Post on 20-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, terdapat beberapa jenis pantai yang ada di Indonesia, yaitu: Pantai
Tertutup, Pantai Memanjang, Pantai Bukit Pasir/Gumuk Pasir (dsand dune),
Tombolo, Delta, dan Laguna. Pantai tertutup pada umumnya berada dalam teluk
dan terlindung dari pengaruh-pengaruh alam (ombak, arus kecang dan angin),
namun apabila dalam bentuk teluk yang berukuran lebih besar, pantai terbuka
masih dapat terasa pengaruh-pengaruh alam yang terjadi. Pantai memanjang
biasanya berbentuk bulan sabit, terbentuk oleh material sedimen yang dapat
berpindah seperti pasir. Pantai bukit pasir/gumuk pasir (dsand dune), merupakan
suatu pantai berbukit dengan material pasir. Tombolo merupakan suatu bentukan
pantai yang terjadi oleh pengaruh arus pantai, sedangkan Delta merupakan suatu
tumpukan sedimen pada mulut sungai. Laguna (Estuaria), yang merupakan suatu
kolam air payau. Estuaria terletak di mulut sungai sedangkan laguna dapat
ditemukan di sepanjang pantai.
Negara Indonesia terkenal dengan sebutuan negara maritim. Sebutan tersebut
dikarenakan 2/3 bagian wilayah Indonesia terdiri dari perairan, baik perairan darat
maupun perairan laut. Perairan Indonesia didominasi oleh perairan laut
dibandingkan perairan darat. Banyaknya Oleh karena itu Negara Indonesia disebut
dengan Negara Maritim.
Banyaknya wilayah lautan dan ribuan pulau yang ada di Indonesia, membuat
Indonesia memiliki kekayaan akan pantai. Pantai merupakan sumber daya yang
sangat potensial untuk dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Pengembangan
dari potensial pantai ini meliputi:
1. Perikanan
2. Pelabuhan
3. Pariwisata
4. Konstruksi bangunan lainya
Pantai merupakan pertemuan antara darat dan laut, sehingga kawasan ini
mempunyai ciri-ciri yang khas, dikarena menuju arah laut dibatasi oleh pengaruh
fisik laut dan sisa ekonomi bahari, sedangkan menuju arah darat di batasi oleh
pengaruh proses alami dan kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. Adanya
kegiatan manusia dipesisir laut mengakibatkan berkembangnya teknologi
rekayasa pantai yang dapat dibangun dilokasi pesisir pantai. Rekayasa pantai
merupakan suatu usaha manusia untuk meruba prilaku alam pantai agar manusia
dapat menjalankan kegiatanya dengan lancar.
Oleh karena itu, calon sarjana teknik sipil diperlukan pengetahuan akan rekayasa
pantai secara riil. Hal ini dapat tercapai dengan melakukan pratikum rekayasa
pantai yang diperuntukan oleh para calon sarjana.
1.2 Maksud dan Tujuan
Dengan mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan.
dapat memperoleh data dan gambaran secara langsung bagaimana cara
mengumpulkan data dan pengolahan data pantai, sebagaimana proses data
yang telah diterangkan dalam kuliah.
Menambahkan wawasan dan pengetahuan dalam pelaksanaan survei di
lapangan
1.3 Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum ini mengambil lokasi di Pantai Tirtamaya dan
Muara Gabus, Indramayu. Waktu pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari
Minggu, 9 November 2014.
1.4 Ruang Lingkup Praktikum
Pada laporan praktikum pantai ini akan dibahas:
Pengukuran Pasang Surut Air Laut
Pengukuran Gelombang secara visual
Pengukuran Angin
Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang ( Leveling )
Pengukuran Posisi dan Kedalaman Titik di Laut ( Positioning &
Sounding )
Pengukuran Arus
1.5 Sistematika Penyajian
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang, maksud dan tujuan dari laporan ini, ruang
lingkup praktikum kemudian mengenai tempat dan waktu pelaksanaan.
Bab II Dasar Teori
Dalam bab ini membahas mengenai erosi pantai, erosi musiman, erosi menerus
dan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya erosi, cara penanggulan erosi
serta sedimentasi, erosi dan perencanaan pantai, dan Survei Oseanografi.
