Post on 02-Jul-2015
Berbagai Peran Guru dalam Pembelajaran
Pendahuluan
Materi ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan: (1) peran guru dalam
memahami siswa sebagai dasar pembelajaran, (2) peran guru dalam
pemngembangan rancangan pembelajaran, (3) peran guru dalam pelaksanaan dan
manajemen kelas, (4) peran guru dalam evaluasi pembelajaran.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, secara umum anda diharapkan
mampu menjelaskan peran guru sebagai pengajar, secara khusus anda diharapkan
mampu menjelaskan :
1. pentingnya pemahaman terhadap karakteristik siswa dalam pembelajaran
2. peran guru dalam merancang pembelajaran; peran guru dalam pelaksanaan
pembelajaran; peran guru sebagai evaluator pembelajaran.
Kajian dalam pokok bahasan ini akan memberikan wawasan mendasar
bagi anda dalam hal memakai dan menempatkan peserta didik atau siswa sebagai
subjek belajar. Kemampuan ini perlu dimiliki para guru atau calon guru karena
pembelajaran bukan semata-mata terjadinya proses transformasi informasi
pengetahuan dan/atau keterampilan, tetapi suatu proses yang harus melibatkan
secara aktif para siswa dalam mengembangkan perilaku yang diharapkan. Proses
pembelajaran adalah proses yang konstitusional, artinya harus berbasis kepada
kondisi objektif dan perkembangan siswa baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Sejalan dengan tujuan instruksional yang dirumuskan, kegiatan belajar
dalam pokok bahasan ini diorganisasikan sebagai berikut :
Kegiatan Belajar 1 : Peran guru dalam memahami siswa sebagai dasar
pembelajaran;
Kegiatan Belajar 2 : Peran guru dalam pengembangan rancangan
pembelajaran;
1
Kegiatan Belajar 3 : Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran dan
manajemen kelas;
Kegiatan Belajar 4 : Peran guru dalam melaksanakan evaluasi hasil
pembelajaran;
Untuk memahami materi dalam pokok bahasan ini awalilah kegiatan anda
dengan melihat isi pokok bahasan secara menyeluruh. Setelah itu fokuskan
perhatian anda kepada salah satu topik atau kegiatan belajar. Baca dan pahami
dulu rangkuman, kemudian baca dan pahami uraian/konsep yang disajikan,
kerjakan dan diskusikan latihan yang diberikan, kemudian kerjakan tes formatif
yang ada pada akhir setiap kegiatan belajar.
2
Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran
A. Definisi dan Makna Perkembangan
Perkembangan sering dibedakan dari pertumbuhan. Pertumbuhan biasanya
lebih merujuk kepada perubahan aspek fisik (biologis) seperti, perubahan kelenjar,
tinggi dan berat badan, dan kekuatan otot. Perkembangan merujuk kepada
perubaban yang sistematis yang terjadi sepanjang siklus kehidupan manusia. Kata
sistematis dalam pengertian perkembangan mengandung implikasi bahwa
perubahan yang bersifat perkembangan adalah perubahan yang beraturan atau
terpola mengikuti tahap atau Sekuensi tertentu. Perkembangan adalah proses yang
kompleks karena perkembangan merupakan hasil dari berbagai proses biologis,
kognitif, sosial, moral.
Dalam pandangan lama, para ahli membagi konsentrasi studi tentang
perkembangan anak ke dalam : (1) pertumbuhan dan perkembangan fisik yang
mencakup perubahan badaniah dan keterampilan motorik, (2) perkembangan
aspek kognitif yang mencakup persepsi, bahasa, belajar dan berpikir; (3)
perkembangan psikososial yang mencakup perkembangan emosi, kepribadian, dan
hubungan antar pribadi.
Dalam pandangan mutakhir pembagian konsentrasi itu tidak tepat dan
artifisial (dibuat-buat) karena bagaimanapun juga perkembangan dalam aspek
yang satu akan mempengaruhi aspek lainnya. Pandangan mutakhir ini disebut
pandangan holistis yang melihat manusia sebagai makhluk biologis, kognitif
sosial, dan makhluk Tuhan di mana perubahan dalam satu aspek akan bergantung
kepada dan mempengaruhi perubahan/perkembangan aspek lain. Perspektif
holistis merupakan keterpaduan pandangan tentang proses perkembangan yang
menekankan pentingnya interaksi antara perkembangan fisik, mental, sosial,
emosi, dan moral.
Di dalam perkembangan terjadi proses biologis, kognitif, sosial. proses
biologis melibatkan perubahan fisik individu. Gen yang diturunkan dari orang tua,
perkembangan otak (brain), pertambahan tinggi dan berat, keterampilan motorik,
dan perubahan hormon pada masa puber merupakan wujud dan proses biologis
3
dalam perkembangan. Proses kognitif mencakup perubahan berpikir, kecerdasan,
dan bahasa anak. Kemampuan anak untuk mengamati objek warna-warni yang
berayun di atas tempat tidurya menempatkan dua kata dalam kalimat, mengingat
puisi, memecahkan masalah matematika, merupakan. refleksi, dari proses kognitif
dalam perkembangan anak. Proses sosial mencakup perubahan hubungan anak
dengan orang lain, emosi, dan kepribadian. Senyuman bayi pada saat merespons
sentuhan ibu, serangan agresif anak laki-laki terhadap kawan bermain,
perkembangan sikap asertif pada anak perempuan merupakan refleksi dan proses
sosial dalam perkembangan anak.
Perkembangan dapat dilihat tidak hanya sebagai hasil interaksi proses
biologis, kognitif, dan sosial melainkan juga sebagai hasil interaksi kematangan
dan pengalaman. Kematangan merujuk kepada perubahan yang terjadi sebagai
hasil pertumbuhan fisik atau perubahan biologis daripada sebagai hasil
pengalaman. Kemampuan untuk belajar berjalan, berbicara dan buang air
merupakan perkembangan karena hasil kematangan. Perilaku yang dihasilkan
karena kematangan disebut perilaku pilogenetik.
Lambat laun dan pada akhirnya perkembangan diperoleh sebagai hasil
pengalaman yang akan membentuk pola perubahan yang relatif permanen baik
dalam cara berpikir, perasaan maupun pola-pola perilaku pada umumnya. Perilaku
yang diperoleh karena pengalaman ini disebut perilaku otogenetik. Dalam proses
pengalaman ini terjadi proses belajar.
Perkembangan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor kematangan yang
memandang faktor biologis dan genetik sebagai faktor bawaan (nature) dan juga
tidak semata-mata faktor pengalaman yang melihat faktor lingkungan itu paling
penting (nurture). Baik kematangan maupun pengalaman turut menentukan
perkembangan, perkembangan merupakan interaksi antara faktor nature dan
nurture daripada sebagai hasil salah satu faktor. Kombinasi faktor kematangan dan
pengalaman akan menghasilkan kesepakatan belajar (resdiness to learn).
4
B. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1. Perkembangan Motorik dan Persepsi
Pertumbuhan fisik paling pesat terjadi pada masa prasekolah yang
terutama tampak dalam perubahan ukuran, tinggi, berat, dan gerak-gerak motorik
kasar. Sedangkan gerak/keterampilan motorik halus tumbuh pesat pada usia
sekolah dasar. Selama sekolah dasar, tinggi dan berat badan terus bertambah,
kelenjar lemak lebih cepat tumbuh daripada kelenjar otot dan ini bcrlangsung
terus pada masa adolesen. Anak wanita cenderung memiliki berat badan lebih
daripada pria. Dalam kaitan perkembangan tubuh ini ada anak yang dapat
digolongkan ke dalam endomorfik (gemuk karena kelenjar lemaknya kuat),
mesomorfik (atletis karena kelenjar ototnya kuat), dan ektomorfik (kurus).
Pada masa sekolah dasar perkembangan motorik anak menjadi lebih
terkoordinasi dari pada masa ini anak menjadi lebih siap mempelajari berbagai
keterampilan olahraga dan keterampilan lainnya. Dalam keterampilan motorik
kasar anak laki-laki biasanya lebih unggul daripada anak wanita, sebaliknya dalam
keterampilan motorik halus anak wanita biasanya lebih unggul dan laki-laki.
Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik harus merupakan kepedulian
guru. Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik akan amat erat kaitanya dengan
perkembangan intelektual atau kognitif. Reaksi-reaksi fisik sering kali
menunjukkan dinamika intelektual peserta didik. Tetapi di pihak lain sering kali
peserta didik tidak peduli terbadap perkembangan fisik dan kesehatan dirinya. Di
sekolah dasar sering ditemukan kelainan perkembangan fisik, seperti gangguan
bicara, gangguan penglihatan, pendengaran, pertumbuhan badan yang kurang
proporsional, dan kelambanan dalam reaksi fisik.
2. Implikasi bagi Proses Pembelajaran
Ada beberapa implikasi dan perkembangan motorik dan persepsi anak
terhadap proses pembelajaran.
a. Perkembangan motorik, terutama pada tahap awal, terkait erat dengan
perkembangan pengenalan anak terhadap dunianya. Implikasi bagi
5
pembelajaran ialah bahwa bahan ajar dan proses pernbelajaran di sekolah
dasar harus terpadu dengan seluruh aspek perkembangan anak.
b. Faktor pertumbuhan otak di mana kedua belahan otak (kiri dan kanan) perlu
dikembangkan dalam proses pendidikan. Proses belajar di sekolah dasar tidak
hanya terfokus pada pengembangan kemampuan memori, logis, dan berpikir
detail, tetapi juga menyangkut pengembangan ekspresi dan berpikir kreatif.
c. Faktor kemampuan konsentrasi dan daya selektivitas anak terhadap objek
pengamatan membawa implikasi kepada perancangan dan pengorganisasian
bahan belajar, dan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
C. Perkembangan Kognitif dan Kesiapan Belajar
Kata kunci kognitif adalah skema. Skema merujuk kepada berbagai hal :
kebiasaan respons, konsep, dan pemrosesan informasi secara aktif. Skema dapat
dikiasifikasikan ke dalam : skema sensomotorik merujuk kepada keterampilan
skema kognitif merujuk kepada konsep, imajinasi, dan bicara, dan skema verbal
merujuk kepada pemaknaan kata dan kecakapan berkornunikasi.
Perkembangan kognitif adalah perubahan struktur skema. Jadi, skema itu
pada dasarnya adalah kemampuan atau kecakapan seseorang untuk beradaptasi
terhadap lingkungan. Jikaka struktur skema itu cukup untuk merespons
lingkungan maka individu berada dan mencapai apa yang disebut dengan kondisi
ekuilibrium (seimbang, antara kecakapan dengan tuntutan lingkungan). Namun,
jika struktur skema tidak seimbang dengan tuntutan lingkungan, individu akan
berada dalam kondisi disekuilibrium (tidak seimbang). Kondisi tak seimbang ini
akan mendorong individu untuk mencari informasi sampai terjadi adaptasi.
Kondisi tak seimbang ini merupakan kekuatan internal manusia yang mendorong
dirinya untuk mencari stabilitas, dan kebermaknaan pengalaman.
Piaget mendeskripsikan perkembangan kognitif ke dalam empat periode
perkembangan.
6
1. Periode Sensomotorik (0-1½ tahun)
Sampai kira-kira usia delapan belas bulan, perkembangan skema lebih
terpusat kepada sensomotorik. Bayi mengembangkan dan mengkoordinasikan
sejumlah besar agar keterampilan perilaku, namun perkembangan skema verbal
dan kognitif masih sangat miskin dan tidak terkoordinasikan. Pembentukan
konsep pada periode ini terbatas kepada objek permanen, yaitu objek yang tampak
dalam batas pengamatan anak. Perilaku reflektif secara berangsur-angsur bergerak
ke arah kegiatan yang bertujuan.
2. Periode Operasi Awal (1½-7 tahun)
Dan usia delapan belas bulan hingga kira-kira tujuh tahun, anak
menginternalisasi skema sensomotorik ke dalam bentuk skema kognitif (imajinasi
dan pikiran). Seorang anak yang dihadapkan kepada teka-teki, gambar atau
penyusunan balok, akan memulai kegiatan dengan mengingat kembali
pengalaman sebelumnya dalam situasi yang sama.
Karena dalam periode ini sudah terjadi perkembangan imajinasi dan
kecakapan mengingat, maka belajar menjadi sesuatu yang bersifat akumulatif dan
tidak bergantung kepada kehadiran objek dan pengalaman konkret. Kondisi ini
membuat anak lebih berpikir sisternatis karena dia mengaitkan faktor-faktor yang
ada pada situasi saat ini dengan skema sebelumnya yang ada dalam ingatannya.
Seorang anak pada periode ini, akan mengatakan bahwa tabung yang lebih
tinggi akan berisi air lebih banyak daripada tabung yang pendek, walaupun
volumenya sama. Cara berpikir ini terjadi pada anak karena permukaan air pada
tabung pertama tampak lebih tinggi daripada tabung kedua. Kemampuan anak
dalam membedakan objek sangat bergantung kepada ciri-ciri fisik permanen yang
teramati.
3. Periode Operasi Konkret (7-12 tahun)
Perkembangan skema pada periode ini lebih berupa skema kognitif,
terutama yang berkaitan dengan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah.
Struktur skema yang berkembang pada periode ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Good dan Brophy, 1990).
7
a. Keterampilan klasifikasi, yaitu kemampuan mengklasifikasikan objek tanpa
bergantung kepada kehadiran objek. Klasifikasi didasarkan atas kesamaan
fungsi, misalnya kursi dan meja digolongkan ke dalam kelompok furnitur,
sedangkan mobil dan kereta api digolongkan ke dalam alat transportasi.
b. Konsep Konservasi, yaitu kemampuan untuk berpikir bahwa keadaan sesuatu
itu tidak berubah. Anak pada periode perkembangan ini dapat memahami
panjang tali tidak berubah jika tali itu dibuat melingkar. Jumlah benda itu
tidak berubah jika diletakkan berdekatan ataupun berjauhan. Volume suatu zat
cair tidak berubah jika dipindahkan dan tabung yang satu ke tabung yang lain.
c. Kemampuan mengurutkan, yaitu kemampuan menempatkan objek dalam
urutan dan terkecil ke terbesar, dari terpendek ke terpanjang dan sejenisnya.
d. Kemampuan negation, yaitu kemampuan untuk mengenal bahwa suatu
tindakan itu dapat dikembalikan kepada keadaan asal. Anak yang berada pada
periode operasi awal akan berpikir bahwa volume air dalam dua tabung sama
ketika keduanya diisi seimbang. Tetapi dia jadi bingung ketika air dalam
tabung yang satu didistribusikan ke dalam beberapa gelas. Dia berpikir bahwa
volume air yang berasal dari kedua tabung itu tidak sama. Tapi anak yang
berada pada periode operasi konkret akan berpikir bahwa jika air
dikembalikan ke tempat semula akan diperoleh volume air yang sama dengan
keadaan asal.
e. Identitas, yaitu kemampuan mengenal bahwa objek yang bersifat fisik akan
mengambil volume atau jumlah tertentu.
f. Kompensasi, yaitu kemampuan mengenal bahwa perubahan pada suatu
dimensi akan dikompensasi oleh perubahan pada dimensi lain. Anak periode
operasional akan berpikir bahwa ember itu akan memuat air lebih banyak
daripada satu gelas, tetapi air di ember itu akan ada beberapa gelas.
Periode operasi konkret tidak hanya memungkinkan anak memecahkan
masalah khusus, tetapi juga belajar untuk mempelajari keterampilan dan
kecakapan berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengalamannya.
8
Konsekuensinya, periode operasi konkret ini merupakan komponen penting dan
kesiapan sekolah.
4. Periode Operasi Formal (12 tahun ke atas)
Ciri utama periode operasi formal ialah perkembangan kecakapan berpikir
simbolis dan pemahaman isi secara bermakna tanpa bergantung kepada
keberadaan objek fisik, atau bahkan kepada imajinasi masa lain akan objek
sejenis. Anak yang berada pada periode operasi formal mampu berpikir logis dan
matematis, abstrak, dan bahkan mampu memahami hal-hal yang secara teoritis
mungkin terjadi tetapi belum pernah terjadi dalam kenyataan.
Dan segi usia, peserta didik sekolah berada pada rentang usia 6,0-12,0
tahun. Walaupun usia ini tidak biasa dijadikan patokan untuk menentukan tahap
perkembangan kognitif, seseorang, tetapi dalam keadaan normal dilihat dari
perkembangan kognitif, perkembangan kemampuan kognitif peserta didik sekolah
dasar berada pada tahap operasional konkret menuju tahap kemampuan formal.
Bahkan mungkin untuk kelas-kelas rendah masih ada yang pada tahap
praoperasional.
Mengingat tahap perkembangan kognitif seperti itu, pada peserta didik
masih mungkin terjadi pola berpikir yang belum konsisten dan tidak
terorganisasikan; masih belum logis dan kadang-kadang misterius. Pada kelas-
kelas tinggi di mana perkembangan kognitif sudah berada pada tahap rasional
konkret, cara berpikir anak sudah mulai stabil dan logis. Menurut Piaget
kestabilan berpikir ini terjadi karena pada tahap ini anak sudah mampu melihat
hubungan antara hasil berpikir lainnya. Kemampuan mengorganisasikan hasil
berpikir seperti ini memungkinkan anak berperilaku secara konsisten dan logis
serta mengaplikasikan gagasan-gagasannya.
5. Kesiapan Belajar dan Implikasi bagi Pembelajaran
Periode perkembangan kognitif yang diuraikan tadi, secara tersirat
menggambarkan bahwa kesiapan belajar anak akan terjadi sesuai dengan
pencapaian tingkat perkembangannya. Jika periode operasi konkret merupakan
unsur penting dalam kesiapan sekolah, maka seorang anak akan menunjukkan
9
kesiapan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah pada saat mencapai periode
itu.
Implikasi dari prinsip tersebut, guru hendaknya mengajarkan suatu
keterampilan kepada anak sampai anak ini memperoleh kesiapan mempelajari
sesuatu dengan relatif lebih mudah. Jika anak kurang memiliki pengetahuan
prasyarat untuk mempelajari suatu keterampilan, atau dia tidak berminat maka
kita tidak dapat mengajarkan keterampilan itu hingga pengetahuan dan minat itu
berkembang.
Teori Piaget (Thomas L. Good dan Jere E. Brophy, 1990: 51-52)
mengangkat konsep kesiapan dalam arti kognitif. Pigget memandang bahwa
pikiran anak merupakan suatu struktur yang secara terus-menerus berkembang ke
arah tingkat organisasi dan integrasi yang lebih tinggi. Konsep kesiapan ini
menjadi luas, tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi tiga mencakup aspek
kognitif dan minat.
Jika kesiapan tidak tampak, pada diri anak dapat ditumbuhkan kondisi
disekuilibrium (dan dengan demikian akan memotivasi anak untuk belajar). Bahan
ajar yang terlampau mudah akan menimbulkan kebosanan, yang terlampau sulit
akan menimbulkan frustasi, dan yang tidak diminati tidak akan dieksplorasi
dengan aktif.
Kesiapan belajar atau kognitif anak dapat diciptakan atau dikembangkan
dengan jalan menghadapkan anak kepada tugas-tugas satu tingkat paling dekat
dengan tahap perkembangan pada saat ini.
D. Perkembangan Pribadi dan Sosial
Perkembangan pribadi mencakup perkembangan konsep diri, emosi,
independensi dan tanggung jawab. Dalam aspek konsep diri, siswa mungkin
masih cenderung berorientasi pada diri sendiri. Keinginan untuk menonjolkan diri
masih cukup tinggi, belum mampu melibat diri secara objeltif dan menyadari akan
perbedaan diri dengan orang lain mungkin masih rnerupakan ciri-ciri yang cukup
kuat pada anak. Namun sejalan dengan tingkat perkembangannya, pada kelas-
kelas tinggi konsep diri anak sekolah dasar diharapkan telah berorientasi
10
kontekstual, yakni menunjukkan kesadaran akan hubungan diri dengan
lingkungan dan bahwa lingkungan atau orang lain itu berbeda dengan dirinya.
Dalam aspek perkembangan emosi, anak sekolah dasar cenderung belum
stabil. Kecenderungan untuk tidak toleran terhadap orang lain, agresif secara fisik,
rendahnya kesadaran akan kesalahan diri, dan perilaku egoistis masih akan
tampak pada anak sekolah dasar. Karakteristik perkembangan ini akan berubah
menuju perilaku memahami orang lain, bersikap kooperatif, toleran, dan sadar
akan kesalahan diri. Dengan kata lain akan ada pergeseran dan orientasi egoistis
kepada orientasi altruistis (peduli akan kepentingan orang lain).
Erat kaitannya dengan konsep diri dan emosi ialah perkembangan
tanggung jawab. Keraguan berbuat atas inisiatif sendiri atau mengambil keputusan
tanpa menyadari resiko mungkin masih rnerupakan ciri dari perkembangan anak
sekolah dasar. Kesadaran akan tanggung jawab pada anak sekolah dasar tampak
antara lain pada hasrat untuk menentukan kegiatan sendiri, mcngambil inisiatif
kesediaan bekerja sama, keberanian mengambil resiko, dan sikap tidak bergantung
kepada guru.
Dampak aspek sosial, perkembangan anak sekolah dasar bisa dilihat dari
hubungan sosial, karakteristik kelompok, dan perkembangan etika, Hubungan
sosial anak sekolah dasar ditandai oleh adanya kecenderungan untuk mulai senang
berada bersama orang lain, di dalam kelompok tidak lagi bersikap mendominasi
orang lain, terbuka terhadap informasi, dan mulai tampak adanya kesadaran jenis
(gender indentity) yang diikuti oleh adanya hasrat untuk menunjukkan peran jenis.
Berkaitan dengan hubungan sosial itu, karakteristik kehidupan kelompok
peserta didik akan bercirikan mulai dari sikap yang tidak toleran dan
individualistis sampai kepada keterikatan diri pada kesepakatan kelompok dalam
berperilaku. Orientasi pemuasan diri sendiri dalam kehidupan berkelompok dan
sikap berlawanan antar kelompok jenis bisa jadi masih merupakan ciri yang kuat
pada perkembangan sosial anak sekolah dasar.
Dalam perkembangan etika, anak sekolab dasar mungkin masih
berorientasi eksternal atau heteronom. Kekuatan moral dan aturan di luar dirinya
diterima sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan untuk menghindari
11
hukuman atau memperoleh ganjaran. Namun demikian sesuai dengan kehidupan
kelompoknya, perkembangan etika anak sekolah dasar sudah pula ditandai dengan
kemampuan mematuhi aturan dan kesepakatan kelompok.
E. Pendekatan Perkembangan dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar
Dewasa ini orientasi pendidikan di sekolah dasar lebih berat kepada
Orientasi isi, artinya ditekankan kepada penguasaan isi ilmu pengetahuan, dan
yang menjadi materi pembelajaran adalah isi mata pelajaran itu. Jika ditilik dari
hakikat perkembangan siswa sekolah dasar, yang bersifat holistis dan masih
menyatu dengan dunianya, maka isi mata pelajaran di sekolah dasar sebenarnya
adalah sesuatu yang terpadu dengan kehidupan anak. Ini mengandung arti bahwa
materi pembelajaran di sekolah dasar terletak pada subjek didik itu sendiri, bukan
pada isi mata pelajaran.
Proses pembelajaran di sekolah dasar harus bersifat terpadu dengan
perkembangan anak baik perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral, maupun
emosional. Dengan kata lain pengembangan bahan ajar dan proses pembelajaran
di sekolah dasar harus bertolak dari prinsip ketercernaan bagi peserta didik.
Pendekatan Developmentally Appropriate Practice (DAP) merupakan altennatif
pembelajaran di sekolah dasar, yang menekankan prinsip ketercernaan, yang
secara sistematis tugas ajar dan bahan ajar dirancang dan dilaksanakan sejalan
dengan karakteristik perkembangan siswa terutama di kelas-kelas awal.
1. Hakikat Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan di dalam pembelajaran menekankan kepada
kepadanan kurikulum dan proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
anak. Pendekatan ini memandang :
a. anak sebagai subjek yang memiliki kecakapan mental yang berkembang terus,
b. belajar sebagai proses kreatif,
c. pengetahuan sebagai hasil belajar adalah suatu konstruksi yang terbentuk atas
kotribusi bersama antara subjek dan objek; dan
d. mengajar adalah menciptakan lingkungan belajar yang padan dengan
perkembangan anak.
12
Konep pendekatan perkembangan mengandung dua dimensi yaitu umur
dan individual.
Dimensi umur. Penelitian perkembangan manusia menunjukkan bahwa
ada sekuensi dan perubahan yang universal dan dapat diramalkan yang terjadi
pada usia anak, terutama usia 9 tahun pertama. Perubahan tersebut menyangkut
aspek fisik, kognitif, sosial dan emosional. Keunikan perkembangan dalam
rentang usia tersebut perlu diakomodasikan ke dalam suatu kerangka program
sebagai titik tolak bagi guru mempersiapkan lingkungan belajar dan pengalaman
yang padan bagi perkembangan siswa.
