Post on 06-Feb-2018
1
LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN
EVALUASI ALINYEMEN JALAN DAN SARANA PENUNJANGNYA
PADA JALAN BY PASS
( STUDI KASUS JALAN MANGLI-PATRANG JEMBER)
Oleh :
Dr Ir. Noor Salim, M.Eng
RINGKASAN
Jalan By Pass Mangli - Patrang merupakan alternatif dari arah barat kota Jember ke
arah Bondowoso untuk menghindari jalan menuju kota Jember . Sehingga pergerakan lalu
lintas pada jalan tersebut cukup tinggi pada jam dan hari-hari tertentu.. Sejalan dengan laju
pertumbuhan lalu lintas tersebut, bila tidak diimbangi oleh tersedianya prasarana dan sarana
transportasi yang memadai dapat menimbulkan masalah-masalah lalu lintas berupa ketidak
tertiban lalu lintas, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemacetan-kemacetan lalu lintas,
kecelakaan dan gangguan lainnya terhadap kelancaran arus lalu lintas. Hal ini sebagai akibat
rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana yang ada seperti sekarang telah mulai
dirasakan. Salah satu hal dalam tingkat pelayanan jalan adalah mengevaluasi alinyemen jalan
dan prasarana jpenunjangnya pada jalan by pass tersebut hingga 20 tahun kedepan sesuai umur
perencanaan
Dalam evaluasi Jalan by pass ini disimpulan antara lain kelas jalan didapat adalah kelas
jalan II A dengan spesifikasi berbukit. Kapasitas jalan yang ditunjukkan derangan hasil
perhitungan derajat kejenuhan sekarang atau Ds = 20,84 sedangkan untuk 20 tahun mendatang
DS = 2,9.dan untuk 20 tahum mendatang, kapasitas jalan harus ditingkakan dengan cara
melebarkan jalan. Dari perencanaan geometrik diperoleh panjang jalan adalah 980 km dengan 3
tikungan. Prasarana penunjang jalan yang diperlukan sekarang adalah perbaikan saluran
drainase penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan
pendakian. Untuk 20 tahun mendatang perlu dibuat penambahan median serta peningkatan lebar
saluran drainase. serta penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah
tikungan dan pendakian dengan menyesuaikan kondisi mendatang.
Direkomendasikan beberapa saran yaitu agar lebih sering mengecek fluktuasi volume
kendaraan , hal ini disebabkan perubahan mendadak dari perubahan populasi yang kadang-
kadang melonjak cepat. Demikian juga perlunya inventari kondisi jalan setiap bulan atau
sewaktu-waktu bila diperlukan. Hal ini untuk mengetahui kerusakan dini dari perkerasan jalan.
Kata Kunci : Alinyemen Jalan, By Pass
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan By Pass Mangli - Patrang merupakan alternatif dari arah barat kota Jember ke
arah Bondowoso untuk menghindari jalan menuju kota Jember . Sehingga pergerakan lalu
lintas pada jalan tersebut cukup tinggi pada jam dan hari-hari tertentu..
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, maka pergerakan lalu-lintas
meningkat , khususnya dijumpai adanya masalah lalu-lintas padat pada jalan by pass tersebut..
Hal ini mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pergerakan barang dan orang, yang berarti juga
meningkatnya pertumbuhan lalu lintas yang pesat.
Sejalan dengan laju pertumbuhan lalu lintas tersebut, bila tidak diimbangi oleh
tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang memadai dapat menimbulkan masalah-
masalah lalu lintas berupa ketidak tertiban lalu lintas, yang pada akhirnya akan menimbulkan
kemacetan-kemacetan lalu lintas, kecelakaan dan gangguan lainnya terhadap kelancaran arus lalu
lintas. Hal ini sebagai akibat rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana yang ada seperti
sekarang telah mulai dirasakan. Salah satu hal dalam tingkat pelayanan jalan adalah alinyemen
jalan. Peningkatan volume kenaraan akan meningkatkan kapasitas jalan akan secara otomatis
menaikkan kelas jalan dan berdampak pada perubahan karakteristik konstruksi jalan tersebut.
Dari karakteristik itu pula akan berubahnya kelaikan alinymen jalan dan berdampak pada
prasarana penunjang jalan.
Dengan hal tersebut di atas, maka perlunya mengevaluasi alinyemen jalan dan prasarana
jpenunjangnya pada jalan by pass tersebut hingga 20 tahun kedepan sesuai umur perencanaan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah antara lain :
3
1. Berapakah volume kendaraan existing dan hingga 20 tahun kedepan?
2 Berapakah kapasitas pada jalan by pass existing dan hingga 20 tahun kedepan?
3 Bagaimana kondisi alinyemen jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan ?
4 Bagaimana kondisi prasarana penunjang jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menghitung volume kendaraan existing dan hingga 20 tahun kedepan
2. Menganalisa kapasitas pada jalan by pass existing dan hingga 20 tahun kedepan
3. Menganalisa kondisi alinyemen jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan
4. Mengevaluasi kondisi prasarana penunjang jalan by pass existing dan 20 tahun kedepan
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan tingkat pelayanan jalan, khususnya Jalan
by pass..
2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Jember guna penataan kawasan penyangga,
sehingga dapat mengurangi permasalahan lalu lintas terutama kemacetan dan kecelakaan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu dilakukan pada jalan by pass pada jalan Mangli –
patrang Jember.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas merupakan interaksi yang unik antara pengemudi, kendaraan, dan jalan.
Tidak ada arus lalu lintas yang sama bahkan pada keadaan yang serupa, sehingga arus pada suatu
ruas jalan tertentu selalu bervariasi. Walaupun demikian diperlukan paramater yang dapat
menunjukkan kondisi ruas jalan atau yang akan dipakai untuk desain. Parameter tersebut adalah
volume, kecepatan, dan kepadatan, tingkat pelayanan dan derajat kejenuhan. Hal yang sangat
penting untuk dapat merancang dan mengoperasikan sistem transportasi dengan tingkat effisiensi
dan keselamatan yang paling baik.
2.1.1. Volume Lalu Lintas
Volume adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan pada periode waktu
tertentu, diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu.
Manfaat data (informasi) volume adalah:
• Nilai kepentingan relatif suatu rute
• Fluktuasi dalam arus
• Distribusi lalu lintas dalam sebuah sistem jalan
• Kecenderungan pemakai jalan
Data volume dapat berupa:
1.Volume berdasarkan arah arus:
• Dua arah
• Satu arah
• Arus lurus
• Arus belok baik belok kiri ataupun belok kanan
2. Volume berdasarkan jenis kendaraan, seperti antara lain:
• Mobil penumpang atau kendaraan ringan.
• Kendaraan berat (truk besar, bus)
• Sepeda motor
5
Pada umumnya kendaraan di suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi. Volume lalu lintas
lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis kendaraan standart yaitu mobil penumpang, yang
dikenal dengan satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume dalam smp, maka
diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi mobil penumpang, yaitu
faktor equivalen mobil penumpang (emp).
