Post on 07-Apr-2019
1Etika|Juli 2012
Edisi Juli 2012
Ketika Gambar Ilustrasi dinilai Menghina
Risalah Kesepakatanantara Kepolisian DaerahSumatera Utara denganIkatan Jurnalis TelevisiIndonesia (IJTI) SumateraUtara
Foto dok. Dewan Pers
MaknaPerlindunganHukum dalamPasal 8 UU Pers 44444
HAL
Bedah KasusVerifikasi Merupakan Keniscayaan
Dewan Pendanaan Pers 99999HAL
MenyiapkanIndeks Kemerdekaan Pers
Versi Indonesia2-32-32-32-32-3HAL
77777HAL
1111111111HAL
WWWWWartawan artawan artawan artawan artawan DidorDidorDidorDidorDidorongongongongongMemperkuat Analisis DataMemperkuat Analisis DataMemperkuat Analisis DataMemperkuat Analisis DataMemperkuat Analisis Data 1010101010
HAL
99999HAL
Forum Pemimpin RedaksiTTTTTolak Interolak Interolak Interolak Interolak Intervensivensivensivensivensi
88888HAL
Dari sekitar 40 Dewan Pers(DP) yang masih aktif diberbagai negara di dunia
ini, berdasarkan sumberpendanaan, dapat dikategorikanmenjadi tiga jenis:
“Wartawan jugamempunyai hak imunitastidak boleh dirintangi,dituntut, ditangkap,disandera, ditahan,dianiaya, apalagi sampaidibunuh dalam kaitandengan profesikewartawanannya.”
2Etika|Juli 2012
Tujuan pembuatan IndeksKemerdekaan Pers versi Indonesia (IKPI) adalah untuk
memantau pelaksanaan kemerdekaanpers di Indonesia, secara nasionalmaupun regional oleh para wartawanprofesional, kompeten dan memilikiintegritas yang baik dalam menjalankanprofesinya. IKPI tentu saja akanmengesampingkan model wartawanyang disebut abal-abal ataupun seringmenjadi partisan politik dalam melak-sanakan tugasnya. Dalam rapat per-siapan penyusunan model indeks versiIndonesia yang merupakan inisiatifKomisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, dihadiri tokohpers seperti Parni Hadi, WikramaAbidin, Wina Armada, AhmadDjauhar, Alit Antara, dll. Berfokuskepada identifikasi dan inventarisasiindikator IKPI, bottomline yang diukurhanyalah mencakup wartawan/jurnalisyang profesional.
Profesionalisme wartawan/jurnalis tersebut diukur menurutcapaian kapabilitas sesuai, antara lain,uji kompetensi wartawan (UKW),dalam menjalankan tugasnya menun-jukkan identitas diri kepada nara-sumber, menghormati hak privasi, tidakmenyuap/menerima suap, meng-hasilkan berita yang faktual dan jelassumbernya, menghormati pengalamantraumatik narasumber, tidakmelakukan plagiat, tidak membuatberita bohong, fitnah, sadis dan cabul,melakukan liputan yang berimbang(covered both side), tidakmencampurkan fakta dan opini, sertamenjunjung asas praduga tak bersalah.
Survei IKPI dilakukan baikkepada media (perusahaan media) ,
pelaku media serta publik. Sementaraperlindungan hukum untuk wartawandiberikan kepada wartawan yangmenaati kode etik jurnalistik dalammelakukan tugas jurnalistiknya. Olehkarena itu dalam menjalankan tugasjurnalistik, wartawan dilindungi daritindak kekerasan, pengambilan,penyitaan dan perampasan alat-alatkerja, serta tidak boleh dihambat ataudiintimidasi oleh pihak manapun.
Beberapa hasil identifikasi daninventarisasi indikator yang mempe-ngaruhi IKPI atau yang memberiancaman terhadap kemerdekaan perspaling tidak meliputi dua (2) halsubtansial sebagai berikut:1. Ancaman terhadap kemerdekaan
pers bisa berupa ancaman internaldan eksternal.
2. Pelaku ancaman adalah parapemegang jabatan atau kekuasaan,yakni pelaku ancaman internaladalah pemodal usaha media danatasan wartawan, sedangkanpelaku ancaman eksternal:a. UU/regulasi yang tidak ramah
terhadap wartawan dalammenjalankan tugasnya.
b. UU dan semua produk turunan-nya hingga peraturan daerahyang membatasi gerakwartawan dalam menjalankantugasnya.
c. Perilaku pejabat atau aparatdengan otoritas resmi yangmudah mengintimidasi wartawan.
d. Perilaku kelompok yang menjadikelompok penekan wartawandengan menggunakan kekuatanfisik bergaya premanisme.
Secara spesifik ancaman danhambatan-hambatan dapat berupa:A. Internal:
o Perintah pemodal/pengusaha/atasan untuk menulis atau tidakmenulis suatu berita.
o Larangan pembentukan serikatwartawan.
o Ketidakjelasan peraturan peru-sahaan dan atau kontrak kerja.
o Ketidakjelasan sistem karir diperusahaan pers serta sistempengupahan yang berlaku.
o Mengharuskan wartawanmengikuti pilihan politikpemodal/pengusaha media.
o Adanya selfcensorship atasperintah pemodal/pengusahamedia.
o Memerintahkan wartawan untukmenyiarkan/tidak menyiarkansuatu berita.
o Pemodal/pengusaha mediamenyuruh untuk membuatberita yang melanggar kode etikjurnalistik dan UU Pers.
Menyiapkan Indeks Kemerdekaan PersVersi Indonesia
Laporan Utama
Dalam menjalankan tugas jurnalistik,wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan,
penyitaan dan perampasan alat-alat kerja,serta tidak boleh dihambat atau
diintimidasi oleh pihak manapun.
“”
3Etika|Juli 2012
B. Eksternal (terkait dengan war-tawan yang sedang menjalankantugas jurnalistik):- ancaman fisik:
a. Penganiayaan.b. Penyiksaan/kekerasan.c. Penculikan/penyanderaan.d. Pembunuhan.e. Pemenjaraan.
- ancaman non fisik :a. Ancaman lisan.b. Teror lisan.c. Selfcensorship.d. Perampasan alat kerja.e. Intimidasi langsung/tidak
langsung.f. Sogok dan suap.g. Ketidakmampuan wartawan
menjalankan tugas jurnalis-tiknya karena tekananpolitik.
- ancaman sistemik:a. UU/regulasi yang membatasi
kemerdekaan pers.b. Putusan pengadilan yang
menghukum wartawankarena menjalankan tugasjurnalistiknya.
c. Sistem hukum nasionaltermasuk peraturan daerah,hukum adat dan sistemkepercayaan yang meng-hambat pelaksanaan tugasjurnalistik.
d. Pemidanaan terhadap lapo-ran pencemaran nama baik.
e. Pembatasan akses terhadapinformasi publik.
f. Apakah pemerintah mengu-asai dan mengontrolkebijakan editorial darimedia yang dimiliki negara?
g. Apakah pemerintah mela-kukan usaha-usaha melindu-ngi keberagaman media sertapenyediaan infrastrukturnyaseperti internet, mediaonline, media sosial.
Laporan Utama
Selanjutnya berikut ini adalah :USULAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATAUNTUK INDEKS KEMERDEKAAN PERS DI INDONESIA
Periode : 1 Januari sampai 31 Desember 20…..Provinsi : ……….Pengumpul Data : ……….
I. ANCAMAN INTERNAL
1. Adakah kebijakan/peraturan perusahaan yangmenghambat kemerdekaan pers?
2. Adakah pelarangan berdirinya serikat pekerjaindependen di perusahan pers?
3. Adakah penugasan jurnalistik yang berpotensimelanggar Kode Etik Jurnalistik?
4. Adakah peraturan perusahaan dan atau kontrakkerja yang adil bagi kedua belah pihak di perusahaanpers?
5. Adakah sistem rekrutmen, karir, dan pengupahanyang memenuhi prinsip reward and punishment diperusahaan pers?
6. Adakah keberpihakan politik bagi wartawan sesuaikepentingan politik pemodal/pengusaha/pimpinanmedia?
7. Adakah tekanan untuk menyiarkan atau tidakmenyiarkan berita sesuai kepentingan bisnispemodal/pengusaha/pimpinan media?
8. Adakah tekanan untuk menyiarkan atau tidakmenyiarkan berita sesuai kepentingan pribadipemodal/pengusaha/pimpinan media?
9. Adakah self censorship atas perintah pemodal/pengusaha/pimpinan media?
Skor A: Terendah = 0, Tertinggi = 9Keterangan :1. Kebijakan/peraturan baik lisan maupun tertulis2. Jika meragukan, skor = 1
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Ada1. Tidak Ada
0. Ada1. Tidak Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
Ketua Dewan Pers, Bagir Manan,menyatakan Dewan Pers sedang mencoba
membahas kriteria pengukuran peringkatkemerdekaan pers Indonesia. Langkah inidilakukan bukan karena tidak menghargai
indeks kemerdekaan persyang telah disusun lembaga lain.
Tetapi, barangkali ada nilai, kebiasaan ataukondisi tertentu di Indonesia yang
memungkinkan ditetapkan kriteria lain.
>> Bersambung ke hal 6
http://www.indonesiamediawatch.org
4Etika|Juli 2012
OPINI
Pasal 8 UU No 40 tahun 1999tentang Pers (selanjutanyahanya disebut “UU Pers”)
yang berbunyi, “Dalam melaksana-kan profesinya wartawan menda-pat perlindungan hukum,” semuladinilai banyak pihak, termasuk olehkalangan pers sendiri, hanya sebagaipasal yang bersifat dekralatif. Artinya,cuma pasal penegasannya saja, yangada atau tidak adanya pasal semacamini, tidak memberikan implikasi hukumapapun. Penilaian ini, sepintas, wajarsaja. Bukankah setiap warga negarasudah secara otomatis mendapatperlindungan hukum? Tanpa adanyapasal 8 ini pun, seharusnya, wartawanmemang juga sudah memperolehperlindungan hukum.
Padahal dengan menelusurisejarah lahirnya pasal ini danmengkaitkannya dengan pelbagaiperundang-undangan yang ada, Pasal8 UU Pers memiliki kedudukan danfungsi yang sangat strategis dalammenjaga kemerdekaan pers. Dalamhal ini logikanya dapat dibalik, kalaumemang pasal 8 ini tidak penting,kenapa pula harus diadakan? Pasti adamaksudnya!
Penegasan dalam Pasal 8bermakna, wartawan merupakanprofesi khusus, sama dengan profesi-profesi khusus lainnya seperti dokteratau advokat. Implikasinya, ketikamenjalankan profesinya, merekadilindungi secara khusus pula olehperundangan-undangan. Artinya,selama wartawan menjalankanprofesinya dengan benar, makaterhadap wartawan tidak boleh dilaku-kan penghalangan, sensor, peram-pasan peralatan, penahanan, penang-kapan, penyandaraan, penganiyaaan
apalagi sampai pembunuhan. Dengankata lain, manakala menjalankan tugasprofesinya yang sesuai denganperundangan dan kode etik jurnalistik,keselamatan wartawan, baik fisikmaupun psikologis, beserta seluruhperalatan perlengkapan kerjanya,harus sepenuhnya dilindungi.Ketentuan ini merupakan “payung”bagi wartawan dalam menjalankantugas profesinya dengan rasa aman.
Payung hukum Pasal 8 UUPers ini memberikan beberapamakna terhadap profesi wartawan,antara lain:
Pertama, negara bukan hanyawajib menghormati kemerdekaanpers, tetapi negara juga wajib menye-diakan pengamanan terhadap warta-wan yang sedang melaksanakan tugas-nya. Dengan kata lain, perlindunganterhadap wartawan bukan saja harusdiberikan ketika diminta oleh warta-wan, tetapi juga sudah menjadi perin-tah perundang-undangan, sehinggadiminta atau tidak diminta oleh warta-wan, para aktor keamanan negarawajib melindungi pekerjaan profesiwartawan sejak awal, sebagaimanapara aktor keamanan tersebut melin-dungi mereka yang harus dilindungikarena jabatan dan atau pekerjaannya.
Kedua, pelaksanaan fungsi ke-merdekaan pers oleh wartawan bukansaja “sekedar” sebuah “kewajiban”dari pers, tetapi merupakan “perintah”atau “amanah” dari undang-undang.Dengan demikian, ketika menjalankanprofesinya, wartawan juga sedangmelaksanakan “perintah” atau“amanah” dari undang-undang, makaaktor-aktor penyelenggaran keamananotomatis wajib juga melindungikeselamatan para wartawansebagaimana profesi lain yangmelaksanakan undang-undang yangharus dilindungi oleh para aktorpenyelenggaraan keamanan negara.
Ketiga, adanya suatu pengakuanhukum yang tegas dan terang bende-rang bahwa ketika menjalankan tugas-nya dengan benar sesuai dengan KodeEtik Jurnalistik dan perundangan-undangan, wartawan juga mempunyaihak imunitas tidak boleh dirintangi,dituntut, ditangkap, disandera, ditahan,dianiaya, apalagi sampai dibunuhdalam kaitan dengan profesi kewarta-wanannya. Pengertian “hak imunitas”disini seluruh ketentuan dan mekanis-me yang ada di bidang pers yang di-kerjakan wartawan harus dihormati dantidak boleh dipaksa untuk dilanggar.
Contohnya, jika wartawan tidak
“Wartawan juga mempunyai hakimunitas tidak boleh dirintangi,dituntut, ditangkap, disandera,
ditahan, dianiaya, apalagi sampaidibunuh dalam kaitan dengan
profesi kewartawanannya.”
Wina Armada SukardiKetua Komisi Hukum dan
Perundang-undangan Dewan PersFoto dok.Dewan Pers
Makna Perlindungan Hukum dalamPasal 8 UU Pers
5Etika|Juli 2012
OPINI
mau menyebut siapa indentitas nara-sumber yang tidak disebut dalamberita,atau dinamakan hak tolak, tidakboleh ada yang memaksa mengung-kapkannya. Contoh lain, jika wartawanberjanji dengan narasumber untuk tidakmemberikan kesaksian mengenai be-ritanya, maka wartawan tidak boleh di-paksa memberikan kesaksian tentang itu.
Keempat, sebagai payung hu-kum, ketentuan dalam Pasal 8 UUPers harus pula ditafsirkan bahwaperlidungan yang diberikan kepadawartawan harus dilaksanakan sesuaidengan peraturan yang terkait denganprofesi wartawan. Dalam hal ini,terhadap wartawan yang melaksana-kan tugasnya, pertama-tama harus di-ukur berdasarkan ketentuan-ketentuanyang ada dalam UU Pers dan KodeEtik Jurnalistik (KEJ). Di sinilah UUPers harus diberlakukan sebagai lexpriimaat atau lex piviill, yaknisepanjang mekanismenya sudah diaturdan ada ketentuan-ketentuannyadalam UU Pers maka UU Pers yangharus didahulukan atau diutamakan.Begitu juga barometer yang harusdipakai dalam mengaji problem persdalam pemberitaan harus mengacukepada Kode Etik Jurnalistik. Pema-haman ini membawa kita kepada suatukonstruksi bahwa jika ada masalahdalam soal pemberitaan, dalam profesiwartawan pertama-tama harus dipa-kai lebih dahalu acuan di bidang perssendiri, yakni UU Pers dan Kode EtikJurnalistik, tidak dapat langsung diper-tentangan dengan aturan-aturan yangfilosofis pekerjaaan kewartawaaan.
Ketentuan ini sekaligus jugamerupakan suatu “benteng” terhadap
kemungkinan “pengebirian” terhadapkemerdekaan pers yang dijalankanwartawan melalui berbagai per-undang-undangan lain. Adanya keten-tuan ini memberikan perlindungankepada wartawan agar profesinyatidak dapat “dirusak” melalui pintuperundang-undangan lainnya. Jadi,sejak awal pembuat UU Pers sudahmemagari efektifitas perlindunganwartawan dari kemungkinanperongrongan profesi wartawan daripendekatan pembentukan per-undangan-undangan lain yang berten-tangan dengan kemerdekaan pers.Dengan adanya ketentuan Pasal 8 UUpers ini sekaligus pengakuan, sebagaiperlindungan kepada wartawanapabila ada undang-undang lain yangbertentangan dengan pekerjaanwartawan sebagaimana diatur dalamUU Pers, baik yang ada sebelum UUPers maupun sesudah UU Pers,ketentuan UU Perslah yang berlaku.
Konskuensi Adanya Pasal 8Ketentuan Pasal 8 memberikan
perlidungan yang mendasar, menye-luruh dan profesional terhadap profesiwartawan. Sepanjang wartawanmenjalankan tugasnya berdasarkanUU Pers, Kode Etik Jurnalistik danperaturan-peraturan turunan, sepertiPeraturan Dewan Pers, terhadapwartawan tidak dapat dikenakanpidana. Tegasnya kehadiran pasal 8UU Pers membawa konskuensi tidakada kriminalisasi terhadap profesiwartawan!
Konsekuensi adanya Pasal 8 UUPers seperti itu menyebabkan terha-dap pers nasional tidak dapat dikena-
kan ancaman dari ketentuan sepertiPasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat 3UU Informasi dan Transaksi Elektro-nik (ITE). Pasal 310 ayat 3 KUHPmenyebut, apabila pencemaran baikdilakukan untuk kepentingan umum,maka pelakunya tidak dapat dihukum.Dengan demikian apabila wartawanmelakukan seluruh profesinya berda-sarkan UU Pers dan Kode Etik Jur-nalistik, berarti wartawan tersebutdapat dianggap sudah melaksanakankepentingan umum dan dengan demi-kian oleh karenanya wartawan tidakdapat lagi dituntut berdasarkan Pasal310 ayat 1 dan 2.
Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITEdisebut, hanya mereka yang “tanpahak” yang dikenakan pasal ini, yaitumelakukan pencemaran nama baikmelalu transaksi informasi. Padahalwartawan yang menjalankan tugasnyasesuai UU Pers dan Kode EtikJurnalistik, berdasarkan Pasal 8 UUPers harus dilindungi dan karena itudinilai sedang “memiliki hak” dan“tidak melawan hukum.” Tegasnya,dengan adanya Pasal 8 UU Pers,ketentuan Pasal 27 ayat 3 UU ITEotomatis tidak dapat dikenakan kepadapers atau wartawan. Demikian keten-tuan-ketentuan sejenis lainnnya jugatidak dapat diterapkan kepada perskarena ada benteng Pasal 8 UU Pers.
Bedanya Pasal 50 KUHP danPasal 8 UU tentang Pers?
Antara Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) danPasal 8 UU Pers memiliki persamaandan perbedaan. Persamaannya ialah,kedua pasal ini memberikan perlin-dungan hukum kepada mereka yangmelaksanakan tugas sesuai denganundang-undang. Kedua-duanya jugatermasuk faktor penghapus adanyakesalahan bagi mereka yang melaku-kan tindakan berdasarkan perintah
>> Bersambung ke hal 6
UU Pers harus diberlakukan sebagai lex priimaat atau lex piviill,yakni sepanjang mekanismenya sudah diatur dan
ada ketentuan-ketentuannya dalam UU Pers makaUU Pers yang harus didahulukan atau diutamakan.
“”
6Etika|Juli 2012
TalkShow
>> Sambungan Hal. 3
II. ANCAMAN EKSTERNAL
1. Adakah Peraturan Perundang-undangan dan kebijakanyang menghambat kemerdekaan pers?
2. Adakah ketentuan khusus (hukum adat dan sistemkepercayaan) yang menghambat kemerdekaan pers?
3. Adakah proses hukum mulai dari kepolisian, kejaksaandan pengadilan yang menghambat wartawan profesionaldalam menjalankan tugas jurnalistik?
4. Adakah penerapan pasal pencemaran nama baik terhadapkarya jurnalistik?
5. Adakah pembatasan akses terhadap wartawan atasinformasi publik oleh lembaga maupun individu?
6. Adakah tindakan pejabat/aparat negara yang melakukankekerasan fisik dan atau non-fisik terhadap wartawandalam menjalankan tugas jurnalistik?
7. Adakah tindakan kelompok masyarakat yang melakukankekerasan fisik dan atau non-fisik terhadap wartawandalam menjalankan tugas jurnalistik?
Skor A: Terendah = 0, Tertinggi = 7
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak Ada1. Ada
0. Tidak Ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
0. Tidak ada1. Ada
Catatan:
Rentang Skor terdiri dari 0-16. Skor (0-16) dikonversikan menjadi
indeks. Ada 2 Alternatif1. Skor 0-2 Sangat Baik Skor 0-4 Baik
2. Skor 3-4 Baik Skor 5-8 Cukup
3. Skor 5-8 Cukup Skor 9-12 Buruk
4. Skor 9-12 Buruk Skor 13-16 Sangat Buruk
5. Skor 13-16 Sangat Buruk
Perlu diberikan keterangan,pembobotan ini berdasarkan padapopulasi media dan penduduk.
Tim penilai bersifat independen darikalangan profesional.
Pengumuman indeks kemerdekaanpers ini direncanakan bersamaandengan peringatan hari nasional.
atau amanah UU. Sedangkan beda-nya, Pasal 50 KUHP memberikan per-lindungan hukum secara umum,sehingga tidak menyangkut suatuprofesi tertentu, melainkan semuayang memenuhi syarat yang disebutdalam Pasal 50 KUHP memperolehperlindungan. Sedangkan Pasal 8 UUPers sudah memberikan perlindunganhukum secara khusus kepada profesiwartawan. Istilah yang dipakai dalamPasal 8 UU Pers pun sudah tegasmenyebut “wartawan.”
Perlindungan wartawan disebut“sesuai dengan perundangan yangberlaku.” Maksudnya ialah pertama-tama perlindungan terhadap wartawanharus didekati dengan peraturantentang wartawan sendiri, yang tiadalain adalah UU Pers sendiri. Jika tidakada ada perlindungan yang diberikan
oleh UU Pers, barulah dicari di dalamberbagai peraturan perundang-unda-ngan lain yang berlaku. Ketentuan inijuga mensyaratkan dalam pelaksana-an teknisnya perlindungan terhadapwartawan juga harus mengikutiberbagai ketentuan yang berlaku.
Pers Tidak Kebal HukumKendati begitu, pemaknaan ini
tidaklah berarti profesi wartawan imunterhadap hukum. Profesi wartawantetap hartus tunduk dan taat kepadahukum. Tetapi sesuai dengan keten-tuan hukum sendiri, sebagaimanadiatur dalam UU Pers, wartawan tidakdapat dipidana. Ada tidaknya kesa-lahan pers, pertama-tama harus diukurdengan UU Pers dan Kode Etik Jur-nalistik. Jika pers memang melakukankesalahan yang tidak diatur dalam UUPers dan Kode Etik Jurnalistik, barulahpers dapat dikenakan denda melalui
gugatan. Sesuai dengan UU Pers yang
juga menghormati supremasi hukum,apabila dalam melaksanakan tugasnyatidak memenuhi syarat-syarat sebagaiwartawan dan berada di luar wilayahpers, maka itu bukanlah tindakanjurnalistik dan karena itu tidak dilin-dungi oleh UU Pers. Kalau tindakantersebut tidak memenuhi syarat-syaratsebagai wartawan atau berada di luarranah pers, tindakan itu tergolongtindakan kriminal dan dapat dikatago-rikan sebagai pidana murni dan karenaitu dapat pula dikenakan pasal-pasaldalam hukum pidana. Contohnya jikaada wartawan, baik wartawan yangsesungguhnya atau wartawan gadu-ngan, melakukan pemerasan atau pe-nipuan, dapat langsung dengan tu-duhan-tuduhan pidana dan karena itujuga dapat langsung diproses sesuaidengan hukum pidana.***
>> Sambungan Hal. 5
7Etika|Juli 2012
Bedah Kasus
Seorang calon walikota marahbesar. Bukan karena gagalmerebut kursi walikota dalam
pilkada itu, tetapi lebih karena diadiberitakan oleh dua media siber didaerahnya telah menggelar pesta “hot”ketika membubarkan tim suksesnya.Kata “hot” tentu berkonotasi negatif. Iasemakin nelangsa, karena daerahnyaterkenal religius. Apa kata dunia?
Ia mengadu ke Dewan Persbeberapa waktu lalu dengan cukuprinci. Selain menilai adanya dugaanpelanggaran terhadap sejumlah pasaldalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), jugaatas Pedoman Media Siber (PMS).Pasalnya, media siber —karena sifatmedia yang mengutamakan kecepatan–bisa menayangkan sebuah beritadengan ketentuan benar-benar mengan-dung kepentingan publik yang bersifatmendesak (PMS butir 2 c (1)). Akantetapi media tersebut harus memberikanpenjelasan kepada pembaca bahwaberita tersebut masih memerlukanverifikasi lebih lanjut yang diupayakandalam waktu secepatnya. Penjelasandimuat pada bagian akhir dari berita yangsama, di dalam kurung dan meng-gunakan huruf miring. (butir 2 c (4)).
Ada dua media siber, seperti dike-mukakan di atas, yang memberitakanperistiwa itu. Yang satu memang me-nurunkan reporternya untuk meliput pe-ristiwa itu. Media siber lainnya hanyamengutip berita tersebut disertai judul dan“lead” baru, selebihnya copy-paste.
Acara keluargaKetika Dewan Pers memverifi-
kasi pengaduannya dalam rangkamediasi, sang calon walikota menegas-kan bahwa acara tersebut bukanlahpembubaran tim sukses, melainkanorganisasi kepemudaan dimana diaduduk sebagai penasihatnya. Iamembantah keras bahwa acara itumerupakan pesta “hot”, karenadihadiri keluarga, isteri dan anak.“Tidak ada minuman keras”, ujarnya.
Menurutnya, sang wartawandatang juga atas undangan daripihaknya, tetapi tidak mewawancaraiatau mengonfirmasi sama sekali atasperistiwa yang terjadi pada acaratersebut. Karena itu, dia memperkira-kan hanya 25 persen saja dari beritatersebut yang sesuai fakta. Ada 3 me-dia yang diundang, tambahnya, tetapidua media memberitakan “biasa-biasa”
saja alias tidak melenceng dari fakta.Sayang, pimpinan media yang
bersangkutan tidak bisa dikonfirmasilangsung oleh Dewan Pers. Namun,pemimpin redaksi media tersebutmengirimkan kronologi peristiwanyasecara tertulis disertai upaya yangterus menerus untuk mengonfirmasikepada sang calon walikota itu. Iabahkan meminta calon walikota itubisa diwawancarai secara langsungoleh wartawannya sebagai HakJawabnya. Media tersebut memangtelah memuat penjelasan sang calonwalikota yang diangkat dari facebook-nya, sebagai bukti keseriusannya untukmembuat berita secara berimbang.
Sebagai pemred, secara pribadiia juga telah meminta maaf kepadacalon walikota itu. Tetapi sebagaikelembagaan, permintaan maaf akandimuat di medianya bila sudah adapernilaian dari Dewan Pers – diamenyebutnya ahli di bidang pers —atas berita tersebut kalau memangmengharuskan minta maaf.
Lantas bagaimana dengan me-dia satunya lagi? Para wartawannyayang masih muda langsung bersediabertemu dengan sang calon walikotaatas upaya Dewan Pers. Merekasegera mengakui kesalahannya dansiap meminta maaf di medianya.Calon walikota yang masih muda danmemiliki pengalaman di bidang mediaitu juga bisa menerima permintaanmaaf dari media itu secara legawa.
Demikianlah “potret” jika medialalai melakukan konfirmasi atauverifikasi. Beritanya pasti bermasalah,lebih-lebih menyangkut pernilaiannegatif terhadap seseorang. Inipelajaran berharga buat media.Karena itu ke depan – meskipunterasa klise — media mesti sangatmemperhatian hal ini: verifikasimerupakan keniscayaan. ***
Verifikasi Merupakan Keniscayaan
PENGURUS DEWAN PERS PERIODE 2010-2013: Ketua: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L Wakil Ketua: Ir. Bambang Harymurti, M.P.A Anggota: Agus Sudibyo, S.I.P., Drs. Anak Bagus Gde Satria Naradha,
Drs. Bekti Nugroho, Drs. Margiono, Ir. H. Muhammad Ridlo ‘Eisy, M.B.A., Wina Armada Sukardi, S.H., M.B.A., M.M., Ir. Zulfiani Lubis
Sekretaris (Kepala Sekretariat): Lumongga Sihombing
REDAKSI ETIKA: Penanggung Jawab: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. Redaksi: Herutjahjo, Winahyo, Chelsia, Samsuri (Etika online), Lumongga
Sihombing, Ismanto, Wawan Agus Prasetyo, Reza Andreas (foto), Agape Siregar.
Surat dan Tanggapan Dikirim ke Alamat Redaksi: Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110. Tel. (021) 3521488, 3504877, 3504874 - 75, Fax. (021) 3452030 E-mail: dewanpers@cbn.net.id Website: www.dewanpers.or.id / www.presscouncil.or.id
(ETIKA dalam format pdf dapat diunduh dari website Dewan Pers: www.dewanpers.org)
8Etika|Juli 2012
Pengaduan
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatera Utara mengadu ke Dewan Pers atastindakan penghalangan tugas jurnalistik yang dilakukan oleh oknum anggota PoldaSumut. Dewan Pers mempertemukan Reskrimum Polda Sumatera Utara (yang diwakiliWadir Reskrimum Polda Sumut) dengan IJTI Sumut yang mewakili Masyarakat PersSumut. Kedua pihak sepakat menjadikan kesempatan mediasi untuk memperbaiki polakomunikasi kedua belah pihak dalam menunjang pelaksanaan tugas profesi masing-masing. Berikut Risalah kesepakatannya.
Pada hari ini, Sabtu 14 Juli 2012, di Medan, telah dicapai kesepakatan antara KepolisianDaerah Sumatera Utara dengan IJTI Sumatera Utara, sebagai berikut:
1. Kedua pihak sepakat bahwa dugaan kasus penghalangan peliputan terhadap jurnalis televisiyang terjadi pada saat meliput persidangan kasus narkoba yang melibatkan AKBP ApriyantoBasuki Rahmad pada 5 Juni 2012 di PN Medan, diselesaikan melalui musyawarah mufakatdi depan Dewan Pers, dengan saling introspeksi, saling memaafkan dan kasusnyadianggap selesai.
2. Kedua pihak sepakat untuk saling menghormati tugas pokok masing-masing.
3. Kedua pihak sepakat bahwa akan saling meningkatkan dan memperbaiki pola komunikasi,koordinasi dan kerjasama antara Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan IJTI SumateraUtara.
Demikian risalah ini dibuat dengan sebenarnya, untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Medan, 14 Juli 2012
Risalah Kesepakatanantara
Kepolisian Daerah Sumatera Utara denganIkatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatera Utara
Dewan Pers
Agus Sudibyo
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers
Ikatan Jurnalis Televisi Sumatera Utara
Eddy IriawanKetua IJTI Sumatera Utara
Polda Sumatera Utara
AKBP. Mashudi
Wadir. Reskrimum Polda Sumatera Utara
9Etika|Juli 2012
Bedah Kasus
Ketika Gambar Ilustrasi Dinilai Menghina
Sebuah gambar ilustrasi dinilaimenghina dan mencemarkannama baik seseorang. Inilah
yang terjadi ketika Koran Tempo padaedisi 6 Juni 2012 menurunkan beritautama berjudul: PT Dutasari DidugaAlirkan Fee Hambalang Rp 100M”.
Untuk memperkuat beritatersebut, Koran Tempo membuatilustrasi, Athiyyah Laila, isteri AnasUrbaningrum, memegang keping emasdi dekat sebuah peti berisi uang emas.
Melalui kuasa hukumnya,Firman, Tina & Partners, Athiyyahmengadukan kasus itu ke Dewan Pers.Menindaklanjuti pengaduan ini, DewanPers menggelar pertemuan antarakuasa hukum Atthiyah dan KoranTempo untuk mencari titik temu. Tetapipertemuan yang digelar di SekretariatDewan Pers, Jl. Kebon Sirih Jakartatanggal 10 Juli 2012 dan tanggal 17 Juli2012 tersebut ternyata tidakmemperoleh titik temu. Masing-
masing pihak bersikukuh padapendiriannya. Pihak Athiyyah merasanama baiknya dicemarkan, pihakKoran Tempo berpendapat sebalik-nya: ilustrasi adalah ilustrasi.
Karena tidak tercapai katasepakat, sesuai Pasal 7 ayat (2)Prosedur Pengaduan ke Dewan Persyang berbunyi: “Jika musyawarahtidak mencapai mufakat, Dewan Perstetap melanjutkan proses pemerik-saan untuk mengambil keputusan”,
Dewan Pers tetap memeriksa kasusitu dan membawanya ke SidangPleno.
Sedang Pleno Dewan Persmemutuskan mengeluarkan Per-nyataan Pernilaian dan Rekomendasi(PPR). Isinya antara lain: DewanPers menilai pemuatan karikatur Ko-ran Tempo pada edisi 6 Juni 2012tersebut tidak melanggar Kode EtikJurnalistik (KEJ) dan kasus inidinyatakan selesai. ***
Di Hotel Atlet Century,Senayan, Jakarta, 18 Julilalu, sebanyak 55 pemimpin
redaksi dari berbagai daerah men-deklarasikan terbentuknya ForumPemimpin Redaksi (Indonesian ChiefEditors Forum). Pembentukan Forumini, menurut Wahyu Muryadi,berangkat dari kesadaran terhadapbanyaknya persoalan kebebasan persdan ekspresi di Indonesia yang harusdisikapi bersama.
“Ada kesadaran kolektif untukmenjaga independensi,” kata WahyuMuryadi yang ditunjuk sebagai KetuaPengurus. “Dengan adanya Forum ini,
FFFFForum Porum Porum Porum Porum Pemimpin Redaksi emimpin Redaksi emimpin Redaksi emimpin Redaksi emimpin Redaksi TTTTTolak Interolak Interolak Interolak Interolak Intervensivensivensivensivensi
kita ingin menegaskan, harusnyaredaksi bebas dari campur tanganapapun, termasuk pemilik media.”
Wahyu menegaskan hal itu saatmenjadi pembicara dalam program“Dewan Pers Kita” yang disiarkanTVRI Nasional, Selasa malam (24|7).Dialog yang dipandu Wina ArmadaSukardi ini juga menghadirkan pembi-cara Margiono (Ketua Umum PWI dan
Anggota Dewan Pers), serta MeutyaHafid (Anggota Komisi I DPR).
Pembentukan Forum Pemred,menurut Wahyu yang saat ini menjadiPimpinan Redaksi Majalah Tempo,tidak diniatkan untuk pamer kekuatanatau menyeragamkan pendapat parapemimpin redaksi. “Tidak ada kaitan
>> Bersambung ke hal 12
“W“W“W“W“Wartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicaraartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicaraartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicaraartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicaraartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicaramasalah intermasalah intermasalah intermasalah intermasalah intervensi dari luarvensi dari luarvensi dari luarvensi dari luarvensi dari luar, namun juga melihat, namun juga melihat, namun juga melihat, namun juga melihat, namun juga melihat
problem internal terutama menyangkutproblem internal terutama menyangkutproblem internal terutama menyangkutproblem internal terutama menyangkutproblem internal terutama menyangkutsumber daya manusia.sumber daya manusia.sumber daya manusia.sumber daya manusia.sumber daya manusia.
“”“”“”“”“”
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menjadi
pembicara dalamLokakarya dengan tema
“Peningkatan Profesionalismewartawan di era konvergensi
media.” Lokakarya digelar DewanPers bekerjasama dengan
IJTI (Ikatan JurnalisTelevisi Indonesia).
Medan 14 Juli 2012.
10Etika|Juli 2012
Wartawan Didorong MemperkuatAnalisis Data
Kegiatan
Wartawan Indonesia masihbanyak yangmengandalkan “jurnalisme
pernyataan”. Misalnya, dalam polemikrencana “bantuan” Indonesia untukDana Moneter Internasional (IMF)akhir-akhir ini, banyak media hanyamemberitakan pernyataan narasumberyang saling bertentangan tanpamencoba melakukan analisis datasendiri. Akibatnya, muncul informasikeliru dari pers yang mengandalkanpernyataan narasumber. Wartawanperlu didorong untuk melakukananalisis data saat meliput persoalankeuangan atau ekonomi.
Demikian satu pemikiran yangmuncul dalam dialog Dewan Pers Kitayang disiarkan TVRI Nasional, Selasamalam (10|7|2012). Dialog yangdipandu Wina Armada Sukardi inimenghadirkan tiga narasumber, YopieHidayat (Juru Bicara Wakil Presiden),Metta Dharmasaputra (Direktur
Eksekutif Kata Data), dan DaniSetiawan dari Koalisi Anti Utang.
Metta mengakui, saat ini mediakesulitan mencari wartawan ekonomiyang mau memecah data-data untukmemperkuat liputan. Wartawan malasmelakukan riset data ekonomi. Pada-hal, dalam kasus bantuan untuk IMF,ada masalah serius yang harus dida-lami. Ditambah lagi, Pemerintah danBank Indonesia (BI) tidak aktifmenyampaikan kepada publik apakeuntungan yang akan didapatIndonesia jika membantu IMF.
“Kita harus sesegera mungkinmeninggalkan jurnalisme pernyataan.Mewajibkan wartawan untuk meng-analisa data,” katanya.
Menurut Yopie Hidayat, mediaharus memberi tempat untuk berbagaiversi pendapat yang muncul di masya-rakat. Media juga bagian dari meka-nisme untuk meluruskan informasikeliru yang muncul. Dalam kasus IMF,
kata “membantu” telah dipahami keliruoleh banyak orang, dipaksa dikait-kaitkan dengan APBN. Padahal, inidua masalah yang berbeda. Rencanasumbangan US$ 1 miliar itu, menurut-nya, tidak diambil dari APBN, tetapibagian dari cadangan devisa yangdikelola BI.
“Kita hidup di masyarakat inter-nasional. Kalau mau jadi bangsa kuat danhebat, kita harus berada di sistem itu danmemenangkannya. Posisi kita lebih baikdan kita harus bangga,” ungkapnya.
Sebaliknya, menurut DaniSetiawan, saat ini IMF dikuasai kepen-tingan negara lain. Bantuan kepada IMFakan menempatkan Indonesia dalamkepentingan negara-negara lain. Upayamenjaga dan memulihkan ekonomiinternasional tidak tepat dilakukandengan cara “menghidupkan” IMF.
“Kami tidak percaya IMF meru-pakan penolong krisis ekonomi dunia saatini, terutama Eropa,” katanya. ***
Anggota Dewan Pers Zulfiani Lubis (kanan) saat menjadi narasumber talkshow di Makassar TV.(28|7|2012).
Karikatur
Wartawan memiliki dan mantaatiKode Etik Jurnalistik
Awasi Awasi Awasi Awasi Awasi PenerapannyaPenerapannyaPenerapannyaPenerapannyaPenerapannyaAdukan Adukan Adukan Adukan Adukan PelanggarannyaPelanggarannyaPelanggarannyaPelanggarannyaPelanggarannya
Banyak media hanya memberitakan pernyataan narasumber yang saling bertentangan tanpamencoba melakukan analisis data sendiri.
11Etika|Juli 2012
SOROTAN
Dewan Pendanaan Pers
Dari sekitar 40 Dewan Pers(DP) yang masih aktif diberbagai negara di dunia ini,
berdasarkan sumber pendanaan, dapatdikategorikan menjadi tiga jenis.: DPIndustrial, DP Pemerintah, dan DPPublik. Kategorisasi, yang belumdirumuskan secara akademis, inimerujuk pada sumber pendanaanuntuk menopang aktivitas masing-masing DP.
DP Industrial merujuk pada DPyang didanai (mayoritas) oleh industripers,--perusahaan pers--yang menjadikonstituen, melalui iuran rutin yangbersifat wajib. DP di negara-negaraEropa Barat, Australia, New Zealand,serta negara-negara yang mengadopsidemokrasi liberal masuk kategori ini.
DP Pemerintah adalah kategoriDP yang dananya sepenuhnya berasaldari anggaran pemerintah, dengan stafyang juga berasal dari pegawaipemerintah. DP kategori ini lazimnyaberlaku di negara yang belum mene-rapkan kebebasan pers. DP menjadialat pemerintah untuk mengontrol pers,seperti yang pernah dimiliki Indonesiapada era Orde Baru. DP pemerintahini bisa ditemukan di sejumlah negaradi Asia Selatan, negara mediterania,dan Timur Tengah, yang masih mene-rapkan sistem otoriter.
Kategori ketiga, DP Publik,merujuk pada DP yang anggaran pen-danaannya berasal dari pemerintah,namun beroperasi secara independendan beraktivitas untuk menegakkankebebasan pers. Operasional DPPublik lazim berlaku di negara-negarademokratsi, namun sistem sosialmasyarakatnya belum sepenuhnyademokratis. DP Indonesia, DP Paki-stan, dan DP India, adalah contoh DPPublik. Kategori ketiga ini bisa dibilangmerupakan Jalan tengah, "the third
way", dari pendulum DP industrial(yang dinilai terlampau liberal, dan di-khawatirkan lebih condong membelapers) dan DP Pemerintah yang cen-derung otoriter untuk membungkampers.
Asumsinya, DP Publik berakti-vitas untuk kepentingan publik, seba-gaimana DP Pemerintah untuk kepen-tingan pemerintah, dan DP Industrialuntuk menjaga agar industri pers tidakterus menerus digugat secara hukum.
Namun ada adagium dalam duniabisnis: money talk., pada akhirnyasegala sesuatu ditentukan oleh dana.DP industrial bergantung sepenuhnyapada iuran dari perusahaan pers yangmenjadi konstituen--secara sukarela.Jika satu perusahaan pers memutus-kan berhenti menjadi konstituen DP,maka berhenti pula mereka membayariuran. Operasional DP industrialberada dalam cengkeraman industripers. Sebaliknya, dalam hal DPPemerintah, operasionalnya beradadalam genggaman pemerintah.Bagaimana dengan DP Publik? Tentuoperasional DP Publik, asumsinya,berada dalam pengawasan publik.
Dalam konteks DPIndonesia,misalnya, "publik" itu terepresentasikanmelalui "tujuh konstituen Dewan Pers"(AJI, PWI, IJTI, SPS, ATVSI, ATVLI,PRSSSNI). Tujuh organisasi pers, theseven magnificent, ini lah yangasumsinya mengontrol kinerja danoperasional Dewan Pers.
Namun, kontrol atau pengawa-san terhadap kinerja operasional
Dewan Pers hanya akan berjalan jika,tujuh konstituen DP tersebut lah yangmembantu pendanaan DP.
Faktanya, dana Dewan Persberasal dari APBN yang disalurkanmelalui Kementrian Komunikasi danInformatika (menkominfo). Secara defacto, dana Dewan Pers adalahbagian dari anggaran Menkominfo.,setelah mendapat persetujuan DewanPerwakilan Rakyat. Secara teknis,operasional Dewan Pers beradadalam genggaman Menkominfo.Namun, secara de jure Menkominfocuma sebagai lembaga yang menya-lurkan dana, kementerian ini tidakpunya kewenangan untuk mengawasioperasional Dewan Pers.
Itu sebabnya, Sofyan Djalil(Menkominfo periode di Era PresidenMegawati) pernah berujar, bahwadirinya tidak sepenuhnya mengetahuiapa yang dilakukan Dewan Pers,karena pihaknya tidak memilikiwewenang untuk mengawasi DewanPers. "Hanya Tuhan yang tahu, karenasepertinya Dewan Pers cuma ber-tanggungjawab ke Tuhan," ujar SofyanJalil secara bergurau.
Pada akhirnya penilaian terhadapkinerja Dewan Pers Publik, salah satuindikasi, adalah dari jumlah pengaduan.Jika publik masih mengadu ke DP danpenanganan terhadap pengaduan itudinilai memuaskan oleh publik, makabolehlah legitimasi sebagai DP Publikdisandang. Artinya, DP Publik sebagaijalan tengah dari kategori pendulumDP yang liberal dan DP yang otoriter,adalah solusi yang pas. Namun, tentusaja, itu menjadi realita jika semangatmenjaga kebebasan pers (poin pentingDP liberal) menjadi prioritas utamaketimbang kepastian dukunganpendanaan dan fasilitas yang tersedia(kelebihan DP otoriter). ***
Lukas Luwarso
12Etika|Juli 2012
KEGIATAN
dengan penyeragaman. Kitaberhimpun karena kesadaran kolektikdengan tetap menghormatiindependensi redaksi masing-masing,”tegasnya.
Margiono menanggapi positifpembentukan Forum Pemred sebagaibentuk kesadaran di tengah banyaknyapersoalan dan tantangan pers. Iamendorong Forum untuk fokus padaperbaikan kualitas, integritas danprofesionalisme wartawan.
“Kalau forum ini mampu men-jadikan pemred profesional, ke bawah(wartawan) akan semakin gampang,”katanya.
Ia tidak menganggap pembentu-kan Forum Pemred disebabkan or-ganisasi wartawan yang ada dianggaptidak berdaya. Melihat persoalan perssaat ini, menurutnya, memang perluada komunikasi di tingkat para pimpi-nan redaksi.
“Yang terpenting bagaimanaproduk jurnalistik tetap baik danbermanfaat untuk publik,” tambahnya.
Meutya Hafid mengapresiasipembentukan Forum Pemred danmenilainya sebagai bentuk kesadaranwartawan atas kekurangannya sertaberusaha melakukan pembenahan.“Langkah yang patut diapresiasi betul,”tegasnya.
Ia menambahkan, wartawansekarang sepatutnya tidak hanyabicara masalah intervensi dari luar,namun juga melihat problem internalterutama menyangkut sumber dayamanusia. Forum Pemred harus men-jadikan persoalan internal ini sebagaiprioritas kerja. ***
DEKLDEKLDEKLDEKLDEKLARASI FORUM PEMREDARASI FORUM PEMREDARASI FORUM PEMREDARASI FORUM PEMREDARASI FORUM PEMRED
Kami para pemimpin redaksi media massa Indonesia menyatakan:
Pers Indonesia adalah pers yang menjunjung tinggi prinsipindependensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, kekuatanekonomi, dan pihak-pihak lainnya. Pers Indonesia sepenuhnya diabdikanbagi kemajuan masyarakat atas dasar demokrasi, keadilan sosial,kemanusiaan, dan kesetaraan.
Oleh sebab itu, kebebasan pers adalah keniscayaan bagi tercapainyacita-cita luhur proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun pelaksanaankebebasan pers masih terus menghadapi tantangan dan hambatan dariberbagai pihak. Pembunuhan wartawan, kriminalisasi pers dan wartawan,pelecehan terhadap institusi dan profesi wartawan, dan masih rendahnyapengakuan terhadap pers merupakan fakta yang harus terus dilawan bagitercapainya misi suci pers dan kewartawanan.
Kami para pemimpin redaksi media massa Indonesia mengakuikehidupan pers dan wartawan Indonesia masih harus terus ditingkatkandari berbagai segi. Namun hal itu bukan menjadi pembenar ataskesewenang-wenangan terhadap pers. Juga bukan merupakan pembenarbagi terhambatnya peran serta pers dan wartawan Indonesia bagi kemajuanmasyarakat.
Melalui Deklarasi Forum Pemred ini, kami para Pemimpin Redaksimedia massa Indonesia menyatakan:
1. Menjunjung tinggi independensi kebijakan redaksi dari berbagaikepentingan di luar prinsip-prinsip jurnalisme.
2. Memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers bagikemajuan masyarakat.
3. Mengabdikan diri bagi kejayaan bangsa dan negara4. Melawan segala bentuk penistaan, pelecehan, dan kriminalisasi pers
dan wartawan.5. Membentuk Forum Pemimpin Redaksi atau Indonesian Chief Editors
Forum
JAKARTA, 18 JULI 2012
>> Sambungan ke hal 9
PPPPPermintaan Data dan Permintaan Data dan Permintaan Data dan Permintaan Data dan Permintaan Data dan Pengiriman Pengiriman Pengiriman Pengiriman Pengiriman Pengaduan Melalui PUSAengaduan Melalui PUSAengaduan Melalui PUSAengaduan Melalui PUSAengaduan Melalui PUSAT SMS DEWT SMS DEWT SMS DEWT SMS DEWT SMS DEWAN PERS 3030AN PERS 3030AN PERS 3030AN PERS 3030AN PERS 3030Biaya Rp1.000/SMS atau Konten (bukan dalam bentuk BERLANGGANAN)Biaya Rp1.000/SMS atau Konten (bukan dalam bentuk BERLANGGANAN)Biaya Rp1.000/SMS atau Konten (bukan dalam bentuk BERLANGGANAN)Biaya Rp1.000/SMS atau Konten (bukan dalam bentuk BERLANGGANAN)Biaya Rp1.000/SMS atau Konten (bukan dalam bentuk BERLANGGANAN)
3030*
PPPPPetunjuk Cara Mengirim etunjuk Cara Mengirim etunjuk Cara Mengirim etunjuk Cara Mengirim etunjuk Cara Mengirim SMS Data dan PSMS Data dan PSMS Data dan PSMS Data dan PSMS Data dan Pengaduanengaduanengaduanengaduanengaduan
=> Ketik “DEWANPERS” kirim ke
*: Hingga 1 Agustus 2012, baru bisa menggunakan nomor Telkomsel, 3, XL, Fren, dan Esia. Yang lain masih dalam proses.