Post on 30-Jan-2021
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Desa Bumi Udik, Kecamatan Anak Tuha,
Kabupaten Lampung Tengah. Secara geografis Kabupaten Lampung Tengah
terletak di antara 104o35’ - 105
o50’ bujur timur dan 4
o30’- 4
o15’ lintang selatan.
Desa Bumi Udik memiliki karakteristik topografi mulai dari dataran alluvial pada
ketinggian 25 - 75 mdpl dengan kelerengan 0 - 3 %, dan pada ketinggian 50 - 100
mdpl dengan kelerangan 2 - 15 % merupakan daerah dengan topografi berombak.
Bahan induk tanah berasal dari aliran lahar asam batuan gunung berapi yaitu
Tuffa Lampung yang hampir meliputi seluruh Lampung Tengah dari endapan
Gunung Api (Plistosen). Jenis tanah yang tersebar didominasi oleh ordo Oxisol,
Inceptisol dan Ultisol (Dinas PU - Lampung Tengah, 2012).
Lokasi penelitian terletak pada DAS Way Seputih. Sungai Way Seputih
merupakan sumber air utama untuk irigasi lahan pertanian. Wilayah DAS Way
Seputih terbesar berada di Kabupaten Lampung Tengah dengan luas 461.922,201
ha atau 61,65 % dari luas DAS Way Seputih. Berdasarkan karakteristik topografi,
lokasi penelitian tergolong sebagai tanah usaha utama IC yaitu, tanah terletak
pada ketinggian 50 - 100 mdpl dan merupakan daerah persawahan yang relatif
baik, akan tetapi biasanya daerah yang bisa di irigasi relatif berkurang (Dinas PU-
Lampung Tengah, 2012). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
Program Studi Agroekoteknologi
Minat Manajemen Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya
Inlet
32
4.1.1. Topografi
Lokasi penelitian merupakan lahan kering yang memiliki topografi berombak
dengan kemiringan lereng 2 - 8 % pada ketinggian 56 - 70 mdpl . Kondisi tanah
yang miring memiliki potensi terjadinya erosi, yang berdampak pada
pengangkutan lapisan solum tanah. Selain itu, aplikasi pupuk organik dapat
kurang efisien karena terbawa limpasan air permukaan ketika terjadi hujan.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kesuburan tanah, akibat akumulasi pupuk
organik pada area lahan yang lebih datar.
Faktor kemiringan lahan menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan teknik
irigasi yang akan digunakan. Big gun Sprinkler merupakan teknik irigasi yang
dapat digunakan pada kondisi lahan dengan topografi tidak teratur atau
bergelombang dan berbukit - bukit (Rejekiningrum dan Kartiwa, 2015). Pemetaan
kelerengan atau elevasi pada lahan dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana
pola aliran air dan tindakan konservasi tanah yang tepat. Peta elevasi pada lahan
penelitian disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Elevasi Lokasi Penelitian
33
4.1.2. Tanah
4.1.2.1. Morfologi Tanah
Hasil pengamatan lapangan diperoleh empat titik pewakil kondisi morfologi
tanah. Kondisi fisiografis lahan memiliki karakteristik relief berombak dengan
beda tinggi antara 56 - 70 mdpl. Panjang lereng mencapai 100 - 150 meter,
dengan kemiringan lereng 2 - 8 %. Kedalaman efektif mencapai > 100 cm, dengan
kondisi drainase yang baik. Penggunaan lahan berupa lahan kering (tegalan), yang
memanfaatkan hujan sebagai irigasi utama, dengan vegetasi berupa tanaman
singkong dan jagung. Menurut Djaenuddin et al. (2000) kelas kesesuaian lahan
kategori sangat sesuai bagi pertumbuhan jagung yaitu, memiliki potensi bahaya
erosi sangat ringan pada kelerengan < 8 % dengan curah hujan 500 - 1200 mm,
dan kedalaman solum tanah > 60 cm, serta kondisi drainase baik sampai agak
terhambat.
Tanaman jagung memiliki perakaran yang dangkal 30 - 50 cm, sehingga
kondisi morfologi tanah di sekitar area perkembangan perakaran menghendaki
persyaratan tumbuh yang optimal. Kondisi morfologi tanah pada lapisan atas
disajikan pada Tabel 12. Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil
yang dalam (> 150 cm), strukturnya gembur, pH 6,0 - 6,5, kandungan unsur
haranya yang tersedia cukup bagi tanaman dan tidak terdapat faktor pembatas
dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002). Secara umum pada
penampang profil satu memiliki perkembangan morfologi tanah yang lebih ideal
untuk pertumbuhan jagung.
Struktur pada lapisan atas profil satu memiliki kesamaan dengan profil empat
yaitu remah. Sementara pada profil dua dan tiga memiliki struktur gumpal
membulat. Selain itu pada profil satu dan empat memiliki konsistensi gembur
pada dua kedalaman. Sedangkan pada kedalam dua, profil dua dan tiga memiliki
konsistensi yang teguh. Struktur dan konsistensi tanah sangat menentukan
jangkauan penjalaran akar dan tingkat kerapatannya. Struktur yang mampat serta
konsistensi berat menyebabkan kerapatan dan jangkauan penjalaran akar yang
rendah, akibatnya kemampuan akar dalam menyerap lengas dan unsur hara
menjadi kecil (Notohadiprawiro et al., 2006). Menurut Rukmana (2010) Tanah
34
yang paling baik untuk tanaman jagung adalah tanah yang subur dengan struktur
yang gembur.
Pada profil satu memiliki tekstur yang sama dengan profil tiga dan empat yaitu
pasir berlom pada kedalam satu dan lom berpasir pada kedalaman dua. Menurut
Sudjana et al. (1991) tekstur tanah yang paling sesuai bagi pertumbuhan tanaman
jagung adalah tekstur yang halus (tanah berlom), lom berdebu atau lom berpasir.
Sementara pada profil dua memiliki tekstur agak berat, karena mengandung liat
yang lebih tinggi yaitu lom liat berpasir. Kondisi tekstur tanah pada lapisan atas
secara umum berkisar antar pasir berlom sampai lom liat berpasir. Kondisi tekstur
dengan persentase pasir yang relatif besar mengakibatkan kemampuan menahan
air yang tergolong rendah pada lapisan atas serta dapat menghambat
perkembangan perakaran. Menurut Djaenuddin et al. (2000) tanah dengan tekstur
agak kasar sampai kasar merupakan kelas kesesuaian marginal sampai tidak
sesuai bagi media perakaran untuk pertumbuhan tanaman jagung.
35
Tabel 12. Perbandingan Data Morfologi Tanah pada Lapisan Atas
Peubah Profil 1 Profil 2 Profil 3 Profil 4
Kedalaman
(cm) 0-15/25 15/25-45 0-7/12 7/12-25 0-12/15 12/15-20/31 0-22/29 22/29-36
Warna 7,5 YR 3/1 5 YR 2,5/1 7,5 YR 4/3 7,5YR 4/4 7,5YR 4/3 7,5YR 4/4 7,5YR 4/2 7,5YR 4/3
Tekstur
%pasir
%debu
%liat
Pasir
berlom
80; 11; 9 %
Lom bepasir
66; 15; 19 %
Lom liat
berpasir
53; 18; 26 %
Lom liat
berpasir
46; 20; 34 %
pasir berlom
81; 9; 10 %
Lom
berpasir
62; 20; 18 %
pasir
berlom
83; 10; 7 %
lom
berpasir
70; 11; 19
%
Struktur
Remah,
coarse,
lemah
Gumpal
membulat,
coarse. Cukup
Gumpal
membulat,
coarse,
lemah
Gumpal
membulat,
coarse
gumpal
membulat,
coarse,
cukup
gumpal
membulat,
coarse,
cukup
remah,
coarse,
lemah
gumpal
membulat,
coarse,
lemah
Konsistensi
Gembur,
agak lekat,
plastis
Gembur, lekat,
agak plastis
Gembur,
lekat, plastis
Teguh, lekat,
plastis
gembur,
agak lekat
dan agak
plastis
teguh, agak
lekat dan
agak plastis
sangat
gembur,
agak lekat
dan agak
plastis
gembur,
agak lekat
dan agak
plastis
Bebatuan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pH 3,8 3,8 3,8 4,0
Bobot isi
(g cm-3
) 1,31 1,35 1,32 1,36 1,38 1,40 1,40 1,41
36
4.1.2.2. Fisika Tanah
Karakteristik fisika tanah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
aspek operasional irigasi, selain dari faktor klimatologi. Hal ini karena, faktor
tanah sangat menentukan dalam penetapan volume air dan waktu irigasi
diberikan. Selain itu, kondisi fisika tanah menjadi faktor penting dalam
pertumbuhan tanaman jagung. Analisis fisika tanah yang menjadi dasar
perhitungan kebutuhan air irigasi adalah kondisi air tersedia di sekitar area
perakaran tanaman jagung. Hasil analisis fisika tanah disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Dasar Fisika Tanah
Jenis analisis
Kedalaman
(0 - 20 cm)
Kedalaman
(20 - 40 cm)
Nilai Kategori Nilai Kategori
BI (g cm-3
) 1,36 Tinggi 1,4 Tinggi
RPT (% Vol) 46,0 Sedang 40,00 Sedang
Kadar Air (% Vol)
pF 1.00 35,48 - 37,16 -
pF 2.00 28,94 - 27,56 -
pF 2,54 15,77 - 24,4 -
pF 4,20 8,01 - 15,8 -
Pori Drainase (% Vol)
Cepat 6,54 Tinggi 9,6 Tinggi
Lambat 13,17 Tinggi 3,16 Sangat rendah
Air Tersedia (% Vol) 7,76 Rendah 8,6 Rendah
Keterangan: Analisis di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah
Bogor. BI= bobot isi; RPT = ruang pori total.
Nilai bobot isi sangat mempengaruhi porositas dalam tanah. Hasil pengukuran
menunjukkan nilai bobot isi pada dua kedalaman tergolong tinggi, sedangkan
ruang pori total dalam kategori sedang. Menurut Kurnia (2006) bobot isi tanah
yang ideal berkisar antara 1,3 - 1,35 g cm-3
.
Air yang berada dalam pori pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman,
berada diantara kapasitas lapangan (pF 2,54) dan titik layu permanen (pF 4,2).
Sehingga, kondisi kadar air dalam tanah harus dijaga pada kisaran air tersedia.
Hasil pengukuran menunjukkan air tersedia dalam kategori rendah pada kedua
Kedalaman. Untuk pertumbuhan jagung yang baik, tanaman memerlukan oksigen
dan aerasi yang cukup, sehingga pori drainase cepat dan pori drainase lambat
jangan terlalu lama diisi oleh air.
37
4.1.2.3. Kimia Tanah
Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa tingkat kesuburan lahan
tergolong rendah. Rendahnya kesuburan tanah mengakibatkan pertumbuhan dan
produksi jagung menjadi kurang optimal. Data analisis kimia tanah pada lahan
penelitian disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Analisis Dasar Kimia
Jenis analisis Kedalaman 0 - 20 cm Kedalaman 20 - 40 cm
Nilai Kategori Nilai Kategori
pH 3,6 Sangat Masam 3,7 Sangat Masam
C-organik (%) 0,82 Sangat Rendah 0,67 Sangat Rendah
Nitrogen (%) 0,08 Sangat Rendah 0,05 Sangat Rendah
C/N ratio 9,95 Rendah 13,41 Sedang
P2O5 (ppm) 12,28 Rendah 9,96 Sangat Rendah
Ca (me 100g-1
) 2,12 Rendah 2,05 Rendah
Mg (me 100g-1
) 0,67 Rendah 0,85 Rendah
K (me 100g-1
) 0,02 Sangat Rendah 0 Sangat Rendah
Na (me 100g-1
) 0,37 Rendah 0,34 Rendah
KTK (me 100g-1
) 6,72 Rendah 5,01 Rendah
KB (%) 51,81 Sedang 74,46 Tinggi
Keterangan: Analisis di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
a. Derajat Keasaman Tanah (pH)
Nilai derajat keasaman tanah (pH) pada kedua kedalam tergolong sangat
masam, yaitu dibawah 4,0. Kendala Ultisol adalah pH rata - rata < 4,5 (Prasetyo
dan Suriadikarta, 2006). Selain itu, petani terbiasa menggunakan pupuk nitrogen
anorganik yang berlebihan selama kegiatan budidaya, sehingga tanah semakin
masam. Hal ini sesuai dengan pendapat Utami dan Handayani (2003) yang
menyebutkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan
memasamkan tanah, sedangkan bahan organik memiliki daya sangga yang besar
untuk menstabilkan pH tanah. Nilai pH yang sangat rendah dapat berdampak pada
ketersedian unsur hara makro dan mikro yang tidak berimbang. Tanaman jagung
dapat menghasilkan produksi yang optimal pada kisaran pH 5,0 - 7,5 (Rukmana,
2010).
38
b. Phosfor (P)
Nilai unsur hara P tergolong rendah sampai sangat rendah. Unsur hara P yang
tidak tersedia bagi tanaman, dapat diakibatkan karena tanah yang masam atau
kandungan P dari bahan induk yang sudah rendah. Pada pH di bawah 6,5
mengakibatkan terjadinya defisiensi P, Ca dan Mg (Hanafiah, 2012).
c. Kejenuhan Basa (KB)
Kandungan basa - basa Ca, Mg, Na tergolong rendah, sedangkan unsur K
tergolong sangat rendah. Hal ini, akibat laju pencucian hara yang tinggi pada
lahan kering. Nilai persentase KB tergolong cukup tinggi, nilai KB tersebut
berkaitan dengan ion - ion basa yang dapat dipertukarkan dan tersedia bagi
tanaman jagung. Tanah yang subur memiliki nilai KB > 80 %, sehingga kation
basa dapat dipertukarkan lebih mudah (Dikti, 1991).
d. Nitrogen (N)
Kandungan N-total tanah sebelum diberikan perlakuan tergolong sangat
rendah, yaitu 0,08 % pada kedalam 0 - 20 cm dan 0,05 % pada kedalam 20 - 40
cm. Rendahnya kandungan N karena pencucian dan penguapan pada lahan kering
yang tinggi. Syafruddin et al. (2006) menyatakan bahwa gejala awal kekurangan
unsur hara nitrogen dalam tanah yaitu pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan
kerdil serta perkembangan daun tidak sempurna.
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Nilai KTK pada kedalaman 0 - 20 cm dan 20 - 40 cm tergolong rendah. Hal
tersebut dapat berdampak pada ketersedian unsur hara bagi tanaman jagung.
Besarnya nilai KTK sangat dipengaruhi oleh kadar liat dan bahan organik tanah.
Menurut Djaenuddin et a.l (2000) nilai KTK untuk kelas kesesuaian lahan sangat
sesuai bagi pertumbuhan jagung sebesar > 16 (cmol).
f. C-organik
Nilai %C-organik masih tergolong sangat rendah pada dua kedalaman yaitu
0,67 % dan 0,82 %. Namun nilai tersebut sudah cukup untuk mendukung
pertumbuhan tanaman jagung. Menurut Djaenuddin et al. (2000) tanaman jagung
dapat tumbuh optimum apabila kandungan C-organik dalam tanah > 0,4 %.
39
Kesuburan tanah yang rendah pada lahan kering masam, dapat diperbaiki
melalui pemberian bahan organik berupa pupuk organik kotoran ayam. Hasil
analisis kandungan kimia pupuk organik kotoran ayam, disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Kandungan Kimia Pupuk Organik (kotoran ayam dengan sekam)
Jenis Analisis Nilai
pH H2O 5,9
C-organik (%) 5,11
N (%) 0,50
C/N (%) 10,29
Hasil analisis menunjukkan bahwa, pupuk organik kotoran ayam sudah dalam
kategori cukup matang, karena nisbah C/N ratio sebesar 10,29 harkat. Nisbah C/N
ratio yang rendah, mengakibatkan proses mineralisasi berjalan sangat cepat,
sehingga unsur hara banyak tersedia bagi tanaman. Kandungan C-organik dan
nitrogen dalam pupuk organik yang tidak begitu tinggi, sehingga lebih
difungsikan sebagai pembenah tanah bukan sebagai pupuk. Aplikasi bahan
organik bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serapan hara oleh tanaman jagung
yang akan diberikan pupuk anorganik serta meningkatkan kesuburan tanah.
4.1.3. Iklim
Lokasi penelitian berada pada ketinggian 56 - 70 mdpl. Suhu udara rata - rata
berada pada kisaran 20 - 28 oC. Kecepatan angin rata - rata 5,83 km jam
-1 dengan
curah hujan yang tergolong rendah. Menurut Djaenuddin et al. (2000) suhu yang
paling optimum untuk pertumbuhan jagung antara 20 - 26 oC dengan curah hujan
500 - 1200 mm tahun-1
.
Penelitian berlangsung dari awal tanam sampai panen (Agustus - November
2016). Total curah hujan selama pertumbuhan sebesar 434,8 mm. Curah hujan
pada Bulan Agustus dan September dengan intensitas dan periode yang rendah,
sedangkan pada Bulan Oktober dan November, curah hujan semakin rutin dengan
intensitas lebih tinggi. Total curah hujan terbesar terjadi pada fase pembungaan
(Gambar 6). Selama pertumbuhan tanaman jagung membutuhkan curah hujan
optimum antara 100 - 125 mm bulan-1
dan merata sepanjang musim tanam
(Rukmana, 2010).
40
Temperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi perkembangan profil tanah,
sehingga dapat mempengaruhi kondisi sifat fisika dan kimia di dalam tanah. Suhu
dan curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan pelapukan bahan organik.
Gambar 6. Curah Hujan Selama Pertumbuhan Jagung
4.1.3.1. Analisis Dosis dan Interval Irigasi Tanaman
Irigasi Big Gun Sprinkler dilakukan sesuai kondisi kebutuhan air tanaman
berdasarkan penjadwalan. Pada Tabel 16 disajikan data kebutuhan irigasi selama
pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan hasil analisis, kebutuhan air irigasi
pada lokasi penelitian dari fase vegetatif sampai pembentukan biji berkisar
sebesar 1,13 - 4,40 mm hari-1
. Kebutuhan irigasi tanaman jagung cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya fase pertumbuhan tanaman. Hal ini
dikarenakan, setiap fase pertumbuhan memiliki nilai koefisian tanaman (Kc) dan
panjang perakaran yang berbeda. Besarnya nilai kebutuhan air irigasi tersebut,
diistilahkan dengan net irigation depth (NID).
Penentuan kebutuhan air irigasi sesuai taraf perlakuan yakni, dosis air 100, 85,
dan 70% kebutuhan air tanaman (KAT), berdasarkan nilai NID. Kemudian dalam
pengaplikasian irigasi di lapangan, besarnya nilai volume NID dikonversikan
dalam waktu (jam ke menit) dengan volume debit irigasi sesuai dari kinerja alat
Big Gun Sprinkler (Tabel 17). Sehingga, dalam pemberian air irigasi dengan
menggunakan sistem irigasi, perlunya memahami spesifikasi alat yang digunakan
dan luas efektif area yang perlu diirigasi. Hal ini agar pemberian air dapat sesuai
dengan kebutuhan air pada tanaman.
39,5 38,1
237,3
119,9
0
50
100
150
200
250
vegetatif 1 vegetatif 2 pembungaan pembentukan biji
Cura
h H
uja
n (
mm
)
Fase Pertumbuhan
41
Tabel 16. Kebutuhan Irigasi Selama Pertumbuhan Tanaman Jagung
Fase
pertumbuhan
%KA
pF
2,54
%KA
pF
4,2
BI
(g cm-3)
Kedalaman
akar
maksimum
(m)
Air
tersedia
(mm m-1)
Kebutuhan
irigasi neto
(mm)
Kebutuhan
irigasi
neto (mm)
Kebutuhan
irigasi
harian
(mm hari-1)
Vegetatif 1
(1-3 MST) 15,8 8,0 1,36 0,15 105,5 7,9 7 1,13
Vegetatif 2
(4-7 MST) 15,8 8,0 1,36 0,20 105,5 10,6 3 3,52
Pembungaan
(8-10 MST) 15,8 8,0 1,36 0,25 105.5 13,2 3 4,40
Pembentukan
Bijji (11-15
MST)
15,8 8,0 1,36 0,30 105,5 15,8 7 2,26
Keterangan: KA = Kandungan air tanah
Lahan yang akan di irigasi pada setiap petak adalah seluas 1.444 m2, dengan
debit Big Gun Sprinkler sebesar 4,65 l s-1
. Berdasarkan analisis volume dan
interval irigasi diperoleh hasil bahwa, total irigasi yang diberikan selama
pertumbuhan pada setiap perlakuannya berbeda-beda. Secara rinci sebagai
berikut: a) perlakuan dosis air 100 %, total irigasi 282,7 mm; b) perlakuan dosis
air 85 %, total irigasi 240,3 mm; c) perlakuan dosis air 70 %, total irigasi 197,9
mm.
Kegiatan pemberian air irigasi dilakukan tujuh hari sekali pada fase vegetatif
pertama, dan dua hari sekali pada fase vegetatif dua sampai fase pembentukan
biji. Penentuan interval irigasi di dasarkan atas lamanya durasi per sesi irigasi,
kapasitas kinerja alat dan tenaga kerja. Namun, ketika terjadi hujan irigasi tidak
dilakukan sampai kebutuhan air tanaman sudah terpenuhi oleh volume air hujan.
Tabel 17. Pemberian Dosis Air Irigasi yang di Konversi dalam Satuan Waktu
Periode
Pertumbuhan
Interval
Pemeberian
Irigasi
(Hari)
Dosis
Irigasi
(mm)
Volume
Irigasi
(m3)
Perlakuan Dosis Air Irigasi
100 % 85 % 70 %
Lama
Irigasi/Petak
Lama
Irigasi/Petak
Lama
Irigasi/Petak
Jam Menit Jam Menit Jam Menit
Tanam
(0 MST) 1 1,13 14,6692 1 26 1 13 1 0
Vegetatif 1
(1-3 MST) 7 1,13 14,6692 1 16 1 4 0 53
Vegetatif 2
(4-7 MST) 2 4,01 52,1573 1 7 0 57 0 47
Pembungaan
(8-10 MST) 2 3,76 48,8975 1 23 1 10 0 58
Pembentukan
Bijji (11-15
MST)
2 2,26 29,3385 0 43 0 37 0 30
42
4.2. Variabel Pengamatan
4.2.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah
Hasil analisis anova menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk organik tidak
berbeda nyata terhadap kandungan residu kimia dalam tanah (Tabel 18). Hal ini
diduga terdapatnya perbedaan kandungan kimia tanah pada awal sebelum
diberikannya perlakuan. Kondisi tersebut dapat dimungkinkan karena terdapatnya
perbedaan kelerengan dan arah lereng, sehingga terdapat perbedaan kesuburan
karena erosi. Hasil penelitian Tarigan dan Mardianto (2012) menyatakan bahwa
topografi memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap kehilangan tanah dari
faktor erosivitas. Selain itu, diduga perbedaan dosis pupuk organik yang terlalu
kecil mengakibatkan pengaruh pupuk organik terhadap kandungan kimia tanah
menjadi tidak berbeda nyata. Secara umum, terdapat peningkatan kandungan
kimia tanah sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan.
Tabel 18. Rata-rata Kandungan Residu Kimia Tanah
Perlakuan
Rata-rata Residu Peubah Sifat Kimia Tanah Perlakuan Dosis Pupuk
Organik Kotoran Ayam
pH % C-
organik
%
N-total
P-
tersedia
(ppm)
K
(me 100g-1
)
KTK
(me 100g-1
)
Awal 3,6 SM 0,82 SR 0,08 SR 12 R 0,02 SR 7 R
---------------------------------Pupuk Organik Kotoran Ayam--------------------------------
3 t ha-1
(b1) 3,7 SM 1,3 R 0,10 R 42 ST 0,024 SR 11 R
4 t ha-1
(b2) 3,8 SM 1,4 R 0,11 R 34 T 0,023 SR 11 R
5 t ha-1
(b3) 3,7 SM 1,3 R 0,11 R 29 T 0,025 SR 14 R
BNT 5% tn tn tn tn tn tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; SM = sangat masam; SR= sangat rendah; R= rendah; ST=
sangat tinggi; T = tinggi.
a. Derajat Keasaman Tanah (pH)
Secara umum, tidak terjadi peningkatan pH yang signifikan setelah
diberikannya perlakuan pupuk organik. Kondisi pH masih tergolong sangat
masam pada semua perlakuan. Hal ini diduga, masih terjadinya proses
dekomposisi bahan organik di dalam tanah yang melepas asam - asam organik,
serta pupuk organik yang diberikan masih tergolong agak masam (pH 5,9).
Peningkatan pH akan terjadi jika bahan organik yang ditambahkan telah
43
terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi
akan melepaskan mineralnya, berupa kation - kation basa (Atmojo, 2003).
Daya pengaruh pH atas kesuburan tanah umunya tidak langsung, yaitu melalui
daya pengaruhnya atas ketersediaan ion - ion hara. Menurut Notohadiprawiro et
al. (2006) ketersedian unsur hara N, P, K dan S akan rendah ketika berada pada
kisaran pH 4 atau kurang.
b. Kalium (K)
Kandung K dalam tanah tergolong sangat rendah, baik sebelum maupun
sesudah diberikan perlakuan. Pemberian pupuk organik dengan dosis 3 - 5 t ha-1
belum mampu meningkatkan kandungan unsur hara kalium pada kondisi yang
cukup unuk pertumbuhan jagung. Hasil penelitian Agusnun (2015) diperoleh
bahwa batas kritis unsur hara kalium pada status hara rendah sebesar 0,50 me
100g-1
. Sehingga, tanaman jagung akan sangat respon terhadap pemupukan bila
kadar unsur hara kalium berada di bawah perolehan nilai kritis.
Hal ini diduga, kalium diserap tanaman jagung dalam jumlah yang cukup
besar. Kondisi tanah pada lokasi penelitian yang dominan partikel pasir,
mengakibatkan laju pencucian kalium yang tinggi pada tanah masam. Pencucian
unsur hara meningkat pada tanah bertekstur kasar karena daya tambat (retentive
capacity) lengas dan haranya kecil (Notohadiprawiro et al., 2006).
c. C-organik
Terjadi peningkatan kandungan %C-organik tanah setelah diberikan pupuk
organik. Peningkatan kandungan %C-organik hingga mencapai 60 - 75 %.
Namun, kandungan carbon tanah tersebut masih tergolong rendah, jika
dikonversikan dalam % bahan organik tanah, rata - rata hanya sebesar 2,4 % .
Sehingga, penambahan bahan organik masih sangat diperlukan. Tanah yang
memiliki produktivitas yang baik menghendaki kadar bahan organik berkisar
antara 8 sampai 16 % atau kadar karbon organik 4,56 sampai 9,12 % (Lal, 1994
dalam Nurida dan Jubaedah, 2014).
d. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Terjadi peningkatan nilai KTK setelah diberikannya perlakuan pupuk organik.
Nila KTK tersebut masih tergolong rendah, sehingga penambahan dosis pupuk
44
organik perlu ditingkatkan. KTK yang rendah dapat ditingkatkan melalui
penambahan bahan organik seperti kompos atau pupuk organik secara signifikan
juga dapat meningkatkan KTK tanah (Novizan, 2005).
Nilai KTK yang rendah diakibatkan oleh nilai pH yang sangat masam, serta
rendahnya bahan organik dalam tanah. Pengapuran dapat meningkatan pH pada
tanah masah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan lewat
peningkatan daya tambat tanah terhadap kation hara (Notohadiprawiro et al.,
2006). Selain itu, kondisi tekstur tanah yang dominan partikel pasir
mengakibatkan jumlah koloid liat relatif kecil, sehingga KTK semakin rendah.
KTK memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesuburan tanah. Karena unsur-
unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid, maka unsur - unsur hara
tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air. Sehingga, kondisi tersebut diduga
mengakibatkan rendahnya kandungan unsur hara N dan K yang sifatnya mobile di
lokasi penelitian, selain dari faktor keberadaannya yang memang sudah rendah.
e. Phospor (P)
Terjadi peningkatan unsur hara P tersedia dalam tanah. Peningkatan P tersedia
hingga mencapai 2 - 4 kali lipat. Hal ini karena, kotoran ayam memilik kandungan
unsur hara P yang cukup besar, sehingga pelepasan P dari bahan organik dapat
meningkatkan kandungan P tersedia. Menurut Lingga (2001) pupuk organik ayam
mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dan kandungan air yang lebih
rendah dibandingkan pukan lainnya. Selain itu, peningkatan P tersedia dapat
terjadi karena pengaruh tidak langsung bahan organik terhadap P yang ada dalam
kompleks jerapan tanah.
f. Nitrogen (N)
Terjadi peningkatan kandungan N-total dalam tanah hingga mencapai 25 - 37
% setelah diberikannya perlakuan. Namun, kandungan N dalam tanah masih
tergolong rendah dan dibawah kisaran batas kritis unsur hara N bagi tanaman
jagung. Sehingga, peningkatan dosis pupuk organik masih perlu ditingkatkan.
Menurut Sirappa (2002) batas nilai kritis nitrogen untuk pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung adalah 0,15 %. Pada kondisi tersebut tanaman akan
45
sangat responsif terhadap pemupukan nitrogen. Hal ini karena, nitrogen memiliki
fungsi yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung.
4.2.2. Komponen Pertumbuhan Jagung
Hasil analisis anova, menunjukkan perbedaan nyata saat 7 dan 42 hari setelah
tanam (hst) terhadap komponen tinggi tanaman. Perbedaan tersebut karena
pengaruh perlakuan dosis air saat 42 hst dan dosis pupuk organik saat 7 hst. Tidak
terdapat perbedaan interaksi yang nyata antar perlakuan terhadap pertumbuhan
tanaman jagung.
Tabel 19. Rata - rata Tinggi Tanaman Jagung
Perlakuan
Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) pada Berbagai
Umur Pengamatan
7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst
Dosis Air
100 % KAT (A1) 5.017 18.09 40.08 60.29 85.60 107.7 a 127.0
85 % KAT (A2) 4.962 18.81 45.61 76.24 107.7 136.7 b 154.5
70 % KAT (A3) 5.059 18.45 39.85 65.57 93.61 118.0 ab 138.8
BNT 5% tn tn tn tn tn 7,90* tn
Dosis Pupuk Organik
3 ton/ha (B1) 4.873 a 18.38 41.51 65.92 93.70 118.3 136.8
4 ton/ha (B2) 5.106 b 18.53 42.65 67.94 96.72 121.3 139.9
5 ton/ha (B3) 5.059 ab 18.44 41.37 68.23 96.54 122.8 143.5
BNT 5% 3,94* tn tn tn tn tn tn
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata, hst = hari setelah tanam
a. Perlakuan Pemberian Dosis Air
Pemberian dosis air 85 % KAT menunjukkan pengaruh yang nyata pada
peubah tinggi tanaman saat pengamatan 42 hst. Grafik pertumbuhan jagung pada
perlakuan dosis air (Gambar 7), juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis air 85
% KAT memberikan respon pertumbuhan yang paling baik. Sedangkan,
pemberian air 100 % KAT memberikan respon terendah.
Hal ini menunjukkan bahwa, tanaman jagung tidak terlalu membutuhkan air
yang terlalu banyak pada fase vegetatif. Fase kritis kebutuhan air bagi tanaman
jagung terjadi ketika tanaman mulai memasuki fase generatif. Menurut Aqil
(2008) kekurangan air pada fase pemasakan atau pematangan dan fase vegetatif
sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman. Selain itu, saat awal tanam
sampai 7 hst, dilakukan penyiraman secara intensif, sehingga perlakuan dosis
pemberian air belum diterapkan. Hal ini dilakukan agar pemecahan dormansi
46
benih jagung dapat serempak dan menghindari kegagalan benih yang
berkecambah akibat kekurangan air. Benih jagung akan berkecambah jika kadar
air benih pada saat di dalam tanah meningkat > 30 % (Mc Williams et al., 1999).
Gambar 7. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Perlakuan Dosis Air
b. Perlakuan Pemberian Dosis Pupuk Organik
Perlakuan pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman jagung
menunjukkan pengaruh yang nyata pada pengamatan 7 hst. Perbedaan terlihat
pada pemberian pupuk organik 4 t ha-1
yang tidak berbeda nyata dengan
pemberian 5 t ha-1
terhadap hasil pertumbuhan yang terbaik. Hal ini diduga,
pemberian pupuk organik saat umur 7 hst, memberikan asupan unsur hara yang
diperlukan dalam pemecahan sel. Sedangkan pada pengamtan 14 sampai 49 hst,
tinggi tanaman jagung tidak nyata (Gambar 8). Hal ini diduga, kebutuhan hara
untuk pertumbuhan sudah tercukupi oleh pemberian pupuk anorganik. Pemberian
pupuk anorganik yaitu urea dan phonska dengan dosis yang sama pada setiap
perlakuan, dilakukan saat umur tanam 16 dan 29 hst. Pemberian pupuk anorganik
diberikan pada umur tersebut, untuk menyediakan unsur hara agar cepat tersedia.
Pada fase 18 - 35 hari setelah berkecambah, tanaman mulai menyerap hara dalam
jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu, pemupukan pada fase ini diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (Mc Williams et al., 1999).
Menurut Lee (2007) pada fase tersebut bunga jantan (tassel) dan perkembangan
tongkol dimulai.
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
)
Umur Pengamatan
100% 85% 70%
KAT KAT KAT
hst hst hst hst hst hst hst
47
Gambar 8. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Organik
c. Interaksi Perlakuan Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik
Terdapat interaksi kombinasi perlakuan terbaik pada pemberian dosis air 85 %
KAT dengan penambahan pupuk organik 5 t ha-1
(Gambar 9). Hal tersebut
menandakan bahwa, pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan jagung
dipengaruhi oleh pelarutan unsur hara oleh air. Kandungan air tanah yang terlalu
banyak dapat berdampak pada pencucian hara, sementara air yang terlalu sedikit
mempengaruhi tingkat kelarutan unsur hara. Jumlah hara yang mencapai akar
melalui mekanisme serapan dipengaruhi oleh konsentrasi hara yang terkandung
dalam larutan tanah dan laju gerak air ke permukaan akar, atau laju transpirasi.
Gambar 9. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Interaksi Dosis Air dan Dosis
Pupuk Organik
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
)
Umur Pengamatan
3 ton/ha
4 ton/ha
5 ton/ha
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
180,0
7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
)
Umur Pengamatan
a1b1 a1b2 a1b3 a2b1 a2b2 a2b3 a3b1 a3b2 a3b3
t ha-1
t ha-1
t ha-1
hst hst hst hst hst hst hst
hst hst hst hst hst hst hst
48
4.2.3. Komponen Hasil Jagung
Komponen hasil berupa bahan hijau, kelobot dan tongkol. Hasil analisis anova
menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah kelobot dan bahan hijau serta
sangat nyata peubah tongkol pada perlakuan dosis air. Sedangkan, pada perlakuan
pupuk organik maupun interaksi antar perlakuan tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata (Tabel 20).
Tabel 20. Rata - rata Berat Komponen Hasil Jagung
Perlakuan Berat Basah Komponen Hasil Jagung (t ha
-1)
Bahan Hijau Tongkol Kelobot
Dosis air
100 % KAT (A1) 4.637 a 5.724 a 0.8065 a
85 % KAT (A2) 6.479 b 7.198 c 1.0941 b
70 % KAT (A3) 5.719 b 6.389 b 0.9113 a
BNT 5% 13,86* 20,06** 10,11*
Dosis pupuk organik
3 ton/ha (B1) 5.117 6.177 0.9016
4 ton/ha (B2) 5.914 6.706 0.9600
5 ton/ha (B3) 5.804 6.428 0.9503
BNT 5% tn tn tn
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata, ** = sangat berbeda nyata. Nilai dengan
notasi yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan, sedangkan
jika diikuti notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan perlakuan pada
BNT taraf 5%.
Komponen hasil tongkol, pemberian dosis air 85% KAT memberikan respon
yang paling baik, dan pada dosis 70% KAT lebih baik dari pada dosis air 100%
KAT. Sedangkan pada komponen hasil bahan hijau, pemberian air dosis 85%
KAT menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan dosis air 70% KAT dan
berbeda nyata pada dosis 100 % KAT. Kemudian pada komponen kelobot,
pemberian air 85% KAT menunjukkan hasil yang paling baik, sedangkan dosis
70% KAT tidak berbeda nyata dengan 100% KAT.
a. Perlakuan Pemberian Dosis Air
Perlakuan dosis air menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua
komponen hasil. Pemberian dosis air yang memberikan respon terbaik yaitu dosis
85% KAT, pada semua komponen hasil (Gambar 10).
49
Gambar 10. Perbedaan Komponen Hasil Jagung terhadap Perlakuan Pemberian
Air
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Koesmaryono (2012) menyatakan
bahwa pemberian dosis air 80 % menunjukkan komponen hasil tanaman jagung
yang paling baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung merupakan tanaman tipe
C4 yang adaptif terhadap kekeringan dan membutuhkan air tidak terlalu banyak.
Namun pemberian air harus tepat tersedia pada fase - fase kritis. Menurut Aqil
(2008) penurunan hasil terbesar terjadi ketika tanaman mengalami kekurangan air
pada fase pembungaan dan proses penyerbukan, kekurangan air pada fase
pengisian atau pembentukan biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat
mengecilnya ukuran biji.
b. Perlakuan Pemberian Dosis Pupuk Organik
Perlakuan dosis pupuk Organik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata
terhadap semua komponen hasil jagung. Hal tersebut sejalan dengan kandungan
residu unsur hara yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 18). Sehingga,
diduga unsur hara yang tersedia bagi tanaman jagung relatif pada kisaran yang
sama. Selain itu diduga kebutuhan unsur hara sudah tercukupi oleh pemberian
pupuk anorganik. Namun, terdapat hubungan positif semakin tinggi dosis pupuk
organik yang diberikan, dapat memberikan hasil yang terbaik (Gambar 11). Hal
ini karena, pemberian pupuk organik memiliki pengaruh terhadap peningkatan
efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman yang diberikan pupuk anorganik.
Pemakaian pupuk organik dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang serta
serta membantu penyediaan unsur hara. Efisiensi pupuk NPK meningkat dengan
5,7
0,8
4,6
7,2
1,1
6,5 6,4
0,9
5,7
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
tongkol+biji klobot bahan hijau
Ber
at (
t ha-
1)
Komponen Hasil Jagung
100% KL
85% KL
70% KL
KAT
KAT
KAT
50
adanya penambahan pupuk organik (Widowati, 2009). Hal ini didukung oleh
pendapat Rukmana (1995) bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal,
pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk buatan supaya
keduanya saling melengkapi. Salah satu pupuk yang mengandung N tinggi adalah
urea (46%N).
Gambar 11. Perbedaan Komponen Hasil Jagung terhadap Perlakuan Pemberian
Pupuk Organik
c. Interaksi Perlakuan Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik
Pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan interaksi yang
paling baik pada perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pemberian pupuk organik
4 t ha-1
, pada komponen berat bahan hijau (Gambar 12). Sedangkan pada dosis air
100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk organik 5 t ha-1
,
dan dosis air 85 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk
organik 5 t ha-1
(Gambar 12). Terdapat hubungan positif peningkatan dosis pupuk
organik terhadap peningkatan berat bahan hijau. Pemberian dosis air 85 % secara
umum memberikan interaksi terbaik pada berbagai dosis pupuk organik.
6,2
0,9
5,1
6,7
1,0
5,9 6,4
1,0
5,8
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
tongkol + biji klobot bahan hijau
Ber
at (
t ha-
1)
Komponen Hasil Jagung
3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha
t ha-1
t ha-1
t ha-1
51
Gambar 12. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk organik
terhadap Komponen Bahan Hijau
Interaksi pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan,
interaksi yang paling baik pada perlakuan dosis air 85 % KAT dengan pemberian
pupuk organik 5 t ha-1
, pada komponen berat kelobot (Gambar 13). Sedangkan
pada dosis air 100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk
organik 5 t ha-1
, dan pada dosis air 70 % KAT interaksi yang paling baik terhadap
pemberian pupuk organik 4 t ha-1
. Terdapat juga hubungan positif peningkatan
dosis pupuk organik terhadap peningkatan berat kelobot. Pemberian dosis air 85
% KAT secara umum memberikan interaksi yang terbaik dengan pemberian
berbagai dosis pupuk organik terhadap berat kelobot.
Gambar 13. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk Organik
terhadap Komponen Kelobot
4,23
6,35
4,78
4,41
6,24
7,09
5,28
6,85
5,29
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
100% 85% 70%
Ber
at B
ahan
Hij
au (
t ha-
1)
Perlakuan Dosis Air
3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha
0,76
1,10
0,84
0,78
1,04 1,06
0,88
1,14
0,83
0,70
0,75
0,80
0,85
0,90
0,95
1,00
1,05
1,10
1,15
100% 85% 70%
Ber
at K
elo
bo
t (t
ha-
1)
Perlakuan Dosis Air
3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha
t ha-1
t ha-1
t ha
-1
Dosis Pupuk Organik
Dosis Pupuk Organik
t ha-1
t ha
-1
t ha-1
52
Interaksi pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan,
interaksi yang paling baik pada perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pemberian
pupuk organik 4 t ha-1
, pada komponen berat tongkol (Gambar 15). Sedangkan
pada dosis air 100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk
organik 5 t ha-1
, dan dosis air 85 % KAT interaksi yang paling baik pada
pemberian pupuk organik 5 t ha-1
. Terdapat hubungan positif peningkatan dosis
pupuk organik terhadap peningkatan produksi tongkol jagung. Dosis air 85 %
KAT, secara umum memberikan respon yang terbaik terhadap interaksi pada
berbagai dosis pupuk organik yang diberikan.
Gambar 14. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk Organik
terhadap Komponen Tongkol
5,32
7,23
5,98
5,69
6,89
7,54
6,16
7,48
5,64
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
100% 85% 70%
Ber
at T
ongko
l (t
ha-
1)
Perlakuan Dosis Air
3 ton/ha
4 ton/ha
5 ton/ha
Dosis Pupuk Organik
t ha-1
t ha-1
t ha-1
53
4.3 Pembahasan Umum
4.3.1. Pengaruh Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik terhadap
Petumbuhan dan Hasil Jagung
a. Pengaruh Dosis Pemberian Air
Produksi secara umum meningkat hampir 100 %, dibandingkan sebelum
diberikan perlakuan pemberian air irigasi oleh petani. Sebelumnya, produksi
jagung pada musim kemarau maupun produksi optimal pada musim penghujan
hanya mencapai 3 sampai 4 t ha-1
. Sedangkan pada penelitian ini produksi total
mencapai 6,1 t ha-1
, dengan rata - rata populasi saat panen sebesar 67 %.
Secara umum, tidak ada kaitan peningkatan dosis air yang diberikan dengan
peningkatkan produksi jagung. Namun, pemberian air harus tepat dan sesuai
dengan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhan. Selain itu, pemberian air
berhubungan dengan tingkat pelarutan unsur hara dan kelembaban. Kondisi
lingkungan yang terlalu lembab dapat menyebabkan peningkatan serangan
penyakit pada tanaman. Hal ini terbukti, pada peneltian ini tejadi serangan
penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) dan gosong buah (Ustilago maydis),
sehingga mengakibatkan persentase populasi tanaman saat panen yang berbeda
pada setiap petak perlakuan.
Pemberian dosis air berkaitan dengan dinamika lengas tanah serta efisiensi
pemupukan. Pertumbuhan jagung yang optimum menghendaki kadar lengas tanah
harus dijaga pada kisaran air tersedia. Pada titik jenuh, semua pori (makro dan
mikro) terisi penuh oleh air. Sehingga, kondisi tersebut menggangu sistem aerasi.
Sedangkan kondisi lengas pada titik layu permanen, aliran air dalam tanah ke akar
menjadi lambat. Sehingga, tidak mampu mengimbangi laju transpirasi normal.
Hal tersebut mengakibatkan tanaman menjadi layu (Notohadiprawiro et al., 2006).
Pemberian dosis air 85 - 70 % masih mampu mempertahankan kadar lengas
pada kisaran air tersedia. Berdasarkan analisis anova, pemberian dosis air 85 %
memberikan respon terbaik terhadap komponen hasil berat tongkol dan kelobot,
serta tidak berbeda nyata dengan dosis 70 % pada komponen hasil bahan hijau.
Sehingga, untuk efisiensi penggunaan air, tanaman jagung cukup diberikan irigasi
dengan dosis 85 % KAT, pada lokasi yang memiliki karakteristik lahan dan iklim
yang sama dengan lokasi penelitian.
54
b. Pengaruh Dosis Pemberian Pupuk Organik
Pupuk organik (kotoran ayam dengan sekam) merupakan jenis bahan organik
yang memiliki kandungan Nitrogen dan phospor yang lebih besar dibandingkan
pupuk organik lainnya. Pupuk organik (kotoran ayam dengan sekam) yang
diaplikasikan sudah tergolong cukup matang, dengan C/N ratio sebesar 10,2.
Selain itu, pemberian pupuk baik organik maupun anorganik dapat meningkatkan
performa pertumbuhan jagung.
Berdasarkan hasil analisis anova, hanya pada komponen tinggi tanaman saat 7
hst yang memiliki pengaruh berbeda nyata antar perlakuan dosis pupuk organik.
Namun, secara keseluruhan terdapat pertumbuhan dan hasil yang optimum sejalan
dengan peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan. Secara umum terjadi
peningkatan kandungan residu kimia tanah yang berbanding lurus dengan
peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan (Tabel 20). Penambahan dosis
pupuk kadang memiliki keeratan hubungan yang sedang sampai sangat kuat
terhadap kandungan residu kimia dalam tanah.
Tabel 21. Korelasi Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan Kimia Tanah
Peubah Korelasi (r) Kategori
pH 0,63 Kuat
C-organik 0,76 Sangat kuat
N-total 0,91 Sangat kuat
P-tersedia 0,43 Sedang
K tersedia 0,84 Sangat kuat
KTK 0,94 Sangat kuat
Keterangan: 0 = tidak ada korelasi; 0,00 - 0,25 = korelasi lemah ; 0,25 - 0,55 = korelasi sedang; 0,55 - 0,75 = korelasi kuat; 0,75 - 0,99 = korelasi sangat kuat; 1 = korelasi
sempurna , nilai +/- menunjukkaan korelasi positif atau negatif (Suwarno, 2006)
Hal tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap performa pertumbuhan
dan hasil produksi jagung pada masa tanaman berikutnya. Hasil penelitian Atmojo
(2001) melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik dengan dosis 9,5 t ha-1
,
mampu meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13 t ha-1
,
dan efek residunya untuk musim tanam berikutnya, mampu memberikan hasil
lebih tinggi yaitu sebesar 2,6 t ha-1.
55
c. Pengaruh Interaksi Pemberian Air dan Pupuk Organik
Interaksi terbaik pertumbuhan jagung terlihat pada perlakuan dosis air 85 %
KAT, dengan pemberian pupuk organik 5 t ha-1
. Sedangkan secara umum,
terdapat peningkatan komponen hasil jagung terhadap pemberian dosis air 85 %
KAT, pada berbagi taraf dosis pupuk organik. Artinya, jumlah dosis air selain
mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi jagung secara langsung, namun
juga mempengaruhi kelarutan unsur hara yang selanjutnya akan diserap oleh
tanaman. Menurut Notohadiprawiro et al. (2006) kekurangan air dalam tanah
menghambat pelarutan pupuk dan pelepasan ion hara, serta aliran massa dan
difusi larutan hara dari tanah ke akar menjadi terhambat. Selain itu, kekeringan
dapat berdampak terhadap memekatkan larutan pupuk yang dapat merusak
jaringan tanaman karena plasmolisis (Notohadiprawiro et al., 2006).
Hara diserap tanaman lewat aliran masa, difusi atau serapan langsung oleh
akar. Dalam aliran massa, air menjadi pembawa hara, sedangkan dalam
mekanisme difusi, air menjadi medium gerakan hara terlarut. Oleh karena itu,
ketepatan pemberian dosis air menjadi faktor penentu efisiensi pemupukan dan
efisiensi pemanfaatan hara oleh tanaman. Penyerapan hara N, P dan K terserap
lebih banyak pada lengas antara KL (kapsitas lapangan) dan TKc pada tanaman
jagung (seperempat bawah antara titik jenuh dan KL) (Notohadiprawiro et al.,
2006).
Data rekapitulasi produksi setiap satuan percobaan menunjukkan, pada
perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pupuk organik 4 t ha-1
memberikan nilai
produksi terbesar yaitu 6,98 t ha-1
. Hal ini karena, pada lokasi petak tersebut
memiliki tingkat kesuburan tanah yang lebih baik. Lokasi berada pada lereng
bagian paling bawah, dengan kemiringan 0 - 2 % dan merupakan lokasi
terakumulasinya endapan solum tanah, ataupun pupuk organik yang terangkut
ketika terjadi erosi. Selain itu, kondisi morfologi tanah memiliki karakteristik
lebih baik dibandingkan penampang profil lainnya, yaitu pada profil satu (Tabel
12). Sedangkan, berdasarkan analisis sifat kimia tanah, pada petak tersebut
memiliki nilai kandungan residu kimia tanah yang lebih besar dibandingkan petak
yang lainnya.
56
4.3.2. Hubungan Kandungan Residu Sifat Kimia Tanah terhadap Produksi
Jagung
Keeratan hubungan masing - masing parameter dengan produksi jagung
mempunyai kelas korelasi yang berbeda - beda. Faktor unsur hara K dan pH
termasuk dalam kelas korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (r)
sebesar 0,85 dan 0,75. Koefisien korelasi % N-total sebesar 0,60 termasuk dalam
kategori korelasi kuat dan sementara % C-organik hanya memiliki kategori
korelasi yang sedang, dengan (r) sebesar 0,46. Sedangkan faktor unsur hara P dan
KTK hanya memiliki kelas korelasi yang lemah, namun nilai KTK memiliki
hubungan yang negatif (Tabel 22).
Tabel 22. Korelasi Peubah Sifat Kimia Tanah terhadap Produksi
Peubah Korelasi (R) R square
(R2)
Sig. Persamaan
pH 0,85** 0,73 0,000 Y= 11,071 (x) - 35,024
C-organik 0,46* 0,208 0,019 Y= 2,50 + 2,90 (x)
N 0,60** 0,36 0,001 Y= 60,6 (x) – 0,089
P 0,20 0,041 0,324 Y= 5,813 + 0,015 (x)
K 0,75** 0,56 0,000 Y= 3,35 + 109,8 (x)
KTK -0,11 0,13 0,577 Y= 6,503 – 0,017(x)
Keterangan: **= sangat nyata
57
Nilai pH yang pertama kali masuk dalam model menandakan bahwa peubah
tersebut mempunyai korelasi tertinggi dan signifikan terhadap jumlah produksi
jagung yang dapat dihasilkan, selanjutnya diikuti oleh faktor unsur K dan N.
Keragaman yang bisa dijelaskan oleh kesemua variabel x terhadap y sebesar 82 %
(R2). Kesemua faktor x dalam model persamaan regresi memiliki pengaruh
hubungan yang sangat nyata terhadap produksi jagung.
Unsur K, N dan pH berpengaruh positif terhadap produksi jagung. Sehingga,
setiap terjadi kenaikan nilai pH, N dan K maka persentase produksi jagung akan
mengalami kenaikan. Nilai pH berpengaruh 6,65 % terhadap kenaikan produksi
jagung setiap peningkatan nilai pH sebesar 1 drajat keasaman. Setiap kenaikan 1
% unsur hara N, maka produksi meningkat sebesar 24,34 %. Sedangkan setiap
kenaikan 1 (me 100g-1
) dari unsur hara K, maka produksi akan meningkat 46,75
%.
Hasil pemodelan kemudian dilakukan uji T dua variabel berpasangan untuk
mengetahui seberapa besar keakuratan data produksi hasil estimasi dengan data
produksi jagung hasil penelitian di lapangan. Gambar 13, disajikan peta
perbandingan produksi jagung hasil pemodelan dan produksi hasil penelitian di
lapangan. Hasil uji T-test disajikan pada Tabel 23.
Gambar 15. (A) Peta Produksi Hasil Estimasi Pemodelan
(B) Peta Produksi Hasil Penelitian di Lapangan
(A) (B)
Produksi t ha-1
Produksi t ha-1
58
Tabel 23. Hasil Uji T-test Antara Hasil Produksi Jagung di Lapangan dengan
Produksi Estimasi
Faktor Uji Korelasi (R) Uji T-test
T-hitung Sig. (2-tailed)
Produksi lapangan dengan estimasi 0,924** -0,244 0,809 tn
Keterangan: ** = sangat signifikan < 0,01; tn= tidak signifikan > 0,05
Hasil uji paired sample T-test menunjukkan bahwa nilai produksi estimasi
berdasarkan pemodelan dengan data produksi di lapangan, memiliki korelasi (r) =
0,924 dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil uji T-hitung menunjukkan nilai
yang lebih kecil dari T-tabel (df 25 = 2,059). Serta nilai signifikan lebih besar dari
> 0,05, sehingga, antara nilai produksi estimasi dengan produksi di lapangan tidak
berbeda nyata. Hasil uji statistik tersebut menandakan bahwa pemodelan dapat
diterima dalam memprediksi produksi jagung yang memiliki karakteristik yang
sama dengan lokasi penelitian.
a. Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Terdapat korelasi positif antara pH dengan produksi jagung dengan hubungan
yang sangat nyata dan termasuk kelas korelasi sangat kuat. Hasil analisis simple
linear regresi menunjukkan bahwa, faktor pH mempengaruhi keragaman produksi
jagung sebesar 73 % (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk berdasarkan
persamaan regresi yaitu, Y= 11,071 (x) - 35,024 (Gambar 16). Produksi jagung
akan meningkat 11,07 % setiap terjadi peningkatan 1 drajat keasaman. Pada
Gambar 17 disajikan peta sebaran nilai pH tanah di lokasi penelitian setelah
diberikan pupuk organik.
Gambar 16. Hubungan pH Tanah terhadap Produksi Jagung
y = 11,071x - 35,024
R² = 0,7319
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0
pro
du
ksi
jag
un
g (
t h
a-1)
pH tanah
59
Produksi jagung meningkat seiring dengan peningkatan nilai pH sampai
kisaran netral. Tanaman jagung umumnya tidak toleran terhadap kemasaman
tanah yang tinggi, kemasaman tanah yang baik antara 5,6 - 7,5 (Indrasari dan
Syukur, 2006). Hal tersebut karena, tanah yang terlalu masam dapat
mengakibatkan perkembangan perakaran dan serapan unsur hara menjadi
terhambat, serta beberapa unsur hara makro menjadi tidak tersedia. pH tanah yang
rendah berkaitan juga dengan kadar Al tinggi, menyebabkan fiksasi P tinggi
sehingga menjadi tidak tersedia untuk tanaman, kandungan basa-basa dapat
ditukar dan KTK juga rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas
meracuni, peka erosi dan miskin elemen biotik (Adiningsih dan Sujadi, 1993)
Penyebab tingginya kemasaman pada lokasi penelitian dikarenakan Provinsi
Lampung merupakan wilayah beriklim basah. Sehingga proses pembentukan
tanah karena proses hancuran pelapukan berjalan sangat intensif, serta curah hujan
yang tinggi menyebabkan pencucian hara termasuk basa-basa menjadi tinggi.
Gambar 17. Peta Sebaran Nilai pH Tanah
60
b. Kalium (K)
Terdapat korelasi yang positif antara unsur hara K dengan produksi jagung.
Tingkat keeratan yang sangat kuat dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil
analisis simple linear regresi menunjukkan bahwa, unusr K mempengaruhi
keragaman produksi jagung sebesar 56 % (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk
berdasarkan persamaan regresi yaitu, y = 109,79 (K) + 3,3452 (Gambar 18).
Produksi jagung akan meningkat 109,79 %, setiap terjadi peningkatan 1 (me 100
g-1
) unsur kalium. Pada Gambar 19 disajikan peta sebaran kandungan unsur K di
lokasi penelitian setelah diberikan pupuk organik.
Gambar 18. Hubungan Kalium terhadap Produksi Jagung.
Hal ini menandakan bahwa unsur hara K merupakan unsur hara yang sangat
dibutuhkan, selain N dan P terhadap pertumbuhan dan produksi jagung. Kalium
dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan
dengan N dan P.
Hara kalium berbeda dengan N dan P, mempunyai konsentrasi tinggi di dalam
batang dan daun serta terendah pada biji. Kalium merupakan unsur terpenting
untuk memperkuat batang dan ketahanan terhadap serangan penyakit. Kekurangan
K pada tanaman jagung sering terlihat gejala pada fase sebelum berbunga.
Pemupukan K disamping pupuk N dan P secara berimbang pada jagung, membuat
pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik, tahan kerebahan, tahan terhadap
hama dan penyakit serta kualitasnya dapat meningkat (Alfon dan Aryantoro,
1993).
y = 109,79x + 3,3452
R² = 0,56
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050
pro
du
ksi
jag
un
g (
t h
a-1)
Kalium (me/100g)
61
Gambar 19. Peta Sebaran Kandungan Unsur Hara Kalium
c. Nitrogen (N)
Terdapat korelasi positif antara unsur N dengan produksi jagung. Tingkat
keeratan tergolong kuat dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil analisis simple
linear regresi menunjukkan bahwa, unsur N mempengaruhi keragaman produksi
jagung sebesar 36% (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk berdasarkan
persamaan regresi yaitu, y = 60,649(x) – 0,0891 (Gambar 20). Produksi jagung
akan meningkat 60,65 %, setiap terjadi peningkatan N-total sebesar 1 %. Pada
Gambar 21 disajikan peta sebaran kandungan unsur N di lokasi penelitian setelah
diberikan pupuk organik kotoran ayam.
Gambar 20. Hubungan Nitrogen terhadap Produksi Jagung
Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi tanaman jagung pada setiap fase
pertumbuhan. Kekurangan nitrogen berdampakan pada hasil produksi yang
y = 60,649x - 0,0891
R² = 0,3625
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13
pro
du
ksi
jag
un
g (
t h
a-1)
Nitrogen (%)
62
menurun. Hal tersebut karena, nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa
penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa tersebut dibutuhkan
dalam proses metabolisme. Ardi (2010) mengemukakan bahwa kekurangan
nitrogen menurunkan jumlah klorofil, sehingga kecepatan atau laju fotosintesis
berkurang dan fotosintat yang dihasilkan juga berkurang yang pada akhirnya
pertumbuhan akan terhambat dan hasil tanaman juga berkurang. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian Sonbai et al. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan
dosis N berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, dan hasil biji kering
per hektar.
Gambar 21. Peta Sebaran Unsur Hara Nitrogen