Post on 05-Nov-2015
description
MITOS MAKANAN JATUH
BELUM LIMA MENIT
Disusun oleh:
1. Luki Andreas Wibowo P051140041
2. A. Farhanah P051140071
3. Septiana Sulistiawati P051140111
4. Nurcahyo Harry Sulistyo P051140161
5. Putri Yuniastuti P051140191
6. Febriana Sari P051140231
7. Nonozisokhi Gea P051140251
8. Muhammad Yunus P051140261
9. Riski Indradewi P051140211
10. Shinta D Ardhiyanti F251140271
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belum lima menit merupakan sebuah istilah yang sering kita dengar bahkan sering tanpa sengaja diucapkan sebagai alasan untuk mengambil kembali
makanan yang telah terjatuh. Banyak orang meyakini bahwa lima menit
merupakan batas waktu makanan yang terjatuh untuk tetap laik dimakan. Istilah
ini bahkan juga pernah dimuat dalam sebuah iklan pembersih lantai, dengan
pemeran utamanya mengambil kembali makanan yang terjatuh di lantai lalu
mengatakan, "belum 5 menit!". Kata-kata tersebut memiliki makna bahwa
makanan yang tercecer di lantai sebelum lima menit masih tetap laik konsumsi.
Istilah belum lima menit ini ternyata tidak hanya berlaku di Indonesia saja. Di luar negeri ternyata juga memiliki istilah yang mengaitkan antara lama
waktu makanan yang terjatuh ke lantai dengan kelaikkan makanan tersebut untuk
dikonsumsi. Jika di Indonesia berlaku istilah belum lima menit, di luar negeri justru berlaku istilah belum lima detik. Aturan 5 detik ini sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah hukum atau aturan tidak tertulis ketika sebuah
makanan jatuh ke lantai, maka seseorang tetap dapat mengambil kembali makanan
tersebut untuk kemudian dikonsumsi. Hal ini hanya berlaku saat makanan tersebut
terjatuh kurang dari 5 detik dengan alasan bahwa kotoran dan bakteri
membutuhkan waktu 6 detik untuk berpindah ke makanan.
Kaitan antara lamanya makanan jatuh dan kelaikkan makanan tersebut
untuk dikonsumsi terletak pada banyaknya kontaminan yang menempel pada
makanan tersebut saat terjatuh. Walaupun lantai terlihat bersih seperti lantai
rumah contohnya, sebaiknya seseorang tidak boleh merasa aman akan hal
tersebut. Hal ini disebabkan oleh ketika seseorang menginjak lantai tersebut, baik
dengan sandal, sepatu atau kaki telanjang, hal tersebut akan langsung menjadi
'rumah terbaik' bagi bakteri-bakteri untuk hidup. Suatu penelitian menemukan
bahwa 90% sepatu kita terkontaminasi bakteri berbahaya seperti Escherichia coli,
yaitu bakteri yang terdapat pada sistem pencernaan manusia untuk mengurai
makanan. Makanan yang terkontaminasi bakteri ini dapat mengakibatkan demam
dan diare pada pengonsumsinya apabila makanan terkontaminais tersebut
dikonsumsi.
Tim peneliti dari Manchester Metropolitan University (MMU) menguji
lima jenis makanan untuk melihat apakah aturan tiga detik itu dapat dipercaya.
Lima makanan tersebut antara lain aalah roti dengan selai, pasta, ham, biskuit, dan
buah kering. Makanan-makanan tersebut dijatuhkan dan dibiarkan selama tiga,
lima, dan 10 detik. Makanan-makanan ini termasuk yang paling umum
dikonsumsi, dan memiliki kadar air yang berbeda-beda. Kadar air adalah faktor
penentu apakah bakteri dapat tumbuh pada makanan tersebut dalam tiga detik
sebelum dipungut dari lantai.
Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan, makanan yang mengandung
kadar garam dan gula yang tinggi lebih aman dikonsumsi walaupun makanan
tersebut telah terjatuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemungkinan bakteri
berbahaya untuk dapat bertahan pada jenis makanan tersebut. Makanan olahan
termasuk yang memiliki risiko paling rendah untuk terpapar bakteri karena
kandungan gula dan garamnya yang tinggi. Pada pengujian ham dan roti berisi
selai, makanan-makanan tersebut telah berhasil lolos sensor.
