Post on 27-Jul-2015
IMPLEMENTASI METODE KONTEMPORER DALAM
PEMBELAJARAN AL QUR’AN
(Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati)
SKRIPSI
Oleh:
FIRMANDINI ISLAMY
02110138
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Desember, 2006
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada
Nabi Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya
bagi alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar
dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh
akal mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka.1 Selain itu Al Qur’an juga
merupakan petunjuk kepada jalan yang benar/lurus. Sebagaimana yang tertuang
dalam firman Allah Q.S. Al Isro’ ayat 9, yang berbunyi:
رآن� هذا إن�د�ي الق ��ه تي �يو�م� ه�ي� �للر� أق�ش �ب ني وي ن��الم�ؤ�م
�ع�ملو ن��الذي �ح�ات� ن��ي ا له�م� أن� الص�ال �بي أج�ر+ ا�ك )اإلسراء: ( ر+
Artinya: “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S Al Isro’: 9) 2
Mengingat demikian pentingnya peran Al Qur’an dalam membimbing dan
mengarahkan kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami dan
menghayati Al Qur’an untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim. Namun sayangnya, fenomena
yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Masih banyak kaum muslim baik dari
kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua belum dapat membaca dan
1 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 1752 Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al
Qur’an, 1971) hlm. 425-426
2
menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Keadaan yang demikian inilah
menimbulkan keprihatinan khususnya bagi muslimin di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan bukan karena minimnya lembaga-lembaga
pendidikan Al Qur’an (TPA/TPQ), akan tetapi kurangnya peran serta maupun
perhatian dari masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang
seharusnya bertanggung jawab memberikan pembelajaran Al Qur’an kepada
putra-putrinya sejak dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan
langsung dengan anak. Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula
faktor internal yang dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk
menciptakan generasi yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya
tekad, semangat (ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar
membaca dan menulis Al Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual
keagamaan) tidak lepas dari bacaan-bacaan Al Qur’an, misalnya saja bacaan
sholat (surat-surat pendek), dzikir, bacaan-bacaan do’a untuk menghindarkan diri
dari segala mara bahaya, serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya
para orang tua menyisihkan waktunya untuk memantau perkembangan kegamaan
anak serta mendidik anak untuk mengenal agama sedini mungkin.
Sehubungan dengan hal tersebut Muhammad Tholhah Hasan mengutip
pernyataan dari Prof. Muhyi Hilal Sarhan, yang menyatakan bahwa:
Agama Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini (umur 1-5 tahun) mengingat akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik dari segi pendidikan, bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun infialiyahnya dan pembentukan sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode ini dan bahkan pada umur 2 tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk perkembangan mereka selanjutnya”.3
3 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta: Lantabora Press, 2004), hlm. 18
3
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa “perkembangan agama pada
anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama
pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun”.4 Hal
tersebut senada dengan sabda Nabi s.a.w.:
اللحد الى المهد من العلم اطلب
Artinya: “Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke
liang lahat.” 5
Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai
kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan, kalaupun
ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.6
Untuk mengantisipasi ataupun meminimalisir buta huruf Al Qur’an, kita
sebagai umat Rasulullah s.a.w hendaknya dapat melakukan langkah-langkah
positif untuk mengembangkan pembelajaran Al Qur’an. Dan juga untuk
membangkitkan semangat (ghiroh) dan tekad saudara kita khususnya kaum
muslim yang belum dapat baca tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam
memahami serta mentadaburi kandungan-kandungan Al Qur’an baik yang tersurat
maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta tehnik belajar
baca tulis Al Qur’an yang sesuai, praktis, efektif dan efisien.
Dan seperti yang telah diketahui bahwasannya di Indonesia banyak
terdapat metode-metode yang digunakan dalam rangka pembelajaran Al Qur’an.
Misalnya; metode Qa’idah Baghdadiyah, metode Jibril, metode Iqra’, metode
4 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan bintang, 1993), hlm. 585 Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab (Bandung: Media Qalbu,
2004), hlm. 14 6 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
4
Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Maka tugas seorang pendidik, guru, ustadz/ustdzah-lah untuk menentukan metode
yang tepat agar peserta didik dapat lebih mudah untuk belajar baca tulis Al
Qur’an.
Berkenaan dengan penggunaan metode-metode pembelajaran Al Qur’an
tersebut, pada awalnya Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan metode Iqra’
yang kemudian dipadukan dengan metode yang baru saja disosialisasikan yaitu
metode Tilawati. Dimana masing-masing metode tersebut terdiri dari beberapa
jilid yang ditambah dengan buku panduan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan
yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan dua metode tersebut diharapkan
dapat mengembangkan metode pembelajaran Al Qur’an, atau bahkan dapat
menemukan inovasi (pembaharuan) dengan cara membandingkan kedua metode
tersebut.
Dengan demikian apabila pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan
metode yang sesuai dapat diterapkan secara konsekuen, diharapkan target dalam
memberantas buta huruf Al Qur’an dan serta menciptakan generasi Qur’ani dapat
terwujud. Maka dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis
terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai ”Implementasi Metode
Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’
dengan Metode Tilawati).
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, serta
agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis
rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam
pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2. Apa persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode
Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3. Apa faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode
Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan sebagai
pedoman dan tolak ukur dari suatu penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga
mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan
di atas. Adapun tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam
pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2. Untuk mengetahui persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan
metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung serta menghambat
implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al
Husna Lawang
6
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi (sumbangsih)
kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih belum bisa
baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari penelitian
ini antara lain yaitu:
1. Bagi Lembaga (Madrasah)
Memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Al
Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2. Bagi Guru (ustadz/ustadzah)
Dapat menambah wawasan para ustadz/ustadzah dalam menggunakan
berbagai metode pembelajaran Al Qur’an, meningkatkan profesionalisme
dalam pembelajaran Al Qur’an serta kreatifitas dan inovatif dalam memilih
metode pembelajaran Al Qur’an
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pengembangan metode
pembelajaran Al Qur’an yang variatif dan merupakan wujud aktualisasi dari
peneliti sebagai mahasiswa sebagai bentuk pengabdiannya terhadap lembaga
pendidikan
4. Bagi Khalayak Umum
Sebagai sarana da’wah/syi’ar kepada masyarakat dalam rangka memberantas
buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna
menuju jalan yang diridhoi Allah s.w.t.
7
5. Bagi Wali Santri (Orang Tua)
Sebagai media untuk mempererat jalinan tali kasih sayang berupa dukungan,
semangat dan perhatian orang tua kepada putra-putrinya guna mencetak
generasi yang shalih dan shalihah.
E. Batasan Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi obyek penelitiannya yang telah
disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga penyajian analisa dapat ditulis
dengan tepat. Maka penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:
1. Memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan
menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
2. Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan
metode Tilawati
3. Pencarian informasi terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung serta
menghambat pada implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan
menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
F. Sistematika Pembahasan
Di dalam setiap penulisan skripsi tentunya disajikan sistematika
pembahasannya guna memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian,
demikian halnya dengan skripsi yang berjudul ”Implementasi Metode
Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’
dengan Metode Tilawati). Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
8
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai
pengantar informasi penelitian. Dalam pendahuluan ini penulis menguraikan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, berisi tentang kajian teoritis yang membahas tentang
pengertian metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, tinjauan tentang
metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara
metode Iqra’ dan Tilawati.
Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan
dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap
penelitian.
Bab Keempat, berisi tentang hasil penelitian yang berisi tentang kajian
empiris yang menyajikan hasil penelitian lapangan; antara lain berisi tentang latar
belakang obyek yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, struktur
organisasi, keadaan ustadz/ ustadzah, keadaan santri, sarana prasarana, dan
kurikulum, serta penyajian dan analisis data.
Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil
penelitian lapangan yang nantinya akan dipadukan dengan teori yang ada
Bab Keenam, adalah bab penutup yang mengemukakan kesimpulan hasil
penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi
pencapaian keberhasilan tujuan yang diharapkan
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
1. Pengertian Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an mempunyai peranan penting bagi
pendidikan seorang muslim agar menjadi generasi yang Qur’ani. Melalui Al
Qur’an pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan
hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi
(pentingnya) peran Al Qur’an tersebut para tokoh pendidikan Islam berlomba-
lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif dan
efisien dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Sebelum membahas tentang metode kontemporer dalam pembelajaran Al
Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut.
Pertama-tama akan diuraikan tentang pengertian metode kontemporer, yang terdiri
dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,
Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’ yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut ’tariqah’ artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita7
Selaras dengan pengertian metode tersebut, M. Sastrapradja dalam Kamus
Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode adalah ”cara yang
telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan suatu maksud atau
7 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 123
10
tujuan”.8 Sama halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud”.9
Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli,
sebagai berikut:
1. Mohammad Athiyah al-Abrasy mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, jadi metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas.
2. Prof. Abd. Al-Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
3. Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.10
Sedangkan Kontemporer, menurut W.J.S. Poerwadarminta berarti
”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa ini”.11
Senada dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono
yang berarti ”masa kini”.12
Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan metode kontemporer yaitu
suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan
atau cita-cita yang diharapkan.
Selanjutnya tentang pengertian pembelajaran Al Qur’an, juga terdiri dari
dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari
8 M. Sastrapradja, Kamus Istilah dan Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional,1981), hlm. 318
9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 580
10 Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994), hlm. 52-53
11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 521
12 Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 126
11
kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia ”keduanya (pem-.....-an) merupakan konfiks
nominal yang bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti
proses”.13 Maka sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat
imbuhan serta akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.
Kemudian ada beberapa batasan mengenai pengertian belajar, antara lain:
a. Dalam belajar ada tingkah laku yang timbul atau berubah, baik tingkah laku jasmaniah maupun rohaniah
b. Perubahan itu terjadi karena pengalaman (menghadapi situasi baru) dan latihan
c. Perubahan tingkah laku yang bukan karena latihan (pendidikan) tidak digolongkan belajar
d. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu.14
Sedangkan definisi Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti
yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal dari kata qara’a dan
berarti bacaan”.15 Al Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t.
yang ditrunkan (diwahyukan) secara mutawatir, yang ditulis di mushaf dan
membacanya adalah ibadah”.16
Dari beberapa definisi tentang metode, kontemporer, pembelajaran serta
Al Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai
definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara
masa kini (modern) yang digunakan/ditempuh dalam rangka perubahan tingkah
laku peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta
13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 66414 Drs. Muhaimin,MA. Dkk, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV. Citra Media,
1996), hlm. 44-4515 Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 1516 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an
(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 16
12
memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan
sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti,
serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.
2. Urgensi Pembelajaran Al Qur'an
Setiap insan di dunia membutuhkan pedoman (pegangan) dalam hidupnya
guna mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia
meninggalkan dunia. Dan Allah menurunkan mu’jizatNya kepada Nabi
Muhammad s.a.w. berupa wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang
berisi tentang petunjuk jalan yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah
s.w.t.. Oleh karena itu agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk
mengajarkan dan mempelajari kitab suci Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah
sumber dari segala ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan
manusia, juga memberikan rahmat serta hidayah bagi umat manusia.
Dan bukti bahwa Al Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia,
maka H. Oemar Bakry mengklasifikasikan kandungan pokok Al Qur’an menjadi
10 aspek, antara lain:
1. Al Qur’an2. Keimanan3. Ibadah4. Perkawinan5. Sains dan Teknologi6. Kesehatan7. Ekonomi8. Kemasyrakatan / Kenegaraan9. Budi Pekerti Luhur10. Sejarah 17
17 Drs. Tjiptohardjono, Analisis Bacaan Basmallah (Jakrta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 8
13
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi
kehidupan manusia, maka hendaknya pendidikan dan pembelajaran Al Qur’an
lebih diutamakan. Bahkan menurut pengungkapan Ibnu Khaldun, ”di daerah
Andalusia kurikulum pendidikan anak ditekankan pada aspek Al Qur’an, karena
Al Qur’an merupakan sumber ilmu, bahkan di negara-negara Afrika pun lebih
mementingkan pendidikan Al Qur’an dan menghafalnya daripada pelajaran yang
lain”.18
Dari paparan tersebut maka hendaknya pembelajaran Al Qur’an
dilaksanakan sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran
Al Qur’an bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi untuk menyelamatkan mereka dari ancaman
modernisasi dan westernisasi yang penuh dengan kedholiman dan kemudhorotan.
Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua
maupun dari para pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung
dan ketakutan dalam mengarungi serta mengahadapi pengalaman-pengalaman
baru. Pentingnya pembinaan keagamaan tersebut adalah sebagai usaha yang
bersifat preventif (pencegahan), misalnya dengan upaya pemecahan masalah
(problem solving) terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara
mengadakan pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha
kuratif (perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang
ada. Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak
membutuhkan pembelajaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diwahyukan dan
diturunkan untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.
18 Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 62
14
Melihat demikian pentingnya atau urgensi dari pembelajaran Al Qur’an
tersebut bagi kehidupan manusia, Rasulullah s.a.w. sampai mengumpakan antara
Al Qur’an dengan manusia adalah ”seperti perumpamaan bumi dengan hujan,
pada saat bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi
tumbuh dan subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi
berupa kebutuhan manusia maupun binatang-binatang ternak, demikian juga yang
dilakukan Al Qur’an kepada manusia”.19
Selain itu dengan membaca Al Qur’an ”yang disertai perenungan,
pendalaman, dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan
dan kelapangan hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk,
cahaya, dan penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”.20
Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang
berbunyi:
� ءB وشفا بكم� ر م=ن� م�و�ع�ظ�ة تكم� جاء� قد� س� النا ياايه�ا لما
ح�م�ة ف�ىالص=د�وروه�د+ى �ن� و�ر� ( : )يونس للم�ؤمني
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Q.S Yunus: 57) 21
Mengingat urgensi (pentingnya) pembelajaran Al Qur’an bagi umat
manusia khususnya umat Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara
19 ? Husain Mazhahiri, Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani (Jakarta: Lentera, 2000), hlm. 23920 ? DR. ‘Aidh al-Qarni, Laa Tahzan (Jakarta: Qisthi Press, 2003), hlm. 23621 ? Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm, 315
15
eksplisit ditegaskan “bahwa umat Islam agar selalu berupaya meningkatkan
kemampuan baca tulis Al Qur’an dalam rangka peningkatan penghayatan dan
pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.22 Juga karena dari
pembelajaran Al Qur’an tersebut dapat diambil kandungan, hikmah serta ilmu
yang tiada bandingannya. Karena pembelajaran Al Qur’an memiliki keterkaitan
erat dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan
berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan
juga tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk
belajar, dan bila ia mampu mengajarkan kepada saudara-saudaranya yang belum
bisa membaca, menulis, serta mempelajari Al Qur’an. Maka dengan adanya
tanggung jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar
Al Qur’an tersebut, diharapkan kepada seluruh kaum muslimin yang merasa
bahwa Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam
hidupnya, minimal dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta
maksimal dapat mencetak generasi yang Qur’ani.
3. Macam-macam Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Dalam rangka mentransfer sebuah ilmu yang dicita-citakan sangat
dibutuhkan suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan
memahami ilmu yang disampaikan tersebut. Demikian halnya dengan
pembelajaran Al Qur’an, juga memerlukan suatu metode yang dirancang khusus
agar memudahkan peserta didik dalam proses belajar, baik menulis, membaca,
serta memahami kalam Ilahi. Oleh karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan
22 Supardi, Jurnal Penelitian KeIslaman (Mataram: Lemlit STAIN Mataram, 2004), hlm. 98
16
Islam) berlomba-lomba untuk menciptakan metode baru yang efektif dan efisien
serta mudah dipahami dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Metode kontemporer (masa kini/modern) dalam pembelajaran Al Qur’an
secara umum yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Metode Tradisional (Qa’idah Baghdadiyah)
Metode ini paling lama digunakan di kalangan umat Islam
(khususnya di Indonesia), dan metode pembelajaran yang diterapkan
dalam metode ini adalah:
Hafalan
Sebelum santri diberi materi, terlebih dahulu harus menghafal huruf-
huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif (ا ) sampai ya’ ( ي)
ditambah dengan huruf hamzah ( ء ) dan lam alif ( ال)
Eja
Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih
dahulu membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ا ), ba’
fathah ba ( ب� ) dan seterusnya
Modul
17
Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada
materi/halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau
temannya yang lain
Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan
hanya 1 jilid buku saja
Pemberian contoh yang Absolut
Seorang ustadz/ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih
dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga
santri tidak diperlukan untuk bersikap aktif23
Metode ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi
metode ini merupakan salah satu pencetus lahirnya metode-metode yang
lain dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Dan karena
lamanya metode ini sampai saat inipun masih belum diketahui secara jelas
siapa penemu/pencetus dari metode Qa’idah Baghdadiyah tersebut. Dilihat
dari sistem pembelajaran yang telah dikemukakan di atas metode ini
membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu santri
mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah. terlebih dahulu.
b. Metode Al Barqy
Metode ini ditemukan/dicetuskan oleh Drs. Muhadjir Sulthon, dan
disosialisasikan pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebenarnya sudah
dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau
23 Sa’id Ibn Nashir, Qa’idah Baghdadiyah
18
dicetak menjadi beberapa jilid melainkan sudah berbentuk buku. Dalam
pembelajaran Al Qur’an, metode ini lebih menekankan kepada pendekatan
global atau gestald psycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik
(SAS). Yang dimaksud dengan SAS ini adalah penggunaan struktur
kata/kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa
dan Kataba.
