Post on 05-Feb-2018
1
ANALISIS DAMPAK IMPLEMENTASI MODEL BLENDED LEARNING (KOMBINASI PEMBELAJARAN DI KELAS DAN E-LEARNING)
PADA MATA KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK
Muhamad Ali Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Email : muhal.uny@gmail.com
Website : http://elektro.uny.ac.id/muhal dan http://muhal.dikti.net
Abstract
The ultimate goal of this research is to measure and analyse the effect of blended learning model in Electromagnetic Fields Course. Blended Learning Model is a combination between conventional class room learning and e-learning systems.
Research conducted by class action research (CAR) model that was developed
by Kemmis and Taggart. Modification of this model was done to fulfilled the need assesment in Electromagnetic Fields Course. This research was done by doing learning in class room and e-learning in several cycle until the indicator of this research was achieved. Analyze will be done by direct observation in class room learning, analyze from the e-learning report, questionnaire to the students and test.
This result of this research shown that the blended learning model (combination
class room learning and e-learning) give significant result in increasing the motivation and result study of the students. Students’s motivation was increased in Electromagnetic fields course by using blended learning that was shown by frecuency and duration of students in learning, activity student in forum discussion, respond in class room and e-learning. The result from students’s quesitonnairy was get that the average score is 3.22 in motivation and 3.24 in benefit of using blended learning model. The student’s competence was increased from 58.6 (pre test) to 73.4 (post test) in the second cycle action class. Keyword: blended learning, class room, e-learning, electromagnetic fields
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata kuliah Medan Elektromagnetik merupakan salah satu mata kuliah yang
sudah lama diajarkan dalam kurikulum Jurusan Teknik Elektro FT UNY. Mata kuliah
Medan Elektromagnetik bersifat teori dan diberikan pada semester tiga dengan nilai
kredit dua SKS. Mata kuliah Medan Elektromagnetik merupakan mata kuliah penunjang
bagi mata kuliah penting di Jurusan Elektro diantaranya adalah Transformator, Motor
Listrik, Sistem Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik, Sistem Telekomunikasi dan
mata kuliah lainnya yang membutuhkan konsep kelistrikan dan kemagnetan.
Mata kuliah Medan Elektromagnetik termasuk jenis mata kuliah yang cukup
sulit untuk dipelajari dan mengandung banyak muatan kompetensi yang harus dikuasai
mahasiswa. Kesulitan mahasiswa terkait dengan unsur matematika yang spesifik yaitu
analisis vektor, sistem koordinat baik dua maupun tiga dimensi baik koordinat kartesius,
tabung maupun bola, persamaan differensial yang berkenaan pengaruh medan listrik dan
magnet dan kaitannya dengan sifat-sifat gelombang, integral yang bekaitan dengan sifat-
sifat perubahan dinamis. Kompleksitas mata kuliah Medan Elektromagnetik
memerlukan dukungan yang kuat dari mata kuliah sebelumnya yaitu Dasar Elektro,
Fisika Terapan, Matematika Terapan dan Matematika Teknik.
Metode pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah dengan metode
pembelajaran di kelas yaitu dengan ceramah, diskusi dan latihan mengerjakan soal. Pada
metode ini dosen dan mahasiswa berpedoman pada buku teks dan modul kuliah yang
dikembangkan oleh dosen yang bersangkutan. Ada kalanya dosen menggunakan media
pembelajaran interaktif berbasis multimedia dengan program computer yang
ditampilkan melalui layar LCD Viewer. Akan tetapi karena keterbatasan peralatan yang
ada dan banyaknya materi yang harus disampaikan, metode pembelajaran kuliah di
kelas dengan media pembelajaran sering kali tidak dapat diimplementasikan dengan
baik. Pengajar lebih memfokuskan pada pencapaian materi yang dibebankan pada SAP
dan silabus.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap proses belajar mengajar di Jurusan
Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, ternyata
proses belajar mengajar yang digunakan hanya mengandalkan pembelajaran
3
konvensional yang mensyaratkan pertemuan secara langsung antara mahasiswa dan
dosen. Kenyataan yang ada jumlah ruang kelas yang ada Cuma 3 kelas untuk
perkuliahan teori padahal terdapat banyak mahasiswa baik dari S1 Teknik Elektro, S1
Mekatronika, D3 Reguler maupun D3 Non Reguler yang menggunakan kelas yang sama
sehingga pengaturan jadwal menjadi sangat padat. Di sisi lain kalender akademik di
Indonesia mempunyai banyak hari libur dan perkuliahan berjalan selama 5 hari (senin-
jumat). Hal ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kualitas pembelajaran
yang berdampak pada kurangnya kompetensi mahasiswa.
Berkaitan dengan mata kuliah Medan Elektromagnetik, karena tingkat kesulitan
yang cukup tinggi dan banyaknya muatan materi pada mata kuliah ini menjadikan
motivasi belajar mahasiswa menjadi rendah. Mahasiswa merasa bahwa mata kuliah ini
susah dipelajari dan cakupan materinya cukup banyak sehingga mereka sudah apriori
yang berakibat pada menurunnya motivasi dan semangat belajar pada mata kuliah ini.
Kenyataan ini diperparah oleh adanya cerita yang tidak kondusif dari mahasiswa yang
perbah mengikuti kuliah ini dan mendapatkan nilai yang kurang baik. Hal ini
berdampak pada hasil belajar mahasiswa yang diidikasikan dengan nilai A dan B yang
masih sedikit. Kebanyakan mahasiswa memperoleh nilai B-, C dan D.
Permasalahan-permasalahan seperti yang telah dikemukan di atas memerlukan
usaha penyelesaian yang tidak mudah untuk dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi sumbangan untuk memberikan solusi dalam meningkatkan motivasi dan
kompetensi mahasiswa pada mata kuliah Medan Elektromagnetik. Melalui model
blended learning (kombinasi pembelajara di kelas dan e-learning), proses pembelajaran
tidak hanya terbatas di kelas melainkan dapat dikembangkan di luar kelas tanpa
terhalang oleh ruang dan waktu. Mahasiswa dan dosen dapat melakukan proses
pembelajaran tanpa harus bertemu di kelas melainkan cukup melalui media komputer
dalam jaringan.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dipecahkan pada penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana penerapan model blended learning pada Mata Kuliah Medan
Elektromagnetik di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY?
4
2. Bagaimana motivasi mahasiswa terhadap penerapan model blended pada Mata
Kuliah Medan Elektromagnetik di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT
UNY?
3. Seberapa besar manfaat yang akan didapat dengan diimplementasikannya
model blended learning bagi mahasiswa, dosen dan Jurusan ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan
pembelajaran mata kuliah Medan Elektromagnetik menggunakan sistem e-learning
di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY. Secara rinci tujuan yang akan
dicapai sebagai berikut :
1. Menerapkan model blended learning pada mata kuliah Medan Elektromagnetik
di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY
2. Mengukur motivasi mahasiswa terhadap penerapan model blended pada Mata
Kuliah Medan Elektromagnetik di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY
3. Mengetahui manfaat yang akan didapat dengan diimplementasikannyasistem
model blended learning bagi mahasiswa, dosen dan Jurusan
Manfaat Penelitian
Dengan implementasi Model Blended Learning pada mata kuliah Medan
Elektromagentik, diharapkan proses belajar mengajar dapat ditingkatkan baik
frekuensi perkuliahan maupun kontensnya. Mahasiswa dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi pembelajaran dengan memanfaatkan pembelajaran di
kelas dan e-learning. Sistem e-learning hanya menjadi pelengkap pembelajaran di
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY, bukan untuk menggantikan sistem
pembelajaran yang selama ini sudah berjalan.
5
BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN DAN TINJAUAN TEORITIK
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pemerintah telah menggariskan masalah pendidikan yang tertuang dalam Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Dalam Undang-undang ini
pemerintah menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Salah satu misi pendidikan nasional
adalah meningkatkan profesionalisme peserta didik dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional maupun global. Strategi pembangunan
pendidikan meliputi : pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi,
proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis serta pengembangan kecakapan hidup
(UU Sidiknas, 2003).
Suderajat (2004) menjelaskan bahwa konsep pendidikan dapat dibagi menjadi
beberapa bagian diantaranya yaitu pendidikan kecakapan hidup, kecakapan personal,
kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau
usaha mandiri. Kecakapan hidup didefinisikan sebagai suatu kecakapan
mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kemampuan dasar kejuruan dalam
kehidupannya sehari-hari sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf
kehidupan serta harkat dan martabatnya, dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat
dan lingkungannya. Dalam pembelajaran terkandung dua dimensi yaitu proses dan
materi yang sesuai dengan pembelajaran konstruktivistik. Lebih lanjut (Suderajat, 2004)
menjelaskan bahwa konsep-konsep keilmuan tidak dapat ditransfer oleh guru kepada
siswa, melainkan siswa itu sendiri yang harus membangun keilmuan dari informasi
yang didapatnya. Dalam pembelajaran siswa harus mengintegrasikan ketiga domain
afektif, kognitif dan psikomotorik. Dengan demikian dimensi dalam pembelajaran
meliputi dimensi proses, dimensi materi dan dimensi aplikasi.
6
Gambar 1: Tiga dimensi tujuan pembelajaran berbasis kompetensi
Dalam rangka mencapai pembelajaran konstruktivistik diperlukan media untuk
membantu peserta didik menyusun pengetahuan yang dipelajarinya. Media yang
dimaksud berupa model yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajarinya. Dosen
sebagai pendidik dalam pembelajaran berfungsi sebagai motivator, dan fasilitator dalam
rangka mengembangkan kompetensi mahasiswa sebagai peserta didik. Kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah ditetapkan.
B. Sistem Pembelajaran
1. Sistem Pembelajaran Konvensional
Sistem pembelajaran konvensional dicirikan dengan adanya pertemuan antara
pelajar dan pengajar untuk melakukan proses belajar mengajar (Farhad, 2001). Metode
ini sudah berlangsung sejak dahulu dan masih dikembangkan hingga saat ini guna
memenuhi tujuan utama pengajaran dan pembelajaran. Seiring dengan perkembangan
kebutuhan pembelajaran dimana peserta belajar semakin banyak dan terdistribusi di
berbagai daerah yang terpisah secara geografis, metode konvensional menghadapi
kendala yang berkaitan dengan keterbatasan tempat, lokasi dan waktu penyelenggaraan
dengan semakin meningkatnya aktifitas pelajar dan pengajar. Di sisi lain pergeseran
paradigma sistem pengajaran juga muncul pada transfer ilmu pengetahuan yang pada
mulanya lebih menekankan pada proses mengajar (teaching), berbasis pada isi (content
base), bersifat abstrak dan hanya untuk golongan tertentu (pada proses ini pengajaran
cenderung pasif), tetapi saat ini pendidikan mulai bergeser pada proses belajar
(learning), berbasis pada masalah (case base), bersifat kontekstual dan tidak terbatas
Proses
Aplikasi
Konsep
7
hanya untuk golongan tertentu sehingga pelajar dituntut untuk lebih aktif mempelajari
dan mengembangkan materi pelajaran dengan mengoptimalkan sumber-sumber lain.
Perubahan paradigma pembelajaran pada mulanya diawali dengan timbulnya
berbagai masalah, hambatan dan kekakuan sistem pembelajaran konvensional
diantaranya; keterbatasan tempat, lokasi, waktu dan usia. Dengan adanya perubahan-
perubahan tersebut, tuntutan masyarakat dan juga keinginan untuk memberikan
kesempatan pendidikan atau pelatihan bagi mereka yang mempunyai keterbatasan jarak
dan waktu, maka muncullah kebutuhan belajar jarak jauh.
2. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (Distance Learning)
Sistem pembelajaran jarak jauh merupakan suatu metode instruksional antara
pengajar dan pelajar untuk memberikan kesempatan belajar tanpa dibatasi oleh
kendala-kendala; waktu, ruang dan tempat serta keterbatasan sistem pendidikan
tradisional (Eileen dalam Ali, 2007). Pada sistem pembelajaran jarak jauh, pelajar tidak
perlu hadir dalam kelas, mendengarkan pengajar mengajar, dan seterusnya, tetapi cukup
belajar di mana saja, mengerjakan soal-soal latihan seperti yang terjadi pada metode
pembelajaran tradisional. Interaksi antara pengajar dan pelajar masih tetap berlangsung
dengan media yang memungkinkan interaksi tersebut terjadi.
Seringkali belajar jarak jauh diartikan sama dengan pendidikan jarak jauh.
Tetapi hal ini kurang tepat karena sebenarnya belajar jarak jauh merupakan hasil dari
proses pendidikan jarak jauh. Belajar jarak jauh lebih menekankan kepada bagaimana
seorang pelajar dapat belajar dengan baik tanpa terhalang oleh batasan jarak dan waktu.
Sedangkan pendidikan jarak jauh menekankan kepada bagaimana suatu proses
pengajaran yang dilakukan oleh pengajar dapat diterima oleh pelajar dengan baik tanpa
terhalang oleh batasan jarak (Eileen dalam Ali, 2007).
Meskipun mempuyai definisi yang sedikit berbeda. Konsep pendidikan jarak
jauh dan belajar jarak jauh mempunyai beberapa kesamaan, yang membedakannya
dengan konsep pendidikan tradisional yaitu :
• Perbedaan lokasi antara pengajar dan pelajar
• Pengaruh organisasi pendidikan
8
• Pengunaan teknologi sebagai media untuk menyatakan pengajar dan pelajar dan juga
penyampaian bahan pengajaran
• Ketersediaan komunikasi dua arah antara pengajar, pelajar, dan administrator.
3. Perkembangan Teknologi Pembelajaran
Media yang digunakan dalam menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh
tergantung pada sistem pengantaran/penyampaian yang digunakan. Teknologi
korespondensi, voice/audio, video dan yang berbasis komputer sampai kepada
penggunaan intranet dan internet merupakan teknologi-teknologi yang digunakan
sebagai media penyampaian materi pelajaran.
Berdasarkan waktu terjadinya proses belajar mengajar, terdapat dua jenis sistem
pembelajaran jarak jauh yaitu Synchronous dan Asynchronous. Pada sistem
synchronous , pelajar dan pengajar berada dalam waktu bersamaan, sedangkan dalam
sistem Asynchronous pengajar dan pelajaran tidak berada dalam waktu yang bersamaan.
3.1. Sistem Korespondensi
Teknologi yang digunakan pada mulanya menggunakan korespondensi dan
merupakan sistem pembelajaran jarak jauh yang paling sederhana dan umum, yaitu
semacam Universitas terbuka yang berlangsung di beberapa negara termasuk di
Indonesia. Sistem ini menggunakan materi-materi cetakan (printed materials) yang
dikirim secara berkala. Materi yang dikirim dapat berupa diktat, studi kasus,
silabus/rangkuman, dan buku kerja. Pennsylvania State University merupakan salah satu
universitas pertama yang menggunakan teknologi cetakan dan layanan pos. Pada tahun
1886 yang membentuk jaringan pembelajaran jarak jauh untuk komunikasi antara
pengajar dan pelajarnya yang kemudian dikenal sebagai correspondence education
(Farhad, 2001).
3.2. Web Based Learning
Lahirnya sistem pembelajaran jarak jauh berbasis Web (web Distance Learning)
menjadi awal berkembangnya teknologi informasi di bidang pendidikan. Web-based
learning termasuk salah satu metode dan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran
jarak jauh. Pada Web-Based learning, penyampaian dan akses materi pengajaran
dilakukan melalui media elektronik menggunakan Web sever untuk menyampaikan
9
materi, Web browser untuk mengakses materi pelajaran, dan TCP/IP (Transmision
Control Protocol/Internet Protocol) dan HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) sebagai
protocol untuk melakukan komunikasi. TCP/IP digunakan sebagai protocol komunikasi
untuk menghubungkan komputer Host ke internet, sedangkan HTTP merupakan
protocol yang digunakan pada World Wide Web yang menentukan format data, cara
transmisinya, aksi Web Sever, Web Browser untuk merespon berbagai perintah yang
diterima.
Web-based learning memungkinkan penyelenggaraan distance teaching maupun
distance learning baik itu dalam mode synchronous atau asynchronous. Fasilitas-
fasilitas berbasis Web yang digunakan antara lain e-mil, discussion forums, video
conferencing dan live lecture.
Berdasarkan metode penyampaian tersebut maka dapat dibentuk suatu definisi
tentang pembelajaran jarak jauh berbasis web yaitu menyelenggarakan pembelajaran
jarak jauh yang menggunakan aplikasi web.
Karakteristik Web based learning diantaranya : (Alan 2001)
• Materi belajar disusun dalam bentuk text, grafik dan elemen multimedia seperti
video, audio dan animasi;
• Komunikasinya secara synchronous atau asynchronous seperti video
confrerencing, chat room atau forum diskusi
• Penyimpanan, perawatan dan administrasi materi ada pada Web server
• Menggunakan TCP/IP sebagai fasilitas komunikasi antara pelajar dan materi
belajar dan/atau sumber lain.
3.3. Homepage kuliah
Homepage kuliah merupakan informasi singkat mengenai suatu kuliah yang bisa
berdiri sendiri atau mempunyai link dengan homepage lain (Eigen, 2001). Homepage
kuliah berisi; silabus, latihan-latihan soal, referensi, literature, dan riwayat pengajar,
Link yang disediakan harus bermanfaat untuk pelajar, misalnya link dengan data
penelitian atau untuk akses katalog perpustakaan atau dengan homepege pelajar lain.
Selain itu juga dapat menghubungkan pelajar ke daftar diskusi atau listserv yang di set-
up untuk komunikasi pelajar.
10
Elemen-lemen yang ada dalam hompage kuliah :
• Informasi kuliah dan pengajar : termasuk didalamnya topik kuliah, waktu kuliah,
informasi, texbook, tujuan kuliah dan sistem kuliah.
• Komunikasi kelas; menyediakan akses ke e-mail pengajaran, link ke grup diskusi
yang diset-up untuk komunikasi pelajaran ke pelajaran dan menyediakan form untuk
pelajaran agar dapat digunakan untuk melaporkan permasalahan-permasalahan.
• Penilaian dan test.
• Materi yang digunakan kuliah; membuat catat kuliah dan handout yang disediakan
baik sebagai web page atau file yang bisa di download.
• Demonstrasi, animasi, video, audio.
• Referensi materi; daftar materi dalam bentuk print atau elektronik sebagai pelengkap
texbook. Link dengan perpustaan kampus atau ke kampus lain.
Hompage kuliah telah menekankan kepada pemberian dukungan proses belajar
mengajar pada sistem web-based learning atau sistem belajar tradisional dengan mode
komunikasinya asynchronous.
3.4. Virtual class
Virtual class pada dasarnya hanya menyelenggarakan pembelajaran untuk satu
bidang khusus tertentu saja, misalnya menyelenggarakan instruksional dibidang teknik
instalsi, teknik kendali, computer atau medan elektromagnetik.
Student withLAN access
Student withInternet access
Student withInternet access
CompanyInternet
The Internet
PublicNetwork
LANConnectedEnd-points
Server
Instructor
Gambar 2 Virtual Classroom
11
Virtual class umumnya bentuk dari real time Lectures sebagai solusi Web based
learning pada mode synchronous dengan cara ini memungkinkan untuk
menyelenggarakan kuliah secara live dan pelajar dapat mengikutinya dimanapun dia
berada dengan tersedianya akses ke internet situasinya sama seperti kelas tradisional,
tetapi secara fisik tidak pernah dijumpai keberadaan kelas tersebut. Kegiatan kuliah
terjadwal, komunikasi secara synchronous dan asynchronous, teknologi yang digunakan
: internet, teleconfrence, videoconfrence, video, TV, CDROM. (Chu, 1998)
Beberapa contoh situs yang menyelenggarakan virtual class :
• http://www.mvcr.org • http://vu.umkc.edu • http://ull.chemistry.uakron.edu/classroom.html
3.5. Sistem Electronic Learning (E-Learning)
Sistem e-learning merupakan bentuk pendidikan jarak jauh yang menggunakan
media elektronik sebagai media penyampaian materi dan komunikasi antara pengajar
dengan pelajarnya (Wikipedia, 2009). Istilah e-learning merupakan istilah yang
umumnya digunakan dalam bisnis. “e-learning” adalah istilah yang paling baru pada
sistem pendidikan jarak jauh (distance education) dan istilah ini diperuntukkan bagi
pembelajaran secara elektronik termasuk media komputer dan telekomunikasi. (Int
1996). Sampai sekarang masih belum ada standard yang baku baik dalam hal definisi
maupun implementasi e-learning menjadikan banyak orang mempunyai konsep yang
bermacam-macam. E-learning merupakan kependekan dari electronic learning (Sohn,
2005). Salah satu definisi umum dari e-learning diberikan oleh (Gilbert & Jones dalam
Surjono 2007), yaitu: pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik
seperti Internet, intranet/extranet, satellite broadcast, audio/video tape, interactive TV,
CDROM, dan computer-based training (CBT). Definisi yang hampir sama diusulkan juga
oleh the Australian National Training Authority (2003) yakni meliputi aplikasi dan proses
yang menggunakan berbagai media elektronik seperti internet, audio/video tape, interactive
TV and CD-ROM guna mengirimkan materi pembelajaran secara lebih fleksibel.
The ILRT of Bristol University (dalam Surjono, 2007) mendefinisikan e-learning
sebagai penggunaan teknologi elektronik untuk mengirim, mendukung, dan meningkatkan
pengajaran, pembelajaran dan penilaian. Udan and Weggen (dalam Suryono, 2007)
12
menyebutkan bahwa e-learning adalah bagian dari pembelajaran jarak jauh sedangkan
pembelajaran on-line adalah bagian dari e-learning. Di samping itu, istilah e-learning
meliputi berbagai aplikasi dan proses seperti computer-based learning, web-based learning,
virtual classroom, dll; sementara itu pembelajaran on-line adalah bagian dari pembelajaran
berbasis teknologi yang memanfaatkan sumber daya Internet, intranet, dan extranet. Lebih
khusus lagi Rosenberg (dalam Surjono, 2007) mendefinisikan e-learning sebagai
pemanfaatan teknologi Internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga
siswa dapat mengakses dari mana saja.
Stasiun radio merupakan media elektronik pertama yang digunakan sebagai
media penyampaian materi yaitu dengan menggunakan gelombang radio (pertama kali
lisensinya diberikan kepada Latter Dya Saints, Universitas Salt City pada tahun 1921).
(Farhad, 2001). Media lain yang dapat digunakan diantaranya TV kabel. Pelajaran yang
mengikuti pelajaran harus berlangganan TV kabel dan mengikuti pelajaran melalui
siaran televisi yang ada.
Iowa State University mendapat lisensi dari Federal Communication
Commission (FCC) untuk menyelenggarakan educational television (ETV) pada tahun
1945 dan menjadi penyelenggara ETV pertama didunia dan kemudian menjadi program
pendidikan melalui televisi (televising sducational program) pada tahun 1950. Sistem
ini lebih interaktif namun masih memiliki berbagai kendala dan kelemahan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pada pertengahan tahun 1980, teknologi pembelajaran
jarak jauh mulai bergeser ke pemakaian jaringan komputer untuk menyelenggaran
pengajaran dan pembelajaran.
Kaitan antara berbagai istilah yang berkaitan dengan e-learning dan pembelajaran
jarak jauh dapat diilustrasikan dalam gambar di bawah (Surjono, 2007).
13
Gambar 3. Klasifikasi Pembelajaran Jarak Jauh
3.5.1. Implementasi E-Learning
Implementasi sistem e-learning dewasa ini sangat bervariasi, namun semua itu
didasarkan atas suatu prinsip bahwa e-learning dimaksudkan sebagai upaya pendistribusian
materi pembelajaran melalui media elektronik atau Internet sehingga peserta didik dapat
mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru dunia. Ciri pembelajaran dengan e-leaning
adalah terciptanya lingkungan belajar yang fleksibel dan terdistribusi.
Fleksibilitas menjadi kata kunci pada sistem e-learning. Peserta didik menjadi
sangat fleksibel dalam memilih waktu dan tempat belajar karena mereka tidak harus datang
di suatu tempat pada waktu tertentu. Dilain pihak, pengajar dapat memperbaharui materi
pembelajarannya kapan saja dan dari mana saja. Dari segi isi, materi pembelajaranpun dapat
dibuat sangat fleksibel mulai dari bahan kuliah yang berbasis teks sampai materi
pembelajaran yang sarat dengan komponen multimedia. Namun demikian kualitas
pembelajaran dengan e-learning pun juga sangat fleksibel atau variatif, yakni bisa lebih
jelek atau lebih baik dari sistem pembelajaran konvensional. Untuk mendapatkan sistem e-
learning yang baik diperlukan perancangan yang baik pula.
Dalam merancang sistem e-learning perlu mempertimbangkan dua hal, yakni
peserta didik yang menjadi target dan hasil pembelajaran yang diharapkan. Pemahaman atas
14
peserta didik sangatlah penting, yakni antara lain adalah harapan dan tujuan mereka dalam
mengikuti e-learning, kecepatan dalam mengakses internet atau jaringan, keterbatasan
bandwidth, beaya untuk akses internet, serta latar belakang pengetahuan yang menyangkut
kesiapan dalam mengikuti pembelajaran. Pemahaman atas hasil pembelajaran diperlukan
untuk menentukan cakupan materi, kerangka penilaian hasil belajar, serta pengetahuan
awal.
Sistem e-learning dapat diimplementasikan dalam bentuk asynchronous,
synchronous, atau kombinasi keduanya. Contoh e-learning asynchronous banyak dijumpai
di Internet baik yang sederhana maupun yang terpadu melalui portal e-learning. Sedangkan
dalam e-learning synchronous, pengajar dan siswa harus berada di depan komputer secara
bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara live, baik melalui video
maupun audio conference. Selanjutnya dikenal pula istilah blended learning yakni
pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya on-line, live,
maupun tatap muka (konvensional).
3.5.2. Teknologi Sistem e-Learning
Sistem e-learning yang banyak dikembangkan dan diimplementasikan adalah
sistem e-learning berbasis web. Untuk mengimplementasikan pembelajaran
e-learning berbasis web dibutuhkan infra struktur jaringan komputer yang sudah
terbentuk secara menyeluruh.
Gambar 4. Arsitektur jaringan sistem e-learning
15
a. Software
Pengembangan sistem e-learning memerlukan perangkat lunak (software) dan
perangkat keras (hardware). Karena sistem e-learning yang akan dikembangkan adalah
berbasis pada aplikasi jaringan sehingga diperlukan perangkat lunak yang meliputi :
• Sistem Operasi, untuk server diperlukan sistem operasi server yang menggunakan
Linux. Pemilihan sistem operasi ini karena sistem operasi ini merupakan sistem
open source sehingga bersifat free. Karena sifatnya yang open source menjadikan
sistem operasi Linux menjadi sangat handal karena setiap ada bug selalu cepat
diupdate oleh komunitas.
• Web Server, karena sistem e-learning yang akan dikembangkan berbasis web,
maka diperlukan sebuah perangkat lunak web server. Software yang akan
digunakan untuk web server adalah Apache. Apache merupakan web server yang
handal dengan ukuran yang kecil dan sifatnya open source. Lebih dari 50 % web
server di dunia menggunakan Apache (Http//www.apache.org).