Pada analisis lainnya, buah kering dan pasta menunjukkan tanda-tanda
terpapar klebsiella, yaitu bakteri yang berpotensi menimbulkan penyakit seperti
pneumonia, infeksi saluran kemih, septicaemia, dan penyakit jaringan lunak
setelah terjatuh selama tiga detik. Jumlah mikroorganisme pada buah kering
bahkan begitu banyak sehingga sulit untuk dihitung. Biskuit juga relatif aman
untuk dimakan setelah terjatuh di lantai selama tiga, lima, dan 10 detik karena
kadar airnya yang rendah. Berdasarkan analisis pada sampel biskuit, tidak terdapat
organisme tertentu yang terdeteksi pada biskuit karena kadar air yang rendah
sehingga kemampuan menempel bakteri menjadi rendah. Pasta yang sudah
matang memiliki jumlah mikroorganisme yang sedikit meningkat setelah lima
detik dengan kadar klebsiella yang sangat rendah ketika dideteksi setelah tiga,
lima, dan 10 detik.
Meskipun beberapa makanan setelah terjatuh ke lantai terbukti tetap aman
dikonsumsi, tetap disarankan untuk terus menjaga kebersihan lantai dengan rutin
membersihkannya untuk meminimalisasi risiko paparan bakteri.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan
pembersih lantai yang digunakan mampu menghilangkan mikroba selama lima
menit .
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, mengarakterisasi, dan
mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada tiap sampel makanan yang
dianalisis.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah pembersih lantai tersebut dapat mematikan
dan menahan pertumbuhan bakteriterhadap waktu yang telah ditentukan.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
informasi ilmiah mengenai jenis dan jumlah mikroba apa saja yang bertahan
hidup setelah diberikan pembersih lantai.
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan Makanan oleh Mikroba
Mikroorganisme tersebar luas di alam sehingga produk pangan jarang sekali
yang steril dan umumnya terpapar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Bahan
pangan selain sebagai sumber gizi bagi manusia juga merupakan sumber nutrisi
bagi perkembangan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme di produk
pangan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi sehingga
bahan pangan tersebut menjadi tidak laik untuk dikomsumsi. Bahan pangan dapat
bertindak sebagai substrat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat bersifat
patogenik terhadap manusia. Kelompok mikroorganisme yang umumnya
berhubungan dengan bahan pangan antara lain adalah bakteri, kapang, khamir,
dan virus. Dari kelompok mikroorganisme tersebut terdapat kelompok yang
menguntungkan dan merugikan. Kelompok yang menguntungkan dapat
menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan
baik dari segi gizi, mutu, daya cerna, dan daya simpan, sedangkan pada bakteri
yang merugikan dapat membuat makanan menjadi cepat rusak sehingga tidak
dapat dikomsumsi dan dapat menimbulkan penyakit jika dikonsumsi. Bakteri
merupakan kelompok mikroorganisme yang penting dan terdapat pada bahan
pangan dalam jumlah yang beraneka ragam dengan ada yang dapat menimbulkan
pembusukan yang tidak diinginkan, namun ada juga yang memberikan
keuntungan melalui proses fermentasi. Keanekaragaman bakteri tersebut
disebabkan bakteri memiliki tempat hidup yang beragam sehingga bakteri dapat
hidup pada hampir seluruh organisme, udara, air dan tanah. (Ray and Bhunia
2008; Buckle et al. 1987).
Terdapat dua faktor kunci yang umumnya dapat menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi bakteri dan
kemampuan hidup bakteri. Pada beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki
kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin
atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit. Bakteri patogen juga
harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan
pengolahannya. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua
mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi (Badan POM RI). Intoksikasi adalah
keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen. Bakteri
tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin. Jika bahan pangan tersebut
dikonsumsi, maka toksin tersebutlah yang akan menyebabkan penyakit, bukan
bakterinya. Pada mekanisme infeksi bakteri, bakteri patogen dapat menginfeksi
korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya
seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui
konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit,
jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi
(Badan POM RI).
Morfologi, Struktur Sel, dan Perkembangbiakan Bakteri, Kapang dan
Khamir
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal yang tidak kasat mata.
Sel bakteri ditemukan dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad, kelompok
kecil, gerombolan, atau rantai. Pada umumnya, sel bakteri memiliki panjang 0.5-
10 m dan lebar 0.5-2.5 m serta memiliki bentuk bulat, batang, spiral, dan koma.