Dimensi individual. Anak adalah pribadi yang unik baik dan aspek pola
dan waktu perkembangan kepribadian gaya belajar, maupun latar belakang
keluarga. Kurikulum dan interaksi orang dewasa dengan anak harus responsif
terhadap keragaman individual. Belajar pada anak merupakan hasil interaksi
antara pikiran dan pengalaman anak dengan bahan, gagasan, dan manusia lain.
Pengalaman ini mesti padan dengan perkembangan minat, dan pemahaman anak.
Pengetahuan tentang perkembangan anak diperlukan oleh guru untuk
mengidentifikasi rentang perilaku, kegiatan, dan bahan ajar yang padan bagi
kelompok usia tertentu.
2. Perkembangan dan Belajar Anak Usia Sekolah Dasar
a. Keterpaduan perkembangan dan belajar
Adalah hal penting untuk memahami perkembangan anak usia sekolah
dasar sebagai landasan bagi pengembangan proses pembelajaran yang padan
dengan perkembangan anak. Satu premis yang paling penting tentang
perkembangan manusia ialah bahwa semua aspek perkembangan, fisik,
emosional, sosial, dan kognitif, bersifat terpadu. Perkembangan dalam aspek yang
satu akan mempengaruhi dan dipengaruhi aspek lain. Hal ini menjadi amat
penting untuk disadari manakala pendidikan di sekolah menjadi lebih menekankan
pengembangan kognitif dan kurang mempedulikan aspek lainnya. Kegagalan anak
dalam belajar bisa jadi karena kegagalan guru dalam mempedulikan semua aspek
perkembangan anak. Sebagai contoh, mana kala keterampilan sosial anak kurang
13
dan dia ditolak oleh teman sebayanya, maka kecakapan dia untuk bekerja sama
akan terhambat. Prinsip yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa guru
harus selalu peduli dan memahami anak sebagai keseluruhan.
Belajar anak, seperti halnya juga pcrkembangan, berlangsung terpadu
terutama pada kelas-kelas awal. Sama hal yang paling penting bagi guru sekolah
dasar ialah bahwa dia harus menguasai seluruh kurikulum sebagai suatu kesatuan
dan keutuhan. Proses belajar anak usia sekolah dasar tidak menghendaki
pembedaan menurut mata pelajaran. Dia belajar membaca dan menulis ketika dia
mempelajari IPS, dia belajar konsep matematika melalui musik dan pendidikan
jasmani. Prinsip yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa kurikulum dan
proses pembelajaran di sekolah dasar harus bersifat terpadu.
b. Perkembangan fisik
Pada usia sekolah dasar, perkembangan fisik anak cenderung lambat jika
dibanding dengan pertumbuhan yang luar biasa pada lima tahun pertama.
Kemampuan anak mengendalikan badan dan kemampuan duduk serta berada pada
periode waktu yang lebih lama merupkan ciri perkembangan fisik anak usia
sekolah dasar. Kegiatan fisik bagi anak usia sekolah dasar adalah hal yang
esensial yang dapat memperhalus perkembangan keterampilan dan harga dirinya.
Kegiatan fisik juga merupakan hal yang amat penting bagi perkembangan
kognifif anak. Ketika kepada anak dihadapkan konsep abstrak, akan perlu
melakukan aktivitas fisik untuk membantu mereka menghayati konsep-konsep
yang belum dikenalnya itu. Lain halnya dengan orang dewasa, pengenalan konsep
pada anak usia sekolah hampir seluruhnya bergantung kepada pengalaman
pertama yang diperolehnya. Oleh karena itu prinsip yang relevan dan penting bagi
pembelajaran ialah bahwa usia sekolah dasar harus dihadapkan kepada kegiatan
aktif daripada kepada kegiatan pasif
c. Perkembangan kognitif
Pola belajar anak usia sekolah dasar dipengaruhi kuat oleh pergeseran
gradual dan tahap berpikir operasional awal ke operasional konkret. Pada usia ini
anak mulai memiliki kecakapan berpikir tentang masalah dan pemecahannya
14
kerap pada usia ini mereka mampu memanipulasi objek secara simbolis. Kondisi
ini merupakan prestasi utama pada anak yang akan berkembang terus kearah
kecakapan pemecahan masalah. Walaupun secara simbolis atau mental mereka
mampu memanipulasi objek, namun mereka masih memerlukan bantuan objek
nyata untuk berpikir. Prinsip praktis bagi anak usia sekolah dasar ialah bahwa
kurikulum atau proses pembelajaran harus menyajikan bahan ajaran yang padan
dengan perkembangan anak yang memungkinkan mereka melakukan eksplorasi,
berpikir, dan memperoleh kesempatan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anak lain dan orang dewasa. Ini berarti bahwa kurikulum dan proses
pembelajaran harus relevan, dan bermakna bagi anak.
Banyak kecakapan yang berkembang pada usia sekolah dasar, salah satu di
antaranya ialah kecakapan melihat dan memahami pandangan orang lain yang
akan memperhias keterampilan komunikasi anak. Anak usia sekolah dasar dapat
melakukan pembicaraan interaktif dan menggunakan kekuatan komunikasi verbal
baik dengan orang dewasa maupun teman sebaya. Prinsip praktis yang relevan
dengan pembelajaran ialah bahwa anak usia sekolah dasar harus diberi
kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil dan guru menciptakan
kemudahan diskusi di antara anak dengan jalan memberikan komentar dan
dukungan atas pendapat dan gagasan anak.
d. Perkembangan sosial-emosional dan moral
Anak usia sekolah dasar mulai menaruh minat dan perhatian yang kuat
terhadap kehidupan kelompok. Pada usia ini mulai berkembang hubungan sosial
yang positif dan produktif dan hubungan kerja yang menumbuhkan kesadaran
kompetensi sosial. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang gagal
mengembangkan kompetensi sosial dan ditolak oleh teman-temannya menjadi
anak yang berisiko tinggi untuk putus sekolah, menjadi nakal, dan mengalami
masalah kesehatan mental. Prinsip praktis yang relevan ialah bahwa guru
mengetahui pentingnya pengembanan hubungan kelompok yang positif dan
mengembangkan kesempatan dan dukungan bagi kerja sama kelompok yang tidak
sekedar mengembangkan ranah kognitif, tetapi juga meningkatkan interaksi
15
sebaya. Sebagai konsekuensi logis, guru sebaiknya membantu anak mempelajari
perilaku yang layak daripada menghukum atau mengkritiknya.
3. Perkembangan Individual dalam Pendekatan Perkembangan
Sisi penting dan pendekatan perkembangan ialah pengetahuan tentang hal
apa yang secara individual padan bagi anak tertentu di dalam kelas. Sekalipun ada
sekuensi dan prinsip umum dan perkembangan manusia, namun prinsip utama dan
pendekatan perkembangan ialah, baliwa anak itu unik, memiliki pola dan irama
perkembangan, kepribadian gaya belajar, dan latar belakang keluarga tersendiri.
Ketika anak masuk sekolah gambaran diri yang berasal dan keluarga terbawa ke
dalam kehidupan sekolah. Di sinilah peran orang tua sebagai partner guru menjadi
penting.
Proses pembelajaran yang berorientasi pendekatan perkembangan bersifat
fleksibel dalam hal kapan dan bagaimana anak memperoleh kompetensi tertentu.
Mengenali keragaman individual mengisyaratkan perlunya variasi metode
pembelajaran. Prinsip praktis yang relevan ialah bahwa anak usia sekolah dasar
dan keragaman latar belakangnya, memperluas keragaman metode pengajaran dan
bahan ajar.
Fleksibilitas pendekatan perkembangan terletak pula dalam bagaimana
pengelompokan siswa dilakukan. Prinsip ini memungkinkan terjadinya
penggabungan tingkat ke dalam kelas yang sama (multigrade/level) yang dalam
keseharian di sekolah kita sering terjadi di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.
4. Panduan bagi Implementasi Pendekatan Perkembangan
a. Pengembangan bahan ajar
Bahan ajar yang berorientasi pendekatan perkembangan dirancang padan
dengan rentang usia di dalam kelompok dan diimplementasikan dengan
memperhatikan keragaman kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan
individual anak.
Bahan ajar yang berorientasi pendekatan perkembangan dirancang untuk
mengembangkan seluruh ranah perkembangan anak: fisik, sosial, emosi dan
16
kognitif melalui pendekatan terpadu. Murid belajar tidak dalam mata pelajaran
yang sempit melainkan dalam keterpaduan.
1) Pengembangan bahan ajar didasarkan atas pengamatan dan catatan guru atas
minat dan kemajuan perkembangan setia anak. Bahan ajar yang realistis
didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan, kekuatan dan minat indivadual siswa
yang dikemas ke dalam kepadanan kelompok usia
2) Pengenibangan bahan ajar menekankan kepada belajar sebagai proses
interaktif. Guru menyiapkan lingkungan bagi anak untuk belajar melalui
eksplorasi dan interaksi dengan orang dewasa, orang lain, dan bahan ajar:
Hasil akhir atau pemecahan yang “benar” menurut patokan. orang dewasa
bukanlah patokan mutlak untuk menimbang proses belajar yang terjadi pada
anak.
3) Kegiatan belajar dan bahan ajar harus konkret, riil, dan relevan dengan
kehidupan anak. Anak memiliki kebutuhan bermain yang panjang dengan
objek dan peristiwa nyata sebelum dia mampu memahami makna. simbol,
seperti huruf dan angka.
4) Bahan ajar yang disiapkan harus mengakomodasikan rentang perkembangan
kecakapan dan minat, bukan semata-mata berdasarkan rentang usia kronologis
dalam kelompok.
5) Bahan ajar dan kegiatan belajar dikembangkan secara bervariasi, guru
meningkatkan tingkat kesulitan, kompleksitas, kebaruan, dan tantangan dan
suatu kegiatan yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa di dalamnya.
6) Bahan ajar dikembangkan dengan memperhatikan konteks budaya anak.
b. Interaksi guru-siswa
Ciri pendekatan perkembangan paling tampak dalam interaksi antara orang
dewasa (di sekolah adalah guru) dan anak. interaksi dalam pendekatan
perkembangan didasarkan atas pengetahuan orang dewasa dan harapan akan
perilaku anak usia sekolah dasar, diimbangi dengan kesadaran orang dewasa akan
keragaman di antara anak. Pola dasar intéraksi yang dimaksud akan berwujud
dalam bentuk-bentuk berikut ini.
17
1) Guru secara cepat dan langsung merespons kebutuhan, keinginan, dan pesan,
dan menyesuaikan responsnya dengan keragaman gaya dan kecàkapan
individual. Respons diberikan dalam suasana hangat dan menumbuhkan kesan
akan pemahaman dewasa terhadap anak.
2) Guru mengembangkan berbagai kesempatan bagi anak untuk berkomunikasi.
Anak memperoleh keterampilan berkomunikasi melalui mendengar dan
penggunaan bahasa, tumbuh dan kehendak rnenggunakan bahasa untuk
mengekspresikan kebutuhan, wawasan, kebanggaan, dan pemecahan masalah,
anak tidak belajar bahasa dengan cara mendengarkan ceramah guru.
3) Guru memberikan kemudahan bagi pencapaian tugas perkembangan melalui
pemberian dukungan, pemberian perhatian, sentuhan fisik, dan dorongan-
dorongan verbal berupa pujian dan sanjungan.
4) Guru memahami sumber-sumber stres yang terjadi pada siswa dan secara
sadar berupaya mengembangkan kegiatan dan teknik untuk mengurangi stres
tersebut. Respons anak terhadap stres bersifat individual dan sejalan dengan
gaya belajamya. Pemahaman dan kepekaan guru terhadap reaksi individual
siswa merupakan kunci untuk perbaikan iklim interaksi yang lebih
menyenangkan bagi anak.
5) Guru mengembangkan kemudahan bagi perkembangan harga diri anak dengan
cara menghargai dan nenerima anak. Bimbingan yang berlangsung dalam
pendekatan perkembangan didasar oleh sikap menghargai anak, dan
dimaksudkan untuk membantu anak mengembangkan kemampuan
rnengendalikan din dan mengambil keputusan untuk masa yang akan datang.
c. Hubungan antara keluarga dan program
Agar program pembelajaran dapat mernenuhi kepadanan individual
mutlak diperlukan hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga. Orang tua
memiliki hak dan tanggung jawab di dalam mengambil keputuan tentang
perawatan dan penididikan anaknya. Orang tua harus didorong untuk mengamati
dan partisipasi dalam penyelenggaraan pembelajaran anaknya, guru bertanggung
jawab untuk mengembangkan dan mernelihara komunikasi dengan keluarga.
