Post on 04-Apr-2019
MEI 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2017
AGUSTUS 2017
KATA PENGANTAR
FEBRUARI 2017
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
ridha- Agustus 2017
dapat diterbitkan. Buku ini merupakan asesmen terhadap perkembangan ekonomi Jawa Barat
terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran,
keuangan daerah, ulasan perkembangan kesejahteraan masyarakat serta mencakup pula prospek
perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan buku ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas
terkait, BPS Jawa Barat, BULOG Divre III, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kanwil
Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, PLN, berbagai perusahaan, asosiasi dan akademisi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.
Bandung, 31 Agustus 2017
Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
Ttd
Wiwiek Sisto Widayat
Direktur Eksekutif
ii
KATA PENGANTAR ............... i
ii
DAFTAR TABEL iii
iv
... vii
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARA ........... x
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan I 2017 2
1.1. Sisi Pengeluaran .. . 7
1.1.1. Konsumsi .... ... 9
1.1.2. Investasi 17
1.2 1.1.3. Ekspor Impor . 23
1.2 Sisi Lapangan Usaha 28
1.2.1 Industri Pengolaha 32
1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- .......... 37
1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan 40
1.1.2.4 Konstruksi ... 43
1.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 45
BOKS 1. Diversifikasi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat 51
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
2.1 2.1. ..................................................... 56
2.2. 57
58
2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 .......................................................... 60
2.2.3 Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat ............................................................................................ 62
2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 .................................................................. 64
2.2 2.3. ... 66
2.3 2.4. Belanja APBN di .. 67
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
Kondisi Umum
3.1 3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan I 2017 73
3.1.1 Inflasi Bulanan (mtm) ..... 73
iii
3.1.2 Inflasi Triwulanan (qtq) 78
3.1.3 Inflasi Tahunan (yoy) 80
3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota 82
3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi ............................. 84
3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2017......................................................................................... 88
3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah 90
92
3.5.2 Tantangan Dalam 96
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1 4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum 98
4.1.1 Aset dan Aktiva Produktif .. 98
4.1.2 Dana Pihak Ketiga
4.1.3 Kredit dan Risiko Kredit
4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat
4.1.4 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
4.1.4.1 Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat
4.1.4.2 Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
BOKS 2 Pemetaan Usaha Unggulan Jawa Barat
99
100
107
103
103
103
105
115
109
110
111
112
112
112
114
116
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai .. ... 123
5.2 5.1.1 Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
123
124
iv
5.1.3
5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan
5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar
5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah
5.2.4 Upaya Menekan Peredaran Uang Palsu ..
127
128
130
130
131
134
134
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 6.1 .... 137
6.2 6.2 142
6.3 6.3 144
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek .......................... 149
7.1.1 149
7.1.2 151
7.2. Prospek Perekonomian Provinsi Jawa Barat ............................................................................................. 152
7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ............... ............................................ 152
7.2.2. Prospek Inflasi ............................................................................................................................. 160
164
TIM PENYUSUN ............................................................................................................................................................ 166
iii
Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB)
7
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy) 8
Tabel 1.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%) 8
Tabel 1.4 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 9
Tabel 1.5 Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy) 17
Tabel 1.6 Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%) .............................................. 23
Tabel 1.7 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit) .............................. 26
Tabel 1.8 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 29
Tabel 1.9 Laju Pertumbuhan PDRB 30
Tabel 1.10 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%) 31
Tabel 1.11 Pertumbuhan Industri Besar Sedang dan Mikro Kecil (yoy) . 35
Tabel 2.1 Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017 57
Tabel 2.2 Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017 59
Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017 . 60
Tabel 2.4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017 63
Tabel 2.5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2017 64
Tabel 2.6 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat 68
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 68
Tabel 2.8 Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat 69
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm) 74
Tabel 3.2 Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm) 74
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm) 76
Tabel 3.4 Sumbangan Inflasi dan Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm) 77
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq) ....................... 78
Tabel 3.6 Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) .. 80
Tabel 3.7 Sumbangan Inflasi dan Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy) 82
Tabel 3.8 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap IHK Jawa Barat 83
Tabel 3.9 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices di Jawa Barat Triwulan II 2017
(%,yoy)
85
Tabel 3.10 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile Food di Jawa Barat Triwulan II 2017 (%,
86
Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation di Jawa Barat Triwulan II 2017 (%,
88
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran
113
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
113
Tabel 1 ............... 116
Tabel 2 Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk Penetapan KPJU Unggulan di Provinsi
Jawa Barat
117
Tabel 3 KPJU Unggulan per Sektor Tingkat Provinsi Jawa Barat ................. 118
Tabel 4 Skor-terbobot Tingkat Kepentingan Setiap Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Barat .......... 119
Tabel 5 KPJU UNGGULAN Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Jawa Barat 119
Tabel 6 KPJU POTENSIAL Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Jawa Barat 119
Tabel 7 Sebaran Wilayah KPJu Unggulan Tingkat Provinsi Jawa Barat 120
Tabel 8 Kedudukan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Jawa Barat (Rataan Skor Prospek dan
Potensi seluruh Kabupaten/Kota)
120
Tabel 5.1 Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat ............................... 128
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang) 138
Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPK 139
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang) 139
Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang) .. 140
Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang) 140
Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya .. 141
Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang) 141
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 149
Tabel 7.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN 151
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Permintaan 152
Tabel 7.4 Daftar Proyek Infrastruktur Strategis di Jawa Barat 156
Tabel 7.5 Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat 158
Tabel 7.6 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Pengeluaran 159
Tabel 7.7 Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2017 161
iv
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 3
Grafik 1.2 Share Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap Nasional (Triwulan I 2016 dam Triwulan I
2017)
3
Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi Pengeluaran Triwulan I 2017........................ 4
Grafik 1.4 4
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit ....... 5
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Outflow Uang Kartal ............. 5
Grafik 1.7 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT .......... 8
Grafik 1.8 10
Grafik 1.9 Indek 10
Grafik 1.10 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga 10
Grafik 1.11 10
Grafik 1.12 Perkembanga 12
Grafik 1.13 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe 12
Grafik 1.14 ............................. 12
Grafik 1.15 Perkembangan Permintaan Domestik...................................................................................... 12
Grafik 1.16 Perkembangan Lalu Lintas Tol Purbaleunyi.... ...................................... 12
Grafik 1.17 Pendaftaran .................. ....................... . 13
Grafik 1.18 Perkembangan NIlai Tukar Petani (Rata- 13
Grafik 1.19 Perkembangan Pendaftaran Ke 13
Grafik 1.20 Konsumsi 13
Grafik 1.21 Perkembangan 14
Grafik 1.22 14
Grafik 1.23 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori dan Timeline Penerapan LTV 14
Grafik 1.24 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi dan Rumah Tangga................................ 14
Grafik 1.25 Realisasi Belanja Operasional-APBN Provinsi ................................ 15
Grafik 1.26 Realisasi Belanja Operasional-APBD Provinsi Jawa Barat .......................................................... 15
Grafik 1.27 Simpanan Pemda di Perbankan 16
Grafik 1.28 .......................................................... 17
Grafik 1.29 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib LKPM...... 17
v
Grafik 1.30 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke Sektor Utama di Jawa Barat ................................ 18
Grafik 1.31 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN ke Sektor Utama di Jawa Barat.............................. 18
Grafik 1.32 Perk 18
Grafik 1.33 19
Grafik 1.34 . 19
Grafik 1.35 ............................ 19
Grafik 1.36 20
Grafik 1.37 20
Grafik 1.38 Penjualan Semen Jawa Barat ................................................................................................. 20
Grafik 1.39 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha Liaison ...................................................... 21
Grafik 1.40 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat . .......... ............ 21
Grafik 1.41 .... . 21
Grafik 1.42 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar Negeri Ja 23
Grafik 1.43 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar Daerah Jawa Barat .............................................. 23
Grafik 1.44 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat.... 23
Grafik 1.45 Perkemb 23
Grafik 1.46 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat ..................... ............ 24
Grafik 1.47 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat 24
Grafik 1.48 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama . 25
Grafik 1.49 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama .. ... .. 25
Grafik 1.50 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat. ... 26
Grafik 1.51 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR) 26
Grafik 1.52 .. 27
Grafik 1.53 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan ............................. 27
Grafik 1.54 30
Grafik 1.55 PMI Negara Mitra Dagang Utama............................................................................................ 30
Grafik 1.56 Pangsa Ekspor Manufaktur Jawa Barat.................................................................................... 30
Grafik 1.57 Ekspor Manufaktur Jawa Barat........ ....................... 30
Grafik 1.58 Ekspor CKD Set..................................................................... .................... 31
Grafik 1.59 Ekspor Komponen...................... ............................................. 31
vi
Grafik 1.60 Produksi Mobil - GAIKINDO.............................. 31
Grafik 1.61 Provinsi MItra Dagang Jabar Berdasarkan Lalu Lintas Transaksi SKNBI ... 32
Grafik 1.62 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat.................... 32
Grafik 1.63 Likert Scale Penjualan Domestik............................................................................................... 32
Grafik 1.64 Perkembangan Industri Mikro dan Kecil......................... ... 31
Grafik 1.65 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan 33
Grafik 1.66 Perkembangan NPL Industri Pengolahan ........................ . 33
Grafik 1.67 ............................ . ..... 34
Grafik 1.68 Indeks Keyakinan Konsumen 34
Grafik 1.69 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini........................ . ..... 35
Grafik 1.70 35
Grafik 1.71 Like ..................................................................................... 35
Grafik 1.72 Likert Scale Harga Jual dan Margin ......................................................................................... 36
Grafik 1.73 ........................................................................................... 36
Grafik 1.74 Pendaftaran Kendaraan Bermotor................................................................................................. 36
Grafik 1.75 IMpor Barang Konsumsi.............................................................................................................. 36
Grafik 1.76 Perkembangan Kredit Perdagangan............................................................................................... 37
Grafik 1.77 Perkembangan Kredit Rumah Tangga............................................................................................ 37
Grafik 1.78 Kapasitas Produksi Pertanian - SKDU............................................................................................. 37
Grafik 1.79 Perkembangan Kredit Pertanian.................................................................................................... 37
Grafik 1.80 Perkembangan NPL Kredit........................................................................................................... 38
Grafik 1.81 Likert Scale Penjualan Domestik.................................................................................................... 38
Grafik 1.82 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja........................................................................................... 38
Grafik 1.83 .................................................................................................... 39
Grafik 1.84 Indeks Realisasi Keg Usaha Konstruksi............................................................................................ 39
Grafik 1.85 Perkembangan Kredit LU Konstruksi.............................................................................................. 40
Grafik 1.86 Perkembangan NPL, Kredit LU Konstruksi....................................................................................... 40
Grafik 1.87 Perkembangan KPR.................................................................................................................... 40
Grafik 1.88 Perkembangan NPL, KPR............................................................................................................. 40
Grafik 1.89 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat................................................................................. 42
vii
Grafik 1.90 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa Barat............................................................................. 42
Grafik 1.91 Perkiraan Investasi Dunia Usaha.................................................................................................... 43
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat .............................................................................. 57
Grafik 2.2 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................... 57
Grafik 2.3 Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat ........................................... 58
Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Pajak Daerah TW I 2017................................................................................. 59
Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat........................................................................ 61
Grafik 2.6 Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per Triwulan (%).......................................................... 62
Grafik 2.7 Perkembangan Belanja Operasi dan Modal.............................................................................. 63
Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)....................................................................................... 63
Grafik 2.9 Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi................................................................................ 63
Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 (%)......................................................................... 65
Grafik 2.11 Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017..................................................................... 65
Grafik 2.12 ............................... 66
Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat ......................................................................... 67
Grafik 2.14 Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat............................................. 67
Grafik 2.15 % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis 67
Grafik 3.1 Inflasi Jawa Barat dan Nasional 71
Grafik 3.2 Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa . 71
Grafik 3.3 Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy) 72
Grafik 3.4 Rata-Rata I . 73
Grafik 3.5 Inflasi B .. 73
Grafik 3.6 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang . 76
Grafik 3.7 Inflasi Triwulanan Kelompok bahan makanan .. 76
Grafik 3.8 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm) 76
Grafik 3.9 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang 78
Grafik 3.10 Inflasi Triwulanan Subkelompok Sandang Wanita 78
Grafik 3.11 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan 79
Grafik 3.12 Inflasi Triwulanan Subkelompok Bahan Makanan 79
Grafik 3.13 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq) . 80
viii
Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 81
Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 81
Grafik 3.16 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy) 81
Grafik 3.17 Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan II 2017 (yoy) 83
Grafik 3.18 Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan Inflasi di Jawa Barat ... 83
Grafik 3.19 83
Grafik 3.20 Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi ...................... 83
Grafik 3.21 Disagregrasi Inflasi Jawa Barat ............................. 84
Grafik 3.22 84
Grafik 3.23 ................................ 85
Grafik 3.24 Inflasi Administered prices Kelompok Energi dan Non Energi (yoy) ........................................ 85
Grafik 3.25 Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non Traded (yoy) .................................................... 87
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Core Traded 87
Grafik 3.27 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial 87
Grafik 3.28 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 88
Grafik 3.29 Harga Komodi 88
Grafik 3.30 Perkembangan Disagregasi Inflasi 89
Grafik 3.31 Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan . 90
Grafik 4.1
Grafik 4.2
Grafik 4.3
Grafik 4.4
Grafik 4.5
Grafik 4.6
Grafik 4.7
Grafik 4.8
Grafik 4.9
Grafik 4.10
Grafik 4.11
Grafik 4.12
Pertumb ...
Pangsa Aset Perbankan Per Kel
Pertumbuha
Perkembangan DPK Berdasarkan Kategori Nasabah ...
Struktur D ..
Perkembangan Suku Bunga Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Jawa Barat ..
Perkembangan Kredit Per Jenis
Proporsi Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Proporsi Kredit Menurut Lapangan Usaha
Perkembangan Kredit Menurut Lapangan Usaha ...............
Perkembangan Kredit Industri Pengolahan
98
98
99
99
99
99
100
100
100
101
101
101
ix
Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16
Grafik 4.17
Grafik 4.18
Grafik 4.19
Grafik 4.20
Grafik 4.21
Grafik 4.22
Grafik 4.23
Grafik 4.24
Grafik 4.25
Grafik 4.26
Grafik 4.27
Grafik 4.28
Grafik 4.29
Grafik 4.30
Grafik 4.31
Grafik 4.32
Grafik 4.33
Grafik 4.34
Grafik 4.35
Grafik 4.36
Grafik 4.37
Grafik 4.38
Grafik 4.39
Grafik 4.40
Grafik 4.41
Grafik 4.42
Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran
Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Proporsi Kredit Sektoral . ..
NPL Kredit Industri Pengolahan
NPL Kredit Perdagangan Besar & Eceran
Perkembangan Kredit Kota/Kabupaten Tw II 2017 . ..
Rasio NPL Kredit Kota/Kabupaten Tw II 2017
Perkembangan Kredit UMKM
.............
Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Lapangan Usaha
Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw II 2017
NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw II 2017
Perkembangan Ekspor Jawa Barat ..
PMI Negara Mitra Dagang Utama
Perkembangan Kegiatan Usaha - SKDU
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan SKDU
Likert scale Permintaan Domestik
Perkembangan Kredit Korporasi
Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
NPL Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
NPL Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Perkembangan Ekonomi Saat Ini
Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Struktur Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga
Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang
Perkembangan Kredit Rumah Tangga
NPL Kredit Rumah Tangga
Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah
101
102
102
102
103
103
103
103
104
104
104
105
105
109
109
110
110
110
111
111
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
x
Grafik 1
Grafik 5.1
Grafik 5.2
Grafik 5.3
Grafik 5.4
Grafik 5.5
Grafik 5.6
Grafik 5.7
Grafik 5.8
Peta Kwadran KPJU Unggulan UMKM Provinsi Jawa Barat
Perkembangan SKNBI Nominal
Perkembangan SKNBI-Volume
Perkembangan RTGS Jawa Barat
Transaksi KUPVA BB Berizin Triwulan I 2017
Transaksi KUPVA BB Berizin Triwulan II 2017
Sebaran KUPVA Berizin
Volume Transfer Dana Outgoing
Nominal Transfer Dana Outgoing
121
123
123
123
124
124
125
126
126
Grafik 5.9 Volume Transfer Dana Incoming 126
Grafik 5.10 Nominal Transfer Dana Incoming 126
Grafik 5.11 Volume Transfer Dana Domestik 127
Grafik 5.12 Nominal Transfer Dana Domestik 127
Grafik 5.13 Volume Transfer Dana PTD-BB 127
Grafik 5.14 Nominal Transfer DanaPTD-BB 127
Grafik 5.15 Perkembangan Inflow, Outflow dan Netflow Jawa Barat 131
Grafik 5.16 Pemusnahan UTLE 131
Grafik 6.1 Indeks Penggunaan T 137
Grafik 6.2 137
Grafik 6.3 142
Grafik 6.4 Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan dan penghasilan Saat Ini 142
Grafik 6.5 143
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat 143
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat . 144
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat 144
Grafik 6.9 144
Grafik 6.10 Perkembangan Indikator Kesejahteraan Jawa Bar 145
Grafik 6.11 146
Grafik 6.12 146
Grafik 7.1 150
xi
Grafik 7.2 153
Grafik 7.3 153
Grafik 7.4 154
Grafik 7.5 157
RINGKASAN EKSEKUTIF
vii
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 5,29%
(yoy), meningkat terbatas
dari triwulan I 2017 yang
tumbuh sebesar 5,28% (yoy)
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 meningkat terbatas
dibanding triwulan I 2017. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat
meningkat dari 5,28% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,29% (yoy)
pada triwulan II 2017. Namun demikian, realisasi ini lebih rendah dibanding
rata-rata LPE triwulan II pada kurun waktu 2014-2016 yang tercatat sebesar
5,40%, meskipun pada triwulan II 2017 berlangsung momen Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri. Hal ini menandakan bahwa perbaikan ekonomi Jawa Barat
yang telah berlangsung sejak 2016 masih berlanjut namun tidak sekuat
perkiraan semula.
Dari sisi pengeluaran, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
pada triwulan II 2017 disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan net
ekspor serta konsumsi LNPRT. Peningkatan laju pertumbuhan net ekspor
khususnya bersumber dari net ekspor antar daerah, di mana ekspor antar
provinsi meningkat di tengah penurunan impor antar provinsi. Meningkatnya
ekspor antar daerah ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari daerah lain
menjelang Hari Raya Idul Fitri untuk sejumlah produk manufaktur. Sementara
itu, menurunnya impor antar daerah dipengaruhi oleh kecukupan suplai lokal
untuk sejumlah komoditas pangan utama serta dukungan kebijakan Pemerintah
untuk mengantisipasi lonjakan harga menjelang Hari Raya serta masih
terjaganya pasokan bahan baku industri pengolahan yang menjadi komoditas
utama impor antar daerah.
Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat pada triwulan II 2017 didorong oleh beberapa LU utama yakni industri
pengolahan dan konstruksi serta mayoritas LU berbasis jasa. Meningkatnya
kinerja industri pengolahan sebagai bentuk respon terhadap perkiraan kenaikan
belanja masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Meningkatnya kinerja LU
konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi bangunan dari sisi pengeluaran.
Hal ini terutama didorong oleh pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah,
di mana selain proyek yang bersifat multiyear yang telah berjalan (seperti
Bandara Internasional Kertajati, LRT Terintegrasi Jabodebek, persiapan
pembangunan Pelabuhan Patimban, beberapa proyek Jalan Tol, dll), terdapat
proyek baru yang berjalan di triwulan II 2017 yakni proyek jalan Tol Jakarta-
Cikampek II (Elevated). Dari sisi swasta terdapat pembangunan beberapa pabrik
otomotif baru yang diselesaikan pada triwulan II. Selain itu, beberapa lapangan
usaha lainnya yang mengalami peningkatan di triwulan II 2017 adalah LU
berbasis jasa seperti transportasi & pergudangan, informasi & komunikasi, jasa
keuangan, jasa pendidikan, dan real estate.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan meningkat pada triwulan III
2017. Dari sisi pengeluaran, perkiraan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi
pada triwulan III 2017 terutama ditopang oleh peningkatan pada komponen
PMTB, ekspor luar negeri, serta konsumsi pemerintah. Meningkatnya PMTB atau
investasi diperkirakan masih didorong oleh investasi bangunan. Ekspor luar
negeri juga diperkirakan meningkat mengingat jumlah hari kerja efektif pada
triwulan III 2017 lebih banyak dibandingkan triwulan II 2017. Selain itu, prospek
positif di negara-negara mitra dagang (khususnya Eropa, ASEAN, China, dan
Jepang) turut mendorong optimisme peningkatan permintaan global. Konsumsi
pemerintah diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017 sebagai dampak dari
pergeseran pencairan gaji ke-13 untuk PNS ke triwulan III. Di sisi lain, berlalunya
season Ramadhan dan Lebaran juga mendorong pertumbuhan konsumsi rumah
tangga melambat dibanding triwulan II 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, meningkatnya LPE Jawa Barat pada
RINGKASAN EKSEKUTIF
viii
triwulan III 2017 diperkirakan didorong oleh LU utama yakni industri
pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertanian. Meningkatnya kinerja
LU industri pengolahan selain disebabkan oleh jumlah hari kerja efektif yang
lebih banyak, juga disebabkan oleh telah beroperasinya pabrik mobil baru
dengan skala yang cukup besar. Perkiraan meningkatnya kinerja konstruksi
sejalan dengan perkiraan peningkatan investasi bangunan, yakni terutama
ditopang oleh pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah. Kinerja LU
pertanian diperkirakan meningkat. Tercatat petani di beberapa sentra produksi
telah melakukan tanam lebih awal sehingga periode panen awal diperkirakan
mulai berlangsung sejak akhir triwulan III 2017.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Jawa Barat pada
triwulan I 2017 terkendali
walau mencatatkan terdapat
peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan disagregasi
kelompok, peningkatan
tekanan inflasi tahunan ini
disebabkan baik oleh faktor
non fundamental dari
kelompok administered
prices serta faktor
fundamental pada kelompok
core. Di sisi lain, penurunan
tekanan inflasi pada
kelompok volatile food
menjadi penahan inflasi
yang lebih tinggi lagi.
Inflasi IHK Jawa Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,31% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,37% (yoy). Namun
realisasi ini masih lebih rendah dibanding rata-rata historis inflasi triwulan IV
sebesar 4,97% (yoy).
Berdasarkan disagregasi kelompok, tekanan inflasi pada triwulan II 2017
disumbang oleh kelompok administered prices dan core dengan andil
masing-masing sebesar sebesar 2,10% (yoy) dan 1,82% (yoy). Sementara
itu, kelompok volatile food memberikan andil inflasi yang lebih rendah yakni
0,38% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, peningkatan tekanan inflasi
tercermin dari andil inflasi kelompok administered prices dan core yang
meningkat. Sementara itu, andil inflasi kelompok volatile food yang menurun
menjadi faktor penahan tekanan inflasi di triwulan II 2017.
Peningkatan inflasi core dari 2,67% (yoy) menjadi 2,92% (yoy) pada triwulan II
2017 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : (1) peningkatan permintaan
terhadap makanan jadi dan baju muslim seiring dengan perayaan hari besar
keagaam Ramadhan dan Idul Fitri; serta (2) banyaknya hari libur selama triwulan
II 2017.
Inflasi kelompok administered prices juga tercatat meningkat tajam yakni
dari 5,20% (yoy) menjadi 10,71% pada triwulan II 2017. Peningkatan ini
khususnya terjadi pada sub kelompok energi seiring dengan adanya kebijakan
pemerintah menaikkan tarif listrik pelanggan golongan 900VA secara bertahap
pada tahun 2017. Selain itu, terdapat kenaikan harga BBM non subsidi pada
bulan Mei 2017 dan kelangkaan LPG 3 kg karena faktor seasonal bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi volatile food juga tercatat
menurun yakni dari 3,72% (yoy) menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan II
2017. Penurunan ini terutama disebabkan oleh kebijakan Kementerian Pertanian
pada tahun 2016 yang membangun buffer zone untuk tanaman bawang merah
dan cabai di wilayah Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sumatra Utara,
Kalimantan Barat, Bali dan Papua yang menyebabkan pasokan di Jawa Barat
dapat dikonsumsi untuk wilayah Jawa Barat sendiri. Selain itu, untuk
menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya agar harga pangan di pasaran tetap stabil. Salah satunya adalah
dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beberapa komoditas
seperti bawang putih, dan mengimpor komoditas yang pasokannya kurang
namun permintaannya tinggi.
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan III 2017 diperkirakan berada
pada rentang 3,6% - 4,2% (yoy), menurun dibanding realisasi inflasi
triwulan II 2017 sebesar 4,31% (yoy). Penurunan tekanan inflasi ini terutama
didorong oleh berakhirnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan harga bahan
RINGKASAN EKSEKUTIF
ix
pangan juga terpantau stabil hingga setelah bulan Ramadhan berlalu. Selain itu,
pemerintah telah menetapkan tidak ada kenaikan BBM dan listrik hingga akhir
triwulan III 2017.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN DAN UMKM
Tekanan risiko korporasi
terindikasi meningkat
sebagai dampak
perlambatan ekspor luar
negeri dan konsumsi
namun dapat ditopang oleh
peningkatan ekspor antar
daerah . Risiko di sisi rumah
tangga berada di level
aman terlihat dari konsumsi
dan kemampuan membayar
yang masih cukup solid.
Kondisi stabilitas keuangan Jawa Barat pada triwulan II 2017 masih cukup
terjaga meskipun terdapat indikasi kenaikan risiko yang perlu menjadi
perhatian. Hasil asesmen terhadap kinerja perbankan menunjukkan kinerja yang
masih terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum yang berlokasi di
Jawa Barat meningkat. Di sisi lain, terpantau peningkatan risiko kredit yang
disalurkan bank umum untuk lokasi proyek di Jawa Barat dengan meningkatnya
rasio Non Performing Loan (NPL) pada triwulan II 2017 meskipun masih di
bawah ambang 5%. Dari sisi korporasi, kinerja penyaluran kredit kepada
korporasi terpantau melambat yang diikuti dengan peningkatan risiko
repayment capacity dengan kecenderungan NPL meningkat dan melebihi batas
5%. Sementara itu dari sisi rumah tangga, penyaluran kredit cenderung
meningkat sementara repayment capacity masih terjaga dengan rasio NPL yang
meskipun meningkat menjadi 2,79% namun masih di bawah batas aman 5%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Jawa Barat mengalami net
outflow pada triwulan II
2017 dan peningkatan
transaksi non tunai, seiring
dengan peningkatan
perekonomian.
Sementara itu, pada sistem pembayaran tunai, perputaran uang di Jawa Barat
pada triwulan II 2017 terlihat mengalami peningkatan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang tercermin dari peningkatan kliring dan RTGS. Sementara itu, pada
triwulan II 2017 Jawa Barat mengalami net outflow sesuai karakteristiknya pada
momen hari raya. Dalam rangka meningkatkan kelancaran sistem pembayaran
dan PUR, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat melakukan
berbagai upaya, seperti penindakan KUPVA BB tidak berizin, hingga berbagai
upaya yang bersifat preventif dan represif dalam menangani permasalahan uang
palsu.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kinerja perekonomian Jawa
Barat pada triwulan II 2017
yang meningkat terbatas
berdampak pada
penurunan kondisi
ketenagakerjaan dan
kesejahteraan pada triwulan
laporan
Peningkatan kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan I I 2017
berdampak pada kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada triwulan
laporan. Tingkat kemiskinan Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun
ke tahun, begitupun pada periode triwulan laporan. Pada Maret 2017,
tingkat kemiskinan mencapai 8,71% dari total penduduk, atau sebanyak 4,16
juta jiwa. Angka ini menurun dari Maret 2016 yang mencapai 8,95 atau
sebanyak 4,22 juta jiwa. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami
penurunan,namun berbeda halnya dengan tingkat pengangguaran yang
meningkat pada triwulan II 2017. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Februari 2017 mencapai 60,65%, meningkat 0,31% dibandingkan Februari
2016. Namun, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat juga masih
relatif tinggi. Tingginya tingkat pengangguran ini diindikasi berdampak pada
meningkatnya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan Jawa Barat
yang diukur dengan Indeks Gini Ratio tahun 2016 masih relatif tinggi yakni
berada pada kisaran 0,403.
PRAKIRAAN PEREKONOMIAN KE DEPAN
Pada triwulan IV 2017,
perekonomian Jawa Barat
Pada triwulan IV 2017, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh
meningkat dibanding triwulan III 2017 yakni pada kisaran 5,2% - 5,6%
RINGKASAN EKSEKUTIF
x
diperkirakan meningkat
dibanding triwulan III 2017.
Namun untuk keseluruhan
tahun 2017, LPE Jawa Barat
diperkirakan melambat
dibanding tahun 2016.
(yoy). Hal ini terutama dipengaruhi oleh pola seasonal terkait periode hari Natal
dan Tahun Baru pada akhir tahun 2017. Selain itu, ekspansi pengeluaran
pemerintah yang untuk membiayai investasi pembangunan infrastruktur dan
belanja komponen pembentuk konsumsi pemerintah pada akhir tahun
diperkirakan akan menjadi faktor yang dapat meningkatkan laju ekonomi Jawa
Barat pada triwulan IV 2017.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat diperkirakan melambat dibanding tahun 2016 pada kisaran 5,1% -
5,5% (yoy). Perlambatan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017 terkait dengan
melemahnya konsumsi rumah tangga dan tidak adanya momen besar seperti
Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun sebelumnya. Namun demikian,
perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tetap berada di atas perkiraan
nasional.
Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat pada tahun 2017
dibanding tahun 2016, namun masih berada dalam kisaran sasaran inflasi
tahun 2017 sebesar 4%±1%. Dampak kenaikan tarif yang diatur pemerintah
(administered prices) serta second round effect-nya secara umum diantisipasi
sehingga menimbulkan gejolak yang besar pada momen dan Lebaran pada
triwulan II 2017. Propsek peningkatan harga minyak dunia yang mulai terlihat
sejak akhir triwulan I 2016 menjadi risiko yang juga perlu diwaspadai.
x
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat ( r) Angka Revisi)
Ket : Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2012.
IIr ) Ir ) IIr ) III IV I II
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 4.94 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.29
Berdasarkan Permintaan/Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga 5.22 5.07 5.78 5.92 5.90 4.81 5.60 4.85 4.51
Konsumsi LNPRT -20.45 -8.13 7.90 5.61 6.11 2.48 5.48 2.07 3.26
Konsumsi Pemerintah 6.10 8.10 2.81 10.57 -7.82 9.19 3.76 4.95 4.51
PMTB 5.78 4.16 0.79 5.33 4.02 7.98 4.59 3.97 2.76
Perubahan Inventori -40.27 -16.51 -8.98 -14.00 23.34 26.84 3.99 1.79 -6.73
Ekspor 8.10 5.46 0.66 0.46 1.98 9.80 3.34 18.59 9.10
Impor -1.64 2.20 -4.11 -3.10 -0.95 12.92 1.66 18.04 4.05
Berdasarkan Penawaran/Lapangan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.66 0.16 -1.51 5.21 11.10 9.39 5.80 7.01 4.84
Pertambangan dan Penggalian 5.34 0.41 -0.39 -6.84 0.42 3.04 -0.97 0.95 0.58
Industri Pengolahan 3.24 4.39 5.14 5.29 4.64 4.03 4.77 4.65 4.73
Pengadaan Listrik, Gas -6.46 -6.80 4.86 -1.79 5.38 4.93 3.37 6.40 -18.53
Pengadaan Air 6.62 5.88 2.46 5.62 9.43 7.65 6.33 7.84 8.48
Konstruksi 5.57 6.43 6.27 7.06 2.70 4.35 5.02 4.08 5.34
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.98 3.71 2.48 4.18 5.52 5.42 4.44 5.44 4.68
Transportasi dan Pergudangan 10.31 8.90 7.74 6.46 13.18 7.79 8.84 4.82 6.54
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.34 8.10 9.39 6.59 9.66 11.56 9.31 9.42 9.18
Informasi dan Komunikasi 19.12 16.31 16.71 14.43 13.66 12.50 14.27 10.37 11.84
Jasa Keuangan 1.78 7.36 10.13 18.40 10.25 9.34 11.89 2.50 4.52
Real Estate 6.47 5.46 8.15 7.06 6.60 4.29 6.51 4.50 8.46
Jasa Perusahaan 8.01 8.15 7.71 6.61 9.67 8.58 8.16 7.80 7.70
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 4.40 5.53 3.57 17.20 -7.68 0.51 2.98 0.84 0.73
Jasa Pendidikan 8.42 10.17 10.69 9.12 5.85 5.18 7.61 8.03 9.97
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12.82 14.14 11.86 7.33 9.52 9.25 9.48 7.73 9.06
Jasa lainnya 7.96 8.96 10.88 7.81 9.75 6.67 8.73 8.96 9.92
Ekspor Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) 6,399 24,791 5,891 6,500 5,992 6,545 24,927 6,866 6,538
Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 1,751 6,661 1,622 1,669 1,568 2,028 6,887 1,660 1,628
Impor Nilai Impor Non Migas (USD juta) 2,856 10,928 2,735 2,924 2,587 2,823 11,068 2,646 2,455
Volume Impor Non Migas (ribu ton) 523 1,961 521 591 499 525 2,136 568 534
Indeks Harga Konsumen (IHK)Jawa Barat 118.67 121.03 121.77 122.49 123.13 124.36 124.36 125.87 127.77
Kota Bandung 119.02 121.71 122.42 123.23 123.67 125.28 125.28 126.35 128.34
Kota Bekasi 117.89 121.20 120.68 121.13 121.86 123.07 123.07 124.55 126.11
Kota Depok 118.75 120.15 121.94 122.89 123.64 124.35 124.35 126.19 128.34
Kota Bogor 119.96 121.69 122.98 123.58 124.37 126.07 126.07 128.32 129.95
Kota Sukabumi 119.79 121.96 122.62 123.03 123.99 125.09 125.09 126.87 129.26
Kota Cirebon 117.61 118.94 119.28 120.10 120.61 121.16 121.16 122.55 124.79
Kota Tasikmalaya 118.18 121.10 122.01 123.07 123.44 124.43 124.43 125.73 127.89
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)Jawa Barat 6.51 2.73 3.78 3.22 2.54 2.75 2.73 3.37 4.31
Kota Bandung 7.31 3.93 4.34 3.54 2.54 2.93 3.93 3.21 4.15
Kota Bekasi 6.52 2.22 3.33 2.75 2.09 2.47 2.22 3.21 4.11
Kota Depok 5.73 1.87 3.51 3.49 2.90 2.60 1.87 3.49 4.43
Kota Bogor 6.55 2.70 4.14 3.02 2.53 3.60 2.70 4.34 5.15
Kota Sukabumi 5.83 2.20 2.96 2.70 2.52 2.57 2.20 3.47 5.06
Kota Cirebon 5.33 1.56 2.83 2.12 1.95 1.87 1.56 2.74 3.91
Kota Tasikmalaya 6.40 3.53 4.51 4.14 3.62 2.75 3.53 3.05 3.92
201620172015
INDIKATOR 20152016
xi
II I II III IV I II
Bank Umum KonvensionalTotal Aset 462.39 472.30 478.61 496.02 500.71 517.14 517.14 522.21 537.26
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor* 331.72 343.94 346.71 358.29 360.02 370.65 370.65 373.56 385.12
Kredit - Lokasi Bank Pelapor 290.74 306.13 308.24 322.24 325.53 335.19 335.19 335.91 347.83
Kredit - Lokasi Proyek 471.76 489.93 486.83 506.80 510.52 521.54 521.54 522.92 537.46
Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 87.65 89.01 88.91 89.94 90.42 90.44 90.44 89.92 90.32
Bank Umum SyariahTotal Aset 33.77 36.78 36.90 38.32 39.27 41.84 41.84 42.11 43.46
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 23.51 26.40 26.14 27.37 28.32 29.56 29.56 29.86 31.23
Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 27.09 28.40 28.38 28.76 29.53 30.30 30.30 30.76 31.80
Pembiayaan - Lokasi Proyek 34.01 36.38 36.17 39.39 40.49 42.09 42.09 44.03 45.66
Financing to Deposit Ratio (FDR) 115.23 107.60 108.57 105.08 104.27 102.48 102.48 103.00 101.81
Total Bank UmumTotal Aset 496.16 509.07 515.52 534.34 539.98 558.98 558.98 564.32 580.71
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 355.23 370.33 372.85 385.66 388.35 400.21 400.21 403.42 416.35
Giro 69.61 64.17 74.77 72.83 76.43 71.50 71.50 74.42 79.77
Tabungan 136.22 155.41 148.82 162.59 161.42 174.21 174.21 168.12 179.02
Deposito 149.40 150.75 149.26 150.24 150.50 154.50 154.50 160.88 157.55
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 317.83 334.54 336.62 351.00 355.06 365.49 365.49 366.67 379.63
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Proyek** 505.76 526.31 523.01 546.19 551.01 563.63 563.63 566.94 583.12
Modal Kerja 210.27 213.97 206.52 215.90 215.91 219.90 219.90 216.61 227.29
Investasi 103.04 107.18 106.56 111.69 110.22 110.67 110.67 111.79 108.18
Konsumsi 192.45 205.15 209.93 218.59 224.87 233.06 233.06 238.55 247.66
Kredit UMKM - Lokasi Proyek 97.85 100.54 100.50 107.86 109.88 113.12 113.12 123.93 116.92
Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 89.47 90.33 90.28 91.01 91.43 91.33 91.33 90.89 91.18
Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross 2.78 2.45 2.81 3.51 3.57 3.24 3.24 3.26 3.61
20162016 2017INDIKATOR
(dalam Rp Triliun kecuali dinyatakan lain)
20152015
II I II III IV I II
Transaksi TunaiInflow (Rp Triliun) 18.07 81.30 22.30 17.36 29.46 18.92 88.04 21.53 14.56
Outflow (Rp Triliun) 12.37 47.06 7.00 21.57 8.47 12.36 49.40 8.34 23.32
Netflow (Rp Triliun) 5.70 34.24 15.30 -4.22 20.99 6.56 38.63 13.19 -8.76
Transaksi Non Tunai (Kliring)Kliring Penyerahan (Rp Triliun) 46.79 207.01 89.51 97.22 76.36 78.11 341.19 71.68 61.73
Volume e Kliring (lembar) 1.36 5.77 2.15 2.30 2.01 2.18 8.64 2.02 1.80
2017INDIKATOR
20152015 2016
2016
II. PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia
* Lokasi bank pelapor : pencatatan berdasarkan transaksi perbankan (baik penghimpunan dana maupun penyaluran
kredit) yang dilakukan oleh bank-bank yang berkantor di Jawa Barat
* Lokasi proyek : pencatatan berdasarkan realisasi kredit yang disalurkan di wilayah Jawa Barat (tidak terbatas
kepada penyaluran oleh bank yang berkantor di Jawa Barat
III. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sumber: Bank Indonesia
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
2
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan II 2017
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 meningkat terbatas dibanding triwulan I
2017. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat meningkat dari 5,28%1 (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 5,29% (yoy) pada triwulan II 2017. Namun demikian, realisasi ini lebih rendah dibanding rata-
rata LPE triwulan II pada kurun waktu 2014-2016 yang tercatat sebesar 5,40%, meskipun pada triwulan II
2017 berlangsung momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini menandakan bahwa perbaikan
ekonomi Jawa Barat yang telah berlangsung sejak 2016 masih berlanjut namun tidak sekuat perkiraan
semula.
Namun demikian, perkembangan LPE Jawa Barat ini relatif lebih baik dibandingkan kawasan Jawa yang
pada triwulan II 2017 tumbuh melambat dari 5,68% (yoy) menjadi 5,41% (yoy). Tren perlambatan pada
triwulan II 2017 tersebut juga dialami oleh mayoritas provinsi lainnya di Pulau Jawa, kecuali DI Yogyakarta
(Gambar 1.1). Perlambatan terdalam terjadi di DKI Jakarta (dari 6,45% menjadi 5,96%) dan Jawa Timur
(dari 5,39% menjadi 5,03%). Perlambatan LPE Pulau Jawa pada triwulan II 2017 disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan mayoritas komponen pengeluaran, kecuali konsumsi rumah tangga. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi melambatnya LPE Jawa di tengah berlangsungnya momen Hari
Raya ini adalah pergeseran pembayaran gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil (PNS) ke triwulan III dan
berkurangnya periode kerja akibat banyaknya long weekend sepanjang triwulan II 2017 yang berdampak
kepada menurunnya kinerja sektor riil terutama sektor perdagangan dan industri pengolahan. Di sisi lain,
perlambatan kinerja sektor pertanian disebabkan telah masuknya musim tanam pada pertengahan
triwulan II.
Sumber : BPS Indonesia dan Provinsi
Gambar 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa (%, yoy)
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 kembali tercatat mengungguli perekonomian
Nasional yang tumbuh sebesar 5,01% atau stabil dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.1). Pada
triwulan II 2017, Jawa Barat masih menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional dengan
pangsanya yang mencapai 13,27%, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (17,55%) dan Jawa Timur
(14,76%) (Grafik 1.2). Adapun sumbangan PDRB Jawa Barat terhadap nasional ini menurun dibanding
1 Pada triwulan II 2017, BPS Jawa Barat telah merevisi angka laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat triwulan I
2017 dari sebelumnya 5,24% menjadi 5,28%
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
3
triwulan II 2016 yang mencapai 13,43%. Menurunnya pangsa Jawa Barat dibandingkan tahun 2016
antara lain disebabkan oleh realisasi pertumbuhannya yang lebih rendah dibanding triwulan II 2016 yang
mencapai 6,06%. Hal ini antara lain disebabkan oleh base effect di mana triwulan II 2016 merupakan
periode finalisasi persiapan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-15 di Jawa Barat serta
adanya pencairan gaji ke-13 untuk PNS. Secara umum, relatif besarnya kontribusi Jawa Barat terhadap
perekonomian nasional disebabkan karena Jawa Barat merupakan kontributor sektor industri pengolahan
terbesar terhadap nasional dengan pangsa mencapai 27,4%.
Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)
Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)
Dari sisi pengeluaran, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I I 2017
disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan net ekspor serta konsumsi LNPRT. Peningkatan laju
pertumbuhan net ekspor khususnya bersumber dari net ekspor antar daerah, di mana ekspor antar
provinsi meningkat di tengah penurunan impor antar provinsi. Di sisi lain, kinerja net ekspor luar negeri
melambat akibat kontraksi yang terjadi pada ekspor luar negeri. Meningkatnya ekspor antar daerah ini
diperkirakan didorong oleh meningkatnya permintaan dari daerah lain menjelang Hari Raya Idul Fitri
untuk sejumlah produk manufaktur. Sementara itu, menurunnya impor antar daerah dipengaruhi oleh
kecukupan suplai lokal untuk sejumlah komoditas pangan utama serta dukungan kebijakan Pemerintah
untuk mengantisipasi lonjakan harga menjelang Hari Raya antara lain melalui impor (daging sapi).
Namun demikian, peningkatan ini ditahan oleh melambatnya laju pertumbuhan komponen
konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah, dan net ekspor luar negeri. Melambatnya
konsumsi rumah tangga antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yakni : (1) berlanjutnya penyesuaian
tarif listrik 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) pada triwulan II 2017; (2) bergesernya pencairan gaji ke-
13 untuk PNS ke triwulan III 2017 di mana pada tahun 2016 pencairan ini dilakukan pada triwulan II;
serta (3) kecenderungan rumah tangga menahan ekspansi belanja karena mempersiapkan belanja
pendidikan menjelang Tahun Ajaran Baru, khususnya untuk sekolah negeri yang sudah dimulai sejak akhir
triwulan II 2017. Sementara itu, perlambatan investasi terutama terjadi pada investasi yang bersifat non
bangunan, khususnya impor barang modal untuk industri alat angkutan. Hal ini diperkirakan terjadi
seiring dengan mulai beroperasinya pabrik mobil baru dengan skala yang cukup besar di wilayah Bekasi,
sehingga impor barang modal yang sempat meningkat beberapa triwulan sebelumnya berangsur
menurun. Adapun perlambatan konsumsi pemerintah antara lain disebabkan oleh bergesernya pencairan
gaji ke-13 ke triwulan III 2017 (sementara pada tahun 2016 pencairan dilakukan pada triwulan II) serta
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jabar & Nasional
Grafik 1.2 Pangsa Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap
Nasional (Triwulan II 2016 & Triwulan II 2017)
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
4
base effect di mana pada triwulan II 2016 belanja Pemerintah meningkat didorong oleh finalisasi
persiapan acara Pekan Olahraga Nasional (PON). Perlambatan ekspor luar negeri terjadi pada seluruh
kelompok industri utama dengan penurunan terbesar pada ekspor alat angkutan, kimia, dan tekstil &
produk tekstil (TPT). Penurunan ini diperkirakan seiring dengan penurunan produksi akibat libur panjang
Hari Raya Idul Fitri serta kebijakan yang melarang kendaraan kontainer masuk tol sejak H-7 Hari Raya,
sementara kegiatan pengiriman barang ekspor Jawa Barat sangat bergantung kepada jalan tol karena
menjadi penunjang transportasi menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II
2017 didorong oleh beberapa LU utama yakni industri pengolahan dan konstruksi serta mayoritas
LU berbasis jasa. Meningkatnya kinerja industri pengolahan sebagai bentuk respon terhadap
meningkatnya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Peningkatan produksi ini diperkirakan terjadi
khususnya pada bulan April dan Mei sementara pada bulan Juni produksi diperkirakan sedikit menurun
akibat berlangsungnya libur panjang Hari Raya serta pelarangan lalu lintas kendaraan kontainer selama H-
7 Hari Raya. Meningkatnya kinerja LU konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi bangunan dari sisi
pengeluaran. Hal ini terutama didorong oleh pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah, di mana
selain proyek yang bersifat multiyear (seperti Tol Cisumdawu, LRT Terintegrasi Jabodebek, Bandara
Internasional Kertajati, dll) terdapat proyek baru yang berjalan di triwulan II 2017 yakni proyek jalan Tol
Jakarta-Cikampek II (Elevated) sepanjang 36,8 km yang membentang mulai dari KM 9+500 sampai
dengan KM 47 (Karawang Barat). Maraknya proyek pembangunan infrastruktur yang berlangsung
khususnya di sepanjang jalan Tol Jakarta-Cikampek ini telah meningkatkan kepadatan serta kemacetan di
ruas tersebut. Selain itu, beberapa lapangan usaha lainnya yang mengalami peningkatan di triwulan II
2017 adalah LU berbasis jasa seperti transportasi & pergudangan, informasi & komunikasi, jasa keuangan,
jasa pendidikan, dan real estate. Namun demikian, peningkatan laju pertumbuhan di triwulan II ditahan
oleh melambatnya kinerja lapangan usaha utama lainnya, yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan
serta perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Melambatnya kinerja LU
pertanian disebabkan oleh berlalunya puncak panen raya yang telah berlangsung pada akhir triwulan I
2017 serta adanya base effect di mana pada tahun 2016 puncak panen raya bergeser ke triwulan II 2016.
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi pengeluaran masih ditopang oleh
komponen utamanya yakni konsumsi rumah tangga dengan andil mencapai 2,80% (Grafik 1.3).
Namun andil konsumsi rumah tangga ini menurun dari triwulan sebelumnya yang mencapai 3,09%.
Selanjutnya, net ekspor antar daerah memberikan andil terbesar kedua yakni mencapai 1,59% seiring
dengan peningkatan laju pertumbuhan ekspor antar daerah di tengah melambatnya impor antar daerah.
PMTB yang memberikan pangsa terbesar kedua pada struktur PDRB Jawa Barat memberikan andil
terbesar ketiga (0,67%) akibat adanya perlambatan pada investasi non bangunan khususnya barang
modal/mesin industri. Net ekspor luar negeri memberikan andil terbatas yakni sebesar 0,21%, setelah
pada triwulan sebelumnya mampu memberikan andil pertumbuhan mencapai 1,44%.
Sejalan dengan sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi lapangan usaha juga
masih ditopang lapangan usaha utama yakni industri pengolahan yang memberikan andil mencapai
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
5
2,04% (Grafik 1.4). Andil LU industri pengolahan ini meningkat terbatas dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 2,02%. Selanjutnya, lapangan usaha (LU) perdagangan yang merupakan LU terbesar
kedua di Jawa Barat juga memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua (0,72%). Andil LU perdagangan
menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,83% akibat melambatnya laju pertumbuhan LU
tersebut pada triwulan ini. Selanjutnya, LU informasi & komunikasi memberikan andil terbesar ketiga
(0,44%) dan LU konstruksi memberikan andil terbesar keempat (0,43%). Sementara pertanian yang
merupakan LU utama dengan pangsa terbesar ketiga memberikan andil terbesar kelima pada triwulan II
2017 yakni sebesar 0,42%. Menurunnya andil pertanian ini disebabkan oleh berlalunya puncan panen.
Sumber: BPS (diolah)
Sumber: BPS (diolah)
Dari aspek intermediasi perbankan, di tengah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada
triwulan II 2017, pertumbuhan penyaluran kredit mengalami perlambatan, yakni dari 8,40% (yoy) pada
triwulan I 2017 menjadi 6,76% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.5). Penyaluran kredit perbankan
kembali melambat setelah sebelumnya sempat meningkat pada triwulan I 2017. Perlambatan kredit ini
terjadi seiring dengan kembali meningkatnya risiko kredit atau NPL secara umum. Berdasarkan jenis
penggunaannya, perlambatan terutama terjadi pada pertumbuhan kredit investasi (dari 4,90% menjadi
-3,14%), sementara kredit modal kerja masih meningkat (dari 4,89% menjadi 5,28%). Di sisi lain,
transmisi kebijakan moneter yang akomodatif masih terus berlangsung di mana suku bunga bank secara
umum kembali menurun yakni dari 11,56% pada triwulan I 2017 menjadi 11,42% pada triwulan II 2017.
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, pertumbuhan outflow uang kartal
di Jawa Barat melambat dari 19,11% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 8,09% (yoy) pada triwulan II
2017 (Grafik 1.6).
Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi
Pengeluaran Triwulan II 2017
Grafik 1.4 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi
Lapangan Usaha TriwulanII 2017
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
6
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan akan meningkat pada triwulan III 2017. Hal ini
ditopang oleh optimisme konsumen Jawa Barat yang masih terjaga dan terus meningkat tercermin dari
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat dari 141,63 menjadi 146,33 pada awal triwulan III
2017. Berdasarkan komponen penyusunnya, peningkatan ekspektasi tersebut terutama didorong oleh
meningkatnya indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan ekspektasi penghasilan. Hal ini
didukung oleh banyaknya proyek infrastruktur yang sedang berlangsung di Jawa Barat hingga triwulan III
2017.
Dari sisi pengeluaran, perkiraan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan II I 2017
terutama ditopang oleh peningkatan pada komponen PMTB, ekspor luar negeri, serta konsumsi
pemerintah. Meningkatnya PMTB atau investasi diperkirakan masih didorong oleh investasi bangunan
sejalan dengan berlanjutnya pembangunan sejumlah proyek infrastruktur strategis di Jawa Barat, antara
lain meliputi Tol Soreang Pasir Koja (Soroja), Tol Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu), Tol Cimanggis
Cibitung, Bogor Outer Ring Road, Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), Bandung Intra Urban Toll Road
(BIUTR), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Terintegrasi Jabodebek, Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated),
serta Bandara Internasional Kertajati. Adapun investasi bangunan dari sisi swasta diperkirakan masih
terbatas mengingat pelaku industri masih berfokus kepada optimalisasi kapasitas terpasang sementara
dari sisi real estate permintaan terhadap properti masih cenderung lemah. Ekspor luar negeri juga
diperkirakan meningkat mengingat jumlah hari kerja efektif pada triwulan III 2017 lebih banyak
dibandingkan triwulan II 2017 sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, prospek positif
di negara-negara mitra dagang turut mendorong optimisme peningkatan permintaan global. Berdasarkan
estimasi sementara, laju pertumbuhan Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pada triwulan II meningkat
dibandingkan triwulan I dan diharapkan akselerasi ini terus berlanjut hingga akhir tahun. Konsumsi
pemerintah diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017 sebagai dampak dari pergeseran pencairan gaji
ke-13 untuk PNS ke triwulan III. Di sisi lain, berlalunya season Ramadhan dan Lebaran juga mendorong
pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat dibanding triwulan II 2017.
Dari sisi lapangan usaha, meningkatnya LPE Jawa Barat pada triwulan III 2017 diperkirakan didorong oleh
LU utama yakni industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan pertanian. Meningkatnya kinerja LU
industri pengolahan selain disebabkan oleh jumlah hari kerja efektif yang lebih banyak, juga disebabkan
oleh telah beroperasinya pabrik mobil baru dengan skala yang cukup besar di wilayah Bekasi pada
triwulan II sehingga diperkirakan mendorong output industri alat angkutan pada triwulan III 2017.
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi & Outflow Uang Kartal
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
7
Perkiraan meningkatnya kinerja konstruksi sejalan dengan perkiraan peningkatan investasi bangunan,
yakni terutama ditopang oleh pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah. Kinerja LU pertanian
diperkirakan meningkat mengingat sebagian petani di beberapa daerah telah melakukan tanam lebih
awal sehingga periode panen awal diperkirakan mulai berlangsung sejak akhir triwulan III 2017.