Struktur dan organisasi sel bakteri secara keseluruhan hampir sama, meskipun
bentuknya berbeda. Sel bakteri terdiri atas lapisan dinding sel luar yang kaku dan
di bawahnya terdapat membran sel. Di dalam membran terdapat isi dari
sitoplasma. Bahan inti sitoplsma tersebut bergantung dari jenis bakteri dan
terkadang mempunyai struktur tambahan berupa bulu cambuk, kapsul, dan
endospora. Beberapa sel bakteri pada bagian luarnya dikelilingi oleh lapisan
lendir yang umum disebut sebagai kapsul. Beberapa jenis bakteri yang
berhubungan dengan mikrobiologi pangan memiliki kemampuan untuk
memproduksi struktur internal, yaitu endospora. Endospora terbentuk ketika
kondisi lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Spora yang
telah masak akan dilepas ke alam dengan spora ini bersifat tahan terhadap
keadaan fisik dan kimiawi serta dapat memasuki tahap dorman untuk beberapa
tahun. Bakteri berkembang biak secara aseksual, yaitu dengan proses pembelahan
diri menjadi dua. Tahapan tersebut dimulai ketika sel-sel bakteri memanjang
hingga mencapai dua kali ukuran normalnya dan akan membelah pada bagian
tengah sehingga menghasilkan dua sel untuk kemudian diikuti dengan proses
pembelahan dua sel tersebut. Hasil pembelahan secara terus-menerus akan
membentuk suatu koloni sehingga dapat dilihat secara kasat mata. (Waluyo 2007;
Waluyo 2010; Buckle et al. 1985).
Kapang merupakan cendawan (fungi) mutiseluler berfilamen yang tumbuh
dalam bentuk massa saling berkaitan. Kapang secara cepat dapat menutupi
beberapa inchi area dalam 2 hingga 3 hari (Jay et al. 2005). Pertumbuhan masa
kapang dapat dilihat tanpa menggunakan alat bantu, namun pengamatan sel
kapang harus menggunakan mikroskop (IFT 2015) Massa kapang yang dapat
terlihat mata disebut miselium. Miselium terdiri dari cabang dan filamen yang
disebut hifa (Jay et al. 2005). Kapang pada umumnya terlibat dalam proses
pembusukan makanan, beberapa jenis kapang dalam genus Aspergillus,
Penicillium, ataupun Fusarium dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Kapang berkembang biak dengan memproduksi spora
aseksual. Ketika spora tersebut menempel pada makanan maka akan terbentuk
hifa, yang akan terus bertumbuh dan menghasilkan spora sebagai alat reproduksi
(IFT 2015).
Berbeda dengan kapang, khamir merupakan cendawan bersel tunggal.
Khamir dapat dibedakan dengan bakteri berdasarkan ukuran selnya. Khamir
memiliki ukuran sel yang lebih besar dibandingkan sel bakteri, dengan kisaran 5
hingga 8 m (Jay et al. 2005). Sel khamir memiliki bentuk yang khas yakni oval. memanjang, elips atau spherical (Jay et al. 2005; IFT 2015). Khamir tidak
termasuk dalam kategori mikroba patogen, namun berperan dalam pembusukan
makanan. Berbeda dengan bakteri dan kapang, khamir berkembang biak dengan
membentuk tunas (IFT 2015).
Gambar 1. Mode reproduksi bakteri, khamir dan kapang (IFT 2015)
Kelompok Bakteri Penting Pada Produk Pangan (Buckle et al., 1985;
Waluyo, 2010)
Bakteri berdasarkan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya, dapat
diklasifikasikan sebagai species, genus, trible, family, dan order. Tingkatan
klasifikasi yang umum digunakan pada mikrobiologi pangan, yaitu tingkat genus
dan spesies. Kelompok mikrobiologi yang penting dalam perukasan pangan
terdiri atas:
Pseudomonodaceae
Genus utama dari famili bakteri ini yang berhubungan dengan bahan pangan
adalah Pseudomonas. Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif berbentuk batang
kecil dan dapat bergerak. Bakteri ini umumnya berflagella polar tunggal dan
mempunyai tipe metabolisme yang bersifat oksidatif. Bakteri ini berkembang biak
dengan cepat pada suhu reprigasi dan sering mengakibatkan terbentuknya lendir
dan pigmen pada permukaan makanan yang ditempatinya. Sebagai contoh,
Pseudomonas fluorescens menghasilkan pigmen bewarna kehijauan dan
Pseudomonas nigrificans membentuk pigmen hitam pada makanan yang
mengandung protein. Kelompok bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis
kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan
spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah komponen lemak dan
protein dari bahan pangan.
Bacillaceae
Bacillaceae terdiri atas dua genus, yaitu Bacillus dan Clostridium. Bakteri
ini termasuk bakteri gram positif berbentuk batang, memiliki flagella, dan
membentuk endospora. Dua genus tersebut tersebar luas di dalam air dan tanah
sehingga dapat mencemari banyak jenis bahan pangan. Kelompok bakteri ini
merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar
berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim untuk
merusak karbohidrat, lemak, dan protein. Aktivitas perusakan kedua jenis bakteri
ini berhubungan dengan bahan pangan yang diolah melalui proses pemanasan.
Sebagai contoh, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, dan Clostridium
botulinum merupakan kelompok bakteri golongan ini yang dapat menyebabkan
keracunan makanan.
