Post on 13-Jun-2019
i
IMPLEMENTASI FATWA DSN- MUI NO. 17/DSN-MUI/IX/2000
TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-
NUNDA PEMBAYARAN DALAM AKAD PEMBIAYAAN DI BMT
NURROHMAN JANTI SLAHUNG
SKRIPSI
O l e h
ELLY ERMAWATI
210214014
Pembimbing
Dr. AJI DAMANURI, M.E.I
NIP. 197506022002121003
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2018
ii
IMPLEMENTASI FATWA DSN- MUI NO. 17/DSN-MUI/IX/2000
TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-
NUNDA PEMBAYARAN DALAM AKAD PEMBIAYAAN DI BMT
NURROHMAN JANTI SLAHUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi sebagian syarat- syarat gunamemperoleh gelar sarjana
program strata satu (S-1)pada Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
O l e h
ELLY ERMAWATI
210214014
Pembimbing
Dr. AJI DAMANURI, M.E.I
NIP. 197506022002121003
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
ix
ABSTRAK
Ermawati, Elly, 2018. Implementasi Fatwa DSN- MUI No. 17/DSN-
MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda- Nunda
Pembayaran Dalam Akad Pembiayaan di BMT Nurrohman Janti Slahung.
Skripsi. Jurusan Muamalah Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo. Pembimbing Aji Damanuri, M.E.I.
Kata kunci: Sanksi, Dana Denda
Penelitian ini berangkat dari adanya fenomena yang terjadi di sebuah lembaga
keuangan yang berbasis syari‟ah yang melaksanakan penerapan sanksi yang
berwujudkan denda. Sanksi tersebut diterapkan kepada nasabah yang melakukan
keterlambatan pembayaran angsuran. Adapun tujuan penerapan sanksi adalah
demi terjadinya kedisiplinan untuk para nasabah dalam melakukan angsuran
pembayaran pembiayaan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana implementasi Fatwa
DSN- MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 dalam pemberian sanksi bagi nasabah
mampu yang menunda-nunda pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung,
Bagaimana implementasi Fatwa DSN- MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 dalam
penggunaan dana hasil denda di BMT Nurrohman Janti Slahung.
Adapun jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian lapangan
yang menggunakan, metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah menggunakan dokumentasi dan wawancara. Analisis yang
digunakan menggunakan metode deduktif yaitu metode yang menekankan pada
teori kemudian pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan secara khusus.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi pemberlakuan sanksi
atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran di BMT Nurrohaman
Janti Slahung telah mengikuti seperti apa yang telah diatur dalam fatwa DSN-
MUI, meskipun pihak BMT memiliki sistem peraturan yang diatur oleh pengurus. pihak BMT memiliki beberapa kriterian tertentu untuk nasabah yang tidak
dikenakan sanksi denda. Juga melakukan sanksi denda berupa uang bagi nasabah
yang mampu dan solusi akhir eksekusi janiman untuk ganti rugi biaya pokok bagi
nasabah yang tidak memiliki itikad baik, walaupun hal ini tidak dijelaskan dalam
fatwa secara gamblang namun eksekusi jaminan didasarkan pada prinsip ta’zir
sesuai dalam ketentuan fatwa DSN-MUI. Implementasi penggunaan dana hasil
denda di BMT Nurrohman Janti Slahung belum sepenuhnya mengikuti seperti apa
yang telah diatur dalam fatwa DSN- MUI, hal tersebut dilakukan oleh pihak BMT
karena pihak BMT belum memisahkan antara dana sosial dengan dana keperluan BMT.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini ekonomi Islam atau ekonomi syariah cukup dikenal, hampir
setiap orang pernah mengatakannya. Salah satu lembaga ekonomi Islam yang
menonjol adalah lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan setiap
perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan.1
Lembaga keuangan syariah secara esensi berbeda dengan lembaga
keuangan konvensional baik dalam tujuan mekanisme, kekuasaan, ruang
lingkup, serta tanggung jawabnya. Setiap institusi dalam lembaga keuangan
syari’ah menjadi bagian integral dari sistem keuangan syari’ah lembaga
keuangan syari’ah bertujuan membantu mencapai tujuan sosioekonomi
masyarakat Islam. Berdirinya lembaga keuangan syari’ah memiliki tujuan
untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam,
syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
yang terkait. Prinsip syari’ah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syari’ah. Prinsip
syari’ah yang dianut oleh lembaga keuangan syari’ah dilandasi oleh nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan. 2
1 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2009), 29 2 Ibid., 29-36
2
Lembaga keuangan berperan penting dalam pengembangan dan
pertumbuhan masyarakat industri modern. Lembaga keuangan merupakan
tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya
melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme
saving. Lembaga keuangan dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank
dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank adalah bank
sentral, bank umum, dan BPR, sedangkan lembaga keuangan bukan bank
yaitu Baitul Mall wat Tamwil (BMT), asuransi, leasing, anjak piutang
(factoring), modal venture, pegadaian, dana pensiun, kartu kredit, dan
lembaga pembiayaan konsumen.3
Perkembangan lembaga-lembaga keuangan seperti Baitul Mall wat
Tamwil (BMT) saat ini telah mulai menjamur diseluruh penjuru Indonesia.
Baitul Mall wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari
dua istilah, yaitu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitulmaal lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti
zakat, infak, dan sadakah. Adapun baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan
dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisah dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil dengan berlandaskan Islam.4
Kegiatan yang dilakukan BMT tidak jauh berbeda dengan bank syariah
atau BPR syariah. Prinsip operasionalnya berdasarkan atas prinsip bagi hasil,
3 Abdul Ghofur Ansori, Gadai Syariah Di Indonesia Konsep, Implementasi Dan
Institusional (Yogykarta: University Press, 2006), 7 4 Nurul Huda, Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan
Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 363
3
jual beli (ijarah), dan titipan (wadiah). Karenanya meskipun mirip dengan
bank syariah, tapi boleh dikatakan sebagai cikal bakal dari bank syariah,
BMT memiliki pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang tidak terjangkau
layanan perbankkan serta pelaku usaha kecil yang mengalami hamabatan
“psikologis” bila berhubungan denagn pihak bank.5
Sebagai lembaga keuangan BMT memiliki dua jenis kegiatan sekaligus
yaitu, kegiatan mengumpulkan dana, dan penyaluran dana dari kegiatan
produktif dalam rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan
ekonomi yang bersumber daya manusia.6 Penyaluran dana dalam BMT sering
disebut dengan pembiayaan. Pembiayaan merupakan aktivitas yang saat
penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama
dan menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya bila,
pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan bahkan bisa
mengakibatkan berhentinya usaha bank.7
BMT Nurrohman selaku LKS memiliki satu produk pembiayaan yang
ditawarkan kepada nasabahnya yakni pembiayaan penambahan modal usaha
yang menggunakan prinsip mark up atau jasa pada bentuk bagi hasil yang
dilakukan dengan sistem flat dan menurun. Di mana nisbah bagi hasil yang
digunakan dalam mark up di BMT Nurrohman ialah sebesar 2% dari jumlah
pembiayaan secara flat dan 3% dari jumlah pembiayaan untuk angsuran
menurun. Namun dalam kesepakatan yang telah dilakukan BMT cenderung
5 Ibid., 363
6 Muhammad, Lembaga Ekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007),61
7 Abdul Latif, “Implemantasi Fatwa DSN-MUI Terhadap Praktik Pembiayaan Mudharabah
Bank Syari’ah Mandiri dan Bank Muamalat KCB Ponorogo”, Muslim Heritage, Volume 1, Nomor
1, (Mei 2016), 4
4
menghadapi masalah pada nasabah yang bermasalah. Kadang ada nasabah
yang tidak hanya bermasalah disatu tempat tetapi tempat lain juga
bermasalah. Oleh karena itu perlu upaya dari masing-masing BMT untuk
melakukan koordinasi dalam rangka mempersempit gerakan nasabah yang
bermasalah.
Sehingga Dewan Syariah Nasional menetapkan fatwa No. 17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran menurut prinsip syariah Islam, untuk dijadikan pedoman LKS.
Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah disiplin
dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi yang diberikan dapat berupa
denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan
dibuat saat akad ditandatangani. Apabila nasabah tidak atau belum mampu
membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. 8
Dalam
hal ini Allah SWT berfirman, yakni:
لاهونا إون لكمر إن كنتمر تاعر ير قوا خا د ن تاصااأ ة وا ا يرسا نا ة إلا ناظرا ة فا ا نا ذو عسر ٢٨٠كا
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Al-
Baqarah (2): 280)9
BMT Nurrohman Janti Slahung telah menerapkan pemberian sanksi
denda keterlambatan pembiayaan angsuran kepada nasabah yang mampu
tetapi menunda-nunda pembayaran. Karena jumlah nasabah yang
melakukannya sebesar 63 nasabah dari jumlah keseluruhan sebesar 754
8 Fatwa dewan syari’ah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000, Tentang Nasabah Mampu
Yang Menunda-Nunda Pembayaran, Jakarta Pusat. 3. 9 al- Quran, 2: 280
5
nasabah. Besaran sanksi denda yang ditetapkan di BMT Nurrohman
perbulannya adalah 3% dari mark up/jasa yang diberikan pada nasabah.
Berikut ini merupakan perhitungan yang digunakan, jika piutang suatu
nasabah sebesar Rp 1.000.000 x 3% (sebagai mark up/jasa) maka mark up
perbulan 30.000 sedangakan untuk besaran denda yang dikenakan ialah
sebagai berikut:
1 Bulan telat angsuran maka sanksi dendanya 30.000 x 10% = 3.000
2 Bulan telat angsuran maka sanksi dendanya 30.000 x 20% = 6.000
Dan seterusnya sampai nasabah melakukan pembayaran anggunan yang
dilakukan. 10
Bahwa denda diatur dalam fatwa DSN-MUI No.17/DSN-MUI/IX/2000
setelah Dewan Syariah Nasional (DSN) menimbang bahwa masyarakat
banyak memerlukan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS)
berdasarkan pada prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannya
kepada LKS dilakukan secara angsuran. Namun terkadang nasabah mampu
menunda-nunda kewajiban pembayaran, baik dalam akad jual beli maupun
akad yang lain, pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan di
antara kedua belah pihak. Dalam hal ini pihak LKS, meminta fatwa kepada
DSN tentang tindakan atau sanksi apakah yang dapat dilakukan terhadap
nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran tersebut menurut syari’ah
Islam. Oleh karena itu, DSN menetapkan fatwa tentang sanksi atas nasabah
10
Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 8 Desember 2017
6
mampu yang menunda-nunda pembayaran menurut prinsip syari’ah Islam,
untuk dijadikan pedoman oleh LKS.11
Akan tetapi dalam hal ini timbul pertanyaan, apakah hanya orang yang
mampu saja yang dikenai sanksi denda keterlambatan angsuran atau malah
dipukul rata semua dan bagaimana implementasi fatwa DSN-MUI
No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, sangat relevan jika
dalam skripsi ini penyusun melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
Implementasi Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran
Dalam Akad Pembiayaan Di BMT Nurrohman Janti Slahung.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000
dalam pemberian sanksi bagi nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung?
2. Bagaimana implementasi Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000
dalam penggunaan dana hasil denda di BMT Nurrohman Janti Slahung?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui implementasi pemberian sanksi bagi nasabah mampu
yang menunda-nunda pembiayaan di BMT Nurrohman Janti Slahung
telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000.
11
Fatwa dewan syari’ah Nasional N0.17/DSN-MUI/IX/2000, Tentang Nasabah Mamp,1.
7
2. Untuk mengetahui implementasi penggunaan dana hasil denda di BMT
Nurrohman Janti Slahung telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
17/DSN-MUI/IX/2000.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, acuan
dan rujukan bagi semua pihak yang ingin mendalami ilmu yang berkaitan
dengan muamalah khususnya dalam bidang lembaga keuangan syari’ah.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:
a. Bagi BMT :
Diharapkan dapat membantu menyempurnakan pelayanan sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah.
b. Bagi masyarakat:
Diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat
khususnya dalam akad pembiayaan yang digunakan.
E. Telaah Pustaka
Dari pengetahuan penulis telah ada beberapa karya ilmah yang
mengangkat permasalahan implementasi Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembiayaan dalam akad pembiayaan. Hal ini mungkin dikarenakan masalah
ini merupakan masalah yang menarik sehingga banyak sekali yang
mengangkat menjadi tema dari sebuah karya ilmiah.
8
Karya tulis dari Lihatul Wahidah, Studi Tentang Implementasi Fatwa
DSN-MUI NO. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu
Yang Menunda Pembayaran di BMT Fajar Mulia Ungaran seorang
mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, penelitian ini menggunakan rumusan
masalah: 1. Bagaimana pemberlakuan sanksi yang diterapkan di BMT Fajar
Mulia Ungaran? 2. Bagaimana analisis implementasi sanksi di BMT Fajar
Mulia Ungaran? Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah field
research dan metode pengumpulan datanya dengan cara wawancara dan
dokumentasi.
Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif. Pada akhirnya hasil penelitian ini berkesimpulan, BMT Fajar Mulia
Ungaran belum sepenuhnya memberlakukan sanksi sesuai dengan ketentuan
fatwa DSN, karena pihak BMT justru lebih memilih melakukan eksekusi
jaminan. Walaupun eksekusi jaminan bisa dikatakan sebagai sanksi yang
didasarkan pada prinsip ta’zir sesuai fatwa pada point ke empat. Eksekusi
dilakukan setelah melalui beberapa kali teguran untuk nasabah yang
melalaikan kewajibannya. Pihak BMT belum dapat memberlakukan sanksi
berupa denda, karena sebagian besar nasabah adalah dari kalangan menengah
kebawah ditakutkan akan memberatkan nasabah dan pihak BMT takut apabila
denda yang dilakukan akan jatuh sebagai riba. Adapun ketentuan sanksi yang
9
telah ditetapkan DSN sesungguhnya telah sesuai dengan aturan hukum Islam
yang berlaku. 12
Muhammad Abdul Malik, Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang
Menunda-Nunda Pembayaran (Studi Kasus di BMT NU Sejahtera Mangkang
Kota Semarang), skripsi dari UIN Walisongo Semarang, permasalahan
penelitian ini adalah: Bagaimana implementasi fatwa DSN MUI No. 17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran di BMT NU Sejahtera Semarang?
Penelitian ini merupakan field research dengan jenis penelitian kualitatif.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Teknik analisis data
menggunakan teknik analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan BMT NU Sejahtera Semarang tidak memberlakukan sanksi
sesuai dengan ketentuan fatwa DSN, karena pihak BMT justru lebih memilih
melakukan eksekusi jaminan sebagai upaya penyelesaian akhir. Walaupun
eksekusi jaminan bisa dikatakan sebagai sanksi yang didasarkan pada prinsip
ta’zir sesuai fatwa pada point keempat. BMT juga telah memberlakukan
sanksi berupa denda keterlambatan pembayaran akan tetapi sanksi denda ini
ternyata masih dipukul rata karena perhitungan denda ini dihitung oleh sistem
sehingga ketika anggotanya telat maka denda akan terus terhitung perhari
12
Lihatul Wahidah, “Studi Tentang Implementasi Fatwa DSN-MUI NO. 17/DSN-
MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda Pembayaran di BMT Fajar
Mulia Ungaran”, Skripsi (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)
10
keterlambatanya. Dan dana yang berasal dari denda telah diakui sebagai
pendapatan lain-lain.13
Karya tulis dari Muhammad Usman, Tinjauan Maslahah Terhadap Infak
Keterlambatan Sebagai Denda di BMT La Tansa Gontor, skripsi dari STAIN
Ponorogo, permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tinjauan
maslahah terhadap penerapan infak sebagai denda keterlambatan di BMT La
Tansa Gontor? 2. Bagaimana tinjauan maslahah terhadap pentasarufan infak
sebagai denda keterlambatan di BMT La Tansa Gontor? Jenis penelitian ini
adalah penelitian lapangan adapun pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan kualitatif. Dengan cara melakukan pengamatan, wawancara atau
penelaahan dokumen terhadap fenomena yang terjadi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti ialah 1. Penerapan infak sebagai denda keterlambatan
membayar angsuran di BMT La Tansa Gontor diperbolehkan dalam islam
jika tujuan penerapanya untuk kemaslahatan bukan untuk kepentingan BMT
semata. 2. Dana infak denda keterlambatan di BMT La Tansa Gontor
dipergunakan untuk dana sosial berupa zakat dalam bentuk sembako dan
pemutihan pembiayaan yang macet. Pentasarufan dana infak tersebut sesuai
dengan konsep syara yakni memelihara jiwa dan harta.14
Sedang tahap proposal Triana Zainul M. dengan judul Tinjauan Fatwa
DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang
13
Muhammad Abdul Malik, “Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 17/Dsn-
Mui/Ix/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran (Studi
Kasus di BMT NU Sejahtera Mangkang Kota Semarang)”, Skripsi (Semarang: UIN Walisongo,
2016) 14
Muhammad Usman, “Tinjauan Maslahah Terhadap Infak Keterlambatan Sebagai Denda
di BMT La Tansa Gontor”, Skripsi (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2012)
11
Menunda-Nunda Pembayaran (Studi Kasus dalam Pembiayaan Murabahah di
BMT KJKS Assaf Ngawi). Yang membedakan dengan judul ini ialah akad
pembiayaannya terfokus pada akad pembiayaan murabahah. Sedangkan judul
saya untuk pembiayaan yang ada di BMT Nurrohman yakni pembiayaan
penambahan modal usaha.15
Meskipun penelitian yang penulis lakukan dalam tema serupa terkait
dengan fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah
mampu yang menunda-nunda pembayaran memiliki perbedaan dengan karya-
karya diatas. Secara khusus, tulisan ini akan fokus terhadap pemberian sanksi
dan penggunaan dana hasil denda yang diberikan di BMT Nurrohman Janti
Slahung.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Jenis dan pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),
yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat
tertentu baik di lembaga-lembaga, organisasi masyarakat (sosial) maupun
lembaga pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian
dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian
yang memusatkan perhatiannya kepada prinsip-prinsip umum yang
15
Triana Zainul M., “Tinjauan Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas
Nasabah Mampu yang Menunda- Nunda Pembayaran (Studi Kasus dalam Pembiayaan Murabahah
di BMT KJKS Assaf Ngawi)”, Proposal (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2016)
12
mendasari perwujudan dari satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia.16
Dikatakan penelitian kualitatif karena pada
penelitian ini dilakukan pada kondisi yamg alamiyah yaitu kondisi yang
terjadi di BMT Nurrohman Janti Slahung.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran penelitian dalam penelitian ini sangat diperlukan.
Karena peneliti bertindak sebagai pengamat penuh sekaligus sebagai
pengumpul data. Dalam penelitian ini kehadiran peneliti diketahui
statusnya sebagai penelitian oleh subyek atau informan. Oleh karena itu
penulis hadir secara langsung untuk mengamati praktik pembiayaan yang
dilakukan oleh BMT terkait.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di BMT Nurrohman Janti Slahung
Ponorogo, dengan pertimbangan bahwa lembaga ini merupakan lembaga
keuangan mikro yang memberikan layanan bagi masyarakat berdasarkan
prinsip Syariah, yang berada dijalan Mayjend Panjaitan Desa Janti
Slahung Ponorogo.
4. Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
No. Data Sumber Data Teknik Pengumpulan
Data
1. Sejarah Manajer Wawancara
2. Visi dan misi Brosur Dokumentasi
16
Margono, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 108.
13
3. Lokasi Papan penunjuk
identitas BMT
Dokumentasi
4. Struktur organisasi Manajer, laporan
rapat tahunan
Wawancara, dan
dokumentasi
5. Produk- produk Karyawan Wawancara
6. Mekanisme
pembiayaan
Karyawan,
manajer, nasabah,
surat pengajuan
Wawan cara dan
dokumentasi
7 Pemberlakuan
sanksi denda
Manajer,
pengawas, nasabah,
surat perjanjian
Wawancara,
dokumentasi.
8. Penggunaan dana
denda
Manajer,
pengawas, laporan
keuangan tahunan
Wawancara dan
dokumentasi
5. Analisis Data
Analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan
menggunakan teori-teori, kaidah-kaida, dalil-dalil dan data lapangan
sehingga diperoleh kesimpulan yang relevan. Sehubungan dengan
permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, dan agar
pembahasan skripsi ini lebih terarah dalam penulisan atau
penyusunannya, maka metode yang penulis gunakan adalah metode
deduktif yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
14
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
atau masalah yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat khusus.17
6. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan
cara:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan akan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.18
Dengan
perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah
data-data terkait sanksi, keterlambatan membayar angsuran,
penentuan sanksi, penetapan ukuran kemampuan nasabah dan juga
terkait penggunaan dana dari denda sudah benar atau belum. Jika
data-data yang diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka
peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam
sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
b. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.19
Pada
penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan data yang
terkait dengan sanksi, keterlambatan membayar angsuran,
17
Usman, “Tinjauan Maslahah Terhadap”, 15. 18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), 248. 19
Ibid., 273.
15
penentuan sanksi, penetapan ukuran kemampuan nasabah dan juga
terkait penggunaan dana dari denda sudah benar atau belum dengan
cara membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai
bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan data
hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan juga
membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya yang
kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil
temuan lapangan.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini, untuk memberoleh pembahasan dan
pemahaman, penulis membuat sistematikan pembahasan menjadi V (lima)
bab, yang mana antara bab satu dengan bab lainnya mempunyai hubungan
yang erat dan berkaitan, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh yang
tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian maka akan tampak adanya suatu
sistematikan yang teratur antara bab.
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang membahas
tentang Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung.
16
Bab kedua, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang landasan
teori yang merupakan pijakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi,
definisi fatwa dalam hukum Islam, fatwa dewan syariah nasional (DSN) dan
peran dewan pengawas syariah (DPS), fatwa dewan syariah nasional
No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran, definisi sanksi dan denda dalam hukum Islam.
Bab ketiga, pada bab ini penulis akan memaparkan sekaligus
menguraikan hasil penelitian lapangan tentang BMT Nurrohman Janti
Slahung serta sanksi yang diberlakukan kepada nasabah yang menunda-
nunda pembayaran dan penggunaan dana denda yang diberikan kepada
nasabah.
Bab keempat, dalam bab ini penulis akan membahas serta
menganalisis implementasi fatwa dewan syariah nasional No.17/DSN-
MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran dan penggunaan dana denda yang diberikan kepada nasabah di
BMT Nurrohman Janti Slahung.
Bab kelima dalam bab ini merupakan terakhir dari penulisan skripsi
yang berisi kesimpulan dari semua isi skripsi dan saran-saran.
17
BAB II
SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA
PEMBAYARAN
A. Fatwa Dalam Hukum Islam
1. Pengertian Fatwa
Fatwa menurut bahasa berarti jawaban dari suatu kejadian
(peristiwa), yang merupakan bentukan sebagaimana dikatakan oleh
Zamakhsyari dari kata al-fatā (pemuda) dalam usianya, dan sebagai kata
kiasan (metafora) atau (isti’arah) menurut Amir Syarifuddun, ilfta berasal
dari kata afta, yang artinya memberikan penjelasan. Menurut kamus Lisan
al-„Arab, fatwa berarti menjelaskan.1 Arti fatwa secara bahasa misalnya
terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 176:
إنٱهملوث حفخيسىفٱللقنيصخفخك وكهيسلٱمرؤا ۥ ول
فإنۥول ول ا يسل هى إن ا يرث و حرك صفيا ا فو خجأ
نخيٱثكجخا ا حركٱثلوثانفو ا ونصاءم رجال ة إخ ا ك إون
حغ يثن نفوذللر ثييٱل وٱلليبي ا حضو ن
أ ٱللهسى ةسن
ءعويى ١٧٦شArtinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
1 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 259.
18
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka
(ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,
maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua
orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”2
Pengertian fatwa menurut syara‟ ialah menerangkan hukum syara‟
dalam suatu persoalan menjadi sebuah jawaban dari suatu pertanyaan, baik
si penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, serta berbentuk
perseorangan atau kolektif. 3
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia mengartikan fatwa
sebagai jawaban (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufi tentang
suatu masalah. Fatwa juga bermakna nasihat orang alim, pelajar baik,
petuah.4
Sehingga dapat disimpulkan fatwa adalah hasil ijtihad seorang
mufti terhadap peristiwa hukum yang diajukan kepadanya. Fatwa itu
sendiri lebih khusus dari pada fikih atau ijtihad secara umum. Karena
fatwa yang dikeluarkan sudah dirumuskan dalam fikih, hanya belum
dipahami oleh peminta fatwa.
2 al- Qur‟an, 4: 176.
3 Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, terj. As‟ad Yasin (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997), 5. 4 Ma‟ruf Amin dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum dan
Perundang-undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), 20.
19
2. Dasar Hukum Fatwa
Pada umumnya fatwa ditetapkan berdasarkan keterangan Al-
Quran, hadis, ijma’, dan qiyas. Keempatnya merupakan sumber dalil
hukum syariah yang telah disepakati oleh jumhur ulama. Jumhur ulama
menyepakati validitas keempat sumber tersebut sebagai sumber-sumber
hukum syariah, berdasarkan firman Allah didalam Al-Quran Surat An-
Nisa‟ ayat 59 sebagai berikut:5
ا حأ ي ٱلي ا ظيع
أ ا ٱللءاي ا ظيع
ٱلرشلوأ ول
مروأ
يسىٱل
إل فردوه ء فش حنزخخى ٱلرشلوٱللفإن ة ن حؤي ٱللإنلخى
مو حصٱألخر ٱللكخيوأ ويلذ
٥٩حأ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya6
Kebolehan untuk berijtihad juga diperkuat keterangan hadis yang
diriwayatkan oleh Mu‟adz ibn Jabal ketika diutus Rasulullah SAW untuk
menjadi qadhi di Yaman. Rasulullah bertanya kepada Mu‟adz apakah yang
akan dilakukan dalam berhukum jika ia tidak menemukan dalil naqli dari
5 Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (tmp:
Emir Cakrawala Islam, 20016), 122-123. 6 Al- Qur‟an 4:59 .
20
Al-Quran maupun sunnah, maka Mu‟adz menjawab bahwa ia akan
berijtihad dengan akalnya, dan Rasullah pun menyetujuinya.7
3. Fungsi Fatwa
Terpaut dengan fiqh, keduanya memiliki hubungan saling
melengkapi, di mana fatwa memuat uraian sistematis tentang substansi
hukum Islam. Fiqh dipandang sebagai kitab hukum, serta sebagai rujukan
normatif dalam melakukan perbutan sehari-hari. Sehingga secara jelas
fatwa memiliki fungsi sebagai penerapan secara konkret ketentuan fiqh
dalam masalah tertentu.8
Maka dikeluarkannya fatwa dipandang sebagai pendapat hukum
yang berdasarkan pertimbangan. Pengeluaran fatwa ini dimaksutkan
untuk melaksanakan fungsinya yang utama, yakni memberikan pendapat
hukum suatu masalah, sesuai dengan pendapat mereka, tentang tindakan
apa yang benar menurut pandangan syariah. Fatwa telah berperan dalam
menjelaskan hukum Islam yang berbentuk jawaban konkret terhadap
kasus demi kasus yang telah dihadapi oleh masyarakat yang dapat
dijadikan pedoman untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum
syariah terhadap masalah tertentu.9
7Asrorun Ni‟am, Metodologi Penetapan Fatwa, 123.
8 Ma‟ruf Amin dkk, Fatwa Majelis, 21.
9 Ibid., 23- 24.
21
B. Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional
1. Pengertian Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional atau disebut dengan DSN ialah suatu
lembaga bentukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999
yang beranggotakan para ahli hukum Islam. Lembaga ini memiliki fungsi
melakukan tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat,
menangani masalah-maslaah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga
keuangan syariah. Salah satu tugas pokok dari DSN ialah mengkaji,
menggali, dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam dalam
bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di
lembaga keuangan syariah.10
Serta untuk memberikan pengawasan
terhadap Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada dimasing-masing
lembaga keuangan syariah, sebagai kewaspadaan MUI terkait dengan
kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dimasing-masing DPS.11
Lembaga ini memiliki fungsi utama sebagai pengawas produk-
produk lembaga keuangan syariah agar sesuai degan syariah Islam. DSN
membuata garis panduan produk syariah untuk keperluan pengawasan.
Garis panduan tersebut diambil dari sumber-sumber hukum Islam yang
dijadikan dasar pengawasan bagi DPS pada lembaga-lembaga keuangan
syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.12
10
Andri Soemitra, Bank dan Lemabaga, 39- 40. 11
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syriah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 32. 12
Ibid., 32.
22
2. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional
a. Tugas pokok DSN:
1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariat dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya
2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah
4) Mengawasi pelaksanaan fatwa yang telah dikeluarkan. 13
b. Wewenang DSN
1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah
dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.
2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
3) Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-
nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada
suatu Lembaga Keuangan Syariah.
4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
13
Ma‟ruf Abdullah, Hukum Keuangan Syariah Pada Lemabaga Keuangan Bank dan Non
Bank (Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016), 214.
23
5) Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syariah
untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 14
3. Pengertian Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah adalah suatu bagian dari struktur
organisasi yang wajib ada pada lembaga keuangan Syariah. Dewan
pengawas syariah diangkat oleh DSN atau diusulkan oleh lembaga
keuangan syariah. Karena terdapat kewenangan DSN yang terdapat dalam
DPS yakni:
a. Memberikan atau mencabut rekomendasi keanggotaan DPS pada satu
Lembaga keuangan syariah.
b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat masing-masing DPS dimasing-
masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum
pihak terkaid.15
4. Dewan Pengawas Syariah
a. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan jalannya
operasional secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang ada
di bawah pengawasannya.
14
Ibid., 214. 15
Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teori, Praktik, Kritik (Yogyakarta: Teras, 2012), 205-206.
24
b. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usulan-usulan
pengembangan lembaga keuangan syariat kepada pimpinan lembaga
yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.
c. Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan
operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
d. Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalah
yang memerlukan pengawasan DSN.16
5. Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Fatwa dalam agama Islam memiliki kedudukan yang tinggi.
Karena fatwa dipandang sebagai salah satu alternatif yang bisa
memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam dan ekonomi
Islam. Serta menjadi salah satu alternatif untuk menjawab perkembangan
zaman yang tidak tercover dengan nash-nash keagamaan yang telah
berhenti secara kuantitasnya, akan tetapi secara diamentral permasalahan
dan kasus semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan
zaman. Fatwa dijadikan rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku
oleh umat Islam. Sebab, posisi fatwa bagi masyarakat umum bagaikan
dalil dikalangan mujtahid. Artinya kedudukan fatwa bagi warga
masyarakat yang awam terhadap ajaran agama Islam, seperti dalil bagi
mujtahid.17
16
M. Ichwan, Hasanudin, dkk, Himpunan Fatwa Keungan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014), 5-6. 17
Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam Di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2015), 51.
25
Meskipun adanya UU perbankan Syariah, maka fatwa juga
memiliki pijakan. Hal ini terjadi karena UU Perbankan Syariah
menentukan bahwa perincian mengenai prinsip syariah terdapat dalam
fatwa DSN- MUI, yang kemudian diupayakan menjadi PBI setelah
melalui pematangan di Komite Perbankan Syariah yang dibentuk oleh
Bank Indonesia, seperti dalam pasal 26 UU Perbankan Syariah bahwa:
1. Kegiatan usaha Perbankan Syariah dan atau produk dan jasa syariah,
wajib tunduk kepada Prinsip Syariah
2. Prinsip Syariah itu difatwakan oleh MUI
3. Fatwa MUI dituangkan dalam PBI
4. Dalam Rangka Penyusunan PBI, Bank Indonesia membentuk Komite
Perbankan Syariah.18
Dengan ketentuan di atas maka fatwa DSN mempunyai peranan
yang penting dalam upaya pengembangan produk lembaga keuangan
syariat baik bank maupun nonbank. Kedudukan fatwa DSN menempati
posisi yang sangat stategis bagi kemajuan ekonomi dan lembaga
keuangan syariah. Fatwa DSN yang berhubunga dengan pengembangan
lembaga V (BPH) yang membidangi ilmu syariah dan ekonomi. Dengan
adanya pertimbangan dari para ahli tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan
DSN memiliki kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha
ekonomi syariah. Karena fatwa mempunyai kekuatan hukum lebih
18
Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam Dan
Hukum Nasional (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 26.
26
mengikat, maka perlu diadopsi dan disahkan secara formil ke dalam
bentuk peraturan perundang- undangan.19
C. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 17/DSN/MUI/IX/2000 Tentang
Sanksi
1. Pengertian Umum Tentang Sanksi
a. Pengertian
Sanksi adalah hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang
melakukan pelanggaran hukum yang berlaku. Sanksi juga merupakan
pencabutan hak atas harta benda yang dapat dipaksakan dengan
maksud memberikan ganti rugi, yakni kompensasi atas kerugian yang
disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum.20
Sedangkan sanksi hukuman dalam bentuk ganti rugi dalam islam
disebut dengan istilah al-diyat. Al-diyat merupakan hukuman alternatif
untuk memaafkan suatu kesalahan atau sanksi alternatif bagi pelaku
yang membuat kerugian.21
Sedangkan dalam bahasa Indonesia denda mempunyai arti (1)
hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang (2)
uang yang harus dibayarkan sebagai hukuman karena melanggar
aturan, undang-undang, dan sebagainya.22
19
Mardani, Hukum Islam, 52-53. 20
Muhammad Abdul Malik, “Implementasi Fatwa”, 16. 21
Abdul Halim Barkatullah, Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman
yang Terus Berkembang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 264. 22
Muhammad Abdul Malik, “Implementasi Fatwa”, 19.
27
Dalam pembiayaan di lemabaga keuangan syariah kompensasi,
denda yang dikenakan karena pelanggaran kesepakatan disebut dengan
ta’widh. Pelanggaran kesepakatan yang dimaksut adalah jika salah satu
pihak dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya yang telah
diperjanjikan sehingga menimbulkan kerugian terhadap pihak
lawannya. Menurut Wahbah al Zuhaily ta’widh adalah menutup
kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan. Ta’widh
yang dimaksud untuk menutup kerugian yang dialami dapat berupa
benda atau uang tunai.23
Islam membolehkan penerapan ta’widh yaitu
dalam:
ٱخخدى ذ قصاص وٱلرمج ٱلرام ر ةٱلش ٱلرام ر ٱلش
اعويسىفٱخخدواع وٱعو اٱلل عويسىوٱتق ثنياٱخخدى وية
خقي يعٱل نٱلل١٩٤أ
Artinya: Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang
patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu
barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang
dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.24
Ta’widh dapat diminta berupa biaya-biaya yang telah dikeluarkan
atau kerugian yang menimpa harta benda pihak berpiutang. Ta’widh
tidak itu saja, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan, yaitu
keuntungan yang akan didapat seandainya pihak berhutang tidak lalai.
23
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: UII Press, 2012), 69. 24
al- Quran, 2: 194.
28
Penerapan ta’widh juga dapat dilakukan oleh pihak bank karena pihak
berhutang menunda-nunda pembayaran padalah ia mampu, dengan
tujuan untuk membuat jera pihak berhutang. Berlakunya ta’widh ini
jika bank telah mengeluarkan biaya-biaya rill dalam rangka penagihan
hak yang harus dikeluarkan.25
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kewajiban ta’widh dapat
berbeda baik pada karakter maupun tujuannya. Ta’widh dapat
ditetapkan untuk melindungi hak-hak individu. Karena kewajiban
pada ta’widh bertujuan untuk mengganti atau menutupi kerugian.26
b. Sanksi Denda (Ta’zir)
Istilah Arab yang digunakan untuk denda adalah gharamah.