1.1. Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017
dibanding triwulan sebelumnya disebabkan oleh meningkatnya net ekspor antar daerah serta
konsumsi LNPRT. Meningkatnya net ekspor antar daerah diperkirakan terutama didorong oleh
peningkatan ekspor antar daerah berupa produk industri untuk memenuhi permintaan menjelang Hari
Raya seperti makanan/minuman dan pakaian jadi. Sementara itu, peningkatan konsumsi LNPRT sejalan
dengan pola seasonal-nya di mana selama berlangsungnya Bulan Ramadhan kegiatan lembaga-lembaga
yang bersifat keagamaan juga turut meningkat. Bergesernya momen Ramadhan menjadi sepenuhnya
berlangsung pada triwulan II di tahun 2017 mendorong peningkatan pertumbuhan konsumsi LNPRT.
Tabel 1. 1. Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Pada struktur perekonomian Jawa Barat, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama
perekonomian Jawa Barat, dengan pangsa mencapai 64,72% terhadap PDRB Jawa Barat pada triwulan II
2017 (Tabel 1.1). Adapun pangsa konsumsi rumah tangga pada triwulan ini menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya akibat melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara tahunan. Pada
posisi kedua, PMTB atau investasi memberikan pangsa sebesar 24,09%, meningkat dibandingkan pangsa
pada triwulan sebelumnya didorong oleh terus meningkatnya investasi bangunan akibat pembangunan
proyek infrastruktur yang diinisiasi Pemerintah. Perkembangan yang positif tercermin pada pangsa net
ekspor total yang membaik dari -0,03% pada triwulan I 2017 menjadi 0,66% pada triwulan II 2017. Hal
ini terutama ditopang oleh meningkatnya pangsa net ekspor antar daerah yakni dari -10,99% menjadi
-9,91% sementara pangsa net ekspor luar negeri mengalami sedikit penurunan (dari 10,96 menjadi
10,57). Hal ini mencerminkan masih cukup kuatnya permintaan domestik di tengah tertahannya ekspansi
permintaan global seiring kembali menurunnya harga komoditas.
Ir) IIr) IIIr) IV I IIKonsumsi Rumah Tangga 64.51 66.16 64.66 64.94 66.51 65.56 66.67 64.72Konsumsi LNPRT 0.58 0.59 0.57 0.57 0.58 0.58 0.58 0.57Konsumsi Pemerintah 6.45 4.81 6.21 5.96 8.52 6.40 4.84 6.12PMTB 25.12 24.09 24.77 24.49 26.39 24.95 23.87 24.09Perubahan Inventori 5.02 4.96 4.15 4.06 4.38 4.38 4.07 3.84Ekspor 36.71 35.11 34.54 36.64 41.06 36.88 40.60 37.02Impor 38.39 35.73 34.90 36.66 47.44 38.74 40.64 36.36PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
2016**Komponen Penggunaan 2015*) 2016**) 2017
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
8
Tabel 1. 2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Tabel 1. 3. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Di tengah meningkatnya laju pertumbuhan net ekspor antar daerah dan konsumsi LNPRT, pertumbuhan
komponen pengeluaran lainnya yakni konsumsi rumah tangga, PMTB/investasi, konsumsi pemerintah,
dan net ekspor luar negeri tercatat mengalami perlambatan (Tabel 1.2). Di tengah melambatnya laju
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, terdapat beberapa sub komponen konsumsi yang mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, yakni konsumsi restoran & hotel; perumahan &
perlengkapan; serta kesehatan & pendidikan. Meningkatnya konsumsi bersifat leisure yakni restoran &
hotel sejalan dengan periode long weekend yang berlangsung cukup banyak sepanjang triwulan II. Di sisi
lain, sub komponen konsumsi untuk jenis barang yang bersifat primer seperti makanan & minuman serta
pakaian & alas kaki mengalami perlambatan di tengah berlangsungnya momen Hari Raya, di mana
masyarakat diperkirakan menahan ekspansi belanja primernya sebagai persiapan menghadapi
pengeluaran pendidikan menjelang Tahun Ajaran Baru. Seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan
konsumsi rumah tangga, andil pertumbuhan tahunannya juga melambat dari 3,09% menjadi 2,80%
(Tabel 1.3). Sejalan dengan hal tersebut, perlambatan laju pertumbuhan PMTB juga menyebabkan
penurunan andilnya pada triwulan II 2017. Khususnya pada konsumsi pemerintah, di tengah
melambatnya laju pertumbuhan, andil pertumbuhannya meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Di tengah melambatnya belanja pegawai akibat bergesernya pencairan gaji ke-13, pertumbuhan belanja
hibah & bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya kinerja net ekspor antar daerah, andil pertumbuhan net
ekspor total juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ir) IIr) IIIr) IV I IIKonsumsi Rumah Tangga 5.07 5.78 5.92 5.90 4.81 5.60 4.85 4.51Konsumsi LNPRT -8.13 7.90 5.61 6.11 2.48 5.48 2.07 3.26Konsumsi Pemerintah 8.10 2.81 10.57 -7.82 9.19 3.76 4.95 4.51PMTB 4.16 0.79 5.33 4.02 7.98 4.59 3.97 2.76Perubahan Inventori -16.51 -8.98 -14.00 23.34 26.84 3.99 1.79 -6.73Ekspor 5.46 0.66 0.46 1.98 9.80 3.34 18.59 9.10Impor 2.20 -4.11 -3.10 -0.95 12.92 1.66 18.04 4.05PDRB 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.29
20172016**2016**Komponen Penggunaan 2015*
Ir) IIr) IIIr) IV I IIKonsumsi Rumah Tangga 3.19 3.66 3.69 3.68 3.07 3.52 3.09 2.80Konsumsi LNPRT -0.05 0.05 0.03 0.04 0.01 0.03 0.01 0.02Konsumsi Pemerintah 0.43 0.12 0.52 -0.45 0.63 0.21 0.21 0.23PMTB 1.04 0.20 1.31 0.99 2.02 1.14 0.94 0.67Perubahan Inventori -0.74 -0.35 -0.61 0.73 0.77 0.14 0.06 -0.24Ekspor 1.90 0.23 0.16 0.69 3.55 1.17 6.14 2.95Dikurangi Impor 0.73 -1.30 -0.96 -0.30 4.59 0.54 5.18 1.15PDRB 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.29
20172016**Komponen Penggunaan 2015*
2016**
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
9
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I I 2017 tercatat sebesar 4,51% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,85% (yoy). Berdasarkan
struktur komponen penyusunnya, konsumsi rumah tangga di Jawa Barat didominasi oleh konsumsi
makanan dan minuman selain restoran dengan pangsa sebesar 41,58% dan diikuti oleh transportasi dan
komunikasi (25,96%) serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga (11,76%) (Tabel 1.4). Khususnya
pangsa konsumsi makanan dan minuman kembali tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya (dari
41,81% menjadi 41,58%), diimbangi dengan meningkatnya pangsa konsumsi kelompok perumahan dan
perlengkapan rumah tangga (dari 11,56% menjadi 11,76%).
Tabel 1. 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Melambatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman (dari 6,61% menjadi 5,34%); pakaian dan alas kaki (dari
5,37% menjadi 3,47%); serta transportasi & komunikasi (dari 4,75% menjadi 4,26%) (Grafik 1.7).
Perlambatan konsumsi ketiga kelompok barang tersebut terjadi seiring dengan peningkatan inflasi
tahunannya. Inflasi kelompok makanan & minuman meningkat dari 3,59% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 3,77% (yoy) pada triwulan II 2017, inflasi kelompok pakaian meningkat dari 1,81% menjadi
2,84%, sementara inflasi kelompok transportasi & komunikasi meningkat dari 1,49% menjadi 5,38%
(Grafik 1.8). Namun demikian, terjadi peningkatan pada pertumbuhan konsumsi restoran & hotel (dari
4,26% menjadi 5,80%) serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga (dari 0,84% menjadi 1,70%).
Meningkatnya konsumsi perumahan & perlengkapan rumah tangga ini sejalan dengan tekanan inflasinya
yang menurun dari 1,14% menjadi 0,98%. Sementara itu, peningkatan laju pertumbuhan konsumsi
kelompok restoran & hotel didorong oleh berlangsungnya periode long weekend yang cukup banyak
sepanjang triwulan II 2017. Masyarakat diperkirakan mengutamakan alokasi belanja untuk leisure selama
berlangsungnya libur long weekend (mengingat daerah-daerah di Jawa Barat umumnya menjadi tujuan
wisata utama keluarga di saat hari libur) dan menunda konsumsi kebutuhan primer yang tidak mendesak,
sebagai contoh pembelian baju baru.
Ir) IIr) IIIr) IV I IIMakanan dan Minuman, Selain Restoran 39.40 40.51 41.24 41.52 42.01 41.33 41.81 41.58Pakaian dan Alas Kaki 4.19 4.10 4.14 4.11 4.08 4.11 4.05 4.04Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 12.11 12.11 11.77 11.61 11.49 11.74 11.56 11.76Kesehatan dan Pendidikan 5.78 5.66 5.56 5.59 5.54 5.59 5.58 5.56Transportasi dan Komunikasi 26.80 26.33 26.19 26.09 25.83 26.11 25.94 25.96Restoran dan Hotel 6.02 5.86 5.73 5.72 5.67 5.74 5.70 5.69Lainnya 5.71 5.43 5.36 5.35 5.38 5.38 5.38 5.40Konsumsi Rumah Tangga 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
20172016**2016**Komponen Konsumsi Rumah Tangga 2015*
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
10
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Meningkatnya konsumsi hotel tercermin dari rata-rata tingkat okupansi hotel di Jawa Barat pada triwulan
II 2017 sebesar 50,39%, lebih tinggi dibanding triwulan I 2017 (49,13%) dan triwulan II 2016 (47,81%).
Namun demikian, di tengah melambatnya laju konsumsi rumah tangga, keyakinan konsumen pada
triwulan II 2017 masih bergerak dalam tren meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan
Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, meningkatnya optimisme konsumen tercermin dari peningkatan
Indeks Keyakinan Konsumen (121,7 pada triwulan I 2017 menjadi 127,0 pada triwulan II 2017) serta
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (dari 106,3 menjadi 112,3) (Grafik 1.9). Adapun peningkatan keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat didorong oleh peningkatan indeks dari seluruh komponen
penyusunnya, terutama indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks konsumsi barang kebutuhan lama
(Grafik 1.10). Meningkatnya indeks ketersediaan lapangan kerja sejalan dengan berlangsungnya sejumlah
kegiatan pembangunan infrastruktur di Jawa Barat termasuk proyek Jakarta-Cikampek II (Elevated) yang
dimulai pada triwulan II.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Dengan demikian, hal ini menjadi indikasi bahwa
optimisme konsumsi di Jawa Barat secara umum
masih terjaga namun melambatnya konsumsi
disebabkan karena masyarakat menunda sebagian
kegiatan belanja sebagai persiapan menghadapi
tahun ajaran baru. Masih terjaganya optimisme
serta daya beli konsumen Jawa Barat antara lain
juga tercermin dari pangsa tenaga kerja formal
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Kelompok Barang
Konsumsi
Grafik 1.7 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT
Grafik 1.9 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.10 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik Error! No text of specified style in document. 1.
Grafik 1.11 Perkembangan Tenaga Kerja Formal & Informal
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
11
yang meningkat dari 48,9% pada Februari 2016 menjadi 49,8% pada Februari 2017 (Grafik 1.11). Selain
itu, pertumbuhan tenaga kerja formal sebesar 3,94% (yoy) juga lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja
informal sebesar 0,51% (yoy).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, di tengah optimisme konsumsi yang masih terjaga masyarakat
cenderung menahan kegiatan konsumsinya. Hal ini terkonfirmasi dari Survei Konsumen yang
menunjukkan adanya penurunan pada pangsa pengeluaran untuk konsumsi dari total pendapatan
masyarakat (Marginal Propensity to Consume) dari 64,7% pada triwulan I 2017 menjadi 64,3% pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.12). Penurunan tendensi konsumsi ini diiringi dengan meningkatnya pangsa
pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan (Marginal Propensity to Saving) yakni dari 16,4% menjadi
18,1%. Hal ini sejalan dengan perkiraan di mana masyarakat menahan konsumsinya untuk
mempersiapkan dana menjelang tahun ajaran baru. Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada
triwulan II 2017 masih menunjukkan adanya peningkatan terbatas pada pertumbuhan Indeks Penjualan
Riil (IPR) gabungan yakni dari 3,93% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 8,06% (yoy) pada triwulan II
2017 (Grafik 1.13). Peningkatan penjualan eceran terutama terjadi pada kelompok makanan & minuman;
perlengkapan rumah tangga lainnya; serta bahan bakar.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Melambatnya konsumsi rumah tangga khususnya pada kebutuhan yang bersifat tidak mendesak juga
tercermin dari pertumbuhan indeks harga properti yang masih terus bergerak dalam tren melambat
hingga triwulan II 2017. Baik secara triwulanan maupun tahunan, indeks harga properti residensial di
Kota Bandung tumbuh dalam tren melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.14). Secara
tahunan, IHPR tumbuh melambat yakni dari 5,39% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,77% (yoy) pada
triwulan II 2017. Berdasarkan tipe rumahnya, perlambatan pertumbuhan IHPR secara tahunan terutama
terjadi pada rumah besar (dari 5,52% menjadi 2,24%) dan rumah tipe menengah (dari 5,69% menjadi
4,75%) (Grafik 1.15).
Grafik 1.12 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.13 Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Riil
(IPR)
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
12
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Keyakinan terhadap masih terjaganya daya beli masyarakat juga didukung oleh hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya peningkatan pada indeks
kegiatan dunia usaha. Indeks kegiatan dunia usaha meningkat dari 15,69% SBT menjadi 18,31% SBT
pada triwulan II 2017 (Grafik 1.17). Meningkatnya kegiatan dunia usaha ini pada akhirnya berkorelasi
dengan pendapatan masyarakat. Berdasarkan lapangan usaha, peningkatan kegiatan usaha khususnya
terjadi pada lapangan usaha perdagangan (dari -2,41% SBT menjadi 5,12% SBT) dan pertanian (dari
-2,80% SBT menjadi 0,51% SBT). Sejalan dengan hal tersebut, wawancara liaison yang dilakukan oleh
Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat kepada 44 (empat puluh empat) perusahaan di Jawa Barat
secara umum menyampaikan bahwa penjualan domestik tumbuh terbatas dibandingkan triwulan
sebelumnya, tercermin dari likert scale permintaan domestik yang meningkat dari 0,70 pada triwulan I
2017 menjadi 0,71 pada triwulan II 2017 (Grafik 1.16). Peningkatan permintaan domestik terjadi pada
contact di lapangan usaha industri pengolahan (LS meningkat dari 0,81 menjadi 0,95). Pada lapangan
usaha industri pengolahan, peningkatan permintaan domestik secara khusus dikonfirmasi oleh contact
liaison pada sub lapangan usaha industri makanan dan minuman; industri tekstil dan produk tekstil;
industri elektronik; dan industri kimia. Sementara itu, kinerja industri otomotif diperkirakan tumbuh
melambat pada periode laporan dibanding triwulan sebelumnya.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Sumber: Liaison Bank Indonesia
Perlambatan konsumsi rumah tangga di Jawa Barat antara lain juga dikonfirmasi oleh perkembangan
volume kendaraan yang melintas di 11 gerbang tol2 ruas Purbaleunyi yang secara total tumbuh melambat
2 Ruas tol Purbaleunyi mencakup gerbang tol Sadang, Jatiluhur, Cikamuning, Padalarang, Baros, Pasteur, Pasirkoja,
Kopo, Moh. Toha, Buah Batu, Cileunyi
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Properti Residensial Grafik 1.15 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe
Grafik 1.16 Indeks Perkembangan Dunia Usaha Grafik 1.17 Perkembangan Permintaan Domestik
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
13
dari 4,17% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
3,01% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.16).
Namun demikian, khususnya volume kendaraan
golongan I (jenis sedan, jip, truk kecil, dan bus)
yang mendominasi penggunaan ruas tol
Purbaleunyi dengan pangsa mencapai 88%
meningkat terbatas dari 3,75% (yoy) menjadi
3,84% (yoy) pada triwulan II 2017. Hal ini seiring
dengan berlangsungnya serangkaian periode libur
panjang selama triwulan II serta berlangsungnya Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan arus kendaraan
baik ke kota Bandung maupun yang melintasi Jawa Barat. Penurunan volume kendaraan terbesar adalah
pada kendaraan golongan IV dan V akibat Pemerintah menerapkan larangan bagi kendaraan besar
tersebut melintas di jalan tol pada H-7 Hari Raya Idul Fitri.
Melambatnya konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi oleh perkembangan impor barang konsumsi
yang kembali tumbuh melambat yakni dari -2,65% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -14,10% (yoy)
pada triwulan II 2017 (Grafik 1.19). Perlambatan ini lebih disebabkan oleh terbatasnya permintaan
masyarakat karena dari aspek eksternal nilai tukar Rupiah relatif stabil dan bahkan mengalami apresiasi
terbatas sebesar 0,29% (qtq) pada triwulan II 2017. Secara spesifik, perlambatan yang paling dalam
terjadi pada impor barang konsumsi bersifat durable dan semi-durable. Sebagaimana disampaikan
sebelumnya, masyarakat cenderung menahan konsumsi untuk barang yang tidak mendesak dan
umumnya bersifat durable.
Di sisi lain, dari segmen konsumsi masyarakat pedesaan atau petani, terdapat indikasi peningkatan
konsumsi yang tercermin dari peningkatan indeks Nilai Tukar Petani dari 102,7 pada triwulan I 2017
menjadi 103,8 pada triwulan II 2017 (Grafik 1.20). Hal ini disebabkan oleh telah berlalunya puncak panen
raya serta meningkatnya permintaan masyarakat terhadap bahan pangan menjelang Hari Raya yang
cenderung meningkatkan harga jual produk pertanian dan meningkatkan pendapatan petani.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Melambatnya konsumsi rumah tangga khususnya untuk jenis barang durable dan tidak mendesak juga
tercermin dari melambatnya laju pertumbuhan pendaftaran kendaraan baru (BKKBN 1) untuk mobil yang
tercatat di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan pendaftaran mobil pribadi baru
Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Purbaleunyi
Grafik 1.19 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-rata)
Grafik 1.18 Perkembangan Lalu Lintas Tol Purbaleunyi
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
14
tumbuh melambat dari -2,7% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -13,8% (yoy) pada triwulan II 2017
(Grafik 1.21). Hal ini cukup berbeda dengan tren historisnya di mana umumnya menjelang Hari Raya
permintaan terhadap mobil meningkat karena terdapat kebiasaan di mana masyarakat mengganti
kendaraannya terutama dengan hadirnya mobil-mobil LCGC yang harganya relatif lebih terjangkau. Di sisi
lain pertumbuhan pendafataran sepeda motor baru meningkat dari -17,7% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi -15,0% (yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan juga terjadi pada pertumbuhan penerimaan
pajak serta penerimaan asli daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat di mana sumber PAD tersebut adalah
berbasis konsumsi (pajak kendaraan bermotor, BBNKB I dan II, pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
pajak air permukaan, dan pajak rokok) (Grafik 1.22).
Sumber: Badan Pendapatan Daerah Jawa Barat, diolah
Sumber: Badan Pendapatan Daerah Jawa Barat, diolah
Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi listrik rumah
tangga terpantau meningkat yakni dari -1,1% (yoy)
pada triwulan I 2017 menjadi -0,5% (yoy) pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.23). Setelah sebelumnya
melambat pasca penyesuaian tarif listrik rumah
tangga 900 VA tahap pertama di triwulan I 2017,
masyarakat mulai dapat melakukan adjustment
sehingga konsumsi listrik di triwulan II 2017
meningkat. Selain itu, meningkatnya berbagai
kegiatan selama Hari Raya juga turut mendorong perkembangan ini.
Dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi sedikit melambat sementara pertumbuhan
kredit rumah tangga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
kredit konsumsi melambat dari 13,63% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 13,30% pada triwulan II 2017
(Grafik 1.24). Dari kelompok kredit rumah tangga, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih memegang
pangsa terbesar yakni mencapai 50,91%, diikuti kredit multiguna (28,45%) dan kredit kendaraan
bermotor (13,82%). Dari segmen kredit rumah tangga, terjadi peningkatan pada pertumbuhan kredit
multiguna (dari 6,01% menjadi 10,08%) dan kredit kendaraan bermotor/KKB (dari 3,73% menjadi
8,86%), sementara KPR tumbuh melambat (dari 14,90% menjadi 13,12%). Perlambatan penyaluran KPR
ini sejalan dengan perkembangan indeks harga properti residensial yang juga melambat pada triwulan II.
Sumber: PT. PLN Distribusi Jawa Barat
Grafik 1.21 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru Grafik 1.22 Pertumbuhan Pajak dan PAD Prov. Jawa Barat
Grafik 1.23 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
15
Jika dianalisa secara lebih spesifik, pemberlakuan pengetatan LTV (LTV I) pada September 2013 telah
berhasil memperlambat pertumbuhan KPR (Grafik 1.26). Adapun pelonggaran KPR yang mulai diterapkan
pada akhir Agustus 2016 telah meningkatkan pertumbuhan penyaluran KPR secara terbatas dari 14,22%
(yoy) pada triwulan III menjadi 14,90% pada akhir triwulan I 2017, namun melambat cukup dalam pada
triwulan II menjadi 13,12% atau di bawah tingkat pertumbuhan sebelum pelonggaran. Berdasarkan tipe
rumahnya, perlambatan pertumbuhan KPR khususnya terlihat pada rumah tipe kecil (dari 6,26% menjadi
-7,22%), perlambatan penyaluran KPR tipe menengah dan besar lebih moderat. Secara umum,
penurunan suku bunga kebijakan oleh Bank Indonesia sejak Januari 2016 hingga Maret 2017 sebesar 150
bps juga telah diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan khususnya pada suku bunga kredit
multiguna dan kendaraan bermotor (Grafik 1.27). Adapun suku bunga kredit konsumsi mengalami sedikit
peningkatan dari 13,03% pada triwulan I 2017 menjadi 13,20% pada triwulan II 2017 yang diikuti
dengan perlambatan penyaluran kreditnya.
Konsumsi Pemerintah
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 melambat dibanding triwulan
sebelumnya, antara lain disebabkan oleh pergeseran pencairan gaji ke-13 bagi PNS ke triwulan III.
Konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 4,51% (yoy), melambat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,95% (yoy). Selain karena pergeseran pencairan gaji ke-13
bagi PNS, hal ini juga dipengaruhi oleh base effect dari finalisasi persiapan penyelenggaraan Pekan
Olahraga Nasional (PON) di tahun 2016.
Grafik 1.27 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi
dan Rumah Tangga
Grafik 1.26 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori
dan Timeline Penerapan LTV
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.25 Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
16
Pada triwulan II 2017 realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat yang terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial melalui APBN tercatat sebesar Rp15,06 Triliun, lebih
tinggi dibanding realisasi pada triwulan II 2016 sebesar Rp10,68 Triliun. Dengan demikian, realisasi
belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat pada triwulan II 2017 tumbuh 39,97% (yoy),
meningkat dibanding triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 4,79% (yoy) (Grafik 1.28). Peningkatan ini
terutama terjadi pada pertumbuhan belanja bantuan sosial (dari 30,65% menjadi 107,71%) namun
pangsa belanja bantuan sosial terbatas hanya sebesar 0,2% terhadap total belanja operasional APBN di
Jawa Barat. Komponen belanja operasional lainnya juga tercatat mengalami peningkatan, baik belanja
pegawai (dari -1,60% menjadi 47,34%) dan belanja barang (dari 19,33% menjadi 30,15%) dengan
pangsa masing-masing sebesar 52,0% dan 35,3% terhadap total belanja operasional APBN di Jawa
Barat. Meningkatnya pertumbuhan belanja pegawai antara lain didorong oleh pencairan gaji ke-14 untuk
PNS. Secara umum, persentase realisasi belanja operasional APBN di Jawa Barat pada triwulan II 2017
sebesar 40,88%, sedikit meningkat dibanding triwulan II 2016 sebesar 29,06% terhadap pagu.
Sumber: Kanwil Dirjen Perbendaharaan Jawa Barat
Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jawa Barat
Sejalan dengan perkembangan realisasi belanja APBN, realisasi belanja operasi pemerintah daerah melalui
APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp10,07 Triliun, meningkat dibanding
triwulan II 2017 sebesar Rp7,50 Triliun. Dengan demikian, pertumbuhan belanja operasi APBD Provinsi
hingga triwulan II 2017 sebesar 34,31% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar -25,45% (Grafik 1.29). Berdasarkan komponennya, peningkatan belanja operasional didorong
oleh peningkatan belanja hibah & bantuan yang tumbuh dari -55,04% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 11,04% (yoy) pada triwulan II 2017. Di sisi lain, komponen belanja operasional lainnya tercatat
tumbuh melambat, yakni belanja pegawai (dari 139,42% menjadi 107,86%) dan belanja barang (dari
202,85% menjadi 79,89%). Melambatnya pertumbuhan belanja pegawai APBD Provinsi antara lain
disebabkan oleh pergeseran pencairan gaji ke-13 untuk PNS ke triwulan III 2017, di mana pada tahun
2016 pencairan dilakukan pada akhir triwulan II. Hal ini memberi pengaruh yang cukup besar sebagai
implikasi dari pengalihan wewenang dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi yang mencapai 28.000 PNS.
Secara umum, persentase realisasi belanja operasi pada APBD Pemerintah Provinsi terhadap pagunya
pada triwulan II 2017 sebesar 42,53%, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 sebesar 40,25%.
Grafik 1.28 Realisasi Belanja Operasional APBN di Jawa
Barat
Grafik 1.29 Realisasi Belanja Operasional APBD
Provinsi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
17
Realisasi belanja pemerintah yang relatif
meningkat memasuki triwulan II tercermin dari
simpanan pemerintah pada perbankan di daerah
yang terpantau menurun, yakni dari Rp49,39 Triliun
pada triwulan I 2017 menjadi Rp46,94 Triliun pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.30). Pertumbuhan
deposito Pemerintah terpantau melambat yakni
dari 3,03% (yoy) menjadi -11,06% (yoy) pada
triwulan II 2017. Melambatnya pertumbuhan
deposito diperkirakan terjadi akibat adanya switch ke simpanan yang berifat lebih likuid tercermin dari
pertumbuhan giro yang meningkat dari -22,10% (yoy) menjadi -1,48% (yoy) pada triwulan II 2017.
Adapun simpanan berupa giro ini digunakan untuk pembayaran belanja-belanja rutin seperti belanja
pegawai, THR, belanja barang, dan lain-lain.
1.1.2. Investasi
Pertumbuhan investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) kembali mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 3,97% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 2,76% (yoy) pada triwulan II 2017. Berdasarkan komponennya, perlambatan terjadi pada
investasi non-bangunan sementara pertumbuhan investasi bangunan tercatat meningkat. Melambatnya
investasi non-bangunan yang mayoritas oleh pihak swasta ini diperkirakan karena perusahaan fokus
untuk mengoptimalkan barang modal yang telah diakuisisi secara ekspansif dengan pertumbuhan impor
barang modal yang cukup tinggi selama beberapa triwulan sebelumnya. Melalui hasil liaison diketahui
bahwa kapasitas terpasang di pabrik saat ini masih berada di bawah kondisi optimalnya sehingga pelaku
usaha belum melakukan ekspansi investasi.
Adapun investasi di Jawa barat didominasi oleh investasi bangunan dengan pangsa sebesar 75,60%
(Tabel 1.5). Perlambatan laju pertumbuhan investasi pada triwulan II 2017 disebabkan terutama oleh
melambatnya laju pertumbuhan investasi non bangunan (dari 3,61% menjadi -3,00%) (Grafik 1.32). Di
sisi lain, pertumbuhan investasi bangunan masih mengalami peningkatan (dari 4,08% menjadi 4,63%).
Melambatnya pertumbuhan investasi non bangunan ini terjadi sejak triwulan I 2017 di mana sebelumnya
pada triwulan III dan IV 2016 tumbuh cukup signifikan.
Tabel 1. 5. Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy)
Ir) IIr) IIIr) IV I II
Investasi Bangunan 75.43 74.98 74.38 74.79 74.37 74.62 74.38 75.60Investasi Non Bangunan 24.57 25.02 25.62 25.21 25.63 25.38 25.62 24.40Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
20172016**2016**
Struktur
Komponen Investasi 2015*
Grafik 1.30 Simpanan Pemda di Perbankan
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
18
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Melambatnya laju pertumbuhan investasi tersebut juga dikonfirmasi oleh data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) RI yang menunjukkan bahwa pada triwulan II 2017 terjadi perlambatan baik
pada pertumbuhan realisasi PMA dan PMDN di Jawa Barat. Nilai realisasi PMA pada triwulan II 2017
sebesar USD977 juta atau tumbuh sebesar -19,38% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar -5,96% (yoy) (Grafik 1.32). Secara umum, Jawa Barat masih menjadi provinsi tujuan
PMA utama secara nasional, sejalan dengan banyaknya industri dan kawasan industri yang berkembang
di Jawa Barat. Pada triwulan II 2017, Jawa Barat menempati posisi kedua sebagai tujuan PMA (setelah DKI
Jakarta) dengan pangsa terhadap nasional mencapai 11,83%, diikuti Sulawesi Tengah dengan pangsa
sebesar 8,59%. Dukungan implementasi Paket Kebijakan Ekonomi khususnya dalam mempermudah
kegiatan investasi dan pengurusan perijinan juga menjadi salah satu penarik PMA ke Jawa Barat. Terkait
kemudahan pengurusan perizinan 3 jam, beberapa jenis perizinan yang dapat diakomodasi oleh
Pemerintah Provinsi antara lain meliputi : (1) IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing); (2) API
(Angka Pengenal Impor); (3) SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan); (4) SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan); (5)
Izin Kartu Pengawasan untuk sektor perhubungan (perpanjangan izin trayek); (6) Izin prinsip penanaman
modal; serta (7) Perpanjangan IMTA. Terkait implementasi salah satu Paket Kebijakan yakni pendirian KLIK
(Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi) di kawasan industri, dari semula terdapat 5 KLIK di Jawa
Barat, kini telah ditambah menjadi total berjumlah 11 KLIK yang tersebar di 11 kawasan industri di Jawa
Barat. Dengan demikian, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah KLIK terbanyak secara nasional.
Sementara itu, realisasi PMDN di Jawa Barat pada triwulan II 2017 mencapai Rp11,80 Triliun atau tumbuh
sebesar 33,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 49,58% (yoy).
Secara nasional, PMDN ke Jawa Barat juga menempati posisi tertinggi kedua (setelah Jawa Timur) dengan
pangsa sebesar 19,34% terhadap total PMDN nasional, diikuti oleh DKI Jakarta dan Kalimantan Timur.
Grafik 1.31 Pertumbuhan Komponen Investasi
Grafik 1.32 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di
Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib LKPM
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
19
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Secara sektoral, perlambatan PMA ke Jawa Barat
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan PMA
ke beberapa sektor utama. Hal ini tercermin dari
penurunan andil pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya, khususnya pada real estate
(dari -0,2% menjadi -13,4%) dan industri makanan
(dari -6,7% menjadi -8,0%) (Grafik 1.33).
Sementara itu, pertumbuhan PMA ke sektor utama
lainnya seperti industri otomotif, industri elektronik,
serta industri karet & plastik masih meningkat. Melambatnya pertumbuhan PMA khususnya ke sektor real
estate diperkirakan karena investor masih melihat uncertainty khususnya untuk permintaan properti
residensial yang hingga triwulan II 2017 masih bergerak dalam tren melambat baik dari segi penjualan
maupun harganya.
Di sisi PMDN, perlambatan pada triwulan II 2017 disumbang oleh beberapa sektor dan industri utama.
Hal ini tercermin dari penurunan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya pada
konstruksi (dari -0,6% menjadi -63,2%), industri elektronik (dari 7,0% menjadi 2,3%), dan industri kimia
(dari 6,3% menjadi -1,4%) (Grafik 1.34). Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam ditahan oleh
masih meningkatnya laju pertumbuhan PMDN ke sektor real estate, industri makanan, dan industri kertas.
Berdasarkan negara asalnya, perlambatan PMA terjadi dari hampir seluruh negara asal utama. Hal ini
tercermin dari penurunan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya pada PMA dari
Singapura (dari 9,7% menjadi -5,0%), Belanda (dari 6,5% menjadi 1,2%), Taiwan (dari 3,8% menjadi
1,0%), dan China (dari -7,5% menjadi -11,9%) (Grafik 1.36). Namun demikian, perlambatan lebih dalam
masih ditahan oleh meningkatnya andil pertumbuhan PMA dari Jepang (dari -16,9% menjadi -4,1%).
Pada triwulan II 2017, PMA terbesar ke Jawa Barat masih berasal dari Jepang dengan pangsa mencapai
49,20%, diikuti Singapura (14,39%), dan Belanda (7,50%). PMA dari Jepang ini mayoritas masuk ke
industri otomotif dan industri elektronik.
Secara spasial, pangsa penyaluran PMA terbesar pada triwulan II 2017 ditujukan ke Kab. Karawang
(42,8%) dan Kab. Bekasi (36,4%) dengan total pangsa gabungan ke dua kabupaten tersebut mencapai
79,2%. Tingginya pangsa PMA ke dua kabupaten yang berbasis manufaktur tersebut adalah karena
Grafik 1.33 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke
Sektor Utama di Jawa Barat
Grafik 1.34 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN
ke Sektor Utama di Jawa Barat
Grafik 1.35 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA
Dari Negara Asal Utama di Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
20
sebagian besar PMA ke Jawa Barat mengalir ke industri pengolahan. Adapun jenis industri yang
beroperasi di Kab. Karawang dan Kab. Bekasi ini sangat beragam, terutama didominasi industri otomotif
dan elektronik. Di sisi lain, pangsa penyaluran PMDN terbesar pada triwulan II 2017 ditujukan ke Kota
Bogor (23,0%), Kab. Bekasi (21,4%), dan Kab. Sumedang (18,6%) dengan total pangsa PMDN gabungan
ketiga wilayah sebesar 63,0%.
Melambatnya pertumbuhan PMA ke Jawa Barat pada triwulan II 2017 juga tercermin melalui penurunan
andil pertumbuhan PMA ke wilayah-wilayah utama di Jawa Barat, antara lain Kab. Karawang (dari 22,8%
menjadi 9,5%), Kab. Bogor (dari 2,5% menjadi -7,9%), Kab. Cirebon (dari 2,5% menjadi -0,3%), dan
Kab. Purwakarta (dari 4,2% menjadi -0,8%) (Grafik 1.36). Sementara pertumbuhan PMA ke Kab. Bekasi
masih mengalami peningkatan antara lain seiring dengan mulai beroperasinya pabrik otomotif baru di
kawasan Cikarang. Sejalan dengan PMA, perlambatan PMDN ke Jawa Barat pada triwulan II 2017 juga
tercermin pada penurunan andil pertumbuhan PMDN ke wilayah-wilayah utama, yakni Kota Bogor (dari
0,1% menjadi -2,9%) dan Kab. Sumedang (dari 4,4% menjadi -66,1%) (Grafik 1.37). Sementara
pertumbuhan PMDN ke Kab. Karawang, Kab. Bekasi, dan Kab. Bandung masih mengalami peningkatan.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
melambatnya laju pertumbuhan investasi di Jawa
Barat pada triwulan II 2017 kembali disebabkan
oleh perlambatan pada investasi non-bangunan.
Hal ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan impor
barang modal Jawa Barat yang melambat dari
7,94% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
-48,17% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.38).
Secara spesifik, perlambatan terdalam terjadi pada
impor barang modal untuk transport equipment yakni dari 564,35% (yoy) menjadi -21,16% (yoy) pada
triwulan II 2017. Sebelumnya, impor barang modal untuk transport equipment industri telah tumbuh
signifikan sejak triwulan II 2016 dan mulai mengalami perlambatan pada triwulan II 2017. Menurunnya
laju pertumbuhan impor barang modal pada industri alat angkutan ini didorong salah satunya didorong
oleh telah beroperasinya pabrik otomotif baru di Jawa Barat pada triwulan II 2017, sehingga fokus
perusahaan adalah mengoperasikan barang modal yang telah diakuisisi sebelumnya. Selain itu,
pertumbuhan impor barang modal untuk non-transport equipment juga melambat dari 7,75% (yoy)
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Grafik 1. 38 Impor Barang Modal Jawa Barat
Grafik 1.36 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke
Kab/Kota Utama di Jawa Barat
Grafik 1.37 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN
ke Kab/Kota Utama di Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
21
menjadi -48,17% (yoy) pada triwulan II 2017. Diperkirakan para investor asing yang mayoritas memiliki
usaha di Jawa Barat tersebut masih menahan investasi ekspansif barang modal untuk menambah
kapasitas pabrik mempertimbangkan ketidakpastian yang masih mewarnai pemulihan ekonomi domestik
secara umum.
Di sisi lain, pertumbuhan investasi bangunan pada
triwulan II 2017 mengalami peningkatan dari
4,08% (yoy) menjadi 4,63%. Peningkatan ini
diperkirakan terutama didorong dari sisi Pemerintah
seiring dengan cukup banyaknya proyek-proyek
infrastruktur yang sedang berjalan. Hal ini
dikonfirmasi oleh pertumbuhan belanja modal
gabungan (APBN dan APBD Provinsi) yang tumbuh
dari 31,56% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
38,20% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.39). Adapun belanja modal APBN mendominasi dengan
pangsa mencapai 97,7% dari total belanja modal gabungan ini, mengingat mayoritas proyek infrastruktur
strategis didanai oleh APBN. Secara spesifik, peningkatan pertumbuhan belanja modal terjadi baik pada
belanja modal APBN (dari 32,32% menjadi 48,75%) maupun Provinsi Jawa Barat (dari -1,38% menjadi
5,64%). Membaiknya pertumbuhan belanja APBN di Jawa Barat ini sejalan dengan arahan Presiden untuk
mempercepat penyelesaian berbagai proyek infrastruktur strategis. Adapun beberapa proyek infrastruktur
strategis bersifat multiyear yang sedang berjalan di Jawa Barat antara lain meliputi Tol Cileunyi-
Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja), Tol Cimanggis Cibitung, Kereta Cepat
Jakarta-Bandung, Bandara Internasional Kertajati, dan LRT Terintegrasi Jabodebek. Selain proyek-proyek
multiyear tersebut, sejak triwulan II 2017 Pemerintah juga telah memulai pembangunan proyek
infrastruktur baru yakni Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (evelated).
Dari sisi swasta, salah satu proyek pembangunan yang turut mendorong investasi bangunan di Jawa Barat
adalah pembangunan kawasan kota baru Meikarta di Cikarang yang dimulai sejak bulan Mei 2017.
Proyek pembangunan kota dengan konsep modern ini mencakup pembangunan apartemen, perumahan,
serta sejumlah fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, perpustakaan, dan lain-lain.
Grafik 1. 39 Perkembangan Belanja Modal Pemerintah
di Jawa Barat
Grafik 1. 40 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan
Bangunan
Grafik 1. 41 Penjualan Semen Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
22
Namun demikian, di tengah meningkatnya investasi bangunan yang didorong oleh berlangsungnya
sejumlah proyek-proyek strategis, inflasi bahan bangunan pada triwulan II 2017 menurun dari 1,45%
(yoy) menjadi 1,11% (yoy) (Grafik 1.40). Penurunan terutama terjadi pada inflasi bahan bangunan jasa,
diperkirakan karena jumlah hari kerja efektif di triwulan II 2017 berkurang karena banyaknya long
weekend dan libur Lebaran. Perkembangan serupa juga terjadi pada pertumbuhan penjualan semen di
Jawa Barat yang melambat dari -0,45% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -4,90% (yoy) pada triwulan II
2017 (Grafik 1.41). Sebelumnya, penjualan semen tumbuh meningkat pada bulan April dan Mei, namun
pada bulan Juni 2017 mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar -30,12% (yoy) akibat periode libur
Lebaran yang berlangsung cukup panjang.
Di sisi lain, meningkatnya kegiatan investasi pada
triwulan II 2017 dikonfirmasi oleh hasil wawancara
liaison yang menunjukkan peningkatan terbatas
pada likert scale investasi pelaku usaha dari 0,52
pada triwulan I 2017 menjadi 0,58 pada triwulan II
2017 (Grafik 1.42). Secara sektoral, peningkatan
investasi didorong peningkatan investasi pada
ketiga lapangan usaha utama Jawa Barat yaitu
industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian.
Sebanyak 34,1% (lima belas contact) dari total 44 contact yang merealisasikan investasi bersifat ekspansif
pada triwulan II 2017. Sementara itu, 47,7% (21 contact) merealisasikan investasi yang bersifat rutin.
Pada sisi kredit, meskipun investasi tumbuh meningkat, penyaluran kredit investasi di Jawa Barat
tumbuh melambat pada triwulan II 2017. Kredit investasi untuk lokasi proyek di Jawa Barat pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp108,18 Triliun atau tumbuh -3,14% (yoy), melambat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,91% (Grafik 1.43). Secara sektoral, penurunan penyaluran
kredit investasi terbesar adalah ke sektor industri pengolahan; perdagangan besar & eceran; serta
transportasi, pergudangan & komunikasi. Kembali melambatnya pertumbuhan kredit investasi setelah
sempat membaik pada triwulan sebelumnya diperkirakan karena perbankan masih terus melakukan
konsolidasi menyikapi uncertainty di perekonomian serta risiko kredit yang masih cukup tinggi. Di sisi lain,
seiring dengan terus berlangsungnya transmisi kebijakan suku bunga moneter yanga komodatif, suku
bunga kredit investasi kembali menurun dari 10,06% menjadi 10,02% pada triwulan II 2017. Suku bunga
kredit investasi tercatat masih lebih rendah dibanding suku bunga gabungan bank secara umum.
Grafik 1. 42 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha -
Liaison
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
23
1.1.3. Ekspor Impor
Neraca perdagangan Jawa Barat pada triwulan II 2017 untuk pertama kalinya mencatatkan surplus
(ADHB) setelah sebelumnya sejak triwulan IV 2014 konsisten mencatatkan defisit. Surplus neraca
perdagangan gabungan (luar negeri dan antar daerah) Jawa Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar
Rp2,95 Triliun, membaik dibandingkan triwulan I 2017 yang mengalami defisit sebesar Rp146,64 Miliar.
Perbaikan pada neraca perdagangan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya surplus pada
transaksi perdagangan antar daerah. Di tengah berlangsungnya momen Ramadhan dan Lebaran yang
biasanya meningkatkan impor antar daerah khususnya untuk tanaman pangan, pada triwulan II 2017
impor antar daerah Jawa Barat justru mengalami penurunan sementara ekspor antar daerah mengalami
peningkatan. Hal ini didukung oleh kecukupan persediaan pangan baik karena produktivitas pertanian
yang membaik maupun upaya Pemerintah untuk terus menjamin ketersediaan pangan selama Ramadhan
dan Hari Raya.
Di sisi lain, neraca perdagangan luar negeri Jawa Barat sesuai dengan karakteristiknya masih konsisten
mencatatkan surplus, di mana surplus neraca perdagangan luar negeri meningkat dari Rp46,63 Triliun
pada triwulan I 2017 menjadi Rp47,24 Triliun pada triwulan II 2017. Adapun struktur neraca ekspor Jawa
Barat pada triwulan I 2017 didominasi oleh ekspor luar negeri (54,04%). Di sisi lain, neraca impor Jawa
Barat didominasi oleh impor antar provinsi (71,50%) (Tabel 1.6).
Tabel 1. 6. Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%)
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan net ekspor total meningkat dari 22,33% (yoy) menjadi 43,80%. Hal
ini didorong oleh meningkatnya pertumbuhan net ekspor antar daerah di tengah melambatnya
pertumbuhan net ekspor luar negeri. Meningkatnya pertumbuhan net ekspor antar daerah disebabkan
oleh akselerasi kinerja ekspor antar daerah yang diiringi dengan menurunnya impor antar daerah (Grafik
1.46). Meningkatnya ekspor antar daerah ini diperkirakan sebagai respon dari meningkatnya permintaan
Ir) IIr) IIIr) IV I IIEksporEkspor Luar Negeri 62.07 59.91 63.15 52.37 53.32 56.88 54.66 54.04Ekspor Antar Provinsi 37.93 40.09 36.85 47.63 46.68 43.12 45.34 45.96ImporImpor Luar Negeri 31.19 31.98 33.19 28.39 23.62 28.78 28.50 28.50Impor Antar Provinsi 68.81 68.02 66.81 71.61 76.38 71.22 71.50 71.50
2017Komponen 2015*
2016**2016**
Grafik 1. 43 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat Grafik 1. 44 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
24
selama Ramadhan dan Hari Raya khususnya untuk produk-produk industri tekkstil serta makanan &
minuman dari Jawa Barat.
Pertumbuhan net ekspor luar negeri Jawa Barat tercatat melambat dari 16,19% (yoy) pada triwulan I
2017 menjadi 2,24% (yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan ini disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan baik ekspor luar negeri (dari 7,67% menjadi -8,17%) maupun impor luar negeri (dari
1,32% menjadi -16,29%) (Grafik 1.45). Di tengah membaiknya pertumbuhan ekonomi mitra dagang
utama khususnya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pada triwulan II 2017, perlambatan ekspor luar
negeri antara lain disebabkan oleh faktor domestik yakni berkurangnya jumlah hari kerja efektif akibat
libur panjang serta adanya larangan bagi kendaraan kontainer untuk melintas di jalan tol sejak H-7
Lebaran.
Ekspor-Impor Antar Daerah
Pertumbuhan ekspor antar daerah pada triwulan II
2017 sebesar 42,84% (yoy) meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
37,35%. Peningkatan ini terutama didorong oleh
terus meningkatnya keyakinan konsumen dari
beberapa provinsi yang menjadi mitra dagang
utama. Berdasarkan Survei Konsumen Bank
Indonesia, peningkatan keyakinan konsumen
terjadi di sejumlah daerah yang menjadi mitra
dagang utama Jawa Barat, antara lain Jawa Timur (dari 98,96 menjadi 117,34); Sumatera Utara (dari
105,63 menjadi 121,97), serta DKI Jakarta (dari 121,10 menjadi 131,46) (Grafik 1.48). Meningkatnya
permintaan ekspor antar daerah ini diperkirakan khususnya ditujukan untuk produk-produk industri
tesktil dan produk tekstil (TPT) serta makanan dan minuman yang dipengaruhi oleh efek seasonal
Ramadhan dan Lebaran.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 1. 47 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang
Jawa Barat
Grafik 1. 45 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar
Negeri Jawa Barat
Grafik 1. 46 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar
Daerah Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
25
Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor Luar Negeri
Pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat
mengalami perlambatan yang cukup dalam
setelah sebelumnya konsisten meningkat
selama tiga triwulan terakhir. Total ekspor luar
negeri (barang dan jasa) tumbuh melambat
yakni dari 7,67% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi -8,17% (yoy) pada triwulan II 2017.
Perlambatan terjadi baik pada ekspor luar negeri
barang maupun jasa. Sejalan dengan hal tersebut,
nilai ekspor barang FOB (freight on board) pada
triwulan ini juga tumbuh melambat dari 16,56% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,59% (yoy) pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.49). Total nilai ekspor FOB Jawa Barat pada triwulan II 2017 mencapai
USD6.537 juta, menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar USD6.866 juta. Perlambatan ini selain
disebabkan oleh melemahnya (PMI) sejumlah negara mitra, juga disebabkan
oleh efek seasonal Lebaran yang umumnya mengurangi jumlah hari kerja efektif serta membatasi
kegiatan transportasi pengiriman barang ke pelabuhan karena kendaraan kontainer dilarang melintas
pada H-7 Lebaran
Berdasarkan jenis barangnya, pangsa ekspor terbesar dari Jawa Barat pada triwulan II 2017 masih
disumbang oleh subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (19,8%), diikuti oleh Kendaraan (17,5%),
Elektronik (17,4%), dan Kimia (7,0%) (Grafik 1.50). Walaupun memberikan pangsa terbesar, namun
pangsa ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terus mengalami penurunan, di mana pada tahun 2000
pangsa ekspor tekstil terhadap total ekspor Jawa Barat mencapai 25,44%. Menurunnya kontribusi ekspor
TPT ini diiringi dengan terus meningkatnya pangsa ekspor kendaraan yang pada tahun 2000 hanya
sebesar 0,86%. Peralihan ini antara lain mengindikasikan berkembangnya basis manufaktur Jawa Barat
dari yang sangat bersifat labor intensive menjadi mulai bersifat capital intensive dan industri yang bersifat
medium to high technology.
Grafik 1. 49 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat Grafik 1.50 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat
Grafik 1.48 Perkembangan Nilai & Volume Ekspor Jawa
Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
26
Perlambatan laju pertumbuhan ekspor barang luar negeri Jawa Barat disebabkan oleh melambatnya
ekspor sebagian besar komoditas utama di triwulan II 2017, kecuali pertumbuhan ekspor elektronik yang
terpantau stabil (Grafik 1.51). Perlambatan terdalam terjadi pada ekspor kendaraan dari tumbuh sebesar
142,52% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 106,51% (yoy) pada triwulan II 2017. Berdasarkan negara
tujuannya, hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor kendaraan ke Thailand
(dari 48,66% menjadi 26,23%) dan ke Jepang (dari 24,85% menjadi -9,51%). Berikutnya perlambatan
juga terjadi pada ekspor TPT yakni dari 1,99% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -13,53% (yoy) pada
triwulan II 2017. Perlambatan terutama terjadi pada ekspor TPT ke Amerika Serikat (dari 15,14% menjadi
-3,50%) dan ke Eropa (dari 0,89% menjadi -17,33%). Pada dasarnya berdasarkan estimasi sementara,
pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan
triwulan I 2017, baik Amerika Serikat (dari 2,0% menjadi 2,1%), Eropa (dari 1,9% menjadi 2,1%),
maupun Jepang (dari 1,0% menjadi 4,0%). Oleh karena itu, melambatnya kinerja ekspor sejumlah
industri utama ini diperkirakan merupakan dampak dari menurunnya produksi lokal Jawa Barat akibat
efek seasonal Lebaran.
Tabel 1. 7. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit)
Sementara itu dari sisi negara tujuan, melambatnya pertumbuhan ekspor luar negeri terjadi ke
semua negara mitra dagang utama dengan perlambatan terdalam pada ekspor ke Amerika Serikat
Komoditas (HS 2 Digit) Nilai Ekspor (Juta USD)
Pangsa (%)
Komoditas (HS 2 Digit) Nilai Ekspor (Juta USD)
Pangsa (%)
87 - Vehicles other than railway 1,066 15.52 87 - Vehicles other than railway 1,032 15.7885 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 973 14.17 85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 964 14.7484 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 707 10.29 84 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 639 9.7761 - Articles of apparel accessories 536 7.81 61 - Articles of apparel accessories 508 7.7762 - Articles of apparel acces. not knit 362 5.27 64 - Footwear; part of such articles. 353 5.4064 - Footwear; part of such articles. 360 5.24 62 - Articles of apparel acces. not knit 332 5.0840 - Rubber and articles thereof 338 4.92 40 - Rubber and articles thereof 313 4.7955 - Man-made staple fibres 295 4.29 55 - Man-made staple fibres 243 3.7239 - Plastics and articles thereof 205 2.99 39 - Plastics and articles thereof 188 2.8848 - Paper and paperboard 205 2.98 48 - Paper and paperboard 186 2.8454 - Man-made filaments 198 2.89 54 - Man-made filaments 183 2.80Lainnya 1,622 23.62 Lainnya 1,597 24.43Total 6,866 Total 6,538
Tw II 2017Tw I 2017
Grafik 1. 51 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan
Utama
Grafik 1. 52 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang
Utama
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
27
(Grafik 1.51). Nilai ekspor barang FOB dari Jawa Barat ke ASEAN, Amerika Serikat, dan Eropa tercatat
masing-masing sebesar USD1.696 juta, USD1.188 juta dan USD857 juta. Pertumbuhan ekspor ke
Amerika Serikat melambat dari 11,83% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -14,64% (yoy) pada triwulan
II 2017. Menurunnya ekspor ke Amerika Serikat terutama pada ekspor TPT (dari 15,14% menjadi -
3,50%), ekspor elektronik (dari 33,24% menjadi 4,35%), dan ekspor alas kaki (dari -2,18% menjadi -
16,16%). Adapun pertumbuhan ekspor ke Eropa melambat dari 1,83% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi -11,86% (yoy) pada triwulan II 2017. Menurunnya ekspor ke Eropa terutama pada ekspor TPT
(dari 0,89% menjadi -17,33%), ekspor mesin (dari 11,56% menjadi -51,03%), dan ekspor alas kaki (dari
13,14% menjadi -9,83%). Sementara penurunan pertumbuhan ekspor ke ASEAN (dari 33,98% menjadi
27,44%) disebabkan oleh menurunnya ekspor industri kimia dari (25,94% menjadi -0,12%), ekspor
mesin (dari 6,14% menjadi -5,00%), dan ekspor karet & plastik (dari 0,03% menjadi -11,42%).