18
Secara reguler guru dan orang tua perlu berbagi pengetahuan dan wawasan
tentang anak.
d. Evaluasi berorientasi perkembangan
Evaluasi perkembangan dan belajar anak secara individual adalah hal
esensial bagi perencanaan dan implementasi program pendekatan perkembangan,
tetapi harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya diskrirninasi
dan menjamin ketepatan evaluasi. Ketepatan testing dicapai jika instrumen yang
digunakan valid dan reliabel, akan tetapi instrumen semacam ini jarang
dikembangkan bagi keperluan evaluasi terhadap anak usia sekolah dasar. Oleh
karens itu, evaluasi melalui pengukuran objektif (menggunakan tes) bukan cara
mutlak yang dapat menentukan segalanya tentang perkembangan anak. Asesmen
terhadap anak usia sekolah dasar perlu juga didasarkan atas hasil pengamatan
terhadap perkenbangannya yang dinyatakan dalam data deskriptif.
Keputusan yang memiliki dampak kuat terhadap anak seyogianya tidak
didasarkan atas asesmen tunggal melainkan perlu mempertimbangkan informasi
lain yang relevan, terutama berdasarkan pengamatan guru dan orang tua. Asesmen
yang berorientasi perkembangan dan hasil belajar anak digunakan untuk
memadankan bahan ajar dengan kebutuhan anak serta menilai efektivitas
program.
19
Peran Guru Dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran
A. Hakikat Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut
peran guru untuk mengartikulasikan kurikulum/bahan ajar serta mengembangkan
dan mengimplementasikan program-Program pembelajaran dalam suatu tindakan
yang akurat dan adekuat. Peran ini hanya mungkin dilakukan jika guru memahami
betul tujuan dan isi kurikulurm serta segala perangkatnya untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang optimal.
lstiláh pembelajaran bukanlah hal yang baru dikenal bahkan mungkin kita
tidak hanya mengenal istilah itu melainkan pernah melakukannya. Apa
sebenarnya yang dimaksud dengan proses pembelajararan? Apakah pcmbelajaran
itu proses menyampaikan pengetahuan kepada siswa? Proses melatih siswa
sehingga dia terampil melakukan sesuatu? Atau proses membantu siswa belajar?
1. Pembelajaran sebagai Inkuiri Refleks
Cara kita memandang esensi pembelajaran akan bergantung kepada
bagaimana kita memandang pendidikan. Apakah kita memandang pendidikan
sebagai suatu hasil atau sebagai proses. Dengan kata lain apakah kita memandang
pendidikan sebagai kualitas kata benda atau kualitas kata kerja. Cara kita
membedakan kedua hal ini akan mempengaruhi cara mempelajari pendidikan dan
perilaku kita sebagai guru. Jika pendidikan dipandang sebagai kata benda, berarti
bahwa pendidikan itu adalah sesuatu yang telah diperoleh. Sedangkan jika
dipandang sebagai kata kerja, pendidikan adalah proses inkuiri yang
berkelanjutan.
Pandangan terakhir adalah pandangan yang memungkinkan. tejadinya proses
pembelajaran yang lebih efektif dan mengarah kepada pengembangan profesi guru
dan perkembangan siswa secara optimal. Di dalarn kajian ini, proses pembelajaran
dipandang sebagai proses membantu peserta didik belajar, membantu peserta
didik mengembangkan dan mengubah perilaku (pengetahuan, afektif, dan
20
psikomotor), proses membantu peserta didik merangkai gagasan, sikap,
pengetahuan, apresiasi, dan keterampilan.
Di dalam pembelajaran, guru terlibat secara mendalam di dalam berbagai
kegiatan seperti menjelaskan, merumuskan, membuktikan, menyimpulkan, dan
mengklasifikasi-kan. Guru tidak sekédar bertugas mentransfer pengetahuan, sikap,
dan keterainpilan, mereka membantu peserta didik rncnerjemahkan semua aspek
itu ke dalain perilaku-perilaku yang berguna dan bermakna.
Sebagai proses inkuiri refloktif pembelajaran mengandung makna sebagai
proses sintesis dan analisis. Inkuiri di dalam pembelajaran mengandung makna
mempertanyakan, menjelajahi lebih jauh, dan memperluas pemahaman lentang
situasi. Sedangkan refleksi mengimplikasikan adanya dugaan, penilaian, dan
pertirnbangan faktor-faktor yang signifikan terhadap pencapaian tujuan. Dengan.
kata lain proses pembelajaran sebagai inkuiri refleksi sangat menekankan unsur
aktivitas dan dinamika proses yang harus dipahami dan dihayati guru. Proses
pembelajaran tidak sekedar menjadi wahana belajar bagi peserta didik tetapi juga
wahana belajar bagi guru. Di dalain proses pembelajaran terjadi proses menjawab
pertanyaan, mempertasiyakan jawaban, dan menipertanyakan pertanyaan.
Jelasnya proses peinbelajaran adalah proses yang dinamis, proses yang
berkembang terus, dan di dalam proses itu akan tejadi proses belajar. Dalam
proses pembelajaran terkandung proses mengajar dan belajar, sebagai dua proses
yang saling bergantung; mengajar hanya akan ada jika terjadi proses
Proses pembelajaran sebagai inkuiri reflektif akan menempatkan guru
sebagai:
a. individu yang sec.ara terus-menerus aktif belajar, Anda juga berperan sebagai
siswa;
b. seorang guru yang menantang siswanya untuk menjadi pelajar yang reflektif
c. seorang profesional yang secara terus-menerus merefleksikan keefektifannya
sebagai guru; serta
d. seorang profesional yang selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya.
21
2. Perkembangan sebagai Tujuan Pembelajaran
Tatkala seorang guru ditanya tentang tujuan apa yang ingin dicapai dengan
pengajaran Bahasa, IPA, 1PS dan juga bidang studi atau pelajaran lain, mungkin
dia menjawab bahwa dia bertujuan mengembangkan manusia terdidik, dan untuk
mencapai itu dia mcngajarkan Bahasa, IPA, IPS atau bidang studi lain karena
bidang Studi itu merupakan bidang esensial untuk berlangsungnya pendidikan
secara mulus.
Bukan hal mustahil bahwa pembelajaran yang ekselen (unggul) dikerjakan
oleh guru-guru artistik yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang tujuan
tetapi mereka secara intuitif niemuliki pemahaman tentang apa proses
pembelajaran yang baik, materi. sajian apa yang ;ianggap penting/betinakna, topik
apa yang relevan dongan pengembangan peserta didik, bagaimana menyajikan
bahan secara efektif, serta lagaimana menilai keberhasilan siswa. Akan tetapi .
jika suatu program pendidikan atau pembelajaran dirancang dan diupayakan untuk
dilakukan perbaikan secara berkesinambungan, bagaimanapun juga pemahaman
akan konsep-konsep tujuan yang hendak dicapai adalah suatu keharusan bagi
guru. Tujuan pembelajaran menjadi tolak ukur untuk memilih baban ajar.
Merancang isi pembelajaran, mengembangkan prosedur pembelajaran, dan
mempersiapkan tes dan ujian. Semua aspek program pembelajaran secara nyata
merupakan instrumen untuk mencapai tujuan. Artinya jika mentaati program
pembelajaran secara sistematis dan cermat, maka pertama-tama yang harus
diyakini adalah tujuan yang hendak dicapai.
Persoalan yang muncul ialah apa yang menjadi tujuan pembelajaran itu?
Salah satu hal yang dirisaukan atas praktek pendidikan adalah ketidakseimbangan
pengembangan aspek intelektual dan nonintelektual. Sering kali terjadi bahwa
proses pembelajaran lebih menekankan pengembangan aspek intelektual
sedangkan aspek nonintelektlual kurang tersentuh. Bahkan dalam aspek intekktual
pun sering kali hanya menyentuh satu sisi, yaitu kemampuan berpikir logis
(corvergent thinking) dan kurang mengembangkan kemampuan kreativitas siswa
(divergent thinking).
22
Kecenderungan proses pembelajaran seperti ini akaii menimbulkan kekurang
bermaknaan karena proses pembelajaran hanya merupakan proses intelektualisasi
dan bukan proses peronalisasi. Kecenderungan ini juga akan mendorong
tumbuhnya kompetensi intelektual yang tajam, sementara kepekaan sosial dan
lingkungan menjadi pudar. Titik lemah proses pembelajaran tersebut perlu
diperbaiki dengan menekankan kepada konsep perkembangan sebagai tujuan
pembelajaran.
Esensi perkembangan secara khusus akan dibahas pada kegiatan belajar lain
dan pokok bahasan ini. Pada umumnya diakui bahwa dalam diri manusia ada
suatu instrumn penting untuk mengembangkan din yaitu akal pikiran. Hanya saja
pengembangan kemotekaran (akal pikirari) melalui proses pembelajaran harus
dibarengi dengan pengembangan nilai-nilai dan keterampilan hidup dan
menempatkan nilai-nilai dan keterampilan hidup itu sebagai objek dan juga
sekaligus sebagai landasan pengembangari akal pikiran. Hal ini diharapkan terjadi
di dalam proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan pribadi peserta
didik.
Dalam kaitan dengan perkembangan peserta didik, proses pembelajaran
memiliki fungsi:
a. pengembangan, yakni membantu peserta didik mengembangkan diri sesuai
dengan potensi dan keunikannya;
b. peragaman, yaitu membantu peserta didik memilih arah perkembangan yang
tepat sesuai dengan potensi dan peluang yang diperolehnva;
c. integrasi, yaitu membawa keragaman perkembangan ke arah dan tujuan yang
sesuai dengan eksistensi kehidupan manusia.
B. Prosedur Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Selanjutnya kita membahas bagaimana suatu rancangan pembelajaran
kelas, yang mencakup rancangan jangka pendek yang disebut dengan satuan acara
pelajaran dan rancangan jangka panjang yang disebut dengan rencana unit
pengajaran dikembangkan. Kegiatan dalam menyusun rancangan-rancangan ini
akan mencakup :
23
1. analisis kurikulum;
2. penyiapan tujuan instruksional;
3. kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan; dan
4. perencanaan evaluasi.
1. Analisis Kurikulum
Secara fisik, kurikulum dituangkan dalam suatu dokumen yang pada
intinya menggambarkan cakupan bahan ajar yang harus diajarkan dalam tingkatan
kelas dan kurun waktu tertentu. Kurikulum dalam bentuk dokumen semacam ini
merupakan kurikulum ideal atau kurikulum yang diharapkan (ideal or expected
curriculum).
Di dalam praktek seorang guru dituntut untuk mengartikulasikan
kurikulum ke dalam ragam dan rentang pengalaman belajar peserta didik.
Artikulasi dan implementasi kurikulum yang ideal tadi akan sangat bersifat
kontekstual dan bergantung kepada kondisi objektif guru maupun peserta didik.
Oleh karena itu, sangat mungkin apa yang dilaksanakan dalam praktek tidak
sepenuhnya mewujudkan hal-hal ideal yang terkandung dalam kurikulum
tersebut. Dengan kata lain kurikulurn yang terlaksana (implemented curriculum)
tidak selalu identik dengan kurikulum ideal.
Persoalan yang muncul ialah bagaimana agar kurikulum yang terlaksana
tadi tidak nnenyimpang dan kurikulum yang ideal. Dalam hal inilah seorang guru
peran melakukan analisis kurikulum yang dimaksudkan untuk merumuskan
rencana dan bahan ajar yang lebih bermakna sesuai dengan perkembangan peserta
didik. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis
kurikulun yaitu sebagai berikut :
a. Total waktu yang Anda miliki untuk menangani topik-topik utama yang harus
diajarkan.
b. Asumsi-asumsi yang Anda gunakan tentang pengetahuan dan keterampilan
awal peserta didik untuk menilai mempelajari topik-topik baru.
c. Tujuan umum belajar yang dirumuskan untuk siswa.
24
Waktu serta pengetahuan dan keterampilan awal akan dibahas sendiri
sedangkan tujuan akan dibahas pada bagian tujuan pembelajaran
a. Waktu
Keseluruhan waktu yang harus Anda rancang untuk pengajaran mencakup
waktu untuk mengajarkan seluruh isi pelajaran dan waktu yang diharapkan
dimiliki siswa untuk mengajarkan pekerjaan di luar kelas. Anda tidak akan pernah
memiliki cukup waktu untuk melakukan segalanya yang ingin Anda lakukan di
dalam suatu pelajaran. Oleh karena itu, Anda harus sadar betul akan kejelasan
total waktu yang perlu dimilik dan direncanakan.
Rancangan waktu dapat dirumuskan ke dalam waktu tatap muka dengan
kelas, dan kegiatan luar kelas. Banyak ragam kegiatan yang bisa dirancang untuk
kegiatan di luar kelas yang .pada intinya mengmbangkan tanggung jawab siswa
terhadap tugas-tugas yang harus dikerjakan, yang biasanya dinyatakan dalam
bentuk pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah akan menjadi alat pembelajaran yang
amat penting jika dirancang secara tepat.
Pemahaman Anda tentang keseluruhan isi pelajaran yang harus dipelajari
siswa dan total waktu yang tersedia untuk pembelajaran, menghendaki perjanjian
atau pemahaman:kurjkulum yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
siswa pada proses belajar sebelumnya.
b. Pengetahuan dan keterampilan awal
Suatu kurikulum atau lingkup pelajaran dirancang dan disusun atas suatu
asumsi tak tertulis tentang pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut
pengetahuan siswa sebelumnya. Dalam konteks pembelajaran asumsi tak tertulis
tadi perlu diklasifikasi dan dieksplisitkan sehingga menjadi titik tolak memulai
pembelajaran.
Benyamin Bloom (1976) mengembangkan suatu teori yang menjelaskan
mengapa unjuk kerja siswa berbeda atas tugas-tugas pembelajaran (learning tasks)
yang diperhadapkan kepadanya. Teori ini mengatakan sebagai berikut.
1) Sampai dengan 50% keragaman prestasi siswa diteutukan oleh kepemilikan
keterampilan kognitif awal yang diperlukan untuk memenuhi pembelajaran.
25
Jika suatu tugas pembelajaran melibatkan kemampuan membaca, materi
bacaan apa yang tepat untuk siswa itu? Jika tugas pembelajaran itu berkaitan
dengan mengajar siswa tentang perkalian dua digit, dapatkah siswa
mengalikan dua digit itu dengan satu digit?
2) Sampai dengan 25% keragaman prestasi ditentukan oleh karakteristik afektif
awal. Karakteristik ini berkaitan dengan kemauan dan motivasi siswa untuk
belajar.
3) Sampai dengan 25% keragaman prestasi siswa ditentukan oleh balikan yang
efekif dan tepat waktu dan guru dan/atau bahan pembelajaran.
Teori ini tentu berlaku secara kelompok dan tidak secara individual, dan
kita tidak bisa mcnbuat penyederhanan atas proses pembelajaran yang dialami
oleh setiap siswa. Proses secara individual akan lebih kompleks, karena perilaku
manusia mempunyai ragam penyebab dan adalah hal yang berbahaya jika kita
melakukan bcrbahaya jika kita melakukan penyederhanaan dalam menjelaskan
perilaku siswa.
Bagi seorang guru di sekolah, pemahaman pengetahuan dan kcterampilan
awal siswa dapat dilakukan dengan cam menganalisis kurikulum sebelunmya,
atau diskusi dengan guru yang pernah rnengajar pada tingkat sebelumnya.
Pemahaman tersebut dapat anda padukan dengan pemahaman anda tentang isi
pelajaran yang harus dipelajari.
2. Tujuan Pembelajaran
Pemahaman Anda tentang isi pelajaran dan waktu yang tersedia, menjadi
landasan bagi pengembangan dan perumusam tujuan pembelajaran. Ada empat
tipe tujuan pembelajaran. Pertama, tujuan keperilakuan, rumusan lujuan yang ada
dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diobservasi, diukur, dan diuji bahwa
siswa sudah menguasai dengan baik perilaku yang harus dicapai secara khusus.
Kedua, tujuan pemecahan masalah, merumuskan pembelajaran siswa dalam
proses untuk menggunakan pikiran melalui pengkajian isu yang tak memiliki
pemecahan spesifik.
Contoh:
26
(1) Diberikan uang mainan sebesar Rp5.000,00 siswa akan. memutuskan
bagaimana membeli makanan untuk seliari.
(2) Siswa akan mendiskusikan, seperti apa hidup ini sekiranya tidak ada
kendaraan bermotor.
Ada lima hal yang membedakan tujuan pemecahan masalah dan tujuan
keperilakuan.
Pertama, pemecahan terhadap masalah tidak dapat dirumuskan sebeluninya
dan acap kali pemecahan yang muncul merupakan hal yang
tidak/belum pernah terpikirkan sebelunrnya.
Kedua, proses berpikir melalui masalah sama pentingnya dengan
pemecahan masalah itu sendiri.
Ketiga, peran guru berubah dan seseorang yang memandu secara eksplisit
kepada sesecrang yang mendorong dan pemberi kritik yang
bersahabat.
Keempat, perubahan peran guru akan mengi.ibah peran siswa. Arah kerja
siswa tidak lagi kepada hasil yang sudah diprediksi.
Kelima, perbedaan antara kedua tujuan mi akän bermuara pada sistem
evaluasi.
Ketiga, tujuan ekspresif, merumuskan pembelajaran siswa ke dalam tingkat
pengalaman tinggi yang bermakna secara individual apakah sebelumnya sudah
diantisipasi atau belum.
Contoh:
(I) Siswa akan mengungkapkan perasaannya pada saat kakaknya menikah.
(2) Siswa akan menyatakan bagaimana perasaan saat ditinggal sendirian.
Keempat, tujuan afektif, ada kesamaan dengan tujuan ekspresif, hanya tujuan
afektif lebih terfokus kepada respons-respons emosional terhadap kurikulum dan
pengalaran. Dalam tatanan paling rendah perilaku afektif direplikasikan dalam
bentuk memperhatikan dan merespons. Dalam kaitannya dengan rumusan tujuan
pengajaran untuk memahami perilaku ini biasanya ditambah dengan rumusan
“herkemauan untuk”. Rumusan tujuan akan berbunyi misalnya: “Siswa akan
27
menunjukkan kemauannya untuk memperhatikan dengan…“, kemudian diikuti
dengan rumusan perilaku yang terarnati yang menjadi indikator dan perhatian
siswa terhadap pengajaran.
Contoh: Siswa akan menunjukican respons positif terhadap tugas pengajaran
dengan secara sukarela mengerjakan tugas tanpa harus diperingatkan
ulang.
3. Rancangan Kegiatan Pembelajaran
Secara operasional kegiatan pembelajaran yang tertuang di dalam satuan
pelajaran diartikan sebagai sejumlah waktu yang dirancang untuk mengajari siswa
suatu topik sederhana, bisa berupa konsep, keterampilan, proses, diskusi singkat
tentang cerita pendek, atau suatu bagian dan novel. Kata sederhana mengandung
arti bahwa setiap satuan pelajaran adalah hanya satu dan rangkaian satuan-satuan
pelajaran yang saling terkait dan bekerja sama membantu siswa memahami hal-
hal yang lebib kompleks.
Sebagai contoh, sebelum siswa menguasai konsep tentang sejarah rakyat Aceh
dalam melawan dan mengusir penjajah Belanda, tenlebih dulu perlu tahu dan
paham tentang hubungan Aceh dan negara Republik indonesia dan letak Aceh
secara geografis.
Setiap kegiatan pembelajaran dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup.
a. Kegiatan awal
Pada saat Anda memperkenailkan topik baru kepada siswa, perlu diingat
bahwa siswa harus dibantu memahami topik itu dalam konteks keseluruhan
pengajaran. Bagian pengantar dan satuan pelajaran dapat membantu siswa dalam
hal-hal berikut.
1) Mengaitkan hal-hal yang sudab dipelajari dengan hal-hal baru. Pengantar
satuan pengajaran dapat diisi dengan mengingatkan kembali pengetahuan awal
dan mengaitkannya dengan informasi baru sehingga pengetahuan awal itu
dapat menjadi alat yang bermakna bagi proses belajarbaru.
28
2) Memberi kesempatan path siswa untuk memahami topik secara keseluruhan
sebelum mempelajari hal-hal yang terkandung dalam topik secara detail.
Pemahaman ini dikembangkan melalui penyiapan penata awal (advance
organizer), yaitu suatu cakupan rumusan yang memungkinkan siswa
mengetahui informasi apa yang penting sebelum pembelajaran dimulai.
3) Menumbuhkan hasrat ingin tahu siswa dan merangsang perhatian dan hasrat
belajar siswa secara berkelanjutan.
4) Menyadarkan siswa akan apa yang diharapkan guru dan siswa dalam atau
selama pembahasan topik tersebut, di samping menyampaikan tujuan
pembelajran.
b. Rancangan untuk kegiatan intipembelajaran
Banyak ragam konsep dan pemikiran tentang bagaimana proses dan kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Ada yang melihat sebagai suatu “Siklus Pelajaran”
yang mengorganisasikan kegiatan mengajar ke dalam aspek-aspek rangkaian arah
kegiatan guru (Hunter, :1984). Ada yang merumuskan ke dalam langkah-langkah
terstrktur misalnya Posenshine dan Stevens (1986). Ada pula yang menekankan
kepada model (Joyce dan Weil, 1986) yang tidak sependapat dengan adanya
langka.h-langkah sistematis dan standar di dalam poses pembelajaran.
Ini berarti bahwa banyak ragam rancangan yang dilaksanakan dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang beraneka ragam pula.
Walaupun demikien kegiatan pembelajaran dikehendaki mampu menumbuhkan
dan niengembangkan hal-hal benikut mi.
1) Mengantarkan siswa kepada informasi atau keterampilan baru.
2) Mendorong siswa untuk mengkaji ulang atau menafsirkan ulang informasi
atau keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya.
3) Memungkinkan siswa mampu melihat kekurangan pada proses belajar
sebelumnya dan mengisi kekurangan itu.
4) Mendorong siswa untuk mengembangkan atau mmperkuat prosesproses
fisik, kognitif, sosial, maupun afektif.
29
5) Mendorong siswa untuk menghasilkan, mengorganisasikan dan
menyatakan informasi baru itu dalam cara-cara yang kreatif.
6) Mendorong siswa untuk memperkii-akan dan memilcirkan gagasan yang
belum dikembangkan serta masalah yang belum terpecahkan.
Tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan menjadi pandahuluan bagi Anda
dalam memikirkan keseluruhan proses pembelajaran, memutuskan basil yang
paling penting yang harus dicapai, mengaitkan tujuan pembelajaran dengan tujuan
kürikulum. Kegiatan pembelajaran adalah tugas-tugas akademik yang mendorong
siswa berunjuk kerja ke ahali pencapaian tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
Kegiatan adalah apa yang dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru, sebab
belajar bergantung kepada apa yang ada dalam pikiran siswa. Guru dapat
memberikan kuliah yang cemerlang, melaku.kan simulasi dan demonstrasi, tetapi
jika kegiatan guru itu tidak di persepsi siswa sebagai sesuatu yang bermakna,
maka sesunggubnya tidak terjadi proses belajar.
Sebagai contoh, jika Anda akan mengajarkan suatu konsep ilmiah tentang
“rotasi” kepada siswa Anda, Anda dapat merumuskan untuk menugaskan siswa
mencari sepuluh definisi dan penjelasan, membaca definisi rotasi, melakukan
gerakan fisik yang menunjukkan rotasi, rnengárnati sesuatu objek yang
dirotasikan dan sebagaitya. Dalam semua kemungkinan tersebut kegiatan siswa
menjadi hal yang utama,. walaupun Anda sebagai guru tetap memiliki tanggung
jawab untuk bicara, nielengkapi dan menyiapkan kegiatan, menata, dan
merancang observasi. Memusatkan kegiatan kepada apa yang dilakulcan akan
membuat mereka lebih mudah dalam memahami apa yang Anda harapkan dan
membuat Anda lebih mudah dalam memonitor respons siswa terhadap
pembelajaran yang Anda lakukan.
Cara monitoring yang paling banyakdigunakan ialah bertanya kepada siswa
tentang isi dan kegiatan. pembelajaran. Jika Anda menggunakan cara ajukan
pertanyaan kepada kelas tetapitentukan siswa mana yang harus menjawab
pertanyaan dan sebaiknva tidak menunggu siswa yang sukarela.
30
Cara ini akan membantu Anda mengetahui siapa-siapa yang memerlukan
pembelajaran lebih lanjut. Cara mi juga akan memungkinkan siswa lain
melakukan penilaian din terutama bagi siswa yang tidak yakin akan jawabannya.
Strategi monitoring lain yang digunakan ialah mengajukan pertanyaan kepada
kelas, dan seluruh siswa memberikan jawaban secara tertulis. Cara lain yang bisa
digunakain ialah mengobservasi kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Cara ini biasanya menghendaki siswa untuk belajar sendiri atara
bersama-sama.
Cara observasi maupun bertanya memungkinkan guru memandu siswa
kembali mempelajari tugas sebelumnya jika dipandang perlu, menjawab
pertanyaan pada saat mengelilingi kelas, mengidentifikasikan siswa yang
mengalami hambatan, memberikan bantuan kepada siswa baik dengan cara
rnerujuknya kepada siswa lain maupun Anda lakukan sendiri.
c. Kegiatan penutup
Pada kegiatan penutup, guru membimbing siswa untuk merumuskan ikhtisar
yang bertjuan untuk:
1) mengkaji ulang butir-butir penting dan isi dan kegiatan pembelajaran;
2) memungkinkan siswa merefleksikan pembelajaran dan menggambarkan
kumpulan dan pengalaman pembelajaran; serta
3) memberikan gambaran tentang pembelajaran yang akan datang.
Contoh berikut menggambarkan ikhtisar pembelajaran yang mencakup ketiga
tujuan tersebut.
Guru : Indra, dapatkah kamu menyebutkan kembali tiga bagian tubuh serangga
yang dibicarakan hari ini?
Indra : Kepala, toraks, dan abdomen
Guru : Dan apa yang kita bicarakan hari mi apa perbedaan utama serangga
dengan manusia?
Yuiia : Manusia lebih besar
Anton : Manusia tidak mempunyai sayap
Sari : Manusia memiliki jari dan kaki
31
Guru : Sekiranya serangga tidak memiliki jari dan kaki bagaimana mereka
membangun rumab?
Anda : Apakah serangga membangun rumah?
Guru : Baiklah, dalam pelajaran besok akan kita pelajari di mana serangga hidup
dan bagaimana serangga membuat tempat inggal. Di rumah kalian boleh
tanya kepada siapa saja yang tahu tentang bagaimana serangga membuat
tempat tinggal.
4. Perencanaan Evaluasi
Salah sata komponen penting dan keseluruhan perencanaan pembelajaran
adalah perencanaan untuk mengetahui apakah setelah kurun waktu tertentu siswa
Anda memperoleh kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau
apakah siswa Anda siap mencapai tujuan yang lebih kompleks. Tujuan-tujuan
yang sudah dirumuskan baik tujuan keperilakuan pemecahan masalah, maupun
tujuan ekspresif menjadi landasan untuk mengetahui dan mengukur tingkat
pencapaian tujuan dan kemajuan siswa. Semua kegiatan evaluasi ini disebut
evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang merangkum seluruh hasil belajar siswa pada
jangka waktu tertentu.
Evaluasi lain yang perlu dirancang adalah evaluasi formatif Evaluasi ini
maksudkan untuk melihat kemajuan siswa pada saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Kegiatan monitoring yang dilakukan selama kegiatan pembeiaiaran
seperti yang didiskusikan di atas merupakan contoh evaluasi yang terjadi selama
siswa belajar dan memberikan latihan kepada siswa tentang bagaimana dia
tumbuh dan berubah ke arah perbaikan.
Evaluasi formatif maupun sumatif harus dirancang secara konsisten dengan
tujuan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh, jika Anda merancang tugas
pembelajaran menulis kreatif tentang keadaan sekitar maka tujuan yang paling
melekat dengan tugas itu adalah tujuan ekspresif. Anda tugaskan siswa pergi
keluar kelas untuk mengganiati dan rnenuliskan keadaan tentang keadaan alam
sekitar.
Pada malam harinya Anda membaca tulisan mereka, Jika Anda memutuskan
untuk menulis kornentar yang dapat mendorong siswa untuk mengelaborasi frase,
32
meuggunakan kata-kata yang lebib deskriptif, atau memberikan mereka frase-
frase lain yang lebih tepat, maka Anda bertindak konsisten dengan tujuan yang
Anda tetapkan. Tetapi jika yang Anda lakukan adalah mengoreksi tata babasa dan
ejaan, dan kemudia memberi nilai atau angka atas dasarjumlah ejaan dan tata
bahasa yang patut dipertanyakan apakah cara seperti itu akan mendorong siswa
untuk mengekspresikan perasaan dan kehendaknya pada kegiatan menulis
berikutnya?
C. RANCANGAN UNIT PEMBELAJALRAN
Misalkan Anda guru kelas lima dan akan mengajarkan kesusastraan Indonesia
dengan tema roman. Anda tentu mempunyai banyak topik yang diajarkan dan
dikuasai oleh siswa. Tentunya siswa tidak mungkin rnenguasai seluruli tujuan
yang berkaitan dengan topik-topik itu dalam satu jika Anda tidak merancang
dengan cermat satuan-satuan pelajaran, unit menjadi bacaan dan tulisan yang
kurang bermakna. Dalam kaitan dengan rancangan pembelajaran. Anda perlu
rnembedakan tujuan unit dan tujuan satuan pelajaran. Tujuan unit akan mencakup
beberapa minggu kegiatan dan satuan pelajaran sebelun siswa dapat menguasai
keseluruhannya. Satuan-satuan pelajaran akan terbangun dalam suatu kesatuan
yang tertata ke dalarn suatu unit yang kohesif.
Setelah satuan-satuan pelajaran itu ditata, hal penting yang perlu dicek ulang
ialah konsistensi antara tujuan, kegiatan dan evaluasi. Panting juga untuk
dilakukan pengecekan konsistensi silang antarsatuan pelajaran untuk meyakinkaa
bahwa satuan-satuan pelajaran yang sudah dirancang itu rnemungkinkan siswa
meneapai tujuan unit.
33
KEGIATAN BELAJAR 3
PERAN GURU DALAM PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN DAN MANAJEMEN KELAS
A. MENGAPA PERLU MANAJEMEN KELAS?
Proses pembelajar adalah proses membantu siswa belajar, yang ditandai
dengan perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Seorang guru hanya dapat dikatakan telah melakukan kegiatan
pembelajaran terjadi perubahan perilaku pada dan peserta didik sebagai akibat dan
kegiatan tersebut. Ada hubungan fungsional antara perbuatan guru mengaiar
dengan perubahan perilaku peserta didik. Artinya, proses pembelajaran itu
memberikan dampak kepada perkembangan pesena didik.
Pikiran itu mengandung arti bahwa dampak itu terjadi karena ada proses
interaksi antara guru dan peserta didik, antarapeserta didik dengan peserta didik,
antara peserta didik dengan iklim atau suasana belajar yang kembagkan. Setiap
kegiatan pembelaiaran bertolak dan dan terarah kepada pencapaian tujuan Di sini,
upaya sistematis yang berkaitan dengan pengembagan lingküngan belajar
diciptakan agar tujuan pembelajalan tercapai. Ketercapaian tujuan pembelajaran
dapat dikatakan sebagai dampak dan proses penibelalaran.
Dampak pembelajaran dapat dibedakan ke dalam dampak langsung atau
dampak instruksionial dan dampak tak langsung atau dampak pengiring. Dampak
langsung adalah dampak yang ditirnbulkan oleh kegiatan pembelajaran yang telah
diprogramkan semula, sedangkan dämpak penginiug muncul sebagai pengaruh
darn atau terjadi pengalaman dan lingkungan belajar. Proses penibelaiaran yang
mengutamakan disiplin akademik tinggi dapat menimbulkan dampak pengining
berupa tunibuhnya sikäp ilmiah yang positif, tetapi mungkin pula tumbuh sikap
aroganis (keangkuhan) intelektual. Dampak pengiring adalah sesuatu yang bisa
terjadi ke arah positif maupun negatif. Dalam suatu kegiatan pembelaiaran bisa
terjadi lebih dan satu dampak pengiring.
34
Dampak pengiring bisa berwujud dalam bentuk pemahaman apresiasi, sikap,
motivasi, kesadaran, keterampilan sosial, dan perilaku sejenis lainnya.
Dampak pengiring pada suatu proses pernbelajaran bisa menjadi dampak
instruksional dan proses pembelajaran yang lain. Oleh karena itu, dalam wujud
perilaku individu dampak instmksional dan dampak pengiring akan menjadi satu
keterpaduan. Kondisi ini merupakan gambaran perilaku efektif dari proses
perkembangan peserta didik.
Tampak jelas bahwa. pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
tidak semata-niata memberikan dampak instruksional tetapi juga membenkan
dampak pengiring positif. Proses pembelajaran akan selalu berlangsung dalam
suatu adegan, di sekolah jelasnya adalah adegan kelas. Adegan itu perlu
diciptakan dan dikembangkan menjadi wahana bagi keberlangsungan proses
pembelajaran yang efektif. Hal ini berarti diperlukan manajemen tersendiri untuk
mengembangkan dan memelihara adegan itu, dan manajemen yang dimaksud
adalah manajemen kelas.
Tarnpaknya tidak ada aspek yang dibicarakan sesering manajemen kelas, dan
menjadi kepedulian calon guru, guru pemula, atau guru berpengalaman.
Alasannya cukup sederhana, ialah bahwa manajemen kelas merupakn perangkat
perilaku yang kompleks di mana guru menggunakannya untuk mengembangkan
dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik mcncapai tujuan
pembelajaran secara efisien. Dengan kata lain, manajemen kelas yang efektif
menjadi prasyarat utama bagi pembelajaran yang efektif. Manajemen kelas dapat
dipandang sebagai tugas guru yang amat fundamental.
B. SEMBILAN PENDEKATAN
Tidak ada satu pendekatan pun yang dianggap sebagai pendekatan terbaik
dalam manajemen kelas. Oleh karena itu, seorang guru memang perlu memahami
berbagai pendekatan, yang secara ringkas akan dicoba didiskusikan di dalam
uraian berikut ini. Walaupun mungkin terkesan terjadi penyederbanaan yang
berlebihan, hasil kajian literatur menujukkan ada sembilan definisi, yang sekaligus
menggambarkan pendekatan tentang manajemen kelas. Kesembilan pendekatan
35
ini dibedakan karena memang setiap pendekatan menampilkan posisi filosofis dan
wujud operasional dan manajemen kelas.
Pendekatan pertama ialah pendekatan otoriter. Pendekatan ini memandang
bahwa manajemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta didik.
Dalam posisi ini. peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturan
atau disiplin di dalam kelas. Tekanan utamanya terletak pada menjaga ketertiban
dan memelibara kcndali melalui penanaman disiplin. Di dalam pendekatan ini
disiplin adalah sama dengan manajemen kelas.
Terkait erat dengan pendekatan otoriter. pendekatan kedua disebut
pendekatan intimidasi. Pendekatan ini juga memandang manajemen kelas .sebagai
proses mengendalikan perilaku peserta didik. Lain halnya dengan pendekatan
otoriter, pendekatan intimidasi tampak lebih dilandasi oleh asumsi babwa perilaku
peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku guru. Perilaku guru yang
dimaksud seperti menyalahkan, mengancam. memaksa dan menolak. Peran guru
adalah mengiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga
mereka merasa takut untuk melanggamya.
Pandangan ketiga, yang bertentangun langsung dengan pendekatan
intimidatif, ialah pendekatan permisf. Esensi pendekatan terletak pada peran guru
memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik nerasa bebas
melakukan apa yang mereka mau. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang terjadi
adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Tidak seperti pendekatan sebelumnya, pendekatan keempat ini disebut
pendekatan buku masak. Pendekatan ini tidak didasarkan atas konsep teoretis atau
landasan psikologis tertentu. Pendekatan ini merupakan kombinasi dan berbagai
pandangan, merupakan himpunan “resep” bagi guru. Pendekatan ini diajikan
dalam bentuk daftar tentang apa yang hendaknya dilakukan dan tidak dilakukan
guru di dalam bereaksi atas berhagai situasi bermasalab. Pendekatan ini disebut
pendekatan büku masak karena berisi rakitan daftar tahapan yang harus dilakukan
guru, peran guru adalah mengikuti resep untuk.
Pendekatan manajemen kelas yang kelima didasarkan kepada suatu
keyakinan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang cermat
36
(careful) akan mencegah muncul perilaku bermasalah Pendekatan ini menekankan
bahwa perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah atau menghentikan
periaku peserta didik yang tdak tepat. Peran guru ialah merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang sesuai dengan
kehutuhan dan minat peserta didik, dan yang memotivasi peserta didik.
Pendekatan kelirna ini disehut pendekatan intruksional.
Peridekatan keenam ialah pendekatan modifikasi perilaku. Pendekatan ini
memandang manajemen kelas scbagai proses ncmodfikasi perilaku peserta didik.
Peran guru adalah mempercepat tercapainya perilaku yang dikehendaki dan
mengurangi atau menekan perilaku yang tidak dikehendaki. Dengan kata lain,
guru membanti peserta didik mempelajari perilaku yang tepat dengan
menggunakan prinsip-prinsip pengkondisian dan penguatan.
Pendekatan ketujuh memandang manajemen kelas sebagai proses
menciptakan iklim. sasio-emosional yang positif di dalam kelas. Asumsi dan
pendekatan ini ialah bahwa belajar dapat dimaksimalkan di dalam iklim kelas
yang positif, dan iklim semacam ini muncul dan hubungan antar pribadi yang
positif antara guru peserta didik maupun antara peserta didik peserta didik. Oleh
karena itu,:peran guru adalah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang
positif melalui pengembangan hubungan antarpribadi yang sehat. Dalam
pendekatan ini juga terkandung peranguru sebagai seorang fasilitator dan
motivator bagi peserta didik untuk lebih berkembang dengan optimal.
Pendekatan yang kedelapan meneinpatkan kelas sebagai suatu sistem sosial
di mana proses kelompok dalam sistem tersebut menjadi hal penting yang paling
utama. Asumsi dasarnya ialah bahwa pembelajaran itu terjadi di dalam kelompok.
Oleh karena itu, hakikat dan perilaku kelompok kelas dipandang sebagai faktor
yang memiliki pengaruh berarti (signifikan) terhadap belajar, bahkan dalam
proses belajar individual sekalipun. Peran guru iaiah mempertcepat perkembangan
dan terwujudnya kelompok kelas yang efektif.
Kedelapan posisi yang dikemukakan di atas menggarnbarkan perbedaan dan
delapan pcndekatan manajemen kelas, dengan masing-masing keyakinan, akan
tetapi tidak ada satu pendekatan pun yang teruji paling baik. Oleh karena itu,
37
Anda sebagai guru didorong untuk menyerap pendekatan-pendekatan tersebut dan
tidak hanya bertolak dan satu pendekatan. Anda didorong untuk melihat adanya
kejamakan definisi tentang manajemen kelas.
Pendekatan kesembilan bertolak dan kejamakan defmisi. Defmisi jamak akan
memperluas ragam pendekatan dan mana kita akan memilih strategi untuk
menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang mendukung terjadinya
pembelajaran yang efektif. Pendekatan jamak atau pendekatan pluralistik (James
M. Cooper, ed., 1990) ini tidak mengikat guru kepada strategi manajerial tinggal,
melainkan memberi peluang kepada guru untuk mempertimbangkan seluruh
strategi yang dapat dan tepat dilakukan.
Definisi manajemen kelas yang marefleksikan kejamakan pendekatan itu
kiranya dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan di mana mengembangkan
dan memelihara kondisi kelas yang dapat mendorng terjadinya pembelajaran yang
efektif dan efisien. Brophy dan Putnan (Good Ian Brophy, 1990) menyebutnya
sebagai pendekatan optimal. yaitu sebagai peroses pengembangan lingkungan
belajar yang dikehendaki dan menekankan sekecil mungkin pembatasan-
pembatasan.
Jika disimak ulang apa yang diuraikan di atas, dapat diangkat fungsi-fungsi
pokok manajemen kelas sebagai berikut:
1. fungsi preventif, mencegah munculnya perilaku bermasalah;
2. fungsi kuratif, menyembubkan perilaku bermasalah;
3. fungsi pemeliharaan, memelihara kondisi yang positif
4. fungsi pengembangan, mengembangkan kondisi yang kondusif
5. fungsi fasilitator, memfasilitasi kebutuban-kebutuhan untuk berkembang;
6. fungsi motivator, memberikan dorongan untuk berprestasi dan berkembang.
Fungsi-fungsi ini amat sejalan dengan fungsi bimbingan dan konseling yang akan
dibahas pada bagian tersendiri.
C. PEMBELAJARAN DAN MANAJEMEN
Dilihat dan kacamata tugas guru, pembelajaran akan menyangkut dua rangkat
kegiatan yaitu: mengajar dan manajemen. Kegiatan mengajar dimaksudkan untuk
38
membantu peserta didik mencapai tujuan-tujuan pcndidikan. Mendiagnosis
kebutuban peserta didik, perenoanaan pengajaran, penyajian inforrnasi,
mengajukan pertanyaan, dan menilai kemaluan peserta didik adalah berbagai
contoh kegiatan mengajar. Sedangkan kegiatan manajerial dimaksudkan untuk
menciptakan dan memelihara kondisi yang memungkinkan pembelajaran
berlangsung dengan efektif dan efisieri. Pemberiari hukuman dan ganjaran,
pengembangan rapport (hubungan akrab) antara guru dan peserta didik,
pengembanigan norma kelompok yang produktif merupakan contoh berbagai
kegiatan manajerial.
Kedua hal tersebut, yaitu kegiatan mengajar dan manajerial, di dalam praktek
sering kali sulit ditarik garis pemisah yang tegas. Akan tetapi seorang guru perlu
paham mana persoalan mengajar dan mana persoalan manajerial. Sebagai contoh,
perencanaan pengajaran yang baik dan cukup menarik tidak akan dapat
memecahkan masalah anak yang menarik diri sebab perilaku menarik diri bisa
disebabkan oleh penolakan kawan sekelas anak itu terhadap dirinya. Perencanaan
pengajaran adalah persoalan mengajar, sedangkan perilaku penolakan dan
menarik diri adalah persoalan manajemen kelas dan menghendaki pemecahan
manajerial.
Jika demikian halnya. tampak bahwa manajemen kelas adalah prasyarat dan
sekaligus menjadi aspek penting bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
Berbagai basil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara perilaku
manajemen kelas yang dilakukan guru dengan penilaku yang diharapkan dan
peserta didik (James M. Cooper, ed. 1990). Beberapa contoh dalam hal apa
strategi manajemen kelas yang efektif untuk mengembangkan perilaku peserta
didik ialah: (1) strategi otoriter efektif untuk rnengikuti perilaku yang keliru, (2)
sategi modifikasi perilaku efektif untuk meningkatkan perilaku yang tepat, (3)
srategi iklim sosio-emosional efektif untuk mempercepat hubungan antarpribadi
yang positif, dan (4) strategi proses kelompok efektif untuk menumbuhkan noma
kelompok kelas.
39
1. Faktor Keragaman dan Perkembangan di dalam Manajemen Kelas
Keragaman individual dan kelompok di antara peserta didik membawa
implikasi terhadap manajemen kelas. Keragaman usia, jender (gender yaitu
identitas jenis), etnik kecakapan, dan kesiapan belajar adalah faktor-faktor yang
harus dipertimbangkan di dalam manajemen kelas. Sebagai contoh. kemampuan
identitas jenis yang tampak pada anak sekolah dasar ialah aktivitas fisik. Anak
laki-laki, secara fink, lebih aktif daripada anak perempuan. Implikasi dan kondisi
itu ialah hahwa di dalam manajemen kelas sulit dilakukan pembatasan-
pembatasan yang ketat bagi aktivitas fisik anak. Penataan kelas yang kaku akan
menghambat aktivitas fisik anak dan dapat menjadikan dia frustasi.
Ilustrasi di atas tidak mengandung anti bahwa pembatasan harus ditiadakan,
akan tetapi tentu perlu dilakukan penyesuaian. Dalam hal mi guru hendaknya
memikirkan dan mencermati: (1) apakab model pembelajaran yang digunakan
cocok bagi peserta didik? (2) pembatasan-pembatasan fisik apa yang benar-benar
dipeniukar? (3) adakab ragain cam yang bisa ditenipuh untuk rnencapai tujuai,
sehingga peserta didik dapat menggunakan berbagai cara yang lebih disukai dan
cocok dengan dirinya? Artinya, guru perlu melakukan penyesuaian terhadap
kondisi peserta didik. Seorang anak yang menunjukkan dorongan aktivitas fisik
yang tinggi perlu diberi peluang di dalam cara-cara yang tidak menimbulkan
pertentangan atau konflik dengan tujuan penhelajaran.
Keragaman yang diuraikan di atas terkait erat dengan perkembangan peserta
didik. Dalam Kegiatan Belajar 1 telah dibahas berbagai hal tentang perkembang
peserta didik, baik perkeinbangan fisik, kognitif, pribadi maupun sosial. Semua
aspek perkembangan ini berpengaruh terhadap peran guru dan teknik-teknik
manajemen kelas.
Karena sifat dan karakteristik perkembangan peserta didik, kelas-kelas di
tingkat sekolah dasar, dapat digolongkan ke dalam kelas awal/rendah (kelas 1-3)
dan kelas tinggi (kelas 4-6). Balikan Brophy dan Evertson (Good dan Brophy,
1990) membedakannya ke dalam kelas-kelas awal, tengah, dan tinggi.
40
Penggolongan kelas seperti ini membawa implikasi terhadap peran guru dan
teknik manajemen kelas.
Lebih jauh di gambarkan oleh Brophy dan Evertson bagaiinana guru berperan
dalam setiap golongan kelas yang dimaksud, seperti berikut ini:
a. Pada tingkat taman kanak-kanak dan kelas awal. Pada tingkat ini anak
disosialisasikan ke dalam peran serta didik dan diajari keterampilan dasar.
Orang dewasa, jelasnya guru, masib lebih banyak tampil sebagai figur otoritas
yang mengajarkari, apa yang harus dan yang tidak boleb dilakukan. Anak
Iebih banyak mçmerlukan arahan, dorongan, bantuan, dan perhatian dari guru.
Perilaku menyenangkan guru masih tampak dominan pada tingkat ini. Pada
saat ini masalah atau gangguan serius belum tampak. Konsekuensinya, fungsi
utama guru sebagai pengajar dan pengsosialisasi anak yang mengajar anak
tentang apa yang harus dilakukan, daripada membawa anak menyetujui atau
menyepakati aturan-aturan yang dikena1nya. Pada tingkat kelas ini, aspek
pengajaran dan sosialisasi nienjadi aspek fundamental dan manajemen kelas.
b. Pada tingkat kelas tengah. Tingkat ini berawal ketika sosialisasi terhadap
peran peserta didik dilakukan dan terus dilanjutkan pada tingkat berikutnya.
Pada tingkat ini anak sudah lebih mengenal aturan rutin sekolah dan dia relatif
menyepekatinya. Jadwal kehadiran di sekolah, tata cara berpakaian merupakan
aturan rutin yang dikenal dan “disepakati” anak. Gangguan serius mulai sering
muncul, walaupun bukan sebagai hal yang umum. Dalam kondisi ini
memelihara lingkungan belajar yang tepat merupakan aspek sentral dan
manajemen kelas bagi keberhasilan pembelajaran.
c. Pada tingkat kelas tinggi. Pada tingkat ini anak mengalihkan orientasi dan
menyenangkan guru kepada menyenangkan kelompok sebaya. Guru mulai
disesalkan jika bertindak sebagai figur otoritas. Beberapa anak mulai
menimbulkan gangguan dan sulit dikendalikan daripada sebelumya. Keadaan
ini menjadi unsur penting dari peran guru lain halnya dengan tingkat awal,
pada tingkat ini guru lebih berperan dalam memotivasi peserta didik untuk
berperilaku sebagaimana seharusnya mereka berbuat dan bukan mengajari
mereka bagaimana melakukan itu.
41
d. Pada tingkat lanjutan. Pada tingkat ini guru harus memperhatikan anak
sebagai individu, artinya guru harus memperhatikan benar siswa dan segi
minat, kepribadian, kemampuan. sifat, kebutuhan, masalah, agar pembelajaran
dapat terjadi secara optimal Selain ini juga perlu memperhatikan faktor
psikologi anak yang mencakup masa peralihan dari anak ke remaja (pubertas)
dan dan remaja ke dewasa.
Uraian di atas menunjukkan betapa aspek dalam manajemen kelas harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam pembelajaran
dalam setiap tingkatan kelas.
2. Tahap-tahap Proses Manajemen Kelas
Di depan telah dikemukakan bahwa pendekatan jamak memandang
manajemen kelas sebagai suatu proses, sebagai perangkat kegiatan, di mana guru
mengembangkan dan memelihara kondisi untuk terjadinya pembelajaran yang
efektif dan efisien. Di dalam pendekatan jamak ini ada empat langkah yang mesti
di tempuh guru untuk melaksanakan manajemen kelas (James and Cooper, ed,
1990). Keempat langkah tersebut ialah:
(1) merumuskan kondisi kelas yang dikehendaki, (2) menganalisis kondisi
kelas yang ada pada saat ini, (3) memilih dan menggunakan startegi manajerial,
serta (4) menilai efektivitas manajerial.
3. Merumuskan spesifikasi Kondisi Kelas yang Dikehendaki
Manaemen kelas adalah proses yang bertujuan, yaitu guru menggunakan
brbagai strategi manajerial untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan
diidentifikasikasi dengan baik. Oleh karena itu, tahap pertama yang harus
dilakukan guru ialah merumuskan spesifikasi kondisi kelas yang dikehendaki,
sebagai suatu kondisi ideal. Untuk itu seorang guru perlu memiliki konsep yang
jelas tentang kondisi. kelas yang diyakininya sebagai kondisi untuk terjadmya
pembelajaran yang efektif kondisi yang dimaksud bukanlah kondisi yang beilaku
42
universa1 sepanjang waktu dan dalam berbagai adegan, melainkan kondisi yang
harus diuji dan diperbaiki.
Secara konkret kondisi kelas yang dikehendaki dapat dirumuskan dalam bentuk
rurnusan perilaku peserta didik yang diharapkan terjadi pada saat proses
pernbelajaran. Sebagai contoh apakah perilaku berikut diharapkan terjadi pada
peserta didik?
1. Siswa menarnpillcan perilaku berorientasi tugas.
2. Siswa memahami harapan guru dan berperilaku sesuai dengan harapan kita.
3. Siswa menampilkan penilaku belajan yang.produktif.
4. Siswa mengikuti aturan yang ditetapkan.
5. Siswa berkomunikasiterbuka danjujur, dansebagainya.
Harapan guru terbadap peserta didik sekaligus merupakan peran peserta didik
itu. Good danBrophy (1990) merumuskan peran peserta didik .ini ke dalam tiga
peran. pokok,::yáitu: (I) penguasaan keterampilan .dasar, (2) pengembangan minat
terhadap pengetabuan tentang topik-topik yang turkandung dalam kurikulum, dan
(3) partisipasi sehagai anggota kelompok.
4. Menganalisis Kondisi Kelas Aktual
Kondisi kelas aktual adalah kondisi pada saat ini. Analisis kondisi kelas pada
saat ini penting di1akukan untuk dibandingkan dengan kondisi ideal yang telah
dirumuskan pada tahap satu Analisis semacam ini akan membantu guru untuk
mengidentifikasi hal-hal berikut ini.
a. Kesenjangan antara kondisi nyata dangan kondisi ideal, dan menetapkan hal-
hal yang segera memerlukan perhatian.
b. Masalah-masalah potensial yang bisa muncul sekiranya guru tidak behasil
mencegahnya.
c. Kondisi nyta yang perlu dipelihara, ditingkatkan, dan dipertahahkan karena
merupakan kondisi yang dikehendaki.
Kegiatan operasionainpada tahap kedua ini ialah merumuskan masalah
manajenial dan. masalah pengajaran. Cermatilah ilustrasi berikut agar Anda
memahami benar kegiatan ini.
43
Contoh:
Ilustrasi 1
Ramli seorang siswa kelas enam menunjukkan unjuk kerja akademik rendah.
Kemampuan belajarnya kira-kira sama dengan kelas empat. Pak Ato, guru Ramli
menggambarkan dia sebagai anak “paling jelek” di kelasnya karena terus-menerus
berperilaku tidak sesuai, menolak mengerjakan pekerjaan rumah, dan sering
mengganggu temannya di kelas.
Diskusi
Sekalipun selintas tarnpak sebagai masalah manajerial, namun masalah yang
dihadapi Ramli lebih merupakan masalali pengajaran. Kemampuan akademik
Ramli yang rendah menjadikan dia frustasi dan frustasi yang dialaminya itu
menimbulkan perilaku salah suai. Mengharapkan Ramli mampu menampilkan
kualitas kerja yang sama dengan temannya adalah hal yang tidak realistik. Yang
perlu dilakukan ialah guru memperbaiki pengajaran yang sesuai dengan tingkat
kecakapan dan prestasi Ramli slingga dia mcmperoeh kesempatan sukses.
Kesempatan sukses ini kiranya dapat mengurangi kebutuhan Ramli untuk
menampilkan perilaku salah suai.
ilustrasi 2
Walaupun Suci sudah delapan minggu memasuki sekolah baru, namun dia
tetap masih berstatus sebagai “siswa baru”. Din masih belum dapat diterima
sepenuhnya oleh teman sekelasnya di kelas empat. Dia tampak malu dan
menghindar. Bu Dian, guru Suci mencoba melakukan upaya untuk mengungkap
permasalahan Suci. Dia (Bu Dian) membentuk kelompok kecil untuk
mengerjakan proyek bidang studi IPS. Dan Suci ditempatkan di dalam kelompok
tersebut bersama tiga siswa wanita temannya.
Diskusi
Iustrasi di atas menggambarkan masalah manajerial. Jika Suci datang dengan
partisipasi penuh, sebagai anggota yang aktif, gurunya tentu harus membantu dia
mempersepsi kelompok sebagai kelompok yang atraktif dan menerima
anggotanya. Kegiatan pengajaran tertentu, seperti dilakukan Bu Dian, dapat
44
membantu mempermudah proses, akan tetapi esensi masalahnya terletak pada
masalab manajerial. Tujuan manajerial yang dapat diangkat dan kasus ini
mencakup: (1) siswa menuniukkan huburigan antarpribadi yang positif, (2) siswa
menampilkan kekohesian kelompok, dan (3) siswa tampil sebagai anggota
kelompok kelas.
Memilih dan Menggunakan Strategi Manajerial
Setelah mengidentifikasi kesenjangan kondisi aktual dengan kondisi deal,
yang dirumuskafl di dalam masalah manajerial, langkah berikut adalah nemilih
dan menggunakan strategi yang akan dilakukan untuk menjembatani kusenjangan
tersebut atau memecahkan masalah, mencegah timbulnya masalah, dan
memelihara kondisi positif yang telab terjadi.
Guru dapat mernilih lebih dan satu pendekatan manajerial di dalam
mengembangkan kondisi kelas yang mendukung proses pembelajaran yang efktif.
Menilai Efektivitas Manajerial
Pada tahap keempat ini guru menilai upayanya sendiri. Sampai di mana upaya
yang dilakukan itu dalam mengembangkafl dan memelihara kondisi yang
dikehendaki, serta sampai di mana upaya itu dapal mempersempit kesenjangan
antara kondisi aktual dengan kondisi ideal. Penilaian ini difokuskan kepada dua
perangkat perilaku, yaitu perilaku guru dan perlaku peserta didik.
Dalam hal pertama guru menilai sampai di maria perilaku dan strategi
manajerial yang digunakan dapat menumbuhkan kondisi yang dikehendaki. Dan
dalam hal kedua, guru menilai sarnpai di mana para peserta didik berperilaku
sesuai dengan cara-cara yang dikeheridaki. Untuk keperluan penilaian yang
dimaksud, data dapat dikumpulkan dan tiga sumber, yaitu guru, peserta didik, dan
pengamat luar.
Jika kedua fokus dan ketiga sumber penilaian itu dipasangkan akan dapat
diidentifikasikan strategi penilaian efektivitas perilaku manajerial guru. seperti
tampak dalam daftar berikut ini.
45
Sumber Data Perilaku Guru Perilaku Peserta Didik
Guru
Peserta
Pengamat
Guru bertanya dan menilai
peiilaku sendiri.
Peserta didik bertanya dan
menilai perilaku guru
Pengamat bertanya dan
menilal perilaku guru
Guru bertanya dan menilai
perilaku peserta didik
Peserta didik bertanya dan
menilai perilaku sendiri
Pengamat bertanya dan
menilai perilaku peserta
didik
Tabel tadi menunjukkan ada sembilan strategi penilaian efektivitas perilaku
manajerial. Untuk keperluan pelaksanaan peni1aian dengan menggunakan sirategi
di atas perlu dikembangkan Iembar pengamatan tentang perilaku guru dan
perilaku peserta didik. Berikut ini disajikan contoh lembar pengamatan, dan untuk
selanjutnya dapat dikembangkan sendiri.
Lembar Pengamatan Perilaku Guru
....................................... 1 Guru mendorong peserta didik berkomunikasi
secara terbuka
......................................... 2 Guru berbicara tentang situasi daripada berbicara
tentang kepribadian peserta didik pada saat
menangani masalah
......................................... 3 Guru mengekspresikan perasaan dan sikap yang
sebenarnya kepada peserta didik
......................................... 4 Guru menyatakan harapannya secara jelas dan
eksplisit kepada peserta didik
......................................... 5 dan seterusnya
46
Lembar Pengamatan Pei-ilaku Pescita Didik
......................................... 1 Peserta didik mempelajari mata peiajaran
......................................... 2 Peserta didik bekerja sama dengan balk dalarn
kelompok
......................................... 3 Peserta didik merasa bebas mengekspresikan
pikiran dan perasaan
......................................... 4 Peserta didik memandang gurunya secara
objaktif
......................................... 5 dan seterusnya
4. Penataan Lingkungan Fisik Kelas
Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan nunculnya
perilaku bermasalah, dan penataan 1ingkingan fisik merupakan unsur penting
dalam manajemen kelas. Penataan kelas akan mempengaruhi kcterlibatan dan
partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan
pembelajaran. Wahana Iingkungan fisik akan nempengaruhi perilaku peserta didik
baik secara 1axtgung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas
terstruktur diberikan guru kepada peserta didik.
Sebagai contoh, ketika peserta didik dinunta untuk curah gagasan, unjuk kerja
mereka lebih baik dalam posisi duduk berlingkar daripada dalam posisi berbanjar.
ini menunjukkan bahwa dalam posisi melingkar para peserta didik Iebih mudah
berinteraksi dan guru lebih mudah memantau interaksi rnereka.
Dilihat dan sisi ukuran kelas, secara umum, keas kecil lebih mudah dike1o1a
daripada kelas besar. Ada beberapa keuntungan bekerja dengan kelas kecil, yang
berjumlah antara dua puluh sampai dua puluh lirna orang, yaitu peserta didik (1)
lebih banyak dilibatkan di dalam proses kerja. (2) tidak terlalu lama menunggu
bantuan guru jika mereka menghadapi masalah, 3) tidak banyak mengalami
kevakuman karena tidak ada tugas atau latihan. Tidak ada pergantian kegiatan
pembelajaran walaupun guru menghadapi kelas kecil. Yang ada hanyalah bahwa
dia menghadapi peserta didik dalam jumlah yang lebib sedikit.
47
Ukuran kelas di Indonesia sangat beragam. Di kota-kota besar, ukuran biasa relatif
besar, antara 30-40 orang, namun di kota-kota kecil dan pedesaan cenderung
bcrukuran kecil. Seorang guru tentu tidak dapat langsung mendistribusikan
perhatian kepada kelas secara menyeiuruh. Oleh karena itu, salah satu alternatif
atau cara yang dapat diakukan, terutarna dalam kelas besar, membagi peserta
didik ke dalam kelompok-kelompok
Pengelompokan peserta didik ke dalam kelompok kecil harus dilakukan
dengan hati-hati. .Apakah keompok akan dibuat secara homogen atau heterogen.
Kelompok homogen adalah kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan
kemarnpuan dan kebutuhan yang relatif sama. Sedangkan kelompok heterogen
adalah kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan kemampuan dan
kebutuhan yang beragam. Kelompok homogen akan lebih mudah dikelola tetapi
sulit memunculkan peran pengambil inisiatif di dalam kelompok. Kelompok
heterogen memerlukan keragaman perlakuan tetapi mungkin dapat dimunculkan
peran-peran pengambil inisiatif yang dapat meningkatkan dinamika dan
produktivitas kelompok.
Pengelompokan peserta didik seperti itu akan bergantung kepada tujuan
pembelajaran. Jika pembelajaran itu lebih terarah kepada upaya memberikan
pcrlakuan khusus seperti remedial dan pengayaan, kelompok homogen mungkin
akan lebih efektif. Akan tetapi jika pembelajaran itu dimaksudkan untuk
mempelajari topik-topik tertentu, apalagi sekaligus ingin menyentuh
perkemhangan, non -kognitif kelonipok heterogen mungkin aken lebih efektif.
Ada beberapa keuntungan baik bagi peserta didik maupun guru dengan
bekerja daam keompok kecil, yaitu: (1) pembelajaran dapat disesuaikan dengan
kebutuhan khusus peserta didik dalam kelompok, (2) guru dapat memantau
pekerjaan peserta didik secara langsurig dan memberikan balikan sesegera
rnungkin, (3) peserta didik yang lamban dan pemalu akan lebih berani bertanya
dalam kelempok kecil, (4) peserta didik akan lebih mampu bertahan menghadapi
tugas dan berperilaku ajek karena mereka selalu tersentuh olch kendali guru, dan
(5) peserta didik merasa lehih bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugarnya
di dalam kelompok kecil.
48
Dapat dikatakan bahwa pengelompokan peserta didik seperti ini tidak
mengubah tugas guru, dan mengakhkan tanggung jawab kepada peserta didik.
Tugas esensial guru tetap dilakukan, bahkan guru harus menjadi lebih toleran
terhaclap keragarnan individual peserta didik serta menyiapkan sumber dan media
pembelajaran yang dapat rnembantu efektivitas kegiatan kelompok.
49