Sedangkan bahasa gharamah (غرايث) berarti denda. Denda adalah
bentuk hukuman yang melibatkan uang yang harus dibayarkan dalam
jumlah tertentu. Jenis yang paling umum adalah uang denda yang
jumlahnya tetap, dan denda harian yang dibayarkan menurut
penghasilan seseorang.27
Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman ta’zir. Menurut
bahasa, ta’zir dari kata addaba berarti (mendidik) atau azhamu wa
waqra yang artinya mengagungkan atau menghormati. Ta’zir lebih
25
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum, 71- 73. 26
Aris Anwaril Muttaqin, Sistem Transaksi Syari’ah Konsep Ganti Rugi Dalam Hukum
Bisnis Syariah (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2015), 35. 27
Sri Mulyani, “Penerapan Denda Pada Akad Pembiayaan Murabahah Dalam Perspektif
Fatwa DSN-MUI No. 17 (Studi Kasus Di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dana Mulia
Surakarta)”, Skripsi (Surakarta: IAIN Surakarta, 2017), 55.
29
relefan jika diartikan ta’dib (mendidik). Ta’zir diartikan mendidik
karena untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari
perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikan.
Menurut istilah, ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas
perbuatan dosa (maksiat) yang hukumnya belum ditentukan oleh
syara‟.28
Dalam fiqih jinayah, ta’zir ini merupakan suatu bentuk jarimah
yang bentuk hukuman (sanksi) ditentukan oleh penguasa. Jarimah ini
sangat berbeda dengan jarimah hudud dan qishas/diyat yang macam
dan bentuk hukumannya telah ditentukan oleh syara‟.29
Ta’zir juga diartikan sebuah sanksi hukum yang diberlakukan
kepada seorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran, baik berkaitan dengan hak Allah maupun
hak manusia dan pelanggaran dimaksud tidak masuk dalam kategori
hukuman hudud dan kafarat. Oleh karena hukuman ta’zir tidak
ditentukan secara langsung oleh Al-Quran dan Hadits maka jenis
hukuman ini menjadi kompetensi hakim atau penguasa setempat.30
Hukum ta’zir ialah boleh dan harus diterapkan sesuai dengan
tuntutan kemaslahatan, dalam kaitan ini disebutkan dalam sebuah
kaidah:
28
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia (Yogyakarta: TERAS, 2009), 177-
176. 29
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah) (Bandung:Pustaka Setia, 2000), 30-
31. 30
Hatma Sri Woro Hutami, Andi Triyanto, “Eksekusi Jaminan Pada Pembiayaan
Bermasalah di BMT Bima Kota Magelang (Telaah Fatwa DSN MUI NO.17/DSN/IX/2000)”,
Cakrawala, Vol. XI, No. 2 (Desember, 2016), 207- 208.
30
صوحثالعزيريدوريع ال
Artinya: “Ta’zir itu sangat tergantung kepada tuntutan
kemaslahatan.”
Sehingga para ulama membagi jarimah ta’zir menjadi dua bagian,
yaitu: Pertama, jarimah yang berkaitan dengan hak Allah. Maksutnya
ialah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum
misalnya membuat kerusakan dimuka bumi, perampokan, pencurian,
perzinaan, pemberontakan dan tidak taat dengan Ulul Amri. Kedua,
ta’zir yang berkaitan dengan hak perorangan. Maksutnya segala
sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia, seperti
halnya tidak membayar hutang dan penghinaan.31
c. Dasar hukum
Dasar Hukum yang dijadikan rujukan dasar hukum denda yaitu
dalam surat Al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut:
ول ة سى ةي هسى ينأ ا زو
ٱهبعنحأ إل ا ة
ٱلكموحدلا
ل ينأ افريقاي
زوٱلاسلأ ثىة نٱل خىتعو
١٨٨وأ
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.32
Serta dalam surat Al-Maidah ayat 5 sebagai berikut:
31
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 162. 32
Al-Qur‟an, 2: 188.
31
م ٱل هسى حنيبجٱهعأ وظعام ٱلي ا وح
هسىٱهمتبأ حن
و ى ل حن حصنجوظعايسى ٱل ؤينجي حصنجوٱل ٱل ي
ٱلي ا وحجٱهمتبأ
أ ءاحيخ إذا رتوسى ي مصير
خداننوييسفرةيسفحيوليخخذيأ دي يم ذقدحتطٱل
و فۥخ ٱألخرةو ي ٥ٱهخسي
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu,
dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.33
d. Macam-macam sanksi
Menurut ketentuan pasal 38 dalam buku Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, menyatakan bahwa pihak dalam akad yang
melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi sebagai berikut:
1) Membayar ganti rugi
2) Pembatalan akad
3) Peralihan risiko
4) Denda dan atau
33
Al- Qur‟an, 5: 05.
32
5) Membayar biaya perkara 34
2. Sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran
a. Fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran
Penerapan dalam pelaksanaan sistem di LKS memerlukan suatu
dasar hukum yang berupa fatwa untuk dijadikan pedoman dalam hal
pembiayaan yang dilakukan secara angsuran namun nasabah mampu
terkadang menunda-nunda kewajiban pembayaran, pada waktu yang
telah ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara kedua belah pihak.
Maka untuk membantu pelaksanaan sistem di LKS kini DSN-MUI
telah menetapkan fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran menurut prinsip syariah, untuk dijadikan
pedoman untuk LKS. Berikut Ketentuan umum fatwa DSN MUI
tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran
adalah :
1) Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-
nunda pembayaran dengan disengaja.
2) Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force
majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
34
PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 26.
33
3) Nasabah Mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak
mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar utangnya,
boleh dikenakan sanksi.
4) Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah
lebih disiplin dalam melakukan kewajibannya.
5) Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya
ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad
ditandatangani.35
Untuk mengantisipasi adanya pembayaran lebih cepat atau
pembayaran yang kurang lancar bahkan membayar tetapi menunda-
nunda pembayaran. DSN-MUI memperbolehkan bank syari‟ah
memberi potongan pelunasan atas pelunasan lebih cepat. Potongan
pelunasan boleh diberikan dengan syarat tidak diperjanjikan dan
jumlah potongannya sesuai kebijakan dan pertimbangan Lembaga
Keuangan Syari‟ah (LKS). Nasabah yang kurang lancar atau macet
dalam pembayaran boleh dijual jaminannya, diberi penjadwalan ulang
atau akad murābaḥah-nya dikonversi menjadi akad muḍārabah. DSN-
MUI memberi penyelesaian murābaḥah untuk nasabah yang tidak
mampu membayar sesuai kesepakatan dengan cara menjual jaminan.
DSN-MUI memberi kemungkinan penjadwalan kembali bagi nasabah
35
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional N0.17/DSN-MUI/IX/2000, Tentang Nasabah, 3.
34
yang tidak mampu membayar sesuai kesepakatan dengan tidak
menambah harga.36
b. Tata cara pelaksanaan pemberian sanksi
Menurut ketentuan pasal 36 dalam buku Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, pelaksanaan sanksi dapat dilakukan terhadap
nasabah yang melakukan ingkar janji apabila melakukan kesalahannya
sebagai berikut:
1) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana
dijanjikannya
3) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan
Sedangkan menurut ketentuan pasal 39 dalam buku Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, pembayaran ganti rugi dapat dijatuhkan
apabila:
1) Pihak yang melakukan ingkar janji setelah dinyatakan ingkar
janji, tetap melakukan ingkar janji
36 Nur Fatoni, “Analisis Normatif-Filosofis Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis
Ulama‟ Indonesia (DSN-MUI) Tentang Transaksi Jual Beli Pada Bank Syari‟ah”, Al-Ahkam
Volume 25, Nomor 2, (Oktober 2015), 152-153.
35
2) Sesuatu yang harus diberikan atau dibutuhkannya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
ditentukannya.
3) Pihak yang melakukan ingkar janji tidak dapat membuktikan
bahwa perbuatan ingkar janji yang dilakukannya tidak di
bawah paksaan37
3. Tinjauan Umum Tentang Dana Sosial
a. Pengertian
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasi oleh bank dalam
bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang
tunai.38
Uang tunai yang dimiliki ataupun yang dikuasai bank tidaklah
berasal dari uang milik bank itu sendiri, tapi juga berasal dari uang
orang lain, uang pihak lain yang dititipkan pada bank dan sewaktu-
waktu atau pada suatu saat tertentu akan diambilnya kembali baik
sekaligus maupun secara berangsur.39
Dana sosial menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah uang
yang disediakan untuk suatu keperluan biaya kesejahteraan, dan
pemberian hadiah, derma yang ditujukan untuk mereka yang berhak
menerimanya. 40
Secara sederhana dana sosial adalah dana atau uang yang
disediakan untuk suatu keperluan sosial. Dana sosial dalam sistem
37
Ibid., 26- 27. 38
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: YKPN, 2011), 267. 39
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 84. 40
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses melalui https://kbbi.web.id/dana.html
(diaksespada 21- 12-2017 jam21:00 WIB)
36
keuangan bank syariah merupakan dana non aset sebagai hukuman
berupa pengenaan denda atau biaya karena pelanggaran suatu
perjanjian, misalnya kelambatan pelunasan utang pokok atau
pelanggaran ketentuan rasio kas.41
b. Macam-macam dana sosial
Sebagai lembaga keuangan syariah BMT memiliki kewajiban
pengelolaan dana nasabah dalam bentuk apapun. Salah satu dana yang
harus dikelola dan didistribusikan oleh lembaga keuangan syariah ialah
kewajiban pengelolaan dana sosial. Karena ini merupanan fungsi dan
peran yang melekat pada lembaga keuangan syariah untuk
memobilisasi dana-dana sosial. Berikut ini yang merupakan dana-dana
sosial yang wajib dikelola oleh lembaga keuangan syariah: 42
1. Zakat
Zakat merupakan pemberian harta dengan kadar tertentu yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa
syarat yang telah ditentukan oleh syariat. Hukum dari zakat
sendiri ialah fardu ‘ain atas orang-orang yang cukup syaratnya.43
2. Infaq
Infaq yakni mengeluarkan dari sebagian harta benda yang dimiliki
untuk kepentingan yang mengandung kemashlahatan dan tidak
41
Ritwan Thova‟i, “Distribusi Dana Sosial Pada Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Alfa Dinar
Kerjo Karanganyar”, Naskah Publikkasi, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2016), 2. 42
Totok Budisantoso, dan Nuritomo, Bank dan Lebaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba
Empat, 2017), 211. 43
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Isam), (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2016), 192.
37
mengenal nisab. Infaq dapat dikeluarkan oleh setiap orang yang
beriman baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah. Infaq
juga mempunyai sifat atau hukum wajib seperti zakat, nadzar.
Serta infaq yang sifat atau hukumnya sunnah seperti memberikan
pertolongan, memberikan suatu barang dengan spontan dan
sukarela.44
3. Shadaqah
Shadaqah yakni pemberian sesuatu yang bermanfaat kepada orang
lain misalnya makanan, minuman atau harta dengan tidak
mengharapkan balasan dari orang yang menerimanya kecuali
mengharapkan pahala dari Allah. Sehingga shadaqah dapat di
simpulkan memberikan zat dengan tidak ada tukarannya dan tidak
ada karenanya.45
c. Hal- hal yang dapat dijatuhi denda
Suatu hal yang disepakati oleh fuqaha bahwa hukum Islam
menghukum sebagian tindak pidana ta’zir dengan denda. Contohnya
adalah sebagai berikut:
1) Pencuri buah yang masih tergantung di pohonnya dijatuhi
hukuman denda dua kali lipat dari harga buah yang dicuri
2) Hukuman bagi orang yang menyembunyikan barang yang hilang
adalah denda dua kali lipat dari nilainya.
44
Muhammad Usman, “Tinjauan Maslahah Terhadap Infak”, 29. 45
Sudarsono, Pokok- pokok Hukum Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), 299.
38
3) Hukuman bagi orang yang enggan menunaikan zakat adalah
dengan mengambil secara paksa setengah kekayaannya.46
d. Penggunaan Denda Menurut Fatwa DSN-MUI
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang
sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, ini
dijadikan landasan hukum dalam menerapkan saksi apa bila nasabah
pembiayaan terjadi wanprestasi atau penundaan angsuran pembiayaan.
