Laporan Pendahuluan

27
TUGAS INDIVIDU BLOK GI “IKTERUS” Disusun Oleh: Shinta Ardiana Puspitasari 115070201111021 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

description

Laporan pendahuluan IKTERUS. Untuk memenuhi tugas mata kuliah.

Transcript of Laporan Pendahuluan

Page 1: Laporan Pendahuluan

TUGAS INDIVIDU BLOK GI“IKTERUS”

Disusun Oleh:

Shinta Ardiana Puspitasari 115070201111021

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Laporan Pendahuluan

I. DEFINISI IKTERUS

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang

terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin didalm darah (Fraser,2012).

Ikterus fisiologis (ikterus neonaturum) adalah kondisi munculnya warna

kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karen adanya

bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar

bilirubin dalam darah (Hidayat,2008)

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam

darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya

gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi

(Muslihatun, 2010).

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum

yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati

bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008).

II. KLASIFIKASI IKTERUS

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis

a. Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan

hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak

mempunyai potensi menjadi karena ikterus.Adapun tanda -tanda

sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates

cukup bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per

hari.

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

Page 3: Laporan Pendahuluan

Ikterus Fisiologis Yang Berlebihan Pada Bayi Prematur

Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165µmol/l (10

mg/dl) atau lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak konsentrasi

pada hari ke 5 sampai 7 yang kembali ke kadar noermal setelah

bebrapa minggu.Bayi premature berisiko lebih tinggi untuk mengalami

kern ikterus.Faktor penunjangnya antara lain :

1. Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT

2. Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat

3. Komplikasi seperti hipoksia,asidosis dan hipotermia yang dapat

mengganggu kemamuan mengikat albumin

b. Kterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis

atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut

hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan

atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.

3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

Tambahan Ikterus hemolitik

Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut

eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit

hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu

dan bayi.

a. Inkompatibilitas Rhesus

Page 4: Laporan Pendahuluan

Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian

barat karna 15 % penduduknya memiliki golongan darah rhesus

negatif.Bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya

menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir  (15-20%).Gejala

klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari

pertama dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang

berat pula.Bila sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka

bayi lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran

hepar. Terapi yang ditujukan adalah dengan memperbaiki anemia

dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam serum agar tak

menjadi kern ikterus.

b. Inkompatibilitas ABO

Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan

darah O dan bayi memiliki golongan darah A atau lebih jarang

dijumpai bayi memiliki golongan darah B.Inkompatibilitas ABO juga

diduga melindungi janin dari inkomptabilitas Rh karena antibodi A 

dan anti-B ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor ke

dalam sirkulasi maternal.Akibat hemoloisis inkompatibilitas

golongan darah ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan

kedua dan bersifat ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan

dan hepar.Ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari.Kalau

hemolisisnya berat seringkali dilakukan transfusi tukar darah untuk

mencegah kern ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan adalah

pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.

III. EPIDEMIOLOGI IKTERUS

IV. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun

dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus

neonatarum dapat dibagi:

Page 5: Laporan Pendahuluan

a. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,

misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh,

ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase,

perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya

substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim

glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain

adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting

dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke

hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh

obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang

bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar

hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan

bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau

kerusakan hepar oleh penyebab lain.(Hassan et al.2005)

Etiologi tambahan

a. Prahepatik (Ikterus hemolitik)

Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat

pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus

hemolitik).Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa

Page 6: Laporan Pendahuluan

faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel darah merah dan

toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.

b. Pascahepatik (Obstruktif)

Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan

bilirubin konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk

kedalam aliran darah,sebagian masuk dalam ginjal dan

dieksresikan dalam urine.Sementara itu sebagian lagi tertimbun

dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan

serta gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu

menyebabkan eksresi bilirubin kedalam saluran pencernaan

berkurang,sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan,liat

dan seperti dempul.

c. Hepatoseluler(ikterus hepatik)

Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka

secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin

sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah.Bilirubin

direct mudah diekresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah

larut dalam air,namun sebagian masih tertimbun dalam aliran

darah.(Dewi,2012)

Fakto resiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a. Faktor Maternal

- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

b. Faktor Perinatal

- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Page 7: Laporan Pendahuluan

- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

- Prematuritas

- Faktor genetic

- Polisitemia

- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

- Rendahnya asupan ASI

- Hipoglikemia

- Hipoalbuminemia

V. PATOFISIOLOGI IKTERUS

Terlampir

VI. MANIFESTASI KLINIS IKTERUS

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin

serumnya kira - kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai

akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai

kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.

Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna

kuning - kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat

ditemukan pada ikterus yang bera t(Nelson, 2007).

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a. Tampak pada hari 3,4

b. Bayi tampak sehat(normal)

c. Kadar bilirubin total <12mg%

d. Menghilang paling lambat 1-14 hari

e. Tak ada faktor resiko

f. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)

(Sarwono et al, 1994) Gambaran klinik ikterus patologis:

- Timbul pada umur <36 jam

- Cepat berkembang

Page 8: Laporan Pendahuluan

- Bisa disertai anemia

- Menghilang lebih dari 2 minggu

- Ada faktor resiko

- Dasar: proses patologis

(Sarwono et al, 1994)

Penilaian Ikterus Menurut Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1+ badan bagian atas 9

3Daerah 1,2 + badan bagian bawah

dan Tungkai11

4Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah tungkai

12

5Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki

 16

      (Dewi,2012)

2.1.6  Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir

Tanda-tanda Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang)

KategoriNormal Fisiologik Patologik

Penilaian

1. Daerah ikterus (rumus Kramer)

2. Kuning hari ke:

3. Kadar bilirubin

1

 

1-2

<5 mg%

1+2

 

> 3

5-9 mg%

1 sampai 4

 

3

1-15 mg%

1 sampai 5

 

> 3

> 15-20 mg%

1 sampai 5

 

> 3

> 20

Penganan          

Bidan atau Puskesmas

Terus diberi ASI

a)      Jemur dimatahari pagi jam 7-9 selama 10 menit

a)      Rujuk kerumah sakit

b)      Banyak

Page 9: Laporan Pendahuluan

b)      Badan bayi telanjang, mata ditutup

c)      Terus diberi ASI

d)     Banyak minum

minum

Rumah Sakit Sama dengan diatas

Sama dengan diatas

Terapi sinar Terapi sinar  

      a)      Periksa golongan darah ibu dan bayi

b)      Periksa kadar bilirubin

    Nasehati bila semakin kuning

  Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam (coomb’s test)

Tukar darah

 

(Sarwono,2008)

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK IKTERUS

a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat - obatan, ibu DM,

gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)

b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi

c. iwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

d. Riwayat inkompatibilitas darah

e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan

limpa(Etika et al, 2006)

Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah

lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan

lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar

lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,

terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan

lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi

sinar(Etika et al, 2006)

Page 10: Laporan Pendahuluan

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara

klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer

(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat

yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-

lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian

kadar bilirubin pada masing - masing tempat tersebut disesuaikan

dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al,

2007).

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam

diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya

ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus

tersebut(Etika et al, 2006).

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan

pada neonates yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang

tampak sakit atau bayi -bayi yang tergolong resiko tingggi terserang

hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi

menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan

‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit,

skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total

harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar

bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan

pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).

Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu

kejadiannya:

Waktu Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan

Hari ke-1 *Penyakit hemolitik

Inkompatibilitas darah

(Rh,ABO) Sferositosis. Anemia

Kadar bilirubin serum

berkala Hb, Ht, retikulosit,

sediaan hapus darah

Page 11: Laporan Pendahuluan

hemolitik nonsferositosis

(defisiensi G6PD)

golongan darah Ibu /bayi,

uji Coomb

Hari ke-2 sd ke-5 Kuning pada bayi prematur

Kuning fisiologik, Sepsis

Darah ekstravaskular,

Polisitemia Sferositosis

kongenital

Hitung jenis darah lengkap

Urin mikroskopik dan

biakan urin, Pemeriksaan

terhadap infeksi bakteri

, golongan darah ibu/bayi,

uji Coomb

Hari ke-5 sd ke-

10

Sepsis, Kuning karena ASI

Def G6PD, HipotiroidismeGalaktosemia, Obat-obatan

Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim

G6PD, Gula dalam urin

Pemeriksaan terhadap sepsis

Urin mikroskopik dan biakan

Hari ke- 10 atau lebih

Atresia biliaris, Hepatitis

neonatal

Kista koledokusm,

Sepsis(terutama infeksi saluran

kemih), Stenosis pilorik.

Uji serologi TORCH, Alfa

fetoprotein,alfa1antitripsin,

Kolesistografi, Uji Rose

-Bengal

VIII. PENATALAKSANAAN IKTERUS

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:

a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital.

Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila

kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan

Page 12: Laporan Pendahuluan

disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai

lagi.

b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme

bilirubin(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau

(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).

Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.

Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi

bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar

bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin

tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan

dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun

sesudah terapi tukar.

c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian

makanan oral dini

d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto

yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena

mudah larut dalam air.

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai

kadar bilirubin dalam darah kembali ke batas normal. Dengan

fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan

menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu  oleh

organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin

agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang

lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari

sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu

yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di

bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass

yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya

lebih efektif.

Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada

tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat

Page 13: Laporan Pendahuluan

kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.

Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari

lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi

belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian

retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi

resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.

Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak

fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi

sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara,

proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan

pengeluaran cairan empedu ke organ usus.

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan

Terapi Sinar

1. Alat-alat yang diperlukan adalah sebagai berikut

a. Lampu fluoresensi 10 buah masing-masing 20 watt

dengan gelombang sinar 425-475 nm,seperti pada

sinar cool white,daylight,vita kite blue dan special blue

b. Jarak sumber cahaya bayi ± 45 cm,diantaranya diberi

kaca pleksi setebal 0,5 inchi untuk menahan sinar

ultraviolet

2. Cara terapi

a. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas

mungkin terkena sinar.

b. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat

memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan

retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum

dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang

visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata

dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

Page 14: Laporan Pendahuluan

c. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang

dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah

kemaluan dari cahaya fototerapi.

d. Posisi bayi diubah tiap 6 jam, agar tubuh mendapat

penyinaran seluas mungkin

e. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5°C – 37°C

f. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran

urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan

pemantauan tanda dehidrasi

g. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan

ditingkatkan

h. Pemeriksaan bilirubin darah setiap hari atau dua

hari,setelah terapi sebanyak 3 kali dalam sehari

i. Lama terapi 100 jam atau bila kadar bilirubin darah

sudah mencapai ≤ 7,5 mg%

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi

sinar

1. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water

loss) Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan

menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi

premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat

diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.

2. Frekuensi defekasi meningkat

3. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan

pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic

usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan

mengurangi timbulnya diare.

4. Timbul kelainan  kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan

ekstrimitas

Page 15: Laporan Pendahuluan

5. Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.

Dilaporkan pada beberapa terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini

terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera

hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan

tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.

6. Peningkatan suhu

Beberapa neonatus yang  mendapat terapi sinar, menunjukkan

kenaikan suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan

pengaturan suhu tubuh bayi pada bayi premature fungsi termostat

atau yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat

dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan

dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka

waktu (unterval) yang lebih singkat.

7. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan

iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan

sendirinya.

8. Gangguan pada mata dan pertumbuhan

Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada

binatang percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar,

gangguan pada retina dan fungsi penglihatan lainnya serta

gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum

ditemukan, walupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat

tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut. (Dewi,2012)

e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi

tukar(Mansjoer et al,2007).

Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar

bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih,

maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan

kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak

Page 16: Laporan Pendahuluan

(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak

bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya

keterbelakangan mental, cerebrel palsy, gangguan motorik dan

bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu,

darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan

darah lain.

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai

berikut:

1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%

2. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam

3. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

4. Bayi dengan kadar hemoglobintali pusat <14mg% dan uji Coombs

direct positif(Hassan et al, 2005).

Indikasi

1. Kadar bilirubin indirect darah ≥ 29 mg%

2. Kenaikan kadar bilirubin indirect darah yang cepat,sebesar 0,3-1

mg% per jam

3. Anemia berat disertai tanda payah jantung

4. Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif

Teknik

1. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam sebelumnya jangan diberi

minum,bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1

gram/kgBB

2. Lakukan teknik aseptik dan antiseptic pada daerah tindakan

3. Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga agar jangan sampai

kedinginan

4. Bila tali pusat masih segar,potong ± 3-5 cm dari dinding perut

Page 17: Laporan Pendahuluan

5. Kateter polietelin diisi dengan larutan heparin kemudian salah satu

ujungnya dihubungkan dengan semprit tiga cabang,sedangkan

ujung yang lain dimasukkan dakam vena umbilicus sedalam 4-5 cm

6. Periksa tekanan pada vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar

dan mengangkat kateter naik ± 6 cm

7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang,lakukan

penukaran dengan cara mengeluarkan 20 ml darah da

memasukkan 20 ml darah.Demikian berlang-ulang sampai jumlah

total yang keluar adalah 190 ml/kgBB dan darah yang masuk 170

ml/kgBB

8. Setelah darah masuk sekitar 150 ml,lanjutkan dengan

memasukkan Ca glukonat 10% sebanyak 1,5 ml dan perhatikna

denyut jantung bayi.Apabila lebih dari 100 kali per menit waspadai

adanya henti jantung

9. Bila vena umbilikalis tak dapat di pakai,maka gunakan vena safena

magma ± 1 cm dibawah ligamentum inguinal dan medial dari arteri

femoralis.

f. Penghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan

kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam

penelitian dan belum digunakan secara rutin.

g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara

intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah

digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit

hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori

immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel

dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang

dilapisi oleh antibody (Cloherty et al, 2008)

Page 18: Laporan Pendahuluan

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan

sebagai berikut :

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas

mungkin dengan membuka pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat

memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel

reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak

yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4. Posisi bayi sebaiknya diubah- ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh

bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4 - 6 jam.

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang - kurangnya tiap 24 jam.

7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi

dengan hemolisis.

Menyusui Bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan

urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui,

ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air

besar dan buang air kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di

bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru

dapat meningkatkan kadar bilirubin sehingga bayi semakin kuning (breast

milk jaundice).

IX. KOMPLIKASI IKTERUS

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan

tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata

berputar - putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi,

leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya

Page 19: Laporan Pendahuluan

menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,

gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia

dentalis.

.

Daftar pustaka

Dewi,Vivian Nanny Lia.2012.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta :

Salemba    Medika

Rukiyah,Ai Yeyeh.2010.Asuhan neonatus,Bayi dan Balita.Jakarta :

Trans Info Media

Muslihatub,Wafi Nur.2010. Asuhan neonatus,Bayi dan

Balita.Yogyakarta : Fitramaya

Fraser.M.Diare.2012.Praktek Klinik Kebidanan.Jakarta : Buku

Kedokteran EGC

Wahab,Samik.2012.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : Buku Kedokteran

EGC

Mitayani.2010.bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaannya.Sumatera :

Baduose Media

Suriadi.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Sagung Seto

Sarwono,Prawirohardjo.2008.Buku ilmu kebidanan.Jakarta : Yayasan

Bina Pustaka

Page 20: Laporan Pendahuluan