Post on 29-Jan-2016
description
TUGAS INDIVIDU BLOK GI“IKTERUS”
Disusun Oleh:
Shinta Ardiana Puspitasari 115070201111021
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
I. DEFINISI IKTERUS
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang
terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin didalm darah (Fraser,2012).
Ikterus fisiologis (ikterus neonaturum) adalah kondisi munculnya warna
kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karen adanya
bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar
bilirubin dalam darah (Hidayat,2008)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam
darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya
gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi
(Muslihatun, 2010).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008).
II. KLASIFIKASI IKTERUS
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis
a. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak
mempunyai potensi menjadi karena ikterus.Adapun tanda -tanda
sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates
cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per
hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Ikterus Fisiologis Yang Berlebihan Pada Bayi Prematur
Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165µmol/l (10
mg/dl) atau lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak konsentrasi
pada hari ke 5 sampai 7 yang kembali ke kadar noermal setelah
bebrapa minggu.Bayi premature berisiko lebih tinggi untuk mengalami
kern ikterus.Faktor penunjangnya antara lain :
1. Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT
2. Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat
3. Komplikasi seperti hipoksia,asidosis dan hipotermia yang dapat
mengganggu kemamuan mengikat albumin
b. Kterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)
Tambahan Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit
hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu
dan bayi.
a. Inkompatibilitas Rhesus
Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian
barat karna 15 % penduduknya memiliki golongan darah rhesus
negatif.Bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya
menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-20%).Gejala
klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari
pertama dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang
berat pula.Bila sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka
bayi lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran
hepar. Terapi yang ditujukan adalah dengan memperbaiki anemia
dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam serum agar tak
menjadi kern ikterus.
b. Inkompatibilitas ABO
Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan
darah O dan bayi memiliki golongan darah A atau lebih jarang
dijumpai bayi memiliki golongan darah B.Inkompatibilitas ABO juga
diduga melindungi janin dari inkomptabilitas Rh karena antibodi A
dan anti-B ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor ke
dalam sirkulasi maternal.Akibat hemoloisis inkompatibilitas
golongan darah ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan
kedua dan bersifat ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan
dan hepar.Ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari.Kalau
hemolisisnya berat seringkali dilakukan transfusi tukar darah untuk
mencegah kern ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
III. EPIDEMIOLOGI IKTERUS
IV. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus
neonatarum dapat dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh,
ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain
adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.(Hassan et al.2005)
Etiologi tambahan
a. Prahepatik (Ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat
pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus
hemolitik).Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa
faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel darah merah dan
toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.
b. Pascahepatik (Obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan
bilirubin konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk
kedalam aliran darah,sebagian masuk dalam ginjal dan
dieksresikan dalam urine.Sementara itu sebagian lagi tertimbun
dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan
serta gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu
menyebabkan eksresi bilirubin kedalam saluran pencernaan
berkurang,sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan,liat
dan seperti dempul.
c. Hepatoseluler(ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin
sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah.Bilirubin
direct mudah diekresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah
larut dalam air,namun sebagian masih tertimbun dalam aliran
darah.(Dewi,2012)
Fakto resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
b. Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetic
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia
V. PATOFISIOLOGI IKTERUS
Terlampir
VI. MANIFESTASI KLINIS IKTERUS
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira - kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai
akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuning - kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat
ditemukan pada ikterus yang bera t(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat(normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 1-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)
(Sarwono et al, 1994) Gambaran klinik ikterus patologis:
- Timbul pada umur <36 jam
- Cepat berkembang
- Bisa disertai anemia
- Menghilang lebih dari 2 minggu
- Ada faktor resiko
- Dasar: proses patologis
(Sarwono et al, 1994)
Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1+ badan bagian atas 9
3Daerah 1,2 + badan bagian bawah
dan Tungkai11
4Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah tungkai
12
5Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki
16
(Dewi,2012)
2.1.6 Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir
Tanda-tanda Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang)
KategoriNormal Fisiologik Patologik
Penilaian
1. Daerah ikterus (rumus Kramer)
2. Kuning hari ke:
3. Kadar bilirubin
1
1-2
<5 mg%
1+2
> 3
5-9 mg%
1 sampai 4
3
1-15 mg%
1 sampai 5
> 3
> 15-20 mg%
1 sampai 5
> 3
> 20
Penganan
Bidan atau Puskesmas
Terus diberi ASI
a) Jemur dimatahari pagi jam 7-9 selama 10 menit
a) Rujuk kerumah sakit
b) Banyak
b) Badan bayi telanjang, mata ditutup
c) Terus diberi ASI
d) Banyak minum
minum
Rumah Sakit Sama dengan diatas
Sama dengan diatas
Terapi sinar Terapi sinar
a) Periksa golongan darah ibu dan bayi
b) Periksa kadar bilirubin
Nasehati bila semakin kuning
Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam (coomb’s test)
Tukar darah
(Sarwono,2008)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK IKTERUS
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat - obatan, ibu DM,
gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. iwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan
limpa(Etika et al, 2006)
Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah
lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan
lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar
lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan
lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar(Etika et al, 2006)
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara
klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer
(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-
lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing - masing tempat tersebut disesuaikan
dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al,
2007).