Dalam fatwa tersebut sudah dijelaskan pula dana yang diterima
dipergunakan sebagai dana sosial. Sesuai bunyi dalam pasal 6 bahwa
“Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial”.47
Sehingga dana denda ini harus dikelola dan dialokasikan pada
keperluan umum. Dalam pengertian alokasi dana denda tersebut
diperuntuhkan bagi kemaslahatan uamat secara umum.48
46
Muhammad Abdul Malik, “Implementasi Fatwa Dewan”, 48. 47
Anis Herlina, dkk, “Pengelolaan Hasil Denda Ta’zir Dan Ta’widh Pada Produk
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah di BRI Syariah KCP Cijerah (Studi Kasus Pada laporan
Pengelolaan Dan Penerimaan Dana Ta’zir dan Ta’widh Pada Produk Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqishah Di BRI Syariah KCP Cijerah)”, Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah,
volume 4, No. 1 (2018), 114- 115 48
Ibid., 116
39
BAB III
PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA
PEMBAYARAN DI BMT NURROHMAN JANTI SLAHUNG
A. Profil BMT Nurrohman Janti Slahung Ponorogo
1. Sejarah
BMT Nurrohman merupakan lembaga keuangan yang berpayung
hukum koperasi dengan pola syari’ah. BMT Nurrohman mendapatkan
izin resmi dari pemerintah kabupaten Ponorogo (DINAS INDAKOP)
dengan izin Badan Hukum No. 518/083/BH/405.48/2004 pada tanggal 06
Juli 2004.1
Awal berdirinya BMT Nurrohman Janti Slahung dilatar belakangi
oleh masalah perekonomian masyarakat sekitar desa Janti. Sekitar tahun
2004 banyak BPKB milik masyarakat Janti yang dijadikan sebagai
jaminan pinjaman di Koperasi. Pada waktu itu, jasa koperasi yang
dikenakan kepada masyarakat atas pinjaman yang diberikan sekitar 5-6%
per bulan. Karena faktor tersebut, ada tokoh masyarakat yang merasa
perihatin dengan kondisi yang dialami masyarakat Janti. Sehingga tokoh
masyarakat tersebut memberikan usulan atas pemikirannya kepada
jama’ah yasin untuk mendirikan sebuah BMT dengan jasa yang rendah
untuk menolong masyarakat Janti dan sekitarnya yang kekurangan dana.2
Ketika awal pendirian, BMT Nurrohman menggunakan modal
dengan model saham. Modal yang dimiliki berasal dari penjualan saham
1 Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 05 Maret 2018.
2 Ibid., 05 Maret 2018.
40
kepada masyarakat Janti yang menjadi anggota BMT dengan harga saham
per lembarnya ialah Rp. 10.000 dan setiap anggota membeli saham
dengan jumlah yang berbeda. Setelah pendirian berlangsung beberapa
bulan, pihak BMT mencari perizinan Badan Hukum dengan mengajukan
ke BPRS Al-Mabrur. Karena BMT di Ponorogo dengan model saham
tidak bisa. Sehingga, pihak BMT ingin bernaung di bawah BPRS yang
menggunakan model saham. Tetapi, pihak BPRS tidak bisa menerima
pengajuan dari BMT yang ingin bernaung di bawah BPRS. Pihak BPRS
pun memberi saran kepada pihak BMT Nurrohman untuk berdiri sendiri
dengan modal awal Rp. 500.000.000. Sedangkan BMT Nurrohman tidak
memiliki dana sebanyak itu.3
Karena pihak BMT memiliki kenalan di DINAS INDAKOP dan
diberi arahan untuk mengajukan perizinan di DINAS INDAKOP. Setelah
mengajukan perizinan, ternyata Badan Hukum BMT Nurrohman di
bawah payung hukum koperasi. Karena saat itu, BMT Nurrohman
menggunakan model saham, sedangkan koperasi dengan sistem simpanan
pokok dan simpanan wajib. Maka, pihak BMT membuat ketetapan
simpanan pokok sebesar Rp. 500.000 dan simpanan wajib Rp. 10.000.4
Karena para anggota membeli saham dengan jumlah yang berbeda-
beda. Bagi anggota yang memiliki saham di atas Rp. 500.000, maka Rp.
500.00 tersebut dijadikan simpanan pokok dan sisanya dimasukkan
sebagai simpanan wajib. Tetapi, jika jumlah saham yang dimiliki anggota
3 Ibid., 05 Maret 2018
4 Ibid., 05 Maret 2018
41
kurang dari Rp. 500.000, maka anggota akan diberi pinjaman oleh
koperasi lain. Agar simpanan pokoknya terpenuhi sebesar Rp. 500.000
koperasi lain tersebut memberi pinjaman kepada anggota dan pihak
anggota juga menerima pinjaman tersebut. Agar modal BMT terpenuhi
sesuai dengan modal awal yang harus dimiliki untuk perizinan Badan
Hukum Koperasi.5
Proses pendirian dan perizinan BMT Nurrohman mengalami
banyak kendala. Karena model pendirian BMT yang awal mulanya
dengan model saham harus diganti dengan bentuk simpanan pokok dan
simpanan wajib. Hingga pada akhirnya, BMT Nurrohman mendapat
perizinan dari DINAS INDAKOP dan pengesahan pada tanggal 6 Juli
2004 dengan Badan Hukum No. 518/083/B.H.405.48/2004.6
2. Visi dan Misi BMT
a. Visi
Menjadi solusi ekonomi masyarakat berdasarkan syariah
b. Misi
1) Mampu memberikan pelayanan terbaik, proaktif, dan
responsive
2) Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan anggota dan
masyarakat
5 Ibid., 05 Maret 2018
6 Ibid., 05 Maret 2018
42
3. Lokasi BMT Nurrohman
KSU BMT Nurrohman beralamatkan di Jl. Mayjend Panjaitan desa
Janti Slahung Ponorogo, Telepon: 085259995795.
4. Struktur Organisasi BMT Nurrohman Janti Slahung
BMT Nurrohman Janti Slahung beroperasional secara struktural
berdasarkan tugas masing-masing. Adapun struktur organisasi BMT
Nurrohman Janti Slahung sebagai berikut:
a. Pengurus
1) Ketua : Ketua I: Darory
Ketua II: Darmanto Priyo U.
2) Sekertaris : Sekertaris I: Jumadi
Sekertaris II: Bambang Joni R.
3) Bendahara : Bendahara I: Hartono
Bendahara II: Misdi Rianto
b. Pengawas
1) Dewan Pengawas : Dewan Pengawas I: Drs. Larman
Dewan Pengawas II: Kurisuprapto
2) Penasehat : Katemun
c. Karyawan
1) Manajer : Arif Fauzani
2) Akuntansi : Merinda Budi R.
3) Kasir : Dasri
4) Depkolektor : Agus Wahyudi
43
5. Produk-Produk BMT
Berikut ini jenis produk yang ditawarkan oleh BMT Nurrohman
Janti Slahung:
a. Penghimpunan Dana
1) Simpanan Sistem Harian
Simpanan bagi masyarakat yang ingin menyimpan dananya
di BMT. Setiap nasabah yang menyimpan di BMT Nurrohman
akan mendapat jasa atas simpanannya sebesar 0,75% setiap bulan.
Setiap simpanan per Rp 1.000.000 akan mendapat jasa sebesar Rp
7.500 per bulan. Namun, di BMT Nurrohman sistem jasanya
adalah harian. Jika nasabah menyimpan di BMT selama 5 hari,
maka nasabah sudah mendapatkan jasa dari BMT selama 5 hari
tersebut. Nasabah yang akan menabung di BMT Nurrohman juga
dikenakan biaya administrasi pada proses awal akad untuk
pembuatan buku tabungan sebesar Rp 5.000.7
b. Penyaluran Dana
1) Mudharabah
Pembiayaan mudharabah yaitu penyaluran dana yang
ditujukan untuk masyarakat yang membutuhkan tambahan modal
usaha. Pada pembiayaan ini penetapan bagi hasil yang semestinya
diganti dengan mark up/jasa yang harus dibayar oleh setiap
nasabah yang melakukan pembiayaan di BMT Nurrohman.
7 Merida Budi R., “Hasil Wawancara”, 05 Maret 2018
44
Sehingga, dalam pembayaran angsuran pembiayaan, nasabah selain
membayar pokok juga akan dikenakan pembayaran mark up/jasa
setiap bulan. Dengan pilihan besaran mark up/jasa 3% untuk jenis
menurun dengan jangka waktu maksimal 4 bulan dan 2 % untuk
jenis flad dengan jangka waktu minimal 4 bulan dan maksimal 12
bulan. Contoh perhitungannya sebagai berikut:8
Pembiayaan mudharabah untuk jenis menurun dengan jangka
waktu selama 4 bulan:
Pokok bulan ke 1 : 1.000.000 : 4 = 250.000
Mark up/ jasa : 1.000.000 x 3% = 30.000
Maka nasabah harusnya membayar pada bulan ke 1 sebesar Rp
280.000
Pada pembayaran kedua selanjutnya menurun:
Pokok bulan ke 2 : 750.000 : 3 = 250.000
Mark up/ jasa : 750.000 x 3% = 22.500
Maka nasabah harusnya membayar pada bulan ke 2 sebesar Rp
272.500 dan menurun seterusnya.9
Namun untuk jenis menurun ini boleh di bayarkan jasanya
saja sebesar Rp 30.000 setiap bulannya. Sehingga pada bulan ke 4
maka nasabah harus melunasi pembayaran pembiayaan sebesar Rp
1.030.000.10
8 Ibid., 05 Maret 2018
9 Ibid., 05 Maret 2018
10 Ibid., 05 Maret 2018
45
Sedangkan pembiayaan jenis flad dengan jangka waktu
selama 4 bulan:
Pokok bulan ke 1 : 1.000.000 : 4 = 250.000
Mark up/ jasa : 1.000.000 x 2% = 20.000
Maka nasabah harus membayar setiap bulan sebesar Rp 270.000.11
2) Murabahah
Pembiayaan murabahah yaitu penyaluran dana yang ditujukan
untuk masyarakat dengan pola jual beli, yakni membelikan barang
yang dibutuhkan masyarakat sebagai nasabah BMT Nurrohman.
Pada pembiayaan ini margin diganti dengan mark up/jasa yang
harus dibayar oleh setiap nasabah yang melakukan pembiayaan di
BMT Nurrohman. Sehingga, dalam pembayaran angsuran
pembiayaan, nasabah selain membayar harga jual juga akan
dikenakan pembayaran mark up/jasa setiap bulan. Dengan pilihan
besaran serta penghitungan mark up/jasa sama dengan pembiayaan
mudharabah.12
B. Mekanisme Pembiayaan di BMT Nurrohman Janti Slahung
Pada dasarnya seseorang yang akan mengajukan pembiayaan harus
melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh pihak BMT Nurrohman.
Sebelum nasabah mengajukan pembiayaan, pihak marketing akan
menginformasikan terlebih dahulu produk pembiayaan yang ditawarkan di
BMT Nurrohman. Kemudian barulah melakukan penawaran besaran
11
Ibid., 05 Maret 2018 12
Ibid., 05 Maret 2018
46
pembiayaan yang diinginkan calon nasabah serta jangka waktu yang
ditawarkan oleh pihak BMT untuk pembiayaannya hanya berjangka pendek
yakni minimal 4 bulan dan maksimal 12 bulan. Hal ini BMT akan
memberikan jangka waktu tertentu dengan besaran pinjaman tertentu kepada
nasabah yang telah dipercayai dengan ketentuan kreteria nasabah menurut
pandangan pihak BMT.13
Berikut ini merupakan mekanisme pengajuan permohonan pembiayaan di
BMT Nurrohman:
1. Pengajuan Permohonan Pembiayaan
Setiap nasabah yang ingin melakukan pembiayaan di BMT
Nurrohman, pasti akan datang ke kantor BMT untuk mengajukan
permohonan pembiayaan dengan melengkapi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mengisi formulir pengajuan pembiayaan
b. Fotocopy KTP sebanyak 2 lembar
c. Fotocopy STNK kendaraan bermotor yang akan di jadikan jaminan
sebanyak 2 lembar
d. Fotocopy BPKB kendaraan bermotor yang akan di jadikan jaminan
sebanyak 2 lembar
e. Membawa KTP dan STNK asli pada pengajuan pembiayaan awal
guna untuk pencocokan data.14
13
Dasri, “Hasil Wawancara”, 05 Maret 2018 14
Ibid., 05 Maret 2018
47
Setelah permohonan pembiayaan diterima oleh pihak BMT, pihak
BMT akan memberitahukan kepada nasabah tentang pembayaran
angsuran pembiayaan dan mark up/jasa yang harus dibayar setiap
bulan.15
2. Cek Barang Jaminan
Nasabah yang melakukan pembiayaan di BMT Nurrohman akan
dicek barang jaminannya untuk melihat kelayakan barang jaminan
apakah dapat diberi pembiayaan atau tidak. Biasanya, nasabah yang
akan melakukan pembiayaan harus membawa langsung barang
jaminannya berupa sepeda motor untuk mencocokkan data yang ada.
Serta melihat kondisi dari barang jaminan untuk nantinya dapat
ditaksirkan harga barang jaminannya. Tetapi, jika nasabah tidak
membawa barang jaminannya dan memiliki karakter yang baik. Pihak
BMT juga sudah mengenal nasabah, maka pembiayaan akan diterima.
Namun, jika nasabah tidak membawa barang jaminan dan memiliki
karakter yang buruk, maka pihak BMT akan menolak pembiayaan
yang diajukan. Besarnya pembiayaan yang diberikan disesuaikan
berdasarkan nilai taksiran barang jaminan nasabah. BMT Nurrohman
juga memiliki realisasi besaran dana pembiayaan yang akan diberikan
kepada nasabah sebagai berikut:
a. Jika barang jaminan yang digunakan merupakan motor dengan
atas nama nasabah sendiri, maka BMT dapat memberikan
15
Ibid., 05 Maret 2018
48
maksimal pembiayaan sebesar 50% dari harga tafsiran montor
tersebut untuk nasabah lama. Namun nasabah baru dengan
ketentuan yang sama BMT dapat memberikan maksimal
pembiayaan sebesar 30% dari harga tafsiran motor tersebut.
b. Jika barang jaminan yang digunakan merupakan motor dengan
atas nama orang lain, maka BMT dapat memberikan maksimal
pembiayaan sebesar 30% dari harga tafsiran motor tersebut
untuk nasabah lama maupun nasabah baru. Jika nasabah lama
dengan ketentuan yang sama namun nasabah lama memiliki
riwayat pembayaran pembiayaan baik maka BMT memberikan
maksimal pembiayaan sebesar 50% dari harga tafsiran motor
tersebut.16
3. Penandatanganan akad/perjanjian pembiayaan
Setelah pihak BMT menerima permohonan pembiayaan dari
nasabah, maka pihak BMT dan nasabah akan membuat kesepakatan
terhadap mark up/jasa pembiayaan dan penandatanganan akad sesuai
dengan akad yang diajukan nasabah. Ketika penandatanganan akad
pembiayaan pihak nasabah pun terkadang ada yang mau membaca
akad pembiayaan, terkadang juga ada yang tidak membaca akad
pembiayaan tersebut. Sehingga pihak BMT harus menjelaskan apa isi
16
Ibid., 05 Maret 2018
49
dalam akad, terkadang juga dijelaskan kepada nasabah yang mau
membaca akad perjanjian.17
4. Pencairan
Pencairan pembiayaan dengan menandatangani realisasi
pembiayaan oleh pihak BMT dan nasabah. BMT Nurrohman setiap
pembiayaan yang diajukan oleh nasabah dapat langsung dicairkan
ketika pengajuan, sehingga nasabah dapat langsung membawa pulang
dana yang dibutuhkan saat itu juga.18
Mekanisme pembiayaan di BMT Nurrohman tanpa dilakukan
survei untuk nasabah yang melakukan pembiayaan. Karena
pembiayaan di BMT Nurrohman masih dalam lingkup kecil yang
wilayahnya dibatasi. Adapun nasabah yang melakukan pengajuan
pembiayaan di luar wilayah operasional BMT, biasanya dibawa oleh
saudara atau orang sekitar BMT Nurrohman. Maka, mayoritas nasabah
dikenal oleh pihak BMT. Sehingga, hanya kepercayaanlah yang
menjadi penilaian utama dalam memberikan pembiayaan.19
Namun, jika nasabah memiliki karakter buruk dan memiliki
jaminan besar, maka pihak BMT akan mempertimbangkan
pembiayaan tersebut untuk ditolak atau diterima. Jika harus melakukan
survei, pihak BMT membutuhkan karyawan lebih banyak dan pasti
membutuhkan dana yang lebih besar. Sedangkan dana yang dimiliki
BMT Nurrohman masih terbatas, sehingga proses pembiayaan yang
17
Ibid., 05 Maret 2018 18
Ibid., 05 Maret 2018 19
Ibid., 05 Maret 2018
50
dilakukan hanya berdasarkan kepercayaan kepada karakter dan
jaminan nasabah.20
Karena pembiayaan di BMT Nurrohman merupakan pembiayaan
dengan jangka pendek. Jangka waktu pembiayaan di BMT Nurrohman
maksimal hanya 4-12 bulan. Jadi, pembiayaan dengan jangka waktu
lebih dari 4/sampai 12 bulan diberikan hanya untuk nasabah lama
tertentu saja dengan jaminan yang bernilai tafsir tinggi serta memilik
karakter baik selama pembiayaan.21
Tetapi, jika nasabah selama 4 bulan belum bisa melunasi
pembiayaan, maka pihak BMT akan menawarkan perpanjangan
pembiayaan. Dengan cara melakukan pembiayaan baru dan harus
membayar biaya administrasi. Dalam pembukuan pembiayaan nasabah
telah lunas dan melakukan pembiayaan baru. Sebenarnya belum terjadi
pelunasan hanya perpanjangan pembiayaan. Sehingga, dalam
perpanjangan pembiayaan nasabah hanya melakukan pembayaran jasa
saja. Karena pada dasarnya dalam perpanjangan pembiayaan nasabah
tidak menerima dana dari BMT, tetapi hanya perpanjangan waktu
untuk pelunasan angsuran pembiayaan.22
20
Ibid., 05 Maret 2018 21
Ibid., 05 Maret 2018 22
Ibid., 05 Maret 2018
51
C. Pemberlakuan Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda
Pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung
Dari antisipasi yang telah dilakukan oleh pihak BMT seperti yang
telah dijelaskan di atas, diharapkan dapat meminimallisir serta
mendisiplinkan nasabah yang melakukan penundaan pembayaran
pembiayan. Namun jika masih ada nasabah yang melakukan penundaan
pembayaran pembiayaan, BMT Nurrohman telah mengantisipasi untuk
mengatasi hal tersebut yakni dengan memberlakukan sanksi terhadap
nasabah tersebut. Berikut ini merupakan sanksi yang diterapkan BMT
Nurrohman apabila mendapati nasabah mampu yang menunda
pembayaran adalah:23
1. Teguran
Teguran ini bertujuan untuk mengingatkan nasabah bahwa ada
etika dalam melakukan pembayaran pembiayaan. BMT Nurrohman
memberikan teguran bagi nasabah yang melakukan penundaan
pembayaran yang masih memiliki karakter baik dan telat pembayaran
masih dalam rentang waktu pengecualian dari tanggal jatuh tempo
pembayaran pembiayan yakni 10 hari terlebih untuk nasabah baru
yang masih pertama melakukan pembayaran pembiayaan.24
2. Surat peringatan/penagihan
Surat peringatan atau penagihan diberikan kepada nasabah yang
tidak segera memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, surat
23
Larman, “Hasil Wawancara” 17 Maret 2018 24
Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 10 Maret 2018
52
peringatan ini diberikan pada nasabah dirumahnya sebagai upaya BMT
Nurrohman dalam menyelesaikan secara kekeluargaan. Jika selama 3
bulan berturut-turut nasabah tidak mau memenuhi kewajiban angsuran
pembayaran maka BMT akan memberikan surat peringatan atau
penagihan yang disertai dengan rincian kewajiban yang harus
dibayarkan oleh nasabah yang memilih pembiayan apa saja dengan
mark up/jasa menurun. Sedangkan untuk pembiayaan apa saja dengan
mark up/jasa fald maka surat peringatan atau penagihan yang disertai
rincian kewajiban yang harus dibayarkan oleh nasabah yakni jika
selama 2 bulan berturut-turut nasabah tidak melakukan angsuran
pembayaran.25
3. Sanksi denda
Sanksi denda dijatuhkan kepada nasabah bersamaan dengan
adanya surat peringatan atau penagihan bagi nasabah yang menunda
pembayaran pembiayaan di BMT Nurrohman yakni denda sejumlah
uang sebesar 10% dari pembiayaan apa saja dengan mark up/jasa
menurun atau denda sejumlah uang sebesar 2% sama dengan mark
up/jasa bagi pembiayaan apa saja dengan mark up/jasa flad yang telah
disepakati dalam akad antara pihak nasabah dengan BMT.26
4. Sanksi black list untuk pengajuan selanjutnya
Sanksi ini diberikan kepada nasabah yang telah diberikan sanksi
denda namun tidak mengindahkan sanksi tersebut. Maka untuk
25
Ibid., 10 Maret 2018 26
Ibid., 10 Maret 2018
53
pengajuan pembiyaan selanjutnya nasabah dapat terkena black list
yakni penolakan maupun pemberian pembiayaan tidak sesuai dengan
pengajuan pembiayan.27
5. Sita jaminan
Eksekusi jaminan cenderung lebih dipilih pihak BMT dalam
memberikan sanksi, dalam penyelesaian masalah BMT pada nasabah
mampu yang menunda pembayaran (nasabah nakal), eksekusi jaminan
dilakukan apabila dengan berbagai peringatan diatas telah dilakukan
namun tidak menuai hasil, maka akhirnya eksekusi jaminan pun
dilakukan untuk menutup dana pembiayaan dan apabila masih terdapat
sisa maka sisa tersebut akan dikembalikan pada nasabah. Namun apabila
terjadi kekurangan dalam menutup dana pembiayaan dari hasil eksekusi
jaminan BMT tidak mempermasalahkan bahkan tidak meminta
kekurangan dana pembiayaan tersebut.28
Eksekusi jaminan akan di lakukan oleh pihak BMT jika nasabah
yang melakukan penundaan angsuran pembiayaan dengan ketentuan
nasabah telah melakukan pembaruan kontrak perjanjian pembiayaan
sampai 2 kali pembaruan kontrak. Eksekusi jaminan ini dilakukan oleh
pihak BMT jika nasabah benar benar telah melakukan wansprestasi
dengan tidak mengangsur pembayaran pembiayaan sama sekali dan
tidak dapat diselesaikan dengan sanksi-sanksi sebelumnya.29
27
Ibid., 10 Maret 2018 28
Ibid., 10 Maret 2018 29
Ibid., 10 Maret 2018
54
Sanksi-sanksi yang telah dijelaskan di atas tadi telah tertera dalam
surat perjanjian pembiayaan yang telah disepakati dan ditandatangani oleh
pihak nasabah dan pihak BMT. Meskipun dalam praktik perjanjiannya
nasabah terkadang tidak paham dengan surat perjanjian yang telah
disepakati. Sehingga pihak BMT selalu menjelaskan isi dari perjanjian
yang telah disepakati bersama.30
Selain itu, pemberlakuan sanksi-sanksi yang telah tertera diatas
tidak berlaku bagi beberapa nasabah dikarenakan hal-hal tertentu yakni:
1. Bagi nasabah yang memiliki permasalahan keluarga yang sulit untuk
dipecahkan seperti terkena penyakit serius, kecelakaan, perceraian
sehingga beban hidup ditanggung oleh salah satu pihak dengan tidak
ada kemampuan untuk melakukan angsuran pembayaran
pembiayaan.
2. Bagi nasabah yang terkena bencana alam yang tidak terduga yang
membuat hilangnya harta benda nasabah, seperti tanah longsor,
kebakaran.
3. Bagi nasabah yang mengalami kebangkrutan atas usahanya.
4. Bagi nasabah yang memiliki usaha dibidang pertanian dan
mengalami gagal panen.31
Untuk nasabah dengan kondisi sesuai dengan keterangan di atas
maka pihak BMT hanya memberlakukan kewajiban kepada nasabah untuk
30
Ibid., 10 Maret 2018 31
Ibid., 10 Maret 2018
55
mengembalikan pokok dan mark up/jasa dari pembiayaan yang telah di
sepakati.32
Sedangkan untuk kriteria nasabah yang dikatakan mampu menurut
BMT Nurrohman sebagai berikut:
1. Keadaan fisik dari rumah nasabah
Keadaan rumah nasabah tersebut dapat dikatakan layak huni atau
tidak, serta asal usul dari pendirian rumah tersebut memang dibangun
dengan harta milik nasabah itu sendiri atau lantaran dari anak nasabah.
Jika rumah nasabah itu bagus dan pembangunan hasil dari harta/uang
nasabah itu sendiri dapat di jadikan satu persyaratan sebagai nasabah
mampu namun masih di iringi dengan persyaratan berikutnya.
2. Harta kepemilikan/aset dari nasabah
Kepemilikan harta benda atau aset yang ada di rumah nasabah saat
diadakan penagihan bisa dikatakan dalam barang-barang tersier dan
kepemilikannya memang milik nasabah itu sendiri bukan dari
pemberian orang lain ataupun anak dari nasabah tersebut. Sehingga
kepemilikan harta/aset ini memang benar miliki nasabah, maka
nasabah dapat dikategorikan dalam nasabah mampu.
3. Pekerjaan/penghasilan nasabah.
Dari pekerjaan yang dijalankan oleh nasabah dapat ditafsirkan
seberapa penghasilan nasabah tersebut. Sehingga dapat diperhitungkan
nasabah tersebut dapat dikatakan nasabah mampu atau tidak.
32
Ibid., 10 Maret 2018
56
4. Kondisi usaha dari nasabah
Kondisi usaha yang dimiliki nasabah dapat dijadikan penilaian
nasabah itu mampu atau tidak. Karena jika usaha yang dimiliki
nasabah berjalan dengan baik bahkan lancar dan terus berkembang
maka nasabah tersebut dikatakan nasabah mampu.
5. Dilihat dari kondisi nasabah saat itu, dan permasalahan yang dialami
nasabah.
Kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh nasabah
pastinya tidak akan sama setiap bulannya. Pasti ada keadaan dan
permasalahan tidak terduga yang akan datang secara mendadak dan
mendesak. Sehingga hal ini juga dijadikan salah satu persyaratan
sebagai nasabah tersebut dikatakan nasabah mampu atau tidak. Karena
jika nasabah tersebut sedang dilanda permasalahan yang begitu serius
dan termasuk dalam kategori keadaan force marjeur maka nasabah
tersebut tidak dikenai denda.
6. Referensi dari tetangga nasabah
Referensi tetangga ini digunakan untuk menanyakan kebenaran
dari keterangan nasabah tentang kondisi ekonomi sampai
permasalahan yang sedang dihadapi nasabah tersebut. Karena tetangga
adalah orang yang setiap harinya bisa memantau secara kasap mata
tentang keadaan yang sebenarnya dari nasabah tersebut. Terlebih
kebanyakan nasabah tinggal di perdesaan yang mayoritas rasa
kekerabatannya masih kental yang sering mengetahui permasalah yang
57
sedang terjadi antar tetangga. Sehingga keterangan tetangga dapat
dikatan sebagai keterangan sebenarnya.
7. Karakter Nasabah itu sendiri.
Karakter nasabah ini dilihat dari riwayat pembayaran yang
dilakukan oleh nasabah selama ini, apakah baik atau buruk. Selain itu
karakter ini dapat dilihat ketika adanya penagihan yang dilakukan oleh
pihak BMT. Nasabah yang memiliki karakter baik biasanya tidak akan
menghindar dengan adanya penagihan, biasanya nasabah akan
menjelaskan keadaan, kondisi dan alasan keterlambatan yang
dilakukannya.33
Dari berbagai penjelasan yang sudah ada tadi maka nasabah yang
mampu menurut BMT Nurrohman seharusnya memiliki beberapa kategori
yang ada di atas. Jika nasabah hanya memiliki satu kategori persyaratan
dan dirasa kurang dapat dikatakan nasabah mampu, maka sanksi denda ini
tidak diberikan kepada nasabah. Namun penentuan ini pastinya dilakukan
setelah adanya laporan dari pihak karyawan yang bertugas sebagai penagih
atau pengantar suarat penagihan. Kemudian diputuskan bersama bahwa
nasabah tersebut akan dikenai sanksi denda atau tidak.34
D. Penggunaan Dana Denda di BMT Nurrohman Janti Slahung
Sanksi denda yang diterpakan di BMT Nurrohman memiliki tujuan
untuk memberikan rasa jera pada nasabah dan rasa tanggung jawab untuk
memenuhi kewajiban membayar angsuran pembiayaan. Sanksi denda ini
33
Agus Wahyudi, “Hasil Wawancara”, 13 April 2018 34
Ibid., 13 April 2018
58
diberikan kepada para nasabah yang melakukan pelanggaran perjanjian
dan para nasabah yang tidak dapat melunasi angsuran sesuai jatuh tempo
yang telah disepakati.35
Namun, mekanisme sanksi denda di BMT
Nurrohman memiliki cara perhitungan yang berbeda. Berikut ini
merupakan contoh dari perhitungan sanksi denda di BMT Nurrohman:
Bulan Pokok Mark Up/
Jasa
Denda Perbulan Total Seluruh
Denda
1 1.000.000 30.000 30.000x 10%= 3.000 3.000
2 1.000.000 30.000 30.000x 20%= 6.000 9.000
3 1.000.000 30.000 30.000x 30%= 9.000 18.000
4 1.000.000 30.000 30.000x 40%= 12.000 30.000
5 1.000.000 30.000 30.000x 10%= 3.000 33.000
6 1.000.000 30.000 30.000x 20%= 6.000 39.000
Tabel perhitungan sanksi denda. 36
Jadi jika nasabah melakukan penundaan angsuran lebih dari 4
bulan , maka setelah 4 bulan penghitungan denda sebanyak 40% maka
akan kembali pada perhitungan 10% denda pada penundaan angsuran
pembayaran. Sehingga begitu seterusnya untuk bulan-bulan berikutnya
sampai bulan terakhir nasabah melakukan pembayaran angsuran
pembiayan.37
35
Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 15 Maret 2018 36
Nasabah, “Hasil Observasi”, 16 Maret 2018 37
Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 15 Maret 2018
59
Dari penetapan mekanisme sanksi denda untuk nasabah yang
menunda angsuran pembayaran di BMT Nurrohman pastinya kan
menimbulkan respon dari para nasabah. Maka peneliti melakukan
wawancara kepada beberapa nasabah sebagai sampel untuk mengetahui
respon dari para nasabah BMT Nurrohman sebagai narasumber.
Salah satu nasabah yang menjadi narasumber adalah Bapak
Meskam, menjelaskan bahwa tidak setuju dengan adanya sanksi denda
bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran pembayaran
pembiayaan. Beralasan bahwa penundaan yang sering dilakukan saat jatuh
tempo karena nasabah benar-benar tidak memiliki uang untuk membayar
angsuran. Bapak Meskam juga menuturkan bahwa pernah melakukan
penundaan angsuran pembayaran karena belum mendapatkan hasil panen
dari usaha pertaniannya dan usaha penjualan ikannya tidak mendapatkan
keuntungan yang maksimal. Sehingga keuntungannya di pergunakan untuk
keperluan pribadi sehari-hari.38
Bapak Heri, menjelaskan bahwa setuju saja dengan adanya sanksi
denda bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran pembayaran
pembiayaan. Karena itu merupakan wujud dari rasa tanggung jawab dan
memang merasa bersalah tidak dapat menepati perjanjian yang telah
dibuat saat melakukan akad pembiyaan. Bapak Heri juga mengaturkan
bahwa pernah, bahkan sering melakukan penundaan pembayaran
pembiayaan karena terkadang usaha sewa soon yang ia miliki sedang tidak
38
Meskam, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018
60
ada penyewa, terkadang juga uang sewa yang belum diterima dari
penyewa, dan terkadang untuk meringkas pembayaran sehingga langsung
dilunasi saat akhir kontrak.39
Ibu Sumarmi, menjelaskan bahwa setuju saja dengan adanya sanksi
denda bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran pembayaran
pembiayaan. Karena itu merupakan wujud dari rasa tanggung jawab dan
memang merasa bersalah karena tidak menepati perjanjian yang telah
dibuat saat melakukan akad perjanjian pembiayaan. Ibu Sumarmi juga
belum pernah melakukan penundaan pembayaran pembiayaan. Karena
dalam perjanjian telah dijelaskan bahwa adanya sanksi bagi nasabah yang
melakukan penundaan angsuran, sehingga beliau memilih selalu tepat
waktu dalam melakukan angsuran pembayaran dari pada harus terkena
sanksi denda.40
Ibu Erni Kurniawati, menjelaskan bahwa tidak setuju dengan
adanya sanksi denda bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran
pembayaran pembiayaan. Beralasan bahwa penundaan yang sering
dilakukan saat jatuh tempo karena nasabah benar-benar tidak memiliki
uang untuk membayar angsuran. Ibu Erni juga menuturkan bahwa pernah
melakukan penundaan angsuran pembayaran karena belum mendapatkan
hasil panen dari usaha pertaniannya. Karena saat jatuh tempo usaha
pertaniannya belum waktunya untuk memanen dan terkadang saat akan
panen pertaniannya terkena banjir sehingga hasil panen tidak memuaskan
39
Heri, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018 40
Sumarmi, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018
61
dan keuntungannya kurang. Sehingga hanya digunakan untuk kebutuhan
sendiri dan jika lebihpun masih kurang untuk membayar angsurannya.41
Bapak Joko Susilo, menjelaskan bahwa setuju saja dengan adanya
sanksi denda bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran
pembayaran pembiayaan. Karena itu merupakan wujud dari rasa tanggung
jawab dan memang merasa bersalah karena tidak menepati perjanjian yang
telah dibuat saat melakukan akad perjanjian pembiyaan. Bapak Joko juga
belum pernah melakukan penundaan pembayaran pembiayaan. Karena
dalam perjanjian telah dijelaskan bahwa adanya sanksi bagi nasabah yang
melakukan penundaan angsuran, sehingga beliau memilih selalu tepat
waktu dalam melakukan angsuran pembayaran dari pada harus terkena
sanksi denda yang cukup lumayan besaran dendanya.42
Ibu Arina, menjelaskan bahwa setuju saja dengan adanya sanksi
denda bagi nasabah yang melakukan penundaan angsuran pembayaran
pembiayaan. Karena itu merupakan wujud dari rasa tanggung jawab
nasabah yang tidak dapat menepati perjanjian yang telah dibuat saat
melakukan akad pembiyaan. Ibu Arina juga mengaturkan bahwa pernah
melakukan penundaan pembayaran pembiayaan karena terkadang usaha
mebel yang ia miliki sedang tidak ada pembeli, terkadang juga uang
penjualan yang masih dihutang maupun masih dibayar sebagian oleh
pembeli.43
41
Erni Kurniawati, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018 42
Joko Susilo, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018 43
Arina, “Hasil Wawancara”, 16 Maret 2018
62
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa nasabah di
BMT Nurrohman banyak yang setuju dengan adanya sanksi denda yang
diterapkan dalam akad perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.
Nasabah pun banyak yang melakukan penundaan angsuran pembayaran
karena saat jatuh tempo waktu untuk mengangsur pembayaran terkadang
usaha yang mereka jalankan belum mendapatkan hasil bahkan ada yang
tidak maksimal keuntungannya sehingga untuk membayar angsuran pun
tidak mencukupi sesuai kesepakatan.
Sedangkan untuk dana hasil sanksi denda yang telah terkumpul di
BMT Nurrohman akan diendapkan selama satu tahun dan akan
dipergunakan sesuai dengan kebijakan para pengurus, yang akan di
keluarkan pada akhir tahun. Berikut ini penyaluran dana denda yang telah
terkumpul pada akhir tahun 2017:
1. Untuk penghapusan piutang nasabah.
Penyaluran yang pertama ini untuk membatu mengurangi piutang
nasabah yang benar-benar tidak mampu lagi membayar angsuran dan
dapat dikatakan macet karena tidak mampu setelah diadakan surve ke
rumah nasabah tersebut dan telah dilakukannya pemberhentian
penghitunag mark up/jasa serta denda. Namun penghapusan ini
dilakukan secara bertahap setiap akhir tahunnya sampai benar-benar
terhapus piutang nasabah tersebut. Sehingga dianggap memerlukan
63
bantuan dalam penyelesaian piutang sesuai dengan ketentuan nasabah
yang telah dijelaskan sebelumnya.44
2. Untuk dana cadangan resiko.
Penyaluran dana kedua ini dipergunakan untuk cadangan dana
jika sewaktu-waktu BMT mengalami situasi kekurangan dana akibat
dari penundaan pembayaran pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah.
