Laporan Praktikum

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, terdapat beberapa jenis pantai yang ada di Indonesia, yaitu: Pantai Tertutup, Pantai Memanjang, Pantai Bukit Pasir/Gumuk Pasir (dsand dune), Tombolo, Delta, dan Laguna. Pantai tertutup pada umumnya berada dalam teluk dan terlindung dari pengaruh-pengaruh alam (ombak, arus kecang dan angin), namun apabila dalam bentuk teluk yang berukuran lebih besar, pantai terbuka masih dapat terasa pengaruh-pengaruh alam yang terjadi. Pantai memanjang biasanya berbentuk bulan sabit, terbentuk oleh material sedimen yang dapat berpindah seperti pasir. Pantai bukit pasir/gumuk pasir (dsand dune), merupakan suatu pantai berbukit dengan material pasir. Tombolo merupakan suatu bentukan pantai yang terjadi oleh pengaruh arus pantai, sedangkan Delta merupakan suatu tumpukan sedimen pada mulut sungai. Laguna (Estuaria), yang merupakan suatu kolam air payau. Estuaria terletak di mulut sungai sedangkan laguna dapat ditemukan di sepanjang pantai. Negara Indonesia terkenal dengan sebutuan negara maritim. Sebutan tersebut dikarenakan 2/3 bagian

description

laporan prakitkum

Transcript of Laporan Praktikum

Page 1: Laporan Praktikum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, terdapat beberapa jenis pantai yang ada di Indonesia, yaitu: Pantai

Tertutup, Pantai Memanjang, Pantai Bukit Pasir/Gumuk Pasir (dsand dune),

Tombolo, Delta, dan Laguna. Pantai tertutup pada umumnya berada dalam teluk

dan terlindung dari pengaruh-pengaruh alam (ombak, arus kecang dan angin),

namun apabila dalam bentuk teluk yang berukuran lebih besar, pantai terbuka

masih dapat terasa pengaruh-pengaruh alam yang terjadi. Pantai memanjang

biasanya berbentuk bulan sabit, terbentuk oleh material sedimen yang dapat

berpindah seperti pasir. Pantai bukit pasir/gumuk pasir (dsand dune), merupakan

suatu pantai berbukit dengan material pasir. Tombolo merupakan suatu bentukan

pantai yang terjadi oleh pengaruh arus pantai, sedangkan Delta merupakan suatu

tumpukan sedimen pada mulut sungai. Laguna (Estuaria), yang merupakan suatu

kolam air payau. Estuaria terletak di mulut sungai sedangkan laguna dapat

ditemukan di sepanjang pantai.

Negara Indonesia terkenal dengan sebutuan negara maritim. Sebutan tersebut

dikarenakan 2/3 bagian wilayah Indonesia terdiri dari perairan, baik perairan darat

maupun perairan laut. Perairan Indonesia didominasi oleh perairan laut

dibandingkan perairan darat. Banyaknya Oleh karena itu Negara Indonesia disebut

dengan Negara Maritim.

Banyaknya wilayah lautan dan ribuan pulau yang ada di Indonesia, membuat

Indonesia memiliki kekayaan akan pantai. Pantai merupakan sumber daya yang

sangat potensial untuk dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Pengembangan

dari potensial pantai ini meliputi:

1. Perikanan

2. Pelabuhan

Page 2: Laporan Praktikum

3. Pariwisata

4. Konstruksi bangunan lainya

Pantai merupakan pertemuan antara darat dan laut, sehingga kawasan ini

mempunyai ciri-ciri yang khas, dikarena menuju arah laut dibatasi oleh pengaruh

fisik laut dan sisa ekonomi bahari, sedangkan menuju arah darat di batasi oleh

pengaruh proses alami dan kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. Adanya

kegiatan manusia dipesisir laut mengakibatkan berkembangnya teknologi

rekayasa pantai yang dapat dibangun dilokasi pesisir pantai. Rekayasa pantai

merupakan suatu usaha manusia untuk meruba prilaku alam pantai agar manusia

dapat menjalankan kegiatanya dengan lancar.

Oleh karena itu, calon sarjana teknik sipil diperlukan pengetahuan akan rekayasa

pantai secara riil. Hal ini dapat tercapai dengan melakukan pratikum rekayasa

pantai yang diperuntukan oleh para calon sarjana.

1.2 Maksud dan Tujuan

Dengan mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan.

dapat memperoleh data dan gambaran secara langsung bagaimana cara

mengumpulkan data dan pengolahan data pantai, sebagaimana proses data

yang telah diterangkan dalam kuliah.

Menambahkan wawasan dan pengetahuan dalam pelaksanaan survei di

lapangan

1.3 Tempat dan Waktu Praktikum

Tempat pelaksanaan praktikum ini mengambil lokasi di Pantai Tirtamaya dan

Muara Gabus, Indramayu. Waktu pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari

Minggu, 9 November 2014.

Page 3: Laporan Praktikum

1.4 Ruang Lingkup Praktikum

Pada laporan praktikum pantai ini akan dibahas:

Pengukuran Pasang Surut Air Laut

Pengukuran Gelombang secara visual

Pengukuran Angin

Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang ( Leveling )

Pengukuran Posisi dan Kedalaman Titik di Laut ( Positioning &

Sounding )

Pengukuran Arus

1.5 Sistematika Penyajian

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang, maksud dan tujuan dari laporan ini, ruang

lingkup praktikum kemudian mengenai tempat dan waktu pelaksanaan.

Bab II Dasar Teori

Dalam bab ini membahas mengenai erosi pantai, erosi musiman, erosi menerus

dan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya erosi, cara penanggulan erosi

serta sedimentasi, erosi dan perencanaan pantai, dan Survei Oseanografi.

Bab III Metoda Pelaksanaan

Yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai tinjauan kondisi

lapangan, pelaksanaan praktikum, yaitu mengenai prosedur pengukuran Leveling

dan Profil Melintang, mengenai prosedur pengukuran posisi dan kedalaman laut,

pengukuran pasang surut dengan cara manual, pengukuran arus mengenai cara

pengukuran kecepatan dan arah arus, membahas mengenai pengukuran

gelombang dengan cara visual serta otomatis, dan juga pengukuran angina

Bab IV Analisa Data

Page 4: Laporan Praktikum

Dalam bab ini menguraikan tentang cara-cara pengolahan data yang telah

diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan dan mengenai saran-saran praktikan setelah

melaksanakan praktikum.

BAB III

METODA PELAKSANAAN

3.1 Pendahuluan

Lokasi pengukuran di lapangan dipusatkan di sebelah timur muara sungai

Gabus, Pantai Tirtamaya, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Adapun macam-

macam kegiatan praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Tinjauan Kondisi Lapangan

Pengukuran Pasang Surut Air Laut

Pengukuran Gelombang secara visual

Pengukuran Angin

Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang ( Levelling )

Pengukuran Posisi dan Kedalaman Titik di Laut ( Positioning &

Sounding )

Pengukuran Arus

3.2 Tinjauan Kondisi Lapangan

Di bagian Barat Laut Pantai Tirtamaya terdapat Sungai Gabus. Pada muara

sungai tersebut saat pasang surut tidak ditemui terjadinya pendangkalan sedimen

karena adanya krib dari batu belah yang ditumpuk secara tegak lurus pantai di

bagian timur muara, sehingga mampu menahan arus dan gelombang laut, namun

pada saat surut ditemukan adanya sedimentasi. Dan di daerah downdrift (salah

Page 5: Laporan Praktikum

satu sisi krib yang akan tergerus) muara sungai dipasang revetment untuk

mencegah erosi.

Pantai Tirtamaya sebagai tempat wisata telah mengalami erosi yang

menyebabkan mundurnya garis pantai. Oleh karena itu pemerintah daerah

berusaha untuk menanggulangi masalah tersebut mengingat beberapa meter dari

tepi Pantai Tirtamaya terdapat banyak pipa minyak, tambak-tambak ikan, dan

perkampungan nelayan yang apabila terjadi erosi dapat membahayakan pipa-pipa

tersebut dan juga keberadaan perkampungan nelayan itu sendiri.

Usaha yang telah dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas

adalah dengan jalan membuat krib tegak lurus pantai yang terbuat dari ban berisi

campuran pasir dengan semen dan kubus-kubus beton yang disusun berbentuk

segitiga. Seiring waktu krib yang terbuat dari ban yang berisikan semen tersebut

mengalami kehancuran ( tidak optimal )untuk menangani arus laut, sehingga

terjadi kemunduran garis pantai. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya

dilakukan pemasangan krib yang terbuat dari batuan besar, seperti yang dilakukan

di sungai Gabus. Hal ini dilakukan tentunya tidak merubah atau mengurangi nilai

estetika dari pemanfaatan pantai sebagai objek wisata, akan tetapi diharapkan

justru sebaliknya

3.3 Pengamatan Pasang Surut

Pengukuran pasang surut dilakukan dengan mengamati tinggi muka air ±

39 jam untuk kemudian dihitung muka air rata-rata (MSL)

Tujuan pengukuran ini adalah :

1. Menentukan reduksi dalam pengukuran kedalaman untuk pembuatan peta

bathimetri dan menentukan bidang persamaan.

2. Menghitung pengukuran kedalaman pada waktu HWL, MSL, LWL,

selisih tinggi antara HWL dengan LWL disebut beda pasang.

3. Untuk keperluan penyelidikan muara dan pantai, antara lain dalam

membuat pengukuran pantai.

Alat yang digunakan:

Teropong dan Papan duga

Page 6: Laporan Praktikum

Gambar Alat :

Gambar 3.3.1 Pengamatan pasang surut.

Cara Manual

Pengamatan cara manual dilakukan dengan memasang papan duga,

pengamatan ini terbatas untuk waktu yang pendek misalnya 39 jam. Pengamatan

dilakukan dengan membaca taraf muka air pada papan duga, setiap 30 menit,

setiap pembacaan dilakukan 10 kali pembacaan muka air lembah dan puncak.

Hasil pembacaan merupakan rata-rata dari pembacaan puncak dan lembah. Cara

inilah yang dilakukan selama praktikum.

Gambar 3.3.2 Situasi Pengamatan pasang surut.

3.4 Gelombang Dengan Cara Visual

Papan Duga

Page 7: Laporan Praktikum

Melakukan pengamatan tinggi gelombang, periode gelombang dan arah

datang gelombang secara visual untuk mendapatkan tinggi, perode dan arah

datang gelombang rata-rata.

a. Tinggi Gelombang

1. Dipakai rambu dengan tanda ketinggian setiap 10 cm dengan

pengamatan terhadap datangnya gelombang yang menuju rambu.

2. Untuk mengukur tinggi gelombang pembacaan pada kedudukan

puncak dan lembah yang dihitung dalam 1 periode.

3. Pembacaan dilakukan sebanyak 10 kali dan diambil nilai rata-

ratanya.

b. Periode Gelombang

1. Pada saat pengukuran, dilakukan pengamatan terhadap gelombang

yang menuju rambu.

2. Pada saat puncak gelombang mengenai rambu, stopwatch mulai

dijalankan dan puncak gelombang yang berurutan dihitung.

3. Stopwatch dimatikan pada saat puncak gelombang kesebelas

mengenai rambu.

4. Periode tetap gelombang adalah waktu pengamatan dibagi 10.

5. Pengamatan dilakukan sebanyak 10 kali, dan diambil harga rata-

ratanya.

c. Arah Datang Gelombang

1. Pengamatan dilakukan terhadap arah gelombang yang menuju

yalon-yalon. Gelombang berupa gelombang yang belum pecah.

2. Pada saat gelombang menuju yalon A (dengan tanda bendera),

tempat gelombang yang sama diamati pada yalon 1-2-3. Dengan

perhitungan trigonometri, arah gelombang dapat dihitung.

3. Pengamatan dilakukan 10 kali, dan diambil nilai rata-rata.

5 m

5 m

5 m

U

1

2

3

A

Page 8: Laporan Praktikum

Gambar 3.4.1 Situasi Pengukuran gelombang secara visual.

Gambar Alat :

Gambar 3.4.2 Pengukuran gelombang secara visual.

3.5 Pengukuran Angin

Pengukuran angin bertujuan untuk mengetahui arah datangnya angin

terhadap arah Utara dan kecepatan angin pantai. Pengukuran ini dapat

dimanfaatkan untuk memperkirakan arah datangnya gelombang.

1. Alat yang digunakan

Pengukuran angin dilakukan dengan menggunakan windwatch, kompas

dan gada-gada. Windwatch digunakan untuk mengukur kecepatan angin, kompas

digunakan untuk mengukur arah datangnya angin terhadap Utara, dan gada-gada

digunakan untuk mengetahui arah angin.

