Post on 09-Dec-2015
description
LAPORAN PENDAHULUAN TBC
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit
ini disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis
(Elizabeth J. Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah
yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang
tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang
parenkim paru.
2. ANATOMI FISIOLOGI
Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :\
Hidung\
Pharynx
Larynx
Trachea
Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 1
dari itu ; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar.
Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan
panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya
yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan
sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,
bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100 %.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot dan
mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga
yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan
pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah. Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan,
gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus
laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan
makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing
masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi
batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran
pernapasan bagian bawah.
Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu 5
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 2
inchi. Strukturkuda yang panjangnya trachea dan bronchus dianalogkan
dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal
bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang
utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf
dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf
terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan
lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya
hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan
lanjutan trachea yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke
cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau
hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri,
sehingga paru-paru akan kolaps. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus. Percabangan ini terus
menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus
terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang mengandung
alveolus. Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut
saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus
terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat
pertukaran gas.
Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang
memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka,
puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus
hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil
dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah.Dalam setiap paru-
paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 3
lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan
surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus
pada waktu ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru
Pleura ada 2 macam :
Pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks sedangkan
Pleura viceral yang menutupi setiap paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura
seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks
dan paru-paru. Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu :
Arteri bronkhialis.
Arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchialis menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan darah vena
campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam
pertukaran gas
3. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 4
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi
primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 5
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain :
a. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
c. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
d. Individu tanpa perawatan yang adekuat
e. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
f. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Amerika Latin Karibia)
g. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik,
penjara)
h. Individu yang tinggal di daerah
kumuh
i. Petugas kesehatan
4. PATOFISOLOGI
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukurannya kurang dari 5 mikro milimeter. Tuberculosis adalah
penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 6
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya.
Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh
organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan
terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini
butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti
keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 7
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru
lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan
lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
5. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 8
demam pertama dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini
,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
b. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama.mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis
terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
c. Sesak bernafas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak
nafas.sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan
takipneu.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 9
e. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise
sering ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll.
Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak
teratur.
6. EPIDEMIOLOGI
a. Di dunia
1) Diperkirakan telah menginfeksi 1/3 penduduk dunia
2) Tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB
karena pd sbagian besar Negara di dunia, TB tidak terkendali (banyak
yang tidak dapat disembuhkan dan penularan terus menyebar luas)
3) Tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi 9 juta penderita baru
TB denga kematian berkisar 3 juta orang.
4) 95% kasus TB diperkirakan terdapat di negara berkembang
5) 75% kasus TB diperkirakan adalah populasi usia reproduktif (15-50
tahun)
6) Di negara2 berkembang kematian karena TB mencapai proporsi 25%
dari seluruh sebab kematian.
7) Kematian karena TB pada perempuan lebh banyak karena kematian
karena masalah kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Di Indonesia
1) SKRT 1995, menunjukkan bahwa di Indonesia,TB merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dab
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 10
penyakit saluran napas, atau nomor 1 untuk golongan penyakit
infeksi
2) Tahun 1999, di Indonesia diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif
7. KOMPLIKASI
a. Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
b. Pleuritis tuberkulosa
c. Efusi pleura
d. Tuberkulosa milier
e. Meningitis tuberkulosa
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda adanya infiltrasi luas atau konsolidasi, terdapat fremitus
mengeras, perkusi redup, suara napas bronkial dengan atau tanpa
ronki
2) Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, mediastinum atau pleura
dada asimetris, pergerakan napas yang tertinggal, pergeseran dari
batas-batas diafragma, jantung, suara nafas melemah dengan atau
tanpa ronki.
3) Tanda-tanda kavitas yang berhubungan dengan bronkus, suara
amforik
4) Sekret disaluran nafas : ronki basah / kering
5) Lokasi kelainan : walaupun lesi tuberkulosis mempunyai predileksi
di puncak paru, namun kelainan dapat terjadi pada semua bagian
paru.
b. Pemeriksaan laboratorik
1) Anemia terutama bila penyakit berjalan menahun
2) Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
3) Laju endap darah (LED) meningkat terutama pada fase akut dan
umumnya nilai-nilai tersebut kembali normal pada tahap
penyembuhan.