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya
ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus
tersebut(Etika et al, 2006).
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan
pada neonates yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang
tampak sakit atau bayi -bayi yang tergolong resiko tingggi terserang
hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi
menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan
‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit,
skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total
harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar
bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).
Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu
kejadiannya:
Waktu Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1 *Penyakit hemolitik
Inkompatibilitas darah
(Rh,ABO) Sferositosis. Anemia
Kadar bilirubin serum
berkala Hb, Ht, retikulosit,
sediaan hapus darah
hemolitik nonsferositosis
(defisiensi G6PD)
golongan darah Ibu /bayi,
uji Coomb
Hari ke-2 sd ke-5 Kuning pada bayi prematur
Kuning fisiologik, Sepsis
Darah ekstravaskular,
Polisitemia Sferositosis
kongenital
Hitung jenis darah lengkap
Urin mikroskopik dan
biakan urin, Pemeriksaan
terhadap infeksi bakteri
, golongan darah ibu/bayi,
uji Coomb
Hari ke-5 sd ke-
10
Sepsis, Kuning karena ASI
Def G6PD, HipotiroidismeGalaktosemia, Obat-obatan
Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim
G6PD, Gula dalam urin
Pemeriksaan terhadap sepsis
Urin mikroskopik dan biakan
Hari ke- 10 atau lebih
Atresia biliaris, Hepatitis
neonatal
Kista koledokusm,
Sepsis(terutama infeksi saluran
kemih), Stenosis pilorik.
Uji serologi TORCH, Alfa
fetoprotein,alfa1antitripsin,
Kolesistografi, Uji Rose
-Bengal
VIII. PENATALAKSANAAN IKTERUS
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital.
Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila
kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan
disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme
bilirubin(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan
dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian
makanan oral dini
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto
yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena
mudah larut dalam air.
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai
kadar bilirubin dalam darah kembali ke batas normal. Dengan
fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan
menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh
organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin
agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari
sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu
yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di
bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass
yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya
lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada
tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat
kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari
lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi
belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian
retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi
resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak
fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi
sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara,
proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan
pengeluaran cairan empedu ke organ usus.
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan
Terapi Sinar
1. Alat-alat yang diperlukan adalah sebagai berikut
a. Lampu fluoresensi 10 buah masing-masing 20 watt
dengan gelombang sinar 425-475 nm,seperti pada
sinar cool white,daylight,vita kite blue dan special blue
b. Jarak sumber cahaya bayi ± 45 cm,diantaranya diberi
kaca pleksi setebal 0,5 inchi untuk menahan sinar
ultraviolet
2. Cara terapi
a. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas
mungkin terkena sinar.
b. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan
retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum
dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang
visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata
dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
c. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang
dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah
kemaluan dari cahaya fototerapi.
d. Posisi bayi diubah tiap 6 jam, agar tubuh mendapat
penyinaran seluas mungkin
e. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5°C – 37°C
f. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran
urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan
pemantauan tanda dehidrasi
g. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan
ditingkatkan
h. Pemeriksaan bilirubin darah setiap hari atau dua
hari,setelah terapi sebanyak 3 kali dalam sehari
i. Lama terapi 100 jam atau bila kadar bilirubin darah
sudah mencapai ≤ 7,5 mg%
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi
sinar
1. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water
loss) Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi
premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat
diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
2. Frekuensi defekasi meningkat
3. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan
pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic
usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan
mengurangi timbulnya diare.
4. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan
ekstrimitas
5. Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
Dilaporkan pada beberapa terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini
terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera
hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan
tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
6. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan
kenaikan suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan
pengaturan suhu tubuh bayi pada bayi premature fungsi termostat
atau yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat
dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan
dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka
waktu (unterval) yang lebih singkat.
7. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
8. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada
binatang percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar,
gangguan pada retina dan fungsi penglihatan lainnya serta
gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum
ditemukan, walupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat
tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut. (Dewi,2012)
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi
tukar(Mansjoer et al,2007).
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih,
maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan
kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak
(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak
bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebrel palsy, gangguan motorik dan
bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu,
darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan
darah lain.
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
2. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4. Bayi dengan kadar hemoglobintali pusat <14mg% dan uji Coombs
direct positif(Hassan et al, 2005).
Indikasi
1. Kadar bilirubin indirect darah ≥ 29 mg%
2. Kenaikan kadar bilirubin indirect darah yang cepat,sebesar 0,3-1
mg% per jam
3. Anemia berat disertai tanda payah jantung
4. Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif
Teknik
1. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam sebelumnya jangan diberi
minum,bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1
gram/kgBB
2. Lakukan teknik aseptik dan antiseptic pada daerah tindakan
3. Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga agar jangan sampai
kedinginan
4. Bila tali pusat masih segar,potong ± 3-5 cm dari dinding perut
5. Kateter polietelin diisi dengan larutan heparin kemudian salah satu
ujungnya dihubungkan dengan semprit tiga cabang,sedangkan
ujung yang lain dimasukkan dakam vena umbilicus sedalam 4-5 cm
6. Periksa tekanan pada vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar
dan mengangkat kateter naik ± 6 cm
7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang,lakukan
penukaran dengan cara mengeluarkan 20 ml darah da
memasukkan 20 ml darah.Demikian berlang-ulang sampai jumlah
total yang keluar adalah 190 ml/kgBB dan darah yang masuk 170
ml/kgBB
8. Setelah darah masuk sekitar 150 ml,lanjutkan dengan
memasukkan Ca glukonat 10% sebanyak 1,5 ml dan perhatikna
denyut jantung bayi.Apabila lebih dari 100 kali per menit waspadai
adanya henti jantung
9. Bila vena umbilikalis tak dapat di pakai,maka gunakan vena safena
magma ± 1 cm dibawah ligamentum inguinal dan medial dari arteri
femoralis.
f. Penghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan
kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam
penelitian dan belum digunakan secara rutin.
g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara
intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah
digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit
hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori
immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel
dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang
dilapisi oleh antibody (Cloherty et al, 2008)
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan
sebagai berikut :
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah- ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4 - 6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang - kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi
dengan hemolisis.
Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui,
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air
besar dan buang air kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di
bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
dapat meningkatkan kadar bilirubin sehingga bayi semakin kuning (breast
milk jaundice).
IX. KOMPLIKASI IKTERUS
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan
tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar - putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi,
leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia
dentalis.
.
Daftar pustaka
Dewi,Vivian Nanny Lia.2012.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta :
Salemba Medika
Rukiyah,Ai Yeyeh.2010.Asuhan neonatus,Bayi dan Balita.Jakarta :
Trans Info Media
Muslihatub,Wafi Nur.2010. Asuhan neonatus,Bayi dan
Balita.Yogyakarta : Fitramaya
Fraser.M.Diare.2012.Praktek Klinik Kebidanan.Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Wahab,Samik.2012.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Mitayani.2010.bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaannya.Sumatera :
Baduose Media
Suriadi.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Sagung Seto
Sarwono,Prawirohardjo.2008.Buku ilmu kebidanan.Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka