Post on 04-Jan-2016
description
BAB 1
PENDAHULUAN
Kejang berkaitan dengan demam merupakan masalah pediatrik yang umum terjadi.
Membedakan kejang demam dari kejang simtomatik akut akibat dari infeksi sistem saraf
pusat (SSP) ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan
hal yang esensial. Sindrom kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berkaitan
dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit
akut pada anak.1
Berdasarkan definisi konferensi National Institutes of Health Consensus tahun
1980, kejang demam merupakan suatu keadaan pada bayi atau anak, biasanya antara 3
bulan dan 5 tahun, berkaitan dengan demam tetapi tanpa bukti infeksi atau penyebab
yang pasti pada intrakranial. Kejang disertai demam pada anak yang menderita kejang
nonfebril sebelumnya dieksklusi. Definisi ini juga yang dipakai acuan dalam
mendefinisikan kejang demam oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006. 2
Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman
Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam
merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang diperkenalkan
oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi
yang dipicu demam. Definisi ini tidak lama digunakan karena telah jelas melalui studi
epidemiologi prospektif bahwa tidak terdapat risiko besar untuk timbulnya epilepsi atau
kejang afebril rekuren oleh karena kejang yang oleh Livingstone disebut sebagai epilepsi
yang dipicu demam. Saat ini, kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang
demam sederhana, yang berlangsung <15 menit dan pada seluruh tubuh, serta kejang
demam kompleks, yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2
Prevalensi kejang demam ialah antara 3-8% anak dengan usia hingga 7 tahun.
Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode penelitian
yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural. 2
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3
Dari definisi tersebut, terdapat penjelasan dari definisi kejang demam sebagai berikut.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf
pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 3
2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada sekitar 2-4% anak di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Dilaporkan bahwa pada negara-negara Asia kasus kejang demam lebih
sering terjadi. Beberapa studi prospektif besar mendapatkan bahwa pada sekitar 20%
kasus, kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Usia paling sering
awitan dari kejang demam ialah pada tahun kedua kehidupan. Kejang demam dilaporkan
sedikit lebih sering pada laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. 2
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. 4
Setelah kejang demam pertama kali, sekitar 33% anak akan mengalami rekurensi
sebanyak satu kali atau lebih. Makin muda usia kejang demam pertama terjadi, lebih
besar kemungkinan mengalami rekurensi. Semua rekurensi (75%) terjadi dalam 1 tahun.
2
Studi terbaru menunjukkan peningkatan risiko rekurensi berkaitan dengan durasi demam
yang yang lebih pendek sebelum serangan kejang terjadi dan suhu yang lebih rendah. 2
Meskipun dilaporkan bahwa kejang demam mendahului 15% epilepsi dengan
awitan pada anak, karena kejang demam lebih umum terjadi daripada epilepsi pada anak,
kurang dari 5% anak dengan kejang demam secara aktual mengalami epilepsi. Kecepatan
epilepsi cenderung lebih tinggi pada populasi yang menderita kejang demam dari sumber
yang diseleksi seperti dari rumah sakit atau rujukan spesialis. 2
Anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko
mortalitas. Namun, pada kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun atau
dipicu oleh suhu tubuh <39 0C, berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas 2 kali
setelah terjadinya serangan kejang. Anak dengan kejang demam memiliki sedikit
peningkatan insiden epilepsi dibandingkan dengan populasi umum. Faktor risiko
terjadinya epilepsi termasuk kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsi atau
abnormalitas neurologik, dan perlambatan perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko
memiliki kemungkinan 10% mengalami kejang afebril. 5
2.3 Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 4, 6
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,
otitis media akut (cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di
kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema
subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 1,2,5
3
2.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
· Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
· Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
· Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 7,8
4
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam dapat dibagi
menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK
Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau
KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 3
Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah kejang
demam dengan salah satu ciri berikut ini. 3
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. 3
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial. 3
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam. 3
5
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua : 2,9
1 . Kejang demam sederhana
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4
kali
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) yang dibuat sedikitnya
seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2 . Epilepsi yang diprovokasi demam
Kejang lama dan bersifat lokal
Umur lebih dari 6 tahun
Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian saraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam sebagai
berikut.
1 . Kejang demam kompleks
Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
Kejang bersifat fokal/multipel
Didapatkan kelainan neurologis
EEG abnormal
Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
Temperatur kurang dari 390C
2. Kejang demam sederhana
Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
6
Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
Temperatur lebih dari 39 0C
3. Kejang demam berulang
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang
antara lain: 1,3
1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai
demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak
yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi
adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan
tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan
epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau
adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.
2.6 Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa
detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. 2,5
7
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara
tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30
detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak.
Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat
menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri. 2,5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 2,5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
2.7 Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi
structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk
menegakkan diagnosis ini.1,3,5,6
Anamnesis5,6
– waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
– sifat kejang (fokal atau umum)
8
– Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
– Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
– Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik
turun)
– Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
– Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
– Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
– Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
– Trauma kepala
Pemeriksaan fisik5,6
– Tanda vital terutama suhu
– Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-
pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur
otak.
– Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,
henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.
– Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel
enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
– Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan korteks serebri.
9
– Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang
berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
– Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
– Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
– Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA, OMA, GE)
– Pemeriksaan refleks patologis
– Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
Pemeriksaan laboratorium1,3,5
– Darah tepi lengkap mencari penyebab demam
– Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.
– Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme
– Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat pada ensefalitis
akut/ensefalopati.
Pemeriksaan penunjang1,2,3,5
– Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan
umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
– EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK
– CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali, akan
tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk
menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel
10
2.8 Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam
otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.
Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis
di otak. 2,5
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak
yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat
fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui
pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Table 2.1. Diagnosa Banding Kejang Demam
No. Kriteria banding Kejang demam Epilepsi Meningitis
ensefalitis
1. Demam Pencetusnya demam Tidak berkaitan
dengan demam
Salah satu
gejalanya demam
2. Kelainan otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
2.9 Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu sebagai
berikut. 2,3,4,5,7
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumat
4. Mencari dan mengobati penyebab
5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
11
6. Pengobatan akut
1. Penatalaksanaan saat Kejang 2,3
Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Jika masih kejang
diberikan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg.bb iv perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit diberikan dalam waktu 3-5 menit, dosis maksimal 20 mg. Obat yang dapat
diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit ialah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal ialah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam per
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg jika berat badan > 10 kg,
atau diazepam per rektal 5 mg untuk usia < 3 tahun dan 7,5 mg untuk usia > 3 tahun.
Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
dengan dosis sama setelah selang waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian
diazepam per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
Saat kejang masih berlangsung di rumah sakit, diberikan diazepam intravena 0,3
0,5 mg/kgBB. Tanda-tanda depresi pernapasan diawasi. Jika masih tetap kejang,
fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit atau berikan fenitoin intravena
10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/menit atau < 50 mg/menit. Jika berhenti
dosis selanjutnya fenitoin 4-8 mg/kg.bb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika
masih belum berhenti, dirawat di ruang perawatan intensif dengan thiopenton dan alat
bantu pernapasan.
2. Pengobatan Penunjang 2,4,5
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan
intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan
dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
12
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, sedangkan
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak
lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang
berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi
lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak
dikompres, dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan
gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan
kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan
menurun perlahan-lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan
efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau
tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat
badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata
pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol.
Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan
dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti
deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis 1,3,7
Pengobatan rumatan diberikan jika:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis
Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Dipertimbangkan jika :
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. Terjadi pada bayi < 12 bulan
13
3. Kejang demam 4 kali/tahun
Pengobatan rumatan mulai diberikan setelah kejang diatasi, pasien dikirim ke
rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan
kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol
dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari (tidak > 5 kali sehari) atau
ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak
dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye.
Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah
terulangnya kejang demam ialah diazepam. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada 30% - 60 % kasus,
begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38.5ºC.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.
Profilaksis Jangka Panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik
yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
di kemudian hari. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang;
kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan. Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
1. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan
kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2. Sodium valproat / asam valproat
14
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik
berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa
hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.
Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3
atau 6 bulan.
4. Mencari dan Mengobati Penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat
dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan
kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan
pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya
gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
2.10 Prognosis 1,2,3
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan
kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
15
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam ialah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan hanya 10%-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
4. Faktor risiko terjadinya epilepsi
Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi antara lain sebagai berikut.
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum KD pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan 4%-6%. Kombinasi dari faktor risiko
tersebut meningkatkan kemungkinan 10%-49%. Tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
2.11 Edukasi Pada Orang Tua 3,10
Kejang selalu menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang, mereka beranggapan
anaknya meninggal. Kecemasan dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa KD mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat
16
2.12 Bila terjadi Kejang (berulang) 3
Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
2.13 Vaksinasi pada Kejang Demam 3
Tidak ada kontraindikasi vaksinasi pada penderita kejang demam. Kejang demam setelah
vaksinasi sangat jarang terjadi. Angka kejadian kejang demam pasca vaksinasi:
DPT: 6 – 9 kasus per 100.000 anak
MMR: 25 – 34 kasus per 100.000 anak
Anjuran:
Berikan diazepam oral/rektal bila demam
Berikan parasetamol saat vaksinasi s.d 3 hari
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : IKD
Umur : 3 tahun 10 bulan
Tanggal lahir : 9 Agustus 2008
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : No. CM : 16773514
Tanggal MRS : 16 April 2014 pk.14.20 WITA
Nama Ayah : I Ketut Irmawan
Umur : 33 tahun
Status perkawinan : 1 x
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta (Salesman)
Nama Ibu : Ni Ketut Rusmini
Umur : 30 tahun
Status perkawinan : 1 x
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
HETEROANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 16 April 2014 pada pukul pk.14.20
WITA.
Keluhan Utama:
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dikeluhkan kejang di rumahnya sebanyak satu kali, kira-kira 20 menit sebelum
masuk rumah sakit (SMRS) (tanggal 16 April 2014 pada pukul pk.14.20 WITA), kejang
terjadi di seluruh tubuh, dengan tangan dan kaki awalnya kaku, lalu menghentak-hentak,
18
lidah tergigit, mata mendelik ke atas, tanpa disertai mulut keluar busa dan kencing.
Setelah kejang, pasien lalu tersadar dan menangis serta berkeringat dingin.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan sejak 1 hari SMRS (tanggal 15
April 2014 pukul 02.00 WITA), tiba-tiba mendadak tinggi dan menetap, tidak diberikan
obat penurun panas karena rencananya orang tua pasien akan membawa pasien berobat
ke puskesmas pagi keesokan harinya (tanggal 16 April 2014).
Pasien tidak dikatakan mengalami batuk dan pilek, makan dan minum sedikit-
sedikit sejak panas. Pasien mengalami mual dan muntah.
Riwayat Pengobatan:
Untuk keluhan batuk, pilek, maupun panasnya, pasien belum sempat dibawa
berobat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien dikatakan tidak pernah menderita kejang sebelumnya. Riwayat alergi dan
sesak nafas pada pasien disangkal. Pasien sering mengalami batuk dan pilek.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Penderita lahir spontan di RSU Karangasem, ditolong oleh dokter. Lahir cukup
bulan, langsung menangis, dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 50
cm, anus (+), tanpa kelainan bawaan.
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi dikatakan lengkap (BCG 1x, Hep B 3x, Polio 4x, DPT 3x, Campak 1x).
Riwayat Nutrisi:
ASI : -
Susu Formula : Lahir-sekarang
Bubur nasi : 4 bulan-sekarang
Makanan Dewasa : 13 bulan-sekarang
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan gigi : 8 bulan
Psikomotor:
Menegakkan kepala : 3 bulan
Membalikkan badan : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
19
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 10 bulan
Bicara : 12 bulan
Riwayat Kesehatan Keluarga
Kedua orang tua pasien tidak mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanak-
kanak ataupun epilepsi. Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami riwayat kejang.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien ialah laki-laki,
masing-masing berusia 10 tahun. Pasien sehari-hari diasuh oleh ibu pasien. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua dan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Status present:
Keadaan Umum : tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V3 M5 (12/12)
Nadi : 118x/menit, reguler, isi cukup
RR : 30x/menit
Tax : 38,4° C
BB : 10 kg
PB : 77 cm
BBI : 10,1 kg
Status Gizi : 96,04 % (gizi baik ~ Waterlow)
Status general:
Kepala :
- Inspeksi : Normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, ubun-ubun besar datar.
Mata :
- Inspeksi : Pucat -/- ; ikterus -/- ; refleks pupil +/+ isokor ; oedema (-)
THT :
- Telinga : sekret -/-
20
- Hidung : Napas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret hidung -/-, mukosa
hiperemi (-)
- Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Mulut :
- Inspeksi : mukosa mulut dan lidah basah, bibir merah muda, tidak kering
Leher :
- Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
- Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)
Thorax :
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, precordial bulging (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di apex, thrill (-), kuat angkat (-)
Perkusi : Redup
Auskultasi : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru :
Inspeksi : Saat diam simetris, gerakan dada saat bernafas simetris,
irama teratur, tipe torakoabdominal, retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ , Rh -/- , Wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar, lien tidak teraba, turgor normal
Perkusi : timpani
Genitalia : tidak tampak kelainan
Extremitas :
Inspeksi : edema cyanosis
Palpasi : akral hangat
21
- -
-- --
--
+ +
++
Refleks Meningeal : kaku kuduk (-)
Brudzinsky I (-)
Brudzinsky II (-)
Kernig (-)
DIAGNOSIS KERJA : Kejang Demam Kompleks
DIAGNOSIS BANDING :
Epilepsi yang diprovokasi demam
Meningitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Elektrolit : 19 Januari 2010 pk 03.30 WITA
Natrium : 142 mmol/L (135-150 mmol/L)
Kalium : 4,7 mmol/L (3,5-5 mmol/L)
Chlorida : 107 mmol/L (95-110 mmol/L)
Darah lengkap : 19 Januari 2010 pk 03.30 WITA
Leukosit : 15,5 K/uL (4,6-10,2 mmol/L)
Hemoglobin : 12,2 g/DL (11,5-18,0 g/dL)
Hematokrit : 37,5% (37-54 %)
Platelet : 296 K/uL (150-400 K/uL)
ASSESMENT : Kejang Demam Kompleks
PENATALAKSANAAN :
Diazepam 5 mg
Parasetamol per rektal 125 mg
MRS
Infus RL 10 tetes/menit
Cefotaxim injeksi 3 x 200 mg
Parasetamol sirup 3 x ¾ cth
22
Ambroxol sirup 3 x ½ cth
Cotridex amp 3 x ¼ amp
MONITORING
Vital sign
PROGNOSIS
Dubius ad bonam
FOLLOW UP
Waktu KLINIS DAN PENUNJANG TERAPI17-4-2014
Pk 06.00
WITA
S :
Sadar (+), demam (-), batuk (+), pilek (-)
O :
Status present
KU : sedang
Kesadaran : CM
HR : 130 kali/menit
RR : 30 kalimenit
Tax : 36,7 0C
Status generalis
Kepala : normosefali
Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring
hiperemis (-)
Thorax : simetris (+), retraksi (-)
Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+), edema (-)
IVFD D5 % 10
tetes/menit
Cefotaxim 3x350
Ampisilin 3x 350
Paracetamol 4x1
cth
Obs
Vital sign
23
A :
Kejang demam kompleks
18-4-2014 S :
Demam (-), batuk (+) pilek (-), makan dan
minum (+), BAB (-), BAK (+)
O :
Status present
KU : sedang
Kesadaran : CM
HR : 118 kali/menit
RR : 26 kalimenit
Tax : 36,0 0C
Status generalis
Kepala : normosefali
Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring
hiperemis (-)
Thorax : simetris (+), retraksi (-)
Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+), edema (-)
A :
Kejang demam kompleks
IVFD D5 % 10
tetes/menit
Cefotaxim 3x350
Ampisilin 3x 350
Paracetamol 4x1
cth
Obs
Vital sign
19-4-2014 S :
Demam (+) naik turun, batuk (+), pilek (-),
makan dan minum (+) menurun, BAB (-),
BAK (+)
BPL
Cefoxin 2 cth ½
Paracetamol
24
O :
Status present
KU : sedang
Kesadaran : CM
HR : 118 kali/menit
RR : 27 kalimenit
Tax : 36,2 0C
Status generalis
Kepala : normosefali
Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring
hiperemis (-)
Thorax : simetris (+), retraksi (-)
Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+), edema (-)
A :
Kejang demam kompleks
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. Clinical review. BMJ 2009: 334: 307-11.
25
2. Hirtz DG. Febrile seizures. Pediatr Rev 1997;18(1); 5-9
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2009.
4. Johnston MV. Seizures in Childhood. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB
(eds). Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelpia 2008: WB Saunders.
5. Tejani, NR. Pediatrics, febrile seizures. Emedicine 2009.
6. Febrile seizures: causes, symptoms, diagnosis and treatment. Available at: www.
medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm (Accesed : 18 January 2010)
7. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak rsup
sanglah, denpasar. Denpasar 2000 : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP
Sanglah.
8. Rudolph AM. Febrile seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th ed. Appleton & Lange, 2010.
9. Livingston S. The Child who has had one convulsion. Pediatrics 1964;33;1001-2
10. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures : overview and implications. Int J
Med Sci 2009; 4(2): 110-4.
26