4) Kelainan pada darah tepi adalah tidak khas dan tidak sensitif.
c. Pemeriksaan radiologi
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 11
1) Bayangan lesi Radiologi yang terletak dilapangan atas paru
2) Bayangan yang berawan (patchy) atau bercak (Noduler)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Adanya kalsifikasi
5) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat dilapangan atas paru
6) Bayangan yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa
minggu
7) Bayangan milier
d. Pemeriksaan bakteriologik sputum
Ditemukan kuman Mikrobakterium Tuberkulosis dari dahak.
e. Uji tuberkulin
Hasil positif pada orang dewasa kurang bernilai.
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) Promotif
a) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
c) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2) Preventif
a) Vaksinasi BCG
b) Menggunakan isoniazid (INH)
c) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
b. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
Streptomisin injeksi 750 mg.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 12
Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
2) Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis:
INH.
Rifampicin.
Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama
pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
Rifampicin.
Isoniazid (INH).
Ethambutol.
Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk
mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau
resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 13
Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus
terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya
penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil
keputusan dalam penanggulangan TB.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya
seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di
unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita
harus minum obat setiap hari.
Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping,
oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 14
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1) Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan
pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri
otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin
dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat
diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi
piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat
yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila
terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT
dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus.
2) Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu
berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut
berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal
kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal
tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 15
ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin
harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air
seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3) Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus).
Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4) Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna
merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler
tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang
sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit
untuk dideteksi
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 16
5) Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan
gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.
Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
10. PROGNOSIS
TB adalah penyakit yang parah dan sering menyebabkan kematian jika
tidak ditangani. Setelah 5 tahun tanpa pengobatan, hasil dari smear-positive
(BTA positif) TB Paru pada penderita HIV-negatif adalah sebagai berikut:
50 - 60% meninggal (CFR untuk TB yang tidak diobati)
20-25% sembuh (sembuh spontan)
20-25% berlanjut kronis Dengan pengobatan yang adekuat, Case Fatality
Rate (CFR) sering menurun menjadi kurang dari 2 – 3% dibawah kondisi
optimal.
Penurunan CFR serupa terlihat pada penderita TB paru smear-negative
(BTA negatif) dan Extra Pulmonary Tuberculosis (EPTB) dengan pengobatan
adekuat. TB yang tidak diobati pada penderita infeksi HIV (tanpa
antiretroviral) hampir selalu fatal. Bahkan dengan retroviral pun, CFR-nya
selalu lebih tinggi dari pada penderita non-infeksi HIV (Varaine & Rich,
2014).
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 17
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien : selain nama klien, asal kota dan daerah,
jumlah keluarga.
b. Keluhan : penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
1) Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
2) Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
3) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
4) Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
f. Pola fungsi kesehatan.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 18
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang
dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim
menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga
tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 19
membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak
ada harapan.
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
g. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari
dan berkeringat pada malam hari
h. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
j. Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
k. Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
l. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
2) Perkusi
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 20
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
3) Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
4) Palpasi
badan teraba hangat (demam)
m. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
b) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah
injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan
atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d) Anemia bila penyakit berjalan menahun
e) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 21
f) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
g) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
h) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
i) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
2) Radiologi
a) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan
fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
b) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus
untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena
TB.
c) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema,
penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
3) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 22
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
a) Data Subyektif
Pasien mengeluh panas
Batuk/batuk berdarah
Sesak bernafas
Nyeri dada
Malaise dan kelelahan
b) Data Obyektif
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup
dan pada auskultasi memberi suara limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan
fibrosis.
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi
memberikan suara pekak)
Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
PHATWAY
Invasi bakteri tuberculosis
sembuh
Infeksi primer
Sembuh dengan focus ghon
Infeksi pasca primer
(reaktivitas)fibrotik
Bakteri dorman
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 23
Bakteri muncul berapa sembuh
dengan
tahun kemudian fibrotik
Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas
dan merusak parenkim paru
- Produksi secret Reaksi sistematis
Ansietas
- Batuk produktif - Kurang
tidur
Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak
bisa tidur
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal /
faringeal
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
d. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 24
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Intoleransiaktifitas
Gangguan pola tidur
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup
dalam melakkan lingkungan yang nyaman.
TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun
menyanyi.
R/ : Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat untuk
mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,
sahabat karib, dan tetangga.
R/ : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 25
untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada
tisu, menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu
sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untukmengulangi demonstrasi.
R/ : Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan
penyebaran infeksi.
4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
R/ : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an
membuang stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5) Observasi TTV (suhu tubuh).
R/ : Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam
indikator adanya infeksi lanjut.
6) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun
adanya dibetes militus, kanker, kalium.
R/ : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk
mengubah pola hidup dan menghindarimenurunkan insiden
eksaserbasi.
7) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
R/ : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi
pada adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8) Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan
sering makanan kecil dan makanan besardalam jumlah
yang tepat.
R/ : Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 26
tahanan terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
9) Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
R/ : Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30
menit, diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan
Kriteria hasil :
Pasien melaporkan sesak berkurang
Pernafasan teratur
Ekspandi dinding dada simetris
Ronchi tidak ada
Sputum berkurang atau tidak ada
Frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
R/ : Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
R/ : Untuk menentukan intervensi yang tepat dan
mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
R/ : Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
R/ : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
R/ : Meningkatkan ekspansi paru optimal
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 27
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan
sadar
R/ : Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret
sehingga jalan nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
R/ : Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
R/ : Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan
fibrasi yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
R/ : Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan
nafas klien kembali efektif secara mekanik
10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
R/ : Membantu membebaskan jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelahdiberikan askep selama 2x30 menit
diharapkan pertukaran gas kembali efektif dengan
Kriteria Hasil :
Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
Napas teratur
Tanda vital stabil
Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-
100 mmHg)
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 28
Intervensi :
1) Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan
otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang.
R/ : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau
kronisnya proses penyakit
2) Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
R/ : Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh
terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan
kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia
sistemik
3) Mengobservasi kondisi yang memburuk Mencatat adanya hipotensi,
pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea
berat dan kelemahan.
R/ : Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi
oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
4) Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan.
R/ : Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
5) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal
kanul dan masker
R/ : Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60
mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan
pasien
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 29
6) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
R/ : Untuk memantau perubahan proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan
d. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
1) Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus,
riwayat mual/rnuntah atau diare.
R/ : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat
2) Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
R/ : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien.
3) Monitor intake dan output secara periodik.
R/ : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
R/ : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 30
5) Anjurkan bedrest.
R/ : Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi
peningkatan metabolik.
6) Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernapasan.
R/ : Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat
yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
7) Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
R/ : Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
8) Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
R/ : Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
9) Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan
albumin).
R/ : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat
berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
Pasien tampak rileks
Intervensi:
1) Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk.
Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
R/ : Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2) Pantau TTV
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 31
R/ : Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
R/ : Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ : Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada
selama episode batuk.
R/ : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6) Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
R/ : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan hipertermi dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
Pasien melaporkan panas badannya turun.
Kulit tidak merah.
Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 32
Intervensi :
1) Pantau TTV
R/ : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
R/ : Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali
ada kontraindikasi.
R/ : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh
5) Kolaborasi pemberian cairan IV.
R/ : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
6) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di
hipotalamus
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien
diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi.
Kriteria Hasil :
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan
dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.
R/ : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 33
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
R/ : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi
atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan
pasien meningkat.
Kriteria Hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan
Intervensi
1) Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian,
kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 34
pengetahuan, media, orang dipercaya.
R/ : Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan
kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2) Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan
misalnya: jadwal minum obat.
R/ : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3) Jelaskan penatalaksanaan obat : dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan
tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
R/ : Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4) Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering,
konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan
darah.
R/ : Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
5) Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi
INH.
R/ : Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6) Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi
etambutol.
R/ : Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu
melihat warna hijau.
7) Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan.
R/ : Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu
fungsi paru/bronkus.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 35
8) Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh
lagi.
R/ : Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko
penularan/kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi
abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
b. Pertukaran gas pasien efektif
c. Nutrisi terpenuhi/ adekuat
d. Nyeri berkurang atau hilang
e. Suhu tubuh pasien kembali normal
f. Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
g. Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 36
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan), Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan
Tuberkulosis Paru.
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta:MediaAeculapius
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan
Klasifikasi 2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.
PROFESI NERS ANGK.1 STIKES ST FATIMAH MAMUJU 37