• Database Server, karena materi yang akan ditampilkan dalam sistem e-learning
relatif besar sehingga perlu dikelola dengan software khusus yang menangani
database. MySQL Server merupakan salah satu software database server yang
sangat handal dengan ukuran yang relatif kecil dan juga open source sehingga
legal untuk digunakan (Http//www.mysql.org).
• Web Viewer, untuk menampilkan informasi yang diminta oleh klien perlu
digunakan kode tertentu sehingga dapat dimengerti oleh komputer server. Kode
program yang akan digunakan adalah PHP. Program PHP merupakan program
web viewer yang handal yang mampu menampilkan informasi secara dinamis.
Dengan ukuran yang relatif kecil, kemampuan yang hebat dan dukungan software
lainnya menjadikan PHP menjadi program web viewer yang banyak digunakan
dalam aplikasi berbasis web.
• Web Browser digunakan untuk mengakses halaman web di komputer klien.
Software web browser yang digunakan tergantung dari komputer klient yang akan
mengakses e-learning yang dapat berupa Microsoft Internet Explorer, Mozilla
Firefox, Opera, Netscape Communicator dan program web browser lainnya.
Sistem e-learning yang akan dikembangkan harus dapat kompatibel terhadap
16
program web browser yang ada sehingga dapat diakses oleh berbagai mesin yang
berbeda dengan baik.
b. Hardware
Perangkat keras yang digunakan dalam sistem e-learning tidak berbeda dengan
sistem jaringan komputer. Adapaun hardware yang diperlukan adalah sebagai berikut :
• Komputer Server sebagai sistem yang akan melayani permintaan dari klien
• Komputer database Server yang berfungsi untuk menyimpan database materi
pembelajaran dan data-data yang diperlukan dalam sistem e-learning.
• Komputer klien yang digunakan untuk interface dalam mengakses ke sistem
e-learning. Untuk komputer klien dapat berjumlah lebih dari satu sesuai dengan
kebutuhan. Idealnya jumlah komputer klien disesuaikan dengan perbandingan
jumlah mahasiswa yang perlu mengakses sistem e-learning.
• Hub/Switch yang digunakan untuk menghubungkan komputer server dengan
klient.
• Kabel Jaringan yang digunakan sebagai sarana fisik untuk menghubungkan antara
komputer klien ke komputer server. Penggunaan kabel jaringan dapat diganti
dengan sistem tanpa kabel menggunakan WLAN (Wireless LAN).
2. E-Learning Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY (Elco Cyber Class)
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, Jurusan Pendidikan Teknik
Elektro melalui tim IT telah membangun sistem e-learning yang diberinama Elco Cyber
Class. E-learning Elco Cyber Class diimplementasikan dengan paradigma pembelajaran on-
line terpadu menggunakan LMS (Learning Management System) yang sangat terkenal yaitu
Moodle. Sistem E-learning ini telah berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat diakses
melalui URL: http://elektro.uny.ac.id/elearning.
Dengan adanya sistem e-learning ini para dosen dapat mengelola materi
perkuliahan, yakni: menyusun silabi, meng-upload materi perkuliahan, memberikan tugas
kepada mahasiswa, menerima pekerjaan mahasiswa, membuat tes/quiz, memberikan nilai,
memonitor keaktifan mahasiswa, mengolah nilai mahasiswa, berinteraksi dengan
mahasiswa dan sesama dosen melalui forum diskusi dan chat, serta fasilitas-fasilitas
lainnya. Di sisi lain, mahasiswa dapat mengakses informasi dan materi pembelajaran,
17
berinteraksi dengan sesama mahasiswa dan dosen, melakukan transaksi tugas-tugas
perkuliahan, mengerjakan tes/quiz, melihat pencapaian hasil belajar, dll.
Salah satu keuntungan bagi dosen yang membuat mata kuliah online berbasis LMS
adalah kemudahan. Hal ini karena dosen tidak perlu mengetahui sedikitpun tentang
pemrograman web, sehingga waktu dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk memikirkan
konten (isi) pembelajaran yang akan disampaikan. Disamping itu dengan menggunakan
LMS Moodle, maka kita cenderung untuk mengikuti paradigma elearning terpadu yang
memungkinkan menjalin kerjasama dalam “knowledge sharing” antar perguruan tinggi
besar di Indonesia (melalui INHERENT).
Saat ini (Oktober 2007) sistem e-learning Elco Cyber Class baru mengakomidir
sekitar 199 mata kuliah dengan dosen sebanyak 96 dan user sebanyak 2900. E-learning
UNY akan terus disosialisasikan ke seluruh civitas akademika UNY, sehingga semakin
banyak warga UNY yang memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar.
Tampilan halaman depan dari e-learning Elco Cyber Class Jurusan Pendidikan
Teknik Elektro FT UNY (http://elektro.uny.ac.id/elearning dan http://elektro-
uny.net/moodle) dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 5. Tampilan E-Learning Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Elco Cyber Class)
18
3. Blended Learning (Kombinasi Pembelajaran di Kelas dan E-Learning)
Blended learning merupakan istilah yang sekarang ini banyak digunakan pada
model pembelajaran dimana implementasi pembelajaran dilakukan melalui kombinasi
antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran dengan menggunakan bantuan
teknologi informasi dan komunikasi (Thorne, 2003). Istilah blended learning telah
digunakan untuk menjelaskan berbagai konteks pembelajaran yang mengkaitkan
pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi baik pada
sektor korparat, pembelajaran jarak jauh, pengembangan profesionalisme dan di
perguruan tinggi (Purwaningsih, 2009). Lebih lanjut Purwaningsih menjelaskan bahwa
kecenderungan implementasi di berbagai pendidikan tinggi adalah menggunakan
kombinasi antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran online.
Peraturan akademik yang ada di berbagai perguruan tinggi yang masih
mensyaratkan pembelajaran secara konvensional menyebabkan pembelajaran e-learning
tidak dapat semata-mata menggantikan pembelajaran konvensional. Berbagai riset
menyatakan bahwa e-learning mampu meningkatkan motivasi belajar mahasiswa (Ali,
2007), e-learning mampu meningkatkan hasil belajar (Chandra, 2007), e-learning
efektif digunakan untuk mengukur kompetensi mahasiswa (Alan, 2008). Melalui
pertimbangan ini maka konsep blended learning menjadi salah satu model pembelajaran
yang patut dikembangkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam dunia
pendidikan.
Blended learning dipandang sebagai pendekatan pedagogis yang menerapkan
berbagai pendekatan pembelajaran ketimbang dilihat dari seberapa besar delivery system
antara face-to-face dibandingkan dengan secara online. Blended learning
mengkombinasikan secara arif, relevan dan tepat antara potensi face-to face dengan
potensi teknologi informasi dan komunikasi yang demikian pesat berkembang saat ini
sehingga memungkinkan:
• Terjadinya pergeseran paradigma pembelajaran dari yang dulunya lebih berpusat
pada guru menuju paradigma baru yang berpusat pada siswa (student-centered
elarning).
• Terjadinya peningkatan interaksi atau interaktifitas antara siswa dengan guru,
siswa dengan siswa, siswa/guru dengan konten, siswa/guru dengan sumber
belajar lainnya.
19
• Terjadinya konvergensi antar berbagai metode, media sumber belajar serta
lingkungan belajar lain yang relevan.
Blended learning dapat juga dipandang sebagai suatu kontinuum antara tatap
muka konvensional sampai dengan online penuh. Dengan demikian ada beberapa
bentuk kontinum blended learning, diantaranya adalah sebagai berikut:
• Online penuh, dimana tidak ada face to face sama sekali.
• Online penuh, tapi ada option/pilihan untuk melakukan face-toface walaupun
tidak dipersyaratkan.
• Kebanyakan online penuh, tapi ada beberapa hari tertentu dilakukan face-to-face
baik di kelas atau di lab atau ditempat kerja langsung (jika itu on the job
training).
• Kebanyakan online penuh, tapi siswa tetap belajar konvensional dalam kelas
atau lab setiap hari.
• Kebanyakan belajar konvensional di kelas atau lab, tapi siswa dipersyaratkan
mengikuti aktifitas online tertentu sebagai pengayaan atau tambahan.
• Pembelajaran konvensional penuh, walaupun ada aktifitas online walaupun tidak
dipersyaratkan bagi siswa untuk mengikutinya.
• Full pembelajaran konvensional.
20
BAB III METODE PENGEMBANGAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan kelanjutan peneltian yang sudah dilakukan peneliti pada
penelitian sebelumnya. Penelitian awal dilakukan di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
FT Universitas Negeri Yogyakarta yang dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran
2007/2008 dengan alokasi waktu 6 bulan, terhitung dari bulan Februari 2007 – Juli
2007, dengan rincian tahap-tahapnya sebagai berikut :
1. Persiapan penelitian
2. Kajian terhadap model blended learning (Kombinasi antara pembelajaran di kelas
dan e-learning)
3. Kajian terhadap sistem pembelajaran di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT
UNY (Pembelajaran di kelas dan e-learning)
4. Digitalisasi materi mata kuliah Medan Elektromagnetik untuk diimplementasikan
pada sistem e-learning.
5. Pengembangan media pembelajaran mata kuliah Medan Elektromagnetik pada
sistem e-learning
6. Implementasi pembelajaran di kelas dan e-learning
7. Analisis data dan evaluasi
8. Penulisan draft laporan
9. Seminar dan penulisan laporan akhir
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penelitian tindakan kelas (Class Action
Research). Metode pelaksanaan penelitian menggunakan model dasar penelitian
tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1990). Untuk
meningkatkan hasil dilakukan modifikasi model ini sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran Medan Elektromagnetik di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY.
C. Metode Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui kombinasi antara pembelajaran
konvensional di kelas dan pembelajaran e-learning. Pembelajaran di kelas dilakukan
21
dengan menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran yang ada. Pembelajaran
pada sistem e-learning dilakukan dengan materi dan media pembelajaran yang sama
dengan yang digunakan pada pembelajaran di kelas. Metode yang digunakan pada
penelitian tindakan kelas mengadopsi model dasar penelitian tindakan kelas yang
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1990) dengan melakukan modifikasi
yang disesuiakan kondisi mahasiswa.
Gambar 7. Proses Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini direncakan dilakukan dalam 2 siklus, setiap siklus
terdiri dari
1. Perencanaan
Tahap perencanaan dimulai dari penemuan masalah dan kemudian merancang
tindakan yang akan dilakukan. Secara lebih rinci langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut :
a. Menemukan masalah pembelajaran mata kuliah Medan Elektromagnetik
berkaitan dengan motivasi dan hasil belajar. Pada fase ini dilakukan melalui
observasi kelas, diskusi dengan mahasiswa dan beberapa pengajar.
22
b. Merencanakan langkah-langkah pembelajaran baik pada pembelajaran di kelas
maupun e-learning mulai dari siklus I sampai siklus II, namun perencanaan yang
dibuat masih bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan dalam
pelaksanaannya.
c. Merancang instrument sebagai pedoman observasi dalam pelaksanaan
pembelajaran.
2. Tindakan dan Observasi
a. Tindakan.
Dalam tindakan dilaksakanan pemecahan masalah sebagaimana yang telah
direncanakan. Tindakan ini dipandu oleh perencanan yang telah dibuat dalam arti
perencanaan tersebut dilihat sebagai rasional dari segala tindakan itu. Namun
perencanan yang dibuat tadi harus bersifat fleksibel dan terbuka terhadap
perubahan-perubahan dalam pelaksanaannya. Jadi tindakan bersifat tidak tetap
dan dinamis yang memerlukan keputusan cepat tentang apa yang perlu dilakukan.
Pelaksanan perencanaan tindakan memerlukan perjuangan materiil sosial dan
politis terhadap perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan tetapi
kompromi juga harus dilihat dalam konteks strateginya.
b. Observasi.
Observasi atau pengamatan atau upaya mengamati pelaksanaan tindakan.
Observasi terhadap proses tindakan yang sedang dilaksanakan untuk
mendokumentasikan pengaruh tindakan yang dilaksanakan berorientasi ke masa
yang akan datang dan memberikan dasar bagi kegiatan refleksi yang lebih kritis.
Proses tindakan, pengaruh tindakan yang sengaja dan tidak sengaja, situasi tempat
tindakan dilakukan dan kendala tindakan semuanya dicatat dalam kegiatan
observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka.
3. Refleksi
Refleksi merupakan bagian yang penting dalam langkah proses penelitian
tindakan disebabkan dengan kegiatan refleksi akan memantapkan kegiatan atau
tindakan untuk mengatasi permasalahan, dengan memodifikasi perencanaan
sebelumnya sesuai dengan apa yang timbul dilapangan. Refleksi berfungsi sebagai
sarana untuk menyamakan data, koreksi data, dan untuk validasi data. Pada
23
penelitian ini kegiatan refleksi dilakukan pada 3 tahap yaitu: 1) tahap penemuan
masalah; 2) tahap merancang tindakan; 3) tahap pelaksanaan.
Pada tahap penemuan dan identifikasi masalah peneliti dan pengajar
membahas kesulitan-kesulitan apa dalam pembelajaran atau yang dialami dikelas dan
merumuskan permasalahan tersebut secara operasional dan merumuskan solusi apa
yang akan digunakan untuk perbaikan pembelajaran tersebut. Hasil refleksi awal ini
dituangkan perumusan masalah yang lebih operasional.
Pada tahap merancang tindakan yaitu pembuatan disain pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ketrampilan proses dan pembelajaran kooperatif yang
dituangkan dalam satuan pelajaran. Dari hasil refleksi pada tahap tindakan diikuti
dengan perbaikan rancangan tindakan yang dibuat dan dapat digunakan untuk
pelaksanaan tindakan selanjutnya.
Refleksi berikutnya adalah pada tahap pelaksanaan dimana peneliti, pengajar
dan kolaborator mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan untuk
menyimpulkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan. Hasil yang ditemukan
berupa temuan tingkat aktifitas, disain pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan proses dan pembelajaran kooperatif yang dirancang dan daftar
permasalahn yang muncul dilapangan yang selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar
untuk melakukan perencanaan ulang.
Dengan langkah-langkah tersebut terjadi suatu siklus, perencanaa, tindakan
pemantauan dan refleksi dan dapat merevisi atau menyusun kembali perencanaan
baru untuk menyempurnakan perencanaan sebelumnya dan perencanaan baru dapat
disusun sesuai dengan permasalahan yang diketemukan dilapangan. Hal itu harus
dilakukan sampai dihasilkan tingkat optimalisasi yang lebih tinggi sesuai kriteria
keberhasilan.
4. Evaluasi dan Revisi
a. Evaluasi
Sebelum melakukan refleksi langkah yang ditempuh peneliti adalah
melakukan evaluasi tindakan. Kegiatan evaluasi merupakan suatu hal yang dapat
memberikan indikasi yang jelas yang berguna untuk pengambilan keputusan
tindakan. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sangat penting yang
24
bermanfaat untuk mengetahui keberhasilan perencanaan yang dilaksanakan,
apabila tujuan dalam perencanan belum sesuai dengan kriteria keberhasilan, maka
perlu diadakan perunbahan untuk menyusun program baru sesuai dengan
hambatan-hambatan yang ada dilapangan yang dapat dilaksanakan pada siklus
berilkutnya.
Pada penelitian ini akan dilakukan 2 macam evaluasi, yaitu : 1) evaluasi
berdasarkan standar minimal tujuan jangka pendek yang dilaksanakan setiap kali
tindakan, dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam suatu tindakan, 2)
evaluasi berdasarkan evaluasi belajar berdasar prestasi belajar sebelum dilakukan
tindakan dibandingkan dengan sesudah dilakukan tindakan untuk mengetahui
hasil dari tindakan atau dibandingkan dengan kondisi sebelum dilaksanakan
tindakan kelas..
Pada akhir kegiatan penelitian dilaksanakan evaluasi ke dua berdasarkan
hasil tindakan kumulatif dan pendapat pengajar berkaitan dengan permasalahan
yang diatasi melalui penelitian tindakan kelas ini. Kriteria dalam evaluasi kedua
ini bersifat normatif sebagai acuan dalam mempertimbangkan dan memberikan
makna terhadap pelaksanaa peningkatan keefektifan pembelajaran setelah proses
tindakan, yaitu bahwa hasil tindakan dianalisis dengan metode alur dan
dibandingkan dengan kondisi sebelum dilaksanakan tindakan. Apabila setelah
dilaksanakan tindakan terjadi perubahan perilaku belajar lebih baik dari
sebelumnya, maka tindakan tersebut dinyatakan berhasil, tetapi apabila perilaku
belajar berbeda lebih jelek, maka tindakan dinyatakan belum berhasil.
Tahap refleksi dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap proses yang
terjadi, masalah yang muncul, segala hal ikhwal yang berkaitan dengan tindakan
yang telah dilakukan. Pelaksanaan refleksi ini berupa diskusi yang dilakukan oleh
peneliti dan pengajar untuk mengevaluasi hasil tindakan dan merumuskan
perencanaan tindakan berikutnya. Apabila masih diperlukan proses diulangi lagi
dengan merancang pemecahan masalah putaran kedua, berupa revisi rancangan
pertama, kemudian menyelesaikan pemecahan kedua dan merefleksinya. Apabila
dipandang masih tetap diperlukan proses perancangan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi dilakukan sampai beberapa putaran lagi.
25
b. Revisi
Peneliti, pengajar dan para kolaborator mendiskusikan hasil pengamatan
yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan tersebut, diperoleh
temuan tingkat keefektifan disain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
ketrampilan proses dan pembelajaran kooperatif dan daftar permasalahan yang
muncul dilapangan, selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar melakukan
perancanaan ulang, untuk penyempurnaan, merevisi rancangan yang akan
dilakukan pada tindakan selanjutnya. Hal ini diharapkan akan menghasilkan
tingkat optimalisasi yang lebih tinggi.
D. Indikator Kinerja
Penelitian tindakan peningkatan motivasi dan hasil belajar mahasiswa pada mata
kuliah Medan Elektromagnetik melalui penerapan model blended learning dilaksanakan
dalam beberapa siklus. Banyaknya proses iterasi tindakan ditentukan oleh ketercapaian
indikator kinerja penelitian yang meliputi :
1. Indikator kinerja ditinjau dari materi pembelajaran
Proses pengembangan materi dan media pembelajaran mata kuliah Medan
Elektromagnetik pada sistem e-learning akan dihentikan setelah 70 % ahli media
dan ahli teknologi informasi menyatakan media pembelajaran ini dapat digunakan
dalam mendukung proses pembelajaran.
2. Indikator kinerja ditinjau dari aspek kemanfaatan media pembejaran terhadap
motivasi dan prestasi mahasiswa.
Tabel 1. Indikator kinerja
No KINERJA AWAL PROGRAM
AKHIR PROGRAM
1 Rata-rata motivasi mahasiswa mengikuti mata kuliah Medan Elektromagnetik
Sedang Baik
2 Rata-rata pemahaman mahasiswa terhadap materi Medan Elektromagnetik
Kurang Baik
3 Waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk menguasai materi Medan Elektromagnetik
6 Bulan 3 Bulan
4 Prosentase mahasiswa yang mendapat nilai B ke atas
30 % 70 %
26
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian tindakan kelas (Class Action Research), teknik pengumpulan data
akan dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
• Observasi langsung terhadap proses pembelajaran dengan model blended learning
(pembelajaran di kelas dan e-learning).
• Merecord aktivitas belajar mahasiswa pada sistem e-learning dan membuat laporan
yang dapat dilihat secara menyeluruh.
• Mengadakan interview dengan mahasiswa dan dosen lain yang berkaitan.
• Membuat instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan kuisioner terhadap
pengaruh pembelajaran blended learning terhadap motivasi dan hasil belajar
mahasiswa pada mata kuliah Medan Elektromagnetik.
• Melakukan tes kepada mahasiswa untuk melihat kondisi awal mahasiswa (pre test)
pada pada akhir siklus (post test) setiap siklus.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini akan dilakukan analisis data
secara kuantitatif dan kualitatif.
• Analisis data pada proses pembelajaran di kelas akan dilakukan secara kualitatif
berkaitan dengan perubahan perilaku mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan
Medan Elektromagnetik
• Analisis data aktivitas mahasiswa pada e-learning akan dilakukan secara kuantitatif
berdasarkan data statistik yang digenerate oleh Learning Management System
(e- learning)
• Analisis data hasil kuisioner kepada mahasiswa berkaitan dengan motivasi dan
manfaat pembelajaran dengan model blended learning akan dilakukan secara
kuantitatif
• Hasil tes mahasiswa akan dianalisis dengan teknik analisis kuantitatif
27
BAB IV
HASIL IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Implementasi
Berikut ini akan dideskripsikan jalannya penelitian serta hasil yang diperoleh.
Penelitian dilakukan melalui dua buah cara pembelajaran yaitu pembelajaran di kelas
secara konvensional dengan syarat adanya pertemuan antara mahasiswa dan dosen dan
pembelajaran dengan bantuan e-learning. Materi yang diberikan pada mata kuliah
Medan Elektromagnetik baik dengan sistem pembelajaran di kelas maupun dengan e-
learning sama yaitu meliputi 7 pokok bahasan yaitu Analis Vektor dan Sistem
Koordinat (Kartesius, Tabung dan Bola), Gaya Listrik, Medan Listrik, Fluks Listrik,
Potensial dan Energi Listrik, Medan Magnet serta Induksi Elektromagnetik. Materi yang
dikembangkan pada sistem e-learning menggunakan materi pembelajaran interaktif
dalam formar SCORM (Shareable Common Object Module). Model ini dipilih karena
mampu meningkatkan kualitas media pembelajaran pada e-learning.
1. Pelaksanaan Pada Siklus 1
Siklus pertama dilakukan selama
Tahap pertama penelitian tindakan dilakukan melalui pembelajaran di kelas.
Pada pertemuan pertama materi yang diajarkan adalah materi analisis vektor dan teori
medan pada sistem koordinat kartesius, tabung dan koordinat bola. dengan cara
mengumpulkan mahasiswa pada laboratorium komputer untuk diberikan penjelasan
singkat bagaimana memanfaatkan e-learning di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT
UNY khususnya pada mata kuliah Medan Elektromagnetik. Kegiatan ini melibatkan 2
orang peneliti dengan durasi waktu 3 jam. Pada tahap ini mahasiswa yang akan
mengikuti perkuliahan diberikan bekal berupa tata cara pendaftaran kuliah, prosedur
mengikuti perkuliahan, kunci masuk yang digunakan, proses login, mengakses materi
kuliah, mengakses tugas, cara mengumpulkan tugas, menjawab pertanyaan pada kuis
dan ujian, prosedur berdiskusi dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penggunaan e-
learning secara teori maupun praktek.
28
Pada tahap ini mahasiswa diberikan motivasi akan kebutuhan untuk memperoleh
kompetensi mata kuliah Medan Elektromagnetik dan kebutuhan untuk mendapatkan
nilai yang baik. Pemberian motivasi diberikan melalui ceramah, penjelasan criteria
penilaian dan pemberian tugas yang relevan untuk meningkatkan pemahaman dan
penguasaan materi kuliah. Selain itu mahasiswa juga diberikan motivasi mengenai
kompetensi lain yaitu dalam memanfaatkan pemelajaran berbasis e-learning yang akan
sangat bermanfaat sebagai penunjang.
Setelah mahasiswa mempunyai bekal yang cukup dan dirasa mampu
menggunakan e-learning, langkah selanjutnya adalah menugaskan kepada mahasiswa
untuk memperdalam pemahaman pada mata kuliah Medan Elektromagnetik melalui e-
learning. Karena materi yang dibangun pada e-learning disusun secara sistematis,
interaktif dan banyak animasi sehingga pemahaman mahasiswa terhadap materi
diharapkan akan meningkat.
Seiring dengan berjalannya kuliah melalui e-learning, perkuliahan di kelas tetap
berjalan seperti biasa dengan materi yang sama seperti apa yang terdapat di e-learning.
Hanya materi-materi interaktif berbasis multimedia tidak disampaikan di kelas. Selama
2 kali pertemuan di kelas mahasiswa dibiarkan secara bebas untuk mengakses atau
tidak sistem e-learning.
Pada pembelajaran dengan e-learning dosen pengampu tidak selalu online pada
e-learning melainkan hanya meluangkan 4 jam per hari untuk online. Hal ini mengingat
kegiatan lain yang dimiliki oleh dosen untuk mengampu mata kuliah lainnya,
membimbing tugas akhir mahasiswa, kegiatan penelitian, seminar dan pengabdian pada
masyarakat. Demikian juga halnya dengan mahasiswa, pada kegiatan pembelajaran
dengan e-learning mereka tidak selalu mengakses e-learning secara sinkron dengan
mahasiswa lain dan dengan dosennya, tetapi melalui sistem e-learning ini interaksi
antara mahasiswa dengan mahasiswa lain dan dosen tetap dapat dilaksanakan secara
asinkron. Aktivitas mahasiswa tidak hanya sebatas mengakses materi kuliah melainkan
dapat melakukan aktivitas lainnya seperti membuat topik diskusi, menanggapi topik
diskusi, latihan soal melalui kuis, bertanya ke teman lain atau dosen, menambahkan
materi, menanggapi materi, mengumpulkan tugas dan kegiatan lainnya.
29
2. Hasil Siklus 1
Pada tahap pertama tindakan kelas dengan menggunakan model blended
learning, mahasiswa sudah bisa melakukan login ke sistem e-learning dan sudah dapat
mengakses mata kuliah Medan Elektromagnetik. Dari beberapa fasilitas yang ada,
mahasiswa lebih banyak memanfaatkan fasilitas download materi (modul) dalam format
PDF. Hal ini dipilih karena mahasiswa merasa materi dalam bentuk PDF cukup lengkap
dan bisa dibuka dirumah ataupun dicetak sehingga dapat digunakan untuk belajar off-
line. Sebagian besar mahasiswa sudah bisa melakukan proses download materi kuliah
Medan Elektromagnetik pada e-learning.
Data ini dapat dilihat dari fasilitas laporan yang disediakan oleh sistem
e-learning pada user sebagai dosen dan administrator. Dari menu laporan seorang
pengajar dapat melihat segala aktivitas peserta kuliah baik yang sedang on-line, sudah
off-line, berkaitan dengan fasilitas apa saja yang diakses, berapa lama waktu mengakses,
kapan mengaksesnya, darimana dia mengakses dan informasi-informasi penting lainnya
berkaitan dengan aktivitas peserta kuliah pada e-learning.
Dari fitur yang lain (Pembelajaran on-line, kuis, forum diskusi, pengayaan
materi, daftar istilah, link ke website yang relevan masih belum mendapat perhatian
mahasiswa. Hanya terdapat 2 mahasiswa yang sudah mulai untuk mengakses fasilitas
lain selain download materi kuliah.
Untuk meningkatkan keaktifan mahasiswa, dosen memberikan sebuah tugas
yang dipublish di e-learning dan mahasiswa diharuskan untuk mengerjakan dan
mengumpulkannya lewat e-learning. Dari hasil inipun ternyata mahasiswa tidak tahu
kalau ada tugas baru untuk mata kuliah ini di e-learning. Pada saatnya hari terakhir
pengumpulan ternyata hanya 2 orang yang berhasil mengerjakan soal dan
mengumpulkannya lewat e-learning.
Untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah memahami materi yang diberikan
pada e-learning maka diadakan suatu tes (kuis) yang terdiri dari 3 soal essay dengan
tingkat kesulitan yang sederhana seperti apa yang telah ada di e-learning hanya
dilakukan modifikasi sedikit. Dari hasil kuis ini ternyata hanya 23 % yang berhasil
mengerjakan soal dengan baik dengan nilai di atas 60 sedang yang lainnya mendapat
nilai di bawah 50. Hasil rata-rata prestasi mahasiswa yaitu 58,6 dengan skor maksimal
30
100 dan kalau dikonversi mendapat nilai C. Hasil prestasi mahasiswa ini masih jauh dari
yang diinginkan peneliti yaitu rata-rata 70 atau dengan nilai B.
Dari ilustrasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada tahap pertama
penelitian tindakan kelas (3 Minggu) hasilnya mahasiswa hanya berfikir bahwa
e-learning hanya sebatas download materi (modul) kuliah. Mereka belum memahami
secara benar pembelajaran berbasis e-learning sehingga mereka tidak mau mengakses
fasilitas-fasilitas lainnya di e-learning yang sebenarnya mempunyai manfaat yang
sangat besar. Kebanyakan mahasiswa hanya mengandalkan kuliah di kelas secara
konvensional untuk memahami materi kuliah.
3. Pelaksanaan Siklus 2
Setelah mengetahui hasil dari siklus pertama yang masih belum memberikan
hasil yang memuaskan, peneliti mengadakan perenungan atau refleksi mengenai strategi
yang perlu dilakukan berkaitan dengan peningkatan motivasi dan prestasi belajar
mahasiswa. Pada tahap ini peneliti mengadakan penelusuran mengenai penyebab utama
belum optimalnya usaha yang dilakukan pada siklus pertama melalui berbagai cara
diantaranya diskusi, pendekatan kepada mahasiswa dan perenungan. Dengan
perenungan ini akhirnya peneliti menemukan benang merah upaya peningkatan motivasi
dan kompetensi kepada mahasiswa ternyata berawal dari kurangnnya informasi
mengenai kepastian tugas yang diberikan terhadap penilaian.
Setelah peneliti menemukan benang merah permasalahan yang dihadapi pada
siklus pertama, peneliti menyusun rencana perbaikan tindakan yang akan dilaksanakan
pada siklus kedua. Pada tahap kedua, mahasiswa dikumpulkan kembali di kelas melalui
perkuliahan biasa lalu diberikan penjelasan mengenai bagaimana mengoptimalkan
media e-learning dalam pembelajaran. Pada pertemuan di kelas mahasiswa kembali
diberikan motivasi mengenai kiat sukses mengikuti kuliah Medan Elektromagnetik.
Dalam pertemuan dengan mahasiswa diberikan penjelasan dan diskusi mengenai
permasalahan yang dihadapi mahasiswa selama mengikuti perkuliahan ini baik di kelas
maupun dengan metode e-learning. Dari hasil diskusi seperti biasa mahasiswa masih
malu-malu dan belum memberikan respon yang diinginkan. Peneliti akhirnya mencoba
membangun suasana dengan melontarkan permasalahan yang ada. Dengan
31
permasalahan ini akhirnya beberapa mahasiswa berani mengemukakan pendapat
berkaitan dengan permasalahan kurang optimalnya pembelajaran berbasis e-learning.
Akhirnya ditemukan jawaban pasti bahwa mahasiswa membutuhkan kepastian tugas
yang diberikan akan berpengaruh kepada penilaian tidak hanya sebatas tugas biasa.
Pada siklus kedua ini peneliti mencoba untuk mengakomodasi permintaan
mahasiswa dengan memberikan agar yang lebih pasti dan sangat berpengaruh terhadap
penialaian. Mahasiswa diberikan tugas yaitu minimal dalam 1 minggu harus mengakses
e-learning sebanyak 1 kali dengan durasi waktu minimal 1 jam. Hal ini bertujuan agar
mahasiswa mempunyai komitmen terhadap peningkatan kompetensi pada mata kuliah
Medan Elektromagnetik.
4. Hasil Siklus 2
Pada tahap kedua tindakan kelas dilakukan melalui penekanan pada perkuliahan
di kelas dan e-learning. Pembelajaran di kelas lebih ditekankan pada pemahaman materi
dan contoh soal, sedangkan e-learning dotekankan pada peningkatan keaktifan
mahasiswa melalui forum diskusi, latihan soal, pengayaan materi dan frekuensi akses
serta durasi belajar. Pada siklus kedua ini terjadi peningkatan aktivitas mahasiswa yang
cukup signifikan. Setelah diberikan penjelasan mengenai bagaimana mengoptimalkan
e-learning dan tugas yang dilakukan mempunyai konsekuensi terhadap penilaian,
terlihat peningkatan aktivitas mahasiswa di e-learning mulai dari penggunaan fasilitas
yang ada di e-learning mulai dari akses pembelajaran secara on-line (materi interaktif),
akses tugas, mengerjakan soal latihan (kuis), mengikuti diskusi dan memperdalam
pengetahuan melalui situs referensi yang ada di e-learning.
Pada siklus kedua ini terlihat jelas keaktifan mahasiswa melalui fasilitas
e-learning. Dari beberapa fasilitas yang ada, ternyata mahasiswa sudah mulai
mengaksesnya dan memberikan respon yang positif walaupun masih ada sedikit
paksaan dari dosen dengan memberikan tugas untuk akses e-learning. Dari catatan pada
laporan didapatkan rata-rata mahasiswa dalam mengakses e-learning adalah 1,2 jam
dengan lebih dari 1 fasilitas yang diakses.
Dari hasil tes yang dilakukan ternyata juga menunjukkan peningkatan dari 58, 6
pada siklus pertama menjadi 73,4 pada siklus kedua. Rata-rata nilai 73,4 kalau
32
dikonversi akan menghasilkan nilai B. Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi dan
kompetensi mahasiswa sudah mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
B. Pembahasan
1. Pengamatan Langsung
Pengamatan secara langsung terhadap mahasiswa berkaitan dengan proses
pembelajaran dilakukan oleh peneliti baik pada pembelajaran di kelas maupun pada
sistem e-learning. Pengamatan dilakukan berdasarkan indikator kehadiran mahasiswa di
kelas, keaktifan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, keaktifan mahasiswa dalam
diskusi, memberikan pertanyaan, tanggapan dan respon terhadap proses belajar
mengajar di kelas.
Berdasarkan pengamatan secara langsung didapatkan adanya pengaruh yang
cukup signifikan antara penerapan pembelajaran model blended learning terhadap
motivasi belajar mahasiswa. Hal ini diindikasikan oleh tingkat kehadiran mahasiswa di
kelas mencapai 80 %. Selain itu aktivitas mahasiswa juga meningkat tidak hanya tingkat
kehadiran saja, tetapi terjadi peningkatan interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa
maupun dengan dosen. Setelah diadakan pembelajaran melalui e-learning mahasiswa
cenderung lebih aktif dalam bertanya, menanggapi permasalahan yang di bahas,
menjawab pertanyaan dari temannya, berdiskusi tentang topik-topik yang terkait dengan
perkuliahan.
2. Report Aktivitas Mahasiswa Pada E-Learning
Salah satu keunggulan dari penerapan pembelajaran dengan e-learning adalah
semua aktivitas dari pengguna (dosen dan mahasiswa) dapat direkam secara rinci oleh
sistem Learning Management System (LMS). Melalui fasilitas ini proses manajemen
kelas akan menjadi sangat mudah dan praktis. Dosen dapat lebih fokus untuk
mengembangkan konten pembelajaran dan interaksi dengan mahasiswa dari pada
mengurusi masalah administrasi pembelajaran.
Report yang dihasilkan oleh LMS hanya dapat dilihat dosen pengampu sehingga
dosen bisa mengetahui mahasiswa mana yang lebih aktif belajar melalui e-learning,
33
berapa lama dia mengakses, materi apa saja yang diakses dan apa saja yang dilakukan.
Semua aktivitas tercatat secara detail setiap saat terhadap apa yang dilakukan oleh
mahasiswa dan dosen. Dosen dapat mengecek aktivitas mahasiswa berdasarkan waktu
(hari), berdasar topik yang ada atau berdasar kegiatan lain yang dikembangkan.
Gambar x. Report aktivitas penguna pada E-Learning
3. Hasil Kuisioner
Pengukuran pengaruh dan dampak pembelajaran model blended learning
terhadap peningkatan motivasi mahasiswa dilakukan tidak hanya melalui pengamata
langsung dan laporan aktivitas pada e-learning melainkan juga menggunakan instrumen
kuisioner kepada mahasiswa. Kuisioner ini digunakan untuk mengukur 3 aspek
pengaruh penggunaan model pembelajaran blended learning terhadap motivasi belajar,
peningkatan interaksi dan kemanfaatannya bagi mahasiswa.
Berdasar kuisioner kepada mahasiswa yang menambil mata kuliah Medan
Elektromagnetik, didapat data sebagaiberikut:
34
Hasil kuisioner terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa penerapan model
blended learning ternyata memberikan kemanfaatan yang tinggi dengan skor 3,47 atau
86,7 % menyatakan sangat bermanfaat. Hal ini juga terjadi pada aspek interaksi dengan
hasil 3,83 atau 96 % serta motivasi yang mencapai skor 3,34 atau 83,4 %. Berdasarkan
pada skala likert, skor ini dapat dikategorikan pada tngkat sangat baik. Hal ini berarti
mahasiswa merasakan terjadinya peningkatan motivasi, kemanfaatan dan kualitas
interaksi dengan menggunakan pembelajaran model blended learning.
4. Tes
Untuk mengukur pengaruh model pembelajaran blended learning terhadap hasil
belajar mahasiswa dilakukan melalui tes (pre test dan post test). Pre tes dilakukan pada
saat sebelum dilakukan tindakan penerapan model blended learning, sedangkan post tes
dilakukan setelah mahasiswa melakukan treatmen menggunakan model blended
learning. Untuk menghindari bias dalam pengukuran, maka soal pre test dan post test di
buat berbeda disesuaikan dengan topik yang sudah diajarkan.
Hasil pre tes menunjukkan rata-rata mahasiswa mencapai nilai rerata 58,6. Nilai
rata-rata mahasiswa masih berada jauh di bawah standar yang ditetapkan yaitu 70.
Mahasiswa yang mencapai nilai di atas 70 jumlahnya sangat sedikit dengan kebanyakan
nilainya di bawah 50. Hasil post tes menunjukkan peningkatan nilai yang cukup
signifikan dengan rerata 73, 4. Walaupun masih ada beberapa mahasiswa yang
mendapatkan nilai kurang dari 70 akan tetapi prosesentasinya sedikit.
Berdasarkan uraian di atas, penerapan atau implementasi model blended
learning pada mata kuliah Medan Elektromagnetik pada pembelajaran di kelas dan
e-learning sudah dapat direalisasikan. Pembelajaran di kelas dilakukan di ruang RE 02,
sedangkan pembelajaran pada e-learning dilakukan oleh mahasiswa di berbagai tempat
yang bisa terhubung ke e-learning Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Elco Cyber
Class). Penerapan kuliah ini pada sistem e-learning meliputi akses materi mata kuliah,
No Aspek Jumlah item Skor Rerata Percentase
1 Kemanfaatan 5 3,47 86, 7 % 2 Interaksi 6 3,83 96, 0 % 3 Motivasi 8 3,34 83, 4 %
35
akses tugas, pengumuman dan informasi kuliah, mengerjakan latihan soal (kuis),
melihat tugas, mengumpulkan tugas, melakukan diskusi, sharing informasi dan
memperkaya pengetahuan melalui situs terkait. Hal ini cukup memberikan motivasi bagi
mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi mata kuliah ini berkaitan dengan bidang
ilmu terkait.
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa pertama kali harus dilakukan
peningkatan motivasi belajar. Motivasi beajar ternyata mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap hasil belajar. Motivasi belajar mahasiswa perlu dilakukan dengan
mengadakan analisis kebutuhan mahasiswa, pedekatan kepada mereka dan diskusi yang
intensif. Pada penelitian ini motivasi yang diberikan berupa kebutuhan untuk
mendapatkan kompetensi mata kuliah, mendapatkan nilai yang baik dan kebutuhan
untuk berprestasi. Upaya ini dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan agar hasil
yang dicapai sesuai dengan tujuan.
Peningkatan motivasi mahasiswa dapat dilihat dari indikator pada laporan pada
e-learning dimana terjadi peningkatan frekuensi dan waktu akses e-learning yang
berarti mahasiswa melakukan pembelajaran yang lebih banyak. Peningkatan motivasi
beajar ini mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kompetensi mahasiswa yang
ditandai dengan rata-rata skor tes mahasiswa dari 58,6 menjadi 73,4.
Model pembelajaran blended learning (kombinasi antara pembelajaran di kelas
dan e-learning) terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa dapat mengikuti perkuliahan di kelas
seperti biasa dan ditambah dengan kuliah melalui e-learning yang dapat dilaksanakan
secara bersamaan dengan teman lain dan dosennnya atau tidak. Mahasiswa dan dosen
mempunyai waktu 24 jam sehari selama 7 hari untuk memberikan kuliah kepada
mahasiswa baik secara sinkron maupun asinkron. Mahasiswa dapat berinteraksi dengan
mahasiswa lain dan dosen melalui fitur-fitur yang ada pada e-learning dan nantinya
didiskusikan di kelas. Keunggulan inilah yang mendorong motivasi belajar mahasiswa
meningkat yang secara langsung berdampak pada peningkatan hasil belajar mahasiswa.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengembangan media pembelajaran dan penelitian tindakan yang
dilakukan melalui model blended learning (kombinasi antara pembelajaran di kelas dan
e-learning), maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Adanya peningkatan motivasi belajar mahasiswa terhadap penerapan model blended
learning pada mata kuliah Medan Elektromagnetik di Jurusan Pendidikan Teknik
Elektro FT UNY yang ditunjukkan oleh tingkat kehadiran mahasiswa di kelas,
frekuensi belajar dan keaktifan mahasiswa dalam diskusi, bertanya dan memberikan
masukan. Hasil ini diperoleh melalui pengamatan di kelas dan report aktivitas
mahasiswa yang digenerate oleh e-learning.
2. Penerapan model blended learning pada mata kuliah Medan Elektromagnetik
memberikan manfaat yang signifikan terhadap motivasi mahasiswa yang
diindikasikan skor rata-rata hasil angket mahasiswa sebesar 3,34 pada skala likert.
3. Terjadi peningkatan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Medan
Elektromagnetik dari 58, 6 menjadi 73,4.
Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran kualitas pembelajaran mata kuliah Medan
Elektromagnetik pada sistem e-learning setelah sistem ini diimplementasikan.
2. Perlu dibuat mirror untuk mengantisipasi apabila server http://elektro-uny.net
mengalami gangguan.
3. Perlu disosialisasikan kepada dosen dan mahasiswa tentang pentingnya penerapan
mata kuliah melalui e-learning.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Alan, Jonathan Ritter & David Stavens, 2001 “The Online Learning Handbook,
Developing and Using web-Based Learning” New York : Stylus Pulishing
inc.
2. Ali, M, dkk, 2006 “Pengembangan E-Learning Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
FT UNY”, Laporan Penelitian Research Grant PHK A2 Diknik Elektro FT
UNY, Yogyakarta
3. Chu, Alan G; Thompson, Melody M; Hancock, Burton W, 1998, “The Mc Graw-
Hill Handbook of Distance Learning”, New York : McGraw-Hill
4. Eigen, 2001 “Engineering Outreach. Distance Education: Distance Education and
the WWW”, www.uidaho.edu/evo/dist11.html, February 2001
5. Elliott, John. (1991). Action research for educational change. Celtic Court: Open
University Press.
6. Farhad Saba, 2001, “Distance Education : An Introduction” . Saba & Associates.
2001 http://www.distance-educa-tor.com/portals/research_deintro.html
7. (http//www.apache.org).
8. (http//www.java.org).
9. (http//www.mysql.org).
10. Jogiyanto HM, 1989. “Analisis dan Desain”. Yogyakarta : Andi Offset.
11. Int, 1996 Chapter 1 : Introduction to Distance Learning;
http://www.indiana.edu/~scs/dl prime.html.
12. Pressman SR, 1982. “Software Engineering”. Singapore : McGraw-Hill.
13. Sudrajat, A, 2007, “Blog Konsultasi Motivasi”,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/konseling/teori-teori-motivasi
diambil pada tanggal 27 Agustus 2007.
14. Suderadjat, H (2004). ”Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi” . Bandung:
CV Cekas Cipta Grafika.
15. Sohn, B. (2005). E-learning and primary and secondary education in Korea. KERIS
Korea Education & Research Information Service, 2(3), 6-9.
16. Surjono, Herman. (2007). Pengantar e-learning dan implementasinya di UNY,
http://elearning.uny.ac.id
38
17. Thorne, K. (2003). Blended learning: How to integrate online and traditional
learning. London: Kogan Page.
39
LAMPIRAN TAMPILAN MEDIA PEMBELAJARAN MATA KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA SISTEM E-LEARNING
Tampilan Materi Medan Elektromagnetik pada e-learning
Tampilan Utama Media Pembelajaran Mata Kuliah Medan Elektromagnetik
40
Tampilan Materi Sistem Koordinat Tabung 3 dimensi
Tampilan Ilustrasi Gaya Listrik dalam bentuk Animasi
41
Tampilan Medan Listrik dalam bentuk Animasi
Tampilan Fluks Listrik Animasi
42
Tampilan Vektor Medan Magnet Animasi
Tampilan Animasi Induksi Elektromagnetik
43
Tampilan Menu Ujian
Tampilan Menu Tugas yang diberikan
44
LAMPIRAN REPORT AKTIVITAS E-LERANING