Post on 17-Nov-2020
KENDALA PEMERINTAH DALAM UPAYA PENERTIBAN TANAH
TERLANTAR UNTUK KEPENTINGAN UMUM DITINJAU DARI
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG
PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR
(STUDI KASUS DI KABUPATEN MOJOKERTO)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Oleh:
ABRIAN YUSUF SATRIA ARGANATA
125010107111193
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2017
IKHTISAR RIWAYAT HIDUP
(Curriculum Vitae)
A. DATA PRIBADI
Nama lengkap : Abrian Yusuf Satria Arganata
Nama panggilan : Brian Alamat rumah : JL. Dr. Setiabudi No 11 Gresik
Hand Phone : 085853405963 Alamat orang tua : JL. Dr. Setiabudi No 11 Gresik
Susunan keluarga : Anak ke1 dari 3 bersaudara
Tempat/Tanggal lahir : Gresik, 05 Oktober 1992 Bahasa yang dikuasai : Indonesia
Agama/Suku/Warga : Islam / Jawa / Warga Negara Indonesia No K.T.P/Dikeluarkan : 3525160510920002/ 05 Oktober 2019
Status Pernikahan : Belum Menikah
Kesehatan : Baik (sehat, tidak buta warna dan tidak ada cacat fisik)
Golongan Darah : B Tinggi / Berat badan : 163 cm / 63 kg
Alamat E-mail : briansatria92@gmail.com
B. PENDIDIKAN
(2000-2006) SDN. SIDOKUMPUL 1 GRESIK
(2006-2009) SMP. NEGERI 3 GRESIK (2009-2012) SMA. NEGERI 1 GRESIK
(2012-sekarang) UNIVERSITAS BRAWIJAYA,
Fakultas Hukum C. PENGALAMAN KERJA BPN Mojokerto (2016) D. KUALIFIKASI Software dan Operating System : Windows dan Office
E. ORGANISASI FORMAL
1. Organization of Law Student Asia/ALSA (2012-2014)
F. ORGANISASI NON FORMAL
1. Sekolah Extra: Bina Bola Persegres (2006-2011) 2. Purwacaraka Music School (2008-2011) 3. Abunawas Futsal Club (2011-2015)
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Rachmad syafa’at, S.H., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya;
2. Bapak Dr. Budi Santoso, S.H.,LL.M. Phd., selaku Kepala Bagian Hukum
Perdata;
3. Bapak Dr. Imam Koeswahyono, S.H., Mhum., sebagai pembimbing utama atas
bimbingan, motivasi, dan nasihat. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
4. Bapak M.Hamidi Masykur, S.H.,M.Kn., sebagai pembimbing pendamping atas
bimbingan dan ketelitian beliau. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
5. Bapak Dr. Abdul Madjid, S.H., M.Hum., sebagai penasihat sehari-hari yang
terus memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. Semoga Allah SWT
selalu memberikan kesehatan kepada beliau.
6. Juga rasa terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua penulis,
bapak Drs. H. Andri Satrio, S.H., Mm dan ibu Dra. Hj. Eny Soesiana, Mm, atas
nasihat, motivasi, dan do’a.
7. Kemudian Adik tercinta Gilang Fajar Satria Ramadhan dan Nadia Shavira
Satria Brilian, atas motivasi, dukungan dan do’a
8. Kepada Feny Dyah Ayu Romadhoni Syamsiyah, S.Ikom., yang telah sabar serta
memberikan semangat, motivasi dan do’a.
9. Kepada Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
yang telah mendidik, membantu, dan memberikan kemudahan penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman-taman Fakultas Hukum angkatan tahun 2012, dan teman
seperjuangan penulis yang telah membantu dan mensuport dalam menyelesaikan
tugas akhir ini, dan pihak-pihak lain yang mendukung penulisan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan semua.
ABSTRAK
Abrian Yusuf Satria Arganata, Hukum Agraria, Fakultas Hukum, Universitas
Brawijaya, Malang. Kendala Pemerintah Dalam Upaya Penertiban Tanah Terlantar
Untuk Kepentingan Umum Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Studi Kasus di
Kabupaten Mojokerto). Dr. Imam Koeswahyono, SH., MHum., M. Hamidi Masykur,
SH.,Mkn.
Skripsi ini membahas tentang fenomena adanya tanah terlantar di Kabupaten
Mojokerto. Dalam skripsi ini juga menganalisis apa saja upaya hukum yang telah dan
akan dilaksanakan oleh Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Mojokerto selaku
perwakilan pemerintah yang berwenang dalam urusan pertanahan agar tanah terlantar
tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia, baik untuk tempat tinggal maupun
pangan papan ataupun sebagai tempat yang menghasilkan guna bagi kepentingan
umum. Namun dengan adanya fenomena penelantaran tanah, tanah yang seharusnya
dapat dimanfaatkan untuk kebaikan bersama menjadi sia-sia dan tidak dapat diambil
manfaatnya.
Berdasarkan hal tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: Apa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto?
Serta bagaimana upaya hukum yang telah dan akan dilakukan dalam penyelesaian
tanah terlantar yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Mojokerto agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kepentingan umum.
Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis empiris dengan maksud dan
tujuan untuk menemukan fakta, diteruskan dengan menemukan masalah, identifikasi
masalah dan yang terakhir untuk penyelesaian masalah.
Berdasarkan hasil pembahasan diketahui bahwa faktor utama penyebab
terjadinya tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto adalah masalah dana atau ekonomi.
Perusahaan atau investor yang terbukti menelantarkan tanahnya kesulitan dana untuk
mengelola tanah tersebut. Sedangkan upaya yang dilakukan oleh BPN adalah
memberikan sanksi sehingga tanah yang terlantar tersebut akan langsung dikuasai oleh
negara dan selanjutnya akan di redistribusikan kepada masyarakat yang dianggap lebih
mampu dalam memanfaatkan tanah negara bekas tanah terlantar tersebut dengan benar.
Kata Kunci: Tanah Terlantar, Badan Pertanahan Nasional, Kepentingan Umum.
ABSTRACT
Abrian Yusuf Satria Arganata, Agrarian Law, Faculty of Law, Brawujaya University,
Malang. Governments’ Obstacles on Abandoned Lands Policing Efforts for Public
Benefit Seen on Government Regulation No 11 Year 2010 about Policing and
Utilizing Abandoned Land ( Study Case in Mojokerto). Dr. Imam Koeswahyono, SH.,
MHum., M. Hamidi Masykur, SH.,Mkn.
This thesis discussed about abandoned land phenomenon in Mojokerto, East
Java. This thesis also analize law efforts that have been done and will be done in the
future by National Land Authority as the goverment’s representation in the field of land
matters so the abandoned land can be used for public benefit. This is motivated by the
importance of land for the mankind as the place to grow crops, housing or as the place
that can be benefitting for mass public. But, because of the existence of abandoned
land, the land that can be used for broad benefit became waste and we cannot take the
advantage.
Based on that above event, this scientific paper brings in formulation problem
below: What factors that boost the phenomenon of abandoned land in Mojokerto? And
what efforts that have been done and will be done in the future by National Land
Authority so that thus land can be benefits for public mass. The writing of this paper
use Juridical empiric method with the meand and purpose of finding facts, followed by
finding problems, identification of the problem and the last one is problem solving.
Based on the results of the discussion, revealed that the factors behind
abandoned land phenomenon in Mojokerto is money. Company that proven to
abandoned their land dont have enough funds to manage the land. Thus resulted in
abandoning their property. On the other hand National Land Authority on their efforts
to policing abandoned land that occurs in their territory refer to Government
Regulation No 11 Year 2010 about Policing and Utilizing Abandoned Land. If the
company proved to deliberately abandon their land, National Land Authority will give
them strict sanctions by possessing the abandoned land and those land will be
redistribute to public who considered to be able to utilize the land properly.
Keywords: Abandoned Land, National Land Authority, Public Benefit.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Skripsi dengan judul: Kendala Pemerintah
Dalam Upaya Penertiban Tanah Terlantar Untuk Kepentingan Umum Ditinjau Dari
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban Dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Studi Kasus di Kabupaten Mojokerto). Adapun
tujuan dari disusunnya Laporan Tugas Akhir Skripsi ini adalah untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dan kesuksesan dalam menyusun Laporan
Tugas Akhir ini adalah berkat dukungan dari berbagai pihak. Penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama dari
mereka. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. Rachmad syafa’at, S.H., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya;
2. Bapak Dr. Budi Santoso, S.H.,LL.M. Phd., selaku Kepala Bagian Hukum
Perdata;
3. Bapak Dr. Imam Koeswahyono, S.H., Mhum., sebagai pembimbing utama atas
bimbingan, motivasi, dan nasihat. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
4. Bapak M.Hamidi Masykur, S.H.,M.Kn., sebagai pembimbing pendamping atas
bimbingan dan ketelitian beliau. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
5. Bapak Dr. Abdul Madjid, S.H., M.Hum., sebagai penasihat sehari-hari yang
terus memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. Semoga Allah SWT
selalu memberikan kesehatan kepada beliau.
6. Juga rasa terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua penulis,
bapak Drs. H. Andri Satrio, S.H., Mm dan ibu Dra. Hj. Eny Soesiana, Mm, atas
nasihat, motivasi, dan do’a.
7. Kemudian Adik tercinta Gilang Fajar Satria Ramadhan dan Nadia Shavira
Satria Brilian, atas motivasi, dukungan dan do’a
8. Kepada Feny Dyah Ayu Romadhoni Syamsiyah, S.Ikom., yang telah sabar serta
memberikan semangat, motivasi dan do’a.
9. Kepada Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
yang telah mendidik, membantu, dan memberikan kemudahan penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman-taman Fakultas Hukum angkatan tahun 2012, dan teman
seperjuangan penulis yang telah membantu dan mensuport dalam menyelesaikan
tugas akhir ini, dan pihak-pihak lain yang mendukung penulisan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan semua.
Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses
pembuatan skripsi ini melakukan kesalahan baik yang sengaja maupun tidak disengaja.
Penulis yakin skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sehingga masukan dan
kritik akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini.
Malang, Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ..................................................................................... i
Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................. iii
Daftar Isi ...................................................................................................... v
Daftar Tabel ................................................................................................ viii
Ringkasan ...................................................................................................... ix
Summary ...................................................................................................... x
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan ............................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Umum Tentang Hak-Hak Atas Tanah ........................................... 11
B. Kajian Umum Tentang Asal Tanah pada Hak-Hak Atas Tanah ............... 15
C. Kajian Umum Tentang Tanah Terlantar ................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................................ 23
B. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 23
C. Jenis dan Sumber Data ..............................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 26
E. Populasi dan Sampel ................................................................................. 27
F. TeknikAnalisis Data .................................................................................. 29
G. Defenisi Operasional .................................................................................. 29
BAB IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A.1. Gambaran Umum Kabupaten Mojokerto .......................................... 31
A.2. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Mojokerto .......................................................................................... 34
A.2.1. Profil Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto ............. 34
B. Realitas Data Tanah Terlantar di Kabupaten Mojokerto ............................ 36
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tanah Terlantar di Kabupaten
Mojokerto .................................................................................................. 43
C.1. Pendapat Warga Masyarakat Yang Menggarap Tanah Bekas Hak
Guna Usaha (HGU) PT.Tjipendawa Kahuripan ............................... 47
C.2. Pendapat Perwakilan Pemegang Hak Guna Usaha PT.Tjipendawa
Kahuripan .......................................................................................... 51
C.3. Kronologi PT.Tjipendawa Kahuripan Mendapatkan Tanah di Desa Cembor,
Kecamatan Pacet Menurut Kepala Desa Cembor ............................. 53
C.4. Faktor Utama Penyebab Terjadinya Tanah Terlantar Yang
Dilakukan PT.Tjipendawa Kahuripan di Kabupaten Mojokerto ...... 55
D. Upaya Hukum Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Dalam
Penyelesaian Kasus Tanah Terlantar Di Kabupaten Mojokerto Agar
Dapat Dimanfaatkan Untuk Kepentingan Umum ..................................... 58
D.1. Proses Pendataan Administratif ........................................................ 59
D.2. Proses Analisis Data Tanah Yang Diindikasikan Terlantar .............. 52
D.3. Kesimpulan Hasil Penelitian Tim Identifikasi Tanah Terlantar ........ 63
D.4. Prosedur Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Yang Dilakukan
Oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto ............................... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 68
B. Saran ....................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel A.1 Tabel Penelitian Sebelumnya Yang Mengangkat Pokok
Permasalahan Mengenai Tanah Terlantar ............................................ 8
Tabel B.1 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan
Kabupaten Mojokerto Tahun2011 ....................................................... 38
Tabel B.2 Inventaris Data Tanah Yang Terindikasi Terlantar Kabupaten
Mojokerto Tahun 2013 ......................................................................... 39
Tabel D1. Data Tekstual Hasil Identifikasi dan Penelitian ................................... 61
Tabel D2. Data Subjek dan Objek Tanah .............................................................. 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan kebutuhan mutlak umat manusia, karena hukum merupakan
himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur
tata kehidupan bermasyarakat. Tanpanya tidak akan ada kehidupan yang teratur dan
orang yang melanggar tidak akan diberikan hukuman. Dalam lingkungan kerja, rumah
tangga maupun kehidupan berbangsa dan bernegara kita membutuhkan aturan yang
tegas dan bersifat memaksa yang mengikat masyarakat demi tercapainya keteraturan.
Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus di
taati oleh masyarakat itu.1 Hukum memiliki banyak bagian, salah satunya adalah
Hukum Agraria dimana Hukum Agraria berarti berhubungan dengan tanah air atau
batas-batas wilayah. Dalam UUPA, agraria memiliki arti yang luas yakni meliputi air,
bumi dalam batas-batas tertentu yang juga meliputi ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya. Sedangkan dalam arti yang sempit hukum tanah atau
hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau
pertanian.
1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1979), hlm. 38.
Tanah dapat dikatakan sebagai suatu modal utama di negara yang 80%
penduduknya masih berpenghasilan dari sektor pertanian, maka wajarlah apabila
pengaturan atas penguasaan dan pemilikan tanah diatur sedemikian rupa, agar sesuai
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.2
Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia
itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah dan
memperoleh pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Sedangkan jumlah tanah
yang dapat dikuasai oleh manusia sangat terbatas oleh karena semakin bertambah
banyak jumlah manusia yang memerlukan tanah untuk kebutuhan perumahan serta
kebutuhan-kebutuhan lainya.
Akan tetapi dalam realitanya, selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini
kasus-kasus tanah justru semakin meningkat pesat baik dalam kuantitasnya maupun
cakupan wilayahnya.3 Salah satu dari beberapa kasus-kasus tanah yang ada, terdapat
kasus tanah yang berkaitan dengan penelantaran tanah. Kasus tanah terlantar seperti
contoh kasus yang terjadi di kabupaten Mojokerto. Lahan dan bangunan yang
ditetapkan sebagai tanah terlantar antara lain berdasarkan putusan PTTUN Surabaya
dalam tingkat proses banding Nomor 01/B/2014/PT.TUN.SBY Tahun 2014 Panitia C
2 Imam Koeswahyono & Tunggul Anshari Setianegara, Bunga Rampai Politik dan Hukum
Agraria di Indonesia, UM Press, Malang, 2000, hlm. 53 3 Imam Koeswahyono & Tunggul Anshari Setianegara, Bunga Rampai Politik dan Hukum
Agraria di Indonesia, UM Press, Malang, 2000, hlm. 53
Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar vs PT.Mojokerto Industrial Park Provinsi
Jawa Timur.4
Padahal jelas bahwa peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan
manusia akan semakin meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk
kegiatan usaha. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan
manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka jelas akan meningkat pula kebutuhan akan adanya dukungan berupa
jaminan kepastian hukum dalam bidang pertanahan.
Fenomena ini menarik dicermati karena sesungguhnya telah tersedia perangkat
kaidah hukum yang dapat di aplikasikan dalam persoalan konkret, yakni Pasal 6
Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 bahwa semua hak atas tanah
berfungsi sosial. Sebagai perangkat kaidah operasional diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dan Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar. Dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 khususnya dalam Pasal 2,
di situ disebutkan, terlantar bermakna :
4 http//putusan.mahkamahagung.go.id, putusan PTTUN Nomor 01/B/2014/PT.TUN.SBY
Tahun 2014 Panitia C Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar vs PT Mojokerto Industrial Park
Provinsi Jawa Timur. Diakses pada tanggal 17 Juni 2016
“...dengan sengaja tidak dimanfaatkan atau diusahakan pemegang haknya
sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara baik
atau tidak dipergunakan sesuai peruntukan hak atas tanahnya.
Demikian pula sanksi telah tegas dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No.
11 tahun 2010 Pasal 9, terhadap tanah terlantar status hukum tanahnya menjadi
langsung dikuasai oleh negara dan kepada subjek pemegang haknya diberikan kembali
atas bagian tanah yang benar-benar diusahakan. Sebelumnya diperlukan adanya
tindakan identifikasi dan kewajiban pemegang hak untuk memberikan keterangan atau
alasan mengapa objeknya ditelantarkan.
Selain sanksi tegas yang terdapat dalam pasal 9 PP No. 11 Tahun 2010 terdapat
juga penegasan tentang akibat hukum dari terlantarnya tanah yang sudah diatur didalam
Undang-undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
1. Pasal 15 yang menyatakan bahwa pemeliharaan tanah adalah kewajiban tiap-
tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah;
2. Pasal 27 yang menentukan bahwa hak milik hapus apabila tanahnya jatuh
kepada Negara karena ditelantarkan;
3. Pasal 34 yang menyatakan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) hapus karena
ditelantarkan; Pasal 40 yang menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB)
hapus karena ditelantarkan.
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau sekarang berubah menjadi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2015 tentang Kementerian Agraria yang berfungsi
Tata Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan
Nasional yang ditetapkan pada tanggal 21 Januari 2015 dan berlaku sampai dengan
sekarang selaku instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas masalah pertanahan
khususnya masalah tanah terlantar maka BPN mengeluarkan beberapa peraturan, di
antaranya adalah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI nomor 2 Tahun
2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan tanah, serta sebagai pendukung
operasional agar Peraturan Kepala BPN tersebut tetap bisa diawasi dan dapat terlaksana
dengan baik maka diundangkan juga Peraturan Pemerintah yang lain yang mendukung
PERKABAN tersebut, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, serta Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2015
tentang Izin Lokasi. Dan di dalam pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 2015 yang menjelaskan
sebagai berikut; “ Tanah yang sudah di peroleh wajib dimanfaatkan atau digunakan
sesuai dengan peruntukanya” dan sudah sangat jelas sesuai dengan Peraturan Menteri
Agraria tersebut mempunyai tujuan bahwa pemberian izin lokasi manfaat besaranya
harus bisa dirasakan bersama secara umum mencakup semua kalangan masyarakat
karena pada dasarnya tanah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas penulis mengajukan
rumusan masalah. Maka dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tanah terlantar di Kabupaten
Mojokerto ?
2. Bagaimana upaya hukum yang telah dan akan dilakukan dalam penyelesaian
tanah terlantar yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
agar dapat dimanfaatkan sebagai kepentingan umum ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentu mempunyai tujuan yang jelas, tentang apa yang hendak
dicapai dalam suatu penelitian sedikit banyak akan menunjukan kualitas dari penelitian
tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya tanah
terlantar yang terjadi di Kabupaten Mojokerto.
2. Untuk Mengetahui dan menganalisa upaya-upaya penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar yang terjadi di Kabupaten Mojokerto.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
secara teoritis dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang
hukum pertanahan mengenai aturan yang mengatur Tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar khususunya pemanfaatan tanah terlantar.
b. Sebagai referensi ilmu untuk penelitian yang berkaitan dengan tanah
terlantar apakah dalam implementasi hukumnya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Sebagai ilmu yang bermanfaat dan dapat menambah ilmu bagi masyarakat
di seluruh wilayah Indonesia dan khususnya untuk masyarakat di
Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh pengetahuan pentingnya
pemanfaatan tanah terlantar untuk kepentingan umum sesuai dengan
peruntukanya.
b. Bagi Pemerintah
No Tahun
Penelitian
Nama Peneliti dan
Asal Instansi
Judul
Penelitian
Rumusan Masalah Keterangan
1. 2006 Yustinasari
Abimanyu
(0210103169).
Universitas
Brawijaya
Penyelesaian
Tanah Hak
Guna
Bangunan
Yang Terlantar
1.Apa faktor-faktor
yang menyebabkan
terjadinya
penelantaran tanah
Hak Guna
Bangunan (HGB)
yang dilakukan oleh
pemilik tanah di
Kabupaten
Sidoarjo?
2.Bagaimana upaya
yang telah dan akan
dilakukan dalam
penyelesaian yang
dilakukan oleh
Kantor Pertanahan
Kabupaten Sidoarjo
terhadap
penelantaran tanah
Hak Guna
Bangunan (HGB)?
Dalam
penelitian ini
Yustinasari
berfokus
kepada
penyelesaian
Hak Guna
Bangunan
(HGB) yang
ditelantarkan di
Kabupaten
Sidoarjo.
Sedangkan
penelitian
penulis
berfokus
terhadap upaya
pemerintah
dalam
menyelesaikan
masalah
penelantaran
tanah di
Kabupaten
Mojokerto.
2. 2008 Charles .R. Doy
(0210103038)
Universitas
Brawijaya
U Universitas
B
r
a
w
i
j
a
y
a nivers
Efektifitas
Peraturan
Pemerintah No.
36 Tahun 1998
Tentang
Penertiban dan
Pendayagunaan
Tanah
Terlantar
1. Bagaimana
efektifitas Peraturan Pemerintah No. 36
Tahun 1998
Tentang Penertiban
dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar
2. Apa saja
hambatan dalam
efektifitas Peraturan
Pemerintah No. 36
Tahun 1998
Tentang Penertiban
dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar dan
bagaimana
solusinya?
Dalam penelitian ini, Charles
berfokus pada bagaimana
efektifitas Peraturan
Pemerintah No.36 Tahun 1998
Tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah
Terlantar.
Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
terfokus dalam permasalahan
tanah terlantar di Kab. Mojokerto
Dapat digunakan sebagai pertimbangan dan referensi pemerintah dalam
menyusun regulasi hukum untuk upaya-upaya preventif oleh berbagai
pihak dalam melakukan penertiban tanah terlantar.
Tabel A.1 Tabel Penelitian Sebelumnya yang Mengangkat Pokok
Permasalahan Mengenai Tanah Terlantar.
E. Sistematika Penelitian
BAB I : PENDAHULUAN
Bagian ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat
penelitian, dan tujuan penelitian yaitu Upaya Pemanfaatan tanah yang telah
ditelantarkan oleh investor.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bagian ini berisi tentang kajian umum tentang aturan-aturan dan pendapat para ahli
yang mencakup luas tentang tanah terlantar, kajian umum hak-hak atas tanah, ruang
lingkup hak atas tanah, asal hak atas tanah, hak penguasaan atas tanah, pengertian
pemilikan tanah, kajian umum tentang tanah terlantar, faktor penyebab adanya tanah
terlantar, kriteria tanah terlantar, obyek tanah terlantar, penetapan tanah terlantar,
pendayagunaan tanah terlantar
BAB III: METODE PENELITIAN
Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, jenis pendekatan,
alasan pemilihan lokasi, jenis dan sumber data, teknik memperoleh data, sampel dan
populasi, teknik analisa data serta definisi operasional.
BAB IV: PEMBAHASAN
Berisi tentang deskriptif data dan pembahasan yang berisi jawaban dari rumusan
masalah yang merupakan hasil penelitian yang meliputi upaya yang dilakukan,
kendala serta solusi terkait pendayagunaan tanah terlantar.
BAB V: PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian terakhir penelitian ini berisikan tentang kesimpulan
dan saran mengenai upaya penanggulangan yang seharusnya dilakukan.
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai imformasi dan bermanfaat
menambah pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Umum tentang Hak-hak atas Tanah
Dasar ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 16
Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hal yang disebutkan antara lain:
1. Ruang Lingkup Hak Atas Tanah
Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan mengenai hak-hak atas tanah dan
macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1
dan pasal 53. Pasal 4 ayat 1 berbunyinya sebagai berikut:
“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal
2, ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-
badan hukum.”
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang
dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan. Demikian pula wewenang dalam
memanfaatkan bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 di atas ditentukan dalam pasal
16 ayat 1, yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah :
a. Hak Milik,
b. Hak Guna Usaha ,
c. Hak Guna Bangunan,
d. Hak Pakai,
e. Hak Sewa,
f. Hak Membuka Tanah
g. Hak Memungut Hasil Hutan,
h. Hak-Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang
disebutkan dalam pasal 53.
Hak-hak atas tanah yang sifatnya sementara tersebut diatur dalam pasal 53 yang
berbunyi sebagai berikut:
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1
huruf h, ialah hak gadai, hak guna usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak
sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam
waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan yang
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini.
Hak-hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat
diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga negara
asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum privat maupun badan
hukum publik.1
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dimiliki oleh pemegang hak
atas tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu2:
1. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya. Termasuk juga tubuh
bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas tertentu menurut
UUPA dan peraturan hukum yang lain yang lebih tinggi. Maksud dari peraturan
1 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm.
87 2 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm.
87
hukum yang lebih tinggi adalah bisa berupa Peraturan Pemerintah atau
Keputusan Presiden (KEPPRES).
2. Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak
atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk
kepentingan pertanian, dan atau mendirikan bangunan. Wewenang pada tanah
Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan
bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. Wewenang pada Hak Guna Usaha
adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang
pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.73 Maksudnya adalah
wewenang yang bersifat khusus dalam menggunakan Hak atas tanah sesuai
dengan peruntukanya.
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 jo Pasal 53 Undang-
Undang Pokok Agraria, yang dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu :
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap.
Yaitu hak-hak atas tanah ini akan ada selama UUPA masih berlaku atau
belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Macam-macam hak atas
tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
3 Ibid, hlm.87
Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut
Hasil Hutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang
Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan
undang-undang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Yaitu hak atas tanah yang sifatnya hanya sementara, dalam waktu yang
singkat dan akan dihapuskan karena mengandung sifat-sifat pemerasan,
mengandung sifat feudal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-
macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai/Gadai Tanah, Hak Guna Usaha
Bagi Hasil/Perjanjian Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah
Pertanian.
Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA tidak
bersifat limitatif, artinya disamping hak-hak atas tanah yang disebutkan UUPA, kelak
dimungkinkan lahirnya hak atas tanah baru yang diatur secara khusus dengan undang-
undang. Agar dapat mengantisipasi adanya. Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA ini maka
diundangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 tentang
Hak Guna Usaha dan Hak Pakai atas tanah. Peraturan Pemerintah ini dibuat untuk dapat
mengantisipasi lahirnya hak atas tanah baru yang diatur secara khusus dalam undang-
undang.
Dengan demikian, jelas bahwa hak atas tanah diberikan kepada perseorangan
baik Warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing, sekelompok orang secara
bersama-sama dan badan hukum privat maupun badan hukum publik untuk dapat
digunakan sesuai dengan kepemilikan hak atas tanah yang sesuai dengan wewenang
yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya. Wewenang yang
dimaksud adalah wewenang untuk menggunakan tanah sesuai dengan hak atas
tanahnya, tujuanya adalah agar tanah yang dikerjakan dapat dikerjakan atau di garap
sesuai dengan SK Hak dan pada akhirnya tanah tersebur menjadi lebih bermanfaat,
karena dikerjakan sesuai dengan peruntukannya.
B. Kajian Umum tentang Asal Tanah dalam Hak atas Tanah
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:4
a. Hak atas tanah yang bersifat primer
Hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah
Negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara.
b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder
Hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak atas tanah yang berasal dari
tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan Atas
4 Ibid. Hlm. 89
Tanah, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas
Nama Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha
Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Pembagian asal tanah hak atas tanah dibuat bertujuan agar dapat memisahkan
hak atas tanah yang dikuasai Negara, dengan hak atas tanah milik hak milik
individu/badan hukum. Sehingga secara tidak langsung asal tanah menentukan
kepemilikan tersebut.
C. Kajian Umum tentang Tanah Terlantar
Tanah terlantar dapat dimengerti sebagai tanah yang sudah diberikan hak oleh
negara berupa Hak Milik, hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah, yang tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan
pemberian hak atau dasar penguasaannya.5 Penertiban tanah terlantar adalah proses
penataan kembali tanah terlantar agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk
kepentingan masyarakat dan negara.6
Sebagai salah satu faktor produksi, tanah mempunyai kedudukan yang amat
penting dalam kehidupan manusia. Hal demikian dapat dimaklumi bahwa manusia
akan senantiasa memerlukan tanah untuk memenuhi kebutuhannya akan sumber
5 Peraturan Kepala BPN RI No. 4 Tahun 2010, Bab 1, Pasal 1 Ayat 6 6 Peraturan Kepala BPN RI No. 4 Tahun 2010, Bab 1, Pasal 1 Ayat 7
pangan dalam hal ini pertanian, serta untuk pemukiman dan untuk pemakaman.7 Dalam
kenyataanya tidak semua manusia terpenuhi kebutuhanya akan tanah. Hal demikian
diakibatkan adanya antinomi bahwa di satu sisi lain permintaan akan bertambah karena
peningkatan laju pertambahan penduduk.8 Permasalahan yang muncul dengan adanya
antinomi tersebut adalah masih terdapatnya bidang-bidang yang keadaanya terlantar
atau dalam bahasa asing disebut abandoned land. Jika tidak mendapatkan penanganan
dengan penuh perhatian, hal tersebut nantinya akan menggangu jalanya pembangunan.9
Proses suatu bidang tanah menjadi tanah terlantar tidak begitu saja terjadi,
namun terdapat faktor-faktor yang menyebabkan tanah tersebut menjadi tanah
terlantar. Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah:
A. Faktor-faktor Penyebab Adanya Tanah Terlantar
Tanah terlantar menurut konsepsi hukum adat terjadi karena dua faktor penyebab
yakni:10
1) Karena peperangan atau atau bencana alam hubungan hukum antara subjek
(pemegang hak) dengan objek (tanahnya) menjadi hilang.
2) Karena faktor obyek (tanahnya) keadaan menjadi tandus, karena bencana
alam sehingga ditelantarkan.
7 Opcit. hlm. 109. 8 Opcit. hlm. 109. 9 Imam Koeswahyono & Tunggul Anshari, hlm. 109 10 Opcit. hlm.56.
Kedua faktor di atas sangat rasional, karena tidak ada unsur kesengajaan
pemegang hak atas tanah dalam penelantaran tanah sehingga dapat dimaklumi
keberadaan tanah terlantar menurut konsepsi hukum adat. Sedangkan menurut hukum
positif yang berlaku di Indonesia tidak dapat dimaklumi tentang tanah terlantar
tersebut. Alasanya ketika tanah tersebut ditelantarkan oleh pemilik atau pemegang hak
atas tanah baik itu dengan sengaja atau tidak sengaja, maka tanah terlantar tersebut
status kepemilikanya menjadi langsung dikuasai oleh Negara. Kesimpulanya menurut
hukum positif yang berlaku di Indonesia, faktor penyebab tanah terlantar menurut
konsepsi hukum adat tidak dapat di toleransi, karena apabila sebidang tanah
ditelantarkan dengan cara sengaja atau tidak sengaja atau alasan yang lain seperti
adanya peperangan atau bencana alam yang menyebabkan tanah menjadi terlantar,
karena alasan tersebut tidak diatur di dalam Pasal 2 PP No 11 Tahun 2010.
Apabila tanah tersebut terbukti ditelantarkan maka negara berhak untuk
menguasainya, dan negara akan memberikan status hak kepada pengelolah tanah yang
telah mengelolah tanah tersebut selama tanah tersebut ditelantarkan oleh pemegang hak
yang lama, karena dianggap lebih bisa memanfaatkan tanah.
B. Kriteria Tanah Terlantar
Pandangan yang lebih komprehensif mengenai tanah terlantar adalah telaah dari
Sumardjono yang menentukan tiga kriteria tanah terlantar yaitu :
1) Segi objeknya, yaitu keadaan fisik tanahnya serta penggunaanya.
2) Segi subjek atau pemegang haknya ada atau tidaknya kesengajaan untuk
menelantarkan tanahnya atau ada keterpaksaan menelantarkan tanahnya.
3) Segi jangka waktunya, bila dilihat dari usaha yang seharusnya sudah dilakukan
oleh yang bersangkutan dan beberapa batas waktu untuk menyatakan suatu bidang
tanah terlantar.11
Untuk dapat membedakan tanah yang terlantar dengan tanah yang bukan tanah
terlantar tentu berbeda, sehingga kriteria tanahnya juga berbeda. Apabila dilihat dari
segi objeknya yang meliputi keadaan fisik tanahnya maupun penggunaanya, tanah yang
bukan merupakan tanah terlantar jelas sesuai dengan kriteria keadaan fisik tanahnya
maupun penggunaanya, misalnya hak atas tanah Hak Guna Bangunan, berarti disini
keadaan fisiknya sesuai dengan adanya bangunan yang berdiri. Sedangkan dalam segi
penggunaanya juga sesuai Hak Guna Bangunan tersebut digunakan sebagaimana
mestinya. Kesimpulannya adalah hak milik atas tanah peruntukanya harus digunakan
sesuai dengan haknya masing-masing dan tujuanya juga harus bermanfaat agar tanah
dapat dimanfaatkan secara maksimal dan tanhanya tidak menjadi tanah terlantar.
11 Imam Koeswahyono & Tunggul Anshari, hlm.57.
C. Obyek Tanah Terlantar
Yang menjadi obyek tanah terlantar adalah (PP Nomor 11 Tahun 2010, Bab II,
Pasal 2)12
1. Tanah yang telah berstatus hak, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
bangunan, hak Pakai dan hak Penelolaan yang tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
2. Tanah yang telah memperoleh dasar penguasaan (izin, keputusan, surat) apabila
tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan.
Berikut ini yang dikecualikan dari obyek penertiban tanah terlantar menurut PP
No. 11 Tahun 2010, bab II, Pasal 3, adalah :
1. Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan sifat atau tujuan pemberian haknya.
12 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, Bab II, Pasal 2
2. Tanah yang dikuasai pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung
dan sudah berstatus maupun belum berstatus barang Milik Negara yang secara tidak
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan sifat atau tujuan pemberian haknya.
D. Penetapan Tanah Terlantar
Yang menjadi dasar hukum dalam penetapan tanah terlantar adalah (PP
Nomor 11 Tahun 2010, Bab V, Pasal 9)13
1. Kepala menetapkan tanah terlantar terhadap tanah yang diusulkan oleh kepala
kantor wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 6.
2. Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah
hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf a, penetapan tanah terlantar
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat juga penetapan hapusnya hak atas
tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegasakan sebagai tanah
yang dikuasai langsung oleh negara.
3. Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah yang
sudah diberikan dasar penguasaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat
1 huruf b, penetapan tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat
juga pemutusan hubungan hukum serta penegasan sebagai tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara.
13 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, Bab V, Pasal 9
Dengan adanya pengertian tanah terlantar maka, tanah yang sudah dinyatakan
sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Hal ini
berarti bahwa bekas pemegang hak atau pihak yang memperoleh dasar penguasaan atas
tanah yang bersangkutan tidak lagi berhak menggunakan tanah tersebut dan harus
menyerahkan kepada pihak yang ditujukan oleh kepala BPN RI sebagai pemegang hak
selanjutnya.
E. Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar
Setelah tanah ditetapkan sebagai tanah terlantar oleh Kepala BPN RI
selanjutnya tanah yang terlantar tersebut akan didayagunakan untuk kepentingan
masyrakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk
cadangan negara lainya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 114 dan pengaturan
peruntukan penguasaan , pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas
tanah terlantar dilaksanakan oleh Kepala BPN RI/Menteri Agraria dan Tata Ruang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2.
Kesimpulanya adalah yang dimaksud tanah terlantar adalah tanah yang tidak
diusahakan atau tidak digarap sesuai dengan haknya dan hak penguasaan atas tanah
yang dimaksud adalah Sertipikat Hak Milik (SHM), Sertipikat Hak Guna Usaha
(SHGU), Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan
14 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
Atas Tanah. Untuk mengantisipasi kasus penelantaran tanah pemerintah membuat
Peraturan pemerintah PP No 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar tujuan peraturan tersebut dibuat untuk dijadikan dasar hukum negara
dalam melakukan tindakan tegas dan memberi sanksi terhadap pelaku yang melakukan
penelantaran tanah agar pelaku penelantaran tanah menjadi jera dan tidak akan lagi
melakukan tindakan penelantaran tanah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis empirisi. Yuridis-empiris
merupakan penelitian yang ditinjau melalui aspek hukum, dalam hal ini adalah
peraturan-peraturan yang dikorelasikan dengan kenyataan atau praktek yang terjadi
dilapangan. Penelitian yuridis-empiris merupakan suatu penelitian yang dilakukan
dimasayarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, kemudian
diteruskan dengan menemukan masalah, kemudian menuju pada identifikasi masalah,
dan yang terakhir untuk mencari penyelesaian masalah.1
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang ditetapkan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah di
Kabupaten Mojokerto. Adapun penelitian ini memilih lokasi tersebut dengan alasan
sebagai berikut:
Bahwa di Kabupaten Mojokerto secara faktual pernah terdapat adanya indikasi
terhadap tanah terlantar. Kasus tanah yang diindikasikan sebagai tanah terlantar adalah
kasus yang terdapat di lokasi dalam Kabupaten Mojokerto. Terdapat tanah yang
diindikasikan terlantar yang lokasinya terdapat di 8 objek yang tersebar di dalam 4
1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 1986, Hlm 10
Kecamatan, yaitu Kecamatan Bangsal, Kecamatan Pungging, Kecamatan
Mojoanyardan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.2 Sehingga dengan demikian
maka secara substansial pilihan lokasi dalam penelitian ini adalah fisibel dalam takaran
metodologik
C. Jenis dan Sumber Data
Penulis dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer serta sekunder.
Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan
wawancara mendalam. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis dan
sumber data, yaitu :3
a. Data Primer
Data primer atau data dasar (primary data atau basic data) adalah
informasi yang berupa pemahaman, persepsi, sikap, tindakan, pengalaman dari
subyek penelitian (Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dan Investor yang
menelantarkan tanah dalam kasus ini investor yang melakukan penelantarana
tanah adalah PT.Tjipendawa Kahuripan). Selain itu data primer diperoleh
langsung dari wawancara dengan narasumber kepala bagian seksi sengketa dan
peralihan kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto, karena bagian ini memiliki
2 Buku Laporan Hasil Kegiatan Identifikasi Tanah Terlantar di Kabupaten Mojokerto Tahun
2011, hlm 8 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984, hlm 12.
informasi terkait dengan tanah terlantar yang ada di Kabupaten Mojokerto, serta
investor yang telah menelantarkan tanah.
b. Data Sekunder
Data sekunder (Secondary Data) adalah merupakan data tambahan yang
dapat melengkapi data primer yang diperoleh di lapang. Data sekunder
(secondary data) diperoleh melalui sumber yang berasal dari Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto sebagai lembaga atau instansi yang berkaitan dengan
penelitian ini, baik informasi data melalui : data statistik kasus penelantaran tanah
yang ditangani oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto, arsip-arsip,
dokumen, maupun website dari instansi tersebut. Data sekunder ini juga
diperoleh dari bahan kepustakaan, baik berupa hasil penelitian sebelumnya
maupun literatur dan jurnal yang masih berkaitan dengan pembahasan dalam
penelitian ini sehingga dapat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini.
Apa yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek
darimana data diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data
sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dari narasumber yaitu kepala
seksi bagian sengketa dan peralihan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dan juga
investor yang menelantarkan tanah yaitu PT.Tjipendawa Kahuripan.
b. Sumber Data Sekunder
1. Dokumen atau berkas-berkas, diperoleh penulis melalui wawancara terhadap
narasumber yang berkaitan dan yang menangani kasus tanah terlantar di Kabupaten
Mojokerto, dalam hal ini berkas yang didapat dari Kantor Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Mojokerto.
2. Peraturan perundang-undangan, diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas
Brawijaya, dan Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya yang sesuai dengan penelitian yang diteliti oleh penulis yaitu
tentang tanah terlantar
3. Literatur yang berkaitan dengan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
yang diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya, dan Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data diperoleh penulis yakni melalui:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Penelitian melakukan langsung dengan cara wawancara dengan narasumber
yang menggunakan daftar pertanyaan. Metode wawancara ini digunakan
kepada kepala seksi bagian sengketa dan peralihan Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto dan juga investor yang menelantarkan tanah yaitu
PT.Tjipendawa Kahuripan, serta perwakilan dari warga masyarakat Desa
Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto
2. Teknik Pengumpulan Data sekunder
Diperoleh melalui studi dokumen berkas-berkas penting (arsip, laporan,
notulensi, risalah, perjanjian dan lain-lain) dari institusi yang diteliti serta
penelusuran peraturan perundang-undangan dari berbagai sumber, penelusuran
situs internet, kliping Koran dan lain-lain yang bersangkutan dengan penelitian
yang diperoleh pada Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya, dan Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini meliputi pihak-pihak yang terkait, yaitu:
1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
2. Kepala Seksi Sengketa Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto.
3. Kepala Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto
4. Masyarakat yang terkait yang menggarap tanah bekas HGU PT.Tjipendawa
Kahuripan (terdiri atas 3 orang)
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian.4
Sampel dalam penelitian ini adalah Sub. Seksi bagian sengketa dan peralihan Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto yang khususnya memiliki tugas bagian
menyelesaikan sengketa dan peralihan tanah, dan perwakilan investor yang
menelantarkan tanah yaitu PT.Tjipendawa Kahuripan di Kabupaten Mojokerto.
3. Responden
Responden adalah orang-orang yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti. Dalam
penelitian ini responden yang dipilih yaitu dari Purposive Sampling. Purposive
Sampling atau Sampling Bertujuan adalah suatu strategi jika seseorang menginginkan
agar dapat memahami sesuatu mengenai kasus-kasus terpilih tertentu tanpa
membutuhkan (atau berhasrat) untuk menggeneralisasi kepada semua kasus seperti
4 Ibid, hlm 96
itu.5 Peneliti menggunakan purposive sampling untuk meningkatkan kegunaan
informasi yang diperoleh dari sampel yang sedikit.
Peneliti pada mulanya menelusur informan yang mempunyai informasi yang
kaya untuk kajian yang lebih dalam. Dengan perkataan lain, sampel-sampel ini dapat
dipilih karena merekalah yang mempunyai pengetahuan banyak dan informatif
mengenai fenomena yang sedang diinvestigasi oleh peneliti.6
Responden ini terdiri dari :
a. Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto
b. Kasubsi Perkara Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
c. Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto
d. Kepala Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto
e. Empat orang warga penggarap Tanah Ex HGU PT Tjipendawa Kahuripan
Desa Cembor, Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.
5 Lawrence Neumann, Metodologi Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
Indeks, Jakarta, 2013, hlm. 286 6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, hlm.
68
F. Teknik Analisis Data
Peneliti dalam menganalisis data menggunakan Deskriptif analisis, yaitu
dengan menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam
penelitian ini yaitu penggambaran tentang cara melakukan penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar yang dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto. Dengan metode deskriptif analisis, praktek penertiban dan pendayagunaan
tanah terlantar bisa digambarkan dan dideskriptifkan sehingga bisa diketauhi
bagaimana prakteknya dilapangan.
G. Definisi Operasional
Merupakan batasan pengertian istilah yang dipergunakan dalam penelitian
sesuai tema penelitian yang dapat merujuk pada Peraturan Perundang-undangan,
kamus, maupun pendapat ahli. Adapun batasan pengertian istilah yang berkaitan
dengan tema penelitian penulis, yakni:
1. Tanah terlantar adalah tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak
atas tanahnya maksudnya tanah tersebut tidak dikerjakan atau tidak digunakan
sesuai dengan peruntukanya
2. Penertiban adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mengambil tindakan
tentang tata cara penertiban tanah terlantar agar pemanfaatan tanah terlantar
tersebut dapat terwujud .
3. Pendayagunaan adalah upaya atau kegiatan pemanfaatan tanah yang
ditelantarkan supaya tanah yang ditelantarkan tersebut dapat memberikan
manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A.1. Gambaran Umum Kabupaten Mojokerto
Penelitian dilakukan di Kabupaten Mojokerto. Kabupaten Mojokerto
merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten
ini berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik disebelah utara,
Kabupaten Sidoarjo dan kabupaten Pasuruan disebelah selatan, Kabupaten Malang
disebelah selatan dan Kabupaten Jombang da sebelah barat.1
Kabupaten mojokerto memiliki luas wilayah 692,15 km2 dengan jumlah
penduduk 1.102.662 jiwa dan kepadatan penduduk 1.593,10 jiwa setiap km2.
Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa
dan kelurahan.2
Karakteristik fisik dasar kabupaten Mojokerto terdiri dari Kondisi Geografis
berupa kondisi bentang alam Kabupaten Mojokerto , Kondisi Topografi berupa
kondisi lahan yang ada di Kabupaten Mojokerto yang ketinggian lahan rata-rata
dibawah 500m dari permukaan laut dan kependudukan berupa nilai atau angka dari
jumlah penduduk yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan struktur umur.
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Mojokerto dan Bappeda Kabupaten Mojokerto dalam
Angka Mojokerto Regency In figure 2016, hal 6
2 Badan Pusat Statistik Kabupaten Mojokerto dan Bappeda Kabupaten Mojokerto dalam
Angka Mojokerto Regency In figure 2016, hal 7
Wilayah Kabupaten Mojokerto terletak di antara 1110 20’13” sampai
dengan 1110 40’47” bujur timur dan antar 7018’35” sampai dengan 70 47” lintang
selatan. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan dengan pantai,
hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten lainnya :3
Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik
Sebelah Timur : Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan
Sebelah Selatan : Kabupaten Malang
Sebelah Barat : Kabupaten Jombang
Posisi atau letak Kota Mojokerto berada di tengah-tengah Kabupaten
Mojokerto yang berarti Kabupaten Mojokerto mengitari wilayah Kota Mojokerto.
Kabupaten Mojokerto memiliki karateristik topografi yang tinggi pada bagian
selatan dan utara yang berupa pegunungan yang subur. Bagian tengah merupakan
wilayah dataran, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang
kurang subur.
Wilayah Kabupaten Mojokerto yang memiliki kemiringan tanah lebih dari
15 derajat yaitu 207,645 Km2, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran
dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari 15 derajat.4 Letak ketinggian
kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto rata-rata berada dibawah
500 m dari permukaan laut, kecamatan yang memiliki ketinggian tertinggi adalah
3 Ibid, hlm. 7
4 Badan Pusat Statistik Kabupaten Mojokerto dan Bappeda Kabupaten Mojokerto dalam
Angka Mojokerto Regency In figure 2016, hal 8
Kecamatan pacet, dimana ketinggiannya berada pada lebih 700 m dari permukaan
laut.
Secara administratif wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18
kecamatan, 304 desa. Luas wilayah secara keseluruhan Kabupaten mojokerto
adalah 692,15 km2, dimana bila lita amati wilayah Kecamatan Dawarblandong
merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar.5
Kabupaten Mojokerto memiliki 18 kecamatan dengan rata-rata ketinggian dari
permukaan laut yaitu 152,38 m dan hanya empat kecamatan yang memiliki
ketingian di atas rata-rata ketinggian yang ada di Kabupaten Mojokerto. Kecamatan
Trawas merupakan krcamatan yang memiliki ketinggian 800 m dari permukaan laut
merupakan daratan tertinggi di Kabupaten Mojokerto, sedaangkan Kecamatan
Dlanggu hanya memiliki ketinggian 17 m dari permukaan laut yang merupakan
dataran terendah di kabupaten Mojokerto. Kabupaten Mojokerto memiliki rata-rata
luas wilayah 38,452 km2 dengan rincian bahwa kecamatan Gedek merupakan
Kecamatan dengan luas wilayah paling sedikit dibandingkan dengan 17 kecamatan
lain yaitu 22,98 km2 dari total luas wilayah Kabupaten Mojokerto sedangkan
Kecamatan dengan wilayah terluas yaitu Kecamatan Dawarblandong dengan luas
wilayah 58,93 km2 dari total luas wilayah di Kabupaten Mojokerto.6
5 Ibid, hlm. 9 6 Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Bappeda Kabupaten Mojokerto dalam Angka
Mojokerto Regency in figure 2016, hal 9.
A.2. Gambaran umum Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto
Penelitian ini dilakukan di kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto. Kantor
Pertanahan Mojokerto merupakan penyelenggara pengelolaan pertanahan yang
mampu mendorong peran serta masyarakat di bidang pertanahan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya pertumbuhan ekonomi baik secara mikro maupun makro menuju
terciptanya masyarakat yang sejahtera.7
A.2.1 Profil Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto
1) Visi
Visi merupakan pandangan jauh kedepan, kemana dan bagaimana
instasi pemerintah harus dibawah dan berkarya agar konsisten dan dapat
eksis, antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu
gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan dan berisikan cita
dan citra yang ingin diwujudkan oleh instasi pemerintah. Dengan mengacu
pada batasan tersebut, serta visi Badan Pertanahan Nasional
“Terselenggaranya Pengelolaan Pertanahan yaang Mampu Mendorong
Peran Serta Masyarakat dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
7 Lembaran Bagian Depan Renstra Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Tahun 2016
Berdasarkan Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan” maka visi Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto, adalah sebagai berikut :8
“Menjadi Kantor yang mampu mengantarkan masyarakat
lebih sejahtera dengan Tanahnya”
2) Misi
Misi adalah pedoman yang wajib dipegang teguh oleh setiap aparat
pemerintah dalam mewujudkan Visi. Misi berfungsi sebagai pemersatu
gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen penyelenggara
pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikanya, Mengacu pada
Badan Pertanahan Nasional, misi Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
adalah sebagai berikut : 9
a. Menguatkan Kepercayaan masyarakat dengan senantiasa meningkatkan
kualitas pelayanan.
b. Mempercepat penyelesaian perkara-perkara yang ada sekaligus
mengemilir timbulnya masalah baru.
c. Melaksanakan penataan kawasan tanpa paksaan (LC)
d. Mengembangkan pelayanan dengan memanfaatkan Teknologi informasi
(LARASITA) agar lebih mudah, murah dan terbebas dari calo
8 Lembaran Bagian Depan Renstra Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Tahun 2016
BAB III Visi dan Misi Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto 9 Lembaran Bagian Depan Renstra Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Tahun 2016
BAB III Visi dan Misi Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
e. Memberdayakan masyarakat dengan melaksanakan redisbrusi tanah dan
kegiatan persertifikatan lainya.
B. Realitas Data Tanah Terlantar di Kabupaten Mojokerto
Salah satu permasalahan pertanahan yang perlu mendapat perhatian adalah
masih terdapatnya bidang-bidang tanah yang keadaanya terlantar. Jika tidak
ditangani dengan cepat dan penuh dengan perhatian, hal ini pada giliranya akan
mengganggu jalanya pembangunan, mengingat persediaan tanah yang semakin
terbatas dan kebutuhan tanah untuk pembangunan yang semakin meningkat. Di
daerah pedesaan keberadaan tanah terlantar akan mengganggu kelestarian
swasembada di bidang pangan. Sedangkan di daerah perkotaan, keberadaan tanah
terlantar akan menyebabkan tumbuhnya daerah-daerah kumuh yang mengurangi
estetika perkotaan dan mengurangi efisiensi penggunaan tanah serta dapat
menyebabkan masalah sosial yang tidak dihendaki.
Keberadaan tanah terlantar baik di daerah pedesaan maupun di daerah
perkotaan akan mengurangi arti dan peran tanah yang berfungsi sosial. maka dari
itu merupakan kewajiban seluruh masyarakat baik perorangan maupun badan
hukum yang mempunyai hubungan hukum terhadap tanah untuk senantiasa
memelihara, menambah kesuburan tanah serta mencegah kerusakanya, yang
bertujuan untuk sebesar-besar kesejahteraan atau bermanfaat bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Terkait dengan keberadaan tanah terlantar, berdasarkan data penelitian yang
di dapatkan oleh penulis dari Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto terdapat 4
(empat) lokasi yang masih diindikasikan sebagai tanah terlantar dan 1 (satu) lokasi
yang tanahnya sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar, sesuai dengan data tahun
2011 sampai dengan tahun 2013, dan berikut realitas data tabel tanah terlantar yang
di dapatkan penulis dari Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto :
Tabel B.1 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto Tahun 2011
Sumber : Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto, data diolah, 2011.
No
a. Pemegang hak
b. Alamat
a. No. SK Hak
b. Tanggal
c. Penggunaan sesuai
SK
a. No. Sertipikat
b. Berakhir
Sertipikat
c. Luas (Ha)
Penggunaan Tanah
saat ini
Luas Tanah yang
ditelantarkan (ha)
1.
a. PT.Tjipendawa
Kahuripan
b. Jl. Ir. H. Juanda
No. 5A Jakarta
Selatan
a. Gubernur Kepala
Daerah Tingkat 1
Jawa Timur Cq.
Kepala Direktorat
Agraria Nomor.
593.43/1/SK/320/1988
b. 30-06-1988
c. Peternakan Ayam
a. HGU No. 1
Cembor
b. 08-10-2009
c. 13.584
Ditanami ketela,
Jagung, Kacang
panjang, dan pohon
pisang
13.584
Keterangan : Data ini merupakan data tanah terlantar yang dilakukan oleh PT.Tjipendawa Kahuripan di Kabupaten Mojokerto yang
sudah ditetapkan oleh tim panitia C (SATGAS) Satuan Tugas Identifikasi tanah terlantar pada tahun 2011
Tabel B.2 Inventaris Data Tanah yang Terindikasikan Terlantar Kabupaten Mojokerto Tahun 2013
Nama Subyek
Hak
SK Hak
a. Nomor
b. Tanggal
c. Jenis Hak
Tanggal Berakhir
Hak
a.
Kabupaten/Kot
a
b. Kecamatan
Luas
(M2)
Peruntukan
Tanah
Penggunaa
n Saat Ini
Sertifika
t
a.
Nomor
b.
Tanggal
Luas (M2)
yang
Terindikasika
n Terlantar
Keteranga
n
1
.
PT. Paramita
Bina
a. 24/HGU/35/89
b. 29-06-1992
c. HGU
d. 20-07-2012
a. Kab.
Mojokerto
b. Pacet
523.080
Peternakan
Sapi/Pertanian
Tanah
Kosong
dan Tanah
Pertanian
a. HGU
1
b. 21-
07-1992
523.080
Sudah
Dikuasai
2
.
PT. Mojokerto
Industrial Park
a.24/HGU/35/89
b. 29-02-1996
c. HGB
d. 08-04-2026
a. Kab.
Mojokerto
b. Mojoanyar
201.206
Kawasan
Industri
Tanah
Pertanian
a. B1 s.d
B5
201.206
Sudah
Dikuasai
3
.
PT. Mojokerto
Industrial Park
a.240/HGB/35/19
96
b. 29-02-1996
c. HGB
d. 08-04-2026
a. Kab.
Mojokerto
b. Mojoanyar
1.040.6
70
Kawasan
Industri
Tanah
Pertanian
a. B4 s.d
B9
b. 09-
04-1996
a. B21
s.d B33
b. 13-
10-2003
1.040.670
Sudah
Dikuasai
4
.
PT. Mojokerto
Industrial Park
a.
1297/HGB/35/19
96
b. 20-11-1996
c. HGB
d. 09-12-1996
a. Kab.
Mojokerto
b. Mojoanyar
7.741
Kawasan
Industri
Tanah
Pertanian
a. B37
b. 01-
02-2005
a. B10
s.d B12
b. 10-
12-1996
7.741
Sudah
Dikuasai
5
.
PT. Mojokerto
Industrial Park
a.
307/HGB/BPN/1
999
b. 11-10-1999
c. HGB
d. 17-11-2029
a. Kab.
Mojokerto
b. Mojoanyar
173.534
Kawasan
Industri
Tanah
Pertanian
a. B13
s.d B16
B19 s.d
B20
b. 22-
05-2000
173.534
Sudah
Dikuasai
6
.
PT. Bintang
Taruna Cq
a.
02/HGB/351.1/19
94
a. Kab.
Mojokerto
46.480
Industri
Keramik
Tanaman
Tebu
a. B1
b. 02-
08-1994
46.480
Sudah
Dikuasai
b. 6-6-1994
c. HGB
d. 01-08-2024
b.
Sumberwono
7
.
PT Industry
FoodStuffs
Manufacturing
Company
Limited
(Foodmaco)
a. 550.235.11-08
b. 15-04-1996
c. HGB
d. 22-04-2026
a. Kab.
Mojokerto
b. Pungging
46.845
Industri
Monosodium
Glutamate/MS
G/Penyedap
Rasa
Tanah
Kosong
dan
Tanaman
Mangga
a. HGB
1
b. 23-
04-1996
46.845
Sudah
Dikuasai
Sumber: Inventaris Data Tanah yang diindikasikan terlantar, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto, diolah, 2013.
Keterangan : Data ini merupakan data inventaris tanah yang terindikasi tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto yang sudah diolah oleh
Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto pada tahun 2013.
Dari data tabel tersebut penulis berpendapat ditinjau dari aspek kasuistis dengan
merujuk pada pasal 2 dan pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11
tahun 2010 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dimana
disebutkan sebagai berikut :
Pasal 2:
Obyek penertiban tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh
Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak
Pengelolahan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaanya atau sifat dan tujuan
pemberian hak atau dasar penguasaanya.
Pasal 3 :
Tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 adalah :
a. Tanah hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang
secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan
tujuan pemberian haknya ; dan
b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak
langsung dan sudah berstatus maupun belum bersetatus Barang Milik
Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan
atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
Merujuk pada pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar tersebut,
penulis berpendapat bahwa sesuai dengan data tabel tanah terlantar dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2013 di Kabupaten Mojokerto dari total 8 (delapan) perusahaan
yang memiliki tanah di 4 (empat) lokasi yang terletak di Kecamatan Pacet, Kecamatan
Mojoanyar, Kecamatan Bangsal, dan Kecamatan Pungging, penulis mengamati bahwa
delapan perusahaan tersebut telah melakukan penelantaran tanah. Karena delapan
perusahaan tersebut bukan atas nama perseorangan atau badan hukum milik Negara
atau Daerah, melainkan atas nama badan hukum perusahaan swasta yang dianggap
penulis menelantarkan tanah.
Hal ini merujuk pada pasal 2 dan pasal 3 PP No 11 Tahun 2010. dan di dalam
pasal 3 PP No 11 tahun 2010 tidak ada penjelasan yang menjelaskan bahwa badan
hukum swasta masuk di dalam objek pengecualian penertiban tanah terlantar.
Kesimpulanya adalah adanya kasus penelantaran tanah seperti yang dilakukan delapan
perusahaan tersebut pasti ada faktor penyebabnya dan faktor-faktor tersebut akan
dijelaskan oleh penulis dengan lebih detail di bagian pembahasan yang membahas
tentang faktor-faktor penyebab terjadinya tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto.
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tanah Terlantar di Kabupaten
Mojokerto
Ketika penulis melakukan penelitian di Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto dan mencari tahu tentang faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto. Penulis mendapatkan data dengan cara
melakukan wawancara dengan staf dan pejabat kantor Pertanahan yang menjadi sampel
penelitian penulis. Salah satu orang yang di wawancarai oleh penulis adalah Kasubsi
bagian Sengketa dan Konflik Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
yang menjelaskan bahwa, memang ada banyak tanah yang ditelantarkan atau tidak di
kerjakan oleh pemilik tanahnya yang tidak sesuai dengan hak atas tanahnya.10 Hasil
wawancara tersebut ketika penulis membandingkan dengan data otentik dari Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto berupa makalah atau data tabel memang sesuai
dengan data tabel inventaris tanah terlantar tahun 2013, tidak dikerjakan maksudnya
adalah tidak digarap atau tidak diusahakan dengan benar dan pengerjaanya tidak sesuai
dengan peruntukan hak atas tanahnya.
Mayoritas tanah dari luas keseluruhan tanah yang dimiliki Kabupaten
Mojokerto adalah berupa tanah pertanian, dan perkebunan termasuk di dalamnya
wilayah dataran tinggi seperti terletak di Kecamatan Pacet yang mayoritas peruntukan
tanahnya hanya untuk perkebunan atau peternakan, kecuali untuk wilayah Kecamatan
10 Hasil wawancara survai dengan Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan Kabupaten
Mojokerto bapak R.Widodo Agus Purwanto, pada tanggal 18 agustus 2016, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto
Mojoanyar, Kecamatan Pungging, dan Kecamatan Bangsal yang memang dikhususkan
sebagai wilayah kawasan industri Kabupaten Mojokerto. Hal tersebut sesuai dengan
data tabel inventaris tanah yang diindikasikan terlantar tahun 2013 yang telah di buat
sebelumnya oleh penulis dibagian realita tanah terlantar di Kabupaten Mojokerto.
Ketika penulis melakukan penelitian lebih lanjut, penulis telah menemukan
kasus tanah terlantar yang terjadi pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Melihat
dari data otentik inventaris tanah terlantar, di data tersebut ada banyak investor atau
penanam modal yang melakukan penelantaran tanah. Kasus tersebut ada yang sudah
ditetapkan oleh tim panitia C Satuan Tugas (SATGAS) identifikasi tanah terlantar
sebagai pelaku penelantaran tanah, dan ada juga tanah yang masih diindikasikan
sebagai tanah terlantar. Karena apabila sebidang tanah agar dapat ditetapkan oleh Tim
Panitia C sebagai tanah terlantar yang telah ditelantarkan oleh pemiliknya harus
melalui beberapa proses yang cukup panjang. Proses tersebut diawali dengan cara
melakukan evaluasi terlebih dahulu dan melakukan invetaris data tanah yang
terindikasi terlantar terlebih dahulu yang dilakukan oleh tim panitia C Satuan Tugas
identifikasi tanah terlantar.11
Jadi kesimpulanya, tanah yang ditelantarkan oleh pemegang haknya atau yang
menguasai tanahnya agar dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar pasti melewati proses
11 Hasil wawancara survai dengan staf Sub bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto bapak Sigit, pada tanggal 21 Agustus 2016, di Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
yang sangat panjang di awali dengan proses inventaris tanah yang diindikasikan
terlantar terlebih dahulu sampai dengan diterbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan
tanah terlantar oleh tim Satuan Tugas (SATGAS) panitia C tanah terlantar yang
dibentuk dari gabungan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dan Kantor
Pertanahan Provinsi Jawa Timur. Hal tersebut di atur di dalam PP No 11 Tahun 2010
Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan proses tersebut akan
dijelaskan lebih lengkap dan lebih detail oleh penulis di bagian berikutnya yang
membahas tentang upaya hukum yang akan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional
dalam penyelesaian kasus tanah terlantar khususnya di Kabupaten Mojokerto.
Dari data otentik yang didapat oleh penulis berupa data makalah dan data tabel
Inventaris tanah terlantar Tahun 2011 hingga tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto. Merujuk dari data tersebut penulis menemukan satu
kasus yaitu, terdapat ada 1 (satu) Perusahaan yang memiliki sertipikat berupa sertipikat
Hak Guna Usaha (HGU) dan sudah ditetapkan oleh tim panitia C Satuan Tugas
(SATGAS) identifikasi tanah terlantar sebagai pelaku penelantaran tanah. Dari total 8
(delapan) perusahaan yang diindikasikan melakukan penelantaran tanah salah satu
perusahaan yang ditetapkan sebagai pelaku penelantaran tanah adalah PT.Tjipendawa
Kahuripan dengan total luas tanah yang ditelantarkan 13.584 Ha yang terletak di desa
Cembor, Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.12
Hasil pengamatan penulis mulai dari pengamatan data otentik serta wawancara
dengan sampel penelitian memperlihatkan bahwa PT.Tjipendawa Kahuripan saja yang
tidak mengusahakan atau menggarap keseluruhan tanah yang dimiliki atau yang telah
dikuasai sesuai dengan SK hak atas tanahnya. Sedangkan untuk perusahaan yang lain
masih berupaya dengan baik dan masih sering memberikan laporan perihal tentang
penggarapan tanah yang dimiliki ke Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dengan
memberikan beberapa surat keterangan seperti keberatan dalam menggarap
keseluruhan luas tanah karena terkendala biaya operasional dalam penggarapan
tanahnya.
Mayoritas seluruh perusahaan mempunyai alasan yang sama, masalah intinya
adalah kekurangan dana atau modal untuk mengusahakan tanah yang dimiliki, kecuali
PT.Tjipendawa Kahuripan yang hanya satu kali saja melaporkan keberatan untuk
menggarap tanah dengan SK HGU pada tahun 2005 saja, namun setelah tahun 2005
sampai ditetapkan sebagai tanah terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan sama sekali tidak
12 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011 Bab IV,Bagian Surat Penetapan Tanah Terlantar
pernah melaporkan seluruh kegiatannya lagi dalam penggarapan tanah sesuai dengan
peruntukan tanahnya ke Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto.13
C.1 Pendapat Warga Masyarakat Yang Menggarap Tanah Bekas Hak Guna
Usaha (HGU) PT.Tjipendawa Kahuripan
Menurut pendapat warga masyarakat yang telah mendapat redistribusi tanah
bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT.Tjipendawa Kahuripan yang telah di wawancarai
oleh penulis yaitu Bapak Suyanto, Bapak Madris, dan Bapak Darmaji yang sekarang
menggarap tanah bekas HGU PT.Tjipendawa Kahuripan. Narasumber menjelaskan
bahwa tanah yang dikuasai oleh PT.Tjipendawa Kahuripan dengan SK Hak Guna
Usaha yang total luas tanah keseluruhannya adalah 135.840m2 ternyata sebagian
luasnya yang 74.330m2 merupakan milik warga masyarakat Desa Cembor Kecamatan
Pacet Kabupaten Mojokerto yang telah menerima redistribusi hak atas tanah dari
pemerintah pada tahun 1964 sesuai SK Kinag Jatim No. 1/Agr/I/99/HM/-abs pada
tanggal 17 september 1964, namun pada tahun 2003 ada salah satu seorang warga
bernama Bapak Kasdu yang menjadi pelopor dan perwakilan/kuasa hukum warga
masyarakat Desa cembopr untuk menggugat PT.Tjipendawa Kahuripan, karena
PT.Tjipendawa Kahuripan dianggap telah menguasai sebagian tanah warga masyarakat
Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, dan warga baru menyadari hal
tersebut ketika warga telah menyadari pada akhirnya warga menggugat PT.Tjipendawa
13 Hasil wawancara survai dengan Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan Kabupaten
Mojokerto bapak R.Widodo Agus Purwanto, pada tanggal 18 agustus 2016, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto
Kahuripan di Pengadilan Negeri Kabupaten Mojokerto karena merasa sangat dirugikan
dengan nomor gugatan No. 26/PDT.G/2003/PN.Mkt .
Gugatan tersebut dilakukan oleh masyarakat Desa Cembor dengan tujuan agar
masyarakat segera mendapatkan kembali hak atas tanah yang telah di redistribusikan
pemerintah untuk masyarakat Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto
dengan total jumlah luas tanah 74.330 pada tahun 1964 dan warga masyarakat yang
menerima redistribusi tersebut sebanyak 26 orang. Setelah gugatan dikabulkan oleh
pengadilan, karena tergugat telah dipanggil secara patut tidak pernah hadir selama
persidangan maka pengadilan memutuskan untuk mengabulkan gugatan yang telah
diajukan oleh penggugat dengan putusan Verstek, karena tergugat tidak pernah hadir
selama persidangan.
Setelah putusan tersebut dibacakan oleh hakim di Pengadilan Negeri Kabupaten
Mojokerto masyarakat selanjutnya menunggu proses pembatalan SK HGU
PT.Tjipendawa kahuripan. Pada awalnya masyarakat bersemangat karena masyarakat
merasa SK pembantalan akan segera di terbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto, karena masyarakat bermodal percaya diri dengan adanya putusan dari
pengadilan yang memenangkan pihak penggugat. Namun semangat masyarakat
tersebut akhirnya menjadi hilang karena sejak tahun 2004 sampai tahun 2010 Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto tidak pernah menerbitkan SK pembatalan HGU
PT.Tjipendawa Kahuripan. Sampai pada akhirnya masyarakat merasa putus asa dan
merasa percuma telah melakukan upaya hukum untuk mendapatkan tanahnya lagi yang
di dapat dari program redistribusi pemerintah pada tahun 1964. Dari hal tersebut
akhirnya masyarakat mempunyai keyakinan bahwa yang mempunyai kekuasaan
ataumemiliki banyak uang pasti akan memenangkan suatu perkara meskipun sudah ada
putusan pengadilan yang tetap bahwa seharusnya penggugat yang menang.14
Namun setelah menunggu begitu lama pada tahun 2011 pembatalan SK HGU
PT.Tjipendawa baru di terbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto, dan
PT.Tjipendawa juga ditetapkan sebagai pelaku penelantaran tanah oleh Kantor
Pertnahan Kabupaten Mojokerto. Setelah ada penetapan tersebut masyarakat baru
mendapatkan kembali hak atas tanahnya lagi dan hal tersebut tentunya masyarakat
merasa lega karena dari penerbitan SK tersebut setidaknya telah membayar rasa tidak
percaya masyarakat kepada pemerintah yang selama ini di anggap tidak pernah peduli
terhadap kepentingan masyarakat.
Kesimpulanya adalah upaya hukum yang dilakukan oleh masyarakat
sebenarnya tidak ada yang sia-sia karena dalam suatu proses upaya hukum pasti akan
ada halangan, dan yang menjadikan proses tersebut menjadi sulit terlaksana adalah
dikarenakan banyaknya kendala, baik kendala internal atau eksternal. Terlihat dari
kasus ini kendala yang membuat proses hukum sulit terlaksana adalah dari sistem
14 Hasil wawancara survai dengan warga masyarakat Bapak Darmaji, Bapak Suyanto, Bapak
Madris di Balai Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 6 desember 2016
birokrasi pemerintahan, seperti contoh kasusnya adalah kasus tanah terlantar yang telah
dilakukan oleh PT.Tjipendawa Kahuripan di Kabupaten Mojokerto.
Seharusanya sejak adanya penetapan pengadilan pada tahun 2003, kantor
pertanahan harus tegas dan bergerak cepat untuk segera menerbitkan SK tanah terlantar
yang dilakukan oleh PT TJIPENDAWA KAHURIPAN, namun yang terjadi di lapang
adalah SK penetapan tanah terlantar diterbitkan pada tahun 2011. Padahal seharusnya
SHGU PT TJIPENDAWA KAHURIPAN tersebut sudah berakhir pada tahun 2009 dan
berdasarkan pasal 34 UUPA dan pasal 17 ayat (1) PP No 40 tahun 1996 HGU menjadi
hapus karena berakhir jangka waktunya, jadi tidak perlu di tetapkan sebagai tanah
terlantar.
Menurut pendapat penulis pemerintah dalam hal ini kantor pertanahan yang
mempunyai wewenang melakukan penertiban tanah terlantar mungkin untuk menutup
kekosongan hukum pasal 34 UUPA dan pasal 17 ayat (1) PP No 40 tahun 1996 agar
tidak terjadi perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemerintah kantor
pertanahan mengacu pada PP No 11 tahun 2010 Bab VII pasal 18 yang mengatur
ketentuan peralihan aturan PP No 36 tahun 1998 tentang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar. Diketahui bahwa dalam PP No 11 Tahun 2010 pasal
18 menjelasakan bahwa ketika ada kasus tanah terlantar yang sebelumnya masih
merujuk pada PP No 36 tahun 1998 maka ketika PP No 11 Tahun 2010 berlaku secara
otomatis kasus yang masih dalam proses penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
harus mengikuti peraturan pemerintah yang baru dan PP No 36 tahun 1998 sudah tidak
berlaku lagi sehingga dampak buruknya prosesnya lama dan harus dimulai lagi dari
awal sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku dan sehingga itu yang
menyebabkan pemerintah terkendala dalam melakukan penertiban tanah terlantar yang
telah dilakukan oleh PT.Tjipendawa Kahuripan.
Maka dari itu penulis berpendapat setiap ada pergantian pemerintahan pasti
sedikit banyak akan merubah aturan-aturan hukum yang ada di Negara Republik
Indonesia, sehingga terkadang banyak pertauran yang saling tumpang tindih yang
membuat aparat penegak hukumnya menjadi bimbang untuk segera melaksanakan
tugasnya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku atau Peraturan Pemerintah yang
berlaku. Tetapi seharusnya masyarakat tidak perlu menunggu lama dalam pembatalan
SK HGU PT.Tjipendawa Kahuripan karena apabila merujuk pada pasal 34 UU No 5
tahun 1960 menjelaskan bahwa SK HGU hapus apabila tanah yang dikuasai dengan
SK HGU tersebut dicabut untuk kepentingan umum, dan ditelantarkan oleh pemegang
SK HGU tersebut.
C.2 Pendapat Perwakilan Pemegang Hak Guna Usaha PT.Tjipendawa
Kahuripan.
Dari hasil wawancara dengan perwakilan PT.Tjipendawa Kahuripan yaitu
dengan inisial nama S, karena beliau tidak mau namanya ditulis lengkap oleh penulis
di dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan oleh narasumber/sampel penelitian penulis. Menurut keterangan dari
S pada tanggal 31 januari 2005 sebenarnya pihak perusahaan telah mengajukan
permohonan keberatan dalam mengerjakan Hak Guna Usaha (HGU) kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dengan nomer surat N0.001/TJIP-TN/I/2005
dengan menyertakan alasan bahwa masih terkendala dana atau biaya operasional untuk
mengembangkan perusahaan di lokasi tanah yang dimiliki oleh perusahaan yang
berada di Desa Cembor Kecamatan Pacet.
Surat tersebut juga sudah di jawab oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto dengan menjawab tentang perihal pembatalan SK HGU PT.Tjipendawa
Kahuripan dan jawabanya adalah tetap akan membatalkan SK HGU PT.Tjipendawa
Kahuripan tetapi di dalam isi surat tersebut tidak di jelaskan dengan pasti kapan akan
diterbitkan SK pembatalan HGU PT.Tjipendawa tersebut dengan nomer surat
No.500.351.1-295 pada tanggal 15 Pebruari 2005.
Setelah Kepala Kantor Pertanahan telah menjawab keberatan dari perusahaan
dan Kantor Pertanahan tetap akan melakukan pembatalan SK HGU maka pada waktu
itu perusahaan sudah pasrah dan tidak melakukan upaya hukum lagi karena sudah
terbukti bersalah melakukan penelantaran tanah dan tanah yang dikuasai oleh
perusahaan juga terjadi sengketa dengan tanah masyarakat Desa Cembor yang di dapat
dari program redistribusi tanah oleh Pemerintah pada tahun 1964.
Namun setelah menerima surat tersebut pada tahun 2005 sampai dengan tahun
2010 SK pembatalan HGU PT.Tjipendawa juga belum diterbitkan sehingga pihak
perusahaan juga akhirnya tidak mau tau lagi dan sebenarnya pada tahun 2010 sudah
ada surat teguran yang masuk untuk PT.Tjipendwa Kahuripan agar segera menggarap
tanahnya namun dari pihak PT.Tjipendawa kahuripan sendiri sudah melepaskan dan
sengaja menghiraukan teguran tersebut karena dari pihak perusahaan sendiri tidak mau
rumit dengan satu urusan itu saja, karena banyak urusan yang lain lebih penting.
Akhirnya pada tahun 2011 SK pembatalan Hak Guna Usaha dan SK penetapan tanah
terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan baru diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto dan pada akhirnya tanah tersebut di redistribusikan lagi kepada
masyarakat yang menggarap tanahnya.15
Kesimpulan dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis dengan
perwakilan investor adalah bahwa seharusnya Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto tidak perlu menunggu terlalu lama dalam pembatalan SK HGU PT
Tjipendawa Kahuripan tersebut karena apabila merujuk pada pasal 34 UU No 5 tahun
1960 menyatakan bahwa Hak Guna Usaha hapus karena tanah yang dikuasai dengan
Hak Guna Usaha ditelantarkan, dan dapat dicabut untuk kepentingan umum, dan
sebagai pendukung operasionalnya pada waktu tahun 2005 sudah diundangkan PP No
36 tahun 1998 tetapi tetap saja tidak terlaksana dalam hal pembatalan SK HGU dan
penetapan tanah terlantarnya dan baru telaksana pada tahun 2011, dari hal tersebut
penulis berpendapat bahwa mungkin ada sistem birokrasi yang bermasalah sehingga
15 Hasil wawancara survai dengan narasumber sampel penelitian dengan inisial S di restoran
KFC pada tanggal 6 Desember 2016
proses pembatalan SK HGU dan penetapan tanah terlantar baru terlaksana pada tahun
2011
C.3 Kronologi PT.Tjipendawa Kahuripan Mendapatkan Tanah di Desa
Cembor, Kecamatan Pacet Menurut Kepala Desa Cembor.
Menurut keterangan kepala Desa Cembor, Bapak Purwoadi, pada tahun 1964
ada SK Redistribusi tanah untuk 26 orang, kemudian muncul PT. Unggas Anugerah
Pelita yang menyewa tanah tersebut selama 15 tahun dengan biaya sewa Rp. 2000 per
orang. Tetapi PT. Unggas Anugerah Pelita tidak pernah membayar uang sebesar RP.
2000 tersebut, 4 tahun kemudian perusahaan Tersebut mengalami kebangkrutan. Dan
pada tahun 1975 sudah menjadi SHM untuk 10 orang, pemiliknya antara lain salah satu
Direktur PT. Unggas Anugerah Pelita dan ada beberapa pejabat (Bapak Bupati, Bapak
Camat, staf Kantor Pertanahan 4 Orang dan orang dari dinas Peternakan kabupaten
Mojokerto). Kemudian 10 sertipikat SHM tersebut di gadaikan di Bank Bumi Daya
Kota Surabaya.
Setelah digadaikan di Bank Bumi Daya Surabaya selama beberapa tahun tidak
ada yang tahu ada permasalahan apa akhirnya pada tahun 1984 tanah tersebut di lelang,
dan pada tahun 1988 muncul perusahaan dengan nama PT. Tjipendawa Kahuripan
dengan sertipikat HGU yang terbit pada tahun 1989. Tetapi mulai dari tahun 1989
setelah mendapat sertipikat HGU tersebut, PT.Tjipendawa Kahuripan tidak pernah
mengerjakan tanahnya sampai ditetapkan sebagai tanah terlantar oleh tim identifikasi
tanah terlantar kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto pada tahun 2011.16
Dari hasil wawancara Penulis dengan Kepala Desa Cembor tersebut penulis
berpendapat bahwa sesuai norma atau aturan hukum yang berlaku di Indonesia PT.
Tjipendawa Kahuripan dalam mendapatkan sebidang tanah di Desa Cembor
Kecamatan Pacet tidak melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku di negara
Republik Indonesia, karena PT. Tjipendawa Kahuripan mendapatkan sebidang tanah
tersebut dari hasil memenangkan lelang yang di selenggarakan oleh bank Bumi Daya
Surabaya dan yang menjadi masalah adalah PT.Tjipendawa Kahuripan telah
menelantarkan tanahnya yang di dapat dari lelang yang diselenggarakan oleh bank
Bumi Daya Surabaya pada tahun 1988. Kesimpulanya adalah secara aturan norma
PT.Tjipendawa Kahuripan sah dalam memenangkan lelang karena tanah yang di
dapatkan dari lelang Bank Bumi Daya Surabaya termasuk dalam obyek Hak
Tanggungan yang diatur di dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 1996 di dalam pasal tersebut mengatur bahwa “hak atas tanah yang
dapat dibebani Hak tanggungan adalah : Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna
Bangunan”.
16 Hasil wawancara Survai dengan Bapak Purwoadi Kepala Desa Cembor Kecamatan Pacet
Kabupaten Mojokerto Pada tanggal 22 Agustus di Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
Menurut pendapat penulis meskipun sebenarnya PT.Tjipendawa Kahuriupan
memenangkan lelang dan obyek yang dimenangkan bukan termasuk obyek Hak
tanggungan yang diatur di dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996
juga tetap di anggap sah, karena PT.Tjipendawa Kahuripan memenangkan lelang pada
tahun 1988 dan UU No 4 tahun 1996 baru berlaku pada tahun 1996 sejak undang-
undang tersebut diundangkan, namun apabila merujuk pada pasal 34 UU No 5 tahun
1960 yang menjelaskan bahwa Hak Guna Usaha dianggap hapus karena ditelantarkan,
dan yang menjadikan PT.Tjipendawa Kahuripan bermasalah adalah PT.Tjipendawa
Kahuripan telah melakukan penelantaran tanah yang diatur di dalam pasal 2 PP No 11
tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, karena
PT.Tjipendawa Kahuripan telah melakukan penelantaran tanah yang dimenangkan dari
lelang Bank Bumi Daya Surabaya pada tahun 1988 dengan cara disengaja.
C.4 Faktor Utama Penyebab Terjadinya Tanah Terlantar Yang Dilakukan
PT.Tjipendawa Kahuripan di Kabupaten Mojokerto
a. Tanah Tidak Dimanfaatkan Sesuai SK Hak Guna Usaha (HGU)
Faktor utama yang menjadi permasalahan terjadinya penelantaran tanah yang
dilakukan oleh PT.Tjipendawa kahuripan adalah diawali dengan perusahaan tersebut
telah mendapatkan SK Hak Gubernur Tingkat I Jawa Timur Cq. Kepala Direktorat
Agraria No. 593.43/SK/320/1998, 30-06-1988 berupa sertipikat HGU 1 (Hak Guna
Usaha) dengan tanggal dan nomor sertipikat 09-10-1989, 1/Desa Cembor, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Mojokerto. Memang dalam keterangan sertipikat tersebut
perusahaan tersebut memang mendapatkan peruntukan Hak Guna Usaha (HGU) yang
akan dijadikan sebagai wilayah peternakan ayam untuk PT. Tjipendawa Kahuripan
tetapi tanahnya masih berupa tanah pertanian yang masih dikuasai oleh masyarakat dan
tidak ada bukti yang memang memperlihatkan bahwa lokasi tersebut pernah dijadikan
tempat peternakan ayam.
b. Tanah Yang Belum/ Tidak Diusahakan
Luas tanah yang belum/ tidak diusahakan untuk peternakan ayam seluas 13.584 Ha atas
nama PT. Tjipendawa Kahuripan (pemegang hak) yang terletak di desa cembor
kecamatan Pacet,Kabupaten Mojokerto, melainkan hanya di tanami jagung, ketela
pohon, kacang panjang, dan pisang.17
c. Kelalaian dari Pihak Perusahaan
Kelalaian dari pihak perusahaan ini telah diyakini oleh penulis sebagai faktor utama
adanya kasus penelantaran tanah di Kabupaten Mojokerto setelah penulis melakukan
wawancara dengan Bapak Purwoadi yang merupakan Kepala Desa di desa Cembor,
Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, perusahaan telah lalai karena sejak diterbitkan
SK Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan pada tahun 1989 PT.Tjipendawa Kahuripan
tidak pernah sama sekali ke lokasi sehingga tidak pernah terlihat sama sekali bekas
17 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011, Bab IV di bagian analisis data
aktifitas peternakan ayam dilokasi tersebut sampai tanahnya ditetapkan sebagai tanah
terlantar oleh panitia c tim identifikasi tanah terlantar.18
Pernyataan dari Bapak Purwoadi memang benar karena memang ada penjelasan
di BAB IV Analisis Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan, di
dalam BAB IV tersebut menjelaskan bahwa sejak diterbitkan Surat Keputusan (SK)
Hak Guna Usaha, PT.Tjipendawa Kahuripan tidak pernah menngarap tanahnya sama
sekali untuk di jadikan peternakan ayam melainkan hanya di tanami jagung, ketela,
kacang tanah, dan pohon pisang.19 Menurut pemahaman penulis apabila dilihat dari
segi non norma, penulis berpendapat bahwa PT. Tjipendawa Kahuripan selaku pemilik
tanah HGU di Desa Cembor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto melupakan
tanggungjawabnya sebagai pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang seharusnya
mengusahakan tanahnya, tetapi pada kenyataanya tanah tersebut tidak dikerjakan
karena pemiliknya juga tidak pernah peduli dengan cara seperti datang atau melihat
tanahnya mulai dari diterbitkan sertipikat Hak Guna Usaha (HGU) sampai dengan
tanahnya ditetapkan sebagai tanah terlantar. Kasus penelantaran tanah yang dilakukan
oleh PT Tjipendawa Kahuripan, dilihat dari kronologinya terjadi karena faktor
kelalaian atau kesalahan dari manusia yang bekerja di dalam kantor dan yang bekerja
18 Hasil wawancara survai dengan Bapak Purwoadi Kepala Desa, Desa Cembor Kecamatan
Pacet Kabupaten Mojokerto, Pada tanggal 22 Agustus 2016 di Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
19 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011, Bab IV di bagian analisis data
di luar atau di bagian lapang PT Tjipendawa Kahuripan sendiri mulai dari direktur
sampai ke bagian pegawai atau staf tidak ada satu orangpun perwakilan dari perusahaan
tersebut yang memperhatikan kondisi tanah serta memanfaatkan tanah HGU yang
dimiliki sesuai dengan peruntukan haknya.
d. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar.
Kurangnya kesadaran masyarakat juga menjadi faktor besar dan yang paling
utama terhadap kasus penelantaran tanah di Kabupaten mojokerto, karena masyarakat
tidak mau tahu siapa pemilik tanah yang telah menelantarkan tanah dan juga tidak mau
melaporkan kepada aparat penegaknya walaupun masyarakat sudah mengetauhi ada
tanah yang ditelantarkan terlalu lama. Tetapi terkadang masyrakat juga ada yang
merasa takut dengan sendirinya dengan ancaman kekerasan dari pemilik tanah karena
masyarakat merasa pemilik tanah memiliki banyak uang untuk menghentikan
pergerakan masa dengan cara apapun untuk melindungi tanahnya, padahal hal tesebut
belum tentu akan terjadi.
Terbukti dari 8 (delapan) bidang tanah yang telah dikuasai oleh perusahaan dan
telah diindikasikan terlantar oleh kantor pertanahan Kabupaten Mojokerto informasi
tanah terlantar tersebut tidak di dapatkan dari masyarakat melainkan dari evaluasi
kantor Pertanahan kabupaten Mojokerto sendiri, karena kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto mengetauhi kapan jangka waktu hak atas tanah berupa HGB, HGU ,atau
Hak Pakai masa berlakunya akan berakhir atau tidak. Ketika di lihat akan berakhir dan
setelah di cek secara administrasi hak atas tanahnya tidak digunakan sebagaimana
mestinya barulah ada upaya penertiban dari kantor pertanahan setempat dengan cara
membentuk tim identifikasi tanah terlantar dan segera melakukan identifikasi tanah
terlantar tersebut.20
D. Upaya Hukum Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Dalam Penyelesaian
Kasus Tanah Terlantar Di Kabupaten Mojokerto Agar Dapat Dimanfaatkan
Untuk Kepentingan Umum
Dalam bidang pertanahan, Republik Indonesia memiliki sebuah lembaga atau
instasi pemerintah yang mempunyai fungsi dan wewenang dalam mencatat, dan
mengatur serta melakukan penerapan peraturan pertanahan yang diatur dalam
peraturan pemerintah, serta undang-undang yang mengatur tentang peraturan dan
masalah-masalah yang terjadi terkait dengan pertanahan instasi pemerintah tersebut
adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) .
Sesuai dengan kasus tanah terlantar yang telah diteliti oleh penulis, BPN
memiliki fungsi sebagai alat penegak hukum dalam mennyelesaikan kasus
penelantaran tanah, ada beberapa upaya hukum yang akan dan telah dilakukan oleh
kantor Pertanahan dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar yang sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI
20 Hasil wawancara survai dengan Bapak Andri Satrio Kepala Urusan Umum dan
Kepegawaian Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto pada tanggal 18 agustus 2016 di Kantor
Pertanahan Kabupaten Mojokerto
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar seperti kasus yang
terjadi di Kabupaten Mojokerto.
D.1 Proses Pendataan Administratif
Adapun upaya yang dilakukan oleh kantor pertanahan Kabupaten Mojokerto
adalah dengan diawali pendataan secara administratif terlebih dahulu Sebelum
dilaksanakan identifikasi dan penelitian tentang tanah yang terindikasi terlantar, lebih
dahulu dilaksanakan kegiatan inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah
yang terindikasi terlantar yang sesuai dengan hasil evaluasi tim panitia C identifikasi
tanah terlantar, yaitu dengan cara melakukan pengumpulan dan penyiapan data
mengenai tanah yang terindikasi terlantar yang meliputi data tekstual dan data
spasial.46 Data tekstual diambil dari data administrasi yang ada di Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto. Pendataan secara administratif tujuanya adalah agar bisa
mengurutkan kronologi bagaimana awal terjadinya kasus penelantaran tanah yang
dilakukan oleh pelaku, dan berikut cara pendataan administrasinya :21
a. SK pemberian Hak tanggal 30-06-1998 Nomor : 593.43/I/SK/320/1998.
b. Buku tanah HGU NO. 1 / Desa Cembor
Kegiatan setelah inventarisasi, kemudian ditindak lanjuti dengan identifikasi
dan penelitian aspek administrasi dan penelitian lapangan, yaitu terhadap :
21 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011, BAB IV bagian tata cara pendataan administratif data tekstual dan data spasial untuk
mendata kronologi adanya kasus tanah terlantar dan mendata jumlah luas tanah yang ditelantarkan
a. Nama dan alamat Pemegang Hak
b. Letak, luas, status hak atau dasar penguasaan atas tanah dan keadaan fisik
tanah yang dikuasai pemegang Hak, dan
c. Keadaan yang mengakibatkan tanah terlantar
Kegiatan identifikasi dan penelitian tersebut meliputi :
a. Melakukan verifikasi data fisik dan data yuridis
b. Mengecek buku tanah, dan atau warkah dan dokumen untuk mengetauhi
keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana dan tahapan penggunaan dan
pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak ;
c. Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait.
1. Proses Identifikasi Lapang
Setelah aspek administrasi selesai, maka dilaksanakan penelitian dari aspek lapang
yang meliputi :22
a. Penelitian ke lokasi tanah yang terindikasikan terlantar
b. Memeriksa letak batas tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan
menggunakan GPS
c. Melaksanakan pemetaan letak penggunaan tanah.
Setelah diawali dengan proses pendataan aspek administrasi dan penelitian
lapang yang sudah dilakukan oleh tim identifikasi tanah terlantar proses selanjutnya
adalah melakukan pengolahan data hasil identifikasi dan penelitian, dari hasil
pengolahan data penelitian tersebut akan menunjukan hasil yang membuktikan ada
22 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
tindakan penelantaran tanah yang dilakukan oleh pemegang haknya. Adapun bukti
tersebut dijabarkan lagi menjadi 2 (dua) bentuk data yaitu :23
1. Data Tekstual
Merupakan hasil dari identifikasi dan penelitian serta kegiatan pemantauan,
pendataan dan evaluasi terhadap tanah-tanah yang dikuasai dengan Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan yang tidak
dimanfaatkan sesuai dengan SK atau tujuan pemanfaatan tanah yang telah dimohon di
Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto.
Setelah kegiatan identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasikan terlantar
dilakukan pengelolahan data tekstual dengan hasil seperti sebagai berikut :24
Tabel D1. Data Tekstual Hasil Identifikasi dan Penelitian
N
o
a. Pemegang
Hak
b. Alamat
a. No. Sk Hak
b. Tanggal
c. Penggunaan sesuai
SK
a. No
sertipika
t
b. Luas
(Ha)
Penggunaa
n Tanah
Saat ini
Luas
Terindikas
i Terlantar
(Ha)
23 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
24 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT.Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
1.
a.
PT.Tjipendaw
a Kahuripan
b. Jl. Ir. H.
Juanda No. 5A
Jakarta
Selatan
a. Gubernur Kepala
Daerah Tingkat 1
Jawa Timur Cq.
Kepala Direktorat
Agraria Nomor.
593.43/1/SK/320/198
8
b. 30-06-1988
c. Peternakan Ayam
a. HGU
No. 1
Cembor
b. 08-
10-2009
c.
13.584
Ditanami
ketela,
Jagung,
Kacang
panjang,
dan pohon
pisang
13.584
Sumber : Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan
Kabupaten Mojokerto, data diolah, 2011.
2. Data Spasial
Dari hasil penelitian dan identifikasi di lapang kemudian dituangkan dalam data spasial
berupa peta-peta sebagai berikut :
a. Peta Penggunaan Tanah, terlampir;
b. Peta Penguasaan Tanah (Tanah dikuasai pemegang hak,dikuasai pihak lain, dan
dikuasai masyarakat), terlampir;
c. Peta Kesesuaian penggunaan tanah dengan peruntukan tanah yang tertulis dalam
SK hak/ dasar penguasaan tanah (sesuai dan tidak sesuai ) terlampir ;
d. Peta kesesuain penggunaan tanah dengan tata ruang wilayah Kabupaten/Kota
(sesuai dan tidak sesuai) terlampir.
D.2. Proses Analisis Data Tanah Yang Diindikasikan Terlantar
Dari hasi pengelolahan data maka proses selanjutnya adalah dengan melakukan
analisis data, di dalam analisis data ini akan mengeluarkan hasil analisis data sebagai
berikut :25
a. Tanah Dimanfaatkan Sesuai SK Hak
Apakah keseluruhan luas tanah yang dimiliki pemegang hak telah digunakan
sesuai dengan SK haknya apa belum dikerjakan sama sekali
b. Tanah Tidak Dimanfaatkan Sesuai SK Hak
Dari hasil identifikasi akan menunjukan hasil analisa berapa luas tanah yang
tidak dimanfaatkan sesuai dengan SK Hak apakah seluruhnya tidak dimanfaatkan
apakah hanya sebagian saja yang dikerjakan atau dimanfaatkan.
c. Tanah Yang Belum/Tidak Diusahakan
Dari hasil identifikasi juga akan menunjukan hasil analisa berapa Luas tanah
yang belum atau tidak diusahakan dan menujukan bagaimana keadaan tanah yang
belum diusahakan dengan melampirkan bukti foto yang ada di lapangan.
d. Tanah Yang Ditelantarkan
25 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011 Proses Analisis Data Tanah Yang Diindikasikan Terlantar
Hasil analisis terakhir adalah permasalahan-permasalahan yang menyebabkan
terjadinya tanah terlantar apakah ada unsur kesengajaan atau tidak
D.3. Kesimpulan Hasil Penelitian Tim Identifikasi Tanah Terlantar
Dari hasil analisis tersebut tim identifikasi tanah terltantar akan membuat
kesimpulan dari pengelolahan data hasil identifikasi dan penelitian serta dari hasil
analisa data yang dilakukan terhadap tanah-tanah yang ditelantarkan, dan setelah
disimpulkan maka tim identifikasi tanah terlantar akan membuat data lampiran yang di
dalamnya memuat isi lampiran sebagai berikut :26
Tabel D2. Data Subjek dan Objek Tanah
No. Subjek Objek
1. Nama Pemegang Hak Jenis Hak
2. Nama Penanggung Jawab Nomor SK Hak
3. Alamat Pemegang Hak Tanggal SK Hak
4. Nomor Sertipikat
5. Tanggal Sertipikat
6. Tanggal Berakhir Hak
7 Letak Tanah
26 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011
8. Nomor dan Tanggal Peta
9. Luas Tanah
10. Peruntukan Sesuai dengan
SK
Sumber: Data diolah oleh Penulis, 2016
Dan yang terakhir adalah keterangan keadaan Tanah pada saat dilakukan penelitian
identifikasi tanah terlantar berupa gambaran dilapangan apakah kondisi tanah dibirakan
begitu saja dan apakah ada masyarakat setempat yang menguasai tanah yang
ditelantarkan tersebut.
2. Pengisian Berita Acara Hasil Sidang Panitia C Tim Identifikasi Tanah Terlantar
Dalam pengisian berita acara terdapat ada bebrapa pejabat yang berwenang dalam
menandatangani berita acara identifikasi tanah terlantar dan pejabat tersebut adalah
yang menjadi Panitia sidang tim identifikasi tanah terlantar dan Pejabat yang
berwenang tersebut antara lain adalah :
1. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Jawa Timur
2. Kepala Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur
3. Kepala Sub Bagian Penyuluhan dan Bantuan Hukum Sekertaris Daerah
Kabupaten Mojokerto
4. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Mojokerto
5. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
D.4. Prosedur Penertiban dan pendayagunaan Tanah Terlantar yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar. Pantia C selaku Panitia yang berwenang dalam mengidentifikasi pelaku
penelantaran Tanah selanjutnya akan segera mengusulkan kepada Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur agar pemegang hak diberi
peringatan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah terlantar.
Hal selanjutnya upaya yang akan dilakukan setelah tim Panitia C menyatakan
bahwa tanah yang telah diidentifikasi memang terindikasi tanah terlantar maka tim
Panitia C akan mengajukan surat usulan peringatan untuk pelaku yang diidentifikasi
menelantarkan tanah kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, maka
selanjutnya Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur segera membuat surat
peringatan I yang ditujukan kepada pelaku yang telah diindikasikan melakukan
penelantaran tanah.
Isi yang ada di dalam surat tersebut berisi tentang teguran dan memberi jangka
waktu 1 (satu) bulan kepada pelaku atau pemegang hak untuk segera mengusahakan,
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya atau dasar penguasaan tanahnya. Dan didalam surat peringatan I
tersebut pemegang hak wajib menyampaikan laporan berkala setiap 2 (dua) mingguan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur dengan Tembusan Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto.27
Setelah surat peringatan tersebut telah diberikan kepada pelaku dalam kasus ini
yang menjadi pelaku adalah PT. Tjipendawa Kahuripan yang diindikasikan melakukan
penelantaran tanah dan sesuai dengan surat laporan pemantauan dari petugas
pemantauan dan evaluasi tanah yang ditelantarkan yang menyatakan pelaku tidak
mengusahakan tanahnya sesuai dengan isi surat peringatan I maka Kepala Kantor
Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur akan memberikan surat peringatan II kepada pelaku
penelantaran tanah sesuai dengan pasal 8 ayat (2) PP No 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
Isi dari surat peringatan II tersebut juga sama seperti dengan isi surat peringatan
I namun didalam surat peringatan II ini isinya juga lebih menuntut pemegang hak agar
27 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011 Upaya dengan Surat Peringatan I
segera memanfaatkan atau mengusahakan haknya.28 karena apabila surat peringatan II
tersebut juga tidak segera dilaksanakan maka Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi
Jawa Timur akan memberikan surat peringatan III sebagai surat peringatan yang
terakhir sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) PP No 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar didalam surat peringatan III tersebut isi
suratnya juga lebih tegas dan pelaku akan diberi sanksi nahwa tanahnya ditetapkan
sebagai tanah terlantar yang sekaligus memuat hapusnya hak, putusnya hubungan
hukum, dan penegasan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Substansi isi surat peringatan III menyatakan pada isi akhir surat peringatan III
akan dilakukan monitoring dan evaluasi perkembangan kemajuan pengusahaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanahnya, setelah dilakukan monitoring dan evaluasi
oleh petugas Pemantauan dan Evaluasi tanah yang ditelantarkan dan apabila didalam
laporan tersebut menyatakan bahwa tanahnya selama ditelantarkan oleh pemegang
haknya ternyata tanah tersebut digarap atau dikuasai oleh masyarakat sekitar dan
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sekitar maka tanah tersebut status haknya
akan diberikan atau dikembalikan kepada yang menggarap tanah atau masyarakat yang
menggarapnya karena masyarakat sekitar dianggap bisa memanfaatkan tanah yang
ditelantarkan tersebut dan dapat mengusahakan tanah tersebut menjadi lebih
28 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011 Upaya dengan Surat Peringatan II
bermanfaat untuk kepentingan masyarakat sekitar khususnya masyarakat Kabupaten
Mojokerto yang berada di Desa Cembor Kecamatan Pacet.29
29 Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan Kabupaten Mojokerto
Tahun 2011 Upaya dengan Surat Peringatan III sebagai Upaya Terakhir beserta Penetapan sanksinya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian tentang Kendala Pemerintah Dalam Upaya Penertiban Tanah
Terlantar Untuk Kepentingan Umum Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Studi kasus
di Kabupaten Mojokerto) disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada kenyataanya, saat ini banyak bidang-bidang tanah yang telah dikuasai
atau telah diperoleh dasar penguasaanya (perorangan, badan hukum, dan
instansi) tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan
keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Sebagai alasan umum diantaranya
adalah faktor ekonomi, yakni keterbatasan modal untuk melaksanakan
pembangunan sesuai dengan jadwal yang di rencanakan, keadaan
perekonomian Indonesia yang masih berada dalam belenggu krisis multi
dimensi dan instabilitas politik, serta resersi global pada awal atau
pertengahan tahun 1999 yang hingga saat ini dampaknya masih dirasakan
akibat melemahnya kondisi perekonomian global, terutama di negara-negara
maju, adanya krisis berkepanjangan yang mempengaruhi cash flow pendanaan
baik dari lembaga keuangan yang memberikan kredit di bidang properti
maupun pinjaman modal untuk industri, sehingga dalam kenyataanya
memang faktor ekonomilah yang mendominasi yang menjadi sebagaian
alasan para subjek dalam menelantarkan tanahnya.
2. Upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
dalam menghadapi masalah penelantaran tanah yang ada di Kabupaten
Mojokerto adalah, dengan cara Melakukan pengindikasian terhadap tanah-
tanah yang di nilai terlantar yang berpedoman pada kriteria dalam pengelolaan
data identifikasi, yang di dalam penerapan praktek lapang merujuk pada
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Kepada masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Mojokerto di
Desa Cembor Kecamatan Pacet, agar lebih mengerti pentingnya pemanfaatan
tanah, dan diharapkan masyarakat segera lapor ke Kantor Pertanahan Kabupaten
Mojokerto apabila ada investor yang terindikasi akan melakukan penelantaran
tanah.
2. Bagi Pemerintah
Kepada pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Mojokerto,
untuk dapat bekerja sama dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto
dengan baik dan benar dalam upayah menyelesaikan kasus tanah terlantar di
Kabupaten Mojokerto, agar bisa mengoptimalkan fungsi tanah supaya lebih
bermanfaat untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama.
3. Bagi Investor
Kepada investor khususnya di Kabupaten Mojokerto, agar lebih
mengerti pentingnya pemanfaatan tanah, dan apabila SK Hak atas tanah sudah di
dapat maka sebaiknya segera mengusahakan atau mengerjakan tanahnya sesuai
dengan peruntukanya, agar tanah bisa berfungsi dengan baik dan manfaatnya bisa
dirasakan oleh semua masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi, jilid 1, 1999
BPN, Buku Laporan Hasil Kegiatan Identifikasi Tanah Terlantar di Kabupaten
Mojokerto Tahun 2011, BPN, Mojokerto, 2011.
BPN, Data Usulan Penetapan Tanah Terlantar PT. Tjipendawa Kahuripan
Kabupaten Mojokerto Tahun 2011, BPN, Mojokerto, 2011.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1979
Imam Koeswahyono & Tunggul Anshari, Bunga Rampai, Politik Hukum Agraria
di Indonesia, UM Press, Malang, 2000
Lawrence Neuman, W, Metodologi Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Indeks, Jakarta, 2013
Rony Hanijito Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1996
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.
2011
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta,
2005
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094.
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094.
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha dan Hak Pakai Atas Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4086.
PERATURAN MENTERI AGRARIA
Peraturan Kepala BPN RI No. 4 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penertiban Tanah
Terlantar, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 878.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Izin Lokasi, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2021.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan tanah, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1082.
PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2015 Tentang Kementerian Agraria yang
berfungsi Tata Ruang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1064.
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Badan Pertanahan Nasional,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6890.
JURNAL
Fauzi Iswari, Kewenangan Pemerintah dalam Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar dalam Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Islam,
Jurnal Dinamika Hukum, Volume. 10, No 3, 2010, hlm 64.
INTERNET
Mahkamah Agung, Panitia C Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar vs
PT.Mojokerto Industrial Park Provinsi Jawa Timur (online).
http//putusan.mahkamahagung.go.id,putusan PTTUN Nomor
01/B/2014/PT.TUN.SBY (17 Juni 2016), 2016.