Bab III Metoda Pelaksanaan
Yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai tinjauan kondisi
lapangan, pelaksanaan praktikum, yaitu mengenai prosedur pengukuran Leveling
dan Profil Melintang, mengenai prosedur pengukuran posisi dan kedalaman laut,
pengukuran pasang surut dengan cara manual, pengukuran arus mengenai cara
pengukuran kecepatan dan arah arus, membahas mengenai pengukuran
gelombang dengan cara visual serta otomatis, dan juga pengukuran angina
Bab IV Analisa Data
Dalam bab ini menguraikan tentang cara-cara pengolahan data yang telah
diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan dan mengenai saran-saran praktikan setelah
melaksanakan praktikum.
BAB III
METODA PELAKSANAAN
3.1 Pendahuluan
Lokasi pengukuran di lapangan dipusatkan di sebelah timur muara sungai
Gabus, Pantai Tirtamaya, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Adapun macam-
macam kegiatan praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tinjauan Kondisi Lapangan
Pengukuran Pasang Surut Air Laut
Pengukuran Gelombang secara visual
Pengukuran Angin
Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang ( Levelling )
Pengukuran Posisi dan Kedalaman Titik di Laut ( Positioning &
Sounding )
Pengukuran Arus
3.2 Tinjauan Kondisi Lapangan
Di bagian Barat Laut Pantai Tirtamaya terdapat Sungai Gabus. Pada muara
sungai tersebut saat pasang surut tidak ditemui terjadinya pendangkalan sedimen
karena adanya krib dari batu belah yang ditumpuk secara tegak lurus pantai di
bagian timur muara, sehingga mampu menahan arus dan gelombang laut, namun
pada saat surut ditemukan adanya sedimentasi. Dan di daerah downdrift (salah
satu sisi krib yang akan tergerus) muara sungai dipasang revetment untuk
mencegah erosi.
Pantai Tirtamaya sebagai tempat wisata telah mengalami erosi yang
menyebabkan mundurnya garis pantai. Oleh karena itu pemerintah daerah
berusaha untuk menanggulangi masalah tersebut mengingat beberapa meter dari
tepi Pantai Tirtamaya terdapat banyak pipa minyak, tambak-tambak ikan, dan
perkampungan nelayan yang apabila terjadi erosi dapat membahayakan pipa-pipa
tersebut dan juga keberadaan perkampungan nelayan itu sendiri.
Usaha yang telah dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas
adalah dengan jalan membuat krib tegak lurus pantai yang terbuat dari ban berisi
campuran pasir dengan semen dan kubus-kubus beton yang disusun berbentuk
segitiga. Seiring waktu krib yang terbuat dari ban yang berisikan semen tersebut
mengalami kehancuran ( tidak optimal )untuk menangani arus laut, sehingga
terjadi kemunduran garis pantai. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya
dilakukan pemasangan krib yang terbuat dari batuan besar, seperti yang dilakukan
di sungai Gabus. Hal ini dilakukan tentunya tidak merubah atau mengurangi nilai
estetika dari pemanfaatan pantai sebagai objek wisata, akan tetapi diharapkan
justru sebaliknya
3.3 Pengamatan Pasang Surut
Pengukuran pasang surut dilakukan dengan mengamati tinggi muka air ±
39 jam untuk kemudian dihitung muka air rata-rata (MSL)
Tujuan pengukuran ini adalah :
1. Menentukan reduksi dalam pengukuran kedalaman untuk pembuatan peta
bathimetri dan menentukan bidang persamaan.
2. Menghitung pengukuran kedalaman pada waktu HWL, MSL, LWL,
selisih tinggi antara HWL dengan LWL disebut beda pasang.
3. Untuk keperluan penyelidikan muara dan pantai, antara lain dalam
membuat pengukuran pantai.
Alat yang digunakan:
Teropong dan Papan duga
Gambar Alat :
Gambar 3.3.1 Pengamatan pasang surut.
