Post on 05-Jan-2016
description
Nama : Ahmad Alifan Fajri
Npm : 1346071001
Kisah Para Pengungsi dan perilaku negara
1.Perang di Suriah belum juga berhenti dan kini melahirkan isu terkait ‘kebijakan
penanganan’ pengungsi di beberapa negara Timur Tengah dan Eropa. Perang yang
berlangsung sejak 2011 ini sebenarnya dipicu oleh tindakan aparat rezim Bashar
al-Assad yang membunuh para demonstran pada bulan Maret di kota Deraa. Para
demonstran ini menyuarakan pergantian pimpinan di Suriah dan pembenahan
kesejahteraan rakyat di negara yang hampir selama 50 tahun dikuasai oleh partai
Baath. Partai ini adalah partai yang selama ini melanggengkan kekuasaan keluarga
Assad di Suriah. Presiden yang sekarang berkuasa, Bashar al-Assad, menjadi
presiden Suriah selepas ‘mewarisi’ kekuasaan dari ayahnya Hafez al-Assad
Sementara perang belum menunjukkan tanda bakal segera mereda, penduduk sipil
Suriah mengungsi ke luar dari negara mereka. Awalnya mereka mengungsi ke
negara-negara terdekat yang memang berbatasan langsung dengan Suriah. Pilihan
yang ada adalah Turki di sebelah utara, Lebanon di sebelah barat, Mesir lewat
jalur laut dari sebelah barat, Israel dan Yordania di sebelah selatan, kemudian Irak
di sebelah Tenggara. Bagi para pengungsi korban perang ini, migrasi ke arah
tenggara kecuali di daerah yang dikuasai etnik Kurdi jelas tidak mungkin karena
daerah Irak sebagian besarnya merupakan daerah yang sedang berkonflik. Dengan
demikian, pilihan yang mungkin akan diambil oleh para pengungsi ini keluar dari
negara mereka adalah hanya Turki, Lebanon, Mesir, dan Yordania.
Penduduk sipil Suriah harus mengungsi karena di Suriah tidak ada daerah yang
disepakati sebagai safe zone dan non-fly zone oleh pihak yang saling bertikai.
Kebanyakan pengungsi melarikan diri ke arah Turki karena perlakuan Turki
kepada para pengungsi korban perang disebut lebih baik dibandingkan negara-
negara sekitar yang lain selain betapa terbukanya Turki terhadap para pengungsi
yang masuk bahkan ada beberapa daerah yang jumlah penduduk Turki kalah
jumlah dengan para pengungsi –yang berisiko menimbulkan gejolak di Turki.
Kebijakan open door policy kepada para pengungsi Suriah oleh Erdogan membuat
banyak pengungsi lari ke Turki. Kebijakan inilah yang tidak dimiliki negara lain
di sekitar Suriah seperti Israel, Kuwait, dan Arab Saudi.
Turki juga dipilih karena dari Turki para pengungsi Suriah bisa berpeluang
‘menerobos’ ke Eropa. Di Eropa-lah, para pengungsi ini berharap mendapatkan
status asylum. Kecuali hanya untuk tinggal di kamp pengungsian, beberapa negara
Timur Tengah memiliki kebijakan yang sangat ketat terhadap pendatang dari luar
yang hendak mencari asylum. Negara-negara seperti Oman, Kuwait, Qatar
memiliki masalah serius dengan komposisi penduduk yang selama ini sudah
sumpek dengan para pekerja asing dari negara Asia Selatan dan ini berimbas pada
kebijakan asylum yang sangat ketat.
2.Pandangan konstruktivisme
Menurut konstruktivisme norma-norma sifatnya otonom dan norma
membentuk dan menentukan perilaku negara di dalam sistem internasional.
a)Norma tidak hanya berfungsi untuk mengatur (regulatory) namun lebih dari itu
membentuk (constitutive) perilaku negara.
b) Kepentingan agent didasarkan/ditentukan oleh konstruksi identitasnya yang
terbentuk di dalam/ melalui interaksi sosial.
c) Komunikasi antar aktor dan norma (moral norms) akan menentukan tingkah
laku aktor tersebut. Aktor akan cenderung berprilaku sesuai dengan norma yang
disepakati bersama.
d) Pentingnya perubahan sejarah internasional. Identitas agent akan berubah
sejalan dengan perubahan struktur internasional.
3.Solusi konstruktivisme
Konstruktivisme berusaha menjembatani kedua posisi dua varian
konstruktivisme yang bertolak belakang di atas dengan jalan melihat domestik dan
internasional sebagai dua aspek berbeda dari tatanan sosial dan politik yang sama.
Konstruktivis holistik berusaha menjelaskan dinamika perubahan global ¾
terutama dalam kaitannya dnegan muncul dan hancurnya negara berdaulat ¾
melalui hubungan timbal balik antara negara dan tatanan global tersebut.. Karena
besarnya perhatian terhadap transformasi-transformasi yang bersifat global dan
besar, varian konstruktivisme cenderung bersifat strukturalis dan mengabaikan
aspek agency sebagai salah satu preposisi ontologis konstruktivisme. Dalam artian
ini, gagasan, norma maupun budaya dipahami memiliki peran yang sangat penting
dalam sebuah transformasi, tetapi terlepas dari keinginan, pilihan ataupun
tindakan manusia.
4.Menurut teori neorealis
Neorealis selalu memandang realitas hubungan internasional sebagai
sesuatu yang anarkis. Kondisi tersebut sifatnya given (ada dengan sendirinya)
baik keberadaannya dan sifatnya yang permissive. Konsep “permissive” merujuk
pada kondisi yang memungkinkan negara-negara untuk berperang. Dalam konteks
ini perang terjadi karena tidak ada yang mencegah negara-negara untuk berperang.
Sifat alamiah manusialah atau keadaan politik domestik negara predator yang
menyebabkan terjadinya konflik. Jadi jika negara A menyerang negara B,
kemudian B melakukan tindakan defense, maka itu disebabkan semata-mata
hanya oleh faktor sifat alamiah manusia atau politik domestik. Jadi sistem
internasional yang anarkis dan negara adalah sesuatu yang terpisah dan tidak
saling mempengaruhi. Semua perilaku negara terjadi di dalam sistem anarkis itu
tanpa ada pengaruh apapun dari perilaku negara-negara terhadap sistem tersebut.
Neorealis tidak melihat bahwa “practices” negara menentukan karakter anarchy.
Dalam pandangan neorealis anarchy adalah sistem yang sifatnya self- help dan
ditentukan oleh persaingan power politics, di mana keduanya adalah given oleh
struktur sistem negara.
Konstruktivis tidak dalam posisi untuk menolak asumsi anarkis itu, namun
memberikan argumen bahwa terjadi interaksi antar negara di dalam sistem anarkis
tersebut. Dalam proses interaksi terjadi proses saling mempengaruhi antar negara
sehingga memberikan “bentuk” terhadap struktur internasional. Dalam interaksi
itu negara membawa subyektifitas masing-masing yang didasarkan pada meanings
yang dimiliki. Proses interaksi menyebabkan terjadinya interaksi subyektifitas,
dan kesepahaman tentang persepsi atau pengakuan identitas pihak lain--- yang
selanjutnya disebut others dan diri sendiri (negara) disebut self—memunculkan
konsep intersubyektifitas. Intersubyektifitas menyangkut kesepakatan ataupun
pengakuan terhadap meanings bersama atau collective meanings. Masing-masing
pihak di dalam proses interaksi telah sepakat tentang “sesuatu” yaitu bisa berupa
musuh, teman, ancaman, atau kerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
http://dipanugraha.org/2015/09/06/perang-di-suriah-dan-kisah-para-pengungsi/
http://yoesoef14.wordpress.com/2009/06/22/konstruktivisme/ .
www.awanxhi.wordpress.com