Mocrococcaceae
Mocrococcaceae terdiri atas dua genus, yaitu Micrococcus dan
Staphylococcus. Bakteri ini termakuk bakteri gram positif, tidak berspora, dan
bersifat katalase positif. Bakteri ini banyak tersebar di tanah, permukaan air,
tanaman, dan hewan. Kelompok Mocrococcaceae jarang menjadi penyebab utama
kerusakan bahan pangan karena bakteri ini memerlukan waktu yang cukup lama
untuk dapat tumbuh. Akan tetapi, bakteri ini cukup tahan terhadap tekanan
lingkungan seperti suhu, garam, dan kekeringan jika dibandingkan dengan jenis
bakteri yang lain. Hal ini membuat bakteri ini masih dapat hidup walaupun bahan
pangan telah melalui proses pengolahan sehingga dapat menimbulkan kerusakan
pada beberapa makanan olahan seperti susu pasteurisasi, daging, dan sayuran asin.
Sebagai contoh, bakteri jenis ini yang sering dijumpai dan berperan dalam
kerusakan bahan pangan, yaitu Micrococcus varians, Micrococcus flavus,
Micrococcus roseus, dan Staphylococcus aureus.
Jenis bakteri yang sering menempel di lantai rumah adalah E.coli,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Enterobacter sp, Citrobacter
sp, Klebsiella sp, dan Shigella sp. E.coli berpotensi menyebabkan gejala seperti
muntah dan diare, sedangkan Pseudomonas aeruginosa dapat menyerang luka
yang terbuka serta dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare pada orang
dewasa maupun bayi. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan keracunan
makanan serta dapat membentuk nanah pada luka yang terbuka. Enterobacter sp
dan Citrobacter sp dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih serta infeksi
pada pernapasan. Sementara itu, Klebsiella sp dapat menyebabkan infeksi pada
saluran kemih maupun sistem pernapasan, sedangkan Shigella sp dapat
menyebabkan disentri serta diare berat (Laseduw 2014).
Kelompok Kapang dan Khamir Penting Pada Produk Pangan
Terdapat lebih dari 19 genus kapang yang ditemukan pada bahan pangan
Beberapa genus tersebut antara lain: Alternaria, Aspergillus, Aureobasidium
(Pullularia), Botrytis, Cladosporium, Fusarium, Geotrichum, Helminthosporium,
Monilia/Sclerotinium, Penicillium, Stachybotrys, Trichothecium, Byssochlamys,
Emericella, Eupenicillium, Eurotium, Mucor, Rhizopus, Thamnidium dan
beberapa genus lainnya. Seperti halnya kapang, khamir juga memiliki beberapa
genus yang sering dijumpai pada bahan pangan. Genus genus tersebut antara lain:
Hanseniaspora, Debaryomyces, Issatchenkia, Kluyveromyces, Pichia,
Saccharomyces, Torulaspora, Zygosaccharomyces, Schizosaccharomyces,
Brettanomyces, Candida, Cryptococcus, Rhodotorula dan Trichosporon (Jay et al.
2005).
Cemaran Jamur pada Pangan
Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan,
diantaranya kerusakan flavor, warna, pelunakan, dan terbentuknya
senyawa yang bersifat toksik. Kerusakan tersebut disebabkan karena jamur
dapat menghasilkan enzim ekstraseluler yang akan memecah senyawa
tertentu pada pangan yang bersangkutan, serta dapat menghasilkan metabolit
sekunder yang bersifat toksik, disebut mikotoksin.
Tidak setiap pangan yang tercemar oleh jamur selalu mengandung
mikotoksin, sebab banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
maupun pembentukan mikotoksin pada pangan. Namun demikian, karena
sangat banyaknya spesies jamur yang bersifat toksigenik, cemaran jamur
pada pangan perlu mendapat perhatian serius.
Beberapa kelompok jamur diketahui bertahan pada perlakuan
pengawetan pangan misalnya Wallemia sebi pada ikan asin, Cladosporium
herbarium pada daging yang disimpan dngin, Byssochlamis fulva pada
makanan kaleng, serta Penicillium requeforti yang tahan terhadap sorbat.
16 genera yang umum terdapat dalam pangan :
1. Alternaria sp . mengkontaminasi produk dari tanaman 2. Aspergillus sp. beberapa spesies menghasilkan aflatoksin yang bersifat
karsinogenik
3. Botrytis sp . banyak mengkontaminasi buah dan sayuran 4. Cephalosporium sp. 5. Cladosporium s p . salah satu spesies C. herbarium memproduksi spot
hitam pada daging
6. Fusarium sp. mengkontaminasi buah dan sayuran 7. Geotrichum sp. biasanya terdapat dapat keju dan menentukan flavor dan
aroma beberapa jenis keju
8. Gloesporium s p . dapat menyebabkan anthracnoses pada tanaman. 9. Helminthosporium sp. merupakan p atogen tanaman dan saprofit 10. Monilia sp. dapat menyebabkan brown rot pada buah-buahan 11. Mucor sp. dapat ditemukan pada sebagian besar makanan 12. Penicillium sp. jamur ini penting dalam pembuatan beberapa jenis keju,
beberapa spesies dapat menghasilkan antibiotik, tersebar pada tanah,
udara, debu, dan makanan (roti, kue, buah).
