Post on 26-Oct-2015
LAPORAN OBSERVASI
SD PETORAN 01 SURAKARTA
Disusun oleh:
1. Ana Mathofani ( K2311005 )
2. Bramianto Setiawan ( K2311012 )
3. Christina Ria Ernawati ( K2311014 )
4. Indra Fajar Romadhon ( K2311035 )
5. Inge Banowati ( K2311036 )
6. Intan Nurul Rokhimi ( K2311037 )
7. Lia Aristiyaningsih ( K2311042 )
PRODI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekolah inklusi hadir sebagai perwujudan dari adanya Hak Asasi manusia. Hak asasi
manusia menjamin hak setiap orang untuk berdinamika dan bersosialisasi dengan masyarakat
umum tanpa adanya hambatan karena kekurangan yang dimiliki oleh orang yang
berkebutuhan khusus tersebut.
Inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial. Mereka yang percaya inklusi
meyakini bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat,
apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari
kemampuan maupun ketidak mampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, latar
belakang budaya atau bahasa, agama atau gender, menyatu dalam komunitas sekolah yang
sama.
Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak
yang memiliki kelainan, seperti tuna netra, tuna daksa, tuna grahita, tuna rungu, maupun tuna
laras. Secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi
Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa prinsip mendasar dari
pendidikan inklusi adalah (selama memungkinkan) semua anak seyogyanya belajar bersama-
sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Sekolah inklusi dimulai dengan filosofi bahwa semua anak dapat belajar dan tergabung
dalam sekolah dan kehidupan komunitas umum. Keanekaragaman antar anak dihargai, dan
diyakini bahwa keanekaragaman menguatkan kelas dan menawarkan semua kesempatan yang
lebih besar untuk pembelajaran anak.
Sekarang ini sudah banyak sekolah yang merangkap sebagai sekolah inklusi. Tetapi
sekolah – sekolah inklusi tersebut masih kekurangan guru profesional yang khusus
mengampu satu jenis mata pelajaran. Termasuk dalam hal ini adalah pendidikan Fisika. Oleh
sebab itu, untuk mempersiapkan calon pendidik mata pelajaran Fisika diadakan observasi
untuk mengetahui secara langsung kondisi sekolah inklusi.
B. RUMUSAN MASALAH
2 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
1. Bagaimana perbedaan antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana kurikulum di sekolah inklusi?
3. Berapa jumlah siswa berkebutuhan khusus dan staf pengajaran di sekolah inklusi?
4. Cara evaluasi di sekolah inklusi?
5. Bagaimana kesulitan dalam proses pengajaran di sekolah inklusi?
6. Apa saja sarana dan prasarana yang ada di sekolah inklusi?
7. Bagaimana metode dan sistem pembelajaran di sekolah inklusi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui perbedaan antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui kurikulum di sekolah inklusi.
3. Mengetahui jumlah siswa berkebutuhan khusus dan staf pengajaran di sekolah
inklusi.
4. Mengetahui cara evaluasi di sekolah inklusi.
5. Mengetahui kesulitan dalam proses pengajaran di sekolah inklusi.
6. Mengetahui sarana dan prasarana yang ada di sekolah inklusi.
7. Mengetahui metode dan sistem pembelajaran di sekolah inklusi.
BAB II
3 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
PEMBAHASAN
Observasi tentang sekolah inklusi diadakan di SD Petoran 01, yang beralamat di .
Observasi dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 April 2012.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahawa sekolah inklusi adalah sekolah yang
mengizinkan ABK untuk ikut mengikuti kegiatan belajar bersama dengan anak normal. Ada
beberapa alternatif dalam pembedaan kelas dalam sekolah inklusi. Secara hirarkis, Deno
(1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut:
1. Kelas biasa penuh
2. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam,
3. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,
4. Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa,
5. Kelas khusus penuh,
6. Sekolah khusus, dan
7. Sekolah khusus berasrama.
Menurut klasifikasi di atas, SD Petoran 01 termasuk kelas biasa dengan tambahan
bimbingan di luar kelas. Pada jam pelajaran biasa, ABK berkebutuhan khusus mengikuti
pelajaran dengan anak normal pada umumnya. Tetapi pada jam dan hari tertentu diadakan jam
tambahan untuk ABK. Pada umumnya pelajaran ini dikhususkan untuk mata pelajaran yang
diUAN-kan.
Kurikulum yang digunakan di SD Inklusi ini dibedakan antara siswa regular dan siswa
ABK,untuk siswa regular kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum pada SD
lainnya sedangkan kurikulun untuk siswa ABK menggunakan PPI yaitu Program Pendidikan
Individual. Kurikulum ini mengacu pada pemberian materi perkasus anak secara spesifik.
Untuk pengadaan ujian nasional dan ujian yang lainnya soal dibedakan antara regular dan
ABK, soal regular dari pemerintah sedangkan untuk ABK dibuat sendiri poleh sekolah sesuai
dengan kemampuan siswa. Sebenarnya jika siswa ABK mampu mengikuti materi untuk soal
regular maka soal akan disamakan dengan siswa regular tetapi jika tidak bisa maka soal
dibedakan.
Siswa ABK tidak boleh tinggal kelas, sehingga mereka akan naik kelas terus. Untuk
membantu siswa memahami materi yang diajarkan dikelas, sekolah mengeluarkan kebijakan
mengadakan kelas tambahan untuk anak berkebutuhan khusus. Kelas ini diadakan 1 jam
setelah pembelajaran di kelas regular selesai. Untuk setiap harinya dijadwalkan adanya kelas
tambahan untuk tiap tingkatan kelas. Guru yang mengajar kelas tambahan bekerja sama
4 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
dengan guru kelas regular untuk mengetahui sejauh mana materi yang diberikan. Staff
pengajar untuk kelas tambahan ini terdiri dari 2 guru yang khusus untuk menangangani siswa
ABK, yaitu ibu Winda Rachmawati dan ibu Winda Wati. Selain itu Manager pengadaan
sekolah inklusi ini dipegang oleh satu pengampu yaitu ibu Endang Sri Sunarni.
Total siswa berkebutuhan khusus di SD Petoran ini adalah 31 siswa yang terdiri dari
low vision, tunadaksa, tuna grahita, dan lambat belajar ,ADHD. SD Petoran tidak menerima
semua anak berkebutuhan khusus, karena keterbatasan kemampuan guru dan kemampuan dari
siswa tersebut. Sebelum masuk di SD Petoran, sekolah harus mengetahui kemampuan calon
siswanya apakah termasuk normal atau berkebutuhan khusus sehingga orang tua harus
memberikan keterangan mengenai kemampuan anak. Untuk calon siswa yang berkebutuhan
khusus, orang tua hendaknya memberikan surat keterangan IQ yang menyatakan kemampuan
calon siswa. Hal ini menjadi dasar pertimbangan sekolah untuk menerima atau tidak siswa
tersebut. Setelah siswa diterima di sekolah tersebut, pada bulan pertama sampai ketiga siswa
belum mendapatkan pelajaran hal ini dimaksudkan untuk proses adaptasi anak disekolah.
Staff pengajar di SD Petoran ini terdiri dari 28 guru yang terdiri dari guru PNS dan
honorer. Untuk guru kelas merupakan guru yang berstatus PNS sedangkan untuk guru
pendamping kelas atau guru yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus. Guru-guru
yang lain belajar secara otodidiak dan mengikuti berbagai workshop. Untuk pengadaan rapor
antara siswa ABK dengan siswa regular terdapat perbedaan, yaitu untuk siswa ABK rapornya
disertai dengan deskripsi kemampuan anak. KKM pada pelajaran ips dan bahasa jawa yaitu
63, agama, seni budaya, olahraga yaitu 65, matematika dan pkn 60, bahasa inggris 62.
Misalnya di dalam rapor tersebut tertulis angka 80 disamping nilai tersebut terdapat deskripsi
dari nilai itu.
Sarana prasarana di SD Petoran meliputi masjid, lapangan basket,lapangan voly,
perpustakaan, kantin umum dan kantin sekolah, ruang ekstrakulikuler untuk tari dan olahraga
(ruangan tenis meja), gereja Katholik,gereja Kristen, dan UKS.
Setelah mendapatkan pengarahan awal di ruang kepala sekolah, kami mengadakan
observasi langsung di masing – masing kelas. Analisa hasil observasi kami yaitu sebagai
berikut:
1. Kelas I A
Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan di SD Petoran, Surakarta kelas I A
diperoleh hasil pengamatan berikut ini:
5 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
Terdapat 1 orang guru dalam satu kelas, 36 siswa yang salah satunya adalah siswa yang
berkebutuhan khusus. Nama guru tersebut yang juga sebagai wali kelas adalah ibu Endang.
Sedangkan anak yang berkebutuhan khusus tersebut bernama Arya.
Arya adalah anak berkebutuhan khusus (Autis yang hiperaktif). Dalam proses
pembelajaran di dalam kelas, ia dibantu oleh seorang guru pembimbing khusus. Adanya guru
pembimbingtersebut karena ditakutkan Arya akan melukai teman yang lain. Menurut bu
Endang “ketika proses pembelajaran awal, anak tersebut selalu berkelakuan seenaknya sendiri
(gaya semau gue) karena anak yang berkebutuhan khusus (autis) selalu merasa dunia itu
miliknya sendiri. Orang lain tidak diperdulikannya. Itu hanya sekitar 3 bulan, setelah itu ia
mulai mengerti akan kepatuhan yang diterapkan oleh saya (bu endang)”. Hanya beliau yang
disegani oleh Arya.
Ciri yang dapat dibedakan oleh kami dari anak berkebutuhan khusus tersebut dari anak
normal lainnya di dalam kelas adalah ketika ditanyai tidak menjawab(hanya diam), berteriak
tanpa sebab, sulit jika diajak untuk belajar mengerjakan tugas, tangannya selalu bergerak dan
tidak mau diam, sering marah-marah ketika ditegur oleh pembimbingnya saat akan nakal, dan
menangis ketika mainannya hilang (tapi tidak jadi), terpadu hanya pada satu guru yaitu bu
Endang.
Metode pembelajarannya, untuk memotivasi siswa, maka setiap siswa yang mendapat
nilai 100 maka akan memperoleh bintang. Sedangkan kurikulumnya bagi anak ABK
disesuaikan kemampuan anak peserta didik. Pada raport terdapat data deskripsi kemampuan
anak sesuai dengan sejauh apa kemampuannya + nilai.
2. Kelas II A
Pada kelas IIA terdapat siswa sebanyak 34 siswa yang terdiri dari 1 siswa
berkebutuhan khusus dan 33 siswa regular. Di dalam kelas tersebut terdapat sarana prasarana
penunjang pembelajaran yang berupa 1 whiteboard,1 blackboard,1 bank data kelas,1 lemari, 1
jam dinding,dan perpustakaan mini dalam kelas. Berdasarkan pengamatan yang telah kami
lakukan, kondisi kelas cukup menunjang penyelenggaraan kegiatan inklusi. Siswa yang
berkebutuhan khusus dalam kelas tersebut bernama Amirudin Zulfa, siswa ini mengalami
ADHD, IQnya dibawah rata-rata tetapi dia hiperaktif. Usianya yang lebih dari 8 tahun namun
pemikirannya setara dengan anak usia 5-6 tahun. Sifat dari anak ini minder ketika dia belum
mengenal orang yang baru dikenalnya. Perlakuan dari teman-teman sekelasnya cukup baik,
mereka tidak mendiskriminasikan zulfa walaupun dia memiliki ADHD dan menganggap zulfa
sama dengan teman yang lain.
6 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
Sebenarnya Zulfa pertama kali berskolah di SD umum tetapi diperlakukan berbeda
dengan teman-temannya sehingga orang tuanya memindah Zulfa ke SLB. Pada saat di SLB
orang tua dari Zulfa mengetahui adanya sekolah inklusi di Pektoran,kemudian Zulfa
dipindahkan lagi ke SD Inklusi Pektoran. Kegiatan dalam kelas yang sedang berlangsung
pada saat observasi ialah guru memberikan tugas latihan Tematik dari buku LKS kemudian
siswa menjawab di buku dan dikumpulkan. Antara siswa regular dengan siswa ABK
terdapat perbedaan. Shalom A, siswa regular menganggap pelajaran ini tidak sulit, menurut
Zulfa,siswa berkebutuhan khusus menganggap pelajaran ini tidak sulit. Namun Zulfa lebih
sering maju ke depan untuk menanyakan pekerjaannya kepada guru apakah pekerjaannya
benar atau tidak, meskipun yang ditanyakan hanya masalah penulisan pilihan jawaban.
Media pembelajaran yang digunakan antara lain komputer, alat peraga,dan buku.
Menurut guru yang sedang mengajar keefektifan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga. Selain itu menurut guru yang mengajar tidak ada kesulitan dalam
mengajar kelas ini. Hal ini dikarenakan Zulfa mudah diatur dan hanya mengalami
keterlambatan belajar saja.
3. Kelas III A
Pada kelas IIIA terdapat 4 anak yang membutuhkan bimbingan khusus dari jumlah 35
siswa di kelas itu. 4 anak yang berkebutuhan khusus itu terdiri dari 2 anak authis dan 2 anak
tunagrahita. Yang pertama yaitu Farid, Reza, Faris, Jefri dengan ciri-ciri dilihat dari tingkah
lakunya anak ini berbeda dengan anak pada umumnya. Mereka cenderung lebih aktif dan
ingin tahu tentang hal baru. Misalnya ketika ada orang yang baru dia lihat, dia tidak segan-
segan untuk menanyai nama orang tesebut. Sedangkan ada juga anak yang cenderung diam
seolah-olah tidak ada perhatian terhadap sesuatu yang terjadi. Mereka bukanlah masyarakat
disekitar sekolah itu melainkan dari luar petoran seperti Mojosongo, Pasarkliwon dan Jaten.
Untuk pergi ke sekolah mereka perlu diantar jemput oleh orang tuanya, tetapi ada juga yang
ditunggui oleh orang tuanya dari dia masuk hingga pulang sekolah dan anak itu tergolong
anak yang rendah dalam kemampuan berpikirnya.
Situasi pada saat ulangan teman-teman mereka yang memiliki kemampuan lebih dari
mereka condong tidak mau untuk duduk bersebelahan dengan dia karena mereka merasa
terganggu jika dia harus selalu memberikan pengarahan disetiap langkah-langkah dalam
mengerjakan soal. Contohnya anak ABK tidak mengetahui untuk menghapus kesalahan
dalam penulisannya sehingga perlu diberi tahu oleh anak yang berada disampingnya. Disisi
lain dengan pengarahan yang baik dan benar mereka memiliki peningkatan dimana dengan
7 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
bisa membaca. agar memperhatikan apa yang diberikan pada guru mereka didudukan di
tempat paling depan. Kesulitan dalam proses belajar mengajar dikelas yaitu pada gurunya.
Perlu kesabaran ekstra dan pengarahan yang lebih dari anak pada umumnya.
Sarana prasarana dalam kelas adalah adanya papan tulis, atlas, jadwal mata pelajaran,
jadwal jam masuk sekolah, lemari,meja, kursi.
4. Kelas IV A
Dalam obeservasi yang dilakukan pada kelas IVA ternyata walikelas dari kelas IVA
sedang berhalangan hadir karena ada tugas di Semarang. Tetepi kelas tersebut masih dijaga
oleh guru pengganti dan memberikan tugas untuk mengerjakan soal LKS mata pelajran IPS.
Dari informasi yang didapat dari guru penggati tersebut didapatkan bahwa dalam kelas
tersebut terdapat 1 anak yang berkebutuhan khusus dari 37 anak di kelas tersebut. Anak
tersebut sudah tidak masuk selama 1 minggu. Padahal pihak sekolah sudah berbicara pada
orang tuanya perihal ketidakmasukananak tersebut tetapi orang tua tidak ada respon tentang
hal ini. kondisi kelas saat observasi seperti biasa anak cenderung ramai karena ada hal yang
baru dimana kelasnya dijadikan tempat observasi. Dikelas ini dijadwal dalam mengunjungi
perpustakaan. Fasilitas kelas IVA adalah atlas, gambar wayang dan alat indra, papan tulis,
lemari, jam hadir siswa, globe.
5. Kelas V A
Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan diperoleh hasil pengamatan dan
pengetahuan baru tentang sistem pembelajaran sekolah inklusi. Menurut wali kelas dari kelas
5 A, Ibu Pandi Mulyani, jumlah siswa yang ada di kelas tersebut adalah 40 orang, yang
memiliki 8 orang siswa berkebutuhan khusus. 8 siswa tersebut terdiri dari 1 siswa dengan IQ
rendah. 6 siswa yang lamban belajar, dan 1 siswa yang memiliki emosi tidak terkendali dan
lamban belajar.
Kondisi di kelas tersebut sudah baik seperti sekolah regular pada umumnya, tetapi
memang suasana kelas sangat ramai karena siswanya yang agak sulit untuk diatur. Untuk
kegiatan belajar – mengajar pada jam sekolah regular, anak – anak berkebutuhan khusus dan
anak normal mengikuti pelajaran seperti biasa. Tetapi untuk kelas 5A, pada hari Kamis
setelah jam pelajaran usai, untuk anak berkebutuhan khusus ada jam tambahan belajar yang
diampu oleh guru khusus lulusan dari PLB.
Ciri – ciri dari anak berkebutuhan khusus yang kami amati yaitu anak kurang
konsentrasi dalam memperhatikan pelajaran, ramai sendiri, suka menjaili teman, dan
8 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
hiperaktif (bergerak terus). Saat diajak berbicara, mereka cenderung lama dalam menjawab
pertanyaan, tetapi mereka masih bisa memahami cara membaca jam.
Dari hasil observasi, kami dapat mengetahui ciri-ciri dari ABK yaitu:
1. Tunagrahita, ciri-cirinya:
Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru.
Kesulitan dalam mengeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tugarahita berat.
Cacat fisik dan perkembangan gerak.
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri..
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.
Tingkah laku kurang wajar dan terus menerus.
Memiliki kelainan yg meliputi fungsi inelektual umum di bawah rata-rata (Sub-
avarage), yaitu IQ 84 kebawah sesuai tes.
Kekurangan dalam perilaku adatif.
Kemampuan sosialisasinya terbatas.
Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
Cenderung mamiliki kemampuan berfikir konkret dan sukar berfikir.
Tidak mampu menyimpan intruksi yang sulit.
Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.
2. Autis, memiliki ciri-ciri:
Tidak mampu dalam bersosialisasi dan berkomunikasi.
Mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku,
minat dan aktifitas yang unik (aneh).
Menunjukkan gejala-gejala adanya gangguan komunikasi, interaksi social,
gangguan sensoris, pola bermain, prilaku dan emosi.
Berusaha menarik diri dari kontak sosial, dan cenderung menyendiri dari keramaian
sosial.
Marah bila berubah dari rutinitas
Kadang - kadang suka menyakiti diri sendiri
Suka mengeluarkan suara yang kurang lazim (nada tinggi atau rendah).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
9 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
Dari hasil observasi yang telah kami lakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah siswa ABK di SD Petoran 01 adalah 31 siswa, sedangkan jumlah guru
keseluruhan di sekolah tersebut ada 28 guru.
2. Kurikulum dan cara evaluasi sekolah inklusi tidak berbeda dengan sekolah regular pada
umumnya, hanya saja disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan peserta didik.
3. Jika dilihat dari model pembelajarannya, SD Petoran 01 termasuk kelas biasa dengan
tambahan bimbingan di luar kelas. Pada jam pelajaran biasa, ABK berkebutuhan khusus
mengikuti pelajaran dengan anak normal pada umumnya. Tetapi pada jam dan hari
tertentu diadakan jam tambahan untuk ABK.
4. Sarana dan Prasarana di SD Petoran 01 yaitu : masjid, lapangan basket,lapangan voly,
perpustakaan, kantin umum dan kantin sekolah, ruang ekstrakulikuler untuk tari dan
olahraga (ruangan tenis meja), gereja Katholik, gereja Kristen, dan UKS.
5. Kesulitan dalam proses KBM adalah keterbatasan guru yang khusus menangan ABK dan
ketidaksediaan dana dalam memenuhi kebutuhan dan fasilitas khusus bagi ABK.
6. Perbedaan anak normal dengan ABK dilihat dari segi proses pembelajaran di kelas yaitu
ABK cenderung sulit menerima dan mengikuti proses pembelajaran. ABK cenderung
lambat menerima pelajaran dibandingkan teman kelas dengan pelajaran yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan ajar cetak “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus” oleh Suparno. Jakarta : Erlangga
Priyatna, Andri. 2010. Amazing Autism (Memahami mangasuh dan Mendidik Anak Autis). Jakarta : PT Elex Media Komputindo
10 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I
http://ikadam23.wordpress.com/2009/11/06/konsep-dasar-pembelajaran-adaptif-dan-anak-
berkebutuhan-khusus/
http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-pendidikan-inklusi-
pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus
11 | L A P O R A N O B S E R V A S I S E K O L A H I N K L U S I