Post on 14-Mar-2019
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung
yang berjarak 51 kilometer dari pusat Kota Bandung dan 23 kilometer dari Ibu
kota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh Kecamatan Cimaung di
sebelah utara, Kecamatan Talegong Kabupaten Garut di sebelah selatan,
Kecamatan Pasirjambu di sebelah barat, Kecamatan Kertasari dan Kecamatan
Pacet di sebelah timur. Kecamatan Pangalengan terbagi menjadi 13 desa yaitu
Lamajang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya, Pangalengan,
Pulosari, Sukaluru, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka dan Warnasari.
Pembahasan keadaan umum daerah penelitian yang akan diuraikan berasal dari
data profil Desa Warnasari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Desa Warnasari
Desa Warnasari merupakan bagian dari Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Desa Warnasari memiliki luas wilayah
2.354,119 Hektar, terletak pada ketinggian ±1442 mdpl dan memiliki suhu udara
rata-rata 12oC – 25oC. Batas wilayah Desa Warnasari adalah :
Sebelah utara : Desa Pulosari
Sebelah timur : Desa Pulosari
Sebelah selatan : Desa Margaluyu
Sebelah barat : Kecamatan Pasir Jambu
64
Desa Warnasari memiliki 17 Rukun Warga dan 17 kampung yaitu Baru
Taraje, Ciawitali, Cibeunying, Cibunihayu, Cidurian, Cipangisikan, Citiis, Kapas,
Kiaracondong, Munjul, Neglasari, Padahurip, Palayangan, Parabon, Pasir Ucing,
Singkur, dan Wanasari. Lokasi TPK Warnasari berada didepan Jalan utama Desa
Warnasari di RW 02 Kampung Wanasari berjarak ±300 meter ke sebelah barat
dari kantor Desa Warnasari. Penempatan TPK Warnasari yang terletak di lokasi
pusat desa mudah dijangkau oleh para peternak di daerah utara dan selatan serta
memudahkan truk untuk mendistribusikan susu yang dikumpulkan peternak ke
lokasi industri pengolahan susu (PT. Frissian Flag).
4.1.2 Keadaan Penduduk Desa Warnasari
Pola guna lahan berdasarkan Monografi Desa Warnasari pada tahun 2017,
Tata guna lahan Desa Warnasari adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Tata Guna Lahan Desa Warnasari
No Kegunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Jumlah (%)
1 Pemukiman 51,003 2,17
2 Perkebunan 314,610 13,37
3 Fasilitas Umum 198,610 8,44
4 Ladang/Tegal 437,561 18,58
5 Perhutanan 1352,335 57,44
Total Luas Lahan 2354,119 100,00
Sumber : Monografi Desa Warnsari Tahun 2017.
Tabel 2 menunjukkan bahwa luas lahan yang terbesar yaitu lahan
perhutanan seluas 1.352 Hektar (57,44%). Lahan perhutanan biasa dimanfaatkan
oleh para peternak untuk mencari pakan hijauan rumput terutama ketika musim
kemarau. Luas pemukiman sebesar 51,003 Ha ditempati oleh 2.613 kepala
keluarga dengan total penduduk 8.748 jiwa yang terdiri dari 4.396 laki-laki dan
4.352 perempuan.
65
4.1.3 Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian warga desa Warnasari pada tahun 2017 disajikan
sebagai berikut :
Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Warnasari
No Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan Orang %
1 Petani 421 97 520 15,21
2 Buruh tani 867 681 1.548 45,40
3 Pegawai negeri sipil 12 14 26 0,77
4 Pengrajin industri
rumah tangga
19 43 62 1,81
5 Pedagang keliling 228 129 357 10,47
6 Peternak 394 21 415 12,17
8 Lainnya 222 261 483 14,17
Total 2.163 1.248 3.411
100,0
Sumber : Monografi Desa Warnasari Tahun 2017.
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat desa Warnasari
bekerja sebagai buruh tani dengan jumlah jiwa sebanyak 1.548 (45,40%). Mata
pencaharian sebagai peternak menempati urutan ke 4 penduduk desa Warnasari
sebanyak 415 (12,17%) dengan mayoritas komoditas sapi perah sebagai sumber
pendapatan. Hal tersebut tidak terlepas dari realitas bahwa umumnya peternak
menjadikan beternak sapi perah sebagai pekerjaan sampingan, dan pekerjaan
utama menjadi buruh tani. Selain karena geografis daerah yang menunjang
peternakan sapi perah, keberadaan KPBS juga membantu peternak dalam
menjalankan kegiatan beternak sapi perah.
4.1.4 Keadaan Umum Peternakan Sapi Perah
Berdasarkan Monografi Desa Warnasari pada tahun 2017 diperkirakan
jumlah populasi sapi perah milik warga sebanyak 1.334 ekor dengan jumlah total
66
produksi susu pada tahun tersebut sebesar 10.672 kg. Pada umumnya mayoritas
peternak sapi perah di Desa Warnasari Kecamatan Pangalengan merupakan
peternak sapi perah rakyat atau dengan skala kepemilikan kecil yaitu kurang dari
10 ekor sapi perah betina produktif. Hal tersebut didukung dengan pendapat Sjahir
(2003) yang menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah di Indonesia
sebagian besar (90%) masih merupakan usaha peternakan sapi perah rakyat.
Ketersediaan tanaman pakan ternak (rumput gajah, dll) di Desa Warnasari seluas
46 Ha dengan produksi 3.680 ton/Ha. Sejak tahun 2015 TPK Warnasari telah
menerapkan program Milk Collection Point (MCP) yang merupakan kerjasama
antara Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) dengan PT. Frissian Flag
Indonesia (PT. FFI) yang mengutamakan penanganan susu oleh para peternak
pada fase pra pemerahan sampai paska pemerahan hingga susu dikumpulkan di
MCP.
4.2 Identitas Responden
Identitas responden merupakan karakteristik pribadi responden yang
dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu : umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman
beternak responden.
4.2.1 Umur Responden
Umur akan mempengaruhi produktivitas seseorang dan juga berpengaruh
terhadap pendapatan untuk beberapa jenis pekerjaan. Kekuatan fisik sangat
dibutuhkan oleh peternak dalam menunjang kegiatan peternakan dan kekuatan
fisik akan mulai menurun apabila sudah melewati umur produktif. Umur juga
berpengaruh terhadap daya serap informasi, ketika pada kelompok umur produktif
67
daya serap informasi akan semakin efektif. Tabel 4 menyajikan pengelompokkan
umur responden.
Tabel 4. Pengelompokkan Umur Responden
No Kelompok Umur Jumlah
Tahun Orang %
1 < 15 0 00,00
2 15 - 64 30 100,00
3 > 64 0 00,00
Jumlah 30 100,00
Tabel 4 menunjukkan bahwa responden tergolong dalam umur produktif
(100,00%). Umur 15 sampai 64 tahun termasuk kedalam umur produktif dan
umur dibawah 15 tahun dan 65 keatas merupakan umur tidak produktif (BPS,
2018). Banyaknya responden yang tergolong pada umur produktif dapat
mendukung usaha ternak sapi perah terus ditingkatkan, karena peternak memiliki
tenaga dan etos kerja yang tinggi.
4.2.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penerapan inovasi oleh peternak sehingga lebih mudah menerima ide-ide dan
teknologi. Pendidikan merupakan faktor pelancar pembangunan peternakan,
karena dengan pendidikan, petani akan lebih mengenal pengetahuan, keterampilan
dan cara baru dalam melakukan kegiatan (Mosher, 1981).
68
Tingkat pendidikan formal responden bervariasi mulai dari SD, SMP
hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi
memiliki pola pikir yang sudah terarah serta memiliki keinginan untuk mencari
serta mendapatkan informasi baru untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan dalam berinovasi. Tingkat pendidikan formal responden dapat
dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang %
1 Tamat SD 24 80,00
2 Tamat SMP 1 3,33
3 Tamat SMA 5 16,67
Jumlah 30 100,00
Sebagian besar tingkat pendidikan formal responden adalah tamat SD
(80,00%). Hal ini menunjukkan keadaan pendidikan peternak anggota TPK
Warnasari tergolong rendah sehingga kemampuan peternak dalam penyerapan
informasi yang terbatas. Terdapat berbagai alasan dari peternak diantaranya
beberapa peternak menyampaikan bahwa sekolah tidak memiliki pengaruh yang
besar terhadap kegiatan beternak yang telah mereka kenali sejak usia SD.
Sedangkan tingkat pendidikan formal seseorang akan berkaitan dengan cepat
lambatnya proses penerimaan informasi. Jika seseorang tingkat pendidikannya
rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
4.3.3 Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak dapat mempengaruhi kelancaran usaha, hal ini
berkaitan dengan kemampuan peternak untuk menyelesaikan masalah yang terjadi
69
dengan upaya berupa tindakan dalam beternak agar tidak melakukan kesalahan
yang sama. Tingkat pengalaman beternak responden disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pengalaman Beternak Responden
No Pengalaman Beternak Jumlah
Tahun Orang %
1 <5 1 3,33
2 5-10 4 13,33
3 >10 25 83,34
Jumlah 30 100,00
Umumnya peternak dilokasi penelitian memiliki pengalaman berternak
berasal dari mengikuti kegiatan berternak orangtuanya. Berdasarkan Tabel 9,
sebagian besar peternak yang menjadi responden memiliki pengalaman beternak
lama yaitu lebih dari 10 tahun (83,34%). Hal tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar peternak memiliki pengalaman dalam beternak dan pengetahuan
memerah susu yang memadai karena telah dilakukan sejak lama sehingga sudah
menjadi suatu kebiasaan.
Pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa
pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak
sudah cukup baik. Pengalaman beternak sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan usaha. Semakin lama seseorang memiliki pengelaman beternak akan
semakin mudah peternak mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya (Febrina
dan Liana, 2008). Menurut Homzah (1986) banyaknya peternak yang memiliki
pengalaman beternak lebih dari 10 tahun berkaitan juga dengan sejarah
Kecamatan Pangalengan yang memang sejak dulu menjadi sentra peternakan sapi
perah. Sapi perah masuk ke Pangalengan sebelum tahun 1860 dan dipelihara oleh
70
keluarga Belanda dengan tujuan memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah
tangganya.
4.3 Karakteristik Sikap dan Perilaku Kewirausahaan
Karakteristik menurut Suyanto dalam Wibowo dan Hamrin (2012) adalah
cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam dunia wirausaha diperlukan sikap dan perilaku yang tepat dalam mengatasi
setiap hambatan agar hambatan tersebut dapat terselesaikan dan tidak
mengganggu jalannya aktivitas usaha. Zimmerer dan Scarborough (1996)
menjelaskan ukuran karakteristik sikap dan perilaku yang baik dan perlu dimiliki
oleh wirausahawan menjadi 12 aspek sikap dan perilaku dan disajikan dalam
Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki karakteristik
sikap dan perilaku kewirausahaan pada kategori tinggi (43,33%). Penilaian
terhadap karakteristik sikap dan perilaku kewirausahaan yang dimiliki oleh
peternak terhadap 12 aspek. Aspek rasa tanggung jawab, belajar dari kegagalan,
dan kepemimpinan merupakan aspek pada kategori tinggi dan mendukung hasil
rekapitulasi namun 9 aspek lainnya berada pada kategori sedang dan rendah.
Aspek pada kategori sedang dan rendah tentunya memiliki poin dan jika
digabungkan dengan aspek lainnya membuat sebanyak 43,33% responden berada
pada kategori tinggi (Lampiran 5). Pertanyaan yang diberikan merupakan
permasalahan umum seputar peternakan sapi perah dengan dasar teori yang ada
sehingga tanggapan yang diberikan peternak dapat menggambarkan sikap dan
71
perilaku peternak. Pembahasan yang lebih terperinci dari setiap aspek akan
dibahas pada uraian berikut perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 7. Penilaian Responden terhadap Karakteristik Sikap dan Perilaku
Kewirausahaan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Komitmen dan determinasi 26,67 46,66 26,67
2. Rasa tanggung jawab 46,67 23,33 30,00
3. Ambisi dalam mencari peluang 16,67 66,66 16,67
4. Daya tahan terhadap resiko dan ketidak
pastian
30,00 70,00 00,00
5. Percaya diri 30,00 20,00 50,00
6. Kreatif dan luwes 10,00 30,00 60,00
7. Umpan balik yang segera 30,00 33,33 36,67
8. Tingkat energi yang tinggi 30,00 30,00 40,00
9. Motivasi untuk unggul 23,33 26,67 50,00
10. Harapan di masa depan 36,67 40,00 23,33
11. Belajar dari kegagalan 50,00 30,00 20,00
12. Kemampuan kepemimpinan 53,33 26,67 20,00
Hasil Rekapitulasi Skor Kategori
Karakteristik Sikap dan Perilaku
Kewirausahaan
43,33 26,67 30,00
4.3.1 Komitmen dan Determinasi
Komitmen dan determinasi adalah kesediaan seseorang untuk meyakini
suatu alasan tertentu sehingga tetap melakukan pekerjaanya tersebut. Setiap
peternak yang telah lama berternak tentu memiliki alasan yang jelas dirinya tetap
bekerja dan memilih berternak sebagai jalan mencari pendapatannya.
Tabel 8. Penilaian Responden terhadap Komitmen dan Determinasi dalam Usaha
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Komitmen terhadap usaha 43,33 26,67 30,00
2. Determinasi terhadap usaha 40,00 40,00 20,00
Rekapitulasi Skor Komitmen
dan Determinasi
26,67 46,66 26,67
72
Tabel 8 menunjukkan bahwa komitmen dan determinasi peternak
termasuk dalam kategori sedang (46,66%). Kebanyakan peternak memiliki
komitmen yang tinggi namun tidak diikuti oleh determinasi yang tinggi pula
ataupun sebaliknya. Memiliki komitmen tinggi terhadap suatu pekerjaan perlu
disertai dengan determinasi tinggi sehingga setiap hambatan mampu dilewati
dalam mencapai tujuan. Sesuai dengan pendapat Timmons bahwa, (1989)
komitmen dan determinasi merupakan faktor karakteristik yang paling penting
diantara faktor lainnya, wirausahawan dengan komitmen dan determinasi tinggi
mampu mengatasi hambatan dalam usahanya serta menutupi kelemahan dan
kekurangan usahanya.
Menurut Luthans (1998) komitmen organisasional merupakan keinginan
kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi, keinginan untuk berusaha keras
sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan
organisasi. Menurut Jochen (2000) menjabarkan bahwa koperasi adalah suatu
organisasi bisnis dan peternak sebagai anggota dari koperasi tentunya memiliki
komitmen baik terhadap usaha yang dijalankan maupun koperasi. Allen dan
Meyer (1993) menyampaikan tiga komponen dari komitmen organisasional yaitu:
1) Komitmen afektif yang didasarkan ikatan emosional 2) Komitmen kontinyu
yang didasarkan atas keuntungan yang didapatkan atau karena tidak ada pekerjaan
lain 3) Komitmen normatif yang didasarkan atas persamaan nilai, tujuan, dan
keinginan. Alasan utama peternak tetap menjalankan usaha sapi perah adalah
komponen komitmen kontinyu karena dengan tetap berternak peternak
memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebanyak 43,33%
peternak yang termasuk pada kategori komitmen tinggi karena mereka memang
memiliki hasrat untuk berternak sapi perah sebagai bagian dari komitmen afektif
73
dan tujuan hidup atau keinginan akan tercapai dengan berternak sapi perah karena
tujuan koperasi sebagai agen yang membantu meningkatkan kesejahteraan
anggotanya sebagai bagian dari komitmen normatif.
Menurut Deci & Ryan (dalam Field, Hoffman & Posch. 1997) berdasarkan
prespektif psikologi mendefinisikan determinasi diri sebagai kapasitas seseorang
untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan
atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada suatu
tujuan yang hendak dicapainya. Niemic dan Ryan (2009) mengungkapkan bahwa
komponen determinasi diri terdiri dari otonomi (autonomy), kompetensi
(competence), dan relasi (relatedness). Otonomi dalam artian memiliki kontrol
dan kekuasaan dalam melakukan sesuatu, kompetensi dalam artian kemampuan
seseorang pada suatu bidang dalam mencapai tujuan, dan relasi dalam artian
memiliki ikatan terhadap sesuatu, seseorang maupun sekelompok orang (Schunk,
2012). Pada penilaian aspek determinasi peternak terbagi dua dalam kategori
tinggi dan sedang (40,00%). Peternak pada kategori tinggi memiliki keyakinan
bahwa mereka memiliki otonomi terhadap usaha yang dijalankan sehingga usaha
yang dijalankan mampu memberikan keuntungan atau dalam kata lain peternak
mampu mengarahkan usahanya untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Selain
itu peternak juga meyakini bahwa mereka memiliki kompetensi untuk
menjalankan dan mengembangkan usahanya dan percaya bahwa keterikatan
tempat tinggal dengan Desa Warnasari sebagai salah satu sentra peternakan sapi
perah menyebabkan kecocokan bagi peternak sapi perah untuk menjalankan
usahanya pada masa sekarang.
74
4.3.2 Rasa Tanggung Jawab
Bentuk rasa tanggung jawab peternak tidak hanya dalam hal akibat yang
ditimbulkan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan seperti polusi yang
mencemari lingkungan namun juga terhadap ternak peliharaannya juga. Penilaian
responden terhadap aspek rasa tanggung jawab dapat dilihat pada Tabel 7.
Penilaian peternak terhadap rasa tanggung jawab terhadap lingkungan
usaha termasuk dalam kategori tinggi (46,67%). Peternak memiliki tanggung
jawab agar menjaga lingkungan agar tidak tercemar selain itu mengerjakan tugas
harian dan menepati janji yang berkaitan dengan usahanya juga menjadi bagian
dari tanggung jawab. Sesuai dengan pendapat Mustari (2014) bahwa, bertanggung
jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan.
4.3.3 Ambisi Dalam Mencari Peluang
Peluang usaha salah satunya bersumber dari informasi yang relevan
terhadap usaha tersebut. Peluang usaha berkaitan dengan jaringan informasi yang
dimiliki oleh seorang wirausahawan, semakin banyak jaringan yang dimiliki maka
semakin banyak akses terhadap informasi yang dibutuhkan. Penilaian responden
terhadap aspek ambisi dalam mencari peluang dan informasi dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 66,66% peternak berada dalam
kategori sedang karena para peternak hanya mendapatkan informasi dari peternak
lain dan petugas koperasi dan tidak memperoleh informasi lain seperti dari media
cetak maupun media internet. Kesulitan sinyal telepon genggam masih menjadi
75
kendala untuk memperoleh informasi melalui internet selain itu peternak juga
tidak memiliki telepon genggam smartphone dan bagi peternak yang sudah
memiliki masih menemui kesulitan dalam menggunakannya hal tersebut tidak
terlepas dari penggunaan internet di desa yang masih jarang serta tingkat
pendidikan peternak yang masih rendah. Sesuai dengan pendapat Setiawan (2017)
bahwa penggunaan internet di daerah rural mencapai 48,25%, selain itu pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan SD sebesar 25,10%.
4.3.4 Daya Tahan Terhadap Resiko dan Ketidakpastian
Resiko dan ketidakpastian merupakan hal yang selalu dihadapi oleh
seorang wirausahawan karena dunia wirausaha cenderung tidak stabil. Setiap
pilihan yang berkaitan dengan usaha yang dijalankan tentu memiliki resiko yang
perlu diperhitungkan. Pengambilan resiko membutuhkan keberanian dan juga
kesiapan untuk menanggulangi resiko dan ketidakpastian. Penilaian daya tahan
terhadap resiko dan ketidak pastian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan bahwa daya tahan terhadap resiko peternak
termasuk dalam kategori sedang (70,00%). Peternak pada umumnya memiliki
keberanian untuk mengambil keputusan oleh diri sendiri namun tidak diikuti
dengan kesiapan mengambil resiko yang ditimbulkan oleh kegiatan usahanya.
Akibat dari keputusan yang keliru dapat menyebabkan kerugian secara langsung
seperti kurang memperhatikan asupan pakan sapi bunting sehingga sapi ambruk,
maupun tidak langsung seperti menjual sapi produktif untuk membangun rumah
yang menyebabkan peternak vakum beternak atau beralih mata pencaharian.
Kesiapan dalam menghadapi ketidakpastian yang tidak matang dan tidak berfikir
dalam jangka panjang.
76
Tabel 9. Penilaian Responden terhadap Daya Tahan Resiko dan
Ketidakpastian dalam Usaha
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Keberanian mengambil
keputusan seputar usaha
73,33 26,67 00,00
2. Kesiapan menghadapi
ketidakpastian
43,33 56,67 00,00
Hasil Rekapitulasi Skor Daya
Tahan Terhadap Resiko
30,00 70,00 00,00
Peternak melakukan musyawarah dengan anggota keluarga lainnya dalam
menentukan pilihan terkait usaha yang dijalankan namun sebanyak (73,33%)
peternak mengambil keputusan akhir seputar usaha oleh dirinya sendiri. Sesuai
dengan pendapat Rahmawati (2017) yang menyatakan bahwa keberanian dalam
mengambil keputusan merupakan akumulasi dari dukungan pribadi dan dukungan
orang disekitarnya.
Peternak juga memilih menjual beberapa sapinya apabila mengalami
kerugian atau kegagalan dalam usaha (56,67%). Menjual sapi produktif bukan
merupakan solusi yang bijak karena sapi produktif tentunya masih memiliki nilai
ekonomis yang menguntungkan. Kerugian paling dirasakan peternak ketika sapi
mengalami milk fever dan peternak secara cepat memilih menjual sapinya
sehingga menyebabkan kerugian karena hasil penjualan sapi ambruk mengalami
penyusutan harga sampai 50%. Padahal menurut Payne (1989) angka kesembuhan
milk fever cukup baik dan tingkat mortalitas kurang dari 2-3 % apabila segera
diketahui dan diberi pertolongan. Berkaitan dengan pengambilan resiko Suryana
(2001) menyampaikan bahwa resiko yang terlalu rendah akan memperoleh sukses
yang relatif rendah, sebaliknya resiko yang terlalu tinggi kemungkinan akan
memperoleh sukses yang tinggi, tetapi dengan resiko kegagalan yang sangat
77
tinggi pula, oleh sebab itu Wirausaha biasanya akan lebih menyukai resiko yang
paling seimbang.
4.3.5 Percaya Diri
Kepercayaan diri dapat membantu peternak dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kepercayaan diri peternak bersumber dari tiga hal yaitu
kemampuan pribadi, dukungan lingkungan, dan tujuan yang ingin diraih sebagai
motivasi. Penilaian aspek kepercayaan diri peternak dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa kepercayaan diri peternak ada pada kategori
rendah (50,00%). Pada umumnya peternak setuju bahwa lingkungan Desa
Warnasari sebagai salah satu sentra peternakan di wilayah Pangalengan dan
sangat mendukung peternak untuk berternak sapi perah. Peternak dengan
kepercayaan diri yang rendah umumnya tidak memiliki tujuan yang lebih
ambisius, tujuan mereka berternak hanya untuk membiayai kebutuhan
keluarganya saja agar tercukupi. Peternak juga memahami bahwa kemampuan
pribadi terutama pengetahuan sapi perah perlu ditingkatkan, mereka merasa
tingkat pendidikannya yang rendah membuat pengetahuan mereka terbatas
dibanding dengan orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai
dengan pendapat Widoyoko (2009) bahwa individu yang memiliki sikap kurang
percaya diri cenderung sulit menerima realita diri (terutama kekurangan diri) dan
memandang rendah kemampuan diri sendiri.
4.3.6 Kreatif dan Luwes
Kreatifitas pada tingkat peternak tidak hanya berpusat pada penemuan
baru namun juga dapat dilihat dari penerapan inovasi berupa cara atau metode
78
yang masih awam digunakan oleh peternak lain. Penerapan inovasi dalam bidang
pakan dan limbah merupakan contoh kreatifitas yang bisa dilakukan peternak
karena bahan utamanya sudah tersedia dan hanya membutuhkan bahan pelengkap
lain. Contohnya pada inovasi limbah yang bahan utamanya feses sapi perah jika
dicampurkan dengan jerami secara merata dan disimpan secara anaerob dapat
menghasilkan media tanam cacing ataupun dengan perlakuan yang dipercaya
peternak namun tentunya membutuhkan bibit cacing untuk ditanam. Sikap luwes
juga diperlukan dalam menghadapi ketidak pastian dunia wirausaha seperti
kelangkaan rumput yang sering terjadi di musim kemarau.
Tabel 10. Penilaian Responden terhadap Kreatifitas dalam Berinovasi dan
Keluwesan terhadap Kelangkaan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Kreatif dalam
penerapan inovasi
10,00 23,33 66,67
2. Luwes dan adaptif
dalam menghadapi
kelangkaan
43,33 23,33 33,33
Hasil Rekapitulasi Kreatif dan
Luwes
10,00 30,00 60,00
Tabel 10 menunjukkan penilaian peternak terhadap kreatifitas dan
keluwesan termasuk ke dalam kategori rendah (60,00%). Peternak kurang kreatif
dalam mencoba inovasi namun sangat luwes dalam menghadapi kelangkaan.
Kurangnya kreatifitas peternak menyebabkan potensi sumberdaya yang dimiliki
usahanya tidak dapat dimaksimalkan namun hal tersebut tidak berdampak pada
keluwesan peternak terutama dalam menghadapi kelangkaan karena peternak
telah terbiasa bekerja keras dalam mencari barang yang dibutuhkan. Peran
79
koperasi juga memudahkan peternak mencari barang yang dibutuhkan dari alat
perkandangan hingga sapi dapat dengan mudah dibeli peternak dari koperasi.
Sebanyak 66,67% peternak menyatakan bahwa mereka tidak pernah
melakukan inovasi baik dari bidang pakan maupun limbah. Peternak beralasan
bahwa mereka sangat jarang mendapatkan penyuluhan maupun pelatihan terkait
ilmu peternakan sapi perah. Pada umumnya hanya ketua kelompok yang aktif
mengikuti penyuluhan ataupun mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan,
ketua kelompok biasanya mensosialisasikan kepada anggotanya namun dalam
bidang pakan dan limbah tidak diterapkan oleh ketua kelompok sehingga tidak
diikuti anggotanya.
Pada penilaian keluwesan sebanyak 43,33% peternak termasuk dalam
kategori tinggi yang berarti bahwa pada saat terjadi kelangkaan baik dari pakan
maupun barang lain yang dibutuhkan peternak berusaha mencarinya hingga dapat
walaupun dengan jarak tempuh yang jauh. Pilihan lain yang dilakukan peternak
apabila terjadi kelangkaan yaitu mengganti barang yang dibutuhkan dengan
barang subtitusif seperti contohnya pada saat musim kemarau dengan kelangkaan
rumput peternak menggantinya dengan barang lain mendapatkan secara gratis dari
kebun sendiri, kerabat, atau tetangga maupun membelinya. Daun jagung dihargai
10 ribu/ikat (± 15kg) dan memberikan 1 ikat/hari untuk satu ekor sapi.
4.4.7 Umpan Balik yang Segera
Umpan balik dibutuhkan oleh peternak sebagai acuan atas hasil kerja yang
dilakukan. Semakin cepat suatu umpan balik maka semakin cepat pula evaluasi
terhadap kinerja dapat dilakukan. Umpan balik yang positif juga akan berbanding
80
lurus dengan tingginya efektitfitas dan efisiensi kinerja yang telah dilakukan.
Penilaian terhadap aspek umpan balik yang segera dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 menunjukan bahwa peternak termasuk dalam kategori rendah
(36,67%). Umpan balik merupakan informasi yang diterima seseorang sebagai
hasil dari kegiatan yang dilakukan (Rink 1985). Umpan balik digunakan untuk
memberikan hadiah dan hukuman sehingga mampu meningkatkan atau
menurunkan kemungkinan untuk melakukan suatu hal yang sama di masa depan
(Weinberg dan Gould 1995) .Umpan balik yang diterima peternak salah satunya
berasal dari struk gaji yang diterima oleh peternak. Pada kertas struk gaji terdapat
kolom hasil uji lab susu yang diterima PT FFI dari peternak. Hasil uji lab tersebut
mempengaruhi harga susu dan berimbas pada pendapatan yang diterima peternak.
Peternak merasa harga susu tidak mencerminkan usaha yang telah dilakukan
namun hasil uji lab bersifat objektif dan klaim peternak tidak sepenuhnya benar.
Peternak juga tidak menginginkan pemberian struk yang lebih cepat dan tidak
melakukan evaluasi terhadap struk yang diberikan.
4.3.8 Tingkat Energi yang Tinggi
Seorang wirausahawan perlu mencurahkan setiap pemikiran dan
tenaganya terhadap usahanya. Sikap semangat dalam bekerja merupakan energi
yang didapat dalam diri sehingga dapat menghabiskan waktu lebih lama untuk
bekerja. Mengatasi kebosanan dan melakukan pekerjaan dengan perasaan senang
merupakan hal yang dapat meningkatkan perasaan semangat kerja seseorang
karena pada hakikatnya berwirausaha bertujuan untuk mencapai kepuasan pribadi.
81
Tabel 11. Penilaian Responden terhadap Tingkat Energi
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Semangat kerja 36,67 26,67 36,67
2. Waktu 56,67 16,67 26,67
Hasil Rekapitulasi Skor
Tingkat Energi yang Tinggi
30,00 30,00 40,00
Tabel 11 menunjukkan bahwa aspek tingkat energi yang tinggi
kebanyakan peternak termasuk ke dalam kategori rendah (40,00%). Peternak pada
umumnya merasa bahwa berternak sapi perah merupakan keterpaksaan sehingga
menyebabkan kurangnya hasrat dan tidak menyenangi kegiatan berternak, selain
itu penggunaan waktu yang lama untuk beternak menyebabkan rasa bosan.
Sebanyak 36,67% peternak dalam aspek semangat kerja pada kategori
tinggi dan rendah. Bagi peternak dalam kategori tinggi mereka beralasan bahwa
mereka bersemangat dan menyenangi kegiatan berternak, selain itu mereka
mampu mengatasi kebosanan yang ada sementara pada kategori rendah
sebaliknya. Tujuan utama peternak dalam melakukan kegiatan berternak adalah
memperoleh pendapatan sehingga aspek seperti perasaan dapat dikesampingkan.
Pada aspek waktu peternak banyak menghabiskan waktu untuk mencari
rumput mereka bisa menghabiskan 3-5 jam sehari untuk mencari rumput
kebanyakan peternak pada aspek ini berada pada kategori tinggi (56,67%) atau
biasa menghabiskan 9-12 jam dalam sehari untuk berternak. Sesuai dengan
pendapat McCelland (1965) yang menyatakan bahwa seorang wirausaha biasa
bekerja dalam waktu yang panjang semisal 70-80 jam per minggu waktu tersebut
dapat dijalani dengan dorongan dari faktor semangat.
82
4.3.9 Motivasi untuk Unggul
Motivasi merupakan dorongan yang dapat berasal dari luar maupun dalam
diri seseorang untuk mengerjakan suatu tindakan dengan tujuan terterntu. Berfikir
secara positif dalam melihat suatu permasalahan merupakan salah satu cara
memotivasi diri sendiri sehingga dia dapat mendorong dirinya sendiri untuk
bertindak menuju ke arah yang lebih baik lagi. Penilaian motivasi untuk unggul
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 50,00% peternak termasuk dalam
kategori rendah. Para peternak dengan kategori rendah kurang bisa memotivasi
dirinya sendiri terutama dalam hal melihat peternak yang lain bukanlah saingan
mereka. Menjadi unggul dengan menjadikan peternak yang lain merupakan
pesaing dalam usaha dapat mendorong seseorang untuk berindak lebih baik lagi.
Menurut Wiryasaputra (2004) menjadi pesaing yang baik diperlukan dalam dunia
usaha yang merupakan dunia persaingan, persaingan tidak dipandang sebagai
sesuatu yang membuat stress namun merupakan dorongan untuk membuat kita
menjadi lebih maju dan berfikir lebih baik.
4.3.10 Harapan di Masa Depan
Setiap wirusahawan pasti memiliki tujuan pribadi terhadap usaha yang
dijalankannya namun setiap tujuan perlu memiliki rencana yang matang dan
keyakinan bahwa tujuan tersebut dapat dicapai hingga rentang waktu tertentu.
Penilaian terhadap aspek harapan di masa depan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel
7 menunjukan bahwa sebanyak 40,00% peternak termasuk dalam kategori sedang.
Nurmi (dalam Lerner dan Steinberg, 2009) mendefinisikan orientasi masa depan
merupakan fenomena yang luas yang berhubungan dengan bagaimana seseorang
83
berpikir dan bertingkah laku menuju masa depan yang dapat digambarkan dalam
proses pembentukan orientasi masa depan, secara umum dibagi menjadi tiga tahap
yaitu: 1) Tahap motivasi 2) Tahap perencananaan 3) Tahap evaluasi. Umumnya
peternak memiliki harapan terhadap usahanya di masa depan sebagai motivasi
dirinya untuk berkembang, namun peternak belum memiliki perencanaan yang
matang dan belum melakukan evaluasi terhadap pekerjaan yang dijalankan agar
harapannya tersebut terwujud.
4.3.11 Belajar dari Kegagalan
Kegagalan dalam berwirausaha salah satunya diakibatkan oleh kesalahan
dalam menyikapi suatu hambatan usaha dan hal yang lumrah dialami oleh seorang
wirausahawan. Penilaian terhadap aspek belajar dari kegagalan dapat dilihat pada
Tabel 7. Peternak sepakat bahwa dalam menyikapi kegagalan perlu dibarengi oleh
sikap dan perilaku yang tepat. Sikap dan perilaku yang tepat dapat menghindarkan
peternak untuk melakukan kesalahan yang sama yang berujung pada kegagalan.
Sebanyak 50,00% peternak setuju bahwa dalam menghindari melakukan
kesalahan yang sama peternak tidak boleh bermalas-malasan, tidak menunda-
nunda pekerjaan yang menyebabkan peternak lupa dan selalu bersabar apabila
melakukan kesalahan sehingga menderita kegagalan. Menurut Suryana (2011)
seorang wirausahawan merupakan seseorang yang tidak pernah menyerah, dalam
menyikapi kegagalan seorang wirausahawan selalu menemukan cara lain dan
belum dikategorikan sebagai kegagalan sebelum dia benar-benar berhenti.
4.3.12 Kepemimpinan
Penilaian kepemimpinan mencerminkan sifat peternak apabila menjadi
pemimpin yang dihadapkan pada suatu permasalaha. Intensitas komunikasi yang
84
dilakukan terhadap peternak yang lain terkait permasalahan seputar peternakan
sapi perah juga sangat dibutuhkan oleh seorang pemipin untuk memahami
keresahan peternak terhadap usahanya.
Pada Tabel 12 menunjukan bahwa peternak berada dalam kategori tinggi
(53,33%). Peternak merasa bahwa seorang pemimpin merupakan pengayom
anggotanya dan mampu mendengarkan aspirasi serta merupakan seseorang yang
sering berinteraksi dengan anggotanya.
Tabel 12. Penilaian Responden terhadap Nilai Kepemimpinan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Sifat kepemimpinan 80,00 00,00 20,00
2. Komunikasi 53,33 16,67 30,00
Hasil Rekapitulasi Skor
Kepemimpinan
53,33 26,67 20,00
Sebanyak 80,00% peternak merasa sifat kepemimpinan yang demokratis
merupakan sifat pemimpin yang ideal. Pemimpin yang demokratis mengambil
keputusan atas dasar kesepakatan bersama sehingga tidak ada anggota yang akan
kecewa pada setiap kebijakan yang dihasilkan. Sesuai dengan pendapat
Wiryasaputra (2004) yang menyatakan bahwa pemimpin yang demokratis
merupakan sosok pemimpin yang ideal yang mampu menjadi teladan dan
inspirator serta mampu mengayomi anggotanya untuk bersama-sama meraih
tujuan yang ingin dicapai tanpa kehilangan identitas dirinya.
Aspek komunikasi juga merupakan aspek yang penting dimana 53,33%
peternak merepresentasikan seorang pemimpin sebagai orang yang aktif dalam
berkomunikasi dengan anggotanya.
85
4.4 Keberlanjutan Usaha Peternak
Keberlanjutan usaha merupakan suatu upaya seseorang atau sekelompok
orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan segala
kemampuan, pengetahuan, akses, dan tuntutan serta kekayaan yang dimiliki
secara lokal maupun global dan terus meningkatkan kemampuan pribadinya
dengan berkerja sama dengan orang lain, berinovasi, berkompetisi agar dapat
bertahan dalam kondisi berbagai perubahan (Chambers dan Conway, 1992 dalam
Nurlina 2005). Keberlanjutan usaha merupakan gabungan dari tiga hal penting
yaitu kemampuan pribadi atau kapabilitas, kekayaan pribadi atau aset, dan
pekerjaan itu sendiri atau mata pencaharian. Penilaian terhadap keberlanjutan
usaha dapat dilihat pada Tabel 13:
Tabel 13. Penilaian Responden terhadap Keberlanjutan Usaha
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Kapabilitas Peternak 63,33 26,67 10,00
2. Aset Peternak 76,67 23,33 00,00
3. Variasi Mata Pencaharian 20,00 60,00 20,00
Hasil Rekapitulasi Skor
Keberlanjutan Usaha
73,33 26,67 20,00
Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 73,33% peternak termasuk
dalam kategori tinggi dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil ini
ditunjang oleh aspek kapabilitas dan aset pada kategori tinggi karena ilmu
berternak diturunkan oleh orang tuanya, selain itu status peternak sebagai warga
lokal menyebabkan aset yang dimiliki juga merupakan warisan dari
pendahulunya. Aspek mata pencharian yang sedang menunjukan bahwa pada
umumnya peternak hanya berternak dan tidak memiliki pekerjaan sampingan
86
yang lain. Uraian yang lebih terperinci akan dibahas pada uraian berikut dan
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.4.1 Kapabilitas Peternak
Kapabilitas merupakan kemampuan dan pengetahuan peternak seputar
peternakan sapi perah. Kapabilitas dapat diartikan sebagai kompetensi dalam
pekerjaan, memiliki kapabilitas yang tinggi menunjukan bahwa peternak telah
mengetahui, melaksanakan dan mengatasi permasalahan tata laksana
pemeliharaan sapi perah secara baik. Penilaian terhadap aspek kapabilitas
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Penilaian Responden terhadap dimensi Kapabilitas Peternak
Sapi Perah
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Persyaratan perkandangan 100,00 00,00 00,00
2. Manajemen penyediaan pakan 40,00 56,67 13,33
3. Manajemen pemerahan 80,00 6,67 13,33
4. Kriteria pemilihan bibit 46,67 50,00 3,33
5. Penanganan penyakit dan
reproduksi
46,67 50,00 3,33
Hasil Rekapitulasi Skor
Kapabilitas
63,33 26,67 10,00
Pada tabel diatas menunjukan bahwa 63,33% peternak memiliki
kapabilitas mengenai kemampuan teknis sapi perah yang tinggi. Kapabilitas
peternak yang tinggi merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan oleh peternak
dalam proses perkembangan usaha sapi perah. Kapabilitas merupakan
kemampuan teknis manajemen ternak sapi perah sebagai sumber produsen susu
sapi yang merupakan sumber pendapatan peternak.
87
Persyaratan perkandangan yang baik merupakan hal yang perlu dilakukan
oleh peternak terutama bagi peternak yang memelihara sapi perah secara
dikandangkan. Semua responden memiliki penilaian persyaratan perkandangan
yang tinggi yakni 100%. Peternak memahami bahwa sapi perah memerlukan
ruang yang nyaman sehingga dapat berproduksi secara maksimal. Kenyamanan
pada ternak seperti; kemudahan dalam menjangkau pakan, mudah berdiri dan
berbaring, teduh dan tidak panas karena menggunakan genting, tidak terpapar
polusi berlebih, dan penggunaan karpet karet agar menghindarkan luka akibat
gesekan dengan lantai telah dilakukan peternak. Sesuai dengan pendapat Egen
(1987 dalam Firman 2010) yang menyatakan bahwa tujuan ternak dikandangkan
diantaranya adalah melindungi ternak dari cuaca buruk, meminimalisir luka dan
penyakit, dan berdiri di area yang sesuai aturan pemerintah dan nyaman bagi
ternak.
Struktur kandang peternak juga sudah baik seperti; terdapatnya saluran
pembuangan kotoran ternak agar mudah dibersihkan; kontruksi lantai beton agar
kandang cukup kuat; serta ventilasi udara dan sinar matahari yang cukup. Aspek
lain yang diperhatikan peternak adalah daerah warnasari yang tidak terdapat
sejarah penyakit endemik dan akses air yang mudah didapat. Beberapa peternak
memiliki kandang yang dekat dengan tempat tinggal dan berada pada daerah yang
ramai penduduk namun secara keseluruhan persyaratan kandang peternak sudah
baik.
Sebanyak 56,67% penilaian peternak terhadap penyediaan pakan tergolong
dalam kategori sedang. Peternak memberikan pakan dan air secara rutin ternaknya
setiap hari, selain itu peternak juga mengontrol pakan dari benda asing seperti
plastik ataupun tanaman yang berduri. Peternak masih belum memahami dan
88
melakukan penyediaan pakan yang baik terutama dalam menyimpan cadangan
pakan berupa silage maupun hay. Akibatnya pada musim kemarau peternak
kesuiltan dalam mencari rumput dan peternak mengurangi pemberian pakan
rumput pada sapi perah. Pakan ransum diperoleh dari koperasi dengan metode
pembayaran melalui pemotongan hasil produksi susu sapi perah milik peternak.
Sebanyak 80,00% peternak pada aspek pemerahan termasuk pada kategori
tinggi. Secara umum peternak telah melakukan prosedur pemerahan yang baik
karena pengalaman berternak mereka yang sudah cukup lama dan hanya beberapa
poin prosedur yang belum mereka lakukan. Beberapa poin pemerahan yang
dilakukan peternak seperti; membersihkan kandang sebelum memerah,
membersihkan ambing dan mengelapnya, melakukan pemerahan dengan teknik
pemerahan mengurut putting dari pangkal hingga bawah, menyaring susu ke
dalam milk can, mengantar susu ke TPK dan segera mencuci milk can hingga
bersih.
Penilaian kriteria pemilihan bibit peternak 50,00% tergolong sedang
karena hanya melihat 3-5 poin kriteria dalam memilih bibit yang baik. Peternak
umumnya memiliki preferensi tersendiri dalam melihat bibit ternak yang baik.
Kriteria dalam memilih bibit yaitu; jenis sapi, catatan produksi indukannya, pola
warna, dan nilai kondisi tubuh. Sesuai dengan pendapat Makin (2011) yang
menyatakan bahwa kriteria dalam pemilihan bibit sapi perah diantaranya Breed
(bangsa); Physical appearance (keadaan fisik); Pedigree (silsilah/keturunan);
Production record (catatan produksi); Healt (kesehatan).
Pada aspek penanganan reproduksi dan penyakit peternak termasuk pada
kategori sedang (50,00%). Penanganan reproduksi dan penyakit peternak sangat
terbantu oleh peran mantri/dokter hewan. Selain melakukan inseminasi terhadap
89
sapi perah milik peternak, mantri juga membantu dalam proses kelahiran,
pengecekan kebuntingan, melakukan pencatatan kelahiran dan mengobati ternak
yang sakit. Peternak juga paham mengenai ciri-ciri ternak yang birahi maupun
ternak yang sakit dilihat dari kebiasaan sehari-harinya yang berbeda namun
peternak tidak mengisolasi/ memisahkan ternak yang sakit. Peranan mantri
membantu peternak untuk meningkatkan efisiensi reproduksi agar menghasilkan
anak dalam satu tahun sesuai dengan pendapat Ball and Peters, (2004) yang
menyatakan bahwa efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk sapi
dapat menghasilkan satu pedet dalam satu tahun.
Pemeliharaan kesehatan ternak sapi perah di Kecamatan Pangalengan
difasilitasi oleh unit usaha KPBS, yaitu unit kesehatan ternak dan anggota. KPBS
menyediakan dokter hewan, mantri, serta penyuluh lapang untuk mengawasi,
mengarahkan, dan membantu mengatasi masalah kesehatan ternak. Peternak
dibebankan potongan 4% dari produksi susu untuk pembiayaan dana kesehatan
hewan dan anggota, sehingga peternak tidak perlu lagi memikirkan biaya dokter
hewan dan obatobatan yang diperlukan. Perkawinan ternak dilakukan dengan
menggunakan kawin suntik atau IB (Inseminasi Buatan) (Agusta dkk, 2014).
Semua kompetensi teknis peternak termasuk dalam variabel yang diteliti oleh
Muatip (2008).
4.5.2 Aset Peternak
Penilaian peternak yang tinggi terhadap dimensi aset salah satunya
dikarenakan para peternak merupakan warga lokal yang sebagian besar aset
terutama lahan hunian didapatkan dengan proses waris dari orang tuanya.
90
Tabel 15. Penilaian Responden terhadap dimensi Aset
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1. Status kepemilikan rumah 100,00 00,00 00,00
2. Status kepemilikan kandang 90,00 00,00 10,00
3. Status kepemilikan lahan
rumput
26,67 56,67 16,67
4. Alat perkandangan 86,67 00,00 13,33
5. Barang dan persediaan 26,67 43,33 30,00
6. Jumlah kepemilikan sapi perah 36,67 40,00 23,33
7. Status kepemilikan sapi perah 100,00 00,00 00,00
Hasil Rekapitulasi Skor Aset 76,67 23,33 00,00
Peternak mengatakan bahwa selain orang tua mereka dahulu mewariskan
ilmu berternak juga memberikan bantuan berupa rumah/ lahan untuk membangun
kandang dan hewan ternak sebagai modal pertama mereka untuk memulai
menjalankan usaha. Hal ini dibuktikan dengan penilaian status kepemilikan rumah
dan kandang yang tinggi yaitu 100% dan 90%. Berbeda halnya dengan
kepemilikan rumah dan kandang, pada penilaian kepemilikan lahan rumput
sebanyak 56,67% peternak menyewa lahan milik pemerintah baik perhutani
maupun perkebunan dan membayar secara ikhlas kepada penjaga wilayah
tersebut.
Peternak memahami bahwa kelengkapan peralatan dibutuhkan dalam
menjalankan kegiatan peternakan. Pada aspek alat perkandangan peternak
termasuk dalam kategori tinggi (86,67%). Selain memperlancar kegiatan usaha
kelengkapan peralatan juga merupakan salah satu peraturan MCP dalam
meningkatkan proses penanganan susu secara baik. Alat-alat yang wajib dimiliki
oleh peternak diantaranya; milk can, saringan susu, ember khusus air panas, lap
ambing, maupun barang lain yang dapat memperlancar kegiatan usaha seperti
91
golok, cangkul, arit, dan motor untuk mencari rumput. Pembelian alat yang
dibutuhkan dirasa mudah dengan cara memotong hasil pendapatan dari susu untuk
membayar pembelian peralatan kandang. Aktifitas pembelian peralatan kandang
dapat dilihat melalui struk pendapatan peternak yang diterima setiap 2 minggu
sekali sekaligus dengan uang hasil pendapatan dari susu.
Penilaian barang dan persediaan dapat dilihat dari kepemilikan barang
yang memiliki manfaat ekonomis dalam bentuk emas, berlian, ataupun tabungan
yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu apabila kegiatan peternakan
membutuhkan modal untuk berkembang. Sebanyak 46,67% peternak pada aspek
persediaan barang termasuk pada kategori sedang. Persediaan barang yang
dimiliki peternak seperti; beras, emas/berlian, tabungan uang, asuransi kesehatan
baik bagi peternak dan anggota keluarga maupun bagi ternak, dan barang berharga
lainnya yang memiliki nilai ekonomis seperti motor dan mobil. Struk gaji yang
diterima peternak dapat memantau persediaan barang peternak dan aktifitas
pembelian maupun pinjaman modal yang dilakukan oleh peternak. Selain aktifitas
pembelian peralatan kandang terdapat aktifitas lain yang dapat dilihat melalui
struk gaji diantaranya hasil uji lab susu peternak, jumlah tabungan, aktifitas
pembelian bahan pangan berupa beras dan pakan ternak, dan hutang peternak.
Peternak dapat mengajukan pinjaman karena koperasi berkerja sama dengan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), selain itu peternak juga diwajibkan untuk menabung
sebanyak Rp.50/liter susu dan biasanya diambil apabila jumlahnya sudah cukup
banyak atau dalam situasi tidak terduga.
Kebanyakan responden merupakan peternak dengan memelihara sapi
perah 2 ekor atau 40,00% dari total responden dan semua responden (100%)
memiliki kepemilikan sapi perahnya dan tidak ada yang memelihara sapi dari paro
92
(pinjaman dengan ketentuan pembagian hasil) atau sedang tidak memelihara
karena suatu hal seperti; sudah dijual atau mati.
Pembahasan mengenai aset sesuai dengan pendapat Kieso dan Warfield
(2011) yang mengemukakan pengertian aset tetap atau yang disebut property,
plant, and equipment adalah aset berwujud yang dimiliki perusahaan yang
digunakan untuk memproduksi atau menyuplai barang atau jasa, yang digunakan
untuk disewakan kepada orang lain, atau tujuan administrasi, dan diharapkan
dapat digunakan lebih dari satu periode. Tempat tinggal dan kandang sebagai aset
property, hewan ternak sebagai aset biologis, alat perkandangan sebagai aset
equipment dan barang serta persediaan seperti emas, tabungan, dan aset lain yang
memiliki nilai ekonomis dalam membantu proses produksi sesuai dengan
pendapat Krantz (2001) yang menyatakan bahwa aset dalam keberlanjutan usaha
seperti persediaan barang (emas, berlian, tabungan) dan sumber daya (air, tanah,
ternak, dan peralatan).
4.4.3 Mata pencaharian
Tabel 13 dilihat bahwa sebanyak 60% penilaian responden terhadap aspek
mata pencaharian termasuk dalam kategori sedang yang artinya peternak hanya
melaksanakan kegiatan berternak sapi perah saja. Menurut peternak kegiatan sapi
perah cukup menghabiskan banyak waktu dan tenaga sehingga mereka tidak
melakukan pekerjaan sampingan lain. Bagi peternak yang memiliki mata
pencaharian pokok maupun sampingan selain beternak dikarenakan anggota
keluarganya yang lain mampu melaksanakan kegiatan peternakan walaupun
peternak tersebut tidak ikut serta dalam kegiatan peternakan.
93
Perbedaan pekerjaan pokok dan sampingan disampaikan Barthos (1999)
yang menyampaikan bahwa pekerjaan utama/pokok dimiliki seseorang apabila
orang tersesbut hanya memiliki satu pekerjaan, apabila memiliki dua pekerjaan
maka penentuan pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu
terbanyak dan apabila memiliki waktu yang digunakan sama maka pekerjaan
utama adalah yang memiliki penghasilan terbesar dan yang lainnya adalah
pekerjaan sampingan. Berkaitan dengan penggunaan waktu McCelland (1961)
menyampaikan bahwa wirausahawan lebih banyak menghabiskan waktu terhadap
usaha yang dijalankan karena merasa senang dengan pekerjaan yang dilakukan.
4.5 Hubungan Antara Karakteristik Sikap dan Perilaku Kewirausahaan
dengan Keberlanjutan Usaha.
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs),
hubungan antara karakteristik sikap dan perilaku kewirausahaan dengan
keberlanjutan usaha peternak Desa Warnasari Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung, menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,827 dan V < α
(Lampiran 9). Mengacu pada aturan Guilford (dalam Rakhmat, 1997) interpretasi
nilai koefisien hubungan antara kedua variabel dengan rs = 0,827 berada pada
kisaran 0,70 ≤ rs < 0,90. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara
karakteristik sikap dan perilaku kewirausahaan dengan keberlanjutan usaha
peternak dan adanya suatu hubungan yang searah atau positif antara keduanya.
Nilai korelasi yang positif menandakan bahwa sifat hubungan yang searah
menandakan bahwa semakin tinggi nilai karakteristik sikap dan perilaku
kewirausahaan maka usaha yang dijalankan dapat berkelanjutan.
94
Tabel 16. Persentase penilaian Responden terhadap Karakteristik Sikap dan
Perilaku Kewirausahaan dengan Keberlanjutan Usaha
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Sedang Rendah
1.
2.
Hasil Rekapitulasi
Karakteristik Sikap dan
Perilaku Kewirausahaan
Hasil Rekapitulasi
Keberlanjutan Usaha
43,33
73,33
26,67
26,67
30,00
00,00
Tabel 16 dapat dilihat bahwa karakteristik sikap dan perilaku
kewirausahaan termasuk dalam kategori tinggi (43,33%, hasil perhitungan pada
Lampiran 5). Hal ini menunjukan bahwa peternak telah memiliki karakteristik
yang dibutuhkan untuk menjadi wirausahawan yang baik. Karakteristik yang
terbentuk salah satunya karena faktor pengalaman berternak sebagian besar
peternak yang sudah lama menggeluti dunia usaha sehingga sudah banyak
hambatan dalam usaha yang telah dialami dan dapat diselesaikan.
Pada penilaian keberlanjutan usaha peternak memiliki penilaian yang
tinggi (73,33%, hasil perhitungan pada Lampiran 7). Hal tersebut menunjukan
bahwa aspek kapabilitas, aset, dan mata pencaharian yang dimiliki peternak telah
mampu mempertahankan usahanya pada skala kecil (1-3 ekor sapi perah).
Keberlanjutan usaha yang tinggi juga merefleksikan kemampuan usaha peternak
untuk berkembang lebih baik lagi seperti mengembangkan skala kepemilikan sapi
perah namun tentunya perlu diikuti oleh peningkatan nilai investasi.