13. Rhizopus s p . dapat tumbuh pada berbagai jenis makanan seperti buah, kue, dan roti.
14. Sporotrichum sp . dapat tumbuh pada suhu < 0C, beberapa spesies menyebabkan spot pada daging simpan dingin.
15. Thamnidium sp. ditemukan pada daging simpan dingin, menyebabkan suatu kondisi yang disebut "whiskers". Dapat ditemukan pada berbagai
jenis makanan yang mudah membusuk seperti telur.
16. Trichothecium (Cephalothecium) s p . biasa mengkontaminasi buah dan sayuran
Jamur penghasil mikotoksin biasanya termasuk dalam genus seperti
Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium. Mikotoksin yang diproduksi
Aspergillus dapat terbentuk sebelum atau sesudah panen, sedangkan jamur
Fusarium, dan Penicillium lebih banyak mengkontaminasi sebelum panen
dibanding sesudah panen.
Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh cemaran jamur pada pangan
Cemaran jamur pada pangan memerlukan perhatian yang serius, bukan
hanya karena menyebabkan kerusakan pangan tetapi berkaitan dengan potensi
jamur tersebut untuk menghasilkan mikotoksin serta membentuk konidia yang
bersifat patogen atau penyebab alergi. Sampai sekarang sudah diketahui
labih dari 400 macam mikotoksin yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenis
jamur, masing-masing memiliki toksisitas yang bervariasi, yang
umumnya bersifat kronis, atau menimbulkan mikotoksisitas. Efek toksik
yang terpenting adalah sebagai penyebab kanker dan penurunan
imunitas. Beberapa mikotoksin memiliki sifat sebagai antibiotik, yang
dapat menyebabkan beberapa bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik
yang banyak digunakan sekarang ini. Beberapa macam mikotoksin dapat
bersifat sinergistik.
Mengingat umumnya mikotoksin tahan terhadap faktor proses, maka jika
mikotoksin telah terbentuk pada bahan sebelum diolah, maka peluang
tercemarnya produk akhir oleh mikotoksin akan tetap terjadi.
Beberapa kelompok jamur juga sangat berpotensi sebagai penyebab
alergi atau penyakit, terutama penyakit yang berkaitan dengan saluran
pernafasan. Oleh karena itu, industri fermentasi yang menggunakan
jamur sebagai agensia fermentasi, harus dapat melakukan pengendalian 'bahaya
yang ditimbulkan oleh jamur dengan menggunakan managemen proses
yang baik. Selain harus berusaha agar tidak terjadi pencemaran jamur pada
bahan maupun selama proses, juga harus menghindarkan bahaya yang
ditimbulkan oleh jamur yang dipakai terhadap para pekerja atau lingkungan
industri yang bersangkutan.
Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroorganisme
Suplai makanan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai sumber
energi adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat
besi, dan sejumlah kecil zat logam lainnya. Unsur-unsur tersebut harus tersedia
untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Sumber karbon dapat diperoleh
dari jenis gula karbohidrat sederhana seperti glukosa. Nitrogen dapat diperoleh
dari sumber anorganik seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3 atau sumber-sumber
organik seperti asam amino dan protein. (Buckle et al. 1987; Dwidjoseputro
1989). Pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
waktu, suhu, pH, aktifitas air, ketersediaan oksigen, dan faktor-faktor kimia
(Fardiaz, 1992; Buckle et al. 1985)
Waktu
Fase pertumbuhan mikroorganisme atau kultur terdiri atas fase lambat (lag),
logaritmis (log), tetap, dan menurun. Tipe pertumbuhan yang cepat disebut
logaritmis atau eksponensial. Waktu yang dibutuhkan untuk mecapai fase tersebut
atau waktu yang dibutuhkan sel bakteri untuk membelah berkisar antara 10-60
menit. Fase ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan ke dalam media
nutrien segar, tidak terjadi secara terus menerus, serta hanya terjadi dalam satu
fase yang singkat dari pertumbuhan populasi mikroorganisme (Buckle et al.
1985).
Suhu
Suhu lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan
mikroorganisme. Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme
mikroorganisme juga akan naik dan pertumbuhannya dipercepat. Sebaliknya
apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga ikut turun dan pertumbuhannya
diperlambat. Pada suhu yang naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin
terhenti sehingga komponen sel menjadi tidak aktif dan mikrooorganisme menjadi
mati. Berdasarkan hubungan antara suhu, mikroorganisme digolongkan menjadi
kelompok psikrofil (kisaran suhu -15 sampai 20 C), psikrotrof (kisaran suhu -5
sampai 35 C), mesofil (kisaran suhu 5 sampai 45 C), termofil (kisaran suhu 40
sampai 80 C), dan termotrof (kisaran suhu 15 sampai 50 C) (Buckle et al. 1985).
Nilai pH
Setiap mikroorganisme memiliki kisaran nilai pH yang memungkinkan
untuk pertumbuhannya. Pada umumnya, mikroorganisme dapat tumbuh pada
kisaran pH 6.0-8.0 dan nilai pH di luar kisaran 2.0-10.0 umumnya bersifat
merusak (Buckle et al. 1985).
Aktifitas Air
Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat
pengangkut zat-zat gizi atau bahan limbah ke dalam dan ke luar sel. Jenis
mikroorganisme berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk
pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam
media dengan nilai aw tinggi, yaitu 0.91. Sementara itu, khamir dapat hidup pada
nilai aw yang lebih rendah, yaitu 0.87-0.91, sedangkan kapang memiliki
kemampuan hidup pada nilai aw yang lebih rendah lagi, yaitu 0.80-0.87 (Buckle et
al. 1985).
Ketersediaan Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroorganisme dibedakan menjadi
organisme aerobik, anaerobik, anaerobik fakultatif, dan mikroerofilik. Organisme
aerobik merupakan organisme yang mebutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya,
sedangkan organisme anerobik tidak membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya dan oksigen merupakan racun bagi organisme ini. Organisme
anaerobik fakultatif akan menggunakan oksigen apabila tersedia dan organisme
ini tetap dapat tumbuh dalam keadaan anaerobik ketika oksigen tidak tersedia.
Organisme mikroerofilik merupakan mikroorganime yang lebih dapat tumbuh
pada kadar oksigen yang lebih rendah dibandingkan kadar oksigen normal yang
terdapat pada kondisi atmosfer (Buckle et al. 1985).
Faktor-faktor Kimia
Beberapa zat kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
atau membunuh mikroorganisme di antaranya ada yang bersifat bakteriostatik
atau fungiostatik, bakterisidal, dan fungisidal. Bahan-banah kimia bakteriostatik
atau fungiostatik tersebut digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau
kapang, sedangkan bakterisidal dan fungisidal dapat membunuh bakteri atau
kapang. Pada industri pengolahan bahan makanan beberapa bahan seperti
detergen, logam, asam, halogen, alkohol, fenol, dan antibiotik yang mempunyai
efek antimikrobial banyak digunakan. Aktivitas dari bahan-bahan kimia
antimikrobial dapat bersifat khas, yaitu dapat efektif mematikan atau menghambat
pertumbuhan pada jenis-jenis mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh, antibiotik
penisilin dan tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri tetapi tidak membunuh
kamir atau kapang. Contoh lainnya, yaitu larutan hipoklorit dapat mematikan
lebih banyak jenis mikroorganisme. Efektivitas dari setiap bahan antimikroba ini
bergantung pada jumlah yang digunakan, waktu penggunaan, dan fakor-faktor
lingkungan lainnya seperti pH. (Pelczar dan Chan 1988; Drider et al. 2006;
Fardiaz 1992).
Perhitungan Mikroorganisme dalam Bahan Pangan
Mutu mikroorganisme dari suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah
dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mutu
mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari suatu produk pangan
yang ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, sedangkan keamanan produk
dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terkandung.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan pengambilan contoh yang
tepat`dari produk yang akan diuji melalui proses enumerasi atau penghitungan
mikroorganisme yang terdapat dalam contoh (Buckle et al. 1985)
Pengambilan contoh yang tidak aseptik dapat mempengaruhi keberadaan
perhitungan akhir jumlah mikroorganisme sehingga diperlukan teknik aseptis
dalam pengambilan contoh. Penggunaan teknik aseptis selama proses
pengambilan contoh dilakukan agar tidak terjadi pencemaran lebih lanjut. Proses
ini termasuk menggunakan alat-alat yang steril seperti pada pengambilan bahan
pangan yang berbentuk cair harus menggunakan pipet steril. Pada produk padat,
pengambilan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan pisau, garpu, sendok,
dan penjepit yang harus disterilkan terlebih dahulu serta wadah yang digunakan
untuk menimbang harus disterilkan. Contoh-contoh yang digunakan harus segera
dianalisis setelah diambil untuk mengurangi kemungkinan perubahan jumlah
mikroorganisme selama waktu penundaan (Gunawan 1988; Waluyo 2010).