Page 9: Laporan Praktikum

1. Gambar Alat

Gambar 3.5.1 Pengukuran Angin

3. Prosedur Pengukuran

a. Windwatch diarahkan berlawanan dengan arah angin, dengan cara

diangkat dengan tangan sedemikian, sehingga windwatch dapat berfungsi

dengan baik dan dapat dilihat. Windwatch diukur sampai dengan batas

maksimum kecepatan angin selama windwatch satu kali digunakan,

kemudian dibaca kecepatan anginnya dan dicatat pada formulir

pengukuran. Dilakukan sebanyak 10 kali.

b. Gada-gada dipasang setinggi kurang lebih 3 meter.

c. Kompas ditempatkan sedemikian sehingga kompas berlawanan arah

datangnya angin dan sejajar dengan gada-gada.

d. Setelah kompas sejajar dengan gada-gada mulai mengukur arah datangnya

angin dengan mensejajarkan kompas dan garis gada-gada, setelah itu

dicatat hasil pengukuran pada formulir pengukuran sebanyak 10 kali.

e. Pelaksanaan pengukuran angin dengan alat windwacth dilakukan

bersamaan dengan pengukuran sudut dengan menggunakan kompas.

Page 10: Laporan Praktikum

Gambar 3.5.2 Situasi Pengukuran angin.

3.6 Profil Memanjang dan Profil Melintang

Bertujuan untuk mendapatkan profil permukaan pantai. Dari pengukuran

sipat datar dapat diketahui ketinggian patok-patok terhadap datum ( permukaan air

laut rata-rata ). Jika ketinggian patok sudah diketahui maka ketinggian permukaan

pantai dapat diketahui dengan pengukuran leveling. Pengukuran dilakukan kearah

daratan dan ke arah laut dari patok dimana alat sipat datar berdiri.

1. Alat yang digunakan

Pada pengukuran profil melintang digunakan alat waterpass, rambu ukur,

dan kompas. Kompas digunakan untuk menentukan arah jurusan pengukuran

terhadap arah utara ( azimuth ), sedangkan alat sipat datar digunakan untuk

mengukur beda tinggi permukaan tanah.

2. Gambar Alat

Gada-gada

Kompas dan Windwatch

Page 11: Laporan Praktikum

Gambar 3.6.1 Pengukuran Profil Memanjang dan Profil Melintang

2. Pengukuran Profil Memanjang

Waterpass ditempatkan di antara dua titik yang diukur. Jarak antara

pengukuran kedua posisi ini disebut sebagai stand 1.

Posisi waterpass pada tripod sampai nivo berada di tengah-tengah, jika

gelembung nivo telah berada ditengah, maka alat berada pada posisi

horizontal terhadap bumi.

Rambu ukur ditempatkan pada titik pengukuran belakang, yaitu titik yang

pada saat rangkaian pengukuran berada pada posisi yang lebih dekat ke

benchmark ( titik yang diketahui ketinggiannya ).

Pembacaan dilakukan pada benang atas, benang tengah, benang bawah

waterpass.

Hasil pembacaan dicatat pada formulir pengukuran.

Rambu ukur ditempatkan pada titik pengukuran muka, kemudian langkah c

dan d diulangi.

Waterpass dipindahkan letaknya, posisi ini disebut stand 2. ( persyaratan

jarak sama dengan stand 1 )

Ulangi langkah b sampai f.

Gambar 3.6.2 Situasi Pengukuran profil memanjang dan profil melintang.

3. Pengukuran profil melintang

Rambu UkurWater pass

Page 12: Laporan Praktikum

a. Waterpass diletakan tepat di atas patok dimana pengukuran profil

melintang akan dilakukan.

b. Pengukuran dilakukan terhadap profil topografi dengan arah menjauhi

pantai. Dengan menggunakan kompas, waterpass diarahkan sesuai dengan

arah jalur pengukuran, secara bersamaan waterpass diatur agar benar-

benar horizontal terhadap bumi.

c. Sebelum melakukan pengukuran sipat datar, tinggi waterpass terhadap

patok diukur terlebih dahulu.

d. Rambu diletakkan pada titik yang akan diukur beda tingginya. Penentuan

titik ukur dilakukan berdasarkan pada pengamatan visual terhadap bentuk

profil permukaan tanah.

e. Pembacaan dilakukan terhadap benang atas, benang bawah dan benang

tengah.

f. Hasil pembacaan dicatat dalam formulir pengukuran.

g. Untuk pengukuran titik-titik selanjutnya digunakan cara yang sama.

h. Sebelum melakukan pembacaan ke arah laut, arah waterpass diukur

kembali dengan menggunakan kompas.

3.7 Posisi Dan Kedalaman Laut (Positioning and Sounding)

Bertujuan untuk mengukur kedalaman laut pada titik pengamatan.

1. Alat yang digunakan :

b. GPS

c. Echosounder

d. Stopwatch

e. Rambu pemandu arah

f. Alat tulis dan formulir ukur

2. Gambar Alat

Page 13: Laporan Praktikum

Gambar 3.7.1 Pengukuran posisi dan kedalaman laut.

3. Prosedur pengukuran posisi dan kedalaman laut

a. Sebuah bendera ditempatkan pada titik jalur pengukuran dan sebuah lagi

terletak di depannya. Kedua bendera ini membentuk sebuah garis lurus

yang searah dengan jalur pengukuran. Bendera ini berfungsi untuk

melakukan pengamatan visual terhadap perahu. Jika kedua bendera terlihat

berhimpit, maka perahu sudah searah dengan jalur pengukuran.

Pengukuran dimulai dari arah yang paling dekat dengan pantai.

b. Petugas pemandu arah bertugas untuk melakukan pengamatan terhadap

kedua bendera pemandu di pantai, dan memberikan arahan kepada juru

mudi perahu.

c. Pengukuran posisioning dilakukan dengan menggunakan GPS

d. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan alat echosounder pada perahu.

e. Pada pengukuran posisioning setelah aba-aba fix maka praktikan mencatat

data koordinat (X dan Y) dari alat GPS pada formulir ukur dan mencatat

waktu pengukuran.

Gambar 3.7.2 Situasi Pengukuran posisi dan kedalaman laut

RambuGPS

Page 14: Laporan Praktikum

3.8 Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus

Arus pasang surut adalah perubahan muka air laut yang diakibatkan oleh

pergerakan air secara horizontal. Kegunaaan penentuan arus adalah :

1. berpengaruh terhadap jalannya perahu.

2. berpengaruh terhadap proses sedimentasi pelabuhan.

1. Alat yang digunakan adalah

2 buah pelampung arus,

satu buah GPS, dan

Perahu nelayan .

2. Gambar Alat

Gambar 3.8.1 pengukuran kecepatan dan arah arus

3. Prosedur pengukuran kecepatan dan arah arus :

a. Pelampung arus dilepaskan bebas di laut, diketahui koordinatnya dengan

menggunakan GPS

b. Kapal menjauh, kemudian mendekati pelampung kembali dan diketahui

koordinatnya dengan menggunakan GPS

c. Waktu dan koordinat pelampung arus dicatat.

d. Pelampung diambil dan praktikum selesai.

Page 15: Laporan Praktikum

Gambar 3.8.2 Situasi pengukuran kecepatan dan arah arus

KapalPelampung Arus

Page 16: Laporan Praktikum

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengukuran Pasang Surut Air LautData – data yang diperoleh dari pembacaan pada pelskal dapat dilihat pada

lampiran. Pengukuran pasang surut dilakukan sebanyak masing-masing 10 kali

untuk pembacaan puncak dan 10 kali untuk pembacaan lembah, dalam selang

waktu 30 menit. Data-data tersebut kemudian dirata-ratakan antara puncak dan

lembah gelombang hingga tiap 30 menit didapat satu nilai tinggi muka air, setelah

itu diplotkan pada kertas grafik,(seperti pada hal berikut) dihaluskan (smoothing),

dan dicari MSL-nya dengan Metode Admiralthy. Contoh penentuan tinggi muka

air :

Contoh penentuan tinggi muka air :

Data Pasang Surut kelompok 7

Pada tanggal 22 november 2009, pukul 09.00 WIB:

P 135 130 132 133 133 131 133 133 132 133 ∑ = 1325

L 129 122 123 124 123 124 125 122 123 125 ∑ = 1240

Pada tanggal 22 November 2009, pukul 09.30 WIB :

P 132 133 136 133 135 132 133 136 133 133 ∑ = 1336

L 123 125 123 125 125 123 122 123 123 123 ∑ = 1235

h = ∑Pi + ∑Li , dimana : Pi = MSL ke puncak gelombang

2n Li = jarak dari MSL ke lembah gelombang

n = jumlah data.

Page 17: Laporan Praktikum

Jadi tinggi muka air pada pukul 09.00 WIB adalah :

h =

1325+12402×10 = 128,25 cm

sedangkan tinggi muka air pada pukul 09.30 WIB adalah

h =

1336+12352×10 = 128,55 cm

Contoh penentuan nilai MSL :

Jam Ke Tanggal

Jam Pengamatan

Tinggi m.a (cm) Faktor Pengali Hasil kali

1 21 November 2009 17.00 118 1 1182   18.00 110,75 0 03   19.00 106,2 1 106,24   20.00 101,05 0 05   21.00 97,8 0 06   22.00 98,35 1 98,357   23.00 115,75 0 08 22 November 2009 00.00 122,25 1 122,259   01.00 127,65 1 127,6510   02.00 132,3 0 011   03.00 136 2 27212   04.00 141,25 0 013   05.00 146 1 14614   06.00 145 1 14515   07.00 134,8 0 016   08.00 128,7 2 257,417   09.00 128,25 1 128,2518   10.00 131,75 1 131,7519   11.00 141,5 2 28320   12.00 142,9 0 021   13.00 143,6 2 287,222   14.00 151,3 1 151,323   15.00 149,6 1 149,6

2523,95Data tinggi muka air dengan interval waktu 23 jam :

Page 18: Laporan Praktikum

MSL =

∑ Hasilkali

∑ FaktorPengali = 2523 . 9519 = 132,84 cm

Data tinggi muka air terkoreksi dengan interval waktu 39 jam:

Jam Ke Tanggal

Jam Pengamatan

Tinggi m.a (cm) Faktor Pengali Hasil kali

1 21 November 2009 01.00 115,1 1 115,12   02.00 123 0 03   03.00 134,4 1 134,44   04.00 148,2 0 05   05.00 158 0 06   06.00 150,6 1 150,67   07.00 136 0 08   08.00 126,2 1 126,29   09.00 108,3 1 108,310   10.00 92,9 0 011   11.00 84,9 2 169,812   12.00 86,1 0 013   13.00 93,8 1 93,814   14.00 102,5 1 102,515   15.00 110 0 016   16.00 120,6 2 241,217   17.00 128,4 1 128,418   18.00 124,8 1 124,819   19.00 112 2 22420   20.00 103 0 021   21.00 97,8 2 195,622   22.00 98,35 1 98,3523   23.00 115,75 1 115,7524 22 November 2009 00.00 122,25 2 244,525   01.00 127,65 0 026   02.00 132,3 1 132,327   03.00 136 1 136

Page 19: Laporan Praktikum

28   04.00 141,25 0 029   05.00 146 2 29230   06.00 145 0 031   07.00 134,8 1 134,832   08.00 128,7 1 128,733   09.00 115,8 0 034   10.00 97,1 1 97,135   11.00 84 0 036   12.00 82,2 0 037   13.00 88,6 1 88,638   14.00 98,4 0 039   15.00 107,8 1 107,8

3490,6

MSL =

∑ Hasilkali

∑ FaktorPengali = 3490 ,630 = 116.35 cm

Dari hasil perhitungan di atas tedapat dua nilai MSL, dimana yang satu

berdasarkan interval waktu selama 23 jam dengan nilai MSL = 132,84 cm,

sedangkan yang satu berdasarkan interval waktu 39 jam melalui pengkoreksian

data sehingga didapt MSL sebesar 116.35 cm. Perbandingan nilai MSL antara

interval waktu 23 jam dengan interval waktu selama 39 jam dapat terlihat pada

grafik di bawah ini:

Page 20: Laporan Praktikum

Perbandingan Data Pasang Surut 21-22 Nop 2009

Data Pasut Cirebon

Data Pengamatan Terkoreksi

Data Asli Pengamatan

Jam Pengamatan

ELev

asi M

uka

Air (

cm)

4.2 Pengukuran Gelombang SecaraVisual1. Tinggi Gelombang

Tinggi gelombang ( H ) adalah jarak vertical dari puncak gelombang

ke lembah gelombang. Tinggi gelombang diukur dari selisih tinggi puncak

dan lembah gelombang.

Contoh perhitungan tinggi gelombang :

Data hasil pengukuran lapangan diperoleh

Page 21: Laporan Praktikum

H1 = 9cm; H2 = 11cm; H3 = 14cm; H4 = 13cm; H5 = 12cm; H6 =

14cm; H7 = 14cm; H8 = 15cm; H9 = 15cm; H10 = 13cm; H11 =

14cm.

Untuk mendapatkan H rata-rata, maka;

H= ∑ h

n=

H 1+H 2+H 3+H 4+H 5+H 6+H 7+H 8+H 9+H 10+H 1111

H=

9+11+14+13+12+14+14+15+15+13+1411

=13 .09 cm

2. Periode Gelombang

Periode Gelombang ( T ) adalah lamanya waktu dua puncak gelombang

berurutan melewati suatu titik tertentu. Perhitungan periode dilakukan

sebanyak 10 kali tanpa terputus, dilakukan dengan mengukur satu

panjang gelombang dan waktu yang dibutuhkan untuk satu panjang

gelombang.

Contoh perhitungan periode gelombang :

Dari hasil pengukurandilapangan diperoleh data waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai 11 gelombang adalah sebagai berikut :

T11 1 = 48 det T11 7 = 48 det

T11 2 = 46 det T11 8 = 52 det

T11 3 = 51 det T11 9 = 42 det

T11 4 = 38 det T11 10 = 41 det

T11 5 = 46 det T11 11 = 48 det

T11 6 = 65 det

Karena data waktu yang diperoleh adalah waktu untuk mencapai 11 gelombang

maka Perioda (T) gelombang adalah :

Ti =

T 11110 =

4810 =4,8 detik

Dengan cara yang sama pada setiap intervalnya diperoleh nilai T1 sampai dengan

T11, maka T rata-rata =

Page 22: Laporan Praktikum

T =

T 1+T 2+T 3+T 4+T 5+T 6+T 7+T 8+T 9+T 10+T 1111

T =

4 .8+4 .6+5 .1+3 .8+4 .6+6 .5+4 .8+5 .2+4 .2+4 .1+4 . 811

T = 4.772 det

3. Arah Datang Gelombang

Arah datang gelombang didapat dengan pengukuran jarak dari yalon 1

ke yalon 2 dan dari yalon 2 ke yalon 3. Alat yang digunakan 3 buah

yalon dengan posisi dan jarak seperti tergambar berikut ini :

Pengukuran arah gelombang gelombang dating dilakukan dengan

cara :

Page 23: Laporan Praktikum

5 M

5 M

5 M

2. 5 M

U

A D G

BENDERA

45

Gambar 4.2 Arah datang gelombang.

4.3 Pengukuran AnginPengukuran angin dilakukan dengan dua kegiatan yaitu pengukuran

kecepatan angin dan arah dating angin.

Data yang diperoleh pada pengukuran angin pada pukul 12:06 WIB

Kecepatan Konstant : 2 m/det

Arah angin dari utara : 20

Page 24: Laporan Praktikum

Data yang Diperoleh :

NO. WAKTU

KECEPATAN ARAH DATANG

PENGELOMPOKAN

KETERANGAN RATA-RATA TERHADAP

UTARA ARAH(m/det)

1 11:58:00 1.8 6 Utara  

2 11:59:00 2.1 3 Utara  

Page 25: Laporan Praktikum

3 12:00:00 2 4 Utara  

4 12:01:00 2.4 0 Utara Angin datang

5 12:02:00 2.5 5 Utara dominan dari

6 12:03:00 2.6 7 Utara utara

7 12:04:00 1.6 5 Utara  

8 12:05:00 1.5 42 Utara  

9 12:06:00 2 2 Utara  

10 12:07:00 2 48 Timur Laut  

Pengelompokan arah dibatasi oleh sudut + 22.50 ke -22.50 dari tiap arah mata

angin. Dari gambar diatas sudut ± 22.50 diwakili oleh garis putus-putus.

Jadi arah angin hasil pengamatan dilapangan adalah

Pengamatan Pukul 12:06 WIB

Arah dari utara 20 masuk pada rentang arah UTARA

4.4 Profil Memanjang (Sifat Datar) dan Profil Melintang4.4.1 Profil Memanjang ( Levelling )

Dilakukan dengan sipat datar untuk menentukan ketinggian titik ukur dari

P1 sampai dengan P12 yang terlebih dahulu diikatkan terhadap nilai MSL. Contoh

akan dihitung elevasi P1 terhadap MSL.

Page 26: Laporan Praktikum

Elevasi P1 = 2,572 - MSL – Tinggi Patok P1

= 2,572 -1,1914 – 0,25

= 1,1306 m

Elevasi P2 = Elv. P1 + tinggi patok P1 + Δh – tinggi patok P2

=1,1306 + 0,25 + (0,395) - 0,2

=1,5756 m

Dimana :

MSL = Mean Sea Level

= 119,4 cm = 1,194 m.

Setelah titik P1 diketahui elevasinya maka perhitungan elevasi harus

dimulai dari titik P1 secara berurutan sampai dengan P12 sesuai dengan rangkaian

pengukuran yang dilakukan ( lihat lampiran ).