Cara Manual
Pengamatan cara manual dilakukan dengan memasang papan duga,
pengamatan ini terbatas untuk waktu yang pendek misalnya 39 jam. Pengamatan
dilakukan dengan membaca taraf muka air pada papan duga, setiap 30 menit,
setiap pembacaan dilakukan 10 kali pembacaan muka air lembah dan puncak.
Hasil pembacaan merupakan rata-rata dari pembacaan puncak dan lembah. Cara
inilah yang dilakukan selama praktikum.
Gambar 3.3.2 Situasi Pengamatan pasang surut.
3.4 Gelombang Dengan Cara Visual
Papan Duga
Melakukan pengamatan tinggi gelombang, periode gelombang dan arah
datang gelombang secara visual untuk mendapatkan tinggi, perode dan arah
datang gelombang rata-rata.
a. Tinggi Gelombang
1. Dipakai rambu dengan tanda ketinggian setiap 10 cm dengan
pengamatan terhadap datangnya gelombang yang menuju rambu.
2. Untuk mengukur tinggi gelombang pembacaan pada kedudukan
puncak dan lembah yang dihitung dalam 1 periode.
3. Pembacaan dilakukan sebanyak 10 kali dan diambil nilai rata-
ratanya.
b. Periode Gelombang
1. Pada saat pengukuran, dilakukan pengamatan terhadap gelombang
yang menuju rambu.
2. Pada saat puncak gelombang mengenai rambu, stopwatch mulai
dijalankan dan puncak gelombang yang berurutan dihitung.
3. Stopwatch dimatikan pada saat puncak gelombang kesebelas
mengenai rambu.
4. Periode tetap gelombang adalah waktu pengamatan dibagi 10.
5. Pengamatan dilakukan sebanyak 10 kali, dan diambil harga rata-
ratanya.
c. Arah Datang Gelombang
1. Pengamatan dilakukan terhadap arah gelombang yang menuju
yalon-yalon. Gelombang berupa gelombang yang belum pecah.
2. Pada saat gelombang menuju yalon A (dengan tanda bendera),
tempat gelombang yang sama diamati pada yalon 1-2-3. Dengan
perhitungan trigonometri, arah gelombang dapat dihitung.
3. Pengamatan dilakukan 10 kali, dan diambil nilai rata-rata.
5 m
5 m
5 m
U
1
2
3
A
Gambar 3.4.1 Situasi Pengukuran gelombang secara visual.
Gambar Alat :
Gambar 3.4.2 Pengukuran gelombang secara visual.
3.5 Pengukuran Angin
Pengukuran angin bertujuan untuk mengetahui arah datangnya angin
terhadap arah Utara dan kecepatan angin pantai. Pengukuran ini dapat
dimanfaatkan untuk memperkirakan arah datangnya gelombang.
1. Alat yang digunakan
Pengukuran angin dilakukan dengan menggunakan windwatch, kompas
dan gada-gada. Windwatch digunakan untuk mengukur kecepatan angin, kompas
digunakan untuk mengukur arah datangnya angin terhadap Utara, dan gada-gada
digunakan untuk mengetahui arah angin.
1. Gambar Alat
Gambar 3.5.1 Pengukuran Angin
3. Prosedur Pengukuran
a. Windwatch diarahkan berlawanan dengan arah angin, dengan cara
diangkat dengan tangan sedemikian, sehingga windwatch dapat berfungsi
dengan baik dan dapat dilihat. Windwatch diukur sampai dengan batas
maksimum kecepatan angin selama windwatch satu kali digunakan,
kemudian dibaca kecepatan anginnya dan dicatat pada formulir
pengukuran. Dilakukan sebanyak 10 kali.
b. Gada-gada dipasang setinggi kurang lebih 3 meter.
c. Kompas ditempatkan sedemikian sehingga kompas berlawanan arah
datangnya angin dan sejajar dengan gada-gada.
d. Setelah kompas sejajar dengan gada-gada mulai mengukur arah datangnya
angin dengan mensejajarkan kompas dan garis gada-gada, setelah itu
dicatat hasil pengukuran pada formulir pengukuran sebanyak 10 kali.
e. Pelaksanaan pengukuran angin dengan alat windwacth dilakukan
bersamaan dengan pengukuran sudut dengan menggunakan kompas.