Contoh sampel yang telah diambil selanjutnya dilarutkan ke dalam suatu
larutan steril seperti larutan 0.1% pepton yang akan melepaskan hampir semua
mikroorganisme ke dalam suspensi yang dapat dihitung secara keseluruhan.
Jumlah sel total dapat dihitung dengan menggunakan kotak penghitung (counting
chamber) atau menggunakan lapisan suspensi contoh yang telah diwarnai. Selain
itu, untuk menghitung sel-sel hidup dapat dilakukan dengan menumbuhkan sel ke
dalam media agar. Contoh suspensi sel atau bahan pangan homogenat diinokulasi
ke dalam atau ke atas media nutrien agar dan setelah diinkubasi, jumlah koloni
yang terbentuk dihitung. Karena satu koloni terbentuk dari satu sel, maka jumlah
koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutan asalnya. Kelebihan metode ini
adalah memungkinkan untuk mengetahui berbagai jenis mikroorganisme yang ada
dalam contoh berdasarkan perbedaan bentuk koloni yang tumbuh sehingga
memungkinkan untuk memurnikan mikroorganisme tertentu untuk diidentifikasi
taksonominya (Buckle et al. 1985).
Media Selektif
Potato Dextrose Agar (PDA)
PDA merupakan medium semi alami karena tersusun atas bahan alami
(kentang) dan bahan sintesis (dekstrose dan agar). PDA digunakan untuk
menumbuhkan jamur. Proses pembuatan media ini ditunjukkan pada Tabel 1.
Mac Conkey Agar
Media ini termasuk ke dalam media selektif dan diferensial bagi mikroba.
Jenis mikroba tertentu akan membentuk koloni dengan ciri tertentu yang khas
apabila ditumbuhkan pada media ini (Gambar 1). Senyawaan utama dalam media
ini adalah laktosa, garam empedu, dan merah netral sebagai indikator warna.
Media ini akan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dengan adanya
garam empedu yang akan membentuk kristal violet. Bakteri gram negatif
yang tumbuh dapat dibedakan berdasarkan kemampuannya dalam
memfermentasikan laktosa. Koloni bakteri yang memfermentasikan laktosa
berwarna merah bata dan dapat dikelilingi oleh endapan garam empedu. Endapan
ini disebabkan oleh penguraian laktosa menjadi asam yang akan bereaksi dengan
garam empedu (Lay 1994).
Gambar 1 Media MCA
Bakteri yang tidak memfermentasikan laktosa biasanya bersifat patogen.
Golongan bakteri ini tidak memperlihatkan perubahan pada media. Ini berarti
warna koloninya sama dengan warna media. Warna koloni dapat dilihat pada
bagian koloni yang terpisah (Lay 1994). Beberapa contoh jenis pertumbuhan
koloni pada Mac Conkey Agar, yaitu Salmonella dan Shigella (serupa warna
media), Escherichia coli (merah dengan dikelilingi oleh zona yang keruh),
Enterobacter dan Klebsiella (merah muda dan mukoid),
Enterococcus dan Staphylococcus (kecil dan tidak terang tembus).
Tabel 1 Komposisi media PDA
Tabel 2 Komposisi media MCA
Bahan Ukuran (gram)
Potato infusion
Agar
Dextrose
200 g
15 g
20 g
Bahan Komposisi
Potato infusion
Agar
Dextrose
17 g/L
10 L
13.5 L
Pancreatic Digest of Casein 1.5 L
Crystal Violet 1 L
Peptic Digest of Animal Tissue 1.5 L
Sodium Chloride 5 L
Neutral Red 30 mg/L
Bile Salt Mixture 1.5 L
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Bahan yang dibutuhkan adalah air, pembersih lantai, roti, kerupuk, agar,
media nutrient agar (NA), media potatoes dextrose agar (PDA), media mac
conkey (MCA), tip, alumunium foil, alkohol 97%, HCl 0.5 N, NaOH 0.5 N.
Alat yang digunakan adalah kertas timbang, cawan petri, neraca analitik,
pipet mikro, labu erlenmeyer, spatula, gelas ukur, timer, pH meter, mikroskop,
sprayer, bunsen, kamera, vortex, autoclave, kulkas, freezer, oven, dan hot plate.