4.4.2 Profil Melintang

Page 27: Laporan Praktikum

Setelah elevasi titik P1 sampai P12 diperoleh maka elevasi melintang profil

dapat dihitung. Contoh Sketsa pada P7 :

Tinjau titik 1

Elevasi P7 = 0.158 m

Tinggi Patok P7 = 0,13 m

Tinggi Alat = 1,235 m

Benang Tengah (BT) = 0.640

Elevasi titik = Elevasi tanah P7 + Tinggi Patok P7 + Tinggi Alat – BT

= 0.158 + 0.13 + 1.235 – 0.640

= 0.883 m

Demikian seterusnya sampai diperoleh ketinggian titik masing-masing profil.

Sedangkan jarak titik (optis) didapat dengan cara :

Benang Atas (BA) = 0.680 m

Benang Tengah (BT) = 0.640m

Benang Bawah (BB) = 0.5950m

Jarak Titik = (BA – BB) x 100 atau (BT – BB) x 200

= (0.680 – 0.5950 ) x 100

= 8.5 m

4.5 Pengukuran Posisi dan Kedalaman Laut ( Positioning dan

Sounding )

Page 28: Laporan Praktikum

Pengukuran posisi dan kedalaman titik dilakukan untuk mendapatkan

kedalaman titik-titik pada dasar laut. Hasil perhitungan pada Echosounder

memberikan kedalaman berdasarkan taraf muka air pada saat pengukuran

dilakukan, padahal saat pengukuran terjadi pasang surut, maka dari itu diperlukan

sebuah faktor koreksi untuk mendapatkan kedalaman titik terhadap MSL. Faktor

koreksi untuk pengukuran kedalaman didapatkan dengan menggunakan rumus :

Faktor Koreksi = MSL – Tinggi Muka Air

MSL dan tinggi muka air diukur pada pelskal. Tinggi muka air didapatkan

dengan menggunakan interpolasi dari jam pengukuran pada grafik pasang surut

dan elevasi dasar yang real dihitung dengan menggunakan rumus :

Elevasi dasar = Kedalaman Echo + Faktor Koreksi

Elevasi dasar ini diukur terhadap nilai MSL dimana data hasil perhitungan

tersebut digambarkan pada peta kontur.

Contoh Perhitungan :

Pengukuran pada tanggal 09 oktober 2004, pkl 07.30.00”WIB dengan

no.Fix 1

Posisi horizontal Fix perum α kiri =256º 22’00”

α kanan = 26º 55’45”

Dari hasil perhitungan diperoleh :

Koordinat X = 10081.059 m

Koordinat Y = 10256.129m

Bacaan Echo (Z) = 2 m

Tinggi muka air pada pkl 7.30.00 = 1.32 m (grafik pasut yang di

smoothkan).

MSL (hasil dari Admiralthy) =1.1915 m

Koreksi (=MSL – Tinggi Muka Air) = -0.1285 m

Elevasi dasar (=Bacaan Echo + Koreksi) = 1.8715 m

Page 29: Laporan Praktikum

4.6 Pengukuran Arus Pengukuran kecepatan dan arah arus laut memberikan data posisi, dan

waktu pergerakan untuk setiap pelampung yang digunakan. Untuk menghitung

kecepatan arus digunakan rumus :

Kecepatan =

JarakWaktu

Dimana :

Jarak : √{( X2−X1 )2+(Y 2−Y 1)

2}

Dimana :

X1, Y1 = posisi pelampung diceburkan

X2, Y2 = posisi pelampung diambil

T1 = waktu posisi 1

T2 = waktu posisi 2

‹= arc tan ( (Y 2−Y 1 )

( X 2−X 1 ) )Arah = 900 + ‹

Contoh Perhitungan :

Jarak tempuh = √{( X2−X1 )2+(Y 2−Y 1)

2 }

= √{(217271−216859 )2+(9291984−9291936 )2}

= 414.7867 m

Waktu tempuh = 15:22:00 – 15:14:00 = 480 dtk

Kecepatan = Jarak tempuh = 414.7867 = 0.8641 m/dtk ≈ 0.8 m/dtk

Waktu tempuh 480

‹= arc tan ( (Y 2−Y 1 )

( X 2−X 1 ) ) = arc tan ( (9291984−9291936 )

(217271−216859 ) )= 6.6450 ( KW. I )

Page 30: Laporan Praktikum

Arah 900 + 6.6450 = 96.6450

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel pada lampiran