Gambar 3.5.2 Situasi Pengukuran angin.
3.6 Profil Memanjang dan Profil Melintang
Bertujuan untuk mendapatkan profil permukaan pantai. Dari pengukuran
sipat datar dapat diketahui ketinggian patok-patok terhadap datum ( permukaan air
laut rata-rata ). Jika ketinggian patok sudah diketahui maka ketinggian permukaan
pantai dapat diketahui dengan pengukuran leveling. Pengukuran dilakukan kearah
daratan dan ke arah laut dari patok dimana alat sipat datar berdiri.
1. Alat yang digunakan
Pada pengukuran profil melintang digunakan alat waterpass, rambu ukur,
dan kompas. Kompas digunakan untuk menentukan arah jurusan pengukuran
terhadap arah utara ( azimuth ), sedangkan alat sipat datar digunakan untuk
mengukur beda tinggi permukaan tanah.
2. Gambar Alat
Gada-gada
Kompas dan Windwatch
Gambar 3.6.1 Pengukuran Profil Memanjang dan Profil Melintang
2. Pengukuran Profil Memanjang
Waterpass ditempatkan di antara dua titik yang diukur. Jarak antara
pengukuran kedua posisi ini disebut sebagai stand 1.
Posisi waterpass pada tripod sampai nivo berada di tengah-tengah, jika
gelembung nivo telah berada ditengah, maka alat berada pada posisi
horizontal terhadap bumi.
Rambu ukur ditempatkan pada titik pengukuran belakang, yaitu titik yang
pada saat rangkaian pengukuran berada pada posisi yang lebih dekat ke
benchmark ( titik yang diketahui ketinggiannya ).
Pembacaan dilakukan pada benang atas, benang tengah, benang bawah
waterpass.
Hasil pembacaan dicatat pada formulir pengukuran.
Rambu ukur ditempatkan pada titik pengukuran muka, kemudian langkah c
dan d diulangi.
Waterpass dipindahkan letaknya, posisi ini disebut stand 2. ( persyaratan
jarak sama dengan stand 1 )
Ulangi langkah b sampai f.
Gambar 3.6.2 Situasi Pengukuran profil memanjang dan profil melintang.
3. Pengukuran profil melintang
Rambu UkurWater pass
a. Waterpass diletakan tepat di atas patok dimana pengukuran profil
melintang akan dilakukan.
b. Pengukuran dilakukan terhadap profil topografi dengan arah menjauhi
pantai. Dengan menggunakan kompas, waterpass diarahkan sesuai dengan
arah jalur pengukuran, secara bersamaan waterpass diatur agar benar-
benar horizontal terhadap bumi.
c. Sebelum melakukan pengukuran sipat datar, tinggi waterpass terhadap
patok diukur terlebih dahulu.
d. Rambu diletakkan pada titik yang akan diukur beda tingginya. Penentuan
titik ukur dilakukan berdasarkan pada pengamatan visual terhadap bentuk
profil permukaan tanah.
e. Pembacaan dilakukan terhadap benang atas, benang bawah dan benang
tengah.
f. Hasil pembacaan dicatat dalam formulir pengukuran.
g. Untuk pengukuran titik-titik selanjutnya digunakan cara yang sama.
h. Sebelum melakukan pembacaan ke arah laut, arah waterpass diukur
kembali dengan menggunakan kompas.
3.7 Posisi Dan Kedalaman Laut (Positioning and Sounding)
Bertujuan untuk mengukur kedalaman laut pada titik pengamatan.
1. Alat yang digunakan :
b. GPS
c. Echosounder
d. Stopwatch
e. Rambu pemandu arah
f. Alat tulis dan formulir ukur
2. Gambar Alat
Gambar 3.7.1 Pengukuran posisi dan kedalaman laut.
3. Prosedur pengukuran posisi dan kedalaman laut
a. Sebuah bendera ditempatkan pada titik jalur pengukuran dan sebuah lagi
terletak di depannya. Kedua bendera ini membentuk sebuah garis lurus
yang searah dengan jalur pengukuran. Bendera ini berfungsi untuk
melakukan pengamatan visual terhadap perahu. Jika kedua bendera terlihat
berhimpit, maka perahu sudah searah dengan jalur pengukuran.
Pengukuran dimulai dari arah yang paling dekat dengan pantai.
b. Petugas pemandu arah bertugas untuk melakukan pengamatan terhadap
kedua bendera pemandu di pantai, dan memberikan arahan kepada juru
mudi perahu.
c. Pengukuran posisioning dilakukan dengan menggunakan GPS
d. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan alat echosounder pada perahu.
e. Pada pengukuran posisioning setelah aba-aba fix maka praktikan mencatat
data koordinat (X dan Y) dari alat GPS pada formulir ukur dan mencatat
waktu pengukuran.
Gambar 3.7.2 Situasi Pengukuran posisi dan kedalaman laut
RambuGPS
3.8 Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus
Arus pasang surut adalah perubahan muka air laut yang diakibatkan oleh
pergerakan air secara horizontal. Kegunaaan penentuan arus adalah :
1. berpengaruh terhadap jalannya perahu.
2. berpengaruh terhadap proses sedimentasi pelabuhan.
1. Alat yang digunakan adalah
2 buah pelampung arus,
satu buah GPS, dan
Perahu nelayan .
2. Gambar Alat
Gambar 3.8.1 pengukuran kecepatan dan arah arus
3. Prosedur pengukuran kecepatan dan arah arus :
a. Pelampung arus dilepaskan bebas di laut, diketahui koordinatnya dengan
menggunakan GPS
b. Kapal menjauh, kemudian mendekati pelampung kembali dan diketahui
koordinatnya dengan menggunakan GPS
c. Waktu dan koordinat pelampung arus dicatat.
d. Pelampung diambil dan praktikum selesai.
Gambar 3.8.2 Situasi pengukuran kecepatan dan arah arus
KapalPelampung Arus
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengukuran Pasang Surut Air LautData – data yang diperoleh dari pembacaan pada pelskal dapat dilihat pada
lampiran. Pengukuran pasang surut dilakukan sebanyak masing-masing 10 kali
untuk pembacaan puncak dan 10 kali untuk pembacaan lembah, dalam selang
waktu 30 menit. Data-data tersebut kemudian dirata-ratakan antara puncak dan
lembah gelombang hingga tiap 30 menit didapat satu nilai tinggi muka air, setelah
itu diplotkan pada kertas grafik,(seperti pada hal berikut) dihaluskan (smoothing),
dan dicari MSL-nya dengan Metode Admiralthy. Contoh penentuan tinggi muka
air :
Contoh penentuan tinggi muka air :
Data Pasang Surut kelompok 7
Pada tanggal 22 november 2009, pukul 09.00 WIB:
P 135 130 132 133 133 131 133 133 132 133 ∑ = 1325
L 129 122 123 124 123 124 125 122 123 125 ∑ = 1240
Pada tanggal 22 November 2009, pukul 09.30 WIB :
P 132 133 136 133 135 132 133 136 133 133 ∑ = 1336
L 123 125 123 125 125 123 122 123 123 123 ∑ = 1235
h = ∑Pi + ∑Li , dimana : Pi = MSL ke puncak gelombang
2n Li = jarak dari MSL ke lembah gelombang
n = jumlah data.