Melambatnya ekspor ke beberapa negara mitra dagang tersebut, selain disebabkan oleh menurunnya
produksi akibat efek seasonal Hari Raya, juga terindikasinya adanya penurunan permintaan khususnya
dari sisi manufaktur yang tercermin melalui penurunan Purchasing Manager Index (PMI) (Grafik 1.53).
Adapun PMI Amerika Serikat menurun dari 54,17 pada triwulan I 2017 menjadi 52,50 pada triwulan II
2017, demikian juga halnya dengan Jepang (dari 52,80 menjadi 52,73) dan China (dari 51,57 menjadi
52,37). Sementara itu, PMI Eropa terpantau meningkat dari 55,57 menjadi 57,03 seiring dengan terus
berlangsungnya pemulihan dan perbaikan kinerja ekonomi di kawasan Eropa pasca Brexit.
Impor Luar Negeri
Pertumbuhan impor luar negeri Jawa Barat juga mengalami perlambatan sejalan dengan
perlambatan ekspor, namun dengan selisih penurunan yang lebih dalam. Impor luar negeri Jawa
Barat tumbuh melambat dari 1,32% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -16,29% (yoy) pada triwulan II
2017. Berdasarkan komponennya, perlambatan terutama disumbang oleh impor barang luar negeri yang
melambat dari 0,79% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -18,48% (yoy) pada triwulan II 2017.
Adapun pertumbuhan impor barang CIF (Cost, Insurance, and Freight) juga mengalami perlambatan yakni
dari -3,23% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -16,02% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.53). Di sisi
lain, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif stabil sepanjang triwulan II 2017 dengan depresiasi terbatas
sebesar 0,29% (qtq) meskipun The Fed memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga kebijakannya
2017 sebesar 25 bps (Grafik 1.54). Hal ini mengindikasikan bahwa
perlambatan laju pertumbuhan impor khususnya barang pada triwulan II 2017 disebabkan oleh faktor
selain pergerakan nilai tukar Rupiah. Mengacu kepada pertumbuhan perubahan inventori yang melambat
dari 1,79% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -6,73% (yoy) pada triwulan II 2017, diperkirakan
perusahaan masih memanfaatkan persediaan bahan baku yang dimiliki untuk mendukung kegiatan
produksinya di awal tahun sehingga kegiatan impor barang masih terbatas.
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
28
Berdasarkan jenis penggunaannya, impor ke Jawa Barat didominasi oleh impor bahan baku (84,7%),
sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi masing-masing memiliki pangsa 8,5% dan 6,8%
(Grafik 1.55). Jika dibandingkan dengan triwulan II 2016, terjadi shifting di mana pangsa impor barang
modal mengalami penurunan yang diimbangi dengan kenaikan pangsa impor bahan baku. Hal ini sejalan
dengan perkembangan di mana impor barang modal merupakan komponen dengan perlambatan
pertumbuhan terdalam pada triwulan II 2017 (dari 7,94% menjadi -48,12%) (Grafik 1.56). Melambatnya
impor barang modal terjadi setelah pada beberapa triwulan sebelumnya tumbuh cukup signifikan yang
diperkirakan ditujukan untuk mendukung pabrik otomotif baru yang sedang dibangun. Seiring dengan
beroperasinya pabrik otomotif tersebut, perusahaan diperkirakan fokus pada utilisasi barang modal yang
telah diakuisisi sebelumnya. Selain itu, perlambatan juga terjadi pada pertumbuhan impor barang
konsumsi (dari -2,65% menjadi -14,10%) dan impor bahan baku (dari -5,03% menjadi -10,60%).
Melambatnya impor barang konsumsi sejalan dengan perlambatan konsumsi rumah tangga Jawa Barat di
mana masyarakst diperkirakan sedikit menahan konsumsinya untuk mempersiapkan dana pendidikan
memasuki tahun ajaran baru.
1.2 Sisi Lapangan Usaha
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya didorong oleh peningkatan lapangan usaha (LU) industri pengolahan, konstruksi, serta
Grafik 1. 55 Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grafik 1. 56 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan
Grafik 1. 53 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat Grafik 1. 54 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR)
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
29
beberapa lapangan usaha berbasis jasa. Namun demikian, pertumbuhan beberapa lapangan usaha
utama Jawa Barat lainnya seperti perdagangan dan pertanian mengalami perlambatan.
Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi terutama dipengaruhi efek seasonal yakni
berlangsungnya Ramadhan dan Hari Raya Idul FItri yang bergeser ke triwulan II, di mana pada tahun 2016
Hari Raya Idul Fitri berlangsung pada triwulan III. Meningkatnya kinerja industri pengolahan ini tidak
hanya bertujuan untuk mengakomodasi permintaan lokal saja tetapi juga permintaan daerah lain untuk
jenis barang yang umumnya ramai dibeli menjelang Hari Raya seperti pakaian dan makanan & minuman.
Hal ini terkonfirmasi antara lain melalui pertumbuhan ekspor antar daerah Jawa Barat yang meningkat
cukup besar sehingga menopang peningkatan pertumbuhan Jawa Barat pada triwulan II 2017 dari sisi
pengeluaran. Sementara itu, meningkatnya kinerja lapangan usaha konstruksi masih didorong oleh
pembangunan proyek-proyek infrastruktur Pemerintah yang pada triwulan II 2017 terdapat proyek baru
yang mulai dibangun. Selain itu, juga terdapat proyek properti milik swasta yang cukup strategis dengan
nilai investasi besar yang juga mulai dibangun pada pertengahan triwulan II 2017.
Adapun beberapa lapangan usaha berbasis jasa yang tumbuh meningkat pada triwulan II 2017 terdiri dari
transportasi & pergudangan; informasi & komunikasi; jasa keuangan; real estate; serta jasa pendidikan;
jasa kesehatan & kegiatan sosial. Meningkatnya kinerja LU transportasi & pergudangan dipengaruhi efek
seasonal Hari Raya baik terkait transportasi barang maupun orang. Hal demikian juga terjadi pada LU
informasi & komunikasi di mana pemanfaatan media-media komunikasi berbasis digital ataupun media
sosial terus meningkat terutama pemanfaatannya pada hari-hari besar. Meningkatnya pertumbuhan LU
jasa pendidikan sehubungan dengan dimulai dimasukinya Tahun Ajaran baru khususnya untuk sekolah-
sekolah negeri terkait kegiatan pendaftaran dan seleksi.
Namun demikian, peningkatan LPE Jawa Barat ditahan oleh melambatnya sejumlah LU utama yakni
perdagangan dan pertanian. Meningkatnya laju pertumbuhan LU perdagangan diperkirakan karena
masyarakat menahan ekspansi belanjanya karena mempersiapkan kebutuhan biaya pendidikan serta
sebagai dampaknya dari penyesuaian tarif listrik pelanggan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) yang
menahan daya beli. Sebagai akibatnya, rumah tangga menahan belanja untuk beberapa jenis kelompok
barang perdagangan. Sementara itu, melambatnya pertumbuhan LU pertanian terjadi seiring dengan
berlalunya puncak panen raya padi pada akhir triwulan I 2017 sementara pada tahun 2016 puncak panen
raya padi bergeser ke awal triwulan II 2016 sebagai dampak dari La Nina.
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
30
Tabel 1.8. Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Berlaku (ADHB)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Terkait struktur perekonomian Jawa Barat dari sisi lapangan usaha, pangsa terbesar masih diberikan oleh
tiga lapangan usaha utama yakni industri pengolahan (43,91%); perdagangan besar dan eceran, dan
reparasi mobil dan sepeda motor (15,63%); serta pertanian, kehutanan, dan perikanan (10,38%) (Tabel
1.8). Jika dibandingkan dengan triwulan II 2016, terdapat sedikit pergeseran di mana terjadi penurunan
pada pangsa kelompok primer (LU 1 dan 2) dari 11,41% menjadi 11,29% dan kelompok sekunder (LU 3
LU 6) dari 51,17% menjadi 50,37%, yang diimbangi dengan meningkatnya pangsa kelompok tersier
(LU 7 LU 17) dari 37,42% menjadi 38,34%. Selama beberapa tahun terakhir, pangsa kelompok tersier
atau LU yang berbasis jasa terus meningkat secara bertahap.
Ir) IIr) IIIr) IV I IIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.69 9.26 9.95 9.64 6.78 8.90 9.14 10.38Pertambangan dan Penggalian 1.71 1.43 1.47 1.60 1.62 1.53 1.54 1.48Industri Pengolahan 43.03 43.03 42.39 41.65 42.91 42.49 42.61 43.91Pengadaan Listrik, Gas 0.75 0.71 0.66 0.72 0.79 0.72 0.75 0.54Pengadaan Air 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.08 0.09 0.09Konstruksi 8.26 7.87 8.03 7.98 8.56 8.12 7.74 8.37Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
15.24 14.76 14.81 15.30 15.69 15.15 14.93 15.63
Transportasi dan Pergudangan 5.50 5.62 5.40 6.10 5.76 5.72 5.59 6.06Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.50 2.58 2.53 2.59 2.70 2.60 2.70 2.78Informasi dan Komunikasi 2.60 2.81 2.70 2.68 2.82 2.75 2.94 3.00Jasa Keuangan 2.61 2.78 2.74 2.77 2.88 2.79 2.78 2.92Real Estate 1.02 1.06 1.01 1.00 1.00 1.02 1.04 1.08Jasa Perusahaan 0.40 0.40 0.39 0.40 0.41 0.40 0.41 0.42Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2.41 2.17 2.59 2.19 2.40 2.34 2.09 2.59
Jasa Pendidikan 2.66 2.71 2.65 2.65 2.81 2.70 2.81 2.95Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.70 0.75 0.69 0.72 0.77 0.73 0.77 0.76Jasa lainnya 1.85 1.97 1.89 1.92 2.02 1.95 2.07 2.10PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
2016**2016**
2017Lapangan Usaha 2015*
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
31
Tabel 1. 9. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Laju pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2017 masih dialami oleh lapangan usaha informasi &
komunikasi (11,84%), sebagaimana pada triwulan-triwulan sebelumnya (Tabel 1.9). Hal ini ditopang
oleh semakin meningkatnya pemanfaatan mobile data bukan hanya untuk komunikasi tetapi juga
memfasiltasi transaksi e-commerce. Sementara itu, lapangan usaha yang mengalami kenaikan laju
pertumbuhan terbesar dibanding triwulan I 2017 adalah real estate; jasa keuangan; jasa pendidikan; serta
transportasi & pergudangan. Di sisi lain, lapangan usaha yang mengalami penurunan laju pertumbuhan
terbesar dibanding triwulan sebelumnya adalah pengadaan listrik & gas; pertanian, kehutanan &
perikanan; serta pertambangan & penggalian.
Berdasarkan sumber pertumbuhan, lapangan usaha industri pengolahan masih menjadi
penyumbang pertumbuhan terbesar yakni 2,04%, dan meningkat dibanding triwulan sebelumnya
(Tabel 1.10). Hal ini sejalan dengan pertumbuhan laju pertumbuhan industri pengolahan yang juga
meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Di posisi kedua, LU perdagangan besar & eceran dan reparasi
kendaraan memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua yang mencapai 0,72%, menurun dibanding
triwulan sebelumnya (0,83%) akiba melambatnya laju pertumbuhan LU ini pada triwulan II 2017.
Lapangan usaha penyumbang pertumbuhan terbesar ketiga adalah informasi dan komunikasi dengan
andil sebesar 0,44%, meningkat dibanding triwulan I 2017 (0,39%) sejalan dengan kembali
meningkatnya laju pertumbuan LU ini. Dengan demikian berdasarkan sumber pertumbuhannya, LU
informasi & komunikasi menggeser LU pertanian, kehutanan, dan perikanan yang berdasarkan struktur
PDRB memberikan pangsa terbesar ketiga. Adapun sumber pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan
perikanan menempati peringkat kelima dan menurun dari 0,55% pada triwulan I 2017 menjadi 0,42%,
sejalan dengan perlambatan laju pertumbuhannya. Lapangan usaha penyumbang pertumbuhan
Ir) IIr) IIIr) IV I IIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.16 -1.51 5.21 11.10 9.39 5.80 7.01 4.84Pertambangan dan Penggalian 0.41 -0.39 -6.84 0.42 3.04 -0.97 0.95 0.58Industri Pengolahan 4.39 5.14 5.29 4.64 4.03 4.77 4.65 4.73Pengadaan Listrik, Gas -6.80 4.86 -1.79 5.38 4.93 3.37 6.40 -18.53Pengadaan Air 5.88 2.46 5.62 9.43 7.65 6.33 7.84 8.48Konstruksi 6.43 6.27 7.06 2.70 4.35 5.02 4.08 5.34Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
3.71 2.48 4.18 5.52 5.42 4.44 5.44 4.68
Transportasi dan Pergudangan 8.90 7.74 6.46 13.18 7.79 8.84 4.82 6.54Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.10 9.39 6.59 9.66 7.79 9.31 9.42 9.18Informasi dan Komunikasi 16.31 16.71 14.43 13.66 7.79 14.27 10.37 11.84Jasa Keuangan 7.36 10.13 18.40 10.25 7.79 11.89 2.50 4.52Real Estate 5.46 8.15 7.06 6.60 7.79 6.51 4.50 8.46Jasa Perusahaan 8.15 7.71 6.61 9.67 7.79 8.16 7.80 7.70Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
5.53 3.57 17.20 -7.68 7.79 2.98 0.84 0.73
Jasa Pendidikan 10.17 10.69 9.12 5.85 7.79 7.61 8.03 9.97Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14.14 11.86 7.33 9.52 7.79 9.48 7.73 9.06Jasa lainnya 8.96 10.88 7.81 9.75 7.79 8.73 8.96 9.92PDRB 5.04 5.20 6.06 5.97 7.79 5.67 5.28 5.29
2016**2016**
2017Lapangan Usaha 2015*
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
32
berikutnya (diurutkan berdasarkan penyumbang terbesar) adalah konstruksi; transportasi dan
pergudangan; jasa pendidikan; serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Secara umum, sebagian
besar lapangan usaha memberikan andil pertumbuhan positif pada triwulan laporan, kecuali pengadaan
listrik dan gas yang mengalami kontraksi.
Tabel 1. 10. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
1.2.1 Industri Pengolahan
Pertumbuhan industri pengolahan sebagai lapangan usaha utama perekonomian Jawa Barat
meningkat dari 4,65% pada triwulan I 2017 menjadi 4,73% (yoy) pada triwulan II 2017.
Peningkatan kinerja industri pengolahan ini terutama untuk mengakomodasi peningkatan permintaan
domestik selama Hari Raya yang tercermin melalui peningkatan ekspor antar daerah, sementara ekspor
luar negeri mengalami perlambatan.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia kepada pelaku-pelaku usaha di Jawa
Barat mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan investasi pada LU industri pengolahan, sementara
kegiatan usaha dan penggunaan tenaga kerjanya melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik
1.58). Namun hal ini diperkirakan lebih disebabkan karena pada triwulan II berlangsung lebih banyak libur
panjang (long weekend) serta libur panjang Lebaran yang berlangsung seminggu sehingga penggunaan
tenaga kerja juga menurun dibanding triwulan sebelumnya. Namun untuk mengantisipasi peningkatan
permintaan di Hari Raya, pelaku usaha diperkirakan telah menempuh upaya lain untuk tetap dapat
meningkatkan produksinya di tengah menurunnya jumlah hari kerja efektif. Sementara dari sisi
permintaan luar negeri, melambatnya ekspor industri pengolahan sejalan dengan menurunnya Purchasing
(PMI) di beberapa negara mitra dagang utama (Grafik 1.59). Penurunan terjadi pada PMI
Ir) IIr) IIIr) IV I IIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.01 -0.13 0.45 0.89 0.54 0.45 0.55 0.42Pertambangan dan Penggalian 0.01 -0.01 -0.16 0.01 0.07 -0.02 0.02 0.01Industri Pengolahan 1.92 2.24 2.29 1.99 1.78 2.07 2.02 2.04Pengadaan Listrik, Gas -0.04 0.02 -0.01 0.03 0.03 0.02 0.03 -0.08Pengadaan Air 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.01 0.01Konstruksi 0.52 0.49 0.56 0.22 0.38 0.41 0.32 0.43Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
0.59 0.39 0.65 0.87 0.87 0.70 0.83 0.72
Transportasi dan Pergudangan 0.40 0.36 0.30 0.62 0.36 0.41 0.23 0.30Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.19 0.23 0.16 0.24 0.29 0.23 0.24 0.23Informasi dan Komunikasi 0.51 0.57 0.49 0.47 0.45 0.50 0.39 0.44Jasa Keuangan 0.18 0.25 0.42 0.25 0.24 0.29 0.07 0.12Real Estate 0.06 0.09 0.08 0.07 0.05 0.07 0.05 0.10Jasa Perusahaan 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
0.11 0.07 0.34 -0.17 0.01 0.06 0.02 0.02
Jasa Pendidikan 0.26 0.28 0.24 0.16 0.15 0.20 0.22 0.27Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.10 0.09 0.05 0.07 0.07 0.07 0.06 0.07Jasa lainnya 0.17 0.22 0.15 0.19 0.14 0.17 0.19 0.20PDRB 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.29
Lapangan Usaha 2015*2016**
2016**2017
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
33
Amerika Serikat, Jepang, dan China, sementara PMI Eropa terpantau masih meningkat seiring dengan
terus berlangsungnya pemulihan dan perbaikan kinerja ekonomi di kawasan Eropa pasca Brexit.
Sejalan dengan menurunnya PMI beberapa negara mitra dagang utama, ekspor manufaktur Jawa Barat
juga mengalami penurunan dari 16,7% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,6% pada triwulan II 2017
(Grafik 1.60). Penurunan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekspor kendaraan (dari
142,5% menjadi 106,5%) setelah sebelumnya meningkat signifikan sejak triwulan II 2017. Perlambatan
ekspor kendaraan khususnya terjadi pada ekspor yang ditujukan ke Thailand dan Jepang. Perlambatan
pertumbuhan ekspor kendaraan ini juga dikonfirmasi oleh data level nasional yang dirilis GAIKINDO di
mana terjadi perlambatan pada ekspor mobil dalam bentuk final product siap pakai dari 53,55% (yoy)
pada triwulan I 2017 menjadi -0,71%. Selain itu, perlambatan ekspor kendaraan juga terjadi pada ekspor
berbentuk CKD (completely knocked down) dari -23,50% (yoy) menjadi -66,77% (Grafik 1.61) serta pada
ekspor komponen mobil yang tumbuh melambat dari 1259,66% (yoy) menjadi 980,41% (Grafik 1.62).
Penurunan ekspor mobil nasional ini juga sejalan dengan melambatnya pertumbuhan produksi mobil
nasional dari 10,98% (yoy) menjadi -11,15% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.63). Neraca
perdagangan mobil nasional juga memburuk di mana perlambatan pertumbuhan ekspor mobil diiringi
dengan meningkatnya impor. Sebagai provinsi dengan pangsa industri alat angkutan terbesar terhadap
nasional, maka data GAIKINDO menjadi proksi yang dapat menggambarkan kinerja sub-lapangan usaha
industri alat angkutan di Jawa Barat.
Grafik 1. 57 SKDU Industri Pengolahan Grafik 1. 58 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Grafik 1.59 Pangsa Ekspor Manufaktur Jawa Barat
Grafik 1. 60 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
34
Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI
Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI
Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI
Di tengah melambatnya kinerja ekspor manufaktur Jawa Barat, peningkatan laju pertumbuhan LU industri
pengolahan ditopang oleh peningkatan permintaan domestik khususnya antar daerah. Jika dilihat dari
lalu lintas transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), maka indikasi
konsumen domestik tersebesar dari output Industri Pengolahan di Jawa barat adalah DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sumatera Utara (Grafik 1.64). Sebagian besar dari provinsi-
provinsi tersebut menggunakan produksi atau keluaran final dari Industri Pengolahan di Jawa Barat
sebagai input konsumsi. Oleh karena itu, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut
akan mendorong produksi Industri Pengolahan di Jawa Barat. Dari kelima provinsi tersebut, peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi terjadi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat (Grafik 1.65).
Sumber: SKNBI
Sumber: BPS, diolah oleh staf BI
Grafik 1. 64 Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat Berdasarkan
Lalu Lintas Transaksi SKNBI
Grafik 1. 65 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra
Dagang Jawa Barat
Grafik 1. 61 Perkembangan Ekspor Mobil CKD (Completely
Knocked Down) Nasional
Grafik 1. 62 Perkembangan Ekspor Komponen Mobil
Nasional
Grafik 1. 63 Perkembangan Produksi Mobil Nasional
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
35
Peningkatan permintaan domestik ini juga dikonfirmasi melalui wawancara liaison yang menyebutkan
adanya kenaikan penjualan domestik pada sektor industri pengolahan dengan peningkatan likert scale
dari 0,81 menjadi 0,95, sementara likert scale penjualan ekspor mengalami penurunan sejalan dengan
perkembangan ekspor luar negeri industri pengolahan Jawa Barat (Grafik 1.66). Adapun peningkatan
kinerja penjualan domestik terutama terjadi pada contact liaison pada sub-lapangan usaha : (1) industri
makanan dan minuman; (2) industri tekstil dan produk tekstil; (3) industri elektronik; dan (4) industri
kimia. Sementara itu, kinerja industri otomotif tumbuh melambat pada periode laporan dibanding
triwulan sebelumnya.
Di sisi lain, berdasarkan survei produksi yang dilakukan oleh BPS Jawa Barat, tercatat adanya penurunan
pertumbuhan produksi tahunan pada industri besar sedang (dari 2,53% menjadi 0,73%) dan industri
kecil mikro (dari 2,38% menjadi -3,38%) (Grafik 1.69). Namun jika didalami berdasarkan sub industrinya,
terdapat beberapa sub industri besar sedang yang tetap mencatatkan pertumbuhan produksi tahunan
pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya. Sub industri yang mencatatkan peningkatan
produksi tersebut adalah industri barang logam, industri furnitur, industri pakaian jadi, industri peralatan
listrik, dan industri minuman (Grafik 1.66). Khususnya peningkatan produksi pada industri pakaian jadi
dan industri minuman sejalan dengan berlangsungnya season Hari Raya Idul Fitri sehingga diperkirakan
meningkatnya ekspor antar daerah terjadi antara lain terhadap produksi pakaian jadi dan minuman.
Sumber: SKNBI
Sumber: BPS, diolah oleh staf BI
Sumber: BPS, diolah oleh staf BI
Sementara dari industri kecil mikro, beberapa sub industri yang mengalami peningkatan produksi adalah
industri farmasi, industri alat angkutan lainnya, jasa reparasi, dan industri kertas. Peningkatan produksi
Grafik 1. 66 Likert Scale Penjualan Domestik & Ekspor
Industri Pengolahan
Grafik 1. 67 Perkembangan Industri Besar-Sedang dan
Kecil-Mikro
Grafik 1. 68 Pertumbuhan Produksi Sub Industri Besar
Sedang
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
36
Industri Mikro dan Kecil Alat Angkut ini mengindikasikan bahwa linkage antara industri hilir otomotif
mulai terbangun dengan industri hulu berskala UMK (Usaha Mikro dan Kecil). Secara lengkap, ringkasan
perkembangan pertumbuhan produksi industri besar sedang dan mikro kecil Jawa Barat disajikan pada
Tabel 1.11 di bawah ini.
Tabel 1. 11. Pertumbuhan Industri Besar Sedang dan Mikro Kecil (yoy)
Sumber: BPS Jawa Barat, diolah oleh Staf BI
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan LU industri pengolahan, pertumbuhan pembiayaan ke
lapangan usaha ini juga meningkat pada triwulan II 2017. Laju pertumbuhan kredit industri pengolahan
pada triwulan II 2017 melambat dari -4,78% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -3,18% (yoy) pada
triwulan I 2017 (Grafik 1.70). Perkembangan ini lebih baik dibandingkan pertumbuhan total kredit yang
secara umum masih melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis penggunaannya,
alokasi kredit yang disalurkan ke industri pengolahan mayoritas adalah untuk kredit modal kerja (71,8%)
dan sisanya untuk kredit investasi (28,2%). Namun demikian, perlu tetap diwaspadai risiko kredit yang
masih cukup tinggi pada lapangan usaha industri pengolahan yang juga menunjukkan peningkatan dari
4,15% pada triwulan I 2017 menjadi 5,51% pada triwulan II 2017, lebih tinggi dibanding total NPL Jawa
Barat (Grafik 1.70). Penyumbang nominal NPL tertinggi berasal dari industri barang dari plastik dan
industri minuman. Sementara industri alat angkutan masih konsisten menunjukkan NPL yang rendah.
Jenis Industri Tw I'17 Tw II'17 ∆ Komoditas (HS 2 Digit) Tw I'17 Tw II'17 ∆Industri Barang Logam Bukan Mesin -0.21 1.43 1.64 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia -1.24 33.21 34.45Industri Furnitur -2.05 -0.71 1.34 Industri Alat Angkutan Lainnya -10.02 8.08 18.10Industri Pakaian Jadi 2.19 2.89 0.70 Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin -10.03 -1.06 8.97
Industri Peralatan Listrik -4.01 -3.53 0.48 Industri Kertas dan Barang dari Kertas -18.09 -10.96 7.13
Industri Minuman 1.94 1.96 0.02 Industri Logam Dasar -30.23 -24.19 6.04Industri Pengolahan Kayu -2.82 -4.21 -1.39 Industri Makanan 14.32 16.90 2.58Industri Percetakan 1.35 -0.26 -1.61 Industri Pengolahan Tembakau 9.84 11.03 1.19Industri Kertas dan Barang dari Kertas -0.58 -2.30 -1.72 Industri Pengolahan Karet 5.55 6.52 0.97Industri Makanan 6.82 5.02 -1.80 Industri Tekstil -26.31 -26.38 -0.07Industri Pengolahan Karet -0.90 -3.08 -2.18 Industri Barang Logam Bukan Mesin -11.79 -13.00 -1.21Industri Kendaraan Bermotor 0.42 -3.52 -3.94 Industri Percetakan 28.62 26.23 -2.39Industri Tekstil 6.64 2.15 -4.49 Industri Peralatan Listrik 39.30 35.58 -3.72Total 2.53 0.73 -1.8 Total 2.38 -3.38 -5.76
Pertumbuhan Industri Manuf. Besar & Sedang (%, yoy) Pertumbuhan Industri Manuf. Mikro & Kecil (%, yoy)
Grafik 1. 69 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan Grafik 1. 70 Perkembangan NPL Industri Pengolahan
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
37
1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Motor
Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi dengan pangsa terbesar kedua (15,63%)
tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari tumbuh sebesar 5,44% menjadi 4,68%
(yoy). Perkembangan ini relatif berbeda dengan historisnya (2011 2016) di mana pertumbuhan LU
perdagangan umumnya meningkat pada triwulan di mana Hari Raya Idul Fitri berlangsung. Melambatnya
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan di tengah berlangsungnya season Hari Raya diperkirakan
karena masyarakat menahan belanjanya dan menyisihkan pendapatannya untuk belanja pendidikan
mengingat Tahun Ajaran akan dimulai pada awal triwulan III (bahkan untuk beberapa sekolah negeri
sudah dimulai pada akhir triwulan II. Khususnya untuk masyarakat kelompok ekonomi menengah ke
bawah, kenaikan tarif listrik untuk pelanggan 900VA RTM juga menyebabkan tertahannya ekspansi daya
beli. Selain itu, pencairan gaji ke-13 yang semula direncanakan pada triwulan II 2017 digeser ke awal
triwulan III 2017. Dengan demikian, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan diperkirakan baru akan
kembali meningkat di triwulan III 2017.
Di tengah melambatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, survei yang dilakukan Bank
Indonesia menunjukkan bahwa pada dasarnya keyakinan serta optimisme konsumen masih terjaga
dengan baik. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan
Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) masih terus meningkat hingga periode laporan. Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) meningkat dari 106,20 pada triwulan I 2017 menjadi 112,33 pada triwulan II 2017
(Grafik 1.74). Dengan demikian, IKE Jawa Barat masih terjaga di level optimis (>100) di mana sejak
triwulan II 2015 konsisten berada pada level pesimis hingga triwulan III 2016. Berdasarkan komponen
penyusunnya, hal ini didorong oleh peningkatan indeks ketersediaan lapangan kerja (dari 94,60 menjadi
101,91), indeks konsumsi barang kebutuhan tahan lama (dari 105,97 menjadi 111,49) dan indeks
penghasilan saat ini (dari 118,31 menjadi 123,60) (Grafik 1.73). Dengan demikian, indeks ketersediaan
lapangan kerja untuk pertama kalinya berada di level optimis (>100) setelah sebelumnya konsisten berada
di level pesimis (<100) hingga triwulan I 2017. Meningkatnya optimisme terhadap ketersediaan lapangan
kerja ini antara lain didorong oleh banyaknya proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan di Jawa
Barat yang tentunya menyerap tenaga kerja.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Namun demikian, di tengah terjaganya keyakinan dan optimisme konsumen, perlambatan pada
pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan tercermin dari adanya penurunan pada pangsa pengeluaran
Grafik 1. 71 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1. 72 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
38
untuk konsumsi dari total pendapatan masyarakat (Marginal Propensity to Consume) dari 64,7% pada
triwulan I 2017 menjadi 64,3% pada triwulan II 2017 (Grafik 1.73). Penurunan tendensi konsumsi ini
diiringi dengan meningkatnya pangsa pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan (Marginal
Propensity to Saving) yakni dari 16,4% menjadi 18,1%. Hal ini sejalan dengan perkiraan di mana
masyarakat menahan konsumsinya untuk mempersiapkan dana menjelang tahun ajaran baru. Survei
Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada triwulan II 2017 masih menunjukkan adanya peningkatan
terbatas pada pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) gabungan yakni dari 3,93% (yoy) pada triwulan I
2017 menjadi 8,06% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.73). Peningkatan penjualan eceran terutama
terjadi pada kelompok makanan & minuman; perlengkapan rumah tangga lainnya; serta bahan bakar.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Di sisi lain, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan
kegiatan usaha dan penggunaan tenaga kerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) kegiatan usaha LU perdagangan meningkat dari -2,41 menjadi 5,12 (Grafik 1.75).
Sementara itu, hasil wawancara liaison mengkonfirmasi adanya penurunan likert scale penjualan
domestik LU perdagangan, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan LU perdagangan. Likert scale
penjualan domestik perdagangan menurun dari 0,57 pada triwulan I 2017 menjadi 0,13 pada triwulan II
2017 (Grafik 1.76). Sejalan dengan penurunan penjualan, informasi liaison mengindikasikan penurunan
jumlah tenaga kerja dengan likert scale yang menurun dari 0,14 menjadi -0,38 (Grafik 1.77). Harga jual
juga diindikasikan melemah ditunjukkan melalui likert scale yang menurun dari 0,43 menjadi 0,38 (Grafik
1.77).
Grafik 1. 73 Alokasi Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1. 74 Indeks Penjualan Riil (Eceran)
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
39
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Penurunan kinerja lapangan usaha Perdagangan terindikasi terjadi pada sub-lapangan usaha
perdagangan besar seperti penjualan kendaraan bermotor. Pada triwulan II 2017, perlambatan penjualan
kendaraan khususnya roda empat di Jawa Barat kembali terjadi. Melambatnya penjualan kendaraan roda
empat tersebut dikonfirmasi oleh data pendaftaran kendaraan bermotor di Dispenda Jabar baik untuk
mobil maupun sepeda motor. Pertumbuhan pendaftaran mobil pribadi baru yang terlihat dari
pendaftaran (Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBBNKB) 1 melambat dari tumbuh sebesar -2,72%
(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -13,78% (Grafik 1.79). Kondisi ini cukup berbeda dengan periode
Ramadhan dan Lebaran di tahun 2016 di mana pendaftaran mobil pribadi baru meningkat cukup
signifikan, akibatnya adanya kebiasaan di masyarakat untuk mengganti kendaraannya dengan yang baru
sebelum melakukan perjalanan mudik, didukung oleh semakin berkembangnya jenis mobil LCGC (low
cost green car) dengan harga yang lebih terjangkau. Sebagaimana dengan yang dijelaskan sebelumnya,
masyarakat diperkirakan membatasi konsumsinya khususnya untuk barang yang bersifat non primer dan
tidak mendesak untuk mempersiapkan belanja pendidikan di tahun ajaran baru. Di sisi lain, pertumbuhan
pendaftaran sepeda motor baru mengalami peningkatan dari -17,72% (yoy) menjadi -15,04%, walaupun
masih dalam level kontraksi.
Sejalan dengan melambatnya perdagangan, pertumbuhan impor barang konsumsi juga tercatat
melambat yang mengindikasikan bahwa masyarakat menahan konsumsi untuk barang-barang yang
sifatnya sekunder atau tersier serta kurang mendesak. Impor barang konsumsi pada triwulan II 2017
Grafik 1. 75 SKDU Perdagangan Grafik 1. 76 Likert Scale Penjualan Domestik & Ekspor
Perdagangan
Grafik 1. 77 Likert Scale Harga Jual dan Margin
Perdagangan
Grafik 1. 78 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja dan
Tingkat Upah Perdagangan
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
40
tercatat tumbuh -14,10% (yoy), melambat cukup dalam dibanding triwulan I 2017 yang tumbuh -2,65%
(Grafik 1.80). Secara spesifik, perlambatan yang paling dalam terjadi pada impor barang konsumsi
bersifat durable dan semi-durable.
Sumber: Dispenda Jabar, diolah oleh staf BI
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Dari sisi perbankan, pembiayaan perbankan pada lapangan usaha perdagangan melalui kredit juga
mengalami perlambatan yakni dari tumbuh 10,25% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,05% (yoy) pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.81). Perlambatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya risiko kredit
perdagangan tercermin dari NPL yang meningkat dari 4,19% menjadi 4,21% pada triwulan II 2017. NPL
LU perdagangan kembali meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan sejak triwulan III 2016. Di
sisi lain, pertumbuhan pada kredit rumah tangga tercatat meningkat (dari 12,10% menjadi 13,52%).
Peningkatan terjadi pada pertumbuhan kredit multiguna (dari 6,01% menjadi 10,08%) dan kredit
kendaraan bermotor/KKB (dari 3,73% menjadi 8,86%), sementara KPR tumbuh melambat (dari 14,90%
menjadi 13,12%) (Grafik 1.82). Perlambatan penyaluran KPR ini sejalan dengan perkembangan indeks
harga properti residensial yang juga melambat pada triwulan II.
1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan tumbuh sebesar
4,84% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar
7,01%. Hal ini sejalan dengan berlalunya puncak panen raya padi di akhir triwulan I 2017 serta base
effect di mana pada tahun 2016 puncak panen raya berlangsung pada awal triwulan III 2017. Sejalan
Grafik 1. 79 Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru
(BBNKB 1)
Grafik 1. 80Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1. 81 Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1. 82 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
41
dengan hal tersebut, produksi hortikultura juga mengalami penurunan pada triwulan II. Pada tanaman
cabai, tingginya curah hujan menyebabkan banyak tanaman terkena serangan hama patek dan
mengalami kegagalan panen. Di samping itu pada periode Mei-Juni juga merupakan bulan tanam untuk
persiapan panen Agustus.
Pada sub-lapangan usaha peternakan, khususnya untuk komoditas daging ayam, produksi dari sejumlah
Poultry Shop besar di wilayah Priangan Timur mengalami sedikit peningkatan sebagai bagian dari
persiapan menghadapi lonjakan permintaan selama Hari Raya. Tetapi dari sisi penanaman bibit ayam atau
DOC (day old chicken) mengalami penurunan karena terbatasnya jumlah serta tingginya harga DOC.
Menurunnya stok DOC ini disebabkan karena adanya aturan pembatasan DOC sehingga telur ayam
banyak yang tidak ditetaskan dan dijual dalam bentuk telur ayam. Sementara untuk jenis ayam pejantan,
jumlah produksinya mengalami mengalami penurunan karena tingginya harga DOC yang jauh lebih tinggi
dari harga DOC ayam ras pedaging sehingga produksi pun dibatasi.
Khususnya pada tanaman padi, perlambatan terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan produksi dari
50,16% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -30,60% (yoy) pada triwulan II 2017 (data akumulatif sampai
dengan Mei 2017) (Grafik 1.82). Demikian juga halnya dengan pertumbuhan luas panen yang menurun
dari 47,46% (yoy) menjadi -31,30% (yoy). Hal ini juga didukung oleh Survei Kegiatan Dunia Usaha yang
dilakukan Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan kapasitas produksi lapangan usaha pertanian
serta seluruh sub-lapangan usahanya (Grafik 1.84). Hal ini menandai tengah berlangsungnya masa tanam
untuk mayoritas produk pertanian sehingga nilai produksinya mengalami penurunan.
Sumber: Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura Jabar
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Sementara itu, pertumbuhan kredit atau pembiayaan dari perbankan pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit
perbankan pada lapangan usaha pertanian meningkat dari -1,00% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
0,12% pada triwulan II 2017 (Grafik 1.85). Hal ini sejalan dengan berlangsungnya masa tanam untuk
sejumlah komoditas baik tanaman pangan maupun hortikultura sehingga pembiayaan meningkat untuk
modal kerja. Namun di sisi lain, risiko kredit lapangan usaha pertanian pada triwulan II 2017 meningkat,
dengan NPL yang masih terjaga pada batas aman yakni 4,46% (Grafik 1,86). Hal ini antara lain
dipengaruhi oleh pendapatan petani yang diperkirakan tidak sebaiknya tahun sebelumnya untuk panen
Grafik 1. 83 Perkembangan Produksi & Luas Panen Padi di
Jawa Barat
Grafik 1. 84 Kapasitas Produksi Sub Kelompok Pertanian -
SKDU
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
42
semester I 2017 mengingat harga jualnya yang relatif rendah dan stabil, tercermin dari inflasi beras yang
relatif lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya.
Perlambatan lapangan usaha pertanian juga terkonfirmasi dari liaison yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, di mana likert scale penjualan domestik pertanian menurun dari 0,89 menjadi 0,67 pada
triwulan II 2017 (Grafik 1.87). Sedang berlangsungnya masa tanam ini juga tercermin dari peningkatan
likert scale penggunaan tenaga kerja (dari 0,00 menjadi 0,36) dan kapasitas utilisasi (dari 0,80 menjadi
0,92) (Grafik 1.88).
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Menurut contact liaison di sub-lapangan usaha pertanian, produksi mengalami penurunan sebesar 32%
(yoy) seiring dengan penurunan produktivitas dimana pada panen MT I tahun 2016 sebesar 8,8 ton/ha
sedangkan pada MT I tahun 2017 hanya 6 ton/ha. Penurunan produktivitas tersebut terutama disebabkan
oleh faktor cuaca. Hujan yang terus menerus terjadi pada bulan Maret hingga April 2017 menjadikan
kualitas gabah mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sehingga petani
kesulitan dalam melakukan proses penjemuran gabah. Adapun musim tanam dimulai kembali dengan
mengolah tanah pada awal Mei, pada minggu ke II melakukan penyemaian padi dan mulai tanam pada
akhir bulan Mei sampai dengan bulan Juni, sehingga musim panen diperkirakan mulai kembali pada
bulan September 2017 (triwulan III 2017).
Adapun contact liaison pada sub-lapangan usaha peternakan menyampaikan bahwa pada triwulan II
2017, penjualan ayam broiler mengalami penurunan 30% s.d 50% dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya. Penurunan hasil penjualan tersebut disebabkan penurunan jumlah hasil produksi yang
Grafik 1. 85 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1. 86 Perkembangan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1. 87 Likert Scale Penjualan Domestik dan Penjualan
Ekspor Pertanian
Grafik 1. 88 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja &
Kapasitas Utilisasi Pertanian
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
43
disengaja dilakukan oleh contact sehubungan dengan pasokan ayam yang melimpah di pasar sehingga
harga jual ayam cenderung rendah. Jumlah persediaan ayam breeder yang dimiliki saat menurun 50%
(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Di tengah melambatnya penjualan domestik pertanian, pertumbuhan ekspor pertanian terpantau
meningkat dari -4,30% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,20% (yoy) pada triwulan II 2017. Secara
spesifik, peningkatan terutama didorong oleh ekspor tanaman pangan dan hortikultura (dari -17,06%
menjadi 0,43%) dan ekspor hewan ternak (dari -17,06% menjadi 0,43%).
1.2.4 Konstruksi
Lapangan usaha konstruksi pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,34%, meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 4,08%. Perkembangan ini sejalan dengan pertumbuhan investasi
bangunan yang juga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha konstruksi
merupakan lapangan usaha dengan pangsa ekonomi terbesar keempat di Jawa Barat yaitu sebesar
8,37% pada triwulan II 2017. Meningkatnya laju pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada triwulan
II 2017 didukung oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur strategis Pemerintah, baik yang sudah
berjalan dari periode sebelumnya maupun yang baru dimulai pada triwulan ini. Selain proyek
pembangunan pemerintah, dari sisi swasta juga terdapat pembangunan kawasan kota baru dengan nilai
proyek yang cukup besar yang dimulai sejak triwulan II 2017.
Melambatnya kinerja lapangan usaha konstruksi
terkonfirmasi antara lain dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang
menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha
lapangan usaha konstruksi dari -0,34 menjadi 0,70
SBT (Saldo Bersih Tertimbang) (Grafik 1.91). Sejalan
dengan meningkatnya kegiatan usaha,
penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha ini
juga meningkat dari -0,51 SBT menjadi 0,00 SBT.
Adapun beberapa proyek infrastruktur Pemerintah yang masih berjalan hingga triwulan II 2017 di
antaranya adalah pembangunan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Soreang-Pasir Koja
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Grafik 1. 89 Perkembangan Ekspor Pertanian Grafik 1. 90 Indeks Yang Diterima Petani (IT)
Grafik 1. 91 SKDU Konstruksi
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
44
(Soroja), Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), Tol Cimanggis Cibitung, Bogor Outer Ring Road, LRT
Terintegrasi Jabodebek, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Inland Waterways Cikarang Bekasi Laut (CBL),
Bandara Internasional Kertajati, dan Pelabuhan Patimban. Selain proyek-proyek existing ini, sejak triwulan
II 2017 Pemerintah juga mulai membangun proyek baru yakni Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (elevated)
untuk mengurai kemacetan di jalan tol Jakarta-Cikampek.
Selain proyek Pemerintah tersebut, juga terdapat pembangunan oleh pihak swasta dengan nilai proyek
yang cukup besar. Proyek ini adalah pembangunan kawasan kota baru Meikarta di Cikarang yang telah
mulai dibangun pada Mei 2017. Namun demikian, proyek ini hingga saat ini masih terkendala masalah
perizinan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RT/RW Jawa Barat.
Namun demikian, di tengah meningkatnya kegiatan konstruksi, pertumbuhan kredit ke lapangan usaha
kontruksi mengalami perlambatan yakni dari 24,28% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 20,68% (yoy)
pada triwulan III 2017 (Grafik 1.93). Pertumbuhan kredit konstruksi melambat setelah sebelumnya
meningkat sejak akhir tahun 2016 hingga triwulan I 2017. Di tengah perlambatan kredit konstruksi, risiko
kredit atau NPL konstruksi juga ikut mengalami penurunan yakni dari 7,05% menjadi 5,71% pada
triwulan I 2017.
Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) juga tumbuh
melambat yakni dari 14,90% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 13,14% (yoy) pada triwulan II 2017.
Berdasarkan tipe rumah, perlambatan disebabkan oleh KPR tipe kecil (s.d. tipe 22) yang tumbuh
melambat dari 6,26% (yoy) menjadi -8,06% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 1.93). Perlambatan
penyaluran KPR ini sejalan dengan NPL-nya yang juga meningkat dari 2,73% menjadi 2,85% (Grafik
1.95).
Grafik 1. 92 Perkembangan Kredit Konstruksi Grafik 1. 93 Perkembangan NPL Kredit Konstruksi
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
45
1.1 Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan III 2017
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan II 2017, dengan perkiraan pertumbuhan pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Dari sisi
pengeluaran, peningkatan diperkirakan terjadi pada mayoritas komponen, kecuali konsumsi rumah
tangga. Ekspansi investasi serta ekspor diperkirakan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat di triwulan III. Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju pertumbuhan diperkirakan
terjadi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa Barat. Perkiraan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat pada triwulan III 2017 didorong oleh beberapa faktor antara lain :
1. Seiring dengan dilakukannya percepatan masa tanam padi di beberapa daerah diperkirakan panen
padi akan mulai berlangsung menjelang akhir triwulan III 2017 di sejumlah daerah. Selain itu, khusus
untuk tanaman hortikultura sesuai dengan polanya diperkirakan mengalami panen di triwulan III
2017 didukung oleh kondisi cuaca yang baik dengan curah hujan terkendali
2. Pabrik mobil baru asal China yang sudah mulai beroperasi di triwulan II 2017 diperkirakan mulai
menghasilkan dan memasarkan produksinya di triwulan III 2017
3. Investasi bangunan khususnya untuk pembangunan infrastruktur strategis Pemerintah diperkirakan
meningkat seiring dengan kembali normalnya hari efektif bekerja setelah pada triwulan II berkurang
karena banyaknya long weekend
4. Terus membaiknya kinerja ekonomi negara mitra dagang utama, di mana pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang tercatat meningkat pada triwulan II 2017 dan diharapkan
berlanjut hingga akhir tahun
5. Konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih tinggi antara lain disebabkan base effect di mana
pada triwulan III 2016 terjadi penundaan transfer dana perimbangan oleh Pemerintah Pusat.
6. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat seiring dengan pembayaran gaji ke-13 untuk PNS
yang bergeser ke triwulan III.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan peningkatan pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017, yakni :
Grafik 1. 94 Perkembangan Penyaluran KPR Per Tipe Grafik 1. 95 Perkembangan NPL KPR
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
46
1. Base effect di mana pada triwulan III 2016 terdapat momen Hari Raya Idul Fitri yang pada tahun ini
telah bergeser ke triwulan II 2017 sehingga diperkirakan menahan laju konsumsi rumah tangga di
triwulan III 2017
2. Konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan II 2017, di mana selain
karena adanya momen libur Hari Raya, di sepanjang triwulan II juga terdapat banyak momen libur
panjang sementara di triwulan III 2017 momen libur panjang relatif lebih sedikit.
3. Base effect di mana pada tahun triwulan III 2016 terdapat penyelenggaraan acara Pekan Olahraga
Nasional (PON) ke-19 yang menggerakkan perekonomian cukup besar dari berbagai sektor
(perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi, komunikasi, dll) serta konsumsi Pemerintah.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2017 - Sisi Pengeluaran
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber : BPS Jawa Barat, diolah
Perkiraan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 diperkirakan
terjadi seiring dengan berlalunya efek seasonal Hari Raya Idul Fitri pada triwulan sebelumnya.
Perkiraan ini juga sejalan dengan penurunan ekspektasi konsumen berdasarkan Survei Konsumen yang
dilakukan Bank Indonesia. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar
137,04 menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 139,90 (Grafik 1.96). Adapun komponen IEK
yang mengalami penurunan terutama adalah Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha dan Indeks Ekspektasi
Penghasilan. Sejalan dengan hal ini, survei BPS juga memperkirakan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
pada triwulan III 2017 sebesar 104,50 menurun dibanding realisasi ITK triwulan II 2017 sebesar 118,59.
Menurunnya konsumsi masyarakat lebih disebabkan oleh pilihan masyarakat untuk menunda konsumsi
untuk beberapa jenis barang serta adanya alokasi dana untuk belanja pendidikan di triwulan III.
Grafik 1. 96 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat Grafik 1. 97 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa
Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
47
Transmisi pelonggaran kebijakan moneter
diperkirakan masih terus berlanjut baik kepada
penghimpunan DPK serta penyaluran kredit. Pada
Agustus 2017, Bank Indonesia menurunkan
menurunkan suku bunga kebijakan atau 7 Days
Repo Rate 25 bps dari 4,75% ke 4,5%. Hal ini
bertujuan untuk mendorong berjalannya
intermediasi perbankan atau penyaluran kredit.
Sementara dari sisi rumah tangga, pertumbuhan
DPK perseorangan pada Juli 2017 masih meningkat dari 6,55% (yoy) menjadi 6,71% (yoy) (Grafik 1.99).
Peningkatan terutama terjadi pada tabungan perseorangan (dari 8,13% ke 8,86%) dan deposito
perseorangan (dari 4,54% menjadi 4,76%).
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017, sejalan dengan
pola spending pemerintah yang terus meningkat hingga akhir tahun. Bergesernya pencairan gaji ke-
13 untuk PNS ke triwulan III 2017 diperkirakan mendorong realisasi belanja pegawai Pemerintah. Selain
itu, tidak adanya penundaan transfer dana perimbangan sebagaimana yang terjadi pada triwulan III 2016
menjadi faktor base effect yang mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan III 2017. Hal
ini antara lain tercermin dari realisasi belanja Pemerintah baik Provinsi maupun kab/kota (sumber : situs
TEPRA) yang pada Juli 2017 tumbuh meningkat dibanding triwulan II 2017 dengan rincian sebagai
berikut:
1. Total realisasi belanja APBD gabungan 26 kab/kota pada Juli 2017 sebesar Rp32,31 Triliun atau
tumbuh -8,11% (yoy), membaik dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh -12,21%. Kontraksi
pertumbuhan ini disebabkan oleh beralihnya wewenang sejumlah PNS dari Pemerintah kab/kota ke
Provinsi.
2. Hingga Juli 2017, pertumbuhan belanja APBD Provinsi Jawa Barat adalah 35,37% (yoy), lebih tinggi
dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh 28,43%. Hal ini antara lain didorong oleh pencairan gaji ke-
13 PNS mengingat beban belanja pegawai Pemerintah Provinsi semakin besar akibat pengalihan
kewenangan.
Namun di sisi lain terdapat faktor yang berpotensi menahan peningkatan laju pertumbuhan konsumsi
pemerintah di triwulan III 2017, yakni base effect di mana belanja Pemerintah pada triwulan III 2016
mengalami peningkatan dalam rangka penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-15.
Pertumbuhan investasi juga diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya. Akselerasi investasi terutama masih didorong oleh investasi
bangunan, di mana dengan jumlah hari kerja efektif lebih banyak dibanding triwulan II dapat mendorong
progress pekerjaan lebih baik.Terdapat beberapa proyek infrastruktur strategis pemerintah baik yang
mengandalkan APBD maupun APBN dan bersifat multiyears, a.l.: Tol Soroja, Tol Cisumdawu, LRT
Jabodebek, Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, Kereta Cepat Jkt-Bandung, dll. Adapun
proyek dengan deadline penyelesaian terdekat adalah Bandara Internasional Kertajati yang ditargetkan
Grafik 1. 98 Pertumbuhan DPK Perseorangan
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
48
beroperasi pada tahun 2018. Selain proyek tersebut, sejak triwulan II 2017 lalu telah dimulai
pembangunan proyek baru yakni tol Jakarta-Cikampek II (elevated). Pemerintah sedang berfokus antara
lain menyelesaikan proyek Jalan Tol Soroja yang sejatinya telah mundur dari target penyelesaian awal
pada November 2016 dan ditargetkan beroperasi pada September 2017. Saat ini pembebasan lahan
sudah hampir 100% dan pembangunan fisik telah memasuki tahap pengerasan jalan. Dari sisi swasta,
proyek pembangunan yang vital adalah kawasan kota baru Meikarta di Cikarang yang digarap oleh grup
Lippo dengan total nilai investasi mencapai Rp278 triliun. Adapun pembangunan telah dilakukan sejak
Mei 2017, lebih cepat dibandingkan jadwal semula setelah Lebaran.
Hingga pertengahan triwulan III 2017, hasil liaison menunjukkan adanya peningkatan likert scale realisasi
investasi pelaku usaha dari 0,53 menjadi 0,85. Peningkatan kegiatan investasi ini terutama terjadi pada
contact liaison yang bergerak di sektor industri pengolahan dan perdagangan. Sejalan dengan masifnya
pembangunan infrastruktur, pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat pada Juli 2017 juga meningkat
cukup signifikan yakni dari -4,9% (yoy) menjadi 87,01%. Pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang
sempat melambat pada triwulan II mulai kembali meningkat pada awal triwulan III 2017 dengan tumbuh
dari -3,13% (yoy) menjadi -2,23%. Hal ini terjadi seiring dengan relatif stabilnya risiko kredit atau NPL
kredit investasi.
Di sisi lain, terdapat beberapa faktor yang
berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan
investasi di triwulan III 2017. Pertumbuhan impor
barang modal khususnya ke industri alat angkutan
diperkirakan kembali melambat pada triwulan III
2017 setelah beberapa triwulan sebelumnya
mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup
signifikan. Dengan mulai beroperasinya pabrik
mobil baru, perusahaan fokus kepada optimalisasi
barang modal yang telah diakusisi sebelumnya.
SKDU juga memperkirakan adanya penurunan kegiatan investasi dengan nilai perkiraan sebesar SBT 5,11
lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 6,65 (Grafik 1.99).
Pertumbuhan ekspor luar negeri diperkirakan meningkat setelah sebelumnya sempat melambat di
triwulan II. Perkiraan peningkatan ini seiring dengan kembali normalnya atau meningkatnya jumlah hari
kerja efektif setelah pada triwulan II diisi oleh beberapa kali long weekend dan adanya pembatasan lalu
lintas kendaraan kontainer pada H-7 Lebaran. Selain dari sisi suplai, permintaan global diperkirakan masih
cukup kuat tercermin dari akselerasi pertumbuhan pada Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang serta
pertumbuhan yang stabil pada China di triwulan II 2017. Mulai meningkat harga komoditas global
umumnya berkorelasi dan menjadi indikasi dari meningkatnya volume perdagangan global. Hingga Juli
2017, harga beberapa komoditas utama mulai meningkat setelah pada triwulan II mengalami penurunan.
Pada Juli 2017, PMI beberapa negara mitra dagang mengalami peningkatan, yakni Amerika Serikat (dari
52,50 menjadi 53,30) dan China (dari 51,37 menjadi 51,40).
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Grafik 1. 99 Perkiraan Investasi Dunia Usaha
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
49
Sejalan dengan pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor juga diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya dengan persentase peningkatan yang lebih rendah dibanding
ekspor, sehingga memberikan ruang bagi peningkatan net ekspor luar negeri Jawa Barat. Perkiraan
meningkatnya kinerja ekspor luar negeri turut mendorong peningkatan perkiraan impor luar negeri,
mengingat sebagian besar bahan baku industri untuk menghasil produk yang akan diekspor diperoleh
melalui impor. Hingga pertengahan triwulan III 2017, pertumbuhan harga sejumlah komoditas global
mengalami peningkatan setelah pada triwulan II mengalami penurunan. Beberapa komoditas yang mulai
mengalami rebound harga adalah minyak, batu bara, dan tembaga.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2017 - Sisi Lapangan Usaha
Laju pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Perkiraan ini seiring dengan kembali normalnya jumlah hari kerja efektif serta potensi
meningkatnya permintaan ekspor. Lapangan usaha perdagangan juga diperkirakan tumbuh meningkat
dibanding triwulan sebelumnya di mana masyarakat sempat menahan konsumsi untuk mempersiapkan
belanja pendidikan di tahun ajaran baru.
Pertumbuhan lapangan usaha pertanian juga diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Seiring dengan dilakukannya tanam lebih awal pada triwulan II 2017, panen padi diperkirakan mulai
berlangsung pada akhir triwulan III 2017. Pada komoditas daging ayam, sejumlah Poultry Shop besar
hingga pertengahan triwulan III 2017 mengalami peningkatan produksi. Peningkatan ini terjadi karena
jumlah penanaman yang dilakukan pada bulan lalu yang meningkat seiring dengan pasokan DOC yang
melimpah. Kondisi ini menyebabkan harga jual ayam di tingkat peternak mengalami penurunan. SKDU
memperkirakan adanya peningkatan kegiatan usaha LU pertani
2,55), sejalan dengan berlangsungnya periode masa tanam kedua atau musim gadu.
Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi juga diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan meningkatnya perkiraan pertumbuhan investasi bangunan di Jawa Barat,
pertumbuhan LU konstruksi juga diperkirakan meningkat. Beberapa proyek konstruksi yang sedang
berjalan di triwulan III 2017 antara lain meliputi :
1. Proyek infrastruktur Pemerintah : Tol Soroja, Tol Cisumdawu, LRT Jabodebek, Pelabuhan Patimban,
Bandara Internasional Kertajati, Kereta Cepat Jkt-Bandung, dll. Proyek terbaru yang dimulai sejak
triwulan II 2017 adalah tol Jakarta-Cikampek II (elevated)
2. Proyek swasta yakni pembangunan kawasan kota baru Meikarta di Cikarang yang telah dimulai sejak
Mei 2017
Pemerintah saat ini sedang mengejar penyelesaian proyek yang ditargetkan beroperasi dalam waktu
dekat yakni Tol Soroja (September 2017) dan Bandara Internasional Kertajati (2018). Sejalan dengan
masifnya pembangunan infrastruktur, pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat pada Juli 2017 juga
meningkat cukup signifikan yakni dari -4,9% (yoy) menjadi 87,01%. Inflasi bahan bangunan juga
meningkat dari 1,11% (yoy) pada tw II 2017 menjadi 1,21% pada Juli 2017. SKDU memperkirakan
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
50
peningkatan kegiatan usaha LU kon
penggunaan tenaga kerja serta investasi.
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
51
Pangsa sektor pertanian yang merupakan hulu dari agroindustri di Jawa Barat terus mengalami
penurunan selama 15 tahun terakhir, yakni dari 15,1% pada tahun 2002 menjadi 7,7% pada tahun
2016 (Grafik1). Hal ini sejalan dengan pesatnya perkembangan industrialisasi serta alih fungsi lahan.
Sejalan dengan hal tersebut, pangsa tenaga kerja di sektor pertanian juga terus menurun (dari 20,9%
menjadi 16,4%) seiring dengan meningkatnya tenaga kerja di sektor perdagangan dan jasa (Grafik 2).
Grafik 1. Perkembangan Pangsa Sektor Ekonomi
Jawa Barat Berdasarkan ADHK
Grafik 2. Perkembangan Pangsa Tenaga Kerja
Sektoral Jawa Barat
Berdasarkan pengolahan terhadap data survei Industri Besar Sedang (IBS) BPS, diketahui bahwa pangsa
value added agroindustri Jawa Barat masih relatif rendah yakni sebesar 15,6% dari total value added
yang dihasilkan industri pengolahan Jawa Barat (Grafik 3). Walau demikian, pangsa value added
agroindustri Jawa Barat bergerak dalam tren meningkat dari 2010 hingga 2014. Adapun pangsa
tenaga kerja agroindustri terhadap total industri pengolahan Jawa Barat adalah sebesar 16,2% pada
tahun 2014 dan relatif menurun dibanding tahun sebelumnya (Grafik 4). Menurunnya pangsa tenaga
kerja agroindustri di tengah peningkatan pangsa value added-nya diperkirakan antara lain didorong
oleh semakin berkembangnya penggunaan teknologi di bidang agroindustri yang semakin
mengefisienkan penggunaan tenaga kerja manusia.
Grafik 3. Pangsa Value Added Agroindustri
Terhadap Total Industri Pengolahan (IBS)
Grafik 4. Pangsa Tenaga Kerja Agroindustri
Terhadap Total Industri Pengolahan (IBS)
Berdasarkan subsektor PDRB industri pengolahan di Jawa Barat, terdapat 4 industri yang berkaitan
dengan agro atau dapat digolongkan sebagai pendekatan terhadap agorindustri, yakni industri
BOKS 1
DAYA SAING AGROINDUSTRI JAWA BARAT SERTA UPAYA PENGEMBANGANNYA
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
52
makanan dan minuman; industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu,
rotan, dan sejenisnya; industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan reproduksi media
rekaman; serta industri karet, bareng dari karet dan plastik. Dari keempat jenis industri terdapat,
pangsa terbesar terhadap total agroindustri Jawa barat diberikan oleh industri makanan & minuman
(63,0%), diikuti industri karet dan barang dari karet (18,5%), dan industri kertas (13,9%) (Grafik 5).
Selama 7 (tujuh) tahun terakhir pangsa industri makanan & minuman terus meningkat seiring dengan
menurunnya pangsa ketiga jenis industri agro lainnya. Hal ini sejalan dengan tingkat pertumbuhan
industri makanan dan minuman Jawa Barat yang secara rata-rata (2011-2015) tumbuh 8,96%,
tertinggi dibanding tingkat pertumbuhan industri agro lainnya (Grafik 6). Hal ini sesuai dengan jenis
produknya yang merupakan kebutuhan primer masyarakat sehingga cenderung resilient terjadap
gejolak dalam perekonomian. Secara umum, pertumbuhan keempat industri agro mengalami
perbaikan di tahun 2016.
Grafik 5. Perkembangan Pangsa PDRB Subsektor
Agroindustri Berdasarkan ADHK
Grafik 6. Pertumbuhan PDRB Subsektor Agroindustri
Pemetaan daya saing agroindustri
Jawa Barat antara lain dilakukan
dengan menggunakan tools analisis
RCPA3 (revealed comparative
production advantage) dan LQ4
(location quotient). Berdasarkan
analisis dengan menggunakan
kedua tools tersebut diketahui
bahwa industri makanan
merupakan rising star pada sektor
agroindustri di Jawa Barat. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai RCPA dan LQ
>1. Dengan produktivitas dan input tenaga kerja yang menjadi unggulan, maka industri makanan
dapat menjadi potensi pengembangan ekonomi lebih lanjut, khususnya pada sektor agroindustri. Selain
3 RCPA membandingkan produksi subsektor tertentu di sebuah provinsi dengan total produksi nasional subsektor
tersebut
4 LQ merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian di suatu
daerah berdasarkan perbandingan produktivitas tenaga kerja provinsi dengan nasional
Grafik 7. Pemetaan Daya Saing Agroindustri Jawa Barat
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
53
industri makanan, beberapa jenis agroindustri potensial lainnya di Jawa Barat adalah industri makanan
bayi; industri alat dapur dari kayu, rotan, dan bambu; industri minyak makan dan lemak nabati dan
hewani; serta industri remiling karet.
Secara spasial, pangsa agroindustri terbesar di Jawa Barat disumbang oleh Kab. Karawang (27,35%),
Kab. Bogor (13,79%), dan Kab. Sukabumi (12,20%) (Grafik 7). Adapun RCPA agroindustri terbesar
dimiliki oleh Kab. Pangandaran, Kab. Ciamis, dan Kota Banjar (Priangan Timur).
Grafik 8. Pangsa dan RCPA Agroindustri Kab/Kota di Jawa Barat
Secara spesifik, RCPA agro bersifat pangan tertinggi adalah di Kab. Pangandaran (industri makanan
lainnya), Kota Cirebon (industri makanan hewan), dan Kab. Cirebon (industri makanan lainnya), dan
Kab. Garut (industri makanan lainnya) (Grafik 9). Sementara RCPA agro non pangan tertinggi adalah di
Kota Banjar (pengolahan kayu), Kab. Ciamis (industri karet & olahan), Kota Bogor (industri karet &
olahan) dan Kab. Sukabumi (industri karet & olahan).
Grafik 9. Perbandingan RCPA Agro Berbasis Pangan dan Non-Pangan di Jawa Barat
Selain menggunakan RCPA dan LQ, pemetaan agroindustri unggulan Jawa Barat juga dapat dilakukan
dengan menginteraksikan nilai output, value added, serta penggunaan tenaga kerjanya berdasarkan
data yang diperoleh dari survei IBS (industri besar sedang) BPS. Dengan menggunakan ketiga indikator
tersebut, diketahui bahwa agroindustri unggulan Jawa Barat adalah industri karet & olahannya, industri
kertas, industri makanan lainnya, serta industri pengolahan kayu (Grafik 10). Adapun pemetaan lainnya
juga dapat dilakukan dengan membandingkan antara persentase ekspor terhadap total penjualan,
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
54
persentase penggunaan bahan baku impor, dan nilai ekspor agroindustri. Semakin unggul suatu
industri agro akan ditandai dengan tingginya ekspor serta rendahnya penggunaan bahan baku impor.
Berdasarkan kriteria ini, maka agroindustri unggulan Jawa Barat adalah industri karet & olahan, industri
kertas, industri pengolahan kayu, dan industri makanan lainnya (Grafik11).
Grafik 10. Perbandingan Output, VA, dan TK Sub
Agroindustri (IBS)
Grafik 11. Perbandingan % Ekspor, % Bahan Baku
Impor, Nilai Ekspor Agro Sub Agroindustri (IBS)
Secara spesifik, Disperindag Jawa Barat telah memetakan jenis agroindustri unggulan dari masing-
masing kab/kota di Jawa Barat sebagai berikut :
Gambar 1. Pemetaan Agroindustri Unggulan Kab/Kota se-Jawa Barat
Secara umum, tema agroindustri unggulan di kab/kota Jawa Barat didominasi oleh industri makanan
serta industri kreatif baik berupa fashion maupun kerajinan.
Adapun beberapa hambatan/tantangan dalam mendorong hilirisasi pertanian antara lain meliputi :
1. Terbatasnya infrastruktur, seperti akses jalan ke lokasi
2. Kualitas produk rendah
AGUSTUS 2017
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
55
3. Kuantitas/Produktivitas rendah
4. Ketersediaan energi
5. Kapasitas SDM yang kompeten
6. Bea import komoditas lebih rendah (biasanya sekitar 5% contoh teh) daripada bea ekspor (30%)
7. Penerapan PPN pada produk primer
8. Status usaha informal (UMKM)
9. Sebagian petani padi di Indonesia masih mengolah secara tradisional
10. Mahalnya mesin pertanian
11. Dorongan inovasi oleh Pemerintah dan LSM masih perlu ditingkatkan
12. Produktivitas dan kontinuitas pasokan bahan baku masih rendah, akibat kepemilikan lahan petani
yang kecil dan tersebar, serta lahan yang bersaing dengan tanaman pangan lainnya
13. Teknologi pengolahan produk masih tradisional
14. Belum adanya standarisasi bahan baku
15. Aspek kelembagaan dan jaringan pemasaran
16. Kurangnya minat investor di bidang industri hilir ubi kayu, karena tidak ada jaminan bahan baku,
insentif dan infrastruktur yang kurang memadai di sentra bahan baku
Untuk mengatasi beberapa hambatan serta tantangan tersebut, Pemerintah telah menyusun sejumlah
rencana atau kebijakan pengembangan, antara lain :
1. Pengembangan varietas tanaman yang adaptif
2. Teknik pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya tanaman
3. Pengembangan infrasruktur, terutama jaringan irigasi
4. Pengembangan produk hilir di UKM dan UB
5. Peningkatan kapasitas SDM dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim
6. Penyusunan dan penerapan (enforcement) peraturan perundangan mengenai lahan pertanian,
misalnya konversi lahan sawah dan pengelolaan lahan gambut
7. Peningkatan kompetensi melalui pelatihan pengolahan komoditas agro
8. Meningkatkan kemitraan antara petani, industri dan stakeholders lainnya
9. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di Sektor Industri Pengolahan Agro
10. Menerapkan GMP, HACCP dan ISO series
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
55
BAB II BAB II
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
56
2.1. Gambaran Umum
Total anggaran belanja fiskal Jawa Barat untuk tahun 2017 mencapai Rp171,94 Triliun, meliputi belanja
APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp32,43 Triliun (pangsa 20,96%), belanja APBD kabupaten/kota di
Jawa Barat1 sebesar Rp83,92 Triliun (pangsa 54,25%) dan belanja APBN sebesar Rp38,35 Triliun (pangsa
24,79%). Dibandingkan tahun 2016, terjadi peningkatan belanja fiskal Jawa Barat sebesar 0,73% (yoy),
di mana peningkatan terbesar terjadi pada belanja Provinsi yakni sebesar 9,95% (yoy) dan APBN sebesar
0,43% (yoy). Di sisi lain, total belanja fiskal kabupaten/kota pada tahun 2017 justru mengalami
penurunan dengan tumbuh sebesar -2,31% (yoy). Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota
tertinggi dimiliki oleh Kota Bandung yang mencapai Rp7,36 Triliun (pangsa 8,1%) dan terendah adalah
Kota Banjar sebesar Rp711,16 Miliar (pangsa 0,85%).
Pada triwulan II 2017, realisasi belanja fiskal gabungan di Jawa Barat mencapai Rp50,37 Triliun yang
terdiri dari belanja Pemerintah 26 Kab/Kota (46,24%), belanja APBN di Jawa Barat (29,91%), dan belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (23,85%). Adapun realisasi belanja untuk anggaran belanja Pemerintah
Provinsi dan belanja APBN di Jawa Barat yang tercermin melalui persentase realisasi belanja terhadap
pagu mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2016, sedangkan belanja Pemerintah Kab/Kota
mengalami penurunan. Persentase realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan II
2017 sebesar 37,04% (triwulan II 2016 sebesar 32,95%) (Tabel 2.1) dan belanja APBN di Jawa Barat
terealisasi sebesar 38,91% (triwulan II 2016 sebesar 27,61%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja
Pemerintah Kab/Kota terealisasi sebesar 28,57% (triwulan II 2016 sebesar 31,85%). Dengan demikian,
realisasi gabungan belanja fiskal di Jawa Barat (APBN, Provinsi, dan Kab/Kota) terealisasi sebesar 32,99%
terhadap pagu, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 30,97% terhadap pagu.
Dari sisi pertumbuhan, peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi pada
seluruh belanja fiskal, baik APBN, APBD Provinsi, maupun APBD Kab/Kota. Kenaikan tertinggi adalah pada
belanja Pemerintah Provinsi yang tumbuh meningkat dari -25,38% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
27,44% (yoy) pada triwulan II 2017, diikuti bekanja APBN (dari 7,26% menjadi 41,01%) dan belanja
Pemerintah Kab/Kota (dari -25,09% menjadi -12,21%). Dengan demikian, pertumbuhan gabungan
belanja fiskal di Jawa Barat meningkat dari -15,48% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 7,99% (yoy)
pada triwulan II 2017.
Secara spasial, persentase realisasi belanja terhadap pagu tertinggi terjadi di Kab. Cirebon (39,76% dari
pagu) dan terendah di Kab. Purwakarta (9,13% dari pagu). Sementara itu, pertumbuhan belanja tertinggi
pada triwulan II 2017 dialami oleh Kota Bogor (29,86%, yoy) dan terendah di Kab. Purwakarta (-53,57%,
yoy).
Dari sisi pendapatan, realisasi penerimaan APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan II 2017 sebesar
Rp16,07 Triliun atau 52,61% dari target. Persentase realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017
1 Data APBD Kab/Kota mencakup 26 kab/kota dari 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat, di mana data diambil dari situs Tim Evaluasi
dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) : monev.lkpp.go.id
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
57
sebesar 50,33% dari target. Tingginya realisasi pendapatan pada APBD Provinsi ini terutama didorong
oleh transfer dana perimbangan yang mencapai 55,40% dari target (triwulan II 2016 sebesar 49,32%
dari target). Tingginya realisasi transfer dana perimbangan ini secara khusus didorong oleh transfer Dana
Bagi Hasil (DBH). Selain itu, persentase pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) juga lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016.
Tabel 2.1. Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan I I 2017
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat, diolah
2.2. APBD Provinsi Jawa Barat
Dukungan fiskal Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2017 (APBD) mencapai Rp30,54 Triliun untuk anggaran
pendapatan dan Rp32,43 Triliun untuk anggaran belanja dan transfer (Grafik 2.1). Anggaran pendapatan
meningkat 15,29% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp26,49 Triliun. Peningkatan target ini seiring
dengan berlanjutnya prospek perbaikan ekonomi di tahun 2017 serta kenaikan sejumlah tarif maupun
pajak yang menjadi sumber pendapatan daerah (contoh : biaya STNK, harga BBM, dll). Di sisi lain,
anggaran belanja tahun 2017 meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp29,49
Triliun.
Peningkatan pada anggaran belanja ini terutama didorong oleh peningkatan yang signifikan pada pos
belanja pegawai (140,1%, yoy) sehubungan dengan mulai diterapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah yang berimplikasi pada beralihnya beberapa kewenangan kota-kabupaten ke provinsi,
provinsi ke nasional, maupun sebaliknya. Beberapa kewenangan yang beralih dari sebelumnya di
kota/kabupaten ke provinsi adalah pendidikan menengah, ketenagakerjaan, ESDM, perhubungan dan
kehutanan yang berdampak kepada dialihkannya PNS kota/kabupaten ke provinsi sebanyak 28 ribu
orang, dengan proporsi terbesar adalah tenaga guru termasuk honorer. Sebaliknya, PNS provinsi yang
dialihkan ke kabupaten/kota maupun nasional hanya sebesar 162 orang. Adapun pengalihan wewenang
yang cukup besar ke Pemerintah Provinsi tersebut tidak dibarengi dengan pengalihan/penambahan
DAU/DAK. Hal ini berdampak pada proporsi anggaran Pemerintah Provinsi di tahun 2017, di mana
beberapa dinas/SKPD mengalami pengurangan anggaran untuk mengkompensasi peningkatan biaya gaji
di tahun 2017.
Realisasi(Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD P
Realisasi(Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD P
I Pendapatan 26.807 13.491,3 50,3 30.541 16.066 52,6 1 Pendapatan Asli Daerah 16.180 8.251,5 51,0 16.524 8.301 50,2 2 Dana Perimbangan 10.595 5.225,8 49,3 13.987 7.748 55,4 3 Lain-lain Pendapatan 32 14,0 44,2 30 17 56,9 II Belanja 28.603 9.424,6 32,9 32.429 12.010 37,04 1 Belanja Operasi 18.623 7.495,2 40,2 23.668 10.067 42,53 2 Belanja Modal 3.546 410,2 11,6 2.292 433 18,91 3 Belanja Tidak terduga 50 - - 61 - - 4 Belanja Transfer 6.385 1.519,3 23,8 6.409 1.511 23,57
Surplus/ (Defisit) (1.796) 4.066,7 17,4 (1.888) 4.056 (214,81)
APBD 2017(Rp Miliar)
S.d. Triwulan II 2017S.d. Triwulan II 2016APBD 2016 P
(Rp Miliar)No. Uraian
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
58
Secara ringkas, persentase realisasi baik pada anggaran belanja maupun pendapatan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibanding triwulan II 2016. Persentase realisasi belanja pada
triwulan II 2017 mencapai 37,04% dari pagu, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 sebesar 32,9%.
Sejalan dengan hal tersebut, realisasi pendapatan juga pencapaian yang lebih baik, yakni mencapai
52,61% dari target pada triwulan II 2017, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 sebesar 50,33%.
Pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat dari -25,4% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 27,4% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 2.2). Secara spesifik, peningkatan pertumbuhan
belanja ini disebabkan oleh belanja hibah yang meningkat dari -55,3% (yoy) menjadi -1,9% (yoy) serta
belanja bantuan keuangan yang tumbuh 245,6% (yoy). Komponen belanja lainnya yang mengalami
peningkatan adalah belanja modal (dari -1,4% menjadi 5,6%). Di sisi lain, belanja pegawai dan belanja
barang tumbuh melambat pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnnya. Melambatnya
pertumbuhan belanja pegawai antara lain disebabkan karena Pemerintah menggeser pencairan gaji ke-13
yang sebelum dijadwalkan untuk dicairkan pada triwulan II menjadi dicairkan pada awal triwulan III 2017,
sementara pada tahun 2016 pencairan gaji ke-13 dilakukan pada triwulan II.
Di sisi lain, pendapatan Pemerintah Provinsi pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 19,09% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 72,92% (yoy). Perlambatan terdalam
terjadi pertumbuhan dana perimbangan yang melambat dari 418,54% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 48,27% pada triwulan II 2017. Berdasarkan perkembangan-perkembangan di atas, pada
triwulan II 2017 neraca APBD Provinsi Jawa Barat meraih surplus anggaran sebesar Rp4,06 Triliun, lebih
rendah dibanding triwulan II 2016 yang mengalami surplus anggaran sebesar Rp4,07 Triliun.
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
2.2.1. Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
Pada tahun 2017, kenaikan anggaran pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat terutama ditopang oleh
kenaikan pada anggaran transfer dana perimbangan yang naik cukup signifikan hingga 37,19% (yoy),
khususnya didorong oleh peningkatan pada pagu Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat dari
Rp1,02 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp2,99 Triliun pada tahun 2017 atau tumbuh 192,98% (yoy)
Grafik 2.1. Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat
Grafik 2.2. Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
59
(Tabel 2.2). Peningkatan transfer DAU ke Pemerintah Provinsi ini antara lain merupakan implikasi dari
pengalihan urusan pendidikan SMA/SMK dan urusan lainnya dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi.
Sejalan dengan hal tersebut, pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) juga mengalami peningkatan sebesar
19,19% (yoy). Peningkatan ini khususnya terjadi pada pagu DAK Non Fisik seiring dengan adanya
penambahan jenis DAK Non Fisik yakni : (1) dana pelayanan administrasi kependudukan dan (2)
tunjangan khusus guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD) di desa sangat tertinggal. Anggaran
pendapatan asli daerah (PAD) yang menjadi penopang utama pendapatan daerah tumbuh terbatas yakni
sebesar 1,58% (yoy) pada tahun 2017, terutama didorong oleh peningkatan target pendapatan pajak
daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy).
Tabel 2.2. Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Barat masih dalam kategori baik, tercermin dari 54,10%
anggaran pendapatan pada tahun 2017 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun demikian,
DOF ini mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2016 sebesar 61,40% seiring dengan
meningkatnya pangsa dana perimbangan. Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar PAD dengan
pangsa mencapai 92,2%, relatif tidak berubah dibanding tahun 2016 (Grafik 2.3). Pertumbuhan target
penerimaan pajak daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan target
penerimaan pajak tahun 2016 sebesar 5,16% (yoy). Secara spesifik, penurunan pada tahun 2017 terjadi
pada target Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/PBBKB yang terkontraksi sebesar -2,71% (yoy) serta
target Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB yang terkontraksi sebesar -2,79% (yoy). Adanya
penurunan pada target BBNKB diperkirakan salah satunya sebagai dampak dari kenaikan biaya STNK.
Sementara itu, penurunan target PBBKB diperkirakan memperhitungkan kebijakan Pemerintah yang
kembali tidak menaikkan harga BBM subsidi khususnya sepanjang semester I 2017.
I PAD 16.267 16.524 1,58a. Pajak Daerah 15.013 15.238 1,50b. Retribusi Daerah 70 58 (16,73)c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 335 323 (3,35)d. Lain-lain PAD 849 904 6,49
II Dana Perimbangan 10.196 13.987 37,19a. Bagi Hasil Pajak 1.396 1.724 23,49b. Dana Alokasi Umum 1.021 2.992 192,98c. Dana Alokasi Khusus 7.779 9.271 19,19
III Lain-lain Pendapatan 29 30 3,57a. Bantuan Keuangan (Hibah) 24 22 (6,24)b. Lain-lain Penerimaan 0 0 0,00c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 8 50,00
26.491 30.541 15,29Total Pendapatan
No. UraianAPBD 2017 (Rp
Miliar)APBD 2016 P (Rp
Miliar)% Perubahan
(yoy)
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
60
2.2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp16,07 Triliun atau
52,61% terhadap target, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 sebesar Rp13,49 Triliun atau 50,33%
terhadap target (Tabel 2.3). Adapun komponen pendapatan dengan persentase realisasi tertinggi pada
triwulan II 2017 Dana Perimbangan (55,40%). Ditinjau dari sisi pertumbuhan tahunan, maka komponen
yang mengalami pertumbuhan tertinggi juga adalah dana perimbangan yang mencapai 48,27% (yoy),
walau masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan realisasi pada triwulan I 2017. Hal ini didorong
oleh transfer Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat yang berlangsung tepat waktu.
Tabel 2.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD
I PAD 16.180 8.252 51,00 16.524 8.301 50,24a. Pajak Daerah 14.931 7.521 50,38 15.238 7.475 49,05b. Retribusi Daerah 66 37 55,51 58 26 44,55c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 310 319 103,02 323 337 104,33d. Lain-lain PAD 873 374 42,81 904 463 51,17
II Dana Perimbangan 10.595 5.226 49,32 13.987 7.748 55,40a. Bagi Hasil Pajak 1.600 919 57,44 1.724 1.213 70,40b. Dana Alokasi Umum 1.247 520 41,67 2.992 1.416 47,31c. Dana Alokasi Khusus 7.747 3.787 48,88 9.271 5.119 55,22
III Lain-lain Pendapatan 32 14 44,18 30 16,90 56,91a. Bantuan Keuangan (Hibah) 27 9 33,74 22 9 42,35b. Lain-lain Penerimaan 0 0 - 0 0 0,00c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 5 100,00 8 8 100,00
26.807 13.491 50,33 30.541 16.066 52,61
No. Uraian
Total Pendapatan
S.d Tw II 2017S.d Tw II 2016APBD 2017 (Rp Miliar)
APBD 2016 (Rp Miliar)
Grafik 2.3. Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
61
Pada triwulan II 2017, realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat mencapai Rp8,30
Triliun atau tumbuh sebesar 0,60% (yoy), melambat
dibanding triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar
2,78% (yoy). Perlambatan laju pertumbuhan PAD
dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi pada
seluruh komponen PAD. Adapun komponen pajak
daerah sebagai komponen dengan pangsa terbesar
(90,05%) tercatat tumbuh sebesar -0,62% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang
tumbuh sebesar 1,43% (yoy). Penerimaan pajak daerah ini terutama bersumber dari Pajak Kendaraan
Bermotor/PKB (40,9%), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB (32,8%), dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor/ PBBKB (15,0%) (Grafik 2.4). Tingginya pangsa penerimaan dari PKB sejalan dengan
karakteristik Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbanyak serta menjadi penyangga ibukota di mana
banyak masyarakat di wilayah suburban yang bekerja di Jakarta dan memanfaatkan kendaraan bermotor.
Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari upaya pemerintah meningkatkan partisipasi wajib pajak melalui
pembebasan BBNKB dan denda BBNKB dari luar provinsi Jawa Barat yang melakukan mutasi masuk ke
Provinsi Jawa Barat pada semester II 2016 lalu.
Dana Perimbangan
Pada triwulan II 2017, realisasi transfer dana perimbangan mencapai Rp7,75 Triliun atau 55,40%
terhadap pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 yang terealisasi sebesar Rp5,23 Triliun
atau 49,32% terhadap pagu anggaran. Peningkatan baik secara nominal maupun persentase realisasi
terhadap pagu ini terjadi pada ketiga komponen dana perimbangan. Adapun persentase realisasi tertinggi
adalah pada transfer dana bagi hasil yang mencapai 70,40% terhadap pagu, lebih tinggi dibanding
triwulan II 2016 sebesar 57,44% terhadap pagu.
Dana Alokasi Khusus (DAK) ke Jawa Barat pada triwulan II 2017 terealisasi sebesar Rp5,12 Triliun atau
55,22% terhadap pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 yang terealisasi sebesar Rp3,79
Triliun atau 48,88% terhadap pagu anggaran. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi transfer Dana Alokasi
Umum (DAU) ke Jawa Barat pada triwulan II 2017 sebesar Rp1,42 Triliun atau 47,31% terhadap pagu
juga lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 sebesar Rp519,60 Miliar atau 41,67% terhadap pagu.
Meningkatnya realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) ini selain disebabkan oleh kembali
meningkatnya anggarannya dibanding tahun 2016 sebesar 7,60% (yoy), juga didorong oleh Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) terbaru yang mereformasi dan memperbaiki mekanisme TKDD. Melalui PMK
No. 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang ditandatangani
tanggal 4 April 2017 tersebut, Pemerintah mengakomodasi beberapa kebijakan strategis, antara lain : (1)
pengalokasian DAU bersifat dinamis atau tidak final, sehingga DAU per daerah dan realisasi
penyalurannya akan mengikuti dinamisasi perkembangan PDN net; (2) penyaluran TKDD didasarkan
padan kinerja penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD yang disalurkan pada tahun sebelumnya;
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Grafik 2.4. Pangsa Realisasi Pajak Daerah Tw II 2017
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
62
(3) penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, yang sebelumnya dilakukan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan,
sekarang dilakukan oleh KPPN di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan
Kementerian Keuangan kepada pemerintah daerah; (4) penguatan peran Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah dalam memberikan rekomendasi atas usulan kegiatan DAK fisik dari
kabupaten/kota, dan pelaksanaan sinkronisasi, serta harmonisasi rencana kegiatan DAK fisik antar
daerah, antar bidang, dan antar DAK dengan pendanaan lainnya; (5) penyempurnaan kriteria dalam
pengalokasian Dana Insentif Daerah (DID) berdasarkan beberapa indikator tertentu; dan (6) peningkatan
kualitas belanja infrastruktur daerah untuk meningkatkan pelayanan dasar publik, yaitu dengan
menganggarkan presentase tertentu dari dana transfer ke daerah yang bersifat umum. Dengan adanya
peraturan ini, Pemerintah Daerah didorong menjadi semakin tertib, tepat waktu, dan tepat sasaran dalam
penggunaan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.
Dilihat dari sumbernya, komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) memberikan kontribusi terbesar pada
triwulan II 2017 yakni mencapai 66,07%, disusul oleh Dana Alokasi Umum (18,27%) dan Dana Bagi Hasil
(15,66%). Sebagian dana dari DAK ini ditujukan bagi alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana Alokasi Umum (DAU) sangat penting bagi daerah karena dana yang bersumber dari APBN ini
merupakan bagian dari perwujudan desentralisasi dan dialokasikan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah (horizontal) dalam rangka mendanai kebutuhan daerah. Pengalokasian DAU
tersebut didasarkan atas fiscal gap2 dan alokasi dasar
3. Dana Bagi Hasil (DBH) ditujukan untuk mengatasi
ketimpangan fiskal vertical (antara pemerintah pusat dan daerah), dengan fokus alokasi kepada daerah
penghasil. Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk mengatasi ketimpangan penyediaan infrastruktur
layanan publik (DAK fisik) serta mendukung operasional penyelenggaraan layanan publik (DAK non fisik).
Lain-lain Pendapatan
Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi pada triwulan II 2017 adalah sebesar Rp17 Miliar atau
56,91% terhadap pagu anggaran. Realisasi ini meningkat dibanding triwulan II 2016 sebesar Rp14,02
Miliar atau 44,18% terhadap pagu anggaran. Berdasarkan komponennya, realisasi ini terdiri dari bantuan
keuangan (hibah) sebesar Rp9 Miliar atau 42,35% terhadap pagu dan Dana Penyesuaian & Otsus sebesar
Rp 8 Miliar atau 100% terhadap pagu.
2.2.3. Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari anggaran belanja dan transfer pada APBD
2017 mencapai Rp32,43 Triliun atau meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 (Tabel 2.4).
Peningkatan terbesar terjadi pada anggaran belanja yang meningkat dari Rp22,92 Triliun pada tahun
2016 menjadi Rp26,02 Triliun pada tahun 2017 (13,52%, yoy). Di sisi lain, anggaran transfer menurun
dari Rp6,57 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp6,41 Triliun pada tahun 2017 (-2,49%, yoy). Penurunan
2 Fiscal gap adalah kebutuhan fiskal (meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB
per kapita, dan indeks pembangunan manusia (IPM)) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
3 Alokasi dasar dihitung berdasarkan atas jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
63
anggaran transfer yakni bagi hasil pajak salah satunya mempertimbangkan kenaikan beban belanja
Pemerintah Provinsi akibat pengalihan wewenang yang cukup besar dari Kab/Kota ke Provinsi.
Secara nominal, komponen belanja yang mengalami peningkatan terbesar adalah belanja operasi yakni
sebesar Rp4,10 Triliun (20,97%, yoy). Secara spesifik, komponen belanja operasi yang meningkat
signifikan adalah belanja pegawai yakni dari Rp2,22 Triliun pada 2016 menjadi Rp5,34 Triliun pada 2017
(140,1%, yoy). Berdasarkan strukturnya, komponen belanja operasi masih mendominasi alokasi belanja
APDB Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pangsa yang mencapai 91,0% (Grafik 2.5).
Tabel 2.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Peningkatan belanja operasi ini diimbangi dengan penurunan pada anggaran belanja modal sebesar
Rp1,04 Triliun (-31,14%, yoy). Sama halnya dengan belanja transfer, penurunan pada anggaran belanja
modal pada tahun 2017 merupakan bentuk kompensasi terhadap meningkatnya komponen belanja
pegawai pada belanja operasi seiring dengan pengalihan 28.000 PNS dari wewenang Kab/Kota ke
Provinsi.
1 Belanja Operasi 19.566 23.668 20,97a. Belanja Pegawai 2.225 5.342 140,10 b. Belanja Barang 3.097 3.641 17,55 c. Belanja Bunga 0 0 0,00d. Belanja Subsidi 15 15 0,00 e. Belanja Hibah 10.181 10.382 1,98 f. Belanja Bantuan Sosial 18 38 109,35 g. Belanja Bantuan Keuangan 4.029 4.249 5,46
2 Belanja Modal 3.328 2.292 (31,14)3 Belanja Tidak Terduga 27 61 125,144 Belanja Transfer 6.572 6.409 (2,49)
a. Bagi hasil pajak 6.572 6.409 (2,49)b. Bagi hasil retribusi 0 0 0,00
29.493 32.429 9,95Total Belanja
No. UraianAPBD 2017(Rp Miliar)
APBD 2016 P(Rp Miliar)
% Perubahan (yoy)
Grafik 2.5. Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
64
2.2.4. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017 realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi Jawa Barat totalnya sebesar Rp12
Triliun meningkat sebanyak 6 kali atau 37,04% terhadap keseluruhan APBD (Tabel 2.5). Jika dilihat secara
tahunan, realisasi belanja triwulan II 2017 dibandingkan triwulan II 2016 relatif sama dengan
pertumbuhan sebesar 4,09% (yoy). Adapun komponen belanja yang mengalami peningkatan realisasi
adalah belanja operasi dan belanja modal dibanding periode yang sama tahun 2016.
Tabel 2.5. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Jika melihat pola realisasi anggaran Pemerintah
Provinsi beberapa tahun sebelum tahun 2017,
persentase pola realisasi anggaran pada triwulan
II 2017 lebih baik dari tahun 2014-2016 (Grafik
2.6). Pada triwulan II 2017, realisasi belanja
sebesar 28,75% meningkat dibanding tahun
2016 (20,36%), serta lebih baik dari dari rata-
rata serapan triwulan II periode 2014-2016.
Realisasi pertumbuhan serapan yang meningkat
di triwulan II sejalan dengan pelaksanaan
pemberian tunjangan profesi guru PNS dan Non PNS yang telah dialihkan kewenangannya kepada
Provinsi Jawa Barat.
Pertumbuhan persentase serapan pada komponen belanja pada triwulan II 2017 dibanding triwulan II
2016 terutama disebabkan oleh belanja operasi pada dua komponen yang terealisasi. Komponen belanja
barang sebesar 47,89% terhadap pagu, meningkat dibanding triwulan II 2016 (31,99%), selain itu
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thd APBD
1 Belanja Operasi 18.623 7.495 40,25 23.668 10.067 42,53a. Belanja Pegawai 2.376 1.112 46,80 5.342 2.312 43,27b. Belanja Barang 3.030 969 31,99 3.641 1.743 47,89c. Belanja bunga 0 - 0 0 0 0d. Belanja Subsidi 15 - 0,00 15 0 0e. Belanja Hibah 9.659 5.132 53,13 10.382 5.036 48,51f. Belanja Bantuan Sosial 19 - 0,00 38 0 0,00g. Belanja Bantuan Keuangan 3.523 282 8,01 4.249 975 22,95
2 Belanja Modal 3.546 410 11,57 2.292 433 18,913 Belanja Tidak Terduga 50 - 0 61 0 04 Belanja Transfer 6.385 1.519 23,80 6.409 1.511 23,57
a. Bagi hasil pajak 6.385 1.519 23,80 6.409 1.511 23,57b. Bagi hasil retribusi 0 0 0 0 0 0
28.603 9.425 32,95 32.429 12.010 37,04Total Belanja
No. Uraians.d Tw II 2017s.d Tw II 2016
APBD 2017(Rp Miliar)
APBD 2016(Rp Miliar)
Grafik 2.6. Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per
Triwulan (%)
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
65
komponen belanja bantuan keuangan yang juga mengalami pertumbuhan yang signifikan dari 8,01%
pada triwulan II 2016 menjadi 22,95% pada
triwulan yang sama di tahun 2017.
Sejalan dengan pertumbuhan persentase
realisasinya, pertumbuhan realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (37,04%, yoy)
juga tercatat meningkat dibandingkan dengan
triwulan III 2016 (34,43%, yoy) maupun triwulan
II 2016 (32,95%, yoy) (Grafik 2.7). Peningkatan
pertumbuhan belanja yang tertinggi terjadi di
komponen belanja modal. Hal ini sejalan dengan
monitoring pusat penyerapan anggaran dan kinerja dimana Provinsi Jawa Barat penyerapan anggarannya
lebih tinggi dari nasional.
Belanja Operasi
Pada triwulan II realisasi belanja operasi pada triwulan II 2017 mencapai Rp10 Triliun atau sebesar 83,8%
terhadap seluruh pagu anggaran serta tumbuh sebesar 74,45% (yoy). Realisasi pertumbuhan belanja
yang saat ini merupakan yang tertinggi selama lima tahun terakhir pada triwulan yang sama. Kontributor
utama dari realisasi belanja operasi tersebut masih didominasi oleh pertumbuhan pada komponen belanja
hibah dan belanja pegawai. Untuk komponen belanja hibah dengan pangsa mencapai 50%, diikuti oleh
belanja pegawai (23%) dan belanja barang sebesar (17,3%) (Grafik 2.8). Pada triwulan II 2017
pertumbuhan terendah terdapat pada komponen belanja bantuan keuangan (-697% yoy), sementara
belanja barang dan belanja pegawai mengalami pertumbuhan positif masing-masing sebesar 53,4% (yoy)
dan 50,21% (yoy) (Grafik 2.8).
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat
Pertumbuhan belanja barang dan belanja pegawai yang meningkat disebabkan karena pada triwulan II
2017 terjadi realisasi belanja barang dan belanja pegawai pada bidang pendidikan. Realisasi anggaran
tersebut ditujukan untuk membayar tunjangan profesi guru PNS dan Non PNS serta belanja barang untuk
membantu operasionalisasi sekolah. Pertumbuhan yang paling rendah pada komponen belanja bantuan
Grafik 2.8. Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)
Grafik 2.9. Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi
Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Operasi dan Modal
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
66
keuangan disebabkan karena komponen belanja bantuan ini telah banyak dialokasikan di tahun 2016
untuk pelaksanaan PON.
Belanja Modal
Pada triwulan II realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp433 Miliar atau
terealisasi 18,91% dari pagunya. Realisasi ini lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 yang terealisasi
sebesar Rp410 Miliar atau dengan kata lain tumbuh sebesar 5,34% (yoy). Pertumbuhan realisasi belanja
modal yang mulai meningkat merupakan realisasi dari proses lelang proyek yang sudah selesai sehingga
beberapa proyek terutama infrastruktur di wilayah Jawa Barat sudah mulai berjalan. Beberapa proyek
yang sedang berjalan antara lain adalah LRT terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi,
Inland Waterway/Cikarang-Bekasi-Laut (CBL), Pelabuhan di Jawa Barat bagian utara, Central- West Java
Transmission Line 500 KV Central Java Power Plant /PLTU Batang yang termasuk kedalam 30 proyek
prioritas pemerintah yang berada dalam pengawasan utama sampai dengan tahun 2019.
2.3. Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Anggaran belanja untuk 27 kabupaten/kota4 pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp83,92 Trilun atau
menurun sebesar -2,31% (yoy) dibanding gabungan anggaran belanja tahun 2016 sebesar Rp85,90
Triliun. Penurunan anggaran belanja ini salah satunya merupakan implikasi dari pengalihan sebagian
wewenang dari pemerintah kab/kota ke provinsi. Secara spasial, anggaran belanja untuk 5 kab/kota besar
di Jawa Barat memiliki pangsa mencapai 34,43% terhadap total anggaran belanja kab/kota di Jawa Barat.
Adapun anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh Kota Bandung dengan pangsa mencapai 8,2%, diikuti
oleh Kab. Bogor (7,8%), Kota Bekasi (6,3%), Kab. Bekasi (6,2%), dan Kab. Bandung (5,9%) (Grafik 2.10).
Di sisi lain, kab/kota dengan pangsa belanja terendah adalah Kota Cirebon (1,62%), Kab. Pangandaran
(1,59%), Kota Sukabumi (1,37%), dan Kota Banjar (0,85%).
Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)
4 Data bersumber dari situs TEPRA, menggunakan Anggaran Perubahan
Grafik 2.10. Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 (%)
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
67
Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja kab/kota masih didominasi oleh belanja pegawai (45,0%),
kemudian diikuti oleh belanja barang/jasa (22,2%), belanja modal (19,1%), dan belanja hibah & bantuan
(13,7%) (Grafik 2.11).
Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)
Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBD dari 24 kab/kota yang ada di Jawa Barat mencapai 28,6%
terhadap pagu anggaran. Persentase realisasi terendah dari data 24 kab/kota terjadi di Kab. Purwakarta
(9,13%) sementara realisasi tertinggi terjadi di Kabupaten Cirebon (39,76%). Secara nominal, realisasi
belanja terendah pada triwulan II 2017 diraih oleh Kota Banjar yang mencapai Rp711 Miliar sementara
nilai realisasi tertinggi dialami oleh Kota Bandung sebesar Rp6,8 Triliun (Grafik 2.12). Meskipun terjadi
pengalihan kewenangan beban anggaran khususnya untuk belanja pegawai dari PNS ke Provinsi, namun
kinerja realisasi belanja APBD 24 Kab/Kota meningkat pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan I
2017.
Sumber : Situs TEPRA (monev.lkpp.go.id)
2.4. Belanja APBN di Jawa Barat
Dalam rangka membiayai belanja serta programnya di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan
sejumlah anggaran APBD untuk direalisasikan di Jawa Barat. Anggaran penerimaan APBN tersebut hanya
berasal dari penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), serta hibah. Selain alokasi ini, belanja APBN juga disalurkan dalam bentuk Belanja Pemerintah
Grafik 2.11. Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017
Grafik 2.12. Perkembangan Realisasi Belanja 24 Kab/Kota di Jawa Barat Triwulan 7
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
68
Pusat dan Transfer ke Daerah melalui Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Belanja pemerintah pusat melalui APBN tersebut antara lain digunakan untuk membiayai gaji pegawai
Kementerian atau instansi pemerintah pusat yang berada di Jawa Barat, seperti Kantor Wilayah
Perbendaharaan Negara dan Kantor Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digunakan untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan
strukturnya, belanja APBN di Jawa Barat terutama dialokasikan untuk belanja pegawai (45,54%) dan
belanja barang (37,28%) (Tabel 2.6).
Tabel 2.6. Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBN di Jawa Barat adalah mengalami pertumbuhan dibandingkan
triwulan II 2016 yaitu sebesar Rp38,9 Triliun atau 41,01% terhadap total pagu (Tabel 2.7). Jika melihat
tabel realisasi belanja APBN maka dapat terlihat bahwa seluruh komponen belanja mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan II 2016 baik secara nominal maupun persentasenya. Komponen
belanja bantuan sosial mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yaitu sebesar 107,71% (yoy),
selanjutnya adalah komponen belanja modal sebesar 48,75% (yoy) diikuti belanja pegawai 47,34% (yoy),
dan belanja barang sebesar 30,15% (yoy) (Grafik 2.13).
Tabel 2.7. Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
Terjadi peningkatan laju pertumbuhan realisasi total belanja pada triwulan II 2017 dibanding triwulan
sebelumnya. Belanja APBN pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 28,2% (yoy) atau meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 75% (yoy) (Grafik 2.14), di mana peningkatan khususnya
terjadi pada pertumbuhan belanja pegawai dan belanja barang.
Pagu (Rp Miliar)
Pangsa (%)
Pagu (Rp Miliar)
Pangsa (%)
1 Belanja Pegawai 16,980 44.47 17,464 45.54 2.852 Belanja Barang 14,986 39.25 14,295 37.28 -4.623 Belanja Modal 6,000 15.71 6,369 16.61 6.164 Belanja Bantuan Sosial 216 0.57 219 0.57 1.35
38,182 100.00 38,347 100.00 0.43
No. Jenis Belanja
Total Belanja
TA 2016 TA 2017 % Perubahan (yoy)
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi
1 Belanja Pegawai 5,314 31.59 7,830 45.29 47.342 Belanja Barang 4,088 26.61 5,321 36.10 30.153 Belanja Modal 1,266 20.13 1,883 29.09 48.754 Belanja Bantuan Sosial 15 6.76 30 13.91 107.71
10,683 27.61 15,065 38.91 41.01Total Belanja
No. Jenis Belanja%
Pertumbuhan (yoy)
Tw II 2016 Tw II 2017
AGUSTUS 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
69
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Alokasi belanja di Jawa Barat pada triwulan II 2017 ini tertinggi ditujukan untuk merealisasikan fungsi
perlindungan sosial (pangsa 94,55%), diikuti fungsi perumahan dan fasilitas umum (pangsa 34,98%) dan
ekonomi (pangsa 31,74%) (Tabel 2.8). Sedangkan realisasi komponen belanja APBN berdasarkan fungsi
terendah secara pangsa adalah kesehatan (7,32%) dengan nominal sebesar Rp22 miliar hal ini terjadi
karena realisasi untuk fungsi kesehatan telah terlaksana di triwulan I 2017.
Tabel 2.8. Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thdp pagu
Realisasi (Rp Miliar)
% Realisasi thdp pagu
1 Pelayanan Umum 158 29 18.16 193 15 8.012 Pertahanan 53 9 16.86 73 9 12.25
3Ketertiban dan Keamanan 276 19 6.75 83 29 31.46
4 Ekonomi 3973 1412 35.55 4860 1555 31.745 Lingkungan Hidup 91 11 11.77 57 14 23.96
6Perumahan dan Fasilitas Umum 375 111 29.58 191 65 34.98
7 Kesehatan 510 32 6.23 269 22 7.328 Agama 79 2 2.09 71 20 22.249 Pendidikan 683 117 17.11 565 150 25.7910 Perlindungan Sosial 17 4 24.47 5 5 94.55
6216 1745 28.07 6369 1883 29.56TOTAL BELANJA MODAL
Pagu 2017 (Rp Miliar)
s.d. Tw II 2017No Fungsi Pagu 2016
(Rp Miliar)
s.d. Tw II 2016
Grafik 2.13. Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat Grafik 2.14. Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat
Grafik 2.15. % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan
BAB III
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
71
KONDISI UMUM
Inflasi Jawa Barat pada triwulan II 2017 terkendali walau mencatatkan peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Inflasi IHK Jawa Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,31% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,37% (yoy). Namun realisasi ini masih lebih rendah
dibanding rata-rata historis inflasi triwulan II (2012-2016) sebesar 4,97% (yoy).
Perkembangan inflasi Jawa Barat pada triwulan ini kembali mencatatkan realisasi yang lebih rendah
dibanding inflasi nasional sebesar 4,37% (yoy), di mana hal ini telah konsisten terjadi sejak tahun 2014
(Grafik 3.1). Secara spasial di Kawasan Jawa, realisasi inflasi pada triwulan II 2017 Jawa Barat menempati
posisi terendah ketiga setelah DKI Jakarta (3,94%, YoY), dan DI Yogyakarta (4,29%,YoY). Inflasi di Jawa
Barat terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah menaikkan beberapa tarif pada triwulan II 2017
antara lain tarif listrik golongan 900VA dan BBM non subsidi. Selain itu, terdapat hari besar keagamaan
yaitu Ramadhan dan Idul Fitri yang juga memiliki andil besar pada inflasi di Jawa Barat. Realisasi inflasi
triwulan II tahun 2017 dari provinsi-provinsi di Kawasan Jawa tercatat lebih tinggi dibanding tahun 2016
(Grafik 3.2).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Secara triwulanan, inflasi IHK Jawa Barat mengalami peningkatan yakni dari 1,21% (qtq) pada triwulan I
2017 menjadi sebesar 1,51% (qtq) pada triwulan II 2017, serta lebih tinggi dibanding triwulan II 2016
yang tercatat sebesar 0,59% (qtq). Peningkatan inflasi triwulanan ini khususnya terjadi pada kelompok
bahan makanan dan sandang seiring dengan momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Secara historis,
realisasi inflasi triwulanan Jawa Barat pada triwulan II 2017 ini lebih tinggi dibanding rata-rata historis 5
tahun terakhir sebesar 0,83% (qtq).
Grafik 3. 1. Inflasi Jawa Barat dan Nasional Grafik 3. 2. Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
72
Berdasarkan disagregasi kelompok, peningkatan tekanan inflasi tahunan dibanding triwulan
sebelumnya ini disebabkan baik oleh faktor non fundamental dari kelompok administered pricess
maupun faktor fundamental pada kelompok core. Namun demikian, penurunan tekanan inflasi
pada kelompok volatile food menjadi faktor penahan. Berdasarkan besar andilnya, tekanan inflasi
pada triwulan II 2017 disumbang oleh kelompok administered pricess dan core dengan andil masing-
masing sebesar 2,10% (yoy) dan 1,82% (yoy). Sementara itu, kelompok volatile food memberikan andil
inflasi yang lebih rendah yakni 0,38% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, peningkatan tekanan
inflasi tercermin dari andil inflasi kelompok administered pricess dan core yang meningkat. Sementara itu,
andil inflasi kelompok volatile food yang menurun menjadi faktor penahan tekanan inflasi di triwulan II
2017.
Peningkatan inflasi core dari 2,67% (yoy) menjadi 2,92% (yoy) pada triwulan II 2017 disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain : (1) peningkatan permintaan terhadap makanan jadi dan baju muslim seiring
dengan perayaan hari besar keagaam Ramadhan dan Idul Fitri; serta (2) banyaknya hari libur selama
triwulan II 2017 (Grafik 3.3). Dengan demikian, inflasi core tercatat meningkat lebih tinggi dibanding
triwulan I 2017. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi kelompok administered pricess juga tercatat
meningkat tajam yakni dari 5,20% (yoy) menjadi 10,71% pada triwulan II 2017. Peningkatan ini
khususnya terjadi pada sub kelompok energi seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan
tarif listrik pelanggan golongan 900VA secara bertahap pada tahun 2017. Selain itu, terdapat kenaikan
harga BBM non subsidi pada bulan Mei 2017 dan kelangkaan LPG 3 kg karena faktor seasonal bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi volatile food juga tercatat menurun yakni dari 3,72% (yoy)
menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan II 2017. Penurunan ini terutama disebabkan oleh kebijakan
Grafik 3.3. Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy)
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
73
Kementerian Pertanian pada tahun 2016 yang membangun buffer zone untuk tanaman bawang merah
dan cabai di wilayah Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Bali dan Papua
yang menyebabkan pasokan di Jawa Barat dapat dikonsumsi untuk wilayah Jawa Barat sendiri. Selain itu,
utnuk menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar
harga pangan di pasaran tetap stabil. Salah satunya adalah dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi
(HET) untuk beberapa komoditas seperti bawang putih, dan mengimpor komoditas yang pasokannya
kurang namun permintaannya tinggi.
3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan II 2017
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Pada triwulan II 2017, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat sebesar 0,50% (mtm), meningkat
dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di triwulan I 2017 sebesar 0,40% (mtm). Realisasi ini juga
menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dibanding dengan rata-rata historis inflasi bulanan di triwulan II
(periode 2012-2016) sebesar 0,28%.
Selama triwulan II 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 20117 akibat adanya hari besar
keagamaan yaitu bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang berlangsung selama triwulan II 2017. Hal ini
menyebabkan adanya peningkatan fundamental permintaan, seperti pangan, makanan jadi, sandang
untuk kebutuhan Lebaran serta peningkatan jenis permintaan pada beberapa jenis angkutan karena
adanya momen mudik Lebaran. Selain itu, kenaikan tarif listrik 900VA yang berlangsung hingga bulan
Mei 2017, memberikan dampak hingga akhir triwulan II 2017 khususnya kepada pelanggan pascabayar.
Inflasi bulanan pada Juni 2017 ini juga tercatat lebih tinggi dibanding rata-rata historis 5 (lima) tahun
terakhir (Grafik 3.4). Inflasi bulan April 2017 (0,17%) dan bulan Mei (0,45%) juga tercatat lebih tinggi
dibanding rata-rata historisnya (-0,06% dan 0,20%), di mana hal ini terutama disebabkan oleh dampak
dari kenaikan tarif listrik 900VA dengan pelanggan pascabayar.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di kawasan Jawa, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat
pada triwulan II 2017 merupakan yang tertinggi. Hal ini terutama didorong oleh realisasi inflasi periode
Juni 2017 yang lebih tinggi dibanding Provinsi lainnya. Secara historis, inflasi provinsi di kawasan Jawa
Grafik 3. 4. Rata-rata Inflasi Bulanan 5 Tahun Terakhir Grafik 3. 5. Inflasi Bulanan Provinsi di Kawasan Jawa
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
74
pada triwulan II 2015 hingga triwulan II 2017 mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh
peningkatan permintaan karena adanya hari besar keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri (Grafik 3.5).
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Tabel 3.2. Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Berdasarkan kelompok barangnya, tekanan inflasi rata-rata bulanan terutama disumbang oleh
kelompok sandang; transportasi, komunikasi dan jasa keuangan; kelompok perumahan, air, listrik
dan bahan bakar; dan bahan makanan (Tabel 3.1). Rata-rata inflasi bulanan kelompok sandang
tercatat meningkat tajam dari 0,23% (mtm) pada triwulan I 2017 menjadi 0,76%(mtm) pada triwulan II
2017. Dilihat dari rata-rata andil inflasi bulanannya pada triwulan II 2017 sebesar 0,03% (mtm)
meningkat dari triwulan I 2017 sebesar 0,01% (mtm). Peningkatan ini terjadi pada seluruh sukelompok
sandang dengan peningkatan tertinggi adalah sandang wanita dari 0,12% (mtm) pada triwulan I 2017
menjadi 3,00% (mtm) pada triwulan II 2017 disusul oleh sandang anak-anak yang meningkat dari -
0,09% (mtm) menjadi 0,89% (mtm). Kenaikan ini terjadi karena adanya kebutuhan dalam menghadapi
bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dimana masyarakat Indonesia memiliki budaya membeli pakaian baru dan
membeli emas perhiasan.
Meskipun rata-rata inflasi bulanan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tercatat
menurun tipis dari 0,79% (mtm) pada triwulan I 2017 menjadi 0,74% (mtm) pada triwulan II 2017,
namun inflasi pada kelompok ini masih tinggi. Jika dilihat dari rata-rata andil inflasi bulanannya pada
triwulan II 2017 sebesar 0,14% (mtm) dimana nilai ini masih sama dengan andil pada triwulan I 2017. Hal
Apr Mei Jun Apr Mei Jun Apr Mei Jun
-0,06 0,20 0,69 0,28 0,78 0,36 0,08 0,40 0,17 0,45 0,88 0,50
1 Bahan Makanan -1,09 0,10 1,84 0,28 0,07 -0,21 -0,14 -0,10 -0,80 1,24 0,83 0,42
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau 0,42 0,43 0,37 0,41 0,40 0,70 0,06 0,39 0,38 0,25 0,60 0,41
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar 0,25 0,26 0,21 0,24 1,12 0,68 0,30 0,70 0,73 0,36 0,63 0,57
4 Sandang -0,06 0,05 0,26 0,08 0,27 0,32 0,11 0,23 0,36 0,42 1,50 0,76
5 Kesehatan 0,23 0,17 0,13 0,18 0,16 0,47 0,13 0,25 0,27 0,09 0,82 0,40
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga 0,03 0,13 -0,01 0,05 0,10 0,19 0,14 0,14 0,03 0,19 0,06 0,09
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan 0,09 0,12 0,97 0,40 2,04 0,33 -0,01 0,79 0,27 0,16 1,80 0,74
No KelompokTw II (2012-2016) Rata-
rata
Tw I 2017 Rata-
rata
Tw II 2017 Rata-
rata
Umum
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 Bahan Makanan 0,01 -0,05 -0,02 -0,02 -0,18 0,26 0,18 0,08
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau0,06 0,12 0,01 0,06 0,07 0,04 0,11 0,07
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,29 0,18 0,08 0,19 0,19 0,10 0,17 0,15
4 Sandang 0,01 0,02 0,00 0,01 0,02 0,02 0,07 0,03
5 Kesehatan 0,01 0,02 0,00 0,01 0,01 0,00 0,03 0,01
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,02 0,01
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan0,37 0,06 0,00 0,14 0,05 0,03 0,34 0,14
Rata-
rataNo Kelompok
Tw I 2017Rata-rata
Tw II 2017
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
75
ini mengikuti pola seasonal di mana meningkatnya fundamental permintaan yang didorong oleh sejumlah
efek seasonal yaitu banyaknya hari libur kegamaan dan hari libur nasional. Selain itu, hari besar
keagamaan bulan Ramadhan dan Idul Fitri juga terjadi di triwulan II 2017. Secara spesifik, inflasi rata-rata
bulanan terbesar selama triwulan II terjadi pada sub kelompok transpor (1,80%); dan sarana penunjang
transpor (0,52%). Beberapa komoditas dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang
memiliki frekuensi tinggi sebagai penyumbang inflasi bulanan utama selama triwulan II 2017 adalah
angkutan antar kota, angkutan udara dan tarip kereta api. Komoditas tersebut mengalami peningkat
permintaan akibat adanya momen mudik Lebaran pada akhir triwulan II 2017. Selain itu, banyaknya hari
libur keagamaan dan hari libur nasional pada triwulan II 2017 menyebabkan terdapat kenaikan
permintaan bensin.
Selanjutnya, tekanan inflasi yang tinggi juga terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik dan
bahan bakar dengan rata-rata sebesar 0,57% (mtm) pada triwulan I 2017, dengan andil inflasi
bulanan rata-rata sebesar 0,15%. Meskipun terjadi penurunan inflasi dibanding triwulan I 2017, inflasi
pada kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar cenderung tinggi. Hal ini terutama didorong oleh
peningkatan rata-rata inflasi bulanan pada sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air (dari 0,94%
menjadi 2,94%). Kenaikan ini masih dampak dari kenaikan traif listrik 900VA pada tahun 2017 yang
terjadi pada bulan Januari, Maret dan Mei. Kenaikan tarif listrik ini berlaku bagi semua pelanggan, baik
prabayar maupun pascabayar. Pada bulan April 2017, tarif listrik memiliki andil terhadap inflasi sebesar
0,19% (mtm), hal ini didorong oleh kenaikan pada bulan Maret sebesar 30%. Pada bulan Mei, andil tarif
listrik terhadap inflasi bulanan sebesar 0,06%, dimana terjadi kenaikan tarif listrik tahap III di bulan ini
sebesar 30%. Bulan Maret 2017, andil inflasi meningkat lagi menjadi 0,17% yang merupakan dampak
dari kenaikan di Bulan Mei untuk pelanggan pascabayar.
Tekanan inflasi bulanan juga terlihat dari rata-rata inflasi bulanan pada kelompok bahan makanan
(dari -0,10% menjadi 0,42%). Komoditas yang paling besar menyumbang inflasi dari kelompok bahan
makanan adalah daging dan hasil-hasilnya dengan dengan inflasi di triwulan II 2017 sebesar 2,59%
(mtm) meningkat dibanding triwulan I 2017 sebesar -0,12% (mtm). Selain itu, subkelompok bumbu-
bumbuan juga meningkat meskipun masih mengalami deflasi dari -2,93% (mtm) menjadi -1,25% (mtm).
Peningkatan inflasi pada bahan makanan ini terutama didorong oleh momen bulan Ramadhan dan Idul
Fitri sehingga permintaan meningkat. Namun, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
memastikan pasokan bahan makanan tecukupi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga harga di
pasaran stabil. Salah satunya adalah keberhasilan koordinasi Satgas Pangan bersama TPID dan kebijakan
impor bahan makanan.
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
76
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Berdasarkan disagregasi kelompok, tekanan inflasi bulanan untuk kelompok volatile food
meningkat dari rata-rata -0,16% (mtm) pada triwulan I 2017 menjadi 0,41% (mtm) pada triwulan II
2017 (Grafik 3.8). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan ini didorong oleh
peningkatan permintaan masyarakat dalam menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Inflasi kelompok administered pricess mengalami peningkatan dari rata-rata 1,24% (mtm) pada
triwulan I 2017 menjadi 1,40% (mtm) pada triwulan II 2017. Meningkatnya inflasi pada kelompok AP
ini terutama didorong oleh subkelompok non energi dimana meningkat dari rata-rata inflasi bulanan
0,57% (mtm) menjadi 1,10% (mtm). Adanya momen mudik Lebaran membuat adanya peningkatan
permintaan pada beberapa jenis angkutan, selain itu juga terdapat penyesuaian tarif beberapa jenis
angkutan dalam menghadapi momen mudik Lebaran tersebut. Dari subkelompok energi, kebijakan
pemerintah yang menaikan beberapa tarif seperti tarif listrik pelanggan golongan 900VA, dan bensin
non subsidi masih menjadi pendorong inflasi bulanan pada triwulan II 2017.
Di sisi lain, kelompok core tercatat mengalami penurunan rata-rata inflasi bulanan dari 0,30%
(mtm) pada triwulan I 2017 menjadi 0,22% (mtm) pada triwulan II 2017. Secara spesifik, penurunan
terutama terjadi pada sub kelompok core non traded yang didorong oleh penguatan nilai tukar rupiah
dan menurunnya harga emas di domestik. Di sisi lain, pada subkelompok core traded terjadi peningkatan
rata-rata inflasi bulanan dari 0,25% menjadi 0,30%. Hal ini didorong kelompok makanan jadi seperti kue
kering berminyak, ketupat/lontong sayur dan kopi manis dengan andil masing-masing sebesar 0,07%,
Grafik 3. 8. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm)
Grafik 3. 6. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Grafik 3.7. Inflasi Triwulanan Kelompok bahan makanan
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
77
0,06% dan 0,06% (mtm). Momen hari raya Idul Fitri merupakan pendorong peningkatan permintaan
pada komoditas tersebut.
Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm)
Secara umum, komoditas yang menjadi penyumbang inflasi bulanan utama selama triwulan II 2017
adalah angkutan antar kota (0,27%), tarip listrik (0,14%), bawang putih (0,07%) dan daging ayam ras
(0,04%) (Tabel 3.4). Di sisi lain, komoditas yang menjadi penyumbang deflasi bulanan utama selama
triwulan II 2017 meliputi bawang merah (-0,13%), cabai rawit (-0,06%) dan cabai merah (-0,05%).
Tabel 3.4. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6Headline -0,37 0,25 0,72 0,47 -0,17 0,22 0,09 0,55 0,36 0,77 0,36 0,08 0,17 0,45 0,88
Core 0,09 0,19 0,14 0,14 0,30 0,31 0,09 0,22 0,24 0,40 0,42 0,08 0,17 0,14 0,36
Core Traded 0,11 0,29 0,21 0,15 0,19 0,19 0,14 0,20 0,20 0,21 0,42 0,12 0,22 0,20 0,48
Core Non Traded 0,05 0,04 0,04 0,13 0,48 0,51 0,01 0,26 0,31 0,71 0,42 0,03 0,10 0,05 0,18
Administered Prices -1,50 0,12 0,45 1,43 -0,97 0,52 0,47 0,22 0,66 2,57 0,80 0,34 1,15 0,55 2,51
Energi -3,47 -0,20 0,17 0,61 0,64 0,30 0,67 0,25 0,48 4,27 1,56 0,67 2,30 1,20 1,96
Non Energi -0,05 0,35 0,65 2,01 -2,08 0,67 0,33 0,21 0,79 1,36 0,25 0,10 0,30 0,06 2,94
Volatile Food -0,73 0,52 3,08 0,57 -0,94 -0,36 -0,42 2,09 0,39 0,04 -0,33 -0,19 -1,04 1,36 0,91
Inflasi (mtm)2016 2017
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Tarip Listrik 0,19 Bawang Putih 0,10 Angkutan Antar Kota 0,27
Bawang Putih 0,03 Telur Ayam Ras 0,09 Tarip Listrik 0,17
Jeruk 0,03 Tarip Listrik 0,06 Bawang Merah 0,10
Daging Ayam Ras 0,02 Daging Ayam Ras 0,05 Daging Ayam Ras 0,04
Tomat Sayur 0,02 Bensin 0,04 Pepaya 0,04
Jengkol 0,02 Upah Pembantu RT 0,02 Kentang 0,03
Tarip Pulsa Ponsel 0,02 Jengkol 0,02 Tomat Sayur 0,03
Rokok Kretek 0,01 Sawi Hijau 0,01 Kopi Manis 0,03
Emas Perhiasan 0,01 Kentang 0,01 Angkutan Udara 0,03
Gado-gado 0,01 Bahan Bakar Rumah Tangga 0,01 Tarip Kereta Api 0,02
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Bawang Merah -0,13 Cabai Rawit -0,04 Jeruk -0,05
Cabai Rawit -0,09 Tarip Pulsa Ponsel -0,01 Bawang Putih -0,04
Cabai Merah -0,06 Mas -0,01 Cabai Rawit -0,04
Bayam -0,05 Beras -0,01 Cabai Merah -0,04
Gula Pasir -0,01 Pisang -0,01 Cat Tembok -0,03
Batu Bata/Batu Tela -0,01 Anggur -0,01 Telur Ayam Ras -0,02
Jagung Manis -0,01 Minyak Goreng -0,01 Kaso -0,02
Kacang Panjang -0,01 Semangka -0,01 Beras -0,02
Melon -0,01 Semen -0,01
Buncis -0,01 Anggur -0,01
Komoditas Penyumbang Inflasi Bulanan Utama (%)
April 2017 Mei 2017 Juni 2017
Komoditas Penyumbang Deflasi Bulanan Utama (%)
April 2017 Mei 2017 Juni 2017
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
78
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi triwulan II 2017 sebesar 1,51% (qtq) tercatat lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar
1,21% (qtq) (Tabel 3.5). Realisasi ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2016 (0,59%, qtq)
maupun historis 5 tahun terakhir sebesar 0,83% (qtq).
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq)
Peningkatan inflasi triwulanan ini terutama terjadi pada kelompok sandang (dari 0,70% menjadi 2,29%)
dan bahan makanan (dari -0,29% menjadi 1,26%). Hal ini juga selaras dengan andil inflasi di triwulan II
2017 yang ikut meningkat dari triwulan I 2017. Untuk sandang dari 0,03% (qtq) menjadi 0,10% (qtq),
sedangkan bahan makanan meningkat tajam dari -0,06% (qtq) menjadi 0,26% (qtq).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Mencermati perkembangan yang terjadi pada triwulan II 2017, berikut analisis lebih lanjut terhadap dua
kelompok yang memiliki peningkatan andil inflasi terbesar. Seluruh subkelompok di kelompok sandang
mengalami peningkatan inflasi. Inflasi subkelompok sandang wanita merupakan sukelompok yang
meningkat paling besar dibanding sukelompok lainnya yaitu meningkat dari 0,06% (qtq) menjadi
3,42% (qtq) (Grafik 3.9). Pendorong inflasi pada subkelompok ini adalah komoditas blus dan baju
muslim (Grafik 3.10). Inflasi triwulanan terbesar terutama terjadi pada komoditas blus (dari -0,94%
menjadi 12,26%) dan baju mulsim (dari -0,14% menjadi 6,73%). Tekanan inflasi komoditas blus dan
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
0,52 1,00 1,21 1,51 0,52 1,00 1,21 1,51
1 Bahan Makanan -0,58 1,95 -0,29 1,26 -0,12 0,41 -0,06 0,26
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau1,13 0,94 1,17 1,23 0,19 0,16 0,20 0,21
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,68 0,67 2,12 1,73 0,18 0,18 0,58 0,47
4 Sandang 0,42 -0,54 0,70 2,29 0,02 -0,02 0,03 0,10
5 Kesehatan 1,51 1,59 0,76 1,19 0,06 0,06 0,03 0,05
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga1,94 0,05 0,42 0,28 0,15 0,00 0,03 0,02
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan0,10 1,13 2,37 2,24 0,02 0,20 0,43 0,41
Kelompok
Andil Inflasi Triwulanan (%)
No
Umum
Inflasi Triwulanan (%)
2016 2017 2016 2017
Grafik 3. 9. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang Grafik 3.10. Inflasi Triwulanan Subkelompok Sandang
Wanita
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
79
baju muslim ini merupakan akibat dari adanya momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dimana masyarakat
Indonesia cenderung meningkatkan permintaan terhadap pakaian untuk digunakan di hari raya Idul Fitri.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Pada kelompok bahan makanan, peningkatan inflasi triwulanan terbesar adalah pada 3 (tiga) sub
kelompok yakni daging dan hasil-hasilnya (-2,96% (qtq) menjadi 5,25% (qtq)), telur, susu dan
hasil-hasilnya (-3,24% (qtq) menjadi 4,50% (qtq)), serta sayur-sayuran (-0,62% (qtq) menjadi
5,86% (qtq)) (Grafik 3.11). Dari ketiga subkelompok tersebut pendorong inflasi adalah kenaikan inflasi
triwulanan pada tomat sayur, jengkol, daun bawang, cabe hijau, kembang kol dan telur ayam ras (Grafik
3.12). Kenaikan komoditas bahan makanan tersebut lebih disebabkan oleh peningkatan permintaan
menjelang bulan Ramadhan. Pada umumnya, masyarakat Indonesia cenderung meningkatkan
konsumsinya terhadap bahan makanan dalam menghadapi bulan Ramadhan. Selain itu, pedagang
memiliki kecenderungan menaikkan harga untuk komoditas yang memang permintaannya tinggi
menjelang bulan Ramadhan, seperti harga telur ayam ras yang harganya meningkat menjadi Rp22.000,-
per kg, yang biasanya hanya Rp20.000,- per kg.
Berdasarkan disagregasi triwulanan (qtq), meningkatnya tekanan inflasi didorong oleh peningkatan
inflasi volatile food (dari -0,47% menjadi 1,21%) dan inflasi administered pricess (dari 3,75%
menjadi 4,26%) (Grafik 3.13). Peningkatan kelompok administered prices ini sejalan dengan
permintaan fundamental yang meningkat akibat banyak hari libur keagamaan dan hari libur nasional.
Selain itu, kebijakan kenaikan tarif listrik 900VA masih terasa pada triwulan II 2017. Sedangkan
kelompok volatile food lebih didorong oleh momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri, karena terjadi
peningkatan permintaan pangan pada momen tersebut. Namun demikian, bulan Ramadhan dan Idul Fitri
tahun 2017, pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya dalam rangka menjaga stabilitas harga
bahan makanan. Salah satunya adalah menetapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
beberapa komoditas, dan juga melakukan impor untuk komoditas yang masih kurang pasokannya di
domestik.
Grafik 3. 11. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan
Makanan
Grafik 3.12. Inflasi Triwulanan Subkelompok Bahan
Makanan
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
80
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)
Pada triwulan II 2017, Jawa Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 4,31% (yoy) atau berada di bawah
tingkat inflasi nasional (4,37%). Tingkat inflasi tahunan ini meningkat dibanding triwulan I 2017 sebesar
3,37% (yoy). Perkembangan ini didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi tahunan pada kelompok
perumahan, air, listrik, dan bahan bakar serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Berdasarkan andilnya, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar menjadi penyumbang terbesar
yakni mencapai 1,44% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (0,95%). Selanjutnya, andil
inflasi yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya adalah kelompok trasnportasi, komunikasi dan
jasa (dari 0,46% menjadi 1,09%) (Tabel 3.6).
Tabel 3.6. Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok
Barang & Jasa (%, yoy)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, peningkatan tekanan inflasi tahunan khususnya
terjadi pada sub kelompok bahan bakar, penerangan, dan air serta penyelenggaraan rumah tangga
(Grafik 3.14). Pada sub kelompok bahan bakar, penerangan, dan air kenaikan inflasi tahunan disumbang
oleh tarip listrik (dari 18,58% menjadi 34,47%). Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah yang
menaikkan tarif listrik 900 VA sebanyak 3 tahap yaitu pada Januari, Maret dan Mei 2017. Sehingga pada
triwulan II dampak kenaikan ini dirasakan oleh pelanggan prabayar dan pascabayar.
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2,54 2,75 3,37 4,31 2,54 2,75 3,37 4,31
1 Bahan Makanan 6,95 6,92 3,70 2,34 1,41 1,42 0,78 0,49
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau5,14 4,63 4,45 4,54 0,86 0,78 0,76 0,78
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,95 1,29 3,51 5,29 0,26 0,35 0,95 1,44
4 Sandang 1,99 1,74 1,85 2,89 0,09 0,08 0,08 0,13
5 Kesehatan 3,87 4,06 4,15 5,13 0,15 0,16 0,16 0,20
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga1,98 1,96 2,22 2,72 0,16 0,16 0,18 0,21
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan-2,28 -1,26 2,48 5,94 -0,43 -0,24 0,46 1,09
2016 2017 2016 2017
Umum
Inflasi Triwulanan (%) Andil Inflasi Triwulanan (%)
No Kelompok
Grafik 3. 13. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq)
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
81
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, peningkatan tekanan inflasi tahunan
khususnya terjadi pada subkelompok transpor (Grafik 3.15). Pada subkelompok transpor, peningkatan
andil inflasi tahunan khususnya disumbang oleh komoditas angkutan udara dengan inflasi yang
meningkat tajam dari triwulan I 2017 sebesar 35,01% (yoy) menjadi 87,59% (yoy) pada triwulan II 2017.
Selain itu, angkutan antar kota juga mengalami inflasi yang cukup tinggi, dimana inflasi tahunannya
meningkat dari 0,08% (yoy) menjadi 18,40% (yoy) pada triwulan II 2017. Selain banyaknya hari libur
pada triwulan II 2017, momen mudik Lebaran merupakan pendorong meningkatnya inflasi dari kedua
komoditas tersebut. Selain karena peningkatan permintaan masyarakat terhadap kedua jenis angkutan,
juga terjadi penyesuaian tarif oleh pemerintah dengan menaikkan tarif di batas atas.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan II 2017 didorong oleh
kenaikan inflasi core dan administered prices dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.16).
Administered prices yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi Jawa Barat mulai mengalami
peningkatan pada triwulan I 2017 setelah sebelumnya konsisten mengalami deflasi sejak triwulan II 2016
hingga triwulan IV 2016 masih terbilang rendah atau mengalami deflasi. Administered prices mengalami
peningkatan inflasi tahunan dari 5,20% pada triwulan I 2017 menjadi 10,71% pada triwulan II 2017.
Kenaikkan tarif listrik, dan peningkatan permintaan beberapa jenis angkutan karena momen mudik
Lebaran merupakan beberapa penyebab kenaikan inflasi administered prices ini.
Sejalan dengan hal tersebut, core inflation juga mengalami peningkatan dari 2,67% pada triwulan I 2017
menjadi 2,92% padaa triwulan II 2017.Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan permintaan
fundamental dari banyak munculnya hari libur selama triwulan II 2017.
Grafik 3. 14. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Grafik 3. 15. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Grafik 3. 16. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy)
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
82
Berbeda dengan dua kelompok sebelumnya, inflasi volatile food justru mengalami penurunan dari 3,72%
(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan II 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh
pasokan beberapa komoditas hortikultura seperti bawang dan cabai yang melimpah karena selain
terdapat panen juga untuk komoditas seperti bawang putih dilakukan impor demi menjaga stabilitas
harga menjelang bulan Ramadhand an Idul Fitri. Selain itu, komoditas padi juga menjadi penyumbang
rendahnya inflasi pada kelompok volatile food karena terdapat panen yang cukup baik pada beberapa
sentra padi di Jawa Barat.
Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi pada triwulan II 2017 terutama masih disumbang oleh
komoditas tarif listrik, tarif pulsa ponsel, angkutan antar kota dan bensin (Tabel 3.7). Tekanan inflasi
yang tinggi pada tarif listrik merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif listrik
pelanggan golongan 900VA bertahap sebanyak tiga tahap, dimana masing-masing penigkatan adalah
sebesar 30% pada bulan Januari, Maret dan Mei 2017. Tarif pulsa ponsel dan bensin yang meningkat
adalah akibat dari banyaknya hari libur keagamaan dan hari libur nasional pada triwulan II 2017, sehingga
banyak masyarakat yang melakukan liburan, sehingga permintaan kedua komoditas tersebut meningkat.
Untuk angkutan antar kota, inflasi terjadi akibat adanya momen mudik Lebaran, dimana masyarakat
Indonesia memiliki budaya untuk pulang kampung sehingga meningkatkan permintaan komoditas ini.
Tabel 3.7. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy)
3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota
Pada triwulan II 2017, terdapat 3 (tiga) kota yang mengalami inflasi tahunan di atas tingkat inflasi Jawa
Barat yaitu Bogor (5,15%), Sukabumi (5,06%) dan Depok (4,34%) (Grafik 3.17). Sementara itu, Cirebon
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Tarif Listrik 0,57 Tarip Listrik 1,04
Tarif Pulsa Ponsel 0,24 Tarip Pulsa Ponsel 0,25
Cabai Rawit 0,19 Angkutan Antar Kota 0,23
Biaya Perpanjangan
STNK0,17
Bensin0,20
Rokok Kretek filter 0,15 Biaya Perpanjangan STNK 0,17
Kentang 0,10 Rokok Kretek Filter 0,14
Rokok Kretek 0,08 Bawang Putih 0,09
Bayam 0,08 Kentang 0,09
Minyak Goreng 0,07 Rokok Kretek 0,08
Nasi dengan Lauk 0,07 Tarip Kereta Api 0,08
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Semen -0,09 Semen -0,10
Cabai Merah -0,06 Telur Ayam Ras -0,06
Tomat Sayur -0,05 Wortel -0,06
Telur Ayam Ras -0,06 Tomat Sayur -0,04
Daging Ayam Ras -0,02 Daun Bawang -0,04
Bensin -0,07 Gula Pasir -0,03
Solar -0,03 Anggur -0,02
Angkutan Dalam Kota -0,02 Bawang Merah -0,02
Laptop/Notebook -0,02 Jeruk -0,02
Tarif Taksi -0,01 Tomat Buah -0,02
Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Utama (%)
Tw I 2017 Tw II 2017
Komoditas Penyumbang Deflasi Tahunan Utama (%)
Tw I 2017 Tw II 2017
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
83
kembali menjadi kota dengan inflasi terendah di Jawa Barat pada triwulan I 2017 dengan realisasi inflasi
sebesar 3,90% (yoy). Secara umum, tingkat inflasi tahunan dari seluruh kota perhitungan pada triwulan II
2017 mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2017 (Grafik 3.18).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI) Sumber : BPS , Perhitungan Staf BI
Terdapat risiko yang perlu diwaspadai khususnya pada kota-kota dengan bobot inflasi yang besar
terhadap Jawa Barat. Jika dilakukan pemetaan dengan menggunakan variabel bobot kota dan tingkat
inflasi, dapat dilihat bahwa kota dengan bobot inflasi tertinggi (Bandung, Bekasi, dan Depok) juga
mengalami inflasi yang relatif tinggi (Grafik 3.19). Meskipun demikian, pada triwulan II 2017 ini
menunjukkan pemetaan dengan menggunakan data inflasi pangan memperlihatkan bahwa seluruh kota
masih dibawah rata-rata inflasinya (Grafik 3.20).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, : Perhitungan Staf BI
Jika dievaluasi berdasarkan capaian inflasi di kota-kota inflasi dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat,
kota Bogor, Sukabumi dan Depok memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dibanding Jawa barat (Tabel
3.8). Sedangkan kota Tasikmalaya yang konsisten dari triwulan IV 2015 selalu mengalami inflasi di atas
Jawa Barat, pada triwulan I dan II 2017 inflasinya berada di bawah Jawa Barat. Sementara itu berdasarkan
andilnya, Kota Depok masih menjadi pemberi andil inflasi tahunan terbesar di Jawa Barat (0,85%) dan
disusul oleh Kota Bekasi dan Kota Bogor (0,70%).
Grafik 3.17. Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan II 2017
(yoy)
Grafik 3.18. Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan
Inflasi di Jawa Barat
Grafik 3.19. Inflasi Tahunan Kota Inflasi Grafik 3.20. Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
84
Tabel 3.8. Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK
Jawa Barat (%, yoy)
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi
Berdasarkan disagregasi kelompok, peningkatan inflasi tahunan dibanding triwulan lalu terjadi
pada kelompok core dan administered pricess, sementara kelompok volatile food mengalami
penurunan (Grafik 3.21). Jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya, baik realisasi inflasi IHK, core
dan volatile food lebih rendah dibanding historis, sedangkan kelompok administered pricess tercatat lebih
tinggi dibanding historisnya (Grafik 3.22). Tren inflasi yang rendah ini khususnya untuk kelompok volatile
food terutama disebabkan oleh panen beberapa komoditas hortikultura dan padi, serta upaya pemerintah
dalam menjaga pasokan pangan menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Namun untuk kelompok AP
dan CI, tekanan inflasi pada triwulan II 2017 masih cukup besar, akibat kebijakan kenaikan tarif listrik dan
BBM non subsidi serta peningkatan permintaan fundamental akibat banyak hari libur keagamaan dan hari
libur nasional.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Administered pricess
Perkembangan tekanan inflasi kelompok administered pricess pada akhir triwulan II 2017 tercatat
mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2017. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan
Tw II Tw III Tw IV TW I TW II Tw II Tw III Tw IV TW I TW II
3,22 2,54 2,75 3,36 4,31 3,22 2,54 2,75 3,36 4,31
1 Kota Bandung 3,54 2,54 2,93 3,21 4,15 0,60 0,43 0,50 0,55 0,71
2 Kota Bekasi 2,75 2,09 2,47 3,21 4,11 0,47 0,36 0,43 0,55 0,70
3 Kota Depok 3,49 2,90 2,60 3,49 4,43 0,66 0,55 0,50 0,66 0,85
4 Kota Bogor 3,02 2,53 3,60 4,34 5,15 0,41 0,34 0,49 0,59 0,70
5 Kota Sukabumi 2,70 2,52 2,57 3,47 5,06 0,31 0,29 0,30 0,40 0,59
6 Kota Cirebon 2,12 1,95 1,87 2,74 3,91 0,23 0,21 0,20 0,29 0,42
7 Kota Tasikmalaya 4,14 3,62 2,75 3,05 3,92 0,45 0,39 0,30 0,33 0,43
20172016 2017 2016
Andil Terhadap Inflasi Tahunan Jabar (%)
Jawa Barat
Inflasi Tahunan (%)
No Kelompok
Grafik 3.22. Perbandingan Inflasi Dengan Historisnya Grafik 3.21. Disagregrasi Inflasi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
85
inflasi pada kelompok AP ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah terkait peningkatan tarif listrik
pelanggan golongan 900VA. Sebagai dampaknya, inflasi AP energi mengalami peningkatan dari 5,95%
(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 15,88% (yoy) pada triwulan II 2017.
Sepanjang triwulan I dan II 2017, pemerintah menetapkan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan
golongan 900VA tepatnya bulan Januari, Maret dan Mei 2017 sebesar 30%. Meskipun demikian,
pertumbuhan tarif listrik rata-rata tahunan menurun dari 7,64% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
0,01% (yoy) pada triwulan II 2017. Hal ini karena kenaikan tarif listrik 900 VA tahap terakhir adalah pada
bulan Mei 2017, sehingga tarif tersebut sudah berjalan.
Sumber : PT. PLN , Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sejalan dengan AP energi, tingkat inflasi tahunan dari kelompok administered pricess non energi juga
meningkat dari 4,65% (yoy) menjadi 7,09% (yoy) pada triwulan II 2017. Peningkatan permintaan
beberapa jenis angkutan merupakan penyumbang inflasi utama pada kelompok administered pricess. Hal
ini karena adanya momen mudik Lebaran, dimana masyarakat Indonesia memiliki budaya untuk pulang
ke kampung halamannya.
Tabel 3.9. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices
di Jawa Barat Triwulan II 2017 (%, yoy)
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Inflasi Andil Deflasi Andil
Tarip Listrik 34,47 1,04 - - -
Angkutan Antar Kota 18,40 0,23
Bensin 6,50 0,20
Biaya Perpanjangan STNK 107,45 0,17
Rokok Kretek Filter 7,50 0,14
Rokok Kretek 7,16 0,08
Tarip Kereta Api 22,40 0,08
Angkutan Udara 87,59 0,04
Bahan Bakar Rumah Tangga 2,28 0,04
Rokok Putih 7,51 0,03
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
Grafik 3.23. Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan
Kelompok Pelanggan
Grafik 3.24. Inflasi Administered Prices Kelompok Energi
dan Non Energi (yoy)
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
86
Volatile Food
Tekanan inflasi volatile food pada triwulan II 2017 tercatat relatif menurun dari triwulan sebelumnya,
yakni dari 3,72% (yoy) menjadi 2,06%. Realisasi ini juga masih lebih rendah dibanding rata-rata historis 5
(lima) tahun terakhir sebesar 8,22% (yoy). Dengan demikian, untuk triwulan II 2017, menurunnya inflasi
volatile food dibanding triwulan II 2017 menjadi faktor penahan kenaikan inflasi, di tengah kenaikan
inflasi administered pricess dan core pada triwulan ini.
Menurunnya tekanan inflasi volatile food pada triwulan II 2016 dibanding triwulan sebelumnya
disebabkan oleh mulai berlangsungnya masa panen untuk tanaman padi di sejumlah sentra di Jawa Barat
dan juga peningkatan pasokan cabai dari berbagai sentra produksi cabai. Selain itu, pemerintah
melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas harga di pasar dengan memastikan kecukupan
pasokan pangan antara lain dengan melakukan impor dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET)
untuk beberapa komoditas
Beberapa komoditas pangan utama yang tercatat mengalami penurunan inflasi tahunan dibanding
triwulan sebelumnya adalah petai (dari 101,6% menjadi 3,13%), cabai rawit (dari 98,91% menjadi
48,71%) dan jengkol (dari 37,97% menjadi 18,01%). Penurunan pada cabai rawit terutama disebabkan
oleh kebijakan Kementerian Pertanian pada tahun 2016 yang membangun buffer zone untuk tanaman
bawang merah dan cabai di wilayah Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Kalimantan Barat,
Bali dan Papua yang menyebabkan pasokan di Jawa Barat dapat dikonsumsi untuk wilayah Jawa Barat
sendiri.
Di sisi lain, penurunan yang lebih dalam ditahan oleh perkembangan beberapa komoditas yang
mengalami peningkatan inflasi dibanding triwulan sebelumnya. Komoditas cabai merah merupakan
penyumbang kenaikan andil inflasi tahunan terbesar dari triwulan IV 2016 ke triwulan I 2017. Inflasi cabai
merah meningkat dari -12,14% (yoy) menjadi 7,31% (yoy) pada triwulan II 2017, komoditas lain seperti
bawang putih juga meningkat dari 13,62% (yoy) menjadi 23,43% (yoy), kacang panjang naik dari -
6,96% (yoy) menjadi 2,07% (yoy). Meskipun terdapat beberapa komoditas mengalami kenaikan inflasi di
triwulan II 2017, namun peningkatannya tidak sebesar periode sebulannya. Hal ini juga karena upaya
pemerintah yang menjaga kestabilan harga dengan memastikan kecukupan pasokan pangan di pasar.
Tabel 3.10. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile food
di Jawa Barat Triwulan II 2017 (%, yoy)
Inflasi Andil Deflasi Andil
Bawang Putih 23,43 0,09 Telur Ayam Ras -7,14 -0,06
Kentang 22,74 0,09 Wortel -34,70 -0,06
Cabai Rawit 48,71 0,07 Tomat Sayur -13,53 -0,04
Beras 1,20 0,04 Daun Bawang -33,35 -0,04
Pepaya 17,22 0,04 Anggur -16,77 -0,02
Cumi-cumi 29,89 0,04 Bawang Merah -2,03 -0,02
Mie Kering Instant 9,90 0,04 Jeruk -2,75 -0,02
Minyak Goreng 3,85 0,04 Tomat Buah -21,17 -0,02
Mujair 13,68 0,03 Apel -4,96 -0,01
Cabai Merah 7,31 0,02 Mas -2,06 -0,01
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
87
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Inflasi Core
Inflasi core pada triwulan II 2017 meningkat, yakni dari 2,67% (yoy) menjadi 2,93% (yoy). Dengan
demikian, inflasi core sudah mulai meningkat setelah sebelumnya konsisten mengalami penurunan sejak
triwulan II 2015. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat terkait keperluan
menjelang hari raya Idul Fitri, selain itu banyaknya hari libur keagamaan dan hari libur nasinal selama
triwulan I 2017.
Jika dianalisis secara lebih dalam, peningkatan ini didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi baik pada
kelompok core traded maupun kelompok non traded (Grafik 3.25). Adapun kelompok core traded yang
terpantau mengalami sedikit penurunan adalah construction (Grafik 3.26). Penurunan ini tercermin dari
penjualan semen yang menurun, serta banyaknya hari libur mengurangi jumlah hari kerja dari pekerja
bangunan.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Permintaan terhadap properti baik jual maupun sewa terpantau stabil. Hal ini tercermin dari inflasi
tahunan dari jasa sewa properti khususnya sewa rumah yang stabil sebesar 1,34% (yoy) pada triwulan I
dan triwulan II 2017. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) juga terpantau stabil untuk tipe kecil dan
tipe menengah, namun terjadi penurunan pada tipe rumah besar (Grafik 3.27). Hal ini mencerminkan
permintaan masyarakat terhadap properti baik jual maupun sewa masih stabil namun ada sedikit
penurunan.
Sumber : Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Grafik 3.26. Disagregasi Inflasi Core Traded (yoy) Grafik 3.25. Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non
Traded (yoy)
Grafik 3.27. Perkembangan Indeks Harga Properti
Residensial
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
88
Terkait faktor eksternal, Rupiah menguat pada triwulan II 2017 (Grafik 3.28). Hal ini turut berkontribusi
kepada turunnya tekanan inflasi beberapa komoditas pada kelompok core traded. Di sisi lain, harga emas
global terpantau mengalami perlambatan pada triwulan II 2017 (Grafik 3.29). Inflasi pada komoditas
emas perhiasan domestik juga tercatat mengalami penurunan yakni dari 1,42% (yoy) pada triwulan I
2017 menjadi 0,15% (yoy) pada triwulan II 2017.
Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI
Dari sisi sumbangan inflasi core, sumbangan inflasi terbesar pada triwulan ini adalah tarif pulsa ponsel
dan kue kering berminyak. Di sisi lain, beberapa komoditas yang terpantau mengalami deflasi yakni
semen, gula pasir, dan kulkas.
Tabel 3.11. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation
di Jawa Barat Triwulan II 2017 (%, yoy)
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2017
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,6% - 4,2%
(yoy), menurun dibanding realisasi inflasi triwulan II 2017 sebesar 4,31% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
ini terutama didorong oleh berakhirnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan harga bahan pangan juga
terpantau stabil hingga setelah bulan Ramadhan berlalu. Selain itu, pemerintah telah menetapkan tidak
ada kenaikan BBM dan listrik hingga akhir triwulan III 2017.
Inflasi Andil Deflasi Andil
Tarip Pulsa Ponsel 12,71 0,25 Semen -7,45 -0,10
Kue Kering Berminyak 11,77 0,07 Gula Pasir -6,74 -0,03
Ketupat/Lontong Sayur 17,45 0,06 Kulkas/Lemari Es -4,20 -0,01
Kopi Manis 13,19 0,06
Sewa Rumah 1,34 0,06
Kontrak Rumah 1,26 0,05
Nasi dengan Lauk 2,15 0,05
Pasir 5,00 0,05
Upah Pembantu RT 2,95 0,04
Tarip Rumah Sakit 5,92 0,04
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
Grafik 3.28. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 3.29. Harga Komoditas Emas Global
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
89
Pada bulan Juli 2017, Jawa Barat tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,01% (mtm) atau 3,83%
(yoy), menurun signifikan dibandingkan Juni 2017
sebesar 0,88% (mtm). Secara historis, realisasi inflasi
bulanan Juli 2017 ini lebih rendah dibanding
polanya yaitu rata-rata periode 2012-2016 sebesar
0,76%. Secara komponen pembentuknya, tekanan
inflasi Juli 2017 didorong oleh inflasi kelompok
kelompok core inflation (CI) sebesar 0,26% (mtm)
(Grafik 3.30), namun jika dibanding rata-rata
historisnya, kelompok tersebut mengalami inflasi bulanan lebih rendah dibanding rata-rata historisnya
sebesar 0,31% (mtm). Di sisi lain, inflasi kelompok administered pricess (AP) dan volatile food (VF)
mengalami deflasi pada bulan Juli 2017 sebesar -0,52% (mtm) dan -0,30% (mtm) tercatat lebih rendah
dibanding rata-rata historisnya sebesar 1,09% (mtm) dan 2,00% (mtm). Rendahnya inflasi kelompok AP
didorong oleh berakhirnya dampak kenaikan tarif listrik 900VA di bulan Juni 2017, sedang untuk
kelompok VF terutama didorong oleh terjaganya stok pangan sejumlah komoditas utama seperti bawang
putih, daging ayam ras dan cabai rawit.
Pada kelompok inflasi core, secara bulanan pada Juli 2017 terjadi penurunan inflasi dari 0,36% menjadi
0,26% namun secara tahunan kelmpok core meningkat dari 2,93% menjadi 3,06%. Kelompok makanan
jadi dan kebutuhan pendidikan menjadi pendorong utama inflasi untuk kelompok ini. Penurunan inflasi
terjadi kelompok core traded khususnya subkelompok others yaitu dari 0,60% (mtm) pada Juni, menurun
menjadi 0,24% (mtm) pada Juli. Meskipun menurun, inflasi tetap terjadi pada kelompok core yaitu
kelompok core traded khususnya sub kelompok food related dan construction. Hal ini akibat dari
peningkatan permintaan pada masa libur setelah Lebaran dan masuknya tahun ajaran baru sekolah pada
komoditas kopi manis, gado-gado dan buku pelajaran SD. Pada kelompok core non traded, juga terdapat
tekanan inflasi terutama disebabkan oleh komoditas rekreasi dan bimbingan belajar dengan andil masing-
masing sebesar 0,004% (mtm) dan 0,003% (mtm).
Kelompok bergejolak (volatile food/VF) mengalami deflasi pada bulan Juli 2017 yakni sebesar -0,30%
(mtm) menurun dibanding bulan Juni 2017 yang mengalami inflasi sebesar 0,91% (mtm). Secara
tahunan, inflasi VF pada Juli 2017 tercatat sebesar 1,17% (yoy) atau menurun dibanding bulan
sebelumnya (2,06%) dan inflasi ini lebih rendah dibanding rata-rata historisnya (6,97%). Penyumbang
deflasi kelompok volatile food bersumber dari komoditas bawang putih, daging ayam ras, jengkol,
bawang beras dan beras. Berakhirnya momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada akhir bulan Juli 2017
membuat permintaan masyarakat khususnya pada kelompok pangan kembali normal. Hal ini tidak
terlepas dari peran TPID provinsi Jawa Barat dalam menjaga stabilitas harga pangan di Jawa Barat. Selain
itu juga karena terdapat upaya dari pemerintah yang mengendalikan harga pangan dengan beberapa
upaya, salah satunya dengan menerapkan kebijakan harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga
acuan penjualan ditingkat pembeli.
Sumber : BPS, diolah
Grafik 3.30. Perkembangan Disagregasi Inflasi
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
90
Kelompok harga diatur pemerintah (administered pricess/AP) pada Juli 2017 juga tercatat mengalami
deflasi bulanan sebesar -0,52% (mtm) atau menurun dibanding bulan sebelumnya (2,51%, mtm).
Berdasarkan sub kelompoknya, penurunan tekanan inflasi bulanan kelompok administered pricess terjadi
pada dua subkelompok, baik subkelompok AP energi (dari 1,96% menjadi 0,23%) maupun subkelompok
AP non energi. Dari subkelompok energi, penurunan inflasi terjadi karena dampak kenaikan tarip listrik
telah berlalu pada bulan Juni, sehingga andil inflasi pada komoditas tarip lisrik di bulan Juli menjadi
sangat kecil yaitu sebesar 0,00%. Dari subkelompok non energi, penurunan permintaan terhadap
beberapa jenis angkutan menyebabkan deflasi pada kelompok AP. Andil deflasi paling tinggi
disumbangkan oleh angkutan antar kota dengan andil sebesar -0,06%, disusul oleh tarif kereta api (-
0,04%), dan angkutan udara (-0,03%).
Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia memperkirakan tekanan harga akan mengalami
penurunan pada triwulan III 2017. Hal ini ditunjukkan melalui Indeks Ekspektasi Harga (IEH) rata-rata
triwulan III 2017 sebesar 172,71 atau menurun dibanding rata-rata triwulan II 2017 sebesar 173,58
(Grafik 3.29). Berdasarkan kelompok barang, peningkatan indeks ekspektasi harga terjadi pada kelompok
makanan, non makanan dan jasa (Grafik 3.31).
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Secara ringkas, beberapa upward risk yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi pada triwulan III 2017
meliputi :
Fluktuasi harga komoditas global yang akan berpengaruh terhadap harga komoditas domestik.
Peningkatan konsumsi karena adanya gaji ke-13 pada bulan Juli 2017
Dilanjutkannya proyek infrastruktur pembangunan jalan tol Jakarta Cikampek pada Juli 2017, dan
pembangunan Kota Baru Meikarta.
Adanya kebutuhan pendidikan karena tahun ajaran baru dimulai pada triwulan III 2017.
Terdapat momen keagamaan Idul Adha pada bulan September 2017.
3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Sepanjang tahun 2009 s.d 2016, FKPI Jawa Barat telah melakukan banyak upaya baik dalam hal
penguatan kelembagaan maupun dalam upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat. Secara ringkas
Grafik 3.31 Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan
Mendatang
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
91
identifikasi masalah dan kebijakan yang diambil oleh FKPI Jawa Barat setiap tahunnya adalah sebagai
berikut:
Pada tahun 2017, komoditas pangan masih merupakan penyumbang utama tingkat inflasi. Kondisi
ketersediaan pangan dan alur distribusinya masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi
harga kelompok volatile foods. Melanjutkan fokus pengendalian inflasi tahun 2016, FKPI Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2017 mencanangkan pendekatan upaya pengendalian inflasi yang dikemas dalam tajuk
1. Peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi;
2. Antisipasi lonjakan permintaan menjelang peak season;
3. Revitalisasi pasar;
4. Penyusunan kajian pendukung pengendalian inflasi dan peningkatan kompetensi sumber daya
pendukung;
5. Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung (irigasi, perbaikan jalan, jembatan) serta penguatan
sistem logistik bahan pangan strategis;
TAHUN IDENTIFIKASI MASALAH KEBIJAKAN
Kurangnya awareness anggota Edukasi peningkatan awareness pentingnya pengendalian inflasi
Kenaikan harga gula pasir
Jangka pendek: Pasar Murah dan Operasi Pasar;
Jangka panjang: Revitalisasi merin dan pabrik gula, Ekspansi lahan
tebu dan pabrik gula
2010 Potensi kenaikan harga beras
High Level Meeting, percepatan launching raskin, mendorong
pemkab/kota agar mempercepat penyaluran raskin dan pelaksanaan
OP, mengarahkan ekspektasi masyarakat yang diantaranya melalui
kunjungan ke gudang BULOG.
2011 Gangguan produksi bahan pangan
10 langkah strategis pengendalian inflasi.
Contoh: meningkatkan produktivitas padi, memberikan bantuan bibit
ikan dan kapal tangkap, mendorong pembentukan TPID Kota Bekasi,
Depok, Sukabumi serta meningkatkan awareness masyarakat terhadap
inflasi melalui media massa.
2012Kebijakan Pemerintah dan gangguan
produksi bahan pangan
5 Plus 1 Paket Kebijakan Inflasi,
diantaranya mengedukasi masyarakat melalui media massa secara
intensif.
2013Kebijakan Pemerintah Pusat terkait
harga/tarif
3 Plus 1,
Memperkuat upaya stabilisasi melalui peningkatan produksi dan stok,
akses informasi dan kelancaran distribusi serta mengoptimalkan
kerjasama perdagangan antar daerah.
2014 Penguatan infrastruktur 5 Plus 1,
Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung
2015
Kebijakan pemerintah mengenai energi,
selain gangguan terhadap produksi
bahan pangan yang dilatari pengaruh
iklim atau cuaca
Paket 5 Plus 1,
Upaya peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi, upaya
menjaga kecukupan stok komoditas pangan strategis saat lonjakan
permintaan, revitalisasi pasar dan kajian yang berhubungan dengan
pengendalian tingkat inflasi serta usaha peningkatan infrastruktur dan
mekanisme kerja sama dan koordinasi antar instansi berwenang
2016 Ketersediaan dan distribusi pangan
PROPER KAHIJI UTAMA,
Upaya pengendalian inflasi dengan fokus pada peningkatan produksi,
antisipasi lonjakan permintaan, penyusunan kajian pendukung,
peningkatan kualitas infrastruktur serta peningkatan jaringan
konektivitas, koordinasi dan kerjasama dan mendorong
pemberdayaan petani
2009
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
92
6. Peningkatan jaringan konektivitas, koordinasi dan kerjasama; serta
7. Usaha Tani Mandiri, yaitu penguatan/pemberdayaan petani melalui sinergi dengan pihak terkait.
3.5.1. Pelaksanaan Kegiatan FKPI Jawa Barat
Sepanjang triwulan II 2017, berbagai upaya pengendalian inflasi telah dilakukan oleh FKPI Jawa Barat,
baik dari sisi koordinasi, seperti penyelenggaraan pertemuan-pertemuan meliputi Rapat Teknis, High
Level Meeting, Rapat Koordinasi TPID 7 (Tujuh) Kota maupun dari sisi strategis melalui pengembangan
Priangan (Portal Informasi Harga Pangan Strategis) dan sosialisasi e-Priangan. Upaya pengendalian inflasi
tersebut dilakukan melalui Program Kerja FKPI baik Program Rutin dan Program Strategis.
A. Program Rutin FKPI
Program Rutin Tanggal Keterangan
Rapat Teknis 10 April 2017
Rapat Teknis Pembahasan Program e-commerce, Promosi
Daerah, Penguatan Capability, Pelaku Ekonomi Kreatif dan
Wirausaha Baru. Tujuan diselenggarakannya rapat ini
adalah untuk menindaklanjuti MoU antara Pemkot
Bandung dengan Tokopedia dalam hal kerjasama
Pemasaran UKM online.
Rutin
Rapat Teknis
Rapat HLM
Rakor se-Jawa Barat
Rakor Antar Provinsi/Rakornas
Capacity Building
Kunjungan ke TPID Terbaik
Strategis
Revitalisasi Sistem Resi Gudang
Revitalisasi Priangan
Penyusunan Model Kerjasama
Antar Daerah
Gambar 3.1. Upaya Pengendalian Inflasi Jawa Barat Tahun 2017 (PROPER KAHIJI UTAMA JILID II)
Gambar 3.2. Program Kerja Rutin dan Strategis FKPI Provinsi Jawa Barat
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
93
25 April 2017
Sebagai salah satu upaya untuk menghadapi kelangkaan
stok dan kenaikan harga yang biasa terjadi pada bulan
Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, Pemerintah Kota
Bandung menyelenggarakan rapat TPID Kota Bandung.
Fokus bahasan utama rapat tersebut adalah mengenai arus
produksi dan distribusi bahan makanan di Kota Bandung.
Rapat dibuka oleh Kepala Bagian Perekonomian
Pemerintah Kota Bandung dengan mengundang
narasumber dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Kota Bandung.
Rapat Koordinasi 17 April 2017
18 April 2017
4 Mei 2017
9 Mei 2017
Dalam rangka koordinasi pengendalian inflasi Jawa tahun
2017, dilakukan video conference dengan KPw BI se-Jawa
dengan topik bahasan utama video conference tersebut
Evaluasi PIHPS di daerah dan roadmap pengembangan
PIHPS, program pengendalian inflasi menghadapi
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta persiapan REKDA
Mei 2017.
Dalam rangka menghadapi bulan Ramadhan dan hari raya
Idul Fitri diselenggarakan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten
Bandung. Tujuan diselenggarakannya rapat koordinasi
tersebut adalah untuk mengoordinasikan persiapan SKPD
terkait di Kabupaten Bandung dalam memghadapi bulan
Ramadhan dan Idul Fitri serta laporan progres program
kerja pengendalian inflasi di Kabupaten Bandung.
Sebagai rangkaian peninjauan lapangan oleh Menteri
Perdagangan RI dalam rangka persiapan menghadapi Hari
Besar Keagamaan Nasional diselenggarakan rapat
Koordinasi identifikasi Kebutuhan Barang Pokok. Rapat ini
dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan RI dan
didampingi oleh Sekretaris Daerah Prov. Jabar, Kapolda
Jabar serta Kepala Grup KPw BI Prov. Jabar. Dalam rapat
tersebut KPw BI Prov. Jabar memaparkan mengenai
perkembangan inflasi Jawa Barat. Sementara Kapolda Jabar
menyatakan siap siaga untuk mengawal distribusi dan
memantau pasokan untuk antisipasi motif penimbunan.
Adapun Menteri Perdagangan memberikan arahan agar
semua pihak mengikuti HET komoditas yang ditentukan
serta agar semua pihak bekerjasama untuk monitoring
harga dan pasokan barang pokok.
Dalam rangka konsolidasi strategi pengendalian inflasi
Jawa Barat dalam menghadapi bulan Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri 1438 H, diselenggarakan Rapat Koordinasi
TPID 7 (Tujuh) Kota Sampel IHK di Jawa Barat.
Agenda rapat ini antara lain: masing-masing daerah diberi
kesempatan untuk memaparkan program pengendalian
inflasi masing-masing. Perwakilan FKPI Prov. Jabar juga
memaparkan program-program strategis menjelang peak
season, khususnya mekanisme Operasi Pasar Murah
Kebutuhan Pokok masyarakat (OPM Kepokmas) yang
dimotori oleh Disperindag Prov. Jabar. Adapun KPw BI
Prov. Jabar menyampaikan materi terkait perkembangan
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
94
24 Mei 2017
inflai Jawa Barat serta risiko yang perlu diwaspadai
sehingga sinergi dan komunikasi pengendalian inflasi perlu
ditingkatkan.
Sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri 1438H, diselenggarakan pertemuan dengan
PT Agro Jabar selaku BUMD Pangan Jawa Barat dalam
rangka mengetahui kesiapan PT Agro Jabar dalam
menghadapi bulan Ramadhan.
Sosialisasi 19 April 2017
27-30 April 2017
10 Mei 2017
5 Juni 2017
Sharing Informasi terkait Program Pengendalian Inflasi Jawa
Barat dan e-Priangan pada Capacity Building TPID Provinsi
Riau kepada jajaran TPID Provinsi dan Kab/Kota di
Kep.Riau. Dalam kesempatan ini, respon jajaran TPID Riau
sangat antusias, terutama mencermati program Operasi
Pasar Murah, Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang yang
ada di Jawa Barat.
Dalam rangka optimalisasi e-Priangan, KPw BI Prov. Jabar
kembali melakukan sosialisasi e-Priangan selama
penyelenggaraan Pameran Indonesia Expo dan Tourism
yang juga diikuti oleh WUBI Jabar. Kegiatan pameran ini
merupakan program kerja Dinas Koperasi dan UMKM Kota
Bandung yang diselenggarakan di Mall Cihampelas Walk-
Bandung.
Diselenggarakan sosialisasi pasar lelang dan sistem resi
gudang (SRG) dengan mengundang SKPD terkait,
Bappebti, dan petani serta calon pengelola gudang
setempat. Dari kegiatan sosialisasi tersebut dapat diketahui
beberapa isu, seperti:
Target Pemerintah Kab. Purwakarta untuk
pengembangan SRG tahun 2017 adalah perbaikan
infrastruktur gudang, peningkatan kelengkapan sarana
dan mesin, serta penguatan koordinasi dengan
Bappebti terkait peralihan kepemilikan gudang;
Implementasi SRG secara efektif akan dimulai pada
awal tahun 2018;
Proses integrasi antara SRG dengan Pasar Lelang
Komoditas masih berlangsung. Sampai dengan saat ini,
Pasar Lelang Komoditas sudah siap untuk melakukan
integrasi dan telah mengajukan penawaran kepada
SRG Cianjur, namun belum ada respons positif dari
SRG Cianjur karena ketiadaan stok.
Sebagai salah satu bentuk implementasi kegiatan rutin
strategis Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI)
Provinsi Jawa Barat yang bertujuan untuk menyalurkan
alokasi belanja subsidi yang bersumber dari APBD Provinsi
Jawa Barat dalam bentuk komoditi kebutuhan pokok
dengan sistem distribusi tertutup, yaitu kepada Rumah
Tangga Miskin (RTM), telah diselenggarakan kegiatan
sosialisasi OPM oleh Disperindag Prov. jabar kepada
perwakilan Disperindag 27 Kab/Kota se-Jabar di Kantor
Disperindag Prov. Jabar.
Focus Group
Discussion
25 April 2017 Dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) TPID Kota
Bandung
Kota Bandung melalui Pemberdayaan Masyarakat untuk
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
95
untuk menjaga kelancaran
distribusi dan ketersediaan stok bahan pangan dalam
rangka meredam spekulan dan menjaga stabilitas jumlah
permintaan dan penawaran stok yang berujung pada
stabilitas harga komoditas pangan.
High Level Meeting 26 April 2017
23 Mei 2017
High Level Meeting TPID Kabupaten Bandung Barat dengan
Fokus bahasan utama HLM dimaksud adalah untuk
mengetahui kesiapan Kab. Bandung Barat dalam
menghadapi bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
Dilaksanakan High Level Meeting (HLM) TPID Kota
Menjaga Stok dan Pasokan serta Kehalalan Komoditas di
Kota Bandung Menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya
mengenai
pentingnya peran Pemerintah dalam menjaga ketersediaan
stok bahan pangan sehingga laju harga dapat dikendalikan
terutama menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul
Fitri.
B. Program Strategis FKPI
Program Strategis Tanggal Keterangan
Optimalisasi Portal
Infomasi Harga Pangan
(Priangan)
19 Mei 2017
31 Mei 2017
14 Juni 2017
Diselenggarakan rapat koordinasi dengan pihak kosultan IT
pengembang Priangan, yaitu PT. BIG. Dalam rapat ini
berfokus untuk membahas terkait rencana pengembangan
Priangan tahun 2017.
Fitur EWS telah dikembangkan sejak tahun 2015, namun
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sarana
koordinasi penanganan lonjakan harga komoditas pangan
strategis. Oleh karena itu, dilaksanakan Rapat Teknis
dengan konsultan IT Priangan, yaitu PT BIG untuk
membahas mengenai aspek teknis untuk mempersiapkan
fitur EWS Priangan agar dapat segera diimplementasikan
secara optimal oleh pihak-pihak terkait.
Dilaksanakan kick-off implementasi program EWS sebagai
bagian dari program pengendalian inflasi tahun 2017,
khususnya pengembangan Portal Informasi Harga Pangan
(PRIANGAN). Fitur EWS diharapkan tidak saja menjadi
penyedia informasi mengenai harga komoditi terkini bagi
konsumen, namun juga sebagai portal penyedia data bagi
para regulator terkait kenaikan harga masing-masing
komoditi pangan strategis serta wilayah yang mengalami
kenaikan harga
Forum Ulama se-Jawa
Barat
23 Mei 2017 Sebagai upaya pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat
melalui pendekatan religi, telah diselenggarakan kegiatan
Forum Ulama se-Jawa Barat 1438 H. Kegiatan ini dihadiri
oleh ±600 orang ulama di lingkungan Jawa Barat. Pola
historis menunjukkan bahwa salah satu driven factor
peningkatan inflasi saat bulan Ramadhan dan Hari Raya
Idul Fitri 1438 H adalah peningkatan permintaan
masyarakat yang ditengarai oleh pola konsumtif
AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
96
masyarakat. Oleh karena itu, melalui kegiatan Forum
Ulama diharapkan ulama dapat menjadi kepanjangan
tangan TPID untuk menyampaikan materi di sela-sela
tausiyah agar masyarakat berbekanja dengan bijak agar
tidak memicu peningkatan permintaan yang memicu
inflasi.
Pasar Murah
Pengendali Inflasi
1438 H
22 Mei 2017
14-16 Juni 2017
Sebagai salah satu tahapan persiapan program strategis
pengendalian inflasi, yaitu Pasar Murah Pengendalian Inflasi
Jawa Barat 1438 H yang rencananya akan diselenggarakan
pada tanggal 14-16 Juni 2017 di daerah Kiaracondong-
Bandung, telah dilakukan rapat koordinasi dengan Perum
Bulog Divre Jabar dan PT PPI (Persero) regional Bandung.
Dalam rangka menghadapi seasonal factor Bulan
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1438 H, telah
diselenggarakan kegiatan Pasar Murah Pengendalian Inflasi
Jawa Barat 1438 H pada tanggal 14-16 Juni 2017 di lokasi
yang berdekatan dengan pasar yang disurvei oleh BPS
Provinsi Jawa Barat, yaitu di halaman parkir Bandung Trade
Mall (BTM) - Kec.Kiaracondong - Kota Bandung.
Kampung Peduli
Inflasi
April 2017
Mei 2017
Dalam rangka pengembangan lebih lanjut program
Kampung Peduli Inflasi, KPw BI Provinsi Jawa Barat
berencana menerapkan program tersebut di beberapa
daerah lain di Kota Bandung dan semakin meluas ke
wilayah Bandung Raya. Sebagai upaya konkret
pengembangan program Kampung Peduli Inflasi, telah
dilakukan beberapa diskusi dan pembahasan dengan
stakeholders terkait, seperti konsultan hidroponik,
pemerintah Kab. Bandung, dan masyarakat Kel.
Padjadjaran.
Dalam rangka pengembangan lebih lanjut program
Kampung Peduli Inflasi, KPw BI Provinsi Jawa Barat
berencana menerapkan program tersebut di beberapa
daerah lain di Kota Bandung dan semakin meluas ke
wilayah Bandung Raya. Sebagai upaya konkret
pengembangan program Kampung Peduli Inflasi, telah
dilakukan peninjauan lokasi calon Kampung Peduli Inflasi
ke beberapa wilayah, yaitu: (i) Kec. Cijagra, Kota Bandung;
(ii) Kec. Cicendo, Kota Bandung; (iii) Kec. Cicalengka, Kab.
Bandung; dan (iv) Kec. Cisarua, Kab. Sumedang.
3.5.2. Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi Daerah
Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka pengendalian inflasi di Jawa Barat masih bersumber
dari faktor cuaca, momen tahunan seperti hari besar keagamaan dan faktor kebijakan pemerintah pusat
terkait harga komponen administered pricess. Namun demikian, selain tantangan atau kendala
sebagaimana dijelaskan sebelumnya yang cukup krusial dalam pengendalian inflasi yaitu mengenai
distribusi komoditas pangan strategis yang belum efisien. Selama ini, distribusi komoditas pangan
strategis, contohnya saja cabai merah dan beras, yang sebagian besar dipasok ke luar Jawa Barat.
Penguatan kerjasama antar daerah untuk menjaga kecukupan stok pangan di dalam Jawa Barat itu
sendiri menjadi tantangan yang terus diupayakan melalui sinergi dengan stakeholder.
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
BAB IV
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
98
Kondisi stabilitas keuangan Jawa Barat pada triwulan II 2017 masih cukup terjaga meskipun terdapat
indikasi kenaikan risiko yang perlu menjadi perhatian. Hasil asesmen terhadap kinerja perbankan
menunjukkan kinerja yang masih terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum yang berlokasi di
Jawa Barat meningkat. Di sisi lain, terpantau peningkatan risiko kredit yang disalurkan bank umum untuk
lokasi proyek di Jawa Barat dengan meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) pada triwulan II 2017
meskipun masih di bawah ambang 5%. Dari sisi korporasi, kinerja penyaluran kredit kepada korporasi
terpantau melambat yang diikuti dengan peningkatan risiko repayment capacity dengan kecenderungan NPL
meningkat dan melebihi batas 5%. Sementara itu dari sisi rumah tangga, penyaluran kredit cenderung
meningkat sementara repayment capacity masih terjaga dengan rasio NPL yang meskipun meningkat menjadi
2,79% namun masih di bawah batas aman 5%.
Gambar 4.1 Ringkasan Asesmen Kinerja Perbankan
4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum
4.1.1. Aset dan Aktiva Produktif
Pertumbuhan total aset bank umum di Jabar Tw I I yaitu tumbuh sebesar 8,7%
(Grafik4.1). Total aset bank
umum di Jawa Barat pada triwulan II 2017 adalah sebesar Rp580,71 triliun dengan proporsi aset masih relatif
serupa dengan triwulan sebelumnya, yaitu bank pemerintah memberikan porsi terbesar (42,65%) diikuti
bank swasta (40,22%), BPD (15,91%) dan sisanya bank asing campuran (1,22%) (Grafik 4.2). Melambatnya
pertumbuhan aset bank umum diperkirakan sejalan dengan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit
maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan laporan. Menurunnya tren suku bunga bank
umum terlihat belum berdampak pada peningkatan penyaluran kredit triwulan laporan.
Grafik 4.1 Pertumbuhan Aset Perbankan Grafik 4.2 Pangsa Aset Perbankan per Kelompok Bank
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
99
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
sebesar 7,96% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,20% (yoy). Selain karena menurunnya suku bunga, perlambatan DPK diperkirakan
dipengaruhi oleh momen Ramadhan dan Idul Fitri serta persiapan masa sekolah (peningkatan spending). Hal
tersebut sejalan dengan kondisi bahwa perlambatan terjadi pada jenis tabungan dan deposito. Proporsi
Di sisi lain, giro tercatat tumbuh meningkat
(9,54%) yang diperkirakan terjadi seiring dropping dana pusat kepada daerah dalam rangka percepatan
pembangunan infrastruktur. Perlambatan DPK terlihat terjadi terutama pada sektor swasta dengan pangsa
terbesar (88,38% pada triwulan II 2017). Pertumbuhan DPK swasta pada triwulan II 2017 sebesar 10,01%
dari triwulan sebelumnya sebesar 11,04%.
Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK Perbankan Grafik 4.4 Perkembangan DPK Berdasarkan Kategori Nasabah
Belum terlihat adanya perubahan yang signifikan dari struktur DPK bank umum di Jawa Barat, yaitu
dengan porsi terbesar adalah pada komponen tabungan diikuti deposito dan giro. Namun, terpantau
terjadi peningkatan pangsa tabungan dan giro pada triwulan II 2017, sementara pangsa deposito mengalami
penurunan (Grafik 4.5). Dilihat berdasarkan kategori nasabah, pangsa terbesar adalah nasabah swasta
(korporasi dan rumah tangga) dengan pangsa mencapai 88,38% yang diikuti oleh nasabah pemerintah
sebesar 11,53% dan sisanya yang termasuk dalam kategori bukan penduduk (Grafik 4.6).
Grafik 4.5 Struktur DPK berdasarkan jenisnya Grafik 4.6 Struktur DPK Berdasarkan Kategori Nasabah
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
100
4.1.3. Kredit dan Risiko Kredit
Penurunan suku bunga terpantau belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kredit
di Jawa Barat. Suku bunga kredit untuk lokasi proyek di Jawa Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar
11,42% dengan tren menurun dibandingkan periode-periode sebelumnya sejak tiga tahun terakhir. Tren
penurunan suku bunga kredit terjadi pada kredit konsumsi, modal kerja maupun investasi (Grafik 4.7). Total
kredit (lokasi proyek) di Jabar tw II 2017 tercatat Rp583,12 triliun, tumbuh melambat sebesar 6,76% (yoy)
(Grafik 4.8). Perlambatan terjadi pada jenis kredit investasi dan konsumsi dengan pangsa masing-masing
sebesar 18,55% dan 42,47% (Grafik 4.9). Di sisi lain, meningkatnya laju pertumbuhan kredit modal kerja
yang diperkirakan terdorong untuk meningkatkan produksi/output guna menghadapi momen Ramadhan
dan Lebaran menjadi faktor yang menahan perlambatan yang lebih dalam.
Grafik 4.7 Perkembangan Suku Bunga Kredit Berdasarkan
Lokasi Proyek di Jawa Barat
Grafik 4.8 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 4.9 Proporsi Kredit menurut Jenis Penggunaan
Lapangan usaha industri pengolahan masih memegang peringkat tertinggi penyaluran kredit di Jawa
Barat dengan pangsa 22,54% dengan kondisi yang membaik meskipun masih menunjukkan
pertumbuhan negatif sebesar -3,18% (yoy). Dilihat berdasarkan lapangan usaha utama, selain kepada
bukan lapangan usaha (42,51%), penyaluran kredit sektoral terutama masih ke lapangan usaha industri
pengolahan (22,54%), perdagangan besar dan eceran (15,43%); konstruksi (4,43%) dan jasa dunia usaha
(4,42%) (Grafik 4.10). Dari jenis jenis lapangan usaha utama tersebut, terpantau terjadi perlambatan kredit
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
101
pada triwulan II 2017 kecuali ke lapangan usaha industri pengolahan (Grafik 4.11). Dengan total kredit
sebesar Rp131,44 triliun, kredit untuk lapangan usaha ini tumbuh sebesar -3,18% (yoy), yang membaik
meskipun masih menunjukkan pertumbuhan yang negatif, dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu
sebesar -4,78% (yoy) (Grafik 4.12). Membaiknya pertumbuhan kredit untuk industri pengolahan tersebut
sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan PDRB sektor industri pengolahan dari sebesar 4,65% (yoy) pada
triwulan I 2017 menjadi sebesar 4,73% (yoy) pada triwulan II 2017 (Grafik 4.11). Di sisi lain, pertumbuhan
kredit untuk sektor perdagangan besar & eceran terpantau melambat pada level 4,04% (yoy) seiring dengan
melambatnya pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada triwulan II 2017 (Grafik 4.13).
Grafik 4.10 Proporsi Kredit Menurut Lapangan Usaha Grafik 4.11 Perkembangan Kredit menurut Lapangan Usaha
Grafik 4.12 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan Grafik 4.13 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran
Relatif terjaganya kinerja intermediasi perbankan tercermin dari rasio LDR bank umum di Jawa Barat
yang sedikit meningkat menjadi sebesar 91,18% pada triwulan II 2017, meskipun terlihat adanya
peningkatan risiko kredit dengan meningkatnya rasio NPL menjadi 3,61%. Kinerja intermediasi bank
umum yang berkantor di Jawa Barat terpantau baik dengan Loan to Deposit Ratio yang meningkat dari
sebesar 90,89% pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 91,18% pada triwulan II 2017 (Grafik 4.14).
Meskipun penyaluran kredit melambat, namun perlambatan yang lebih dalam pada penghimpunan DPK
mendorong peningkatan rasio LDR pada triwulan laporan. Di sisi lain, terlihat adanya peningkatan risiko
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
102
kredit meskipun masih dalam batas aman yang tercermin dari peningkatan rasio NPL menjadi 3,61% pada
triwulan II 2017, setelah pada triwulan I 2017 berada pada level 3,26%.
Grafik 4.14 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Peningkatan rasio NPL terjadi pada seluruh jenis penggunaan serta hampir seluruh jenis lapangan
usaha utama kecuali konstruksi serta angkutan dan komunikasi. Penurunan kualitas kredit (meningkatnya
NPL) terjadi pada seluruh jenis penggunaan, namun peningkatan risiko kredit yang perlu diwaspadai
terutama pada jenis kredit investasi dengan rasio NPL lebih dari 5% (Grafik 4.15). Sementara itu pada sisi
lapangan usaha, terlihat adanya peningkatan risiko kredit pada hampir seluruh lapangan usaha (Grafik 4.16).
Sementara itu, kualitas kredit pada lapangan usaha konstruksi meskipun masih di atas batas 5% namun
relatif telah membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.16). Khusus pada lapangan usaha utama,
di tengah meningkatnya pertumbuhan kredit untuk industri pengolahan, terlihat adanya peningkatan risiko
kredit dengan rasio NPL yang meningkat menjadi sebesar 5,51% dari sebelumnya sebesar 4,15%.
Meningkatnya risiko kredit pada lapangan usaha ini terpantau terjadi sejak triwulan II 2016, meskipun
sempat membaik hingga triwulan I 2017 (Grafik 4.17). Sementara itu pada lapangan usaha perdagangan,
terlihat adanya perbaikan kualitas kredit dengan rasio NPL yang menurun dibandingkan tahun 2016 (Grafik
4.18).
Grafik 4.15 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 4.16 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan
Lapangan Usaha Utama
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
103
Grafik 4.17 NPL Kredit Industri Pengolahan Grafik 4.18 NPL Kredit Perdagangan Besar & Eceran
4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat
Secara spasial penyaluran kredit bank umum masih terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota di Jawa Barat
yang mencapai pangsa 60,20% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Barat, yaitu meliputi Kabupaten
Bekasi (18,57%), Kota Bandung (16,55%), Kabupaten Bandung (9,52%), Kabupaten Bogor (9,13%), dan
Kabupaten Karawang (6,44%). Penyaluran kredit di Jawa Barat masih terkonsentrasi di kota/kabupaten lokasi
kantor atau pabrik industri pengolahan dan perdagangan. Dari sisi risiko kredit, kelima daerah tersebut
kecuali Kabupaten Bandung memiliki rasio NPL yang terjaga di bawah 5%, sementara NPL Kabupaten
Bandung pada triwulan II 2017 mencapai 7,36%. Selain Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut memiliki
rasio NPL di atas ambang yaitu mencapai 7,94% dengan kualitas kredit terendah pada triwulan II 2017 di
lapangan usaha real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan.
Grafik 4.19 Perkembangan Kredit Kota/Kabupaten Tw II 2017 Grafik 4.20 Rasio NPL Kredit Kota/Kabupaten Tw II 2017
4.1.4. Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
4.1.4.1. Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat
Penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat mengalami perlambatan pada triwulan II 2017 dibandingkan
triwulan I 2017. Total Kredit UMKM yang disalurkan di Jawa Barat mencapai Rp116,92 triliun dengan
pertumbuhan sebesar 8,40% (yoy), melambat dari sebelumnya sebesar 23,31% dengan nominal sebesar Rp
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
104
123,93 triliun (Grafik 4.21). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan kredit secara umum, mendorong share kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan ke
Dari sisi kualitas kredit, terpantau mengalami
perbaikan dengan rasio NPL yang menurun. Pada triwulan II 2017 rasio NPL UMKM Jawa Barat adalah
sebesar 4,48% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,9%. Meskipun demikian, jika dilihat
trennya yang cenderung berada pada kisaran 5%, kondisi ini tetap perlu diwaspadai (Grafik 4.22).
Grafik 4.21 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 4.22 NPL Kredit UMKM
Penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan untuk tiga sektor utama yakni Sektor Perdagangan
(51,52%), lndustri Pengolahan (16,74%), dan konstruksi (7,59%) (Grafik 4.23). Bank Indonesia terus
mendorong penyaluran kredit UMKM dengan menetapkan target proporsi kredit UMKM pada perbankan
berdasarkan milestone tertentu. Pada tahun 2015, target yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun
2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank lndonesia
No.14/12/PBl/2012). Selain itu, Bank Indonesia berupaya mendorong peningkatan kinerja kredit UMKM
melalui penerbitan kebijakan insentif memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1
Agustus 2015 bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit
yang baik sesuai Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBl/2015.
Grafik 4.23 Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Lapangan Usaha
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
105
4.1.4.2. Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota
Secara spasial 54,42% penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat terkonsentrasi di 6 daerah, meliputi Kota
Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi dan Kabupaten Karawang
(Grafik 4.25). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah utama penyaluran kredit UMKM tersebut memiliki
rasio rasio NPL kredit UMKM di bawah 5%. Sementara itu, beberapa daerah lain yang masih memiliki NPL di
atas ambang batas 5% adalah Kabupaten Bandung (7,36%), dan Kabupaten Garut (7,94%) (Grafik 4.26).
Grafik 4.24 Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw II 2017
Grafik 4.25 NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw II 2017
4.1.4.3. Program Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI)
Provinsi Jawa Barat
Salah satu pilar kerangka kebijakan pengembangan UMKM Bank Indonesia adalah untuk meningkatkan
sustainabilitas pembiayaan UMKM. Perwujudan terhadap pilar tersebut kemudian dilaksanakan oleh Bank
Indonesia melalui 3 aspek utama yaitu infrastruktur, kapasitas dan kebijakan dengan roadmap
pengembangan sebagai berikut:
Gambar 2. Roadmap Pengembangan Sustainabilitas Pembiayaan UMKM
Melalui aspek infrastruktur, Bank Indonesia tengah mempersiapkan Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan
(APIK) yang akan segera diluncurkan secara nasional pada bulan November 2017. Aplikasi APIK ini
merupakan aplikasi akuntansi yang digunakan untuk mencatat transaksi keuangan sederhana dan membuat
19,20
13,09
9,627,917,25
6,294,683,733,513,503,483,423,323,263,253,162,482,382,222,132,111,831,681,591,190,61
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Ko
ta B
and
un
g
Kab
. B
eka
si
Kab
. Bo
gor
Kab
. B
and
un
g
Ko
ta B
eka
si
Kab
. K
ara
wan
g
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta B
ogo
r
Ka
b.
Ga
rut
Kab
. C
ire
bo
n
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Su
ban
g
Kab
. C
iam
is
Ko
ta T
asik
mal
aya
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. C
ian
jur
Kab
. T
asik
mal
aya
Kab
. Su
me
dan
g
Kab
. P
urw
akar
ta
Kab
. M
aja
len
gka
Kab
. K
un
inga
n
Ko
ta C
ire
bo
n
Ko
ta C
imah
i
Kab
. B
and
un
g B
arat
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
anja
r
Rp Triliun
1,441,781,812,082,162,172,272,272,352,362,412,582,59 2,7 2,842,943,053,163,433,43 3,74,08
4,544,69
7,367,94
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Kar
awan
g
Ko
ta C
imah
i
Kab
. Su
med
ang
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Ko
ta C
ireb
on
Kab
. Pu
rwak
arta
Ko
ta B
ekas
i
Ko
ta B
anja
r
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Cir
ebo
n
Kab
. Maj
alen
gka
Kab
. Su
ban
g
Ko
ta D
epo
k
Kab
. Bek
asi
Kab
. Cia
mis
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta T
asik
mal
aya
Kab
. Bo
gor
Ko
ta B
and
un
g
Kab
. Su
kab
um
i
Ko
ta B
ogo
r
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Gar
ut
%
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
106
laporan keuangan bagi usaha perorangan (usaha mikro) maupun usaha kecil pada sektor jasa, perdagangan,
pertanian maupun manufaktur. Aplikasi APIK ini didesain sedemikian rupa dengan menggunakan
smartphone berbasis android yang dapat diunduh secara mudah melalui Google Playstore. Dalam rangka
mensosialisasikan penggunaan APIK ini, KPwBI Jawa Barat merencanakan untuk memberikan pelatihan
terkait aplikasi dimaksud pada akhir tahun 2017 kepada seluruh Wirausaha Binaan KPwBI Jawa Barat sebagai
tindak lanjut dari tahapan inkubasi dalam rangka pencetakan Wirausaha binaan Bank Indonesia yang
memiliki daya saing tinggi.
Selain melalui infrastruktur APIK, proses sustainabilitas pembiayaan UMKM pun didukung oleh survei
perolehan data laporan keuangan UMKM. Dalam aspek kapasitas, Bank Indonesia mengharapkan dukungan
perbankan agar rasio kredit UMKM mencapat target yang telah ditentukan. Oleh karenanya dalam
peningkatan sustainabilitas pembiayaan keuangan ini target dari Bank Indonesia mencakup 2 (dua) pihak
penting yang saling berkaitan yaitu pihak perbankan dan pihak UMKM sendiri. Sebagaimana gambar berikut
dijelaskan bagaimana keterkaitan dapat berjalan.
Gambar 3. Peningkatan Sustainabilitas Pembiayaan UMKM dengan target Perbankan dan UMKM
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan meningkatnya manajemen keuangan UMKM melalui SI
APIK, maka dapat mempermudah akses UMKM terhadap perbankan begitu pula sebaliknya. Bilamana
pegawai (account officer) bank memiliki keterampilan analisa yang baik yang didukung oleh peratutan bagi
perbankan dalam peningkatan porsi kredit kepada UMKM maka proses pembiayaan UMKM dapat berjalan
sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Upaya nyata yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap kedua target dimaksud, khususnya perbankan
adalah dengan dibuatnya regulasi terkait dengan peningkatan porsi kredit UMKM, yaitu melalui Surat Edaran
Bank Indonesia No.17/37/INTERN tanggal 31 Juli 2015 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
No.15/72/INTERN tanggal 29 Agustus 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Peningkatan kapasitasmanajemen keuangan dengan
SI APIK: pendekatan
teknologi:• Simple• Multi sector• Multiple user • Gratis• Mengacu standar IAI• Laporan lengkap, berbagai
format• Konseksi internet hanya
pada di awal
a. PeraturanBank secara bertahapmeningkatkan porsi kreditkepada UMKM hingga mencapaiminimal 20% pada tahun 2018
a. Pelatihan kepada AO bankUntuk bank yang belummemenuhi target rasio kreditUMKM Topik: Profil bisnis UMKM
a. Pengenalan skema baru(value chain financing, UMKM di pedesaan, UMKM unbanked di sektor perikanan)
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
107
Menengah, Bank Indonesia akan melakukan monitoring dan evaluasi dalam pencapaian rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Paling rendah 5% (lima persen) mulai posisi 31 Desember 2015 sampai dengan 30 Desember 2016.
2. Paling rendah 10% (sepuluh persen) mulai posisi 31 Desember 2016 sampai dengan 30 Desember
2017.
3. Paling rendah 15% (lima belas persen) mulai posisi 31 Desembr 2017 sampai dengan 30 Desember
2018.
4. Paling rendah 20% (dua puluh persen) mulai posisi 31 Desember 2018 dan seterusnya.
Perhitungan pencapaian target rasio kredit atau pembiayaan kepada UMKM di atas dapat dipenuhi oleh
bank umum baik dalam pemberian kredit atau pembiayaan secara langsung dan/atau secara tidak langsung
kepada UMKM melalui kerjasama pola executing, pola channeling, atau pembiayaan bersama. Sehubungan
dengan hal itu, Bank Indonesia mewajibkan Bank Umum menyampaikan laporan realisasi Kredit atau
Pembiayaan UMKM Bank Umum melalui kerjasama pola executing secara offline.
Sedangkan untuk target UMKM, upaya nyata yang dilakukan oleh Bank Indonesia selain dengan pembuatan
SI APIK, juga melakukan bantuan teknis berupa kegiatan penelitian, pelatihan, penyediaan informasi, dan
fasilitasi kepada Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Lembaga Penyedia Jasa (LPJ), dan UMKM. Tujuan
pemberian bantuan teknis ini antara lain untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia perbankan
dalam melakukan pembiayaan kepada UMKM dan dalam rangka meningkatkan capacity building UMKM
agar mampu memenuhi persyaratan kredit atau pembiayaan dari perbankan.
Salah satu contoh yang dilakukan oleh KPwBI Jawa Barat dalam memberikan bantek kepada UMKM adalah
dengan mengadakan Pelatihan Perencanaan Keuangan kepada UMKM, kelompok tani/ternak yang
tergabung dalam klaster binaan KPwBI Jawa Barat, Wirausaha Binaan Bank Indonesia (WUBI) Jabar dengan
tujuan:
a. Untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman kepada kelompok dan anggota
(individu) mengenai pentingnya perencanaan keuangan, serta
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perencanaan keuangan meliputi:
1. Menghitung Harga Pokok Produk (HPP);
2. Menetapkan harga jual, menghitung margin dan Break Event Point;
3. Menyusun Rencana Arus Kas dalam satu periode tertentu.
Bantuan ini diberikan tidak lain adalah agar UMKM binaan KPwBI Jawa Barat dapat memiliki akses keuangan
terhadap perbankan (bankable). Upaya-upaya di atas dilakukan mengingat tantangan yang dihadapi oleh
UMKM di Indonesia cukup banyak diantaranya terbatasnya akses pembiayaan yang disebabkan karena
keterbatasan kemampuan dalam penyusunan keuangan, dan terbatasnya akses pasar dikarenakan pasar
UMKM saat ini hanya mencakup pasar domestik. Tantangan ini pun tidak hanya dialami oleh UMKM di
Indonesia, namun dirasakan pula oleh UMKM di negara Asia lainnya.
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
108
Sumber: Shigehiro Shinozaki, Presentation material presented on the ADB Workshop on Supporting the Credit Guarantee System, 29
June 2015, Ulaanbaatar. (http://www.lgf.mn/)
Gambar 4. Perkembangan UMKM di Negara-negara Berkembang
Sumber: Kushnir, Mirmulstein, Ramalho, 2010
Gambar 4. Permasalahan umum yang dialami oleh Perusahaan Skala Kecil hingga Besar
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa UMKM di Indonesia memiliki kontribusi terhadap GDP dengan
penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain, sedangkan potensi ekspor
yang dimiliki UMKM Indonesia masih rendah. Sedangkan Gambar 5 menunjukkan permasalahan secara
umum yang dihadapi oleh perusahaan kecil, menengah, dan besar. Dari gambar 4 dapat disimpulkan bahwa
akses keuangan merupakan permasalahan yang terbesar yang dialami oleh perusahaan kecil/UMKM.
Untuk menghadapi tantangan tersebut upaya Bank Indonesia bersama pemerintah berupaya untuk
mendorong pemberian kredit UMKM oleh perbankan hingga sampai dengan Triwulan II 2017 penyaluran
kredit UMKM terjadi peningkatan sebesar 13,7% atau meningkat dari Triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 12,95%.
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
109
Tingginya penyaluran kredit tersebut juga diimbangi dengan perbaikan kinerja perbankan yang
menyebabkan terjadi penurunan NPL di Triwulan II 2017 yang cukup dalam atau sebesar 8,40%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 23,31%. Penurunan NPL tersebut juga
secara tidak langsung diindikasikan oleh adanya perbaikan pada kegiatan dunia usaha yang pada Triwulan II
2017 tercatat membaik sebesar 18,31% dari Triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,69%.
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perkembangan kinerja korporasi pada triwulan II 2017 mengalami tekanan dari perlambatan ekspor
luar negeri dan konsumsi namun dapat ditopang oleh peningkatan ekspor antar daerah . Ekspor Jawa
Barat tumbuh melambat pada triwulan II 2017 pada 0,59% (yoy) setelah pada triwulan I 2017 dapat tumbuh
sebesar 16,56% (yoy) (Grafik 4.26). Menurunnya PMI negara mitra dagang utama seperti US, Tiongkok dan
Jepang mempengaruhi permintaan terhadap produk ekspor dari berbagai negara termasuk Indonesia,
meningkatnya tren permintaan Eropa menjadi penahan terhadap laju perlambatan tersebut dan
mempengaruhi kinerja dan repayment capacity korporasi triwulan laporan (Grafik 4.27).
Grafik 4.26 Perkembangan Ekspor Jawa Barat
Grafik 4.27 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Permintaan domestik juga merupakan sumber tekanan pada kinerja korporasi manufaktur di Jawa Barat
khususnya subsektor industri pengolahan yang sebagian juga bertumpu pada konsumsi domestik. Di triwulan
II 2017 ini, konsumsi rumah tangga tercatat melambat. Meskipun terdapat momen hari raya keagamaan dan
periode libur panjang yang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya namun masyarakat diperkirakan
menahan konsumsinya untuk mempersiapkan kebutuhan sekolah menjelang tahun ajaran baru.
Meningkatnya pertumbuhan ekspor antar daerah menjadi faktor yang menjaga kinerja korporasi Jawa Barat
pada triwulan laporan.
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
110
4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Secara umum survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan adanya
peningkatan kinerja korporasi di triwulan II 2017 yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat yang meningkat terbatas pada triwulan II 2017 sebesar 5,29% (yoy) . Peningkatan kinerja korporasi
tersebut tercermin dari peningkatan saldo bersih tertimbang realisasi saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan
usaha menjadi 18,31, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,69 (Grafik 4.28). Walaupun
masih dibayangi dengan risiko perekonomian global serta kondisi permintaan domestik yang belum
sepenuhnya pulih, namun konsumsi masyarakat yang masih cukup solid dan meningkatnya ekspor antar
daerah memberikan dampak positif pada kinerja korporasi di Jawa Barat, khususnya korporasi industri
pengolahan yang memiliki share terbesar di Jawa Barat.
Grafik 4.28 Perkembangan Kegiatan Usaha - SKDU
Grafik 4.29 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan
SKDU
Sementara itu, dari hasil liaison oleh Bank Indonesia kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Barat secara
umum menyampaikan bahwa laju pertumbuhan penjualan domestik pada triwulan II 2017 stabil dibanding
triwulan sebelumnya dengan likert scale dari 0,70 pada triwulan I 2017 menjadi 0,71 pada triwulan II 2017
(Grafik 4.31). Kondisi penjualan domestik ini ditunjukkan oleh contact pada mayoritas sektor seperti industri
pengolahan, perdagangan, pertanian, pengangkutan dan komunikasi, dan perhotelan.
Grafik 4.31 Likert scale Permintaan Domestik
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
111
4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Sejalan dengan perlambatan kredit secara umum, penyaluran kredit korporasi di Jawa Barat juga
mengalami perlambatan pada triwulan II 2017. Kredit korporasi pada triwulan laporan menunjukkan
nominal sebesar Rp210,09 triliun dengan pertumbuhan sebesar 1,71% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 3,47% (yoy) (Grafik 4.31). Perlambatan terjadi pada jenis kredit investasi
dengan nominal sebesar Rp71,61 triliun dan pertumbuhan yang menurun sebesar -0,20% (yoy). Di sisi lain,
meningkatnya kredit modal kerja dengan total Rp137,46 triliun dan pertumbuhan 2,43% (yoy) seiring
dengan persiapan menghadapi momen Ramadhan dan Idul Fitri membantu menahan perlambatan kerdit
korporasi yang lebih dalam. Perlambatan kredit tersebut terjadi para seluruh jenis lapangan usaha utama di
Jawa Barat kecuali industri pengolahan yang menunjukkan perbaikan meskipun masih mengalami
pertumbuhan yang negatif (Grafik 4.32).
Grafik 4.31 Perkembangan Kredit Korporasi
Grafik 4.32 Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi diiringi dengan peningkatan NPL dari 4,59% menjadi 5,44%.
Baik NPL KI maupun KMK mengalami peningkatan dimana NPL KMK yang dapat berada di bawah level aman
kembali meningkat lebih dari 5% pada triwulan II 2017. Secara sektoral, peningkatan kredit korporasi terjadi
pada mayoritas kredit sektor utama (kecuali lapangan usaha konstruksi), dengan kenaikan terbesar pada
korporasi yang bergerak di bidang jasa dunia usaha.
Grafik 4.33 NPL Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grafik 4.34 NPL Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
112
4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pada triwulan II 2017, kinerja perekonomian Jawa Barat meningkat terbatas dibanding triwulan sebelumnya.
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga masih menjadi motor pendorong utama
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan andil terbesar. Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,51% (yoy), melambat dibandingkan laju pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 4,85%. Optimisme terhadap kondisi penghasilan cenderung menurun (termasuk karena
adanya pergeseran gaji ke-13 menjadi Juli 2017) yang tercermin dari hasil survei konsumen (Grafik 4.35 dan
Grafik 4.36), serta pelemahan nilai tukar pada triwulan II 2017 menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi
kondisi daya beli masyarakat. Di sisi lain, terkendalinya inflasi dan stimulus moneter berupa pelonggaran suku
bunga kebijakan sejak awal tahun menjadi faktor yang berada pada sisi sebaliknya dan menjaga optimisme
rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini menjadi faktor yang memperkecil kerentanan
sektor rumah tangga dalam sektor keuangan di Jawa Barat. Dalam suatu sistem keuangan, rumah tangga
berperan baik sebagai pihak penyedia dana (lender) maupun penerima pendanaan dari institusi keuangan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat
pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh rumah tangga.
Grafik 4.35. Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap
Perkembangan Ekonomi Saat Ini
Grafik 4.36. Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap
Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang
4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, alokasi penggunaan pendapatan rumah tangga (disposable income) terbesar masih
ditujukan untuk keperluan konsumsi. Pada triwulan II 2017, pengeluaran untuk konsumsi mencapai
64,63% terhadap total pengeluaran, meningkat terbatas dibanding triwulan sebelumnya dengan pangsa
sebesar 63,60%. Di sisi lain, pangsa cicilan pinjaman sedikit menurun dari 13,5% menjadi 12,4% (Grafik
4.38). Sejalan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri dan libur sekolah mendorong masyarakat
meningkatkan pengeluaran konsumsi musimannya meskipun masih relatif stabil dengan adanya persiapan
dana menjelang tahun ajaran baru dan ekspektasi perubahan harga 3 bulan mendatang yang meningkat
(Grafik 4.39). Peningkatan konsumsi tersebut diperkirakan juga berasal dari dari pinjaman dengan
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
113
meningkatnya kredit rumah tangga. Diferensiasi pangsa tercermin pada cicilan pinjaman, di mana terlihat
bahwa semakin besar pengeluaran bulanan rumah tangga maka semakin besar pula cicilan pinjamannya.
Porsi pembayaran cicilan pinjaman terbesar adalah pada rumah tangga yang memiliki pengeluaran lebih dari
Rp5 juta.
Grafik 4.37. Struktur Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga
Grafik 4.38. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang, terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara
agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30%
pendapatannya (DSR>30%). Pada triwulan II 2017, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% turun sebesar
2,61% dibanding triwulan sebelumnya atau sebesar -11,84%(qtq). Penurunan ini terutama disebabkan oleh
menurunnya rasio DSR pada kelompok rumah tangga pada hampir seluruh golongan pengeluaran. Institusi
keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi
menjadi penyebab NPL (non performing loan).
Tabel 4.1. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar
Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat
Pengeluaran/Bulan
Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan
Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30%
Rp 1 - 2 jt 3,33% 2,03% 2,61% 3,48% 12,46%
Rp 2,1 - 3 jt 3,33% 3,33% 4,06% 5,07% 9,86%
Rp 3,1 - 4 jt 1,59% 3,19% 4,06% 4,35% 6,09%
Rp 4,1 - 5 jt 1,59% 1,88% 2,90% 2,75% 3,91%
> Rp 5 jt 2,61% 2,46% 3,33% 6,38% 3,33%
Total 12,46% 12,90% 16,96% 22,03% 35,65%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Triwulan I 2017
Debt Service Ratio (DSR)
TMP
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30%
Rp 1 - 2 jt 2,32% 2,90% 2,03% 3,48% 9,57%
Rp 2,1 - 3 jt 4,49% 3,91% 5,36% 3,62% 9,71%
Rp 3,1 - 4 jt 2,32% 3,04% 3,62% 3,77% 5,36%
Rp 4,1 - 5 jt 1,74% 2,75% 1,74% 3,33% 4,20%
> Rp 5 jt 2,90% 3,33% 3,91% 5,22% 5,36%
Total 13,77% 15,94% 16,67% 19,42% 34,20%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Triwulan II 2017
Debt Service Ratio (DSR)
TMB
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
114
Keterangan: TMP : Tidak memiliki pinjaman; *Perubahan triwulan I 2017 dibanding triwulan IV 2016
Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah
4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
Di tengah perlambatan kredit secara keseluruhan, kredit rumah tangga masih tumbuh sedikit
meningkat, diperkirakan didorong oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan menjelang Idul Fitri dan
tahun ajaran baru. Kredit rumah tangga yang disalurkan untuk Jawa Barat pada triwulan II 2017 sebesar
Rp196,97 triliun, tumbuh sebesar 12,08% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 11,06%
(yoy). Peningkatan kredit rumah tangga tersebut terjadi pada seluruh jenis namun terlihat adanya akselerasi
pertumbuhan kredit KKB dan multiguna (seiring momen menjelang Idul Fitri dan memasuki tahun ajaran
baru) (Grafik 4.40). Total Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), pada triwulan II 2017 sebesar Rp27,22 triliun,
tumbuh sebesar 8,87% (meningkat dari triwulan I 2017 sebesar 3,74%). Total Kredit Pemilikan Rumah pada
triwulan II 2017 sebesar Rp100,28 triliun, tumbuh melambat sebesar 13,11% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar 14,91% (yoy). Dari sisi risiko kredit, terlihat adanya peningkatan NPL pada seluruh jenis kredit,
meskipun masih di bawah batas aman 5% (Grafik 4.41). Secara umum, kinerja kredit rumah tangga masih
menunjukkan keyakinan konsumen dan repayment capacity yang terjaga.
Grafik 4.39 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.40 NPL Kredit Rumah Tangga
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30% TMP
Rp 1 - 2 jt -1,01% 0,87% -0,58% 0,00% -2,90%
Rp 2,1 - 3 jt 1,16% 0,58% 1,30% -1,45% -0,14%
Rp 3,1 - 4 jt 0,72% -0,14% -0,43% -0,58% -0,72%
Rp 4,1 - 5 jt 0,14% 0,87% -1,16% 0,58% 0,29%
> Rp 5 jt 0,29% 0,87% 0,58% -1,16% 2,03%
Total 1,30% 3,04% -0,29% -2,61% -1,45%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Perubahan DSR*
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30% TMP
Rp 1 - 2 jt -30,43% 42,86% -22,22% 0,00% -23,26%
Rp 2,1 - 3 jt 34,78% 17,39% 32,14% -28,57% -1,47%
Rp 3,1 - 4 jt 45,45% -4,55% -10,71% -13,33% -11,90%
Rp 4,1 - 5 jt 9,09% 46,15% -40,00% 21,05% 7,41%
> Rp 5 jt 11,11% 35,29% 17,39% -18,18% 60,87%
Total 10,47% 23,60% -1,71% -11,84% -4,07%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Perubahan DSR* (qtq)
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
115
Grafik 4.41 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Grafik 4.42 Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
116
Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, tahun 2016 KPwBI Provinsi Jabar
melakukan penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM di Provinsi Jawa Barat yang
diseminasi hasil penelitian ini dilakukan di awal tahun 2017. Penelitian ini dilakukan guna mengidentifikasi
berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi ekonomi suatu daerah. Selain
itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengenal dan memahami profil daerah, profil UMKM dalam meneliti faktor pendorong dan
penghambat dalam pengembangan UMKM, Kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengembangan UMKM; serta Peranan Perbankan dalam
pengembangan UMKM.
b. Memberikan informasi tentang Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan yang perlu mendapat
prioritas untuk dikembangkan di suatu wilayah.
c. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pengembangan KPJU unggulan
UMKM yang dikaitkan denganKebijakan Pemerintah Daerah; dan Kebijakan perbankan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
yang dimodifikasi atau modified AHP, Metode Borda dan Metode Bayes dalam menetapkan identifikasi KPJU
tingkat kecamatan, KPJu Unggulan Tingkat Kabupaten/Kota dan Tingkat Provinsi.
Penetapan KPJU unggulan daerah di kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan menghimpun
informasi dari seluruh kecamatan yang ada, jumlah UMKM, kontribusi pembentukan PDRB kabupaten/kota
serta kebijakan Pemerintah Daerah. Jumlah wilayah kecamatan yang tercakup dalam penelitian ini adalah
sebanyak 626 kecamatan yang tersebar di setiap wilayah kabupaten/kota, seperti terinci pada tabel berikut.
Tabel 1. Daerah Penelitian
No. Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan
1 Kabupaten Bandung Soreang 31
2 Kabupaten Bandung Barat Ngamprah 16
3 Kabupaten Bekasi Cikarang 23
4 Kabupaten Bogor Cibinong 40
5 Kabupaten Ciamis Ciamis 26
6 Kabupaten Cianjur Cianjur 32
7 Kabupaten Cirebon Sumber 40
8 Kabupaten Garut Garut 42
9 Kabupaten Indramayu Indramayu 31
10 Kabupaten Karawang Karawang 30
11 Kabupaten Kuningan Kuningan 32
12 Kabupaten Majalengka Majalengka 26
13 Kabupaten Pangandaran Parigi 10
14 Kabupaten Purwakarta Purwakarta 17
15 Kabupaten Subang Subang 30
16 Kabupaten Sukabumi Palabuhanratu 47
17 Kabupaten Sumedang Sumedang 26
18 Kabupaten Tasikmalaya Singaparna 39
BOKS 2
Pemetaan Usaha Unggulan Jawa Barat
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
117
No. Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan
19 Kota Bandung Bandung 30
20 Kota Banjar Banjar 4
21 Kota Bekasi Bekasi 12
22 Kota Bogor Bogor 6
23 Kota Cimahi Cimahi 3
24 Kota Cirebon Cirebon 5
25 Kota Depok Depok 11
26 Kota Sukabumi Sukabumi 7
27 Kota Tasikmalaya Tasikmalaya 10
Jawa Barat Bandung 626
Pengumpulan data dilakukan melalui dan atau kepada
pejabat instansi/dinas terkait dan pemimpin/pejabat bank pelaksana di daerah dengan kriteria tertentu
berdasarkan tingkatan daerah yang ditetapkan berdasarkan tujuan penetapan KPJU unggulan UMKM, yaitu:
(a) Pertumbuhan ekonomi daerah, (b) Penciptaan lapangan kerja, dan (c) Peningkatan daya saing
daerah/produk.
Penetapan KPJU unggulan dilakukan secara bertingkat yang diawali dengan penetapan KPJU unggulan pada
tingkat kecamatan, kemudian tingkat kabupaten/kota dan terakhir pada tingkat provinsi. Untuk memperoleh
keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan KPJU unggulan, maka bobot setiap Tujuan,bobot
setiap Faktor, dan bobot setiap Kriteria yang digunakan pada semua kabupaten/kota adalah sama.
Sehubungan dengan itu maka proses penentuan bobot kepentingan tujuan dan kriteria tersebut dilakukan
pada tingkat provinsi.
Berdasarkan metodologi penelitian digunakan, penetapan KPJU unggulan lintas sektor ditentukan oleh
besaran bobot tingkat kepentingan suatu sektor ekonomi atau lapangan usaha dalam rangka mencapai
tujuan penetapan KPJU unggulan UMKM. Mengingat setiap kabupaten/kota mempunyai karakteristik
wilayah dan potensi ekonomi yang berbeda, maka penetapan bobot kepentingan sektor/subsektor ekonomi
tersebut dilakukan di tingkat kabupaten/kota dengan nara sumber pejabat Dinas/Instansi yang
berkepentingan dalam pengembangan UMKM di tingkat kabupaten/kota.
Tabel 2. Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk Penetapan
KPJU Unggulan di Provinsi Jawa Barat
No. Aspek Bobot
1 Tujuan Penetapan KPJU Unggulan
1.1. Penciptaan Lapangan Kerja 0,3695
1.2. Pertumbuhan Ekonomi 0,3392
1.3. Peningkatan Daya Saing Daerah/Produk 0,2913
2. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kecamatan
2.1. Jangkauan Pasar 0,3413
2.2. Ketersediaan Input, Sarana Produksi atau Usaha 0,3050
2.3. Kontribusi Terhadap Perekonomian Kecamatan 0,1950
2.4. Jumlah Unit Usaha, Rumah Tangga, Produksi, Luas Areal atau Populasi
KPJu yang Ada. 0,1587
3 Tujuan Penetapan KPJU Unggulan
3.1. Output Produksi/Usaha 0,3951
3.2. Proses Produksi/Usaha 0,3500
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
118
No. Aspek Bobot
3.3. Input Produksi/Usaha 0,2549
4. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kabupaten
4.1. Ketersediaan Pasar 0,1822
4.2. Teknologi 0,1310
4.3. Manajemen Usaha 0,1036
4.4. Sumbangan Terhadap Perekonomian Daerah 0,0837
4.5. Keterampilan Tenaga Kerja yang Dibutuhkan 0,0748
4.6. Sarana Produksi dan Usaha 0,0701
4.7. Penyerapan Tenaga Kerja 0,0671
4.8. Dampak Lingkungan 0,0633
4.9. Harga / Nilai Tambah 0,0621
4.10. Aksesibilitas dan Kebutuhan Modal 0,0607
4.11. Sosial Budaya (termasuk Ciri Khas/Karakteristik Daerah) 0,0522
4.12. Bahan Baku 0,0492
KPJU UNGGULAN TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT
Tabel 3. KPJU Unggulan per Sektor Tingkat Provinsi Jawa Barat
Rank Sektor-Subsektor Usaha /
KPJU
Skor
Terbobot
Rank
Sektor-Subsektor Skor
Terbobot Usaha / KPJU
Padi Palawija Sayuran
1 Padi Sawah 13,5994 1 Cabe Besar 5,0838
2 Jagung 3,6718 2 Kangkung 1,9438
3 Kacang Kedelai 2,6218 3 Tomat 1,8199
4 Ubi Jalar 2,0590 4 Petsai/Sawi 1,6940
5 Ubi Kayu 1,9024 5 Bawang Merah 1,6174
Buah-Buahan Hortikultura/Tanaman Hias
1 Pisang 4,9435 1 Jahe 1,8088
2 Mangga 3,3374 2 Bunga Potong 0,8151
3 Pepaya 2,0523 3 Tanaman Hias 0,5028
4 Manggis 1,6687 4 Kunyit 0,3079
5 Jambu Biji 1,5498 5 Kencur 0,2664
Perkebunan Peternakan
1 Kopi 4,0739 1 Sapi Potong 5,5034
2 Kelapa 3,8328 2 Sapi Perah 4,2731
3 The 1,5868 3 Ayam Ras Pedaging 4,2069
4 Cengkeh 1,4037 4 Domba 2,2008
5 Tebu 1,2670 5 Ayam Ras Petelur 2,1829
Perikanan Pertambangan/Penggalian
1 Budidaya Ikan di Kolam 4,5425 1 Pasir 3,7358
2 Penangkapan Ikan di Laut 3,8788 2 Andesit 1,9003
3 Budidaya Ikan Hias 3,6174 3 Batu Kali 0,7607
4 Budidaya Ikan di Sawah 2,8669 4 Sirtu 0,6923
5 Budidaya di Tambak 2,7735 5 Batu Kapur 0,6780
Pemungutan Hasil Hutan Industri Pengolahan
1 Jamur Kayu 1,9820 1 Makanan Olahan 4,9859
2 Bambu 1,3489 2 Konveksi/Batik/Bordir 4,3776
3 Madu 1,2633 3 Pakaian Jadi/Fashion 3,4991
4 Sarung Burung Walet 0,5216 4 Aneka Keripik 1,2839
5 Persuteraan Alam 0,5038 5 Tahu/Tempe 1,0351
Perdagangan Kebudayaan/Pariwisata
1 Sembako 3,8120 1 Wisata Alam 6,0329
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
119
Rank Sektor-Subsektor Usaha /
KPJU
Skor
Terbobot
Rank Sektor-Subsektor Skor
Terbobot 2 Restoran/Rumah Makan 3,6351 2 Wisata Kuliner 5,0372
3 Hasil Pertanian 2,3314 3 Wisata Tirta/Air 3,4466
4 Makanan/Minuman 1,6916 4 Wisata Budaya 3,2294
5 Toko Kelontong 1,5982 5 Wisata Bahari/Pantai 2,0079
Transportasi/Angkutan Jasa-Jasa
1 Angkutan Penumpang 7,4730 1 Reparasi Mobil 4,2876
2 Angkutan Kota 6,9221 2 Reparasi Motor 3,6665
3 Angkutan Barang 6,7789 3 Bengkel Las 1,4960
4 Ojek 4,0808 4 Jasa Penjahitan 1,4115
5 Angkutan Pedesaan 2,4002 5 Reparasi Elektronik 1,3493
Tabel 4. Skor-terbobot Tingkat Kepentingan Setiap Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Sektor Usaha (Skor Terbobot)
Perdagangan (0,1541), Pertanian (0,1500), Industri Pengolahan (0,1359), Jasa-Jasa (0,1289),
Kebudayaan/Pariwisata (0,1081), Transportasi/Angkutan (0,0992), Akomodasi (0,0882), Konstruksi
(0,0874), Pertambangan/Penggalian (0,0482)
Tabel 5. KPJU UNGGULAN Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Jawa Barat
KPJU Unggulan Lintas Sektoral (Skor Terbobot)
Padi Palawija : Padi Sawah (1,4280),
Perikanan : Budidaya Ikan di Kolam (0,6814),
Industri Pengolahan : Makanan Olahan (0,6777),
Peternakan : Sapi Potong (0,6604),
Pariwisata : Wisata Alam (0,6296),
Industri Pengolahan : Konveksi/Batik/Bordir (0,5950),
Transportasi : Angkutan Penumpang (0,5842),
Perdagangan : Sembako (0,5820),
Perikanan : Penangkapan Ikan di Laut (0,5818),
Perdagangan : Restoran/Rumah Makan (0,5602).
Tabel 6. KPJU POTENSIAL Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Jawa Barat
KPJU Unggulan Lintas Sektoral (Skor Terbobot)
Jasa : Reparasi Mobil (0,5528),
Perkebunan : Kopi (0,5500),
Transportasi : Angkutan Kota (0,5480),
Pariwisata : Wisata Kuliner (0,5445),
Perikanan : Budidaya Ikan Hias (0,5426),
Transportasi : Angkutan Barang (0,5273),
Perkebunan : Kelapa (0,5174),
Peternakan : Sapi Perah (0,5128),
Peternakan : Ayam Ras Pedaging (0,5048),
Industri Pengolahan : Pakaian Jadi/Fashion (0,4756).
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
120
Tabel 7. Sebaran Wilayah KPJu Unggulan Tingkat Provinsi Jawa Barat
Sektor/
Lapangan Usaha
KPJU Unggulan
Lintas Sektor Sebaran Wilayah (Unggulan Sektoral)
Padi Palawija Padi Sawah
Bandung, Bekasi, Bogor, Ciamis, Cianjur, Cirebon,
Indramayu, Karawang, Majalengka, Purwakarta,
Subang, Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya,
Pangandaran
Perikanan Budidaya Ikan di
Kolam
Bandung, Bandung Barat, Bogor, Ciamis, Cianjur,
Cirebon, Garut, Kuningan, Majalengka, Subang,
Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kota
Cirebon
Industri Pengolahan Makanan Olahan
Bekasi, Ciamis, Cianjur, Garut, Kuningan, Majalengka,
Subang, Sumedang, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota
Cimahi, Kota Depok, Kota Sukabumi, Kota Tasikmalaya
Peternakan Sapi Potong
Bandung Barat, Cianjur, Garut, Indramayu, Purwakarta,
Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya, Pangandaran, Kota
Bogor, Kota Sukabumi
Pariwisata Wisata Alam
Bandung, Bandung Barat, Bogor, Ciamis, Cianjur
Garut, Majalengka, Subang, Sukabumi, Sumedang,
Tasikmalaya, Pangandaran.
Industri Pengolahan Konveksi/Batik/Bordi
r
Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Cirebon, Karawang,
Tasikmalaya, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota
Cirebon, Kota Depok, Kota Tasikmalaya.
Transportasi Angkutan Angkutan
Penumpang
Bandung, Bandung Barat, Bogor, Indramayu,
Karawang, Subang, Sumedang, Tasikmalaya, Kota
Bandung, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota
Sukabumi, Kota Tasikmalaya.
Perdagangan Sembako
Bandung Barat, Bogor, Ciamis, Cianjur, Garut,
Karawang, Majalengka, Purwakarta, Pangandaran, Kota
Bandung, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya.
Perikanan Penangkapan Ikan
di Laut
Indramayu, Subang, Sukabumi, Pangandaran, Kota
Cirebon
Perdagangan Restoran/Rumah
Makan
Bandung Barat, Bogor, Subang, Kota Bekasi, Kota
Bogor, Kota Cimahi, Kota Depok, Kota Sukabumi.
Tabel 8. Kedudukan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Jawa Barat (Rataan Skor Prospek
dan Potensi seluruh Kabupaten/Kota)
No Sektor/Lapangan
Usaha KPJu Unggulan
Skor Katagori
Prospek Potensi Prospek Potensi
1 Padi Palawija Padi Sawah 3,68 3,81 Baik Tinggi
2 Perikanan Budidaya Ikan di Kolam 3,81 3,51 Baik Tinggi
3 Industri Pengolahan Makanan Olahan 3,79 3,54 Baik Tinggi
4 Peternakan Sapi Potong 3,61 3,59 Baik Tinggi
5 Pariwisata Wisata Alam 3,57 3,21 Baik Tinggi
6 Industri Pengolahan Konveksi/Batik/Bordir 3,13 3,26 Baik Tinggi
7 Transportasi Angkutan Penumpang 3,67 3,35 Baik Tinggi
8 Perdagangan Sembako 3,50 3,60 Baik Tinggi
9 Perikanan Penangkapan Ikan di Laut 3,59 4,02 Baik Sangat Tinggi
10 Perdagangan Restoran/Rumah Makan 3,62 3,39 Baik Tinggi
AGUSTUS 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
121
Grafik 1. Peta Kwadran KPJU Unggulan UMKM Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan hasil penetapan KPJU unggulan lintas sektoral di tingkat kabupaten/kota, maka akan dilakukan
proses penjaringan pendapat narasumber stakeholder untuk mengklasifikasikan 10 KPJU unggulan lintas
sektoral berdasarkan Prospek dan Potensi kondisi saat ini, dengan posisi kuadran sebagai berikut :
(1) Kuadran 1 : KPJU Unggulan dengan Prospek Baik dan Potensi Tinggi;
(2) Kuadran 2 : KPJU Unggulan dengan Prospek Baik dan Potensi Sedang;
(3) Kuadran 3 : KPJU Unggulan dengan Prospek Cukup dan Potensi Tinggi;
(4) Kuadran 4 : KPJU Unggulan dengan Prospek Cukup dan Potensi Sedang.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
BAB V
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
123
5.1. Sistem Pembayaran Non Tunai
5.1.1 Transaksi Pembayaran Non Tunai Melalui SKNBI dan RTGS
Pada triwulan II 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
mengalami perlambatan, baik secara nominal maupun volume. Transaksi SKNBI di Jawa Barat yang secara
total mencapai Rp61,73 triliun tumbuh melambat sebesar -36,50%% (yoy), menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh -19,92% (yoy) (Grafik 5.1). Faktor utama yang menyebabkan
perlambatan tersebut adalah adanya pemberlakuan ketentuan baru atas caping transaksi kliring menjadi
Rp100 juta sejak 1 Juli 2016 di mana pada triwulan IV 2015 sempat berlaku caping sebesar Rp500 juta atau
lebih besar. Sehingga terdapat base year effect yang menyebabkan pertumbuhan triwulan ini rendah.
Pemberlakuan ketentuan baru terkait caping transaksi kliring melalui SKNBI juga berdampak kepada
melambatnya pertumbuhan volume transaksi. Volume transaksi SKNBI tercatat melambat dari -6,11% (yoy)
menjadi -21,75% (yoy) pada triwulan II 2017 atau dari 2,02 juta transaksi menjadi 1,80 juta transaksi (Grafik
5.2).
Grafik 5.1 Perkembangan SKNBI Nominal
Grafik 5.2 Perkembangan SKNBI - Volume
Di sisi lain, transaksi menggunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) menunjukkan
peningkatan pada triwulan II 2017. Sejak implementasi BI-RTGS Generasi 2, transaksi mengalami
peningkatan. Selain karena membaiknya kualitas layanan, juga karena perubahan kebijakan terkait
penetapan batas bawah sebesar Rp100 juta pada Juli 2016.
Grafik 5.3 Perkembangan RTGS Jawa Barat
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
124
5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
a. RTGS & SKNBI
Dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan sistem pembayaran di Jawa Barat, Bank Indonesia
telah melakukan serangkaian upaya. Pada aspek infrastruktur, sejak triwulan akhir tahun 2016 telah
dilakukan pemasangan dan operasionalisasi mesin pemrosesan warkat debit baru. Selain itu, dalam
rangka meningkatkan pemahaman perbankan terhadap ketentuan Bank Indonesia, maka telah
dilakukan sosialisasi ketentuan bilyet giro dan sistem pembayaran Bank Indonesia kepada perbankan di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat.
b. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) BB Berizin
Total transaksi pembelian dan penjualan Uang Kertas Asing (UKA) pada triwulan II 2017 d KUPVA BB
berizin di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp1,82
triliun dengan nominal pembelian sebesar Rp909,02 miliar dan penjualan sebesar Rp907,45 miliar.
Transaksi pembelian maupun penjualan menunjukkan tren peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan pertumbuhan secara total sebesar 4,41% (qtq). Transaksi yang terjadi pada bulan
Mei 2017 (Pembelian dan Penjualan) merupakan yang tertinggi secara triwulanan.
Grafik 5.4 Transaksi KUPVA BB Berizin Triwulan I 2017 Grafik 5.5 Transaksi KUPVA BB Berizin Triwulan II 2017
Bersama Dinas Perdagangan/Perindustrian serta Kepolisian Resort di kota/kabupaten, telah dilakukan
penanganan KUPVA BB tidak berizin. Kegiatan yang dilakukan dengan pelepasan atribut sebagai KUPVA BB
tidak berizin. Penanganan dan penertiban KUPVA BB tidak berizin akan terus berlanjut pada daerah di
tingkat kecamatan baik yang berasal dari daerah wisata, juga daerah asal Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain
itu dalam rangka melakukan market intelligence KUPVA BB juga dilakukan kerjasama yang baik dengan
KUPVA BB berizin yang tersebar hampir diseluruh kota/kabupaten di wilayah kerja pengawasan KPwBI
Provinsi Jawa Barat.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
125
Grafik 5.6 Sebaran KUPVA Berizin
c. Penyelenggara Transfer Dana (PTD)
1. Jumlah PTD
Jumlah penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB) berizin yang berkantor pusat di wilayah kerja KPw
BI Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 5 (lima) penyelenggara atau sebesar 4,5% dari total PTD BB nasional
yang berjumlah 111 (seratus sebelas) penyelenggara. Jumlah PTD BB di wilayah KPw BI Provinsi Jawa Barat
tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Gambar 5.1. Sebaran PTD Berizin
2. Perkembangan Transaksi PTD
Berdasarkan data transaksi dari 5 penyelenggara di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Barat pada triwulan II
tahun 2017, total volume transaksi Transfer Dana (TD) sebesar 2.959.398 transaksi dengan nominal Rp 7,60
triliun. Volume transfer dana PTD BB pada triwulan II tahun 2017 ini mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2.936.345 transaksi. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya volume transaksi TD incoming (dari LN ke Indonesia).
Nominal transfer dana PTD BB di wilayah KPwBI Provinsi Jawa Barat secara total nominal mengalami
pertumbuhan pada triwulan II tahun 2017 sebesar 3,5% dibandingkan pada triwulan sebelumnya. Hal ini
disebabkan meningkatnya nominal transaksi TD domestik sebesar 6,8% dari nominal Rp3,05 triliun di
triwulan I tahun 2017 menjadi Rp3,26 triliun pada triwulan II tahun 2017 dimana transaksi domestik ini
memiliki share sebesar 42,9% dari total keseluruhan nominal TD pada triwulan II tahun 2017.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
126
2. Kontribusi Transaksi Transfer Dana
Volume dan nominal transaksi outgoing (dari Indonesia ke LN) pada triwulan II tahun 2017 mengalami
penurunan dibandingkan pada triwulan sebelumnya. Adapun volume transaksi outgoing menurun sebesar
3,8% dari 25.129 transaksi pada triwulan I 2017 menjadi 24.169 transaksi pada triwulan II tahun 2017.
Untuk nominal transaksi menurun sebesar 7,2% dari Rp240,9 miliar di triwulan I tahun 2017 menjadi
Rp223,6 miliar pada triwulan II tahun 2017.
Grafik 5.7 Volume Transfer Dana Outgoing Grafik 5.8 Nominal Transfer Dana Outgoing
Volume transaksi dan nominal TD incoming (dari LN ke Indonesia) tercatat meningkat dari triwulan
sebelumnya. Volume transaksi meningkat 1% dari 1.024.182 transaksi menjadi 1.032.879 transaksi
sedangkan nominal TD incoming meningkat sebesar 2% dari Rp4,04 triliun menjadi Rp4,11 triliun.
Meningkatnya volume dan nominal transaksi incoming pada triwulan II 2017 terjadi akibat peningkatan
transaksi terutama di bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan banyaknya pengiriman dana oleh TKI yang
bekerja di luar negeri untuk keperluan Hari Raya Idul Fitri di wilayah Jawa Barat.
Grafik 5.9 Volume Transfer Dana Incoming Grafik 5.10 Nominal Transfer Dana Incoming
Volume transaksi maupun nominal TD domestik (dalam wilayah Indonesia) juga mengalami peningkatan.
Tercatat volume domestik pada triwulan I 2017 sebanyak 1.887.034 transaksi menjadi 1.902.350 transaksi
meningkat sebesar 1%. Adapun total nominal TD pada triwulan II tahun 2017 juga meningkat dari Rp3,05
triliun di triwulan I 2017 menjadi 3,36 triliun atau meningkat 7%.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
127
Grafik 5.11 Volume Transfer Dana Domestik Grafik 5.12 Nominal Transfer Dana Domestik
Total nominal TD pada triwulan II tahun 2017 meningkat terutama disumbang oleh meningkatnya nominal
TD domestik, dengan total nominalnya mencapai Rp3,36 Triliun dari Rp3,05 Triliun pada Tw I 2017 atau
meningkat sebesar 7% (qtq).
Grafik 5.13 Volume Transfer Dana PTD-BB Grafik 5.14 Nominal Transfer DanaPTD-BB
5.1.3 Perkembangan Inklusi Keuangan Jawa Barat
Sebagai otoritas sistem pembayaran di Indonesia, salah satu peran Bank Indonesia adalah sebagai fasilitator
pengembangan sistem pembayaran oleh industri. Pelaksanaan peran ini menjadi sangat strategi dalam
rangka mendukung upaya pemerintah, Bank Indonesia maupun otoritas terkait lainnya dalam rangka
peningkatan inklusi keuangan. Terkait inklusi keuangan, hal tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu
kondisi ketika setiap anggota masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang
berkualitas secara tepat waktu, lancar, aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
128
Tabel 5.1. Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Sumber: OJK KR 2 dan BPS Jawa Barat, diolah (Ket: *) mencakup ATM/ADM, Payment Point dan layanan kas keliling
Selanjutnya, dari Tabel 5.1, terlihat bahwa ketersediaan layanan bank di masing-masing kabupaten/kota di
Jawa Barat pun relatif masih beragam dan masih relatif terpusat di perkotaan. Dari keseluruhan
kabupaten/kota, rasio ketersediaan layanan perbankan di Kota Cirebon menempati peringkat paling tinggi
diikuti oleh Kota Bandung dan Kota Bogor. Di sisi lain, peningkatan aspek ini perlu mendapat perhatian
pemangku kebijakan dan pelaku industri keuangan terutama di Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Dalam rangka meningkatkan jangkauan bank tersebut,
peningkatan program Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Laku Pandai dapat menjadi alternatif solusi.
5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi
Upaya peningkatan inklusi keuangan di wilayah Jawa Barat terus dilakukan melalui berbagai bentuk. Salah
satunya yang sedang diupayakan di tahun 2017 adalah mendukung implementasi integrasi penyaluran
bansos secara non tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
menggunakan 1 (satu) akun pada kartu combo yang merupakan program Kementerian Sosial bekerjasama
dengan berbagai instansi termasuk Bank Indonesia dengan nama Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Salah satu
bentuk dukungan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat adalah melalui
pelaksanaan edukasi bekerjasama dengan Dinas Sosial beberapa kota pilot project dan bank penyelenggara.
Kegiatan edukasi tersebut diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Pendamping penerima
bansos non tunai, serta Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK). Edukasi bertujuan untuk meningkatan
Kab/Kota
Rasio Jml Kantor
Bank/100.000
Penduduk Dewasa
Rasio Jml Kegiatan
Layanan
Kas/100.000
Penduduk Dewasa*)
Kab. Bogor 8.52 34.86
Kab. Sukabumi 9.92 18.11
Kab. Cianjur 9.73 21.54
Kab. Bandung 15.21 26.93
Kab. Garut 11.16 16.73
Kab. Tasikmalaya 11.71 16.14
Kab. Ciamis 15.18 14.00
Kab. Kuningan 14.14 21.15
Kab. Cirebon 10.42 18.72
Kab. Majalengka 13.26 20.68
Kab. Sumedang 16.10 26.29
Kab. Indramayu 13.05 22.61
Kab. Subang 13.92 27.75
Kab. Purwakarta 15.38 49.46
Kab. Karawang 15.21 53.91
Kab. Bekasi 14.75 66.91
Kab. Bandung Barat 2.83 5.50
Kota Bogor 35.21 153.02
Kota Sukabumi 36.73 125.56
Kota Bandung 47.92 173.64
Kota Cirebon 59.61 208.41
Kota Bekasi 21.28 136.31
Kota Depok 17.99 94.57
Kota Cimahi 26.54 78.26
Kota Tasikmalaya 20.35 57.32
Kota Banjar 25.00 78.69
Jawa Barat 16.35 53.01
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
129
awareness mengenai Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dan Keuangan Inklusif, serta pengetahuan
terhadap mekanisme penyaluran bansos itu sendiri. Melalui edukasi tersebut diharapkan masyarakat dapat
mulai mengubah sikap bertransaksi yang sebelumnya terbiasa menggunakan tunai menjadi transaksi secara
non tunai. Bentuk edukasi yang diberikan adalah Training of Beneficiary (ToB) khusus kepada KPM, atau
Training of Trainer (ToT) dengan harapan materi yang diterima dapat disampaikan kembali kepada keluarga,
tetangga, atau masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal masing-masing peserta.
Selain itu, dalam rangka mendukung kesuksesan uji coba implementasi penyaluran bansos non tunai, KPw BI
Provinsi Jawa Barat juga telah melakukan survei monitoring penyaluran bantuan di Kota Bandung dan Kota
Bogor. Responden survei meliputi penerima bansos, pendamping, agen LKD, bank penyelenggara, serta
Dinas Sosial setempat. Pergeseran kebudayaan masyarakat dari tunai menjadi non tunai merupakan suatu
tantangan yang besar, namun dengan kerjasama antar pihak, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat
dapat dilakukan dengan baik yang tercermin dari perilaku masyarakat saat ini tidak lagi merasa aneh dengan
transaksi menggunakan kartu kombo (KKS) tersebut. Bahkan sebagian besar responden menyatakan bahwa
penyaluran secara non tunai dirasa lebih menguntungkan bagi KPM karena penggunaan kartu yang mudah,
agen bank yang terjangkau, serta waktu pencairan yang fleksibel dan cepat sehingga tidak menghabiskan
sumber daya dari para KPM tersebut.
Sementara terkait dengan rekomendasi model bisnis bantuan pemerintah secara non tunai pada sektor
pendidikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), telah dilakukan kegiatan monitoring berupa
pendampingan implementasi penggunaan aplikasi si-BOS. Model bisnis yang telah diterapkan pada prorgam
si-BOS tersebut antara lain:
Operator melakukan penginputan data kebutuhan sekolah
Kepala sekolah menyetujui daftar kebutuhan yang telah diinput oleh operator
Melalui aplikasi mobile yang dimiliki oleh kepala sekolah, aplikasi tersebut akan menerbitkan
barcode untuk kemudian akan dikirimkan kepada rekanan sekolah.
Barcode yang diterima oleh rekanan sekolah akan discan melalui aplikasi mobile khusus untuk
rekanan. Setelah proses scan, akan muncul daftar kebutuhan operasional serta biaya yang
disetujui dan diakses secara langsung oleh rekanan sekolah.
Proses pembayaran akan dilakukan setelah barang yang dipesan oleh pihak sekolah diterima,
operator melakukan penginputan data pembayaran
Kepala sekolah mnyetujui jumlah pembayaran yang dilakukan dengan cara pemindah bukuan
antar rekening BOS milik sekolah dengan rekening rekanan di BJB
Di sisi lain, terkait pengembangan dan perluasan elektronifikasi di KPwDN khususnya di KpwBI Jawa Barat
pada tahun 2017 antara lain mendorong perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah, dalam hal ini
transaksi penerimaan pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung.
Implementasi program elektronifikasi pada transaksi penerimaan parker yang dikelola Dinas Perhubungan
Kota Bandung melalui Terminal Parkir Elektronik (TPE).
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
130
Dalam hal menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.910/1866/SJ tanggal 17 April 2017
tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemda Provinsi dan No.910/1867/SJ tanggal 17 April 2017
tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemda Kab/Kota yang mewajibkan seluruh Pemda untuk
melaksanakan transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran secara non tunai selambat-lambatnya tanggal
1 Januari 2018, maka Kantor Perwakilan Bank Indonesia telah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD)
mengundang 18 (delapan belas) Pemda diwilayah kerja, termasuk Pemprov yang bertujuan untuk
memetakan sejauh mana tindak lanjut yang telah dilakukan masing-masing Pemda terkait implementasinya
di masing-masing daerah. Selain itu, untuk memperoleh informasi kesiapan BJB sebagai pengelola kas daerah
(RKUD), dilakukan pula rapat koordinasi dengan BJB sebagai tindak lanjut monitoring yang dilakukan oleh
KPwDN.
Bentuk lain dari implementasi transaksi Non Tunai di pemerintahan adalah upaya pendampingan dan
monitoring terhadap pengelolaan Dana Desa. Dalam tahapan awal, KPw BI Provinsi Jawa Barat telah
berkoordinasi dengan Dinas Pengembangan Desa Provinsi Jawa Barat, beberapa bank Himbara dan BJB
untuk mensupport pengelolaan dana desa yang direncanakan berbentuk usulan model bisnis pengelolaan
dana desa non tunai, bantuan teknis mengenai pengelolaan keuangan dan pendampingan terhadap akses
permodalan.
Selanjutnya, untuk program elektornifikasi jalan tol, KPw BI Provinsi Jawa Barat telah melakukan berbagai
kegiatan edukasi kepada masyarakat seperti Talk Show bersama BUJT (PT Jasa Marga) dan Pengamat
Transportasi di Radio, Artikel Media Massa dan Video Conferrence serta rapat koordinasi mengenai rencana
kampanye implementasi Non Tunai dengan pihak Bank dan BUJT.
Selain berbagai hal di atas, dalam rangka mendorong pengetahuan masyarakat terhadap manfaat
penggunaan transaksi non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat aktif melakukan
berbagai kegiatan edukasi. Pada triwulan laporan, telah dilaksanakan edukasi non tunai kepada pedagang
pasar di Kota Bandung, penyelenggara KUPVA berijin dan pendamping PKH/TKSK di Kota Cimahi dan Kota
Bogor.
5.2. Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan Pada triwulan II 2017, Jawa Barat mengalami net outflow sebesar Rp8,76 triliun sebagaimana karakteristik
provinsi Jawa Barat menjelang momen Idul Fitri (Grafik 5.6). Momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang
jatuh bersamaan pada akhir triwulan II 2017 mendorong net outflow Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya, dimana Ramadhan dan Idul Fitri berada pada bulan yang berbeda. Total outflow yang
lebih tinggi daripada inflow setoran bank, kemudian mendorong pemusnahan Uang Tidak Layak Edar pada
triwulan II 2017 menjadi lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, pada Juli 2017
Jawa Barat kembali mengalami net inflow seiring dengan berakhirnya momen hari raya keagamaan.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
131
Grafik 5.15 Perkembangan Inflow, Outflow dan Netflow Jawa
Barat
Grafik 516. Pemusnahan UTLE
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Provinsi Jawa Barat (Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)
senantiasa memastikan ketersediaan uang layak edar bagi masyarakat di wilayah kerja baik melalui kerjasama
dengan perbankan maupun penyelenggaraan layanan kas keliling. Pada triwulan II tahun 2017, jumlah
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) mengalami penurunan dari Rp 12,17 triliun, menjadi Rp 7,57
triliun. Penurunan pemusnahan UTLE sejalan dengan menurunnya net inflow pada triwulan I 2017 serta
komitmen Bank Indonesia dalam menjaga kelayakan uang beredar. Hingga triwulan I 2017, presentase
pemusnahan terhadap net penyetoran mengalami penurunan. Perkembangan pemusnahan dilakukan sejalan
dengan perkembangan net penyetoran.
5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar
Dalam upaya penyediaan uang layak edar terlebih dahulu perlu diketahui kualiatas uang layak edar
yang berada di masyarakat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa Barat, sehingga beberapa upaya yang
dilakukan antara lain :
1. Melakukan survei dan analisa terhadap kondisi uang di ATM
2. Melakukan survei dan analisa terhadap kondisi uang di Masyarakat
3. Melakukan analisa terhadap hasil sortasi uang setoran bank
Dari hasil analisa tersebut segera dapat diketahui kondisi uang yang beredar, sehingga beberapa
upaya yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat dalam rangka penyediaan uang layak edar di
masyarakat, adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas Distribusi Uang
Melakukan monitoring kecukupan stok uang layak edar (ULE) secara harian dan bulanan
terhadap posisi kas di masing-masing KPw BI di Depo Kas Bandung
Melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia lainnya di
wilayah koordinasi (Depo Kas Bandung) dan di luar wilayah koordinasi dalam rangka pemenuhan
stock uang layak edar.
Merealisasikan Estimasi Kecukupan Uang (EKU) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
132
2. Efektivitas Layanan Kas
Upaya yang telah dilakukan terkait efektivitas kegiatan layanan kas dalam rangka meningkatkan kualitas
uang beredar di masyarakat, antara lain :
a. Layanan Penarikan
Melakukan pembayaran uang ke perbankan dalam kondisi layak edar dengan cara
mengutamakan pembayaran uang HCS terutama uang pecahan baru Tahun Emisi 2016 guna
mengoptimalkan dan mempercepat proses distribusi ke masyarakat, dan ULE eks peredaran hasil
sortasi dan meminimalkan pembayaran menggunakan setoran bank ULE kecuali dalam keadaan
mendesak.
Menghimbau kepada perbankan untuk melakukan pembayaran kepada nasabah dengan
menggunakan uang layak edar terutama dengan mengoptimalkan penggunaan uang pecahan
tahun Emisi 2016, termasuk pengisian uang pada mesin ATM.
b. Layanan Penyetoran
Mengoptimalkan layanan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) sebelum melaksanakan
penyetoran uang ke Bank Indonesia untuk Uang Layak Edar (ULE) sedangkan untuk Uang Tidak
layak Edar (UTLE) dihimbau kepada perbankan untuk segera disetorkan ke Bank Indonesia.
Menghimbau kepada perbankan untuk melakukan penerimaan setoran dan/atau penukaran uang
baik dari nasabahnya atau bukan, khususnya pada uang tidak layak edar (UTLE), uang rusak,
uang ditarik/dicabut dari peredaran baik uang logam maupun uang kertas.
Memberikan Edukasi kepada perbankan terutama kepada teller/kasir bank umum dan BPR terkait
dengan bagaimana membedakan antara uang yang ULE dan uang UTLE serta bagaimana
memperlakukan uang dengan baik, sehingga uang yang dibayarkan kepada nasabah dan/atau
pada saat pengisian modal kerja pada mesin ATM, uang yang digunakan dalam konsisi yang
layak edar.
Menghimbau kepada perbankan yang telah mendapat edukasi untuk dapat melakukan edukasi
ke nasabahnya terkait dengan kualitas uang antara ULE dan UTLE dan bagaimana
memperlakukan uang dengan baik sehingga uang yang didapat tetap terjaga kualitasnya.
c. Layanan Penukaran
Meningkatkan kerjasama layanan penukaran, dengan menambah jumlah kantor cabang bank
yang melakukan layanan penukaran kepada masyarakat menjadi 72 Bank Umum dengan jumlah
cabang KC & KCP sebanyak 1.232 kantor cabang Bank dan 99 kantor cabang BPR dari
sebelumnnya 72 Bank Umum dengan 153 kantor cabang bank dan 22 BPR di wilayah kerja KPw.
BI Prov. Jabar. Hal ini dilakukan untuk memudahkan masyarakat memperoleh uang yang layak
edar dan dapat menyetorkan atau menukarkan uang yang sudah tidak layak edar, terutama di
daerah-daerah remote atau jauh dari perkotaan.
Melakukan kerjasama dengan perbankan yang mempunyai mobil layanan kas untuk
mendistribusikan uang HCS kepada masyarakat melalui kas keliling yang ditempatkan ditempat-
tempat pusat keramaian terutama di pasar tradisional.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
133
Khusus selama bulan Ramadhan dalam rangka meminimalisir Masyarakat melakukan penukaran
. KPw. Bi Prov Jabar
juga melakukan kerjasama dengan 15 (lima belas) bank yang berada di sekeliling kantor Bank
Indonesia untuk melayani penukaran uang kepada Masyarakat.
Menghimbau kepada perbankan untuk menerima Uang Kertas (UK) dan Uang Logam (UL) tidak
layak edar dari masyarakat dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan transaksi uang
elektronik.
d. Layanan Kas Keliling
Meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling ke daerah-daerah yang masih banyak
beredar uang yang lusuh, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun
daerah remote area (daerah terpencil). Efektivitas pelaksanaan kegiatan kas keliling, diantaranya
dilakukan dengan dengan :
Membuat jadwal kegiatan kas keliling dan diinformasikan kepada media dan masyarakat,
Meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling terutama daerah-daerah yang belum
terjangkau oleh layanan kas keliling Bank Indonesia.
Menarik uang tidak layak edar di perbankan dengan kas keliling wholesale,
Bekerjasama dengan PD. Pasar Bandung Bermartabat, Perbankan dan Mitra Kerja SP dalam
melakukan kas keliling di pasar-pasar.
Bekerjasama dengan Aprindo mengenai penukaran kepada minimarket diantaranya Alfamart,
Indomart, Circle K, Yomart dan minimarket lainnya.
e. Layanan Kas Titipan
Dalam rangka mengoptimalkan layanan kas dan clean money policy serta untuk mempermudah dan
mempercepat masyarakat memperoleh uang layak edar, Bank Indonesia telah membuka 2 layanan
Kas Titipan yaitu :
Kas Titipan Sukabumi dibuka pada tanggal 3 November 2016 dengan jumlah bank peserta
sebanyak 22 Bank yang dikelola oleh PT. Bank Jabar Banten Cab. Sukabumi. Untuk data Inflow
dan Outflow s.d bulan Juni 2017 adalah untuk Inflow sebesar Rp. 1,1 Triliun dan Outflow
sebesar Rp. 1,67 Triliun, sehingga mengalami net outflow sebesar Rp. 568,8 Miliar.
Kas Titipan Subang dibuka pada tanggal 24 Mei 2017 dengan jumlah plafon pengelolaan
sebesar Rp. 150 miliar dan jumlah bank peserta sebanyak 14 Bank yang dikelola oleh PT. Bank
Jabar Banten Cab. Subang. Untuk data Inflow dan Outflow s.d bulan Juni 2017 adalah untuk
Inflow sebesar Rp1,8 Juta dan Outflow sebesar Rp. 554,1 Miliar, sehingga mengalami net
outflow sebesar Rp552,2 Miliar.
Kegiatan Lainnya
Meningkatkan frekuensi dan jangkauan edukasi CIKUR dan Cara Memperlakukan Uang dengan
baik kepada masyarakat, perbankan dan instansi lainnya terutama di daerah remote dan/atau
jauh dari perkotaan.
Optimalisasi dalam penyebaran informasi Layanan Bank Indonesia melalui media cetak dan
elektronik serta iklan layanan masyarakat.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
134
3. Efektivitas Pengolahan Uang
a. Meningkatkan kualitas uang sesuai batas yang diberlakukan
b. Memantau jadwal service mesin secara berkala
c. Melakukan pembinaan secara berkala kepada perbankan yang memiliki kualitas setoran
kurang baik
d. Melakukan pemusnahan uang sesuai dengan plafon
5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah
Sejalan dengan intensifikasi edukasi CIKUR (Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah) dan koordinasi dengan pihak yang
berwenang, maka penemuan uang yang diragukan keasliannya mengalami kenaikan. Jumlah uang yang
diragukan keasliannya di Jawa Barat yang dilaporkan kepada Bank Indonesia pada triwulan II 2017 sebesar
5.449 lembar (per Juni 2017), atau lebih tinggi dari temuan triwulan I 2017 yang sebesar 4.990 lembar.
Meningkatnya temuan uang yang diragukan keasliannya tidak terlepas dari edukasi masyarakat terkait ciri-ciri
keaslian uang rupiah dan juga didukung oleh penguatan koordinasi dengan perbankan dan pihak berwajib
mengenai penanganan laporan masyarakat terkait uang yang diragukan keasliannya.
5.2.4. Upaya Menekan peredaran uang palsu
Dalam rangka menekan dan menanggulangi peredaran uang rupiah Palsu di wilayah kerja KPw BI Provinsi
Jawa Barat telah dilakukan beberapa upaya, antara lain:
1. Upaya Preventif antara lain dilakukan dengan cara :
Meningkatkan frekuensi kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah dengan cara edukasi
kepada Masyarakat Umum, Pedagang, Pegawai Perbankan, Pelajar, Mahasiswa, Pegawai Instansi
Pemerintah/Swasta baik di dalam kota maupun di luar kota termasuk dan di pelosok daerah
(termasuk daerah remote area) guna mempermudah masyarakat mengenali keaslian uang Rupiah
Edukasi dimaksud dilakukan baik secara langsung yaitu bertatap muka) maupun melalui sarana
media misalnya talkshow di radio, televisi, pembagian brosur, leaflet dan pemasangan baligo
serta iklan layanan masyarakat.
Menyelenggarakan Training for Trainers (workshop) bagi pegawai dari beberapa instansi penegak
hukum seperti pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.
Melaksanakan pelatihan secara berjenjang & berkelanjutan kepada seluruh petugas kasir
perbankan dan BPR sampai ke level supervisor dan pimpinan bank serta meningkatkan
kompetensi petugas kasir BI pasca penemuan uang palsu dan berkoordinasi dengan DHk untuk
melakukan pembekalan hukum, sehingga petugas kasir mampu menjelaskan fungsinya sebagai
fisrt line of defence.
2. Upaya Represif, antara lain :
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam mempercepat proses klarifikasi uang palsu maupun
penyerahan bukti uang palsu sehingga dapat mempercepat proses sampai ke pengadilan.
AGUSTUS 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
135
Menyediakan Saksi Ahli Uang Rupiah untuk proses di Kepolisian dan Pengadilan.
Meningkatkan kerjasama dengan aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan)
untuk mendorong pengenaan sangkaan pasal dengan sanksi yang maksimal untuk memberikan
efek jera bagi pelaku pemalsu uang Rupiah.
3. Upaya lainnya
Melaporkan setiap kasus pemalsuan uang kepada Anggota Dewan Gubernur yang membidangi
KPw BI Prov. Jabar telah melakukan pemetaan terhadap kasus uang rupiah palsu yang dilaporkan
pihak kepolisian mulai dari bahan uang, teknik cetak dan nomor seri dan data uang palsu
tersebut telah kami petakan berdasarkan Kota/Kabupaten di Jawa Barat.
Melakukan penginputan data ke dalam aplikasi BI-CAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis
Center) yang dapat membantu kantor pusat Bank Indonesia untuk melakukan analisis lebih
lanjut.
Melakukan rekonsiliasi data dengan aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan terhadap kasus-kasus yang terjadi di Jawa Barat mulai dari pelaku, kronologi kejadian,
persidangan sampai dengan putusan pengadilan.
Dalam rangka mengantisipasi beredarnya kembali uang rupiah palsu yang telah disampaikan
dan/atau dilaporkan oleh bank indonesia ke kepolisian yang merupakan uang rupiah palsu dari
hasil permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat termasuk perusahaan Jasa Pengolahan
Uang Rupiah (PJPUR) yang telah dinyatakan palsu oleh Bank Indonesia, serta hasil temuan uang
rupiah palsu dari proses pengolahan uang terhadap setoran bank yang masuk ke Bank Indonesia,
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat mendorong Pihak kepolisian (Polda Jabar) untuk segera
melakukan pemusnahan uang rupiah palsu dimaksud.
BAB VI BAB VI
AGUSTUS 2017
137
Peningkatan kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan II 2017 berdampak pada kondisi
ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada triwulan laporan. Tingkat kemiskinan Jawa Barat mengalami
penurunan dari tahun ke tahun, begitupun pada periode triwulan laporan. Pada Maret 2017, tingkat
kemiskinan mencapai 8,71% dari total penduduk, atau sebanyak 4,16 juta jiwa. Angka ini menurun dari
Maret 2016 yang mencapai 8,95 atau sebanyak 4,22 juta jiwa. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami
penurunan,namun berbeda halnya dengan tingkat pengangguaran yang meningkat pada triwulan II 2017.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Februari 2017 mencapai 60,65%, meningkat 0,31% dibandingkan
Februari 2016. Namun, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat juga masih relatif tinggi. Tingginya
tingkat pengangguran ini diindikasi berdampak pada meningkatnya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan
pendapatan Jawa Barat yang diukur dengan Indeks Gini Ratio tahun 2016 masih relatif tinggi yakni berada
pada kisaran 0,403.
6.1. KETENAGAKERJAAN
Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat pada triwulan II 2017 menunjukkan kondisi perbaikan
dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi ketenagakerjaan di
Jawa Barat yang tercermin dari indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja menunjukkan peningkatan
dengan perubahan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari triwulan IV 2016 sebesar 0,57 menjadi 4,84 SBT pada
triwulan II 2017 (Grafik 6.1). Indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja pada triwulan II 2017
menyebutkan bahwa penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha utama yakni pertanian mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya kinerja perdagangan karena menguatnya permintaan domestik
terhdapa bahan pangan, selain itu tenaga kerja di lapangan usaha konstruksi juga mengalami peningkatan.
SKDU juga menyebutkan bahwa penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha industri pengolahan sedang
memgalami perlambatan dari 1,77 SBT menjadi 1,28 SBT. Kondisi peningkatan ketenagakerjaan diperkirakan
masih akan melambat pada triwulan III 2017 sesuai dengan indeks prakiraan perkembangan penggunaan
tenaga kerja SKDU (Grafik 6.2).
Grafik 6. 1. Indeks Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6. 2. Indeks Penggunaan Tenaga Kerja (Prakiraan)
AGUSTUS 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
138
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan,
tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa Barat pada Februari 2017 yang mengalami peningkatan
dibandingkan Februari 2016. Pada Februari 2017 jumlah penduduk usia kerja atau usia produktif Jawa
Barat sebesar 35,05 juta orang, atau meningkat 1,82% dibandingkan dengan Februari 2016 yang
berjumlah 34,42 juta orang (Tabel 6.1). Potensi tenaga kerja di Jawa Barat masih sangat banyak jika
dilihat dalam hal kuantitas penduduk usia produktif.
Dengan jumlah penduduk usia produktif yang meningkat, jumlah penduduk yang menjadi angkatan kerja
juga mengalami peningkatan di triwulan laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat 2,09% dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 22,18 juta orang menjadi sebanyak 22,64 juta
orang.
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang)
Jumlah pengangguran Jawa Barat per Februari 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Pada Februari 2017, dari 22,64 juta angkatan kerja, 1,92 juta diantaranya
masih dalam posisi mencari pekerjaan atau menganggur (belum diserap oleh pasar kerja), angka ini
meningkat 1,07% dari Februari 2016. Dalam setahun terakhir, jumlah angkatan kerja bertambah sekitar
463 ribu orang, jumlah penduduk bekerja bertambah sekitar 442 ribu orang dan jumlah penganggur
bertambah sekitar 20 ribu orang. Presentase kenaikan jumlah penganggur masih lebih kecil daripada
kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2017 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Berdasarkan hasil Sakernas bulan Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Provinsi Jawa Barat diperkirakan sebesar 64,6%. Jika dibandingkan dengan Februari 2016 yang sebesar
64,4%, terjadi peningkatan TPAK sebesar 0,2%. Peningkatan TPAK menunjukkan adanya penurunan TPT.
Dalam setahun terakhir, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) turun sebesar 0,26% dari 8,75% menjadi
8,49%. TPT pada Februari 2017 sebesar 8,49% artinya, dari 100 orang angkatan kerja, sekitar 8 orang
diantaranya tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha. Pada
Februari 2017, TPT terendah ada pada penduduk dengan jenjang pendidikan universitas yaitu sebesar
2015 2016 2017
Februari Februari Februari
Bekerja 20,456,889 20,277,112 20,720,000
Pengangguran 1,875,924 1,899,707 1,920,000
Angkatan Kerja 22,332,813 22,176,819 22,640,000
Sekolah 3,088,337 2,926,237 2,820,000
Mengurus Rumah Tangga 7,078,136 7,876,529 7,990,000
Lainnya 1,299,813 1,442,569 1,600,000
Bukan Angkatan Kerja 11,466,286 12,245,335 12,410,000
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8.40 8.75 8.49
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 66.08 64.43 64.6
Total Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 33,799,099 34,422,154 35,050,000
Setengah Penganggur Terpaksa (Setengah Penganggur) 1,544,712 1,722,119 1,540,000
Setengah Penganggur Sukarela (Pekerja Paruh Waktu) 2,869,659 3,079,234 3,540,000
Total Setengah Penganggur (Pekerja Tak Penuh) 4,414,371 4,801,353 5,080,000
Jenis Kegiatan
AGUSTUS 2017
139
4,90%, sementara TPT tertinggi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 13,57%.
Dalam setahun terakhir, TPT pada jenjang pendidikan SD ke bawah mengalami peningkatan sedangkan
pada jenjang pendidikan lainnya mengalami penurunan (Tabel 6.2).
Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPK
Latar belakang pendidikan penduduk yang bekerja di Jawa Barat masih didominasi oleh jenjang pendidikan
rendah (SMP kebawah), namun jenjang pendidikan menengah dan tinggi mengalami kenaikan proporsi
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Februari 2017, jumlah penduduk yang bekerja
dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah tercatat sebanyak 8,15 juta orang atau menurun dibandingkan
Februari 2016 yang tercatat sebanyak 12,41 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan menengah (SMA) tercatat sebanyak 3,83 juta orang, menurun dibandingkan Februari
2016 yang tercatat sebanyak 5,71 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk bekerja dengan pendidikan
tinggi (Diploma dan Universitas) tercatat sebanyak 2,7 juta orang, meningkat dibandingkan periode
sebelumnya sebesar 2,16 juta orang (Tabel 6.3). Hal ini menandakan bahwa penyerapan tenaga kerja dengan
keterampilan yang lebih tinggi (pendidikan tinggi) di Jawa Barat pada awal tahun 2017 telah mengalami
peningkatan.
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang)
Secara umum, komposisi jumlah penduduk bekerja menurut jam kerja perminggu tidak mengalami
perubahan. Jumlah pekerja penuh waktu Jawa Barat sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan kinerja ekonomi Jawa Barat triwulan I 2017 yang melambat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu, jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Barat per Februari 2017
tercatat sebanyak 15,48 juta orang atau menurun dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebanyak 15,64 juta orang. Penyerapan tenaga kerja Jawa Barat pada periode laporan sebesar 75,48%
merupakan pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam
TPT (%) TPT (%)
Februari 2016 Februari 2017
SD Kebawah 6,05 7,69
Sekolah Menengah Pertama 10,30 8,76
Sekolah Menengah Atas 8,91 8,48
Sekolah Menengah Kejuruan 14,30 13,57
Diploma I/II/III 8,33 5,28
Universitas 8,39 4,90
Total 8,57 8,49
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
Rendah Menengah Tinggi
12,41 5,71 2,16
(61,19%) (28,14%) (10,67%)
8,15 3,83 2,7
(57,84%) (29,18%) (13,00%)
Tahun
Pendidikan
AGUSTUS 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
140
ke atas per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami peningkatan, yaitu
dari 4,80 juta menjadi 5,08 juta orang pada periode yang sama (Tabel 6.4).
Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang)
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami perubahan. Sektor Perdagangan masih menjadi penyumbang
terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat. Pada Februari 2017, lapangan usaha tersebut menyerap
tenaga kerja sebesar 5,10 juta orang atau 28,58% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Barat.
Penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan dari periode sebelumnya
yang sebesar 25,26% (Tabel 6.5). Namun demikian, jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha
pertanian dan industri pengolahan mengalami penurunan cukup dalam. Penyerapan pekerja di lapangan
usaha pertanian menurun dari 20,37% menjadi 17,47% pada Februari 2017 mengingat karakternya sebagai
pekerja musiman. Demikian halnya dengan pekerja di lapangan usaha industri pengolahan yang menurun
dari 20,88% menjadi 19,64%. Penurunan ini disebabkan upaya mekanisasi industri untuk menekan biaya
produksi dan meningkatkan daya saing. Selain itu, beberapa pabrik tekstil terindikasi melakukan relokasi ke
provinsi Jawa Tengah.
Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang)
Dari aspek ketenagakerjaan, sebaran penyerapan tenaga kerja tidak sejalan dengan distribusi pada PDRB
berdasarkan lapangan usaha, pangsa PDRB Jawa Barat terpusat di lapangan usaha industri pengolahan
(42,70%), lalu diikuti oleh lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran (17,63%), dan lapangan usaha
pertanian (9,04%). Hal ini menjadi indikasi awal dari distribusi pendapatan yang kurang merata, di mana
sektor industri pengolahan dengan pangsa terbesar hanya menyerap 20,23% tenaga kerja. Sementara sektor
perdagangan yang menyerap 27,80% tenaga kerja memiliki pangsa PDRB yang relatif jauh lebih kecil sebesar
Jumlah % Jumlah %
Pekerja tidak penuh 4,80 23,68 5,08 24,52
Setengah penganggur 1,72 8.69 1,54 7,43
Pekerja paruh waktu 3,08 15.2 3,54 17.1
Pekerja penuh 15,48 76.32 15,64 75,48
Total 20,28 100,00 20,72 100,00
Penduduk yang Bekerja
Feb-16 Feb-17
2015 2016 2017
Februari Februari Februari
3.85 4.17 3.54
(19,8%) (20,37%) (17,47%)
4.01 4.27 3.98
(20,61%) (20,88%) (19,64%)
1.57 1.45 1.41
(8,07%) (7,10%) (6,98%)
5.09 5.17 5.79
(26,18%) (25,26%) (28,58%)
19.44 20.46 20.28
100% 100% 100%
Lapangan Pekerjaan Utama
Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan dan Perburuan
Industri
Konstruksi
Perdagangan, Rumah Makan
dan Jasa Akomodasi
TOTAL
AGUSTUS 2017
141
17,63%. Kemudian lapangan usaha pertanian sebagai lapangan usaha terbesar ketiga hanya menyerap
16,43% tenaga kerja (Tabel 6.6). Jenis pendidikan dalam rangka mempersiapkan sumber daya angkatan
kerja di Jawa Barat perlu memperhatikan struktur lapangan usaha Jawa Barat yang lebih terkonsentrasi pada
lapangan usaha sekunder seperti industri pengolahan dan perdagangan serta pergeseran yang cukup cepat
ke arah lapangan usaha tersier seperti informasi dan komunikasi.
Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan sebesar 45,76%. Meski demikian, secara agregat penduduk bekerja di Jawa Barat lebih
banyak terjun ke sektor informal. Data pada bulan Februari 2017 mencatat jumlah pekerja sektor formal
Jawa Barat sebanyak 10,31 juta orang atau 49,75% sedangkan pekerja di sektor informal sebesar 10,41 juta
atau 50,25% (Tabel 6.7). Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah pekerja baik di sektor
formal maupun informal mengalami peningkatan, dengan peningkatan yang lebih besar pada pekerja formal.
Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang)
Pada triwulan II 2017, konsumen telah memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Barat triwulan II 2017
lebih baik dibandingkan dengan triwulan I 2017. Hal tersebut tercermin dari hasil survei konsumen di Jawa
Barat yang menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen Jawa Barat terhadap kondisi ketersediaan
lapangan pekerjaan saat ini meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) terhadap ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2017 meningkat dari 94,60 menjadi
101,91. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi
penghasilan saat ini yang diperkirakan diperkirakan sejalan dengan meningkatnya kegiatan usaha khususnya
yang terkait dengan pemenuhan permintaan ekspor baik luar negeri maupun antar daerah.
Jumlah Pangsa (%) Nominal (T) Pangsa (%)
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3,154,509 16.43 38.41 9.04
Pertambagan dan Penggalian 113,601 0.59 6.56 1.54
Industri Pengolahan 3,884,668 20.23 181.49 42.70
Penyediaan Listrik, Gas dan Air 60,971 0.32 3.18 0.75
Konstruksi 1,424,529 7.42 32.93 7.75
Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,338,698 27.80 74.93 17.63
Transportasi, Pergudangan dan Informasi 1,112,414 5.79 36.73 8.64
Keuangan, Real Estate, Usaha 814,691 4.24 17.88 4.21
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Lainnya 3,297,957 17.18 32.96 7.75
TOTAL 19,202,038 100.00 425.07 100.00
Lapangan Perkerjaan UtamaPDRB ADHB Tw I 2017Tenaga Kerja
Jumlah % Jumlah %
Formal 9,92 48,92 10.31 49,75
Informal 10.36 51,08 10.41 50,25
Kegiatan Pekerjaan
Utama
Februari 2016 Februari 2017
AGUSTUS 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
142
Pada triwulan II 2017, konsumen memandang bahwa akan ada peningkatan kondisi ketersediaan lapangan
pekerjaan dan kondisi ketenagakerjaan tersebut dinilai masih dalam level optimis. Berdasarkan hasil survei
konsumen di Jawa Barat, pandangan konsumen melihat kondisi lapangan kerja yang akan datang meningkat
yang terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang meningkat dari 120,47 menjadi 131,35.
Peningkatan ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan tersebut merupakan indikasi adanya peningkatan
permintaan tenaga kerja khususnya dalam bidang konstruksi, dimana pemerintah sedang gencar dalam
penyelesaian proyek infrastruktur hingga tahun 2018.
6.2 NILAI TUKAR PETANI
Pertumbuhan tahunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2017 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang meningkat terbatas di triwulan II
2017. Namun, pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan
mengalami perlambatan kinerja. Hal ini disebabkan oleh efek based year karena terdapat pergeseran puncak
panen raya dari 2016 ke 2017, dimana pada tahun 2016 puncak panen raya terjadi pada triwulan II,
sedangkan di tahun 2017, puncak panen raya terjadi pada triwulan I. Lapangan usaha tersebut pada triwulan
laporan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 4,84% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan lalu
yang tercatat sebesar 7,01% (yoy). Sementara itu NTP pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 104,81% atau
meningkat -2,92% (yoy) dibandingkan NTP triwulan sebelumnya yang tumbuh -10,67% (yoy) (Grafik 6.5).
Peningkatan pertumbuhan NTP ini merupakan indikasi kesejahteraan petani mengalami peningkatan akibat
meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima petani meningkat
lebih besar dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh
pada periode laporan merupakan momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dimana beberapa hasil pertanian
mengalami kenaikan harga dan peningkatan permintaan. Namun demikian, pertumbuhan NTP triwulan II
2017 masih bernilai negatif, sehingga daya beli petani masih dapat dikatakan rendah.
Peningkatan NTP Jawa Barat pada triwulan II 2017 didorong oleh perlambatan NTP pada sub lapangan usaha
tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat. Sedangkan NTP sub lapangan usaha perikanan,
hortikultura dan peternakan melambat pada triwulan II 2017. Sub lapangan usaha yang mengalami
peningkatan NTP paling besar adalah sub lapangan usaha tanaman pangan yang meningkat dari -10,67%
Grafik 6. 3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat ini
Grafik 6. 4. Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat ini
AGUSTUS 2017
143
menjadi -2,92%, sedangkan peningkatan NTP tanaman perkebunan rakyat meningkat dari 1,30% menjadi
5,81% (Grafik 6.6). Peningkatan terhadap kedua sub lapangan usaha diperkirakan karena peningkatan
permintaan menjelang bulan Ramadahan dan Idul Fitri. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam
menjada kestabilan harga pada periode bulan Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan 3 (tiga) sub lapangan
usaha lainnya mengalami perlambatan pada triwulan II 2017. NTP sub lapangan usaha hortikultura menurun
dari 3,06% menjadi 2,13% (yoy), NTP peternakan juga mengalami penurunan dari 1,75% menjadi 1,43%
(yoy), serta NTP perikanan yang menurun dari 3,09% menjadi 2,75% (yoy).
Indeks yang diterima petani (IT) pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 4,32%, meningkat tajam
dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 0,33% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong
oleh peningkatan pertumbuhan indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman pangan dan
tanaman perkebunan rakyat. Indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman pangan pada triwulan
II 2017 tercatat sebesar 1,52%, meningkat tajam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar -6,67%. Kemudian IT sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat juga meningkat dari 5,03%
menjadi 9,92% (yoy) (Grafik 6.7). Sementara itu, indeks yang diterima petani untuk sub lapangan usaha
hortikultura, peternakan dan perikanan mengalami perlambatan pertumbuhan.
Indeks yang dibayar petani (IB) juga tercatat meningkat namun tidak setinggi peningkatan pada IT. Indeks
yang dibayar petani pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 3,93%, meningkat dibanding triwulan I 2017
yang tumbuh sebesar 3,73% (Grafik 6.8). Peningkatan indeks ini terjadi pada seluruh sub lapangan usaha.
Dengan kondisi indeks yang diterima petani meningkat tajam dan indeks yang dibayar petani tumbuh
terbatas, maka Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat meningkat untuk seluruh sub lapangan usaha. Hal ini
mengindikasikan kesejahteraan petani pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan.
Grafik 6. 5. NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya Grafik 6. 6. NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat
AGUSTUS 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
144
Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan II 2017 tumbuh
sebesar 1,53%, meningkat dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 2017 sebesar -2,03% (yoy) atau dengan
nilai indeks sebesar 114,54% (Grafik 6.9). Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terjadi pada sub
lapangan usaha tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan perikanan, dengan peningkatan paling
tinggi pada NTUP tanaman pangan. Hal ini sejalan dengan sejalan dengan peningkatan permintaan
menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga produksi pada triwulan II meningkat untuk memenuhi
permintaan tersebut. Sementara itu, NTUP sub lapangan usaha hortikultura dan peternakan tumbuh
melambat.
6.3 KESEJAHTERAAN
Angka kemiskinan Jawa Barat pada Maret 2017 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan kemiskinan yang ada di
kawasan pedesaan Jawa Barat. Tingkat kemiskinan Jawa Barat per Maret 2017 tercatat sebanyak 4.168 ribu
jiwa atau 8,71% dari jumlah penduduk Jawa Barat, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang berjumlah 4.224 ribu jiwa atau 8,95% dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 1.727
ribu jiwa pada Maret 2016 menjadi 1.580 ribu pada Maret 2017. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin yang
ada di perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dari
2.498 ribu jiwa pada Maret 2016 menjadi 2.589 ribu pada Maret 2017.
Grafik 6. 7. Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat Grafik 6. 8. Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat
Grafik 6. 9. Nilai Tukar Usaha Petani Jawa Barat
AGUSTUS 2017
145
Dibandingkan dengan kondisi di bulan September 2016, angka kemiskinan Jawa Barat pada Maret 2017
juga mengalami penurunan sebesar 0,06%, yang terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk
miskin di daerah pedesaan. Apabila dibandingkan dengan periode September 2016, jumlah penduduk miskin
di pedesaan turun dari 1.625 ribu jiwa menjadi 1.580 ribu jiwa pada Maret 2017. Sementara di perkotaan,
jumlah penduduk miskin naik dari 2.543 ribu jiwa menjadi 2.589 ribu jiwa pada Maret 2017.
Tingkat kemiskinan Jawa Barat cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun jumlah
penduduk miskin masih relatif besar. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Februari 2017 mencapai
60,65%, meningkat 0,31 % dibandingkan Februari 2016. Namun, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Jawa Barat juga masih relatif tinggi. TPT Februari 2017 tercatat 8,89%, lebih tinggi 0,17% dibandingkan TPT
Februari 2016. Jumlah setengah penganggur (orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu) masih
relatif tinggi, Februari 2017 mencapai 6,18% penduduk bekerja. Selain memberikan konsekuensi pada
tingkat kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran akan berdampak pada meningkatnya ketimpangan
pendapatan Ketimpangan pendapatan Jawa Barat, yang diukur dengan angka gini ratio pada Maret 2017
masih relatif tinggi yakni berada pada kisaran 0,403 (Grafik 6.10).
Pada bulan Maret 2017 gini ratio Jawa Barat mengalami penuruna dibandingkan Maret 2016 (0,413). Gini
ratio pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,403 atau masih terjadi ketimpangan sedang antar pendapatan
penduduk di Jawa Barat. Tingginya kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan di
suatu wilayah tidak terlepas dari strategi pembangunan yang diterapkan. Namun demikian, sebuah provinsi
dengan penopang perekonomian utamanya adalah industri pengolahan akan cenderung memiliki gini ratio
yang lebih tinggi daripada wilayah dengan penopang ekonomi di sektor primer seperti pertanian, terlebih
dengan karakteristik geografi yang luas.
Kinerja perekonomian Jawa Barat periode 2010 2015 menunjukkan tren penurunan, namun pada tahun
2016 menunjukkan adanya perbaikan, sedangkan di 2017 menunjukkan penurunan kembali. Hal ini
disebabkan faktor based year, dimana pada tahun 2016 terdapat momen Pekan Olahraga Nasional (PON)
yang diselenggarakan di Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan dan jasa selalu lebih tinggi
dibandingkan sektor riil, kecuali tahun 2013 (Grafik 6.11), sementara sektor riil masih mendominasi jumlah
penyerapan tenaga kerja sehingga terdapat kecenderungan ketimpangan pendapatan. Komponen
Grafik 6. 10. Perkembangan Indikator Kesejahteraan Jawa Barat
AGUSTUS 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
146
pengeluaran konsumsi rumah tangga juga masih mendorong struktur ekonomi Jawa Barat sedangkan
komponen investasi (PMTB) memiliki share terhadap PDRB yang masih relatif rendah (Grafik 6.12) sedangkan
investasi dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas dan meningkatan jumlah partisipasi
kerja. Faktor-faktor struktural seperti ini yang perlu diperhatikan karena mempengaruhi kualitas
kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
Sementara itu, garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 6,19% dari RP325.017 per kapita/bulan menjadi Rp345.151 per kapita/bulan. Sementara
itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 5,15%, dari Rp324.937 per
kapita/bulan menjadi Rp341.682 per kapita/bulan.
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 5,98% dari Rp324.992
perkapita/bulan pada Maret 2016 menjadi Rp344.427 per kapita/bulan pada Maret 2017. Apabila rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai penduduk miskin
maka kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan
turut mengalami peningkatan.
Grafik 6. 11. Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder dan
Tersier
Grafik 6. 12. Struktur Perekonomian Berdasarkan
Penggunaan
BAB VII BAB VII
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
148
Berdasarkan pada realisasi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 serta kondisi terkini
perekonomian global dan domestik, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017 secara tahunan
diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2016. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan III 2017, yaitu pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).
Pertumbuhan masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga terkait faktor seasonal, yakni momen
perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Pertumbuhan investasi (PMTB) diperkirakan meningkat sejalan
dengan peningkatan realisasi belanja modal pemerintah yang biasa terjadi pada akhir tahun. Sementara
itu, konsumsi Pemerintah juga diperkirakan tumbuh positif, terkait dengan kenaikan penyerapan
anggaran belanja barang pada akhir triwulan IV 2017.
Untuk keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan melambat terkait dengan melemahnya konsumsi rumah
tangga dan tidak adanya momen besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun sebelumnya.
Kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered price) seperti tarif listrik dan cukai rokok pada 2017
diperkirakan menahan daya beli rumah tangga. Namun, konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada keseluruhan tahun 2017. Investasi
diperkirakan meningkat khususnya dari sisi pemerintah seiring dengan percepatan penyelesaian berbagai
proyek infrastruktur strategis, seperti Jalan Tol Cisumdawu yang merupakan bagian dari proyek Tol Trans
Jawa, Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, LRT Terintegrasi Jabodebek, Tol Bogor Ciawi
Sukabumi (Bocimi), serta pembangunan tol dalam kota di Bandung (Bandung Intra Urban Toll
Road/BIUTR). Dari aspek eksternal, prospek positif pada kinerja ekonomi mitra dagang utama seperti
Amerika Serikat diperkirakan menjadi faktor pendorong, sejalan dengan prospek positif dari kerjasama
dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada tahun 2017 dibanding tahun 2016, meskipun
masih dalam kisaran sasaran inflasi tahunan. Bank Indonesia bersama-sama Pemerintah dalam forum
TPI/TPID berkomitmen untuk menjaga inflasi berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2017 sebesar
4%±1%. Potensi peningkatan inflasi tahun 2017 dipengaruhi oleh beberapa upside risk antara lain : (1)
berlanjutnya efek La Nina di awal tahun 2017 yang berdampak kepada produktivitas hortikultura; (2)
implementasi rencana Pemerintah melakukan penyesuaian tarif listrik melalui pencabutan subsidi untuk
pelanggan golongan 900VA Rumah Tangga Mampu (RTM) secara bertahap sepanjang tahun 2017; (3)
kenaikan biaya administrasi STNK di awal tahun; (4) kembali dinaikkannya cukai rokok di tahun 2017; (5)
akselerasi pertumbuhan ekonomi regional yang berpotensi meningkatkan permintaan dan pada akhirnya
harga-harga; (6) kenaikan harga komoditas global terutama minyak dunia yang berpotensi mendorong
kenaikan harga BBM di dalam negeri; serta (7) risiko tekanan di sisi komoditas pangan. Namun demikian,
dengan semakin diperkuatnya sinergi dan kerjasama antar daerah dalam rangka pengendalian inflasi,
diharapkan risiko-risiko ini dapat diantisipasi termasuk dampak lanjutannya (second round effect).
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
149
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL
7.1.1. Prospek Perekonomian Global
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016.
Proyeksi pertumbuhan yang dirilis oleh IMF melalui World Economic Outlook (WEO) Juli 2017 dan
berdasarkan consensus forecast Juni 2017 juga mengindikasikan adanya peningkatan kinerja ekonomi
global pada tahun 2017 hingga 2018 (Tabel 7.1).
Momentum perbaikan ekonomi global diperkirakan ditopang oleh meningkatnya kinerja ekonomi baik
negara maju maupun negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2017
diperkirakan meningkat menjadi 2,0% dari 1,7% pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut terutama
didorong oleh membaiknya perkiraan pertumbuhan beberapa negara maju, antara lain Amerika Serikat,
Kawasan Eropa dan Jepang. Sementara itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi negara berkembang juga
meningkat menjadi 4,6% dari 4,1% pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut terutama berasal
dari negara berkembang di Asia, antara lain Tiongkok dan Asia.
Selain itu, akselerasi perekonomian global pada tahun 2017 juga ditandai dengan kenaikan harga
komoditas. Sementara harga minyak mentah pada tahun 2017 diperkirakan mencapai USD 50,0/barel,
meningkat dibanding realisasi pada tahun 2016 sebesar USD 41,0/barel. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi global akan mendorong kenaikan volume perdagangan dunia (barang dan jasa) yang pada
tahun 2017 diperkirakan tumbuh 4,0% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 2,3% (yoy).
Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Sumber : WEO IMF, Consesus Forecast, Bank Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan meningkat menjadi 2,1% pada 2017 dari 1,6%
pada 2016. Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi yang tumbuh solid dibandingkan periode sebelumnya dan
didukung kenaikan upah riil. Sementara itu investasi meningkat, namun investasi non residential
diperkirakan lebih rendah seiring pelemahan harga minyak.
2017 2018 2017 2018 2017 2018Dunia 3,1 3,5 3,6 3,8 3,9 3,5 3,6Negara Maju 1,7 2,0 1,9 2,0 2,0 1,9 1,9 Amerika Serikat 1,6 2,1 2,1 2,2 2,4 2,2 2,1 Kawasan Eropa 1,7 1,9 1,7 1,8 1,6 1,8 1,7 Jepang 1,0 1,3 0,6 1,4 1,1 1,2 0,6Negara Berkembang 4,1 4,6 4,8 5,3 5,5 4,6 4,8 Negara Berkembang Asia 6,4 6,5 6,5 Tiongkok 6,7 6,7 6,4 6,6 6,2 6,7 6,5 India 7,1 7,2 7,7 7,3 7,6 7,1 7,2Volume Perdagangan Dunia (barang & jasa) (%, yoy)2,3 4,0 3,9 2,4 2,5Minyak (Minas & ICP, Dolar AS per barel) 41,0 50,0 52,0
Bank Indonesia (Jul'17)2016
WEO IMF (Jul'17)
Consesus Forecast (Jun'17)
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
150
Pertumbuhan Eropa pada 2017 diperkirakan meningkat menjadi 1,9% dari 1,7% pada tahun
sebelumnya. Hal ini sejalan dengan tren meningkatnya PMI (Purchasing Manager Index) komposit,
penyelesaian utang Yunani, kinerja ekspor yang tetap prospektif dan membaiknya keyakinan pelaku
pasar. Selain itu, meredanya risiko geopolitik di Eropa pasca Brexit serta terpilihnya Presiden baru Perancis
diperkirakan akan meningkatkan ekspektasi dan keyakinan terhadap perbaikan ekonomi Eropa ke depan.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2017 sebesar 1,3%, meningkat dari 1,0% pada
tahun sebelumnya. Kenaikan pertumbuhan ini didorong oleh membaiknya permintaan domestik dan
eksternal. Menguatnya permintaan ini tercermin dari perkembangan industrial production (IP) Jepang
yang terus meningkat sejak awal tahun 2017.
Perekonomian Tiongkok pada tahun 2017 diperkirakan bertahan pada 6,7% di tengah masih
berlanjutnya agenda rebalancing economy. Perekonomian negara ini masih tetap solid didukung oleh
sektor konsumsi yang kemudian ditransmisikan kepada peningkatan kinerja manufaktur yang tercermin
dari peningkatan data PMI China sejak awal tahun 2017. Selain itu, pertumbuhan tersebut didorong oleh
tumbuhnya ekspor sejalan dengan kuatnya permintaan global terutama Amerika dan Eropa.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India secara konsisten meningkat dilatarbelakangi oleh kesuksesan
reformasi strukturalnya. Pada tahun 2017 perekonomian India diperkirakan tumbuh 7,2%, meningkat
dibandingkan 7,1% pada tahun 2016. Prospek ekonomi tersebut terutama didorong oleh reformasi
perpajakan per 1 Juli 2017 dan the southwest monsoon yang akan mendorong sektor pertanian dan
menstimulasi konsumsi
Namun demikian, di tengah berbagai
perkembangan positif tersebut, terdapat
beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Risiko
pertama adalah kenaikan suku bunga kebijakan
diperkirakan berlangsung satu kali lagi pada
tahun 2017, setelah kenaikan pertama dan
kedua yang berlangsung pada Maret dan Juni.
Pada bulan Juni 2017, The Fed menaikan suku
bunga kebijakan sebesar 25 basis poin dan
berada pada kisaran 1-1,25%. Kenaikan tersebut didasari oleh perekonomian AS yang membaik, serapan
tenaga kerja tetap solid dan inflasi yang masih terkendali. Namun demikian, arah kebijakan moneter the
Fed tetap akomodatif untuk mendukung berlanjutnya penguatan pada kondisi pasar tenaga kerja dan
kembalinya inflasi menuju 2% secara berkesinambungan. Kenaikan FFR diperkirakan kembali terjadi pada
Desember 2017 sebesar 25 bp pada kisaran 1,25-1,50% dengan probabilitas 46% (Grafik 7.1).
Risiko lainnya yang perlu diwaspadai dari perekonomian global adalah rencana penurunan besaran neraca
bank sentral Amerika Serikat berupa serta dampaknya terhadap pasar keuangan global. The Fed akan
Source : Bloomberg
100%
78% 77%
45% 43%
28% 28%
0%
22% 23%
46% 46% 45% 45%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
July'17 Sept'17 Nov'17 Dec'17 Jan'18 Mar'18 Mei'18
1.00 - 1.25 1.25 - 1.50
Grafik 7.1
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
151
mengurangi kepemilikan surat utang pemerintah AS hingga USD4,2 triliun serta surat utang beragun aset
mortgage yang diserap saat AS mengalami krisis finansial 2007-2009 silam. Selain itu, risiko meningkat
terkait perkembangan terkini geopolitik, khususnya di Korea Utara dan Timur Tengah.
7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun
2016. Dalam asumsi dasar makro APBN-P 2017, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diasumsikan sebesar
5,2% (yoy) (Tabel 7.2), meningkat dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2016 sebesar 5,02% (yoy). Momentum pemulihan ekonomi diperkirakan terus berlanjut, ditopang oleh
konsumsi swasta yang diperkirakan masih tumbuh kuat; peningkatan konsumsi pemerintah serta
perbaikan investasi, baik swasta maupun pemerintah; serta peningkatan ekspor sejalan dengan prospek
perbaikan ekonomi global. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pada bulan Agustus 2017, BI
menurunkan suku bunga acuan BI 7days Repo Rate 25 bps dari 4,75% menjadi 4,50%. Kebijakan ini
bersama dengan penurunan suku bunga ditujukan untuk mendorong intermediasi perbankan yang lebih
optimal guna mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Tabel 7.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Sumber : Kementerian Keuangan RI
Perkiraan peningkatan investasi salah satunya didorong oleh belanja modal Pemerintah dalam rangka
percepatan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur. Adapun investasi swasta yang bersifat non
bangunan diperkirakan mulai meningkat pada semester kedua sejalan dengan berakhirnya konsolidasi
yang dilakukan oleh korporasi yang kemudian dilanjutkan ke fase ekspansi.
Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat khususnya sejalan dengan perbaikan ekonomi global serta
peningkatan harga sejumlah komoditas global. Peningkatan ekspor akan didorong oleh peningkatan
harga komoditas utama seperti CPO, batubara, bijih logam, kimia organik dan otomotif yang telah
menujukkan pergerakan positif sejak akhir tahun 2016. Tujuan ekspor utama diperkirakan masih kepada
negara-negara Asia seperti Tiongkok, India, Thailand, dan Jepang. Di sisi lain, kenaikan harga minyak
dunia akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan Negara, meskipun berpotensi mendorong
risiko inflasi administered prices.
Asumsi Makro APBN-P 2016 2017Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,20 5,20Inflasi (%, yoy) 4,00 4,30Nilai Tukar (Rp/USD) 13.500 13.400Tingkat Bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 5,50 5,30Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barel) 40 48Lifting Minyak Bumi (ribu/barel/hari) 820 815Lifting Gas Bumi (ribu/barel/hari) 1.150 1.150
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
152
Dari aspek intermediasi perbankan, ekspansi pembiayaan diperkirakan terjadi pada tahun 2017 setelah
sebelumnya perbankan melakukan konsolidasi di tahun 2016. Ekspansi pembiayaan ini dapat menjadi
motor pendorong kegiatan investasi di domestik.
Adapun inflasi nasional pada tahun 2017 diperkirakan tetap berada pada kisaran sasaran sebesar
4%±1%. Hal ini didukung oleh semakin kuatnya koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia
dalam mengatasi sejumlah risiko. Adapun risiko inflasi yang terutama dihadapi pada tahun 2017 adalah
terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan rencana kebijakan lanjutan kenaikan cukai rokok
pada bulan September.
Di tengah berbagai faktor yang mendorong perbaikan kondisi ekonomi nasional di atas, Bank Indonesia
tetap mewaspadai sejumlah risiko pada tahun 2017, antara lain arah kebijakan perdagangan Amerika
Serikat, risiko pelemahan nilai tukar Rupiah antara lain akibat kenaikan FFR, kenaikan inflasi akibat
administered prices yang dapat berpengaruh kepada daya beli, serta adanya risiko shortfall pajak.
7.2. PROSPEK PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT
7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Kinerja ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya yakni pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Hal ini terutama dipengaruhi oleh pola
seasonal terkait periode hari Natal dan Tahun Baru pada akhir tahun 2017. Selain itu, ekspansi
pengeluaran pemerintah yang untuk membiayai investasi pembangunan infrastruktur dan belanja
komponen pembentuk konsumsi pemerintah pada akhir tahun diperkirakan akan menjadi faktor yang
dapat meningkatkan laju ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2017.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan
melambat dibanding tahun 2016 pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy). Perlambatan ekonomi Jawa Barat
pada tahun 2017 terkait dengan melemahnya konsumsi rumah tangga dan tidak adanya momen besar
seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun sebelumnya. Namun demikian, perkiraan
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tetap berada di atas perkiraan nasional.
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Permintaan
a. Konsumsi Rumah Tangga
IIIP IVP Total-pPDRB (%, yoy) 5,04 5,67 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6 5,1 - 5,5 Konsumsi Rumah Tangga 5,07 5,60 3,3 - 3,7 3,6 - 4,0 4,0 - 4,4 Konsumsi LNPRT -8,13 5,48 3,4 - 3,8 3,5 - 3,9 3,0 - 3,4 Konsumsi Pemerintah 8,10 3,76 5,9 - 6,3 6,0 - 6,4 5,3 - 5,7 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,16 4,59 6,2 - 6,6 7,0 - 7,4 4,9 - 5,3 Ekspor LN 0,53 -3,28 7,4 - 7,8 8,4 - 8,8 3,5 - 3,9 Impor LN -3,26 1,42 0,8 - 1,2 3,5 - 3,9 (3,0) - (2,6) Net Ekspor Antar Daerah -7,04 -19,69 10,2 - 10,7 7,6 - 8,0 0,0 - 0,4
201720162015
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
153
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh
meningkat dibanding triwulan III 2017, yakni pada kisaran 3,6% - 4,0% (yoy). Perkiraan
meningkatnya konsumsi rumah tangga ini terutama dipengaruhi oleh efek seasonal yakni momen Hari
Natal dan Tahun Baru pada akhir tahun 2017. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Survei Konsumen yang
dilakukan oleh Bank Indonesia, di mana Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan mendatang di Jawa
Barat meningkat dari rata-rata 137,0 pada triwulan III 2017 menjadi 141,6 pada triwulan IV 2017.
Peningkatan terjadi pada ketiga komponen pembentuk indeks, terutama komponen indeks ekspektasi
kegiatan usaha dan indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja (Grafik 7.2).
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,0% - 4,4% (yoy),
melambat dibandingkan realisasi pada tahun 2016. Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh
Bank Indonesia, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan mendatang tercatat secara konsisten terus
mengalami peningkatan hingga triwulan IV2017 dan walaupun sedikit melambat pada triwulan III 2017,
namun masih berada di area optimis (indeks di atas 100). Berdasarkan komponen penyusunannya,
ekspektasi konsumen yang positif ini terutama didorong oleh indeks ekspektasi penghasilan, selanjutnya
indeks ekspektasi kegiatan usaha dan indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Kenaikan pada
indeks ekspektasi penghasilan salah satunya didasarkan pada kenaikan tahunan UMK, mengacu kepada
formula yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Namun kenaikan UMK tahun 2017 di seluruh Kab/Kota di Jawa Barat adalah sebesar 8,25% (yoy), lebih
rendah dibanding kenaikan UMK tahun 2016 sebesar 11% (yoy). Dan pada tahun 2017, Pemerintah
kembali memutuskan untuk tidak menaikkan gaji pokok PNS sehingga dapat mempengaruhi daya beli
masyarakat.
Percepatan pembangunan infrastruktur yang kembali menjadi fokus pemerintah di tahun 2017 juga
diperkirakan memberikan multiplier effect kepada pendapatan masyarakat. Selain itu, inflasi yang
relatif terkendali juga memberikan dampak positif berupa terjaganya daya beli dan pada akhirnya
tingkat konsumsi masyarakat. Dari sisi moneter, pelonggaran suku bunga kebijakan yang dilakukan
sepanjang tahun 2016 diperkirakan akan terus ditransmisikan kepada penurunan suku bunga kredit di
tahun 2017.
Selain itu, penurunan suku bunga acuan BI 7days Repo Rate 25 bps menjadi 4,50% pada bulan Agustus
2017, juga diharapkan dapat memberi stimulus moneter yang dapat mendorong penyaluran kredit.
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)Indeks Ekspektasi PenghasilanIndeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan KerjaIndeks Ekspektasi Kegiatan Usaha
PES
IMIS
OP
TIM
IS
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks
PES
IMIS
OP
TIM
IS
Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Konsumen Jawa Barat Grafik 7.3. Indeks Pengeluaran 3 Bulan Mendatang
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
154
Pelonggaran lainnya yakni pada ketentuan LTV (loan to value) berupa penurunan rasio DP (down
payment) untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor yang berlaku sejak Agustus 2016 juga
diperkirakan dapat mendorong konsumsi masyarakat untuk perumahan (KPR) dan kendaraan bermotor di
tahun 2017.
Hal lain terkait land reform, Kementerian ATR menargetkan bisa menerbitkan sertifikat tanah untuk
384.500 bidang tanah di Jawa Barat. Selain itu, terdapat 862 bidang sertifikat tanah di Jawa Barat yang
dapat dijadikan agunan dengan total nilai pinjaman mencapai Rp 35 triliun. Hal ini diharapkan dapat
mendorong ekspansi usaha baik oleh petani
maupun pelaku UMKM di Jawa Barat.
Sementara itu, perkiraan penguatan (apresiasi)
nilai tukar rupiah sebagaimana dicantumkan
dalam asumsi dasar ekonomi makro yaitu dari
Rp13.500/USD pada APBN-P 2016 menjadi
Rp13.400/USD pada APBN-P 2017 diperkirakan
juga berpotensi mendorong kegiatan konsumsi
masyarakat. Pada Grafik 7.4 terlihat bahwa
apresiasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016
diikuti oleh peningkatan laju pertumbuhan impor barang konsumsi. Sebaliknya, pelemahan nilai tukar
pada awal tahun 2017 diikuti oleh penurunan pertumbuhan impor barang konsumsi di Jawa Barat. Hal ini
tidak terlepas dari posisi Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak serta semakin
meningkatnya porsi masyarakat kelas menengah di Jawa Barat dengan kualitas jenis barang yang diminta
juga turut meningkat dan umumnya berbasis impor.
Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga pada tahun 2017, yakni:
1. Kebijakan pemerintah yang kembali tidak menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun
2017.
2. Kebijakan pemerintah melakukan pencabutan subsidi untuk tarif listrik pelanggan daya 900VA
kelompok Rumah Tangga Mampu (RTM) secara bertahap pada Januari, Maret, dan Mei 2017 dan
pada Juli 2017 sepenuhnya menggunakan tarif non-subsidi.
3. Kebijakan Pemerintah menaikkan beberapa tarif administered prices serta adanya second round
effect pada komoditas lainnya diperkirakan dapat mendorong peningkatan inflasi tahun 2017
mendekati batas atas sasaran target inflasi tahunan. Peningkatan inflasi ini berpotensi menahan daya
beli serta ekspansi konsumsi masyarakat yang lebih tinggi lagi.
Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi
khususnya pada semester II 2017. Hal ini terkait dengan adanya tambahan penerimaan pemerintah
daerah melalui pembayaran DAU yang ditunda tahun 2016 oleh Pemerintah Pusat, dan tambahan
penerimaan daerah yang bersumber dari kenaikan biaya administrasi STNK.
-2,65
-14,10 -20
0
20
40
60
80
100
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
14.000
15.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% (yoy)IDR/USDNilai Tukar Nominal g. Impor Brg Konsumsi-kanan
Grafik 7.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Jawa
Barat dan Nilai Tukar
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
155
b. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) / Investasi
Investasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibanding triwulan III 2017, yakni
pada kisaran 7,0% - 7,4% (yoy). Perkiraan meningkatnya kegiatan investasi tersebut terutama didorong
oleh prospek pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang berlangsung di Jawa Barat, salah satunya
Tol Soroja yang diprediksikan dapat mulai dioperasikan pada semester II 2017. Dari sisi swasta, investasi
diperkirakan masih akan terus meningkat khususnya investasi yang bersifat non bangunan atau barang
modal pendukung industri otomotif. Selain untuk memenuhi permintaan dari eksternal (khususnya
negara-negara di kawasan ASEAN), permintaan otomotif diperkirakan juga akan meningkat dari domestik
khususnya dari wilayah-wilayah berbasis SDA seiring dengan meningkatnya pendapatan pasca kenaikan
harga komoditas global.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 investasi diperkirakan mampu tumbuh pada rentang
4,9% - 5,3% (yoy) atau meningkat dibandingkan realisasi investasi 4,6% pada tahun 2016.
Berdasarkan komponen penyusunnya, investasi non bangunan yang secara konsisten tumbuh membaik
sepanjang tahun 2016 sejalan dengan terus meningkatnya pertumbuhan impor barang modal,
diperkirakan berlanjut ke tahun 2017 seiring dengan positifnya persepsi pelaku usaha terhadap
perekonomian di tahun 2017. Selain itu, keputusan S&P untuk menaikkan rating Indonesia ke investment
grade pada 2017 melengkapi rating sama yang telah diberikan oleh dua lembaga pemeringkat
s & Fitch).
Selain itu, kegiatan pembangunan serta perluasan pabrik yang bersifat multiyears dan diperkirakan
beroperasi pada tahun 2017 juga berpotensi kembali meningkatkan investasi fisik berupa pembelian
mesin. Adapun subsektor industri yang diperkirakan memberikan sumbangan terbesar pada peningkatan
investasi non bangunan ini adalah industri alat angkutan dan industri tekstil & produk tekstil (TPT). Hal ini
mengingat kedua industri ini memiliki kencenderungan untuk menambah varian produknya sebagai
bentuk penyesuaian terhadap perkembangan selera masyarakat. Adapun setiap perubahan model atau
varian produksi membutuhkan mesin dengan spesifikasi yang berbeda.
Di sisi lain, investasi bangunan juga diperkirakan mengalami akselerasi terbatas dengan disertai
dinamika pertumbuhan di setiap triwulannya. Investasi bangunan memberikan pangsa sekitar 70%
terhadap total investasi di Jawa Barat sehingga peningkatannya memberikan daya dorong yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pemerintah, penyelesaian berbagai proyek infrastruktur
yang ada di Jawa Barat menjadi pendorong utama pertumbuhan investasi bangunan. Penyelesaian
proyek infrastruktur strategis dilakukan percepatan menjelang selesainya era kepemimpinan Presiden Joko
Widodo. Pada tahun 2017 diperkirakan akan mulai beroperasi Tol Soreang Pasir Koja (Soroja). Selain itu,
beberapa proyek strategis lainnya yang akan diselesaikan antara lain Bandara Internasional Kertajati
(launch tahun 2018), Tol Cisumdawu sebagai bagian dari Tol Trans Jawa, Tol BIUTR, LRT Terintegrasi
Jabodebek, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), LRT Jakarta-Bogor-
Depok-Bekasi (Tabel 7.3), serta mulai digarapnya proyek pembangunan Pelabuhan Patimban sebagai
pelabuhan internasional pertama di Jawa Barat. Namun demikian, perlu diwaspadai tantangan pada
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
156
kapasitas fiskal khususnya Pemerintah Pusat (mengingat mayoritas proyek strategis ini merupakan
wewenang nasional dan menggunakan anggaran K/L).
Tabel 7.4. Daftar Proyek Infrastruktur Strategis di Jawa Barat
Sumber : Pemerintah Provinsi Jawa Barat & Informasi Anekdotal
Sementara itu, investasi bangunan dari pihak swasta diperkirakan cenderung terbatas selain
daripada proyek pembangunan/perluasan pabrik yang bersifat multiyear mengingat saat ini
mayoritas perusahaan masih berfokus untuk meningkatkan kapasitas utilisasinya yang masih berada
di bawah level optimum. Berdasarkan hasil liaison rata-rata kapasitas utilisasi sektor industri pengolahan
di Jawa Barat sepanjang semester I 2017 berada pada kisaran 77% - 78%.
Adapun berdasarkan sumbernya, diperkirakan pertumbuhan investasi di tahun 2017 masih akan ditopang
oleh PMA mengingat mayoritas industri yang ada di Jawa Barat bersifat PMA dan cenderung
mengandalkan pembiayaan dari headquarters dalam kegiatan investasi atau ekspansi usahanya.
c. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 8,4 8,8% (yoy),
meningkat dibandingkan perkiraan triwulan III 2017 (7,4-7,8%). Sejalan dengan hal tersebut, impor
luar negeri juga diperkirakan tumbuh 3,5-3,9%, meningkat dibandingkan 0,8-1,2% pada triwulan
sebelumnya. Peningkatan permintaan ekspor terutama bersumber dari Amerika Serikat, Eropa dan
negara Asia terutama Tiongkok dan Jepang serta kawasan Asean.
Sementara itu, ekspor luar negeri Jawa Barat pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran
3,5-3,9% (yoy), sedangkan impor luar negeri diperkirakan tumbuh pada kisaran (-3,0%) - (-2,6)%
No RuasPanjang
(km)Target
Penyelesaian
1 Soreang - Pasir Koja 10.57 20182 Bandung Intra Urban Toll Road 27.30 20103 Cisumdawu 60.10 20194 Bogor - Ciawi - Sukabumi 54.00 20205 Cimanggis - Cibitung 25.90 20196 Cikarang (Cibitung) - Tj. Priok (Cilincing) 34.02 20187 Bogor Ring Road 8.44 20198 Depok - Antasari 19.93 20199 Sukabumi - Ciranjang 28.00 202110 Ciranjang - Padalarang 33.00 202311 Cileunyi - Nagreng - Tasikmalaya 70.00 201912 Tasikmalaya - Ciamis - Banjar 70.00 202213 Banjar - Pangandaran 80.00 2023
1 Bandara Internasional Kertajati - 20182 LRT Terintegrasi Jabodebek 181.00 20193 Kereta Cepat Jakarta - Bandung 142.00 2019
Keterangan : : Sedang Dalam Pengerjaan : Sedang Proses Feasibility Study (FS)
PROYEK JALAN TOL
PROYEK INFRASTRUKTUR LAINNYA
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
157
(yoy). Pertumbuhan ekspor LN ini membaik dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2016 (-3,28%).
Namun perkiraan impor LN melambat dibandingkan tahun 2016 (1,42%).
Dari sisi eksternal, diperkirakan perekonomian global akan mengalami peningkatan pada tahun 2017.
Hal ini ditopang oleh pemulihan ekonomi AS serta perbaikan ekonomi Euro dan Jepang. IMF, Concensus
Forecast dan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2017 pada kisaran
3,5% - 3,8% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 sebesar 3,1% (yoy).
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Barat dengan pangsa pada tahun 2017
semester mencapai 18,48%, sedikit menurun dibanding tahun 2016 sebesar 20,07%. Jenis barang
ekspor utama Jawa Barat ke Amerika Serikat adalah barang-barang rajutan dengan pangsa sekitar
4,14%, pakaian jadi bukan rajutan (3,08%), mesin dan peralatan listrik (3,07%), dan alas kaki (1,64%).
Namun, mengacu kepada kondisi ekonomi AS yang mulai pulih ditandai kondisi ketenagakerjaan hingga
Desember 2016 membaik sementara inflasi Desember berada dalam kisaran prakiraan The Fed,
naik 3 kali sepanjang tahun 2017. Hal ini membawa risiko pelemahan
pada nilai tukar rupiah yang berpotensi menahan ekspansi kinerja ekspor dan impor Jawa Barat di mana
khususnya bahan baku ekspor manufaktur masih bergantung kepada pemenuhan melalui impor.
Sementara itu, pertumbuhan negara berkembang Asia pada tahun 2017 diperkirakan sebesar 4,6% (yoy),
relatif meningkat dibanding tahun 2016 sebesar 4,1%. Secara gabungan, pangsa ASEAN sebagai negara
tujuan ekspor Jawa Barat pada 2017 semester I mencapai 25,18%. Pangsa ini meningkat dibanding
periode yang sama tahun 2016 sebesar 20,81%. Seiring dengan masih lemahnya permintaan dari Eropa,
berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Barat, diketahui bahwa kini sebagian pelaku usaha mulai mengalihkan fokus tujuan
ekspornya ke negara-negara berkembang di kawasan Asia. Sebagai contoh, perusahaan tekstil kini mulai
meningkatkan penetrasi pasarnya ke India, khususnya untuk produk kelas premium. Demikian juga
perusahaan-perusahaan otomotif semakin meningkatkan transaksi perdagangannya dengan negara-
negara di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Filipina. Prospek yang positif pada pertumbuhan negara
berkembang Asia ini diperkirakan turut menjadi motor pendorong pertumbuhan Jawa Barat pada tahun
2017.
Harga minyak dunia juga diperkirakan
meningkat pada tahun 2017. Harga minyak
(minas & ICP) pada 2017 diperkirakan dapat
mencapai 50,0 USD/barel meningkat dibanding
2016 sebesar 41,0 USD/barel. Berdasarkan
regresi sederhana, diketahui bahwa
pertumbuhan harga minyak dunia memiliki
korelasi positif yang signifikan dengan
pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat
(Grafik 7.5). Peningkatan harga minyak dunia
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III I III
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 20162017
% (yoy)% (yoy) g. Ekspor LN g. Harga Minyak-kanan
Grafik 7.5. Plotting Pertumbuhan Ekspor LN Jawa Barat
dan Harga Minyak Global
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
158
menjadi salah satu cerminan dari peningkatan permintaan dan perdagangan global. Selain itu, harga
minyak global pada tahun 2017 yang diperkirakan terus meningkat berpotensi mendorong kenaikan
harga beberapa produk manufaktur Jawa Barat, salah satunya produk industri TPT (khususnya polyester).
Dengan demikian, prospek positif dari harga minyak dunia diperkirakan juga turut menjadi salah satu
motor pendorong pertumbuhan Jawa Barat pada tahun 2017. Namun demikian, potensi kenaikan harga
minyak dunia dapat mendorong kenaikan harga bahan bakar (menyesuaikan harga keekonomian) yang
berdampak kepada biaya produksi manufaktur dan biaya transportasi.
Di tengah prospek peningkatan ekonomi global, masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi
menahan perbaikan ekonomi global, yaitu :
a. Kenaikan harga komoditas global (baik energi dan non energi) yang mendorong risiko kenaikan
inflasi global.
b. US policy mix, yakni adanya kebijakan stimulus fiskal (ekspansioner) yang dibarengi dengan
kebijakan moneter yang diperkirakan masih akan ketat (tight).
Secara ringkas, beberapa faktor risiko pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017 disajikan
dalam tabel berikut.
Tabel 7.5. Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jabar tahun 2017
diperkirakan masih ditopang lapangan usaha utama Jawa Barat khususnya Industri Pengolahan
serta Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan. Dalam empat tahun terakhir, industri
pengolahan memberikan andil pertumbuhan rata-rata 2,34% sedangkan Perdagangan memberikan andil
rata-rata 0,67%.
Lapangan Usaha Industri Pengolahan pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang
4,7% - 5,1% (yoy), relatif konstan dibandingkan triwulan sebelumnya. Stabilnya lapangan usaha ini
diperkirakan sejalan dengan meningkatnya permintaan dalam negeri pada semester II dan permintaan
Variabel Faktor Risiko
▪ Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah (jalan tol, bandara, dan pelabuhan)
yang diharapkan memberikan tickle down effect kepada pendapatan masyarakat Jawa Barat
▪ Kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik untuk golongan pelanggan 900kVA
▪ Kebijakan pemerintah tidak menaikkan gaji pokok PNS pada tahun 2016
▪ Implementasi seluruh Paket Kebijakan Ekonomi secara lebih komprehensif dan merata
▪ Tambahan penerimaan pemerintah melalui Tax Amnesty yang dapat dialokasikan untuk
kegiatan-kegiatan pembangunan
▪ Transmisi pelonggaran suku bunga kebijakan ke penurunan suku bunga kredit investasi
▪ Pelonggaran LTV yang berdampak kepada meningkatnya permintaan perumahan serta
kegiatan pembangunan properti
▪ Implementasi Pusat Logistik Berikat khususnya melalui gudang kapas di Cikarang yang dapat
memangkas biaya logistik serta meningkatkan daya saing industri tekstil Jawa Barat
▪ Tendensi kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang proteksionis di era kepemimpinan
Presiden Donald Trump
▪ Implementasi MEA yang dapat semakin mendorong transaksi perdagangan dengan kawasan Asean
yang merupakan tujuan ekspor terbesar Jawa Barat, khususnya untuk output sektor manufaktur
▪ Meredanya risiko geopolitik di Eropa pasca Brexit
Konsumsi
Investasi
Ekspor
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
159
ekspor yang terjadi sejak triwulan I 2017 sejalan dengan menguatnya perekonomian negara mitra
dagang. Secara keseluruhan tahun, pada tahun 2017, LU Industri Pengolahan diprakirakan tumbuh
melambat dari tahun 2016 pada kisaran 4,6% 5,0%. Prospek pertumbuhan LU Industri Pengolahan
didukung oleh perbaikan permintaan ekspor seiring dengan menguatnya kondisi ekonomi global
khususnya ekonomi negara mitra dagang. Sejalan dengan kenaikan permintaan ekspor, permintaan
domestik diperkirakan juga meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas global yang
mendorong kenaikan permintaan alat angkutan pendukung industri.
Lapangan Usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan pada triwulan IV 2017
diperkirakan tumbuh pada rentang 5,0% - 5,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (4,6%-5,0%). Peningkatan lapangan usaha ini sejalan dengan pola seasonal LU
Perdagangan yang meningkat pada triwulan IV saat menghadapi momen Hari Natal dan Tahun Baru yang
mendorong permintaan penjualan retail khususnya makanan minuman dan pakaian. Secara keseluruhan
tahun, LU Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada kisaran
4,8% 5,2% pada tahun 2017. Tingginya kegiatan ekspor-impor seiring dengan membaiknya kinerja
industri pengolahan menjadi motor bagi aktivitas di sub-Lapangan Usaha Perdagangan. Di sisi ritel,
persiapan PILKADA serentak pada tahun 2018 khususnya kegiatan pemilihan Gubernur dan beberapa
kepala daerah di Jabar akan mendorong kenaikan lapangan usaha ini. Semakin solidnya konsumsi
masyarakat yang dipengaruhi menguatnya proyeksi nilai tukar dan inflasi yang terjaga diperkirakan juga
menjadi pendorong kinerja lapangan usaha ini.
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan IV 2017 diperkirakan
melambat dibanding triwulan III 2017, yakni tumbuh pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy) dibandingkan
5,8%-6,2% (yoy). Perkiraan melambatnya produksi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan terutama didorong oleh pola seasonal, yaitu mulainya masa tanam pasca berakhirnya masa
panen raya pada triwulan sebelumnya. Namun demikian Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan secara keseluruhan tahun diprakirakan tumbuh stabil. Pertumbuhan lapangan usaha ini
diperkirakan sebesar 5,6% 6,0%, didorong oleh perbaikan sistem irigasi dengan semakin
meningkatnya pengairan dari Waduk Jati Gede, kondisi cuaca yang stabil atau tidak terdapat anomali La
Nina maupun El Nino serta perbaikan harga komoditas karet yang juga dihasilkan oleh perkebunan di
Jawa Barat.
Tabel 7.6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Pengeluaran
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
160
Lapangan Usaha Konstruksi pada triwulan IV 2017 diperkirakan pada kisaran 6,5% - 6,9% (yoy),
meningkat dibanding 5,9% - 6,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan
konstruksi didorong oleh penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah sejalan dengan realisasi anggaran
di tahun 2017 serta proyek-proyek pembangunan swasta khususnya yang bersifat multiyear. Pada tahun
2017, Lapangan Usaha Konstruksi diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya
yakni sebesar 5,4% 5,8%. Perkembangan lapangan usaha ini terutama didukung oleh berlanjutnya
pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah baik proyek satu tahun (tahun 2017) maupun proyek
multiyears khususnya yang ditargetkan selesai pada tahun 2017, seperti BIJB (Bandara Internasional Jawa
Barat) serta konstruksi swasta seperti pembangunan pabrik otomotif Wuling. Sejalan dengan kondisi
fiskal Pemerintah yang membaik dan ekspansi usaha oleh pelaku usaha, konstruksi diharapkan
menyumbang pertumbuhan lebih tinggi khususnya pada semester II 2017.
Selain beberapa faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, Bank Indonesia tetap mewaspadai beberapa
risiko yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017, yakni:
1. Kebijakan Pemerintah menaikkan sejumlah tarif pada tahun 2017 berpotensi meningkatkan inflasi
dan menahan daya beli masyarakat
2. K
berpotensi mendorong arus modal keluar dan melemahkan nilai tukar Rupiah
3. Adanya risiko shortfall penerimaan pajak Pemerintah Pusat yang berpotensi mendorong kembali
dilakukan kebijakan penghematan anggaran pada tahun 2017.
7.2.2. Prospek Inflasi
Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat pada tahun 2017 dibanding tahun 20 16,
namun masih berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2017 sebesar 4%±1%. Secara umum,
IIIP IVP Total-pPDRB (%, yoy) 5,04 5,67 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6 5,1 - 5,5 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 0,16 5,80 5,8 - 6,2 5,1 - 5,5 5,6 - 6,0 Pertambangan & penggalian 0,41 -0,97 (1,0) - (0,6) (2,3) - (1,9) (0,6) - (0,2) Industri pengolahan 4,39 4,77 4,7 - 5,1 4,7 - 5,1 4,6 - 5,0 Pengadaan Listrik dan Gas -6,80 3,37 (29,8) - (29,4)(30,1) - (29,7)(18,6) - (18,2) Pengadaan Air 5,88 6,33 10,4 - 10,8 11,4 - 11,8 9,5 - 9,9 Konstruksi 6,43 5,02 5,9 - 6,3 6,5 - 6,9 5,4 - 5,8 Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan3,71 4,44 4,6 - 5,0 5,0 - 5,4 4,8 - 5,2 Transportasi dan Pergudangan 8,90 8,84 3,6 - 4,0 5,7 - 6,1 5,0 - 5,4 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,10 9,31 6,3 - 6,7 5,6 - 6,0 7,5 - 7,9 Informasi dan Komunikasi 16,31 14,27 13,6 - 14,0 13,8 - 14,2 12,3 - 12,7 Jasa Keuangan 7,36 11,89 2,2 - 2,6 2,4 - 2,8 2,8 - 3,2 Real Estate 5,46 6,51 8,3 - 8,7 10,6 - 11,0 7,9 - 8,3 Jasa Perusahaan 8,15 8,16 5,5 - 5,9 6,3 - 6,7 6,7 - 7,1 Adm. Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sosial5,53 2,98 5,1 - 5,5 5,0 - 5,4 2,8 - 3,2 Jasa Pendidikan 10,17 7,61 13,3 - 13,7 10,8 - 11,2 10,4 - 10,8 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14,14 9,48 7,1 - 7,5 5,4 - 5,8 7,2 - 7,6 Jasa lainnya 8,96 8,73 7,1 - 7,5 4,7 - 5,1 7,5 - 7,9
2015 20162017
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
161
perkembangan inflasi Jawa Barat menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2013 dan mencapai titik
terendahnya pada tahun 2015 seiring dengan perlambatan ekonomi dan rendahnya harga komoditas
global.
Untuk keseluruhan tahun, tantangan yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi terutama bersumber
dari kelompok administered prices antara lain dengan adanya kebijakan reformasi energi yang dilakukan
Pemerintah melalui pencabutan subsidi tarif listrik 900 VA untuk golongan Rumah Tangga Mampu.
Propsek peningkatan harga minyak dunia yang mulai terlihat sejak akhir triwulan I 2016 menjadi risiko
yang juga perlu diwaspadai. Namun demikian, pada akhir tahun inflasi Jawa Barat diperkirakan dapat
berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional. Secara ringkas, beberapa faktor pendorong dan penahan
laju inflasi Jawa Barat pada tahun 2017 disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 7.7. Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2017
Faktor Pendorong (Upside Risk)
Penyesuaian tarif listrik secara bertahap untuk
kelompok pelanggan 900 kVA
Harga minyak dunia yang diperkirakan meningkat
akan mendorong penyesuaian harga BBM
Rencana penerapan skema BBM satu harga
Kenaikan tarif cukai rokok dan biaya administrasi
STNK tahun 2017
Berlanjutnya efek La Nina di awal tahun terhadap
produksi komoditas hortikultura (khususnya aneka
cabai dan bawang merah)
Faktor Penahan (Downside Risk )
Produksi pertanian untuk keseluruhan tahun 2017
diperkirakan lebih baik dibanding tahun 2016 seiring
berlalunya efek La Nina selepas triwulan I 2017
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
164
Daftar Istilah
ADHB Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.
ADHK Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang
dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1 100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa
yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014
menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1 100.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini
memiliki skala 1 100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
165
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan
tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
memberikan jawaban
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih
lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan
usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha
ekonomi dominan
Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak
dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Wiwiek Sisto Widayat, Ismet Isnono
KOORDINATOR PENYUSUN
Suarpika Bimantoro
EDITOR
Darjana, Amanda Lethizya Lestari S.
TIM PENULIS
Rahma Dewi P, Wahyu Putri Pamungkas, Ebrinda Daisy G.
KONTRIBUTOR
Fungsi Data Statistik Ekonomi dan Keuangan
Divisi Sistem Pembayaran, Komunikasi dan Layanan Publik
Divisi Pengembangan Ekonomi Daerah
PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
Devy Anggraeni Mulyani
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Jl. Braga No. 108 Bandung, 40111
No. Telp. (022) 4230223 ext. 8290 No. Fax.(022) 4214326
Email : tas_bd@bi.go.id
Softcopy dapat diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/Jabar/