Rancangan Percobaan
Percobaan kedua menggunakan rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) pola faktorial (3x2) dengan 7 kelompok. Faktor A, yaitu jenis makanan
(kerupuk, roti, dan agar). Faktor B, yaitu kondisi lantai (lantai sebelum
dibersihkan dan setelah dibersihkan). Model matematika yang digunakan dalam
analisa statistik adalah:
Xijk = + i + j + ij + ijk Keterangan:
Xijk = Nilai pengamatan faktor A ke -i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k
= Nilai rataan umum i = Pengaruh faktor media simpan ke-i (i= 0,1,2,3,) j = Pengaruh faktor waktu simpan ke-j (j= 0,1,2) ij = Pengaruh interaksi antara faktor A (media simpan) ke-i dan faktor
B (waktu simpan) ke-j
ijk = Error (galat) ke-i, ke-j dan ke-k.
Metode Percobaan
Pengambilan Sampel
Masing-masing makanan disiapkan dan diletakkan pada lantai yang belum
dibersihkan dan pada lantai yang telah dibersihkan dengan lama waktu yang
berbeda-beda untuk interaksi makanan dan lantai. Setelah itu, masing-masing
makanan tadi dimasukkan ke dalam plastik steril.
Isolasi Bakteri
Sampel diambil dengan menggunakan ose dan dibiakkan ke dalam media NA
dan MCA dengan goresan T dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator
dengan suhu 37 C. Setelah 24 jam, koloni terpisah dari bakteri yang tumbuh pada
media agar darah dan MCA dicatat ciri koloninya. Setiap koloni yang tumbuh
berbeda sepanjang goresan dibiakkan ke dalam agar miring TSA dan dilakukan
pelabelan untuk setiap koloni. Biakan agar miring TSA diinkubasi selama 24 jam
menggunakan inkubator dengan suhu 37
C.
Isolasi dan Analisis Cendawan
Masing-masing makanan diletakkan potongan tersebut pada medium PDA
kemudian diinkubasi pada suhu 30 C selama 2-5 hari. Pertumbuhan kapang dan
pembentukan zona diamati pada medium. Setelah itu, koloni yang membentuk
zona dimurnikan pada medium yang sama dan isolat murni disimpan dalam agar
miring PDA. Genus kapang ditentukan berdasarkan mikroskopi morfologi
struktur konidianya menggunakan teknik solatif transparan.
Analisis Bakteri
Koloni yang tumbuh pada media TSA diwarnai dengan pewarnaan Gram
untuk dilihat morfologi, sifat Gram, dan kemurniannya. Berdasarkan Lay (1994),
preparat ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama 60 detik.
Preparat dibilas dengan akuades. Setelah dicuci, preparat ditetesi larutan lugol
selama 60 detik dan dibilas menggunakan akuades hingga bersih. Preparat diberi
larutan pemucat berupa aseton alkohol selama 15 detik dan dibilas kembali
dengan akuades hingga bersih. Preparat ditetesi larutan safranin selama 15 sampai
20 detik dan dibilas kembali menggunakan akuades hingga bersih. Setelah itu,
preparat dikeringkan dengan kertas saring dan diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran objektif 100x yang sebelumnya telah ditetesi minyak emersi.
Hasil pewarnaan Gram, bakteri Gram positif berwarna ungu, sedangkan bakteri
Gram negatif berwarna merah. Apabila terdapat koloni bakteri yang belum murni,
maka dilakukan kembali isolasi pada agar darah maupun MCA dengan goresan T.
Apabila hasil dari pewarnaan Gram kurang meyakinkan, maka dilakukan uji KOH
3% untuk menentukan sifat Gram bakteri. Bakteri Gram negatif akan
menunjukkan adanya masa gelatin dengan membentuk benang-benang halus saat
diangkat menggunakan ose. Identifikasi akhir mengacu pada Jang et al. (1976),
Barrow dan Feltham (1993), dan Bergey dan Breed (1994).
Analisis Data
Analisis data dengan menggunakan metode deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Bucle KA, Edwards RA, Flee, GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemakan Oleh Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta (ID): UIP.
Dwidjoseputro D. 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan.
Drider D, Fimland G, Hechard Y, McMullen M, Prevost H. 2006. The continuing
story of class iia bacteriocins. Microbiol Mol Biol Rev 70:564-582.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, LW 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor(ID): Institut Pertanian
Bogor.
Institute of Food Technologies. 2015. Microbiology in Food Systems.
www.ift.org [7 Juni 2015]
Jay, J. M., M. J. Loessner, D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology. Springer Science.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta(ID): Grafindo. hlm: 110.
Laseduw Jeffry. 2014. Lindungi Rumah dari Kuman. http://www.necturajuice. com/lindungi-rumah- anda-dari-kuman.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta(ID): UI Press.
Ray B, Bhunia A. 2007. Fundamental Food Microbiology. 4th Edition. Washington DC(US): CRC Press.
Waluyo L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang (ID): UMM Press.
Waluyo L. 2010. Teknik Metode Dasar: Mikrobiologi. Malang (ID): UMM Press.