Post on 28-Feb-2018
7/25/2019 kasus intoksikasi karbamat
1/2
Kasus 2
Seorang laki-laki berumur 24 tahun, yang berstatus tahanan polisi di pulau S.
Tome dan Prince (STP), Afrika, ditemukan tergeletak di lantai selnya 3 jam
setelah penangkapan, ia dalam keadaaan tidak sadar, keluar buih dari mulut,kemudian ia dibawa ke rumah sakit namun setibanya di sana ia sudah dalam
keadaan tidak bernyawa. Otopsi dilakukan 3 hari setelah kematian oleh para ahli
lokal di rumah sakit tersebut, dan kemudian dilakukan otopsi yang kedua padah
hari ke 8 setelah kematian oleh ahli forensik dari NILM atas permintaan oleh
Pemerintah Republik STP. Saat otopsi, dari pemeriksaan luar jenazah didapatkan
tanda-tanda sianosis dan tidak adanya tanda-tanda cedera akibat trauma. Dari
pemeriksaan dalam jenazah ditemukan sedikit cairan kental berwarna abu dengan
beberapa bagian tampak seperti pasir dengan bau yang khas, darah tampak merah
gelap, dan kongesti generalisata organ-organ viseral. Serbukan granul berwarnaabu-abu ternyata disuplai oleh boss para napi di STP, di tempat itu biasa disebut
dengan ''racun tikus. Semakin menguatkan, hal tersebut menjadi dugaan kuat
bahwa korban mengalami keracunan oleh benda tersebut. Sampel post-mortem
yang diambil untuk analisis toksikologi diantaranya adalah darah, lambung, hati,
ginjal, jantung dan urin. Serbukan granul berwarna abu-abu juga dikirim untuk
diperiksa.
Pembahasan
Analisis toksikologi dari sampel post-mortem menunjukkan konsentrasi darialdicarb: darah (6,2 mg / ml), lambung (48,9 mg / g), hati (0,80 mg / g), ginjal
(8.10 mg / g), jantung (6,70 mg / g) dan urin (17,50 mg / ml). Aldicarb juga
terdeteksi dalam serbukan granul berwarna abu-abu. Sam Hoai Ngo dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa kasus-kasus fatal akibat karbamat dalam
pemeriksaan post-mortemnya menunjukkan konsentrasi sebesar 11 mcg/g.
Konsentrasi aldicarb yang didapatkan pada kasus fatal ini diduga mengalami
fenoma redistribusi post-mortem, dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya,
dilihat dari rentang waktu kematian dengan saat dilakukannya otopsi. Para ahli
patologi forensik mengatakan bahwa 8 hari setelah kematian, mayat itu sudah
dalam kondisi yang sangat baik, tanpa tanda-tanda pembusukan meskipun ia telah
dilakukan otopsi sebelumnya. Hal ini juga menekankan bahwa kondisi cuaca dari
wilayah, suhu dan kelembaban relatif mendukung pertumbuhan yang cepat dari
fenomena yg menyebabkan pembusukan pada mayat, yang memungkinkan kita
untuk memperkuat kesimpulan bahwa toksisitas tinggi aldicarb mencegah
proliferasi bakteri post-mortem.
7/25/2019 kasus intoksikasi karbamat
2/2
Hasil analisis toksikologi, temuan otopsi dan informasi yang diperoleh,
memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa kematian terjadi karena
intoksikasi akut aldicarb. Walaupun kasus ini dapat mengarah pada tindakan
bunuh diri, terutama karena diketahuinya konsentrasi aldicarb tertinggi ada pada
lambung, itu tidak cukup untuk membuktikan secara tepatnya mengenai penyebab
kematian (bunuh diri atau pembunuhan).
Referensi:
A.L. Pelissier-Alicot, et al., Me canismes de la redistribution post-mortem des xe nobiotiques: le
point sur le tat actual des connaissances, Annales de Toxicologie Analytique, vol. XIII, No. 1, 2001.
D.J. Pounder, G.R. Jones, Post-mortem drug redistribution: a toxicological nightmare, Forensic
Sci. Int. 45 (1990) 253263.
D.J. Pounder, J.I. Davies, Zopiclone poisoning: tissue distribution and potencial for post-mortem
diffusion, Forensic Sci. Int. 65 (1994) 177183.
D.J. Pounder, C. Fuke, et al., Post-mortem diffusion of drugs from gastric residue: an experimental
study, Am. J. Forensic Med. Pathol. 17 (1) (1996) 17.
Proenca, P, Teixeira, H, de Mendonca, MC, Castanheira, F, Marques, EP, Corte-real, F, Vieira,
DN, 2004, Aldicarb poisoning: One Case Report, Forensic Sci. Int. 146S, S79-S81.