Post on 30-Oct-2020
KARYA TULIS
HERNIA UMBILICALIS PADA ANAK BABI LANDRACE
Oleh :
Drh. Made Suma Anthara, M.Kes (195803071987021001)
Drh. A.A. Gde Oka Dharmayudha, MP (197711202002121001)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
karya tulis yang berjudul “Hernia Umbilikalis Pada Anak Babi Landrace”, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan karya tulis ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi untuk
perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Denpasar, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
1.3. Manfaat Penulisan .............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
2.1. Hernia ................................................................................. 3
2.2. Hernia Umbilicalis pada Babi ............................................. 4
2.3. Pencegahan Hernia pada Babi............................................ 5
2.4. Penanganan Hernia Umbilicalis .......................................... 6
2.5. Pemilihan Anastesi untuk Babi ........................................... 7
BAB III MATERI DAN METODE .........................................................9
3.1. Materi ....................................................................................9
3.2. Metode .................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………14
4.1 Hasil ........................................................................................14
4.2 Pembahasan............................................................................ 16
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 18
5.1. Simpulan ............................................................................... 18
5.2. Saran...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Operasi Hernia Umbilicalis pada Babi …………… 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan yang banyak ada di Bali salah satunya adalah peternakan babi,
ternak babi merupakan salah satu pemenuh sumber protein hewani, selain itu babi di
Bali memiliki nilai penting karena sering digunakan sebagai sarana upacara dalam
kegiatan keagamaan. Kebutuhan akan daging babi yang sangat tinggi, namun dalam
beternak banyak faktor dapat menurunkan produksi dan harga jual dari daging
ataupun anak babi. Salah satu faktor tersebut yaitu penyakit (infeksius atau non
infeksius) yang dapat menyebabkan kematian dan penurunan kualitas produk daging
yang dihasilkan.
Hernia (bahasi Bali: basur/kerok) merupakan salah satu penyakit non
infeksius yang merugikan peternak. Anak babi yang menderita hernia memiliki nilai
ekonomi yang rendah, sehingga merugikan peterak. Anak babi normal dijual
berkisaran Rp. 400.000-700.000, sedangkan jika menderita hernia harga akan anjlok
menjadi Rp. 200.000-300.000. Banyak peternakan tidak tahu cara menanggulangi
hernia, sehingga anakan babi akan dijual dengan harga murah ke pengepul untuk
keperluan upacara agama. Hernia yang sering diderita babi adalah hernia umbilicalis,
hernia inguinalis dan hernia scortalis. Hernia umbilicalis dapat menyebabkan
menurunkan kualitas ternak babi saat panen dan secara signifikaan mengurangi
potensi keuntungan. Selain itu, hernia yang sudah besar dapat meningkatkan angka
kematian selama masa pertumbuhan (Greiner, 2012).
Salah satu penanganan hernia umbilicalis adalah dengan pembedahan atau
operasi. Sehingga tindakan pembedahan untuk menangani kasus hernia umbilicalis
dapat diterapkan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari ternak babi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisaan karya tulis ini adalah sebagi berikut:
a. Untuk mengetahui penanganan kasus hernia umbilicalis pada babi mulai
dari preoperasi, operasi dan pasca operasi.
b. Untuk mengetahui dan mengkaji secara pustaka pilihan anastesi terbaik
pada babi.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan karya tulis ini yaitu:
a. Dapat memberikan informasi dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi
penanganan kasus hernia umbilicalis pada babi serta perawatan post operasi
pembedahan.
b. Dapat menambah wawasan tentang pilihan anastesi terbaik pada babi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hernia
Hernia adalah suatu persembulan organ visceral abdominal melalui suatu
lubang (gerbang) yang masuk ke dalam suatu kantong yang terdiri dari peritoneum,
tunica flava dan kulit. Penyebab hernia adalah congenital dan perolehan. Penyebab
congenital yaitu hernia yang terjadi sejak lahir. Contohnya hernia umbilicalis yang
disebabkan karena umbilicalis tidak menutup sejak lahir. Penyebab perolehan yaitu
karena atropi otot atau fascia, karena traumatic, dan proses peradangan otot di perut
(abses umbilicalis) (Sudisma et.al., 2006)
Menurut Sudisma et.al (2006) hernia dapat dikelompokan yaitu
A. Berdasarkan terlihat tidaknya hernia dari luar
a. Hernia sejati yaitu bila penonjolan hernia tampak dari luar dan memenuhi
beberapa kreteria: adanya lubang hernia, cincin hernia, kantong hernia dan isi
hernia (organ visceral/abdominal). Contohnya adalah hernia umblicalis,
hernia ventralis, hernia scortalis dan hernia inguinalis.
b. Hernia semu yaitu bila penonjolan hernia tidak tampak dari luar dan lubang
hernia terletak di rongga perut. Contohnya adalah hernia diafrgamatica,
hernia nucleus pulposus dan hernia enterocele funiculi spermatica.
B. Berdasarkan kemungkinan reposisinya:
a. Hernia reducible yaitu bila hernia dapat direposisi ke tempat asal
b. Hernia irreducible yaitu bila isi hernia tidak dapat direposisi. Hernia
irreducible dapat disebabkan karena:
• Isi hernia besar sedangkan cincin atau gerbangnya sempit (hernia
incarcerate)
• Isi hernia terjepit lubang hernia (hernia strangulate)
• Isi hernia mengalami adesi dengan kantong hernia (hernia adhesi)
C. Berdasarkan isinya:
a. Hernia intercele yaitu berisi usus
b. Hernia epiploicele yaitu berisi omentum
c. Hernia histerocele yaitu berisi uterus
d. Hernia gastrocele yaitu berisi lambung
e. Hernia cystocele yaitu berisi vescica urinaria
f. Hernia mesenterocele yaitu berisi mesenterium
Jenis hernia yang sering ditemukan pada babi adalah hernia
scoetalis/inguinalis dan hernia umbilicalis. Menurut Ollivier dan Sellier (1982)
hernia scortalis dan inguinalis adalah penonjolan usus ke dalam skrotum atau melalui
kanal inguinalis dan merupakaan kasus hernia paling sering terjadi pada babi. Hernia
scortalis terbatas pada babi jantan, sedangkan hernia inguinalis ditemukan pada
jantan dan betina.
2.2 Hernia Umbilicalis pada Babi
2.2.1 Etiologi dan pathogenesis
Hernia umbilicalis adalah cacat anatomis di mana otot-otot di sekitar
umbilicalis terpisah sehingga bagian dari usus menonjol dari rongga perut. Dinding
perut yang gagal menutup diakibatkan gagal menutup saat lahir, cacat genetic, infeksi
bakteri dan kondisi lingkungan saat neonatal, Bakteri yang mungkin menyebabkan
hernia umbilicalis pada babi dan diisolasi dari tali pusar adalah Eschericia coli (non
hemolitik) sebesar 13,7%, Staphylococcus hyicus 12,4% dan Enterococcu spp. (Tidak
termasuk E. faecalis), 7,3%. Prevalensi hernia umbiicalis diperkirakaan antara 0,4
sampai 6,7% pada ternak babi komersial (Greiner, 2012).
Menurut Monsang et.al (2014) usus yang mengalami kontak langsung
dengan kulit merangsang pembentukaan adhesi yang dapat menggangu pencernaan
jika tidak diperbaiki pada waktu yang tepat, kemugkinan juga terjadi kerusakan usus
sehingga dapat dilakukan enterectomy. Ukuran hernia bervariasi tergantung pada
sejauh mana cacat pusar dan jumlah isi perut terkandung didalmnya.
Kejadian kasus hernia umbilicalis pada babi lebih sering ditemukaan pada
betina dari pada jantan dan penyebab cact genetik merupakaan penyebab dominan
dari kasus ini (Ollivier dan Sellier, 1982). Babi jenis American spotted dan Duroc
lebih sering terkenan hernia daraipada ras Yorkshire dan biasanya telah terdeteksi
pada 9-12 minggu setelah kelahiran (Fubini dan Ducharme, 2004). Babi yang
menderita hernia umnilicalis memiliki resiko kematian lebih tinggi dan tingkat
pertumbuhan yang lebih lambat dari pada babi normal, karena babi dengan hernia
memiliki performa yang buruk, resiko kemtain tinggi, animal walfare dan karkas
yang diragukan kualitasnya (McDermin, 2013)
2.2.2 Diagnosis
Diagnosi hernia biasanya mudah dilakukan, terutama jika hernia secara
manual dapat direduksi. Hernia umbilicalis dan abses umbilicalis sering terjadi
bersamaan, terutama pada sapi dan babi. Tusukan eksplorasi, seperti biopsy dengan
jarum untuk sotopatologi, mungkin diperlukan untuk konfirmasi dalam kasus tersebut
(Monsang et.al., 2014).
2.2.3 Prognosis
Prognosis dari tindakaan operasi hernia pada umumnya dapat fausta sampai
infausta tergantung dari besar kecilnya hernia. Semakin besar hernia akan
memperburuk prognosis. Faktor adhesi mempengaruhi prognosis, dalam beberapa
kasus adhesi dapat terjadi sehingga organ (usus) dapat mengalami gangrene sehingga
harus dilakukan tindakan enterectomy (Monsang et.al., 2014)
2.3 Pencegahan Hernia pada Babi
Hernia sering membuat peternak komersil frustasi dalam penanganan kasus
hernia. Menurut Lawlis dan Draper (2013) ada beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi kejadian kasus hernia, yaitu:
a. Sanitasi dan kebersiah dapat mengurangi timbulnya hernia umbilicalis
daripada melakukan eleminasi. Desinfeksi tali pusar terbukti mengurangi
kejadian infeksi.
b. Meningkatkan sanitasi peti penyimpanan bayi babi, lantai yang kering dan
alas yang bersih untuk mengurangi resiko infeksi umbilicalis oleh permukaan
lantai.
c. Faktor lingkungan seperti peregangan tali pusar dan tali pusar yang bunting
dapat meningkatkaan kasus hernia.
d. Pemilihan induk yang memiliki genetik baik dan tidak ada riwayat hernia
sebelumnya.
Pada hernia umbilicalis penyuntikan Ceftiofur crystalline Free Acid (CCFA;
Excede, Pfizer Animal Health) sebanyak 5 mg dan penyemprotan iodine pada tali
pusar anak babi baru lahir tidak secara signifikan dapat menurunkan angka kejadian
hernia umbilicalis, namun dapat mengurangi tali pusar yang terinfeksi dan
penyembuhan tali pusar (Greiner, 2012). Penyuntikan antimikroba broad spectrum 24
jam setelah kelahiran dapat secara signifikan mengurangi kasus hernia umbilicalis
(Mc Dermin, 2013).
2.4 Penanganan Hernia Umbilicalis pada Babi Tanpa Operasi
Penanganan hernia umbilicalis tanpa operasi dapat dilakukan dengan cara
pemasangan gelang karet tebal pada hernia. Beberapa gelang karet yang telah
dikomersilkan meliputi Elastrator® (Heiniger International, Switzerland), tri-band®
dan Elstoplast®. Penggunaan gelang ini terbatas hanya pada kasus hernia umbilicalis
yang masih kecil dan reducible (Cardinal dan Alsop, 2007).
Menurut Pollicion et.al (2006) cara penggunaan Elastrator® adalah sebagai
berikut:
a. Lakukan sedasi pada babi yang akan di pasang gelang ( contoh: Azeperone
4mg/kg IM di leher)
b. Posisikan babi dorsal recumbency
c. Hernia di reposisi secara manual dan angkat kantung hernia dengan
atraumatic forceps.
d. Pasang gelang karet Elastrator® dengan alat sehingga kantong hernia terjepit
oleh karet tersebut.
Pasca pemasangan gelang, kantong hernia akan terjadi sianosis dan nekrosis
iskemik dimulai dari hari ke-4, kemungkinan juga terjadi pembengkakan pada hari ke
5-21 pasca pengobatan. Kantong akan lepas denga sendiri pada hari ke 21-28 pasca
pemasangan. Tingkat keberhasilan teknik ini adalah 80%, dua dari sepuluh babi yang
dilakukan pengobatan mengalami edema dan gelang lepas sehingga terjadi
kekambuhan (Pollicino et. al., 2006)
2.5 Pemilihan Anastesi untuk Babi
2.5.1 Ketamine dan Kombinasinya
Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada temperatur kamar
dan termasuk golongan anestetik disosiatif. Ketamine mempengaruhi susunan saraf
pusat. Ketamine memiliki efek analgesik yang sangat kuat (Khususnya pada
Felidae), sedangkan efek hipnotiknya kurang dan kesadaran kembali relatife cepat.
Bukan merupakan obat pemberian tunggal, kaena tidak merelaksasi muskulus bahkan
kadang tonus sedikit meningkat. Efek pada kardiovaskuler adalah meningkatkan
tekanan darah dan denyut jantung. Efek pernafasan adalah penurunan pernafasan dan
bersifat sementara, dilatasi bronkus dan mengurangi spasmus bronkus (Srdjana dan
Kusumawati, 2012)
Menurut Plump (2008) ada tiga dosis dan kombinasi pemberian ketamine
pada babi yaitu:
a. Berikan atropine kemudian ketamin 11 mg/kg IM, untuk memperpanjang
anastesi dan meningkatkan analgesia berikan ketamine tambahan 2-4 mg/kg
IV. Anastesi lokal disuntikkan di lokasi bedah (misalnya, 2% lidocaine) dapat
meningkatkan analgesia.
b. Ketamine (22mg/kg) dikombinasikan dengan acepromazine (1,1 mg/kg) IM
4,4 mg/kg IM atau IV setelah sedasi
Kombinasi xylazine dengan ketamine, dosis ketamine untuk babi adalah 20
mg/kg IM dan Hylazine 2-3 mg/kg IM, atau dapat dikombinasikan dengan dosis
ketamine 10-15 mg/kg ditambah xylazine 0,5-1 mg/kg IM (Reynoldson et.al., 1996).
Kombinasi diazepam 2 mg/kg IV diikuti dengan injeksi ketamine 5 mg/kg IV (Hall
et.al., 2001)
2.5.2 Zolasepam/Tiletamine
Xoletil merupakan gabungan dari dua substansi yaitu Zolazepam dan
tiletamine dengan perbandingan 1:1. Gabungan dari dua substansi ini akan
meningkatkan kualitas dari masing-masing penyusunya (Sudisma et.al., 2006).
Tiletamine berperan sebagai transquilizer sedangkan zolazepam sebagai relaksasi
muskulus. Obat ini memiliki tingkat keamana yang tinggi. Kontraindikasi pada
hewan penderita/dalam pengobatan Ceerbamates atau Organophosporous sistemik.
Demikian juga pada penderita gangguan jantung atau pernafasan, defisiensi pancreas
dan hipertensi (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
Menurut Fubini dan Ducharme (2004) dosis Tiletamine dan Zolazepam
(Telazole/Xoletil) yang digunakan untuk babi yaitu: Telazol 2-5 mg/kg IV atau
kombinasi telazol dengan xylazine (telazol 1-3 mg/kg dan xylazine 0,5-1 mg/kg IV).
Lee dan Kim (2011) menyatakan untuk injeksi intramuskuler dosis Xoletil yang dapat
digunakan untuk babi adalah 4,4 mg/kg (2,2 mg/kg zolazepam dan 2,2 mg/kg
tiletamine)
BAB III
METODE
3.1 Metode
3.1.1 Preoperasi
• Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari
debu), kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
• Preparasi alat
a. Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi.
• Persiapan pasien atau babi kasus :
a. Babi yang akan dioperasi dilakukan signalemen, anamnesa, dan
pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan selama
12 jam agar hewan tidak muntah pada waktu teranastesi.
b. Pertama-tama babi diinjeksi menggunakan kombinasi xilazin dan ketamin
dengan jumlah pemberian anestesi masing-masing 1 ml xilazin dan 1,5 ml
ketamin secara intramuskuler (dosis terlampir).
c. Setelah teranestesi, babi ditempatkan pada posisi dorsal recumbency.
d. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah yang akan diinsisi
dibersihkan. Kemudian diberi antiseptik untuk menjaga kondisi aseptik.
• Persiapan perlengkapan operator dan asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker,
penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian khusus operasi.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan urutan tertentu.
3.1.2 Operasi
Babi diposisikan dorsal recumbency, daerah hernia dan sekitarnya
dibersihkan dan didesinfeksi dengan iodine. Kulit diinsisi searah dengan garis tubuh
(horisontal), insis subkutan dan peritonium (kantong hernia) sehingga terlihat isi
hernia. Bila reducible, maka isi hernia langsung direposisi ke dalam rongga
abdomen. Bila hernia irreducible, pada hernia incarcerata dan strangulate cincin dan
gerbang hernia diperlebar dengan melakukan insisi sampai hernia dapat di reposisi.
Setelah isi hernia direposisi, selanjutnya dibuat luka baru di pingir lubang (cincin)
hernia (sudisma et.al., 2006)
Penjahitan dilakukan mulai dari peritonium dan muskulus dengan benang
vycril 3.0 secara terputus dan subkutan dijahit dengan chromic catgut 3.0 secara
subcutikuler. Bila perlu kulit dijahit dengan benang non-absorable (silk) secara
terputus.
3.1.3 Pasca Operasi
Pasca operasi hernia hewan diberikan iodine pada luka. Kurangi gerakan
hewan dengan mengandangkan hewan pada kandang sempit. Diberikan antibiotika
selam 5 hari misalnya: Amoxicillin long acting 15-20 mg/kg IM/SC setiap 2-3 hari
sekali (Reynoldson et.al., 1996). Diberikan antiinflamasi dan analgesic miaslnya :
Novaldon® (Bahan aktif Methampyrone 250 mg, Pyromidone 50 mg dan Lidocaine
15 mg ). Dosis Methampyrone /Pyromidone/Lidocaine yang digunakan adalah 15-50
mg/kg IM (EMEA, 2003). Pilihan antiboitika, antiinflamasi dan analgesik dapat
disesuaikan dengan ketersedian obat.
1
3
2
4
5 6
Gambar 1. Proses Operasi Hernia Umbilicalis pada Babi
Keterangan : Hernia umbilicalis kurang lebih sebesar bola pingpong di daerah
abdomen(1), dilakukan penyayatan di permukaan hernia secara horizontal (2),
membuka hernia dan preparasi cincin dan isi hernia (3), penutupan besar cincin
hernia dan debridement (4), penjahitan cincin hernia yang telah didebridement
dengan benang vycril 3.0 (5), penjahitan subkutikuler dengan benang chromic catgut
3.0 (6), pemotongan kuliat yang berlebih pada daerah hernia (7). Jahitan kulit dengan
subkutikuler dengan benang chromic catgut 3.0 (8)
7 8
BAB IV
PEMBAHASAN
Operasi kasus hernia umbilicalis pada babi dimulai dari persiapan operasi,
operasi dan pasca operai. Persiapan operasi meliputi persiapan alat, bahan, ruangan,
hewan, site operasi dan operator. Persiapan hewan meliputi pemeriksaan status
present yaitu denyut jantung, pulsus respirasi CRT, suhu dan pemeriksaan fisik.
Persiapan obat premedikasi dan anastesi merupakan hal yang sangat penting,
dilakukan penghitungan dosis anastesi dengan benar dan tepat.
Anastesi yang digunakan dalam operasi kasus ini adalah kombinasi
premidikasi xylazine dan anastesi ketamine. Dosis ketamine untuk babi adalah 20
mg/kg IM dan Hylazine 2-3 mg/kg IM, atau dapat dikombinasikan dengan dosis
ketamine 10-15 mg/kg ditambah xylazine 0,5-1 mg/kg IM (Reynoldson et.al., 1996).
Menit ke-30 hewan mulai mengalami penurunan denyut jantung dan repirasi.
Hal ini terjadi akibat penambahan anastesi pada menit ke-20. Untuk frekwensi nafas,
pulsus, suhu dan CTR selama operasi berjalan terpantau berfluktuasi tiap 10 menit,
namun terhitung dari awal hingga akhir operasi masih terpantau normal. Dalam
proses operasi kadang-kadang terjadi kendala seperti hewan tidak teranastesi dengan
baik sehingga hewan masih merasa sakit dan tidak terjadi relaksasi otot yang baik
meski anastesi yang digunakan telah sesuai perhitungan.
Pasca operasi hewan diberikan antibiotika amoxicillin inj, antiinflamasi dan
analgesic (Novaldon® inj). Pemberian antibiotika inj. Dilakukan untuk mencegah
infeksi pada luka bekas jahitan. Pemberian antiinflamasi bertujuan untuk mengurangi
tanda panca radang yang berlebihan yaitu rubor, kalor tumor, dolor dan functiolesa.
Analgesic berguna untuk mengurangi rasa sakit pada luka pasca operasi. Dipyrone
merupakan non-steroid anti-inflamatory drug (NSAID) biasanya digunakan untuk
hewan besar (kuda, sapid an babi) selain memiliki efek sebagai NSAID dipyrone juga
memiliki efek analgesic dan antipiretik. Pada saat pemberian anastesi jika diberikan
dipyrone tidak menimbulkan efek pada sistem kardiovaskuler dan respirasi. (EMEA,
2003)
Pada proses peradangan terjadi perubahan jaringan berupa hyperemi akibat
kapiler di daerah luka mengalami dilatasi sehingga meningkatkan aliran darah,
stagnasi pada daerah radang akibat aliran darah mengalir lebih lambat sehingga lebih
berwarna merah dan eksudasi karena peningkatan permiabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan eksudat keluar dari dinding pembuluh darah ke jaringan (Sudisma
et.al., 2006). Kesembuhan luka operasi relatif cepat, pada hari ke-1 hingga ke-2 luka
masih basah ini mengindikasikan masih adanya eksudat di sekitar luka. Hari ke-4
luka mulai mengering namun masih kemerahan akibat proses dilatasi dan stagnansi
pembuluh darah kapiler disekitar luka. Fibrinasi akan mengindikasikan peradangan
akan segera hilang. Luka telah kering dan menutup baik pada hari ke7.
Kesembuhan luka juga dipengaruhi oleh jenis jahitan dan benang yang
dipakai. Menurut Rahmat et.al (2001) pada kasus hernia umbilicalis pada sapi jahita
myomatras dengan benang prolene® memberikan tingkat kesembuhan 100%, cat gut
91,66%, dan silk 83,33%. Dengan jahitan horizontal matras dengan benang prolene®
memberikan kesembuhan 91,66%, cat gut 50%, disamping itu faktor dosis dan pilihat
antibiotika juga memiliki peranan dalam mencegah infeksi dalam proses kesembuhan
luka.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Penanganan kaus hernia umbilicalis pada babi dilakukan dengan teknik
hernioplasty yaitu dengan memotong kantong hernia, mengembalikan isi
hernia, debridement dan menutup cincin hernia
2. Prognosis dari kasus hernia umbilicalis pada babi adalah fausta
5.2 Saran
Penggunaan anastesi kombinasi xylazine dan ketamine pada bedah kasus ini
kurang baik digunakan untuk babi karena tidak memberikan anstesi yang
sempurna, sehingga meningkatlkan penggunaan obat. Sehingga perlu dilakukan
pemilihan anastesi dan kombinasi lain untuk menanggulangi hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Cardinal, D dan Alsop J. 2007 Umbilical Hernias in Swine: Non-surgical Repair
Techniques. Animal Health News 15(3):7-8
EMEA (The European Agency for the Evaluation of Medical Products). 2003.
Metanizole. www.emea.eu.int diakses November 2015
Fubini, S dan Ducharme N. 2004. Farm Animal Surgery. Elseiver. USA
Greiner, L.L. 2012. Understanding Umbilical Hernies (Pigs with bacteria in the nevel
stump were more likely to have poor navel scores and arthritis at weaning).
http://nationalhogfarmer.com/health/understanding-umbilical-hernies
diakses November 2015
Hall, L.W., Clarke K.W. dan Trim C.M. 2011. Veterinary Anaesthesia, 10th
edn.
Philadelphia, W. B. Saunders
Lee, J. Y. dan Kim M. C. 2011. Anesthesia of Growing Pigs with Tiletamine-
Zolazepam and Reversal with Flumazenil. J. Vet. Med. Sci 74(3):335-339
Lawlis, P. dan Draper M. 2013. Guidance on Pigs with Hernia. Queen’s Printer for
Ontario. Canada
Mc Dermin, D. 2013. Umbilical Hernia: Hog-Update. BSC Animal Nutrition Inc
25(1)
Monsang, S.W., Saumen K.P., Kumar M. dan Roy J. 2014 Surgical Management of
concurrent Umbilical Hernia and Intestinal Fecolith in a white Yorkshire
Piglet: Cas Report. Research Jurnal for Veterinary Practitioners 2(4):67-69
Ollivier, L. dan Sellier P. 1982. Pig Genetics: A Review. Ann Genet Sel Anim
14(4):481-544
Plump, D. C. 2008. Plump’s Veterinary Drug Handbook 6th
Edition. Blackwell
Publishing. Lowa
Pollicino, P., Gandini M., Perona G., Mattoni M. dan Farca A. M. 2006 Case Report :
Use of Elastrator® rings to repair umbilical hernias in young swine. J Swine
Health Prod. 15(2):92-95
Rahman, M.M., Biswas D. dan Hossain M. A. 2001. Occurance of Umbilical Hernia
and Comprative Effivavy of Different Suture Matrials and Techniques of its
Correction in Calves. Pakistan Journal of Biological Science 4(8):1026-1028
Reynoldson, J. A., Hilbert B. J., dan Cooper S. E. 1996. Veterinary Drug Dose
Handbook.3rd
Edition. Perth WA. Australia
.
Sardjana, I. K. W. dan Kusumawati D. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Sardjana, I. K. W. dan Kusumawati D. 2011. Buku Ajar Bedah Veteriner. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Sudisma, I G. N., Putra Pemayun, I G. A. G., Jaya Wardhita, A. A. G. dan Gorda I W.
2006. Buku Ajar Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Palawa Sari.
Denpasar