Jadi tinggi muka air pada pukul 09.00 WIB adalah :
h =
1325+12402×10 = 128,25 cm
sedangkan tinggi muka air pada pukul 09.30 WIB adalah
h =
1336+12352×10 = 128,55 cm
Contoh penentuan nilai MSL :
Jam Ke Tanggal
Jam Pengamatan
Tinggi m.a (cm) Faktor Pengali Hasil kali
1 21 November 2009 17.00 118 1 1182 18.00 110,75 0 03 19.00 106,2 1 106,24 20.00 101,05 0 05 21.00 97,8 0 06 22.00 98,35 1 98,357 23.00 115,75 0 08 22 November 2009 00.00 122,25 1 122,259 01.00 127,65 1 127,6510 02.00 132,3 0 011 03.00 136 2 27212 04.00 141,25 0 013 05.00 146 1 14614 06.00 145 1 14515 07.00 134,8 0 016 08.00 128,7 2 257,417 09.00 128,25 1 128,2518 10.00 131,75 1 131,7519 11.00 141,5 2 28320 12.00 142,9 0 021 13.00 143,6 2 287,222 14.00 151,3 1 151,323 15.00 149,6 1 149,6
2523,95Data tinggi muka air dengan interval waktu 23 jam :
MSL =
∑ Hasilkali
∑ FaktorPengali = 2523 . 9519 = 132,84 cm
Data tinggi muka air terkoreksi dengan interval waktu 39 jam:
Jam Ke Tanggal
Jam Pengamatan
Tinggi m.a (cm) Faktor Pengali Hasil kali
1 21 November 2009 01.00 115,1 1 115,12 02.00 123 0 03 03.00 134,4 1 134,44 04.00 148,2 0 05 05.00 158 0 06 06.00 150,6 1 150,67 07.00 136 0 08 08.00 126,2 1 126,29 09.00 108,3 1 108,310 10.00 92,9 0 011 11.00 84,9 2 169,812 12.00 86,1 0 013 13.00 93,8 1 93,814 14.00 102,5 1 102,515 15.00 110 0 016 16.00 120,6 2 241,217 17.00 128,4 1 128,418 18.00 124,8 1 124,819 19.00 112 2 22420 20.00 103 0 021 21.00 97,8 2 195,622 22.00 98,35 1 98,3523 23.00 115,75 1 115,7524 22 November 2009 00.00 122,25 2 244,525 01.00 127,65 0 026 02.00 132,3 1 132,327 03.00 136 1 136
28 04.00 141,25 0 029 05.00 146 2 29230 06.00 145 0 031 07.00 134,8 1 134,832 08.00 128,7 1 128,733 09.00 115,8 0 034 10.00 97,1 1 97,135 11.00 84 0 036 12.00 82,2 0 037 13.00 88,6 1 88,638 14.00 98,4 0 039 15.00 107,8 1 107,8
3490,6
MSL =
∑ Hasilkali
∑ FaktorPengali = 3490 ,630 = 116.35 cm
Dari hasil perhitungan di atas tedapat dua nilai MSL, dimana yang satu
berdasarkan interval waktu selama 23 jam dengan nilai MSL = 132,84 cm,
sedangkan yang satu berdasarkan interval waktu 39 jam melalui pengkoreksian
data sehingga didapt MSL sebesar 116.35 cm. Perbandingan nilai MSL antara
interval waktu 23 jam dengan interval waktu selama 39 jam dapat terlihat pada
grafik di bawah ini:
Perbandingan Data Pasang Surut 21-22 Nop 2009
Data Pasut Cirebon
Data Pengamatan Terkoreksi
Data Asli Pengamatan
Jam Pengamatan
ELev
asi M
uka
Air (
cm)
4.2 Pengukuran Gelombang SecaraVisual1. Tinggi Gelombang
Tinggi gelombang ( H ) adalah jarak vertical dari puncak gelombang
ke lembah gelombang. Tinggi gelombang diukur dari selisih tinggi puncak
dan lembah gelombang.
Contoh perhitungan tinggi gelombang :
Data hasil pengukuran lapangan diperoleh
H1 = 9cm; H2 = 11cm; H3 = 14cm; H4 = 13cm; H5 = 12cm; H6 =
14cm; H7 = 14cm; H8 = 15cm; H9 = 15cm; H10 = 13cm; H11 =
14cm.
Untuk mendapatkan H rata-rata, maka;
H= ∑ h
n=
H 1+H 2+H 3+H 4+H 5+H 6+H 7+H 8+H 9+H 10+H 1111
H=
9+11+14+13+12+14+14+15+15+13+1411
=13 .09 cm
2. Periode Gelombang
Periode Gelombang ( T ) adalah lamanya waktu dua puncak gelombang
berurutan melewati suatu titik tertentu. Perhitungan periode dilakukan
sebanyak 10 kali tanpa terputus, dilakukan dengan mengukur satu
panjang gelombang dan waktu yang dibutuhkan untuk satu panjang
gelombang.
Contoh perhitungan periode gelombang :
Dari hasil pengukurandilapangan diperoleh data waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai 11 gelombang adalah sebagai berikut :
T11 1 = 48 det T11 7 = 48 det
T11 2 = 46 det T11 8 = 52 det
T11 3 = 51 det T11 9 = 42 det
T11 4 = 38 det T11 10 = 41 det
T11 5 = 46 det T11 11 = 48 det
T11 6 = 65 det
Karena data waktu yang diperoleh adalah waktu untuk mencapai 11 gelombang
maka Perioda (T) gelombang adalah :
Ti =
T 11110 =
4810 =4,8 detik
Dengan cara yang sama pada setiap intervalnya diperoleh nilai T1 sampai dengan
T11, maka T rata-rata =
T =
T 1+T 2+T 3+T 4+T 5+T 6+T 7+T 8+T 9+T 10+T 1111
T =
4 .8+4 .6+5 .1+3 .8+4 .6+6 .5+4 .8+5 .2+4 .2+4 .1+4 . 811
T = 4.772 det
3. Arah Datang Gelombang
Arah datang gelombang didapat dengan pengukuran jarak dari yalon 1
ke yalon 2 dan dari yalon 2 ke yalon 3. Alat yang digunakan 3 buah
yalon dengan posisi dan jarak seperti tergambar berikut ini :
Pengukuran arah gelombang gelombang dating dilakukan dengan
cara :
5 M
5 M
5 M
2. 5 M
U
A D G
BENDERA
45
Gambar 4.2 Arah datang gelombang.
4.3 Pengukuran AnginPengukuran angin dilakukan dengan dua kegiatan yaitu pengukuran
kecepatan angin dan arah dating angin.
Data yang diperoleh pada pengukuran angin pada pukul 12:06 WIB
Kecepatan Konstant : 2 m/det
Arah angin dari utara : 20
Data yang Diperoleh :
NO. WAKTU
KECEPATAN ARAH DATANG
PENGELOMPOKAN
KETERANGAN RATA-RATA TERHADAP
UTARA ARAH(m/det)
1 11:58:00 1.8 6 Utara
2 11:59:00 2.1 3 Utara
3 12:00:00 2 4 Utara
4 12:01:00 2.4 0 Utara Angin datang
5 12:02:00 2.5 5 Utara dominan dari
6 12:03:00 2.6 7 Utara utara
7 12:04:00 1.6 5 Utara
8 12:05:00 1.5 42 Utara
9 12:06:00 2 2 Utara
10 12:07:00 2 48 Timur Laut
Pengelompokan arah dibatasi oleh sudut + 22.50 ke -22.50 dari tiap arah mata
angin. Dari gambar diatas sudut ± 22.50 diwakili oleh garis putus-putus.
Jadi arah angin hasil pengamatan dilapangan adalah
Pengamatan Pukul 12:06 WIB
Arah dari utara 20 masuk pada rentang arah UTARA
4.4 Profil Memanjang (Sifat Datar) dan Profil Melintang4.4.1 Profil Memanjang ( Levelling )
Dilakukan dengan sipat datar untuk menentukan ketinggian titik ukur dari
P1 sampai dengan P12 yang terlebih dahulu diikatkan terhadap nilai MSL. Contoh
akan dihitung elevasi P1 terhadap MSL.
Elevasi P1 = 2,572 - MSL – Tinggi Patok P1
= 2,572 -1,1914 – 0,25
= 1,1306 m
Elevasi P2 = Elv. P1 + tinggi patok P1 + Δh – tinggi patok P2
=1,1306 + 0,25 + (0,395) - 0,2
=1,5756 m
Dimana :
MSL = Mean Sea Level
= 119,4 cm = 1,194 m.
Setelah titik P1 diketahui elevasinya maka perhitungan elevasi harus
dimulai dari titik P1 secara berurutan sampai dengan P12 sesuai dengan rangkaian
pengukuran yang dilakukan ( lihat lampiran ).
4.4.2 Profil Melintang
Setelah elevasi titik P1 sampai P12 diperoleh maka elevasi melintang profil
dapat dihitung. Contoh Sketsa pada P7 :
Tinjau titik 1
Elevasi P7 = 0.158 m
Tinggi Patok P7 = 0,13 m
Tinggi Alat = 1,235 m
Benang Tengah (BT) = 0.640
Elevasi titik = Elevasi tanah P7 + Tinggi Patok P7 + Tinggi Alat – BT
= 0.158 + 0.13 + 1.235 – 0.640
= 0.883 m
Demikian seterusnya sampai diperoleh ketinggian titik masing-masing profil.
Sedangkan jarak titik (optis) didapat dengan cara :
Benang Atas (BA) = 0.680 m
Benang Tengah (BT) = 0.640m
Benang Bawah (BB) = 0.5950m
Jarak Titik = (BA – BB) x 100 atau (BT – BB) x 200
= (0.680 – 0.5950 ) x 100
= 8.5 m
4.5 Pengukuran Posisi dan Kedalaman Laut ( Positioning dan
Sounding )
Pengukuran posisi dan kedalaman titik dilakukan untuk mendapatkan
kedalaman titik-titik pada dasar laut. Hasil perhitungan pada Echosounder
memberikan kedalaman berdasarkan taraf muka air pada saat pengukuran
dilakukan, padahal saat pengukuran terjadi pasang surut, maka dari itu diperlukan
sebuah faktor koreksi untuk mendapatkan kedalaman titik terhadap MSL. Faktor
koreksi untuk pengukuran kedalaman didapatkan dengan menggunakan rumus :
Faktor Koreksi = MSL – Tinggi Muka Air
MSL dan tinggi muka air diukur pada pelskal. Tinggi muka air didapatkan
dengan menggunakan interpolasi dari jam pengukuran pada grafik pasang surut
dan elevasi dasar yang real dihitung dengan menggunakan rumus :
Elevasi dasar = Kedalaman Echo + Faktor Koreksi
Elevasi dasar ini diukur terhadap nilai MSL dimana data hasil perhitungan
tersebut digambarkan pada peta kontur.
Contoh Perhitungan :
Pengukuran pada tanggal 09 oktober 2004, pkl 07.30.00”WIB dengan
no.Fix 1
Posisi horizontal Fix perum α kiri =256º 22’00”
α kanan = 26º 55’45”
Dari hasil perhitungan diperoleh :
Koordinat X = 10081.059 m
Koordinat Y = 10256.129m
Bacaan Echo (Z) = 2 m
Tinggi muka air pada pkl 7.30.00 = 1.32 m (grafik pasut yang di
smoothkan).
MSL (hasil dari Admiralthy) =1.1915 m
Koreksi (=MSL – Tinggi Muka Air) = -0.1285 m
Elevasi dasar (=Bacaan Echo + Koreksi) = 1.8715 m
4.6 Pengukuran Arus Pengukuran kecepatan dan arah arus laut memberikan data posisi, dan
waktu pergerakan untuk setiap pelampung yang digunakan. Untuk menghitung
kecepatan arus digunakan rumus :
Kecepatan =
JarakWaktu
Dimana :
Jarak : √{( X2−X1 )2+(Y 2−Y 1)
2}
Dimana :
X1, Y1 = posisi pelampung diceburkan
X2, Y2 = posisi pelampung diambil
T1 = waktu posisi 1
T2 = waktu posisi 2
‹= arc tan ( (Y 2−Y 1 )
( X 2−X 1 ) )Arah = 900 + ‹
Contoh Perhitungan :
Jarak tempuh = √{( X2−X1 )2+(Y 2−Y 1)
2 }
= √{(217271−216859 )2+(9291984−9291936 )2}
= 414.7867 m
Waktu tempuh = 15:22:00 – 15:14:00 = 480 dtk
Kecepatan = Jarak tempuh = 414.7867 = 0.8641 m/dtk ≈ 0.8 m/dtk
Waktu tempuh 480
‹= arc tan ( (Y 2−Y 1 )
( X 2−X 1 ) ) = arc tan ( (9291984−9291936 )
(217271−216859 ) )= 6.6450 ( KW. I )
Arah 900 + 6.6450 = 96.6450
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran