Post on 30-Oct-2020
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
Vol. 4
No. 1
Hal. 1-96
Mataram, Juli 2018
ISSN : 2460-4070
SK 0005.24604070/JI.3.2/SK.ISSN/2015.07
ISSN : 2460-4070
Mulai tahun 2015, terbit 2 kali setahun, pada bulan Juli dan Desember
Penanggung jawab : Minhajul Ngabidin, S.Pd, M.Si
Pemimpin umum : Drs. Sakban
Ketua Penyunting : Dr. Syamsul Hadi
Penyunting : Dr. Wirman Kasmayadi, M.Pd; Anggraini Naskawati, M.Pd; Ahmad Sahid, M.Pd; Bakhtiar Ardiansyah, M.Pd; Nur Hidayati, S.Kom, MT
Desain Grafis : Dedy Wahyudin, ST
Tim Sekretariat : Rohady, S.Pd; Rapiki, S.Pd; St. Agung Budiwidodo, SE; Sarijan, S.Pd
Distribusi dan Sirkulasi : Seksi Sistem Informasi
Alamat : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat
Jln. Panji Tilarnegara No. 8 Mataram
Telp./ Fax. : (0370) 631088, 636310 / (0370) 629835
E-mail : jurnalwidyakita@lpmpntb.org
Website : http://lpmpntb.org
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Mulai tahun 2015, terbit 2 kali setahun, pada bulan Juli dan Desember
Daftar Isi
Volume 4, Nomor 1 – Juli 2018 PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI METODE KOLABORATIF PADA SISWA KELAS VIIA SMPN 7 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 ....................................................................................................... 1-13 Nurrafaan PENGGUNAAN METODE LEARNING BY DOING DENGAN MEDIA EDS (EVALUASI DIRI SISWA) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN UNJUK KERJA SISWA ....................................................................................................................... 14-33 Siti Romdhijah ALICE (AL-QUR’AN LEARNING CENTER) : SISTEM PENDIDIKAN TERPADU DALAM TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN .................................................. 34-43 Haya Fauziah, Berry Ahmad, Dinda Safitri, Fahmi Handika, Rizwan Khairurrozikin PENGINTEGRASIAN LITERASI BACA TULIS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DALAM UJIAN PRAKTEK MEMBUAT RESENSI BUKU PADA SISWA KELAS IX SMPN 1 SELONG ......................................................................... 44-54 Islahuddin SELF MAPPING STRATEGY (SMS) DALAM PERUMUSAN INDIKATOR MENUJU PENYUSUNAN RPP KURIKULUM 2013 ....................................................... 55-60 Zulkipli MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN METODE PERMAINAN DI KELAS VI SDN 1 MONGGAS KECAMATAN KOPANG, KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018 ....................................................................................................................... 61-73 Ibrahim MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGENAL BENTUK BANGUN DATAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) KELAS III SEMESTER I SDN 1 PENDEM KECAMATAN JANAPRIA TAHUN PELAJARAN 2018/2019 ........................... 74-96 Muh. Ali
SAMBUTAN KEPALA LPMP NTB Assalamualaikum wr. wb. Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA edisi ketujuh (Vol. 4, No. 1, Juli 2018 dapat diselesaikan penyusunannya dengan baik sesuai harapan. Jurnal ini diharapkan dapat menjadi sarana dan wadah untuk menampilkan karya tulis ilmiah pendidikan bagi semua pihak, baik guru, widyaiswara, dosen, maupun pendidik lainnya, serta masyarakat umumnya yang peduli untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pada edisi ini, Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA berusaha berbuat untuk mutu pendidikan dengan menampilkan berbagai topik terkait dengan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi guru dalam menguasai karakteristik peserta didik, strategi pembelajaran, dan penggunaan perangkat maupun media pembelajaran. Kami berharap keberadaan Jurnal ini dapat memberikan manfaat yang optimal sebagai sumber belajar untuk pengembangan profesi maupun pengembangan karir bagi tenaga fungsional seperti Widyaiswara, Dosen, Pengawas, Guru, dan tenaga fungsional lainnya. Kami juga mengharapkan peran aktifnya untuk menyumbangkan ide dan gagasan dalam bentuk artikel maupun hasil kajian ilmiah untuk edisi mendatang. LPMP NTB dan semua pihak untuk Bersama Menjamin Mutu, dalam kerangka pencapaian visi “Terselenggaranya Layanan Prima dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Berstandar Nasional dan Berwawasan Global Menuju Insan NTB yang Cerdas dan Berdaya Saing”. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berusaha keras dalam mewujudkan penerbitan ini, kami menghaturkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan taufik, hidayah, dan innayah-Nya kepada kita semua. Amin. Wassalaamualaikum wr. wb.
Kepala LPMP NTB,
ttd Minhajul Ngabidin, S.Pd, M.Si NIP. 196905101992011002
Format Penulisan Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
Juli 2018 | ISSN : 2460-4070 | Tahun Ke-4 No. 1 Hal. 1 s.d. 96 1. Artikel yang ditulis untuk jurnal meliputi hasil penelitian dan kajian konseptual di bidang pendidikan.
Artikel merupakan suatu bentuk pemaparan ide secara ilmiah yang memiliki daya dukung berupa teori dan atau hasil temuan penelitian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Dengan demikian, Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA LPMP NTB dapat menerima artikel penelitian atau artikel gagasan.
2. Artikel diserahkan ke redaksi dalam bentuk hardcopy 1 (satu) eksemplar dan softcopy. Berkas file softcopy dapat pula dikirim ke email: jurnalwidyakita@lpmpntb.org.
3. Sistematika penulisan:
a. Jika berupa hasil penelitian, memuat judul; nama penulis; abstrak (maksimal 250 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan yang memuat latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
b. Jika berupa kajian konseptual, memuat judul; nama penulis; abstrak (maksimal 250 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan yang memuat latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; pembahasan (dapat dibagi ke dalam beberapa sub bagian); kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
4. Kaidah penulisan:
a. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kecuali pada abstrak dapat dalam Bahasa Inggris. Pada bagian lainnya, apabila memerlukan penulisan dalam Bahasa Inggris agar ditulis dengan huruf miring;
b. Judul ditulis dengan huruf kapital dan ditetakkan di tengah-tengah, ukuran font Arial 13;
c. Nama penulis ditulis dengan huruf besar pada awal nama dan tanpa dicantumkan gelar akademik. Dibawah nama penulis dituliskan jabatan dan alamat email penulis;
d. Abstrak ditulis dengan font Arial 11 dan 1 spasi serta cetak miring. Kata-kata kunci (key word) terdiri dari 3 sampai dengan 5 kata dan dituliskan segaris dengan abstrak;
e. Daftar rujukan ditulis dengan font Arial 11 dan 1 spasi dan diurutkan sesuai abjad;
f. Sumber rujukan sedapat mungkin menggunakan pustaka terbitan 10 tahun terakhir, rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, atau disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau majalah ilmiah;
g. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Jika sumber pada kutipan langsung wajib mencantumkan halaman tempat asal kutipan;
5. Jenis kertas, jenis huruf, jumlah halaman, margin, dan jumlah kolom tulisan.
a. Jenis kertas yang digunakan adalah kertas HVS ukuran A4, menggunakan font Arial 11 dan 1,5 spasi. Jumlah halaman antara 10 s.d. 15 halaman;
b. Margin normal yaitu 4 cm tepi atas, 3 cm tepi bawah, 4 cm tepi kiri, dan 3 cm tepi kanan;
c. Kolom tulisan dalam jurnal dalam bentuk 2 kolom kecualli pada tabel dan grafik.
6. Penulisan judul tabel, gambar, dan grafik
a. Judul tabel, gambar, dan grafik menggunakan font Arial 10, dan dicetak tebal;
b. Judul tabel diberi nomor dan diletakkan di atas tabel dan ditengahkan;
c. Judul gambar dan grafik diberi nomor, diletakkan dibawah, dan ditengahkan;
d. Apabila tabel, gambar, dan grafik diambil dari suatu sumber, maka sumber harus ditulis dan diletakkan dibagian bawah tabel atau dibawah judul gambar atau judul grafik;
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
1
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI METODE KOLABORATIF PADA SISWA KELAS VIIA
SMPN 7 KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Nurrafaan Guru Bahasa Inggris pada SMPN 7 Kota Bima
E-mail : nurrafaan.smp7kobi@gmail.com
ABSTRAK
Pembelajaran kolaboratif memberikan kontribusi terhadap pengembangan /kohesi-fitas kelompok warga belajar, karena dalam kelompok akan terjadi interaksi yang lebih leluasa diantara warga belajar, serta kelompok dijadikan sarana untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga dimungkinkan warga bekajar memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan tujuan pembelajarannya rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris melalui metode kolaboratif pada siswa kelas VIIA SMPN 7 tahun pelajaran 2016/2017? Tujuan dalam penelitian ini adalah unuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris melalui metode kolaboratif pada siswa kelas VIIA SMPN 7 tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 7 Kota Bima pada siswa kelas VIIA dengan jumlah siswa 25 orang 13 orang siswa laki-laki dan 12 perempuan dengan kemampuan kognitif yang relatif heterogen. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester 2 selama bulan Pebruari sampai dengan April 2017. Model penelitian pada penelitian ini merujuk pada proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus I hanya mencapai 43% meningkat menjadi 76% pada siklus II. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I hanya 27% meningkat menjadi 82% pada siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus I baru mencapai rata-rata kelas 65 dengan ketuntasan 40% meningkat menjadi rata-rata kelas 85 dengan ketuntasan belajar 92% pada siklus II berarti pencapaian ketuntasan klasikal sudah terpenuhi yaitu minimal ≥ 85%. Kepada guru, agar dapat menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar termasuk menggunakan model pembelajaran kolaboratif agar motivasi belajar dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan. Disarankan kepada guru, dalam pembelajaran agar mempertimbangkan perkembangan dan taraf berpikir anak sebagai acuan dalam memilih pendekatan dan metode belajar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat evaluasi dan introspeksi oleh guru dalam proses belajar mengajar. Kata Kunci : Peningkatan Hasil Belajar, Metode Kolaboratif
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
2
PENDAHULUAN A. Latar Beakang
Interaksi antara guru dan
siswa yang optimal berimbas pada
penigkatan penguasaan konsep
siswa yang pada gilirannya dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa. Dengan perkataan lain, untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa
diperlukan peran guru kreatif yang
dapat membuat pembelajaran
bahasa Inggris menjadi lebih baik,
menarik dan disukai oleh peserta
didik.
Selama 4 (empat) tahun
terakhir ini prestasi belajar siswa di
SMP Negeri 7 Kota Bima
khususnya pada Mata Pelajaran
Bahasa Inggris selalu menempati
peringkat terakhir atau dengan kata
lain menempati urutan 4 dari Empat
mata pelajaran Ujian Nasionalkan
(UN), oleh sebab itu peneliti
berkeinginan untuk mencari solusi
untuk mengatasi dari keterpurukan
Hasil ujian tersebut. Pada tahun-
tahun sebelumnya sekolah sudah
berusaha mengadakan kegiatan
pemberian pembelajaran tambahan
atau kegiatan les pada sore hari
tetapi hasilnya tetap juga posisi
peringkatnya terakhir juga.
Salah satu upaya untuk
mengatasi masalah peningkatan
mutu dalam mata pelajaran Bahasa
Inggris tersebut adalah dengan
menerapkan pembelajaran yang
menitikberatkan pada keterampilan-
keterampilan tertentu seperti
keterampilan dalam menyelesaikan
masalah, ketrampilan dalam
mengamati obyek, keterampilan
dalam mengambil keputusan,
keterampilan dalam menganalisis
data, berfikir secara logis, sistematis
serta keterampilan dalam meng-
ajukan pertanyaan. Sehingga
pembelajaran akan lebih menitik
beratkan kepada siswa dan siswa
aktif dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar (Rustaman, 2005).
Maka tujuan dalam penelitian
ini adalah unuk memperbaiki mutu
atau dengan kata lain untuk
meningkatkan hasil belajar Bahasa
Inggris pada Ujian Nasional pada
tahun-tahun berikutnya melalui
metode kolaboratif. Mata Pelajaran
Bahasa Inggris di SMP bertujuan
agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut. (1)
Mengembangkan kompetensi
berkomunikasi dalam bentuk lisan
dan tulisan untuk mencapai tingkat
literasi functional, (2) Memiliki
kesadaran tentang hakikat dan
pentingnya bahasa Inggris untuk
meningkatkan daya saing bangsa
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
3
dalam masyarakat global, (3)
Mengembangkan pemahaman
peserta didik tentang keterkaitan
antara bahasa dengan budaya.
Dengan demikian Hipotesis
penggunaan pendekatan kolaboratif
dalam pembelajaran dapat mening-
katkan hasil belajar siswa. Oleh
karena itu penulis merasa tertarik
untuk melakukan pengkajian secara
teoretis maupun praktis
permasalahan ini dengan judul
peningkatan hasil belajar bahasa
inggris melalui metode kolaboratif
pada siswa kelas VIIA SMPN 7 Kota
Bima tahun pelajaran 2016/2017. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana meningkatkan hasil
belajar Bahasa Inggris melalui
metode kolaboratif pada siswa kelas
VIIA SMPN 7 Kota Bima tahun
pelajaran 2016/2017? C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan
masalah di atas maka tujuan dalam
penelitian ini adalah unuk
meningkatkan hasil belajar Bahasa
Inggris melalui metode kolaboratif
pada siswa kelas VIIA SMPN 7 Kota
Bima tahun pelajaran 2016/2017.
D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang
diperoleh dalam melakukan
penelitian ini, antara lain :
1. Sebagai masukan dan dasar
pemikiran guru untuk dapat
memilih metode yang tepat dalam
kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan materi yang dibahas.
2. Kepada para guru diharapkan
dapat mengetahui, memahami
dan menerapkan metode
Kolaboratif dalam upaya
peningkatan hasil belajar bahasa
inggris.
3. Bagi siswa supaya memiliki
kemandirian belajar yang tinggi
agar dapat memperoleh prestasi
belajar yang lebih baik.
KAJIAN TEORI
Menurut pandangan
konstruktivisme, belajar berarti
membentuk makna. Makna
diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan
alami Bagi kaum konstruktivisme
mengajar bukanlah kegiatan
memindahkan pengeta-huan dari
guru ke murid, melainkan suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri
pengetahuannya (Suparno, 1997).
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
4
Pendekatan pembelajaran
yang menitik beratkan kepada siswa
dan siswa aktif dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar adalah
model pembelajaran kolaborasi.
Pembelajaran kolaboratif memberi-
kan kontribusi terhadap pengem-
bangan kohesifitas kelompok warga
belajar, karena dalam kelompok
akan terjadi interaksi yang lebih
leluasa diantara warga belajar, serta
kelompok dijadikan sarana untuk
mengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan, sehingga
dimungkinkan warga bekajar me-
miliki tanggung jawab terhadap
keberhasilan tujuan pembelajaran-
nya (Jacob, 2010).
METODOLOGI PENELITIAN
A. Seting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penenlitian ini dilaksanakan di
SMPN 7 Kota Bima pada siswa
kelas VIIA dengan jumlah siswa 25
orang 13 orang siswa laki-laki dan
12 perempuan dengan kemampuan
kognitif yang relatif heterogen.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan
pada semester 2 selama bulan
Februari sampai dengan April 2017.
B. Prosedur Penelitian Model penelitian pada penelitian
ini merujuk pada proses pelak-
sanaan penelitian tindakan kelas
yang meliputi menyusun rancangan tindakan (planning), pelaksanaan
tindakan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting).
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini guru memper-
siapkan sesuatu yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan penelitian yang
dibuat, adalah menyusun rencana
pembelajaran bersama guru,
menyiapkan RPP, penyiapkan
lembar pengamatan observasi pada
saat mengamati pembelajaran,
menyiapkan instrumen tes untuk
evaluasi pada akhir siklus,
pelaksanaan tindakan direncanakan
pada awal bulan Februari 2017.
2. Tahap Implementasi Penelitian
Pada tahap implementasi ini
guru melaksanakan proses pembe-
lajaran materi pokok mengungkap-
kan makna dalam teks tulis
fungsional pendek sangat seder-
hana dengan menggunakan ragam
bahasa tulis secara akurat, lancar,
dan berterima untuk berinteraksi
dengan lingkungan terdekat sesuai
dengan RPP yang dibuat.
Pemberian tes akhir tindakan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
5
dilaksanakan setelah siswa
melaksanakan proses pembelajaran.
3. Tahap Pengamatan/Observasi
Melakukan observasi (peng-
amatan) oleh peneliti dan teman
sejawat terhadap pelaksanaan
tindakan dengan berdasarkan format
observasi yang telah dibuat.
4. Tahap Refleksi
Setelah melakukan tindakan
dan pengamatan, maka tahap-tahap
dalam siklus diakhiri dengan tahap
refleksi. Peneliti melakukan diskusi
dengan pengamat guna membahas
hasil pengamatan pada pelaksanaan
tindakan. Dari hasil diskusi tersebut
selanjutnya memperbaiki tindakan
pada siklus berikutnya.
C. Instrumen Penelitian 1. Lembar observasi
Ada dua instrumen observasi
dalam penelitian ini yaitu (a) lembar
observasi tentang aktivitas siswa
dalam pembelajaran kolaboratif, dan
(b) lembar observasi tentang
aktivitas yang dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran kolaboratif.
2. Tes hasil belajar
Instrumen tes digunakan untuk
mengumpulkan data tentang hasil
belajar siswa, yang diberikan setiap
akhir siklus tindakan. Instrumen tes
disusun dengan bentuk soal pilihan
ganda sebanyak 12 nomor.
Penyusunan soal tersebut, mengacu
pada model Bloom`s Taxonomy,
yang meliputi: pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3),
analisis (C4), sintesis (C5), dan
evaluasi (C6) (Purwanto, 1984;
Depdiknas, 2003). D. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak
tindakan pembelajaran dilaksana-
kan, dikembangkan selama proses
refleksi sampai dengan proses
penyusunan laporan. Analisis data
digunakan rumus sebagai berikut:
1) Keaktifan siswa dan guru dalam
pembelajaran
Mengenai hasil aktivitas siswa
dan guru akan dianalisa dengan
rumus sebagai berikut:
Ag =
Keterangan: Ag = Skor rata-rata keaktifan
siswa/guru x = Skor masing-masing
indikator i = Banyaknya indikator
2) Prestasi belajar
Untuk mengetahui prestasi
belajar yang diperoleh siswa
secara klasikal selama proses
pembelajaran yaitu dengan
menggunakan rumus sebagai
berikut:
%100xNpKB
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
6
Dimana :
KB = Ketuntasan belajar P = banyak siswa yang
memperoleh nilai > 65 N = banyaknya siswa
Ketuntasan belajar dikatakan
tercapai jika KB > 85% (Sudjana,
2008).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini berusaha
menjawab hipotesis tindakan yang
diajukan yaitu metode kolaboratif
dapat meningkatkan hasil belajar
Bahasa Inggris siswa kelas VIIA
SMPN 7 Kota Bima tahun pelajaran
2016/2017. Materi yang disajikan
dalam penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus dengan materi
menulis khsusnya mengungkapkan
makna dalam teks tulis fungsional
pendek sangat sederhana dengan
menggunakan ragam bahasa tulis
secara akurat, lancar, dan berterima
untuk berinteraksi dengan
lingkungan terdekat. Berikut ini akan
dijelaskan data tiap siklus. 1. Siklus I a. Perencanaan
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat pembe-
lajaran yang terdiri dari rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP),
memyiapkan lembar observasi atau
instrumen penelitian, menyaiapkan
alat evaluasi dan menyiapkan
lembar kerja siswa (LKS).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I
telah dimulai pada bulan Februari
2017, yang terdiri dari dua kali
pertemuan untuk pembelajaran dan
satu kali untuk eveluasi. Pertemuan
pertama membahas mengenai
materi menulis. Sebagai pelaksana
pembelajaran adalah peneliti sendiri,
sedangkan observer melibatkan
guru sejawat.
c. Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Observasi Keaktifan Siswa
Untuk mengetahui tingkat
aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kolaboratif pada siklus
I dapat dilihat pada pada lampiran 1.
Berdasarkan lampiran 1 pada siklus
I baru 43% keaktifan yang dilakukan
siswa dalam pembelajaran
kolaboratif. Berdasarkan data
tersebut pada siklus I keaktifan
belajar siswa rata-rata masih rendah
yaitu 43%.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Proses observasi dilaksanakan
oleh guru Bahasa Inggris selama
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
7
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang telah
di siapkan untuk memantau jalannya
proses belajar mengajar.
Berdasarkan aktivitas guru
dalam menerapakan pembelajaran
kolaboratif pada siklus I baru
dilaksanakan 27% dan belum
dilaksanakan 73%. Karena indikator
kinerja yang ditentukan dalam
proses pembelajaran aktivitas guru
adalah 85% maka pada disiklus I ini
belum mencapai indikator kinerja
yang direncanakan.
3) Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa pada
siklus I dapat dilihat lampiran 5. dari
data tersebut pada siklus I siswa
yang belum tuntas belajar masih ada
15 orang atau 60% sedangkan yang
sudah tuntas belajar baru 10 orang
atau 40%. Berdasarkan data
tersebut maka berdasarkan kriteria
ketuntasan di SMPN 7 Kota Bima
bahwa ketuntasan klasikal apabila
telah mencapai 85%.
d. Refleksi
Setelah selesai siklus I maka
diadakan refleksi dan diskusi dengan
guru Bahasa Inggris . Beberapa hal
yang direfleksi adalah dari aspek
keaktifan belajar siswa, aktivitas
guru dan prestasi belajar siswa. Dari
aspek motivasi siswa sebagaian
besar masih belum mencapai
indikator kinerja yang telah
ditentukan dimana motivasi siswa
harus mencapai 85%. Beberapa
aspek yang belum mencapai target
indikator kinerja adalah aktif
melakukan konfirmasi tentang tugas
dalam kelompok asal, siswa juga
belum aktif mencari bahan untuk
mendalami materi yang ditugaskan
dalam kelompok ahli. Selain itu
siswa juga belum termotivasi
mengajukan pertanyaan kepada
guru atau teman apabila ada materi
yang tidak dimengerti. Motivasi
siswa dalam memberikan penguatan
atau sanggahan pada saat diskusi
dan memberikan pertanyaan pada
siswa yang presentasi masih belum
terlihat pada siklus I. Walaupun
demikian persentase motivasi untuk
aspek mendengarkan dan
memperhatikan petunjuk atau
penjelsan guru, selalu menujukkan
sikap ingin tahu dengan mengajukan
pertanyaan, dan aspek menunjukkan
sikap senang berdiskusi baik di
kelompok asal maupun kelompok
berada pada 40% ke atas, namun
secara umum hasil observasi
terhadap aktivitas siswa dengan
menggunakan model kolaboratif
baru mencapai 27%.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
8
Dari aspek aktivitas yang
dilakukan guru pada siklus I baru
beberapa aspek yang dilakukan
guru. Pada kegiatan pendahuluan
guru baru melaksanakan Guru
membagi Konsep menjadi bagian-
bagian sesuai dengan jumlah
kelompok kecil, Guru membentuk
kelompok kecil, dan Guru
menyiapkan LKS siswa. Sedangkan
kegiatan pokok guru baru melakukan
aktivtas Guru membimbing siswa
untuk mempresentasikan hasil
kelompok, dan kegiatan penutup
guru baru melakukan 2 aspek dari
tiga aspek aktivitas guru yaitu Guru
menerima hasil kerja kelompok kecil
dan Guru menyelenggarakan tes
yang mencakup materi satu Bab.
Masih banyak yang belum dilak-
sanakan guru dalam aktivitas
pembelajaran seperti guru menyiap-
kan alat bantu yang diperlukan
siswa, guru menjelaskan tugas dari
masing-masing anggota kelompok,
guru memberi pengarahan kepada
kelompok dan membimbing jalannya
pembelajaran, guru mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan
ke penyaji kelompok, dan guru
memberikan penghargaan minggu-
an. Secara keseluruhan aktivitas
guru pada siklus I guru baru
melakukan aktivitas pembelajaran
43%.
Dari aspek prestasi belajar
siswa pada siklus I masih banyak
siswa yang belum tuntas belajar.
Data prestasi belajar siswa
menunjukkan bahwa ketuntasan
klasikal baru mencapai 10% dari
85% yang diharapkan.
Berdasarkan refleksi terhadap
motivasi belajar, aktivitas yang
dilakukan guru dan prestasi belajar
siswa yang telah dilaksanakan pada
siklus I ternyata masih belum
mencapai indikator kinerja yang
telah ditentukan dan kriteria
ketuntasan yang ditentukan oleh
karena itu masih perlu dilanjutkan
pada siklus II untuk melakukan
perbaikan terhadap kendala-kendala
yang terjadi pada siklus I. 2. Siklus II a. Perencanaan
Sama seperti pada siklus I,
sebelum proses belajar dimulai pada
siklus II, peneliti terlebih dahulu
mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), skenario pembelajaran (SP),
lembar observasi dan lembar kerja
siswa (LKS). Persiapan pada saat
perencanaan tentunya melakukan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
9
revisi seperlunya setelah melihat
kelemahan pada siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada
siklus II dilakukan pada bulan Maret
2017. Materi diajarkan sama seperti
siklus I yaitu tentang materi menulis.
Guru sebagai observer menyiapkan
lembar observasi dan LKS yang
akan dikerjakan dengan model
pembelajaran kolaboratif.
c. Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Observasi Motivasi Belajar
Siswa
Pada siklus II ini hasil observasi
tentang motivasi belajar siswa dapat
dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan data yang
disajikan pada lampiran 2
menunjukkan motivasi belajar siswa
pada siklus II mencapai 76% berarti
sudah mencapai indikator kinerja
yang ditetapkan sebesar 85%.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Hasil observasi yang dilakukan
terhadap aktivitas guru siklus II
menunjukkan bahwa semua aspek
sudah dilaksanakan oleh guru
dengan sangat baik hal ini dapat
dilihat bahwa hampir semua aspek
telah dilaksanakan oleh guru kecuali
guru belum memberikan peng-
hargaan mingguan pada siswa.
Secara keseluruhan persentase
capaian dari aktivitas guru dalam
proses pembelajaran adalah
mencapai 82%. Selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 4.
3) Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa pada
siklus II mengalami peningkatan
yang cukup berarti. Dari 25 orang
siswa hanya dua orang siswa yang
belum tuntas belajar. Selebihnya
yaitu 23 orang atau 92% siswa
sudah tuntas belajar. Dua orang
siswa tersebut belum mencapai
KKM yang ditetap di SMPN 7 Kota
Bima, mereka hanya mencapai nilai
60. Sementara KKM Bahasa Inggris
terpadu di SMPN 7 Kota Bima
sebesar 65. Adapun dua orang
siswa yang belum tuntas tersebut
atas nama Arfifi Susanti dan
Musyamin dengan nilai masing-
masing 58. Namun rata-rata kelas
cukup tinggi yaitu 85 dan persentase
ketuntasan 92%. Prestasi belajar
siswa pada siklus II dapat dilihat
pada Lampiran 6.
d. Refleksi
Pada akhir siklus II peneliti dan
guru Bahasa Inggris di kelas VII
melakukan refleksi tentang proses
pembelajaran yang telah ber-
langsung di siklus II.
Refleksi dilakukan terhadap proses
pembelajaran dan aspek yang
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
10
diobservasi seperti aspek motivasi
belajar, aktivitas guru dan prestasi
belajar. Persentase ketercapaian
dari tiga hal tersebut pada siklus II
adalah sebagai berikut: motivasi
belajar persentase ketercapaiannya
mencapai 86, aktivitas guru 91%,
dan prestasi belajar rata-rata kelas
80 dan presentase ketuntasan 93%.
Berdasarkan refleksi
terhadap proses belajar mengajar
yang telah dilaksanakan pada siklus
II dapat dijelaskan bahwa dari
aktivitas siswa cukup tinggi yaitu
76%, demikian juga aktivitas guru
juga sangat tinggi yaitu 82%. Hasil
belajar siswa mencapai rata-rata 85.
Dengan perincian hanya 2 orang
siswa yang belum tuntas pada siklus
II dan ketuntasan mencapai 92%.
Berdasarkan uraian di atas maka
tidak dilakukan lagi perbaikan pada
siklus berikutnya, dengan kata lain
pelaksanaan pembelajaran ini tidak
dilanjutkan pada siklus ke-III. B. Pembahasan
Dalam penelitian ini, penerapan
model pembelajaran kolaboratif
dengan harapan hasil belajar siswa
kls VIIA SMPN 7 Kota Bima dapat
dioptimalkan sehingga ketuntasan
belajar dapat tercapai. Materi yang
disampaikan pada siklus I dan II
adalah mengenai materi Menulis
khususnya tentang mengungkapkan
makna dalam teks tulis fungsional
pendek sangat sederhana dengan
menggunakan ragam bahasa tulis
secara akurat, lancar, dan berfariasi
untuk berinteraksi dengan
lingkungan terdekat.
Penelitian tindakan ini ingin
mengetahui apakah dengan
menggunakan model pembelajaran
kolaboratif dapat meningkatkan hasil
belajar Bahasa Inggris di siswa kelas
VIIA SMPN 7 Kota Bima, maka
dapat dilihat dari aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran di
kelas.
Hasil penelitian ini menujukkan
bahwa pada siklus I aktivitas siswa
masih rendah yaitu baru mencapai
43% dan meningkat menjadi 76%
pada siklus II. Demikian pula hasil
pengamatan terhadap aktivitas yang
dilakukan oleh guru pada siklus I
baru mencapai 27% meningkat
menjadi 82% pada siklus II.
Dilihat dari hasil belajar siswa
dapat diketahui pada siklus I belum
tercapai ketuntasan seperti yang
diharapkan. Tidak tercapainya
ketuntasan belajar pada siklus I
disebabkan beberapa hal
diantaranya masih kurangnya
keaktifan guru dalam membimbing
dan mengarahkan kelompok siswa
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
11
dalam membuat rangkuman materi
sendiri dari penjelasan yang
dilakukan, kurangnya aktivitas siswa
dari tiap kelompok dalam mengikuti
pelajaran. Pada siklus I ketuntasan
belajar yang dicapai baru 40%
artinya baru 10 orang siswa yang
tuntas belajar, dan 60% siswa atau
15 orang siswa yang belum tuntas
belajar. Hal ini masih jauh dari
ketuntasan yang diharapkan yaitu
85%. Pada siklus II siswa yang
mencapai ketuntasan belajar 23
orang atau mencapai 92% artinya
hanya 2 orang siswa atau 8% saja
siswa yang belum tuntas belajar.
Pada siklus II hasil evaluasi
yang diperoleh tidak tuntas 2 orang
siswa, hal ini disebabkan karena
siswa dari tiap kelompok masih
kurang aktif dalam menanyakan hal-
hal yang belum dimengerti,
kurangnya kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran, dan kurangnya
penguasaan siswa terhadap materi
yang diajarkan. Hasil yang diperoleh
pada siklus II adalah 93%. Karena
capai ketuntasan ini melampaui di
atas KKM dan indikator kinerja maka
tidak perlu lagi dilanjutkan pada
siklus berikutnya.
Dari hasil penelitian tentang
keaktifan belajar Bahasa Inggris
siswa kelas VIIA SMPN 7 Kota Bima
menunjukkan bahwa siswa telah
aktif didalam kelompok saat
memecahkan masalah materi
menulis, siswa juga selalu bertanya
kepada teman bila ada yang kurang
paham saat mengerjakan soal-soal
Bahasa Inggris , selalu aktif didalam
mengeluarkan pendapatnya baik
dalam diskusi maupun saat
pelajaran berlangsung dan apabila
ada permasalahan yang kurang tahu
maka siswa berusaha untuk mencari
tahu, melalui bertanya kepada guru
maupun mencari materi tambahan
dari buku paket yang diberikan. Hal
ini sependapat dengan Sudjana
(1988:72), yang menyatakan bahwa
keaktifan siswa dalam mengikuti
proses belajar mengajar meliputi :
turut serta dalam melaksanakan
tugas belajarnya, terlibat dalam
pemecahan masalah, bertanya
kepada siswa lain atau guru apabila
tidak memahami persoalan yang
dihadapinya, berusaha mencari
berbagai informasi yang diperlukan
untuk memecahkan masalah,
melatih diri dalam memecahkan
masalah atau soal dan menilai
kemampuan dirinya dan hasil-hasil
yang diperoleh.
Keaktifan belajar dalam siswa dapat
dilihat dari perhatian siswa terhadap
penjelasan guru, kkerjasamanya
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
12
dalam kelompok, kemampuan siswa
mengemukakan pendapat, memberi
kesempatan berpendapat kepada
teman dalam kelompok, men-
dengarkan dengan baik ketika teman
berpendapat, memberi gagasan
yang cemerlang, membuat peren-
canaan dan pembagian kerja yang
matang, keputusan berdasarkan
pertimbangan anggota yang lain,
memanfaatkan potensi anggota
kelompok dan saling membantu dan
menyelesaikan masalah.
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan, dapat peneliti
simpulkan bahwa:
1. Aktivitas belajar siswa meningkat
dari siklus I hanya mencapai 43%
meningkat menjadi 76% pada
siklus II.
2. Aktivitas pembelajaran yang
dilakukan guru pada siklus I
hanya 27% meningkat menjadi
82% pada siklus II.
3. Hasil belajar siswa pada siklus I
baru mencapai rata-rata kelas 65
dengan ketuntasan 40%
meningkat menjadi rata-rata kelas
85 dengan ketuntasan belajar
92% pada siklus II berarti
pencapaian ketuntasan klasikal
sudah terpenuhi yaitu minimal ≥
85%. B. Saran
Dari hasil penelitian yang
diperoleh, maka peneliti dapat
memberikan saran:
1. Kepada guru Bahasa Inggris,
agar dapat menggunakan metode
yang bervariasi dalam mengajar
termasuk menggunakan model
pembelajaran kolaboratif agar
motivasi belajar dan prestasi
belajar siswa dapat ditingkatkan.
2. Kepada guru Bahasa Inggris di
kelas VII, dalam pembelajaran
agar mempertimbangkan
perkembangan dan taraf berpikir
anak sebagai acuan dalam
memilih pendekatan dan metode
belajar. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan
sebagai alat evaluasi dan
introspeksi oleh guru dalam
proses belajar mengajar.
3. Kepada para guru Bahasa Inggris
diharapkan dapat mengetahui,
memahami dan menerapkan
model pembelajaran kolaboratif
dalam upaya peningkatan hasil
belajar Bahasa Inggris pada
siswa utamanya menulis
khususnya mengungkapkan
makna dalam teks tulis fungsional
pendek sangat sederhana
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
13
dengan menggunakan ragam
bahasa tulis secara akurat, lancar
untuk berinteraksi dengan
lingkungan terdekat.
4. Bagi peneliti selanjutnya yang
ingin menerapkan model
pembelajaran kolaboratif ini
sedapat mungkin mampu
mengelola alokasi waktu, dan
fasilitas pendukung termasuk
media pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Ali, M. 2000. Guru Dalam Proses
Belajar Mengajar. PT Sinar Baru Algesindo. Bandung.
Anggoro. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Aqib, Zainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Penerbit Insan Cendekia. Surabaya.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penilitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Renika Cipta.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa.
Jacob. 2010. Belajar Kolaboratif Lawan Kooperatif: Suatu Perbandingan Dua Konsep Yang Dapat Membantu Kita Mengerti Ciri Utama Belajar Interaktif. Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI. Email: cjacob@upi.edu.
Kasmadi. 2001. Teknologi Komunikasi Pendidikan, pengertian dan penerapannya di Indonesia. Jakarta : Rajawali.
Lie, A. 2002. Cooperative learning. Jakara: PT. Gramedia Widya Sarana Indonesia.
Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur, M. 2001. Performance dalam Pendidikan Bahasa Inggris. Surabaya: Tanpa penerbit.
Nurhadi, Yasin B, dan Senduk, GA. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malan8ohn jniminub8nuimg: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Saptono, S. 2005. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Inggris. Universitas Negeri Semarang.
Sukmadinata. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Syah, M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: penerbit PT. Rosdakarya.
Purwanto, 1984. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali.
_____, 2003. Evaluasi Hasil Belajar. Depdiknas.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
14
PENGGUNAAN METODE LEARNING BY DOING DENGAN MEDIA EDS (EVALUASI DIRI SISWA) UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN UNJUKKERJA SISWA
Siti Romdhijah Guru SMKN 1 Kuripan
E-mail : diyah.suherman@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan pendidikan pada hakekatnya membekali siswa dengan kemampuan nyata (real skills), dengan demikian adanya penilaian unjukkerja sangat penting untuk mengetahui ketercapaian tujuan tersebut. Kemampuan unjukkerja siswa lebih akurat karena mengukur secara langsung dengan cara siswa berbuat sesuatu (learning by doing). Namun demikian untuk mengetahui kemampuan tersebut, terkadang guru mengalami kesulitan jika hanya mengamati saja tanpa adanya standar kinerja tertentu dalam mencapai suatu kompetensi. Penelitian ini mengembangkan metode pembelajaran learning by doing disertai tindakan penilaian unjukkerja siswa secara mandiri oleh siswa yang bersangkutan dengan menggunakan media lembar observasi / pengamatan EDS (Evaluasi Diri Siswa). Kriteria penilaian menunjukkan standar unjuk kerja yang ditetapkan agar tujuan pembelajaran tercapai. Penggunaan metode learning by doing dengan Media EDS (Evaluasi Diri Siswa) akan memudahkan untuk mengukur kemampuan unjuk kerja individual siswa secara obyektif, disamping menanamkan nilai karakter kejujuran pada diri siswa dalam menilai kemampuan diri sendiri. Terdapat peningkatan perolehan skor unjukkerja siswa pada pembuatan tahu dengan media penilaian EDS dari siklus I, II, dan III. Prosentase siswa yang lulus / kompeten dengan perolehan skor unjuk kerja ≥ 75 dari 19,4 % pada siklus I meningkat menjadi 80,6 % pada siklus II dan 90,3 % pada siklus III. Siswa mendapatkan feedback/ umpan balik pada setiap pelaksanaan siklus melalui tahapan refleksi. Kata Kunci: learning by doing, media EDS, kemampuan unjuk kerja PENDAHULUAN
Belajar secara umum dapat
diartikan sebagai perubahan,
contohnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak mampu menjadi
mampu, dari tidak mau menjadi
mau, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud
perubahan dalam belajar adalah
perubahan yang relatif, konstan, dan
berbekas pada peserta didik. Untuk
menghasilkan tamatan yang
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
15
kompeten dibidangnya, perlu
pembelajaran yang menekankan
aspek ketrampilan/unjuk kerja (competency based curriculum)
selain aspek pengetahuan dan sikap
Bidang kejuruan/produktif lebih
menuntut kemampuan praktik yang
lebih menitikberatkan pada ranah
motorik sedangkan mata pelajaran
yang menuntut kemampuan teori
lebih menitik beratkan pada ranah
kognitif, dan keduanya selalu
mengandung ranah afektif.
Pembelajaran dengan
perbuatan mengajarkan siswa belajar melalui tindakan (doing),
sehingga cenderung kuat dalam segi
kemampuan melaksanakan tugas,
berani mengambil resiko, dan
mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya. Siswa akan
menghargai keberhasilannya dalam
menyelesaikan pekerjaan,
pengaruhnya pada orang lain, dan
prestasinya. Sedangkan teori
digunakan siswa untuk memecahkan
masalah dan mengambil keputusan.
Penerapan model
pembelajaran learning by doing
membutuhkan penilaian unjuk kerja
untuk mengukur tingkat ketercapaian
kompetensi peserta didik. Oleh
karena itu penggunaan media/alat
yang berupa format penilaian
menjadi penting dalam proses
pembelajaran karena dapat
memberikan informasi lebih banyak
tentang kemampuan peserta didik
dalam proses maupun produk,
bukan sekedar memperoleh
informasi tentang jawaban benar
atau salah saja.
Untuk mengukur tingkat
kemampuan hasil belajar diperlukan
perangkat penilaian yang tersusun
atas kriteria untuk mencapai standar
kompetensi. Kriteria penilaian
menunjukkan standar unjuk kerja
yang ditetapkan agar tujuan
pembelajaran tercapai. Atas dasar
inilah maka penggunaan
media/format penilaian unjuk kerja
merupakan kebutuhan yang perlu
untuk dikembangkan dalam proses
pembelajaran dan penilaian.
Penilaian kemampuan unjuk
kerja peserta didik diukur dengan tes
tindakan melalui proses pengamatan
/ tes perbuatan. Tes perbuatan yakni
tes yang penugasannya
disampaikan dalam bentuk lisan
atau tertulis dan pelaksanaan
tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau unjuk kerja. Alat
yang dapat digunakan untuk
melakukan tes ini adalah lembar
observasi atau pengamatan
terhadap tingkah laku tersebut.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
16
Penilaian tes perbuatan
dilakukan sejak peserta didik
melakukan persiapan,
melaksanakan tugas, sampai
dengan hasil yang dicapainya. Untuk
menilai tes perbuatan diperlukan
media/format pengamatan yang
bentuknya dibuat sedemikian rupa
agar pencapaian skor/angka-angka
ditulis pada tempat yang sudah
disediakan. Beberapa jenis penilaian
diantaranya adalah penilaian unjuk kerja (performance), penugasan
(project), dan hasil karya (product).
Untuk itu perlu adanya media/format
yang dapat digunakan sebagai
rambu-rambu dalam
menilai/mengukur kemampuan
siswa tersebut. Hal inilah yang
nantinya tertuang dalam media /
format EDS (Evaluasi Diri Siswa)
yang berupa lembar observasi
penilaian unjuk kerja siswa.
Dengan penggunaan lembar
observasi penilaian (EDS)
diharapkan membantu guru maupun
peserta didik mendapatkan petunjuk
praktis, untuk menilai kemampuan
unjuk kerja peserta didik atau
peserta didik belajar menilai diri
sendiri melalui tes tindakan
berpedoman dengan metode learning by doing.
Lembar observasi penilaian
EDS memuat tes tindakan yang
berpedoman (rubrik penilaian) dalam
melakukan penilaian kepada peserta
didik dan disertai skor nilai
pencapaian. Sehingga setiap
peserta didik memperoleh tugas
yang sama, baik dari volume, tugas,
ataupun tingkat kesukaran tugas.
Melalui lembar observasi
penilaian (EDS), siswa secara
mandiri menilai kemampuan diri
sendiri secara obyektif melalui
kriteria standar berupa angka–angka
pencapaian kompetensi/kemampuan
kerja siswa. Hal ini juga untuk
menekankan penanaman nilai
karakter sifat kejujuran pada diri
siswa dalam menilai diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas,
maka penulis melakukan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penggunaan Metode Learning by
doing dengan Media EDS (Evaluasi
Diri Siswa) untuk meningkatkan
kemampuan unjuk kerja siswa dalam
Pengoperasian Peralatan dan
Proses Pengolahan Hasil Pertanian
(Pembuatan Tahu) pada siswa Tk
XI/TPHP SMKN 1 Kuripan Lombok
Barat Tahun 2016/2017.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
17
Rumusan Masalah Untuk peningkatan kemampuan
unjuk kerja siswa maka dapat diiden-
tifikasi masalah–masalah sebagai
berikut :
1. Keaktifan siswa pada
pembelajaran praktek yang
menuntut unjuk kerja sangat
ditekankan dengan cara siswa
melakukan sendiri (by doing)
Penggunaan metode pembelajar-
an siswa aktif berbuat/melakukan
(learning by doing) diharapkan
meningkatkan kemampuan unjuk
kerja siswa secara individual.
2. Umumnya guru mengalami
kesulitan untuk melakukan
penilaian kemampuan unjuk kerja
peserta didik. Sebagian guru
melakukan penilaian ketrampilan
siswa hanya berdasarkan
pengamatan sikap, proses dan
produk akhir yang dilakukan oleh
peserta didik.
3. Dalam melakukan penilaian unjuk
kerja siswa, guru jarang/belum
melakukan dengan membuat skor
penilaian. Penggunaan media
EDS (Evaluasi Diri Siswa ) yang
berupa lembar observasi
penilaian berisi kriteria standar
berupa angka –angka pencapaian
kompetensi/kemampuan kerja
siswa, akan memudahkan menilai
kemampuan unjuk kerja siswa
sebagai standar penilaian secara
obyektif.
Berdasarkan uraian di atas maka
rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah :
“Apakah penggunaan metode
learning by doing dengan perangkat
media EDS
(Evaluasi Diri Siswa) dapat
meningkatkan kemampuan unjuk
kerja siswa dalam materi
Pengoperasian peralatan dan proses
pengolahan hasil pertanian (
pembuatan tahu ) pada siswa tingkat
XI / TPHP di SMKN 1 Kuripan
Lombok Barat?”
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah
untuk mengetahui Peningkatan
Kemampuan Unjuk Kerja Siswa
pada materi pembuatan tahu
melalui Metode Pembelajaran
Learning by doing dengan media
penilaian EDS (Evaluasi Diri Siswa). Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan PTK ini
diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi siswa, sebagai wahana
baru dalam proses pembe-
lajaran untuk meningkatkan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
18
kemampuan unjuk kerja serta
keaktifan dan prestasi belajar
siswa.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai
masukan/bahan pertimbangan
untuk meningkatkan kualitas
proses pembelajaran di kelas
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam
membuat kebijakan untuk
peningkatan mutu pembelajaran
KAJIAN TEORI A. Metode Learning by Doing.
Pola pengajaran guru
berkaitan erat dengan pilihan
metode, jika bahan pelajaran
disajikan secara menarik, besar
kemungkinan motivasi belajar siswa
akan meningkat. Metode yang
dimaksud didasarkan pada model
pembelajaran yang dipakai, model
pembelajaran dalam hal ini diartikan
sebagai acuan proses perubahan
tingkah laku yang dihasilkan melalui
pengalaman.
Menurut Mills (1977),
pembelajaran keterampilan akan
efektif bila dilakukan dengan meng-
gunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing).
Model pembelajaran learning by
doing dilaksanakan untuk menun-
jang kreatifitas siswa dan menum-
buhkan sikap berani dan berparti-
sipasi di dalam kelas. Proses di
dalamnya mengandung kegiatan
seperti bermain sambil belajar,
melakukan praktik langsung yang
berhubungan dengan materi, dan
sebagainya. Dalam pelaksanaannya
siswa tidak hanya menjadi
pendengar tetapi juga diharapkan
berperan aktif saat di kelas. Model pembelajaran learning
by doing merupakan model pembe-
lajaran yang mampu mengaktifkan
siswa dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran dengan model pembelajaran learning by doing ini
siswa lebih ditekankan untuk
berinteraksi langsung, hal ini sangat
ditekankan untuk dilakukan dalam
pembelajaran kejuruan/produktif . B. Kemampuan Unjukkerja.
Pasal 25 (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan menjelaskan bahwa
Kompetensi Lulusan mencakup
sikap, pengetahuan, dan keteram-
pilan. Ini berarti bahwa pembelajaran
dan penilaian harus mengem-
bangkan kompetensi peserta didik
yang berhubungan dengan ranah
afektif (sikap), kognitif (pengeta-
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
19
huan), dan psikomotor (keteram-
pilan).
Pada umumnya penilaian
yang dilakukan oleh pendidik lebih
menekankan pada penilaian ranah
kognitif. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan karena pendidik kurang
memahami penilaian ranah afektif
dan motorik. Oleh karena itu perlu
adanya acuan untuk mengembang-
kan perangkat penilaian motorik,
terlebih pada penggunaan metode pembelajaran learning by doing yang
menuntut siswa aktif berbuat/
melakukan tindakan (unjuk kerja).
Ada beberapa ahli yang
menjelaskan cara menilai hasil
belajar motorik. Ryan (1980)
menjelaskan bahwa hasil belajar
keterampilan dapat diukur melalui
(1) pengamatan langsung dan
penilaian tingkah laku peserta didik
selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, (2) sesudah mengikuti
pembelajaran, yaitu dengan jalan
memberikan tes kepada peserta
didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, (3)
beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak
dalam lingkungan kerjanya.
Penilaian kemampuan unjuk kerja (performance assessment)
secara sederhana dapat dinyatakan
sebagai penilaian terhadap kemam-
puan dan sikap siswa yang ditunjuk-
kan melalui suatu perbuatan.
Penilaian unjuk kerja merupakan
penilaian terhadap perolehan,
penerapan pengetahuan dan
ketrampilan yang menunjukkan
kemampuan siswa dalam proses
maupun produk yang mengacu pada
standar tertentu.
Berdasar pendapat Hari S.
(2008), penilaian unjuk kerja dapat
menilai pengetahuan, sikap dan
ketrampilan siswa. Penilaian unjuk
kerja memungkinkan siswa menun-
jukkan apa yang dapat mereka
lakukan (kemampuan nyata/ riil) dan
orang yang dinilai kemampuan
keterampilannya (skill) harus
menampilkan atau melakukan
keterampilan yang dimiliki di bawah
persyaratan-persyaratan kerja yang
berlaku. Sedangkan menurut
pendapat Zainal (1990) penilaian
unjuk kerja adalah bentuk tes yang
menuntut jawaban peserta didik
dalam bentuk perilaku, tindakan atau
perbuatan. Peserta didik bertindak
sesuai dengan apa yang
diperintahkan atau ditanyakan. Jadi performance assess-
ment adalah suatu penilaian yang
meminta peserta tes untuk
mendemonstrasikan dan mengapli-
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
20
kasikan pengetahuan unjuk kerja ke
dalam berbagai macam konteks
sesuai dengan yang diinginkan.
Pengukuran penilaian hasil
belajar dengan menggunakan
instrumen non tes cocok untuk
mengevaluasi hasil belajar aspek
afektif dan keterampilan kinerja.
Bentuk penilaian yang mengguna-
kan alat ukur/instrumen non tes
yaitu: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian proyek/
produk, penilaian portofolio, dan
penilaian sikap (Wulan, 1999).
Keuntungan-keuntungan da-
lam penilaian unjuk kerja antara lain
(Wulan, 1999) :
1. Keuntungan yang paling penting
dari penilaian unjuk kerja adalah
dapat secara langsung meng-
ukur ketrampilan dari siswa dan bukan hanya dengan tes (paper
and pencil test) saja.
2. Keuntungan yang kedua dari
penilaian unjuk kerja adalah
dapat mempengaruhi cara
belajar siswa dimana siswa
tidak hanya sekedar menghafal
saja tetapi bagaimana siswa
diharapkan dapat menunjukkan
kemampuannya dalam meng-
gunakan semua keterampil-
annya sehingga mereka dapat
mengingatnya dengan lebih
baik.
3. Keuntungan ketiga dari
penilaian unjuk kerja ini adalah
dapat mengukur proses kerja
siswa langkah demi langkah
sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
4. Memberikan motivasi yang
besar bagi siswa serta men-
ciptakan aplikasi pembelajaran
sesuai situasi kehidupan nyata
Penilaian unjuk kerja dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu
suatu pekerjaan yang telah selesai
dikerjakan, keterampilan, kemam-
puan merencanakan sesuatu
pekerjaan dan mengidentifikasikan
bagian-bagian sesuatu. Penilaian
unjuk kerja lebih menekankan
proses daripada hasil karena
memantau kerja siswa secara
langsung.
Hal yang penting dalam
penilaian unjuk kerja adalah cara
mengamati dan memberikan skor
pencapaian kemampuan unjuk kerja
peserta didik. Di samping itu, dalam
pelaksanaan penilaian diperlukan
standar pedoman/kriteria penilaian
yang bertujuan untuk memudahkan
penilai dalam menilai, sehingga
tingkat subyektifitas bisa ditekan
(Grounlund, 1985).
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
21
Menurut Trespeces
(Depdiknas 2003), performance
assessment adalah berbagai macam
tugas dan situasi dimana peserta tes
diminta untuk mendemonstrasikan
pemahaman dan mengaplikasikan
pengetahuan yang mendalam, serta
keterampilan di dalam berbagai
macam konteks sesuai dengan
kriteria yang diinginkan
Penggunaan tes perbuatan/
unjuk kerja untuk mengukur
kemampuan siswa pada aspek
motorik dengan beberapa alasan
diantaranya adalah 1) guru secara
langsung dapat mengamati dengan
jelas sehingga lebih mudah dalam
memberikan penilaian 2) tes
perbuatan tepat untuk mengetahui
sikap yang merefleksi dalam tingkah
laku sehari-hari
(suaidinmath.wordpress.com, 2010). C. Penggunaan Media EDS
(Evaluasi Diri Siswa) Media merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasil-
an pengajaran, karena membantu
guru dalam menyampaikan materi
pelajaran dan meningkatkan
efisiensi proses dan kualitas hasil
pendidikan.
Penilaian unjuk kerja bentuk
penugasannya dapat disampaikan
dalam bentuk lisan atau tertulis dan
pelaksanaan tugasnya dinyatakan
dengan perbuatan atau unjuk kerja.
Penilaian dilakukan sejak peserta
didik melakukan persiapan,
melaksanakan tugas, sampai
dengan hasil yang dicapainya.
Instrumen untuk mengamati
unjuk kerja peserta didik dapat
berupa lembar observasi. Lembar
observasi adalah lembar yang
digunakan untuk mengobservasi
kemunculan aspek-aspek keteram-
pilan yang harus dilakukan sesuai
tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Lembar observasi dapat berbentuk daftar periksa (check list)
atau skala penilaian (ratingscale)
(Wulan, 1999). Hal inilah yang
tertuang dalam media/alat penilaian
diri (EDS : Evaluasi Diri Siswa).
EDS (Evaluasi Diri Siswa) merupakan penilaian diri siswa (self
assessment) yang berisi lembar
observasi/pengamatan unjuk kerja
untuk memperoleh keterangan
tentang tingkat ketercapaian
kompetensi/ketrampilan siswa dalam
menyelesaikan tugas tertentu.
Penilaian unjuk kerja dengan
media EDS menggunakan daftar
cek/lembar observasi, dimana
peserta didik menilai kemampuan
unjuk kerja diri sendiri secara
mandiri dengan melakukan kriteria
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
22
penguasaan kemampuan tertentu
sesuai standar kriteria unjuk kerja
yang ditetapkan.
Cara penilaian ini dianggap
lebih otentik daripada tes tertulis
karena apa yang dinilai lebih
mencerminkan kemampuan peserta
didik yang sebenarnya, termasuk
tingkat penguasaan terhadap
bagian-bagian yang sulit dari suatu
pekerjaan (Grounlund, 1985).
Secara garis besar penilaian
unjuk kerja pada dasarnya dapat
dilakukan terhadap dua hal, yaitu :
(1) proses pelaksanaan mencakup :
langkah kerja dan aspek personal;
(2) produk atau hasil pekerjaan.
Penilaian terhadap aspek proses
umumnya lebih sulit dibanding
penilaian terhadap produk atau hasil
kerja. Penilaian proses hanya dapat
dilakukan dengan cara pengamatan/
observasi (Zainul & Nasution, 2001).
Langkah-langkah yang perlu
diperhatikan dalam membuat
penilaian unjuk kerja antara lain :
(eurekapendidikan.com, 2015)
1. Identifikasi semua langkah-
langkah penting (indikator unjuk
kerja) yang akan dicapai siswa,
2. menuliskan fokus assessment
yang berupa proses (perilaku/
kemampuan-kemampuan spesifik),
produk atau keduanya yang penting
dan diperlukan untuk menyelesaikan
tugas dan menghasilkan hasil akhir
yang terbaik.
3. Usahakan untuk membuat kriteria-
kriteria kemampuan yang akan
diukur tidak terlalu banyak, sehingga
semua kriteria tersebut dapat
diobservasi selama siswa
melaksanakan tugas.
4.Definisikan dengan jelas kriteria
kemampuan yang akan diukur
berdasarkan kemampuan siswa
yang harus dapat diamati
5.Urutkan kriteria-kriteria kemam-
puan yang akan diukur berdasar-kan
urutan yang akan diamati untuk
memperkecil kesalahan penilai.
Penskoran dengan meng-
gunakan lembar observasi
merupakan cara yang paling
sederhana. Melalui cara penskoran
ini kriteria kemampuan tertentu
siswa atau produk yang dihasilkan
siswa dapat lebih diamati dan siswa
akan mendapat nilai jika ia
mengerjakan tahapan tertentu dari
tugas yang diberikan dan apabila
tidak maka siswa tersebut tidak
mendapat nilai.
Penilaian diberikan rentang-
an mulai dari yang tertinggi sampai
yang terendah. Rentangan ini bisa
dalam bentuk huruf (A, B, C, D),
angka (4,3,2,1) atau (10, 9, 8, 7, 6,
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
23
5). Sedangkan rentangan kategori
bisa tinggi, sedang, rendah atau
baik, sedang, kurang. Adanya
kriteria yang jelas untuk setiap
alternatif hasil unjuk kerja siswa
akan mempermudah pemberian
penilaian dan terhindar dari subjek-
tifitas penilai. Skala penilaian lebih
tepat digunakan untuk mengukur
suatu proses, misalnya bentuk
perilaku seperti kemampuan unjuk
kerja siswa. (Wulan, 1999).
Standar kompetensi diper-
lukan dalam penilaian unjuk kerja
untuk mengidentifikasi secara jelas
apa yang seharusnya siswa ketahui
dan apa yang seharusnya siswa
lakukan. Standar tersebut dikenal
dengan rubrik. Rubrik dapat
dinyatakan sebagai pedoman
pemberian skor yang menunjukkan
sejumlah kriteria performance/unjuk
kerja pada proses atau hasil yang
diharapkan.
Rubrik terdiri atas gradasi
mutu unjuk kerja siswa mulai dari
unjuk kerja yang paling jelek hingga
unjuk kerja yang paling baik disertai
skor untuk setiap gradasi mutu
kinerja. Dengan mengacu pada
rubrik inilah pemberian skor
penilaian unjuk kerja siswa dalam
menyelesaikan tugas tertentu
(Wulan, 1999).
Format lembar observasi
dilengkapi rubrik yang memuat
kriteria/pedoman untuk menilai
setiap tahapan proses atau
perangkat tugas yang menuntut
siswa menunjukkan unjuk kerja
tertentu. Kriteria atau rubrik adalah
pedoman penilaian unjuk kerja atau
hasil kerja peserta didik. Dengan
adanya kriteria/pedoman, penilaian
yang bersifat subjektif dapat
dihindari atau paling tidak dikurangi.
Guru menjadi lebih mudah menilai
prestasi yang dapat dicapai peserta
didik, dan peserta didik pun akan
terdorong untuk mencapai prestasi
sebaik- baiknya karena kriteria
penilaiannya jelas. Rubrik terdiri atas
dua hal yang saling berhubungan
yaitu (1) skor dan (2) kriteria yang
harus dipenuhi untuk mencapai skor
itu (www.blog-guru.web.id, 2010)
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan ini
dilakukan di SMKN 1 Kuripan sekitar
bulan September sampai dengan
Oktober 2016, dengan menye-
suaikan jam mata pelajaran di
Tingkat XI Kompetensi Keahlian
TPHP (Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian) Semester Gasal Tahun
Pelajaran 2016/2017.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
24
B. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek penelitian yang diambil
adalah siswa Tk XI/TPHP (Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian) yang
berjumlah 31 siswa putri. Sedangkan
obyek penelitian adalah penggunaan
metode learning by doing dengan
media EDS (Evaluasi Diri Siswa)
Prosedur Penelitian
Menurut Kemmis dan Taggart
ada empat tahapan prosedur/
langkah-langkah dalam penelitian
yang dilakukan dalam siklus
kegiatan. Tahapan tersebut meliputi 1) Perencanaan/planning, 2) Pelak-
sanaan/acting, 3) Pengamatan/
observing dan 4) Refleksi/reflection
(http://suhailayanti.blogspot.co.id,2011)
1. Tahapan Perencanaan :
Untuk melakukan pengukur-
an hasil belajar ranah psikomotor,
ada dua hal yang perlu dilakukan
oleh pendidik, yaitu membuat
perangkat/instrumen untuk meng-
amati unjuk kerja peserta didik.
Perangkat/instrumen untuk hasil be-
lajar ranah psikomotor dapat berupa
lembar kerja, lembar tugas, perintah
kerja, dan lembar eksperimen.
Pada tahap ini peneliti
melaksanakan a). observasi awal
untuk mengidentifikasi masalah, b).
mempersiapkan perangkat pembe-
lajaran sesuai dengan Standar
Kompetensi Mengoperasikan per-
alatan pengolahan hasil pertanian
dan Mengoperasikan proses peng-
olahan hasil pertanian. Perangkat
meliputi silabus, rencana pelak-
sanaan pembelajaran (RPP), handout, lembar kerja siswa (LKS)
serta perangkat lembar penilaian
siswa (EDS) dan c). mempersiapkan
sarana dan prasarana pendukung
dalam pelaksanaan tindakan
pembelajaran.
2. Tahapan Pelaksanaan/Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilaku-
kan sesuai jadwal pembelajaran
pada Tingkat XI/TPHP (Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian). Inti
penelitian ini adalah mengembang-
kan pembelajaran metode learning
by doing dengan media EDS pada
materi pembuatan tahu. Dalam pe-
laksanaan tiap siklusnya diukur ke-
berhasilannya berdasarkan indikator
penelitian. Adapun sintaks tindakan
yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pertemuan I
1) Pendahuluan (waktu 15 menit) :
Penyampaian salam,absensi Menyampaikan tujuan mempe-
lajari Pengoperasian proses pengolahan hasil pertanian (pembuatan tahu).
2) Kegiatan Inti :
Membagi peserta ke dalam beberapa kelompok
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
25
Siswa berdiskusi dan menjawab pertanyaan tentang :
a) SOP perlengkapan/peralatan pengolahan dan tempat proses pembuatan tahu
b) SOP pengoperasian peralatan soybean miller
c) SOP pengendalian proses pengolahan produksi tahu
d) SOP mutu produk tahu Siswa mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya dan kelompok lain menanggapi
Guru menjelaskan pengisian lembar penilaian siswa menggunakan EDS
Siswa melakukan persiapan perlengkapan/peralatan pengolahan dan tempat proses pembuatan tahu
Siswa mengisi lembar penilaian unjukkerja EDS secara mandiri
Guru sebagai fasilitator melakukan pemantauan pelaksanaan praktek
3) Penutup (15 menit) :
Siswa dan guru melakukan refleksi tentang materi diatas
Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan kesimpulan dan rangkuman
3. Pengamatan / observasi
Dilakukan dengan menggu-
nakan lembar evaluasi diri siswa
(EDS) yang telah disiapkan untuk
mencatat pencapaian skor hasil
unjuk kerja siswa.
4. Refleksi
Pada tahap ini peneliti
melakukan evaluasi/diskusi bersama
teman sejawat guru dari pelaksaaan
tindakan pada siklus I sebagai
bahan pertimbangan perencanaan
dan perbaikan pelaksanaan pem-
belajaran siklus berikutnya. Jika ha-
sil yang diharapkan belum tercapai
maka dilakukan perbaikan untuk
pelaksanaan pada tahapan siklus
kedua dan seterusnya. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Observasi / pengamatan
Dalam penelitian ini dilakukan
pengamatan tentang tingkat kemam-
puan unjuk kerja siswa dalam
melakukan pengoperasian alat dan
proses pada praktek pembuatan
tahu.
2. Media/catatan penilaian
Dari hasil pengamatan unjuk
kerja siswa dalam melakukan unjuk
kerja selanjutnya dituangkan dalam
penilaian terinci dengan mengguna-
kan media EDS (Tabel 1) sebagai
alat untuk mengukur ketercapaian
kemampuan siswa secara individual.
3. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari
hasil isian lembar EDS siswa, dan
foto-foto kegiatan pelaksanaan
tindakan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
26
Tabel 1. Lembar Evaluasi Diri Siswa (EDS ) Nama siswa : ..................................... No absen : ………………….…….
No
Komponen penilaian kompetensi
Deskripsi kompetensi Kriteria nilai
Hasil yang
dicapai A. Persiapan ( bobot 10 % )
I 1.1 Menyiapkan area kerja untuk proses produksi.
Semua area praktek/kerja dibersihkan dan dirapikan dengan menggunakan SOP sanitasi yang benar
9,0-10
Semua area praktek/kerja dibersihkan dengan menggunakan SOP sanitasi yang benar
8,0-8,9
Tidak semua area praktek/kerja dibersihkan 7,0-7,9 Area praktek/kerja tidak dibersihkan dan tidak dirapikan Tidak
1.2. Menyiapkan bahan baku yang diproses
kedele dipilih yang matang optimal, tidak rusak, tidak busuk, dan tidak memar dan direndam selanjutnya dicuci dan direndam dengan air bersih selama 6-8 jam dengan volume 3 kali lipat berat kedelai sampai didapatkan kedele yang mengembang dan agak lunak
9,0-10
kedele dipilih yang matang optimal, tidak rusak, tidak busuk, tetapi memar selanjutnya dicuci dan direndam dengan air bersih selama 4 jam dengan didapatkan kedele agak mengembang dan agak lunak
8,0-8,9
kedele dipilih yang matang optimal, tidak busuk, agak rusak, tetapi memar dan bentuk tidak beraturan selanjutnya tanpa dicuci kemudian direndam dengan air bersih selama 2 jam dengan didapatkan kedele agak mengembang dan masih agak keras
7,0-7,9
kedele dipilih yang matang optimal, tetapi rusak, busuk, dan memar selanjutnya tanpa dicuci kemudian direndam < 1 jam sehingg kedele belum mengembang dan masih keras
Tidak
1.3. Menyiapkan peralatan soybean miller sesuai kebutuhan
Disiapkan semua peralatan dengan lengkap, bersih, dan dikontrol terlebih dahulu sebelum dipakai
9,0-10
Disiapkan semua peralatan dengan lengkap, bersih, tetapi tidak dikontrol
8,0-8,9
Disiapkan semua peralatan dengan lengkap dan kurang bersih, serta tidak tidak dikontrol
7,0-7,9
Disiapkan peralatan tidak lengkap, kurang bersih, dan tidak dikontrol terlebih dahulu sebelum dipakai
Tidak
B. Proses ( bobot 50 % ) II 2.1.
Menghidupkan mesin peralatan pengolahan sesuai SOP
Dapat menghidupkan mesin dalam 1 x tarikan dengan waktu < 3 menit
9,0-10
Dapat menghidupkan mesin dalam 1-2 x tarikan dengan waktu < 5 menit
8,0-8,9
Dapat menghidupkan mesin dalam 3 -4 x tarikan dengan waktu < 5 menit
7,0-7,9
Dapat menghidupkan mesin lebih dari 5 x tarikan dengan waktu > 5 menit
Tidak
2.2.Dapat mengatur kerja mesin / peralatan pengolahan sesuai SOP
Kecepatan mesin stabil , masukknya kedele dalam mesin seimbang dengan bubur kedele yang keluar dengan penambahan air sebanyak 2 -3 kali berat kedele
9,0-10
Kecepatan mesin stabil , masukknya kedele dalam mesin kurang seimbang dengan bubur kedele yang keluar dengan penambahan air sebanyak < 2 kali berat kedele
8,0-8,9
Kecepatan mesin kurang stabil , masukknya kedele dalam mesin kurang seimbang dengan bubur kedele yang keluar dengan penambahan air sebanyak < 2 kali berat kedele
7,0-7,9
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
27
Kecepatan mesin tidak stabil ( sering mati ) , masukknya kedele dalam mesin tidak seimbang dengan bubur kedele yang keluar dengan penambahan air sebanyak < 1 kali berat kedele
Tidak
2.3.Dapat menghentikan kerja mesin sesuai SOP
Mematikan mesin dengan urutan yang benar ( mengecilkan gas kemudian mematikan tombol on/off ) dan dikontrol dengan benar
9,0-10
Mematikan mesin dengan urutan yang benar dan kurang dikontrol dengan benar
8,0-8,9
Mematikan mesin tanpa mengecilkan tuas gas dan dikontrol dengan benar
7,0-7,9
Mematikan mesin dengan langsung menekan tombol on-off dan tanpa dikontrol dengan benar
Tidak
2.4.Dapat membersih- kan mesin sesuai SOP
Semua bagian mesin dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya dengan menggunakan SOP sanitasi yang benar
9,0-10
Semua bagian mesin dibersihkan tetapi tidak dikembalikan pada tempatnya dengan menggunakan SOP sanitasi yang benar
8,0-8,9
Tidak semua bagian mesin dibersihkan 7,0-7,9 bagian mesin tidak dibersihkan dan tidak dirapikan kembali Tidak
C. Produk ( bobot 30 %) III
4 5 6.
3.1. Menghasilkan bubur kedele dengan kriteria yang telah ditentukan
bubur kedele yang dihasilkan harus memenuhi kriteria halus warna putih susu, tidak terdapat kotoran, sedikit berbusa
9,0-10
bubur kedele yang dihasilkan harus memenuhi kriteria agak halus warna putih susu, tidak terdapat kotoran, sedikit berbusa
8,0-8,9
bubur kedele yang dihasilkan harus memenuhi kriteria agak kasar, warna putih susu, tidak terdapat kotoran, sedikit berbusa
7,0-7,9
bubur kedele yang dihasilkan harus memenuhi kriteria kasar, warna putih susu, terdapat kotoran, banyak berbusa
Tidak
3.2.Melakukan pemanasan dan penyaringan
Bubur kedele dimasak dengan api sedang sambil diaduk agar tidak terjadi kegosongan sampai suhu 90°C. Kemudian rebusan bubur kedele disaring dengan kain saring, dengan penambahan air hangat 2-3 kali berat kedele (total air hangat yang digunakan untuk penggilingan dan penyaringan 5 kali berat kedele), sampai air perasan agak bening.
9,0-10
Bubur kedele dimasak dengan api sedang sambil diaduk agar tidak terjadi kegosongan sampai suhu 90°C. Kemudian rebusan bubur kedele disaring dengan kain saring, dengan penambahan air dingin 2-3 kali berat kedele (total air hangat yang digunakan untuk penggilingan dan penyaringan 5 kali berat kedele), sampai air perasan agak bening.
8,0-8,9
Bubur kedele dimasak dengan api sedang sambil diaduk agar tidak terjadi kegosongan sampai suhu 90°C. Kemudian rebusan bubur kedele disaring dengan kain saring, dengan penambahan air hangat 2-3 kali berat kedele (total air hangat yang digunakan untuk penggilingan dan penyaringan 5 kali berat kedele), sampai air perasan masih keruh.
7,0-7,9
Bubur kedele dimasak dengan api sedang tanpa diaduk sampai suhu 90°C dan tercium bau hangus. Kemudian rebusan bubur kedele disaring dengan kain saring, dengan penambahan air dingin 2-3 kali berat kedele (total air hangat yang digunakan untuk penggilingan dan penyaringan 5 kali berat kedele), sampai air perasan masih keruh.
Tidak
3.3. Melakukan penggumpa- lan
Susu kedele digumpalkan dengan bahan penggumpal pada suhu 70 – 80 C sedikit-demi sedikit sambil diaduk perlahan sampai diperoleh gumpalan tahu
9,0-10
Susu kedele digumpalkan dengan bahan penggumpal pada suhu 70 – 80 C langsung semuanya sambil diaduk perlahan
8,0-8,9
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
28
sampai diperoleh gumpalan tahu Susu kedele digumpalkan dengan bahan penggumpal pada
suhu 70 – 80 C sedikit-demi sedikit sambil diaduk dengan cepat sampai diperoleh gumpalan tahu
7,0-7,9
Susu kedele digumpalkan dengan bahan penggumpal pada suhu < 70 C sambil diaduk cepat sampai diperoleh gumpalan tahu
Tidak
3.4.Melakukan pencetakan
Gumpalan tahu dicetak dengan cetakan tahu yang dialasi kain saring kemudian dipres selama 1 -2 jam
9,0-10
Gumpalan tahu dicetak dengan cetakan tahu yang dialasi kain saring kemudian dipres selama > 2 jam
8,0-8,9
Gumpalan tahu dicetak dengan cetakan tahu yang dialasi kain saring kemudian dipres selama < 1 jam
7,0-7,9
Gumpalan tahu dicetak dengan cetakan tahu tanpa dialasi kain saring kemudian tidak dipres
Tidak
3.5 Melakukan pengemasan
Tahu dipotong sesuai dengan ukuran , direbus dengan air garam kemudian dikemas dalam kantong plastic sesuai ukuran ), diberi label sesuai dengan ketentuan (prinsip AIDAS)
9,0-10
Tahu dipoton dengan ukuran yang tidak sama , direbus dengan air garam kemudian dikemas dalam kantong plastic sesuai ukuran ,
8,0-8,9
Tahu dipotong sesuai dengan ukuran , direbus dengan air kemudian dikemas dalam kantong plastic sesuai ukuran
7,0-7,9
Tahu dipotong sesuai dengan ukuran , tanpa direbus kemudian dikemas dalam kantong plastic sesuai ukuran
Tidak
3.6 Menghasilkan tahu dengan kriteria yang telah ditentukan
Tahu yang dihasilkan berwarna putih, tekstur halus, rasa tidak pahit dan tidak asam serta flavor normal
9,0-10
Tahu yang dihasilkan berwarna putih, tekstur kasar, rasa tidak pahit dan tidak asam serta flavor normal
8,0-8,9
Tahu yang dihasilkan berwarna putih, tekstur halus, rasa agak pahit dan agak asam serta flavor normal
7,0-7,9
Tahu yang dihasilkan berwarna putih, tekstur kasar rasa agak pahit dan agak k asam serta flavor hangus
Tidak
D. Waktu ( bobot 5 % ) IV 4.1.Ketepatan
waktu penyelesaian tugas
Dapat menyelesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan 9,0-10 Dapat menyelesaikan lebih 5 menit dari waktu yang telah
ditentukan 8,0-8,9
Dapat menyelesaikan lebih 10 menit dari waktu yang telah ditentukan
7,0-7,9
Dapat menyelesaikan lebih 15 menit dari waktu yang telah ditentukan
Tidak
E. Sikap ( bobot 5 % ) V
5.1 Sikap kerja
Siswa berkonsentrasi, disiplin, bertanggung jawab, dan menjaga kebersihan selama melaksanakan kegiatan
9,0-10
Siswa tidak berkonsentrasi, disiplin, bertanggung jawab, dan menjaga kebersihan selama melaksanakan kegiatan
8,0-8,9
Siswa berkonsentrasi, disiplin, kurang bertanggung jawab, dan menjaga kebersihan selama melaksanakan kegiatan
7,0-7,9
Siswa tidak berkonsentrasi, tidak disiplin, bertanggung jawab, dan tidak menjaga kebersihan selama melaksanakan kegiatan
Tidak
5.2 Keselamatan kerja
Semua perangkat keselamatan kerja (baju praktek, topi, alas kaki dan masker) dipakai
9,0-10
Tiga perangkat keselamatan kerja dipakai 8,0-8,9 Dua perangkat keselamatan kerja dipakai 7,0-7,9 Satu perangkat keselamatan kerja dipakai Tidak
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
29
Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan
adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan lapangan. Penya-jian data dilakukan dengan dengan pengumpulan data dari hasil peng-amatan sehingga dapat disajikan dalam bentuk sederhana sehingga mudah dipahami (Sugiono, 2012).
Pada penelitian ini digunakan analisis data observasi unjuk kerja siswa. Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui tingkat kemampuan unjuk kerja siswa yang berpedoman pada kriteria penilaian lembar EDS. Penilaian dilihat dari hasil skor akhir pada lembar EDS yang digunakan.
Pada penilaian dengan menggunakan media EDS skor masing-masing komponen penilaian ditetapkan berdasarkan perolehan skor rata -rata dari sub komponen penilaian. Untuk perhitungan nilai akhir ketercapaian kemampuan unjuk kerja dengan menggunakan format berikut. Tabel 2. Prosentase bobot komponen
penilaian pada lembar EDS Prosentase bobot komponen penilaian Nilai
akhir Persiapan Proses Hasil Waktu Sikap Bobot (%)
10 % 50 % 30 % 5 % 5 %
Skor komponen
NK
Keterangan :
NK ( Nilai Komponen ) = perkalian dari bobot dengan skor komponen
Nilai akhir merupakan penjumlahan dari semua nilai komponen ( NK )
Keterangan skala penilaian:
Skala 4 : sangat baik (memperoleh nilai ≥ 86)
Skala 3 : baik (memperoleh nilai 70 ≤ skor < 86)
Skala 2 : cukup (memperoleh nilai 56 ≤ skor < 70)
Skala 1 : kurang baik (memperoleh nilai < 56)
Indikator Keberhasilan
Variabel dalam penelitian ini
adalah pencapaian skor / nilai unjuk
kerja siswa dengan menggunakan
media EDS. Dalam penelitian ini
dilakukan 3 siklus, dengan indikator
keberhasilan, yaitu 1) batas
kompeten dalam penilaian unjuk
kerja apabila peserta didik
memperoleh nilai ≥ 75, batasan ini
diambil sesuai dengan standar KKM
pada mata pelajaran produktif/
kejuruan, 2) jika kondisi siswa sudah
sekitar 90 % dari jumlah siswa
sudah dikatakan kompeten dalam
mengoperasikan peralatan dan
proses pada pembuatan tahu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perolehan skor dalam
melakukan penilaian unjuk kerja
terhadap 31 siswa Tingkat XI TPHP
dengan mengisi Lembar EDS
didapatkan data sebagai berikut.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
30
Tabel 3. Perolehan Skor unjuk kerja siswa pada siklus I
No Perolehan skor
Jumlah siswa
Prosentase ( % )
1 nilai < 56 5 16,1 2 56 ≤ skor < 70 20 64,5 3 70 ≤ skor < 86 6 19,4 4 nilai ≥ 86 - -
Nilai tertinggi = 78,5 Nilai terendah = 39,0 Nilai rata-rata = 48,6
Dari perolehan skor penilaian
unjuk kerja dengan media EDS pada
siklus I menunjukkan prosentase
jumlah siswa yang dianggap
kompeten dengan skor ≥ 7 masih
rendah yaitu 19,4 %.
Setelah pelaksaaan tindakan
pada siklus I dilakukan tahap refleksi
untuk evaluasi dengan diskusi dan
tanya jawab sebagai bahan pertim-
bangan perencanaan pelaksanaan
pembelajaran siklus berikutnya.
Hasil yang didapatkan antara
lain :
Siswa belum terbiasa dengan penilaian unjuk kerja secara mandiri dengan media EDS yang mencakup format penskoran untuk pencapaian kriteria kerja tertentu, sehingga siswa masih banyak melakukan unjuk kerja apa adanya serta motivasi untuk mencapai skor tertinggi masih rendah.
Selanjutnya peneliti menjelaskan kembali format penilaian dengan media EDS agar siswa memahami betul langkah– langkah unjuk kerja yang harus dilakukan sehingga perolehan
skor/nilai hasil tindakan semaksimal mungkin .
Siklus II dilakukan pada
pertemuan kedua, dengan
melakukan penggulangan praktek
pengoperasian peralatan dan proses
pada pembuatan tahu. Hasil
perolehan skor penilaian unjuk kerja
pada siklus II sebagai berikut : Tabel 4.Perolehan Skor unjuk kerja
siswa pada siklus II No Perolehan skor Jumlah
siswa Prosentase
( % ) 1 nilai < 56 2 6,5 2 56 ≤ skor < 70 4 12,9 3 70 ≤ skor < 86 25 80,6 4 nilai ≥ 86 - -
Nilai tertinggi = 84,0 Nilai terendah = 43,0 Nilai rata-rata = 71,6
Dari hasil pencapaian skor
unjuk kerja yang didapatkan pada
siklus II, diperoleh prosentase siswa
kategori kompeten mencapai 80,6
%. Tahap refleksi yang dilakukan
setelah siklus II oleh peneliti lebih
menekankan bimbingan dan
motivasi pada siswa yang masih
belum lulus/kompeten.
Siswa Tingkat XI TPHP yang
semuanya perempuan umumnya
mengalami kesulitan pada kriteria
tahapan pengoperasian peralatan (penggiling kedele/soy bean miller),
sehingga perlu latihan yang lebih
sering.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
31
Siklus III dilakukan pada
pertemuan ketiga, dengan
melakukan penggulangan praktek
pengoperasian peralatan dan proses
pada pembuatan tahu. Pada
pelaksanaan siklus III, peneliti
terlebih dahulu mengutamakan
penilaian unjukkerja bagi siswa yang
belum lulus. Hasil perolehan skor
penilaian unjuk kerja pada siklus III
sebagai berikut. Tabel 5. Perolehan Skor unjuk kerja
siswa pada siklus III No Perolehan
skor Jumlah siswa
Prosentase ( % )
1 nilai < 56 - - 2 56 ≤ skor
< 70 3 9,7
3 70 ≤ skor < 86
28 90,3
4 nilai ≥ 86 - - Nilai tertinggi = 84,0 Nilai terendah = 47,0 Nilai rata-rata = 74,9
Dari hasil siklus III didapatkan
pencapaian skor penilaian unjuk
kerja siswa yang memperoleh nilai ≥
75 mencapai sekitar 90 % dari
jumlah siswa, sehingga pada siklus
III siswa Tingkat XI TPHP
dinyatakan tuntas/kompeten dalam
mengoperasikan peralatan dan
proses pada pembuatan tahu
Dari data pencapaian skor
kinerja/ unjukkerja siswa dengan
media EDS yang telah dilakukan
dapat dilihat pada Grafik 1 berikut.
Grafik1. Perbandingan perolehan
skor unjuk kerja pada siklus I,II,dan III
Dengan demikian secara
praktek penggunaan media penilaian EDS (Evaluasi Diri Siswa) dapat meningkatkan kemampuan unjuk kerja siswa dengan metode learning by doing pada pembuatan tahu, yang telah dilakukan pada siswa Tingkat XI TPHP SMKN 1 Kuripan Lombok Barat.
Selanjutnya penggunaan media EDS sebagai alat penilaian unjuk kerja akan membantu siswa meningkatkan kemampuan kinerjanya dari umpan balik (feedback) yang didapatkan dari setiap tugas-tugas yang dikerjakan siswa untuk kemudian diperbaiki. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator saja.
Disamping hal di atas penggunaan media EDS memberikan penanaman nilai-nilai kejujuran pada siswa dalam melakukan penilaian terhadap diri sendiri, yang nantinya dapat memberikan dampak positif dalam pembentukkan karakter siswa/peserta didik.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
32
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan
pembahasan penelitian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan
media/lembar observasi EDS
(Evaluasi Diri Siswa) dapat
meningkatkan kemampuan unjuk kerja siswa dengan metode learning
by doing, serta siswa mendapatkan
wahana baru dalam pembelajaran
dengan penilaian unjuk kerja siswa
menggunakan media observasi
(EDS) untuk menetapkan tingkat
pencapaian kompetensi tertentu. B. Saran
Untuk meningkatkan kemam-
puan peserta didik dalam pembe-
lajaran, diharapkan : 1) Siswa ter-
biasa dengan penilaian unjuk kerja
dengan menggunakan lembar
observasi EDS (Evaluasi Diri
Siswa), sehingga dapat meningkat-
kan kemampuan unjuk kerja/
motoriknya. 2) Guru diharapkan
melakukan penilaian unjuk kerja
dengan menggunakan lembar
observasi (EDS) yang dibuat
sistematis tentang proses atau
produk berdasarkan kriteria yang
jelas, sesuai tujuan kompetensi yang
ingin dicapai dan berfungsi sebagai
dasar penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Hari S. 2008 . Penilaian Kinerja. Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Mansyur. 2009. Assesment Pembelajaran di Sekolah. Multi Pressindo. Yogyakarta
Moleong, L J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nana Sudjana .2009. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nurhadi, 2004. Kurikulum 2004. PT Gramedia Widiasarana Indonesia .Jakarta
Ryan, D.C. 1980. Characteristics of teacher. A Research study: Their description,comparation, and appraisal. Washington, DC: American Council of Education.diterbitkan, Pascasarjana UNY.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Alfabeta . Bandung.
Wulan Ana. 1990. Penilaian Kinerja dan Portofolio pada pembelajaran Biologi. FPMIPA, UPI. Jakarta.
Zainal A. 1990. Evaluasi Instruksional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Zainul & Nasution. 2001. Penilaian Hasil belajar. Dirjen Dikti. Jakarta.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
33
_____. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Depdiknas. Jakarta.
_____. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
_____, 2010. http://www.blog-guru.web.id/2010/02/asesmen-dalam-pembelajaran-sains-
sd.html (tanggal 27 November 2016)
_____, 2010. https://suaidinmath.wordpress.com/2010/05/14/evaluasi-pembelajaran-di-kelas (tanggal 7 Desember 2016)
_____, 2015. http://www.eurekapendidikan.com/2015/11/penilaian-pada-aspek-psikomotor-dalam.html (tanggal 7 Desember 2016)
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
34
ALICE (Al-QUR’AN LEARNING CENTER): SISTEM PENDIDIKAN TERPADU DALAM TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN
Haya Fauziah1), Berry Ahmad2), Dinda Safitri3),
Fahmi Handika4), Rizwan Khairurrozikin5) 1)Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Mataram,
E-mail : Hayzul95@gmail.com 2)S1 Akuntansi, FEB, Universitas Mataram
E-mail : berry.a1c015020@gmail.com 3)Sosiologi, FISIPOL, Universitas Mataram
E-mail : disafitridindasafitri@gmail.com 4)Matematika, FMIPA, Universitas Mataram
E-mail : fahmihandika4@gmail.com 5)Teknik Sipil, FTeknik, Universitas Mataram
E-mail : RizwanKhairurrozikin05@gmail.com
ABSTRAK
Lembaga Pendidikan Al-Quran dan Keagamaan di Dusun Selampang, Desa Jembatan Gantung, dibutuhkan sebagai lembaga informal bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan warga, yang mayoritas beragama islam. Sayangnya, tenaga pengajarnya belum terlembaga dengan baik. Sehingga, banyak generasi muslim di Dusun Selampang yang buta aksara Al-Qur’an. Keberadaan ALICE (Al-Qur’an Learning Center) di Dusun Selampang memberikan jasa di bidang pendidikan yaitu mengajarkan anak-anak Dusun Selampang agar mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, serta memberikan keterampilan berupa praktik amaliyah sehingga dapat membentuk moral dan budi pekerti yang baik. Sebagai muatan lokal, diberikan pula pendidikan lingkungan hidup, bahasa inggris dan bahasa arab. Oleh karena itu konsep pendidikan ALICE dinamakan Sistem Pendidikan Terpadu dalam Taman Pendidikan Al-Qur’an. Program ini juga mempersiapkan berlangsungnya prinsip sustainability berupa rekruitmen pengajar dari masyarakat lokal. Selain itu, menginisiasi ALICE untuk menjadi nasabah bank sampah melalui peran aktif wali santri untuk menabung sampah agar sampah dapat ditukarkan menjadi rupiah dan dapat menjadi sumber dana kas ALICE, sehingga penyelenggaraan ALICE kedepan mendapat dukungan dari sumber dana ini. Kata Kunci : ALICE, Generasi Qur’ani, Pendidikan Keagamaan, Sistem Pendidikan Terpadu, Keberlanjutan PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam dalam jumlah besar. Badan Pusat Statistik mencatat di tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam sebanyak
207.176.162 jiwa (87,18%). Bahkan laju pertumbuhan penduduk muslim terus berkembang pesat.
Salah satu provinsi penyumbang penduduk muslim adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tercatat, Provinsi NTB memberikan kontribusi
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
35
sebesar 2,10% atau setara dengan 4.341.284 jiwa bagi jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia pada tahun 2010. Jumlah ini meningkat sebanyak 444.696 jiwa (10,24%) menjadi 4.785.980 jiwa tahun 2014.
Hal ini menunjukkan Sumber Daya Manusia Indonesia mayoritas beragama Islam. Sayangnya potensi kuantitas Sumber Daya Manusia ini tak berimbang dengan kualitasnya. Rendahnya mutu pendidikan Indonesia (sebagaimana dilansir The Learning Curve Pearson 2014, sebuah lembaga pemeringkatan dunia memaparkan bahwa Indonesia menempati peringkat terakhir dalam mutu pendidikan dunia) salah satunya, memaparkan realitas buta aksara, baik alphabet maupun aksara dalam bahasa lainnya. Dimana dalam hal ini sebagai muslim harusnya mereka pun menguasai baca tulis Al-Qur’an. Dikuatkan pula oleh Data Badan Pusat Statistik tahun 2015 bahwa 54 % dari populasi umat Islam di Indonesia buta aksara Al-Qur’an.
Permasalahan ini, menarik perhatian tim pengabdian masyarakat Alice untuk mencarikan solusi bagi pengentasan angka buta aksara Al-qur’an. Wilayah yang menjadi tujuan program ini terletak di Kecamatan Lembar, khususnya di Desa Jembatan Gantung. Berdasarkan keterangan dari pejabat desa setempat, Lembaga Pendidikan Al-Quran dan Keagaamaan seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di desa tersebut masih belum layak. Penyebabnya adalah tidak
terlembaganya tenaga TPA dan sejenisnya di desa tersebut. Selain itu, perekonomian dan pendidikan masyarakat di desa Jembatan Gantung juga tergolong rendah. Anak-anak dari desa tersebut banyak yang menghabiskan waktunya untuk menjadi buruh di Pelabuhan Lembar dan tidak melanjutkan pendidikannya.
Masyarakat Dusun Selampang memiliki tingkat antusias yang tinggi pada pendidikan Al-Qur’an dan Keagamaan, namun belum diiringi oleh lembaga pendidikan Al-Qur’an dan Keagamaan yang memadai. Jika kegiatan belajar-mengajar Al-Qur’an dan Keagamaan mendapat perhatian khusus tentunya akan mengurangi angka buta aksara Al-Qur’an sehingga dapat meminimalisir terjadinya resiko penambahan angka buta aksara Al-Qur’an di Indonesia, khususnya di wilayah Dusun Selampang, Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB. Selain itu, adanya program ini di Dusun Selampang akan membuat tenaga pendidik Al-Qur’an di Desa Jembatan Gantung menjadi terlembaga.
Dusun Selampang yang menjadi tempat pelaksanaan program ini, terletak di pedalaman, dikelilingi perbukitan, persawahan dan jauh dari perkotaan. Pada umumnya warga dusun bekerja sebagai petani, peternak, buruh, dan ada pula yang pengangguran. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi Dusun Selampang masih tergolong rendah.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
36
METODE Program ALICE (Al-Qur’an
Learning Center) ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan; tahap pelaksanaan; serta tahap pengontrolan dan evaluasi. Tahap persiapan merupakan tahap awal yang harus dilakukan pada program ini. Tahap persiapan dilakukan dengan sebaik-baiknya karena dapat mempengaruhi terlaksananya program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) ini. Tahap persiapan meliputi sebuah rangkaian tahapan yang disusun secara sistematis yakni : 1) Penetapan daerah sasaran, yaitu Dusun Selampang, Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat; 2) Memperoleh izin pelaksanaan untuk membentuk ALICE (Al-Qur’an Learning Center) oleh kepala dusun; 3) Pendataan peserta didik ALICE (Al-Qur’an Learning Center); 4) Sosialisasi program dan perekrutan pengajar dari masyarakat dusun dan/atau desa setempat; 5) Pembuatan silabus yang akan diterapkan; 6) Pembuatan Rencana Pembelajaran dan alokasi waktu. Tahap persiapan ini membutuhkan waktu selama 2 bulan untuk pelaksanaannya.
Penetapan daerah sasaran dilaksanakan dengan metode Survei lokasi, yaitu dengan melihat latar belakang pendidikan, kondisi masyarakat, permasalahan sosial, masyarakat dan wilayah lebih detail. Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap sasaran
program. Kondisi masyarakat akan mempengaruhi cara penyampaian dan penempatan pendidikan keagamaan. Permasalahan sosial berpengaruh terhadap pembelajaran masyarakat dan wilayah berguna untuk penentuan lokasi.
Perizinan dilakukan di dusun Selampang desa Jembatan Gantung kecamatan Lembar. Perizinan terdiri dari perizinan pelaksanaan dan komponen pendukung pelaksanaan yaitu perizinan tempat, peminjaman peralatan & perlengkapan. Perizinan dilakukan dengan menjadikan kepala dusun Selampang sebagai mitra. Sosialisasi program dan perekrutan pengajar dilaksanakan dengan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat setempat khususnya kepada para pemuda. Kemudian perumusan kurikulum dan jadwal kegiatan, yang bertujuan agar pedoman pelaksanaan ALICE terarah.
Kurikulum yang digunakan adalah sistem pendidikan terpadu yang mengembangkan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif santri. Adapun muatan inti ALICE berupa pembelajaran baca tulis Al-Qur’an, pengetahuan umum keislaman seperti hadist, kisah teladan Nabi dan sahabat, dan sebagainya. Untuk pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dikembangkan melalui muatan lokal yaitu keterampilan khusus berbahasa asing (bahasa arab dan bahasa inggris). Selain itu, ALICE memberikan perhatian khusus pada pendidikan lingkungan hidup melalui pendekatan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
37
Al-Qur’an dan hadist serta teladan rasul.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan yang merupakan tahap inti dari program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) dan tidak kalah pentingnya dari tahap persiapan. Pada tahap pelaksanaan segala hal yang menjadi kegiatan inti dari program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) harus dilakukan dengan baik dan konsisten sehingga program ini berjalan lancar dan efektif. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menggunakan teknik kurikulum pendidikan Al-Qur’an yaitu membaca, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tajwid serta menghafal do’a-do’a utama. Terdapat pula mata pelajaran muatan lokal yaitu bahasa arab dan bahasa inggris sebagai penunjang soft skill anak-anak.
Metode pembelajaran yang digunakan beragam sesuai dengan mata pelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran Iqra dan Al-Qur’an menggunakan metode Qiro’ati yang dilakukan dengan cara sorogan kepada guru, hafalan juz amma dan doa utama dengan metode drill atau latihan individu, hadist dan tauhid menggunakan metode diskusi, ibadah dan akhlak menggunakan metode demonstrasi sedangakan muatan lokal menggunakan metode belajar sambil bernyanyi agar kosa-kata mudah dihafalkan dan dipahami dengan baik. Pendidikan lingkungan hidup yaitu dengan mengajak santri mencintai lingkungan melalui "Islam Cinta Kebersihan". Santri diajak untuk
menghafal hadist tentang kebersihan, menanamkan pada diri mereka bahwa berperilaku cinta bersih itu ada landasannya dalam ajaran Islam. Serta melakukan modifikasi perilaku pada santri melalui permainan yang mengasah kepekaan mereka untuk menjaga kebersihan, seperti: mengumpulkan sampah, memilah sampah dan mengolah sampah.
Tahap pengontrolan dan evaluasi merupakan tahap akhir yang dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap tahap-tahap sebelumnya. Tahap pengontrolan dilakukan dengan cara mengontrol segala kegiatan pada tahap pelaksanaan. Tahap evaluasi memberikan penilaian terhadap tahap persiapan dan tahap pelaksanaan mulai dari kekurangan dan kelebihan kegiatan.
Pada tahap pengontrolan, dilakukan pengontrolan secara rutin terhadap berjalannya kurikulum dan silabus sesuai dengan tujuan, berjalannya agenda kegiatan santri, serta pengontrolan terhadap kehadiran tenaga pendidik maupun santri. Evaluasi kegiatan dilakukan secara bertahap dan berkala. Hasil kegiatan akan diukur dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat digunakan sebagai titik tolak dalam pengembangan selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) merupakan tempat pendidikan informal yang mengajarkan nilai-nilai agama Islam yang bertumpu pada Al-
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
38
Qur’an dan Al Hadits sebagai pembelajaran yang utama, serta membimbing santri menjadi muslim yang taat beragama. Guru-guru atau ustadz dan ustadzah TPQ mengajarkan tentang materi-materi agama Islam seperti do’a harian, sejarah Islam, dan membimbing santri menjadi muslim yang taat beragama (Risti, 2015).
Taman pendidikan Al-qur’an (TPQ) dapat menjadi TPQ yang efektif apabila pada TPQ tersebut guru-guru atau ustadz dan ustadzah TPQ menjadi terlembaga sehingga segala hal yang mencakup kelancaran TPQ dapat dikendalikan dengan baik. ALICE (Al-Qur’an Learning Center) hadir dengan membawa TPQ dengan konsep pendidikan islam terpadu di dusun Selampang. Para aktor gerakan Sekolah Islam Terpadu mengungkapkan bahwa saat ini kondisi pendidikan nasional di Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Padahal pada masa-masa sebelumnya, baik pada masa Nabi beserta Sahabat dan zaman kekholifahan Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah, pendidikan Islam mengalami puncak kejayaan. Salah seorang pengurus Jaringan Sekolah Islam Terpadu mengungkapkan: Jika mengingat sejarah munculnya Sekolah Islam Terpadu pada tahun 1990an, sebenarnya sekolah ini muncul sebagai rasa kekecewaan para aktivis terhadap kondisi pendidikan di Indonesia saat itu. Para aktivis menganggap bahwa pendidikan di Indonesia belum cukup
mewakili praktek pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Praktek pendidikan di Indonesia cenderung memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum sehingga membuat anak didik mengalami split personality. Oleh karena itu Sekolah Islam Terpadu menawarkan satu model pendidikan yang terintegrasi antara pendidikan agama dan pendidikan umum (Wawancara dengan MZ, pengurus JSIT Wilayah Yogyakarta (Suyatno),2015).
ALICE (Al-Qur’an Learning Center) merupakan modifikasi dari TPQ yang telah berlangsung di dusun Selampang. Wujud modifikasinya yaitu menerapkan konsep pendidikan islam terpadu dengan indikator yang akan dicapai sebelum adanya program ALICE dan diukur keberhasilan setelah adanya ALICE yaitu diantaranya; 1) tercetaknya generasi Qur’ani dusun Selampang; 2) terlembaganya ALICE dengan Transformasi Pembelajaran pasca Pelaksanaan Program PKM; 3) berhasilnya pemberdayaan ALICE melalui pengadaan sumber dana. Ketiga indikator tersebut secara terperinci dalam pembahasan setiap paragraf.
ALICE : Sistem Pendidikan Terpadu dalam Taman Pendidikan Al-Qur’an
Dalam mencetak generasi Qur’ani di dusun Selampang, ALICE menerapkan konsep “pendidikan terpadu” yang mengembangkan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif santri. Selain mampu membaca Al-
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
39
Qur’an dengan baik dan benar, santri dituntun untuk menerapkan ilmu agama yang mereka peroleh melalui wadah pendidikan ALICE berupa doa, praktik amaliah, hadist dan hafalan doa dalam kehidupan sehari-hari dan ALICE cinta kebersihan.
Santri ALICE terdiri dari santri mengaji Al-Qur’an dan santri yang masih dalam tahap mengaji Iqro’. Relawan ALICE merupakan masyarakat dari dusun selampang, kemudian relawan tersebut membentuk lembaga pengurus ALICE yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan koordinator KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Santri tetap ALICE berjumlah 40 santri. Santri tetap ALICE terdiri dari santri mengaji Al-Qur’an dengan jumlah 25 santri dan santri mengaji Iqro’ dengan jumlah 15 santri.
Untuk mengetahui perkembangan prestasi setiap pertemuan maka dilakukannya pengontrolan yang dapat dibuktikan dengan kartu kontrol prestasi. Kartu kontrol prestasi dibagi menjadi kartu kontrol prestasi Iqro’, kartu kontrol prestasi Al-Qur’an, kartu kontrol hafalan Juz amma, kartu kontrol hafalan doa-doa pilihan, serta kartu kontrol prestasi praktik amaliyah.
Sistem yang diajarkan ALICE kepada pembelajaran Iqro’ adalah bahwa tidak akan beralih ke halaman selanjutnya apabila belum mengaji Iqro’ dengan baik dan benar pada halaman sebelumnya demi kelancaran ketika membaca Al-qur’an. Dengan harapan dapat mencapai indikator
yang diharapkan. Pembelajaran Al-Qur’an menggunakan metode Qiro’ati yang dilakukan dengan cara sorogan kepada guru, yaitu guru mencontohkan cara membaca ayat Al-Qur’an yang baik dan benar kemudian diikuti oleh santri, serta menjelaskan hukum bacaan yang berlaku. Sehingga santri akan mampu memahaminya. Kriteria dalam membaca Al-qur’an yang baik dan benar yaitu ketepatan tajwid (hukum-hukum bacaan Al-Qur’an), Makhrijul Huruf (tempat keluarnya huruf), Al Qosr Wal Mad (pendek dan panjang huruf).
Tahap evaluasi Program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) dilakukan penilaian dalam membaca Al-Qur’an terhadap santri dusun Selampang. Berdasarkan survey yang dilakukan sebelum adanya program ALICE yaitu dari 40 orang santri dusun selampang yang tergolong mencapai 3 kriteria sebelum adanya program ALICE hanya sebagian, sehingga diperlukannnya pengajar yang lebih intensif serta diperlukan pula adanya bimbingan dari orang tua santri dan perlu adanya perhatian khusus ke santri. Seperti membiasakan pengajar untuk selalu menanyakan apakah rajin mengaji dirumah dan lain sebagainya sehingga santri dusun Selampang tidak akan melupakan kewajiban mereka sebagai seorang muslim sampai tercapainya generasi Qur’ani yang cerdas dan disiplin. Tabel 1. Indikator Pencapaian
Sebelum Program ALICE
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
40
Sumber data: Survey Penulis
Ketika program ALICE berjalan dari 40 orang santri adanya peningkatan santri yang tergolong mencapai 3 kriteria, peningkatan yang diperoleh sebesar 87,5%. Dengan data sebagai berikut. Tabel 2. Indikator Pencapaian
Sesudah Program ALICE
Sumber data: Survey Penulis
Pencapaian ini didasarkan pada antusiasme dan kedisiplinan para santri ALICE dusun Selampang. Sering kali mereka menunggu pengajar lebih awal dan yang mereka lakukan adalah melancarkan bacaan mereka sebelum diawasi oleh pengajar. Faktor pendukung peningkatan pencapaian lainnya adalah adanya ilmu yang berasal dari buku tajwid yang dibagikan sebagai pedoman mereka dalam membaca Al-Qur’an.
Selain dibekali dengan tata cara membaca Al-Qur’an, santri ALICE juga dibekali dengan pembinaan kehidupan keagamaan yang nantinya akan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk pembekalan ilmu maupun praktik amaliah. Hafalan juz amma dan doa pilihan menggunakan metode drill atau latihan individu yang hasilnya akan mereka setor dan ditulis dalam kartu
prestasi hafalan. Hadist dan tauhid menggunakan metode diskusi pengajar dengan para santri. Praktik amaliyah dalam ibadah dan akhlak atau menggunakan metode demonstrasi yang didukung dengan alat peraga berpa poster pendidikan. Kemudian muatan lokal menggunakan metode belajar sambil bernyanyi agar kosa-kata mudah dihafalkan dan dipahami dengan baik, serta praktek penerapannya dengan membuat kalimat serta melakukan percakapan dari kosa-kata yang telah dihafal.
Buku pedoman yang dibagikan kepada para santri yaitu terdiri dari buku Aqidah Akhlak, buku Sirah Nabawi, buku Fardu’ain, buku Masa’ilah, buku Fiqh, buku Al-Hikam, buku Bulgul Maraam, buku Riadussholihin, buku Usuluddin, buku Firussolihin dan buku Ar-Rahman.
Selain itu, ALICE memberikan perhatian khusus pada pendidikan lingkungan hidup melalui pendekatan Al-Qur’an dan hadist serta teladan rasul. Salah satu agenda ALICE adalah mengangkat tema "Islam Cinta Kebersihan". Santri diajak untuk menghafal hadist tentang kebersihan, memahamkan mereka bahwa berperilaku cinta bersih itu ada landasannya dalam ajaran Islam. Serta melakukan modifikasi perilaku pada santri melalui permainan yang mengasah kepekaan mereka untuk menjaga kebersihan, seperti: mengumpulkan sampah, memilah sampah dan mengolah sampah.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
41
Terlembaganya ALICE Sebagai Transformasi Pembelajaran Pasca Pelaksanaan Program PKM
Masa pelaksanaan ALICE (Al-Qur’an Learning Center) dalam Program Kreatifitas Mahasiswa hanya terhitung 3 bulan waktu efektif. Namun, bukan berarti lewat dari 3 bulan program ini harus berakhir. Tim mengupayakan rekayasa agar program dapat terus berjalan, dimiliki oleh warga dan dikelola secara langsung oleh mereka. Terwujudnya program yang sustainable (berkelanjutan) dimana ALICE ini akan menjadi lembaga milik dusun selampang desa Jembatan Gantung, yaitu dengan cara menggerakkan relawan dari masyarakat dusun Selampang dan sekitarnya. Untuk menarik peminat relawan maka kami dari tim Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Kepada Masyarakat menyebarkan brosur perekrutan relawan. Selain itu, kepala Dusun Selampang bersedia untuk membantu berjalannya transformasi program ALICE (Al-Qur’an Learning Center). Esensi dari perekrutan relawan merupakan bentuk pokok dari ALICE (Al-Qur’an Learning Center) yang berbasis masyarakat. Manfaat yang diperoleh yaitu menurut pandangan agama Islam adalah menambah ilmu dan mendapatkan kebaikan-kebaikan.
Hasil yang dicapai untuk relawan pengajar yaitu 9 orang yang kemudian dibentuk menjadi susunan organisasi ALICE Dusun Selampang. Bentuk dari terlembaganya ALICE
adalah relawan yang telah direkrut kemudian dibuat terlembaga yaitu terdiri dari penanggung jawab, pembina ALICE, ketua ALICE, koordinator pengontrol kegiatan ALICE, sekretaris ALICE, bendahara ALICE dan Koordinator Pelaksana Pendidikan ALICE. Berdasarkan data yang diperoleh ALICE telah membentuk lembaga pendidikan ALICE yaitu dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Lembaga
Pendidikan ALICE
Kepedulian Wali Santri atas Keberlangsungan ALICE Melalui Pengadaan Sumber Dana
Program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) yang berkelanjutan tentu memerlukan pengadaan sumber dana untuk memenuhi sarana dan prasarana penunjang. ALICE melakukan kerjasama dengan bank sampah sebagai bentuk terlaksananya ALICE peduli lingkungan. Hal ini bertujuan untuk membiasakan santri
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
42
dan santriwati dusun selampang hidup sehat dengan lingkungan yang bersih. Hadist mengatakan yang artinya “kebersihan itu adalah sebagaian dari iman”, hal demikian senantiasa diajarkan kepada santri dan santriwati dusun selampang.
ALICE (Al-Qur’an Learning Center) bekerja sama dengan bank sampah Tunas Muda dari sekotong. Sistem yang digunakan adalah apabila sampah sudah mencapai batas yang telah disetujui sebelumnya, maka pihak ALICE akan menghubungi bank sampah Tunas Muda. Pendapatan nantinya dijadikan sebagai kas ALICE (Al-Qur’an Learning Center). Sehingga sarana dan prasarana ketika pelaksanaan program ALICE menjadi terpenuhi.
ALICE (Al-Qur’an Learning Center) melakukan pemberdayaan kepada wali santri dibawah koordinasi Ibu Kepala Dusun Selampang. Wali santri senantiasa membimbing anak-anaknya dalam mempersiapkan sampah sebelum berangkat mengaji. Sampah yang dipersiapkan adalah sampah dari rumah, dan bukan merupakan hasil memulung. Jenis sampah yang digunakan sebagai tabungan nasabah bank sampah adalah jenis sampah yang dapat di daur ulang seperti sampah plastik, aluminium, kaleng bekas, besi, karet, kertas/kardus, dan jerigen.
Selain itu, pemberdayaan wali santri juga dilakukan dengan mengadakan pelatihan pengolahan dan pemilahan sampah yang dibimbing langsung oleh bank sampah
Tunas Muda yang diadakan sekali setiap dua bulan. Melalui pemberdayaan ini, kemanfaatan dari program ALICE sangat dirasakan oleh santri, wali santri, serta masyarakat dusun Selampang itu sendiri.
PENUTUP
ALICE (Al-Qur’an Learning Center) menerapkan konsep pendidikan islam terpadu yang mengembangkan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif santri. Selain mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, santri dituntun untuk menerapkan ilmu agama yang mereka peroleh melalui wadah pendidikan ALICE berupa doa, praktik amaliah, hadist dan hafalan juz amaa dalam kehidupan sehari-hari dan pendidikan lingkungan hidup.
Untuk mengetahui perkembangan santri setiap pertemuan, maka dilakukan pengontrolan dengan menggunakan kartu kontrol prestasi. Kartu kontrol prestasi dibagi menjadi kartu kontrol prestasi Iqro’, kartu kontrol prestasi Al-Qur’an, kartu kontrol hafalan Juz amma, kartu kontrol hafalan doa-doa pilihan, serta kartu kontrol prestasi praktik amaliyah. Kemudian pendidikan lingkungan hidup dilakukan dengan modifikasi perilaku pada santri melalui permainan yang mengasah kepekaan mereka untuk menjaga kebersihan, seperti: mengumpulkan sampah, memilah sampah dan mengolah sampah.
Keterlibatan masyarakat dengan berkontribusi secara langsung menjadi
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
43
relawan demi keberlanjutan program ALICE. Relawan ALICE merupakan masyarakat dari dusun selampang dibina langsung oleh Kepala Dusun Selampang, kemudian relawan tersebut membentuk lembaga pengurus ALICE. Relawan yang telah direkrut kemudian dibuat susunan organisasi yang terdiri dari penanggung jawab, pembina ALICE, ketua ALICE, koordinator pengontrol kegiatan ALICE, sekretaris ALICE, bendahara ALICE dan Koordinator Pelaksana Pendidikan ALICE.
Keberlanjutan ALICE (Al-Qur’an Learning Center) tentu memerlukan dana untuk memenuhi sarana dan prasarana penunjang kegiatan program. ALICE melakukan kerjasama dengan bank sampah Tunas Muda di Sekotong, Lembar Selatan sebagai bentuk terlaksananya ALICE peduli lingkungan. ALICE (Al-Qur’an Learning Center) menjadi nasabah bank sampah yang kemudian menabung dan menyetor sampah setiap minggunya. Hasil dari tabungan sampah itu akan menjadi uang kas Alice.
Selain itu, pemberdayaan turut dilakukan sebagai bagian dari program pendidikan lingkungan hidup. Yaitu dengan keterlibatan santri serta wali santri dalam mengumpulkan sampah, mengolah serta memilah sampah yang dibimbing langsung oleh pihak bank sampah Tunas Muda.
Oleh karena itu, program ALICE (Al-Qur’an Learning Center) sangat bermanfaat baik untuk santri, wali
santri, serta masyarakat dusun selampang itu sendiri. Dengan demikian, ALICE (Al-Qur’an Learning Center): Sistem Pendidikan Terpadu Dalam Taman Pendidikan Al-Qur’an telah mampu memberikan pendidikan Al-Qur’an dan pendidikan islam terpadu yang efektif bagi anak-anak usia dini dan sekolah dasar di Dusun Selampang, mengembangkan masyarakat Dusun Selampang melalui perlibatan mereka dalam program ALICE yaitu menjadi relawan dan peserta pemberdayaan, serta menciptakan lembaga pendidikan Al-Qur’an dan keagamaan yang berkelanjutan (sustainable) di Dusun Selampang.
DAFTAR PUSTAKA Usman, B. 2002. Metodologi
pembelajaran Agama Islam. Jakarta : Ciputat Pers.
Risti, A.D.T. 2015. Rancangan Bangun Website dan E-Learning di TPQ Al-Fadhilah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia: hasil sensus Penduduk 2010. Dalam https://www.bps.go.id, diakses pada 2 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Banyaknya umat beragama menurut kabupaten/kota Provinsi NTB, 2014. Dalam http://ntb.bps.go.id/ , diakses pada 21 November 2017.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
44
PENGINTEGRASIAN LITERASI BACA TULIS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DALAM UJIAN PRAKTEK MEMBUAT RESENSI BUKU PADA SISWA KELAS IX SMPN 1 SELONG.
Islahuddin
Guru SMPN 1 Selong Lombok Timur E-mail : Islahuddin17@gmail
ABSTRAK
Best praktis ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan antara kegiatan literasi sekolah dengan kegiatan pembelajaran di kelas, bagaimana cara guru mengoptimalkan peranan kegiatan literasi baca tulis untuk meningkatkan kemampuan menulis resensi buku pada siswa kelas IX SMPN 1 Selong tahun 2017/2018. Kegiatan best praktis ini dilaksanakan selama 1 bulan, meliputi perencanaan, pemantauan kegiatan dan laporan literasi harian siswa, dan pendaftaran buku yang diresensi siswa. Penilaian terhadap produk berupa resensi buku dilakukan ketika ujian praktek bahasa Indonesia pada saat ujian nasional tahun 2017. Tes dengan soal berbentuk essay untuk mengukur kemampuan siswa dalam membuat teks resensi buku . Subyek tindakan ini yaitu siswa kelas IX semester 6 yang berjumlah 286 dan terdaftar sebagai siswa SMPN 1 Selong yang mengikuti ujian nasional tahun 2016/2017. Hasil best praktis ini menunjukkan bahwa pelaksannaan literasi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis resensi buku adalah dari 286 jumlah peserta, diperoleh nilai terendah siswa 78 dan tertinggi 97. Objektifitas siswa tumbuh, hal ini dibuktikan dengan buku yang diresensi sesuai dengan buku yang telah didaftarkan satu bulan sebelumnya, resensi yang dibuat siswa menunjukkan keaslian (orisinalitas). Simpulan dari kegiatan pembuktian Best Praktis ini adalah pengintegrasian kegiatan literasi dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas IX SMPN 1 Selong tahun 2017/2018 dalam menulis resensi buku, serta dapat meningkatkan peranan literasi baca tulis di sekolah secara nyata. Kata Kunci: literasi baca-tulis, teks resensi buku PENDAHULUAN
Bangsa yang maju tidak diperjuangkan hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat,
yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia.
Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
45
Keduanya tergolong literasi fungsional dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki kemampuan baca-tulis, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Terlebih lagi di era yang semakin modern yang ditandai dengan persaingan yang ketat dan pergerakan yang cepat. Kompetensi individu sangat diperlukan agar dapat bertahan hidup dengan baik.
Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Gerakan Literasi Sekolah merupakan upaya untuk melibatkan semua pihak di lingkungan sekolah, dari mulai kepala sekolah, jajaran komite, pengawas, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar dalam mendukung kegiatan literasi.
Pembuatan kebijakan sekolah yang menyatakan pentingnya literasi baca-tulis sangat diperlukan. Adanya kebijakan yang dibuat terkait pelaksanaan literasi merupakan wujud keseriusan sekolah untuk mengembangkan budaya literasi. Dalam hal ini, sekolah dapat melakukan intervensi positif agar
seluruh warga sekolah dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan literasi. Kebijakan ini bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya, ditetapkannya waktu khusus untuk membaca bersama.
Program literasi merupakan program yang sangat penting bagi sekolah. Program literasi sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program penguatan pendidikan karakter. Tetapi sampai sekarang masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Di SMPN 1 selong program ini sudah dilaksanakan sejak sekolah ini menyandang status sekolah rujukan. Sejauh program ini dilaksanakan masih terdapat kendala dalam beberapa aspek. Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan mendasarkan dan mempertimbangkan konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural yang ada di Indonesia, termasuk situasi dan kondisi sekolah.
Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang peka konteks seperti ini niscaya akan memiliki keberterimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus di samping partisipasi dan keterlibatan berbagai
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
46
pihak terkait secara terus-menerus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu. Pada dasarnya, semua kegiatan pembelajaran dilandasi oleh aktivitas membaca dan menulis.
Untuk mengaitkan literasi baca tulis dengan pembelajaran perlu dikembangkan teknik-teknik membaca yang efektif agar dapat menangkap isi bacaan dengan baik. Selain itu, dikembangkan juga strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis, baik menulis ilmiah maupun kreatif. Gerakan literasi baca-tulis dilaksanakan dengan mengintegrasikannya dengan kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ektrakurikuler. Pelaksanaannya dapat dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas yang didukung oleh orang tua dan masyarakat. 1. Permasalahan
Program literasi baca-tulis di SMPN 1 Selong belum direspon secara serius oleh siswa karena belum ada tindak lanjut dan relevansi dengan pembelajaran .
2. Strategi Pemecahan masalah Strategi yang dilakukan di SMPN 1 Selong agar siswa termotivasi dalam kegiatan literasi adalah dengan mengaitkannya dengan program pembelajaran terutama pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam ujian praktek pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX, siswa diwajibkan untuk membuat
resensi buku berdasarkan buku yang dibaca. Tahapan operasional pelaksanaan
a. Keharusan membuat resensi buku berdasarkan kegiatan literasi diumumkan 1 bulan sebelum ujian praktek.
b. Siswa harus menentukan buku fiksi atau nonfiksi yang akan dibuat resensinya.
c. Guru mendata buku-buku yang akan dibuat resensi oleh siswa, dengan mengecek buku aslinya.
d. Setiap hari atau secara berkala, guru memeriksa laporan literasi siswa untuk mengetahui perkembangan kegiatan membaca buku yang sudah dipilih siswa sebagai bahan resensi.
e. Satu minggu sebelum membuat resensi guru menjelaskan hakikat resensi buku serta struktur resensi dan unsur kebahasaan resensi buku fiksi maupun nonfiksi.
f. Guru membuat kisi-kisi dan soal untuk ujian praktek membuat resensi buku fiksi dan nonfiksi, dengan pedoman penskoran.
g. Mengumumkan ketentuan-ketentuan penting dalam ujian praktek membuat resensi buku dan non fiksi.
h. Melaksanaan ujian praktek dengan SOP, yang sudah ditetapkan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
47
i. Melakukan penilaian resensi buku fiksi dan non fiksi.
KAJIAN TEORI
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal.
Menurut Laksono (2015) istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian, Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Menurut Satgas GLS (2015) literasi yaitu kemampuan
dalam mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara cerdas. Peraktik pendidikan perlu menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran sepanjang hayat. Untuk mendukungnya Kemendikbud mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Menurut Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 Gerakan literasi sekolah memperkuat upaya penumbuhan budi pekerti, salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum pelajaran dimulai.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai, materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik ( Depdikbud, 2017)
Adapun menurut Laksono (2017) istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian, Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
48
dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut (Laksono, 2017)
Literasi sekolah akan berhasil jika dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip 1) sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik bedasarkan karakteristiknya, 2) dilaksanakan secara berimbang menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik, 3) berlangsung secara terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum, 4) kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan, 5) melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan, dan mempertimbangkan keberagaman ( Depdikbud, 2017)
Menurut Nuh (2013) keistimewaan kurikulum 2013 adalah menempatkan bahasa sebgai penghela ilmu pengetahuan. Ditegaskan oleh Mahsun (2014) penempatan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan pada kurikulum 2013, membuka peluang perancangan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dan memberi ruang pada peserta didik
untuk mengembangkan berbagai jenis struktur berpikir, karena setiap teks memiliki struktur berpikir yang berbeda satu sama lain. Semakin banyak jenis teks yang dikuasai, maka semakin banyak struktur berpikir yang dikuasai peserta didik.
Menurut Retnaningdyah (2016) kegiatan literasi pada tahap pengembangan sama dengan kegiatan pada tahap pembiasaan. Yang membedakan adalah bahwa kegiatan 15 menit membaca (membaca dalam hati dan membacakan nyaring) diikuti oleh kegiatan tindak lanjut pada tahap pengembangan. Dalam tahap pengembangan, peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dengan proses membaca melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan. Mengingat kegiatan tindak lanjut memerlukan waktu tambahan di luar 15 menit membaca, sekolah didorong untuk memasukkan waktu literasi dalam jadwal pelajaran sebagai kegiatan Membaca Mandiri atau sebagai bagian dari kegiatan ko-kurikuler. Bentuk, frekuensi, dan durasi pelaksanaan kegiatan tindak lanjut disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah.
Kegiatan literasi membaca buku fiksi dan nonfiksi yang bervariasi bertujuan agar siswa memiliki pengalaman yang beragam tentang berbagai jenis buku, serta dapat mengembangkan kemampuan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
49
berpikir dalam mengemukakan pandangan tentang kelebihan dan kekurangan sebuah buku. Hal ini dipertegas dengan pendapat bahwa pembelajaran teks mampu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Dengan satu topik tertentu, peserta didik dapat dilatih mengemukakan pandangan-nya tentang topik itu dalam berbagai cara ( Mahsun, 2014 ).
Resensi buku adalah pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku, dalam membuat resensi, perlu dilakukan penilaian terhadap kualitas buku ditinjau dari berbagai segi. Secara umum, resensi berguna untuk memberi tahu pembaca perihal buku-buku baru dan ulasan tentang kelebihan maupun kekurangan buku (Nurhadi, 2005 )
Karena isinya mengulas tentang sebuah buku, maka resensi buku disebut teks ulasan. Menurut Mafrhuki (2016) teks ulasan buku adalah penilaian mengenai keunggulan dan kelemahan buku. Teks ulasan memiliki fungsi sosial yang sama dengan resensi buku yaitu untuk memberikan penilaian terhadap sebuah buku, agar masyarakat memperoleh gambaran tentang kualitas sebuah buku, sebagai bahan pertimbangan untuk membacanya.
Secara umum bagian-bagian penting dari resensi buku adalah 1) Identitas buku ( judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, dan
tebal halaman buku ), 2) Tujuan penulisan buku, 3) Ringkasan/ Sinopsis isi buku, 4) kelebihan dan kekurangan buku, 5) Simpulan dan saran (Nurhadi, 2005).
Penilaian autentik adalah penilaian berbasis kompetensi. Kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum 2013 adalah SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang dijabarkan menjadi kompetensi inti (KI), KI dijabarkan lagi menjadi KD, karena KD masih umum maka dijabarkan menjadi Indikator. Setelah menjadi Indikator dijabarkan menjadi tugas kinerja.
Menurut Mahsun ( 2014) pengembangan penilaian autentik berbasis teks dilakukan melalui tahapan : 1) penetapan kompetensi yang diukur, 2) Penjabaran kompetensi ke dalam indikator-indikator, 3) penjabaran indikator ke dalam tugas kinerja, 4) penentuan tugas kinerja, 5) pengembangan kriteria, dan penyusunan rubrik.
PEMBAHASAN 1. Alasan Pemilihan Strategi
Pemecahan Masalah. Melaksanakan ujian praktek
dengan menggunakan teknik pembuatan resensi buku fiksi dan nonfiksi merupakan pengembangan dari kegiatan literasi sekolah. Hal ini sesuai juga dengan Kompetensi Dasar dalam kurikulum 2013. Dalam Lampiran Permen No, pada KI-KD kelas IX siswa diwajibkan mampu
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
50
menyajikan tanggapan terhadap isi buku fiksi nonfiksi yang dibaca.
Siswa tidak cukup dengan membuat catatan atau laporan dalam bentuk laporan kegiatan literasi harian. Tetapi dengan membuat resensi buku fiksi dan nonfiksi siswa dapat merefleksikan kemampuan memahami mengafresiasi buku secara utuh. Kegiatan memahami buku asli juga dimaksudkan agar siswa dapat memahami informasi dari sumber asli, bukan memperoleh dari tulisan-tulisan singkat yang didapatkan dari goegle.
Kebiasaan kebiasaan membaca informasi instan yang bertebaran di dunia maya, harus dibarengi dengan kegiatan merujuk pada sumber asli. Bahan literasi bisa juga dengan membaca artikel-artikel, essay, opini dan berita, synopsis singkat yang ada di internet, karena lebih praktis, tetapi banyak hal-hal positif yang didapatkan jika siswa mencari / membaca buku asli yang lebih lengkap. Sesungguhnya kebiasaan membaca dan kemampuan menulis yang baik akan dipengaruhi oleh kebiasaan memanfaatkan teknologi. Kegiatan memodifikasi tulisan dan karya seni dari internet untuk penyelesaian tugas akademik merupakan kebiasaan yang perlu diminimalisasi.
Berdasarkan penelitian di SMPN 1 Selong, 97,5% siswa kelas IX mengenal novel-novel terkenal dari filmnya hanya 2,5 % yang
pernah membaca novel aslinya. Sebelum diumumkan kegiatan praktik membuat resensi buku berdasarkan literasi buku fiksi dan nonfiksi, observasi awal menunjukkan rata rata 5% di tiap kelas yang menggunakan buku fiksi dan nonfiksi sebagai bahan literasi, selebihnya 95% menggunakan artikel atau tulisan serta berita yang didapatkan dari internet, koran dan majalah.
Untuk mengoptimalkan kegiatan literasi baik segi kualitas bahan maupun proses, maka umpan balik dari program literasi siswa, salah satu alternatifnya adalah membuat resensi buku fiksi dan nonfiksi. Dalam penulisan resensi yang baik siswa dituntut menentukan buku fiksi dan fiksi yang akan diresensi sesuai dengan minat dan kemampuan siswa tetapi tetap ditentukan batas minimal jumlah halamannya yaitu 50, isi sesuai dengan perkembangan psikologis, dan tidak mengandung unsur syara, kekerasan, dan fornografi.
Agar ujian praktek membuat resensi buku fiksi dan nonfiksi efektif dan efisien, maka perlu dibuatkan kisi-kisi soal ujian.contoh soal dan kisi-kisi sbb. : KISI KISI PENULISAN SOAL Jenjang Pendidikan : MTs/SMP Kelas : IX Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kurikulum : 2013
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
51
Soal 1. Buatlah resensi buku fiksi atau nonfiksi
berdasarkan buku yang telah dibaca ! Dengan ketentuan sebagai berikut : A. Bagian bagian harus lengkap, seperti :
a. Terdapat judul yang sesuai dengan buku yang diresensi.
b. Terdapat identitas buku, yang berisi hal-hal penting dalam fisik buku secara lengkap.
c. Menyajikan bagian pendahuluan yang berisi : alasan Anda memilih buku yang diresensi, dan tujuan penulis/pengarang menulis buku yang diresensi.
d. Membuat Sinopsis / Ringkasan buku, maksimal satu setengah halaman kertas doble folio, minimal satu halaman double folio serta dapat menggambarkan isi buku / isi cerita buku yang diresensi.
e. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan buku yang diresensi secara objektif (berdasarkan keadaan buku yang sebenarnya tidak dibuat-buat).
f. Mengakhiri resensi dengan penutup, yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
B. Tulisan harus asli tidak berasal dari internet, dibuktikan dengan hasil oret-oretan dan laporan kegiatan literasi harian.
C. Mengumpulkan buku yang diresensi, setelah membuat resensi!
D. Resensi dibuat dengan tulisan tangan tinta hitam/biru pada kertas doble folio (boleh bolak balik ) yang sudah distempel, dengan garis pinggir kiri 3 cm, rapi dan bersih, hindari coretan dan type exs!
E. Kumpulkan resensi dengan oret-oretan tepat waktu, sesuai waktu yang tersedia!
F. Setiap pelanggaran pada butir ketentuan nomor 2,3,4,5 mengakibatkan skor dikurangi 5 – 10 skor.
2. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih
Setelah diperiksa dan diberi skor, ternyata didapatkn hasil penilaian terhadap resensi yang meningkat dari sebelumnya, peningkatan ini terlihat dari nilai yang diperoleh siswa. Dari 286 siswa, diperoleh nilai terendah siswa yaitu 78 sedangkan nilai tertinggi adalah 97.
Nilai kejujuran dan objektivitas
bisa dikembangkan dalam pembuat-an resensi buku ini. Sikap kejujuran diindikasikan dari kesesuaian antara buku yang diresensi dengan buku yang terdaftar sebelumnya. Rata-rata 99% kesesuaian itu setelah disinkronkan antara resensi yang ditulis siswa dengan buku yang dikumpulkan dan data pada tabel pendaftaran buku yang akan diresensi pada masing-masing kelas.
Tabel pendaftaran buku yang diresensi siswa
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
52
Objektivitas terlihat dari kemampuan siswa menguraikan kelebihan dan kekurangan buku yang diresensi serta kemampuan siswa menyebutkan secara detail identitas buku. Sikap berpikir sistematis dan kritis terlihat dalam pembuatan synopsis dan ringkasan isi buku. Siswa mampu menyajikan isi cerita/buku dengan urutan yang logis dan bahasa yang dapat dipahami menggunakan ejaan dan tata bahasa yang standar sesuai tingkat kemamapuan siswa pendidikan dasar. 3. Kendala-kendala yang dihadapi Dalam melaksanakan strategi ini terdapat berbagai kelemahan dan keterbatasan, antara lain : a. Adanya kebebasan pemilihan
buku yang cendrung sesuai dengan selera remaja, jika tidak diarahkan dengan sungguh-sungguh.
b. Isi dan tema buku kadang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan remaja, membutuhkan sleksi yang lama.
c. Kalau diarahkan untuk memilih buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah, alternatif pilihan kecil, dan buku-buku terbatas jumlah maupun judulnya.
d. Kreatifitas anak kurang dalam membuat resensi cendrung mengikuti pola yang sesuai dengan ketentuan penilaian.
e. Membutuhkan persiapan waktu yang relatif lama.
f. Membutuhkan waktu verifikasi yang cukup lama.
g. Membutuhkan pengawasan dan keterampilan pengawas dalam pelaksanaan ujian.
4. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan
Adapun hal-hal yang dapat mendukung pelaksanaan kegitan literasi yang menghasilkan resensi buku adalah : a. Sekolah yang menyadari
pentingnya program literasi, SMPN 1 Selong adalah sekolah rujukan.
b. Lingkungan sekolah serta sarana dan prasarana yang memadai
c. Latar belakang ekonomi dan pendidikan keluarga siswa yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas.
d. Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan SMPN 1 Selong serta kesadaran literasi yang mulai bangkit.
5. Alternatif pengembangan Strategi pengembangan kegiatan literasi akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan di semua kelas, bukan hanya di kelas Sembilan yang terikat pada pencapaian nilai ujian praktek. Penentuan buku lebih selektif, sehingga isi buku lebih menunjang ke hal-hal yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Agar kegiatan ini juga berkontribusi dalam menambah bahan literasi sekolah,
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
53
perlu dipikirkan tekniknya, terutama untuk menciptakan pojok baca di seluruh kelas. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Pengembangan literasi agar kegiatan tersebut memiliki keterkaitan langsung dengan pembelajaran dan berdampak langsung dengan kemampuan siswa menulis dan membaca. Pembuatan/ menulis resensi buku berdasarkan buku yang dibaca pada program literasi dalam kegiatan ujian praktek bahasa Indonesia merupakan bentuk umpan balik dari proses membaca memahami buku. Setelah diperiksa resensi buku yang dibuat oleh siswa dengan pedoman penskoran yang sudah ditentukan nilai rata-rata 88, hal ini menunjukkan keterampilan siswa tinggi. Disamping nilai pengetahuan dan keterampilan juga terdapat penumbuhan sikap kejujuran dalam penulisan resensi yang indikasikan rata 99% terdapat kesesuaian antara buku yang terdaftar dengan yang diresensi. Sikap objektif siswa terlihat juga dalam menguraikan identitas buku. Kekritisan siswa ditunjukkan dengan kemampuan mengungkap kelebihan dan kekurangan buku secara objektif. 2. Saran / Rekomendasi Setelah diketahui hasil pengem-bangan kegiatan literasi yang dipaparkan terdahulu, maka dapat
dikemukakan rekomendasi operasio-nal atau saran tindak berikut : Pelaksanaan pengembangan
kegiatan literasi dalam bentuk penulisan resensi, hendaknya dilaksanakan secara berkesinam-bungan terencana dan terkontrol serta melibatkan partisipasi aktif dari elemen-elemen sekolah,
Penentuan jenis buku yang diresensi hendaknya dilakukan secara slektif, baik dari segi fisik buku dan isi.
Sistematika penulisan resensi buku hendaknya diutamakan agar mudah dinilai, disamping itu porsi kemampuan menggunakan bahasa secara kreatif berdasarkan kaidah-kaidah yang benar hendaknya mendapatkan porsi yang seimbang dalam penilaian dengan sistematika resensi.
DAFTAR PUSTAKA Depdikbud, 2015. Gerakan Literasi
Sekolah. Dirjend Dikdasmen : Jakarta.
Laksono,Kisyani 2017. Pengembangan Budaya Literasi dan Strategi Literasi dalam Pembelajaran di sekolah Menengah Pertama, Satgas GLS Ditjend Dikdasmen Kemendikbud : Jakarta.
Depdikbud, 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP, Dirjend Dikdasmen Kemendikbud : Jakarta.
Abidin, Yunus. 2016. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
54
Mahsun. 2014. Teks Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Nurhadi, dkk. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia, untuk SMP/MTs Kelas IX. Penerbit Erlangga:Jakarta.
Mafrukhi. 2016. Mahir Berbahasa Indonesia, Jilid 2 Kelas VIII SMP/MTs. Penerbit Erlangga:Jakarta.
Trianto, Agus.2018. Buku Guru Bahasa Indonesia. PT. Mancanan Jaya Cemerlang : Klaten.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, No 64 Tahun 2013 tentang “Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud : Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, No 23 Tahun 2015 tentang “Gerakan penumbuhan budi pekerti.” Kemendikbud : Jakarta.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
55
SELF MAPPING STRATEGY (SMS) DALAM PERUMUSAN INDIKATOR MENUJU PENYUSUNAN RPP
KURIKULUM 2013
Zulkipli Guru SMPN 4Sikur
ABSTRAK
Penelitian sederhana ini bertujuan untuk membantu para guru dalam menemukan cara termudah untuk merumuskan indikator dan diharapkan mampu menemukan strategi tercepat untuk menyusun sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) khususnya untuk Kurikulum 2013 pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Metoda yang digunakan pada penelitian sederhana ini adalah metoda survey dengan melakukan wawancara langsung (Direct Interview) dan Praktik Terbaik (Best Practice). Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara kepada para guru Bahasa Inggris dengan menanyakan masalah utama mereka dalam merumuskan indikator dan kesulitan mereka dalam menyusun RPP. Setelah penulis menemukan masalah dan kesulitan mereka, penulis memberikan pemahaman kepada mereka tentang bagaimana merumuskan indikator dan membimbing mereka tentang cara tercepat menyusun RPP. Terkait dengan ini, penulis menyediakan mereka beberapa sumber pendukung untuk memudahkan mereka dalam penyusunan RPP seperti; Tabel Pemetaan, Silabus, Format RPP, dan Buku pendukung yang relevan. Penelitian sederhana ini dilakukan terhadap para guru Bahasa Inggris yang mengikuti program pelatihan Kurikulum 2013 di SMPN 4 Sikur tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian, ada berbagai macam masalah yang dihadapi oleh guru Bahasa Inggris dalam merumuskan indikator, misalnya: (1) Mereka masih belum memahami kata-kata kunci yang ada pada masing-masing KD; (2) Mereka masih kebingungan memilih kata kerja operasional (KKO) yang tersedia pada teori tertentu; (3) Mereka masih kebingungan menentukan level berfikir (Kognitif dan Psikomotorik); dan (4) Mereka masih kesulitan dalam merancang RPP. Berangkat dari fenomena ini, penulis mencoba menemukan solusi untuk membantu guru Bahasa Inggris dalam memecahkan masalah mereka. Dalam penelitian ini, penulis menemukan sebuah strategi atau cara termudah dan sederhana untuk merumuskan indikator menuju penyusunan RPP. Strategi ini dinamakan “Self Mapping Strategy” (SMS) atau Strategi Pemetaan Sendiri. Mengacu dari penemuan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi ini mampu membantu guru bahasa Inggris dalam mengatasi masalah mereka. Mereka mampu menentukan level berfikir berdasarkan kata-kata kunci yang ada pada KD dan mampu merumuskan indikator dengan lebih mudah. Pada akhirnya mereka mampu menyusun RPP lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk menyusunnya lebih singkat dibandingkan dengan sebelum menggunakan strategi ini atau dapat dikatakan bahwa “Tiga hari menjadi tiga jam” (Three days being three hours). Kata Kunci : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Self Mapping Strategy, Kurikulum 2013
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
56
PENDAHULUAN
RPP merupakan salah satu
perangkat pembelajaran yang paling
urgen diantara perangkat pembelajaran
lainnya. Tidak memiliki RPP artinya
tidak memiliki persiapan pembelajaran
yang matang. Dengan hal ini guru-guru
tidak akan fokus dalam mentransfer
ilmunya kepada siswa. Acap kali mereka
mengajar siswanya keluar dari silabus
yang disuguhkan oleh kurikulum.
Mereka kadang-kadang mengajar siswa
hanya berdasarkan buku (Book Based
Teaching) bukan berdasarkan tuntutan
KD. Oleh karena itu menyiapkan RPP
sangatlah penting sebelum guru
mengajar.
Dilain sisi, fakta menunjukkan
bahwa banyak guru-guru masih
mendapatkan masalah dalam
merumuskan indikator. Hal ini
disebabkan khususnya oleh kurangnya
pengetahuan mereka dalam memahami
kata-kata kunci yang ada pada masing-
masing KD, mereka masih bingung
untuk memilih dan memilah kata kerja
operasional yang paling cocok, dan
mereka masih ragu menentukan level
berfikir (Kognitif dan Psikomotorik)
yang yang ada. Masalah-masalah ini
terjadi ketika penulis melakukan tutorial
pendampingan Kurikulum 2013 di Hotel
Grand Royal Lombok Tengah, SMPN 2
Selong, SMPN 1 Labuhan Haji, SMPN
1 Masbagik, SMPN 4 Selong, dan
khususnya di SMPN 4 Sikur Lombok
Timur.
Oleh karena itu, penulis mencoba
menemukan solusi untuk memebantu
guru-guru Bahasa Inggris dalam
mengatasi masalah mereka. Dalam hal
ini, penulis menemukan sebuah strategi
atau cara termudah dan sederhana untuk
merumuskan indikator menuju
penyusunan RPP. Strategi ini dinamakan
“Self Mapping Strategy” (SMS) atau
Strategi Pemetaan Sendiri. Dalam
menciptakan strategi ini penulis
mengkonsultasikan dengan kata-kata
kerja operasional yang
direkomendasikan oleh Bloom,
Anderson, Barret, dan Morrisons dan
strategi ini dikaitkan dengan level
berfikir yang tersedia pada Taksonomi
Bloom, sebagaimana yang di tunjukkan
pada figure di bawah ini.
Gambar 1. Level Berfikir
Gambar 2. Kemampuan Berfikir Awal
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
57
METODE Metoda yang digunakan pada
penelitian sederhana ini adalah metoda survey dengan melakukan wawancara langsung (Direct Interview) dan Praktik Terbaik (Best Practice). Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara kepada para guru Bahasa Inggris dengan menanyakan masalah utama mereka dalam merumuskan indikator dan kesulitan mereka dalam menyusun RPP. Setelah penulis menemukan masalah dan kesulitan mereka, penulis memberikan pemahaman kepada mereka tentang bagaimana merumuskan indikator dan membimbing mereka tentang cara tercepat menyusun RPP. Terkait dengan ini, penulis menyediakan mereka beberapa sumber pendukung untuk memudahkan mereka dalam penyusunan RPP seperti; Tabel Pemetaan, Silabus, Format RPP, dan Buku pendukung yang relevan.
Penelitian sederhana ini dilakukan terhadap para guru Bahasa Inggris yang mengikuti program pelatihan Kurikulum 2013 di SMPN 4 Sikur tahun 2017. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa terhadap permasalahan para guru dan hasil praktik terbaik (Best Practice) yang dilakukan oleh penulis, telah ditemukan strategi termudah untuk membantu mereka dalam merumuskan indikator dan menyusun RPP. Strategi ini dikreasikan dalam bentuk pemetaan elemen silabus secara runut dan runtut. Hal ini bertujuan untuk memudahkan mereka dalam memilih dan memilah kata kerja operasional untuk merumuskan indikator, sehingga mereka akan lebih mudah dalam penyusunan RPP. Pemetaan tersebut di suguhkan dalam bentuk tabel 01, sebagai berikut.
Tabel 01. Pemetaan untuk Kelas VII
RNH NO KD
KATA KUNCI KD
LEVEL COG. & PSY. KKO INDIKATOR (SESUAI MATERI)
PENG
ETAH
UAN
3.1
Mengidentifikasi
Level – 1 (Pengetahuan dan Pemahaman)
C1 - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi 3.2 C1 - Menyebutkan - Menyebutkan 3.3 C2 - Mencontohkan - Mencontohkan 3.4 C1 - Mengenali - Mengenali 3.5 C3 - Menentukan - Menentukan 3.6 C1 - Mengungkapkan kembali - Mengungkapkan kembali
C1 - Menuliskan kembali - Menuliskan kembali
3.7 Membandingkan Level – 2 (Aplikasi)
C4 - Membandingkan - Membandingkan
C4 - Mengklasifikasikan - Mengklasifikasikan
C5 - Menjelaskan - Menjelaskan
3.8 Menafsirkan Level – 3 (Penalaran)
C5 - Menyimpulkan - Menyimpulkan
C4 - Merinci perbedaan dan persamaan
- Merinci perbedaan dan persamaan
C4 - Menganalisis - Menganalisis
KETE
ERAM
PILA
N 4.1
Menyusun teks Keter. Kongkrit
P1 - Menyusun (Menggabungkan) kata acak
- Menyusun (Menggabungkan) kata acak
4.2 P1 - Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
- Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
4.3 P2 - Bertanya dan menjawab - Bertanya dan menjawab 4.4 P2 - Melakukan - Melakukan (Mendemonstrasikan)
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
58
(Mendemonstrasikan) monolog monolog 4.5 P2 - Melakukan
(Mendemonstrasikan) dialog - Melakukan (Mendemonstrasikan)
dialog 4.6 P3 - Menyusun (Memproduksi)
sendiri - Menyusun (Memproduksi) sendiri
4.72 4.7.1
Menangkap makna Keter. Abstrak
P1 - Menyalin (Menyesuaikan)
dengan baik dan benar (dikte) - Menyalin (Menyesuaikan) dengan
baik dan benar (dikte)
4.8 P1
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
P2 - Menyajikan berbagai informasi dari teks
- Menyajikan berbagai informasi dari teks
P2 - Membuat kesimpulan - Membuat kesimpulan
Tabel 02. Pemetaan untuk kelas VIII
RNH NO KD KATA KUNCI KD LEVEL COG. & PSY. KKO INDIKATOR (SESUAI MATERI)
PENG
ETAH
UAN
3.1
Menerapkan Level – 2 (Aplikasi)
C3 Menentukan Menentukan 3.2 C3 Menerapkan Menerapkan 3.3 C3 Mempragakan Mempragakan 3.4 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.5
Membandingkan
Level – 2 (Aplikasi)
C4 - Membandingkan - Membandingkan 3.11 C4 - Mengklasifikasikan - Mengklasifikasikan 3.12 C5 - Menjelaskan - Menjelaskan 3.13
Menafsirkan Level – 3 (Penalaran)
C5 - Menyimpulkan - Menyimpulkan
C4 - Merinci perbedaan dan persamaan
- Merinci perbedaan dan persamaan
C4 - Menganalisis - Menganalisis
KETE
ERAM
PILA
N
4.1
Menyusun
P1 - Menyusun (Menggabungkan) kata acak
- Menyusun (Menggabungkan) kata acak
4.2 P1 - Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
- Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
4.3 P2 - Bertanya dan menjawab - Bertanya dan menjawab 4.4 P2 - Melakukan
(Mendemonstrasikan) monolog - Melakukan (Mendemonstrasikan)
monolog 4.5 P2 - Melakukan
(Mendemonstrasikan) dialog - Melakukan (Mendemonstrasikan)
dialog 4.6 P2 - Membuat monolog - Membuat monolog 4.7 P2 - Membuat dialog - Membuat dialog 4.8 P3 - Menyusun (Memproduksi)
sendiri - Menyusun (Memproduksi) sendiri
4.9 4.10
4.11.2 4.12.2 4.11.1
Menangkap makna
P1 - Menyalin (Menyesuaikan)
dengan baik dan benar (dikte) - Menyalin (Menyesuaikan) dengan
baik dan benar (dikte)
4.12.1 P1
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
4.13 P2 - Menyajikan berbagai informasi dari teks
- Menyajikan berbagai informasi dari teks
P2 - Membuat kesimpulan - Membuat kesimpulan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
59
Tabel 03. Pemetaan untuk kelas IX
RNH NO KD
KATA KUNCI KD LEVEL COG. & PSY. KKO INDIKATOR (SESUAI MATERI)
PENG
ETAH
UAN
3.1
Menerapkan Level – 2 (Aplikasi)
C3 Menentukan Menentukan
3.2 C3 Menerapkan Menerapkan
3.5 C3 Mempragakan Mempragakan
3.6 3.8 3.3
Membandingkan Level – 2 (Aplikasi)
C4 - Membandingkan - Membandingkan
3.4 C4 - Mengklasifikasikan - Mengklasifikasikan
3.7 C5 - Menjelaskan - Menjelaskan
3.9 3.10 3.11
Menafsirkan Level – 3 (Penalaran)
C5 - Menyimpulkan - Menyimpulkan
C4 - Merinci perbedaan dan persamaan
- Merinci perbedaan dan persamaan
C4 - Menganalisis - Menganalisis
KETE
ERAM
PILA
N
4.1
Menyusun
P1 - Menyusun (Menggabungkan) kata acak
- Menyusun (Menggabungkan) kata acak
4.2 P1 - Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
- Menyusun (Menggabungkan) kalimat acak
4.5 P2 - Bertanya dan menjawab - Bertanya dan menjawab
4.6 P3 - Melakukan (Mendemonstrasikan) monolog
- Melakukan (Mendemonstrasikan) monolog
4.8 P4 - Melakukan (Mendemonstrasikan) dialog
- Melakukan (Mendemonstrasikan) dialog
4.9.2 P3 - Menyusun (Memproduksi) sendiri
- Menyusun (Memproduksi) sendiri
4.3
Menangkap makna
P1 - Menyalin (Menyesuaikan)
dengan baik dan benar (dikte) - Menyalin (Menyesuaikan) dengan
baik dan benar (dikte)
4.4 P1
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
- Menceritakan kembali (Mengubah) dengan bahasa sendiri
4.7 P2 - Menyajikan berbagai informasi dari teks
- Menyajikan berbagai informasi dari teks
4.9.1 P2 '- Membuat kesimpulan '- Membuat kesimpulan
4.10 4.11
Tabel di atas menunjukkan bahwa
sebelum menyusun RPP kita harus
menganalisa beberapa elemen yang ada
pada silabus seperti; ranah bahasa,
nomer KD, kata-kata kunci yang ada
pada KD, level berfikir, dan kata kerja
operasional. Dengan melakukan hal-hal
ini para guru akan lebih mudah
merumuskan indikator dan selanjutnya
lebih cepat dalam penyusunan RPP.
PENUTUP
Mengacu dari penemuan dan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa strategi ini mampu membantu
guru bahasa Inggris dalam mengatasi
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
60
masalah mereka. Mereka mampu
menentukan level berfikir berdasarkan
kata-kata kunci yang ada pada KD dan
mampu merumuskan indikator dengan
lebih mudah. Pada akhirnya mereka
mampu menyusun RPP lebih mudah dan
waktu yang dibutuhkan untuk
menyusunnya lebih singkat
dibandingkan dengan sebelum
menggunakan strategi ini atau dapat
dikatakan bahwa “Tiga hari menjadi tiga
jam” (Three days being three hours).
DAFTAR PUSTAKA Anderson L.W.,& Krathwohl, D.R.
(2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, Abridged Edition. Boston, MA: Allyn and Bacon.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Panduan Pembelajaran Untuk SMP Kurikulum 2013: Kemendikbud: Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Model Silabus Mata Pelajaran SMP/MTs: Kemendikbud: Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Kisi Kisi Ujian Nasional SMP/MTs. Tahun Pelajaran 2016-2017: Kemendikbud: Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Permendikbud Tahun2016 Nomor 024 Lampiran 37 Tentang KI KD: Kemendikbud: Jakarta.
Nunik, P., Teguh, D. ,Ratna, D. (2017). Panduan Penyusunan RPP SMP Kurikulum 2013: Kemendikbud: Jakarta.
Rebecca, S. (2000). Assessing Critical Thinking in Middle and High School: Meeting the Coomon Core.
Rini, (2017). Materi Bimbingan Teknis Sekolah Menengah Pertama Rujukan: Kemendikbud: Jakarta.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
61
MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN
METODE PERMAINAN DI KELAS VI SDN 1 MONGGAS KECAMATAN KOPANG, KABUPATEN LOMBOK TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Ibrahim Guru SDN 1 Monggas
ABSTRAK
Hasil pengamatan di dalam kelas saat pembelajaran matematika berlangsung, siswa kelas VI cenderung pasif dan aktivitas belajar matematika siswa sangatlah kurang. Untuk pelajaran matematika nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VI pada materi pengukuran berat yang merupakan materi sebelum dilakukannya penelitian ini adalah 50,37 dan persentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar sebesar 33,33%. Nilai ini sangatlah jauh dari persentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM) yang ditetapkan di SD Negeri 1 Monggas, yaitu sebesar 60%. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan selama 2 bulan dengan menggunakan metode permaian dalam upaya meningkatkan aktivitas dan persetasi belajar matematika siswa kelas VI SDN 1 Monggas. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus masing-masing terdiri dari dua pertemuan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut perencanaan, tindakan obervasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui lembar pengamatan tiap pertemuan oleh observer untuk melihat data tentang aktivitas belajar, sementara data tentang hasil belajar diperoleh melalui nilai ulangan harian dan prestasi belajar matematika siswa di siklus 1, dan disiklus 2. Hasil yang diperoleh dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui model metode permainan, memperlihatkan peningkatan hasil aktivitas siswa terutama pada aktivitas untuk menyiapkan tempat, bahan dan alat sebesar 55,56%, aktivitas untuk mengungkapkan gagasan sebesar 66,67% dan untuk aktivitas membaca aturan permainan dan buku-buku mengalami sebesar 74,04%. Berdasarkan data prestasi belajar matematika siswa diperoleh nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 69,62 meningkat menjadi 73,51 pada siklus II. Presentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan juga meningkat pada siklus I sebesar 88,88% (Kategori Baik), meningkat menjadi 100% (Kategori Istimewa) pada siklus II. Kata Kunci : Metode Permainan, Aktivitas belajar, Perstasi Belajar Matematika
PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika merupakan interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa yang melibatkan berbagai komponen untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika di sekolah terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kualitas prestasi belajar siswa. Berbagai cara terus dilakukan, salah satunya dilakukan dengan
mensinergikan komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran. Komponen yang terlibat dalam pembelajaran tersebut adalah tujuan, bahan pelajaran (materi), kegiatan pembelajaran, metode, alat dan sumber serta evaluasi.
Salah satu materi pada pelajaran matematika adalah Geometri dan pengukuran. Tujuan diberikannya materi tersebut adalah siswa mampu menentukan cara
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
62
menghitung berat suatu benda dalam kegiatan sehari-hari. Indikator yang harus dicapai olah siswa adalah dapat menggunakan kesetaraan satuan dalam perhitungan, melakukan hitungan berat dengan menggunakan alat hitung satuan berat. Jika tujuan dari materi ini dapat tercapai dengan maksimal maka sangatlah bermanfaat bagi siswa sebagai bekal selepas mereka dari bangku sekolah.
Terdapat beberapa permasalah-an yang ditemukan pada saat mempelajari materi ini. Diantaranya adalah kekurangpahaman siswa terhadap soal yang diberikan, karena pada umumnya soal berbentuk cerita dan mengandaikan siswa ke dalam situasi ekonomi tertentu. Ketidak-telitian siswa dalam menyelesaikan permasalahan, karena untuk menyelesaikan soal diperlukan rumus-rumus yang dihafalkan. Kurangnya penguasaan siswa terhadap proses perhitungan, karena dalam proses perhitungan menggunakan satuan berat. Sebagian besar siswa meng-anggap bahwa materi tersebut sangat membosankan karena dalam kenyataannya siswa tidak berada dalam situasi tersebut dan nilai sesungguhnya tidaklah sebesar nilai yang dihitung.Pada umumnya metode yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran adalah metode ekspositori, yaitu dengan memaparkan informasi yang dianggap penting untuk siswa di awal pelajaran, memberikan definisi dan rumus, menjelaskan contoh soal dan cara pengerjaannya, memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan siswa dan kemudian memeriksa pekerjaan siswa di akhir pelajaran. Beberapa guru
merasa cocok dengan metode tersebut, namun jika guru mengajar dengan metode yang sama pada setiap pertemuan maka tidak jarang akan ditemui siswa yang bosan untuk mempelajari materi ini, terjadi penurunan aktivitas belajar yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar matematika siswa.
Hasil pengamatan di dalam kelas saat pembelajaran matematika berlangsung, siswa kelas VI cenderung pasif dan aktivitas belajar matematika siswa sangatlah kurang. Hal ini terlihat dari tidak adanya respon saat Tanya jawab berlangsung, tidak berminatnya siswa untuk menyelesaikan soal matematika dan banyak siswa yang bersikap acuh. Jika guru bertanya tentang sejauh mana pemahaman yang didapat mereka mengangguk tanda paham, tetapi jika diberkan satu saja permasalahan mereka tidak dapat menyelesaikannya. Untuk pelajaran matematika nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VI pada materi Mengumpulkan dan membaca data yang merupakan materi sebelum dilakukannya penelitian ini adalah 65,00 dan persentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar sebesar 35,29 % atau 6 dari 17 orang siswa . Nilai ini sangatlah jauh dari persentase jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah yaitu sebesar 85%.
Jika situasi pembelajaran tersebut dibiarkan dan tidak segera diatasi oleh guru maka akan berdampak negatif terhadap prestasi
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
63
belajar matematika secara keseluruhan. Salah satu upaya guru untuk meningkatkan kembali aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa dalam mempelajari materi Geometri dan pengukuran adalah dengan melakukan perbaikan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan komponen pembelajaran lainnya. Salah satu metode yang dapat guru gunakan adalah metode permainan. Sudjana (2000:138) mengungkapkan bahwa penyajian teknik permainan yang baik akan menarik perhatian peserta didik sehingga menimbulkan suasana yang mengasyikan tanpa menimbulkan kelelahan. Hal ini senada diungkapkan Djaramah (2002:139) salah satu upaya guru dalam memotivasi siswa adalah dengan menggunakan simulasi dan permainan. Hal ini dapat meningkatikan interksi, menyajikan gambaran yang jelas mengenai kehidupan sebenarnya dan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran.
Dalam materi Geometri dan pengukuran metode permainan yang dapat digunakan adalah permainan jual beli. Yaitu metode permainan yang menetapkan agar pembelajaran bertitik tolak pada hal-hal konkrit bagi siswa. Hal ini dilakukan dengan memanipulasi benda-benda seperti uang mainan, timbangan, barang-barang dagangan, barang-barang yang menggunakan kemasan dan barang-barang yang tidak menggunakan kemasan ke dalam bentuk permainan.
Menekankan keterampilan dalam memainkan peran sebagai pedagang, penjual, pegawai pajak dan
pengawas bank. Selanjutnya mendiskusikan permasalahan yang ditemui dan menemukan sendiri cara menyelesaikan masalahnya dengan baik. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran. Kesungguhan dalam belajar dengan sendirinya akan memacu siswa untuk dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Jika aktivitas dapat diciptakan dalam pembelajaran matematika, maka suasana saat pembelajaran akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal. Aktivitas yang tercipta akan mendorong siswa untuk berpikir dan berusaha untuk mendapatkan prestasi belajar matematika yang memuaskan.
KAJIAN TEORI Djaramah dan Aswan (2002:82)
mengungkapkan bahwa salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan pembelajaran.
Kedudukan metode dalam pembelajaran tersebut adalah: 1. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang. 2. Metode sebagai strategi pem-belajaran, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 3. Metode sebagai alat untuk men-capai tujuan, metode sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
64
Dari kedudukan metode pembelajaran di atas, dapat diambil satu definisi tentang metode tentang metode pembelajaran yaitu strategi pembelajaran yang berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang dan merupakan alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran yang mengarah pada teori tersebut adalah metode permainan. Sudjana (2000: 138) mengungkapkan bahwa metode permainan adalah suatu metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada para peserta didik dengan menggunakan simbol-simbol atau alat-alat komunikasi lainnya. Berkenaan dengan pelajaran matematika, Hidayat (2004:16) meng-ungkapkan bahwa metode permainan matematika adalah setiap sumber hiburan yang mempunyai tujuan kognitif khusus yang dapat diukur dan tujuan afektif khusus yang dapat diamati. Suherman dan Udin (1999:258) mengungkapkan bahwa permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat menunjang tercapainya tujuan intruksional pengamatan matematika.
Metode permainan matematika adalah suatu metode pembelajaran yang menetapkan agar pembelajaran bertitik tolak dari hal-hal konkrit bagi siswa, menekankan keterampilan dalam memainkan peran, berdiskusi, berargumentasi sehingga merangsang cara berfikir logis siswa untuk dapat menemukan sendiri dan mengguna-kan matematika untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Zoltan P. Dienes (dalam Suherman dan Udin, 1999:175) mengemukakan
bahwa tiap-tiap konsep dalam mate-matika yang disajikan dalam bentuk konkrit akan dapat dipahami dengan baik. Benda-benda dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik. Benda-benda ini dapat memelihara dan meningkatkan cara berfikir logis yang telah dimiliki siswa.
Dalam materi Geometri dan pengukuran metode permainan matematika yang dapat digunakan adalah permainan jual beli. Pada permainan jual beli siswa diberi peran yang harus dimainkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, men-diskusikan masalah-masalah yang di-temui dalam permainan, dan kemu-dian menentukan penyelesaiannya. Hal ini dapat merangsang pemikiran siswa secara logis. Pada permainan pengukuran dan jual beli, siswa di-hadapkan pada benda-benda nyata yaitu uang, timbangan, barang-barang dagangan, barang-barang yang meng-gunakan kemasan dan barang-barang yang tidak menggunakan kemasan. Benda-benda tersebut dapat memelihara dan meningkatkan cara berfikir logis yang telah dimiliki siswa.
Bermain memiliki tahapan-tahapan tersendiri. Zoltan P. Dienes (dalam Suherman dan Udin, 1999:176) membagi 6 tahapan bermain, yaitu : 1. Permainan bebas (free play), yaitu tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak terstruktur dan tidak diarahkan. 2. Permainan yang disertai aturan (Games), yaitu tahap belajar meneliti pola-pola dan keteruturan yang terdapat dalam konsep tertentu. 3. Permainan Kesamaan sifat (Suarching for Communities), yaitu tahap belajar
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
65
menentukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. 4. Representasi, yaitu tahap belajar menyimpulkan kesamaan sifat yang yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapi. 5. Simbolisasi, yaitu tahap belajar merumuskan representasi dengan menggunakan symbol matematika atau melalui perumusan verbal. 6. Formalisasi, yaitu tahap belajar mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut.
Penerapan 6 tahapan belajar Dienes dalam permainan jual beli adalah siswa berhadapan dengan unsur-unsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajar. Lingkungan belajar ini dapat berupa pasar, toko, kantor pajak atau bank. Siswa secara bebas mengamati aktivitas-aktivitasnya yang terjadi. Hal ini dapat mempersiapkan siswa untuk memahami konsep Geometri dan pengukuran. Siswa yang telah memahami konsep tersebut dapat memulai permainan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Siswa melakukan simulasi seperti berdagang, membeli barang, menjual barang. Hal ini dapat mengajak siswa untuk mengenal dan memikirkan pola-pola yang terdapat dalam konsep Geometri dan pengukuran. Dari simulasi yang dilakukan, siswa dapat menemukan sifat-sifat kesamaan antara permainan yang dilakukan dengan konsep Geometri dan pengukuran. Misalnya dalam jual beli seorang pedagang mengalami keuntungan atau kerugian, pada saat membeli barang dikenai diskon atau
rabat, pada saat penimbangan barang diketahui berat brutto, netto dan tara.
Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan
aktualisasi dari potensi siswa melalui tes hasil belajar. Prestasi belajar merupakan perubahan perilaku dalam individu yang dimanifestasikan ke dalam pola sikap dan tingkah laku (afektif), keterampilan dan komunikasi (psikomotor) serta pengenalan penge-tahuan, perkembangan kemam-puan dan keterampilan intelektual (kognitif) sebagai hasil belajar yang disadari dan dicapai setelah mela-kukan pembelajaran pada periode tertentu. Standar keberhasilan prestasi belajar dapat bersifat intrinsic yang berarti ditetapkan sendiri sesuai dengan kurikulum yang berlaku atau menurut standar yang telah ditetapkan juga dapat bersifat ekstrinsik yang meru-pakan tuntutan dari lingkungan sekitar. Prestasi belajar dapat dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf maupun suatu kalimat. Menurut Djamarah (2002:143) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut saling berkaitan. Misalnya dalam faktor instrumental, kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Setiap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum kedalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya. Program disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia baik tenaga guru, finansial, maupun sarana dan prasarana. Program akan berhasil jika didukung oleh tenaga guru
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
66
yangmemadai. Setiap guru memegang mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan bertanggung jawab membina dan membimbing setiap siswa agar mencapai prestasi optimal dalam belajar. Program juga akan lebih baik jika didukung oleh fasilitas, siswa akan dapat belajar dengan baik dan menyenangkan jika sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan belajar siswa. Faktor instrumental sebagai faktor dari luar juga erat kaitannya dengan faktor psokologis sebagai faktor dari dalam. Jiika faktor luar mendukung tetapi faktor psikologis sebagai faktor dalam tidak mendukung maka faktor luar akan kurang signifikan.
METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI semester I SDN 1 Monggas, Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018 dan proses-proses interaktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa selama pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode permainan berlangsung.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah , Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai dengan Bulan Oktober 2017 pada siswa Kelas VI semester I Tahun Pelajaran 2017/2018. B. Metode Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningakatan aktifitas dan prestasi
belajar matematika siswa kelas VI semester I SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018 pada materi Mengumpulkan dan membaca Data. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu upaya pembelajaran berupa metode permainan jual beli sebagai solusi praktis dan kontekstual tanpa mengabaikan hal-hal yang bersifat teoritik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, metode penelitian yang dianggap tepat adalah metode penelitian tindakan yang difokuskan pada situasi kelas yang lebih dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classrrom Action Research (CAR). Sukardi (2004:211) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan kualitas subjek yang hendak diteliti. Sependapat dengan hal ini Madya (1994:12) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan praktik tertentu ke dalam situasi kerja tertentu. C. Prosedur penelitian
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini, mengembang-kan sebagimana lazimnya dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan tahap-tahap kegiatan yang ditempuh pada tiap siklus meliputi empat kegiatan, yaitu : (1) Tahap pe-rencanaan (plan), (2) Tahap pelak-sanaan atau tindakan (action), (3) Tahap pengamatan (Observation), (4) Tahap Refleksi (Reflective). Secara operasional siklus penelitian tindakan kelas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perencanaan (plan)
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
67
Tahap perencanaan tindakan adalah langkah persiapan untuk : (a) Mengidentifikasi aktifitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VI semester satu SDN 1 Monggas, Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. (b) Menyusun rencana tindakan yang hendak dilakukan dalam penerapan metode permainan yaitu dengan menyusun rencana pembelajaran, menyusun aturan permainan, dan menyusun instrumen-instrumen yang akan digunakan. (c) Menyiapkan sumber, alat dan bahan yang hendak digunakan. Pada siklus I dibutuhkan buku paket matematika kelas VI, LKS, kartu peranan sebagai penjual dan pembeli, uang mainan, timbangan, buku, pensil, tas dan penggaris yang kemudian akan digunakan sebagai barang dagangan. Siklus II dibutuhkan buku paket matematika VI, LKS, kartu peranan sebagai penjada toko dan konsumen, buku, pensil, tas dan penggaris yang kemudian akan digunakan sebagai barang dagangan, timbangan, gelas, beras, terigu dan gula pasir. (d) Mengidentifikasi masalah-masalah yang terdapat pada siklus sebelumnya serta menetapkan pemecahan masalahnya untuk siklus berikutnya. 2. Pelaksanaan (action) Tahap tindakan adalah kegiatan pelaksanaan penerapan metode permainan jual beli sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Pada siklus I tindakan yang dilakukan dimulai dengan membahas masalah sehari-hari dalam perdagangan untuk menanamkan
konsep pada siswa tentang nilai keseluruhan, nilai per unit, dan nilai sebagian. Secara berkelompok siswa bermain jual beli dengan membagi peran, dua orang sebagai penjual dan dua orang sebagi pembeli kemudian melakukan jual beli dengan uang mainan sebagai alat pembayarannya. Sebagai acuan dalam bermain, siswa diberikan format tabel yang harus diisi sesuai dengan peran yang dimainkannya. Membahas beberapa catatan yang dibuat oleh siswa selama permainan jual beli dan menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Pada siklus II tindakan yang dilakukan dimulai dengan membahas masalah sehari-hari dalam perdagangan untuk memainkan konsep pada siswa tentang satuan berat, ton, kwintal, kg, dag, gram, cm, mg. Secara berkelompok siswa bermain jual beli dengan membagi peran, dua orang sebagai penjaga toko dan dua orang sebagai konsumen kemudian melakukan jual beli dengan menggunakan uang mainan sebagai alat pembayarannya. Sebagai acuan dalam bermain, siswa diberikan tabel format yang harus diisi sesuai dengan peran yang dimainkannya. Melakukan penimbangan beberapa barang dengan wadah/kemasannya dan penimbangan barang tanpa wadah/kemasannya dan mencatat dalam format tabel. Membahas beberapa catatan yang dibuat oleh siswa selama permainan jual beli dan menyimpulkan materi yang telah dipelajari Pada setiap akhir siklus dilakukan evaluasi dengan tes prestasi belajar matematika siswa untuk mengetahui peningkatan prestasi
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
68
belajar matematika siswa kelas VI semester satu SDN 1 Monggas , Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. 3. Observasi Tahap pengamatan adalah kegiatan langsung maupun tidak langsung untuk merekam semua peristiwa yang terjadi pada saat proses tindakan. Pengamatan ini digunakan untuk mengetahui peningkatan aktifitas belajar matematika siswa kelas VI semester satu SDN 1 Monggas, Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. 4. Refleksi Tahap Refleksi adalah kegiatan mengkaji hasil observasi dan merenungkan kembali proses-proses tindakan dengan berbagai permasalahannya. Dalam tahap Refleksi ini diolah lembar observasi, jurnal siswa dan tes prestasi belajar matematika siswa yang didapat dari tahap tindakan kemudian menganalisanya untuk melihat peningkatan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VI semester I SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. Kegiatan Refleksi ini dilakukan untuk menentukan, merekomendasi dan mendapatkan masukan bagi perbaikan rencana selanjutnya. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk keperluan pengumpulan data tentang proses dan hasil yang dicapai dipergunakan : 1. Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa
Nilai ulangan harian matematika siswa didapat dari nilai ulangan pada materi bilangan bulat yaitu materi sebelum dilakukannya penelitian ini. Nilai ulangan harian matematika siswa ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang prestasi belajar matematika siswa kelas VI semester satu SDN 1 Monggas tahun ajaran 2017/2018. Nilai ini kemudian dijadikan prestasi awal dalam penelitian. Dari ulangan harian yang dilakukan oleh siswa VI semester I SDN 1 Monggas , Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018 pada materi Mengumpulkan dan membaca data diperoleh nilai rata-rata sebesar 50,37 dan persentasenya siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar sebesar 35,29%. 2. Tes Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan perubahan perilaku dalam individu yang dimanfaatkan kedalam pola pengetahuan sebagai hasil belajar yang disadari dan dicapai setelah melakukan pembelajaran pada materi Geometri dan pengukuran dengan metode permainan jual beli. Standar keberhasilan prestasi belajar bersifat instrinsik yang berarti ditetapkan sendiri sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Prestasi ini dinyatakan dalam bentuk angka puluhan. Tes prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini terbentuk uraian karena dengan tes uraian akan terlihat kemampuan dan proses berpikir siswa yang sebenarnya terhadap materi yang disampaikan. Tes prestasi belajar ini diberikan setiap akhir siklus, untuk siklus satu memuat dua puluh butir soal, untuk siklus II memuat
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
69
sepuluh butir soal. Tes prestasi ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika kelas siswa VI semester I SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018, setelah dilakukannya pembelajaran matematika dengan metode permainan jual beli. 3. Lembar Observasi Lembar observasi berisi daftar jenis aktifitas belajar siswa yang mungkin timbul dan akan diamati selama pembelajaran matematika dengan permainan jual beli berlangsung. Hasil dari lembar observasi ini disajikan data aktifitas belajar matematika siswa dan bahan Refleksi untuk perbaikan tiap siklus. 4. Jurnal Siswa Jurnal siswa diberikan di setiap akhir siklus dengan maksud untuk merekam semua peristiwa yang terjadi pada saat proses tindakan, kendala tindakan, langkah-langkah tindakan, permasalahan lain yang mungkin timbul selama pelaksanaan tindakan serta gagasan untuk siklus berikutnya 5. Foto Foto digunakan untuk merekam peristiwa penting pada proses tindakan. Hasil foto ini dapat didskusikan dengan guru dan siswa sehingga dapat memberikan andil dalam perbaikan siklus selanjutnya. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Data aktifitas belajar matematika siswa diperoleh melalui lembar observasi. Hasil observasi ini kemudian dianalisis untuk melihat aktifitas-aktfitas apa saja yang muncul
selama pembelajaran matematika dengan metode permainan jual beli berlangsung. Untuk melihat tingkat aktifitas belajar matematika siswa, selanjutnya dilakukan penskoran ter-hadap aktifitas-aktifitas yang muncul dengan cara menghitung persentase dari tiap-tiap aktifitas selama pembelajaran matematika dengan metode permainan berlangsung. G. Indikator keberhasilan 1. Ketuntasan secara perorangan Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 2006 (Depdikbud, 2006), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila siswa telah memperoleh nilai 70. 2. Sedangkan ketuntasan secara Klasikal apabila prosentase ketuntasan secara klasikal telah mencapai 85% dari jumlah siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I a. Perencanaan
Berdasarkan permasalahan melalui data pada observasi awal, kemudian dibuat perencanaan tindakan untuk siklus I. Adapun tahap perencanaan tindakan untuk siklus I adalah: 1) Menyusun rencana pembelajaran 2) Menyusun aturan permainan 3) Membuat soal tes prestasi belajar matematika siswa yang memuat materi tentang Mengumpulkan danmembaca data. 4) Membuat lembar observasi dan jurnal siswa. 5) Mempersiapkan sumber, alat dan bahan berupa buku paket matematika kelas VI,LKS, kartu peranan sebagai penjual dan pembeli, uang mainan, timbangan, buku,pensil, ballpoint, tas
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
70
dan penggaris yang akan digunakan sebagai barang dagangan. 6) Mempersiapkan foto untuk dokumentasi. b. Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 15 September 2017, di SDN 1 Monggas, Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah, Pelaksanaan pembelajaran dilaksanaakan sesuai dengan rencana pembelajaran. c. Observasi Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari selasa tanggal 5 September, 2017. Sebelum pelajaran dimulai, guru meminta beberapa siswa maju ke depan kelas untuk menceritakan pengalaman dalam mengukur suatu berat. Misalnya mengukur berat badan, mengukur tinggi badan, membandingkan berat benda sejenis dan tidak sejenis, mengidentifikasikan jenis-jenis suatu benda kedalam ukuran berat, mengurutkan benda yang paling ringan hingga paling berat. Namun beberapa menit berlalu tidak ada satu pun siswa yang memberanikan diri untuk ke depan kelas, guru mempertegas kembali dengan memanggil nama siswa secara acak. Baru setelah itu siswa mau bercerita di depan kelas dengan malu-malu.
Setelah siswa mempunyai gambaran mengenai kegiatan pengukuran, guru melakukan tanya jawab yang mengarahkan siswa ke dalam materi. Misalnya “Ibu membeli 2 karung beras masing-masing beratnya 50 Kg, berapakah jumlah berat keseluruhan karung beras tersebut?”. Tanya jawab terus dilakukan sampai
siswa dapat menjabarkan konsep jumlah barang kedalam suatu rumus. Kemudian guru memberikan satu contoh. Dan contoh tersebut guru menginformasikan mengenai identifikasi jenis-jenis suatu benda kedalam ukuran berat. Pertemuan pertama ditutup dengan menyimpulkan materi yang telah dipelajari, mengungkapkan gagasan mengenai permainan yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya dan memberikan tugas untuk menyiapkan pada pertemuan berikutnya dan memberikan tugas untuk menyiapkan sumber, bahan dan alat yang akan digunakan dalam permainan pengkuran. Pada pertemuan pertama ini, aktifitas belajar matematika masih di dominasi oleh guru dan sesekali mengungkapkan gagasan. d. Refleksi Selama pembelajaran berlangsung pada siklus I, observer melakukan observasi yang dilakukan siswa di kelas melalui pretes dan postes. Secara garis besar jumlah siswa yang melakukan aktifitas belajar matematika siswa belum optimal. Ke sepuluh aktifitas belajar matematika siswa belum semuanya dapat dilakukan oleh siswa. Terutama untuk aktifitas menyiapkan tempat, sumber, bahan dan alat sebesar 11,11%, mengungkapkan gagasan 25,93% dan membaca aturan permainan dan buku sebesar 29,63%. Aktifitas lainnya sudah tergolong ke dalam kategori sedang. Siklus II a. Perencanaan Berdasarkan hasil tes prestasi belajar matematika siswa dan rerfleksi pada
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
71
siklus I, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan metode permainan jual beli. Dengan demikian perencanaan tindakan untuk siklus II adalah sebagai berikut : 1. Menyusun rencana pembelajaran. 2. Menyusun aturan permainan 3. Membuat soal tes prestasi belajar matematika siswa. 4. Membuat lembar observasi 5. Mempersiapkan sumber, alat dan bahan berupa buku paket matematika kelas VI, LKS, kartu peranan sebagai pedagang dan pembeli serta uang mainan. 6. Mempersiapkan foto untuk dokumentasi b. observasi Pertemuan ke dua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 7 september 2017. Sebelum pelajaran dimulai, guru meminta siswa untuk menceritakan pengalamannya berbelanja di pasar? Tanpa disebutkan nama, siswa bergantian maju ke depan kelas untuk menceritakan pengalamannya. Kemudian guru melakukan Tanya jawab mengenai aktifitas berbelanja di pasar untuk mengetahui pemahaman siswa tentang cara menghitung berat suatu benda dan perbandingan berat beberapa buah benda. Siswa terlihat antusias dalam menjawab setiap soal yang dikemukakan oleh guru. Terlihat dari siswa yang menunjuk tangan dan saling berebut dalam menjawab. Kemudian guru memberikan satu contoh. Guru membiarkan siswa mengerjakan contoh tersebut dengan bantuan buku-buku yang menunjang. Setelah dianggap cukup guru bersama
siswa membahas soal tersebut hingga benar-benar paham mengenai satuan berat, ton, kwintal, kg, dag, gram, cm, mg. Pertemuan kedua ditutup dengan menyimpulkan materi yang telah dipelajari, mengungkapkan gagasan permainan yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya dan memberikan tugas untuk menyiapkan sumber, bahan dan alat yang akan digunakan dalam permainan jual beli. Pada pertemuan keempat ini, aktifitas belajar matematika siswa terlihat aktif dimulai dari mendengarkan penjelasan guru, mengungkapkan gagasan, mengerjakan soal dan menyimpulkan materi. Pertemuan ke tiga dilaksanakan pada hari selasa tanggal 12 september 2017 Pertemuan ini adalah pelaksanaan permainan jual beli. Walaupun dilaksanakan di dalam ruangan siswa tetap semangat dalam melaksanakan permainan. Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu guru memberikan informasi mengenai tujuan dari permainan kemudian bersama siswa menyiapkan tempat, sumber, bahan dan alat yang akan digunakan. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok satu kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. Secara berkelompok siswa bermain jual beli dengan membagi peran, satu orang sebagai penjual, satu orang sebagai pelayan toko dan dua orang sebagai konsumen kemudian melakukan permainan dengan uang mainan sebagai alat pembayarannya. Sebagai acuan dalam bermain, siswa diberikan format table dalam aturan permainan yang harus diisi sesuai dengan peran yang dimainkannya. Siswa tampak
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
72
menghayati peran yang dimainkannya, di sela permainan terdengar siswa mengungkapkan gagasannya kepada guru “Nanti kalau saya besar saya mau jadi Pedagang, bu?”. Setelah permainan usai, siswa bersama kelompoknya mendiskusi-kan catatan yang diperoleh selama permainan. Guru dengan teliti memeriksa hasil dari permainan, memeriksa tabel dan menyesuaikan dengan peran yang dimainkan. Kemudian guru membahas beberapa catatan yang dibuat oleh siswa tersebut dan bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Pada pertemuan kelima ini aktifitas belajar matematika siswa sudah aktif. Selama permainan berlangsung keadaan kelas terlihat tertib. Siswa mulai asyik dengan permainannya dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Pertemuan ke enam pada hari sabtu tanggal 18 september 2017 ini adalah pertemuan terakhir pada siklus II maka untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa diadakan tes prestasi belajar matematika yang ke dua. c. Refleksi Pesan dan kesan yang dirasakan oleh siswa diberikan jurnal siswa. Dan jurnal siswa diperoleh pendapat bahwa sebagian besar siswa menyenangi pembelajaran matematika dengan metode permainan. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa mengalami peningkatan yang signifikan dan indikator sudah dapat tercapai. Dengan demikian, penelitian ini terhenti pada siklus II. Pembahasan
Berdasarkan data yang didapat dari observasi, berikut adalah grafik aktivitas belajar matematika siswa pada setiap siklus.Secara umum aktivitas
belajar matematika siswa tiap siklus mengalami peningkatan. Aktivitas belajar matematika siswa yang masih rendah pada siklus I antara lain menyiapkan tempat, bahan dan alat sebesar 11,11%, mengungkap-kan gagasan sebesar 25,93% dan membaca aturan permainan dan buku-buku sebesar 29,63% aktivitas-aktivitas tersebut tergolong ke dalam kategori kurang. Sementara pada siklus II, aktivitas belajar matematika siswa mengalami peningkatan yang cukup baik yaitu menyiapkan tempat, bahan dan alat sebesar 66,67%, mengungkapkan gagasan sebesar 55,56% dan untuk aktivitas membaca aturan permainan dan buku-buku mengalami peningkatan yaitu sebesar 74,04% yang tergolong ke dalam kategori sedang.Dengan demikian seluruh aktivitas belajar matematika siswa diperoleh nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 69.59 mengalami peningkatan sebesar 2,47 pada siklus II menjadi 72,06
Selain rata-rata kelas yang meningkat diperoleh pula persentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 82,35% meningkat menjadi 94,12 % pada siklus II dan termasuk dalam kategori baik sekali.
PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pembalajaran dengan menggunakan metode permainan di kelas VI Semester I SD Negeri 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok TengahTahun Pelajaran 2017/2018 , pada pembelajaran Matematika, mendorong siswa melakukan aktivitas belajar mengajar dengan baik sehingga memacu siswa untuk memperoleh
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
73
prestasi belajar yang memuaskan. Dari 10 aktivitas yang diamati, 7 diantaranya sudah tergolong ke dalam kategori sedang dan 3 diantaranya termasuk ke dalam kategori kurang. Ketiga aktivitas tersebut naik secara bertahap pada setiap siklusnya, ketiga aktivitas tersebut adalah menyiapkan tempat, bahan dan alat sebesar 25,93%, mengungkapkan gagasan sebesar 11,11% dan membaca aturan permainan dan buku-buku sebesar 29,63% dan masing-masing mengalami peningkatan, menjadi menyiapkan tempat, bahan dan alat sebesar 55,56%, mengungkapkan gagasan sebesar 66,67% dan untuk aktivitas membaca aturan permainan dan buku-buku mengalami peningkatan yaitu sebesar 74,04%.
Berdasarkan data prestasi belajar matematika siswa diperoleh nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 69,59 meningkat menjadi 72,06 pada siklus II. Presentase jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan juga meningkat pada siklus I sebesar 82,35% (Kategori Baik), meningkat menjadi 94,12% ( Baik Sekali ) pada siklus II. Dengan demikian metode permainan dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VI Semester I SDN 1 Monggas Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. Berdasarkan jurnal siswa diketahui dengan penggunaan metode permainan menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan, belajar tidak terlalu tegang namun tetap berkonsentrasi. Siswa lebih cepat mengerti konsep Geometri dan pengukuran dengan menghayati peran yang dimainkan. 2. Saran Berdasarkan simpulan di atas, dapat diberikan saran berikut.
1. Metode permainan dapat digunakan guru sebagai variasi dalam metode pembelajaran 2. Dalam penggunaannya, sebaiknya guru merencanakannya dengan tujuan yang jelas, mempersiapkan hal- hal yang akan digunakan dengan maksimal, membantu siswa dalam melaksanakan permainan dan meminimalkan resiko buruk yang akan terjadi. Dengan demikian waktu yang digunakan dapat efisien dan permainan yang digunakan dapat efektif dan bermanfaat. 3. Dalam penyampaiannya guru harus tegas dan kreatif agar siswa tetap berada dalam aturan permainan yang ditetapkan dan memperbanyak latihan-latihan.
DAFTAR PUSTAKA Agus Saputra. (2004). Membuat Aplikasi
Absensi Dan Kuesioner untuk Panduan. Skripsi. PT. Elex Media
Djaramah, aswan. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Hamalik. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES.
Madya, Suarsih. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta : Lembaga Penelitian IKIP – Yogyakarta.
Nana Sujana, (1991). Media Pengajaran. Pusat Penelitian dan Pembidangan Ilmu Lembaga Penelitian IKIP Bandung. Sinar Baru.
Sudjana. 2000. Metode dan Teknik Pembelajran Partisipatif. Bandung : Falah Production.
Suherman dan Udin, S, dkk. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Grafindo.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
74
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGENAL BENTUK BANGUN DATAR
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) KELAS III SEMESTER I
SDN 1 PENDEM KECAMATAN JANAPRIA TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Muh. Ali Guru SDN 1 Pendem
ABSTRAK
Selama ini proses pembelajaran khususnya di SDN 1 Pendem monoton pada metode ceramah, mengakibatkan anak menjadi kurang gairah dalam belajar akibatnya hasil belajar siswa kurang. Menindak lanjuti hal tersebut maka peneliti dapat mengidentifikasi akar permasalahan yang terletak pada penggunaan metode yang kurang tepat bahkan tidak pernah diupayakan sebagai penunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran guna tercapainya apa yang diharapkan. Melihat dari kondisi tersebut, akhirnya peneliti mencoba memperbaiki proses pembelajaran dengan menerapkan belajar kelompok-kelompok yang dijadikan metode pembelajaran pada penelitian ini, karena belajar kelompok merupakan kegiatan yang menimbulkan keaktifan dan kerja sama yang baik bagi perilaku anak, sehingga dalam pembelajaran mereka tidak harus merasa terikat. Maka dari itu, tujuan peneliti setelah menggunakan metode kelopmok adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas III di SDN 1 Pendem Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah PTK yang terdiri dari 2 siklus yang pelaksanaannya melalui empat tahap yakni (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan/Tindakan, (3) Observasi dan Evaluasi dan (4) Refleksi. Rancangan ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kemmis dan MC.Taggart. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas III SDN 1 Pendem dengan jumlah siswa seluruhnya 30 orang yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 17orang siswa perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan pada siklus I tentang kemampuan siswa mengenal cara menghitiung Luas Persegi dan Bangun Datar Belum Tuntas dengan hasi Ketuntasan Belajar (KB) secara klasikal mencapai 60% artinya KB < 85%. Kemudian dari hasil refleksi siklus I yang dijadikan pengukur untuk inovasi pada siklus II maka diperoleh KB secara klasikal 100% dengan demikian peneliti terhenti sampai siklus II karena sudah mencapai KB ≥ 85% yang tergolong kemampuan siswa mengenal tentang gaya Sudah Tuntas secara keseluruhan. Sedangkan dari hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I Rendah dengan menghasilkan 17% < 19,5% dan pada siklus II cukup dengan hasil 22% > 19,5% sesuai harapan. Akhirnya, dengan menggunakan metode diskusi mampu Meningkatkan Hasil Belajar siswa dalam Mengenal gaya di SDN 1 Pendem khususnya untuk Kelas III.
Kata Kunci : Hasil Belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
75
PENDAHULUAN Fungsi pokok Pancasila
sebagai dasar dan falsafah Negara termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 RI yang tercermin dalam pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945. Pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 adalah norma dasar yang mendasar dan menjiwai seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pandangan hidup Pancasila, manusia pada hakekatnya adalah makhluk bineka yang mengemban misi tunggal sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Bertolak dari pemikiran tersebut anak-anak di dalam kelas pada hakikatnya juga makhluk bineka, yang satu sama lain berbeda. Perbedaan dapat berkenaan dengan latar belakang budaya, ras, suku , agama, adat istiadat, dan sebagainya. Perbedaan juga berkenaan dengan potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh anak-anak, mencakup kognitif, fisik, maupun emosi.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan serta dengan tingkat usia siswa. Belajar aktif adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar Matematika. Tidak ada satu metode belajar yang paling baik, kecuali metode yang telah disesuaikan dengan kondisi siswa
yang akan menjadi pusat perhatian ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru yang berperan sebagai fasilitator, hendaknya dapat menguasai bagaimana kondisi keberagaman siswa. Dengan demikian, siswa akan merasa tertarik dalam melakukan kegiatan belajar, baik ketika berada didalam ruang kelas, maupun ketika siswa berada di luar lingkungan sekolah.
Selain memuaskannya hasil dari inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran Matematika, pada sisi lain, pembelajaran Matematika pada perkembangannya saat ini masih banyak mengalami kendala. Hal ini disebabkan oleh karena Matematika itu sendiri dianggap pelajaran yang dianggap sangat sulit. Anggapan ini tidak saja berlangsung pada saat ini, akan tetapi telah berlangsung lama dan belum terjawab sepenuhnya yang pada akhirnya mengakibatkan anggapan-anggapan tersebut tetap berlaku. Selain itu, Matematika dalam pembelajarannya sering kali tidak dilakukannya penanaman konsep secara tepat, sehingga kekeliruan atau kekurangan yang terjadi berlangsung terus menerus sampai pada tingkat selanjutnya. Dalam pembelajaran Matematika juga, guru dalam hal ini masih belum memaksimalkan kemampuannya dalam menggunakan metode belajar yang akan diterapkan pada siswa. Tidak saja guru yang masih belum memaksimalkan pembelajaran Matematika, siswa juga sering kali tidak merasa tertarik untuk belajar
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
76
Matematika, sehingga berdampak pada prestasinya.
Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas siswa perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas Matematika dengan bekerja kelompok/diskusi kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000: 24). Aktivitas siswa dituntut juga dalam pembelajaran Matematika, sehingga guru sebagai fasilitator bisa mengetahui dan membantu menyelesaikan kesulitannya dalam belajar Matematika. Aktivitas siswa ini bisa dirangsang dengan pemberian tugas-tugas mandiri, maupun tugas-tugas kelompok dengan disertai pendampingan dan tanggapan-tanggapan dari hasil pekerjaan siswa. Dengan kata lain, antara guru dan siswa diharapkan tetap terjalin interaksi yang memadai, sehingga proses pembelajaran bisa dikendalikan.
Proses belajar dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dalam pembelajaran di sekolah, lingkungan yang dimaksud biasanya disebut situasi belajar. Guru sebagai orang tua siswa di sekolah sekaligus sebagai fasilitator hendaknya mengelola keadaan sekitar sehingga terbangun suasana yang menyenangkan untuk kegiatan belajar. Di SD Negeri 1 Pendem
khususnya kelas III, prestasi belajar Matematika masih belum memenuhi harapan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hal-hal ter-sebut belum terpenuhi dengan baik.
Kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran masih kaku dan monoton, artinya antara guru dan siswa masih belum menemukan titik temu yang berarti. Guru masih belum memaksimalkan kemampuannya dalam mencari cara untuk membuat siswa tertarik dalam belajar, khususnya dalam belajar Matematika. Disisi lain, siswa akhirnya merasa kurang tertantang untuk terus menelusuri apa yang ada pada hal yang sedang mereka pelajari.
SD Negeri 1 Pendem, Kecamatan Janapria mempunyai sarana dan prasarana yang belum memadai, sehingga pendidik yang ada pada sekolah tersebut masih menggunakan pengajaran yang bersifat tradisional. Hal ini yang menyebabkan peneliti yang kebetulan menjadi pendidik (guru) pada sekolah tersebut mencoba mengangkat Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Koopertif Tipe NHT (Numbered Heads Together).
Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT adalah model pembelajaran yang tepat untuk menyikapi hal tersebut. Pembelajaran dengan Penggunaan
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
77
Model Pembelajaran Koopertif Tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menetapkan tujuan bersama.
Pembelajaran dengan Model Kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Koopertif Tipe NHT (Numbered Heads Together) memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. (Nurhadi dkk, 2004:61-62).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan hasil belajar Matematika khususnya melalui Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Koopertif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimanakah hasil belajar matematika Materi Mengenal bentuk Persegi Dan Bagun Datar, dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) pada siswa Kelas III SDN 1 Pendem Kecamatan Janapria Tahun Pelajaran 2018/2019?” Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan proses pembela-jaran di kelas dan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 1 Pendem Kecamatan Janapria, khususnya pada pokok bahasan Menghitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar.
Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat : Bagi guru, dapat meningkatkan
dan memperbaiki sistem pembelajaran kelas
Bagi siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa khususnya pada pokok bahasan Menghitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar.
Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka memberikan pembelajaran Matematika pada khususnya bagi penulis sebagai latihan dalam usaha menyatukan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai bahan bandingan atau referensi khususnya kepada penulis lain
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
78
yang akan mengkaji masalah yang relevan.
KAJIAN TEORI
Situasi lapangan pendidikan di seluruh tanah air Indonesia dalam menjalankan kebijakan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diwarnai oleh berbagai perbedaan (disparity). Kondisi diluar pendidikan seperti sosial ekonomi masyarakat, kultur setempat dan berbagai faktor luar lainnya diyakini memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kualitas pendidikan, disamping faktor-faktor internal yang secara langsung mempengaruhinya. Mudhofir (1987: 21) menjelaskan:
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam proses belajar mengajar terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik. Salah satu diantara sekian banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.
Sunaryo (2002: 49) menyatakan bahwa “… metode pengajaran sering disebut juga sebagai instruksional, yaitu diartikan sebagai cara menyajikan isi mata pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran (instruksional).” Dalam metode pengajaran sendiri dikenal prinsip bahwa seluruh jenis metode yang ada pada dasarnya baik. Persoalannya adalah terletak pada ketepatan guru dalam menentukannya bagi sebuah proses
pengajaran. Untuk itu seorang guru dapat secara asal memilih dan menetapkan metode pengajaran bagi kegiatan pengajarannya.
Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok-kelompok kecil adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
79
1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (1993) dengan tiga langkah yaitu : 1. Pembentukan kelompok, 2. Diskusi masalah, 3. Tukar jawaban antar kelompok.
Sementara itu, untuk keberhasilan pengajaran secara menyeluruh perlu memperhatikan faktor internal dan eksternal dalam belajar-mengajar. Menurut pendapat Slameto (1991: 45), faktor intern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Faktor jasmani a). Kesehatan; Sehat berarti dalam keadaan baik seGanjil badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu apabila kesehatannya terganggu. Selain itu, ia akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah sehingga akan menimbulkan malas untuk belajar. b) Cacat tubuh; Keadaan cacat tubuh juga akan mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat, belajarnya juga akan terganggu. Biasanya seseorang yang cacat belajar di lembaga-lembaga pendidikan khusus
2. Faktor psikologi a. Intelegensi; Intelegensi adalah suatu kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Walaupun begitu siswa yang mempunyai intelegensi tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar faktor yang mempengaruhinya. b. Perhatian; Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. c. Minat; Rumusan tentang minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
80
karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. d. Bakat; Bakat adalah kemampuan untuk belajar dimana kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. e. Motif; Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. f. Kematangan; Kematangan adalah suatu tingkat (fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru). Anak yang sudah matang dan tidak disertai dengan belajar, belum pasti dapat berhasil, melainkan anak akan lebih berhasil jika kematangannya disertai dengan belajar. g. Kesiapan; Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang dan berhubungan dengan kernatangan, karena kernatangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belaJar, supaya hasil belajarya akan lebih baik.
3. Faktor kelelahan Kelelahan pada seseorang
walaupun sulit untuk dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani melihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk beristirahat. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini akan menimbulkan kurangnya konsentrasi saat belajar, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar.
Slameto (1991: 62), juga menjabarkan faktor ekstern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu: 1. Faktor keluarga Cara orang tua mendidik anak sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Untuk kelancaran dan keberhasilan belajar anak, perlu diusahakan suatu hubungan yang baik antar anggota keluarga karena suasana rumah yang tentang dan tentram juga akan mendukung proses belajar siswa dalam keluarga, misalnya keadaan ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua, dorongan atau motivasi serta perhatian dari keluarga. 2. Faktor sekolah Banyak faktor sekolah yang mempengaruhi belajar, yaitu :Metode mengajar, Kurikulum, Relasi guru dengan siswa, Relasi siswa dengan siswa , Tugas rumah, Disiplin sekolah , Pelajaran, Keadaan gedung, dan lain-lain 3. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Salah satu contoh yaitu keikutsertaan anak di
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
81
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat akan menambah wawasan serta pengetahuannya, tetapi jika siswa terlalu banyak ikut dalam kegiatan masyarakat dapat mempengaruhi belajarnya karena akan mengurangi waktunya untuk belajar.
Faktor interen dan eksteren tersebut tidak dapat dikesampingkan oleh karena berperan secara integratif, menyatu pada dalam mempengaruhi keberhasilan proses belajar-mengajar.
Dengan didahului dengan ceramah materi dan kemudian diberikan waktu untuk diskusi pendalaman materi terhadap masalah masalah kongkrit yang terkait dengan materi, maka akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Tindakan yang diberikan adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dengan tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III. SDN 1 Pendem Kecamatan Janapria pada Semester I (ganjil) Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 32 orang yang terdiri dari 17 laki-laki dan 15 perempuan, dengan kemampuan yang heterogen. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakanakan adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SD Negeri 1 Pendem, Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2018/2019.Sedangkan, waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober semester Ganjil Tahun pelajaran 2018/2019. Faktor yang Diselidiki
Faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor Input yaitu kehadiran siswa yang menjadi subjek penelitian 2. Faktor proses yaitu aktifitas yang terjadi selama porses pembelajaran berlangsung, yang meliputi; a. Siswa yang bertanya materi pelajaran yang belum dimengerti; b. Siswa yang menjawab pertanyaan lisan guru; c. Siswa yang menyelesaikan soal di papan tulis; d. Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah; e. Siswa yang aktif pada saat kerja kelompok; f. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat kerja kelompok; g. Siswa yang memberi tanggapan terhadap presentase dari kelompok lain 3. Faktor output yaitu hasil belajar matematika siswa yang diperoleh pada setiap akhir siklus setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together). Instrumen Penelitian
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
82
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah a. Lembar observasi, untuk mem-peroleh data tentang kondisi pelak-sanaan model pembelajaran koope-ratif tipe NHT di kelas; b. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembela-jaran kooperatif tipe NHT; c. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi diri. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini, direncanakan terdiri dari 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut : 1. Tahap kegiatan awal, meliputi: a. Observasi awal b. Tes awal: untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami konsep persamaan linear dua peubah sebelum diadakan tindakan, yang nantinya digunakan sebagai nilai awal yang diperlukan dalam pembagian kelompok melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT. Di samping itu,diperlukan dalam pengolahan nilai peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2. Perencanaan, adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi: a. Membuat skenario pembelajaran b. Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar
di kelas ketika model pembelajaran kooperatif tipe NHT diaplikasikan. c. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi telah dikuasai oleh siswa. d. Membuat jurnal refleksi diri. 3. Pelaksanaan tindakan, kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat. 4. Observasi/evaluasi, pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan serta melakukan evaluasi. 5. Refleksi hasil yang diperoleh dalam tahap observasi/evaluasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Kelemahan-kelemahan/ kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM (dalam Mukhlis, 2000: 3), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan.
Menurut Mukhlis (2000: 5) “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.”“Adapun tujuan utama
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
83
dari PTK adalah untuk memperbaiki/ meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.” (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
1. Siklus I a. Perencanaan
Tahap ini merupakan rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian, peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang sedang terjadi.Hal-hal yang disiapkan peneliti bersama teman sejawat antara lain : 1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau skenario pembelajaran. 2) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS). 3) Menyusun Lembar atau instrumen observasi aktifitas guru dan siswa. 4) Menyusun alat evaluasi 5) Menyusun kisi-kisi dan lembar pedoman penskoran. b. Pelaksanaan Pada tahap ini, rancangan dan skenario pembelajaran yang tertuang dalam perangkat pembelajaran yang telah dipersiapkan sebelumnya diterapkan pada kelas tempat subjek penelitian. Pelaksanaan semua rancangan harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. c. Observasi Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
84
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki tiap sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. d. Refleksi Pada tahap ini akan dilakukan kajian secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data N informasi yang didapatkan dan terkumpul. Setelah itu, akan dilakukan perbaikan-perbaikan guna menyempurnakan tindakan pada tahap berikutnya. 2. Siklus II Pelaksanaan prosedur penelitian tindakan pada siklus ke II, tetap mengacu langkah-langkah pada siklus sebelumnya. Pada siklus ini juga tetap dilakukan langkah-langkah penelitian tindakan, seperti dimulai dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Informasi yang diperoleh pada siklus sebelumnya bisa dijadikan bahan untuk memperbaiki yang masih memerlukan perbaikan-perbaikan ataupun pengurangan-pengurangan. Dan jika sampai pada akhir dari siklus ke II ini masih memerlukan perbaikan dalam pembelajaran, maka peneliti bisa melanjutkan ke siklus berikutnya dengan tidak mengurangi prosedur sebuah penelitian tindakan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Siklus I
Pada siklus I proses belajar mengajar hari selasa tanggal 13
Oktober 2018 sesuai dengan jadwal pelajaran kelas III SDN 1 Pendem. Materi yang dipelajari tentang Menghitung Keliling dan Luas Persegi dan Bangun Datar. a. Perencanaan Setelah ditetapkan untuk menerapkan penggunaan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, maka kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus I, dimana proses belajar mengajar dilaksanakan 13 Oktober 2018 Proses perencanaan yang dilakukan meliputi: 1) Membuat rencana pembelajaran
untuk tindakan siklus I 2) Membuat lembar observasi
terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas.
3) Membuat/menyediakan alat bantu pembelajaran yang diperlukan dan dapat berguna untuk memudahkan siswa memahami bentuk persegi dan badung datar pada Matematika yang diajarkan.
4) Membuat alat evaluasi yang berupa LKS yang diberikan pada siswa tiap pertemuan sebagai upaya membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi.
5) Merancang alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I.
6) Membuat jurnal untuk refleksi diri. b. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus dilaksanakan terhadap 30 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
85
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Kegiatan yang dilakukan setiap pertemuan pada siklus 1 adalah diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan yang akan diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Selanjutnya memberi motivasi agar siswa bersemangat untuk belajar Matematika serta mengingatkan materi yang harus dikuasai sebelum mempelajari materi baru. Pada awal pertemuan guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau masalah tersebut secara mandiri. Setelah itu peneliti dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT menjelaskan pada siswa tentang Persegi dan Bangun Datar dan selama pembelajaran berlangsung siswa diberi kesempatan bertanya. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Proses pembelajaran pada siklus I diawali dengan guru menyajikan materi dan memberikan
penjelasan tentang Persegi dan Bangun Datar, kemudian guru meminta beberapa siswa mengerjakan soal Matematika di papan tulis setelah itu siswa dibentuk dalam 6 kelompok setiap kelompok berjumlah 5-6 orang, sehingga siswa dapat belajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, sedangkan guru membimbing siswa dalam kelompok, terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas. Setelah siswa menyelesaikan masalah maka tiap kelompok mengumpulkan hasil kelompok dan guru memberikan penilaian.
Dari tabel dapat kita lihat Siswa yang mendapat nilai 75 keatas sebanyak 18 Siswa atau 60 %, sedangkan nilai kurang dari 75 sebanyak 12 Siswa atau 40 % dari 30 Siswa. Untuk mengetahui presentasi rentang nilai maka diadakan analisis yang disajikan pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Analisis Hasil Tes Formatif Siklus I
No Rentang Frekuensi 1 2 3 4 5 6
41 -50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 -90 91 -100
1 1
10 18 0 -
Jumlah 30
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, penguasaan materi sebelum perbaikan pembelajarn bahwa dari jumlah 30 yang mendapat nilai 41 sampai 50 sebanyak 1 Siswa , nilai 51 sampai 60 sebanyak 1 Siswa, nilai 61 sampai 70 sebanyak tidak
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
86
10, nilai 71 sampai 80 sebanyak 18 Siswa, nilai 81 sampai 90 sebanyak 0 Siswa dan tidak ada yang mendapat nilai diatas 91. Apabila hasil evaluasi perbaikan pembelajaran siklus I mata pelajaran Matematika dengan Materi Mengenal bentuk Persegi Dan Bagun Datar kelas III semester I Tahun Pelajaran 2018/2019 di SD Negeri 1 Pendem, Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah, tahun pelajaran 2018/2019 jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Grafik 4.1 berikut. c. Observasi Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I, yakni melihat apakah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. 1. Observasi Guru Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut : a) Pada pertemuan pertama, guru memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih memperhatikan materi pembelajaran. b) Guru tidak mengaitkan materi pembelajaran dengan materi pembelajaran sebelumnya. c) Keaktifan guru selama proses pembelajaran berlangsung d) Kemampuan guru menciptakan suasana kelas yang kondusif masih kurang.
e) Guru sudah mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan dengan baik dan sudah memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti, tetapi peranan guru pada saat presentasi masih dominan, dimana siswa terlalu banyak diarahkan untuk dapat menemukan jawaban yang tepat. f) Pemanfaatan waktu yang kurang efisien sehingga guru tidak mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran. 2. Observasi kegiatan siswa Selain itu, perlu dilihat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang meliputi perhatian siswa terhadap informasi yang diberikan, kemampuan siswa selama menemukan penyelesaian masalah, keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan atau mengeluarkan pendapat. Sedangkan hasil observasi terhadap siswa antara lain menunjukkan hal-hal sebagai berikut: a) Pada pertemuan pertama, siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru akibat kurangnya motivasi dari guru. Selain itu siswa kurang memperhatikan penjelasan guru karena mereka merasa asing dengan metode pembelajaran yang baru ini. b) Masih kurangnya siswa yang mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang mereka tidak tahu serta tidak memahami masalah yang diberikan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
87
c) Sebagian besar siswa lupa akan materi yang pernah mereka pelajari sebelumnya. d) Kurangnya pendapat yang dikemukakan oleh siswa karena siswa belum memahami betul materi yang diajarkan e) Kurangnya kerjasama dalam kelompok, dimana masih banyak siswa yang hanya mengharapkan jawaban dari teman kelompoknya.
Hasil observasi siswa pada siklus I termasuk dalam kategori rendah dengan skor total 39.
Tabel 4.2 Data Hasil Observasi Siswa dan Guru Siklus I
Komponen Jumlah Skor Kategori Guru 20 Kurang Siswa 39 Rendah
d. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus I, diadakan evaluasi atau tes tindakan siklus I yang bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap materi mengetahui Luas Keliling Persegi dan Bangun Datar. Hasil tes tindakan siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, jika dibandingkan dengan hasil tes awal. Berdasarkan tabel evaluasi siklus I diikuti oleh 30 orang siswa dengan jumlah nilai 1204, nilai rata-rata siswa adalah 72,37 dimana nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 50. Dari hasil evaluasi siklus I, diketahui bahwa ketuntasan klasikal siswa masih di bawah standar (85%).
Karena ketuntasan belajar yang dicapai baru 60%, dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 18 orang dan siswa yang belum tuntas 12 orang sehingga perlu dilanjutkan dengan tindakan siklus II. e. Refleksi Berdasarkan hasil observasi siswa, hasil observasi guru dan evaluasi siswa siklus I, terdapat beberapa kekurangan yang akan diperbaiki pada siklus II. Setelah dilakukan analisa terhadap kekurangan-kekurangan tersebut, maka dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II antara lain: 1) Guru tidak mengaitkan materi yang akan dibahas dengan materi seberlumnya dan tidak menyampaikan beberapa konsep penting untuk menunjang kegiatan diskusi dan ini termasuk pada indikator pemberian motivasi dan apersepsi kepada siswa. 2) Guru tidak membimbing siswa yang masih kesulitan dalam menerima materi 3) Guru kurang memberi bimbingan dalam mengerjakan soal latihan. 4) Guru tidak meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi masing-masing kelompok. 5) Guru tidak memberikan komentar dan saran terhadap hasil diskusi masing-masing kelompok 6) Setelah siswa selesai mengerja-kan soal guru tidak menjawab soal latihan bersama siswa. Sedangkan kekurangan yang terdapat pada guru pada hasil penilaian observer pada siklus I adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
88
1) Guru tidak menyampaikan beberapa konsep penting yang belum dikuasai siswa. 2) Guru tidak memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan. 3) Guru tidak memberikan komentar dan saran terhadap hasil diskusi masing-masing kelompok. 4) Guru tidak memberikan pengharagaan pada kelompok yang sudah mempersentasikan hasil diskusinya. Sedangkan hasil observasi aktivitas siswa siklus 1,terdapat kekurangan selama proses pembelajaran ber-langsung. Kekurangan – kekurangan pada siklus 1, antara lain: 1) Keadaan kelas masih ribut karena ada siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru. 2) Masih ada siswa yang tidak memperhatikan dan masih banyak siswa yang mengerjakan pekerjaan lain. 3) Siswa tidak merespon pertanyaan guru. 4) Siswa tidak mengemukakan pendapat pada guru. 5) Masih ada kelompok yang kurang bisa mengikuti petunjuk dalam mengerjakan LKS, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih banyak. 6) Kurang kerjasama dalam kelompok sehingga diskusi dalam kelompok lebih didominasi oleh siswa yang pintar. 7) Yang menulis jawaban soal latih-an di papan tulis hanya siswa yang pintar,sedangkan siswa yang lain hanya menyalin jawaban temannya.
8) Siswa belum mampu memberi tanggapan terhadap jawaban teman-nya ketika presentasi kelompok. 9) Siswa tidak bisa membuat kesimpulan akhir dari materi yang sudah dibahas. 10) Pada akhir pembelajaran siswa masih kurang aktif untuk mem-berikan respon dalam menyimpulkan materi yang sudah dipelajari. Mengingat masih ada kekurangan yang terjadi dan masih adanya kesempatan untuk memperbaiki dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Berdasarkan hasil observasi, dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, pada pembelajaran siklus II guru melakukan perbaikan-perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I. Adapun tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II adalah: 1) Guru lebih mengefisienkan waktu untuk setiap tahap pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan. 2) Guru perlu lebih terampil dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang dilakukan. 3) Memperhatikan kondisi kelas dan mengelolanya dengan baik supaya pembelajaran lebih efektif dengan menambahkan imformasi-informasi yang dianggap perlu dan memberi catatan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
89
4) Guru meransang siswa untuk aktif bertanya 5) Guru memberikan bimbingan merata kepada semua kelompok. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I menunjukkan hasil bahwa belum mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan siklus I belum sempurna, dimana kegiatan guru baru mencapai skor total 20 dengan rata-rata 2,0 dan kegiatan siswa dengan skor 39. Kendala umum yang dihadapi adalah belum sepenuhnya siswa memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru, akibatnya masih banyak yang belum dipahami siswa terkait dengan gaya. Selain itu, pada saat siswa belajar kelompok dimana sebagian besar siswa belum dapat berdiskusi dengan baik dan guru masih dominan pada saat siswa mempresentasekan hasil kerja kelompoknya. Faktor lain yang diketemukan adalah guru belum dapat memanfaatkan waktu seefisien mungkin sehingga mengakibatkan pada akhir proses belajar mengajar tidak dapat mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan atas materi yang telah diajarkan serta tidak sempat memberikan tugas rumah. 2. Siklus II Pada siklus II proses belajar mengajar dilaksanakan pada hari kamis tanggal 16 Oktober 2018 Materi yang dipelajari adalah
Mengenal bentuk Persegi Dan Bagun Datar, Kegiatan pada siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I, antara lain: a. Perencanaan Pelaksanaan siklus II didasarkan pada hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada siklus I yang belum memenuhi indikator keberhasilan pembelajaran, sehingga diharapkan pada siklus II ini, kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh guru dan siswa dapat diminimalisir. Ada-pun hal-hal yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I adalah: 1) Guru harus menyampaikan secara tegas tujuan pembelajaran dan pengetahuan prasyarat yang akan digunakan dalam materi yang akan diajarkan pada awal pembelajaran berlangsung. 2) Pemanfaatan waktu yang harus lebih efisien, sehingga apa yang telah direncanakan dalam rencana pembelajaran dapat berhasil sesuai dengan yang telah ditetapkan 3) Pemberian kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang paling tidak dimengertinya. b. Pelaksanaan Pada tahap ini rancangan RPP pembelajaran akan diterapkan, serta dilakukan pengamatan sesuai dengan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Pelaksanaan tindakan pada siklus II hampir sama dengan siklus I yaitu tahap pendahuluan, pengembangan,penerapan, evaluasi dan penutup dengan memperhatikan perbaikan-perbaikan yang telah
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
90
direncanakan pada siklus I. Pada siklus II ini diharapkan siswa dapat memahami dan mengerti tentang mengitung keliling Persegi dan Bangun Datar. Proses pembelajaran pada siklus II dilakukan dengan memperhatikan saran-saran refleksi siklus I sehingga berjalan dengan baik dan terarah. Untuk melihat runtutan rencana penerapannya dapat dilihat pada lampiran. Selama proses pelaksanaan tindakan, peneliti kembali mengobservasi guru dan siswa, apakah proses belajar mengajar yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana pembelajaran atau belum. Pada siklus II ini, diawali dengan mempertegas penyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki gambaran jelas tentang penge-tahuan yang akan diperoleh setelah proses belajar mengajar berlang-sung. Selanjutnya memberi motivasi agar siswa bersemangat untuk belajar Matematika serta mengingat-kan kembali materi lalu yang harus dikuasai sebelum mempelajari ma-teri baru. Hal ini merupakan penga-laman yang terjadi pada tahap siklus I sebelumnya, dimana hal-hal ter-sebut diatas kurang dirasakan oleh siswa.
Tabel 4.6 Analisis Hasil Tes Formatif Siklus II
No Rentang Frekuensi 1 41 - 50 0 2 51 - 60 0 3 61 - 70 0 4 71 - 80 20 5 81 - 90 10 6 91 - 100 0 Jumlah 30
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, penguasaan materi sebelum perbaikan pembelajarn bahwa dari jumlah 30 Siswa tak seorang pun yang mendapat nilai dibawah 60, nilai 61 sampai 70 sebanyak 0 Siswa, nilai 71 sampai 80 sebanyak 20 Siswa, nilai 81 sampai 90 sebanyak 10 Siswa dan yang mendapat nilai diatas 91 sebanyak 0 Siswa.
Apabila hasil evaluasi perbaikan pembelajaran siklus II mata pelajaran Matematika Materi Mengenal bentuk Persegi Dan Bagun Datar kelas III semester I di SD Negeri 1 Pendem , Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah, tahun pelajaran 2018/2019 c. Observasi 1) Observasi Aktivitas Guru
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus II, dimana telah terjadi peningkatan dibandingkan pada siklus I sebelumnya. Hasil observasi terhadap guru menun-jukkan hal-hal sebagai berikut: a) Guru telah mampu melaksanakan skenario pembelajaran dengan baik b) Guru sudah mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan dengan baik serta memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya. c) Pada saat diskusi di masing-masing kelompok, guru memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil yang
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
91
diperolehnya dan menemukan jawaban yang benar. d) Guru juga lebih memotivasi siswa sehingga pada siklus II ini, siswa lebih aktif dalam mengajukan pendapat dan pertanyaan.
Pada siklus II ini aktivitas guru sudah termasuk dalam kategori baik dengan skor total 27 dan rata-rata 2,7. Lebih lengkapnya hasil observasi guru pada siklus II dapat dilihat pada tabel (lampiran). 2) Observasi Aktivitas Siswa
Adapun hasil observasi terhadap siswa antara lain menun-jukkan hal-hal sebagai berikut: a) Siswa sebagian besar sudah mulai aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. b) Pada saat berdiskusi kelompok, setiap anggota kelompok sudah mulai mampu bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk menemukan jawaban yang benar. c) Sebagian besar siswa telah mampu menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan guru. d) Sebagian besar siswa telah mampu mengemukakan pendapat tentang materi yang diajarkan dan tidak canggung lagi menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas.
Aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan yaitu termasuk dalam kategori cukup dengan skor 48. Hasilnya dapat dilihat pada tabel (lampiran).
Tabel 4.3 Data Hasil Observasi Siswa dan Guru Siklus II
Komponen Jumlah Skor Kategori Guru 27 Cukup Siswa 48 Cukup
d. Evaluasi Setelah pelaksanaan tindakan
siklus II yang membahas materi tentang Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar, kembali diadakan evaluasi dengan memberikan tes dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 10 butir soal dengan alokasi waktu 2 x 35 menit untuk mengetahui peningkatan kemam-puan pemahaman siswa terhadap materi Persegi dan Bangun Datar .
Berdasarkan tabel Hasil tes siklus II diikuti oleh 30 orang siswa dengan jumlah nilai 2.420, nilai rata-rata siswa adalah 80,67 dimana nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 75 menunjukkan telah terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi dibanding dengan siklus I yaitu 18 (60 %) yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 75 menjadi 100% atau sebanyak 30 siswa yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 75. Berdasarkan hasil tes ini, terjadi peningkatan dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. e. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus II menunjukkan hasil bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT sudah mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan, dimana berdasarkan hasil observasi terhadap kegiatan guru sudah mencapai kategori aktif begitu pula dengan hasil observasi terhadap
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
92
kegiatan siswa, walaupun masih terdapat beberapa siswa yang belum mampu menyelesaikan soal latihan dengan baik dan benar.
Hasil pelaksanaan tindakan siklus II yang sudah mencapai indikator keberhasilan hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas III SDN 1 Pendem terhadap Matematika khususnya pada pokok bahasan Menghitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar mengalami peningkatan dibandingkan siklus sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT sudah mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan dianggap telah berhasil dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran dengan dua siklus tindakan dan penelitian ini dihentikan. Dengan demikian, hipotesis tindakan telah dipenuhi yaitu dengan menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada pokok bahasan Menghitung Keliling dan Persegi Bangun Datar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SDN 1 Pendem tahun pembelajaran 2018/2019.
Pembahasan
Dalam Penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) untuk meningkatkan hasil belajar siswa
pada pokok bahasan Menghitung Kelilingdan Luas Persegi Bangun Datar. Pembelajaran diawali dengan penyajian tujuan pembelajaran, memberikan apersepsi, penemuan konsep melalui kegiatan berfikir bersama dan demonstrasi dengan bimbingan melalui LKS, pemantapan dan penerapan konsep melalui latihan soal-soal, dan pada akhirnya membuat kesimpulan.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus terdiri dari terdiri proses pembelajaran dan kegiatan evaluasi, Guna mengetahui sejauh mana siswa menyerap materi yang sudah dipelajari bersama. Dimana pada siklus I diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa adalah 72,37 maka dengan demikian indikator ketercapaian yang diharapkan belum tercapai pada siklus ini. Karena, melihat masih adanya kekurangan-kekurangan pada siklus I dan untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa maka kegiatan dilanjutkan pada siklus II.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada kekurangan dalam siklus I. Perbaikan dilakukan di antaranya dengan lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran, memaksimal-kan kerjasama kelompok dengan memberi informasi kepada siswa untuk selalu serius dan lebih memanfaatkan penggunaan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
93
Heads Together) dalam diskusi kelompok karena guru akan memberikan sanksi bagi siswa yang tidak serius dalam diskusi, dan membimbing siswa dalam membuat kesimpulan materi Menhitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar.
Pada awalnya, saat siswa dibagi dalam beberapa kelompok, proses belajar mengajar belum berjalan dengan baik, dimana terlihat suasana kelas yang gaduh saat pembagian kelompok, sehingga siswa belum dapat bekerja sama dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal latihan yang diberikan. Selain itu, nampak pula siswa yang masih ragu dan malu untuk mengemukakan pendapat ataupun mengajukan pertanyaan kepada guru, sehingga guru tidak mengetahui dengan jelas letak kesulitan yang dialami siswa.
Kekurangan lain yakni guru kurang mengorganisasikan waktu dengan baik, guru terlalu banyak memberikan waktu pada siswa untuk bekerja dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini mengakibatkan kegiatan akhir hanya dilakukan seadanya tanpa mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran dan untuk memberikan pekerjaan rumah pada siswa terpaksa dilaksanakan dengan mengambil jam pelajaran pada bidang studi lain.
Berdasarkan hasil observasi pada tindakan siklus I, menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum
sempurna. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi kegiatan guru dan siswa yang masih dalam kategori cukup dan kategori rendah. Ini disebabkan karena uji coba dengan menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) yang baru pertama kali dilakukan di kelas ini, sehingga guru dan siswa masih merasa asing dengan pendekatan pembelajaran ini.
Hasil evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan siklus I, nampak adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi tentang Menhitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar setelah menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together). Siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan 75 secara klasikal sebanyak 18 orang siswa atau sekitar 60% dengan nilai rata-rata 72,37 meningkat dari hasil yang diperoleh pada tes awal sebelumnya. Dengan melihat kekurangan-kekurangan yang masih ada serta pemahaman siswa terhadap materi pada tindakan siklus I yang belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yakni minimal 85% siswa telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 75 maka penelitian dilanjutkan pada tindakan siklus II.
Pada tindakan siklus II ini masih tetap menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together). Hasil observasi terhadap guru dan siswa
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
94
menunjukkan bahwa pada tindakan siklus II ini telah berhasil melakukan kegiatan pembelajaran sesuai yang diharapkan, dimana guru telah mampu memberikan bimbingan dan motivasi sebaik mungkin pada siswa sehingga siswa mulai berani untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat. Berdasarkan hasil evaluasi pada akhir tindakan siklus II nampak bahwa siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan 75 telah mencapai 100% atau 30 siswa, dimana telah meningkat jika dibandingkan pada siklus I yakni sebesar 100 % Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus kedua yang dilakukan diperoleh bahwa terjadi peningkatan proses pembelajaran terhadap siswa maupun guru. Hal ini terlihat dari hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa yang sudah termasuk kategori baik dan cukup. Bagi siswa yakni dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran, dimana dapat terlihat pada kerjasama dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal latihan yang diberikan semakin baik. Selain itu siswa semakin berani untuk mengemukakan pendapat ataupun pertanyaan kepada guru, siswa juga semakin termotivasi untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Dengan demikian terjadi peningkatan pada pemahaman konsep bagi siswa, ini terlihat pada nilai yang diperoleh siswa lebih besar sama dengan 75 yang lebih baik dibandingkan
dengan nilai sebelum pelaksanaan tindakan.
Sedangkan bagi guru menunjukkan bahwa telah berhasil melakukan kegiatan pembelajaran sesuai yang diharapkan, dimana guru telah mampu memberikan bimbingan dan motivasi pada siswa serta guru lebih kreatif dan disiplin dalam menggunakan waktu.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) dalam proses pembelajaran Matematika pada pokok bahasan Menghitung Keliling dan Luas Persegi Bangun Datar telah berhasil dengan baik dan berdampak positif bagi peningkatan hasil belajar siswa kelas III SDN 1 Pendem tahun pembelajaran 2018/2019. PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah terkumpul dan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulannya sebagai berikut: 1. Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang semakin meningkat.
2. Pada siklus I ketuntasan belajar belum mencapai 60% dengan KKM 75. Pada siklus II terdapat peningkatan persentase ketuntasan belajar klasikal. Yaitu
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
95
sebesar 100 % ini disebabkan karena Setelah diadakan perbaikan tindakan pada lembar observasi guru dan pada pendekatan dilakukan dengan sungguh-sungguh.
3. Setelah diadakan perbaikan secara menyeluruh yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) yang ditunjang dengan peran guru dan belajar siswa.
Saran Berdasarkan kesimpulan
diatas, maka dapat diajukan saran-saran sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap adalah sebagai berikut: 1. Untuk kepala sekolah, hendak
memberi keyakinan kepada guru-guru untuk menggunakan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) serta hendaklah dapat menjadi strategi pembelajaran yang perlu mendapat perhatian karena cukup epektif terhadap ranah kognitif siswa.
2. Untuk guru, hendaklah dapat meningkatkan motivasi siswa baik belajar dengan penerapan pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) maupun dengan pendekatan lain, agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta agar guru memberikan saran-saran kepada
muridnya agar memiliki kemampuan untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar.
3. Utuk siswa, yang telah menggunakan pembelajaran pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) tidak jenuh dan bosan yang artinya siswa bisa tetap mempertahankan hasil belajarnya dalam kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan prestasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Depdikbud (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Jakarta : Balai Pustaka
Hudojo, H (1988) Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Ibrahim, dan Sudjana (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Kagan. 2000. Cooperative Learning Structure. Numbered Heads Together, (Online),http://Alt.Red/clnerwork/numbered.htm (5 Desember 2007).
Kagan.2007. Numbered Heads Together, (Online), http://www.eazhull.org.uk/ nlc/numbered_heads.htm, (5 Desember 2007).
Lamadi, Ardi, (Online), http://ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/kerangka-teori-dan-hipotesis-
Jurnal Ilmiah Pendidikan WIDYA KITA
96
tindakan.html (24 Oktober 2010)
Munjiali, (2004). Kelompok Kerja Guru. Makalah pada Pelatihan Guru Sekolah Dasar
Rahayu, Sri, (Online), http://pelawiselatan.blogspot.com/2009/03/number-head-together-html (4 Agustus 2009)
Russefendi, (1991) Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.
Sardiman, (1986). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : CV. Rajawali
Sudijono, H (2001) Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada
Suhena, E (2001) Pembelajaran Keterampilan Proses Matematika Melalui Belajar Kooperatif. Tesis Pada Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak diterbitkan
Tryana, Antin. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT)
Xpresiriau,(Online) http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional (27 Oktober 2010)
Yusuf, M (2003) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game.
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT