TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46885...Asas...
Transcript of TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46885...Asas...
TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING)
YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN
MENURUT HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Arinda Yefa Pratiwi
NIM: 11150450000007
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2019 M
v
ABSTRAK
Arinda Yefa Pratiwi, NIM 11150450000007, Tindak Pidana Main Hakim
Sendiri (Eigenrichting) Yang Menyebabkan Kematian Menurut Hukum Islam
(Analisis Putusan Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb), Strata Satu (S1), Program Studi
Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 1440 H/ 2019 M, xi + 82 halaman + 1 lampiran.
Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai substansi kasus tindak pidana
main hakim sendiri (eigenrichting) yang terdapat dalam Putusan Nomor: 235/ Pid.B/
2017/ PN.Brb yang memvonis Rudiansyah dengan 1 tahun 4 bulan penjara. Skripsi ini
bertujuan untuk mengetahui tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
yang menyebabkan kematian menurut hukum Islam, serta analisis putusan hakim
terkait Putusan Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb.
Adapun penelitian ini bersifat normatif yang memuat deskripsi tentang masalah
yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Pendekatan yang dilakukan
menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan mencari data baik dalam buku,
jurnal, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun sumber
data yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa putusan Pengadilan Negeri
Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb, KUHP, KUHAP, serta dalil dalam al-Qur’an dan
hadis. Serta sumber data sekunder berupa buku atau jurnal hukum yang berkaitan
tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam memandang tindak
pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian sebagai suatu
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia. Perspektif hukum Islam terhadap Putusan
Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb tersebut menyatakan bahwasanya hukuman yang
dijatuhkan oleh hakim tidak sesuai dengan hukum Islam, karena hanya menjatuhkan
hukuman 1 tahun 4 bulan penjara. Sedangkan hukuman yang dijatuhkan oleh Islam
yaitu perbuatan tersebut termasuk pembunuhan semi sengaja yang sanksi hukumnya
adalah qishash, atau apabila dimaafkan oleh keluarga korban maka pelaku wajib
membayar diyat mughallazah kepada keluarga korban.
vi
Kata kunci : Tindak pidana, main hakim sendiri, yang menyebabkan kematian,
hukum Islam.
Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1959 sampai Tahun 2018.
vii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحيم
Puji syukur hanya kepada Allah SWT yang telah memudahkan dalam segala
urusan bagi hamba-Nya yang selalu berusaha dan berdoa untuk mencapai keberhasilan.
Dengan nikmat-Nya penulis masih bisa merasakan berbagai ilmu pengetahuan
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “TINDAK PIDANA
MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) YANG MENGAKIBATKAN
KEMATIAN MENURUT HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor: 235/
Pid.B/ 2017/ PN.Brb)”. Shalawat dan salam patut dicurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang mana telah membimbing umatnya sampai mengenal peradaban
manusia.
Penulis sangat bahagia dan bersyukur dapat menyelesaikan tugas akhir dalam
jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang ditempuh telah selesai. Serta, penulis tak lupa
untuk meminta maaf jika memang skripsi ini jauh dari kata sempurna, karena manusia
tak luput dari kesalahan dan kealpaan.
Selanjutnya dapat disadari maupun tidak, bahwa skripsi ini tidak mungkin
rampung tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa
hormat, penulis ucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Ahmad Tholabi Karlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Qosim Arsadani, M.A., dan Mohamad Mujibur Rohman, M.A., Kepala dan
Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
viii
5. Dosen pembimbing akademik Dr. H. Abd. Rahman, M.A., dan dosen pembimbing
skripsi Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., yang telah membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktunya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas yang telah memberikan
fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku dan literatur lainnya
sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi.
7. Kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Faisal Arifin dan
Ibunda Yendra Elita, S.Pd., yang tak pernah henti memberikan do’a nasihat dan
dukungan. Atas segala pengorbanannya impian penulis bisa terwujud dan dapat
menyelesaikan perkuliahan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Kepada saudara kandung penulis Alfredo Yefa Pratama, S.Hum., dan kakak ipar
Resti Faradila, S.Hum., yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan
tentunya sebagai panutan bagi diri penulis.
9. Kepada saudara sepupu penulis Dian Putri Utami, S.Psi, Yulina Wahyuningrum,
Tesi Febriani, Yustika Afrilia, Rosita Sri Rahayu, Nabila Sakinah, Ikhlasul Amal,
yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
10. Kepada kawan-kawan Hukum Pidana Islam angkatan 2015, Milati Azka, Rasifah,
Ike Nurmala Sari, Mila Istiqomah, Halimah Nurmayanti, Harist Rizwan, Achmad
Mansyur, Achmad Wasila Amin, Putra Kurnia Pratama, dan tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan kepada penulis dan berjuang
bersama dalam menyelesaikan perkuliahan.
11. Kepada kawan-kawan KKN UIN kelompok 24, Ahmad Nawawi, Indah Safitri,
Raden Setyo Hadi Prabowo, Sinta Felisia Agnes, Siti Ramadhan, M Abdullah
Zahiyyan, Susi Suswanti, Yasyifani Rachmah Dini, Citra Ayu Lestari, Dini Tri
Hastuti, Muhammad Falurrahman Amari, Aldi Maulana, Bilqist Khoiriyyah.
ix
12. Kepada HMI Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
ruang untuk berproses selama berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
13. Kepada KMM Ciputat terkhusus angkatan 2015 yang telah mengajarkan arti
persaudaraan bagi penulis dan memberi kesempatan untuk mengembangkan diri
penulis selama berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semoga amal baik mereka semua dibalas oleh Allah SWT. Sungguh hanya
Allah SWT. yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat
ganda.
Jakarta, 25 Juni 2019
Arinda Yefa Pratiwi
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI..........................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................................iv
ABSTRAK....................................................................................................................v
KATA PENGANTAR...............................................................................................vii
DAFTAR ISI................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah............................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..........................................................7
D. Tinjauan (review) Penelitian Terdahulu............................................8
E. Metode Penelitian............................................................................10
F. Sistematika Penulisan......................................................................12
BAB II TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING)
DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA
ISLAM
A. Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif
Hukum Pidana Positif......................................................................14
B. Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam........................................................................20
C. Sanksi Perbuatan Tindak Pidana Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) dalam Perspektif Hukum Pidana Positif................24
D. Sanksi Perbuatan Tindak Pidana Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) dalam Perspektif Hukum Pidana Islam..................27
xi
BAB III TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING)
YANG MENYEBABKAN KEMATIAN
A. Deskripsi Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Yang
Menyebabkan Kematian Terhadap Bahtiar.....................................40
B. Faktor Penyebab Tindak Pidana Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting)................................................................................43
C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting)................................................................................49
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.235/ Pid.B/
2017/ PN. BRB DALAM TINDAK PIDANA MAIN HAKIM
SENDIRI (EIGENRICHTING)
A. Putusan Hakim Pengadilan Negeri No.235/ Pid.B/ 2017/PN.Brb
Tentang Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)........54
B. Analisis Hukum Pidana Positif Terhadap Putusan Hakim Tentang
Tindak Pidana Main Hakim Sendiri Yang Menyebabkan Kematian
.........................................................................................................61
C. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang
Tindak Pidana Main Hakim Sendiri Yang Menyebabkan Kematian
.........................................................................................................68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................77
B. Saran...............................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................79
LAMPIRAN
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.235/ Pid.B/ 2017/ PN. BRB................83
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam hukum pidana para ahli menyebutkan secara umum sasaran yang hendak
dituju oleh hukum pidana adalah melindungi kepentingan masyarakat dan
perseorangan dari tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan akibat adanya suatu
pelanggaran oleh seseorang.1
Dalam suatu perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan
diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan
perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah dalam perbuatan itu
orang tersebut memiliki kesalahan.2
Seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih
dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasa tidak adil jika tiba-tiba seseorang
harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia sendiri tidak melakukan
tindakan tersebut.3
Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila
orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat
dalam penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk
penjatuhan pidana yaitu orang tersebut telah bersalah atau memiliki kesalahan. Orang
tersebut harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut
perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang
tersebut.4
1 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Cetakan Kedua), h. 13 2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008, Cetakan Kedelapan), h.
165 3 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Aksara Baru,
1983, Cetakan Ketiga), h. 20-23 4 Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Bahan Penyedia Bahan-Bahan Kuliah Fakultas Hukum
Undip, 1988), h. 85
2
Kesalahan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana
seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Makanya
tidak heran jika dalam hukum pidana dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen
straf zonder schuld). Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental dalam
hukum pidana, demikian fundamentalnya asas tersebut, sehingga meresap dan
menggema dalam hampir semua ajaran penting dalam hukum pidana.5
Asas praduga tak bersalah memiliki arti bahwa seseorang yang dituduh
melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan
bukti-bukti yang meyakinkan dan tidak ada unsur keraguan sedikitpun menyatakan
dengan tegas kesalahannya itu. Ini sejalan dengan kaidah ushul fiqh yaitu al-ashl
bara’ah al-dzimmah (pada dasarnya setiap orang terbebas dari berbagai tuntutan
hukum. Dalam hal ini, tampak asas praduga tak bersalah lebih dekat dengan aturan
dalam Islam bahwa seseorang tidak dibenarkan meneliti kesalahan orang lain kecuali
memang ia ditugaskan untuk melakukannya, seperti polisi, jaksa, atau hakim yang
bertugas menegakkan keadilan.6
Hukuman hanya dapat diberlakukan bagi orang yang telah terbukti bersalah dan
keputusan tersebut ditetapkan oleh hakim melalui proses pembuktian terlebih dahulu.
Sebelum proses pembuktian memberikan kejelasan status orang yang dituduh
melakukan pelanggaran, maka tetap berlaku prinsip praduga tak bersalah. Hal ini juga
tetap berlaku pada pelaku yang telah terbukti tertangkap tangan melakukan suatu tindak
pidana.7
5 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 157 6 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 18 7 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 11-14
3
Dalam Al-Qur’an disebutkan larangan berlaku dzalim kepada sesama manusia
yaitu QS. asy-Syūrā ayat 39-43:
ؤا سي ئة سي ئة م ث لها فمن عفا وٱلذين إذا أصاب هم ٱلب غى هم ينتصرون جر على ٱل و وجز ف إنه ل أصلولئك ما عليهم م ن سبيل يب ٱلظلمي ا ٱلس ولمن ٱنتصر ب عد ظلمهۦ ف بيل على ٱلذين يظلمنن إن
غنن ف ٱلرض بغي ٱلق لك لمن عزم ٱلمنر صب ر وغفر ولمن أولئك لم عذاب أليم ٱلناس وي ب إن ذ Artinya: “dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan
zalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejadian yang setimpal, tetapi
barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka
pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-
orang yang membela diri setelah dizalimi tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.
Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada
manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran, mereka itu
mendapat siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh
yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.”8
Pada kenyataannya pemberlakuan hukum tak selamanya berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Tidak jarang sekelompok orang atau masyarakat melakukan tindakan
main hakim sendiri (eigenrichting) yang belum tentu dilakukan oleh terduga tindak
pidana. Hal ini dapat terjadi karena faktor emosional masyarakat terhadap tindak
pidana yang terjadi yang meresahkan masyarakat. Banyaknya tindakan kejahatan yang
mengancam harta benda bahkan jiwa seseorang sehingga menjadikan masyarakat dapat
berperilaku mengabaikan hukum.
Tindak pidana main hakim sendiri adalah tindakan untuk melaksanakan hak
menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari
pihak lain yang berkepentingan, pelaksanaan sanksi oleh perorangan/ kelompok
sehingga akan menimbulkan kerugian. Hanya saja sanksi yang dilakukan oleh
perorangan atau kelompok sulit diukur berat ringannya, karena massa terkadang dapat
bertindak kalap dan tidak terkendali.9
8 Departemen Agama RI, al-Qur’ān dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Al Fatih, 2009) 9 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h. 3
4
Sebagaimana diketahui tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) sangat
sering terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat dengan mudah terpancing emosi
apabila terjadi suatu tindak pidana. Salah satu kasus yang terjadi pada tahun 2017 lalu
yang menimpa Bahtiar, ia menjadi korban dalam tindakan main hakim sendiri di
Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kota Kalimantan Selatan. Ia dituduh
mencuri oleh penjaga keamanan pasar dan kemudian Bahtiar menjadi sasaran
kekerasan sampai akhirnya ia meninggal dunia.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa tindakan masyarakat yang melakukan
tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) sampai menghilangkan nyawa orang lain
sudah di luar batas tindakan yang sewajarnya. Tindakan tersebut telah melanggar pasal
28 A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”10 Kemudian juga Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4 yang berbunyi,
“hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
keadaan apapun dan oleh siapapun.”
Dan pasal 33 Undang-Undang tersebut yang berbunyi, ayat 1 “Setiap orang bebas dari
penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya. Ayat 2 “Setiap orang berhak
untuk bebas dari penghilangan paksa atau penghilangan nyawa”11
Pelaku main hakim sendiri (eigenrichting) dapat dikenakan hukuman yang
terdapat dalam KUHP Pasal 170 ayat (1) yang menyebutkan, “Barang siapa dengan
terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau
barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.” Kemudian
pada ayat (2) Yang bersalah diancam butir ke-1 “dengan pidana penjara paling lama
10 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
5
tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang
digunakan mengakibatkan luka-luka.” Butir ke-2 “dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat.” Butir ke-3 “dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.” 12
Menurut hukum Islam apabila beberapa orang bersama-sama melakukan tindak
pidana maka perbuatannya disebut turut serta dalam tindak pidana atau dikenal dengan
istilah “al-isytirak”. Islam membagi dua dalam turut serta yaitu turut serta secara
langsung, orang yang turut serta disebut peserta langsung (al-syarik al-mubasyir).
Kedua turut serta secara tidak langsung (al-syarik al-mutasabbib).13
Turut serta secara langsung terjadi apabila orang yang melakukan tindak pidana
dengan nyata lebih beberapa orang. Melakukan tindak pidana tersebut bisa karena
kebetulan atau terjadi dengan tiba-tiba (tawafuq), atau tindak pidana terjadi karena
telah direncanakan bersama-sama (tamalu’).14
Upaya penanggulangan tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh. Karena tindakan main hakim sendiri
(eigenrichting) dianggap sebagai kecerobohan masyarakat dalam menghadapi suatu
tindak pidana yang terjadi. Apalagi sekedar memberikan efek jera kepada pelaku,
sedangkan sudah ada aparat penegak hukum yang bertugas menindaklanjuti hal
tersebut dan bertugas menegakkan keadilan.
Berkaitan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul: “TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING)
YANG MENYEBABKAN KEMATIAN MENURUT HUKUM ISLAM (Analisis
Putusan Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb)”.
12 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 70 13 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 68 14 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 91
6
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, masalah tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) di Indonesia dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Apa unsur-unsur dari tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang
menyebabkan kematian menurut pandangan hukum pidana positif?
b. Apa unsur-unsur dari tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang
menyebabkan kematian menurut pandangan hukum pidana Islam?
c. Bagaimana upaya hakim dalam memutuskan kasus tindak pidana main hakim
sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, yang dijadikan pokok permasalahan
adalah pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap tindak
pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian. Untuk
mempermudah penelitian pokok bahasan dalam penelitian ini adalah analisis
putusan hakim Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pandangan hukum pidana positif terhadap putusan hakim
Pengadilan Negeri Barabai tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian?
b. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap putusan hakim
Pengadilan Negeri Barabai tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian?
c. Bagaimana analisis hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap
putusan hakim Pengadilan Negeri Barabai dalam perkara Nomor: 235/ Pid.B/
2017/ PN.Brb tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang
menyebabkan kematian?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan pandangan hukum pidana positif terhadap putusan
hakim Pengadilan Negeri Barabai tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian.
b. Untuk menjelaskan pandangan hukum pidana Islam terhadap putusan hakim
Pengadilan Negeri Barabai tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian.
c. Untuk mengetahui putusan hakim Pengadilan Negeri Barabai dalam perkara
Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Secara akademis
Sebagai suatu sarana menambah ilmu pengetahuan tentang tindak pidana
main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian menurut
hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.
b. Secara praktis
Manfaat secara praktis untuk penulis, pembaca, serta masyarakat adalah
untuk membangun kesadaran tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian sehingga penegakan hukum
tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) dapat terwujud.
Serta menjadi pertimbangan bagi penegak hukum dalam memberikan
sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
yang menyebabkan kematian.
8
D. Tinjauan (review) Penelitian Terdahulu
Penulis telah menemukan beberapa judul penelitian yang sebelumnya pernah
ditulis dan berkaitan dengan skripsi yang akan diteliti saat ini. Dari beberapa penelitian
yang telah ada sebelumnya penelitian tersebut memiliki berbagai perbedaan dari segi
judul, pokok permasalahan, serta sudut pandang dengan skripsi yang akan diteliti saat
ini. Sehingga tidak ada unsur-unsur kesamaan dalam penyusunan skripsi ini. Berikut
beberapa karya ilmiah tersebut diantaranya:
- Skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Main Hakim Sendiri
Terhadap Pelaku Pencurian Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana di Indonesia
(Studi Kasus Muhammad Al Zahra Yang dituduh Mencuri Amplifier Musalla di
Babelan Bekasi)” oleh Yuniar Dwi Resty mahasiswi program S1 Fakultas Hukum
Universitas Pasundan Bandung. Dalam tulisannya ia berusaha mengkaji penyebab
perbuatan main hakim sendiri yang terjadi pada kasus Muhammad Al Zahara yang
dituduh mencuri amplifier musalla di Bekasi. Pada tulisannya hanya membahas
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku main hakim sendiri terhadap
Muhammad Al Zahra di Bekasi yang dikaji dari segi hukum pidana positif belum
ada menyinggung sama sekali pada hukum pidana Islam yang dapat dikenakan
pada pelaku tindakan main hakim sendiri.
- Jurnal yang berjudul “Penyebab Terjadinya Tindakan Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) Yang Mengakibatkan Kematian (Contoh Kasus Pembakaran
Pelaku Pencurian Motor Dengan Kekerasan di Pondok Aren Tangerang)” yang
ditulis oleh Chandro Panjaitan mahasiswa program S1 Fakultas Hukum
Universitas Tarumanegara. Dalam tulisannya ia berusaha menjelaskan mengenai
faktor penyebab tindakan main hakim sendiri yang menyebabkan kematian dari
kasus pembakaran pencurian motor dengan kekerasan di Pondok Aren Tangerang.
Akan tetapi belum menjelaskan secara terperinci sanksi pidana terhadap pelaku
tindakan main hakim sendiri perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana
Islam.
9
- Skripsi yang berjudul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindakan Main Hakim
Sendiri Studi Kasus di Kota Makassar”, skripsi Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar tahun 2015 oleh Febry Nur Naim, yang membahas tinjauan
kriminologis terhadap tindakan main hakim sendiri di Kota Makassar. Pada
tulisannya beliau menyimpulkan bahwa penyebab main hakim sendiri di Kota
Makassar bersumber dari faktor internal pada diri pelaku dan faktor eksternal yaitu
lambatnya penanganan dari penegak hukum di Kota Makassar. Namun pada
tulisannya tidak ada sama sekali menyinggung tentang sanksi hukum bagi pelaku
tindak pidana main hakim sendiri dari segi hukum positif maupun pidana Islam.
- Skripsi “Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Mengakibatkan Luka Berat dalam
Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”, yang ditulis oleh Achmad Jaelani
yaitu skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2011, yang membahas tentang kasus tindak pidana
pengeroyokan yang mengakibatkan luka berat dalam pandangan hukum Islam dan
hukum positif. Pada tulisannya pembahasan yang diteliti adalah tentang tindak
pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok pelajar yang
mengakibatkan korbannya luka-luka dan sanksi hukuman kekerasan bagi tindak
pidana pengeroyokan yaitu pidana penjara paling lama 9 tahun. Sedangkan pada
penelitian yang penulis lakukan yaitu menitikberatkan pada kasus tindakan main
hakim sendiri yang mengakibatkan kematian kepada terduga pelaku tindak pidana
pencurian disertai sanksi ancaman hukuman bagi pelaku dari sisi hukum pidana
positif dan hukum pidana Islam.
Dari tinjauan studi pustaka yang dilakukan penulis, belum ada tulisan yang
membahas secara terperinci tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
yang mengakibatkan kematian perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana
Islam. Walaupun ada beberapa pembahasan suatu kasus tindakan main hakim sendiri,
namun hal tersebut belum menyentuh pada pemaparan sebuah perbandingan hukum
lintas perspektif, yaitu perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.
10
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian dalam yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro mengemukakan bahwa
penelitian hukum normatif yang juga bisa disebut dengan penelitian hukum doktrinal
biasanya hanya dipergunakan sumber-sumber data sekunder saja, yaitu peraturan
perundang-undangan, keputusan-keputusan pengadian, teori hukum, dan pendapat para
sarjana terkemuka.15
2. Sumber Data.
Penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu menggunakan
data yang mengacu pada sumber-sumber tertulis dan literatur yang berkaitan dengan
penelitan ini. Maka untuk penelitian ini menggunakan studi pustaka sebagai upaya
dalam menemukan korelasi atau relevansi teori hukum Islam dan problematika terkait
penelitian ini.
a. Sumber primer dalam penelitian ini adalah Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Barabai Nomor 235/Pid.B/2017/PN.Brb, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
serta dalil-dalil yang terdapat di dalam al-Qur’an dan hadis.
b. Sumber sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku, jurnal, majalah,
surat kabar, hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana dalam
bidang pendidikan, dan pendapat para sarjana hukum.
15 Soejono, Abdurrahman, Metodologi Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1999), h. 56
11
3. Teknik Pengumpulan Data.
a. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum (penelitian kepustakaan atau
library research).
Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan
berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan diklasifikasi
menurut sumber dan hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif.
Secara deskriptif dilakukan mulai dari penelitian terhadap ketentuan
dalam UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berkaitan, antara lain
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Penelitian Lapangan (field research).
Penelitian lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer sebagai
data pendukung atau penjelas melengkapi studi kepustakaan. Studi
lapangan ini diperlukan untuk mendapatkan data tentang perspektif
masyarakat mengenai tindak pidana main hakim sendiri yang
menyebabkan kematian.
4. Teknik Analisis Data.
Dalam menganalisa data yang diperoleh baik bahan hukum primer maupun
sekunder dan membahas permasalahannya yang menggunakan metode kualitatif.
Analisis kualitatif ini dilakukan secara deskriptif karena penelitian ini tidak hanya
bermaksud mengungkapkan atau menggambarkan data kebijakan hukum pidana
sebagaimana adanya, tetapi juga bermaksud menggambarkan data kebijakan hukum
pidana yang diharapkan dalam undang-undang yang akan datang. Karena itu untuk
pengolahan data menyatu dengan proses pengumpulan data dalam suatu siklus, artinya
bahwa hubungan data yang satu dengan yang lain senantiasa dipertahankan baik pada
studi kepustakaan, analisis bahan kepustakaan, maupun penyusunan hasil penelitian.
12
5. Teknik Penulisan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan buku pedoman
skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis tidak melenceng
dari aturan teknik penulisan yang ada.16
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku petunjuk penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
sistematika yang terbagi ke dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa
sub-bab yang sesuai dengan pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya
sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran
yang melatar belakangi penelitian ini, yang berisikan latar belakang masalah,
identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
(review) penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan tinjauan tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam, yang
menguraikan tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) dalam hukum
pidana positif, dan tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) dalam hukum
pidana Islam. Kemudian sanksi tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
dalam hukum pidana positif, dan sanksi tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) dalam hukum pidana Islam.
16 Tim Penulis dari Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017)
13
Bab III merupakan tinjauan tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian, yang memuat tentang deskripsi tindak
pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian terhadap
Bahtiar, faktor penyebab tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting), dan upaya
penanggulangan tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting).
Bab IV merupakan analisis putusan hakim Pengadilan Negeri Barabai perkara
Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb tentang tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) yang menyebabkan kematian, yang berisikan tentang putusan hakim
Pengadilan Negeri Barabai pada perkara Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN. Brb
tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting), analisis hukum pidana positif
terhadap putusan hakim tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang
menyebabkan kematian, dan analisis hukum pidana Islam terhadap putusan hakim
tentang tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan kematian.
Bab V yang merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran. Dalam
bab ini disajikan pokok-pokok hasil penelitian dalam suatu kesimpulan dan saran
terkait kegunaan penelitian untuk kedepannya.
14
BAB II
TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) DALAM
HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif Hukum
Pidana Positif
Terlebih dahulu penulis akan mengemukakan definisi tindak pidana menurut
beberapa ahli sebagai berikut:
1. Vos mengatakan tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang oleh
peraturan undang-undang diberi pidana, jadi kelakuan manusia yang pada
umumnya dilarang dan diancam dengan pidana.1
2. R. Tresna mengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian
perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau aturan
undang-undang lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan hukum.2
3. Moeljatno mengatakan tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.3
4. Simons mengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan:4
a. Oleh hukum diancam dengan pidana.
b. Bertentangan dengan hukum.
c. Dilakukan oleh seseorang yang bersalah.
d. Orang itu boleh dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya.
5. Roeslan Saleh mengatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan
hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang.5
1 E. Utrecht, Hukum Pidana I: Suatu Pengantar Hukum Pidana untuk Tingkat Pelajaran Sarjana
Muda Hukum, Suatu Pelajaran Umum, (Bandung: PT Penerbit Universitas, 1965), h. 253 2 R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Tiara, 1959), h. 27 3 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008, Cetakan Kedelapan), h. 59 4 E. Utrecht, Hukum Pidana I: Suatu Pengantar Hukum Pidana untuk Tingkat Pelajaran Sarjana
Muda Hukum, Suatu Pelajaran Umum, h. 255 5 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Dasar dalam Hukum
Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1981), h. 13
15
6. Marshall mengatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur
hukum yang berlaku.6
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga
dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancam pidana.7
Unsur-unsur perbuatan pidana, pertama perbuatan itu berwujud suatu kelakuan,
baik aktif maupun pasif yang berakibat pada timbulnya suatu hal atau keadaan yang
dilarang oleh hukum. Kedua, kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus bersifat
melawan hukum baik dalam pengertiannya yang formil maupun yang materiil.8
Menurut Simons, menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari
tindak pidana yaitu 1) unsur objektif yaitu adanya perbuatan, 2) unsur subjektif yaitu
orang yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan. Perbuatan tersebut harus
memiliki kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan
atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.9
Dalam hal ini unsur-unsur dalam tindak pidana tersebut disesuaikan dan jika
ternyata sudah cocok maka dapat ditentukan bahwa “peristiwa” itu merupakan suatu
tindak pidana yang telah terjadi yang (dapat) dipertanggungjawabkan pidananya,
kepada subjeknya. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau lebih tegas tidak
terbukti, maka harus disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi.10
6 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 89 7 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 76 8 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 100 9 Ismu Gunadi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), h. 40 10 Leden Marpaung, Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 7
16
Sedangkan pengertian Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
orang yang mengadili perkara, dan main hakim sendiri adalah perbuatan sewenang-
wenang terhadap orang yang dianggap bersalah.11
Tindak pidana main hakim sendiri merupakan terjemahan dari istilah Belanda
yaitu “Eigenrichting” yang mempunyai arti tindakan main hakim sendiri, mengambil
hak tanpa mengindahkan hukum, tanpa sepengetahuan pemerintah dan tanpa
penggunaan alat kekuasaan pemerintah. Perbuatan main hakim sendiri berkaitan
dengan pelanggaran hak-hak orang lain dan tidak diperbolehkan perbuatan ini karena
mengindikasikan rendahnya kesadaran terhadap hukum.12
Menurut Sudikno Mertokusumo tindak pidana main hakim sendiri adalah
tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat
sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, pelaksanaan
sanksi oleh perorangan/ kelompok sehingga akan menimbulkan kerugian. Hanya saja
sanksi yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok sulit diukur berat ringannya,
karena massa terkadang dapat bertindak kalap dan tidak terkendali.13
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa main hakim sendiri adalah perbuatan
yang dilakukan seseorang atau kelompok secara sewenang-wenang terhadap orang
yang dianggap bersalah sebagai perbuatan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Di
samping itu, tindakan main hakim sendiri dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang
atau kelompok yang mempermainkan hukum dengan cara melakukan kekerasan
kepada orang lain yang bertentangan dengan tatanan hukum yang berlaku.
11 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h.99 12 Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 167 13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h. 3
17
Jika melihat pada unsur-unsur perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting)
yang dilakukan secara sengaja, mengakibatkan luka atau cidera pada badan orang lain,
bahkan sampai menyebabkan kematian atau hilangnya nyawa seseorang. Maka
perbuatan tindak pidana main hakim sendiri terdapat dalam KUHP sebagai berikut:
- Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) butir ke-2 dan butir ke-3 KUHP.
Pada ayat (1) “Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan”.
Pada ayat (2) butir 2 “dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika
kekerasan mengakibatkan luka berat” dan butir 3 “dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut”.
- Pasal 338 KUHP yaitu kejahatan terhadap nyawa.
“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Kemudian dalam KUHP Bab XX Tentang Penganiayaan. Klasifikasi tindakan
penganiayaan dalam KUHP sebagai berikut: 14
- Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP).
Pada ayat (1) menjelaskan tentang penganiayaan biasa yang tidak dapat
menimbulkan luka berat atau kematian.
Pada ayat (2) menjelaskan tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
Pada ayat (3) menjelaskan tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Pada ayat (4) menjelaskan tentang penganiayaan dengan sengaja merusak
kesehatan orang lain.
Pada ayat (5) percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
14 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 137-139
18
- Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP).
Pada ayat (1) dijelaskan penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan
kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam penganiayaan ini adalah bukan berupa
penganiayaan berencana, bukan penganiayaan yang dilakukan kepada
ibu/bapaknya yang sah, istri atau anaknya, terhadap pegawai negeri yang sedang
menjalankan tugasnya, dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum, tidak menimbulkan penyakit, halangan
untuk melakukan pekerjaan.
- Penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP).
Pada ayat (1) penganiayaan berencana yang tidak mengakibatkan luka berat atau
kematian.
Pada ayat (2) penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka-luka berat.
Pada ayat (3) penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian.
Pada penganiayaan berencana sudah direncanakan terlebih dahulu sebelum
perbuatan tersebut dilakukan.
- Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP).
Unsur-unsur dalam penganiayaan berat adalah kesalahan yang disengaja,
perbuatan melukai berat, objeknya adalah tubuh orang lain, akibat yang
ditimbulkan berupa luka berat atau kematian.
- Penganiayaan berat berencana (Pasal 355 KUHP).
Pada ayat (1) penganiayaan berat direncanakan terlebih dahulu.
Pada ayat (2) perbuatan itu mengakibatkan kematian.
- Penganiayaan memberatkan hukuman (Pasal 356 KUHP).
Pidana Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah sepertiga yaitu bagi yang
melakukan kejahatan itu terhadap ibu/bapaknya, istrinya atau anaknya, jika
kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri ketika atau karena
19
menjalankan tugasnya yang sah, jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan
bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
- Penganiayaan dengan hukuman tambahan (Pasal 357 KUHP).
Pada waktu menjatuhkan hukuman terdapat kejahatan yang diterangkan dalam
Pasal 353 dan 355 KUHP dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasar pasal 35 yaitu
hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak memasuki
Angkatan Bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan berdasarkan
aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat hukum atau pengurus penetapan
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu
pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri.
- Pasal turut serta dalam penyerangan atau perkelahian (Pasal 358 KUHP).
Unsur-unsur yang terdapat dalam penyerangan atau perkelahian yaitu unsur
objektif berupa perbuatan penyerangan atau perkelahian, dimana melibatkan
beberapa orang, dan akibat luka berat dalam ayat (1) atau mengakibatkan kematian
dalam ayat (2) sedangkan unsur subjektif adalah perbuatan dilakukan dengan
sengaja.15
Kemudian tindak pidana main hakim sendiri yang mengakibatkan kematian
telah melanggar hak hidup seseorang yang mana terdapat dalam pasal 4 Undang-
Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi dan pasal 33 ayat (1) Undang-
Undang tersebut yang berbunyi: “Setiap orang bebas dari penyiksaan, penghukuman,
atau perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaannya”16
15 Ismu Gunadi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group,
2009), h. 97-103 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
20
B. Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif Hukum
Pidana Islam
Dalam hukum pidana Islam istilah tindak pidana biasa disebut dengan kata
jarimah, yang berarti tindak pidana. Kata lain yang digunakan untuk tindak pidana
istilah jarimah ialah jinayah. Hanya di kalangan fuqaha istilah jarimah pada
umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh syara’ baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan jinayah pada
umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran mengenai jiwa atau
anggota badan, seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu.17
Dalam bukunya Imaning Yusuf, al-Jurjani mendefinisikan jinayah sebagai berikut:
ا كل فعل محظور ي حتحضحمن ضحرحرا عحلحى الن فس أحو غحيهح “Semua perbuatan yang dilarang yang mengandung mudharat terhadap nyawa atau
selain nyawa.”18
Abdul Qadir Audah, jinayah adalah sebagai berikut:
ر ذحالك اسم لفعل محرم شحرعا,سحوحاء وحقحعح الفعل عحلحى ن حفس أحو محال احو غحي “Nama bagi sebuah tindakan yang diharamkan secara syara’, baik tindakan itu
terjadi pada nyawa, harta, maupun hal-hal lain.”19
Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili, jinayah adalah kejahatan secara
mutlak berupa pelanggaran yang ditujukan atas nyawa atau tubuh manusia, yaitu
pembunuhan, pelukaan, dan pemukulan.20 Kemudian Sayyid Sabiq, jinayah adalah
setiap tindakan yang diharamkan, tindakan yang diharamkan ini adalah setiap
tindakan yang diancam dan dilarang oleh syar’i atau Allah dan Rasulullah karena di
dalamnya terdapat aspek kemudharatan yang mengancam agama, nyawa, akal,
kehormatan, dan harta.21
17 Imaning Yusuf, Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam, (Palembang: Rafah Press, 2009), h. 26 18 Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-Ta’rῑfāt, (Beirut: Dār al-Kutub al-Arabi, 1999), h. 79 19 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jina’ῑ al-Islāmῑ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994), h.
67 20 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, (Beirut: Dār al-Fikri, 1997), h. 5611 21 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dār al-Fikri, 1980), h. 422
21
Maka dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah tindakan atau
perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik manusia serta berpotensi
menimbulkan kerugian pada harga diri atau harga kekayaan maka perbuatan tersebut
diharamkan untuk dilakukan, bahkan pelakunya harus dikenai sanksi hukum di dunia
dan di akhirat sebagai hukuman Tuhan.22
Dalam hukum Islam setiap tindak pidana memiliki unsur-unsur tertentu
apabila seseorang telah memenuhi syarat yang dimaksud dalam perbuatan (tindak)
pidana, maka seseorang tersebut telah dianggap melakukan tindak pidana dan wajib
mendapatkan perlakuan hukum sesuai dengan jenis tindak pidana yang
dilakukannya.23
Dilihat dari unsur-unsur tindak pidana terbagi atas tiga yaitu unsur formil (al-
rukn al-syar’ῑ), unsur materiil (al-rukn al-mādῑ), dan unsur moril (al-rukn al-adabῑ).
1. Unsur formil (al-rukn al-syar’ῑ) ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana jika ada undang-
undang yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku
tindak pidana.
2. Unsur materiil (al-rukn al-mādῑ) ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan
suatu tindak pidana.
3. Unsur moril (al-rukn al-adabῑ) ialah unsur yang menyatakan bahwa seseorang
dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur, atau sedang
berada di bawah ancaman.24
22 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 2-3 23 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 527 24 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarῑmah wa al-Uqūbah fi Fiqh al-Islāmῑ, (Kairo: Dār al-Fikri al-
Arabi, 1998), h. 111
22
Tindak pidana memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Sasaran dari tindak pidana adalah jiwa atau integritas tubuh manusia, baik
sengaja maupun tidak sengaja.
2. Jenisnya telah ditentukan, yaitu pembunuhan dalam segala bentuknya dan
penganiayaan dalam segala tipenya, baik sengaja maupun tidak sengaja.
3. Tidak diperkenankan adanya keraguan dalam menjatuhkan sanksi.
4. Hukumannya berupa memberikan penderitaan yang seimbang dari bahaya
jiwa atau tubuh terhadap orang yang melakukan oleh korban atau keluarganya.
5. Hukuman telah ditetapkan, yaitu qishash dan diyat.25
Secara garis besar tindak pidana terbagi menjadi dua kategori:
1. Tindak pidana terhadap jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan
menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja.
2. Tindak pidana terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang
dengan merusak salah satu organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya,
baik sengaja maupun tidak sengaja.26
Tindak pidana dalam perspektif fiqh jinayah dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Tindak pidana pembunuhan yang disengaja manakala memenuhi syarat tindak
pidana pembunuhan yang disengaja. Syarat dari pembunuhan yang disengaja
adalah korban yang dibunuh merupakan manusia yang hidup. Kematian
adalah hasil dari perbuatan pelaku dan pelaku menghendaki terjadinya
kematian.
2. Tindak pidana pembunuhan yang tidak sengaja manakala memenuhi syarat
tindak pidana pembunuhan yang tidak sengaja adalah korban manusia, adanya
perbuatan, dan kematian adalah akibat perbuatannya.
25 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), h. 45-46 26 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 45
23
3. Tindak pidana pembunuhan karena kesalahan manakala pembunuhan tersebut
tidak ada unsur kesengajaan perbuatan dan semata-mata karena faktor
kelalaian dari pelaku. Unsur-unsur dari tindak pidana pembunuhan karena
kesalahan adalah adanya korban manusia, adanya perbuatan yang
mengakibatkan matinya korban, perbuatan tersebut terjadi karena kekeliruan,
dan ada hubungan sebab akibat antara kekeliruan dengan kematian.
4. Tindak pidana atas selain jiwa atau penganiayaan yang disengaja manakala
tindak pidana ini dilakukan dan ditunjukkan dengan sengaja dan dimaksudkan
untuk mengakibatkan luka pada tubuh korban.
5. Tindak pidana atas selain jiwa atau penganiayaan yang tidak disengaja
manakala tindak pidana ini dilakukan dan ditunjukkan dengan sengaja namun
tidak dimaksudkan untuk mengakibatkan luka pada tubuh korban.
Tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang menyebabkan
kematian dalam hukum Islam sama halnya dengan pembunuhan semi sengaja dan
penganiayaan. Masalah sengaja dan tidak sengaja berkaitan erat dengan niat pelaku.
Ciri khusus dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya unsur kesengajaan dan
ketidaksengajaan. Unsur sengaja dapat ditemui pada kesengajaan tindakan pelakunya
untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang ditujukan pada orang lain atau
korbannya, tetapi tidak berniat membunuh. Sedangkan unsur ketidaksengajaan dapat
dilihat dari tidak adanya niat atau kehendak pelaku untuk membunuh orang lain atau
korbannya, tetapi orang itu meninggal dunia.27 Dan hukuman yang pantas bagi pelaku
dalam hukum Islam adalah berupa qishash dan diyat.28
27 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 48-49 28 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004), h. 135
24
C. Sanksi Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif
Hukum Pidana Positif
Perilaku tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) bisa terjadi karena
berbagai alasan. Budaya ini timbul karena masyarakat merasa benar dan berhak
menghukum siapa saja yang melakukan pelanggaran yang terjadi di sekitarnya.
Dengan itu masyarakat juga merasa berhak mengadili dan memperlakukan pihak
yang bersalah dengan perlakuan tak sewajarnya.
Hukuman hanya dapat diberlakukan bagi orang yang telah terbukti bersalah
dan keputusan tersebut ditetapkan oleh hakim melalui proses pembuktian terlebih
dahulu. Sebelum proses memberikan kejelasan status orang yang dituduh melakukan
pelanggaran, maka tetap berlaku prinsip praduga tak bersalah. Hal ini juga tetap
berlaku pada pelaku yang telah terbukti tertangkap tangan melakukan suatu tindak
pidana.29
Perilaku ini juga bisa timbul karena ketakutan masyarakat terhadap perangkat
hukum. Masyarakat merasa bahwa hukuman para penegak hukum tidak sesuai
dengan apa yang diperbuat pelaku. Atau bisa jadi perangkat hukum dinilai terlalu
lamban dalam memproses suatu tindak kejahatan. Lalu akibatnya, masyarakat
memilih main hakim sendiri dan memberikan kepada pelaku hukuman yang setara
terhadap pelaku sesuai pandangan mereka.
Di samping itu, perlakuan ini juga bisa timbul karena seseorang merasa
haknya ditekan atau diambil sehingga ia harus melakukan pembalasan kepada pelaku,
setimpal dengan hak yang diambil darinya. Pelaku bisa diperlakukan lebih buruk dari
yang sewajarnya dilakukan, bahkan sampai terjadinya pembunuhan.
Sepantasnya kita sebagai manusia menghargai hak hidup orang lain sebagai
mana Pasal Undang-Undang 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk hidup
dan berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Negara kita adalah
negara hukum, budaya main hakim sendiri tidak pantas dilakukan bahkan sampai
29 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 11
25
mnghilangkan nyawa orang lain. Tidak hanya korban yang dirugikan, pelaku main
hakim sendiri pun dapat terjerat pasal pidana.
Tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan di mata hukum, korban dapat
melaporkan kepada kepolisian apabila terjadi tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) pada dirinya berkaitan dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan,
Pasal 351 tentang penganiayaan, dan Pasal 406 tentang pengrusakan apabila ada
benda yang dirusak akibat tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting).
Namun jika pelaku sudah menyadari kesalahannya dan korban tidak
mempermasalahkannya, maka bisa dilakukan secara kekeluargaan atau berdamai.
Penyelesaian secara kekeluargaan bisa dilakukan jika kasusnya memang tidak sampai
mencuat, apalagi korbannya sampai terluka parah atau meninggal dunia. Oleh karena
korban atau keluarga korban memaafkan pelaku tersebut, sehingga pelaku tidak
sampai dilaporkan kepada kepolisian dan kedua pihak sepakat untuk berdamai.
Banyak orang menempuh jalur hukum untuk memberikan efek jera kepada pelaku
kejahatan.
Sebagai warga masyarakat yang dilindungi hukum, sudah sepatutnya segala
permasalahan yang melanggar hukum kita serahkan kepada aparat penegak keadilan
sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Seseorang tidak mempunyai hak melakukan
main hakim sendiri apalagi hingga menimbulkan hilangnya nyawa secara tidak
manusiawi.
Bilamana melihat kepada fakta hukum atas tindak pidana main hakim
sendiri (eigenrichting) yang mengakibatkan kematian, maka perbuatan tersebut
diklasifikasi sebagai suatu tindak pidana yang ancaman hukumannya sebagai
berikut:
1. Pasal 170 ayat (1) KUHP
Pada ayat (1) “Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.”
26
Pada ayat (2) butir 2 “dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika
kekerasan mengakibatkan luka berat” dan butir 3 “dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut”. 30
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut:
a. Barang siapa, menunjukkan pelaku.
b. Dengan terang-terangan, berarti di muka khalayak ramai atau publik.
c. Dan dengan tenaga bersama, berarti menggunakan kekuatan fisik yang
dilakukan lebih dari dua orang.
d. Menggunakan kekerasan, berarti mempergunakan tenaga, kekuatan fisik
secara tidak sah (memukul, menendang, menginjak, dan sebagainya).
e. Terhadap orang atau barang, dalam hal ini terhadap korban.
f. Terdapat ancaman pidana.
2. Pasal 338 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. 31
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut:
a. Barang siapa (pelaku).
b. Sengaja (dolus), mengetahui dan menghendaki akibat perbuatannya.
c. Merampas nyawa orang lain (berupa menusuk, membakar, memukul).
d. Mengakibatkan kematian.
e. Adanya ancaman pidana.
3. Pasal 351 KUHP yaitu Bab XX Tentang Penganiayaan
Pada ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pada ayat (3) Jika mengakibatkan maut, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun. 32
30 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 70 31 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 134 32 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 137
27
4. Pasal 354 KUHP
Pada ayat (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Pada ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. 33
Ketentuan pidana sebagaimana termuat dalam pasal di atas kita cermati
penjelasan mengenai tindakan apa saja yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok di
luar aturan undang-undang/ main hakim sendiri, maka dapat dikenakan pasal tentang
kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, namun hal yang harus
dicermati lagi kekerasan yang dilakukan oleh massa tidak mungkin untuk
menghukum seluruh peserta dalam tindakan anarkis tersebut, tetapi paling tidak
bagaimana upaya yang ditempuh untuk menemukan siapa yang menjadi otak
penggerak dari suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh massa.34
D. Sanksi Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam
Tujuan hukum dibuat untuk dapat mengatur pergaulan hidup manusia secara
damai. Perdamaian di antara manusia oleh hukum yakni dengan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia seperti kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta
denda dan sebagainya terhadap yang merugikannya.35 Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berperilaku sesuai dengan tatanan moral yang mana sesuai dengan
yang diajarkan oleh al-Qur’an dan hadis. Manusia memerlukan tatanan hidup demi
33 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 138 34 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek
Hukum Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, (Jakarta:
Ikatan Hakim Indonesia, 2011), h. 66 35 L.J. Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pranindya Paramita, 1990), h. 10-11
28
kesejahteraan kehidupannya. Apabila penataan itu tidak ada atau tidak berjalan
maksimal maka akan terjadi kerusakan yang tentu merugikan manusia itu sendiri.36
Islam sangat menghormati Hak Asasi Manusia, hal tersebut terlihat dari
adanya hukum dalam lingkup Islam yang mengatur mengenai hukuman bagi orang
yang melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain. Ketika melaksanakan
hukuman, tidak serta merta pelaku tindak pidana dihukum di tempat ia tertangkap,
hukum pidana Islam mempunyai ketentuan yang menegaskan adanya penghormatan
terhadap hak keadilan bagi pelaku tindak pidana. Ketentuan tersebut merupakan
kewenangan pengadilan atau qadli yang dilakukan oleh keputusan seorang hakim.
Dengan adanya proses yang sesuai dengan ketentuan syara’ diharapkan akan
diperoleh hukum yang benar-benar adil bagi pelaku tindak pidana maupun korban.
Hukum dalam ajaran Islam memiliki dua tujuan, yakni tujuan pencegahan dan
tujuan pendidikan. Maksud dari tujuan pencegahan adalah bahwa hukuman
diberlakukan untuk menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak meniru melakukan
tindakan melanggar hukum setelah melihat bentuk dari hukuman tersebut. Sedangkan
maksud dari tujuan pendidikan adalah bahwa hukuman yang diberikan ditujukan agar
orang yang telah terbukti melakukan pelanggaran menjadi jera dan mau menjadi baik
setelah adanya hukuman yang dijalani.37
Dari penjelasan tujuan penjatuhan hukuman di atas, tidak berarti hukuman
dapat diberlakukan secara sembarangan, baik bentuk maupun pihak yang
memutuskan hukuman. Sebagaimana dijelaskan, hukuman hanya dapat diberlakukan
bagi orang yang telah terbukti bersalah dan keputusan tersebut ditetapkan oleh hakim
melalui proses pembuktian terlebih dahulu. Sebelum proses pembuktian memberikan
kejelasan status orang yang dituduh melakukan pelanggaran, maka tetap berlaku
36 Achmad Jaelani, “Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Mengakibatkan Luka Berat Dalam
Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 2 37 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), h. 255
29
prinsip praduga tak bersalah. Hal ini juga tetap berlaku pada pelaku yang telah
terbukti tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana.38
Tindak pidana terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan
menghilangkan nyawa merupakan hal yang sangat dilarang oleh Allah SWT. Apalagi
tindakan tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh adalah
seorang mukmin, maka Allah memberi ancaman berupa azab yang besar, yaitu siksa
api neraka jahannam bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman dalam QS. an-Nisā’ ayat 93:
عحلحيه وحلحعحنحه وحاحعحد الدا في هحا وحغحضبح الله دا فحجحزحاؤه جحهح نم خح عحظيماوحمحن ي قتل مؤمنا مت حعحم ا ح لحه عحArtinya: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
Dikutip dari bukunya M. Nurul Irfan, didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili
tindak pidana merupakan kejahatan secara mutlak berupa pelanggaran yang ditujukan
atas nyawa atau tubuh manusia yaitu pembunuhan, pelukaan, dan pemukulan, maka
hukuman yang sesuai dalam hukum Islam yaitu hukuman qishash atau diyat.39
Qishash secara bahasa berasal dari kata qasha-yaqushu-qishashan yang
berarti mengikuti dan menelusuri jejak kaki.40 Secara terminologi dikemukakan oleh
al-Jurjani, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis
seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.41
Sedangkan menurut Muhammad Abu Zahrah, qishash adalah memberikan
hukuman kepada pelaku perbuatan persis seperti apa yang dilakukan terhadap
korban.42
38 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 14 39 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, (Beirut: Dār al-Fikri, 1997), h. 5611 40 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 4 41 Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-Ta’rῑfāt, (Jakarta: Dār Al-Hikmah, 1999), h. 176 42 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarῑmah wa al-Uqūbah fi Fiqh al-Islāmῑ, (Kairo: Dār al-Fikri al-
Arabi, 1998), h. 106
30
Ketentuan qishash terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 178-179:
ينح آمحنوا كتبح عحلحيكم ا ال لعحبد وحالنثح يح أحي هح لر وحالعحبد لحى الر لنثحىه فحمحن عف القصحاص ف القحت ىه لكح تحفيف من ربكم وحرححح عروف وحأحدحاء إلحيه بحسحان ذحه لمح ن اعتحدح لحه من أحخيه شح ء فحاتبحاع ىه ب حعدح ة فحمح
يحاة اب أحليم وحلحكم ف القصحاص حح ح لكح ف حلحه عح الحلبحاب لحعحلكم ت حت قونح يح هأول ذحه Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (melaksanakan)
qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.
Tetapi barang siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia
mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat kepadanya dengan baik pula. Yang
demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui
batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. Dan dalam qishash
itu ada jaminan kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu
bertakwa.”
Dan dalam QS. al-Maidah ayat 45
لذ لحنف وحالذنح لعحي وحالحنفح لن فس وحالعحيح نحا عحلحيهم فيهحا أحن الن فسح ت حب ن ن وحكح لس ن وحالسفحأولحهئكح هم الظالمونح لح الل وحالروحح قصحاص فحمحن تحصحدقح به ف حهوح كحفارحة له وحمحن ل يحكم بحا أحنزح
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas)
dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya (balasan yang sama).
Barangsiapa melepaskan (hak qishashnya) maka itu menjadi penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itulah orang-orang zalim.”
Turunnya ayat tentang qishash dilatarbelakangi oleh perintah Allah untuk
menghormati nyawa manusia. Atau larangan untuk tindakan yang tidak menghormati
nyawa manusia. Karena memelihara nyawa manusia merupakan salah satu tujuan
utama dari lima tujuan syari’at yang diturunkan oleh Allah SWT. Bahkan memelihara
nyawa menempati tempat kedua dari kelima hal itu, yakni:
1. Memelihara agama.
2. Memelihara nyawa.
3. Memelihara akal.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan.
31
5. Memelihara harta benda.43
Dalam pelaksanaan hukuman qishash bagi pelaku tindak pidana digolongkan
kepada lima macam, pertama pembunuhan dengan sengaja (al-qatl bi al-‘amd), kedua
pembunuhan semi sengaja (al-qatl bi shibh al-‘amd), ketiga pembunuhan karena
kesalahan (al-qatl bi al-khata’), keempat tindak pidana atas selain jiwa dengan
sengaja atau disebut juga pelukaan dengan sengaja (al-qatl alā mādun an-nafs bi al-
‘amd), dan kelima tindak pidana kepada selain jiwa atau pelukaan secara tidak
sengaja (al-qatl ‘alā mādun an-nafs bi al-khatā’).44
a. Pembunuhan sengaja, yaitu dimana pelaku perbuatan tersebut sengaja
melakukan suatu perbuatan dan ia menghendaki akibat dari perbuatannya,
yaitu matinya orang yang menjadi korban. Sebagai indikator dari kesengajaan
untuk membunuh tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan. Dalam hal
ini alat yang digunakan untuk membunuh korban adalah alat yang lumrahnya
dapat mematikan korban, seperti senjata api, senjata tajam, dan lain
sebagainya.45
b. Kedua, pembunuhan menyerupai sengaja, menurut Hanafiyah, adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan tongkat, batu,
cambuk, tangan, atau benda lain yang mengakibatkan kematian. Akan tetapi
dalam pembunuhan menyerupai sengaja ada kekeliruan terlihat dari ketiadaan
niat untuk membunuh. 46 Sementara itu Imam Syafi’i berpendapat bahwa
pembunuhan semi sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dalam
pemukulannya, dan keliru dalam pembunuhannya. Artinya pemukulan yang
dilakukan terhadap seseorang (korban) tidak untuk membunuhnya, akan tetapi
pukulan pelaku tersebut dapat mematikan korban. 47 Perbedaan hukum
43 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek, dan Tantangan
dalam Menepis Citra Negatif Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 90 44 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 79 45 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 405 46 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 77 47 Ibnu Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihāyah al-Muqtasid, (Mesir: Dār al-Ihya al-Kutub al-
Arabiyyah, 2012), h. 510
32
konvensional dengan hukum Islam, jika pada hukum konvensional tidak
mengenal adanya pembunuhan semi sengaja. Maka dalam hukum pidana
Islam, pemukulan atau kekerasan yang mengakibatkan kematian tersebut
dikategorikan sebagai pembunuhan seperti disengaja atau semi sengaja.
Karena istilah pembunuhan semi sengaja termasuk di dalamnya kematian
yang diakibatkan oleh memukul, melukai, meracuni, menenggelamkan,
membakar, dan semua pembunuhan dimana pelaku tidak berniat untuk
membunuh tapi bermaksud menyakiti.48
c. Ketiga, pembunuhan karena kesalahan, menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan
karena kesalahan apabila seorang mukallaf melakukan perbuatan yang
diperbolehkan untuk dikerjakan seperti menembak binatang buruan atau
membidik suatu sasaran, tetapi kemudian mengenai orang yang dijamin
keselamatannya dan membunuhnya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
pembunuhan karena kesalahan sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk
melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana terjadi karena kurang
kehati-hatian atau karena kelalaian dari pelaku.49 Menurut Abdurrahman Al
Maliki, pembunuhan tidak sengaja terdapat dua bentuk. Pertama, pelaku
melakukan perbuatan yang ia sendiri tidak bermaksud menimpakan perbuatan
itu kepada pihak yang terbunuh, tetapi menimpa orang tersebut dan
membunuhnya. Misalnya, seseorang memundurkan mobil dan ternyata
menabrak orang lain yang ada di belakang mobil, kemudian orang yang
tertabrak itu mati. Kedua, pelaku membunuh seseorang di negeri kafir yang ia
menyangka orang yang dibunuhnya adalah seorang kafir harby (orang kafir
yang terang-terangan memusuhi kaum muslimin maka diperbolehkan
48 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 255 49 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, ( Beirut: Daar Al-Fikri, 1980), h. 438
33
membunuhnya), tetapi ternyata orang yang ia bunuh adalah seorang muslim,
tetapi menyembunyikan keIslamannya.50
d. Keempat, kejahatan tindak pidana atas selain jiwa atau penganiayaan atau
pelukaan terhadap anggota tubuh (al-jirah) tetapi tidak sampai mengakibatkan
kematian51 Jirah merupakan luka yang terjadi di selain wajah atau kepala
misalnya luka yang menembus perut, luka yang membuat tulang rusuk patah,
lengan, betis, tulang pergelangan tangan.
Sedangkan pada penganiayaan disengaja, para fuqaha membaginya menjadi
lima macam:52
1) memisahkan anggota badan atau yang sejenisnya. Yang dimaksud
memisahkan anggota badan adalah memotong anggota badan dan sesuatu
yang mempunyai manfaat serupa. Termasuk dalam bagian ini adalah
memotong tangan, kaki, jari, hidung, penis, dua buah pelir (testis),
telinga, bibir, mencungkil mata, memotong pelupuk mata, mencabut gigi
dan memecahkannya.
2) menghilangkan manfaat anggota badan tetapi anggota badannya tetap
ada. Artinya menghilangkan manfaat anggota badan dengan masih tetap
ada anggota badannya. Contohnya menghilangkan pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasa, kemampuan berbicara.
3) melukai kepala dan muka atau syijjaj adalah melukai kepala dan muka
secara khusus dan Abu Hanifah membaginya kepada sebelas jenis:53
a. Al-khārisah yaitu luka yang merobek kulit dan tidak menimbulkan
pendarahan
50 Abdurrahman al-Malik, Sistem Sanksi dalam Islam, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2002),
h. 159 51 Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, A’lam al-Muwaqqi’ῑn Min Rabb al‘Ālamῑn, (Beirut: Dār al-Fikri,
1985), h. 85 52 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 205 53 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 11-12
34
b. Al-dāmi’ah yaitu luka yang menimbulkan pendarahan tetapi tidak
sampai mengalir seperti air mata
c. Al-dāmiyyah yaitu luka yang mengalirkan darah
d. Al-bāḏi’ah yaitu luka yang memotong daging
e. Al-mutalāhamah yaitu luka yang menghilangkan daging lebih
banyak daripada daging yang hilang pada al badi’ah
f. Al-samẖāq yaitu luka yang memotong daging dan menampakkan
lapisan tipis antara daging dan tulang
g. Al-muḏiẖah yaitu luka yang memotong kulit yang melindungi tulang
dan menampakkan tulang walaupun hanya seujung jarum.
h. Al-hasyimah yaitu luka yang memecahkan tulang
i. Al-manqalah yaitu luka dengan pindahnya tulang setelah pecah
j. Al-Āmah yaitu luka yang menembus tulang (tempurung) kepala, yaitu
lapisan kepala tulang dan di atas otak.
k. Al-dāmighah yaitu luka yang menembus lapisan (di bawah tulang)
sampai ke otak.
4) melukai selain kepala dan muka. Yang dimaksud disini yaitu luka pada
badan misalnya dada, perut, punggung, lambung.
5) melukai yang tidak termasuk kedalam empat jenis sebelumnya, termasuk
kedalamnya semua bentuk penganiayaan yang tidak meninggalkan bekas
maupun meninggalkan bekas.
Ketentuan dalam pelaksanaan qishash bahwa tidak semua perkara
pembunuhan dapat dijatuhi qishash. Qishash hanya bisa dilaksanakan apabila
memenuhi syarat-syarat berikut ini:54
54 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, (Jakarta: Darul Falah, Cetakan Keenam,
2003), h. 677-678
35
1. Pihak yang dibunuh adalah orang yang darahnya terlindungi. Jika korban
pembunuhan adalah pezina muhshan (telah menikah), atau orang murtad, atau
orang kafir, maka tidak ada qishash di dalamnya.
2. Pembunuh adalah orang mukallaf (telah balig dan berakal). Jika anak kecil
atau orang gila, maka tidak ada qishash baginya.
3. Orang yang dibunuh dan pembunuhnya adalah setara dalam agama,
kemerdekaan, dan perbudakan, karena orang muslim tidak boleh dibunuh
dengan alasan telah membunuh orang kafir, dan orang merdeka tidak boleh
dibunuh dengan alasan telah membunuh budak.
4. Pembunuh itu bukan ayah dari orang yang terbunuh, atau bukan ibunya, atau
bukan kakek/neneknya.
Kemudian pemilik hak qishash tidak dapat memperoleh haknya dalam
qishash kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat berikut ini:55
1. Pemilik qishash tersebut mukallaf. Jika ia anak kecil, maka pembunuh ditahan
sampai anak kecil pemilik hak qishash tersebut mencapai usia baligh. Jika ia
orang gila, maka pembunuh ditahan sampai ia sembuh dari gilanya.
2. Semua pemilik darah sepakat meminta qishash. Jika ada sebagian dari mereka
yang memaafkan pembunuh, maka qishash tidak dapat dilakukan, dan
sebagian lain yang tidak memaafkan pembunuh berhak mendapatkan diyat.
3. Tidak ada tindakan yang berlebihan dalam pelaksanaan qishash. Orang yang
diqishash adalah pembunuhnya, tidak termasuk keluarganya. Jika pelakunya
wanita hamil, maka qishash dilaksanakan setelah ia melahirkan dan menyapih
anaknya.
4. Pelaksanaan qishash dilakukan di depan sultan atau wakilnya agar aman dan
tidak ada tindakan berlebihan di dalamnya.
5. Qishash dilakukan dengan alat tajam. Akan tetapi sebagian ulama
berpendapat bahwa pembunuh diqishash dengan alat ia membunuh. Jika ia
55 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, h. 678-679
36
membunuh dengan batu, maka ia dibunuh dengan batu, dan jika dengan
pedang, maka ia dibunuh juga dengan pedang.
Pelaksanaan qishash terhadap anggota tubuh juga disyaratkan beberapa hal
berikut:56
1. Harus aman dari ketidakadilan. Jika terjadi ketidakadilan di dalamnya,
qishash tidak boleh dilaksanakan.
2. Qishash dapat dilaksanakan, dan jika tidak, tetap diganti diyat.
3. Organ tubuh yang akan dipotong harus sesuai dengan nama dan tempat organ
tubuh yang telah dirusak pelaku. Jadi, pelaku merusak tangan kiri korban,
maka ia tidak boleh diqishash dengan memotong tangan kanannya. Atau
sebaliknya.
4. Adanya kesamaan dalam kesehatan dan kesempurnaan antara organ tubuh
yang dirusak dengan organ tubuh yang hendak diqishash. Jadi, tangan yang
lumpuh tidak boleh diqishash dengan tangan yang sehat.
5. Jika luka terjadi di kepala atau wajah, di dalamnya tidak ada qishash. Semua
luka yang tidak dapat diqishash karena vitalitasnya.
Dalam pelaksanaan hukuman apapun keputusan tentu sudah melalui
pertimbangan yang paling memuaskan dan adil bagi keluarga terbunuh. Dalam
hukum Islam kemungkinan besar dilaksanakannya hukuman qishash kecuali bila
ada pertimbangan yang sangat khusus. Oleh karena itu hukuman qishash sangat
ditakuti oleh pelaku tindak kejahatan dan dinilai akan sangat efektif untuk mencegah
terulang atau terjadi lagi kejahatan pembunuhan yang disengaja.57
Baik qishash maupun diyat, keduanya merupakan hukuman yang telah
ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman hadd adalah bahwa hadd
merupakan hak Allah misalnya dalam kasus perzinahan, pencurian, minum khamr,
56 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, h. 680-681 57 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, h. 94
37
sedangkan qishash dan diyat merupakan hak manusia.58 Dalam hubungannya dengan
hukuman qishash dan diyat, maka pengertian hak manusia disini adalah bahwa
hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Sedangkan tindak pidana yang diancam dengan hukuman hadd tidak
mengandung di dalamnya sanksi hukuman denda. Sanksi hukum tindak pidana ini
cukup dengan hukuman sesuai yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.59
Pengertian diyat adalah uang tebusan sebagai ganti rugi akibat tindak pidana
pembunuhan dan atau penganiayaan yang mendapatkan pemaafan dari keluarga
korban.60 Dalam hukum pidana Islam diyat terbagi menjadi dua macam, yaitu diyat
mughallazah (berat) dan diyat mukhaffafah (ringan). Diyat mukhaffafah berlaku pada
pembunuhan tersalah, sedangkan diyat mughallazah berlaku pada kasus pembunuhan
semi sengaja. Adapun dalam kasus pembunuhan sengaja yang mendapat pemaafan
dari keluarga korban, menurut ulama dari kalangan mazhab Syafi’i dan Hanbali,
berlaku diyat mughallazah. Akan tetapi, menurut ulama dari kalangan mazhab
Hanafi, pembunuhan sengaja tidak berlaku diyat.61
Dalam bukunya M. Nurul Irfan, masalah diyat yang diperberat dan diperingan
ini dijelaskan oleh Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani. Ia berpendapat bahwa ada
lima sebab status diyat ditingkatkan dari mukhaffafah (ringan) menjadi mughallazah
(berat), yaitu pada 1) pembunuhan sengaja, 2) pembunuhan semi sengaja, 3) terjadi
di tanah haram, 4) terjadi pada bulan haram, 5) terjadi dalam lingkup keluarga.
Sementara itu, ada empat sebab status diyat diturunkan dari mughallazah (berat)
menjadi mukhaffafah (ringan), yaitu 1) korban seorang wanita, 2) korban seorang
budak, 3) korbannya berupa janin (aborsi), dan 4) korbannya seorang kafir. Dalam
58 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), h. 18 59 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), h. 18 60 Ahmad Muhammad Assaf, al-Ahkam al-Fiqhῑyyah fi Madzahῑb al-Islāmῑyyah al-Arba’ah,
(Beirut: Dār Ihya al-Ulum, 1988), h. 551 61 Ahmad Muhammad Assaf, al-Ahkam al-Fiqhῑyyah fi Madzahῑb al-Islāmῑyyah al-Arba’ah, h.
553
38
kasus pertama, diyatnya ½ (50 ekor unta), kasus kedua ¼ (25 ekor unta), kasus ketiga
5 ekor unta, dan kasus keempat 1/3 (33 ekor unta).62
Perbedaan mendasar antara diyat ringan dan diyat berat terletak pada jenis dan
umur unta. Dari segi jumlah unta, antara diyat ringan dan diyat berat sama-sama
berjumlah 100 ekor. Akan tetapi, diyat ringan hanya terdiri dari 20 ekor unta umur 0-
1 tahun, 20 ekor yang lain umur 1-2 tahun, 20 ekor yang lain umur 2-3 tahun, 20 ekor
yang lain umur 3-4 tahun, 20 ekor yang lain umur 4-5 tahun.63
Sedangkan diyat yang ditanggung bagi pelaku pembunuhan sengaja yang dimaafkan
oleh keluarga korban (diyat berat) adalah:
ي: من طحريق عحمرو بن شعحيب, عحن أحبيه, عحن جحده رحف حعحه: ) اح م ثونح حقة, لوحأحخرحجحه أحبو دحاودح, وحاحلت ديحة ثحلحلفحة ف ب عحة, وحأحرب حعونح خح ح ثونح جح ا وحثحلح دهح )طونحا أحولح
Artinya: “Abu Dawud dan Tidmidzi meriwayatkan dari jalan Amar dan Ibnu Syu’aib,
dari ayahnya, dari kakeknya radiallahuanhu dalam hadist marfu’: “Diriwayatkan 30
ekor hiqqah (yang telah berumur 3 tahun), 30 ekor jadz’ah (yang telah berumur 4
tahun), dan 40 ekor khalifah (unta bunting yang di perutnya ada anaknya).”
Dan dasar bagi diyat ringan dalam pembunuhan seperti sengaja atau semi-sengaja
dan pembunuhan karena kekeliruan yang dimaafkan keluarga korban adalah:
: ) ديحة احلحطحأح أحخحاسا: عش وحعحن ابن رونح حقة, محسعود رض هللا عنه عحن احلنب صلى هللا عليه وسلم قحالحعحة, وحعشرونح ب حنحات مححاض, وحعشرونح ب حنحات لحبون, وحعشرونح بحن لحبون ( ح ارحقطن وحعشرونح جح ه احلد أحخرحجح
ه احلحرب حعحة, بلحفظ: ) وحعشرونح بن مححاض ( : ) بنح لحبون ( وحإس وحأحخرحجح ه ابن , بحدحلح نحاد احلحول أحق وحى وحأحخرحجحرفوع بحةح من وحجه آخحرح محوقوفا, وحهوح أحصحح من احلمح ي أحب شح
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Denda bagi yang membunuh karena kekeliruannya seperlima-seperlima dari 20
ekor hiqqah (unta yang memasuki tahun keempat), 20 ekor jadz’ah (unta yang
memasuki tahun kelima), 20 ekor bintu labun (unta betina yang memasuki tahun
ketiga), dan 20 ekor ibnu labun (unta jantan yang memasuki tahun ketiga). Riwayat
Daruquthni. Imam empat juga meriwayatkan hadist tersebut dengan lafadz: 20 ibnu
makhod menggantikan lafadz labun. Sanad hadist pertama lebih kuat. Ibnu Abu
62 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 39 63 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 7
39
Syaibah meriwayatkan dari jalan lain secara mauquf. Ia lebih shahih daripada
marfu’.”
Mengenai pembunuhan semi-sengaja dan tersalah telah ditentukan sanksi
hukumnya berupa diyat mukhaffafah (diyat ringan), bukan diyat mughallazah (diyat
berat). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa diyat mughallazah diberlakukan
pada pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh pihak keluarga korban.64
Dapat disimpulkan bahwa persamaan dari tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) dalam perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
adalah baik hukum pidana positif maupun hukum pidana Islam sama-sama melarang
tindakan main hakim sendiri karena bertentangan dengan aturan yang ada dan sama-
sama memberikan sanksi hukum untuk semua pelaku tindak pidana main hakim
sendiri (eigenrichting) tersebut. Dalam hukum pidana positif sumber hukum yang
digunakan adalah KUHP dengan ancaman hukuman yang telah dijelaskan
sebelumnya, sedangkan dalam hukum Islam sumber hukum yang digunakan adalah
al-Qur’an dan hadis yaitu sanksi berupa qishash dan diyat.
Namun perlu disadari, dalam hal ini Indonesia sebagai salah satu negara
hukum, yang dipastikan memiliki hukum acara baik perdata maupun pidana, hanya
saja dalam bidang pidana Islam hingga kini belum bisa dilaksanakan sebagaimana
yang diterapkan oleh al-Qur’an dan hadis. Meskipun mayoritas penduduknya
beragama Islam, akan tetapi Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan negara
hukum yang masih menggunakan KUHP warisan penjajahan Belanda. Padahal
banyak hal yang perlu mendapat perhatian khusus karena dinilai sudah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman.65
64 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 7 65 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 34
40
BAB III
TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) YANG
MENYEBABKAN KEMATIAN
A. Deskripsi Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Yang
Menyebabkan Kematian Terhadap Bahtiar
Tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan tindakan
kesewenang-wenangan dimana perbuatan tersebut telah mencelakakan seseorang yang
masih diduga melakukan suatu tindak pidana. Tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) telah melanggar undang-undang yang berlaku dan telah berkembang di
masyarakat. Pada tahun 2017 lalu kasus yang menimpa Bahtiar, yang terjadi di Barabai,
Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, telah diduga melakukan pencurian dan
menjadi korban tindakan main hakim sendiri yang menyebabkan kematian.
Adapun kronologi kejadian tersebut berawal pada hari Kamis tanggal 27 Juli
2017 sekitar pukul 02.00 WITA, bertempat di Pasar Keramat Barabai, Kecamatan
Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Barabai, Terdakwa Rudiansyah
bersama-sama dengan Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil, adalah penjaga
keamanan pasar Barabai. Pada malam itu Hermansyah mendengar adanya informasi
terkait pencurian yang dilakukan oleh Bahtiar. Untuk menanyakan terkait informasi
tersebut para Terdakwa datang menemui Bahtiar namun akibat pernyataan dari Bahtiar
yang berbelit-belit membuat Terdakwa emosi dan memukuli korban, pada saat itu
tangan korban langsung diborgol dan tubuh korban disandarkan pada tiang listrik.
Kemudian Terdakwa secara bergantian memukuli korban dengan tangan kosong
hingga muka korban babak belur dan mulut korban mengeluarkan darah.
Berdasarkan pengakuan saksi Arifin bin Tuhalus menerangkan di bawah
sumpah, bahwa sesungguhnya saksi tidak mengetahui kapan kejadiannya Bahtiar
dipukuli, pada tanggal 27 Juli 2019 sekitar pukul 07.00 WITA ada datang Terdakwa,
41
bersama Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah dan Hairil kerumahnya dan menanyakan
mengenai laptop yang berada di rumah saksi, dan korban Bahtiar masuk ke dalam
rumah untuk mencari laptop yang diduga ada di rumah saksi, namun laptop yang dicari
tidak ada kemudian Terdakwa langsung memukul korban Bahtiar pada wajah bagian
dagu sebanyak 1 (satu) kali dengan menggunakan tangan pada saat itu saksi melihat
mulut korban ada mengeluarkan darah. Pada saat itu saksi menyuruh Terdakwa untuk
membawa korban ke Polres namun tidak ada tanggapan.
Dan berdasarkan keterangan saksi berikutnya Melyda Kartini di bawah sumpah
menerangkan, bahwa pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 09.00 WITA
saksi sedang berada di pasar keramat Barabai mendengar kabar ada maling yang
tertangkap, karena penasaran kemudian ia menanyakan siapa maling yang tertangkap
tersebut yang ternyata adalah paman saksi sendiri. Pada saat saksi mendatangi tempat
kejadian Bahtiar sudah diamankan dan saat itu saksi melihat Bahtiar wajahnya sudah
dalam keadaan babak belur habis dipukuli dan mulutnya ada mengeluarkan darah serta
kedua tangannya diborgol di belakang. Setelah itu saksi langsung pulang dan
menceritakan kepada bibi saksi, setelah kembali saksi mendapati informasi bahwa
Bahtiar sudah dibawa ke kantor polisi. Lalu saksi pun mendatangi kantor polisi untuk
melihat keadaan paman Bahtiar kemudian sekitar jam 11.30 WITA paman Bahtiar
dipulangkan ke rumah karena permasalahannya diselesaikan secara kekeluargaan.
Saksi menanyakan sebelumnya kepada korban siapa yang melakukan pengeroyokan
tersebut kepada korban dan Bahtiar menjawab Terdakwa dan beberapa orang
temannya. Pada jam 23.00 WITA saksi kembali mendatangi rumah korban dengan
maksud mengantarkan makanan tetapi mendapati korban Bahtiar yang saat itu sedang
berada di kamar dalam keadaan tertidur dengan posisi tertelungkup kemudian saksi
bangunkan dengan cara digerakkan tubuhnya tetapi korban Bahtiar tidak bangun
kemudian saksi meminta tolong kepada warga sekitar untuk membawa korban ke
RSUD H. Damanhuri Barabai dan pada saat di rumah sakit, korban dinyatakan sudah
meninggal dunia.
42
Hasil visum et repertum nomor 370/ 47/ Katib/ 2017 tanggal 2 Agustus 2017
yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Eko Budiyono dokter pada rumah sakit umum
H.Damanhuri Barabai di Barabai atas nama Bahtiar, dengan hasil pemeriksaan sebagai
berikut:
- Pasien datang sudah dalam keadaan meninggal dunia.
- Ditemukan luka memar kebiruan di kelopak mata, bibir, dan empat gigi atas
patah.
- Ditemukan memar di dada kanan.
- Bahwa berdasar surat keterangan kematian nomor 440/ 497/ SKM/ RSUD-
BRB/ 2017 tanggal 2 Agustus 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.
Eko Budiyono dokter pada rumah sakit umum H. Damanhuri Barabai di
Barabai atas nama Bahtiar pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 pukul 23.30
WITA sudah dalam keadaan meninggal dunia.1
Dalam penjelasan kasus di atas dapat dilihat bahwa orang yang melakukan
tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) semata-mata untuk memberikan
pelajaran kepada pelaku pencurian. Akan tetapi tindakan main hakim sendiri
(eigenrichting) yang dilakukannya sampai mengakibatkan kematian menjadi suatu
tindak pidana baru yang telah melanggar hukum.
Persoalan tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang marak terjadi
di masyarakat memunculkan anggapan masyarakat bahwa lembaga penegak hukum
tidak berhasil sepenuhnya menanggulangi kejahatan dan dianggap lambat dalam
menjalankan tugas serta ketidakpuasan masyarakat dalam penegakan hukum yang
tidak berjalan semestinya. Lembaga penegak hukum belum bisa memenuhi apa yang
diinginkan masyarakat sehingga masyarakat menjalankan hukumnya sendiri.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia:
1 Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb
43
a. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung
terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelengaraan
fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia (HAM).
Kemudian pada pasal 1 sub 5 Undang-Undang tersebut menyebutkan:
“Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan dan
tegaknya hukum, serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat”.2
B. Faktor Penyebab Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)
Dalam sistem demokrasi di Indonesia, masyarakat berhak, bahkan wajib
berpolitik untuk menentukan haluan negara, membuat undang-undang, dan mengawasi
pelaksanaan kekuasaan negara. Hukum dibentuk sesuai dengan hasil proses politik di
dalam masyarakat. Setelah hukum terbentuk dalam wujud undang-undang atau
peraturan perundang-undangan yang lain maka setiap orang yang mendiami wilayah
Republik Indonesia harus tunduk padanya, tidak terkecuali organisasi-organisasi dan
tokoh-tokoh politik yang semula menyusun hukum.3
Para penegak hukum, selama mereka itu bersikap jujur dan objektif, di dalam
melaksanakan tugasnya harus berpegang pada hukum positif yang berlaku. Namun dari
sudut politik, orang tidak hanya melihat pada pelaksanaan hukum, akan tetapi juga
2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia 3 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 34
44
mempertimbangkan akibat-akibat suatu keputusan yang berlandaskan hukum pada
kepentingan bangsa dan negara.
Setiap kelompok masyarakat selalu memiliki problem sebagai akibat adanya
perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang praktis,
antara yang seharusnya atau yang diharapkan untuk dilakukan dan apa yang ada dalam
kenyataan dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai
variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku individu, penyimpangan dalam
bentuk apapun yang terjadi di dalam masyarakat baik itu kasus pencurian, perzinahan,
ketidakmampuan membayar utang, melukai orang lain, pembunuhan, mencemarkan
nama baik, dan semacamnya. Di dalam situasi yang demikian, kelompok itu
berhadapan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu
menginginkan mempertahankan eksistensinya.4
Dalam majalah hukum varia peradilan, Prof. Donal Black merumuskan bahwa
ketika pengendalian sosial oleh pemerintah yang sering dinamakan hukum tidak jalan,
maka bentuk lain dari pengendalian sosial secara otomatis akan muncul. Suka atau
tidak suka, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu dan kelompok dapat
digolongkan sebagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), pada hakikatnya
merupakan wujud pengendalian sosial yang dilakukan.5
Disadari bahwa berbagai tindakan anarkis yang terjadi merupakan perwujudan
dari apa yang diistilahkan oleh Smelser sebagai a hostile outburst (ledakan kemarahan)
atau a hostile frustration (ledakan tumpukan kekecewaan).6
Tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap pranata formal, termasuk
terhadap law enforcement, sudah teramat buruk. Dan ketika tingkat kepercayaan warga
4 Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung:
Remaja Karya, 1985), h. 53 5 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek Hukum
Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, (Jakarta: Ikatan Hakim
Indonesia, 2011), h. 56 6 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek Hukum
Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, h. 56
45
terhadap penegakan hukum itu memburuk, otomatis tingkat main hakim sendiri akan
meningkat, demikian sebaliknya.
Salah satu sumber utama konflik dan kekerasan di berbagai daerah adalah
kondisi penegakan hukum di Indonesia yang sangat lemah. Ditambah lagi dengan
berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam pengaturan sosial-ekonomi,
politik, dan pemanfaatan sumber daya alam, bahkan kehidupan budaya. Berbagai
perasaan ketidakadilan dan ketidakpuasan umum pun berkecamuk dan meledak
menjadi tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan mengerikan.7
Melalui berbagai produk perundang-undangan maupun praktik hukum yang
dilakukan oleh birokrasi, aparat keamanan, dan pengadilan, dapat diketahui bagaimana
kekerasan beroperasi serta mereproduksi diri dalam berbagai sikap dan perilaku sosial
masyarakat secara menyeluruh sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial-
ekonomi, diskriminalisasi, dan perilaku kekerasan terhadap masyarakat yang rentan
terhadap pelaksanaan hukum di negeri ini.8
Pada kenyataan ketentuan dalam hukum tidak selamanya dapat berjalan sesuai
dengan apa yang diinginkan. Banyak tindakan main hakim sendiri yang terjadi di
masyarakat disebabkan faktor emosional masyarakat terhadap tindak kejahatan yang
terjadi di di lingkungan mereka. Banyak tindakan kriminal yang mengancam keamanan
harta benda bahkan jiwa menjadikan masyarakat meminggirkan keberadaan aturan
hukum yang berlaku.9
Pada hakikatnya tindakan menghakimi sendiri ini merupakan pelaksanaan
sanksi/ kelompok. Hanya saja sanksi yang dilakukan oleh perorangan maupun
kelompok sulit diukur berat ringannya, karena massa terkadang dapat bertindak kalap
dan tidak terkendali.10
7 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 73 8 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek Hukum
Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, (Jakarta: Ikatan Hakim
Indonesia, 2011), h. 56 9 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 105 10 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), h.
23
46
Dalam jurnal Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011,
Smelser merinci enam faktor yang menentukan terjadinya perilaku/ kekerasan kolektif,
enam faktor tersebut adalah:
1. Adanya pendorong struktural (structural condusiveness)
2. Ketegangan stuktural (structural strain)
3. Tumbuh dan menyebarnya suatu kepercayaan yang digeneralisasikan (growth
and spread of generalized belief)
4. Faktor-faktor pencetus (precipitating factors)
5. Mobilitas para pemeran serta pada tindakan (mobilization of partisipants for
action)
6. Bekerjanya pengendalian sosial (the operation of social control)11
Pertama, structural condusiveness, ialah segi-segi struktural dari situasi sosial
yang memungkinkan terjadinya perilaku kolektif tertentu. Hal ini terlihat misalnya
dengan adanya kejadian penyerangan, perusakan, dan pembakaran terhadap aset-aset
milik perseorangan/ kelompok dengan tanpa adanya reaksi aparat terkait.
Kedua, structural strain, menurut Smelser mengacu pada berbagai tipe
ketegangan struktural yang tidak memungkinkan terjadinya perilaku kolektif. Namun
agar perilaku kolektif dapat berlangsung perlu ada kesepadanan antara ketegangan
struktural ini dengan dorongan struktural yang mendahuluinya.
Ketiga, growth and spread of generalized belief, adalah tumbuh dan
berkembang kepercayaan/ keyakinan bersama, misalnya cap atau klaim terhadap suatu
aliran sebagai sesat. Keadaan ini mengacu pada ketika situasi menjadi bermakna bagi
orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku-pelaku kolektif.
Keempat, precipitating factors, merupakan faktor situasional yaitu adanya
suatu peristiwa yang menegaskan pendorong stuktural, ketegangan struktural dan
11 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek
Hukum Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, h. 59
47
kepercayaan umum tentang sumber ketegangan yang memicu timbulnya tingkah laku
kolektif.
Kelima, mobilization of partisipants for action, peranan figur dapat memberi
simpati kepada masyarakat untuk melakukan tindakan kolektif.
Keenam, the operation of social control, memegang peranan penting bagi
terjadinya tingkah laku kolektif. Dalam setiap tahap proses tersebut di atas, bila pranata
pengendalian sosial dapat mengintervensi tahapan-tahapan faktor penentu tingkah laku
kolektif di atas, maka timbulnya tingkah laku kolektif dapat dihindarkan.12
Dalam Jurnal Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Karanganyar
tahun 2015, menurut Athalia Sunaryo, tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
tidak terlepas dari pengaruh kondisi psikologis seseorang dalam kelompok tertentu,
sehingga cenderung melakukan hal yang tidak dikehendaki:
Pertama adalah konformitas yaitu merupakan proses tingkah laku seseorang
dipengaruhi orang lain dalam suatu kelompok. Adapun kelompok ini dapat merupakan
kelompok orang yang saling mengenal maupun tidak mengenal. Hal ini sering terjadi
dalam situasi main hakim sendiri (eigenrichting). Orang-orang yang saling mengenal
maupun tidak saling mengenal berkumpul, kemudian mempunyai kesamaan
pandangan bahwa orang yang melakukan kejahatan harus dihukum.
Kedua adalah by stander effect yaitu suatu keadaan seseorang tidak akan
melakukan suatu tindakan apapun untuk menolong, sekalipun terdapat situasi kritis jika
ada orang lain yang hadir disana. Dalam situasi main hakim sendiri (eigenrichting)
biasanya tidak semua orang yang berkerumun melakukan tindakan penyerangan,
pemukulan, ataupun tindakan lain. Rasa takut menerima dampak negatif menghalangi
seseorang untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.
Ketiga adalah deindividuation yaitu terbentuk akibat penyebab/ kejadian sesaat
dan merugikan bersama, memungkinkan seseorang atau kelompok melakukan
12 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek
Hukum Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, h. 60
48
tindakan-tindakan destruktif dan sadis di luar kemanusiaan pelakunya, karena ada
dorongan keberanian. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang-orang dalam
kesehariannya memegang nilai baik maupun tidak, mereka mempunyai kemungkinan
yang sama untuk melakukan kekerasan pada orang lain.
Keempat adalah frustasion- aggression principle yaitu suatu kondisi frustasi
yang terjadi akibat adanya halangan dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan,
menyebabkan kemarahan yang menghasilkan sikap agresif.13
Kasus tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) perlu diupayakan
secara serius dan penanganan yang sungguh-sungguh agar tidak menjadi budaya dalam
masyarakat dan noda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila masyarakat lebih
dominan menggunakan hukum rimba ketimbang hukum normatif yang legal formal
maka masyarakat tersebut akan cenderung tunduk pada kelompok-kelompok atau
perorangan yang mempunyai kekuatan fisik, seperti kelompok premanisme yang
menunjukkan bahwa kelompok masyarakat cenderung menyiapkan pembalasan fisik
sebagai solusi dalam menyelesaikan setiap permasalahan.14
“ Faktor penyebab tindakan main hakim sendiri dipicu karena kasus kejahatan yang
terjadi di tengah masyarakat, pada saat itu pelaku main hakim sendiri tidak dapat
mengontrol dirinya sehingga melakukan aksi kekerasan terhadap pelaku kejahatan,
adanya dorongan massa secara beramai-ramai untuk menghakimi pelaku, tidak jarang
ada yang dipukuli massa habis-habisan bahkan sampai mengakibatkan kematian,
padahal jelas tindakan tersebut telah melanggar hukum yang berlaku di negara kita dan
dapat dikenai hukuman pidana.”15
Oleh karena itu dapat disimpulkan ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) adalah sebagai berikut:
13Athalia Sunaryo (Jurnal Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Karanganyar,
2015) 14 Susi Anita, “Tindakan Main Hakim Sendiri di Kota Makassar”, (Skripsi S-1 Universitas Negeri
Makassar, 2017), h. 3 15 Hendrizal Fira, Anggota Kepolisian Sawahlunto, Interview Pribadi, pada tanggal 8 Juni 2019
pukul 13.10
49
1. Faktor emosional pelaku tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) yang sulit
dikendalikan.
2. Ikut-ikutan atau dorongan orang lain yang pada saat itu melakukan tindakan main
hakim sendiri (eigenrichting).
3. Rendahnya kesadaran terhadap hukum.
4. Menganggap tindakan menghakimi pelaku kejahatan adalah sesuatu yang biasa
terjadi di masyarakat.
C. Faktor Penanggulangan Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)
Salah satu upaya agar hukum dapat efektif berlaku di masyarakat adalah dengan
adanya penegakan hukum. Yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku manusia dalam melakukan kontak sosial.16
Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.
Kejahatan atau tindak pidana selain merupakan masalah kemanusiaan juga
permasalahan sosial. Menanggapi masalah ini telah banyak upaya dilakukan untuk
menanggulanginya. Upaya menanggulangi kejahatan dimasukkan dalam kerangka
kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal adalah upaya rasional dari
suatu negara untuk menanggulangi kejahatan. Upaya ini pada hakikatnya perlindungan
masyarakat (social defence planning atau protection of society) yang tujuannya untuk
mencapai kesejahteraan.17
Sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras
dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain,
idealnya fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir
(ultimum remidium). Penggunaan hukum pidana dalam praktik penegakan hukum
16 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: PT Alumni, 2006), h. 112 17 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 20
50
seharusnya dilakukan setelah berbagai bidang hukum yang lain itu untuk
mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap
hukum.18
Dalam bukunya Muladi dan Barda Nawawi menguraikan makna penggunaan
hukum pidana sebagai berikut: 19
1. Jangan menggunakan hukum pidana secara emosional untuk melakukan
pembalasan semata.
2. Hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana perbuatan yang
tidak jelas korban dan kerugiannya.
3. Hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk suatu tujuan yang pada
dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya dengan
penggunaan hukum pidana tersebut.
4. Jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan (by product) yang
ditimbulkan lebih merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan
dikriminalisasi.
5. Jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh
masyarakat secara kuat, dan kemudian janganlah menggunakan hukum pidana
apabila penggunaannya diperkirakan tidak akan efektif (unforceable).
6. Penggunaan hukum pidana juga hendaknya harus menjaga keserasian antara
moralis komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta memperhatikan
pula korban kejahatan.
7. Dalam hal-hal tertentu, hukum pidana harus mempertimbangkan secara khusus
skala prioritas kepentingan pengaturan.
8. Penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus didayagunakan secara
serentak dengan sarana pencegahan yang bersifat non penal (prevention without
punishment).
18 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 11 19 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: PT Alumni, 1992),
h. 102
51
Sesungguhnya penggunaan hukum pidana bukan merupakan satu-satunya cara
untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, lebih-lebih
penggunaan hukum pidana dipakai sebagai senjata pamungkas dalam menanggulangi
kejahatan. Namun apabila hukum pidana dipilih sebagai sarana penanggulangan
kejahatan, maka harus dibuat secara terencana dan sistematis. Ini berarti bahwa
memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan
harus memperhitungkan faktor yang dapat mendukung berfungsi dan bekerjanya
hukum pidana dalam kenyataannya.20
Dalam bukunya Sarjono Soekanto ada beberapa faktor yang sangat menentukan
dalam penegakan hukum yang berguna bagi masalah penegakan hukum dalam
masyarakat yaitu:21
1. Faktor Hukumnya Sendiri
2. Fator Penegak Hukum
3. Faktor Sarana atau Fasilitas
4. Faktor Masyarakat
5. Faktor Kebudayaan
Kelima faktor tersebut sangat berkaitan dengan erat karena merupakan esensi
dari penegakan hukum dan tolak ukur dari efektivitas penegak hukum. Mengenai tugas
dan peranan Kepolisian Republik Indonesia memang sepantasnya dibicarakan terus-
menerus karena pada keberhasilan di bidang penegakan hukum inilah dipertaruhkan
makna dari “negara berdasarkan hukum” dengan memperhatikan perincian tugas
yuridiksi Kepolisian Republik Indonesia yang pada intinya yaitu penegakan hukum di
bidang peradilan pidana.22
20 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1996), h. 37 21 Sarjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Rajawali
Pers, 1983), h. 8 22 Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005), h. 4
52
Dalam kaitan dengan pertanyaan sejauhmana pidana perlu diberikan kepada
pelaku kejahatan, yang pertama, teori absolut menjelaskan: 23
1. Dengan pidana tersebut akan memuaskan perasaan balas dendam si korban,
baik perasaan adil bagi dirinya, temannya dan keluarganya serta masyarakat.
Perasaan tersebut tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk
menuduh tidak menghargai hukum. Tipe seperti ini disebut vindicative.
2. Pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan
anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang
lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, akan
menerima ganjarannya. Tipe seperti ini disebut fairness.
3. Pidana dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandingan antara apa
yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan.
Tipe ini disebut dengan proporsionality.
Kedua adalah teori relatif. Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa
penjatuhan pidana dan pelaksanaannya setidaknya harus berorientasi pada upaya
mencegah terpidana (special prevention) dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi
di masa mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general
prevention) dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah
dilakukan terpidana maupun lainnya. Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah
dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan
masyarakat.24
Ketiga adalah teori gabungan. Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk
menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relatif. Di
samping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas
perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa
23 Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, (Bandung: Mandar Maju,
1995), h. 83-84 24 E. Utrecht, Hukum Pidana I: Suatu Pengantar Hukum Pidana untuk Tingkat Pelajaran Sarjana
Muda Hukum, Suatu Pelajaran Umum, (Bandung: Penerbit Universitas, 1960), h. 185
53
kembali ke masyarakat. Munculnya teori gabungan pada dasarnya merupakan respon
terhadap kritik yang dilancarkan baik terhadap teori absolut maupun teori relatif.
Penjatuhan suatu pidana kepada seorang tidak hanya berorientasi pada upaya untuk
membalas tindakan orang itu, tetapi juga agar ada upaya untuk mendidik atau
memperbaiki orang itu sehingga tidak melakukan kejahatan lagi yang merugikan dan
meresahkan masyarakat.
Dapat dipertegas bahwa pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-
mata ditujukan kepada pelaku kejahatan saja, tetapi juga untuk warga masyarakat agar
lebih mentaati norma-norma dalam masyarakat.25
“Upaya yang ditempuh kepolisian dalam menangani tindakan main hakim sendiri
adalah menangkap semua oknum pelaku tindak pidana main hakim sendiri. Dan kami
menghimbau kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran terhadap hukum
dan melapor apabila terjadi suatu tindak pidana kejahatan.”26
Perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) harus segera ditanggulangi
karena mengakibatkan korban luka ringan, luka berat, bahkan meninggal dunia. Aparat
penegak hukum sebagai aparat yang berwenang menegakkan hukum dan keadilan juga
berperan mencegah tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting). Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan berupa sosialisasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya hukum untuk dipatuhi, menjelaskan kepada masyarakat bahwa kekerasan
bukan cara terbaik untuk menegakkan hukum karena kekerasan termasuk tindak pidana
dan orang yang melakukan tindak pidana dapat dihukum, serta menumbuhkan
kepercayaan kepada aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya,
dan melakukan pendekatan kepada masyarakat bahwa aparat penegak hukum dapat
diajak bekerjasama untuk menindak tindakan yang dianggap meresahkan oleh
masyarakat.
25 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 23 26 Hendrizal Fira, Anggota Kepolisian Sawahlunto, Interview Pribadi, pada tanggal 8 Juni 2019
pukul 13.30
54
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 235/ Pid.B/ 2017/ PN. Brb
DALAM TINDAK PIDANA MAIN HAKIM SENDIRI
(EIGENRICHTING)
A. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Terhadap Putusan No. 235/ Pid.B/ 2017/
PN. Brb dalam Tindak Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)
Kasus yang diambil dalam bahan penelitian ini adalah kasus perkara tindak
pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang diputuskan oleh Mahkamah Agung
dengan putusan Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb, menyebutkan terdakwa bernama
Rudiansyah, tempat dan tanggal lahir Barabai 6 Juni 1980, berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Brigjen H. Baseri RT. 10/ 004 Desa Bukat
Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Berdasarkan surat dakwaan Penuntut Umum Pengadilan Negeri Barabai, bahwa
terdakwa didakwa:
Pertama:
Dalam dakwaan Penuntut Umum menyebutkan: Bahwa Terdakwa Rudiansyah
bersama-sama dengan saksi Aspiani, saksi Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil pada
hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar pukul 02.00 WITA bertempat di Pasar Keramat
Barabai, Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan terang-terangan
dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang
mengakibatkan korban Bahtiar meninggal dunia.
Kedua:
Bahwa Terdakwa Rudiansyah bersama-sama dengan saksi Aspiani, saksi
Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar
pukul 02.00 WITA bertempat di Pasar Keramat Barabai, Kecamatan Barabai,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sebagai
orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan, telah
melakukan penganiayaan yang mengakibatkan korban Bahtiar meninggal dunia.
55
Ketiga:
Bahwa Terdakwa Rudiansyah bersama-sama dengan saksi Aspiani, saksi
Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar
pukul 02.00 WITA bertempat di Pasar Keramat Barabai, Kecamatan Barabai,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dengan sengaja melakukan penganiayaan.
Berdasarkan putusan hakim pada Pengadilan Negeri Barabai menyatakan
bahwa Terdakwa Rudiansyah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana melakukan kekerasan terhadap orang menyebabkan kematian dan
diancam dengan pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan.
Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum Terdakwa
dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan
Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun dalam bentuk
dakwaan alternatif Kesatu diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 170 ayat (2) ke-3
KUHP, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa dalam hal ini adalah siapa
saja yang merupakan subjek hukum yang diajukan di persidangan karena didakwa
melakukan suatu tindak pidana.
2. Menimbang, bahwa dalam perkara ini Penuntut Umum telah mengajukan seorang
sebagai Terdakwa yang mengaku bernama Rudiansyah, yang identitasnya seperti
tersebut di atas, cocok dengan yang disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) maupun surat dakwaan Penuntut Umum, sehat fisik dan mentalnya terlihat
dari sikap dan jawaban-jawaban atau pertanyataan-pernyataan yang
disampaikannya selama persidangan dan didakwa telah melakukan tindak pidana
sebagaimana diuraikan di atas maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan “barang siapa” tidak lain Rudiansyah, sehingga oleh karenanya
dalam perkara ini tidak ditemukan adanya error in persona.
56
3. Menimbang, bahwa yang dimaksud “di muka umum” adalah dilakukannya suatu
perbuatan tanpa sembunyi-sembunyi atau dapat dilihat oleh orang banyak dan
dilakukan di tempat dimana khalayak ramai dapat dengan mudah melihatnya.
4. Menimbang, bahwa “kekerasan terhadap orang atau barang” yang dimaksud dalam
pasal ini haruslah dilakukan secara bersama-sama dengan kata lain perbuatan
tersebut dilakukan 2 (dua) orang atau lebih dengan mempergunakan tenaga atau
kekuatan jasmani yang besar atau tidak kecil hingga membuat orang pingsan atau
tidak berdaya lagi dan perbuatan tersebut dilakukan pada waktu yang tidak lama
antara perbuatan pelaku yang satu dengan perbuatan pelaku lainnya.
5. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di depan
persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa bersama-
sama dengan saksi Aspiani, saksi Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil, terhadap
korban Bahtiar berupa memukul dengan tangan kosong (terbuka) berkali-kali dan
dilakukan di halaman rumah saudari Hairil ketika Hermansyah dan Hairil
menanyakan kepada Bahtiar dimana barang hasil curian namun korban berbelit-
belit, kemudian Hermansyah dan Hairil langsung memukuli korban Bahtiar.
Selanjutnya pemukulan terjadi kembali di Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, ketika korban Bahtiar disandarkan di tiang listrik dan kedua
tangan korban diborgol di tiang listrik tersebut, setelah itu saksi Aspiani bertanya
kepada korban mengenai kejadian pencurian yang dilakukan korban Bahtiar
namun pada saat itu Bahtiar menjawab berbelit-belit dan berubah-ubah, sehingga
membuat Aspiani menjadi emosi lalu Aspiani langsung memukul Bahtiar dengan
tangan kosong mengenai wajah korban, kemudian Rahmadhan ikut memukul
dengan tangan kosong, dilanjutkan Hermansyah dan Hairil ikut memukul korban
secara bergantian.
57
6. Menimbang, bahwa adanya pemukulan yang dilakukan Terdakwa bersama-sama
Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil, wajah korban dalam keadaan
babak belur, mulut korban ada mengeluarkan darah dan berdasarkan hasil visum
et repertum No. KH. 370/ 47/ Katib/ 2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang
ditandangani oleh dr. Eko Budiyono dokter jaga pada Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum H.Damanhuri Barabai, pada korban ditemukan luka memar
kebiruan di kelopak mata, bibir, empat gigi atas patah, ditemukan memar di dada
kanan. Pada akhirnya korban yaitu Bahtiar ditemukan meninggal dunia sekitar
jam 23.30 WITA.
7. Menimbang, bahwa Penasihat Terdakwa meragukan penyebab kematian Bahtiar.
Keraguan Penasihat Hukum Terdakwa dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Ada jeda waktu antara korban Bahtiar dipulangkan dari kantor Polres Hulu
Sungai Tengah sampai pada korban Bahtiar ditemukan meninggal dunia,
tidak diketahui apa saja yang dilakukan korban Bahtiar sampai akhirnya
meninggal dunia.
- Hasil visum et revertum dan keterangan ahli dr. Eko Budiyono bin
Pardjandjianto tidak memberikan ketegasan apa yang menyebabkan
kematian korban Bahtiar.
- Menurut Penasihat Hukum Terdakwa seharusnya untuk pasien yang datang
dalam keadaan meninggal dunia maka dokter menggunakan outopsi atau
bedah mayat forensik bukan hanya dengan melihat dan memperhatikan
dengan seksama keadaan fisik si pasien yang meninggal tersebut.
8. Menimbang, bahwa terhadap pembelaan (pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa,
Majelis Hakim berpendapat bahwa dari fakta hukum yang terungkap di
persidangan bahwa benar Bahtiar telah dipukul dengan tangan kosong berkali-
kali oleh Terdakwa bersama-sama dengan Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah,
dan Hairil, akibat pemukulan tersebut benar wajah korban dalam keadaan babak
belur, mulut korban ada mengeluarkan darah. Korban Bahtiar sempat dilakukan
perawatan pertama oleh pihak Polres Hulu Sungai Tengah dengan dibawa ke
58
urusan kesehatan Polres dan oleh karena tidak ada pihak yang melaporkan
mengenai dugaan pencurian yang dilakukan oleh korban maka pihak Polres
memulangkan korban Bahtiar. Korban Bahtiar hanya dilakukan perawatan
pertama sekedar membersihkan luka yang ada pada wajah korban saja. Menurut
keterangan ahli di persidangan bahwa luka pada korban terdapat memar di kedua
kelopak mata, bibir/ mulutnya mengeluarkan darah, empat gigi depan bagian atas
korban patah dan memar di bagian dada yang mana keseluruhan luka tersebut
akibat trauma benda tumpul, kematian korban dapat timbul akibat trauma
pukulan benda tumpul, kematian korban dapat timbul akibat trauma pukulan
benda tumpul di organ atau daerah vital (kepala, leher, dada/ jantung), penyebab
kematian korban yang paling logis adalah adanya rembesan cairan darah di otak
sehingga menyebabkan kematian korban secara perlahan-lahan.
9. Menimbang, bahwa luka pada korban didasarkan pada keterangan saksi Arifin
bin Tuhalus, saksi Melyda Kartini binti Syarifuddin, saksi Riri Herlianto bin
Soetirto, saksi Rusma Herdiyanto bin Samsi serta pendapat ahli dr. Eko
Budiyono bin Pardjandjianto di persidangan. Dari keterangan empat saksi dan
ditambah dengan pendapat ahli tersebut di atas maka Majelis Hakim
berkeyakinan bahwa kematian korban Bahtiar disebabkan oleh luka yang dialami
korban akibat dipukul dengan tangan kosong berkali-kali oleh Terdakwa
bersama-sama dengan saksi Aspiani, saksi Rahmadhan, serta Hermansyah dan
Hairil.
10. Menimbang, bahwa walaupun dalam hasil visum et repertum tidak disebutkan
penyebab kematian korban namun tidak menjadi halangan bagi hakim untuk
menarik kesimpulan bahwa korban telah meninggal dunia akibat luka-luka
tersebut dalam visum et repertum.
59
11. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim
berpendapat bahwa perbuatan kekerasan yang dilakukan Terdakwa bersama-
sama dengan saksi Aspiani, saksi Rahmadhan, serta Hermansyah dan Hairil
menyebabkan korban Bahtiar meninggal dunia. Dengan demikian maka unsur
kekerasan yang menyebabkan matinya orang telah terpenuhi.
12. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 170 ayat (2) butir ke 3
KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana MELAKUKAN KEKERASAN
TERHADAP ORANG YANG MENYEBABKAN KEMATIAN sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan Penuntut Umum.
13. Menimbang, bahwa dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal
yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan
pembenar dan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
14. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggungjawab maka
harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
15. Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan
penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan
tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
16. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap
Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa
tetap berada dalam tahanan.
17. Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa satu lembar kaos lengan
panjang merk CRS warna abu-abu yang ada noda darahnya: satu lembar celana
panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya, adalah barang bukti milik
korban Bahtiar dan sudah tidak diperlukan lagi dalam pemeriksaan perkara serta
kondisi barang bukti yang telah rusak maka sepatutnya dirampas untuk
dimusnahkan.
60
18. Menimbang, bahwa pemidanaan yang berlaku dalam sistem hukum di Indonesia
sekarang ini bukan semata-mata memberikan pembalasan terhadap kesalahan
seseorang akan tetapi bertujuan memberikan pendidikan dan pembinaan bagi
Terdakwa menyadari perbuatannya sehingga dapat memperbaiki sikap dan
perilakunya yang keliru tersebut di masa mendatang dan dapat kembali menjadi
anggota masyarakat yang baik dan berguna.
19. Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan Terdakwa.
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat.
- Terdakwa pernah dihukum dalam perkara perjudian.
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa di persidangan berterus terang dan mengakui perbuatannya.
20. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah
dibebani pula untuk membayar biaya perkara.
Setelah menimbang dan memperhatikan Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan, Majelis Hakim kemudian mengeluarkan
putusan, yaitu:
1. Menyatakan Terdakwa Rudiansyah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENYEBABKAN
KEMATIAN sebagaimana dakwaan Kesatu Penuntut Umum.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 1 (satu) Tahun 4 (empat) Bulan
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.
5. Menetapkan barang bukti berupa:
61
- 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna abu-abu yang ada
noda darahnya.
- 1 (satu) lembar celana panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya.
- Dirampas untuk dimusnahkan.
6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp 5.000,-
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Barabai pada hari Selasa tanggal 23 Januari 2018 ZIYAD, S.H., sebagai Hakim
Ketua, NOVITA WITRI, S.H., M.Kn., dan ARIANSYAH, S.H., M.Kn., masing-
masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2018 oleh Hakim Ketua
tersebut di atas didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota yang sama, dibantu oleh
MASDIANA Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Barabai, dengan dihadiri
oleh TRI MARGONO BUDISUSILO, S.H., Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Hulu Sungai Tengah serta dihadiri pula oleh Terdakwa dan Penasihat Hukum
Terdakwa.
B. Analisis Hukum Pidana Positif Terhadap Putusan Hakim Tentang Tindak
Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Barabai ini berpijak pada hukum
formil sekaligus materiil. Dalam artian, aturan Undang-Undang tersebut merupakan
produk dari badan legislatif bersama eksekutif, dan isi dari undang-undang tersebut
mengikat bagi pelaku tindak pidana apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Pijakan Majelis
Hakim dalam Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN. Brb, Pasal 170 ayat (2) butir ke 3
KUHP yang berisikan: “Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.”
62
a. Unsur “barang siapa”
Menimbang, bahwa dalam KUHP yang sekarang berlaku, hanya dikenal
sebagai subjek hukum adalah “orang”, sehingga yang dimaksud dari “setiap orang”
adalah setiap manusia sebagai subjek hukum, pendukung hak dan kewajiban, yang
telah diajukan ke persidangan sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum karena
didakwa telah melakukan tindak pidana dan dituntut untuk mempertanggungjawabkan
menurut hukum atas tindak pidana yang didakwa telah dilakukannya.
Dan pengertian bahwa orang sebagai subjek hukum yang telah diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah Rudiansyah dan
berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di persidangan,
telah mengakui dan membenarkan bahwa identitas terdakwa sebagaimana termuat
dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah benar identitas diri terdakwa.
Selama di persidangan, terdakwa terlihat dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani
sebagaimana halnya orang yang mampu membedakan mana perbuatan yang baik atau
buruk dan mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya.
Dengan demikian unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
b. Unsur “dengan terang-terangan dan tenaga bersama melalukan kekerasan
terhadap orang atau barang”
Dalam kejadian ini bahwa terdakwa dengan terang-terangan dan tenaga
bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang menunjukan bahwa
terdakwa Rudiansyah telah melakukan kekerasan bersama dengan Aspiani,
Rahmadhan, Hermansyah dan Hairil. Terdakwa bersama Aspiani, Rahmadhan,
Hermansyah dan Hairil dengan tangan terbuka melakukan kekerasan terhadap korban
Bahtiar sehingga melukai wajah korban. Dengan demikian unsur “dengan terang-
terangan dan tenaga bersama melalukan kekerasan terhadap orang atau barang” telah
terpenuhi.
63
c. Unsur “yang menyebabkan kematian”
Dalam kronologi perkara dijelaskan bahwa korban Bahtiar tangannya diborgol
dan disandarkan pada tiang listrik, kemudian terdakwa Rudiansyah, Aspiani,
Rahmadhan, Hermansyah, Hairil secara bergantian memukuli korban sehingga
mengeluarkan darah pada tubuh korban. Dengan demikian unsur “yang menyebabkan
kematian” telah terpenuhi.
Dari semua unsur dari Pasal 170 ayat (2) butir ke-3 KUHP telah terpenuhi,
maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana “MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG YANG
MENYEBABKAN KEMATIAN” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Penuntut
Umum.
Sebagai perbuatan negatif, kejahatan yang terjadi dalam masyarakat tentunya
mendapat reaksi dari masyarakat tempat kejahatan itu terjadi. Reaksi ini bisa berupa
reaksi formal maupun reaksi informal. Dalam reaksi yang formal akan menjadi studi
bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat, artinya dalam masalah ini akan
ditelaah proses bekerjanya hukum pidana manakala terjadi pelanggaran terhadap
hukum pidana tersebut. Proses ini berjalan sesuai dengan mekanisme sistem peradilan
pidana, yakni proses dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan sampai pelaksanaan
putusan di pengadilan.1
Hukum melindungi hak-hak atau kepentingan manusia sehingga ia tidak dapat
diperlakukan secara semena-mena oleh orang lain. Setiap manusia mendapat
perlindungan dari segi hukum baik orang itu adalah orang yang bebas atau bahkan
seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Maka tidak berhak seseorang
melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap orang lain karena sudah ada aparat
yang berwenang dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
1 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, (Bandung, Nusa Media, 2010), h. 13
64
Pada tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) dilakukan oleh dua
orang bahkan lebih, tidak jarang tindak pidana ini terjadi karena orang yang turut serta
melakukan tindak pidana main hakim sendiri.2 Adapun dalam rumusan Pasal 55 KUHP
dan Pasal 56 KUHP terdapat 5 peranan pelaku tindak pidana yaitu:
1. Orang yang melakukan (dader or doer).
Yang dimaksud pelaku (dader/doer) adalah orang yang melakukan suatu
perbuatan, pemeran/ pemain, orang tersebut telah memenuhi semua unsur delik
sebagaimana dirumuskan oleh undang-undang, baik unsur subjektif maupun
unsur objektif. Umumnya “pelaku” dapat diketahui dari jenis delik yakni delik
formil (pelakunya adalah barang siapa yang telah memenuhi perumusan delik
dalam undang-undang), delik materiil (pelakunya adalah barang siapa yang
menimbulkan akibat yang dilarang dalam perumusan delik), delik yang memuat
unsur kualitas atau kedudukan (pelakunya adalah barang siapa yang memiliki
unsur kualitas atau kedudukan sebagaimana dirumuskan).
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger).
Makna dari “menyuruh melakukan” (doenpleger) suatu tindak pidana
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 55 ayat (1) sub.1 KUHP, syaratnya menurut
ilmu hukum pidana adalah bahwa orang yang disuruh itu tidak dapat
dipertanggung- jawabkan terhadap perbuatannya dan oleh karena itu orang
yang disuruh tidak dapat dihukum.
3. Orang yang turut melakukan (mededader).
Yang membedakan orang yang turut melakukan (mededader) dan orang yang
membantu melakukan (medeplichtige) adalah bahwa orang yang disebut
mededader itu secara langsung telah ikut mengambil bagian dalam pelaksanaan
suatu tindak pidana yang telah diancam dengan hukuman oleh undang-undang,
atau telah secara langsung turut melakukan perbuatan atau turut melakukan
2 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama,
2003), h. 117
65
perbuatan yang menyelesaikan tindak pidana yang bersangkutan. Sedang orang
yang disebut medeplichtige itu hanyalah memberi bantuan untuk melakukan
perbuatan seperti dimaksud di atas. 3
4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker).
Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) dan orang yang menyuruh memiliki
persamaan yakni sama-sama menggerakkan orang lain. Adapun perbedaannya,
pada pertanggungjawaban orang yang menyuruh (doenpleger) si pelaku tidak
dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan orang yang sengaja membujuk si
pelaku dapat dipertanggungjawabkan.
5. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige).
Orang yang membantu (medeplichtige) dapat disebut memenuhi unsur yang
bersifat subjektif apabila si pembantu memang mengetahui bahwa
perbuatannya dapat mempermudah atau dapat mendukung dilakukannnya suatu
kejahatan. Dan dijelaskan dalam Pasal 57 KUHP pertanggungjawaban pidana
orang yang membantu kejahatan adalah maksimum hukuman pokok yang
diancamkan atas kejahatan, dikurangi sepertiga bagi si pembantu.4
Pada perkara di atas perbuatan Terdakwa termasuk ke dalam turut serta dalam
melakukan tindak pidana, dan sebagai orang yang turut melakukan disebut mededader
yakni secara langsung ikut mengambil bagian dalam tindak pidana, dan dapat diancam
dengan pidana untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pelaku dikenakan Pasal
dalam KUHP Pasal 170 ayat (2) butir ke-3 secara sengaja dan dengan tenaga bersama
melakukan kekerasan terhadap Bahtiar sampai pada akhirnya meninggal dunia.
Peristiwa main hakim sendiri sering kali terjadi di tengah-tengah masyarakat,
hal tersebut seakan-akan hal yang lumrah tanpa disadari perbuatan tersebut dapat
bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Akibatnya sistem penegakan hukum
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu keterlibatan dan kesadaran
3 Leden Marpaung, Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 78 4 Leden Marpaung, Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana, h. 78-91
66
masyarakat dalam penegakan hukum sangatlah penting, inisiatif anggota masyarakat
dapat melaporkan apabila terjadi kejahatan, sehingga dapat menggerakkan roda hukum
pidana.5
Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai praktik peradilan massa yang sering
terjadi merupakan perwujudan dari tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pranata
formal, termasuk proses penegakan hukum yang dinilai jauh dari dambaan rasa
keadilan yang diharapkan.6
Peradilan pidana selama ini lebih mengutamakan untuk mengadili tersangka
bukan untuk melayani kepentingan korban. Pandangan tersebut mendominasi praktik
peradilan pidana, akibatnya orang yang dilanggar haknya menderita akibat kejahatan
dan diabaikan oleh sistem peradilan pidana. Pengabaian kepentingan korban tersebut
tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan negara hukum, dimana negara
berkewajiban untuk mengayomi semua pihak, baik pelaku kejahatan maupun korban
dari suatu tindak kejahatan.7
Kondisi keterpurukan hukum di Indonesia saat ini hanya mungkin diatasi jika
para penegak hukum lebih bertindak tegas, sehingga apa yang disebut benar dan adil
oleh masyarakat mampu diimplementasikan oleh para penegak hukum melalui
putusan-putusan hukum di pengadilan.8
Pada putusan pemidanaan hakim juga harus bisa memulihkan atau
mengembalikan hak-hak atau kepentingan korban yang terlangkahi oleh pelaku tindak
pidana. Sehingga penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana merupakan suatu
“ultimum remedium” yang mana hakim menjatuhkan pemidanaan kepada pelaku
membawa perubahan positif bagi pelaku dan bagi korban untuk mengembalikan hak-
5 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah, (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002), h. 178 6 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang menyebabkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek
Hukum Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, (Jakarta: Ikatan
Hakim Indonesia, 2011), h. 65 7 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 117 8 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), h. 61
67
hak atau kepentingan yang telah dilanggar oleh pelaku, dan dapat merubah pelaku
untuk tidak melakukan tindak pidana lagi.9
Meningkatnya praktik-praktik peradilan massa di Indonesia tentunya tidak
dapat ditinjau hanya dari satu sisi saja. Meskipun demikian, paling tidak ada upaya
untuk mencegah terjadinya berbagai tindakan anarkis lainnya yang bakal terjadi.
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh massa yang telah berwujud dalam bentuk
tindakan main hakim sendiri diperlukan penanganan yang lebih serius, karena jumlah
kekuatan massa biasanya jauh lebih besar daripada kekuatan penegak hukum sehingga
menjadi hambatan untuk menegakkan hukum yang seharusnya.
Ketentuan pidana sebagaimana termuat dalam Pasal 170 KUHP kita cermati
penjelasan mengenai tindakan apa saja yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok di
luar aturan undang-undang atau tindakan main hakim sendiri, maka dapat dikenakan
pasal tentang kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, namun hal
yang harus dicermati lagi kekerasan yang dilakukan oleh massa tidak mungkin untuk
menghukum seluruh peserta dalam tindakan anarkis tersebut, tetapi paling tidak
bagaimana upaya yang ditempuh untuk menemukan siapa yang menjadi otak
penggerak suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh massa.10
9 Noor Ichwan Ichlas Ria Adha, “Restorasi Peradilan Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan
Tahun XXV No. 295 Juni 2010, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2010), h. 56 10 Hodio Potimbang, “Faktor-Faktor yang melahirkan Peradilan Massa ditinjau dari Aspek
Hukum Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302 Januari 2011, h. 66
68
C. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang Tindak
Pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)
Dalam deskripsi kasus perkara di atas, dapat diterapkan hukuman yang sesuai
menurut hukum Islam terhadap tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
adalah tergolong kepada sanksi qishash dan diyat.
Dalam hukum pidana Islam, bila terjadi tindak pidana, sanksi yang akan
dijatuhkan kepada pelaku akan melihat terlebih dahulu kepentingan korbannya dan
juga pelakunya kenapa sampai melakukan tindak pidana. Dengan adanya pembayaran
diyat atau denda yang dibayarkan oleh pelaku tindak pidana kepada korban, diharapkan
mampu memulihkan keharmonisan dalam masyarakat yang telah terganggu. 11
Pada ayat tentang qishash pembunuhan, tampak jelas bahwa Allah
memerintahkan secara umum kepada orang-orang yang beriman. Ini berarti dalam
pelaksanaannya perlu melibatkan otoritas berwenang, yaitu ulil umri atau pemerintah.
Dengan demikian pelaksanaan eksekusi qishash baik penganiayaan maupun
pembunuhan harus melibatkan pemerintah melalui mekanisme persidangan majelis
hakim di pengadilan.12
Dalam bukunya Asadulloh al-Faruq, suatu tindak pidana dalam hukum Islam
dapat dibuktikan secara meyakinkan tanpa ada keraguan sedikitpun, kemudian tindak
pidana tersebut baru dapat dibuktikan dengan pengakuan pelaku atau kesaksian dua
orang yang adil.13
Unsur-unsur yang mengakibatkan tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) berdasarkan kasus perkara di atas adalah sebagai berikut:
a. Unsur formil (al-rukn al-syar’i) yaitu unsur yang menyatakan bahwa seseorang
dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah, al-jani, atau dader kalau sebelumnya
telah ada nash atau undang-undang yang secara tegas melarang dan
11 Noor Ichwan Ichlas Ria Adha, “Restorasi Peradilan Pidana”, Majalah Hukum Varia Peradilan
Tahun XXV No. 295 Juni 2010, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2010), h. 52 12 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 33 13 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), h. 53
69
menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Pada perkara tersebut jelas bahwa pelaku
bernama Rudiansyah telah mengakui dan membenarkan identitas terdakwa di
persidangan dan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan
terhadap korban Bahtiar yang menyebabkan kematian.
b. Unsur materiil (al-rukn al-madi) yaitu unsur yang menyatakan bahwa untuk
bisa dipidananya pelaku jarimah, pelaku harus benar-benar telah terbukti
melakukan baik bersifat positif (aktif melakukan sesuatu), maupun yang
bersifat negatif (pasif melakukan sesuatu). Pada kronologi perkara dijelaskan
bahwa terdakwa Rudiansyah turut secara langsung mengambil bagian dalam
tindak pidana dalam hal ini melakukan kekerasan yang mengakibatkan maut
terhadap Bahtiar.
c. Unsur moriil (al-rukn al-adabi) yaitu unsur yang menyatakan bahwa seorang
pelaku tindak pidana harus sebagai subjek yang bisa dimintai
pertanggungjawaban atau harus bisa dipersalahkan. Artinya, pelaku bukan
orang gila, anak di bawah umur, atau berada di bawah ancaman dan
keterpaksaan. Pada perkara di atas, pelaku secara sadar dan tidak ada unsur
paksaan dalam melakukan perbuatan kekerasan terhadap korban Bahtiar
sampai akhirnya ia meninggal dunia.14
Dalam tindak pidana dapat dilakukan oleh satu orang, atau jika tindak pidana
dilakukan lebih dari satu orang dinamakan turut serta dalam tindak pidana. Dalam
hukum Islam apabila beberapa orang secara bersama-sama melakukan suatu tindak
pidana maka perbuatannya itu disebut turut serta dalam melakukan tindak pidana atau
disebut al-isytirak.15 Turut serta dalam melakukan tindak pidana terbagi kepada turut
serta secara langsung, orang yang turut serta disebut peserta langsung (al-syarik al-
mubasyir). Dan turut serta secara tidak langsung (al-syarik al-mutasabbib).16
14 Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb 15 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), h. 67 16 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 68
70
Turut serta secara langsung terjadi apabila orang yang melakukan tindak pidana
dengan nyata lebih beberapa orang. Melakukan tindak pidana tersebut bisa karena
kebetulan atau terjadi dengan tiba-tiba tanpa adanya kesepakatan sebelumnya
(tawafuq), atau tindak pidana terjadi karena telah direncanakan bersama-sama
(tamalu’). 17 Pengertian melakukan tindak pidana dengan nyata yaitu bahwa setiap
orang yang turut serta ikut masing-masing mengambil bagian secara langsung,
walaupun tidak sampai selesai. Jadi cukup dianggap sebagai turut serta secara langsung
apabila seseorang telah melakukan suatu perbuatan yang dipandang sebagai permulaan
pelaksanaan tindak pidana. 18 Dalam deskripsi perkara diketahui bahwa Rudiansyah
bersama-sama dengan Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah dan Hairil melakukan
pemukulan secara bergantian terhadap korbannya Bahtiar. Tidak diketahui secara pasti
pukulan mana yang mengakibatkan korban meninggal dunia akan tetapi Rudiansyah
telah melakukan yang merupakan permulaan pelaksanaan tindak pidana pembunuhan.
Sehingga Rudiansyah dianggap sebagai orang yang turut serta secara langsung (al-
syarik al-mubasyir).19
Berbagai pandangan ulama fiqh, ulama Hanafiah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah
mengatakan bahwa dalam tamalu’ ada kesamaan keinginan para pelaku dalam suatu
tindakan meskipun tidak didahului dengan adanya kesepakatan di antara mereka
sebelumnya, sekiranya mereka bersama-sama melakukan tindak pidana itu secara
spontan meski tanpa didahului dengan adanya rencana atau kesepakatan sebelumnya.
Jadi tamalu’ memiliki makna lebih luas mencakup tindak pidana pengeroyokan yang
berarti tidak ada kesepakatan atau perencanaan sebelumnya dan mencakup
perkomplotan yang berarti sebelumnya sudah ada kesepakatan.20
Sementara itu, ulama Malikiyah mengatakan tamalu’ adalah bersepakat atau
berkomplot yaitu dua orang atau lebih yang bermaksud membunuh seseorang dan
17 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 90 18 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 68 19 Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb 20 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, (Beirut: Dār al-Fikri, 1997), h. 564
71
memukulinya. Jadi tamalu’ menghendaki kesepakatan yang dilakukan sebelumnya
untuk melakukan suatu tindak pidana, sedangkan tawafuq (terjadi secara spontan dan
kebetulan) dalam suatu aksi pelanggaran tidak dianggap sebagai tamalu’. Akan tetapi,
mereka semua tetap dihukum bunuh apabila mereka memiliki maksud dan niat untuk
melakukan serta hadir dalam tindak pidana tersebut, meskipun akhirnya yang
melakukan hanya seorang dari mereka sedangkan yang lain melihat atau mengawasi,
namun dengan syarat jika memang seandainya mereka dimintai untuk membantu
tindak pidana tersebut, maka mereka akan membantu. Menurut ulama Malikiyah,
orang-orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana pembunuhan sebelumnya tidak
ada kesepakatan dan perkomplotan di antara mereka, maka mereka semua tetap
dihukum bunuh jika memang mereka ikut memukul secara sengaja atau menganiaya
sehingga korbannya mati di tempat itu juga, sementara pukulan-pukulan yang mereka
lakukan tidak bisa terbedakan antara yang satu dengan yang lainnya, atau bisa
terbedakan akan tetapi tidak diketahui mana pukulan yang mematikan dan yang
membunuh.21
Pada dasarnya banyaknya pelaku tindak pidana tidak mempengaruhi besarnya
hukuman yang pantas dijatuhkan atas mereka, yakni sama seperti melakukan tindak
pidana sendirian. Karena itu hukuman yang dijatuhkan atas orang yang turut serta
melakukan tindak pidana adalah sama seperti hukuman atas orang yang melakukan
tindak pidana sendirian meskipun ketika sedang bersama dengan lainnya, mereka tidak
melakukan seluruh perbuatan yang membentuk tindak pidana itu.22
Dalam kasus pembunuhan, berdasarkan kesepakatan para imam madzhab yang
empat, secara syara’ wajib menghukum qishash sekelompok orang karena membunuh
satu orang. Hal ini dalam rangka sadd al-dzari’ah (menutup celah yang bisa berpotensi
dijadikan sebagai pintu masuk kepada sesuatu yang dilarang). Karena jikalau tidak
dikenakan qishash semuanya, tentu itu akan berdampak pada pelaksanaan hukuman
21 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, h. 564 22 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jina’ῑ al-Islāmῑ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994), h.
363
72
qishash tidak bisa dilakukan. Sebab jika demikian, tindakan pembunuhan dengan cara
dilakukan secara bersama-sama akan dijadikan sebagai trik dan rekayasa untuk
terhindar dari jeratan hukuman qishash.23
Kasus yang terjadi pada masa Umar bin Khattab radiallāhu ‘anhu dapat dipakai
sebagai dasar hukum mengenai penghukuman turut serta secara langsung untuk
menjatuhkan hukuman qishash kepada seluruh pelaku tindak pidana. 24 Yaitu ada
seorang suami meninggalkan istrinya di Kota Shan’a bersama dengan seorang anak
dari istrinya yang lain. Lalu si istri memiliki pria idaman lain dan diketahui oleh si anak
tersebut. Si istri tersebut kemudian berkata kepada pria idaman lain itu bahwa si anak
telah mengetahui perbuatan mereka karena itu bunuhlah anak itu. Namun si laki-laki
menolak sehingga menyebabkan wanita itu tidak mau lagi berhubungan dengan laki-
laki itu, sehingga laki-laki itu memenuhi permintaan untuk membunuh anak itu. Lalu
ia pun melakukan pembunuhan secara bersama-sama, yaitu laki-laki itu beserta wanita
itu dan yang membantunya dengan cara memutilasi anak itu dan menceburkannya ke
dalam sumur. Kemudian kejadian itu tersebar luas. Setelah itu amir Yaman menangkap
laki-laki itu dan ia pun mengakui perbuatannya kemudian para pelaku lain juga
mengakui perbuatan mereka. Amir Yaman mengirim sepucuk surat kepada Umar bin
Khattab, lalu Umar bin Khattab mengirim surat balasan yang berisikan agar mereka
semua dihukum qishash. Umar bin Khattab radiallāhu ‘anhu berkata,
ي هللا عنه ع يقال الشاف ر سع ي عن عن يي بن سع يد ، أخب رن مال ك، :ت عال رض ، أ ع ي د بن الي هللا عنه ق تل ن فرا خ عة ب ر بن الطاب رض ة أو سب لة، وق ج د ق ت لوه غ ي ر:لو ا ل واح ها ال ع شت رك ف ي
عا ي عاء لقت لت هم ج أهل صن Artinya: “Dari Imam Syafi’i berkata: “Telah menceritakan kepadaku Malik dari Yahya
bin Sa’id dari Sa’id bin al-Muassab bahwa Umar bin Khattab ra telah membunuh lima
atau tujuh orang sebab membunuh seorang laki-laki dengan cara tipu muslihat, dan
Umar bin Khattab ra berkata: Seandainya penduduk San’a ikut bersama-sama
membunuh anak itu, sungguh aku pasti akan menghukum bunuh mereka semua”.25
23 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, h. 560 24 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, h. 561 25 Diriwayatkan oleh Imam bin Malik dalam al-Muwatha’ dan aslinya dalam Hadis Shahih
Bukhari. Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 90
73
Disamping itu, turut serta secara tidak langsung dikutip dalam bukunya Ahmad
Mawardi Muslich menurut Ahmad Hanafi adalah setiap orang yang melakukan
kesepakatan dengan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan tindak pidana atau
menyuruh orang lain atau memberikan bantuan dengan disertai kesengajaan.26 Orang
yang dianggap terlibat secara tidak langsung adalah siapa saja yang terlibat secara
sengaja dengan mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan suatu
tindak pidana, atau karena ia memaksa, atau menyuruh, atau menghasut, atau memberi
bantuan, atau menjanjikan hadiah tertentu, atau karena alasan apapun yang bisa
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana.27
Menurut Jumhur selain ulama, dalam perkara pembunuhan pelaku langsung
dan tidak langsung dapat bersama-sama dijatuhkan hukuman. Walaupun dalam
paksaan untuk melakukan pembunuhan, baik pihak yang memaksa maupun pihak yang
menyelenggarakan pembunuhan keduanya sama-sama dijatuhi hukuman qishash
karena pada faktanya ia telah menyelenggarakan pembunuhan itu dan pihak yang
memaksa adalah pihak yang menyebabkan terjadinya pembunuhan itu (mutasabbib).
Menurut ulama Malikiyah menyatakan dengan tegas hukuman qishash, karena pelaku
yang memegangi korban adalah sebagai mutasabbib dan rekannya yang bertugas
membunuh adalah sebagai pelaku langsung.28
Sedangkan menurut Imam Malik, turut serta tidak langsung, bagaimanapun
cara dan bentuk keturutsertaannya dianggap sebagai pelaku langsung, yakni bila ia
hadir dan menyaksikan terjadinya tindak pidana, apabila pelaku langsung tidak
sanggup melaksanakan tugas yang ia suruh, pasti ia (pelaku tidak langsung) akan
melaksanakan atau turut serta dalam melaksanakan tindak pidana itu. Berdasarkan teori
Imam Malik, pelaku dijatuhi hukum qishash seketika dirinya dianggap sebagai pelaku
langsung.29
26 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1994), h.
62 27 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 91 28 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū, h. 575 29 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 372-373
74
Pada perkara tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) perbuatan
pelaku termasuk ke dalam pembunuhan semi sengaja berdasarkan unsur-unsur
pembunuhan semi sengaja bahwa perbuatan pelaku tersebut disertai niat kesengajaan
untuk memberikan pelajaran atau melukai atau memberi pukulan dengan tangan pada
umumnya tindakan tersebut tidak bisa membunuh seseorang, tetapi ternyata korban
yang menjadi sasarannya yaitu Bahtiar meninggal dunia.30
Pelaku pembunuhan dalam jenis ini memiliki kesengajaan untuk melakukan
tindakan tertentu yaitu memberi pelajaran kepada korban, tetapi dia tidak memiliki niat
atau kehendak untuk membunuh. Pada kronologi perkara jelas dikatakan bahwa pelaku
memukul korban dengan tangan kosong (terbuka) secara bergantian sehingga
menimbulkan luka pada tubuh korban. Dan tidak diketahui luka mana yang
mengakibatkan matinya korban.31
Ciri khusus dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya unsur kesengajaan
dan ketidaksengajaan. Unsur sengaja dapat ditemui pada kesengajaan tindakan
pelakunya untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang ditujukan pada orang lain
atau korbannya, tetapi tidak berniat membunuh. Sedangkan unsur ketidaksengajaan
dapat dilihat dari tidak adanya niat atau kehendak pelaku untuk membunuh orang lain
atau korbannya, tetapi orang itu meninggal dunia.32
Dikutip dalam bukunya M. Nurul Irfan, dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah
bahwa jika pelaku tidak sengaja membunuh tetapi ia hanya bermaksud menganiaya,
tindakannya tidak termasuk pembunuhan sengaja walaupun tindakan pelaku itu
mengakibatkan kematian korban. Dalam kondisi demikian, pembunuhan tersebut
termasuk ke dalam kategori pembunuhan semi sengaja sebagaimana dikemukakan oleh
ulama fiqh.33
30 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 48 31 Putusan Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb 32 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 48-49 33 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 38
75
Pendapat ulama fiqh mengenai pembunuhan semi sengaja, menurut Hanafiyah
merupakan pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan tongkat,
batu, cambuk, tangan, atau benda lain yang mengakibatkan kematian. Akan tetapi
dalam pembunuhan semi sengaja adanya kekeliruan terlihat dari ketiadaan untuk
membunuh.34 Sedangkan menurut Imam Syafi’i pembunuhan semi sengaja merupakan
perbuatan yang sengaja dilakukan dalam pemukulannya, dan keliru dalam
pembunuhannya. Artinya pemukulan yang dilakukan terhadap seseorang (korban)
tidak untuk membunuhnya, akan tetapi pukulan tersebut dapat mematikan korban.35
Sisi perbedaan bahwa dalam hukum positif tidak mengenal istilah pembunuhan
semi sengaja sedangkan pada hukum pidana Islam, pemukulan atau kekerasan yang
mengakibatkan kematian tersebut dikategorikan sebagai pembunuhan seperti disengaja
atau semi sengaja.36
Dapat disimpulkan bahwa hukuman yang pantas bagi terdakwa Rudiansyah,
Aspiani, Rahmadhan, Hermansyah, dan Hairil menurut hukum Islam adalah sanksi
qishash sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika dibandingkan Putusan
Nomor 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan
kepada terdakwa hanya hukuman penjara selama 1 tahun 4 bulan. Sedangkan hukuman
yang dijatuhkan menurut hukum Islam adalah sanksi qishash, atau apabila dimaafkan
oleh keluarga korban maka pelaku wajib membayar diyat mughallazah kepada
keluarga korban.
Beberapa aspek keadilan yang dapat diraih jika menerapkan hukum pidana
Islam sebagai berikut:
1. Dari sisi pelaku kejahatan, hukum pidana Islam memberikan ketentuan yang
jelas dan syarat yang ketat terhadap pemberlakuan sanksi agar diperoleh
keadilan bagi keluarga korban, sehingga mereka tidak menaruh dendam atau
34 Ahmad Mawardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 77 35 Ibnu Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihāyah al-Muqtasid, (Mesir: Dār al-Ihya al-Kutub al-
Arabiyyah, 2012), h. 510 36 Abdul Qadir Audah, al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ, h. 255
76
membalas dengan balasan yang lebih kejam kepada pelaku. Hukuman qishash
dan diyat dapat dijadikan pelajaran bagi seluruh masyarakat sehingga tidak
mudah menumpahkan darah orang lain.
2. Dari sisi keluarga korban, keluarga korban bisa memilih antara qishash atau
diyat atau memaafkan pelaku. Dalam hal ini kepentingan korban atau keluarga
korban sangat diperhatikan. Sedangkan dalam hukum pidana positif hanya
fokus dalam menangani pelaku dan tidak ada upaya untuk meringankan
penderitaan korban atau keluarga korban.
3. Dari sisi penegak hukum. Hukum Islam memiliki landasan yang kuat, jelas, dan
tidak dapat diubah oleh siapapun yaitu al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian
tidak ada upaya untuk mengubah aturan atau mengenyampingkannya. Jika
seorang penegak hukum berpaling dari ketentuan hukum Islam akan dengan
sangat mudah mengetahuinya, sehingga tertutup kemungkinan aparat penegak
hukum berbuat sewenang-wenang.
4. Dari sisi masyarakat, masyarakat tentu menginginkan suatu keadaan yang jauh
dari berbagai ketidakadilan, baik yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana
berupa kejahatan-kejahatan, maupun akibat dari terjadinya tindak pidana.
Hukum pidana Islam memberikan solusi bagi masyarakat yaitu dengan adanya
ancaman hukuman yang berat, maka berpengaruh kejahatan akan berkurang.
Pelaku kejahatan diberikan sanksi hukuman yang berat sehingga akan
menimbulkan efek jera, sedangkan bagi orang lain dapat dijadikan pelajaran
untuk tidak melakukan tindak pidana di kemudian hari.37
37 Asadulloh al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, h. 100-101
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan perbuatan
sewenang-wenang terhadap orang lain, mengambil hak tanpa mengindahkan hukum,
dengan kehendaknya sendiri melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan luka
atau cidera pada orang lain bahkan sampai menyebabkan kematian. Dalam kasus ini
tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang mengakibatkan kematian
merupakan sebuah tindak pidana kejahatan terhadap jiwa, sehingga haruslah ada sanksi
bagi pelakunya. Sanksi bagi pelaku tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
menurut hukum pidana positif adalah Pasal 170 ayat (2) butir ke-3 KUHP yaitu
kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibatkan kematian diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun. Kemudian menurut Pasal 351 ayat (3) KUHP
yaitu mengenai perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan kematian diancam
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Sedangkan dalam hukum pidana Islam, tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) termasuk ke dalam jarimah qishash dan diyat. Perbuatan tersebut
termasuk ke dalam tindak pidana terhadap jiwa dan tindak pidana atas selain jiwa atau
penganiayaan. Tindak pidana terhadap jiwa yaitu pembunuhan (al-qatl) yang
digolongkan kepada tiga macam, yaitu pembunuhan yang disengaja (qatl al-‘amd),
pembunuhan semi sengaja (qatl sibhu al-‘amd), dan pembunuhan karena kesalahan
(qatl al-khata’). Pada tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang
menyebabkan kematian, perbuatan pelaku termasuk ke dalam pembunuhan semi
sengaja (qatl sibhu al-‘amd). Karena adanya unsur kesengajaan untuk memberikan
pelajaran atau melukai atau memberi pukulan dengan tangan yang pada umumnya tidak
bisa membunuh seseorang, sedangkan ketidaksengajaan bahwa dari perbuatan tersebut
korbannya meninggal dunia.
78
Pada Putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor: 235/ Pid.B/ 2017/ PN.Brb,
hakim memvonis pelaku dengan hukuman 1 tahun 4 bulan penjara. Sedangkan dalam
hukum pidana positif pada Pasal 170 ayat (2) butir ke-3 KUHP, hukuman maksimum
adalah 12 tahun penjara. Tetapi dalam putusannya hakim hanya menjatuhkan vonis 1
tahun 4 bulan berdasarkan pertimbangan hakim. Begitu juga bahwa hukuman yang
dijatuhkan oleh hakim tidak sesuai dengan hukum Islam yang mewajibkan qishash
kepada pelaku, atau apabila dimaafkan oleh keluarga korban maka pelaku wajib
membayar diyat mughallazah kepada keluarga korban.
B. Saran
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan beberapa
buah pikiran sebagai saran, yang semoga bermanfaat kedepannya bagi masyarakat atau
aparat penegak hukum dalam menghadapi tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat agar tidak terjadi lagi kasus tindak pidana main hakim sendiri
(eigenrichting) dan meningkatkan kepercayaan kepada aparat penegak hukum
untuk menindaklanjuti apabila terjadi tindak pidana.
2. Bagi kepolisian agar bertindak cepat dalam menangkap pelaku tindak pidana yang
meresahkan masyarakat.
3. Bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman memperhatikan aspek keadilan
bagi korban, tidak hanya menghukumi tersangka dalam rangka memberikan
pelajaran kepada tersangka, maupun masyarakat agar tidak melakukan tindak
pidana main hakim sendiri.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia
Ali, Mahrus. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Cet. Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika
Ali, Zainuddin. 2008. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Al-Faruq, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Al-Jauziyyah, Ibn al-Qayyim. 1985. ‘Alām al-Muwāqqi’ῑn Min Rabb al‘Ālamῑn.
Beirut: Dār Al-Fikri
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. 2003. Ensiklopedi Muslim. Cet. Ke-4. Jakarta: Dārul Falah
Al-Jurjani, Ali bin Muhammad. 1999. Al-Ta’rῑfāt. Beirut: Dār al-Kutub al-Arabi
Al-Khasani, Alauddin. 1996. Bada’ῑ Al-Sanna’ῑ fi Tartibi Al-Syara’ῑ. Beirut: Dār al-
Kitab al-‘Arabi
Al-Malik, Abdurrahman. 2002. Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah
Al-Qurthubi, Imam. 2008. Tafsir al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam
Al-Zuhaili, Wahbah. 1997. Al-Fiqh al-Islāmῑ wa adillātuhū. Beirut: Dār Al-Fikri
Apeldoorn, LJ. 1990. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pranindya Paramita
Anita, Susi. 2017. Tindakan Main Hakim Sendiri di Kota Makassar. Makassar:
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra
Aditya Bakti
_________________2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Assaf, Ahmad Muhammad. 1988. Al-Ahkam al-Fiqhῑyyah fi Madzahῑb al-Islāmῑyyah
al-Arba’ah. Beirut: Dār Ihya al-Ulum
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung:
Mandar Maju
Audah, Abdul Qadir. 1994. Al-Tasyrῑ’ al-Jinā’i al-Islāmῑ. Beirut: Muassasah al-
Risalah
80
Gunadi, Ismu. 2014. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Jakarta: Prenada
Media Group
Hanafi, Ahmad.1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang
Hamzah, Andi. 1986. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia
____________. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta
____________. 2014. KUHP dan KUHAP. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ikatan Hakim Indonesia. 2010. Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXV No. 295
Juni 2010. Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia
Ikatan Hakim Indonesia. 2011. Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVII No. 302
Januari 2011. Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia
Ikram, Febry Nur. 2015. Tinjauan Kriminologis Tindakan Main Hakim Sendiri di Kota
Makassar. Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Irfan, M. Nurul, Masyrofah. 2015. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah
_____________. 2016. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah
Jaelani, Achmad. 2011. Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Mengakibatkan Luka
Berat dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif. Jakarta: Fakultas
Syariah Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Khallaf, Abdul Wahab. 1993. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Rineka Cipta
Lamintang, P.A.F., Theo Lamintang. 2012. Kejahatan terhadap Nyawa Tubuh dan
Kesehatan. Cet. Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika
Marpaung, Leden. 2008. Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika
Mertokusumo, Sudikno. 2010. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta:
Liberty
___________________. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Cet. Ke-8. Jakarta: Rineka Cipta
Muladi, dan Barda Nawawi Arief. 1992. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: PT.
Alumni
81
Muslich, Ahmad Mawardi. 2006. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta:
Sinar Grafika
Panjaitan, Chandro. 2017. Penyebab Terjadinya Tindakan Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) Yang Mengakibatkan Kematian. Jakarta: Universitas
Tarumanegara
Prasetyo, Teguh. 2010. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media
Rahardjo, Satjipto. 2002. Sosiologi Hukum Perkembangan, Metode, dan Pilihan
Masalah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Resty, Yuniar Dwi. 2018. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Main Hakim Sendiri
Terhadap Pelaku Pencurian Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana di
Indonesia. Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan
Rusyd, Ibnu. 2012. Bidāyah al-Mujtahid wa Nihāyah al-Muqtasid. Mesir: Dār al-Ihya
al-Kutub al-Arabiyyah
Sabiq, Sayyid. 1980. Fikih Sunnah. Beirut: Dār al-Fikri
Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua
Dasar dalam Hukum Pidana. Cet. Ke-3. Jakarta: Aksara Baru
Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: Gema
Insani
Soejono. 1999. Metodologi Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1985. Beberapa Masalah dalam Studi Hukum dan
Masyarakat. Bandung: Remaja Karya
Sudarsono. 2011. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Sudarto. 1998. Hukum Pidana I. Semarang: Bahan Penyedia Bahan-Bahan Kuliah
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
______. 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: PT Alumni
Suma, Muhammad Amin. 2001. Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek, dan
Tantangan dalam Menepis Citra Negatif Hukum Pidana Islam. Jakarta: Pustaka
Firdaus
82
Syaltut, Mahmud. 1966. Al-Islām al-Aqidāh wa al-Shariāh. Beirut: Dār al-Qolam
Tresna, R. 1959. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Tiara
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi Manusia
Utrecht, E. 1960. Hukum Pidana I: Suatu Pengantar Hukum Pidana untuk Tingkat
Pelajaran Sarjana Muda Hukum, Suatu Pelajaran Umum. Bandung: Penerbit
Universitas
Yusuf, Imaning. 2009. Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam. Palembang: Rafah Press
Zahrah, Muhammad Abu. 1998. Al-Jarῑmah wa al-Uqūbah fi Fiqh al-Islāmῑ. Kairo:
Dār al-Fikri al-Arabi
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
P U T U S A N
Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Barabai yang mengadili perkara pidana dengan acara
pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam perkara Terdakwa :
1. Nama lengkap : RUDIANSYAH Als RUDI Bin JUHRIANSYAH;
2. Tempat lahir : Barabai;
3. Umur/tanggal lahir : 37 tahun / 06 Juni 1980;
4. Jenis kelamin : Laki-laki;
5. Kebangsaan : Indonesia;
6. Tempat tinggal : Jl. Brigjen H. Baseri Rt.010/004 Desa Bukat
Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
7. Agama : Islam;
8. Pekerjaan : Wakar;
9. Pendidikan : SD kelas V (tidak tamat);
Terdakwa ditangkap pada tanggal 4 September 2017;
Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara oleh :
1. Penyidik sejak tanggal 5 September 2017 sampai dengan tanggal 24
September 2017;
2. Perpanjangan Penuntut Umum sejak tanggal 25 September 2017 sampai
dengan tanggal 3 November 2017;
3. Penuntut Umum sejak tanggal 30 Oktober 2017 sampai dengan tanggal 18
November 2017;
4. Majelis Hakim sejak tanggal 14 November 2017 sampai dengan tanggal 13
Desember 2017;
5. Perpanjangan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Barabai sejak tanggal 14
Desember 2017 sampai dengan tanggal 11 Februari 2018;
Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum yang bernama H. FUAD
SYAKIR, S.H. Advokat-Pengacara-Penasihat Hukum dari Kantor Hukum H. FUAD
SYAKIR, S.H. & Rekan yang berkantor di Jalan Putera Harapan Rt.03/II No.45
Matang Ginalon Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Propinsi
Kalimantan Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 19 November 2017
yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Barabai Nomor
8/SKK/Pid/2017/PN Brb tanggal 21 November 2017;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
- Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Barabai Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
tanggal 14 November 2017 tentang penunjukan Majelis Hakim;
- Penetapan Majelis Hakim Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb tanggal 14 November
2017 tentang penetapan hari sidang;
- Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;
Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi dan Terdakwa serta
memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa RUDIANSYAH Alias RUDI Bin JUHRIANSYAH terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan
terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang mengakibatkan maut” sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 KUHP dalam dakwaan Kesatu;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RUDIANSYAH Alias RUDI Bin
JUHRIANSYAH berupa pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 8
(delapan ) Bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah
agar terdakwa tetap ditahan;
3. Menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna abu-abu yang ada
noda darahnya;
1 (satu) lembar celana panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya;
Dipergunakan dalam perkara lain an. Terdakwa RAHMADHAN Alias MADAN
Bin JUHRIANSYAH;
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima
ribu rupiah);
Setelah mendengar Pembelaan (pledoi) melalui Penasihat Hukum
Terdakwa yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Penasihat Hukum terdakwa akan melihat dari beberapa hal yang
menjadi fakta di persidangan, dengan diberitahukannya bahwa kompor gas
milik saksi MINTO yang hilang dan ternyata ditemukan telah dicuri oleh korban
BAHTIAR, seharusnya pihak polisi memproses ditemukannya barang bukti
yang hilang tersebut, dan ditemukannya barang bukti kompor gas milik saksi
MINTO tersebut, bukannya kepada saksi MINTO yang diminta mengadu atau
melaporkan kasusnya tersebut, karena kasus hilangnya dan ditemukannya
kompor gas tersebut bukan delik aduan, dalam artian saksi MINTO harus
mengadu dulu baru perkaranya jalan, karena dicarinya barang bukti kompor
gas itu bukan delik aduan maka Pihak Polisi harus memproses perkara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
tersebut setelah dilihat dan dipelajari dengan seksama ternyata telah
memenuhi unsur pasal yang dituduhkan kepada tersangka tersebut. Dan
dengan diketemukannya korban BAHTIAR dengan barang bukti berupa 1
(satu) buah kompor gas (dalam hal ini korban BAHTIAR memang mengakui
bahwa dialah yang mencuri kompor gas milik saksi MINTO tersebut) sudah
sepatutnya berdasarkan hukum yang berlaku maka korban BAHTIAR
seharusnya di tangkap dan dijebloskan ke sel tahanan, bukannya dilepaskan
dari pertanggungj awaban pidana sebagai pencuri kompor gas milik MINTO;
- Bahwa dengan ditahannya Tersangka atau korban BAHTIAR oleh Penyidik
secara pasti pihak Penyidik akan melakukan tindakan hukum, yaitu melakukan
pembantaran atau membawa Tersangka BAHTIAR dalam rangka melakukan
pengobatan terhadap luka-luka yang telah diderita oleh Tersangka BAHTIAR,
tapi yang jelas luka-luka dari Tersangka BAHTIAR secara pasti akan terobati
dan tertangani dengan segera oleh Pihak Penyidik Polres Hulu Sungai
Tengah, dan setelah itu dalam jeda waktu setelah dipulangkannya Korban
BAHTIAR dari Polres Hulu Sungai Tengah sampai Korban BAHTIAR
meninggal dunia itu tidak termonitor dalam pembuktian saudara JPU ini, apa
saja perbuatan hukum yang dilakukan oleh Korban BAHTIAR, sampai korban
BAHTIAR meninggal dunia;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi ahli dr. EKO BUDIYONO Bin
PARDJANDJIANTO dipersidangan, bahwa korban BAHTIAR alias IY AR pada
saat dibawa dan tiba di Rumah Sakit Barabai sudah dalam keadaan
meninggal dunia. Untuk pasien yang datang dalam keadaan meninggal dunia,
maka yang seharusnya dilakukan oleh dokter adalah menggunakan Outopsi
atau Bedah Mayat Forensik, bukan hanya dengan melihat dan memperhatikan
dengan seksama keadaan lisik si pasien yang meninggal dunia tersebut;
- Bahwa dalam perkara ini karena keterangan saksi ahli tidak dapat
memberikan ketegasan apa yang menyebabkan kematian korban BAHTIAR
alias IY AR Bin TUHALUS adalah akibat apa ? apakah akibat perbuatan
terdakwa sehingga korban meninggal dunia, hal ini tidak dapat dibuktikan
secara pasti;
- Bahwa dengan demikian unsur mengakibatkan maut/mati tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan;
- Bahwa berdasarkan semua uraian Nota Pembelaan kami sebagai Penasihat
Hukum Terdakwa, maka kami memohon kepada Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili Terdakwa untuk menjatuhkan putusan yang tepat
dan yang seadil-adilnya kepada diri Terdakwa;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum (replik) secara lisan
terhadap Pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya
Penuntut Umum tetap pada tuntutannya semula;
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut
Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut :
KESATU:
Bahwa terdakwa RUDIANSYAH Alias RUDI Bin JUHRIANSYAH bersama-
sama dengan saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI (dilakukan dalam
penuntutan terpisah), saksi RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH
(dilakukan dalam penuntutan terpisah), HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H.
HAIRIL Alias IRIL (DPO) pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar pukul 02.00
Wita atau setidak tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli 2017, bertempat di
Pasar Keramat Barabai, Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Barabai yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang mengakibatkan korban
BAHTIAR Alias IYAR meninggal dunia. Perbuatan tersebut dilakukan oleh
terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut :
- Bermula pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00 Wita terdakwa
bersama- sama saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH (dilakukan penuntutan
terpisah), HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) sedang bertugas sebagai penjaga
malam di Pasar Keramat Barabai, sekitar jam 02.00 Wita terdakwa terbangun
lalu melihat saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN
Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH, HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H.
HAIRIL Alias IRIL (DPO) membawa korban BAHTIAR Alias IYAR yang mana
kedua tangan sudah terborgol dibelakang, lalu H. HAIRIL Alias IRIL (DPO)
menyandarkan korban BAHTIAR Alias IYAR ditiang listrik selanjutnya kedua
tangan korban BAHTIAR Alias IYAR diborgol di tiang listrik tersebut, karena
korban BAHTIAR Alias IYAR berbelit- belit menjawab yang sebelumnya dituduh
mencuri, sehingga terdakwa menjadi emosi, tiba- tiba terdakwa langsung
memukul korban dengan tangan kosong yang mengenai wajah korban dan
pada saat itu juga saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH, HERMANSYAH Alias IHIR
(DPO) dan H. HAIRIL Alias IRIL (DPO) langsung ikut memukuli korban secara
bergantian dengan menggunakan tangan kosong hingga muka korban babak
belur dan mulut korban mengeluarkan darah;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
- Bahwa sesuai dengan hasil Visum Et Repertum No. KH. 370/47/Katib/2017
tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. EKO
BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai di Barabai
atas nama BAHTIAR Alias IYAR, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Kesimpulan :
Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal dunia;
Ditemukan luka memar kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi
atas patah;
Ditemukan memar di dada kanan;
- Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Kematian nomor :
440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. EKO BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H.
Damanhuri Barabai yang menerangkan korban yang bernama BAHTIAR Alias
IYAR pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 pukul 23.30 Wita sudah dalam
keadaan meninggal dunia;
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dalam pasal 170 ayat (2) ke- 3
KUHP;
ATAU
KEDUA :
Bahwa terdakwa RUDIANSYAH Alias RUDI Bin JUHRIANSYAH bersama-
sama dengan saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI (dilakukan dalam
penuntutan terpisah), saksi RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH
(dilakukan dalam penuntutan terpisah), HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H.
HAIRIL Alias IRIL (DPO) pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar pukul 02.00
Wita atau setidak tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli 2017, bertempat di
Pasar Keramat Barabai, Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Barabai yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sebagai orang
yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan, telah
melakukan penganiayaan yang mengakibatkan korban BAHTIAR Alias IYAR
meninggal dunia. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara antara
lain sebagai berikut :
- Bermula pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00 Wita terdakwa
bersama- sama saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH (dilakukan penuntutan
terpisah), HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) sedang bertugas sebagai penjaga
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
malam di Pasar Keramat Barabai, sekitar jam 02.00 Wita terdakwa terbangun
lalu melihat saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN
Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH, HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H.
HAIRIL Alias IRIL (DPO) membawa korban BAHTIAR Alias IYAR yang mana
kedua tangan sudah terborgol dibelakang, lalu H. HAIRIL Alias IRIL (DPO)
menyandarkan korban BAHTIAR Alias IYAR ditiang listrik selanjutnya kedua
tangan korban BAHTIAR Alias IYAR diborgol di tiang listrik tersebut, karena
korban BAHTIAR Alias IYAR berbelit- belit menjawab yang sebelumnya dituduh
mencuri, sehingga terdakwa menjadi emosi, tiba- tiba terdakwa langsung
memukul korban dengan tangan kosong yang mengenai wajah korban dan
pada saat itu juga saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH, HERMANSYAH Alias IHIR
(DPO) dan H. HAIRIL Alias IRIL (DPO) langsung ikut memukuli korban secara
bergantian dengan menggunakan tangan kosong hingga muka korban babak
belur dan mulut korban mengeluarkan darah.
- Bahwa sesuai dengan hasil Visum Et Repertum No. KH. 370/47/Katib/2017
tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. EKO
BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai di Barabai
atas nama BAHTIAR Alias IYAR, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Kesimpulan :
Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal dunia;
Ditemukan luka memar kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi
atas patah;
Ditemukan memar di dada kanan;
- Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Kematian nomor :
440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. EKO BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H.
Damanhuri Barabai yang menerangkan korban yang bernama BAHTIAR Alias
IYAR pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 pukul 23.30 Wita sudah dalam
keadaan meninggal dunia.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dalam pasal 351 ayat (3) jo.
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP;
ATAU
KETIGA:
Bahwa terdakwa RUDIANSYAH Alias RUDI Bin JUHRIANSYAH pada hari
Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar pukul 02.00 Wita atau setidak tidaknya pada
waktu lain dalam bulan Juli 2017, bertempat di Pasar Keramat Barabai,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah atau setidak-tidaknya pada
suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Barabai yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara, dengan
sengaja melakukan penganiayaan. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa
dengan cara antara lain sebagai berikut :
- Bermula pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00 Wita terdakwa
bersama- sama saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH (dilakukan penuntutan
terpisah), HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) sedang bertugas sebagai penjaga
malam di Pasar Keramat Barabai, sekitar jam 02.00 Wita terdakwa terbangun
lalu melihat saksi ASPIANI Alias ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN
Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH, HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H.
HAIRIL Alias IRIL (DPO) membawa korban BAHTIAR Alias IYAR yang mana
kedua tangan sudah terborgol dibelakang, lalu H. HAIRIL Alias IRIL
menyandarkan korban BAHTIAR Alias IYAR ditiang listrik selanjutnya kedua
tangan korban BAHTIAR Alias IYAR diborgol di tiang listrik tersebut, karena
korban BAHTIAR Alias IYAR berbelit- belit menjawab yang sebelumnya dituduh
mencuri, sehingga terdakwa menjadi emosi, tiba- tiba terdakwa langsung
memukul korban dengan tangan kosong yang mengenai wajah korban hingga
muka korban babak belur dan mulut korban mengeluarkan darah.
- Bahwa sekitar jam 06.00 Wita terdakwa bersama dengan saksi ASPIANI Alias
ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN Alias MADAN Bin JUHRIANSYAH,
HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) dan H. HAIRIL Alias IRIL (DPO) membawa
korban menuju rumah saksi ARIFIN Bin TUHALUS di Desa Banua Rantau,
Kecamatan Batang Alai Selatan dengan menggunakan 1 (satu) unit mobil merk
FEROZA warna hijau milik H. HAIRIL Alias IRIL, sesampainya di rumah saksi
ARIFIN Bin TUHALUS, korban diturunkan ke dalam rumah untuk menunjukkan
tempat menyimpan barang curian berupa laptop, setelah mencari laptop
tersebut dan tidak menemukan di rumah saksi ARIFIN Bin TUHALUS, terdakwa
memukul dengan tangan kosong kepada korban BAHTIAR Alias IYAR dan
mengenai wajah korban BAHTIAR Alias IYAR.
- Bahwa sesuai dengan hasil Visum Et Repertum No. KH. 370/47/Katib/2017
tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. EKO
BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai di Barabai
atas nama BAHTIAR Alias IYAR, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Kesimpulan :
Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal dunia;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Ditemukan luka memar kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi
atas patah;
Ditemukan memar di dada kanan;
- Bahwa berdasarkan Surat Keterangan Kematian nomor :
440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. EKO BUDIYONO dokter pada Rumah Sakit Umum H.
Damanhuri Barabai yang menerangkan korban yang bernama BAHTIAR Alias
IYAR pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 pukul 23.30 Wita sudah dalam
keadaan meninggal dunia;
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dalam pasal 351 ayat (1) KUHP;
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa tidak
mengajukan keberatan;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum
telah mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut :
1. ARIFIN Bin TUHALUS dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan korban Bahtiar Als Iyar yang dipukul
orang;
Bahwa saksi tidak mengetahui kapan dan dimana kejadiannya;
Bahwa yang saksi tahu, pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam
07.00 Wita ada datang Terdakwa, sdr. IRIL, sdr. IHIR, saksi RAHMADHAN
dan saksi ASPI ke rumah saksi di Jl. Merdeka Rt.006/003 Desa Banua
Rantau Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
waktu itu Terdakwa dan sdr. IRIL masuk ke dalam rumah saksi, mereka
datang dengan menggunakan 1 (satu) buah mobil feroza warna hijau;
Bahwa saat itu mereka berada di luar rumah belum masuk ke dalam,
kemudian kalau tidak salah, Terdakwa atau sdr. IRIL menanyakan kepada
saksi mengenai laptop yang berada dirumah saksi dan saat itu saksi
menjawab “laptop apa” dan kemudian dijawab “laptop ada dirumah kamu”
kemudian saksi menjawab lagi “laptop apa cari saja laptopnya dirumah”
setelah itu mereka kembali ke mobil lalu menjemput korban Bahtiar Als Iyar
yang merupakan adik kandung saksi dari dalam mobil tersebut;
Bahwa kondisi korban saat itu dalam keadaan terborgol di belakang
kemudian Terdakwa dan korban nama Bahtiar masuk ke dalam rumah
saksi dan mencari laptop yang diduga ada dirumah saksi namun laptop
yang dicari tidak ada kemudian Terdakwa langsung memukul korban di
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
wajah bagian dagu sebanyak 1 (satu) kali dengan menggunakan tangan
dan saat itu saksi melihat mulut korban ada mengeluarkan darah;
Bahwa setelah itu Terdakwa bersama teman-temannya dan korban Bahtiar
langsung meninggalkan rumah saksi;
Bahwa pada waktu itu, saksi ada menyuruh Terdakwa untuk membawa
korban ke Polres HST namun tidak ada tanggapan;
Bahwa pada hari yang sama sekitar jam 18.00 Wita saksi ada menjenguk
korban di rumahnya dan saat itu saksi melihat korban dalam posisi tidur di
kamarnya sambil menahan sakit dan wajah korban dalam keadaan babak
belur, ada memar di mata dan di dadanya ada luka lebam serta gigi dalam
keadaan patah, setelah itu saksi pulang ke rumah, kemudian sekitar jam
23.30 wita saksi mendapat kabar kalau korban meninggal dunia;
Bahwa korban merupakan adik saksi dan perbuatan korban memang
pernah mengambil barang milik orang lain namun untuk masalah laptop
saksi tidak tahu dan tidak pernah melihatnya;
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
2. MELYDA KARTINI Binti SYARIFUDDIN dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan korban Bahtiar Als Iyar yang dipukul
orang;
Bahwa pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 09.00 wita saksi
saat itu sedang berada di Pasar Keramat Barabai Kec. Barabai Kab. Hulu
Sungai Tengah mendengar kabar ada maling yang tertangkap, karena
merasa penasaran siapa yang menjadi maling tersebut lalu saksi
menanyakan kepada orang yang ada di sana siapa maling yang telah
tertangkap tersebut kemudian ada yang menjawab kalau maling yang
tertangkap adalah Sdr. lYAR warga Gang Said Idrus Jalan Sarigading Rt.
005 / 002 Kec. Barabai Kab. Hulu Sungai Tengah;
Bahwa mendengar jawaban tersebut saksi langsung terkejut karena sdr.
lYAR adalah paman saksi sendiri kemudian saksi mendatangi tempat sdr.
IYAR di amankan dan saat itu saksi melihat korban BAHTlAR Als IYAR
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
wajahnya dalam keadaan babak belur habis dipukuli dan mulutnya ada
mengeluarkan darah serta kedua tangannya diborgol dibelakang;
Bahwa setelah itu saksi langsung pulang ke rumah dan menceritakan
kejadian tersebut kepada bibi saksi, setelah itu saksi kembali mendapat
kabar kalau paman BAHTlAR dibawa ke kantor polisi oleh warga dengan
keadaan muka babak belur lalu saksi pun mendatangi korban ke kantor
polisi untuk melihat keadaan paman BAHTlAR kemudian sekitar jam 11.30
wita paman BAHTlAR dipulangkan ke rumah karena permasalahannya
diselesaikan secara kekeluargaan;
Bahwa korban BAHTIAR ketika sudah di rumahnya, saksi ada menanyakan
siapa yang telah melakukan pengeroyokan terhadap dirinya, saat itu korban
BAHTIAR menjawab Terdakwa dan beberapa orang temannya yang
menjadi wakar di pasar;
Bahwa pada sekitar jam 23.00 wita saksi kembali ada mendatangi rumah
korban BAHTlAR dengan maksud untuk mengantarkan makanan tetapi
saat itu pintu rumah tidak dibuka lalu saksi membuka pintu sendiri dan
langsung masuk ke dalam rumah lalu saksi mencari korban BAHTIAR yang
saat itu sedang berada di kamar dalam keadaan tertidur dengan posisi
tertelungkup kemudian saksi bangunkan dengan cara digerakkan tubuhnya
tetapi korban BAHTIAR tidak bangun kemudian saksi meminta tolong
kepada warga sekitar untuk membawa korban ke RSUD H. Damanhuri
Barabai;
Bahwa pada saat di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal
dunia;
Bahwa saksi saat di Pasar sedang berjualan, saat itu saksi mendengar ada
maling yang tertangkap dan ternyata adalah paman saksi sendiri;
Bahwa saksi sempat melihat keadaan korban dari kejauhan sekitar jarak 10
(sepuluh) meter yang mana pada saat itu korban dalam keadaan wajahnya
babak belur dan mulutnya ada mengeluarkan darah;
Bahwa pada saat itu saksi tidak ada melihat Terdakwa di Pasar dan saksi
tidak ada melihat Terdakwa memukul korban;
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
3. RIRI HERLIANTO Bin SOETIRTO dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan pemukulan korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa kejadiannya pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 09.00
Wita di Pasar Terminal Keramat Barabai tepatnya di Blok Seng Kecamatan
Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa awalnya saksi mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa di
Pasar Terminal Keramat Barabai ada seorang laki-laki yang diamankan
oleh wakar/penjaga malam pasar dan sempat dipukuli, setelah mendengar
informasi tersebut lalu saksi menghubungi rekan anggota Buser yaitu saksi
RUSMA HERDIYANTO dan mengajaknya pergi menuju ke tempat kejadian;
Bahwa saksi datang di tempat kejadian lebih dulu dari saksi RUSMA dan
sesampainya di Pasar Terminal Keramat Barabai tepatnya di blok seng,
saksi melihat korban BAHTIAR Als IYAR dengan posisi kedua tangannya
terborgol dibelakang dan mukanya babak belur habis dipukuli serta
mulutnya ada mengeluarkan darah sedang duduk ditempat tersebut;
Bahwa korban saat itu sedang di jaga oleh sdr. IRIL dan saksi ASPI,
kemudian datang saksi RUSMA ke tempat kejadian kemudian saksi
menyuruh sdr. IRIL untuk melepaskan borgol tersebut dan setelah itu
korban langsung kami bawa ke Mapolres HST;
Bahwa setibanya di Mapolres HST korban langsung kami bawa ke bagian
urusan kesehatan (urkes) Polrest untuk mendapatkan perawatan pertama
karena saat itu kondisi wajah korban dalam keadaan babak belur dan
mulutnya ada mengeluarkan darah dan setelah itu korban kami serahkan
kepada petugas piket saat itu;
Bahwa korban BAHTIAR Als IYAR hanya dilakukan perawatan pertama
sekedar membersihkan luka yang ada pada wajah korban;
Bahwa peristiwa pencurian yang diduga dilakukan korban tidak ditindak
lanjuti karena tidak ada korban kehilangan yang melapor sehingga korban
BAHTIAR kami pulangkan;
Bahwa ketika ditanyakan kepada korban BAHTIAR Als IYAR mengenai
pelaku yang memukul korban, saat itu korban bercerita telah dipukul oleh
para wakar / penjaga malam pasar terminal keramat Barabai yaitu
Terdakwa, sdr. SYAHRIL, sdr. IRIL, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin
JUHRIANSYAH dan saksi ASPI;
Bahwa pada saat itu saksi tidak ada melihat Terdakwa di Pasar dan saksi
tidak ada melihat Terdakwa memukul korban karena pada saat saksi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
berada di tempat kejadian sudah banyak warga yang berdatangan, saksi
tidak memperhatikan orang disekitar karena hanya fokus pada korban
BAHTIAR;
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
4. RUSMA HERDIYANTO Bin SAMSI dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan pemukulan korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa kejadiannya pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 09.00
Wita di Pasar Terminal Keramat Barabai tepatnya di Blok Seng Kecamatan
Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa saksi mendapatkan informasi dari RIRI HERLIANTO bahwa ada
seorang laki-laki yang diamankan oleh wakar/penjaga malam pasar dan
sempat dipukuli, setelah mendengar informasi tersebut lalu saksi menuju ke
tempat kejadian di Pasar Terminal Keramat Barabai tepatnya di blok seng,
ketika saksi tiba, saksi melihat korban BAHTIAR Als IYAR dengan posisi
kedua tangannya terborgol dibelakang dan mukanya babak belur habis
dipukuli serta mulutnya ada mengeluarkan darah sedang duduk ditempat
tersebut kemudian saksi RIRI menyuruh sdr. IRIL untuk melepaskan borgol
tersebut dan setelah itu korban langsung kami bawa ke Mapolres HST;
Bahwa setibanya di Mapolres HST korban langsung kami bawa ke bagian
urusan kesehatan Polrest untuk mendapatkan perawatan pertama karena
saat itu kondisi wajah korban dalam keadaan babak belur dan mulutnya
ada mengeluarkan darah dan setelah itu korban kami serahkan kepada
petugas piket saat itu;
Bahwa peristiwa pencurian yang diduga dilakukan korban tidak ditindak
lanjuti karena tidak ada korban kehilangan yang melapor sehingga korban
BAHTIAR kami pulangkan;
Bahwa ketika ditanyakan kepada korban BAHTIAR Als IYAR mengenai
pelaku yang memukul korban, saat itu korban bercerita telah dipukul oleh
para wakar / penjaga malam pasar terminal keramat Barabai yaitu
Terdakwa, sdr. SYAHRIL, sdr. IRIL, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin
JUHRIANSYAH, saksi ASPI;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
5. ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan pemukulan korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa kejadiannya pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00
WITA di Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa saksi bersama saksi RAHMADHAN Als MADAN dan Terdakwa
adalah penjaga malam (wakar) di Pasar Keramat Barabai, begitu pula Sdr.
HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) juga
merupakan penjaga malam (wakar) di Pasar Keramat Barabai;
Bahwa sebelum kejadian pemukulan pada malam itu saksi mendapat
informasi dari Sdr. HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) kalau korban
BAHTIAR Als IYAR yang sebelumnya melakukan pencurian di blok seng
Pasar Keramat Barabai sedang berada di daerah Bukat, setelah mendapat
informasi tersebut lalu Sdr. HERMANSYAH Als IHIR mengajak saksi dan
saksi RAHMADHAN Als MADAN untuk mencari korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa Terdakwa tidak ikut mencari korban BAHTIAR karena sedang tidur,
sehingga hanya saksi bersama Sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan saksi
RAHMADHAN Als MADAN mencari korban BAHTIAR di Desa Bukat,
sesampainya di Desa BUKAT kami menemukan korban BAHTIAR sedang
bersembunyi di sebuah rumah milik warga setelah itu kami langsung
membawa korban BAHTIAR Als IY AR ke rumah milik sdr. H. HAIRIL Als
IRIL (DPO) dengan maksud untuk menanyakan kepada korban BAHTIAR
mengenai kejadian pencurian tersebut;
Bahwa ketika sudah berada di depan rumah sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO),
korban BAHTIAR Als IYAR di dudukkan di bawah pohon di halaman depan
rumah milik sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) sedangkan saksi dan saksi
RAHMADHAN Als MADAN duduk di pinggir jalan, setelah itu sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menanyakan kepada
korban BAHTIAR dimana barang hasil curian namun korban berbelit-belit,
lalu sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL
langsung memukuli korban BAHTIAR Als IYAR secara bergantian
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
kemudian oleh sdr. H. HAIRIL Als IRIL kami disuruh untuk membawa
korban BAHTIAR ke Pasar Keramat Barabai sekitar jam 02.00 Wita kami
membawa korban BAHTIAR ke Pasar Keramat Barabai namun sebelum
berangkat kedua tangan korban BAHTIAR Als IYAR diborgol dengan posisi
kedua tangan dibelakang oleh sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO);
Bahwa saksi membawa korban BAHTIAR ke Pasar dengan menggunakan
sepeda motor yang kemudikan dan korban BAHTIAR diapit oleh sdr.
HERMANSYAH Als IHIR, sedangkan saksi RAHMADHAN Als MADAN dan
sdr. H. HAIRIL Als IRIL naik sepeda motor sendiri-sendiri;
Bahwa sesampainya di Pasar Keramat Barabai korban BAHTIAR kami
sandarkan di tiang listrik dan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik
tersebut, setelah itu saksi ada bertanya kepada korban mengenai kejadian
pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada saat itu korban
BAHTIAR Alias IYAR menjawab dengan berbelit-belit atau berubah-ubah,
sehingga membuat saksi menjadi emosi lalu saksi langsung memukul
korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan kosong (terbuka)
mengenai bagian wajah korban BAHTIAR, kemudian saksi RAHMADHAN
Als MADAN ikut memukul juga dengan tangan kosong, kemudian sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL ikut memukuli korban
BAHTIAR Als IYAR secara bergantian dengan menggunakan tangan
kosong, setelah itu saksi pergi untuk memantau keamanan pasar pada
malam itu dan korban tetap berada di tiang listrik tersebut dalam keadaan
terborgol;
Bahwa saksi tidak melihat Terdakwa ada memukul korban BAHTIAR
karena saat itu saksi sudah jalan keliling memantau lokasi pasar;
Bahwa saksi tidak ingat berapa kali jumlah pukulan terhadap korban baik itu
yang dilakukan saksi maupun saksi RAHMADHAN Als MADAN dan sdr.
HERMANSYAH Als IHIR atau sdr. H. HAIRIL Als IRIL;
Bahwa terakhir kali saksi melihat korban BAHTIAR pada pagi harinya,
bagian wajahnya sudah dalam keadaan babak belur dan ada mengeluarkan
darah;
Bahwa setelah korban BAHTIAR dipukuli, lalu korban BAHTIAR Als IYAR
memberitahukan tempat menyimpan barang hasil curian tersebut yaitu di
rumah kakaknya di Desa Banua Rantau Kecamatan batang Alai Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa mendengar hal tersebut lalu sdr. H. HAIRIL Als IRIL pulang
kerumahnya untuk mengambil 1 (satu) unit mobil merk Feroza warna hijau
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
miliknya, kemudian sekitar jam 06.00 Wita, korban BAHTIAR Alias IYAR
langsung dimasukkan ke dalam mobil tersebut masih dalam keadaan
terborgol, lalu saksi, Terdakwa, saksi RAHMADHAN Als MADAN, sdr.
HERMANSYAH Als IHIR ikut masuk ke dalam mobil tersebut dan sdr. H.
HAIRIL Als IRIL yang mengemudikan mobil tersebut langsung berangkat
menuju rumah kakak korban yang bernama ARIFIN di Desa Banua Rantau;
Bahwa sesampainya di rumah saksi ARIFIN, saksi dan saksi RAHMADHAN
Als MADAN tidak turun dari mobil, yang turun dari mobil hanya korban
BAHTIAR Als IYAR bersama Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan
sdr. H. HAIRIL Als IRIL, mereka masuk ke dalam rumah saksi ARIFIN untuk
mencari barang curian yang disimpan;
Bahwa saksi bersama saksi RAHMADHAN Als MADAN hanya di dalam
mobil tidak ikut turun dan tidak ikut mencari barang curian tersebut dan
saksi tidak melihat kejadian pemukulan di depan rumah saksi ARIFIN;
Bahwa saksi tidak membenarkan keterangan saksi yang ada dalam BAP
nomor 5 (lima) mengenai pemukulan di depan rumah saksi ARIFIN;
Bahwa oleh karena barang yang dicari tidak ditemukan di rumah saksi
ARIFIN lalu korban dibawa masuk ke dalam mobil lagi kemudian kami
langsung membawa menuju ke arah Jalan Lingkar (tol) Desa Matang Birik
Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dengan maksud
untuk menunggu terang sambil beristirahat;
Bahwa ketika tiba di Jalan Lingkar tersebut, korban BAHTIAR Als IYAR
diturunkan dari dalam mobil oleh Terdakwa, HERMANSYAH Als IHIR saksi
H. HAIRIL Als IRIL sedangkan saksi dan saksi RAHMADHAN Als MADAN
tetap berada di dalam mobil;
Bahwa saksi tidak ada melihat pemukulan terhadap korban BAHTIAR yang
dilakukan oleh Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR, sdr. H. HAIRIL Als
IRIL maupun saksi RAHMADHAN Als MADAN di lokasi Jalan Lingkar (tol)
Desa Matang Birik Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa saksi tidak membenarkan keterangan saksi yang ada dalam BAP
nomor 5 (lima) mengenai pemukulan di Jalan Lingkar (tol) tersebut;
Bahwa setelah dari Jalan Lingkar (tol), lalu korban BAHTIAR Als IYAR
dimasukkan kembali ke dalam mobil dan langsung dibawa menuju ke Pasar
Keramat Barabai, setekah sampai di Pasar Keramat Barabai sekitar jam
08.30 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR kami dudukkan di depan sebuah
toko dengan posisi kedua tangan masih dalam keadaan terborgol
dibelakang, setelah itu saksi RAHMADHAN Als MADAN bersama saksi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
RUDIANSYAH Als RUDI langsung pulang ke rumahnya, sedangkan saksi
bersama-sama dengan sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL
Als IRIL menjaga korban di tempat tersebut;
Bahwa beberapa saat kemudian datang 2 (dua) orang petugas kepolisian
lalu saksi melihat sdr. H. HAIRIL Als IRIL langsung membuka/melepas
borgol dari tangan korban BAHTIAR Als IYAR kemudian anggota polisi
tersebut membawa korban BAHTIAR ke kantor polisi, setelah itu saksi
langsung pulang ke rumah;
Bahwa sebelum petugas kepolisian datang, saksi ada melihat sdr.
MISRANSYAH Als IMIS melakukan pemukulan terhadap korban BAHTIAR
Als IYAR dengan menggunakan tangan kosong;
Bahwa korban BAHTIAR Als IYAR sudah meninggal dunia dan saksi
mengetahui kabar tersebut dari sdr. H. HAIRIL Als IRIL pada malam
harinya, kemudian saksi diminta untuk mengamankan diri sehingga saksi
bersama saksi RAHMADHAN Als MADAN dan saksi RUDIANSYAH Als
RUDI langsung pergi ke Kandangan untuk bersembunyi agar dapat
menghindari dari masalah kematian korban, akan tetapi saksi akhirnya
dapat ditangkap oleh petugas kepolisian pada tanggal 04 September 2017;
Bahwa saksi melakukan pemukulan terhadap korban BAHTIAR Als IYAR
karena kesal dengan jawabannya yang berbelit-belit dan korban sudah
sering melakukan pencurian;
Bahwa saksi tidak tahu siapa yang menghubungi kepolisian sehingga bisa
datang ke pasar untuk menjemput korban;
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
6. RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi diperiksa sehubungan pemukulan korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa kejadiannya pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00
WITA di Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa saksi bersama saksi ASPIANI dan Terdakwa adalah penjaga malam
(wakar) di Pasar Keramat Barabai, begitu pula Sdr. HERMANSYAH Als
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) juga merupakan penjaga
malam (wakar) di Pasar Keramat Barabai;
Bahwa sebelum kejadian pemukulan pada malam itu saksi mendapat
informasi dari Sdr. HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) kalau korban
BAHTIAR Als IYAR yang sebelumnya melakukan pencurian di blok seng
Pasar Keramat Barabai sedang berada di daerah Bukat, setelah mendapat
informasi tersebut lalu Sdr. HERMANSYAH Als IHIR mengajak saksi dan
saksi ASPIANI untuk mencari korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa Terdakwa tidak ikut mencari korban BAHTIAR karena sedang tidur,
sehingga hanya saksi bersama Sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan saksi
ASPIANI mencari korban BAHTIAR di Desa Bukat, sesampainya di Desa
BUKAT kami menemukan korban BAHTIAR sedang bersembunyi di sebuah
rumah milik warga setelah itu kami langsung membawa korban BAHTIAR
Als IYAR ke rumah milik sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) dengan maksud
untuk menanyakan kepada korban BAHTIAR mengenai kejadian pencurian
tersebut;
Bahwa ketika sudah berada di depan rumah sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO),
korban BAHTIAR Als IYAR di dudukkan di bawah pohon di halaman depan
rumah milik sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) sedangkan saksi dan saksi
ASPIANI duduk di pinggir jalan, setelah itu sdr. HERMANSYAH Als IHIR
dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menanyakan kepada korban BAHTIAR dimana
barang hasil curian namun korban berbelit-belit, lalu sdr. HERMANSYAH
Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL langsung memukuli korban
BAHTIAR Als IYAR secara bergantian kemudian oleh sdr. H. HAIRIL Als
IRIL kami disuruh untuk membawa korban BAHTIAR ke Pasar Keramat
Barabai sekitar jam 02.00 Wita kami membawa korban BAHTIAR ke Pasar
Keramat Barabai namun sebelum berangkat kedua tangan korban
BAHTIAR Als IYAR diborgol dengan posisi kedua tangan dibelakang oleh
sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO);
Bahwa saksi ASPIANI membawa korban BAHTIAR ke Pasar dengan
menggunakan sepeda motor yang kemudikan dan korban BAHTIAR diapit
oleh sdr. HERMANSYAH Als IHIR, sedangkan saksi dan sdr. H. HAIRIL Als
IRIL naik sepeda motor sendiri-sendiri;
Bahwa sesampainya di Pasar Keramat Barabai korban BAHTIAR kami
sandarkan di tiang listrik dan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik
tersebut, setelah itu saksi ASPIANI ada bertanya kepada korban mengenai
kejadian pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada saat itu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
korban BAHTIAR Als IYAR menjawab dengan berbelit-belit dan berubah-
ubah, sehingga membuat saksi ASPIANI menjadi emosi lalu saksi ASPIANI
langsung memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan
tangan kosong (terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR,
kemudian saksi ikut memukul juga dengan tangan kosong, dilanjutkan sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL ikut memukuli korban
BAHTIAR Als IYAR secara bergantian dengan menggunakan tangan
kosong, setelah itu saksi pergi untuk memantau keamanan pasar pada
malam itu dan korban tetap berada di tiang listrik tersebut dalam keadaan
terborgol;
Bahwa saksi tidak melihat Terdakwa ada memukul korban BAHTIAR
karena saat itu saksi sudah jalan keliling memantau lokasi pasar;
Bahwa pada saat saksi ASPIANI, saksi dan Terdakwa kembali bekerja
menjaga pasar, posisi korban BAHTIAR Als IYAR tetap di tiang listrik dalam
keadaan terborgol dan pada malam itu banyak orang pasar (penjual sayur)
yang datang melihat korban BAHTIAR ketika masih di tiang listrik;
Bahwa saksi tidak ingat berapa kali jumlah pukulan terhadap korban baik itu
yang dilakukan saksi maupun Terdakwa dan sdr. HERMANSYAH Als IHIR
atau sdr. H. HAIRIL Als IRIL;
Bahwa terakhir kali saksi melihat korban BAHTIAR pada pagi harinya,
bagian wajahnya sudah dalam keadaan babak belur dan ada mengeluarkan
darah;
Bahwa setelah korban BAHTIAR dipukuli, lalu korban BAHTIAR Als IYAR
memberitahukan tempat menyimpan barang hasil curian tersebut yaitu di
rumah kakaknya di Desa Banua Rantau Kecamatan Batang Alai Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa mendengar hal tersebut lalu sdr. H. HAIRIL Als IRIL pulang ke
rumahnya untuk mengambil 1 (satu) unit mobil merk Feroza warna hijau
miliknya, kemudian sekitar jam 06.00 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR
langsung dimasukkan ke dalam mobil tersebut masih dalam keadaan
terborgol, lalu saksi, Terdakwa, saksi ASPIANI, sdr. HERMANSYAH Als
IHIR ikut masuk ke dalam mobil tersebut dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL yang
mengemudikan mobil tersebut langsung berangkat menuju rumah kakak
korban yang bernama ARIFIN di Desa Banua Rantau;
Bahwa sesampainya di rumah saksi ARIFIN, saksi melihat korban
BAHTIAR Als IYAR bersama Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan
sdr. H. HAIRIL Als IRIL, masuk ke dalam rumah saksi ARIFIN untuk
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
mencari barang curian yang disimpan, namun karena tidak ada ditemukan
barang curian tersebut lalu Terdakwa ada memukul korban BAHTIAR Als
IYAR di daerah perut dan wajah korban;
Bahwa oleh karena barang yang dicari tidak ditemukan di rumah saksi
ARIFIN lalu korban dibawa masuk ke dalam mobil lagi kemudian kami
langsung membawa menuju ke arah Jalan Lingkar (tol) Desa Matang Birik
Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dengan maksud
untuk menunggu terang sambil beristirahat;
Bahwa ketika tiba di Jalan Lingkar tersebut, korban BAHTIAR Als IYAR
diturunkan dari dalam mobil oleh Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR,
sdr. H. HAIRIL Als IRIL dan tidak ada pemukulan terhadap korban
BAHTIAR yang dilakukan oleh Terdakwa maupun sdr. HERMANSYAH Als
IHIR, sdr. H. HAIRIL Als IRIL dan saksi ASPIANI di lokasi Jalan Lingkar (tol)
Desa Matang Birik Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
tersebut, kami hanya bersantai saja;
Bahwa saksi tidak membenarkan keterangan saksi yang ada dalam BAP
nomor 5 (lima) mengenai pemukulan di Jalan Lingkar (tol) tersebut;
Bahwa setelah dari Jalan Lingkar (tol), lalu korban BAHTIAR Als IYAR
dimasukkan kembali ke dalam mobil dan langsung dibawa menuju ke Pasar
Keramat Barabai, setelah sampai di Pasar Keramat Barabai sekitar jam
08.30 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR di dudukkan di depan sebuah toko
dengan posisi kedua tangan masih dalam keadaan terborgol dibelakang,
setelah itu saksi bersama Terdakwa langsung pulang ke rumahnya,
sedangkan saksi ASPIANI bersama-sama dengan sdr. HERMANSYAH Als
IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menjaga korban di tempat tersebut;
Bahwa setelah pulang dari pasar, saksi tidak tahu ada kejadian apa lagi
dan pada malam harinya saksi diberitahu oleh sdr. H. HAIRIL Als IRIL kalau
korban BAHTIAR Als IYAR telah meninggal dunia, kemudian saksi diminta
untuk mengamankan diri sehingga saksi ASPIANI bersama Terdakwa dan
saksi langsung pergi ke Kandangan untuk bersembunyi agar dapat
menghindar dari masalah kematian korban, akan tetapi saksi akhirnya
dapat ditangkap oleh petugas kepolisian pada tanggal 04 September 2017;
Bahwa saksi melakukan pemukulan terhadap korban BAHTIAR Als IYAR
karena kesal dengan jawabannya yang berbelit-belit dan korban sudah
sering melakukan pencurian;
Bahwa saksi mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis
warna biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh
korban pada waktu kejadian;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
7. Ahli dr. EKO BUDIYONO Bin PARDJANDJIANTO dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa Ahli diperiksa sehubungan telah memeriksa korban yang bernama
BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa ahli bekerja di RSUD H. Damanhuri Barabai sejak bulan Desember
2012 dan ahli menjabat sebagai Dokter Umum RSUD H. Damanhuri
Barabai;
Bahwa ahli memeriksa korban pada tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 23.30
Wita, korban tiba di rumah sakit sudah dalam keadaan meninggal dunia;
Bahwa kematian korban diperkirakan 1 atau 2 jam sebelum pemeriksaan
tubuh korban;
Bahwa penyebab kematian korban tidak jelas dan kematian dapat timbul
akibat trauma pukulan benda tumpul di organ atau daerah vital (kepala,
leher, dada/jantung), penyebab kematian korban yang paling logis adalah
adanya rembesan cairan darah di otak sehingga menyebabkan kematian
korban secara perlahan-lahan;
Bahwa pada saat pemeriksaan tubuh korban, terdapat luka-luka yaitu : luka
memar di kedua kelopak mata, bibir/mulutnya mengeluarkan darah, 4
(empat) gigi depan bagian atas korban patah dan memar di bagian dada
yang mana keseluruhan luka tersebut akibat trauma benda tumpul;
Bahwa seseorang bisa saja meninggal dunia jika dipukul dengan
menggunakan tangan yang dikepal, apabila pukulan tersebut mengenai
daerah vital;
Bahwa kematian korban ada kemungkinan luka dalam (bisa di kepala atau
di dada) dan saat visum tidak nampak/terlihat luka tersebut, sehingga Ahli
dalam surat hasil visum tidak mencantumkan penyebab kematian atau
penyebab luka yang ada ditubuh korban;
Bahwa terhadap jenazah korban tidak dilakukan autopsi karena pihak
keluarga menolak untuk dilakukan autopsi;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa membenarkan dan tidak keberatan;
Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Bahwa Terdakwa diperiksa sehubungan pemukulan korban BAHTIAR Als
IYAR;
Bahwa kejadiannya pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 02.00
WITA di Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah;
Bahwa Terdakwa bersama saksi ASPIANI Als ASPI dan saksi RAHMADHAN
Als MADAN adalah penjaga malam (wakar) di Pasar Keramat Barabai, begitu
pula Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO)
juga merupakan penjaga malam (wakar) di Pasar Keramat Barabai;
Bahwa sebelum kejadian pemukulan pada malam itu Terdakwa mendapat
informasi dari Sdr. HERMANSYAH Alias IHIR (DPO) kalau korban BAHTIAR
Als IYAR yang sebelumnya melakukan pencurian di blok seng Pasar Keramat
Barabai sedang berada di daerah Bukat, setelah mendapat informasi tersebut
lalu Sdr. HERMANSYAH Als IHIR mengajak saksi ASPIANI dan saksi
RAHMADHAN untuk mencari korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa Terdakwa tidak ikut mencari korban BAHTIAR karena Terdakwa sedang
tidur, Terdakwa baru bangun setelah korban BAHTIAR Als IYAR sudah ada
ditiang listrik dengan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik tersebut;
Bahwa Terdakwa ada bertanya kepada korban dengan cara yang baik-baik
mengenai kejadian pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada
saat itu korban BAHTIAR Als IYAR menjawab dengan berubah-ubah, sehingga
Terdakwa memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan
kosong (terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR;
Bahwa selain Terdakwa, ada saksi RAHMADHAN, saksi ASPIANI, sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als ikut memukul korban dengan
tangan kosong secara bergantian, setelah pemukulan tersebut saksi
RAHMADHAN, saksi ASPIANI dan Terdakwa kembali bekerja dengan cara
jalan keliling memantau lokasi pasar secara bergantian;
Bahwa Terdakwa tidak ingat berapa kali jumlah pukulan terhadap korban baik
itu yang dilakukan Terdakwa maupun saksi RAHMADHAN, saksi ASPIANI, sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL;
Bahwa pada saat Terdakwa, saksi ASPIANI dan saksi RAHMADHAN kembali
bekerja menjaga pasar, posisi korban BAHTIAR Als IYAR tetap ditiang listrik
dalam keadaan terborgol dan pada malam itu banyak orang pasar (penjual
sayur) yang datang melihat korban BAHTIAR ketika masih di tiang listrik;
Bahwa terakhir kali saksi melihat korban BAHTIAR pada pagi harinya, bagian
wajahnya sudah dalam keadaan babak belur dan ada mengeluarkan darah;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Bahwa setelah korban BAHTIAR dipukuli, lalu korban BAHTIAR Als IYAR
memberitahukan tempat menyimpan barang hasil curian tersebut yaitu di rumah
kakaknya di Desa Banua Rantau Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten
Hulu Sungai Tengah;
Bahwa mendengar hal tersebut lalu sdr. H. HAIRIL Als IRIL pulang ke
rumahnya untuk mengambil 1 (satu) unit mobil merk Feroza warna hijau
miliknya, kemudian sekitar jam 06.00 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR
langsung dimasukkan ke dalam mobil tersebut masih dalam keadaan terborgol,
lalu saksi RAHMADHAN, Terdakwa, saksi ASPIANI, sdr. HERMANSYAH Als
IHIR ikut masuk ke dalam mobil tersebut dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL yang
mengemudikan mobil tersebut langsung berangkat menuju rumah kakak korban
yang bernama ARIFIN di Desa Banua Rantau;
Bahwa sesampainya di rumah saksi ARIFIN, korban BAHTIAR Als IYAR
diturunkan dari mobil bersama Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan
sdr. H. HAIRIL Als IRIL, kami masuk ke dalam rumah saksi ARIFIN untuk
mencari barang curian yang disimpan, ketika ditanyakan kepada saksi ARIFIN
mengenai laptop yang berada dirumah, saat itu saksi ARIFIN menjawab “laptop
apa” dan kemudian dijawab “laptop ada dirumah kamu” kemudian saksi ARIFIN
menjawab lagi “laptop apa cari saja laptopnya dirumah”, kemudian setelah
laptop yang dicari tidak ditemukan di dalam rumah saksi ARIFIN lalu Terdakwa
langsung memukul korban BAHTIAR di bagian wajah mengenai dagu sebanyak
1 (satu) kali dengan menggunakan tangan kosong dan mulut korban ada
mengeluarkan darah;
Bahwa saat itu kakak dari BAHTIAR Als IYAR yang bernama ARIFIN ada
meminta kepada kami untuk menyerahkan adiknya tersebut ke kantor polisi;
Bahwa oleh karena barang yang dicari tidak ditemukan di rumah saksi ARIFIN
lalu korban dibawa masuk ke dalam mobil lagi kemudian kami langsung
membawa menuju ke arah Jalan Lingkar (tol) Desa Matang Birik Kecamatan
Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dengan maksud untuk menunggu
terang sambil beristirahat;
Bahwa ketika tiba di Jalan Lingkar tersebut, korban BAHTIAR Als IYAR
diturunkan dari dalam mobil oleh Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR, sdr.
H. HAIRIL Als IRIL dan tidak ada pemukulan terhadap korban BAHTIAR yang
dilakukan oleh Terdakwa maupun sdr. HERMANSYAH Als IHIR, sdr. H. HAIRIL
Als IRIL maupun saksi RAHMADHAN di lokasi Jalan Lingkar (tol) Desa Matang
Birik Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut, kami
hanya bersantai saja;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Bahwa saksi tidak membenarkan keterangan saksi yang ada dalam BAP nomor
5 (lima) mengenai pemukulan di Jalan Lingkar (tol) tersebut;
Bahwa setelah dari Jalan Lingkar (tol), lalu korban BAHTIAR Als IYAR
dimasukkan kembali ke dalam mobil dan langsung dibawa menuju ke Pasar
Keramat Barabai, setelah sampai di Pasar Keramat Barabai sekitar jam 08.30
Wita, korban BAHTIAR Als IYAR di dudukkan di depan sebuah toko dengan
posisi kedua tangan masih dalam keadaan terborgol dibelakang, setelah itu
Terdakwa bersama saksi RAHMADHAN langsung pulang ke rumahnya,
sedangkan saksi ASPIANI bersama-sama dengan sdr. HERMANSYAH Als
IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menjaga korban di tempat tersebut;
Bahwa setelah pulang dari pasar Terdakwa tidak tahu ada kejadian apa lagi
dan pada malam harinya Terdakwa diberitahu oleh sdr. H. HAIRIL Als IRIL
kalau korban BAHTIAR Als IYAR telah meninggal dunia, kemudian Terdakwa
diminta untuk mengamankan diri sehingga saksi RAHMADHAN bersama
Terdakwa dan saksi ASPIANI langsung pergi ke Kandangan untuk bersembunyi
agar dapat menghindar dari masalah kematian korban, akan tetapi Terdakwa
akhirnya dapat ditangkap oleh petugas kepolisian pada tanggal 04 September
2017;
Bahwa Terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban BAHTIAR Als IYAR
karena kesal dengan jawabannya yang berbelit-belit dan korban sudah sering
melakukan pencurian;
Bahwa Terdakwa mengenali dan membenarkan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan berupa 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna
abu-abu yang ada noda darahnya, 1 (satu) lembar celana panjang Levis warna
biru yang ada noda darahnya adalah milik korban yang dipakai oleh korban
pada waktu kejadian;
Menimbang, Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya mengajukan Saksi
yang meringankan (a de charge), yaitu sebagai berikut:
1. MINTO Bin SIADI dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut :
Bahwa saksi tidak kenal dengan Terdakwa dan tidak ada hubungan
keluarga maupun pekerjaan dengan Terdakwa;
Bahwa saksi hanya kenal dengan sdr. H. HAIRIL Als IRIL sebagai penjaga
malam atau wakar Pasar Keramat Barabai;
Bahwa saksi pernah kehilangan 1 (satu) buah kompor gas namun sudah
ditemukan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 24 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Bahwa pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017, sdr. H. HAIRIL mendatangi
rumah saksi dengan membawa kompor milik saksi yang hilang lalu H.
HAIRIL memaksa saksi untuk melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian;
Bahwa awalnya saksi tidak mau melaporkan kejadian tersebut karena
harga dan kondisi barang yang sudah bekas namun sdr. H. HAIRIL
memaksa saksi untuk melaporkan ke polisi;
Bahwa pada siang harinya, saksi datang ke kantor Polrest Hulu Sungai
Tengah untuk menyelesaikan permasalahan hilangnya kompor miliknya
dan sesampainya dikantor Polrest, saksi melihat korban BAHTIAR Als IYAR
sudah babak belur serta mulutnya mengelurkan darah;
Bahwa menurut informasi dari sdr. H. HAIRIL, yang mengambil kompor
milik saksi adalah korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa setelah di kantor Polrest HST, saksi diberitahu petugas kalau
korban BAHTIAR Als IYAR di duga yang mengambil kompor milik saksi;
Bahwa melihat kondisi korban BAHTIAR Als IYAR dalam keadaan babak
belur, saksi tidak melaporkan kejadian kehilangan kompor tersebut ke
Polrest HST, sehingga kejadian tersebut di selesaikan secara kekeluargaan
antara saksi dengan korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa saksi tidak tahu dna tidak melihat kejadian mengenai pemukulan
terhadap korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa setelah saksi kehilangan kompor, saksi tidak ada melaporkan
kejadian tersebut dan saksi tidak ada melapor kepada sdr. H. HAIRIL
mengenai kejadian kehilangan kompor;
Bahwa saksi hanya bercerita kepada teman saksi sesama penjual di pasar
kalau saksi telah kehilangan kompor dan sepertinya H. HAIRIL mengetahui
kabar hilangnya kompor milik saksi dari orang lain bukan dari saksi;
Bahwa saksi di pasar berjualan makanan seafood atau lamongan,
lokasinya di samping Bank BNI;
Terhadap keterangan saksi, Terdakwa tidak keberatan;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa :
- 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna abu-abu yang ada noda
darahnya;
- 1 (satu) lembar celana panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat pembuktian maka Penuntut Umum
mengajukan bukti surat berupa:
- Hasil Visum Et Repertum No. KH.370/47/Katib/2017 tanggal 02 Agustus 2017
yang ditandatangani oleh dr. EKO BUDIYONO dokter jaga pada Instalasi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 25 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, telah melakukan
pemeriksaan atas nama BAHTIAR Als IYAR, dengan kesimpulan hasil
pemeriksaan bahwa Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal dunia;
Ditemukan luka memar kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi
atas patah; Ditemukan memar di dada kanan;
- Surat Keterangan Kematian Nomor 440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02
Agustus 2017 yang ditandatangani oleh Dokter yang memeriksa dr. EKO
BUDIYONO;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan
diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
Bahwa benar Terdakwa, saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH Als
IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) adalah para penjaga malam
(wakar) di Pasar Keramat Barabai;
Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017 sekitar jam 01.00 WITA di
Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, saksi RAHMADHAN
Als MADAN Bin JUHRIANSYAH dan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI
mendapatkan informasi dari Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) kalau korban
BAHTIAR Als IYAR yang sebelumnya melakukan pencurian di blok seng Pasar
Keramat Barabai sedang berada di daerah Bukat, setelah mendapat informasi
tersebut lalu Sdr. HERMANSYAH Als IHIR mengajak saksi ASPIANI dan saksi
RAHMADHAN Als MADAN untuk mencari korban BAHTIAR Als IYAR.
Sesampainya di daerah Bukat saksi RAHMADHAN Als MADAN dan saksi
ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI serta Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO)
menemukan korban BAHTIAR sedang bersembunyi di sebuah rumah milik
warga setelah itu korban BAHTIAR Als IYAR langsung di bawa ke rumah Sdr.
H. HAIRIL Als IRIL (DPO) dengan maksud untuk menanyakan kepada korban
BAHTIAR mengenai kejadian pencurian tersebut;
Bahwa benar ketika sudah berada di depan rumah sdr. H. HAIRIL Als IRIL
(DPO), korban BAHTIAR Als IYAR didudukkan di bawah pohon depan rumah
milik sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) sedangkan saksi ASPIANI dan saksi
RAHMADHAN Als MADAN duduk di pinggir jalan, setelah itu sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menanyakan kepada
korban BAHTIAR dimana barang hasil curian namun korban berbelit-belit,
kemudian sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL
langsung memukuli korban BAHTIAR Als IYAR secara bergantian selanjutnya
sdr. H. HAIRIL Als IRIL menyuruh saksi ASPIANI dan saksi RAHMADHAN Als
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 26 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
MADAN untuk membawa korban BAHTIAR ke Pasar Keramat Barabai, sekitar
jam 02.00 Wita saksi RAHMADHAN Als MADAN dan saksi ASPIANI Als ASPI
Bin MASERANI serta Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) membawa korban
BAHTIAR ke Pasar Keramat Barabai namun sebelum berangkat kedua tangan
korban BAHTIAR Als IYAR diborgol dengan posisi kedua tangan dibelakang
oleh sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO). Korban BAHTIAR dibawa ke Pasar
Keramat. Sesampainya di Pasar Keramat Barabai korban BAHTIAR
disandarkan di tiang listrik dan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik
tersebut, setelah itu saksi ASPIANI ada bertanya kepada korban mengenai
kejadian pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada saat itu
korban BAHTIAR Als IYAR menjawab dengan berbelit-belit dan berubah-ubah,
sehingga membuat saksi ASPIANI menjadi emosi lalu saksi ASPIANI langsung
memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan kosong
(terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR, kemudian saksi
RAHMADHAN Als MADAN ikut memukul dengan tangan kosong (terbuka),
dilanjutkan sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL ikut
memukuli korban BAHTIAR Als IYAR secara bergantian dengan menggunakan
tangan kosong, Terdakwa yang saat itu sudah berada di Pasar Keramat ikut
pula memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan
kosong (terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR, setelah pemukulan
tersebut lalu saksi RAHMADHAN Als MADAN, saksi ASPIANI dan Terdakwa
kembali bekerja menjaga pasar dengan cara jalan keliling pasar memantau
lokasi pasar secara bergantian, adapun korban BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa benar ketika saksi RAHMADHAN Als MADAN, saksi ASPIANI dan
Terdakwa kembali bekerja menjaga pasar, posisi korban BAHTIAR Als IYAR
tetap ditiang listrik dalam keadaan terborgol dan pada malam itu banyak orang
pasar (penjual sayur) yang datang melihat korban BAHTIAR ketika masih di
tiang listrik;
Bahwa benar setelah korban BAHTIAR Als IYAR dipukul oleh Terdakwa, saksi
ASPIANI, saksi RAHMADHAN Als MADAN dan sdr. HERMANSYAH Als IHIR
serta sdr. H. HAIRIL Als IRIL, korban BAHTIAR Als IYAR memberitahukan
tempat menyimpan barang hasil curian tersebut yaitu di rumah kakaknya di
Desa Banua Rantau Kecamatan batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai
Tengah, selanjutnya sdr. H. HAIRIL Als IRIL pulang ke rumahnya untuk
mengambil 1 (satu) unit mobil merk Feroza warna hijau miliknya, kemudian
sekitar jam 06.00 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR langsung dimasukkan ke
dalam mobil tersebut dalam keadaan terborgol, lalu saksi ASPIANI, Terdakwa,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 27 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
saksi RAHMADHAN Als MADAN, sdr. HERMANSYAH Als IHIR ikut masuk ke
dalam mobil tersebut dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL yang mengemudikan mobil
tersebut langsung berangkat menuju rumah kakak korban yang bernama
ARIFIN di Desa Banua Rantau. Sesampainya di rumah saksi ARIFIN sekitar
jam 07.00 Wita, korban BAHTIAR Als IYAR diturunkan dari mobil bersama
Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL lalu
menemui saksi ARIFIN dan ketika ditanyakan kepada saksi ARIFIN mengenai
laptop yang berada dirumah, saat itu saksi ARIFIN menjawab “laptop apa” dan
kemudian dijawab “laptop ada dirumah kamu” kemudian saksi ARIFIN
menjawab lagi “laptop apa cari saja laptopnya dirumah”, kemudian setelah
laptop yang dicari dan tidak ditemukan di dalam rumah saksi ARIFIN lalu
Terdakwa langsung memukul korban BAHTIAR di bagian wajah mengenai dagu
sebanyak 1 (satu) kali dengan menggunakan tangan kosong dan saat itu saksi
ARIFIN melihat mulut korban ada mengeluarkan darah;
Bahwa oleh karena barang yang dicari tidak ditemukan di rumah saksi ARIFIN
lalu korban dibawa masuk ke dalam mobil lagi kemudian korban BAHTIAR Als
IYAR dibawa menuju ke arah Jalan Lingkar (tol) Desa Matang Birik Kecamatan
Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Setelah dari Jalan Lingkar (tol),
lalu korban BAHTIAR Als IYAR dimasukkan kembali dibawa menuju ke Pasar
Keramat Barabai, setelah sampai di Pasar Keramat Barabai sekitar jam 08.30
Wita, korban BAHTIAR Als IYAR di dudukkan di depan sebuah toko dengan
posisi kedua tangan masih dalam keadaan terborgol dibelakang, setelah itu
Terdakwa bersama saksi RAHMADHAN Als MADAN langsung pulang ke
rumahnya, sedangkan saksi ASPIANI bersama-sama dengan sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL menjaga korban di tempat
tersebut;
Bahwa benar korban akhirnya diamankan oleh 2 (dua) orang petugas
kepolisian Polrest HST yaitu saksi RIRI HERLIANTO Bin SOETIRTO dan saksi
RUSMA HERDIYANTO Bin SAMSI, saksi RIRI HERLIANTO meminta sdr. H.
HAIRIL Als IRIL (DPO) untuk membuka/melepas borgol dari tangan korban
BAHTIAR Als IYAR kemudian anggota polisi tersebut membawa korban
BAHTIAR ke kantor polisi;
Bahwa benar pada malam harinya Terdakwa diberitahu oleh sdr. H. HAIRIL Als
IRIL kalau korban BAHTIAR Als IYAR telah meninggal dunia, kemudian
Terdakwa diminta untuk mengamankan diri sehingga saksi RAHMADHAN Als
MADAN bersama Terdakwa dan saksi ASPIANI langsung pergi ke Kandangan
untuk bersembunyi agar dapat menghindar dari masalah kematian korban,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 28 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
akan tetapi Terdakwa akhirnya dapat ditangkap oleh petugas kepolisian pada
tanggal 04 September 2017;
Bahwa benar Terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban BAHTIAR Als
IYAR karena kesal dengan jawabannya yang berbelit-belit dan korban sudah
sering melakukan pencurian. Terdakwa tidak ada upaya untuk menyerahkan
korban BAHTIAR Als IYAR kepada pihak yang berwajib (Polrest HST) atau
setidak-tidaknya melaporkan adanya dugaan pencurian yang dilakukan korban
BAHTIAR Als IYAR;
Bahwa akibat pemukulan dilakukan Terdakwa bersama-sama saksi ASPIANI
Als ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH
serta Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO),
wajah korban BAHTIAR Als IYAR dalam keadaan babak belur, mulut korban
ada mengeluarkan darah dan berdasarkan hasil Visum Et Repertum No.
KH.370/47/Katib/2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang ditandatangani oleh dr.
EKO BUDIYONO dokter jaga pada Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
H. Damanhuri Barabai, pada korban BAHTIAR Als IYAR ditemukan luka memar
kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi atas patah, ditemukan
memar di dada kanan, namun penyebab kematian tidak dapat diketahui;
Bahwa benar korban BAHTIAR Als IYAR ditemukan meninggal dunia ketika
saksi MELYDA KARTINI Binti SYARIFUDDIN mendatangi rumah korban
BAHTIAR Als IYAR sekitar jam 23.30 wita, dengan maksud untuk
mengantarkan makanan, saksi MELYDA KARTINI membuka pintu sendiri dan
langsung masuk ke dalam rumah lalu saksi MELYDA KARTINI mencari korban
BAHTIAR Als IYAR yang saat itu sedang berada di kamar dengan posisi
tertelungkup kemudian saksi MELYDA KARTINI membangunkan dengan cara
digerakkan tubuhnya tetapi korban BAHTIAR Als IYAR tidak bangun kemudian
saksi MELYDA KARTINI meminta tolong kepada warga sekitar untuk membawa
korban ke RSUD H. Damanhuri Barabai, sesampainya di rumah sakit korban
BAHTIAR Als IYAR dinyatakan sudah meninggal dunia, sesuai Surat
Keterangan Kematian Nomor 440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02
Agustus 2017 yang ditandatangani oleh Dokter yang memeriksa dr. EKO
BUDIYONO. Menurut Ahli dr. EKO BUDIYONO Bin PARDJANDJIANTO yang
memeriksa tubuh korban BAHTIAR Als IYAR, bahwa korban tiba di rumah sakit
sudah dalam keadaan meninggal dunia dan kematian korban diperkirakan 1
(satu) atau 2 (dua) jam sebelum pemeriksaan tubuh korban, adapun penyebab
kematian korban tidak jelas dan kematian dapat timbul akibat trauma pukulan
benda tumpul di organ atau daerah vital (kepala, leher, dada/jantung),
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 29 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
penyebab kematian korban yang paling logis adalah adanya rembesan cairan
darah di otak sehingga menyebabkan kematian korban secara perlahan-lahan;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat
dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan yang disusun dalam bentuk dakwaan Alternatif, sehingga Majelis Hakim
dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung
dakwaan alternatif Kesatu sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal
Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP, yang unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur Barang Siapa ;
2. Unsur Dimuka Umum Bersama-sama Melakukan Kekerasan Terhadap Orang
atau Barang;
3. Unsur Kalau Kekerasan Itu Menyebabkan Matinya Orang;
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim akan
mempertimbangkannya sebagai berikut :
Ad.1. Unsur Barang Siapa;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa dalam hal
ini adalah siapa saja yang merupakan subjek hukum yang diajukan
dipersidangan karena didakwa melakukan suatu tindak pidana;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Penuntut Umum telah
mengajukan seorang sebagai Terdakwa yang mengaku bernama
RUDIANSYAH Als RUDI Bin JUHRIANSYAH H, yang identitasnya seperti
tersebut di atas, cocok dengan yang disebutkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) maupun surat dakwaan Penuntut Umum, sehat fisik
dan mentalnya terlihat dari sikap dan jawaban-jawaban atau pernyataan-
pernyataan yang disampaikannya selama persidangan dan didakwa telah
melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan di atas maka Majelis
Hakim berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” tidak
lain adalah RUDIANSYAH Als RUDI Bin JUHRIANSYAH, sehingga oleh
karenanya dalam perkara ini tidak ditemukan adanya error in persona;
Menimbang, bahwa berdasarkan atas pertimbangan tersebut
Majelis Hakim berpendapat unsur Barang Siapa telah terpenuhi;
Ad.2. Unsur Dimuka Umum Bersama-sama Melakukan Kekerasan Terhadap
Orang atau Barang ;
Menimbang, bahwa yang dimaksud “Dimuka Umum” adalah
dilakukannya suatu perbuatan tanpa sembunyi-sembunyi atau dapat dilihat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 30 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
oleh orang banyak dan dilakukan di tempat dimana khalayak ramai dapat
dengan mudah melihatnya;
Menimbang, bahwa “Kekerasan Terhadap Orang atau Barang”
yang dimaksud dalam Pasal ini haruslah dilakukan secara bersama-sama
dengan kata lain perbuatan tersebut dilakukan 2 (dua) orang atau lebih
dengan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang besar atau
tidak kecil hingga membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi dan
perbuatan tersebut dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan dalam
tenggang waktu yang tidak lama antara perbuatan pelaku yang satu
dengan perbuatan pelaku lainnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap
didepan persidangan, benar tenyata pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2017
dari sekitar jam 01.00 WITA sampai dengan jam 07.00 wita, telah terjadi
suatu bentuk kekerasan kepada orang yaitu terhadap korban BAHTIAR Als
IYAR berupa pukulan dengan tangan kosong (terbuka) berkali-kali yang
dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI
Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH Bin
JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H.
HAIRIL Als IRIL (DPO). Pada saat korban BAHTIAR sudah berada di Pasar
Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, korban BAHTIAR lalu
disandarkan di tiang listrik dan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik
tersebut, setelah itu saksi ASPIANI ada bertanya kepada korban mengenai
kejadian pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada saat itu
korban BAHTIAR Als IYAR menjawab dengan berbelit-belit dan berubah-
ubah, sehingga membuat saksi ASPIANI menjadi emosi lalu saksi ASPIANI
langsung memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan
tangan kosong (terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR,
kemudian RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH ikut memukul
dengan tangan kosong (terbuka), dilanjutkan sdr. HERMANSYAH Als IHIR
dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL ikut memukuli korban BAHTIAR Als IYAR
secara bergantian dengan menggunakan tangan kosong, Terdakwa yang
saat itu sudah berada di Pasar Keramat ikut pula memukul korban
BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan kosong (terbuka)
mengenai bagian wajah korban BAHTIAR. Kemudian ketika Terdakwa, sdr.
HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL lalu menemui saksi
ARIFIN di rumah saksi ARIFIN untuk mencari barang curian namun tidak
ditemukan kemudian Terdakwa memukul korban BAHTIAR Als IYAR di
bagian wajah mengenai dagu sebanyak 1 (satu) kali dengan menggunakan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 31 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
tangan kosong dan saat itu saksi ARIFIN melihat mulut korban ada
mengeluarkan darah;
Menimbang, bahwa tempat kejadian ketika Terdakwa bersama-
sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH
Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO) melakukan pemukulan
terhadap korban BAHTIAR Als IYAR, terjadi di 2 (dua) tempat pula yaitu di
Pasar Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan di rumah saksi
ARIFIN yang berada di Desa Banua Rantau Kecamatan batang Alai
Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Ketika di Pasar Keramat Barabai,
posisi korban BAHTIAR Als IYAR tetap berada ditiang listrik dalam keadaan
terborgol dan pada malam itu banyak orang pasar (penjual sayur) yang
datang melihat korban BAHTIAR ketika masih di tiang listrik. Melihat fakta
hukum yang demkian maka ketiga tempat tersebut merupakan tempat
umum yang dapat dilihat langsung oleh masyarakat umum yang melewati
tempat tersebut. Maka perbuatan Terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai
perbuatan yang bersama-sama telah melakukan kekerasan terhadap
korban BAHTIAR Als IYAR dimuka umum. Dengan demikian maka unsur
“Dimuka Umum Bersama-sama Melakukan Kekerasan Terhadap Orang
atau Barang“ telah terpenuhi;
Ad.3. Unsur Kalau Kekerasan Itu Menyebabkan Matinya Orang;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap
dipersidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa
bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH
Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO), terhadap korban
BAHTIAR Als IYAR berupa memukul dengan tangan kosong (terbuka)
berkali-kali dan dilakukan di halaman rumah sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO),
ketika sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL
(DPO) menanyakan kepada korban BAHTIAR Als IYAR dimana barang
hasil curian namun korban berbelit-belit, kemudian sdr. HERMANSYAH Als
IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL langsung memukuli korban
BAHTIAR Als IYAR. Selanjutnya pemukulan terjadi kembali di Pasar
Keramat Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, ketika korban BAHTIAR
disandarkan di tiang listrik dan kedua tangan korban diborgol di tiang listrik
tersebut, setelah itu saksi ASPIANI ada bertanya kepada korban mengenai
kejadian pencurian yang dilakukan korban BAHTIAR namun pada saat itu
korban BAHTIAR Als IYAR menjawab dengan berbelit-belit dan berubah-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 32 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
ubah, sehingga membuat saksi ASPIANI menjadi emosi lalu saksi ASPIANI
langsung memukul korban BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan
tangan kosong (terbuka) mengenai bagian wajah korban BAHTIAR,
kemudian saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH ikut
memukul dengan tangan kosong (terbuka), dilanjutkan sdr. HERMANSYAH
Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL ikut memukuli korban BAHTIAR Als
IYAR secara bergantian dengan menggunakan tangan kosong, Terdakwa
yang saat itu sudah berada di Pasar Keramat ikut pula memukul korban
BAHTIAR Als IYAR dengan menggunakan tangan kosong (terbuka)
mengenai bagian wajah korban BAHTIAR. Pemukulan kembali terjadi
ketika Terdakwa, sdr. HERMANSYAH Als IHIR dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL
lalu menemui saksi ARIFIN di rumah saksi ARIFIN untuk mencari barang
curian namun tidak ditemukan kemudian Terdakwa memukul korban
BAHTIAR Als IYAR di bagian wajah mengenai dagu sebanyak 1 (satu) kali
dengan menggunakan tangan kosong dan saat itu saksi ARIFIN melihat
mulut korban ada mengeluarkan darah;
Menimbang, bahwa akibat adanya pemukulan yang dilakukan
Terdakwa bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI,
saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr.
HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO), wajah
korban BAHTIAR Als IYAR dalam keadaan babak belur, mulut korban ada
mengeluarkan darah dan berdasarkan hasil Visum Et Repertum No.
KH.370/47/Katib/2017 tanggal 02 Agustus 2017 yang ditandatangani oleh
dr. EKO BUDIYONO dokter jaga pada Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum H. Damanhuri Barabai, pada korban BAHTIAR Als IYAR ditemukan
luka memar kebiruan dikelopak mata koma bibir koma empat gigi atas
patah, ditemukan memar di dada kanan. Pada akhirnya korban BAHTIAR
Als IYAR ditemukan meninggal dunia sekitar jam 23.30 wita, sesuai Surat
Keterangan Kematian Nomor 440/497/SKM/RSUD-BRB/2017 tanggal 02
Agustus 2017 yang ditandatangani oleh Dokter yang memeriksa dr. EKO
BUDIYONO;
Menimbang, bahwa terhadap kematian korban BAHTIAR Als IYAR
tersebut, Penasihat Hukum Terdakwa meragukan kematian korban akibat
perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin
MASERANI, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta
Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO).
Keraguan Penasihat Hukum Terdakwa dapat disimpulkan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 33 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
- Ada jeda waktu antara korban BAHTIAR Als IYAR dipulangkan dari
kantor Polrest Hulu Sungai Tengah sampai pada korban BAHTIAR Als
IYAR ditemukan meninggal dunia, tidak diketahui (termonitor) apa saja
yang dilakukan korban BAHTIAR ALs IYAR sampai akhirnya meninggal
dunia;
- Hasil Visum et Revertum dana keterangan Ahli dr. EKO BUDIYONO Bin
PARDJANDJIANTO tidak memberikan ketegasan apa yang
menyebabkan kematian korban BAHTIAR Als IYAR;
- Menurut Penasihat Hukum Terdakwa seharusnya untuk pasein yang
datang dalam keadaan meninggal dunia maka dokter menggunakan
outopsi atau bedah mayat forensik bukan hanya dengan melihat dan
memperhatikan dengan seksama keadaan fisik si pasien yang meninggal
tersebut;
Menimbang, bahwa terhadap pembelaan (pledoi) Pensihat Hukum
Terdakwa tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa dari fakta hukum
yang terungkap dipersidangan bahwa benar korban BAHTIAR Als IYAR
telah dipukul dengan tangan kosong (terbuka) berkali-kali oleh Terdakwa
bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI, saksi
RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH
Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO), akibat pemukulan
tersebut benar ternyata wajah korban BAHTIAR Als IYAR dalam keadaan
babak belur, mulut korban ada mengeluarkan darah. Korban BAHTIAR
sempat dilakukan perawatan pertama oleh pihak Polrest Hulu Sungai
Tengah dengan dibawa ke urusan kesehatan (urkes) Polrest dan oleh
karena tidak ada pihak yang melaporkan mengenai dugaan pencurian yang
dilakukan oleh korban maka pihak Polrest HST memulangkan korban
BAHTIAR Als IYAR. Korban BAHTIAR Als IYAR hanya dilakukan
perawatan pertama sekedar membersihkan luka yang ada pada wajah
korban saja. Menurut keterangan Ahli dipersidangan bahwa luka pada
korban terdapat pada memar di kedua kelopak mata, bibir/mulutnya
mengeluarkan darah, 4 (empat) gigi depan bagian atas korban patah dan
memar di bagian dada yang mana keseluruhan luka tersebut akibat trauma
benda tumpul, kematian korban dapat timbul akibat trauma pukulan benda
tumpul di organ atau daerah vital (kepala, leher, dada/jantung), penyebab
kematian korban yang paling logis adalah adanya rembesan cairan darah di
otak sehingga menyebabkan kematian korban secara perlahan-lahan;
Menimbang, bahwa luka pada korban di dasarkan pada keterangan
saksi ARIFIN Bin TUHALUS, saksi MELYDA KARTINI Binti SYARIFUDDIN,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 34 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
saksi RIRI HERLIANTO Bin SOETIRTO, saski RUSMA HERDIYANTO Bin
SAMSI serta pendapat Ahli dr. EKO BUDIYONO Bin PARDJANDJIANTO
dipersidangan (lihat Yursiprudensi Putusan Mahkamah Agung tanggal 5-11-
1969 Nomor 10 K/Kr/1969, yang menyebutkan “sebagai pengganti visum et
repertum dapat juga didengar keterangan Ahli”). Dari keterangan empat
saksi dan ditambah dengan pendapat Ahli tersebut diatas maka Majelis
Hakim berkeyakinan bahwa kematian korban BAHTIAR Als IYAR
disebabkan oleh luka yang di alami korban akibat dipukul dengan tangan
kosong (terbuka) berkali-kali oleh Terdakwa bersama-sama dengan saksi
ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI, saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin
JUHRIANSYAH serta Sdr. HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H.
HAIRIL Als IRIL (DPO);
Menimbang, bahwa walaupun dalam hasil visum et repertum tidak
disebutkan penyebab kematian korban namun tidak menjadi halangan bagi
Hakim untuk menarik kesimpulan bahwa korban telah meninggal dunia
akibat luka-luka tersebut dalam visum et repertum, hal ini sesuai dengan
Yursiprudensi Putusan Mahkamah Agung tanggal 10-11-1959 Nomor 182
K/Kr/1959 (lihat buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
cet.ketiga 1993, hal.66);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan kekerasan yang dilakukan
Terdakwa bersama-sama dengan saksi ASPIANI Als ASPI Bin MASERANI,
saksi RAHMADHAN Als MADAN Bin JUHRIANSYAH serta Sdr.
HERMANSYAH Als IHIR (DPO) dan sdr. H. HAIRIL Als IRIL (DPO)
menyebabkan korban BAHTIAR Als IYAR meninggal dunia (mati). Dengan
demikian maka unsur “Kalau Kekerasan Itu Menyebabkan Matinya Orang“
telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 170 Ayat (2) ke-3
KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana MELAKUKAN KEKERASAN
TERHADAP ORANG MENYEBABKAN KEMATIAN sebagaimana didakwakan
dalam dakwaan Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan
hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai
alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab,
maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 35 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan
penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan
penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) lembar kaos
lengan panjang merk CRS warna abu-abu yang ada noda darahnya; 1 (satu)
lembar celana panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya, adalah barang
bukti milik korban BAHTIAR Als IYAR dan sudah tidak diperlukan lagi dalam
pemeriksaan perkara serta kondisi barang bukti yang telah rusak maka sepatutnya
dirampas untuk dimusnahkan;
Menimbang, bahwa pemidanaan yang berlaku dalam sistem hukum di
Indonesia sekarang ini bukan semata-mata memberikan pembalasan terhadap
kesalahan seseorang akan tetapi bertujuan memberikan pendidikan dan
pembinaan bagi Terdakwa sehingga dengan pembinaan tersebut Terdakwa
menyadari perbuatannya sehingga dapat memperbaiki sikap dan perilakunya yang
keliru tersebut di masa mendatang dan dapat kembali menjadi anggota
masyarakat yang baik dan berguna;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka
perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan Terdakwa ;
Keadaan yang memberatkan :
Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;
Terdakwa pernah dihukum dalam perkara perjudian;
Keadaan yang meringankan :
Terdakwa dipersidangan berterus terang dan mengakui perbuatannya;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah
dibebani pula untuk membayar biaya perkara;
Memperhatikan, Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-
undangan lain yang bersangkutan;
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa RUDIANSYAH Als RUDI Bin JUHRIANSYAH terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana MELAKUKAN
KEKERASAN TERHADAP ORANG MENYEBABKAN KEMATIAN
sebagaimana dakwaan Kesatu Penuntut Umum;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 36 dari 36 Putusan Nomor 235/Pid.B/2017/PN Brb
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 1 (satu) Tahun 4 (empat) Bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) lembar kaos lengan panjang merk CRS warna abu-abu yang ada
noda darahnya;
- 1 (satu) lembar celana panjang Levis warna biru yang ada noda darahnya.;
Dirampas untuk dimusnahkan;
6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp5.000,- (lima ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Barabai pada hari Selasa tanggal 23 Januari 2018 ZIYAD, S.H.
sebagai Hakim Ketua, NOVITA WITRI, S.H.,M.Kn. dan ARIANSYAH, S.H.,M.Kn.
masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2018 oleh
Hakim Ketua tersebut diatas di dampingi oleh Hakim-Hakim Anggota yang sama,
dibantu oleh MASDIANA Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Barabai,
dengan dihadiri oleh TRI MARGONO BUDISUSILO, S.H. Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah serta dihadiri pula oleh Terdakwa dan
Penasihat Hukum Terdakwa.
Hakim-Hakim Anggota, Hakim Ketua,
NOVITA WITRI, S.H.,M.Kn ZIYAD, S.H.
ARIANSYAH, S.H., M.Kn
Panitera Pengganti,
MASDIANA
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36