Metode ini sifatnya bukan mengajar, namun mendorong hingga
guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki
persiapan dengan pengetahuan tersedia. Dalam perkembangannya Al
Barqy ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata
kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik
Sintetik. Dan kata lembaga tersebut adalah:
A-DA-RA-JA
MA-HA-KA-YA
KA-TA-WA-NA
SA-MA-LA-BA
Secara teoritis, metode ini apabila diterapkan pada anak kelas IV
SD keatas hanya memerlukan waktu (memenuhi sistem) 8 jam, bahkan
bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy
diterapkan pada anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu
kecerdasan.Adapun fase yang harus dilalui dalam metode Al Barqy, antara
lain:
19
1. Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-
kata lembaga dan santri mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan
dengan pemenggalan kata lembaga dan terakhir evaluasi yaitu dengan
cara guru menunjuk huruf secara acak dan santri membacanya
2. Fase sintetik, yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain,
hingga berupa suatu bacaan, misal : ج� ر� د� ا
menjadi : � جا ر� أ
3. Fase penulisan, yaitu santri menebali tulisan yang berupa titik-titik
4. Fase pengenalan bunyi a-i-u, yaitu pengenalan terhadap tanda baca
fathah, kashroh, dan dhommah ( ا ا ا )
5. Fase pemindahan, yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi Arab
yang sulit, maka didekatkan pada bunyi-bunyi Indonesia yang
berdekatan, misal: ذ dengan pendekatan د�
س� dengan pendekatanش� 6. Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan
panjang
7. Fase pengenalan tanda sukun, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-
bacaan yang bersukun
8. Fase pengenalan tanda syaddah, yaitu mengenalkan santri pada
bacaan-bacaan yang bersyaddah (berbunyi dobel)
20
9. Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli
(tanpa harokat), seperti; Alif ا
Ba’ ب
Ta’ ت10. Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalkan santri
pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau tidak
dibaca, misal: والضحى
11. Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan santri pada
huruf yang biasa dijumpai di Al Qur’an, misal: نذيرمبيناناdibaca pendek
12. Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan santri pada huruf-
huruf yang disambung di awal, di tengah, dan di akhir
13. Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri pada tanda-
tanda baca seperti yang sering ditemui di Al Qur’an24
c. Metode Iqra’
Metode pembelajaran ini pertama kali disusun oleh H. As’ad
Humam, di Yogyakarta. Buku metode Iqra’ ini disusun/tercetak dalam
enam jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi
beberapa jilid (jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk
mengajar dengan tujuan untuk memudahkan setiap peserta didik (santri)
yang akan menggunakannya, maupun ustadz/ustadzah yang akan
menerapkan metode tersebut kepada santrinya.
24 Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Surabaya: Sinar Wijaya, 1991), hlm. o-s
21
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di
kalangan masyarakat, karena metode ini sudah umum penggunaannya.
Adapun metode ini dalam implementasinya tidak membutuhkan alat yang
bermacam-macam karena hanya ditekankan pada bacannya (membaca
huruf Al Qur’an dengan fasih), serta menggunakan sistem CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif). Adapun proses pembelajaran metode Iqra’
berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Ath Thoriqoh Bil Muhaakah, yaitu ustadz/ustadzah memberikan
contoh bacaan yang benar dan santri menirukannya
Ath Thoriqoh Bil Musyaafahah, yaitu santri melihat gerak-gerik bibir
ustadz/ustadzah dan demikian pula sebaliknya ustadz/ustadzah melihat
gerak-gerik santri untuk mengajarkan makhrojul huruf serta
menghindari kesalahan dalam pelafalan huruf
Ath Thoriqoh Bil Kalaamish Shoriih, yaitu ustadz/ustadzah harus
menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif
Ath Thoriqoh Bis Sual Limaqoo Shidit Ta’liimi, yaitu ustadz/ustadzah
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau
ustadz/ustadzah menunjuk bagian-bagian huruf tertentu dan santri
membacanya.25
d. Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang tidak dapat
diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi, di
25 ? HM. Budiyanto, Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’ (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 1995), hlm. 23-24
22
Semarang pada tanggal 1 Juli 1989 sebanyak 10 jilid yang kemudian
menjadi 6 jilid setelah dilakukan revisi dan ditambahkan materi yang
cocok. Dalam prakteknya metode Qiro’ati ini dibeda-bedakan, khusus
untuk anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang
dewasa. Adapun sistem pembelajaran Qiro’ati ini adalah :
Eja langsung, yaitu bacaan langsung dibaca tanpa harus mengejanya
terlebih dahulu
Hafalan, santri sebelumnya diharuskan menghafalkan huruf hijaiyah
sebelum menginjak pada materi atau bahasan yang lebih tinggi
Asistensi, santri yang sudah mampu pada jilid tertentu dapat
menyimak santri yang masih belajar pada jilid yang lebih rendah
Variatif, artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid),
hal ini dimaksudkan untuk merangsang santri agar tidak mengalami
kejenuhan, dan mempunyai rasa bangga karena telah menamatkan jilid
tertentu
Modul, maksudnya yaitu santri yang sudah menyelesaikan jilid
tertentu dapat melanjutkan pada materi atau jilid yang lebih tinggi
Sedangkan prinsip-prinsip dasar metode Qiro’ati antara lain:
A. Prinsip dasar bagi guru (ustadz/ustadzah)
1. Dak-Tun (Tidak boleh Menuntun)
Dalam mengajarkan Qiro’ati ustadz/ustadzah tidak diperbolehkan
menuntun, akan tetapi membimbing (memberi contoh bacaan yang
benar, mengingatkan/membenarkan bacaan yang salah)
23
2. Ti-Wa-Gas (Teliti Waspada Tegas)
Dalam mengajarkan ilmu baca Al Qur’an sangatlah dibutuhkan
ketelitian, kewaspadaan, dan ketegasan dari ustadz/ustadzah karena
akan sangat berpengaruh atas kefasihan dan kebenaran murid
dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an
3. Teliti
Maksudnya, bahwa seorang ustadz/ustadzah harus meneliti
bacaannya apakah sudah benar atau belum dan harus memnberikan
contoh secara benar kepada santrinya
4. Waspada
Dalam menyimak Al Qur’an, ustadz/ustadzah harus teliti dan
waspada serta tidak boleh lengah
5. Tegas
Ustadz/ustadzah harus tegas dalam menentukan penilaian (evaluasi
kelancaran) bacaan murid jangan segan dan ragu-ragu
B. Prinsip dasar bagi murid (santri)
1. CBSA + M (Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri)
Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung
pada orang lain (ustadz/ustadzah)
24
2. LCTB (Lancar Cepat Tepat dan Benar)
Dalam hal ini santri diharapkan mampu cepat dalam membaca,
tepat dalam membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta
benar ketika membaca hukum-hukum bacaan.26
e. Metode Tilawati
Metode Tilawati ini timbul karena keprihatinan para aktifis yang
sudah lama berkecimpung di TPA/TPQ karena masih banyak kalangan
umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta
huruf Al Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir
Al Aly, M.Ag., KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad
untuk membuat suatu metode yang praktis, cepat, dan lancar.
Dalam metode Tilawati ini terdapat/tersusun menjadi beberapa
jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6 yang berisi
tentang bacaan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang sulit dalam Al
Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain
cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat
umum menjadi guru pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan
metode Tilawati, serta pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan
pada setiap jilidnya. Adapun sistem pembelajaran metode Tilawati ini
adalah sebagai berikut:
Eja Langsung, huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung
tanpa harus mengejanya satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya
26 ?H. Dachlan Salim Zarkasyi , Metodologi Pengajaran Qiro’ati (Malang: Koordinator Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati), hlm. 1
25
Klasikal atau baca simak, setelah ustadz/ustadzah memberikan contoh
bacaan maka santri kemudian mengikuti atau membacanya secara
bersama-sama dengan melihat alat peraga yang tersedia
Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid
6 dengan desain cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan
huruf yang disampaikan selalu ditandai atau dibedakan dengan
menggunakan tinta merah
Modul, santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid
selanjutnya27
B. Tinjauan Tentang Metode Iqra'
1. Sejarah Metode Iqra'
Iqra’ sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar
membaca Al Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama,
sebagaimana yang dituntunkan oleh metode Qa’idah Baghdadiyah. Dengan
ditemukannya metode Iqra’ ini yang kemudian dibarengi dengan gerakan TK Al
Qur’an dan Taman Pendidikan Al Qur’an (TKA-TPA) yang merupakan suatu
bentuk lembaga baru dari pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air
telah terjadi suasana dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.
Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar
tahun 1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar
membaca Al Qur’an untuk anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dan pada waktu
itu beliau masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan
27 ? H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. i-iv
26
istilah Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena
dinilainya terlalu lambat dalam mengantarkan anak bisa membaca Al Qur’an,
yaitu setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang
kemudian mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan
metode yang ada.
Barulah sekitar tahun 1970-an, beliau mendapatkan buku Qiro’ati yang
disusun oleh ustadz Dachlan Salim dari Semarang, yang prinsip-prinsip
pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah
tersusun dalam tuntunan-tuntunan pengajaran yang lebih sistematis dan lengkap.
Bersamaan dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang
mempunyai kekhawatiran yang sama dalam memikirkan problema pengajaran
membaca Al Qur’an ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah
yang diberi nama “Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla
Yogyakarta” atau biasa disingkat dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat
kesekretariatannya di Musholla Baiturrahman Selokraman Kotagede Yogyakarta.
Demikianlah bersama Team Tadarus “AMM” ini beliau untuk beberapa
tahun menggerakkan pengajian anak-anak dengan menggunakan metode Qiro’ati
tersebut. Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih
banyak ditemui beberapa kelemahan mendasar yang perlu disempurnakan. Untuk
itu dengan didukung oleh masukan-masukan dari Team Tadarus”AMM” yang
beliau asuh serta dikuatkan oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga
pengajaran/pesantren Al Qur’an yang ada, maka disusunlah buku Iqra’ ini.28
28 H.M. Budiyanto, op.cit., hlm. 5-8
27
2. Struktur Metode Iqra'
Dalam metode Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik
(santri) maka disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai
dengan jilid 6, dengan bentuk buku-buku kecil ukuran ¼ folio. Masing-masing
buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna sampul
yang berbeda-beda agar menarik perhatian peserta didik (santri)
Menurut M. Sastrapradja yang dimaksud dengan struktur adalah bentuk
atau susunan.29 Maka sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari
metode Iqra’ adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
Pada jilid ini seluruhnya berisi tentang pengenalan huruf-huruf tunggal
berharokat fathah yang diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya
Pembedaan terhadap bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan,
seperti: س- ص - س ث - غ خ
Pengenalan terhadap angka-angka Arab ( )
Iqra’ Jilid 2
Pengenalan terhadap bunyi huruf-huruf bersambung berharokat fathah, baik
huruf sambung di awal, di tengah, maupun di akhir, seperti:
�ت� ت� ب� ت = تا ت� ا ت�= ب Pengenalan bacaan mad (bacaan panjang) namun tetap berharokat fathah,
seperti:
م� د� ام�ن� ا
Pengenalan terhadap huruf alif ( ا )Iqra’ Jilid 3
29 ? M. Sastrapradja, op.cit., hlm. 457
28
Pengenalan terhadap bacaan-bacaan selain harokat fathah yaitu kashroh dan
dhommah, seperti:
فع�ل�ع�م�ل� Pengenalan terhadap bacaan panjang yang berharokat kashroh dan berharokat
dhommah yang diikuti dengan ya’ bertanda sukun dan wawu bertanda sukun
serta kashroh berdiri dan dhommah terbalik, seperti:
�ز� ع�ز معهبطئهيكوني
Pengenalan terhadap huruf ya’ ( ي ) dan wawu ( و )
Iqra’ Jilid 4
Pengenalan terhadap tanda baca fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain,
seperti:
د[حسنا �مBح�اس� حي ر� Pengenalan pada huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf
wawu sukun yang jatuh setelah tanda fathah , seperti:
�ن� �ي و�ف�ب س�
Pengenalan terhadap huruf mim sukun dan nun sukun, seperti:
هو اناولم Pengenalan terhadap huruf Qolqolah, seperti:
اق�اطاد�اج�
Pengenalan huruf-huruf bersukun yang memiliki makhroj yang berdekatan,
seperti:
تق�تك�تع�تأIqra’ Jilid 5
Pengenalan atau cara baca alif lam Qomariyah, seperti:
29
والفجرالحمد Cara baca akhir ayat atau tanda waqof, seperti:
�ن�............. �عي Oنست Cara baca mad far’i, seperti:
على Cara baca alif lam Syamsiyah, seperti:
والنهار Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
النساءم�اء[ م�ن� Bر� ي خ� Cara baca lam dalam lafadz Jalalah, seperti:
لله�و�الله� Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bilaghunnah, seperti:
=هم� ر من� لم فم�ن�ب Pengenalan terhadap tanda baca tasydid, seperti:
�ن� ع�م�ااIqra’ JIlid 6
Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
د[ م�ن� يو�صل� ان�و�اح�
Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Iqlab, seperti:
�ع�د� م�ن� ب Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Ikhfa’, seperti:
ج�و�ع من� Pengenalan tanda-tanda waqof, seperti:
30
Boleh waqof boleh terus ج
Bukan tempat waqof ال Cara baca waqof pada beberapa huruf atau kata musykilat, seperti:
و�الفتح – و�الفتحء� - م�ا ء+ م�ا
Cara baca huruf-huruf dalam fawatihussuwar, seperti:
طسم=صيسMelalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan
memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an.
Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta didik
(santri).30
3. Implementasi Metode Iqra'
Untuk mencapai target atau tujuan pembelajaran Al Qur’an yang
diharapkan, maka seorang anak usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku
Iqra’ ini dengan pelan-pelan, bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan.
Sedangkan frekwensi pembelajaran Iqra’ sebaiknya diberikan tiga sampai enam
kali dalam seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit
dengan perincian sebagai berikut:
05 menit : pembukaan (persiapan, salam, do’a, dan lain-lain) 10 menit : hafalan (surat-surat pendek, do’a-do’a harian, ayat-ayat
pilihan, dan lain-lain) 45 menit : pengajaran Iqra’ secara klasikal (dengan alat peraga) 15 menit : pendalaman Iqra’ secara individual bersama tutor teman
sebaya (dengan buku Iqra’) 10 menit : materi-materi bersifat rekreasi (Bermain Cerita dan
Menyanyi/BCM)
30 As’ad Humam, Buku Iqra’ Jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000)
31
05 menit : penutup31
Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan secara klasikal dan
individual. Klasikal yaitu dengan cara ustadz/ustadzah memberikan contoh
terlabih dahulu kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama. Sedangkan
Individual adalah dengan cara ustadz/ustadzah menyimak bacaan santri satu
persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke dalam buku drill atau
buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya yang sudah mencapai
jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai tutor., sistem ini dapat
disebut sebagai sistem baca simak.
Dalam implementasi (penyampaiannya) metode Iqra’ ini memiliki
perbedaan serta persamaan pada setiap jilid bukunya. Adapun implementasinya
adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
1. CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah)
bertindak sebagai penyimak saja jangan sampai menuntun kecuali hanya
memberikan contoh pokok pelajaran
2. Mengenai judul-judul ustadz/ustadzah langsung memberi contoh bacaannya,
jadi tidak perlu banyak komentar
3. Ustadz/ustadzah cukup membetulkan bacaan-bacaan santri yang keliru saja,
dengan cara: eee…, awas, stop, dan sebagainya atau bisa juga memberi titian
ingatan seperti: bila ada titiknya dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……
31 ? H.M. Budiyanto, dkk., Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan 5M (Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2003), hlm. 25
32
4. Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran sekiranya mampu berpacu
dalam menyelesaikan belajarnya maka membacanya boleh diloncat-loncatkan,
tidak harus utuh 1 halaman
5. Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ustadz/ustadzahnya
6. Sebelum menguasai atau mengenal serta hafal terhadap huruf-huruf berfathah,
santri tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang
susah pengucapan/pelafalannya, seperti:
س� Lebih diarahkan ke bunyi sia daripada keliru ش�
خ� Lebih diarahkan ke bunyi ko daripada keliru ق�
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf tertentu
Iqra’ Jilid 2
1. Implementasi no. 1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2
2. Mulai halaman 16 materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan
untuk sementara diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2
harokat, yang penting harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana
bacaan yang harus dibaca pendek
3. Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang memanjangkan bacaan pendek
ataupun memendekkan bacaan yang panjang,
Iqra’ Jilid 3
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini +
peraturan/implementasi no. 3 pada Iqra’ jilid 2
33
2. Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang selalu mengulang-ulang
bacaannya, misalnya bacaan wamaa dibaca berulang-ulang guru cukup
menegur “bacaan wamaa ada berapa?”
Iqra’ Jilid 4
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan
pada jilid 4 ini
2. Bila santri keliru pada akhir kalimat, maka
ustadz/ustadzah hanya boleh membetulkan bacaan yang keliru saja
3. Untuk memudahkan ingatan santri terhadap huruf-
huruf Qolqolah maka boleh dengan menyingkatnya, seperti: BAJU DI
THOQO
4. Untuk menentukan bacaan yang betul pada bab
hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan harokat fathah dulu dengan
berulang-ulang baru dimatikan
Iqra’ Jilid 5
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5
2. Pada halaman 23 terdapat potongan surat Al Mu’minun ayat 1-11, santri
dianjurkan untuk menghafalnya
3. Santri tidak diharuskan mengenal istilah-istilah tajwid, seperti Idghom
Bighunnah, Idghom Bilaghunnah, Idzhar, Iqlab, dan lain sebagainya yang
penting praktis dan betul bacaannya
34
4. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak,
santri bisa diajak untuk membaca bersama-sama secara koor yaitu pada
halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas)
Iqra’ Jilid 6
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6
2. Materi EBTA dalam jilid 6 ini sebaiknya dihafalkan
3. Ustadz/ustadzah tidak diperkenankan untuk mengajari santri membaca dengan
menggunakan lagu/irama walaupun dengan irama murottal
4. Tanda waqof dibuat sesederhana mungkin yang terdapat/tertulis pada Iqra’
jilid 6 ini pada halaman 21
5. Sebelum EBTA ada tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian
awal surat (bacaan fawatihussuwar) serta bacaan-bacaan Muqhottho’ah32
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Iqra'
Setiap metode pastilah seluruhnya akan memiliki keunggulan, karena
dibalik keunggulan/kelebihan tersebut pastilah terselip beberapa kelemahannya,
baik dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena
keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka
dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh metode
Iqra’ ini, antara lain yaitu:
32 As’ad Humam, loc.cit.
35
a. Kelebihan Metode Iqra’
Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan
guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang
dituntut untuk aktif membaca
Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan
tanda secara satu persatu
Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan
dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda
Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat
melanjutkan jilid selanjutnya
Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi
contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan
teknik Privat/Individual yaitu santri membaca secara perorangan di
depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
Pada huruf-huruf yang dianggap sulit pelafalannya dapat
digunakan pendekatan-pendekatan bunyi
Pengenalan terhadap angka Arab (1-10)
Bacaan mad (panjang) dikupas/dipaparkan dalam 2 jilid
(jilid 1 dan jilid 3)
Setelah khatam Iqra’ (jilid 6) dapat dilanjutkan Al Qur’an
juz 1 bukan bacaan juz ’Amma
36
b. Kelemahan metode Iqra’
Pada jilid-jilid awal tidak ada pengenalan terhadap huruf-
huruf Hijaiyah asli
Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid, tetapi tanpa
harus mengenalkan istilah bacaan tajwid
Tidak adanya media atau lembar kerja siswa atau panduan
untuk menulis huruf-huruf Arab
Tidak dianjurkan untuk mengajarkan metode ini dengan
menggunakan irama murottal, kecuali santri sudah khatam jilid akhir
serta dapat membaca lancar
Untuk bacaan-bacaan Muqhottho’ah hanya dipaparkan
pada 1 halaman saja
Dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode Iqra’ ini maka
patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika
dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat
dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih
sempurna dan bermanfaat bagi kalangan umat Islam.
C. Tinjauan Tentang Metode Tilawati
1. Sejarah Metode Tilawati
Dengan melihat data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat
Islam yang tidak bisa membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang
belum paham akan makna serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang
sudah lama berkecimpung dalam TPA/TPQ terdorong untuk membuat/merancang
37
suatu metode pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan dapat mudah dipelajari.
Selain persoalan tersebut diatas, lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena
seba-sebab dibawah ini:
Bergesernya peran orangtua terhadap anak (yang semula sebagai
pendamping efektif bagi anak)
Terhapusnya pelajaran Pegon (arab gundul) di sekolah
Perkembangan zaman yang kurang kondusif bagi pendidikan Al Qur’an
Guru kehilangan cara untuk mengajar Al Qur’an sehingga mutu
pendidikan kian merosot
Metode pembelajaran Al Qur’an selama ini yang terjadi tidak dilakukan
secara maksimal
Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa
merekrut tenaga guru ngaji karena kekurangan dana untuk membayar
tenaga guru
Fenomena yang terjadi anak biasanya khatam metode pembelajaran Al
Qur’an dengan memakan waktu yang cukup lama
Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari
berjibaku dengan pendidikan Al Qur’an memberikan solusi yang mudah yaitu
dengan meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut
adalah : Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur
Masyhud, dan Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut
menawarkan sebuah metode yang menurut mereka berbeda, karena melalui
38
metode ini diharapkan anak sudah dapat melafalkan huruf-huruf Al Qur’an
dengan tartil yaitu dengan pendekatan irama Rost.
Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa
jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi surat-surat
pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain cover lux dan
warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan standard dan
disertai alat peraga pada masing-masing jilidnya. 33
2. Struktur Metode Tilawati
Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama
dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya
membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati
adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah tidak berangkai,
contoh: ث� ت� ب� ا dan seterusnya………….
Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah berangkai,
contoh: ث� ث� ت� ب�� = بت Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:
Alif ا = Tsa' ث =
Ba' ب = Jim ج =
Ta' ت =
33 ? Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA / TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei 2006
39
Pengenalan angka-angka arab, contoh: ( )
Tilawati Jilid 2
Kalimat berharokat fathah, kashroh, dan dhommah contoh :
لك� و�لك� و�لك� و� Kalimat berharokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:
+ا ن د[ح�س� �مBح�اس� حي ر�
Bentuk-bentuk ta’, contoh: ت ة = Kalimat / bacaan panjang satu alif, contoh:
�ا – ب� ا ج�ب - ج� Fathah panjang, kashroh panjang, dhommah panjang, contoh:
�هم�ن� ا �ط�ئ م�ع�هب Dhommah diikuti wawu sukun, ada alifnya atau tidak ada alifnya tetap dibaca
sama panjangnya, contoh: لو�ا قاTilawati Jilid 3
Membunyikan huruf yang disukun, contoh:
- زمهريرا زاملهم – ا Lam sukun dan didahului alif dan huruf yang berharokat, contoh:
الحسيبال� – ا Lam sukun berhadapan dengan hamzah bersyakal hidup, contoh:
ة اخر = ول ة والخر Fathah diikuti wawu sukun, contoh:
Bاقو�م+ �ب �و�ك ك
Fathah diikuti ya’ sukun, contoh:
�ن� ي�اي ء� ش�
40
Tilawati Jilid 4
Huruf-huruf bertasydid, contoh:
سلم�= سل� ل� ل� س� Tanda panjang (mad wajib dan mad jaiz), contoh:
= م�اء� م�اء� Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:
�نا �ن� ا �ا = ا م�ا = ع�م� ع�م�ان Cara mewaqofkan, contoh:
Bن� �قي �ن� – ي �قي �ن – ي �قي �ن – ي �قي �ن� – ي �قي ي Lafdhul Jalalah, contoh:
لله�و�الله� Alif lam syamsiyah, contoh:
ارق� ارق� و�الس� = و�س� Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:
س�ول ن� = B [ +ع�ند�ه�ا – اند�اد+ا – ن� ر�
كريم Wawu yang tidak ada sukunnya, contoh:
�ك� �ك� = ا اولئ لئ Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
o+ ] B atauم�اء[ = م�م� م�اء[ م�ن�مTilawati Jilid 5
Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
+ ] B atauقو�م[= ي ن�� �ع�ملو�ن� ل ي
Bacaan Iqlab, contoh:
41
o+ ] B atauع�د� م�ن� = ب ن�� ه�م� ب Bacaan Ikhfa’ Syafawi, contoh:
�ه�م� م- ب �ن �ي م�و�بقا ب bertemu dengan م� Bacaan Qolqolah, contoh:
ن� = –ج� –ب� – ط –ق� و� ء� يقر� د� Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:
o+ ] B atauن�ل = ر ن�� يكن لم ا Bacaan Idzhar Halqi, contoh:
o+ ] B atauغ ع ح خ ء = ا ن� �صد�ق� و�م�ن� ه ا Cara membunyikan akhir kalimat ketika waqof, contoh:
�و�م كل� أ ه�و�ف�ي� ي �و�م - كل� ن ش� أ ه�و�ف�ي� ي ن� ش� Tanda-tanda waqof, contoh:
Boleh waqof boleh terus ج
Bukan tempat waqof 34ال
3. Implementasi Metode Tilawati
Dalam metode Tilawati ini menawarkan model-model pengelolaan kelas
yang bertujuan:
1. efektifitas belajar, sehingga santri mudah menguasai materi
2. metodologi pengajaran Al Qur’an bisa berjalan dengan baik
3. efektifitas kelas, sehingga waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia
4. santri tertib di kelas
5. target kurikulum dapat tercapai tepat waktu
34 H.Hasan Sadzili dkk, Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. iv
42
Selain itu teknik dalam penyampaian materi juga menggunakan teknik klasikal,
dimana guru membaca dan santri mendengarkan, menirukan serta membaca.
Namun teknik ini dapat bersifat fleksibel karena bisa disesuaikan dengan
kebutuhan kondisi kelas. Alokasi waktu pembelajaran yang ditawarkan oleh
metode Tilawati ini adalah:
Tabel 2.1 Alokasi Pembelajaran Metode Tilawati
Waktu Materi Teknik Keterangan
5 menit Do’a pembuka Klasikal Lagu Rost
15 menit Peraga Tilawati Klasikal Lagu Rost
30 menit Buku Tilawati Baca SImak Lagu Rost
20 menit Materi Penunjang Klasikal Lagu Rost
5 menit Do’a penutup Klasikal Lagu Rost
Sedangkan target belajar yang ingin dicapai oleh metode Tilawati ini,
adalah sebagai berikut:
Waktu : 75 menit/pertemuanJumlah santri / kelas : 15-20 santriMasa belajar : 3 Bulan 4x pertemuan/mingguTarget : 80% santri naik jilid dengan bacaan standart35
Adapun implementasi metode Tilawati pada setiap jilidnya adalah sebagai
berikut:
Tilawati Jilid 1
1. Ajarkan huruf-huruf hijaiyah asli secara bertahap hingga santri faham dan
hafal
2. Untuk memulai mengajarkan bunyi huruf, ustadz/ustadzah cukup memberi
contoh dengan bacaan dan hindarkan memberi keterangan
35 Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA/TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei 2006.
43
3. Mengajak santri untuk membaca klasikal
4. Setiap pergantian materi selalu ditandai dengan tulisan atau tinta merah
5. Pada halaman 33-44 sudah diajarkan pada huruf-huruf yang bersambung
Tilawati Jilid 2
1. Buku Tillawati 2 ini pada halaman-halaman tertentu terdapat bacaan-bacaan
yang belum diberi tanda baca, maka tugas santri untuk memberinya tanda
sesuaka hatinya dan kemudian membacanya
2. Ustadz/ustadzah dalam membaca huruf-huruf harus dengan fasih, agar santri
terhindar dari kesalahan pelafalan huruf
Tilawati Jilid 3
1. Pada bahasan Lam Sukun ustadz/ustadzah harus memberikan contoh yang
benar agar santri terhindar dari bacaan Tawallud atau mental, missal: Al
dibaca Alle
2. Seluruh potongan ayat atau kalimat dibaca berirama
3. Agar bacaannya benar, ustadz/ustadzah dalam mengajarkan membaca huruf-
huruf Muqhottho’ah dengan jelas dan perlahan
Tilawati Jilid 4
1. Ustadz/ustadzah pada halaman 12-selesai harus tetap mengajar dengan bacaan
tartil
2. Ustadz/ustadzah tetap harus memberikan contoh, tetapi tidak menuntun santri
dalam membaca
3. Pada jilid ini santri mulai diajarkan cara membaca akhir kalimat ketika waqof
Tilawati Jilid 5
44
1. Pada jilid 5 ini implementasi pembelajarannya sama dengan tilawati jilid 4
2. Pada tilawati jilid 5 ini ustadz/ustadzah diharapkan mengajarkan bacaan secara
berulang-ulang agar santri dapat menghafalnya
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Tilawati
Dilihat dari struktur dan implementasinya, kelebihan dari metode Tilawati
ini antara lain adalah:
Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru
atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut
untuk aktif membaca
Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara
satu persatu
Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover
menarik dan warna yang berbeda
Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan
jilid selanjutnya
Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri
mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik
privat/individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan
ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
Melagukan bacaan (mulai jilid 1-5) dengan menggunakan Irama Rost
Standar Nasional
Pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli serta angka-angka Arab,
mulai dari satuan sampai ribuan
45
Menggunakan khot standar dengan tinta berwarna merah (untuk materi
baru) dan tinta berwarna hitam (untuk materi lalu)
Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid beserta istilah-istilahnya
Pengenalan terhadap huruf-huruf bersambung pada jilid awal (1)
Pengenalan terhadap huruf-huruf awal surat (fawatihussuwar) yang
Muqhottho’ah pada jilid 3 sampai dengan jilid 5, dan diberikan secara
konstan (terus-menerus)
Setelah khatam Tilawati (jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan
bacaan juz ’Amma
Sedangkan kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh metode
Tilawati ini adalah sebagai berikut:
Bagi ustadz/ustadzah yang akan menggunakan metode ini harus mengikuti
pelatihan atau harus bisa membaca secara tartil
Dengan pendekatan irama lagu rost yang digunakan dalam metode
Tilawati ini, jika diterapkan pada anak-anak khususnya usia pra sekolah
dikhawatirkan irama tersebut tidak dapat terjaga secara intensif
Pada huruf-huruf yang pelafalannya agak sulit tidak diperbolehkan
menggunakan pendekatan, jadi sejak awal santri harus bisa melafalkan
huruf dengan baik, benar, serta fasih
Untuk materi bacaan mad (panjang) hanya disajikan/dikupas pada satu
jilid saja
D. Perbandingan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
46
1. Persamaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
Dilihat dari struktur serta penerapan atau implementasinya metode Iqra’
dan Tilawati memiliki beberapa persamaan, antara lain yaitu:
a) Menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini yang
dituntut untuk aktif adalah, oleh karena itu ustadz/ustadzah dilarang untuk
menuntun santri ketika membaca melainkan memberi contoh santri sehingga
santri tidak selalu menggantungkan diri kepada ustadz/ustadzah
b) Variatif, terdiri dari beberapa jilid buku dengan desain cover yang menarik
serta warna yang berbeda, untuk Iqra’ terdiri dari 6 jilid sedangkan Tilawati
terdiri dari 5 jilid buku
c) Menggunakan tehnik membaca secara Privat/Individual, dimana santri
membaca secara perorangan atau satu persatu didepan ustadz/ustadzah dengan
menggunakan buku drill (hasil prestasi bacaan santri)
d) Eja langsung, jadi santri tidak perlu mengeja huruf serta tanda baca secara satu
persatu
e) Berbentuk modul, yaitu bagi santri yang lulus serta membaca baik dan benar
dapat melanjutkan pada jilid yang lebih tinggi
f) Setelah khatam jilid akhir (Iqra’ jilid 6 atau Tilawati jilid 5) dapat dilanjutkan
Al Qur’an juz 1,bukan bacaan juz ’Amma
g) Pengenalan terhadap bacaan mad (panjang) dimulai pada jilid 2
2. Perbedaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
47
Sedangkan perbedaan yang ada pada metode Iqra’ dan metode Tilawati
adalah sebagai berikut:
a) Pada metode Tilawati dalam pembacaannya menggunakan irama lagu
Rost, sedangkan pada Iqra’ dalam pembacaannya dilarang menggunakan
lagu sekalipun dengan menggunakan irama Murottal
b) Menurut susunan bukunya pada metode Iqra’ terdiri dari 6 jilid plus buku
Ghorib dan Musykilat dan pada metode Tilawati hanya terdiri dari 5 jilid,
sedangkan Ghorib dan Musykilat terdapat pada jilid 6
Metode Iqra’: Metode Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange jilid 1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau jilid 2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru jilid 3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah jilid 4, berwarna = ungu
jilid 5, berwarna = ungu jilid 5, berwarna = biru muda
jilid 6, berwarna = coklat
c) Pada jilid pertama dalam metode Iqra’ belum diajarkan huruf bersambung,
sedangkan dalam metode Tilawati sudah diajarkan huruf-huruf
bersambung
d) Pada metode Iqra’ pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli baru
dipaparkan pada jilid 2 dan itupun hanya terbatas 2 sampai 3 huruf saja,
sedangkan dalam metode Tilawati bacaan huruf asli sudah diberikan pada
jilid pertama mulai dari alif sampai ya’ ditambah dengan pengenalan
terhadap angka-angka arab mulai satuan sampai ribuan
48
e) Pada metode Tilawati setiap pergantian pokok bahasan baru selalu ditandai
dengan tinta merah sehingga memudahkan santri untuk mengingatnya,
sedang dalam metode Iqra’ baik pokok bahasan baru atau lama tetap
menggunakan tinta hitam
Metode Tilawati
ت� ب�
ت� ب� ب ت� ت� ا
ا ت� ب� ت� ت� ت�
ب� ت� ت� ت� ب� ت�
ت� ا ب� ب� ا ت�
ت� ب� ا ب� ت� اMetode Iqra’
ت� ب�
ا ب ت� ب ت� ا
ت� ب� ا ب� ا ت�
ب� ت� ا ا ت� ب�
ت� ا ب� ت� ا ت�
ا ت� ت� ب� ت� ا
49
f) Pada metode Iqra’ untuk huruf-huruf yang dianggap sulit dalam
pelafalannya menggunakan pendekatan bunyi, contohnya seperti;
س� Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ش�
خ� Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ق�
ظ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ض�
(dibaca dengan bibir agak maju) ذ Lebih diarahkan ke bunyi ظ
sedangkan pada Tilawati ustadz/ustadzah harus mengenalkan huruf-huruf
sesuai dengan makhraj dengan baik dan benar
g) Untuk huruf-huruf Muqhottho’ah, pada Iqra’ hanya dipaparkan/disajikan
½ halaman saja yang ditulis pada jilid akhir (6), sedangkan untuk Tilawati
disajikan sejak jilid 3 sampai jilid akhir secara berkesinambungan
(istiqomah)
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan teoritis dan empiris dalam penelitian sangatlah diperlukan.
Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sebagaimana pendapat Kirk
dan Miller seperti yang dikutip oleh Moeloeng, yang menyatakan bahwa
penelitian kualitatif ”berusaha mengungkapkan gejala suatu tradisi tertentu yang
secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan
peristilahannya”.36
Sedangkan deskriptif menurut Moeloeng adalah ”laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan”.37 Dalam
hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena ada beberapa pertimbangan
lain, menjelaskan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan-kenyataan ganda. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden, metode ini lebih reka dan dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap
pola-pola nilai yang dihadapi.
Dalam pendekatan deskriptif terdapat beberapa jenis metode yang telah
lazim dilaksanakan. Dan sehubungan dengan hal tersebut peneliti menggunakan
36 ? Lexy J. Moeloeng, Metologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2002), hlm. 337 ? Ibid,. hlm. 6
51
pendekatan deskriptif dengan jenis studi komparatif. Yang berarti ”suatu
penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang
perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor
tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan satu faktor dengan yang lain”.38 Oleh karena itu melalui
observasi, wawancara dan angket adalah teknik pengumpulan data yang akan
digunakan oleh peneliti yang juga akan ditambah dengan dokumentasi.
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena
peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga
kehadiran peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data nantinya. Karena
dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung
fenomena di daerah lapangan seperti “kedudukan peneliti dalam penelitian
kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi hasil
pelapor dari hasil penelitiannya”.39 Kedudukan peneliti sebagai Instrumen atau
alat penelitian ini sangat tepat, karena ia mempunyai peran yang sangat vital
dalam proses penelitian.
Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui statusnya
sebagai peneliti oleh subyek atau informan, dengan terlebih dahulu mengajukan
surat izin penelitian ke lembaga yang terkait. Adapun peran peneliti dalam
38 Winarno Surachmad, Dasar dan Tehnik Research (Bandung: CV. Tarsito, 1976), hlm. 135-13639 ? Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 121
52
penelitian adalah sebagai pengamat berperan serta yaitu peneliti tidak sepenuhnya
sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Peneliti pada
saat penelitian mengadakan pengamatan langsung, sehingga diketahui fenomena-
fenomena yang nampak. Secara umum kehadiran peneliti di lapangan dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu:
1. Penelitian pendahuluan yang bertujuan mengenal lapangan penelitian
2. Pengumpulan data, dalam bagian ini peneliti secara khusus
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam proses penelitian
3. Evaluasi data yang bertujuan menilai data yang diperoleh di lapangan
pnelitian dengan kenyataan yang ada
Dalam penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, peneliti
hadir secara intensif di Madrasah Diniyah Al Husna guna memperoleh informasi
serta data yang dibutuhkan. Misalnya saja dengan masuk ke ruang-ruang kelas
secara bergantian (mulai kelas IA sampai kelas VIB), dan mengikuti proses
belajar-mengajar di kelas-kelas tersebut. Kemudian selebihnya peneliti melakukan
interview (wawancara) kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna dan ustadz/
ustadzah serta mengumpulkan atau menyalin data yang berupa dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan latar belakang, visi, misi, serta kurikulum.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah letak dimana penelitian akan dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini berada di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang, tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248
53
Lawang – Malang, dan berdiri dibawah naungan Yayasan Ponpes. Al Husna
Lawang.
Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis
dan tanah berada di kelas A dengan luas 343 m persegi, lingkungan sangat
mendukung untuk berkembang pesat karena akan sangat kompetitif dilihat dari
banyaknya tempat pendidikan yang lain di lingkungan tersebut, baik dalam
kalangan Islam maupun Nasrani. Dan berada tepat di depan instansi pemerintah
(dinas pertanian) di jalur menuju Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh) serta
ada di belakang perkampungan padat penduduk.
D. Sumber Data
Menurut pernyataan Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Moeloeng,
“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan
hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto dan statistic”.40 Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana
peneliti akan mendapatkan dan menggali informasi berupa data-data dan
informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun sumber data dalam
penelitian ini adalah:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah, dan
disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-kata
40 ? Ibid., hlm. 112
54
atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/
utama adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah dan
para stafnya serta santriwan-santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
2. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder merupakan sumber data pelengkap yang
berfungsi melengkapi data-data yang diperlukan oleh data primer/ data
utama. Yaitu dapat berupa buku-buku, makalah, arsip, dokumen pribadi
serta dokumen resmi.
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Observasi
Di dalam pengertian psikologik, “observasi atau yang disebut pula
dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap
sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”.41
Dengan kata lain, metode observasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap
fenomena (kejadian) yang diamati dan diselidiki untuk kemudian
dilakukan pencatatan. Melalui metode ini peneliti ingin memperoleh data
mengenai:
a. Penerapan pembelajaran Al Qur’an dengan menggunkan metode Iqra’
dan Tilawati.
b. Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati.
41 ? Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 133
55
c. Faktor-faktor yang mendukung serta menghambat bagi penerapan
metode Iqra’ dan Tilawati.
Sedangkan untuk proses observasinya yaitu, peneliti menggunakan
metode angket yang disebarkan kepada para ustadz/ ustadzah, melakukan
interview (wawancara) kepada beberapa ustadz/ ustadzah yang mengerti
serta paham tentang metode Iqra’ dan Tilawati. Selain itu, guna
memperoleh informasi lebih lengkap maka peneliti juga terjun langsung,
yaitu dengan masuk ke ruang-ruang kelas dan mengikuti proses belajar-
mengajar.
2. Interviu (Interview)
Interviu yang sering juga “disebut dengan wawancara atau
kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewer)”.42 Metode ini juga merupakan wawancara langsung dengan
responden sebagai pihak yang memberikan keterangan. Adapun data yang
ingin diperoleh oleh peneliti melalui metode/ tehnik ini adalah :
a. Mengetahui gambaran umum tentang Madrasah Diniyah Al Husna,
antara lain seabagai berikut:
a. Sejarah dan latar belakang Madrasah Diniyah Al Husna
b. Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al Husna
c. Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
d. Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
e. Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
42 ? Ibid, hlm. 132
56
f. Keadaan sarana prasarana Madrasah Diniyah Al Husna
b. Penggalian informasi tentang metode pembelajaran Al Qur’an di
Madrasah Diniyah Al Husna, diantaranya:
Penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al
Husna
Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan Tilawati di
Madrasah Diniyah Al Husna
Faktor pendukung dan penghambat bagi penerapan metode Iqra’
dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
Adapun yang menjadi responden dalam metode Wawancara
(Interview) ini adalah Kepala Madrsah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah
serta para staf Madrasah Diniyah Al Husna.
3. Dokumentasi
Dokumentasi atau “dokumen (document) ialah semua jenis
rekaman/ catatan ‘skunder’ lainnya, seperti surat-surat, memo/ nota,
pidato-pidato, buku harian, poto-poto, kliping berita koran, hasil-hasil
penelitian, agenda kegiatan”.43 Tehnik/ metode ini biasa digunakan sebagai
sumber data yang berupa laporan ataupun catatan tertulis, misalnya: buku-
buku, makalah, catatan, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
agenda kegiatan, dan sebaginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh data tentang:
a. Visi dan misi Madrasah Diniyah Al Husna
43 ? Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi (Malang: IKIP Malang, 1990), hlm. 81
57
b. Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
c. Kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna
d. Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
e. Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
f. Sarana prasarana
F. Analisis Data
Analisis data menurut Moeleong adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data”.44 Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka, maka metode
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dimana dengan analisis deskriptif
berusaha menggambarkan, mempresentasikan serta menafsirkan tentang hasil
penelitian secara detail/ menyeluruh sesuai data yang sudah diperoleh dan
dikumpulkan dari hasil observasi, interview, dan dokumentasi.
Mendeskripsikan data kualitatif adalah “dengan cara menyusun dan
mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap
responden. Metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan
logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik”.45
Proses analisa yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
44 ? Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 10345 Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155
58
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan,
menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa hingga dapat ditarik
kesimpulan final/ akhirnya (diverifikasi). Data yang diperoleh dari
lapangan langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai
mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan
memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah
untuk menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah
peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan serta
membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.46
2. Display Data atau Penyajian Data
Display data menurut “yaitu mengumpulkan data atau informasi
secara tersususun, yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang sudah ada disusun
dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, selain itu dapat berupa
matriks, grafik, networks, dan chart”.47 Hal tersebut dilakukan dengan
alasan supaya peneliti dapat menguasai data dan tidak terpaku pada
tumpukan data, serta memudahkan peneliti untuk merencanakan tindakan
selanjutnya.
3. Verifikasi atau menarik kesimpulan
46 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hlm. 12947 Ibid
59
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dan
analisis data puncak. Meskipun begitu, kesimpulan juga membutuhkan
verifikasi selama penelitian sedang berlangsung. Verifikasi dimaksudkan
untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya
sebuah kesimpulan ditinjau ulang dengan cara mem-verifikasi kembali
catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model,
hubungan dan persamaan untuk diambil sebuah kesimpulan.48
G. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil
penelitiannya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan
keabsahannya. Dan untuk pengecekan keabsahan temuan ini teknik yang dipakai
oleh peneliti adalah triangulasi.
Triangulasi menurut Moeloeng adalah “teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.49 Dan pengecekan atau
pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti antara lain yaitu:
1. Triangulasi Data, yaitu dengan cara membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, data hasil wawancara dan data
hasil dengan dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan dapat
menyatukan persepsi atas data yang diperoleh.
2. Triangulasi Metode, yaitu dengan cara mencari data lain tentang
sebuah fenomena yang diperoleh dengan menggunakan metode yang
48 Ibid, hlm. 13049 ? Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 178
60
berbeda yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian hasil
yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dibandingkan dan
disimpulkan sehingga memperoleh data yang bisa dipercaya.
3. Triangulasi Sumber, yaitu dengan cara membandingkan kebenaran
suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, baik
dilihat dari dimensi waktu maupun sumber lainnya.
H. Tahap-tahap Penelitian
Selama melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini,
peneliti melalui beberapa tahapan, antara lain:
1. Tahap Persiapan, meliputi;
a) Pengajuan judul dan proposal penelitian kepada pihak Kajur (kantor
jurusan)
b) Konsultasi proposal ke Dosen Pembimbing
c) Melakukan kegiatan kajian pustaka yang sesuai dengan judul
penelitian
d) Menyusun metode penelitian
e) Mengurus surat perizinan penelitian kepada fakultas untuk diserahkan
kepada Pimpinan/ Kepala Madrasah yang dijadikan obyek penelitian
f) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan yang akan diteliti
g) Memilih dan memanfaatkan informan
h) Menyiapkan perlengkapan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan, meliputi;
61
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data dan pengolahan data,
adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a) Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri
b) Mengadakan observasi langsung
c) Melakukan wawancara kepada subyek penelitian
d) Menggali data penunjang melalui dokumen-dokumen
Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil
penelitian di analisis dengan tehnik atau metode analisis yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Tahap Penyelesaian, meliputi;
a) Menyusun kerangka laporan hasil penelitian
b) Menyusun laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi kepada
Dosen Pembimbing
c) Ujian pertanggung jawaban hasil penelitian di depan dewan penguji
d) Penggandaan dan penyampaian hasil laporan hasil penelitian kepada
pihak-pihak yang bersangkutan dan berkepentingan
BAB IV
62
HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Obyek Penelitian
Dalam rangka mengadakan pembuktian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan penulisan (skripsi ini), maka penulis mengadakan penelitian lapangan
(field research) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang. Dan latar belakang
obyek penelitian merupakan hal sangat penting untuk dikemukakan dalam
penelitian, karena obyek penelitian adalah pusat informasi data yang akan diambil
oleh peneliti dalam menyempurnakan penelitiannya. Oleh karena itu, dalam latar
belakang obyek ini akan memaparkan profil obyek penelitian secara garis besar,
yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Letak Geografis Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Madrasah Diniyah Al Husna terletak di wilayah/ kota Lawang,
yang kurang lebih berjarak 25 km dari kota Malang. Tepatnya terletak di
Jalan Mayor Abdullah No. 248 Lawang-Malang, dan berdiri di bawah
naungan Yayasan Pondok Pesantren Al Husna Lawang. Lokasi Madrasah
Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada
di kelas A dengan ukuran luas 343 m persegi. Dengan lingkungan yang
sangat mendukung untuk berkembang, karena akan sangat kompetitif
dilihat dari banyaknya tempat pendidikan di sekitar lingkungan tersebut.
Baik di bawah naungan umat Muslim maupun di bawah naungan umat
Nasrani, serta merupakan jalur menuju Agro Wisata Wonosari
(perkebunan teh).
63
Adapun batas wilayah Madrasah Diniyah Al Husna adalah, di
sebelah Barat terletak/ berdiri sebuah instansi pemerintahan (Dinas
Pertanian), serta sebuah bangunan TK (Taman Kanak-kanak) dan KB
(Kelompok Bermain/ Play Group) yang juga berada di bawah naungan
Yayasan Pondok Pesantren Al Husna. Kemudian di sebelah Timur
terdapat beberapa lembaga pendidikan TK dan SD yang dikelola oleh
kaum Nasrani juga sebuah Gereja,di sebelah Utara dan Selatan terdapat
perkampungan dan perumahan padat penduduk.
Sesuai dengan letaknya yang strategis, maka santri Madrasah
Diniyah Al Husna tidak hanya berasal dari desa atau perkampungan
sekitarnya saja, bahkan banyak yang datang dari luar desa atau kecamatan
yang letaknya sangat jauh. Sehingga salah satu dari wali santri
menyediakan jasa antar jemput (abumen) bagi santri yang rumahnya
terletak agak jauh dari lokasi Madrasah Diniyah Al Husna.
2. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Pada awal berdirinya (sebelum resmi menyandang nama Madrasah
Diniyah Al Husna), Ibu Lailil Qomariyah yang sejak kecil memang sudah
akrab dengan lingkungan pondok pesantren, dan dibantu oleh dua orang
adiknya mengajar anak-anak kampung di sekitar rumahnya agar bisa
membaca dan menulis huruf Al Qur’an Semula jumlah anak-anak yang
mengajihanya 50 orang, akan tetapi sejalan dengan tingginya animo serta
kesadaran masyarakat sekitar akan agama dan pentingnya Al Qur’an,
maka dalam jangka waktu 3 bulan jumlah anak-anak bahkan ibu-ibu yang
64
mengaji bertambah menjadi tiga kali lipat. Karena jumlah anak-anak dan
ibu-ibu yang mengaji bertambah banyak sehingga membutuhkan tempat
yang lebih luas, maka pada awal tahun 2000 tepatnya pada bulan April,
Ibu Lailil Qomariyah mendirikan tempat belajar Al Qur’an atau biasa
disebut dengan TPA/TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an). Dan
berdasarkan atas saran serta hasil musyawarah ustadz-ustadz dan ulama’
se-Lawang maka Madrasah Diniyah Al Husna resmi dibuka untuk umum.
Sedangkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh Madrasah
Diniyah Al Husna yaitu menjadi salah satu sarana/ tempat pendidikan Al
Qur’an (TPA/ TPQ) yang unggul dari segi mutu, dan ingin menciptakan
ciri khas yang berbeda dari tempat-tempat mengaji lainnya. Oleh karena
itu diberi nama Madrasah Diniyah atau biasa diartikan sebagai sekolah
agama, dimana didalamnya anak-anak dibekali dengan pengetahuan
mengenai dasar-dasar agama. Sehingga mereka (santri) nantinya ketika
dewasa tidak hanya bisa membaca Al Qur’an saja. Hal tersebut disebabkan
karena di sekolah-sekolah umum kebanyakan materi pelajaran agama
dirasa sangat kurang, yaitu hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggunya.
Maka sangat mendesak dibutuhkan keberadaan suatu lembaga yang
khusus menangani pendidikan agama anak-anak sejak usia dini. Dan
Madrasah Diniyah Al Husna berusaha menjawab permasalahan tersebut
dengan cara menyediakan sarana yang representatif dalam rangka
pembelajaran keagamaan.
65
Setiap instansi atau lembaga baik formal maupun non formal, pasti
memiliki visi dan misi guna mencapai tujuan yang dicita-citakan,
begitupun dengan Madrasah Diniyah Al Husna. Adapun Visi dan Misi
yang ingin dicapai oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai
berikut:
Visi
Mencetak generasi Qur’ani, yang mempunyai komitmen pada agama
Islam, bertaqwa, berprestasi, ber-akhlaqul karimah, shaleh, dan bermanfaat
bagi keluarga, bangsa dan agama.
Misi
Menumbuhkan kecintaan anak/ santri pada Allah, Rasul-Nya, Agama-
Nya, dan Kitab Suci-Nya
Menyiapkan santri untuk dapat membaca Al Qur’an dengan tartil,
fasih, dan lancar serta dapat memahami maknanya, sehingga kelak
dapat mengamalkan ajaran-Nya
Mengetahui dasar-dasar agama Islam untuk bekal dalam menghadapi
perubahan zaman dan membentengi diri dari pengaruh-pengaruh luar
yang merusak moral dan aqidah anak/ santri
Memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
mengembangkan bakat, minat dan potensinya agar tersalurkan secara
wajar dan seimbang sehingga dapat berprestasi
3. Struktur Organisasi Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
66
Struktur organisasi merupakan kerangka atau susunan yang
menunjang hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang
lainnya, sehingga jelas antara wewenang dan tanggung jawab masing-
masing dalam kebulatan yang teratur. Pengorganisasian adalah menyusun
hubungan perilaku yang efektif antar personalia, sehingga mereka dapat
bekerjasama secara efisien dan memperoleh kepuasan pribadi dalam
melaksanakan beberapa tugas dan dalam situasi lingkungan yang ada
disekitarnya guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Oleh
karena itu Madrasah Diniyah Al Husna sebagai suatu lembaga pendidikan
dimana didalamnya terdapat penasehat, kepala Madrasah, Waka. Bid.
Kurikulum, Waka. Bid. Kesantrian, Waka Bid. Sarana Prasarana, ustadz/
ustadzah, karyawan/ security, staff tata usaha, santriwan/ santriwati dan
sebagainya memerlukan pengorganisasian yang baik. Hal ini bertujuan
agar program serta kurikulum yang sudah dibentuk (ditentukan) dapat
berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu agar kerjasama
dan tanggung jawab dapat dijalankan secara maksimal, baik antara ustadz
dengan ustadzah, santri dengan santri, ustadz dengan santri, dan demikian
pula sebaliknya.
Adapun struktur organisasi pada Madrasah Diniyah Al Husna
adalah sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH DINIYAH AL HUSNA
67
Keterangan:
Penasehat : Ustadz H. Anis Shahab
H. Soepra’i Ahmad Rifa’i
H. Abdul Mu’in Effendi
Kepala Madrasah : Ustadzah Lailil Qomariyah
Waka Bid. Kurikulum : Ustadz M. Mukhlisin, S.Pd.
Waka Bid. Kesantrian : Ustadzah Misbahus Sholihah
Waka Bid. Sarana Prasarana : Ustadz Heri Utomo
68
Penasehat
Kepala Madrasah Diniyah
Waka. BidangKurikulum
Waka. Bidang Kesantrian (Pengembangan SDM)
Waka. BidangSarana Prasarana
Tata Usaha
Wali KelasAsisten
Wali KelasAsisten
Wali KelasAsisten
Wali KelasAsisten
Wali KelasAsisten
Wali KelasAsisten
Santri
Staff Tata Usaha : Ibu Endah Rahayu Listyarini
Ibu Zuliatul Masruroh
4. Keadaan Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Guru atau pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena keberadaannya
sangat mempengaruhi hal tersebut dan sekaligus merupakan faktor
penentu menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Dan dalam lingkungan
pembelajaran Al Qur’an (TPA/ TPQ), istilah guru atau pendidik sering
disebut juga dengan istilah ustadz/ ustadzah. Untuk melihat lebih lengkap
mengenaai data guru (ustadz/ ustadzah) dan para staff/karyawan Madrasah
Diniyah Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1Data Ustadz/ ustadzah serta staff Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
No. Nama ustadz/ ustadzah dan staff
Pendidikan terakhir
Jabatan
1 Ustdz. Lailil Qomariyah SMU Kepala madrasah2 Ust. Abdul Bari, SH. M.HUM S2 Wali kls.6B3 Ust. Heri Utomo MA Wali kls.1A+ass. kls.6B4 Ustdz. Misbahus Sholihah SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A5 Ust. M. Mukhlisin, S.Pd. S1 Wali kls.2A+5B6 Ust. Ahmad Hanafi MA Wali kls. penjurusan7 Ust. M. Ali Chusni MA Ass. penjurusan8 Ustdz. Siti Nur Azizah PGTK Wali kls.4A+ass. Kls.1B9 Ustdz. Anisatul Maghfiroh SMU Wali kls.2B+4B10 Ustdz. Siti Latifatul Hidayah D3 Wali kls.3A+ass. kls.6A11 Ustdz. Reny Fitria SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A12 Ustdz. Siti Aminah SMU Asss. kls.4A13 Ustdz. Firmandini Islamy SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A14 Ustdz. Luluk Muthoifah SMU Asss. kls.2B+4B15 Ust. Muhammad Imam, S.Pd.I S1 Wali kls.3A+ass. kls.6A16 Ust. Ainun Hakim SMU Ass. kls.2A+4A17 Ust. Thoha Luqoni, S.Sos. S1 Guru ekstra kurikuler
jurnalistik
69
18 Ust. Mujib MA Guru ekstra kurikuler tartil
19 Bpk Sony SMU Guru ekstra kurikuler menggambar
20 Ibu Endah Rahayu Listyarini SMU Staff TU21 Ibu Zuliatul Masruroh SMK Staff TU22 Bpk. Rahmad Jatmiko SMU Security
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
5. Keadaan Santri Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Peserta didik dalam hal ini santri, merupakan salah satu dari sekian
banyak faktor yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar dan juga
merupakan salah faktor yang dominan. Dan murid (santri) sebagai obyek
pendidikan tentunya mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mensukseskan proses pembelajaran Al Qur’an, meskipun hal ini tidak
dapat dilepaskan hubungannnya dengan pendidik atau ustadz/ ustadzah.
Secara garis besar jumlah santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah
Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2Data Santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Kelas Santriwan Santriwati Jumlah
1 A 5 18 23
1 B 11 10 21
2 A 7 14 21
2 B 11 13 24
3 A 10 5 15
3 B 9 5 14
4 A - 10 10
4 B 13 - 13
5 A - 24 24
5 B 5 - 5
6 A - 20 20
70
6 B 13 - 13Penjurusan 8 8 16
Jumlah Total 92 127 219Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Dari penyajian data di atas dapat dilihat bahwasannya jumlah
santriwati lebih dominan (lebih banyak) daripada jumlah santriwan. Dan
dari jumlah tersebut, sebagian besar santri Madrasah Diniyah Al Husna
berasal dari daerah sekitar (wilayah Kecamatan Lawang sendiri).
Seedangkan usia santri, rata-rata masih duduk pada tingkatan sekolah
dasar (SD), meskipun ada pula beberapa santri yang masih TK atau
bahkan pra-sekolah (Play Group).
6. Sarana dan Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Dalam suatu lembaga, sarana prasarana merupakan suatu alat atau
media keberhasilan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Apalagi
suatu lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah Al Husna, sarana
prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan bagi kelancaran proses
pembelajaran Al Qur’an selama ini. Adapun saran dan prasaran yang ada
di Madrasah Diniyah Al Husna secara rinci dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.3Sarana Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
No. Nama Jumlah1 Ruang kelas 62 Musholla 13 Ruang guru/kantor 14 KM/WC 45 Koperasi santri 16 Ruang Audio Visual 1
71
7 Alat-alat peraga 118 Televisi/TV 19 VCD (Video Casette Disk) 110 Komputer 111 Papan Tulis 612 Almari Berkas 113 Rak Al Qur’an 214 Mading (Majalah Dinding) 215 Almari Perpustakaan 216 Puzzle Hijaiyah 417 Kartu-kartu Hijaiyah 618 Salon 419 Sound System 120 Bangku/Dampar 100
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Selain sarana prasarana yang telah disebutkan di atas, masih
banyak lagi sarana prasarana yang dalam waktu dekat akan berusaha untuk
dipenuhi serta dibangun oleh Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya saja
seperti: penambahan bangku-bangku santri/ dampar, pembangunan kamar
inap santri, serta pengembangan usaha seperti koperasi santri, kios bunga,
dan rental VCD Islami. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki atau yang
telah tersedia dirawat dengan baik oleh ustadz/ ustadzah, karyawan, serta
santriwan/santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
7. Kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Eksistensi kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting, karena merupakan
operasionalisasi yang dicita-citakan, bahkan tujuan pendidikan tidak akan
tercapai tanpa kurikulum pendidikan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah
Al Husna menggunakan Modifikasi Kurikulum Depag. (Departemen
Agama), LPTQ Nasional/ LPPTKA (Lembaga Pembinaan dan
72
Pengembangan Taman Kanak-kanak Al Qur’an), BKPRMI (Badan
Komunikasi Remaja Masjid Indonesia) dan Madrasah Diniyah Al Husna
sendiri.
Akan tetapi pada setiap tahunnya kurikulum di Madrasah Diniyah
Al Husna ini dapat berubah, mengingat usia santri yang selalu berubah
pada setiap tahunnya (menyesuaikan) berdasarkan kelas. Misalnya pada
tahun 2004/2005 di kelas I A dan I B rata-rata usia santri adalah TK
sampai SD, akan tetapi pada tahun 2005/2006 pada kelas I A dan I B
banyak santri yang berusia pra sekolah (Play Group atau usia KB/
Kelompok Bermain) sampai TK, sehingga apabila diterapkan kurikulum
yang sama (dengan tahun sebelumnya) akan membebani santri-santri
tersebut. Maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna mengambil kebijakan
dengan cara mengurangi materi atau mengubah kurikulum kelas I tersebut,
hal ini dilakukan agar santri rajin dan bersemangat dalam menjalani proses
transferisasi ilmu. Jadi sifat dari kurikulum Madrasah Diniyah Al Husan
adalah fleksibel, karena dapat berubah sewaktu-waktu atau menyesuaikan
dengan kondisi santri pada saat itu.
Adapun kurikulum yang digunakan pada tahun 2005/2006 oleh
Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4Kurikulum Kelas I (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
73
Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
Hafalan Do’a
Santri mampu menghafal do’a-do’a dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
Menghafal do’a-do’a: sebelum & sesudah makan, sebelum & bangun tidur, masuk & keluar wc/km, belajar, keluar rumah, masuk & keluar masjid, kebaikan dunia akhirat, naik kendaraan, mohon pertolongan, dan mensyukuri ni’mat
Praktek Ibadah
Santri mengetahui dan mampu melaksanakan tata cara bersuci seperti; wudhu dan tayamum juga mempraktekkan sholat subuh dan maghrib secara berjama’ah, serta dapat melafalkan lafadz adzan dan iqomat dengan baik dan benar
Niat wudhu, gerakan-gerakan wudhu, praktek wudhu, niat tayamum, sebab-sebab tayamum, praktek sholat subuh dan maghrib berjama’ah, menghafal serta mempraktekkan bacaan-bacaan adzan dan iqomat
Khot / Imla’
Santri mengetahui nama-nama huruf Hijaiyah dan mampu menulis dengan baik, rapi dan benar yang diikuti dengan tanda fathah, kashroh, dan dhommah
Menulis 29 huruf hijaiyah (untuk setiap minggu/pertemuan menulis 3 huruf) diikuti dengan tanda-tanda fathah, kashroh, dan dhommah
Hafalan Surat
Pendek
Santri mengenal nama-nama surat pendek dan menghafalkannya dengan fasih dan tartil
Membaca Ta’awudz serta Basmallah yang baik danbenar, menghafal surat Al Fatihah (pada minggu ke-1 membaca ayat 1-4, minggu ke-2 membaca ayat 5-7), menghafal surat-surat pendek seperti; An Naas, Al Ikhlas, Al ’Ashr, Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, dan Al Maa’un
Aqidah Akhlaqdengan metodeBCM
(Bermain Cerita dan Menyanyi)
Santri mengetahui dasar-dasar aqidah (Rukun Iman), memahami kekuasaan dan sifat-sifat Allah, mengenal Nabi-nabi melalui kisah-kisahnya, dan berakhlaq terpuji.(Semuanya dijelaskan atau disampaikan dengan menggunakan metode BCM/Bermain Cerita dan Menyanyi)
Tepuk Anak Sholeh, Mewarnai ”Al Qur’an Kitabku”, Menyanyi Lagu ”Satu-Satu Aku Cinta Allah”, Cerita Tentang Nabi-Nabi Seperti; Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Nuh, Nabi Yusuf, dan Nabi Muhammad, tepuk Rukun Iman, melihat VCD tentang kekuasaan Allah, tepuk ”kalau kau suka ngaji”, menyanyi ”mari kita sembahyang”, mewarnai ”pergi ke masjid”, tepuk rukun Islam, serta mewarnai ”Nuri menyayangi si Meong”
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.5
74
Kurikulum Kelas II (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri (2 semester)
Khot / Imla’
Santri mampu menulis huruf-huruf Hijaiyah dengan baik dan benar, mengenal tanda baca dalam Al Qur’an, serta mampu menulis huruf Hijaiyah yang bersambung
Menulis 29 huruf Hijaiyah (setiap minggu 3 huruf), dengan harokat fathah, kashroh, dan dhommah, pengenalan terhadap harokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, dikte/imla’ (guru membaca santri menulis), pengenalan terhadap tanda baca tasydid dan sukun serta menyambung 2, 3, atau 4 huruf
Aqidah / Akhlaq
Santri mampu membiasakan bersikap terpuji terhadap orang tua, guru, teman, dan lingkungan sekitar, mengetahui cerita Nabi-nabi untuk diambil hikmah dan diteladani, serta hafal dan mengerti tentang Rukun Iman
Adab tidur, mandi, buang hajat, makan, minum, berpakaian, belajar, terahadap orang tua, di rumah, kepada guru, berjumpa dan berpisah dengan teman di jalan, menyayangi binatang, bersin, menguap, meludah, bertamu, serta cerita tentang Nabi Adam, Nabi Nuh, dan Nabi Hud
Hafalan Do’a dan
Surat Pendek
Santri hafal do’a sehari-hari, dan hafal surat-surat pendek untuk dibaca pada waktu sholat
Mengahafal do’a sehari-hari, seperti; akan belajar, untuk kedua orang tua, kebaikan dunia dan akhirat, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat, sesudah wudhu, sesudah adzan, serta do’a naik kendaraan, dan menghafal surat-surat pendek seperti; Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, Al Maa’un, Al Falaq, dan Al Quraisy
Fiqih
Santri hafal dan mengerti Rukun Islam, mengetahui manfaat hidup bersih, mengetahui macam-macam najis, dan cara mensucikannya, serta mengerti tata cara wudhu dan tayamum
Melafalkan Syahadatain beserta artinya, menghafalkanRukun Islam, mengetahui dan mengerti tentang; kebersihan, macam-macam najis dan cara mensucikannya, macam-macam air, perbedaan wudhu dan tayamum, syarat-syarat wudhu, rukun, serta sunnahwudhu, sebab dan syarat tayamum, praktek wudhu dan tayamum
Praktek Ibadah
Santri mampu melakukan gerakan-gerakan serta mampu melafalkan bacaan-bacaan sholat wajib dengan baik dan benar
Praktek sholat subuh berjama’ah, menghafal bacaan-bacaan pada setiap gerakan sholat, praktek sholat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’, serta praktek adzan dan iqomat
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.6
75
Kurikulum Kelas III (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri (2 semester)
Aqidah Akhlaq
Santri mengetahui adab terhadap lingkungannya, mengenal sifat-sifat Allah untuk memumbuhkan keimanan kepada Allah, memiliki sifat-sifat terpuji dan meneladani kisah para Nabi
Mengetahui dan mengerti mengenai macam-macam adab seperti; bertetangga, terhadap alam, cara memelihara kelestarian alam dan manfaatnya, cara beriman kepada Allah, mengetahui sifat-sifat Allah seperti; Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Pemaaf, Maha Pemurah, tanda-tanda orang yang beriman kepada Allah, taat kepada Rasul, menjadi orang yang sabar, jujur, sederhana, amanah, ikhlas, optimis, rendah hati, kisah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yusuf, dan Nabi Musa
Fiqih
Santri mengerti tentang waktu-waktu sholat, cara menjawab adazn, mengetahui syarat, rukun, serta hal-hal yang membatalkan sholat, mengerti tata cara sholat berjama’ah, sholatnya orang sakit, sholat-sholat sunnah, sholat jama’ dan qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
Waktu-waktu sholat fardhu, jawaban ketika mendengar adzan, bacaan iqomat, syarat wajib dan sah sholat, yang membatalkan sholat, cara sholat berjama’ah, syarat sah menjadi ma’mum, ma’mum masbuq, keutamaan sholat berjama’ah, sholat tahjud, sholat bagi orang sakit, sholat sunnah rowatib dan keutamaannya, sholat witiw, sholat jama’ dan qoshor, praktek sujud sahwi dan sujud syukur
Hafalan Do’a dan
Surat Pendek
Santri hafal do’a sehari-hari dan hafal surat-surat pendek untuk bacaan dalam sholat dan dzikir ba’da sholat
Menghafal do’a: setelah adzan, sesudah wudhu, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat, bercermin, serta bacaan dzikir setelah (ba’da) sholat, dan menghafal surat: Al Maa’un, Al Quraisy, Al Fiil, Al Humazah, dan At Takatsur
Praktek Ibadah
Santri mengetahui dan dapat mempraktekkan sholat-sholat sunnah, sholat berjama’ah, menjadi ma’mum masbuq, sholat ketika sakit, sholat jama’ dan qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
Niat wudhu dan tayamum, praktek sholat: subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya’, jum’at, dhuha, tahajud, witir, jenazah, ketika sakit, qobliyah, ba’diyah, jama’, qoshor, serta sujud sahwi dan sujud syukur
Khot / Imla’
Santri dapat menulis huruf Hijaiyah bersambung, serta dapat menulis kalimat-kalimat Thoyyibah dan ayat-ayat pendek dengan
Menulis 4 huruf dengan disambung (bergandeng), menulis kalimat-kalimat Thoyyibah seperti: salam, sholawat, hamdalah, basmalah, tahmid, takbir, istighfar, serta ta’awudz, dan menulis atau menyalin tulisan do’a: sebelum dan sesudah
76
metode dikte atau imla’ makan, keluar rumah, masuk dan keluar masjidSumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.7Kurikulum Kelas IV (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
Fiqih
Santri memahami ketentuan-ketentuan dan tata cara melaksanakan puasa, serta terbiasa melaksanakannya dan memahami hukum Islam khususnya mengenai zakat
Pengertian puasa, syarat dan rukun puasa, amalan-amalan puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, orang yang boleh tidak berpuasa dan cara menggantinya, cara menyambut bulan puasa, cara berbuka puasa dan sahur yang benar, do’a buka puasa, sikap taat kepada Allah, Qiyamul Lail, memperbanyak infaq dan shodaqoh, keutamaan menghafal Al Qur’an, hari-hari yang disunnahkan dan diharamkan untuk berpuasa, pengertian dan hukum zakat, macam-macam zakat, nishab zakat, orang-orang yang berhak menerima zakat
Aqidah Akhlaq
Santri memahami dan meyakini bahwa Allah Maha Dahulu, berbeda dengan makhluk-Nya, Maha Pemelihara, serta mengimani kitab-kitab Allah dan meneladani kisah-kisah para Rasul juga mengerti sikap-sikap terpuji dan kebiasaan-kebiasaan baik
Menyebutkan alasan (logika) sederhana bahwa Allah Maha Dahulu, dalil aqli dan naqli bahwa Allah Maha Dahulu, menyebutkan alasan sederhana serta dalil naqli bahwa Allah berbeda dengan makhluk-Nya, menyebutkan kitab-kitab Allah, bercerita tentang kisah Nabi Yunus dan Nabi Daud serta mengambil hikmah dari kisah tersebut, pengertian syukur, adil, ikhlas, tama’, dan boros
Qur’an Hadits
Santri mengenal huruf-huruf Hijaiyah, tanda baca, cara menyambung huruf, serta mampu membaca huruf sesuai dengan sifat dan makhrojnya
Pengenalan terhadap huruf-huruf yang disambung dari depan, tengah dan belakang, pengenalan tanda baca seperti: fathah, kashroh, dhommah, fathahtain, kashrohtain, dhommahtain, sukun, tasydid, mad alif, alif lam syamsiyah, alif lam qomariyah, serta praktek membacanya
SKI (Sejarah
Kebudayaan Islam)
Santri mengerti dan memahami sejarah Nabi Muhammad s.a.w. dan meneladani sifat dan sikapnya
Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dilihat dari segi/keadaan alam, sosial, ekonomi, adat-istiadat, serta kepercayaan, kisah teladan tentang keimanan seorang Raja, kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., penyerangan pasukan gajah, waktu dan
77
tempat kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., masa-kanak-kanak hingga masa remaja Nabi Muhammmad s.a.w.
Bahasa Arab
Santri mengenal beberapa kata tanya dalam bahasa arab, kata benda dan warna-warna, serta dapat menterjemahkan kalimat-kalimat sederhana ke dalam bahasa arab
Untuk materi pelajaran bahasa arab, disesuaikan dengan sub-sub bahasan yang ada pada kitab/buku panduan yang telah ditetapkan oleh Madrasah Diniyah Al Husna, misalnya untuk kelas IV pelajaran 1-18 maka pada setiap pertemuan dibahas 1 pelajaran dan apabila santri belum paham akan materi tersebut dapat diulang kembali pada pertemuan selanjutnya
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.8Kurikulum Kelas V (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
Qur’an Hadits
Santri mampu membaca, menyalin dan menghafal surat-surat pendek pada juz ’amma, memahami pokok-pokok isi kandungan hadits
Menghafal dengan fasih surat: Al Qodar, Al ’Adiyat, Al Zalzalah, Al ’Alaq, serta menyalin / menulis dengan baik dan rapi serta melafalkan, menghafal, menyebutkan isi / kandungan dari hadits: menghormati orang tua, dan tentang ukhuwah Islamiyah (persaudaraan)
SKI (Sejarah
Kebudayaan Islam)
Santri mengetahui sejarah Nabi Muhammad s.a.w. sejak masa remaja hingga masa kerasulan
Perjalanan Rasulullah ke Syam, Rasulullah bertemu Bukhairo, Rasulullah berdagang, kebijakan Rasulullah dalam peletakan Hajar Aswad, awan yang menaungi Rasulullah, pengangkatan Nabi Muhammmad sebagai Rasul, Rasulullah di Gua Hiro’, nasehat Waroqoh bin Naufal, bukti-bukti ke Rasulan Nabi Muhammmad s.a.w., Da’wah Sirr dan Jahr, kisah teladan Arif dan Bijaksana, Assabiquna Awwalun, siksaan kaum kafir terhadap pengikut Rasulullah, pengucilan kaum Muslimin
Bahasa Arab
Santri mampu melafalkan bacaan / kalimat berbahasa arab dengan fasih, hafal beberapa kalimat tanya, kata benda, dan bisa mempraktekkan percakapan
Untuk materi pelajaran bahasa arab kelas V melanjutkan pelajaran kelas IV (tahun lalu) dengan menggunakan buku/kitab yang sama dan telah ditentukan oleh Madrasah Diniyah Al Husna
78
dengan menggunakan bahasa arab
Tajwid
Santri mengetahui hukum-hukum bacaan Al Qur’an, macam-macam mad, dan ghoroibul kalimat
Mad wajib muttashil, mad jaiz munfashil, mad aridl lissukun, mad badal, mad len, mad shilah, mad iwadh, mad farqi, mad lazim kilmi musaqqol, mad lazim mukhoffaf, mad lazim harfi musaqqol, mad lazim harfi mukhoffaf, tanda-tanda waqof dan ghoroibul kalimat
Fiqih
Santri mengerti perbedaan infaq dan shodaqoh, makanan serta minuman yang halal dan haram, binatang yang halal dan haram, mengerti dan faham akan pengertian; qurban, aqiqah, dan khitan
Ketentuan infaq dan shodaqoh, makanan dan minuman halal, makanan dan minuman haram, binatang halal, binatang haram, menyembelih binatang, pengertian qurban, hukum qurban, pengertian aqiqah dan jumlahnya, ketentuan dan manfaat aqiqah, pengertian dan hukum khitan, waktu pelaksanaan dan manfaat khitan
Aqidah Akhlaq
Santri mengetahui cara mentaati Allah, beriman kepada Hari Akhir, beriman Qodlo’ dan Qodar, berperilaku terpuji, serta menjauhi perbuatan yang tercela
Taat kepada Allah, sopan santun beribadah kepada Allah, Iman kepada hari kiamat, tanda-tanda hari kiamat, arti Qodlo’ dan Qodar, pengertian Qona’ah, persaudaraan dan persatuan, sesama mu’min bersaudara, bertanggung jawab, berani menegakkkan kebenaran, menjauhi perilaku marah, dusta, malas, boros, kikir, ingkar janji, acuh tak acuh, tinggi hati, dengki, dendam, fitnah, adu domba, mencari kesalahan orang lain, tamak dan dzalim
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.9Kurikulum Kelas VI (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri (2 semester)
Aqidah Akhlaq
Santri mengerti tujuan mencari ilmu, niat yang benar dalam mencari ilmu, dengan membaca kitab berbahasa arab
Pengenalan huruf pego, latihan membaca dan cara membuka kitab (Ta’limul Muta’allim) dengan contoh dari ustadz, membaca dan memepelajari kitab sesuai dengan urutan babnya
Fiqih
Santri mengerti kewajiban Mukallaf, makna syahadatain, kewajiban orang Islam,
Pengenalan huruf pego serta latihan membaca dan membuka kitab (Sulamut Taufiq) dengan bantuan dab arahan dari ustadz/ustadzah, serta mempelajari kitab sesuai dengan urutan babnya
79
dengan media kitab yang berbahasa arab
NahwuShorof
Santri mengerti pembagian kalam
Pengenalan huruf pego dan tashrif, pembagian kalimat, isim mufrod mudzakkar, isim mufrod muannas, jama’ mudzakkkar salim, jama’ muannas salim, isim tasniyah, jam’ ta’tsir, isim dhomir, isim isyaroh, membuat contoh-contoh kalimat, isim mausul, fi’il madhi, fi’il mudhore’, fi’il ’amr, huruf jer, huruf nashob, huruf jazm
Terjemah Lafdziyah
Santri hafal ayat-ayat pilihan beserta artinya perkata
Menghafalkan ayat Qursy dan terjemahnya per kata (per mufrodat), serta surat Al Baqarah ayat 284-286, surat Al Isra’ ayat 23-27, surat Al Luqman ayat 12-19, dan surat Al Jumu’ah ayat 9-11
Hadits
Santri mengerti dan memahami hadts-hadits tentang kasih sayang serta kewajiban seorang muslim
Hadits tentang: kewajiban seorang muslim, berbakti kepada orang tua, larangan bersumpah, berdusta, mendo’akan orang yang bersin, istighfar, adab duduk, berlindung dari godaan syetan, menyuruh berbuat baik, kasih sayang kepada sesama, keutamaan mandi pada hari Jum’at
SKI(Sejarah
Kebudayaan Islam)
Santri mengetahui dan mengerti tentang periodesasi Khulafaur Rasyidin serta perkembangan dan keadaan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
Pengertian Khulafaur Rasyidin dan periodesasinya, masa kepemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, masa kepemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, masa kepemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, masa kepemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, serta keadaan bangsa arab pada periode Khulafaur Rasyidin
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Al Husana
berlangsung selama 5 hari, yaitu mulai hari Senin sampai hari Jum’at. Dan
di bagi menjadi 2 waktu, untuk kelas I, II, & III masuk pada pukul 14.30-
16.00 wib., sedangkan untuk kelas IV, V, & VI masuk pada pukul 16.00-
17.30 wib.. Sedangkan untuk pengajian KIR (Karya Ilmiah Remaja) atau
pengajian bagi santri remaja/ dewasa dimulai pada pukul 18.00-19.30
wib.. Khusus untuk pengajian santri remaja/ dewasa hanya dilaksanakan
80
setiap 2 hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Dan
untuk pengajian remaja/ dewasa ini kurikulum juga bersifat fleksibel
karena mengkaji dari kitab-kitab yang telah ditentukan oleh ustadz (wali
kelas). Selain kurikulum yang telah disampaikan di atas, untuk setiap
harinya santri mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal pelajaran, adapun
susunan jadwal pelajaran (kls I-KIR) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10Jadwal Pelajaran di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Kelas Jam Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at
I(A&B)
14.30-14.4514.45-15.3015.30-16.00
KlasikalIndividualHaf. Do’a
KlasikalIndividual
Praktek Ibadah
KlasikalIndividual
Khot / Imla’
KlasikalIndividualHaf. Surat
Pendek
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq(BCM)
II(A&B)
14.30-14.4514.45-15.3015.30-16.00
KlasikalIndividual
Khot / Imla’
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq
KlasikalIndividualHaf. Do’a+ Srt Pendek
KlasikalIndividual
Fiqih
KlasikalIndividual
Praktek Ibadah
III(A&B)
14.30-14.4514.45-15.3015.30-16.00
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq
KlasikalIndividual
Fiqih
KlasikalIndividualHaf. Do’a+Srt Pendek
KlasikalIndividual
Praktek Ibadah
KlasikalIndividual
Khot / Imla’
IV(A&B)
16.00-16.1516.15-17.0017.00-17.30
KlasikalIndividual
Fiqih
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq
KlasikalIndividual
Qur’an Hadits
KlasikalIndividual
SKI
KlasikalIndividual
Bahasa Arab
V(A&B)
16.00-16.1516.15-17.0017.00-17.30
KlasikalIndividual
Qur’an Hadits
KlasikalIndividual
SKI
KlasikalIndividualBhs. Arab (Tajwid)
KlasikalIndividual
Fiqih
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq
VI(A&B)
16.00-16.1516.15-17.0017.00-17.30
KlasikalIndividual
Aqidah Akhlaq
KlasikalIndividual
Fiqih
KlasikalIndividual
Nahwu Shorof
KlasikalIndividual
Terj.Lafdz+ Hadits
KlasikalIndividual
SKI
KIR 18.00-18.1518.15-19.0019.00-19.30
KlasikalIndividual
Kitab- -
KlasikalIndividual
Kitab-
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
81
Dari kurikulum serta jadwal pelajaran yang telah dipaparkan maka
dapat dilihat bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya
menawarkan atau ingin menjadikan santrinya agar bisa mengaji Al Qur’an
saja, melainkan santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu keagamaan lainnya.
Seperti praktek ibadah, menulis huruf-huruf Al Qur’an (Khot), menghafal
do’a sehari-hari dan surat-surat pendek, fiqih, aqidah akhlaq, hadits,
bahkan santri dikenalkan pada kitab-kitab yang tidak berharokat (pego).
Khusus santri yang masih berumur TK ataupun Play Group, dalam
pemberian materinya lebih banyak menggunakan metode BCM atau
Bermain, Cerita dan Menyanyi, dengan tujuan untuk menumbuhkan
kecintaan anak terhadap pendidikan keagamaan.
Oleh karena itu kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna bersifat
lentur atau fleksibel, karena materi pelajarannya dapat dikurangi, ditambah
maupun dimodifikasi sedemikian rupa. Hal tersebut dimaksudkan agar
santri tidak merasa terbebani dan timbul semangatnya untuk terus belajar,
dalam hal ini berkaitan dengan ilmu agama.
B. Penyajian dan Analisis Data
1. Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam
Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Sebelum Madrasah Diniyah Al Husna dibuka secara resmi, yaitu
pada waktu proses pembelajaran Al Qur’an masih berlangsung atau
dilaksanakan di kediaman pribadi Ibu Lailil Qomariyah, metode
pembelajaran Al Qur’an yang pertama kali digunakan adalah metode Iqra’.
82
Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu masih belum banyak sosialisasi
mengenai metode-metode pembelajaran Al Qur’an seperti sekarang, dan
metode Iqra’ merupakan salah satu metode yang gencar atau aktif dalam
pensosialisasian tentang cara mudah belajar membaca Al Qur’an. Selain
itu metode Iqra’ dirasa lebih mudah jika dibandingkan metode
pembelajaran Al Qur’an yang telah lazim digunakan oleh masyarakat
(metode Baghdadiyah), karena memiliki sistem yang runtut dan
menggunakan teknik Eja Langsung dan tanpa harus menghafalkan ke-29
huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Misalnya huruf alif yang berfathah bisa
langsung dibaca “a” bukan “alif fathah a”, seperti contoh bacaan yang
terdapat pada Iqra’ jilid 1 (halaman pertama) berikut:
ب� ا � ا= أ
ا ب� ا ب� ا ب�
ب� ا ا ا ا ب�
ب� ب� ا ا ب� ب�
ا ب� ا ب� ا ب�
ب� ب� ب� ا ا ا
ب� ا ب� ا ب� ا
Dan ternyata dengan penggunaan metode Iqra’ tersebut respect
atau tanggapan masyarakat yang mengikuti pengajian (pembelajaran Al
83
Qur’an) di kediaman Ibu Lailil sangat bagus. Karena dengan
menggunakan metode ini peserta didik (anak-anak atau ibu-ibu) tidak
perlu menghafal begitu banyak huruf juga tidak perlu mengeja huruf
dengan satu persatu, sehingga tidak membutuhkan waktu yang
panjang/lama. Setelah hampir (kurang lebih) 5 tahun menggunakan
metode Iqra’ tersebut, Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah,
ingin melakukan inovasi (pembaruan) terhadap metode pembelajaran Al
Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu dengan memilih metode
Tilawati.
Hal tersebut terjadi karena pada waktu Ibu Lailil diundang untuk
mengikuti sosialisasi/pelatihan metode Tilawati merasa tertarik dan ingin
mencoba menerapkan metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna.
Pada akhirnya metode baru ini (Tilawati) digunakan di Madrasah Diniyah
Al Husna, tepatnya pada satu tahun yang lalu hingga sampai saat ini.
Selain sebagai inovasi (pembaruan), metode Tilawati digunakan
bukan semata-mata karena alasan bahwa metode Iqra’ dirasa sudah tidak
efektif dan efisien serta banyak memiliki kekurangan/kelemahan.
Melainkan untuk lebih mempermudah tercapainya target jenjang yang
diharapkan oleh Madrasah Diniyah Al Husna, sebagaimana penuturan dari
Ibu Lailil berikut:
“...Sebenarnya dengan metode Iqra’ untuk bacaan jika diukur dari kelancaran dapat dicapai, kemudian untuk makhraj anak-anak diberi waktu kira-kira 2 tahun agar lancar dulu, baru setelah itu tajwidnya yang dijadikan perhatian, dan setelah target makhroj dan tajwid dapat dicapai/dijalankan maka jenjang atau target terakhir adalah tartil atau lagu. Karena dirasa tahapan (jenjang/target) tersebut terlalu lama dan
84
membutuhkan banyak waktu, maka setelah metode Tilawati hadir dan menawarkan tahapan makhraj, tajwid, dan lagu/tartil yang dikemas menjadi satu paket, saya tertarik untuk mencoba metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna dengan harapan ketiga target dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Meskipun menggunakan metode baru (metode Tilawati), Madrasah
Diniyah Al Husna tidak secara langsung mengganti atau menghapus
metode Iqra’ yang sudah hampir 5 tahun digunakan. Karena melalui
metode Iqra’ itu pula banyak anak-anak (santri) bahkan ibu-ibu yang dapat
membaca atau melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan baik dan benar
bahkan adapula diantaranya yang sudah khatam Al Qur’an. Oleh karena
itu untuk sementara metode Iqra’ tidak dihilangkan atau dihapus sebagai
metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna.
Pada implementasi atau penerapannya di Madrasah Diniyah Al
Husna, metode Tilawati hanya digunakan oleh santri-santri baru saja atau
pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid awal (jilid 1 atau jilid 2).
Akan tetapi apabila santri yang menggunakan metode Iqra’ tersebut
keberatan karena menurutnya lebih mudah penggunaan metode Iqra’ dan
tidak mau berganti metode baru (metode Tilawati), maka pihak Madrasah
Diniyah Al Husna tidak akan memaksa serta membebaskan santri tersebut
untuk memilih. Karena pada dasarnya semua metode pembelajaran Al
Qur’an itu tujuannya adalah sama, yaitu memudahkan seseorang (peserta
didik) untuk belajar membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.
85
Dan ustadz/ustadzah yang akan mengajarkan metode Iqra’ tidak
harus lulus dengan bersyahadah, cukup dengan melihat aturan atau
petunjuk mengajar metode Iqra’ yang terdapat pada tiap-tiap jilid buku
Iqra’. Sedangkan implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al
Husna dilaksanakan dengan menggunakan teknik privat atau individual,
yaitu santri membaca di hadapan ustadz/ustadzah yang kemudian hasil dari
bacaannya ditulis pada buku prestasi santri (kartu drill) , apakah santri
harus mengulang bacaannya atau bisa melanjutkan ke halaman
selanjutnya. Dan apabila santri telah sampai pada halaman terakhir atau
halaman EBTA, maka santri yang bersangkutan harus membaca halaman
tersebut di depan munaqis (dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Diniyah
Al Husna), apabila santri melafalkan huruf atau bacaan dengan baik dan
benar serta memenuhi kriteria untuk lulus maka santri tersebut dapat
melanjutkan pada jilid selanjutnya atau jika sudah sampai pada Iqra’ jilid 6
dan dinyatakan lulus dapat melanjutkan membaca Al Qur’an juz 1.
Dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati ustadz/ ustadzah
tidak diperbolehkan untuk menuntun santri, akan tetapi ustadz/ ustadzah
hanya boleh memberi arahan tentang pokok bahasannya saja, misalnya
“ini huruf a”. Atau biasa dikenal dengan metode CBSA (Cara Belajar
Santri Aktif), dimana yang dituntut untuk untuk aktif disini adalah santri.
Dengan tujuan agar potensi yang ada dalam dirinya dapat berkembang
secara maksimal dan santri dapat mandiri serta tidak bergantung kepada
orang lain.
86
Kemudian untuk implementasi/ penerapan metode Tilawati di
Madrasah Diniyah Al Husna, selain menggunakan teknik membaca secara
Individual juga dilakukan dengan menggunakan teknik Klasikal Baca
Simak, yaitu ustadz/ ustadzah membaca pokok bahasan/ materi yang telah
ditentukan dengan menggunakan alat peraga di depan kelas, dan santri
menyimak bacaan ustadz/ ustadzah yang kemudian menirukannya secara
bersama-sama ataupun secara perorangan (bergiliran) yang ditunjuk oleh
ustadz/ ustadzah. Setelah mengaji secara Klasikal, santri kemudian
membaca secara individual, yaitu membaca satu-persatu di hadapan
ustadz/ ustadzah dengan menggunakan kartu drill. Selain itu pada metode
Tilawati ini juga menggunakan teknik Eja Langsung seperti teknik yang
terdapat pada metode Iqra’, misalnya seperti contoh berikut ini:
Tilawati jilid 1 halaman 1
ب� ا
ب� ا ب� ب� ا ا
ا ب� ب� ا ا ب�
ا ب� ب� ا ب� ا
ب� ب� ا ب� ب� ا
87
Iqra’ jilid 1 halaman 4
ت� ب�
ا ب ت� ب ت� ا
ت� ب� ا ب� ا ت�
ب� ت� ا ا ت� ب�
ت� ا ب� ت� ا ت�
ا ت� ت� ب� ت� ا
ت� ب� ا ت� ب� ا
Karena metode Tilawati ini dirasa sangat menarik yaitu dengan
menggunakan lagu atau irama tartil yang diterapkan sejak jilid pertama,
maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna meng-instruksikan kepada
ustadz/ustadzah yang pernah mengikuti pelatihan metode ini untuk meng-
implementasikannya pada setiap kelas. Maka pada setiap jam pelajaran
Klasikal, selain diisi Klasikal surat-surat pendek juga diisi Klasikal
Tilawati dengan menggunakan alat peraga mulai kelas I sampai kelas VI
tanpa terkecuali, meskipun pada kelas VI kebanyakan santri sudah dapat
membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar. Hal tersebut dilakukan
dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat mempraktekkan
membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya (menggunakan irama
Rost Standar Nasional).
Untuk dapat menerapkan metode Tilawati ini secara maksimal,
maka seorang ustadz atau ustadzah dituntut untuk mengikuti pelatihan
88
metode Tilawati ini (bersyahadah) minimal mengetahui teknik atau cara
menyampaikan metode Tilawati pada santri. Atau jika ada salah satu
ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti pelatihan Tilawati dapat
mendengarkan arahan atau cara melagukan bacaan melalui kaset. Karena
pada metode Tilawati ini mempunyai ciri khas yaitu menggunakan lagu
tartil berirama Rost Standar Nasional, maka ustadz/ ustadzah harus
mengetahui dan bisa mempraktekkan irama tartil tersebut serta
melagukannya dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Tutor atau
kaset (cara membaca dalam metode Tilawati) yang telah tersedia.
Dari hasil observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan beberapa data sebagai berikut: yaitu bahwa di Madrasah Diniyah Al Husna pada kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Maksudnya, yaitu guru atau ustadz/ ustadzah tidak dianjurkan untuk menuntun atau memberi contoh secara intensif dan juga tidak dianjurkan untuk memberi informasi yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu santri agar mandiri, aktif, dan kreatif serta tidak selalu mengandalkan bantuan dari orang lain (ustadz/ ustadzah).
Selain itu, pada penerapan pembacaannya metode Iqra’ dan Tilawati menggunakan sistem Individual. Yaitu membaca secara perorangan (satu persatu) di depan wali kelas atau asisten. Apabila bacannya baik dan benar maka pada buku drill atau prestasi bacaan santri lebih banyak dituntun dibenarkan bacaannya oleh ustadz/ ustadzah maka harus ditulis Diulang atau C- (kurang).
Khusus pada metode Tilawati, selain menggunakan sistem Individual juga menggunakan sistem Klasikal. Yaitu membaca secara bersama-sama setelah ustadz/ ustadzah memberikan contoh terlebih dahulu. Kemudian untuk kelas I-VI (baik yang sudah sampai Al Qur’an ataupun yang belum) sebelum memulai pelajaran dan Individual terlebih dahulu diberikan Klasikal dengan menggunakan alat peraga Tilawati (Jilid 1-5) selama 15 menit.
Jadi, di Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini masih
menggunakan 2 metode pembelajaran Al Qur’an,yaitu metode Iqra’ dan
metode Tilawati. Hal tersebut dilakukan karena adanya beberapa faktor
89
yang mempengaruhi, yaitu karena santri Madrasah Diniyah Al Husna
masih banyak yang menggunakan metode Iqra’ dan sudah sampai pada
jilid 3-6, maka apabila santri dipaksa untuk mengganti dengan metode
baru (metode Tilawati) santri akan merasa kecewa dan putus asa.
Kemudian faktor selanjutnya yaitu, karena metode Tilawati masih dalam
masa percobaan (transisi) maka metode ini hanya diterapkan pada santri
baru (khususnya santri kelas 1 dan sebagian santri kelas 2) serta pada
santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid 1 dan 2 yang mau atau
bersedia untuk mengganti metodenya. Akan tetapi meskipun banyak
diantara santri yang masih menggunakan metode Iqra’, secara otomatis
santri-santri tersebut juga dapat belajar metode Tilawati, karena pada jam
pelajaran Klasikal selain pembacaan surat-surat pendek secara Klasikal,
ustadz/ ustadzah juga akan mengajarkan metode Tilawati secara Klasikal.
Sehingga santri mengetahui serta dapat melafalkan bacaan-bacaan dengan
menggunakan irama/ tartil, meskipun dalam metode Iqra’ santri tidak
boleh melagukan bacaan secara murottal sebelum bacaan santri baik dan
benar.
2. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode
Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Metode merupakan suatu sarana atau cara yang digunakan agar
tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal, efektif, dan
efisien. Pada dasarnya semua metode dalam hal ini metode kontemporer
dalam pembelajaran Al Qur’an menginginkan/ mengharapkan agar peserta
90
didik mudah dan cepat dalam membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.
Oleh karena itu persamaan dan perbedaan yang terdapat antara metode
satu dengan metode yang lainnya lazim (sudah umum) ditemukan
keberadaannya.
Menurut kepala Madrasah serta ustadz/ ustadzah yang mengajar di
Madrasah Diniyah Al Husna antara metode Iqra’ dan metode Tilawati
memiliki beberapa persamaan, yaitu sama-sama merupakan suatu metode
pembelajaran Al Qur’an dengan cara yang cepat tanpa harus mengeja
huruf secara satu-persatu serta menghafal terlebih dahulu atau biasa
disebut dengan Eja Langsung. Hal tersebut sesuai dengan penuturan dari
Ibu Lailil Qomariyah berikut:
“...Persamaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati terletak pada cara membacanya yang tidak harus menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu, karena hal tersebut dapat membebani santri. Selain itu pada kedua metode tersebut tidak perlu mengeja huruf secara satu persatu seperti; alif fathah a, ba’ fathah ba, jim fathah ja, dan seterusnya, akan tetapi dapat dibaca secara langsung tanpa harus mengejanya misalnya; a, ba, ta, tsa, ja, dan seterusnya.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)
Maka dari pernyataan tersebut salah satu alasan atau faktor
penggunaan kedua metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna yaitu
karena keduanya menggunakan sistem Eja Langsung, jadi santri tidak
perlu mengeja huruf satu persatu serta dapat mempersingkat waktu. Selain
persamaan yang telah dituturkan oleh Kepala Madrasah Diniyah Al Husna
tersebut di atas, menurut deskripsi salah satu ustadz yang menyatakan:
“...Metode Iqra’ dan metode Tilawati mempunyai persamaan struktur, yaitu keduanya disajikan dalam bentuk yang bervariasi atau dalam bentuk yang berjilid-jilid, dimana setiap satu jilid disusun dalam 1 buku dengan
91
warna sampul yang berbeda, sehingga santri dapat terpacu untuk segera menyelesaikan jilidnya dan menuju jilid selanjutnya. Sedangkan secara implementasi/ penerapannya, dalam kedua metode tersebut santri dikelompokkan menurut tingkatan jilidnya masing-masing dan ustadz/ ustadzah hanya memberi contoh/ arahan serta tidak diperbolehkan menuntun. Karena pada kedua metode ini menerapkan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), sehingga santri dapat mandiri tanpa harus selalu mengharapkan bantuan dari ustadz/ ustadzah.” (Wawancara dengan Ustadz M. Mukhlisin selaku Waka Bid. Kurikulum, tgl. 11 Oktober 2006, pkl. 15.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut juga terlihat pada implementasi kedua
metode yang diterapkan di Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya
mengenai cover atau sampul yang berbeda warna dalam setiap jilid dari
kedua metode tersebut dapat merangsang santri untuk berpacu dan lebih
meningkatkan belajarnya agar cepat menuju ke tingkatan jilid yang lebih
tinggi. Selain itu pada sistem yang ditawarkan oleh kedua metode tersebut,
yaitu sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) Madrasah Diniyah Al
Husna juga menerapkannya. Hal itu terbukti pada saat proses
pembelajaran Al Qur’an secara individual atau privat, yaitu ketika santri
maju satu-persatu, ustadz/ ustadzah hanya berfungsi sebagai pemerhati
(penyemak) serta memberikan peringatan kepada santri bahwa bacaannya
salah, dan ustadz/ ustadzah dilarang untuk memberikan keterangan
ataupun informasi lainnya agar santri dapat konsentrasi dan mengetahui
mengapa bacaannya salah. Pernyataan yang telah disampaikan oleh Ustadz
Mukhlisin di atas, diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh
Ustadzah Misbahus Sholihah seperti dalam petikan deskripsi berikut ini:
“...Setiap metode pembelajaran Al Qur’an sebenarnya menginginkan tujuan yang sama, yaitu ingin menerapkan suatu cara yang cepat dan mudah untuk membaca Al Qur’an dimana didalamnya juga terdapat
92
petunjuk tajwid dan makhraj yang baik dan benar.” (Wawancara dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Senada dengan deskripsi tersebut, pada metode Iqra’ dan metode
Tilawati juga disajikan mengenai tajwid serta makharijul huruf seperti
contoh bacaan tajwid berikut:
Bacaan Idghom Bighunnah:
+ ] B atauقو�م[= ي ن�� �ع�ملو�ن� ل ي
Bacaan Idghom Bilaghunnah:
o+ ] B atauن�ل = ر ن�� يكن لم ا Bacaan Iqlab:
o+ ] B atauع�د� م�ن� = ب ن�� ه�م� ب Bacaan Idzhar Halqi:
o+ ] B atauغ ع ح خ ء = ا ن� اصد�ق� و�م�ن� ه Bacaan Ikhfa’ Hakiki:
س�ول ن� = B [ +ع�ند�ه�ا – اند�اد+ا – ن� ر�
كريم
Serta contoh makharijul huruf sebagai berikut:
ص- ز- غ
صب: ص� ص ص� زب: ز� ز� ز� غ ب: غ غ غ
�غ و�ي �غ ن� ف�ر� �و�ن�ي �ب �غ ل لو�ي ن� س�
�ن�م�ز �ن� م�ز ه�د�ي ي �ن�م�ز رع� ع�مي
93
�ح�و�ن�ي�ص و�ي�ص ل �و�ي�ص ن� بر� ن� حب
Akan tetapi di Madrasah Diniyah Al Husna juga mengemas/
memasukkan masalah tajwid dan makharijul huruf kedalam satu bidang
studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah
Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta
tajwid dapat diketahui secara mendalam. Maka apabila santri masih
bingung akan keterangan yang dipaparkan dalam buku Iqra’ maupun
Tilawati, santri dapat memperhatikan serta menanyakan secara langsung
hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.
Kemudian untuk pemakaian sistem atau cara penerapan
pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, pada kedua
metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) diterapkan melalui sistem privat/
individual, yaitu santri membaca di depan ustadz/ ustadzah yang kemudian
hasil bacaannya tersebut ditulis ke dalam kartu drill. Sehingga ustadz/
ustadzah secara langsung dapat memantau perkembangan bacaan santri
satu-persatu.
Selain persamaan yang telah dipaparkan serta dituturkan oleh
ustadz/ ustadzah di atas, antara metode Iqra’ dan Tilawati juga terdapat
perbedaan yang menonjol pada implementasinya di Madrasah Diniyah Al
Husna, sebagaimana pernyataan dari Ustadz Heri Utomo berikut:
“...Perbedaan yang sangat menonjol antara metode Iqra’ dan metode Tilawati yaitu terletak pada lagu. Untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan bisa diberikan apabila santri sudah khatam dan lancar, baik dan benar dalam pelafalan makhraj dan tajwidnya (jika sudah khatam Iqra’ jilid 6). Sedangkan untuk metode Tilawati pelaguan pada bacaan (tartil)
94
sudah diterapkan sejak Tilawati jilid 1 sampai jilid 5.” (Wawancara dengan Ustadz Heri Utomo selaku Waka Bid. Sarana Prasarana, tgl. 13 Oktober 2006, pkl. 15.45 wib.)
Setelah selesai membaca do’a dan sebelum proses pembelajaran
dimulai secara individual atau privat, terlebih dahulu santri diajak untuk
membaca secara Klasikal. Dan untuk teknik membaca Klasikal ini
digunakan alat peraga Tilawati, dengan harapan santri mengetahui dan
bisa melafalkan bacaan dengan menggunakan lagu seperti pada metode
Tilawati, meskipun santri tersebut masih menggunakan metode Iqra’
ataupun sudah sampai Al Qur’an. Oleh karena itu, pada setiap kelas harus
tersedia peraga Tilawati sebagai media untuk mempermudah proses
belajar secara Klasikal tersebut. Maka pada setiap jam pelajaran Klasikal,
selain membaca surat-surat pendek dengan cara bersama-sama (Klasikal),
juga membaca Tilawati secara Klasikal dengan menggunakan alat peraga
mulai dan dapat disesuaikan menurut rata-rata usia santri. Misalnya pada
santri kelas VI yang rata-rata sudah membaca Al Qur’an dengan baik dan
lancar dapat menggunakan alat peraga Tilawati jilid 4 atau jilid 5. Hal
tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat
mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya melalui
pendekatan irama Rost. Jadi khusus pada metode Tilawati saja yang
menggunakan teknik membaca Klasikal sebagai media sosialisasi terhadap
bacaan tartil.
95
Selain perbedaan tersebut di atas, pada metode Iqra’ untuk huruf-
huruf yang sulit atau rumit dalam pelafalannya menggunakan pendekatan
bunyi, misalnya seperti:
س� Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ش�
خ� Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ق�
ظ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ض�
(dibaca dengan bibir agak maju) ذ Lebih diarahkan ke bunyi ظ
Sedangkan pada metode Tilawati untuk huruf-huruf yang dalam
pelafalannya rumit, disarankan untuk tetap melafalkannya secara baik dan
benar sesuai dengan makharijul hurufnya. Hal tersebut dimaksudkan agar
santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf sejak dini dan terbiasa
melafalkan huruf secara baik dan benar.
Maka, dari penjelasan di atas perbedaan antara metode Iqra’
dan Tilawati dapat dikategorikan sebagai berikut:
Metode Iqra’ Metode Tilawati
Tidak diperbolehkan untuk melagukan
bacaan
Menggunakan pendekatan bunyi pada
makharijul huruf
Menggunakan khot standart dengan
tinta hitam
Dalam pembacaannya menggunakan
sistem Individual
Menggunakan lagu dengan irama Rost
Standart Nasional
Makharijul huruf harus dilafalkan
dengan baik dan benar
Menggunakan khot standart dengan
tinta hitam dan merah untuk
membedakan materi
Dalam pembacaannya menggunakan
sistem Individual dan Klasikal
96
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan
Metode Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Penerapan suatu metode tentunya tidak akan terlepas dari faktor
pendukung serta faktor penghambat yang dapat menjadi kesuksesan serta
kendala dalam pelaksanaan metode tersebut. Begitu pula dengan
penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang. Dengan adanya faktor pendukung saja tidak
mungkin suatu metode atau harapan yang diinginkan dapat tercapai,
karena dibalik faktor tersebut terdapat hambatan-hambatan yang apabila
solusinya dapat ditemukan dapat menjadi jalan atau media untuk menuju
kesuksesan.
Hambatan (faktor penghambat) ini mungkin terjadi karena metode
merupakan salah satu unsur pendidikan yang sangat kompleks, karena
bersangkutan atau berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan lainnya.
Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran Al Qur’an secara maksimal
dan optimal bukanlah suatu hal yang mudah. Kesemuanya membutuhkan
suatu proses dan solusi untuk meminimalisir hambatan (faktor-faktor
penghambat) tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi metode
Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan
97
Tilawati. Akan tetapi untuk saat ini alat peraga yang sering dan selalu
digunakan adalah alat peraga Tilawati, hal ini dilakukan sebagai sarana
untuk mensosialisasikan metode baru (Tilawati) kepada santri yang masih
menggunakan metode Iqra’. Selain itu juga tersedianya kaset-kaset
Murottal dengan beragam irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an. Jadi
meskipun santri yang dulunya menggunakan metode Iqra’ dapat belajar
tartil atau melagukan bacaan surat-surat pendek secara Klasikal, karena
pada metode Iqra’ tidak diperkenankan memakai lagu (tartil) jika santri
belum khatam Iqra’.
Agar proses pembelajaran Al Qur’an secara Individual dapat
berlangsung secara optimal dan maksimal, maka pada setiap kelas selain
diajar oleh ustadz/ ustadzah wali kelas, juga dibantu oleh asisten. Maka
asisten juga harus mengetahui bagaimana bentuk atau struktur serta cara
penerapan kedua metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna.
Jika asisten tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan kedua metode
tersebut dapt belajar secara autodidak, misalnya saja untuk metode Iqra’
dapat melihat panduan atau petunjuk mengajar Iqra’ yang tercantum pada
halaman-halaman awal di setiap jilid Iqra’. Kemudian untuk metode
Tilawati dapat mendengarkan kaset yang telah tersedia.
Pada semua metode pembelajaran selalu dipaparkan informasi
mengenai tajwid dan makharijul huruf. Dan seringkali pada pembahasan
tentang materi tersebut santri selalu merasa bingung karena penjelasan
yang ditawarkan oleh metode tersebut terlalu sulit (rumit). Oleh karena itu,
98
Madrasah Diniyah Al Husna mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan
makharijul huruf tersebut kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang
juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna,
sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta tajwid dapat diketahui
secara mendalam, dan dapat medapatkan informasi serta menanyakan
secara langsung hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.
Selain kaset-kaset Murottal yang telah tersedia di Madrasah
Diniyah Al Husna, agar ustadz/ ustadzah dapat menerapkan metode
Tilawati; dimana cara membacanya harus dengan menggunakan irama
Rost (Standar Nasional), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna
mengadakan kursus tartil gratis bagi para ustadz/ ustadzah. Kursus tartil
ini dilaksanakan 1 kali dalam setiap minggunya dengan mendatangkan
tutor atau ustadz yang berpengalaman serta mengetahui seluk beluk Irama
Tartil. Dan untuk metode Iqra’, apabila ustadz/ ustadzah tidak pernah
mengikuti diklat atau pelatihan metode tersebut dapat merujuk atau
mengikuti petunjuk mengajar yang tertera pada setiap jilidnya, seperti
petunjuk mengajar Iqra’ jilid 5 berikut;
Petunjuk mengajar jilid 5
1. Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3
nomor 3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.
2. Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri
dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.
99
3. Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh
menggunakan sistem tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2
baris, sedang lainnya menyimak.
4. Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom,
ikhfa’ dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.
5. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana
semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama/ koor
yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas).
Kemudian untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua
metode tersebut, Ustadzah Misbahus Sholihah menyatakan argumennya
dalam deskripsi wawancara berikut:
“...Untuk santri yang menggunakan metode Iqra’ maupun metode Tilawati, apabila sudah sampai pada bab atau materi yang membahas tentang bacaan mad (panjang) sering terjadi pengulangan pada bab tersebut. Dan untuk metode Tilawati apabila penguasaan lagu, santri kurang bisa memahami dan mempraktekkannya, maka santri cenderung tidak dapat mempertahankan lagu atau irama tersebut.” (Wawancara dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)
Dari deskripsi wawancara yang diutarakan oleh Ustadzah
Misbahus Sholihah tersebut, maka pada metode Iqra’ dan metode Tilawati
salah factor penghambatnya yaitu terletak pada materi bacaan mad yang
seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal
tersebut terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan
mana yang harus dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah
menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama
100
lagunya. Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung
antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
Selanjutnya untuk faktor penghambat bagi implementasi metode
Tilawati, Ustadzah Siti Aminah menambahkan:
“...Apabila ustadz/ustadzah kurang menguasai cara atau teknik penyampaian metode Tilawati pada santri, maka cara membaca (dengan menggunakan irama) santri-pun akan beraneka ragam dan tidak sesuai dengan kaidah atau tata cara membaca Tilawati dengan menggunakan irama Rost (Standar Nasional).” (Wawancara dengan Ustadzah Siti Aminah, tgl. 14 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Maka meskipun ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti
diklat atau pelatihan Tilawati belajar dengan Irama Rost melalui kaset,
tidak menjamin ustadz/ ustadzah tersebut akan berhasil mengajarkan
metode Tilawati tersebut secara maksimal dan optimal.
Sedangkan faktor lainnya yang dapat menghambat implementasi
metode Iqra’ adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Madrsah
Diniyah Al Husna berikut:
“...Pada metode Iqra’ tidak disusun atau dicetak buku khusus untuk panduan petunjuk membaca secara Klasikal. Selain itu pada metode Iqra’ santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri sampai pada Iqra’ jilid 6 dan bertemu dengan bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, santri tidak dapat membacanya dengan benar dan membutuhkan bimbingan serta contoh dari ustadz/ustadzah.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut di atas menyatakan bahwa implementasi
metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna kurang berjalan secara
maksimal karena tidak tersedianya buku khusus sebagai panduan dalam
101
membaca secara Klasikal. Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak
dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri
menginjak pada jilid 6 khususnya pada halaman 28 yang membahas
mengenai materi bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah,
contohnya seperti berikut di bawah ini:
عسقنطسم=صيس
لم ا
لر ا كهيعصحملمر امص ل ا
طسsantri tidak dapat melafalkan dengan baik dan benar, dan membutuhkan
bantuan atau contoh dari ustadz/ ustadzah. Sehingga pada materi atau
bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.
Dari hasil deskripsi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan
mengenai faktor-faktor pendukung serta penghambat bagi penerapan
metode Iqra’ dan Tilawati, dan dapat dikategorikan seperti berikut:
Faktor Pendukung Faktor Penghambat
Tersedianya alat-alat peraga Iqra’
dan Tilawati
Untuk metode Iqra’ ustadz/
ustadzah tidak perlu harus
bersyahadah atau mengikuti diklat,
karena sudah ada panduan
mengajarnya
Agar proses belajar (khususnya
membaca secara Individual) dapat
Pada materi bacaan mad (panjang),
cenderung bacaan selalu diulang-
ulang
Untuk metode Tilawati ustadz/
ustadzah harus mengikuti diklat
terlebih dahulu
Pada santri yang usianya masih
kecil untuk metode Tilawati setelah
menginjak jilid 2 keatas lagunya
102
terlaksana secara maksimal, wali
kelas dibantu oleh seorang asisten
cenderung hilang
BAB V
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al
Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwasannya
Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini menggunakan 2 metode
pembelajaran Al Qur’an. Hal ini terjadi karena Madrasah Diniyah Al Husna
ingin mengadakan pembaharuan atau inovasi terhadap metode pembelajaran
Al Qur’an. Yaitu dengan cara mengganti metode lama (Iqra’) dengan metode
baru (Tilawati) secara bertahap. Bukan berarti dengan berganti metode baru
Madrasah Diniyah Al Husna menganggap remeh terhadap metode yang lama,
akan tetapi semata-mata ingin lebih meningkatkan implementasi metode
pembelajaran Al Qur’an secara efektif dan efisien.
Pada dasarnya sistem yang dimiliki oleh kedua metode tersebut sama,
yaitu memudahkan peserta didik dalam rangka belajar membaca menulis Al
Qur’an secara praktis. Selain menerapkan sistem Eja Langsung, dimana santri
tidak perlu mengeja huruf satu-persatu serta menghafal ke-29 huruf Hijaiyah
103
terlebih dahulu, pada kedua metode yang diterapkan (diimplementasikan) pada
Madrasah Diniyah Al Husna tersebut juga menggunakan prinsip CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif). Yang berarti ustadz/ustadzah tidak boleh memberikan
tuntunan atau informasi secara berlebihan kepada santri mengenai materi yang
ia baca, cukup dengan memberikan contoh atau arahan sesuai dengan
kebutuhan santri. Hal tersebut dimaksudkan agar santri dapat mandiri dan
tidak selalu menggantungkan pada bantuan ustadz/ustadzah.
Sebagaimana pernyataan Drs. HM. Budiyanto, yang menyatakan
bahwa:
Prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) atau prinsip ‘Biriyadlotuil Athfal’ adalah suatu prinsip dalam pengajaran yang ditandai oleh diutamkannya ‘belajar’ daripada ‘mengajar’, atau dengan perkataan lain CBSA adalah suatu sistem belajra-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik”.50
Pada implementasi kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati)
dilakukan dengan menggunakan teknik privat atau penyimakan. Dimana santri
membaca secara satu-persatu di depan ustadz/ustadzah, yang kemudian hasil
bacaan santri tersebut ditulis atau dicatat dalam buku prestasi bacaan santri
atau biasa disebut dengan kartu drill. Jika santri mampu membaca dengan baik
dan benar, maka santri dapat melanjutkan ke halaman atau materi selanjutnya.
Teknik privat atau penyemakan ini biasa juga disebut dengan teknik
Individual. Sedangkan untuk santri yang akan khatam diwajibkan untuk
membaca halaman terakhir (EBTA) di depan munaqis, dalam hal ini yang
bertindak sebagai munaqis adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna. Dan
50 HM. Budiyanto, , op.cit., hlm. 19
104
jika bacaan santri baik dan benar maka dapat melanjutkan pada tingkatan jilid
selanjutnya atau dapat melanjutkan ke tahap membaca Al Qur’an 1.
Selain teknik Individual yang telah dijelaskan diatas, pada Madrasah
Diniyah Al Husna juga menggunakan teknik Klasikal. Dan untuk teknik ini
hanya dikhususkan pada penggunaan metode Tilawati saja. Dimana seorang
ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan atau materi terlebih dahulu,
kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama.
B. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode
Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna
Lawang
Antara metode yang satu dengan lainnya pastilah memiliki persamaan
serta perbedaan, baik secara stuktur maupun dalam implementasinya. Adapun
persamaan yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan metode Tilawati antara lain
sebagai berikut: sama-sama menggunakan prinsip CBSA (Cara Belajar Santri
Aktif), sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya.
Kemudian susunan buku atau jilidnya Variatif, karena kedua metode tersebut
disusun menjadi beberapa jilid yang disajikan menjadi beberapa buku dengan
cover menarik dan warna yang berbeda misalnya:
Metode Iqra’: Metode Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange jilid 1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau jilid 2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru jilid 3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah jilid 4, berwarna = ungu
105
jilid 5, berwarna = ungu jilid 5, berwarna = biru muda
jilid 6, berwarna = coklat
sehingga melalui warna-warna cover atau sampul yang menarik tersebut dapat
merangsang santri untuk segera menuju ke tingkatan jilid selanjutnya.
Selain itu, pada implementasi kedua metode tersebut menggunakan
sistem Eja Langsung atau membaca langsung tanpa terputus-putus, sehingga
tidak membutuhkan banyak waktu serta tidak harus menghafal ke-29 huruf
Hijaiyah terlebih dahulu. Dan agar santri terhindar dari kesalahan dalam
pelafalan makhraj maka sejak jilid pertama (awal), pada huruf yang agak sulit
dalam pelafalannya ustazd/ustadzah membantu santri untuk bagaimana cara
membaca huruf tersebut serta cara pendekatannya, misalnya:
س� Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ش�
خ� Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ق�
ظ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ض�
(dibaca dengan bibir agak maju) ذ Lebih diarahkan ke bunyi ظ
Akan tetapi cara pendekatan tersebut hanya bersifat sementara,
mengingat usia santri yang masih sangat kecil atau santri memiliki
keterbatasan fisik. Maka secara bertahap santri tersebut harus juga dibiasakan
dan diarahkan untuk melafalkan huruf yang sempurna, agar kelak ketika ia
dewasa dapat melafalkan huruf dengan baik dan benar. Oleh karena itu, para
ustadz/ ustadzah harus tetap menanamkan kepada santri cara pelafalan huruf
yang baik dan benar sedini mugkin. Sebagaimana yang tercantum dalam buku
karangan Nur Uhbiyati, yang menyatakan bahwa “semua yang dipelajari anak
106
di waktu kecil mempunyai pengaruh atau kesan yang sangat mendalam,
sehingga sulit untuk dihilangkan, dan kalaupun ingin dihilangkan harus
menempuh proses yang sangat lama”.51
Sedangkan perbedaan implementasi yang dimiliki oleh metode Iqra’
dan Tilawati pada Madrasah Diniyah Al Husna antara lain yaitu: untuk
metode Tilawati menggunakan lagu dengan irama Rost Standar Nasional.
Oleh karena itu, para ustadz/ustadzah harus bisa memberikan contoh bacaan
secara fasih di depan santri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan
dalam tehnik mengajar buku Tilawati pada jilid 4, yaitu “pada jilid 4 ini
merupakan kunci keberhasilan bacaan tartil, maka ustadz yang mengajar jilid
ini bacaannya harus benar-benar tartil/fasih dan telah mentashihkan diri pada
para ahli Al Qur’an setempat serta mengikuti pembinaan di daerah
setempat”.52
Sedangkan untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan tidak boleh
diberikan sebelum santri khatam atau dapat melafalkan bacaan secara baik dan
benar. Sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk mengajar Iqra’ jilid 6
yang menyatakan “santri tidak diperbolehkan untuk diajari dengan bacaan
berlagu walaupun dengan irama Murottal, dan untuk kaset Murottal yang
dikeluarkan oleh Team Tadrus ‘AMM’ dimaksudkan bagi yang sudah lancar
dalam bertadarrus Al Qur’an”.53
51 Nur Uhbiyati, loc. cit.52 H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 4 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. iv53 As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
107
Sedangkan untuk penulisan huruf (khot) pada metode Tilawati
menggunakan 2 warna tinta yaitu tinta hitam dan tinta merah, tinta merah
berfungsi untuk memberi tanda pada materi/pokok bahasan yang baru
sedangkan tinta hitam untuk materi yang pernah diberikan sebelumnya, seperti
pada contoh materi jilid 1 berikut:
ت� ب�
ت� ب� ب ت� ت� ا
ا ت� ب� ت� ت� ت�
ب� ت� ت� ت� ب� ت�
ت� ا ب� ب� ا ت�
ت� ب� ا ب� ت� ا
ت� ب� ب� ب� ت� ت� 54
Akan tetapi pada metode Iqra’ penulisan huruf (khot) hanya
menggunakan tinta hitam saja baik pada materi yang sudah diberikan
sebelumnya maupun pada materi baru, sebagaimana contoh berikut:
ت� ب�
ا ب ت� ب ت� ا
ت� ب� ا ب� ا ت�
ب� ت� ا ا ت� ب�
ت� ا ب� ت� ا ت�
54 H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. 2
108
ا ت� ت� ب� ت� ا
ت� ب� ا ت� ب� ا 55
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan
Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al
Husna Lawang
Dalam penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang, memiliki faktor pendukung dan faktor
penghambat. Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi
metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’
dan Tilawati, yang juga didukung oleh kaset-kaset Murottal dengan beragam
irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses belajar santri,
yaitu dengan sarana atau media kaset-kaset Murottal tersebut yang diputar
selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Sehingga santri dapat menyimak
serta mengingat-ingat irama tartil, yang kemudian dapat dipraktekkan ketika
santri membaca Al Qur’an. Dan melalui latihan serta kebiasaan mendengarkan
tersebut, diharapkan santri dapat meningkatkan prestasi membaca Al
Qur’annya. Sebagaimana pernyataan Zakiah Daradjat “untuk membina anak
agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan
pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal yang
baik, karena dengan kebiasaan dan latihan tersebutyang membuat dia
cenderung kepada melakukan yang baik.”56 55 As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 1 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 656 Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 62
109
Dan untuk mempersingkat waktu selama proses pembelajaran secara
Individual seorang wali kelas dibantu oleh seorang asisten. Sehingga prestasi
bacaan santri dapat dipantau secara maksimal, dan memiliki waktu belajar
yang maksimal pula.
Kemudian untuk metode Iqra’, bagi ustadz/ustadzah yang belum
pernah mengikuti diklat ataupun pelatihan metode ini dapat melihat atau
merujuk pada petunjuk mengajar yang tercantum pada tiap jilidnya, dimana
pada tiap jilid terdapat petunjuk yang berbeda-beda, seperti berikut ini:
Petunjuk mengajar jilid 51. Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor
3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.2. Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri
dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.3. Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh
menggunakan system tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.
4. Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’ dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.
5. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama / koor yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas).
Demikian, semoga sukses. Amin.57
Untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua metode tersebut,
diantaranya yaitu: yaitu terletak pada materi bacaan mad yang seringkali
terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut terjadi
karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus
dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah
menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama tartil
57 As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 5 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
110
Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung antara mengingat
atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada huruf-
huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6 khususnya
pada halaman 28 yang membahas mengenai materi bacaan-bacaan
fawatihussuwar yang Muqhottho’ah, santri tidak dapat melafalkannya dengan
baik dan benar. Sebagaimana contoh berikut ini:
عسقنطسم=صيس
لم ا
لر ا كهيعصحملمر المص ا
طس
Sehingga dalam penerapan/ implementasinya santri selalu menunggu
ustadz/ ustadzah untuk memberi contoh secara berulang-ulang. Sehingga pada
materi atau bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.
Oleh karena itu, dibutuhkan pembiasaan berupa latihan-latihan secara
kontinyu atau berkelanjutan dari ustadz/ ustadzah, agar ketika santri membaca
Al Qur’an tidak selalu menunggua ustadz/ ustadzah memberikan contoh
bacaan terlebih dahulu. Menginagt pembiasaan dan latihan memiliki peranan
yang penting dalam pendidikan, maka Zakiah Daradjat dalam bukunya
menyatakan “hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa pembinaan pribadi
anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang
cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.”58
58 Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 61
111
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan penulis pada penyajian
dan analisis data di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1 Implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
diantaranya yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif);
penggunaan teknik membaca Eja Langsung serta Individual (membaca
secara perorangan di depan ustadz/ ustadzah).
2 Persamaan implementasi antara metode Iqra’ dan Tilawati antara lain
yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), penggunaan
teknik Eja Langsung dalam pembacaannya, penggunaan teknik Individual
(membaca secara perorangan didepan ustadz/ ustadzah), serta disusun/
dicetak dengan bentuk yang Variatif. Sedangkan untuk perbedaan pada
implementasi metode Iqra’ dan Tilawati adalah: untuk metode Tilawati
menggunakan lagu Irama Rost Standar Nasional, sedangkan untuk metode
Iqra’ tidak diperbolehkan menggunakan lagu meski Irama Murottal
sekalipun; pada metode Iqra’ menggunakan pendekatan bunyi untuk
112
huruf-huruf yang sulit dalam pelafalannya, sedangkan pada metode
Tilawati ditekankan untuk melafalkan huruf sesuai dengan makhraj yang
benar; selain menggunakan teknik membaca secara Individual pada
metode Tilawati juga menggunakan teknik Klasikal, sedangkan pada
metode Iqra’ hanya menggunakan teknik Individual saja.
3 Faktor-faktor yang mendukung dalam implementasi metode Iqra’ dan
Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu: telah tersedianya alat-alat
peraga serta kaset-kaset Murottal (dengan beberapa jenis irama lagu);
untuk mempersingkat waktu, selama Individual ustadz/ ustadzah dibantu
oleh seorang asisten sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara
maksimal dan santri memiliki banyak waktu belajar yang maksimal pula.
Untuk metode Iqra’ meskipun ustadz/ ustadzah tidak mengikuti diklat/
pelatihan dapat secara langsung mengajarkan metode Iqra’ ini karena
terdapat petunjuk mengajar pada setiap jilidnya. Dan untuk perbedaan
pada implementasinya adalah: jika ustadz/ ustadzah tidak mengikuti
pelatihan atau diklat metode pembelajaran Al Qur’an, maka akan kesulitan
dalam menerapkan metode tersebut kepada santri; santri yang
menggunakan metode Tilawati jika sampai pada jilid 3 ke atas, cenderung
tidak mampu mempertahankan irama lagunya, untuk metode Iqra’ materi
bacaan Muqhottho’ah yang dipaparkan terlalu sedikit (½ halaman).
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya penulis
memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran bagi semua pihak
113
terhadap implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al
Husna Lawang dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Adapun
saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1. Kepada Lembaga (Madrasah Diniyah Al Husna)
Madrasah Diniyah Al Husna dapat merealisasikan tujuan serta sasaran
yang ingin dicapai, yaitu berusaha terus meningkatkan mutu pendidikan
keagamaan khususnya yang berhubungan dengan metode pembelajaran Al
Qur’an dengan cara peningkatan SDM secara berkala.
2. Kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna
Memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas SDM dalam rangka
pencapaian tujuan pembelajaran Al Qur’an yang efektif, efisien dan
maksimal. Serta memberikan motivasi kepada para ustadz/ ustadzah untuk
berkreasi dan inovatif dalam menyampaikan metode sebagai wujud
peningkatan efektifitas pembelajran Al Qur’an.
3. Kepada Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
Berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya (profesionalisme) melalui
penyampaian metode yang tepat dalam hubungannya dengan pembelajaran
Al Qur’an, agar tercipta generasi qur’ani yang bertaqwa, berprestasi,
shalih, dan berakhlaqul karimah.
4. Kepada Santri Madrasah Diniyah Al Husna
Rajin belajar serta sabar dalam mengarungi samudera ilmu, memahami
dan mengamalkan ajaran Al Qur’an supaya kelak menjadi insan shalih dan
114
bermanfaat bagi keluarga, bangsa, dan agama serta menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat.
5. Kepada Wali Santri (Orang Tua)
Memberi dukungan, semangat dan perhatian kepada putra-putrinya dalam
mengarungi samudera ilmu agar terpenuhi harapan untuk menjadikan anak
yang shalih dan shalihah.
115
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman, Dudung. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab. Bandung:
Media Qalbu.
al-Qarni, ‘Aidh. 2003. Laa Tahzan. Jakarta: Qisthi Press.
Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/
Pentafsir Al Qur’an.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Budiyanto. 1995. Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’. Yogyakarta: Team
Tadarus “AMM”.
Budiyanto. 2003. Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan
Pengembangan Gerakan 5M. Yogyakarta: Team Tadarus AMM.
Daradjat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
et. al.. 2004. Tilawati Jilid 1-5. Surabaya: Pesantren Virtual Al Falah.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi. Malang:
IKIP Malang.
Hasan, Muhammad Tholhah. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Lantabora Press.
116
Humam, As’ad. 2000. Buku Iqra’ (Jilid 1-6). Yogyakarta: Team Tadarus
“AMM”.
Ibnu Nashir, Sa’id. Qaidah Baghdadiyah.
Mazhahiri, Husain. 2000. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani .
Jakarta: Lentera
Muaffa, Ali. Makalah Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an.
Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moeloeng, Lexy J.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya Offset.
Muhaimin, H. Abd. Ghofir, dan Nur Ali Rahman.. 1996. Strategi Belajar
Mengajar. Surabaya: CV. Citra Media.
Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Berinteraksi dengan Al Qur’an. Bandung: Mizan.
Sudarsono, dan Saliman. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Said, Usman dan Jalaluddin. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Salim Zarkasyi , Dachlan. Metodologi Pengajaran Qiro’ati. Malang: Koordinator
Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati.
117
Sastrapradja. 1981. Kamus Istilah dan Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha
Nasional.
Sulthon, Muhadjir. 1991. Al Barqy. Surabaya: Sinar Wijaya.
Supardi. 2004. Jurnal Penelitian KeIslaman. Mataram: Lemlit STAIN Mataram.
Surachmad, Winarno. 1976. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: CV. Tarsito.
Syarifuddin, Ahmad. 2004. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al
Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Tjiptohardjono. 1994. Analisis Bacaan Basmallah. Jakarta: Kalam Mulia.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: C.V. Pustaka Setia.
118