamanya air berada dalam bak SFS, dimana
air tersebut akan mengalami kontak dengan media dan akar tanaman yang ada dalam SFS.
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap besarnya pencemar yang mampu didegradasi atau
diserap oleh tanaman dan mikroorganisme. Waktu retensi 0,7 – 1,2 hari berada dibawah
parameter disain (4-20 hari), sehingga dapat dinyatakan bahwa lamanya air mengalami
kontak dengan media kerikil dan akar tanaman belum cukup waktu. Ini berarti debit air
dalam SFS perlu dikurangi.
Porositas media berarti ruangan yang dapat diisi oleh air, sekaligus dapat
menunjukan perkiraan luasan permukaan media (kerikil) yang dapat kontak dengan air.
Porositas media pada SFS adalah 0,47. Ini masih lebih besar dari parameter disain
maksimal yakni 0,35. Artinya, luas bidang media kontak antara air limbah dengan
permukaan kerikil masih kurang. Porositas media yang besar ini akibat dari diameter
kerikil yang besar. Dalam hal ini memang diameter kerikil (10-20 mm) yang ada dalam
SFS lebih besar dari criteria disain (5-10 mm).
Permukaan media kerikil merupakan tempat tumbuh mikroorganisme yang
berperan membersihkan pencemar dalam air limbah. Mikroorganisme yang tumbuh di
permukaan media, dalam bidang ilmu pengolahan air limbah sering dikenal sebagai attach
growth. Semakin luas permukaan media, berarti semakin banyak mikroorganisme yang
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
31
dapat tumbuh. Semakin banyak mikrorganisme yang tumbuh, semakin banyak pula
pencemar yang dapat direduksi. Apabila mncermati porositas media, maka pada penelitian
ini terlihat bahwa terdapat kecenderungan pencemar tidak dapat direduksi secara
maksimal oleh mikroorganime. Masih perlu penelitian lebih lanjut tentang peran
mikroorganisme dalam SFS, menggunakan parameter yang lebih spesisfik.
Beban organic merupakan ukuran besarnya pencemar organic yang diolah secara
optimal dalam SFS. Pada penelitian ini beban organic = 5,18 -22,68 BOD/m2/hari berada
di luar kisaran criteria disain (7-13 gr BOD/m2/hari). Beban organic berkaitan dengan
total “Makanan” yang dapat “Dimakan” oleh mikroorganime dan tanaman, oleh karena
itu perlu adanya keseimbangan. Mikroorganisme dan tanaman apabila berada disuatu
tempat yang “Kelebihan makanan” justru secara alamiah akan mati.
Kriteria atau parameter disain SFS yang telah sesuai antara kenyataan dan
referensi SFS sebagaimana ditunjukan pada table 4.2., menunjukkan bahwa SFS dapat
berfungsi dan berproses dalam rangka mengolah air limbah, dengan beberapa keterbatasan
seperti telah diuraikan pada alenia terdahulu. Bukti bahwa SFS telah berfungsi, dijelaskan
pada pembahasan sub judul debit dan karakteristik limbah.
10. Jumlah dan Jenis Tanaman
Jumlah dan jenis tanaman yang ada dalam SFS akan berpengaruh terhadap
banyaknya pencemar pada air limbah yang dapat direduksi. Jenis tanaman yang digunakan
untuk SFS dalam penelitian ini telah sesuai dengan yang dianjurkan Direktorat Perkotaan
Dan Perdesaan Wilayah Barat Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen
Permukiman Dan Prasarana Wilayah. Pada penelitian ini peran jumlah dan jenis tanaman
tidak dilakukan pengamatan secara rinci.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
32
Apabila mencermati pengukuran reduksi pencemar COD pada periode aklimatisasi
(table 4.3), maka peran tanaman dalam mereduksi pencemar sedikit dapat dilihat. Pada
hari ke 2 terlihat belum memberikan dampak penurunan COD yang nyata, tetapi pada hari
ke 6 dan ke 9 mulai tampak secara nyata penurunan COD. Diperkirakan pada hari ke 2,
akar tanaman belum berkembang, sementara para hari ke 6 dan ke 9 telah mulai
berkembang. Sebagaimana disebutkan Anonim (2003), bahwa mekanisme pengurangan
pencemar dalam SFS - Fitoremediasi diantaranya adalah dengan penyaringan pencemar
oleh akar tanaman (rhyzofiltration) atau degradasi pencemar oleh akar tanaman
(rhyzodegradetion).
Hari ke 12 menunjukkan pengurangan COD justru menurun (hanya 15%), pada
hari itu kondisi cuaca gerimis. Ini semakin memperkuat bahwa tanaman secara total dapat
mengurangi COD dalam air limbah. Pada hari ke 2. 6 dan 9 pengurangan COD jelas
bukan hanya karena akar, tetapi juga oleh organ tanaman lainnya, misalnya daun melalui
mekanisme fotosintesis. Pada hari ke 12 fotosintesis tidak berlangsung secara optimal
karena gerimis, cahaya matahari amat berkurang. Cahaya matahari merupakan unsur
utama berlangsungnya fotosistesis. Akibatnya kemampuan tanaman mengurangi COD
juga menurun.
Pemilihan jenis tanaman untuk SFS perlu dilakukan secara lebih cermat, untuk
menghindari ketidaksesuaian dengan kondisi lingkungan. Pada penelitian ini memang
tidak dilakukan pemilihan tanaman secara cermat. Pemilihan tanaman didasarkan
petunjuk teknis secara umum, akibatnya tanaman yang dipilih untuk panelitian ini ada
yang mengalami gosong daun (pada aglaonema doniman putih) karena sengatan sinar
matahari. Ternyata tanaman ini tidak tahan terhadap cahaya matahari secara langsung,
perlu naungan. Kenyataannya lingkungan tempat penelitian SFS ini berlangsung tanpa
menggunakan pernaungan.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
33
11. Debit dan Karakteristik Limbah
Debit dan karakteristik air limbah yang diolah melalui SFS dapat mempengaruhi
kinerja SFS sebagaimana telah dibahas pada sub judul kesesuaian disain pada uraian
terdahulu. Disini akan dijelaskan secara lebih khusus untuk masing-masing item yang
secara teoritis berpengaruh pada kinerja SFS.
Tabel 4.5. menunjukan bahwa debit yang dapat diresapkan melalui inlet
bangunan SFS pada penelitian ini memiliki kisaran 60-105 l/jam dengan rata-rata 83,02
l/jam. Di sisi lain pada bagian outlet memilik kisaran debit 57 – 102 l/jam, dengan rata-
rata 80 l/jam. Ini berarti terjadi pengurangan atau kehilangan air setelah melalui bangunan
SFS sebesar rata-rata 3,02 l/jam. Kehilangan air ini diperkirakan akibat kebocoran (lihat
table 4.9.) dan proses evapotranpiration pada tanaman atau phytoevaporation (Anonim,
2003). Proses tranpirasi dan evaporasi (evapotranpiration ) pada tanaman akan
mengeluarkan sejumlah uap air ke atmosfeer. Air pada tanaman berasal dari proses
penyerapan oleh akar. Pada bangunan SFS tanaman akan mengambil air yang berada di
dalamnya, sehingga akan mengurangi debit oulet SFS dimaksud.
Debit air limbah yang dapat dilewatkan SFS ini identik dengan kapasitas air
limbah septic tank yang dapat diresapkan. Oleh karena itu, maka SFS dapat dinyatakan
sebagai sebuah alternative pengganti peresapan septic tank, terutama untuk daerah yang
mengalami problem kesulitan meresapkan air. Bali schooll (2008) secara tegas
menyatakan wetland SFS dapat dipakai sebagai pengganti bidang resapan septic tank.
Kebutuhan luas wetland diperkirakan 1,25 – 5,00 m2/kapita, dipandang sudah sangat
mencukupi untuk pengolahan limbah grey. Limbah grey adalah air limbah yang berasal
dari septic tank dan buangan dari kamar mandi dan cuci.
Apabila dihitung, total volume air yang dilewatkan SFS adalah 720 – 1.260 liter
(60 -105 lt/jam dengan operasinal pompa 12 jam per hari). Data ini bisa dipakai sebagai
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
34
pendekatan untuk menentukan jumlah orang yang dapat dilayani SFS. Secara umum
volume air limbah dapat diperkirakan sebesar 80% penggunaan air bersih (Sugiharto,
1997). Kebutuhan air bersih standar minimal menurut WHO adalah 60 l/orang/hari, maka
SFS dengan disain seperti pada penelitian ini mampu untuk melayani limbah yang
dihasilkan oleh 15 – 26 orang.
SFS pada penelitian ini dirancang untuk ukuran skala rumah tangga untuk 4
orang anggota keluarga. Dengan demikian apabila membandingkan dengan standar
minimal penggunaan air di atas, maka penggunaan SFS ini sangat mencukupi untuk
kebutuhan pengolahan limbah skala rumah tangga.
Debit air limbah yang masuk pada bangunan SFS akan mempengaruhi waktu
tinggal hidrolik atau waktu rentesi dan beban organic serta kecepatan aliran. Waktu retensi
dan beban orgaik akan mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja SFS terutama
dalam hal pengurangan pencemar (COD). Hal itu dapat dilihat pada table 4.2 dan 4.6.
Pada table 4.2 memperlihatkan betapa debit yang melewati criteria disain mengakibatkan
waktu retensi dan beban organic juga tidak sesuai dengan disain.
Tabel 4.6 memperlihatkan bukti bahwa penurunan atau pengurangan pencemar
COD oleh SFS atau efisiensi removal SFS ini hanya 74,52 %. Mestinya efisiensi
removal COD bisa mencapai diatas 85% untuk kondisi daerah tropis (Hammer, 1989). Ini
menunjukkan bahwa penyimpangan pada parameter disain waktu retensi dan beban
organic mempengaruhi penurunan pencemar COD pada air limbah, melalui mekanisme
sebagaimana dijelaskan pada uraian terdahulu. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan
efisiensi removal diatas 85% dengan cara pengaturan porositas, waktu retensi dan beban
organic. Semua itu dapat dilakukan minimal dengan control debit dan pembenahan /
penggunaan diameter kiriki yang sesuai dengan criteria disain
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
35
Kadar COD dari limbah septic tank yang diolah SFS adalah 60 – 105 mg/lt
(X=105,33), ini memang diatas ambang baku mutu limbah domestik (100 mg/l) sesuai
KEP MENLH No: 112 Tahun 2003 atau baku mutu limbah cair kawasan industri (100
mg/l) sesuai KEPMENLH No : 03/MENLH/1998. Ternyata SFS mampu menurunkan
kadar COD hingga 12 – 46,5 mg/lt (X=27,5), ini berarti pada titik tertentu sudah
memenuhi criteria disain pengolahan limbah, yang menetapkan COD effluent IPAL yang
dapat dibuang ke lingkungan sebesar 25 – 30 mg/l (NN, 1976).
Sebagai perbandingan dapat dikemukakan disini hasil penelitian Bali-schooll
(2008) terhadap Taman BALI (Taman Buangan Air Limbah, nama lokal untuk SFS) yang
menunjukkan bahwa efisiensi removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d
96 %, TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99
%. Penelitian US-EPA (1988) memperlihatkan efisiensi removal BOD pada SFS di
berbagai tempat diantaranya di Santee California = 75%, Sidney Australia = 86 %, dan
Emmitsburg, MD = 71 %.
Hasil uji paired t test menunjukkan bahwa nilai sig = 0,000 (< 0,05) berarti Ho
ditolak, atau dengan kata lain dapat dinyatakan “ Terdapat perbedaan yang bermakna
kadar COD sebelum dan sesudah melalui SSF”. Apabila dibandingan antara t- hitung =
32,678 dengan t-table = 1,699 ( α = 0,05 dan df = 29), terlihat bahwa t-hitung > t-table
yang berarti Ho ditolak.
Perbedaan COD sebelum dan sesudah melewati SFS adalah sangat logis, karena
didalam SFS COD (zat organic) mengalami penyerapan, penyaringan, degradasi oleh
tanaman dan mengalami proses oksidasi / biodegradasi oleh mikroorganime di permukaan
media kerikil. Mekanisme dan proses dimaksud adalah seperti dijabarkan dalam uraian
terdahulu.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
36
Pengolahan air limbah dari septic tank menggunakan SFS terbukti mampu
meningkatkan nilai keasaman (pH) air limbah dari 6 menjadi 6,78 (lihat table 4.7).
12. Gangguan SFS
Tanaman yang mengalami gosong daun diduga kuat akibat terkenan sinar matahari
secara langsung. Ini merupakan ketidak cermatan peneliti dalam memilih jenis tanaman
untuk SFS. Tanaman yang mengalami gosong daun diantaranya adalah aglaonema yang
ternyata memang perlu pernaungan agar tumbuh indah dan sehat. Oleh karena itu
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data tentang jenis-jenis tanaman
yang cocok untuk SFS pada lahan terbuka tanpa pernaungan.
Kebocoran yang terjadi pada SFS dapat berdampak pada rembesnya limbah ke
lingkungan sekitar. Apabila jumlah rembesan besar maka dapat dipastikan bias
memcemari lingkungan sekitar. Pencegahan terjadi rembesan dapat dilakukan dengan
ujicoba pengisian air pada bangunan SFS sebelum diisi kerikil, pasir dan ditanami, untuk
memastikan tidak terjadi kebocoran. Kebocoran dapat saja terjadi akibat konstruksi lantai
dasar SFS yang tidak kuat. Pada saat diuji melalui pengisian air dipastikan tidak bocor,
tetapi kebocoran bisa terjadi setelah diisi kerikil, pasir dan tanama. Hal ini akibat lantai
dasar SFS tidak kuat menahan beban dan amblas. Kasus inilah yang diperkirakan terjadi
pada pelaksanaan penelitian ini.
Ketersumbatan pada media kerikil dan pipa inlet yang diakibatkan oleh lendir dan
Lumpur, menunjukan bahwa pengolahan air limbah dengan SFS perlu didahului oleh
sebuah bangunan yang berfungsi sebagai pra sedimentasi (pengendapan pendahuluan).
Adanya pengendapan pendahuluan akan mencegah kemungkinan lumpur ikut masuk
dalam saluran SFS, sehingga ketersumbatan dapat dihindari. Lendir yang menyebabkan
ketersumbatan perlu dipastikan jenisnya melalui pemeriksaan laboratorium. Apabila jenis
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
37
lendir merupakan kombinasi lemak dan zat organic, maka air limbah sebelum masuk SFS
perlu melewati bangunan penangkap lemak (grease trap). Apabila lendir tersebut
merupakan koloni bakteri, maka kecepatan aliran perlu dinaikkan untuk mencegah
pengendapan / penempelan pada saluran pipa inlet. Pemeliharaan secara berkala terhadap
kemungkinan ketersumbatan akibat lumpur dan lendir perlu dilakukan dengan cara
membersihkan saluran secara manual. Bali schooll (2008) merekomendasikan bahwa
untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk
unit wetland SFS ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret.
Efluen SFS yang bercampur lumpur biomassa merupakan akibat alamiah dari
proses pembersihan air limbah oleh bakteri yang menempel pada media kerikil. Secara
berkala koloni bakteri yang sudah tua dan tebal pada permukaan media kerikil akan
mengelupas dan terbawa aliran efluen (Benefield LD, 1980). Hal ini samasekali tidak
berbahaya bagi lingkungan. Namun demikian, apabila menghendaki efluen SFS terlihat
lebih jernih dan tidak bercampur Lumpur biomassa, dapat dilakukan dengan cara
mengendapkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendapan dapat
dilakukan dengan menggunakan bak pengendap.
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah dari septic tank adalah 55
– 80 % dengan rata-rata 74,52%
2. Debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS adalah 60 – 105 l/jam dengan rata-rata
83,02 l/jam
3. Ada perbedaan yang bermakna kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS.
4. Gangguan yang timbul selama percobaan pengoperasian SFS diketahui sebanyak 9
(sembilan) macam, diataranya : tanaman mengalami gosong daun, tumbuh rumput liar,
terdapat bau amis, adanya ketersumbatan pompa, pipa inlet dan media kerikil, serta
effluent bercampur biomassa.
B. Saran
1. Efisensi perlu ditingkatkan sampai dengan diatas 85% dengan cara mengatur
porositas, waktu retensi, beban organic dan melalui kontrol debit.
2. Besarnya debit yang dapat diresapkan SFS, menjadikannya SFS layak diterapkan
sebagai pengganti peresapan septik tank, utamanya bagi daerah yang mengalami
problem ketersumbatan peresapan septic tank atau problem yang sejenis.
3. Perlu riset lebih lanjut, utamanya mencari jenis tanaman yang paling baik, sesuai
lokasi dan penempatan bangunan SFS
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
39
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah S, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air, Pelatihan Fasilitasi Teknologi
Ramah Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Tanggal 6 - 7 September 2006.
Alerts G. dan Santika, Sri Sumesti, 1987, Metode Penelitian Air, Surabaya : Usaha Nasional. Benefield Larry D, 1980, Biological Process Design for Wastewater Treatment, Prentice hall
Inc,Englewood Cliffs. Bali school, 2005-2008, Fitoremediasi, Upaya Mengolah Air Limbah Dengan Media
Tanaman Culp L Russel and Gordon L Culp, 1978, Hand Book of Advanced Wastewater Treatment,
Van Nostraad Reinhold Company. Crites, RW et al. 2006, Natural Wastewater Treatment Systems. Taylor & Francis Group. Crites, R and G Tchobanoglous, 1998, Small and Decentralized Wastewater Management
Systems. McGraw-Hill. Hammer, Donald, 1989, Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal,
Industrial, and Agricultural. Lewis Publishers, Inc. NN, 1976, Appropriate Technology, Brace Research Institute, Ottawa Canada NN, 2003 , Fitoremediasi - Upaya Mengolah Air Limbah Dengan Media Tanaman,
Direktorat Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Barat Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah
Sugiarto,1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Buangan, Universitas Indonesia, Jakarta Karen Setty, 2009, Design Manual: Constructed Wetlands for the Treatment of Black Water,
Bren School of Environmental Science and Management, University of California, Santa Barbara
Kadlec R.H. and Knight R.L., 1996, Treatment Wetlands. Lewis Publishers, New York. US EPA, 1988, Design Manual - Constructed Wetlands and Aquatic Plant Systems for
Municipal Wastewater Treatment, Center for Environmental Research Information Cincinnati, OH 45268
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
40
LAMPIRAN
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
41
LAMPIRAN : .
Keterangan : − Dimensi bak : Panjang = 4 m, Lebar = 1,25 m, Tinggi = 0,8m − Ketebalan pasangan beton = 6 – 8 cm − Diameter pipa inlet dan outlet = 7,5 cm (3 inch) − Tanaman hias = jenis, jumlah disesuaikan dengan kondisi local. Antara lain : pacing hijau
/ putih, keladi / sente, aglaonema, padi-padian, suji, dll. − Debit inlet = liter/hari − Hydrolik retention time = 7 hari − Limbah yang diolah = sesuai karakteristik air limbah dari septic tank − Penempatan = diatas permukaan tanah
Lapisan pasir 20 Cm
Lapisan kerikil 25 -40 Cm
4,0 m
Kerikil 60 – 70cm
0,8 m
Tanaman Hias
Inlet Outlet
Skema Disain SFS (Subsurface Flow System)
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
42
LAMPIRAN : .
CARA ANALISIS LABORATORIUM / PEMERIKSAAN COD
A. Alat dan Bahan
1. Kondensor 2. Tabung refluks 3. Beaker glass 4. Pipet ukur 5. Pipet tetes 6. Corong glass 7. Buret 8. Statif 9. Gelas ukur 10. Kompor 11. Filler 12. Erlenmeyer
1. Batu didih 2. Kristal HgSO4 3. Lart. K2Cr2O7 0,25 N 4. Lart. H2SO4.AgSO4 5. Larutan. FAS (Fero Alumunium
Sulfat) 0,1 N 6. Indikator ferroin 7. Sampel air
C. CARA PEMERIKSAAN KADAR COD
1. Siapkan tabung Refluks, timbang ± 0,4 gr HgSO4, lalu masukan ke dalam labu refluks. 2. Masukan air sampel 20 ml ke dalam Erlenmeyer. 3. Masukan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N ke dalam Erlenmeyer. 4. Masukan 30 ml H2SO4 . AgSO4 ke dalam Erlenmeyer. 5. Masukan 2 – 3 butir batu didih. 6. Setelah itu buatlah larutan blanko dilabu refluks lainnya. Dengan prosedur yang sama
seperti diatas hanya saja air sampel digantikan dengan aquades 20 ml. 7. Larutan sampel maupun blanko dipanaskan dengan kondensor selama 2 jam 8. Setelah 2 jam dipanaskan lalu didinginkan, setelah itu bilas dengan aquades antara 20-
50 ml 9. Encerkan sampai 2x volume sama dengan aquades 10. Tambahkan 3 tetes indikator Ferroin 11. Titrasi dengan FAS 0,1 N sampai terjadi perubahan warna hijau kebiruan menjadi
coklat kemerahan. 12. Catat jumlah FAS yang dipakai 13. Lakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
COD = 1000 x ( b - a ) x N FAS x BeO 20 Keterangan : COD : Nilai Oksigen kimia ( mg / l ) b ml : Volume zat titran pada titrasi larutan blanko ( ml )
a ml : Volume zat titran pada titrasi larutan N : Normalitas zat titran ( N ) Be O : Massa equivalent O2
Secara skematis dapat diperiksa pada gambar berikut :
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi
43