Post on 31-Dec-2016
1
Bagian 1
1.1 . Latar Belakang
1.1.1 Spirit dan Apresiasi Petani Kakao Jembrana
“Kakao adalah hidup saya....”, bait kalimat sederhana ini muncul dari seorang petani I Ketut
Suartika, petani kakao anggota Subak Amerta Nadhi, Desa Yeh Embang ini menyampaikan
apresiasi dan harapan mewakili ratusan petani di Kabupaten Jembrana yang tanpa kenal
lelah berharap akan komoditi ini agar tetap berkelanjutan. Ini adalah sebuah harapan akan
makna “lestari” dalam sektor kakao. Sederhananya, bagaimana komoditi kakao senantiasa
ada dan tetap bisa menjadi bagian dari aktivitas keseharian di “Bumi Mekepung” Jembrana,
sebagai sebuah potensi warisan kepada generasi penerus yang tidak akan punah oleh
waktu.
Bukan hal yang berlebihan kiranya harapan tersebut disampaikan, jika melihat potensi yang
ada. Kakao dan Jembrana merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan sangat kuat.
Seiring perjalana waktu, sebuah realita yang tak terbantahkan, terbukti bahwa komoditi
kakao telah memberikan banyak hal kepada masyarakat Jembrana, mulai dari pendidikan,
kesehatan, hunian yang layak bahkan ketahanan pangan bagi masyarakat.
1.1.2 Realita Kakao Kini, Tantangan ke Depan dan Motivasi Kakao Berkelanjutan
Produk kakao Indonesia sangat tergantung pada pasar ekspor sehingga -mau tidak mau-
industri kakao kita harus beradaptasi dengan semua perkembangan yang terjadi di dunia
Internasional. Sejak tingkat kesadaran konsumen meningkat, tuntutan pasar komoditi
pertanian mengalami perubahan yang signifikan.
2
Konsumen tidak hanya mengutamakan kualitas yang baik untuk produk yang mereka beli
namun juga menuntut perhatian lebih pada sustainability (untuk aspek-aspek ekonomi,
sosial dan juga lingkungan) melalui manajemen rantai pasokan. Dengan kondisi demikian,
sudah selayaknya para produsen dilibatkan dalam setiap program pengembangan sektor
kakao menuju sustainability/berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya, sampai saat ini
sektor kakao Indonesia hanya memiliki sebagian kecil produk yang telah bersertifikasi.
Berpijak dari kendala tersebut bukan berarti tidak ada harapan bagi Indonesia untuk
menembus pasar komoditi kakao berkelanjutan. Atas dasar inisiasi inilah hadir program
kakao berkelanjutan atau kakao lestari dalam kerangka sertifikasi. Kerangka sertifikasi ini
dipilih sebagai upaya untuk melengkapi/menyempurnakan program-program yang ada
selama ini, baik yang di-inisiasi oleh pemerintah, swasta maupun pihak lainnya.
Mulai tahun 2011, program ini dibangun, dijalankan dan diperkuat bersama dalam bingkai
saling berbenah dan antar komponen mulai dari petani, pemerintah, koperasi, legislatif,
swasta, pendamping dan pihak donor program. Aspek hulu – hilir menjadi konsentrasi
utama program. Selain penguatan di tingkat petani, pranata sosial Subak Abian, dan
Koperasi sebagai pemegang sertifikat juga mendapatkan proses penguatan kapasitas,
sehingga mampu memberikan nuansa pembelajaran akan proses pemberdayaan menjadi
semakin riil dan kuat. Kerja keras dengan tantangan yang tidak mudah....kalimat ini belum
cukup untuk mewakili proses yang harus dibangun dengan segala keterbatasan dan
dinamika yang menyertai perjalanan program. Keterbatasan SDM, sumber pendanaan,
membangun ICS sebagai sebuah system dan team, proses improvement di tingkat petani
(P) dan di tingkat koperasi (C) merupakan sederetan tantangan yang menyertai perjalanan
program. Semangat perubahan untuk peningkatan kwantitas, kwalitas biji kakao, proses
pemberdayaan kelompok/Subak Abian, membangun sistem penjualan bersama dan
harapan adanya peningkatan pendapatan petani atas reward, penghargaan dalam bentuk
harga premium, merupakan sederetan motivasi petani untuk mengimplementasikan program
kakao berkelanjutan di Kabupaten Jembrana. Hal lain yang tidak kalah penting adalah
filosofi dasar dari makna lestari/berkelanjutan dalam kerangka sertifikasi, yang menjadi
media gerakan penyadaran akan penting nya komoditi ini tumbuh dan berkembang lestari di
Kabupaten Jembrana.
3
1.1.3 Semangat Perubahan dan Proses Evaluasi
Proses perbaikan senantiasa dilakukan seiring berjalannya proses sertifikasi dari tahun ke
tahun. Tahun 2013, koperasi telah berhasil kembali mempertahankan sertifikat UTZ di tahun
ke 2. Ini berarti tantangan semakin besar, terutama upaya membangun mekanisme pasar
yang mampu menghargai kerja keras petani dalam melakukan perubahan.
Proses perbaikan dan penyempurnaan tiada henti untuk dilakukan. Aspek hulu – hilir yang
telah dibangun senantiasa menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Proses pembelajaran
yang telah dipetik dalam perjalanan program, semaksimal mungkin dapat dibagi kepada
petani lain untuk semakin banyak menemukan local champion yang akan menjadi agen
perubahan bagi petani lainnya. Inovasi, improvisasi dan kreatifitas pendamping dalam
menterjemahkan prinsip-prinsip dasar Code Of Conduct yang cenderung dalam bahasa
langit/tinggi harus mampu diterjemahkan, diterima dan diimplementasikan dalam bahasa
yang lebih membumi oleh petani.
Berbagai upaya inovatif dalam implementasi program seperti pembuatan demplot
partisipatif, Good Manufacturing Practices (GMP), Good Handling Practices (GHP) dan
berbagai proses “peruman”/diskusi intensif di tingkat subak maupun individu dilakukan
secara paralel. Hasilnya mendatangkan perubahan, perbaikan dan perhatian dari beberapa
subak baru yang “merapat” ke dalam barisan program kakao berkelanjutan untuk sama-
sama berbagi spirit perubahan. Dari 18 subak abian akhirnya berkembang menjadi 22 subak
abian dalam tahun 2014 ini.
Namun seiring proses, berbagai kendala realita di lapangan mewarnai pelaksanaan program
yang juga menjadi catatan tantangan. Dari 145 subak abian yang ada di Kabupaten
Jembrana, hanya baru memasuki angka 22 subak yang tergabung dalam program. Alih
fungsi vegetasi dari tanaman kakao ke tanaman keras, seperti sengon, jabon, jati dan
tanaman keras lainnya juga marak terjadi di beberapa subak lain diluar peserta program.
Tumpang tindihnya beberapa program dari berbagai dinas yang secara tidak langsung
berdampak pada program, juga turut memberikan warna terhadap jalannya program.
4
Pemetaan lokasi untuk menunjukkan potensi penyebaran kakao di masing-masing
kecamatan juga belum ada kejelasan data/informasi, lengkap dengan penyebaran dan
kondisi peremajaan dan sebaran hama dan penyakit. Kondisi ini menjadi penting untuk
dianalisa berkenaan dengan terjadinya pergeseran musim panen sebagai dampak dari
perubahan iklim. Data ini penting kiranya untuk dijadikan rekomendasi kepada petani
sehingga secara perlahan para petani dapat melakukan upaya terhadap adaptasi iklim
(climate adaptation) sebagai bagian dari keberlanjutan program.
Data yang tidak kalah penting lainnya adalah : informasi detail untuk mengetahui relevansi
antara penerapan praktek GAP dan peningkatan produksi selama 2 tahun terakhir.
Perubahan ini patut untuk direkam dalam rapid assisment kepada beberapa subak dan
petani kunci di beberapa subak untuk dijadikan sebagai catatan pembelajaran penting bagi
petani lainnya dalam melakukan perubahan di tingkat kebun. Semua data/informasi ini akan
ditangkap dalam sebuah proses Participatory Action Research (PAR) atau Riset Aksi
Partisipatif sebagai sebuah metoda, PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara
aktif semua pihak-pihak yang relevan (stakeholders) dalam mengkaji tindakan yang sedang
berlangsung (dimana pengamalan mereka sendiri sebagai persoalan) dalam rangka
melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik. Untuk itu, komponen harus
melakukan refleksi kritis terhadap konteks perjalanan program. PAR dilakukan sebagai
salah satu harapan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan oleh semua pihak. PAR
merupakan sebuah siklus yang didalamnya mencakup kegiatan intervensi (oleh karenanya
dinamakan action research).
Faktor penting lainnya adalah tingkat keterlibatan mitra/petani kakao, sehingga tujuan
melakukan penelitian PAR (yaitu melakukan perbaikan) dapat dicapai melalui pembelajaran
bersama. Semua komponen yang terlibat dalam program, dudk bersama untuk sharing dan
membangun solusi bersama sehingga dapat dilakukan intervensi untuk perbaikan.
Metoda PAR ini akan dipergunakan sebagai salah satu metoda dalam penggalian informasi
yang terkait dengan perkembangan program kakao lestari melalui berbagai proses FGD
atau pebligbagan dengan anggota subak dan beberapa komponen relevan lainnya.
5
1.2 Tujuan
Program penggalian dan pemetaan kondisi pelaksanaan program kakao lestari melalui
metoda PAR untuk menggali kebutuhan, persoalan dan perkembangan yang ada di
lapangan melalui pendekatan aksi intervensi, sehingga hasil riset dapat ditindaklanjuti.
1.3 Manfaat
Hasil riset dapat dipergunakan sebagai rekomendasi bagi semua komponen yang terlibat
dalam program. Riset partisipasi ini juga dapat memberikan informasi perkembangan dan
pemetaan program secara lebih riil.
6
Strategi dukungan masing-masing komponen
Mempertegas dukungan,peran & tugas masing-
masing komponen
Ide, Rencana & Aksi Perbaikan
Harus dibangun dari Dalam
Latar Belakang Tahapan Kegiatan Pemetaan
Stakeholders
Rencana Aksi Strategis
Pemetaan awal &
penentuan
komponen riset
Pemetaan Partisipatif
(FGD,Diskusi
Subak,Paruman)
Semangat perubahan
Penyusunan rencana aksi
strategi
Subak dan anggota subak
abian
Koperasi KSS
Dinas Perkebunan
Dinas Koperasi
DPRD
Komponen lainnya
Membangun sinergitas program secara
berkelanjutan
Promosi Program untuk pembelajaran
bersama
Membangun & memperkuat program dengan
pendekatan kesetaraan gender
Rencana kerja sistematik dalam tiap
tahunnya
Evaluasi dampak
berbasis masyarakat
Kakao lestari dan
pembelajaran terus
menerus/berkelanjutan
(Continous Listening)
7
Bagian 2
2.1 Gambaran Umum Wilayah
Secara geografis Kabupaten Jembrana terletak membentang dari arah Barat ke Timur
08009’30” - 08028’02” LS dan 114026’28” - 115051’28” BT. Kabupaten Jembrana merupakan
salah satu Kabupaten di Propinsi Bali yang terletak di bagian barat dengan batas wilayah
sebagai berikut :
Utara berbatasan dengan Kabupaten Buleleng
Timur berbatasan dengan Kabupaten Tabanan
Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
Barat berbatasan dengan Selat Bali
Peta 1. Orientasi Wilayah Kabupaten Jembrana
Sumber : Bappeda Kabupaten Jembrana
8
2.1.1. Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kelembagaan Subak
Penduduk Kabupaten Jembrana yang bermata pencaharian di sektor pertanian berjumlah
53.294 jiwa atau 37,34% dari jumlah angkatan kerja sebanyak 150.000 orang. Kelembagaan
di Tingkat Petani untuk pendukung pembangunan pertanian ada tiga macam yaitu kelompok
tani/Subak Abian 145 kelompok, Subak Sawah 84 Kelompok, Kelompok Wanita Tani (KWT)
26 kelompok.
Khusus dalam program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana, peranan dan kiprah subak
sangat besar dalam implementasi program. Subak sebagai lembaga sosio kultur pertanian,
saat ini sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikans. Subak telah mampu
mengakomodir kebutuhan petani (krama) dari sisi ekonomi produktif. Jika dilihat dari konsep
Tri Hita Karana, peran subak dari sisi palemahan dan pawongan (ekonomi produktif dan
kesejahteraan anggota) sudah mulai meningkat. Khusus untuk pemberdayaan subak dalam
program kakao lestari, memiliki peran yang sangat strategis (secara spesifik dapat dilihat
dalam diagram tata niaga/pemasaran produk biji kakao kering UTZ Certifikasi). Subak telah
terbukti mampu mewadahi kebersamaan anggotanya untuk melakukan pengolahan
bersama dengan manfaat yang dapat dinikmati bersama.
2.2. Komoditi Kakao
Indonesia adalah penghasil biji kakao ketiga terbesar di dunia setelah Ghana dan Pantai
Gading. Tiga negara ini yang mendominasi lebih dari 75% pasar kakao di di dunia pada
tahun 2010. Dalam lingkup nasional, Bali menempati posisi 5 besar bersama dengan NTB
dan NTT. Menjadi khusus, karena Jembrana dalam hal ini Koperasi Kerta Semaya
Samaniya sebagai koperasi pertama di Indonesia menjadi pemegang sertifikasi untuk
komoditi kakao berkelanjutan.
9
Table 1. Profile Kakao Indonesia 2012
Lokasi Luas (ha) Produksi Nasional (%)
Produksi (ton)
1. Sulawesi 988.309 58,92% 448.344
2. Sumatera 377.032 22,47% 166.609
3. Maluku & Papua 107.641 6,42% 33.568
4. Jawa 92.435 5,51% 31.453
5. NTT – NTB – Bali 68.637 4,09% 18.121
6. Kalimantan 43.201 2,58% 14.136 Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview, 2014
Grafik 1. Profile Kakao Indonesia 2012
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Total area
Produksi (ton)
Produktivitas (g/ha)
Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview, 2014
10
Perkembangan kakao di Indonesia dilihat dari sisi pengupayaan atas lahan, budidaya kakao
oleh petani (smallholder) terus mengalami peningkatan. Spirit ini terlihat secara nyata di
Kabupaten Jembrana, karena hampir seluruhnya kepemilikan lahan adalah petani.
Penanganan hama dan penyakit yang secara massal terjadi di beberapa sentra penghasil
kakao di Indonesia, perlahan-lahan mendapatkan penanganan yang baik, meskipun jujur
harus diakui belum efektif di semua tempat, tetapi minimal kondisi ini telah memberikan spirit
baru di tingkat petani. Grafik peningkatan jumlah kepemilihan lahan dan pengolahan oleh
petani dapat dilihat dalam grafik berikut :
Grafik 2. Perkembangan kepemilikan lahan petani kakao Indonesia 2012
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Series2
Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview, 2014
11
2.3. Kakao Lestari dan Jembrana
Gambar 1. Tanaman Kakao Varietas Lindak Lokasi Kebun Pak Agus – Desa Tuwed (kiri)
Lokasi Kebun Pak Tawa (kanan)
Kakao tidak dapat dipisahkan dari Bumi Mekepung Jembrana. Penghasil kakao terbesar di
Bali adalah Kabupaten Jembrana. Kabupaten Jembrana memiliki luas areal perkebunan
umum seluas 17.267,50 ha. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dibawah. Potensi biji
kakao kering, tercatat tahun 2013 sebanyak 2.928,825 ton (sumber Statistik Dinas
Perkebunan Kabupaten Jembrana, 2013) dengan jumlah petani secara keseluruhan 13.040
kk yang tersebar di 145 subak abian. Luas area budidaya kakao mencapai 6.226,96 Ha
dengan sebaran lahan paling luas di Kecamatan Mendoyo. Potensi ini sangat besar untuk
dikembangkan secara lebih maksimal, dengan dibantu dukungan subak abian dan sentuhan
kebijakan dari pemerintah, niscaya mampu membawa kakao menjadi komoditi lestari dan
memberikan kebanggaan terhadap masyarakatnya. Sementara, yang baru terfasilitasi oleh
program Kakao Lestari hanya 22 subak abian dengan 1.200 petani. Sangat kecil
memang…tetapi sebagai langkah awal untuk membawa sebuah perubahan, angka ini
diharapkan dapat memberikan semangat “virus positif” kepada petani dan subak lainnya.
12
Tabel 2. Luas Lahan Menurut Penggunaannya Dirinci Per Desa Kabupaten Jembrana Tahun 2012
Tegal/ Perke Peka Jumlah Jml luar Jumlah
Huma bunan rangan (4+5+6) Kawasan (7+8+9) (10+11)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
MELAYA
1 Manistutu 144.00 88.00 87.00 65.00 240.00 - 17.00 257.00 1,950.00 2,351.00
2 Tukadaya 280.00 124.00 161.00 60.00 345.00 - 42.00 387.00 1,433.10 2,100.10
3 Tuwed 121.00 121.00 528.00 72.00 721.00 18.00 30.00 769.00 - 890.00
4 Candikusuma 32.00 134.00 459.00 47.00 640.00 - 7.00 647.00 - 679.00
5 Warnasari 170.00 44.00 119.00 70.00 233.00 - 40.00 273.00 - 443.00
6 Ekasari 197.00 266.00 129.00 123.00 518.00 - 61.00 579.00 4,316.72 5,092.72
7 Nusasari 285.00 19.00 24.00 398.00 441.00 - 62.00 503.00 - 788.00
8 Belimbingsari - 17.00 278.00 68.00 363.00 - 30.00 393.00 1,895.00 2,288.00
9 Melaya 40.00 330.00 915.00 180.00 1,425.00 - 109.00 1,534.00 1,980.70 3,554.70
10 Gilimanuk - - - - - - 71.00 71.00 2,205.20 2,276.20
Jumlah 1,269.00 1,143.00 2,700.00 1,083.00 4,926.00 18.00 469.00 5,413.00 13,780.72 20,462.72
NEGARA
1 BB Agung 176.00 125.40 229.80 241.90 597.10 - 23.90 621.00 600.00 1,397.00
2 Berangbang 200.00 275.90 581.30 207.50 1,064.70 - 48.30 1,113.00 1,250.00 2,563.00
3 Kaliakah 520.00 108.80 779.60 338.90 1,227.30 - 51.70 1,279.00 - 1,799.00
4 Banyubiru 443.00 81.70 199.00 130.50 411.20 - 84.80 496.00 - 939.00
5 Baluk 75.00 215.00 405.20 293.60 913.80 - 66.20 980.00 - 1,055.00
6 Cupel - 162.70 290.00 179.40 632.10 - 7.90 640.00 - 640.00
7 Tegal Bdng Barat 74.00 88.10 152.50 69.00 309.60 - 18.40 328.00 - 402.00
8 Tegal Bdng Timur 104.00 132.60 163.50 152.70 448.80 - 48.20 497.00 - 601.00
9 Pengambengan 56.50 266.50 399.60 167.80 833.90 81.00 58.60 973.50 - 1,030.00
10 Lelateng 175.00 92.50 77.30 145.00 314.80 120.00 19.20 454.00 - 629.00
11 Banjartengah - - - 211.60 211.60 - 286.40 498.00 - 498.00
12 Loloan Barat - - - 69.50 69.50 - 77.50 147.00 - 147.00
Jumlah 1,823.50 1,549.20 3,277.80 2,207.40 7,034.40 201.00 791.10 8,026.50 1,850.00 11,700.00
JEMBRANA
1 Perancak 25.00 106.50 142.20 50.70 299.40 14.40 35.20 349.00 - 374.00
2 Airkuning - 53.30 69.50 89.70 212.50 2.70 55.80 271.00 - 271.00
3 Yehkuning 99.00 119.30 101.70 65.40 286.40 - 35.60 322.00 - 421.00
4 Dangintukadaya 105.00 180.20 533.90 233.40 947.50 - 41.50 989.00 - 1,094.00
5 Sangkaragung 114.00 29.40 185.20 139.60 354.20 17.00 41.80 413.00 - 527.00
6 Budeng 66.00 12.10 53.60 97.20 162.90 270.00 97.10 530.00 - 596.00
7 Dauhwaru 327.00 72.20 134.30 223.00 429.50 - 119.50 549.00 1,500.00 2,376.00
8 Batuagung 70.00 158.70 296.90 301.50 757.10 - 50.90 808.00 1,365.59 2,243.59
9 Pendem 68.00 267.10 281.50 432.90 981.50 - 172.50 1,154.00 630.00 1,852.00
10 Loloan Timur 104.00 89.60 100.40 96.40 286.40 13.40 30.20 330.00 - 434.00
Jumlah 978.00 1,088.40 1,899.20 1,729.80 4,717.40 317.50 680.10 5,715.00 3,495.59 10,188.59
MENDOYO
1 Mendoyo Dh Tkd 124.00 18.00 319.00 129.00 466.00 - 24.00 490.00 296.00 910.00
2 Mendoyo Dng Tk 150.00 - 71.00 77.00 148.00 - 16.00 164.00 - 314.00
3 Pohsanten 57.00 - 728.00 215.00 943.00 - 21.00 964.00 740.00 1,761.00
4 Pergung 86.00 9.00 489.00 191.00 689.00 - 19.00 708.00 690.00 1,484.00
5 Tgl cangkring 282.00 49.00 606.00 192.00 847.00 - 17.00 864.00 1,180.00 2,326.00
6 Delodbrawah 129.00 16.00 53.00 54.00 123.00 2.00 15.00 140.00 - 269.00
7 Penyaringan 716.00 32.00 1,039.00 317.00 1,388.00 33.00 22.00 1,443.00 2,645.00 4,804.00
8 Yehembang Kauh 53.00 - 1,326.00 148.00 1,474.00 - 22.00 1,496.00 2,100.00 3,649.00
9 Yehembang 299.00 - 515.00 256.00 771.00 - 22.00 793.00 3,258.08 4,350.08
10 Yehembang Kngn 193.00 - 432.00 151.00 583.00 2.00 25.00 610.00 4,000.00 4,803.00
11 Jehsumbul 224.00 12.00 711.00 153.00 876.00 - 19.00 895.00 606.00 1,725.00
Jumlah 2,313.00 136.00 6,289.00 1,883.00 8,308.00 37.00 222.00 8,567.00 15,515.08 26,395.08
PEKUTATAN
1 Medewi 213.50 15.00 97.00 97.50 209.50 - 137.00 346.50 1,425.00 1,985.00
2 Pulukan 74.00 807.00 509.00 135.00 1,451.00 - 300.00 1,751.00 1,940.88 3,765.88
3 Pekutatan 34.00 483.00 930.00 100.50 1,513.50 - 114.00 1,627.50 - 1,661.50
4 Pangyangan 104.75 246.50 35.00 60.75 342.25 12.00 180.00 534.25 34.00 673.00
5 Gumbrih 51.00 240.50 267.00 65.50 573.00 - 208.00 781.00 700.00 1,532.00
6 Pengeragoan 102.00 285.50 553.00 86.50 925.00 - 254.00 1,179.00 1,300.00 2,581.00
7 Asahduren - 50.00 305.00 18.00 373.00 - 145.00 518.00 425.00 943.00
8 Manggisari - 18.00 405.50 30.50 454.00 - 146.00 600.00 841.00 1,441.00
Jumlah 579.25 2,145.50 3,101.50 594.25 5,841.25 12.00 1,484.00 7,337.25 6,665.88 14,582.38
T O T A L 6,962.75 6,062.10 17,267.50 7,497.45 30,827.05 585.50 3,646.20 35,058.75 41,307.27 83,328.77
Sumber : Statistik Kab Jembrana Thn 2004, kolom 11 (hutan) sumber data Dinas Hutbun
Penggunaan Lahan (HA)
No KECAMATAN DESASawah Tambak Lainnya Hutan
13
Luas areal dan produksi komoditas perkebunan di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Kabupaten Jembrana Tahun 2012
JUMLAH
JUMLAH JUMLAH RATA2 PETANI
3 + 4 + 5 (Ton) Kg/Ha (K.K.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 KELAPA DALAM 677.60 15,699.20 347.95 16,724.75 18,370.32 1,170 16,530
2 KELAPA DERES - 99.68 4.00 103.68 739.03 7,414 772
3 KELAPA HIBRIDA - 139.80 - 139.80 90.35 646 5,381
4 KELAPA GENJAH 59.95 281.06 0.70 341.71 295.99 1,053 9,539
5 KOPI ROBUSTA 94.47 998.69 123.59 1,216.75 267.41 268 6,577
6 CENGKEH 8.60 3,232.45 205.80 3,446.85 75.02 23 8,659
7 PANILI 73.96 142.76 11.70 228.42 40.19 282 2,453
8 KAKAO 1,180.10 4,531.46 514.51 6,226.95 2,489.14 549 13,040
9 KAPOK - 5.00 - 5.00 - - 321
10 LADA - 7.80 - 7.80 - - 163
11 KEMIRI - 3.23 - 3.23 - - 370
12 KENANGA - 26.71 - 26.71 0.62 23 882
13 PINANG 4.45 15.35 - 19.80 - - 630
14 KAPAS - - - - - - -
15 TEMBAKAU - - - 2.00 3,264.00 1,632,000 1
Sumber : Statistik Perkebunan Jembrana, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab Jembrana
JUMLAH PRODUKSILUAS AREAL ( Ha )
NO KOMODITAST.B.M T.M TT/TR
Potensi kakao di Jembrana terlihat dalam Tabel 3. Berdasarkan data statistik perkebunan
tersebut 36% dari luas perkebunan di Jembrana merupakan perkebunan kakao yaitu seluas
6.226,96 Ha. Sedangkan komoditas lainnya tidak mencapai 1% dan maksimal 19% dari total
luas wilayah perkebunan di kabupaten Jembrana. Hal ini menunjukkan pengembangan
kakao sangat berpotensi di kabupaten ini.
Pada tabel 4 dibawah ini menunjukkan perkembangan produksi komoditas perkebunan
selama 8 tahun terakhir, tercatat peningkatan produksi kakao yang cukup signifikan.
14
Luas Areal Rata Produksi Jlh petani
2013 ( Ha ) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Th. 2013/Kg/Ha th. 2013
1 KAKAO 6,226.96 3,260.78 2,932.51 2,818.16 3,377 2,886.24 1,934.38 2,483.625 2,928.830 630 13,040
2 KELAPA DALAM 3,502.00 17,590.55 17,911.95 18,150.23 18,349 18,348.65 18,370.32 18,374.335 18,298.902 1,146 16,530
3 KELAPA GENJAH 335.71 182.99 152.95 201.96 209.93 209.93 295.99 229.392 255.205 926 9,545
4 KOPI ROBUSTA 1,216.75 264.40 274.02 265.01 278.60 278.60 267.41 294.544 263.340 264 6,577
5 CENGKEH 3,446.85 462.45 937.32 920.14 648.37 648.37 75.02 1,255.648 772.336 239 8,659
6 PANILI 137.42 3.42 8.73 8.41 10.48 10.48 40.19 43.756 2,261.000 39 2,202
7 TEMBAKAU 10.30 2,400.00 3,264.00 7.500 12.010 1,166 67
8 PALA 431.00 10.500 14.100 364 1,739
9 NILAM 5.00 3.600 8.000 1,600 34
Tabel 4. Produksi Komoditas Perkebunan 8 (Delapan) Tahun Terakhir
NO KOMODITAS
PRODUKSI ( TON )
Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Jembrana
15
Rata-rata produksi kakao pada tahun 2013 mencapai 630 kg/ha/th yang pada tahun
sebelumnya hanya 549 kg/ha/th (tabel3). Terjadi peningkatan 12,9% dan ada 13.040 petani
yang terlibat didalamnya dari jumlah penduduk 71.144 KK (18,33%). Hal ini menunjukkan
penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dalam perkebunan kakao dan dapat
membantu peningkatan pendapatan masyarakat Jembrana. Perkembangan produksi kakao
di Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 1. Grafik Produksi Kakao Kabupaten Jembrana
GRAFIK PRODUKSI KAKAO KABUPATEN JEMBRANA
TAHUN TON
2005 3,672.54
2006 3,260.78
2007 2,932.51
2008 2,818.16
2009 3,376.50
2010 2,886.24
2011 1,934.38
2012 2,483.62
2013 2,928.83
PRODUKSI KAKAO
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
3,500.00
4,000.00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Prod
uksi
(Ton)
Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan
Kab. Jembrana
Mulai tahun 2005, produksi kakao mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh umur
tananaman yang semakin tua dan serangan dari hama PBK (Penggerek Buah Kakao) terus
menyebar. Melihat permasalahan ini pemerintah bergerak memberikan bantuan untuk
meningkatkan produktivitas petani kakao di Jembrana. Kemudian meningkat pada tahun
2009, namun karena sanitasi kurang, tanaman tua dan kurang penanganan pemangkasan
serangan helopeltis dan PBK semakin meluas.
16
Pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi secara drastis akibat serangan PBK yang
semakin meluas dan anomali iklim sejak tahun 2009. Musim kering yang berkepanjangan
pada tahun 2009, kemudian disusul hujan yang tinggi pada tahun 2010 yang menyebabkan
gagal bunga, kondisi kebun sangat lembab karena jarang mendapat perlakuan
pemangkasan dan sanitasi lainnya, tanaman terlalu tinggi sehingga sulit terjangkau untuk
ditangani. Hal ini mengakibatkan hama helopeltis dan PBK semakin menyebar luas. Mulai
dari Kecamatan Melaya dan Negara yang berada di daerah dataran rendah dan memiliki
karakteristik tanaman yang homogen, kemudian menyebar ke wilayah pegunungan yaitu
Kecamatan Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan.
Akibat serangan hama yang merata di seluruh wilayah, seluruh stakeholder terkait untuk
menjalankan berbagai program untuk peningkatan produksi kakao untuk kesejahteraan
petani kakao. Program tersebut diantaranya adalah Sekolah Lapang oleh dinas kabupaten
dan propinsi, menjalankan program Gertakdal (Gerakan Serentak Pengendalian) PBK,
Gernas (Gerakan Nasional) Kakao dan program sertifikasi sebagai pelengkap dari seluruh
tahapan proses yang telah dilakukan sebelumnya oleh komponen lain terkait.
Usaha yang dilakukan untuk peningkatan mutu dan produksi sangat membantu proses
recovery di setiap wilayah khusus program sertifikasi yang memiliki masa program
terpanjang dibanding program lainnya. Tingkat serangan di wilayah Jembrana jika diurutkan
dari yang terparah adalah Melaya, Negara, Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan. Namun
berdasarkan urutan itu juga yang memiliki proses recovery tercepat. Wilayah Melaya dan
Negara berada di wilayah dataran rendah/datar, cenderung cepat mendapat penanganan
dan karakteristik tanaman yang homogen mempercepat penanganan dan pemulihan dari
serangan hama. Sedangkan wilayah Kecamatan Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan
merupakan dataran tinggi dan proses recovery/penanganan di wilayah ini lebih lambat.
Kebun di wilayah tersebut lebih luas dan cenderung lambat ditangani karena berada di
pegunungan yang sulit dijangkau dan kondisi lingkungan cenderung lebih lembab yang
mendukung perkembangan PBK.
Sehingga pada akhir tahun 2012 wilayah Melaya dan Negara sudah pulih dari serangan
sedangkan wilayah Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan di pertengahan tahun 2013 baru
pulih.
17
Berbagai usaha yang dilakukan dapat memberikan manfaat berupa peningkatan produksi
secara signifikan khususnya program sertifikasi yang berkelanjutan (telah berjalan selama 3
tahun berturut-turut sampai saat ini). Peningkatan produksi kakao terlihat perkembangan
kakao di Kabupaten Jembrana mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir setelah
terjadi penurunan produksi secara drastis pada tahun 2010-2011. Serangan hama meluas di
Kabupaten Jembrana sejak tahun 2009. Dengan berbagai cara pemerintah, LSM dan
berbagai pihak terkait bangkit membangun Kabupaten Jembrana dari keterpurukan dengan
berbagai bantuan dan pendampingan yang akhirnya dapat terlihat peningkatan produksi
kakao secara signifikan.
Potensi kakao ini tersebar di 5 kecamatan, masing-masing: Kecamatan Melaya 1.935,83
ha, Kecamatan Negara 514,68 ha, Kecamatan Jembrana 559,01 ha, Kecamatan Mendoyo
2.144,01 ha dan Kecamatan Pekutatan 1.073,43 ha.
Pada Akhir
Triwulan Jumlah
Lalu Jumlah Rata2 Jumlah Rata2 Petani
Ha (Ton) Kg/Ha (Ton) Kg/Ha (K.K.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 MELAYA 1,935.82 501.22 1,295.89 138.71 221.925 171 715.956 552 3,627
2 NEGARA 514.69 221.83 273.97 18.00 124.482 454 164.349 600 1,981
3 JEMBRANA 559.00 232.82 272.62 53.57 104.478 383 175.146 642 588
4 MENDOYO 2,144.01 122.28 1,782.47 239.26 370.701 208 796.233 447 4,725
5 PEKUTATAN 1,073.43 101.94 906.52 64.98 233.840 258 637.458 703 2,119
JUMLAH 6,226.95 1,180.10 4,531.46 514.51 1,055.426 233 2,489.142 549 13,040
1,935.83 123.90 1,409.40 402.53 57.748 41 898.187 637 3,627
LUAS AREA (Ha) PRODUKSI
S.D. TWR Laporan
TT/TR
Pada TRW.LaporanS.D. TRIWULAN LAPORANNO KECAMATAN
T.B.M T.M
Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2012 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan
Kab. Jembrana
Pada Akhir
Triwulan Jumlah
Lalu Jumlah Rata2 Jumlah Rata2 Petani
Ha (Ton) Kg/Ha (Ton) Kg/Ha (K.K.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 MELAYA 1,935.83 123.90 1,409.40 402.53 57.748 41 898.187 637 3,627
2 NEGARA 514.68 208.00 278.43 58.25 35.218 126 167.780 603 1,981
3 JEMBRANA 559.01 232.82 272.62 53.57 33.104 121 173.688 637 588
4 MENDOYO 2,144.01 122.28 1,782.47 239.26 179.620 101 1,110.795 623 4,725
5 PEKUTATAN 1,073.43 101.94 906.52 64.98 57.577 64 578.376 638 2,119
JUMLAH 6,226.96 788.94 4,649.44 818.59 363.267 78 2,928.826 630 13,040
S.D. TRIWULAN LAPORANNO KECAMATAN
T.B.M T.M TT/TR
Pada TRW.Laporan S.D. TWR Laporan
LUAS AREAL (Ha) PRODUKSI
Tabel 6. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Kabupaten Jembrana Tahun 2013
Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan
Kab. Jembrana
18
Pada tabel 5 dan tabel 6 dapat dilihat peningkatan produksi kakao di masing-masing
kecamatan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2012 sampai 2013. Peningkatan
produktifitas yang paling signifikan terlihat pada Kecamatan Mendoyo yaitu 447 kg/ha/th
(2012) menjadi 623 kg/ha/th (2013) atau 28,3%.
19
2.4. Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan Perjalanan Program
Potensi ini harus didukung untuk mengupayakan keberlanjutan sektor kakao di Kabupaten
Jembrana. Potensi ini menjadi spesifik dan memiliki peluang serta tantangan besar dengan
keberadaan kelembagaan koperasi Kertha Semaya Samaniya yang telah memulai aktivitas
nya dalam memfasilitasi petani kakao di Kabupaten Jembrana. Dengan segala dinamika
yang mengiringi keberadaan koperasi ini, posisi dan kapasitasnya akan semakin diperkuat
sebagai bagian dari rangkaian proses sertifikasi, karena posisi koperasi yang strategis
sebagai pemegang sertifikat. Ini yang membuat proses sertifikasi di Kabupaten Jembrana
semakin memiliki warna dan kekuatan yang berbeda dengan proses sertifikasi lainnya di
Indonesia karena proses pemegang sertifikat ada pada koperasi (komunitas) bukan pada
buyer (private).
Fenomena ini membawa posisi koperasi bukan hanya sebagai pemegang sertifikat (di
tingkat primer/petani) tetapi juga memfasilitasi sampai dengan tingkat pengolahan sekunder
(produk olahan). Bukan hanya sebagai sebuah pembenaran menyebutkan bahwa proses
sertifikasi ini dari hulu sampai dengan hilir dilakukan di tingkat komunitas/koperasi, sebagai
yang pertama di Indonesia dan Kabupaten Jembrana adalah pilihan terbaik.
Selama 3 (tiga) tahun perjalanan program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana, teriring
berbagai cerita, dinamika dan pembelajaran yang penting dijadikan sebagai evaluasi internal
maupun menjadi spirit yang akan sangat menginspirasi petani lain, jika cerita ini dibagi.
20
Puncak harapan dari upaya peningkatan kualitas dan posisi tawar terhadap harga, terbukti
pada saat koperasi berhasil membangun komunikasi dan kerjasama pemasaran dengan PT.
Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut. Premium price/harga premium yang selama ini
hanya bisa di baca dalam COC UTZ, akhirnya menjadi nyata dan dapat diterima dalam
genggaman petani.
Pengiriman perdana kakao biji kering bulan agustus 2013 telah menjadi bukti bahwa petani
dalam hal ini koperasi mampu mandiri dan berjuang untuk kesejahteraan anggotanya
khususnya petani peserta program UTZ Sertifikasi Kakao Lestari. 30 Agustus 2013, adalah
bukti bahwa karena kebersamaan dan semangat yang tanpa kenal lelah untuk berjuang
telah mengantarkan pada proses pengiriman perdana Kakao Lestari UTZ Certified.
Proses ini merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses hulu – hilir pendampingan
program. Manfaat untuk Koperasi Kertha Semaya Samaniya sebagai pemegang sertifikat :
pembenahan manajemen koperasi dilakukan secara bertahap, terencana dengan baik dan
telah diatur dengan agenda program yang disusun bersama anggota koperasi (Subak Abian
dalam hal ini). Pemenuhan standart-standart yang tertuang dalam COC UTZ Certified dari
tahun ke tahun telah menjadi salah satu acuan dalam peningkatan peran koperasi dalam
kerangka program certifikasi.
Posisi tawar koperasi terhadap harga dan pilihan pasar menjadi lebih kuat. Koperasi tidak
bergantung dengan hanya satu pasar. Proses seleksi pasar yang berkomitmen memberikan
penghargaan dalam bentuk premi kepada petani, masih terus dan terus diperjuangkan.
Koperasi saat ini telah mampu menjadi rujukan untuk tujuan studi komprehensif dari
berbagai daerah di Indonesia, yang tentunya mampu memberikan semangat untuk
memperbaiki sistem secara berkelanjutan.
21
Gambar 2. Proses penandatanganan MOU antara Bapak Bupati Jembrana dengan Marketing Manager PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut
Pelepasan perdana Kakao UTZ Certifikasi 30 Agustus 2013
22
Peta Wilayah Program UTZ Sertifikasi Kakao Lestari Tahun
2013
23
Tabel 7. Rekap Peserta Sertifikasi UTZ Komoditas Kakao Tahun ke 3 (2013-2014)
1 2 3 4 5 6 7 8
Melaya Sari Mumbul KSS-I.01.1 4 360 1,867 1,220
Nusasari Padma Sari KSS-I.02.1 8 589 5,201 3,488
Candikusuma Taman Sari KSS-I.03.1 12 850 4,756 3,108
// Moding Sari KSS-I.03.2 10 1,900 12,333 8,108
// Sari Buana KSS-I.03.3 17 830 6,272 4,099
Tuwed Sari Bumi KSS-I.04.1 5 600 4,456 3,000
Kaliakah Carang Sari KSS-II.01.1 17 1,500 16,661 11,526
Baler Bale Agung Manggala Sari KSS-II.02.1 23 1,285 5,878 3,958
Kel Pendem Merta Nadi KSS-III.01.1 14 950 8,025 4,401
Kel Batu Agung Sari Mertha KSS-III.02.1 11 1,160 6,842 4,607
Poh Santen Pala Werdi KSS-IV.01.1 5 430 3,950 1,200
// Dwi Mekar KSS-IV.01.2 22 2,928 14,904 9,776
Yehembang Kauh Amerta Nadi KSS-IV.02.1 105 12,433 54,145 36,236
// Anggrek Wangi KSS-IV.02.2 13 1,536 8,273 5,428
// Merta Pala KSS-IV.02 3 59 6,115 33,788 22,952
// Sekar Wangi KSS-IV.02.4 33 3,952 23,431 15,315
// Lokasari KSS-IV.02.5 41 3,310 21,060 13,571
Yehembang Kangin Amerta Taman Sari KSS-IV.03.1 67 3,745 16,715 10,876
// Udiana Sari KSS-IV.03.2 26 3,032 18,841 12,381
Pulukan Karya Dharma Bakti KSS-V.01.1 10 1,175 6,646 4,475
Pekutatan Kerta Laksana KSS-V.02.1 10 590 4,539 2,522
Gumbrih Merta Nadi KSS-V.03.1 18 2,775 13,515 8,905
5 Kec 14 Desa 22 SA 530 52,045 292,097 191,154
Sumber : Koperasi Kertha Samaya Samaniya Kab. Jembrana 2013-2014
Σ Pohon Kakao
Estimasi Produksi
Kering
(Kg/Tahun)
Desa Subak Abian
Melaya
Pekutatan
Kode Registrasi
Negara
Jembrana
Mendoyo
KecamatanJumlah
Anggota
Luas Lahan
(Are)
24
Bagian 3
3.1. Pemetaan Awal dalam Rangkaian Program PAR
Bagian dari pelaksanaan penggalian input dan evaluasi dari program yang sudah berjalan
dan rencana aksi “bersumber dari dalam”, maka beberapa proses menuju capaian tersebut
dibangun dalam kerangka tahapan PAR yang diawali dengan pelaksanaan pemetaan awal
dan penentuan komponen riset.
Proses pemetaan awal dengan beberapa komponen kunci yang terdiri dari : perwakilan 22
subak abian peserta program sertifikasi, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Komisi B
DPRD Kabupaten Jembrana, pengurus Koperasi Kerta Semaya Samaniya. Tema diskusi
disepakati dan dibagi menjadi beberapa sub pembahasan sehingga proses perumusan
komponen dasar riset menjadi lebih detail. Tema tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menyepakati pentingnya peran PAR sebagai salah satu penentu input/masukan dalam
keberlanjutan program UTZ Certifikasi Kakao karena intinya “perbaikan program harus
dibangun dari dalam” sehingga menjadi penting proses diskusi harus partisipatif.
2. Capaian perkembangan program selama 3 tahun perjalanan program UTZ Certifikasi
Kakao Lestari
3. Review fungsi dan peran masing-masing komponen yang telah terlibat dari awal dalam
program UTZ Certifikasi Kakao Lestari
4. Penentuan stakeholder lain yang harus digali sumber informasinya dalam memperkuat
hasil PAR
5. Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program UTZ Certifikasi
Kakao Lestari
6. Harapan perbaikan pelaksanaan program sebagai bentuk aksi bersama dari
pelaksanaan PAR
25
Untuk membangun dinamika diskusi menjadi aktif dan partisipatif, penyampaian
informasi, input dan pendapat, disampaikan dalam bentuk kertas metaplan yang diisi
oleh masing-masing peserta diskusi tanpa terkecuali. Untuk gambaran tentang
perkembangan program saat ini dan segala tantangannya terbagi ke dalam 3 (tiga) hal
yaitu :
26
Tabel 8
Perkembangan Capaian Program UTZ Certifikasi Kakao di Kabupaten Jembrana Selama 3 (tiga) Tahun
No On Farm Off Farm Kelembagaan
1 Implementasi GAP secara intensif di tingkat
petani terbukti mampu menekan serangan
PBK mulai 2 tahun terakhir. Pelatihan GAP
di masing-masing subak telah menjadi
agenda rutin dalam program Sertifikasi
Kakao Lestari dalam setiap tahunnya. GAP
memberikan peran
Sudah dilakukan sortasi biji basah di tingkat
petani, sehingga proses fermentasi dapat
dilaksanakan dengan baik
Secara kelembagaan, subak dan UPH
menjadi semakin kuat dan solid dalam
memfasilitasi pengolahan fermentasi dan
pemasaran bersama
2 Terjadi peningkatan produksi dari tahun
2012 ke tahun 2013 dari 400 kg
kering/tahun/ha menjadi 670 kg
kering/ha/tahun
Sudah dilakukan proses pengolahan bersama
di tingkat UPH (Unit Pengolahan Hasil) yang
terdiri dari proses fermentasi dan sortasi biji
kering tahap pertama. Beberapa subak abian
belum pernah melakukan proses pengolahan
bersama sebelumnya seperti : Subak Abian
Merta Pala, Subak Abian Moding Sari, Subak
Abian Amerta Nadi (tempek Badung).
Terbangun beberapa UPH baru yang
terfasilitasi secara langsung dalam
program Kakao Lestari. UPH Merta Pala,
Tempek Badung Subak Abian Amerta Nadi
dan kemandirian subak abian Moding Sari
dan Subak Abian Sari Buana, yang
awalnya masih bergabung dengan subak
induk Taman Sari
27
3 Beberapa subak sudah menerapkan system
sanitasi kebun secara berkelompok, yang
sebelumnya masih dilakukan secara
individu (Subak Merta Nadi Gumrih, Subak
Sari Buana Candikusuma).
Dilakukan pemasaran bersama dengan
mekanisme : anggota subak – subak abian –
UPH – Koperasi. Proses ini terbangun sejak
terlaksananya program sertifikasi.
Sebelumnya, proses pemasaran dilakukan
secara individu dalam jumlah yang kecil
sehingga posisi tawar petani terhadap harga
menjadi lemah.
Proses pemasaran bersama terbangun, bukan
saja karena merupakan bagian dari program
Kakao Lestari tetapi karena spirit anggota dan
koperasi untuk dapat meningkatkan posisi
tawar petani terhadap kuantitas, kualitas dan
harja jual.
Team ICS yang semakin kuat dan solid
serta peranan beberapa PPL sebagai team
ICS, terbukti riil memberikan kontribusi
besar dalam melakukan pendampingan
secara intensif bersama koperasi di tingkat
subak.
4 Tradisi masyarakat Bali yang pada
umumnya memelihara ternak di kebun
(kambing, sapi, babi) sangat membantu
dalam memberikan input pupuk pada
tanaman kakao. Terdapat temuan menarik
di beberapa subak abian (Amerta Nadi,
Anggrek Wangi dan Merta Pala) dengan
menempatkan kandang kambing secara
Peningkatan pemahaman pengolahan pasca
panen. Proses pelatihan GMP bersama dari
subak abian peserta program Kakao Lestari
telah memberikan dampak positif terhadap
kualitas biji kakao kering yang dapat
dihasilkan. Satu prestasi yang telah dibuktikan
adalah semua persyaratan/spesifikasi biji
kakao dari buyer telah dipenuhi denga baik,
Koperasi Kerta Semaya Samaniya telah
membuktikan eksistensi secara
kelembagaan dalam membangun
kerjasama pemasaran secara langsung.
Bukti nyata dari hal ini adalah
terbangunnya kerjasama antara koperasi
dengan PT. Papandayan Cocoa Industry
Barry Callebaut dengan pengiriman biji
28
berpindah-pindah di areal kebun sesuai
dengan kebutuhan, sehingga efisien dari
sisi pengangkutan pupuk kandang.
tanpa ada “claim”. kakao kering perdana tanggal 30 Agustus
2013.
5 Proses peremajaan tanaman (bagian dari
program GERNAS) cukup memberikan
andil dalam peningkatan produksi.
Peremajaan dan kemudahan dalam sanitasi
kebun merupakan bagian penting dari
prinsip GAP yang selalu dikampanyekan
dalam program kakao lestari
Manfaat dari sisi pendapatan petani telah
dinikmati secara langsung, salah satu nya
dalam bentuk pemberian harga premium
untuk produk kakao lestari/UTZ sertifikasi.
Secara nyata premi yang dapat diperoleh
70 U$D/MT.
6 Pengurangan input kimia yang
dipersyaratkan dalam program UTZ
Sertifikasi, mampu memberikan dampak
positif dalam perawatan kebun. Inovasi
penerapan musuh alami seperti sarang
semut, terbukti cukup efektif dalam
peningkatan produksi.
Sumber : Hasil Analisa
29
Tabel 9
Review kembali peran dan fungsi masing-masing komponen
No Dinas/Instansi/Lembaga
dan Komponen lainnya
Peran yang telah terbangun
1 Petani kakao/anggota subak Sasaran utama program, peran yang telah diberikan :
pelaksana seluruh tahapan program kakao lestari,
implementasi/pelaksana proses GAP, GMP, dalam tata
rantai pemasaran bersama, melakukan panen, sortir dan
penyetoran biji basah ke subak/UPH
Melakukan proses pencatatan seluruh aktivitas kebun
dan panen dituangkan dalam buku catatan kebun/farm
diary
Pendukung utama dan mengambil peran yang paling
strategis dalam tata rantai pemasaran bersama di bawah
payung kordinasi koperasi.
2 Subak dan UPH Secara kelembagaan memiliki peran strategis dalam
memfasilitasi/mengorganisasi petani untuk melakukan
perubahan secara bertahap maju
Subak secara kelembagaan mulai berbenah terutama
dari sisi peranannya dalam palemahan (ekonomi
produktif), salah satu indikasi nyata adalah mulai
dibangun dan diperkuat berbagai aktivitas unit usaha
(koperasi, olah fermentasi ataupun unit simpan pinjam)
UPH (Unit Pengolahan Hasil) memberikan kontribusi
besar selama proses pelaksanaan program dalam olah
fermentasi (peningkatan kualitas), proses sortasi,
penguatan UPH dalam berbagai proses pelatihan dan
menanamkan pondasi semangat bersama.
Pelaksana kemampu telusuran di tingkat subak/UPH
3 Koperasi Kerta Semaya
Samaniya (KSS)
Sebagai pemegang sertifikat (certification holder)
Pemegang kendali seluruh administrasi/dokumen di
tingkat “C”
Sesuai fungsinya sebagai pemegang sertifikat, koperasi
selama ini telah mengambil peran untuk membangun
30
kerjasama pemasaran langsung dengan pihak pabrik
(PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut)
Memberikan informasi terkait dengan pelaksanaan
program sertifikasi meliputi informasi tentang GAP, GMP,
GHP dan pengolahan pasca panen yang baik dan benar
Membangun komunikasi yang intensif dengan berbagai
pihak eksternal (pemerintah, DPRD dan berbagai pihak
lain yang relevan terhadap pelaksanaan program).
4 Dinas Perkebunan Kabupaten
Jembrana
Memfasilitasi pelaksanaan demplot kebun di 22 subak
peserta sertifikasi
Memfasilitasi berbagai pelatihan di tingkat subak dan
petani
Memberikan dukungan pendanaan untuk survailance
untuk tahun ke 3
Membangun komunikasi yang intensif dengan
dinas/instansi terkait lainnya (Bappeda, Dinas Koperasi,
Ekbangsos dll)
4 Dinas Koperasi Kabupaten
Jembrana
Memfasilitasi masalah perijinan dan administrasi lainnya
terkait dengan aspek legalitas koperasi
Memberikan pelatihan terkait dengan manajemen
koperasi
Memfasilitasi Koperasi Kerta Semaya Samaniya dalam
membangun akses perbankan/permodalan
5 Dinas Perkebunan Provinsi
Bali
Memfasilitasi berbagai pelatihan di tingkat petani yang
berkaitan dengan GAP, GMP dan GHP
Memberikan dukungan pendanaan untuk survailance di
tahun ke 2
Membangun komunikasi intensif dengan Departemen
Pertanian dalam pengembangan program kakao lestari
secara berkelanjutan.
Sumber : Hasil Analisa
31
Tantangan yang dihadapi selama ini dalam pelaksanaan program UTZ Sertifikasi Kakao
Lestari. Berdasarkan pemetaan terkait dengan beberapa tantangan yang dihadapi oleh
semua komponen peserta diskusi adalah :
No Tahapan Proses Tantangan
1 GAP Jumlah petani dampingan yang cukup banyak, memberikan
tantangan tersendiri untuk proses GAP di lapangan
terutama sanitasi tanaman dan lingkungan (pemangkasan,
pemanenan buah kakao yang hitam).
Umur tanaman yang sudah kurang produktif (rata-rata di
atas 20 tahun)
Belum semua petani mau dan mampu melakukan sambung
samping atau proses peremajaan tanaman yang sudah tua,
sehingga berpengaruh terhadap hasil.
Belum maksimal nya input pupuk sehingga berpengaruh
pada bean count
2 Pasca Panen (khusus
proses fermentasi biji
kakao basah), GMP dan
GHP.
Rendahnya input pupuk sehingga berdampak pada kurang
maksimalnya kualitas bean count terutama pada saat
panen tahap akhir, sehingga hal ini berdampak pada
terputusnya proses olah fermentasi di panen ke dua (akhir
tahun)
Belum semua produksi kakao basah dari petani dapat
diolah di tingkat UPH/subak
Beberapa petani masih memiliki keterikatan hutang dengan
tengkulak, sehingga kakao basah belum bisa diserahkan
sepenuhnya ke subak/UPH
Masih belum maksimalnya pemahaman petani tentang
proses sortasi biji kering tahap akhir sesuai dengan standart
SNI/spesifikasi pabrik. Hal ini mewajibkan koperasi harus
melakukan proses control kualitas tahap akhir untuk
meminimalisasi pengurangan margin.
Pendanaan untuk pelaksanaan pelatihan GMP secara
kontinyu setiap tahunnya untuk memastikan semua subak
peserta program sertifikasi dapat memahami spesifikasi
kualitas dengan baik
Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji
32
kakao basah maupun kering belu dapat dilakukan secara
maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan
pelatihan yang intensif
4 Kelembagaan (subak dan
koperasi)
Ketersediaan modal di tingkat subak dan koperasi belum
maksimal untuk membeli biji kakao basah maupun kering
dari petani atau subak/UPH
Penguatan kelembagaan Subak dan koperasi harus
dilakukan secara berkelanjutan
Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji
kakao basah maupun kering belum dapat dilakukan secara
maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan
pelatihan yang intensif
Penguatan Subak/UPH dari sisi pengembangan ekonomi
produktif (palemahan dan pawongan, jika dilihat dari
Konsep Tri Hita Karana).
5 Alih fungsi vegetasi Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao dengan tanaman keras
(sengon, jati, kajimas dll) menjadi tantangan tersendiri
dalam pelaksanaan program
Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini mencapai 10% dari
sebaran lahan secara keseluruhan, tetapi kondisi ini patut
untuk diantisipasi agar tidak meluas
Terkait dengan trend alih fungsi vegetasi ini, tantangan
paling besar saat ini bagaimana upaya membangun
“kegairahan” petani kakao untuk merawat kembali kebun
sebagai “tabungan abadi/lestari”.
6 Keterlibatan perempuan Peranan perempuan dalam proses budidaya/ on farm
sampai dengan pasca panen, sangat tinggi. Tetapi peranan
perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat subak,
masih sangat rendah. Dalam struktur kepengurusan
subak/UPH, posisi perempuan belum menunjukkan posisi
yang strategis.
Eksistensi perempuan petani kakao selama ini terfasilitasi
dari lembaga KWT (Kelompok Wanita Tani) yang arahnya
lebih pada proses diversifikasi produk olahan, peran inilah
yang harus diperkuat sehingga mampu memberikan posisi
tawar keterlibatan perempuan dalam posisi yang strategis.
Upaya-upaya membangun akses keterlibatan perempuan
dalam team ICS dan team strategis lainnya dalam program
33
kakao lestari wajib untuk diperkuat
7 Membangun komunikasi
yang intensif
Membangun komunikasi yang intensif antar dinas/instansi
terkait perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Membangun korelasi program yang sinergis merupakan
salah satu harapan dari program ini, sehingga terbangun
kekuatan besar untuk memberikan dukungan yang kuat
dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya komoditi
kakao di Kabupaten Jembrana.
Secara riil harus diakui bahwa, alih vegetasi di beberapa
lahan produktif petani kakao merupakan salah satu indikasi
bahwa komunikasi antar dinas teknis belum terbangun
dengan baik.
Sumber : Hasil Analisa
Beberapa catatan penting yang menjadi pembahasan utama dalam diskusi ini oleh segenap
stakeholder yang hadir adalah :
1. Pentingnya keberlanjutan program kakao lestari, sehingga kebutuhan akan
pendampingan juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan
program.
2. Upaya untuk melanjutkan program dengan membangun komunikasi yang intensif
dengan berbagai komponen baik pemerintah, swasta, lembaga donor internasional,
lembaga perbankan dan lembaga terkait lainnya.
3. Pentingnya dukungan yang berlanjut dari para pimpinan daerah (pengambil
kebijakan) dalam memberikan dukungan kebijakan untuk kebelanjutan program
4. Komunikasi yang intensif harus dibangun dengan dinas/instansi terkait lainnya.
Misalnya jika dilihat dalam kasus maraknya tingkat alih fungsi vegetasi dari pohon
kakao ke tanaman keras lainnya, kesepahaman dan dukungan program harus
dibangun secara sinergis dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Jembrana.
5. Komitmen dan dukungan dari subak abian dan petani dalam membangun
keberlanjutan pemasaran bersama juga menjadi hal penting lainnya.
34
3.2 Pemetaan Partisipatif
Pengumpulan data secara partisipatif dilakukan melalui proses FGD di tingkat subak terkait
dengan perkembangan kakao lestari. Berdasarkan data-data yang berkaitan dengan non
spasial dan data spasial yang terkait dengan sebaran potensi kakao dan digali kembali
dalam proses FGD maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut :
Dalam proses FGD dihasilkan transek alur perjalanan program yang disajikan dalam tabel
dibawah ini. Secara umum hasil yang dibahas adalah bagaimana proses GAP dapat
berjalan dengan baik sehingga harapan peningkatan hasil produksi dan pendapatan dapat
meningkat secara bertahap maju.
Subak Abian Dwi Mekar
Proses FGD dilaksanakan dengan melibatkan
perwakilan dari anggota subak dan perwakilan dari
kelompok perempuan. Hasil dari masing-masingsubak
terangkum dalam tabel alur perkembangan kakao dan
analisa peta/spasial.
Subak Abian Merta Pala
Proses FGD terselenggara dengan balutan nuansa
adat. Beberapa hal penting yang muncul dari proses
FGD adalah : alur sejarah perkembangan komoditi
kakao dan ketegasan pemerintah dalam membatasi
alih fungsi lahan dan konversi tanaman kakao menjadi
tanaman keras lainnya.
Subak Abian Manggala Sari
Diskusi yang berkembang berkaitan dengan harapan
keberlanjutan program.
35
Merta Nadi Pendem
Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam
program Kakao Lestari, diskusi/FGD banyak
berkembang berkaitan dengan transek alur
perkembangan kakao da harapan terkait dengan
keberlanjutan program kakao lestari
Pala Werdi
Secara detail hasil FGD tertuang dalam tabel dan
analisa peta secara spasial. Sebagai subak abian
yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari,
diskusi/FGD banyak berkembang berkaitan dengan
transek alur perkembangan kakao da harapan terkait
dengan keberlanjutan program kakao lestari
Sari Buana
Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam
program Kakao Lestari, diskusi/FGD banyak
berkembang berkaitan dengan transek alur
perkembangan kakao da harapan terkait dengan
keberlanjutan program kakao lestari
Sari Bumi Tuwed
Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam
program Kakao Lestari, diskusi/FGD banyak
berkembang berkaitan dengan transek alur
perkembangan kakao dan harapan program
36
Sari Merta
Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam
program Kakao Lestari, diskusi/FGD banyak
berkembang berkaitan dengan transek alur
perkembangan kakao.
37
Tabel10
1 2 3 4Melaya Sari Mumbul
Nusasari Padma Sari
Candikusuma Taman Sari
Tuwed Sari Bumi
Candikusuma Moding Sari
Candikusuma Sari Buana
Kaliakah Carang Sari
Baler Bale Agung Manggala Sari
Kel Pendem Merta Nadi
Kel Batu Agung Sari Mertha
Poh Santen Pala Werdi
Poh Santen
Dwi Mekar
Yehembang Kauh Amerta Nadi
Yehembang Kauh Anggrek Wangi
Yehembang Kauh Merta Pala
Yehembang Kauh Sekar Wangi
Yehembang Kauh Lokasari
Yehembang Kangin Amerta Taman Sari
Yehembang Kangin Udiana Sari
Pulukan Karya Dharma Bakti
Pekutatan Kerta Laksana
Gumbrih Merta Nadi
5 Kec 14 Desa 22 SA
Sumber : hasil Analisa
TRANSEK ALUR SEJARAH PERKEMBANGAN KOMODITI KAKAO DI KABUPATEN JEMBRANA
Serangan PBK ke arah timur (Kecamatan Pekutatan) lebih lambat
dibandingkan dengan wilayah barat. Beberapa faktor yang menyebabkan
adalah gugusan pegunungan yang membentang ke arah Buleleng,
menyebabkan iklim mikro sedikit lebih lembab. Serangan PBK cukup tinggi dan
proses recovery cukup lambat di kecamatan ini. Topografi yang curam, usia
tanam yang sudah tidak/tua, sangat berpengaruh terhadap upaya recovery.
Rendahnya kesadaran petani untuk melaksanakan GAP dengan baik juga
sebagai faktor andil akan lambatnya penanganan serangan PBK dan penyakit
lainnya.
Mendoyo
Pekutatan
Kecamatan Desa Subak Abian
Melaya
Negara
Jembrana
Perjalanan Program
Mulai menanam kakao tahun 1980an. Pertumbuhan pesat sampai tahun 1999,
serangan hama dan penyakit tidak terlalu tinggi. Kakao mencapai masa
puncak pada tahun ini dan mapu memberikan sumber penghidupan yang tinggi
bagi masyarakatnya.
Tahun 1982, kakao dianjurkan oleh Dinas Perkebunan. Pertumbuhan sangat
pesat, tidak ada serangan penyakit hingga puncaknya di tahun 1999.
Memasuki tahun 2000, mulai muncul penyakit, serangan PBK. Petani masih
bertahan, dibantu pihak dinas dan LSM. PBK menyerang selama ± 3 tahun
berturut-turut. Semakin lama mulai ada anjuran dan pelatihan untuk melakukan
pemeliharaan kakao. Sehingga tahun 2005, setelah ada pemeliharaan,
produksi mulai meningkat lagi dan bertahan. Disaat diberikan pupuk, hasil
lebat. Namun akibat serangan hama terus menerus, umur tanaman semakin
tua dan kurang pemupukan karena kekurangan modal, tanaman belum pulih
total dari penyakit dan masih rentan penyakit. Produksi menurun kembali.
Sejak tahun 2009 terjadi anomali iklim, perubahan cuaca ekstrim. Musim panas
yang terlalu panjang kemudian disusul hujan yang sangat tinggi. Serangan
PBK semakin meluas dan banyak bakal buah yang busuk, gagal bunga.
Penurunan hasil yang drastis hingga tahun 2011. Pada tahun 2011, digalakkan
Gertakdal, Gernas dan program sertifikasi. Bantuan dari dinas berupa alat dan
rumah semut yang akan merupakan predator alami untuk hama helopeltis dan
PBK. Program sertifikasi ini program terpanjang yaitu 4 tahun berturut-turut,
perbaikan cara penanganan kakao dari hulu sampai hilir dan menjamin pasar
dengan harga yang tinggi sesuai kualitas hasil. Penyakit semakin berkurang ±
50 %. Peningkatan produksi berangsur meningkat secara signifikan sampai
saat ini. Akibat serangan hama yang terus menerus, ada juga beberapa
kelompok petani yang beralih fungsi vegetasi sejak tahun 2006. Jenis yang
ditanam adalah tanaman keras seperti sengon, jimas dan jati jumlahnya ± 10
%. Biasanya daerah-daerah yang tidak cocok untuk kakao seperti daerah
miring dan tidak terjangkau untuk kakao ditanami tanaman keras tersebut.
38
Penyampaian Review Hasil Diskusi Pemetaan Awal
Penyampaian beberapa hasil diskusi sebelumnya sebagai bahan untuk proses diskusi lebih lanjut sehingga terbangun kesatuan program yang sinergi. Point penting yang banyak diulas adalah tentang komitmen keberlanjutan dari semua pihak yang terlibat sejak awal program Kakao Lestari sampai dengan tahap ini.
Untuk selanjutnya, sebelum melakukan dan membuat rencana aksi perlu disepakati bersama dari beberapa tema (on farm, kelembagaan, off farm serta market dan distribusi) dan table Tantangan yang dihadapi seiring perjalanan program, menjadi 2 (titik) kunci dalam pembahasan rencana aksi.
Bagian 4
Rencana Aksi
Diskusi rencana aksi ini dimaksudkan untuk
menyusun rencana besar Program Kakao Lestari
Kabupaten Jembrana dan pembangunan
perkebunan khususnya komoditas kakao di
Kabupaten Jembrana. Dengan demikian
siapapun nantinya yang akan meneruskan
kepemimpinan Jembrana ke depan sudah
memiliki arah kebijakan / direction dalam
mengembangkan sektor unggulan/ komoditi
unggulan Kabupaten Jembrana. Dengan
demikian harapan untuk mewujudkan Kakao
Lestari dan Berkelanjutan dapat tercapai, terjaga
dan kongkrit terbangun kontribusi dari semua
komponen
ANALISA TRANSEK
ALUR HAMA PBK
Analisa transek alur penyebaran PBK & HELOPELTIS di kab.Jembrana.
Faktor penyebab Anomali iklim yang ekstrim(gagal bunga)
dan Gap yang tidak intensif. (gagal bunga)
PROSES RECOVERY
Analisa transek alur penyebaran PBK & HELOPELTIS di kab.Jembrana.
Faktor penyebab Anomali iklim yang ekstrim(gagal bunga)
dan Gap yang tidak intensif. (gagal bunga)
39
Pembagian Kelompok berdasarkan tantangan yang dihadapi (hasil diskusi pada saat
pemetaan awal) :
Kelompok GAP, GMP dan GHP No Tahapan Proses Tantangan
1 GAP Jumlah petani dampingan yang cukup banyak, memberikan tantangan tersendiri untuk proses GAP di lapangan terutama sanitasi tanaman dan lingkungan (pemangkasan, pemanenan buah kakao yang hitam).
Umur tanaman yang sudah kurang produktif (rata-rata di atas 20 tahun)
Belum semua petani mau dan mampu melakukan sambung samping atau proses peremajaan tanaman yang sudah tua, sehingga berpengaruh terhadap hasil.
Belum maksimal nya input pupuk sehingga berpengaruh pada bean count
2 Pasca Panen (khusus proses fermentasi biji kakao basah), GMP dan GHP.
Rendahnya input pupuk sehingga berdampak pada kurang maksimalnya kualitas bean count terutama pada saat panen tahap akhir, sehingga hal ini berdampak pada terputusnya proses olah fermentasi di panen ke dua (akhir tahun)
Belum semua produksi kakao basah dari petani dapat diolah di tingkat UPH/subak
Beberapa petani masih memiliki keterikatan hutang dengan tengkulak, sehingga kakao basah belum bisa diserahkan sepenuhnya ke subak/UPH
Masih belum maksimalnya pemahaman petani tentang proses sortasi biji kering tahap akhir sesuai dengan standart SNI/spesifikasi pabrik. Hal ini mewajibkan koperasi harus melakukan proses control kualitas tahap akhir untuk meminimalisasi pengurangan margin.
Pendanaan untuk pelaksanaan pelatihan GMP secara kontinyu setiap tahunnya untuk memastikan semua subak peserta program sertifikasi dapat memahami spesifikasi kualitas dengan baik
Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belu dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif
Hasil diskusi dengan kelompok GAP di capai beberapa input/masukan menarik untuk
dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi.
No Tantangan Rencana Aksi
1 Jumlah petani dampingan yang cukup
banyak, memberikan tantangan
tersendiri untuk proses GAP di
lapangan terutama sanitasi tanaman
dan lingkungan (pemangkasan,
pemanenan buah kakao yang hitam).
Optimalisasi peran ICS dan Kelihan (Ketua)
Subak dalam proses pendampingan di tingkat
petani
Surat penegasan/penunjukkan tentang peran
PPL dalam memfasilitasi program Kakao
Lestari
Evaluasi rutin team ICS, Dinas Perkebunan,
koperasi dan pedamping, minimal aktivitas ini
dilaksanakan 1 bulan sekali
Mempertegas evaluasi pelaksanaan demplot
agar mampu memberikan dampak riil terhadap
40
minat petani untuk mengimplementasikan GAP
dengan baik.
Dampak demplot, secara visual dapat dilihat
oleh petani lain sehingga mampu memberikan
motivasi. Cara ini cukup efektif untuk
menyadarkan pentingnya sanitasi untuk
meningkatkan hasil (jika dikaitkan dengan
COC, beberapa pasal krusial tentang sanitasi
pasal 7, 12 dapat diadopsi oleh petani dengan
baik).
2 Umur tanaman yang sudah kurang
produktif (rata-rata di atas 20 tahun)
Membangun gerakan penyadaran pentingnya
peremajaan tanaman melalui sambung pucuk
dan sambung samping.
3 Belum semua petani mau dan mampu
melakukan sambung samping atau
proses peremajaan tanaman yang
sudah tua, sehingga berpengaruh
terhadap hasil.
Pentingnya pelatihan dan pendampingan yang
intensif
4 Belum maksimal nya input pupuk
sehingga berpengaruh pada bean
count
Pelatihan GAP, optimalisasi SL dan
pendampingan intensif oleh semua pihak
Input pupuk kandang sangat optimal dilakukan,
melihat kultur petani kakao di Jembrana hampir
sebagian besar memelihara ternak di areal
kebun masing-masing.
Pelatihan input pupuk yang benar sesuai
dengan dosis yang disarankan menjadi
kebutuhan penting dalam pelatihan GAP,
demikian pula halnya dengan pelatihan GMP
dan GHP terkait dengan upaya subak/UPH dan
koperasi akan melakukan kerjasama
pemasaran secara berkelanjutan.
41
No Tahapan Proses Tantangan
1 Kelembagaan (subak dan koperasi)
Ketersediaan modal di tingkat subak dan koperasi belum maksimal untuk membeli biji kakao basah maupun kering dari petani atau subak/UPH
Penguatan kelembagaan Subak dan koperasi harus dilakukan secara berkelanjutan
Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belum dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif
Penguatan Subak/UPH dari sisi pengembangan ekonomi produktif (palemahan dan pawongan, jika dilihat dari Konsep Tri Hita Karana).
2 Keterlibatan perempuan Peranan perempuan dalam proses budidaya/ on farm sampai dengan pasca panen, sangat tinggi. Tetapi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat subak, masih sangat rendah. Dalam struktur kepengurusan subak/UPH, posisi perempuan belum menunjukkan posisi yang strategis.
Eksistensi perempuan petani kakao selama ini terfasilitasi dari lembaga KWT (Kelompok Wanita Tani) yang arahnya lebih pada proses diversifikasi produk olahan, peran inilah yang harus diperkuat sehingga mampu memberikan posisi tawar keterlibatan perempuan dalam posisi yang strategis.
Upaya-upaya membangun akses keterlibatan perempuan dalam team ICS dan team strategis lainnya dalam program kakao lestari wajib untuk diperkuat
Hasil diskusi dengan kelompok kelembagaan, beberapa input/masukan menarik untuk
dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi.
No Tantangan Rencana Aksi
1 Ketersediaan modal di tingkat subak
dan koperasi belum maksimal untuk
membeli biji kakao basah maupun
kering dari petani atau subak/UPH
Penguatan kelembagaan Subak dan
koperasi harus dilakukan secara
berkelanjutan
Proses kemamputelusuran tata
niaga/tata alir produk biji kakao basah
maupun kering belum dapat dilakukan
secara maksimal sehingga perlu
Riil…sangat diperlukan pelatihan manajemen
kemampu telusuran khusus untuk administrasi
tingkat subak/UPH dan koperasi
Tahun 2014 penguatan modal dari Bank BPD
untuk dukungan koperasi harus terealisasi
Merger/proses penggabungan beberapa UPH
yang selama ini belum efektif dan optimal
dengan UPH yang stabil sehingga terjadi
proses pembelajaran.
42
proses pendampingan dan pelatihan
yang intensif
Penguatan Subak/UPH dari sisi
pengembangan ekonomi produktif
(palemahan dan pawongan, jika dilihat
dari Konsep Tri Hita Karana).
2 Peranan perempuan dalam proses
budidaya/on farm sampai dengan
pasca panen, sangat tinggi. Tetapi
peranan perempuan dalam
pengambilan keputusan di tingkat
subak, masih sangat rendah. Dalam
struktur kepengurusan subak/UPH,
posisi perempuan belum menunjukkan
posisi yang strategis.
Eksistensi perempuan petani kakao
selama ini terfasilitasi dari lembaga
KWT (Kelompok Wanita Tani) yang
arahnya lebih pada proses diversifikasi
produk olahan, peran inilah yang harus
diperkuat sehingga mampu
memberikan posisi tawar keterlibatan
perempuan dalam posisi yang
strategis.
Upaya-upaya membangun akses
keterlibatan perempuan dalam team
ICS dan team strategis lainnya dalam
program kakao lestari wajib untuk
diperkuat
Penambahan team ICS khusus perempuan,
terbukti selama 3 tahun proses ditemukan
beberapa local champion perempuan yang
cukup tangguh dalam menyuarakan perubahan
di tingkat GAP dan GMP (Bu Luh Sri Kareni, Ni
Komang Nandri)
Pendampingan dan pelatihan untuk
peningkatan kapasitas KWT dalam
pengembangan ekonomi produktif
Mengembangkan kebun demplot yang dikelola
sepenuhnya oleh perempuan, sebagai sebuah
pembelajaran tentang keseimbangan peran
Membentuk team kelompok perempuan
(gabungan dari beberapa subak) untuk
membentuk team “perempuan penggerak
perubahan – strong women, strong nation”.
Perempuan ini akan mendapatkan akses yang
sama terhadap semua pelatihan. Diskusi
menarik di Subak Moding Sari telah
memberikan spirit baru bahwa perempuan
memerlukan pelatihan teknis seperti sambung
samping dan sambung pucuk untuk dapat
memberikan kontribusi riil minimal di kebun
sendiri maupun berpartisipasi dalam program-
program yang lebih luas.
43
No Tahapan Proses Tantangan
1 Alih fungsi vegetasi Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao dengan tanaman keras (sengon, jati, kajimas dll) menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program
Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini mencapai 10% dari sebaran lahan secara keseluruhan, tetapi kondisi ini patut untuk diantisipasi agar tidak meluas
Terkait dengan trend alih fungsi vegetasi ini, tantangan paling besar saat ini bagaimana upaya membangun “kegairahan” petani kakao untuk merawat kembali kebun sebagai “tabungan abadi/lestari”.
2 Membangun komunikasi yang intensif
Membangun komunikasi yang intensif antar dinas/instansi terkait perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Membangun korelasi program yang sinergis merupakan salah satu harapan dari program ini, sehingga terbangun kekuatan besar untuk memberikan dukungan yang kuat dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya komoditi kakao di Kabupaten Jembrana.
Secara riil harus diakui bahwa, alih vegetasi di beberapa lahan produktif petani kakao merupakan salah satu indikasi bahwa komunikasi antar dinas teknis belum terbangun dengan baik.
Hasil diskusi dengan kelompok sinergitas program, beberapa input/masukan menarik untuk
dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi.
No Tantangan Rencana Aksi
1 Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao
dengan tanaman keras (sengon, jati,
kajimas dll) menjadi tantangan
tersendiri dalam pelaksanaan program
Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini
mencapai 10% dari sebaran lahan
secara keseluruhan, tetapi kondisi ini
patut untuk diantisipasi agar tidak
meluas
Terkait dengan trend alih fungsi
Satu-satu nya cara untuk menekan alih fungsi
lahan dan alih vegetasi adalah membuat
komoditi ini menjadi bergengsi dan menarik
dari sisi harga. Cara yang paling tepat adalah
membangun akses pasar langsung (direct
market) dengan pabrik sehingga dapat
diperoleh harga tinggi. Kerjasama pasar yang
sudah dibangun saat ini, wajib untuk
dipertahankan dan dilanjutkan.
Pengembangan klon-klon unggulan setempat
44
vegetasi ini, tantangan paling besar
saat ini bagaimana upaya membangun
“kegairahan” petani kakao untuk
merawat kembali kebun sebagai
“tabungan abadi/lestari”.
sangat dibutuhkan
2 Membangun komunikasi yang intensif
antar dinas/instansi terkait perlu
dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan. Membangun korelasi
program yang sinergis merupakan
salah satu harapan dari program ini,
sehingga terbangun kekuatan besar
untuk memberikan dukungan yang
kuat dalam mendorong tumbuh dan
berkembangnya komoditi kakao di
Kabupaten Jembrana.
Secara riil harus diakui bahwa, alih
vegetasi di beberapa lahan produktif
petani kakao merupakan salah satu
indikasi bahwa komunikasi antar dinas
teknis belum terbangun dengan baik.
Sinkronisasi program dan kordinasi antar dinas
terkait untuk membangun program yang
sinergis. Komunikasi ini dapat dibangun
dengan diskusi, evaluasi, kordinasi sinergitas
program.
45
1. Pentingnya proses pembelajaran secara terus menerus (continous learning) antara
petani, antara lembaga dan antar pelaku program.
2. Pentingnya dokumentasi/publikasi sebagai bukti rekam jejak proses perjuangan
petani kakao, subak, koperasi, pendamping, pemerintah dan pihak lain yang telah
membantu pelaksanaan proses selama ini. Publikasi diperlukan bukan dalam
rangka “pamer” program tetapi lebih pada semangat berbagi proses pembelajaran
penting yang telah digali, dijalani dan dirasakan manfaatnya oleh petani dan
koperasi selama ini (lesson learn). Ide yang tercetus dari proses tersebut adalah
rencana pelaksanaan Jembrana Kakao Festival, sebuah ajang festival dari
petani, oleh petani dan untuk sesama petani. Sebuah wadah dimana spirit kakao
akan dibangun dan setiap insan petani kakao masih memiliki sisa kebanggaan
bahkan membangun kembali kebanggaan akan komoditi kakao agar lestari di bumi
Jembrana dan bumi nusantara pada umumnya. Proses perjuangan petani kakao
Jembrana selama 3 (tiga) tahun perlu diapresiasi dalam momemt special namun
sarat akan nuansa berbagi.
3. Terkait dengan rencana Jembrana Kakao Festival dan proses evaluasi serta
pembelajaran yang terus menerus (continous learning), diperlukan metoda khusus
untuk merekam dan menganalisa perubahan yang terjadi terutama pada petani
kakao sebagai sasaran utama pelaksanaan program. Perubahan tersebut nyata
adanya dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk petani itu sendiri
dan petani kakao lainnya. Foto atau visual secara riil menggambarkan perubahan
yang dapat terekam. A Picture tells a thousand word…..sebuah gambar dapat
menceritakan ribuan kata. Harapan besar dengan ribuan kata dan perpaduan warna
dapat memberikan inspirasi untuk petani lain dalam melakukan perubahan. Foto
perubahan ini diharapkan dapat menjadi bagian dari pelaksanaan festival sehingga
petani kakao dapat menjadi actor dalam kerya mereka sendiri.
Tambahan input penting lainnya yang dapat dirangkum dalam diskusi rencana aksi ini
adalah :
46
Beberapa penegasan informasi dan membangun kesepakatan dan kesepahaman program
terutama berkaitan dengan tata niaga/pemasaran bersama juga dibangun dalam diskusi ini.
Pemahaman kemamputelusuran erat kaitannya dengan pemahaman tata alur pemasaran.
Beberapa diagram dibawah ini merupakan bagian dai rencana aksi yang harus dibangun
secara terus menerus dengan petani, subak maupun UPH sehingga terbangun pola
pemahaman yang sama dalam memandang pelaksanaan program,.
47
SKEMA ALUR PROSES PRODUK KAKAO SERTIFIKASI UTZ
PADA KOPERASI KERTA SEMAYA SAMANIYA
DI KABUPATEN JEMBRANA
Petani peserta sertifikasi UTZ
kakao, menyetor hasil kakao basah
ke masing-masing subak abian.
Penyetoran hasil biji kakao basah
dilakukan secara kolektif dengan
pengaturan jadwal setor yang
disesuaikan dengan jadwal
pengolahan kakao fermentasi di
masing-masing UUP yang ditunjuk
yang dikoordinasi oleh subak abain.
Biji kakao basah di sortasi untuk memilih
biji kakao basah yang baik dan berkualitas.
Selanjutnya Subak Abian secara kolektif
menyerahkan biji kakao basah ke UUP
(Unit Usaha Produktif) yang ditunjuk
berdasarkan lokasi/area terdekat untuk
dilaksanakan proses fermentasi.
Pada Proses ini dilakukan pencatatan asal
biji kakao (nama petani), kuantitas biji
beserta harganya.
Di UUP, proses fermentasi dilakukan dengan
pengawasan yang ketat sesuai dengan standar
teknis pengolahan dan code of conduct dari
sertifikasi UTZ.
Pada Proses inipun dilakukan pencatatan asal
biji kakao basah (nama subak abian), kuantitas
biji basah beserta harganya. Dan hasil biji kakao
fermentasi tersebut, dicatat berdasarkan subak
abian beserta kuantitasnya untuk disetor ke
Koperasi Kakao Kerta Samaya Samaniya.
Koperasi Kerta Samaya melakukan
penimbangan, sortasi biji fermentasi dan
pengemasan produk berlabel UTZ.
Pada Proses ini dilakukan pencatatan asal
biji kakao fermentasi (nama UUP) kuantitas
kakao fermentasi beserta harganya.
Proses Kakao Sertifikasi UTZ harus keluar
lewat satu pintu yaitu Koperasi Kerta
Samaya Samaniya selaku pemegang
sertifikasi (Sertification Holders)
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
SUBAK ABIAN
A
SUBAK ABIAN
B
SUBAK ABIAN
C
UNIT USAHA PRODUKTIF
(UUP) 1 Berada di subak abian yang
telah memiliki usaha
pengolahan fermentasi
UNIT USAHA PRODUKTIF
(UUP) 2
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ SUBAK ABIAN
D
KOPERASI KAKAO KERTA SEMAYA SAMANIYA
sekaligus juga berperan sebagai
UNIT USAHA PRODUKTIF
(UUP) 3
48
SKEMA UNIT USAHA YANG DILAKUKAN KOPERASI KAKAO KERTA SEMAYA SAMANIYA
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI PESERTA
SERTIFIKASI UTZ
PETANI NON
SERTIFIKASI
PETANI NON
SERTIFIKASI
PETANI NON
SERTIFIKASI
PETANI NON
SERTIFIKASI
SUBAK ABIAN
A
SUBAK ABIAN
B
UNIT USAHA PRODUKTIF
Berada di subak abian yang telah memiliki usaha
pengolahan fermentasi
SUBAK ABIAN
A
SUBAK ABIAN
B
PETANI NON
SERTIFIKASI
UNIT USAHA PRODUKTIF
KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA SAMANIYA
sekaligus juga berperan sebagai
UNIT USAHA PRODUKTIF
(UUP)
KAKAO FERMENTASI
NON SERTIFIKASI
Kakao Fermentasi Sertifikasi UTZ di jual
ke buyer dengan harga premium
tertinggi
Kakao Fermentasi Non Sertifikasi di olah menjadi produk
olahan sekunder.
1. Bubuk Coklat 2. Minuman Coklat 3. Aneka kue Coklat
4. Permen Coklat
Produk Olahan Primer dengan nilai tambah yang tinggi.
Produk Olahan sekunder yang juga
memiliki nilai tambah yang
tinggi.
Garis pemisah produk kakao
49
SKEMA EKONOMI PRODUKTIF PETANI KAKAO DESA NUSASARI KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA
POTENSI SUMBER DAYA ALAM
(Tanaman Perkebunan Kakao)
PETANI KAKAO
(Penyediaan Bahan Baku)
SUBAK ABIAN PADMA SARI
(Quality control kakao petani)
KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA SAMANIYA
(Proses Pengolahan Fermentasi)
PENGOLAHAN PRIMER
(Bahan Baku Kakao Fermentasi)
PENGOLAHAN SEKUNDER (Produk Olahan Kakao Fermentasi)
Fermentasi
Sertifikasi UTZ Fermentasi
Non Sertifikasi UTZ
PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF
1. Pemasaran hasil produk olahan kakao.
2. Pembuatan aneka makanan/kue dan minuman berbahan baku coklat.
3. Pengembangan Desa Nusasari sebagai pusat sentra penghasil coklat, mulai dari hulu sampai hilir. Dari budidaya tanaman kakao sampai kepada produk jadi siap saji berbahan baku coklat.
4. Desa Nusasari merupakan desa penghubung dengan Desa Wana Wisata Ekasari, sehingga hal ini menjadi potensi yang besar untuk memasarkan produk kakao khas Jembrana.
5. Meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum di Desa Nusasari
Penjualan Bahan Baku Kakao Fermentasi sertifikasi UTZ
dengan HARGA PREMIUM
PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF
1. Menumbuhkan semangat petani untuk meningkatkan hasil (kuantitas dan kualitas).
2. Mendapatkan harga bahan baku premium.
3. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani kakao di Desa Nusasari.
50
SUBAK ABIAN AMERTA NADI
(KSS.001)
KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA
SAMANIYA
SUBAK ABIAN DWI MEKAR
(KSS.012)
SUBAK ABIAN MANGGALA
SARI (KSS.013)
SUBAK ABIAN TAMAN SARI
(KSS.014)
SUBAK ABIAN PADMASARI
(KSS.015)
SUBAK ABIAN CARANGSARI
(KSS.018)
UPH
MERTA NADI
SUBAK ABIAN SEKAR WANGI
(KSS.004)
SUBAK ABIAN UDIANA SARI
(KSS.011)
SUBAK ABIAN LOKASARI (KSS.006)
SUBAK ABIAN NYIWI AMERTA
(KSS.008)
SUBAK ABIAN AMERTA TAMAN
SARI (KSS.009)
SUBAK ABIAN MERTA PALA
(KSS.003)
SUBAK ABIAN ANGGREK
WANGI (KSS.002)
SUBAK ABIAN MERTA
MUMBUL (KSS.010)
SUBAK ABIAN AMERTA SARI
(KSS.007)
SUBAK ABIAN MERTA NADI
(KSS.017)
SUBAK ABIAN KERTA LAKSANA
(KSS.016)
UPH
LOKASARI
UPH SEKAR
WANGI
UPH
MERTA PALA
UPH AMERTA
NADI
UPH
DWI MEKAR
UPH CARANG
SARI
UPH
TAMAN SARI
UPH KOPERASI
KSS
BUYERS
(PEMBELI)
51