3. Volume berdasarkan waktu pengamatan survei lalu lintas, seperti 5 menit, 15 menit,1 jam.
Volume lalu lintas mempunyai istilah khusus berdasarkan bagaimana data tersebut diperoleh
yaitu:
a. ADT (average dayli traffic) atau dikenal juga sebagai LHR (lalu lintas harian rata-rata), yaitu
volume lalu lintas rata-rata harian berdasarkan pengumpulan data selama χ hari, dengan
ketentuan 1 < χ < 365. sehingga ADT dapat dihitung dengan rumus sebagi berikut:
ADT = 𝑄𝑋
𝑋
Dengan :
Qx = Volume lalu lintas yang diamati selama lebih dari 1 hari dan kurang dari 365 hari (1 tahun)
Χ = Jumlah hari pengamatan.
b. AADT (average annual daily traffic) atau dikenal juga sebagai LHRT (lalu lintas harian rata-
rata tahunan), yaitu total volume rata-rata harian (seperti ADT), akan tetapi pengumpulan
datanya harus > 365 hari (χ > 365 hari).
c. AAWT (average annual weekday traffic) yaitu volume rata-rata harian selama hari kerja
berdasarkan pengumpulan data > 365 hari. Jadi AAWT dihitung sebagai jumlah volume
pengamatan selama hari kerja dibagi dengan jumlah hari kerja selama pengumpulan data.
d. Maximum annual hourly volume adalah volume tiap jam yang terbesar untuk suatu tahun
tertentu.
e. Rate of flow atau flow rate adalah volume yang diperoleh dari pengamatan yang lebih kecil
dari satu jam, akan tetapi kemudian dikonversikan menjadi volume 1 jam secara linear.
f. Peak hour factor (PHF) adalah perbandingan volume satu jam penuh dengan puncak dari
flow rate pada jam tersebut.
Pada penelitian ini yang digunakan adalah besaran arus (flow) yang lebih spesifik untuk
hubungan masing-masing penggal jalan yang ditinjau dengan kecepatan dan kepadatan pada
periode waktu tertentu.
2.1.2. Kecepatan
Kecepatan menentukan jarak yang akan dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu
tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk memperpendek waktu perjalanan atau
6
memperpanjang jarak perjalanan. Nilai perubahan kecepatan adalah mendasar tidak hanya untuk
berangkat dan berhenti tetapi untuk seluruh arus lalu lintas yang dilalui.
Kecepatan adalah sebagai perbandingan jarak yang dijalani dan waktu perjalanan, atau
dapat dirumuskan sebagai berikut:
S = d/t
Dengan S = Kecepatan (km/jam; m/dt)
d = Jarak tempuh kendaraan (km; m)
t = Waktu tempuh kendaraan (jam; detik)
2.1.3. Kepadatan
Kepadatan didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan
atau lajur tertentu, yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer atau
satuan mobil penumpang per kilometer (smp/km). Jika panjang ruas yang diamati adalah L, dan
terdapat N kendaraan, maka kepadatan k dapat dihitung sebagai berikut,
K = 𝑁
𝐿
Kepadatan sukar diukur secara langsung (karena diperlukan titik ketinggian tertentu yang dapat
mengamati jumlah kendaraan dalam panjang ruas jalan tertentu), sehingga besarnya ditentukan
dari dua parameter volume dan kecepatan, yang mempunyai hubungan sebagai berikut:
K = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
Kepadatan menunjukkan kemudahan bagi kendaraan untuk bergerak, seperti pindah
lajur dan memilih kecepatan yang diinginkan.
2.2. Komposisi Lalu Lintas
Didalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 nilai arus lalu lintas
mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus lalu lintas dalam satuan mobil
penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan
secara empiris untuk tipe kendaraan berikut;
• Kendaraan ringan (LV) termasuk mobil penumpang, minibus, pik-up, truk kecil dan jeep.
• Kendaraan berat (HV) termasuk truk dan bus.
• Sepeda motor (MC).
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung
pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam.
7
2.3. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Jalan
Kapasitas jalan MKJI (1997:36) didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jamnya pada kondisi tertentu.
Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah ( kombinasi dua
arah ), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Sketsa Melintang jalan
Keterangan :
WCA, WCB : Lebar jalur lalu lintas
WSAT : Lebar bahu dalam sisi A dsb,
WSAO : Lebar bahu luar sisi A dsb,
WC : Lebar jalur
WK : jarak dari kereb ke penghalang
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmenjalan
sedikit ( sebagaimana terlihat dari mkapasitas simpang sepanjang jalan ), kapasitas juga
telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus. Kapasitas
8
jalan kota di Indonesia dapat dihitung menggunakan persamaan MKJI (1997:18): yaitu C
= Co x FCw x FCSF x FCCS
dengan : C = Kapasitas
Co = Kapasitas dasar
FCW = Faktor koreksi lebar masuk
FCSP = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah
FCSF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dan bahu jalan /kereb
FCC = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (jumlah penduduk)
Sedangkan perhitungan derajat kejenuhannya dihitung dengan rumus : DS = Q / C, dimana :
C : Kapasitas
DS : Derajat Kejenuhan
Q : Volume Kendaraan
Tabel 2.1 Kapasitas Dasar
Tipe jalan
Kapasitas dasar
( smp/jam )
Catatan
Empat-lajur terbagi atau
Jalan satu-arah
Empat-lajur tak-terbagi
Dua-lajur tak-terbagi
1650
1500
2900
Per lajur
Per lajur
Total dua arah
Sumber : MKJI,1997
9
Tabel 2.2 Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu-lintas untuk Jalan Perkotaan
(FCW)
Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif
(WC) (m)
FCW
Empat-lajur terbagi
atau
Jalan satu-arah
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat-lajur tak-
terbagi
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua-lajur tak-
terbagi
Total dua arah
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber : MKJI,1997
10
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan Arah
Pemisah Arah SP % - % 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30
FCSP
Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber : MKJI,1997
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu efektif
( WS )
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Factor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
FCSF
Lebar bahu efektif WC (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D VL
L
M
H
VH
0,96
0,94
0,92
0,88
0,84
0,98
0,97
0,95
0,92
0,88
1,01
1,00
0,98
0,95
0,92
1,03
1,02
1,00
0,98
0,96
4/2 UD VL
L
M
H
VH
0,96
0,94
0,92
0,87
0,80
0,99
0,97
0,95
0,91
0,86
1,01
1,00
0,98
0,94
0,90
1,03
1,02
1,00
0,98
0,95
2/2 UD atau
Jalan satu
arah
VL
L
M
H
VH
0,94
0,92
0,89
0,82
0,73
0,96
0,94
0,92
0,86
0,79
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,01
1,00
0,98
0,95
0,91
Sumber : MKJI,1997
11
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota FCCS
Ukuran kota (Juta penduduk) Factor penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1
0,1 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
> 3,0
0,86
0,90
0,94
1,00
1,04
Sumber : MKJI,1997
2.4. Aligment horizontal
2.4.1 Tinjauan Aligment Secara Keseluruhan
Di tinjau secara keseluruhan,penetapan aligment horizontal harus dapat menjamin
keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan.
Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sbb:
a. Sedapat mungkin menghindari broken back,artinya tikungan searah yang hanya di
pisahkan oleh tangen yang pendek.
b. Pada bagian yg relatif lurus dan panjang,jangan sampai sekonyong- konyong terdapat
tikungan yg tajam berakibat mengejutkan pengemudi.
c. Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum,sebab jalan
tersebut akan sulit mengikuti perkembangan- perkembangan mendatang.
d. Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk maka harus
diushakan agar 1,5 R2.
e. Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua tikungan
harus cukup untuk memberikan ruonding pada ujung-ujung tepi perkeasan.
2.4.2 Menetapkan Design Speed.
Untuk menetapkan aligment horizontal pada suatu route,segtion ataupun segment dari suatu
jalan,perlu diketahui terlebih dahulu “topography” yang akan dilalui oleh suatu trace jalan
yang akan di design.Keadaan topography tersebut akan dijadikan dasar daalm menetapkan
12
besranya design speed dari jalan yg akan direncanakan,setelah kelas jalan tersebut di
tentukan. Dalam hal ini kita mengenal 3 jenis klasifikasi medan yakni :datar,perbukitan dan
pegunungan yang nantinya akan dikaitkan dengan besarnya design speed.
2.4.3 Pemilihan Kurva
Untuk membuat tikungan (turning roadway) dikenal adanya 3 macam kurve yaitu :
a. full circle
b. spiral-circle-spiral
c. spiral-spiral
a. Full circle
Tidak semua kurva boleh berbentuk full circle, pada umumnya kurve ini dipakai pada
daerah dataran. Hal ini tergantung kepada besarnya kecepatan rencana serta radius circla
itu sendiri.
Untuk radius circle di bawah harga – harga tersebut kurva harus menjadi spiral – circle –
spiral.
Gambar 2.2 Tikungan jenis full circle
Rumus-rumus :
2
tgRT
13
4
tgTE
180
L R = 0,01744 R
R
78.1718 x L
2
3
.24 R
LLS
X = S cos
Y = S sin = R
X
2
2
Catatan :
diketahui = diukur dari gambar. ; R = ditentukan sendiri
b. Spiral – circle – Spiral
i. Lengkung peralihan
Pada bentuk ini “spiral” merupakan transisi dari bagian lurus ke Bagian circle,
sehingga kemudian di kenal istilah transition curve.
Fungsi utama dari transition curve tersebut adalah :
- Menjaga agar perubahan gaya certifugal yang timbul pada waktu
kendaraan memasuki atau meninggalkan tikungan dapat terjadi seara berangsur-
angsur, tidak mendadak. Dengan demikian diharapkan agar kendaraan dapat
melintasi jalur yang telah disediakan untuknya, tidak melintasi jalur lain.
Untuk memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke
kemiringan sebesar superelevasi yang telah diperhitungkan, secara berangsur –
angsur sesuai dengan gaya centrifugal yang timbul.
ii. Circle
Radius circle yang di ambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan kecepatan
rencana yang di tentukan serta tidak mengakibatkan adanya miring tikungan yg
melebihi harga maximum.
14
Miring tikungan maximum di bedakan besarnya antara untuk rural higway dan untuk
urban highway. Untuk rural highway di tetapkan miring tikungan Maximum = 0,10
sedangkan untuk urban highway di ambil harga = 0,80.
Besarnya Rminimum di tentukan berdasarkan rumus .
R = )(127
2
fme
V
Dengan mengambil harga e maupun fm yg maximum, dimana :
R = jari – jari lengkung minimum, meter
e = miring tikungan maximum
fm = koefisien gesek maximum
V = kecepatan rencana, km/Jam
Tabel 2.6 Harga fm max. untuk tiap design speed
V
km/jam 30 40 60 80 100 120
fm 0,17125 0,165 0,1525 0,140 0,1275 0,115
Berdasarkan harga–harga e max dan fm max untuk tiap-tiap design speed,besarnya R minimum
yang di anjurkan dalam Standard Spesifikasi Bina Marga di anjurkan Rmin = 560 m.
Gambar 2.3 Tikungan jenis spiral-circle-spiral
15
Rumus Spiral – Circle – Spiral
Δ = diukur dari gambar
R = di ukur dari gambar e dan Ls dari tabel
;s p dan k didapat dari tabel
Ts = (R + p ) tg 2
+ k
Es =
2
)(
Cos
pR- R
Lc = 180
)2( Gs .R ; Lt = 2 Ls + Lc
c. Spiral – spiral
Pada spiral – spiral, dimana Lc = O atau S.C = C.S. adalah merupakan tikungan
yang kurang baik, sebab tidak da jarak yang tertentu dalam masa tikungan yang sama
miringnya.
Untuk itu disarankan untuk tidak dipakainya kurve spiral-spiral ini.
Rumus-rumus :
2/ ; diketahui. ; R = diketahui.
Ls =
.2
180
s x R =
648,28
sx R.
Ts = (R + p) tg 2
+ k
Es =
2
)(
Cos
pR- R
Lt = 2 Ls Lc = 0
16
2.4.4 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
Pada tikungan kendaraan tidak dapat membuat
lintasan sesuai jalur yang tersedia, seperti pada
bagian lurus. Hal ini disebabkan kendaraan
mempunyai panjang tertentu, dimana pada waktu
membelok yang di beri sudut belokan adlah roda
depan.Oleh karenanya pad tikungan roda belakang
akan menjalani lintasan yang lebih kedalam dari
pada roda depan, bila kendaraan berjalan dengan
kecepatan rendah.
Gambar 2.4 Sket manuver kendaraan pada tikungan
Bila kendaraan berjalan dengan kecepatan tnggi, maka akan terjadi pergeseran roda
belakang ke arah luar. Hal-hal tersebut terjadi, karena kesukaran pengemudi untuk mengatur
lintasnya pada jalur selama berjalan, terutama pada kecepatan tinggi. Karena alasan tersebut
diatas maka perlu adanya penambahan lebar perkerasan pada daerah tikungan .
Posisi roda kendaraan terhadap perkerasan pada tikungan seperti terlihat pada gambar.
Besarnya peambahan lebar pada tikungan .
B = n (b 1
+ c) + ( n – 1) Td + z, Dimana :
B = Lebar perkerasanpada tikungan, (meter)
n = Jumlah jalur jalan lintas
b1
= Lebar lintasan kendaraan truck pada tikungan, ( meter)
Td = Lebar melintang akibat tonjolan, (meter)
Z = Lebar tambahan akibat kelalaian dalam mengemudi, (meter)
C = Kebebasan kesamping (meter, 0.80 meter)\
2.4.5 Statioaning
Statioaning dimulai dari titik awal proyek dengan nomor station 0+000. Angka sebelah kiri tanda
(+) menunjukan KM Sedang sebelah kanan tanda (+) menunjukan M. Angka station bergerak
ke atas dan tiap 50 m di tuliskan pada gambar rencana. Kemudian nomor station pada titik-titik
17
utama tikungan (TS, SC, CS, ST atau TC CT serta PT) harus dicantumkan .Pemberian nomor
station diakhiri pada titik proyek.
2.5 Aligment vertikal
2.5.1 Tinjauan Alignment Secara keseluruhan .
Di tinjau Secara keseluruhan alignment vertikal harus dapat memberikan kenyamanan dan
keamanan bagi pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku.
Untuk mencapai ini perlu diperhatikan hal – hal sbb :
a. Sedapat mungkin menghindarkan broken back grade line, artinya jangan sampai kita
merencanakan lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya
dipisahkan oleh tangen yang pendek.
b. Menghindari “hidden dip”, artinya kalar kita mempunyai alignment vertikal yang relatif
datar dan lurus, jangan sampai didalamnya terdapat lengkung – lengkung cekung yang
pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
c. Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara
otomatis speed yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
d. Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alignment vertikal dengan kelandaian
yang tersusun dari prosentage kecil sampai besar, maka kelandaian yang paling curam
harus ditaruh pada bagian permulaan landai, barturut–turut kemudin kelandaian yang
lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil.
2.5.2 Faktor – faktor yang harus dipertimbangkan
Alignment vertikal direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sbb :
a. design speed
b. Topography
c. Fungsi jalan
d. Kedudukan tinggi lantai kendaraan pada jembatan di atas sungai.
e. Tebal perkerasan yang diperhitungkan
f. Tanah dasar
a. Design Speed
Design speed yang harus diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai
pada aligment horisontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah di tetapkan untuk
alagment horisontal beikut wilayah-wilayah design speednya harus dijadikan pegangan untuk
18
menghitung tikungan-tikungan pada akigment vertiakal. Kalau hal ini tidak di jaga akan
diperoleh ketidak seimbangan, misalnya di satu pihak kita mempunyai design speed yyang
tinggi untuk aligment horisontal, sedangakn aligment vertikalnya hanay mempunyai design
speed yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarta akan merugikan pemakai jalan atau
bahkan bisa membahayakan pemakai jalan.
b. Topography
Keadaan topography ini erat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk train yang
berat sring kita harus menggunakan angka-angka kelandaian maximum pada aligment
vertikal agar volume pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada contoh jalan kelas II B, sesuai
dengan klasifikasi medan yang disesuaikan, berturut-turut angka-angka kelandaian yang
diperbolehkan adalah : 5%, 7%, 8%, 7%, dan 5%. Pada perncanaan jalan baru kita harus
berhati-hati dalam menetapkan vertikal aligment. Sebab sekali kita kurang bijaksana dalam
menetapkan “kelandaian”jalan, perbaikan akan menuntut biaya yang sangat besar .Disampig
itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi galian ataupun dalamnya
timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
c. Fungsi Jalan
Ditinjau terhadap fungsinya, kita mengenal istilah–istilah : freeway ; expressway ;
arterial ; local road. Dalam merencanakan jalan (terutama di daerah perkotaan) sering kita
hadapi bahwa rencana jalan kita akan “croassinng” dengan existing road. Sebelum
menetapkan bentuk croassing tersebut kita harus mengetahui betul ,apa sebetulnya fungsi
jalan kita maupun fungsi jalan yang di cross oleh jalan kita tersebut.sehingga dengan dmikian
dapat kita tentukan bentuk-bentujk crossing tersebut misalnya: at grade crossing ; over pass ;
under pass ; nterchange dan sebagainya. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut baru dapat kita
tentukan alignment vertikalnya.
d. Kedudukan Tinggi Lantai Kendaraan Pada Jembatan Diatas Sungai.
Dalam hal ini kedudukan alignment vertikal terhadap permukaan air sungai (berdasarkan
perhitungan hydrologi) minimal harus setinggi H yang di hitung sebagai berikut :
Vertikal alignment
H = h1 + h2
Clearance ( = 1.00 m) Tinggi konstruksi tebal aspal.
Gambar 2.5 Sket jembatan
h1
h2
19
Sering kita jumpai sungai dengan profil yang curam tepi airnya relatif kecil. Pada
keadaan ini H = h1 + h2 sudah tidak menentukan lagi, tapi yang dominan sekarang adalah
peninjauan alignment vertikal keseluruhan. Penetapan alignment vertikal tetap dituntut agar
secara teknis bisa dipertanggungkan.
e. Tebal perkerasan yang di perhitungkan
Untuk design jalan baru,tebal perkerasan tidak memepengaruhipenarikan alignment vertikal.
Tapi untuk design yang sifatnya peningkatan jalan,tebal perkerasan akan memegang peranan
penting. Dalam hal ini penarikan alignmeent vertikal harus sedemikaa sehiingga
kedudukannya terhadap jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang diperhitungkan.
f. Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena banjir.
Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alignment vertikal kita tidak cukup tinggi.
Kedudukan alignment vertikal harus sedemukian sehingga :
Permukaan air banjir tidak mencapai lapisan perkerasan .
Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betul
betul dapat berfungsi .
2.5.3 Panjang Kritis.
Alignment vertikal tidak bisa terlepas dari batasan panjang kritis makin tinngi kelandain
jalan, makin pendek batasan panjang kritis .
Tabel 2.7 Panjang kritis yang tercantum dalam standard spesifikasi Bina Marga
Lendai % 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang
kritis (m)
480 330 250 200 170 150 135 120
2.5.4 Lengkung Vertikal
2.5.4.1 Pengertian umum
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan :
- Volume pekerjaan tanah
- Panjang jarak pandangan yang dapat diperoleh pada setiap titiuk pada lengkungan
- Kenyamanan untuk pemakai jalan
- Perhitungan-perhitungan yang mudah,
20
- Maka dipilih bentuk lengkung parabola sedarhana untuk lengkung –lengkung vertikal
cembung maupun cekung.
Rumus – rumus yang di pakai untuk perhitungan sbb:
Gambar 2.6 Sket Alinyemen vertikal
parabolaketentuan800
ALVEV
2
2
22
2
x200Lv
A
800
AL
LV
4XEv
LV21
XY
Dimana :
Ev = pergeseran vertukal, meter.
X = jarak horizontal dari setiap titk pada garis kelandaian terhadap PLV.
Y = panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan.
A = perbedaan aljabar landai, prosen .
Lv = jarak horizontal antara PLV dan PTV selanjutnya disebut panjang lengkung.
Dalam merencanakan lengkung vertikal, biasanya elevsi PVI telah ditentukan terlebih dahulu,
kemudian baru dihitung besaran-besaran sebagai berikut :
- Panjang LV dalam meter
- Pergesaran vertikal EV dalam meter
- Elevasi permukaan rencana jalan tepat dibawah atau diatas PVI
EV
Δ
PTV PLV
PVI
x
Lengkung cembung
EV
Δ
PTV PLV
PVI
x
Lengkung cekung
Y
21
- Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV
- Elevasi dari permukaan rencana jalan antara PLV, PVI dan PTV yang diambil pada pada
setiap nomor – nomor station yang tersebut dalam horizontal alignment.
Panjang minimum LV dapat di hitung dengan mempergunakan grafik-grafik yang
dicantumkan dalm peraturan perencanaan geometrik jalan raya no. 13/1970. Pada principnya
grafik-grafik tersebut dibuat dengan memperhatikan syarat-syarat jarak pandangan henti,
drainase maupun jarak pandangan menyiap untuk lengkung vertikal cembung. Sedangkan untuk
lengkung vertikal cekung adalah memperhatikan faktor-faktor keamanan untuk keadaan pada
malam hari serta faktor kenyamanan karena penggaruh gaya berat gaya sentripetal. Pada
lengkung vetikal cembung,umunya sulit untuk menetapkan grafik yang di buat berdasarkan jarak
pandangan menyiap khusus untuk jalan raya dua jalur, two way traffic) berhubung akan di
dapatkan harga LV yang panjang. Sehingga sebagai jalan tengah akan di cukup berakasan kalau
di pakai grafik yang berdasarkan jarak pandangan henti tapi dengan memasang tanda “di larang
menyiap” (khusus untuk jal;an raya 2 jalur) pada bagian lengkung tersebut.
2.6 Prasarana Jalan/Bangunan Pelengkap Jalan
2.6.1 Median/Pemisah Tengah
Median ( pemisah tengah ) adalah suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah,
tidak digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan berfungsi, antara lain:
Memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah dan mengurangi daerah konflik
bagi kendaraan belok kanan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kelancaran
lalu lintas di jalan tersebut.
Pada keadaan tertentu dapat digunakan untuk jalur perubahan kecepatan dan jalur
tunggu untuk lalu lintas belok kanan atau perputaran ( U – Turn ).
Ketentuan median ( pemisah tengah ) yang digunakan disesuaikan dengan median jalan
yang sudah ada yaitu pada jalan Gajah Mada, antara lain:
2.6.2 Marka Jalan
Marka jalan adalah suatu tanda yang berupa garis, simbol, angka, huruf atau
tanda-tanda lainnya yang digambarkan.
22
Marka jalan berfungsi sebagai penuntun/pengarah pengemudi selama perjalanan,
yang ditandai dengan bentuk garis terputus ( dash line ) dan garis penuh ( solid line ),
warna marka jalan umumnya putih.
Garis terputus ( dash line )
Berfungsi sebagai garis sumbu dan pemisah dengan ketentuan untuk jalan 2 lajur dan
lebar ≥ 5,50 m:
Garis penuh ( solid line )
Berfungsi sebagai garis tepi:
- Tepi perkerasan dalam
- Tepi perkerasan luar
- Garis pada jalur tepian ( Marginal Strip )
Tempat penyeberangan jalan ( zebra cross )
2.6.3 Rambu Lalu lintas
Rambu lalu lintas adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang,
huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan,
perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan.
Jenis dan fungsi rambu lalu lintas, dikelompokkan sebagai berikut:
Rambu peringatan, digunaka untuk memberi peringatan kemungkinan adanya bahaya
atau tempat berbahaya dibagian jalan di depannya sehingga pemakai jalan dapat
mengetahui sebelum melewati tempat tersebut.
Rambu larangan, digunakan untuk menyatakan batasan hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh pemakai jalan.
Rambu perintah, digunakan untuk menyatakan suatu kewajiban yang harus dilakukan
oleh pemakai jalan.
Rambu petunjuk, digunakan untuk memberikan informasi mengenai jurusan, jalan,
situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan.
23
2.6.4 Trotoar dan Kereb
Trotoar
Trotoar adalah jalor pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi
lapisan permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fungsi utama trotoar untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan
kaki baik dari segi keamanan dan kenyamanan, disamping itu berfungsi dapat membantu
meningkatkan kelancaran lalu lintas ( kendaraan.
Lebar minimum trotoar diambil 1,50 m, hal ini disesuaikan dengan penggunaan lahan
disekitarnya.
Kereb
Kereb adalah bangunan pelengkap jalan yang dipasang sebagai pembatas jalur
lalu lintas dengan bagian jalan lainnya, yang sangat membantu keamanan dan
kenyamanan para pemakai jalan serta berfungsi juga sebagai:
- Penghalang/pencegah kendaraan keluar dari jalur lalu lintas ( barrier curb).
- Mempertegas batas jalur lalu lintas kendaran dengan jalur-jalur lainnya.
- Menambah estetika
2.6.5 Drainase Permukaan Jalan
Drainase permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian
air permukaan.
Fungsi sistem drainase permukaan jalan pada umumnya, sebagai berikut:
Mengalirkan air hujan secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan selanjutnya
dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuang akhir.
Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan masuk kedaerah
perkerasan jalan.
Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rencana Kegiatan Penelitian
Secara garis besar rencana kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Rencana Kegiatan Penelitian
Start
Persiapan
- Pemilihan lokasi
- Survey pendahuluan
- Identifikasi masalah
Pengumpulan Data
Data Primer :
- Survey volume lalu lintas
- Survey geometrik jalan
Data Skunder :
- Data kondisi jalan
- Peta lokasi
Analisis data
- Analisa kapasitas
- Analisa hubungan antara (kecepatan dengan kepadatan, arus
dengan kepadatan, dan arus dengan kecepatan).
- Analisa geometrik jalan
- Analisa Prasarana penunjang jalan
PENGOLAHAN DATA
Kesimpulan Dan saran
Studi Literatur
25
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada pada jalan by Pass pada jalan Mangli - Patrang , yang
merupakan jalan alternatif untuk menghindari daerah kota Jember.
3.3 Metode Penelitian
Pengambilan Data Penelitian
a. Data Sekunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lain atau diperoleh
secara tidak langsung dari sumber tertulis maupun dari instansi pemerintah. Data-data
yang diperoleh antara lain: Data volume lalu lintas jalan dan data populasi penduduk .
b. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung pada objek penelitian. Data
yang diperoleh secara langsung adalah data volume kendaraan dan alinyemen pada jalan
tersebut.
3.4 Pengolahan dan Analisa Data
Data sekunder yang telah ada digunakan untuk menghitung kapasitas jalan saat ini
setelah dilakukan pelebaran. Kapasitas jalan kota di Indonesia Dari data kapasitas
tersebut ditentukan kapasitas dan derajat kejenuhan jalan saat ini hingga 20 tahun
kedepan.
3.5 Hasil dan Pembahasan
Setelah analisis data selesai dilakukan maka diperoleh berapa sesungguhnya
karakteristik jalan hingga 20 tahun kedepan
3.6 Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan didapat kapasitas jalan, realigment tambahan jalan
serta prasarana penunjang jalan hingga 20 tahun kedepan .
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data-Data Lalu-Lintas
Dari perhitungan untuk didapat hasil data output perencanan jalan berikut..
Tabel 4.1 Rekapitulasi lalu lintas harian rata-rata
NO JENIS KENDARAAN JUMLAH
( TAHUN 2012 ) ( BUAH / HARI / 2 LAJUR )
1 Un - motorcycle 816
2 Motor roda 3 48
3 Motorcycle 2736
4 Ligh vehicle 504
5 Bus 72
6 Truck 2 as 120
7 Truck 3 as 48
8 Truck 2 as + gandeng 24
9 Truck 3 as + gandeng 0
4.2 Perhitungan Lalu-Lintas
a.) Perhitungan Lalulintas Masa Perencanaan
Dengan perkembangan lalu-lintas ( I ) = 4 % n = 1 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2013 = Σ kendaraan tahun 2012 * ( 1 + 0,04 ) 1
b.) Perhitungan Lalulintas Masa Pelaksanaan
Dengan perkembangan lalu-lintas ( I ) = 5 % n = 1 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2014 = Σ kendaraan tahun * ( 1 + 0,05 ) 1
c.) Perhitungan Lalulintas Masa Umur Rencana
Dengan perkembangan lalu-lintas ( I ) = 6 % n = 20 tahun
Dalam hal ini Σ kendaraan tahun 2034 = Σ kendaraan tahun 2014 * ( 1 + 0.06 ) 20
27
Tabel 4.2 Hasil perhitungan lalu-lintas pada masa perencanaan, masa pelaksanaan dan masa umur rencana terdapat pada tabel di bawah ini.
Data Lalulintas Harian Rata – Rata
NO JENIS KENDARAAN KOEFISIEN 2012 2013 2014 2034
Jumlah 2 arah LHR Jumlah LHR Jumlah LHR Jumlah LHR
1 Sepeda / Becak 0 816 0 849 0 891 0 2858 0
2 Sepeda Motor 0.5 2736 1368 2845 1423 2988 1494 9582 4791
3 Kendaraan bermotor roda tiga 1 48 48 50 50 52 52 168 168
4 Mobil penumpang 1 504 504 524 524 550 550 1765 1765
5 Bus 1.5 72 108 75 112 79 118 252 378
6 Truck 2 as 1.3 120 156 125 162 131 170 420 546
7 Truck 3 as 2.5 48 120 50 125 52 131 168 420
8 Truck 2 as + Gandengan 2.5 24 60 25 62 26 66 84 210
9 Truck 3 as + Gandengan 2.5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Cikar / Andong 0.5 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Total LHR Pada Tahun 4368 2364 2459 2581 8279
LHR Rata -
Rata 5430
- Jalan Raya Sekunder Kelas II A
- Klasifikasi medan datar ; V rencana = 60 km/jam
28
Jika kita lihat pada tabel data lalu lintas harian rata-rata ( LHRT ) di atas, diketahui
bahwa jumlah kendaraan sebesar 4368 pada kedua arah, dan lalu lintas harian rata-rata pada
tahun 2012 adalah 2364 SMP / kendaraan, pada tahun 2013 sebesar 2459 SMP / kendaraan,
tahun 2014 sebesar 2581 SMP / kendaraan, dan pada tahun 2034 lalu lintas harian rata-rata
sebesar 8279 SMP / kendaraan dengan penghitungan jumlah kendaraan pada tipe jalan 2 lajur –
2 arah.
4.3 Analisa Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan kapasitas jalan
diatas maka,
Co = 3100 (medan datar, 2/2)
FCw = 1 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m)
FCsp = 0.97 (pemisahan arah 55 % - 45 %)
FCSF = 0.93 (kelas hambatan samping rendah dan lebar bahu efektif 0.5 m)
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
= 3100x 1 x 0.97 x 0.93 = 2797 ( kapasitas per arah )
Sehingga, Ds = Q/ C = 2364/2797 = 0.84
Jika ditinjau lebih jauh lagi untuk perencanaan 20 tahun kedepan pada tahun 2034,
maka derajat kejenuhan pada jalan ini adalah, Ds = Q/ C = 8279/2797= 2.9
Maka pada masa 20 tahun mendatang, jalan ini akan mengalami kepadatan lalu lintas,
sehingga harus dipertimbangkan untuk mengadakan pelebaran jalan atau tidak.
Namun pelebaran jalan juga bisa tidak perlu dilakukan, dengan cara memperhatikan
parameter lain seperti kecepatan arus bebas dasar lalu lintas kendaraan.
Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan kecepatan arus
bebas dasar diatas pada tahun 2012 maka,
Fvo = 68 (kendaraan ringan)
Fvw = 0 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m, medan datar A)
29
FFVsf = 0.96 (hambatan samping rendah, lebar bahu 0.5 m )
FFVrc = 0.93 (jalan kolektor, pengembang samping jalan 25 %)
Fv kendaraan ringan = ( Fvo + FVw ) * FFVsf * FFVrc
= ( 68+ 0 ) * 0.96 * 0.93 = 60.7 km / h
Berdasarkan pada keseluruhan tabel faktor penyesuaian untuk penentuan
kecepatan arus bebas dasar diatas pada tahun 2034 maka,
Fvo = 68 (kendaraan ringan)
Fvw = 0 (lebar lajur lalu lintas efektif 7 m, medan datar A)
FFVsf = 0.85 (hambatan samping tinggi, lebar bahu 0.5 m )
FFVrc = 0.93 (jalan kolektor, pengembang samping jalan 25 %)
Fv kendaraan ringan = ( Fvo + FVw ) * FFVsf * FFVrc
= ( 68+ 0 ) * 0.85 * 0.93= 53.7 km / h
4.4 Alinyemen Horisontal
4.4.1 Koordinat Titik Trase Jalan
Data koordinat titik perencanaan jalan didapat dari hasil analisa pada gambar sket
tikungan dimana tiap centimeter dari gambar dikalikan dengan skalanya yaitu 1 : 6000 yang
kemudian dihasilkan jarak sebenarnya dilapangan seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Data koordinat
TITIK X (m) Y (m)
A 0 0
PI1 66 258
PI2 138 348
PI3 186 522
PI4 186 642
PI5 186 666
30
PI6 210 684
PI7 264 702
PIB 324 810
PI7 384 912
PI8 396 942
PI9 414 966
PI10 444 972
PI11 474 972
PI12 564 888
PI13 606 840
PI14 708 744
PI15 768 720
PI16 756 702
PIC 894 582
PI16 936 666
PI17 930 696
PI18 954 780
PI19 942 870
PI20 936 894
PI21 924 924
PI22 990 930
PI23 1044 912
PI24 1158 888
PI25 1308 930
PI26 1512 888
PI27 1644 882
PI28 1644 960
31
PI29 1674 1110
PI30 1728 1116
PI31 1752 1152
PI32 1818 1152
PI33 2022 1104
PI34 2106 1080
PI35 2154 1062
PI36 138 348
PI37 270 480
PI38 270 738
PI39 456 966
PI40 612 828
4.4.2 Koordinat Titik alignment Vertikal dan Horisontal
Data koordinat titik perencanaan jalan didapat dari hasil analisa berikut ini.
Tabel 4.4 Data koordinat alignment
TITIK X (m) Y (m)
A 0 0
PI1 132 126
PI2 132 390
PI3 318 618
PI4 474 480
PI5 0 0
Rumus-rumus :
32
α = Arc tg 𝑌2−𝑌1
𝑋2−𝑋1
Tabel 4.5 hasil perhitungan D, α dan Δ
TITIK STATION ABSIS
(X)
ORDINAT
(Y)
D
(m)
α 0 ' "
Δ 0 ' "
A 0+000 0 0
182.48 43.6677801
PI1 0 + 182.48 132 126 43.6677801
264.00 0.0000000
PI2 0 + 383.64 132 390 50.7927965
294.24 50.7927965
PI3 0 + 771.6 318 618 92.2892649
208.28
-
41.4964684
PI4 0 + 979.88 474 480
Tabel 4.6 Kontrol overlap
TIKUNGAN JARAK Tt KONTROL
PI1 97.1808
264.00 89.6021463
PI2 77.2170
294.24 71.5728198
PI3 145.4549
33
4.4.3 Pelebaran Tikungan
Dihitung dengan rumus : B = n (b’ + c) + (n – 1) x Td + z
Tabel 4.7 Pelebaran pada tikungan
TIKUNGA
N R 1000/R b' Td z N c
B
(Perhitungan
)
B
(MKJI)
PI1 205 4.878 2.4
9
0.01
9 0.19 2 0.8 6.789 7.00
PI2 120 8.333 2.3
7
0.01
7 0.34 2 0.8 6.697 7.00
PI3 120 8.333 2.3
7
0.01
7 0.34 2 0.8 6.697 7.00
Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata untuk ke tiga tikungan pada dasarnya tidak
memerlukan pelebaran perkerasan, namun demikian pada tikungan yang lebih besar dari
permukaan lebar perkerasan jalan normal (Bina Marga) yaitu : 2 x 3.50 cm, perlu untuk
diperhatikan dengan lainnya disesuaikan dengan normal.
34
4.4.4 Stationing
Stationing digunakan untuk menentukan letak masing-masing bagian tikungan.
Tabel 4.8 STATIONING
TIKUNGA
N Sta d Tt Ls Lc Sta Ts Sta Sc Sta Cs Sta St
PI1 0 +
182.48 182.48 97.180805 30 126.175927 85.30207101 115.30 241.48 271.48
PI2 0 +
383.64 264.00 77.217049 40 66.346378 186.78 226.78 293.13 333.13
PI3 0 + 771.6 294.24 145.454927 40 153.212319 148.79 188.79 342.00 382.00
35
4.5 Galian dan Timbunan
Metode penggalian dan penimbunan yang digunakan disini adalah metode Mass
Diagram, yaitu galian dan timbunan dihitung berdasarkan luasan dan potongan memanjang
jalan. Hasil perhitungan galian dan timbunan terdapat pada tabel.
Tabel 4.9 Perhitungan Galian dan Timbunan
NO STA
Luas Penampang
Lebar
Jalan
Fak.
Susut
Volume Kum.
Galian
Timbun Galian Timbunan Galian
Timbunan
x Fak.
Susut
1 0 0.00 0.00 7 1.29 0 0 0.00
2 30 0.00 0.00 7 1.29 0 0 0.00
3 60 0.00 0.00 7 1.29 0 0 0.00
4 90 0.00 0.00 7 1.29 0 0 0.00
5 120 0.00 0.00 7 1.29 0.00 0 0.00
6 150 0.00 0.00 7 1.29 0.00 0 0.00
7 180 1.5 0.00 7 1.29 10.50 0 10.50
8 210 24 0.00 7 1.29 168.00 0 178.50
9 240 0.00 0.9 7 1.29 0.00 8.127 170.37
10 270 0.00 1.2 7 1.29 0.00 10.836 159.54
11 300 0.00 4.5 7 1.29 0.00 40.635 118.90
12 330 0.00 9.15 7 1.29 0.00 82.6245 36.28
13 360 0.00 14.7 7 1.29 0 132.741 -96.46
14 390 0.00 21.15 7 1.29 0 190.9845 -287.45
15 420 0.00 28.65 7 1.29 0 258.7095 -546.16
16 450 0.00 37.2 7 1.29 0 335.916 -882.07
17 480 0.00 37.5 7 1.29 0 338.625 -1220.70
18 510 0.00 29.1 7 1.29 0 262.773 -1483.47
19 540 0.00 20.85 7 1.29 0 188.2755 -1671.75
36
20 570 0.00 12.9 7 1.29 0 116.49 -1788.23
21 600 0.00 5.25 7 1.29 0 47.41 -1835.64
22 630 3 0.00 7 1.29 21 0 -1814.64
23 660 9.6 0.00 7 1.29 67.2 0 -1747.44
24 690 17.1 0.00 7 1.29 119.7 0 -1627.74
25 720 25.5 0.00 7 1.29 178.5 0 -1449.24
26 750 16.965 0.00 7 1.29 118.755 0 -1330.49
27 780 22.065 0.00 7 1.29 154.455 0 -1176.03
28 810 39.9 0.00 7 1.29 279.3 0 -896.73
29 840 39.6 0.00 7 1.29 277.20 0 -619.53
30 870 39.9 0.00 7 1.29 279.30 0 -340.23
31 900 40.8 0.00 7 1.29 285.60 0 -54.63
32 930 42.15 0.00 7 1.29 295.05 0 240.42
33 960 44.1 0.00 7 1.29 308.70 0 549.12
4.6 Alignment Vertikal
Lengkung vertikal merupakan bentuk geometrik jalan dalam arah vertikal dan
dipergunakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian. Lengkung
vertikal dipergunakan dalam perhitungan desain harus yang sederhana untuk menghasilkan
suatu desain yang aman dan enak dijalani serta enak dipandang.
Dalam penetapan kelandaian maksimum, seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.10 kelandaian maksimum
Kec. Rencana (km/jam) 60 80 100 120
Landai maksimum (%) 5-8 4-6 3-5 3-4
37
Panjang kritis
Panjang kritis adalah panjang pendakian yng menyebabkan pengurangan kecepatan.
Menurut peraturan No. 013/1970 dari Bina Marga. Menetapkan bahwa panjang pengurangan
kecepatan sebesar 25 km / jam adapun panjang kritis tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11 Panjang kritis
Landai (%) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang Kritis (m) 480 330 250 200 170 150 135 120
Rumus dasar yang dipakai dalam perhitungan adalah sebagai berikut;
Sifat-sifat Parabola
EV =
Y = {A / (800.LV)}.X2
Dimana :
EV : Pergeseran vertikal
X : Jarak horisontal dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV
Y : Panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan
A : Perbedaan aljabar landai dalam %
LV : Jarak horisontal antara PLV dan PTV (m)
g1,g2 :
dimana, A = g1 – g2
38
Tabel 4.12 Perhitungan Alignment Vertikal
No
STA
PVI V.RENC ELEVASI g1 g2 A LV EV.(m) PVI PLV PTV
(m) (%) (%) STA EL STA EL STA EL
1 0+186 60 95 0.645 0.000 0.645 167 0.135 186 95 102.5 96.347 269.5 95.000
2 0+450 60 95 12.667 2.353 10.314 167 2.153 450 95 366.5 121.442 533.5 99.912
3 0+756 60 107 8.492 0.857 7.635 167 1.594 756 107 672.5 124.727 839.5 108.789
4 0+966 60 110 6.832 6.832 0.000 167 0.000 966 110 882.5 124.262 1049.5 124.262
39
4.7 Jarak Pandangan Henti
4.7.1 Waktu Persepsi dan Reaksi
Waktu PIEV ditentukan adalah sebesar 2.5 detik.
4.7.2 Jarak Waktu Persepsi dan Reaksi
Dp = 0.278 * V * t
Dp = 0.278 * 60 * 2.5 = 41.7 meter
4.7.3 Jarak Mengerem
Jarak mengerem ini dapat diturunkan berdasarkan prinsip mekanika, dengan meninjau
kendaraan yang sedang berjalan menurun maupun menanjak.
Db = V2
254 ( f + G )
Tabel 4.13 Koefisien Friksi Mengerem
Kecepatan Koefisien Kecepatan Koefisien
(km/jam) Friksi (f) (km/jam) Friksi (f)
32 0.4 80 0.3
40 0.38 88 0.3
48 0.35 97 0.29
56 0.34 104 0.29
64 0.32 113 0.28
72 0.31
Sehingga;
Db1 = 602 = 37.29 meter
254 ( 0.32 + 0.06 )
Db2 = 602 = 54.51 meter
254 ( 0.32 - 0.06 )
40
Sehingga jarak mengerem dengan kelandaian jalan sebesar 6 % adalah sebesar 37.29
meter pada keadaan menanjak sedangkan pada keadaan menurun sebesar 54.51 meter.
Perencanaan panjang jarak pandangan henti sangat penting unutk semua perencanaan
jalan, kemampuan untuk melihat kemuka yang cukup akan memberikan keamanan untuk
berhenti pada alinyemen horizontal dan vertikal pada eluruh bagian jalan.
Jarak yang ditempuh kendaraan pada saat pengemudi melihat ada halangan pada
lintasannya dan saat kendaraan akan berhenti lebih besar daripada jarak yang ditempuh dengan
mengerem. Penjumlahan kedua bagian jarak tersebut merupakan jarak pandangan henti.
Ds = 0.278 * v * t + v2
254 ( f + G )
Sehingga;
Ds1 = 0.278 * 60 * 2.5 + 602
254 ( 0.32 + 0.06 )
= 41.7 + 37.29796 = 78.99 meter
Ds2 = 0.278 * 60 * 2.5 + 602
254 ( 0.32 - 0.06 )
= 41.7 + 54.51241 = 96.21 meter
Sehingga jarak pandangan henti dengan kelandaian jalan sebesar 6 % adalah sebesar
78.99 meter pada keadaan menanjak sedangkan pada keadaan menurun sebesar 96.21 meter.
4.8 Prasarana Jalan
Prasarana jalan merupakan fasisilitas-fasilitas pendukung jalan yang berfungsi
untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan sehingga menghindarkan
atau mengurangi kecelakaan penguna jalan.
Median jalan
41
Untuk 20 tahun mendatang Lebar minimum pemisah tengah ditinjau dari
penggunaannya diambil 2,00 m, ini sesuai dengan lebar median yang sudah ada.
Untuk perputaran normal diambil jarak minimum antar bukaan 3,00 m
Marka jalan
Garis terputusdengan ketentuan untuk jalan 1 lajur
Untuk ketentuan garis tepi perkerasan dalam, garis pada jalur teian dan zebra cross
dapat dilihat pada gambar yang ada di lampiran.
Rambu lalu lintas
Untuk rambu lalu lintas jumlahnya sudah cukup, hanya jika nantinya diberi
median jalan perlu dilengkapi yang berada pada belokan-belokan pada median.
Lampu penerengan jalan
Unutuk penerangan jalan jumlahnya berdasarkan pengamatan sudah cukup, hanya
saja tata letaknya yang semula berada di tepi jalan di ubah berada di median tengah jalan.
Drainase
Berdasarkan pengamatan pada seluruh ruas jalan sudah terdapat saluran drainase
yang cukup, namun dibeberapa titik ruas jalan masih sering terjadi genangan air ketika
terjadi hujan. Hal ini disebabkan oleh tertutupnya saluran drainase oleh jembatan-
jembatan kecil penghubung dengan pertokoan di sepanjang ruas jalan Hayam Wuruk
sehingga menghambat air untuk masuk ke saluran. Selain itu juga kurangnya
pemeliharaan saluran-saluran drainase sepanjang jalan Hayam Wuruk sehingga fungsi
drainase menjadi kurang maksimal.
42
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dalam evaluasi Jalan by pass ini dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain adalah :
1. Dari data-data teknis yang ada diperoleh bawasanya, kelas jalan didapat adalah kelas jalan II
A dengan spesifikasi berbukit.
2. Kapasitas jalan yang ditunjukkan derangan hasil perhitungan derajat kejenuhan sekarang atau
Ds = 20,84 sedangkan untuk 20 tahun mendatang DS = 2,9.
3. Untuk 20 tahum mendatang, kapasitas jalan harus ditingkakan dengan cara melebarkan jalan.
4. Dari perencanaan geometrik diperoleh panjang jalan adalah 980 km dengan 3 tikungan.
5. Prasarana penunjang jalan yang diperlukan sekarang adalah perbaikan saluran drainase
penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah tikungan dan
pendakian.
6. Untuk 20 tahun mendatang perlu dibuat penambahan median serta peningkatan lebar saluran
drainase. serta penambahan lampu jalan, marka jalan dan rambu lalu lintas pada daerah
tikungan dan pendakian dengan menyesuaikan kondisi mendatang.
5.2. Saran
Dalam hal ini direkomendasikan beberapa saran antara lain adalah :
1. Disarankan agar lebih sering mengecek fluktuasi volume kendaraan , hal ini disebabkan
perubahan mendadak dari perubahan populasi yang kadang-kadang melonjak cepat.
2. Demikian juga perlunya inventari kondisi jalan setiap bulan atau sewaktu-waktu bila
diperlukan. Hal ini untuk mengetahui kerusakan dini dari perkerasan jalan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, 1997, “ Manual Kapasitas Jalan Indonesia “, Dirjen Bina
Marga, Jakarta.
Hobbs. FD, 1995, “ Perencanaan Teknik Lalu Lintas “, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Oglesby. CH dan Hicks. RG, 1998, “ Teknik Jalan Raya “, Erlangga, Jakarta.
Morlok Edward. K, 1991, ”Pengantar Teknik dan PerencanaanTransportasi”, Erlangga,
Jakarta.
Materi Kuliah Jalan Raya I
Materi Kuliah Jalan Raya II
Materi Kuliah Rekayasa Lalu Lintas