3. Untuk dana khusus.
Sedangkan penyaluran yang ketiga ini diperuntukkan untuk BMT
itu sendiri dalam menunjang kegiatannya. Salah satu yang dibutuhkan
dalam hal ini ialah gedung kantor milik sendiri. Karena kantor yang
digunakan saat ini masih sewa. 45
44
Larman, “Hasil Wawancara”, 17 Maret 2018 45
Arif Fauzani, “Hasil Wawancara”, 15 Maret 2018
64
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI NO. 17/DSN-
MUI/IX/2000 TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG
MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN DALAM AKAD PEMBIAYAAN DI
BMT NURROHMAN JANTI SLAHUNG
A. Analisis Implementasi Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 dalam
Pemberian Sanksi Bagi Nasabah Mampu yang Menunda-Nunda
Pembayaran di BMT Nurrohman Janti Slahung
Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/2000
pada poin pertama menjelaskan bahwa “Sanksi yang disebut dalam fatwa ini
adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar,
tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja”. Dalam bab
sebelumnya telah dibahas bahwa nasabah mampu yang menunda pembayaran
termasuk orang yang dapat dijatuhi ta’widh yakni dapat dimintai biaya-biaya
yang telah dikeluarkan atau kerugian yang menimpa harta benda pihak
berpiutang, seperti dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 194 yang
berbunyi:
ػهو ٱ هر ٱلرام وٱلرمت قصاص هر ٱلرام بٱلش عجدى غليكم ٱلش
نع ن ٱلل أ وٱغلهوا ٱلل قوا غلي بهثل نا ٱعجدى غليكم وٱت فٱعجدوا
١٩٤ٱلهجقني Artinya: Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang
65
menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.1
Sedangkan dalam praktik pengajuan permohonan pembiayaan di BMT
Nurrohman Janti Slahung melalui beberapa prosedur dan persyaratan. Mulai
dari pengajuan pembiayaan, yang kemudian ditindak lanjuti oleh pihak BMT
dengan prinsip kepercayaan kepada nasabah. Karena mayoritas nasabah
sudah dikenal oleh pihak BMT ataupun nasabah yang mengajukan
pembiayaan ini telah dijamin oleh nasabah lama BMT Nurrohman. Karena
telah dikenal baik oleh nasabah lama dan cek barang jaminan yang dilakukan
secara langsung sebab barang jaminan dibawa saat pengajuan pembiayaan.
Tindakan ini dilakukan agar pihak BMT bisa menilai apakah pemohon
tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan dana dalam pengajuan
permohonannya. Hal ini merupakan prinsip dalam penyaluran dana yang
diterapkan oleh lembaga keuangan agar dikemudian hari tidak terjadi hal-hal
yang merugikan pihak lembaga keuangan.
Sebagaimana telah dijelaskan pula pada bab sebelumnya, BMT
Nurrohman Janti Slahung juga memberlakukan sanksi atas nasabah mampu
yang menunda-nunda pembayaran. Hal ini dilakukan berdasarkan kebijakan
dari hasil rapat pengurus BMT Nurrohman. Sehingga pelaksanaan pemberian
sanksi ini telah sesuai dengan bunyi dari fatwa yang pertama.
Pada poin kedua fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-
nunda pembayaran ini disebutkan bahwa “Nasabah yang tidak/ belum mampu
1 al-Quran, 2: 194.
66
membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi”. Dalam
lembaga keuangan ada dua faktor yang menyebabkan nasabah melakukan
ingkar janji atau sering disebut wanprestasi, yakni faktor diluar kekuasaan
nasabah seperti terjadinya musibah bencana alam yang dapat menghambat
proses produksi baik sebagian maupun secara menyeluruh dan kesengajaan.
Sedangkan yang dibolehkan bagi lembaga keuangan syariah untuk
mengenakan sanksi adalah wanprestasi karena faktor kesengajaan. Pemberian
sanksi itupun dilakukan sekedar untuk memberi pelajaran agar nasabah lebih
menghormati lembaga keuangan syariah yakni BMT. Maka nasabah yang
melakukan wanprestasi karena faktor diluar kekuasaannya sebaiknya
diberikan kelonggaran dalam melakukan pembayaran. Sebagaimana Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 280 tentang perintah memberikan
tangguhan bagi orang-orang yang mengalami kesusahan sehingga tidak
mampu membayar.
ن ث إونة وأ ة ػيظرة إل نيس قوا خي لكم إن كيجم كن ذو غس ٢٨٠تػلهون صد
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.2”
Ayat ini menerangkan bahwa jika pihak debitur sedang dalam keadaan
kesulitan, maka berilah penundaan sampai ia memperoleh kemudahan.
Penundaan pembayaran seperti tersebut harus diberikan dengan tidak adanya
tambahan beban kepada nasabah atas waktu yang diberikan untuk
2 Al- Qur’an, 2: 280
67
pembayaran. BMT Nurrohman dalam hal ini sudah sepenuhnya melakukan
fatwa ini, karena BMT memiliki ketentuan pengecualian bagi nasabah dengan
hal tertentu yang tidak terkena sanksi denda. Beberapa nasabah yang di
kecualikan oleh BMT Nurrohman ialah sebagai berikut:
1. Bagi nasabah yang memiliki permasalahan keluarga yang sulit untuk
dipecahkan seperti terkena penyakit serius, kecelakaan, perceraian
sehingga beban hidup ditanggung oleh salah satu pihak dengan tidak ada
kemampuan untuk melakukan angsuran pembayaran pembiayaan.
2. Bagi nasabah yang terkena bencana alam yang tidak terduga yang membuat
hilangnya harta benda nasabah, seperti tanah longsir, kebakaran.
3. Bagi nasabah yang mengalami kebangkrutan atas usahanya.
4. Bagi nasabah yang memiliki usaha dibidang pertanian dan mengalami gagal
panen.
Pengecualian ini diberikan pihak BMT setelah melakukan survei
kerumah nasabah yang melakukan penundaan pembayaran saat pihak BMT
melakukan tindakan pemberian surat peringatan/penagihan. Sehingga pihak
BMT dapat mengetahui kondisi sebenarnya dari pihak nasabah yang
melakukan penundaan pembayaran pembiayaan sehingga dapat dikategorikan
nasabah yang tidak mampu dan mendapatkan pengecualian. Dalam hal ini
menunjukkan bahwa pemberlakuan denda ini diberkalukan oleh sistem pukul
rata pada awalnya dan setelah mengetahui kondisi sebenarnya kemudian
dipilah-pilah yang kemudian dihapuskan sanksi denda bagi nasabah yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa BMT
68
Nurrohman telah melakukan sistem pemilahan sanksi denda kepada nasabah
yang terlambat membayarkan angsurannya sesuai dengan bunyi fatwa yang
kedua.
Pada poin ketiga disebutkan “Nasabah yang mampu menunda-nunda
pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk
membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi”. Sebagaimana Allah SWT
telah menerangkan dalam Qur’an Surat Al- Maidah ayat 1 yakni:
ها يأ ي يو ٱل وفوا ب
أ حلت لكم بهيهة ٱلػقود ءانيوا
ىعم أ
ٱل
يد إل نا يجل غليكم غي مل إن ٱلص ىجم حرم وأ ٱلل
١يكم نا يريد
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya3”
Bahwa Allah menegaskan kepada setiap orang yang beriman untuk
memenuhi akad-akad yang telah mereka buat. Apabila memang anggota
tersebut mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya, pasti mereka
akan memenuhinya, karena mereka tahu bahwa menunda pembayaran adalah
sebuah kezhaliman. Dalam preaktik di BMT Nurrohman telah melaksanakan
sanksi kepada nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran. Sanksi-
sanksi yang telah diterapkan di BMT Nurrohman tersebut antara lain:
3 Al- Qur’an, 5: 1
69
1. Sanksi teguran
2. Sanksi surat peringatan/penagihan yang disertai dengan sanksi
berikutnya
3. Sanksi denda
4. Sanksi black list untuk pengajuan selanjutnya
5. Sanksi eksekusi jaminan
Tindakan sanksi ini dilakukan untuk nasabah yang benar-benar tidak
memiliki i’tikad baik untuk melunasinya, dengan ketentuan apabila setelah
keluar surat peringatan/penagihan berulang kali serta diiringi dengan
dilakukannya pembaruan kontrak sampai dua kali namun tidak ada tindakan
dari nasabah untuk melakukan angsuran maupun pelunasan maka eksekusi
jaminan akan diberlakukan. Meskipun secara langsung eksekusi jaminan
tidak ada dalam ketentuan fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000
tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
Namun, jaminan dalam pembiayaan ini diperbolehkan supaya nasabah itu
serius dan sebagai upaya kewaspadaan apabila dikemudian hari terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan. Hal ini telah sejalan dengan ketentuan DSN MUI
tentang diperbolehkannya jaminan dalam murabahah.
Kemudian pada poin keempat disebutkan “Sanksi didasarkan pada
prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam
melaksanakan kewajibannya”. Berdasarkan fatwa ini, para nasabah mampu
namun menunda-nunda pembayaran dapat dikenakan sanksi yang
70
berdasarkan pada prinsip ta’zir, yakni bersifat menyerahkan dan demi
perbaikan serta bertujuan agar nasabahnya lebih disiplin dalam
melaksanakan kewajibannya. Dalam prektek di BMT Nurrohman ta’zir
yang diberlakukan bagi nasabah yang menunda-nunda angsuran
pembayaran adalah berupa harta yang terwujud dalam bentuk pemberian
sanksi denda dan penyitaan harta jaminan yang dijadikan barang jaminan
oleh nasabah. Tetapi dalam hal ini sanksi denda uang di BMT Nurrohaman
telah ditentukan oleh pihak BMT.
Poin kelima dalam fatwa berbunyi “Sanksi dapat berupa denda
sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat
saat akad ditandatangani”. Artinya, diperbolehkan atau dihalalkan untuk
memberikan sanksi kepada nasabah yang melakukan penundaan
pembayaran. Sanksi tersebut bisa juga berupa denda atau apa saja, sesuai
dengan kesepakatan awal. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa
sanksi itu dapat berupa denda uang ataupun denda bukan unag. Jika denda
uang, maka besar dan kecilnya jumlah uang didasarkan atas dasar
kesepakatan sedua belah pihak. Kalau denda bukan uang didasarkan atau
barang yang mempunyai nilai ekonomi.
Prakteknya di BMT Nurrohman telah menerapkan sanksi denda
uang yang besarannya telah ditentukan oleh pihak BMT yakni 10%
perbulannya dari mark up/jasa dengan sistem perhitungan menurun untuk
seluruh jenis pembiayaan sedangkan mark up/jasa dengan sistem
perhitungan flad untuk seluruh jenis pembiayaan, besaran dendanya yakni
71
2% perbulannya sama dengan besaran mark up/jasa. Adapun mekanisme
perhitungan denda seacara terperinci di BMT Nurrohman telah dijelaskan
dalam bab sebelumnya. Sedangkan penetapan besaran dan kesepakatan
diberlakukannya sanksi ini dilakukan oleh kedua belah pihak pada saat
awal perjanjian, hal ini sesuai dengan pernyataan dari para nasabah yang
melakukan pembiayaan meskipun ada sebagian nasabah yang keberatan
dengan adanya sanksi denda. Namun karena ini merupakan kebijakan dari
sistem BMT maka nasabah tetap setuju dengan adanya sanksi denda yang
telah tertulis dalam akad perjanjian. Sehingga praktek di BMT Nurrohman
pada poin ini telah sesuai dengan fatwa.
B. Analisis Implementasi Fatwa DSN- MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000
dalam Penggunaan Dana Hasil Denda di BMT Nurrohman Janti
Slahung
Penggunaan dana hasil denda di BMT Nurrohaman Janti Slahung
sebenarnya telah terlaksana sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pengurus BMT Nurrohaman. Proses ini dilakukan oleh BMT Nurrohman
semata-mata sebagai kebijakan pokok dalam penyaluran dana. Berdasarkan
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 pada poin yang
keenam menjelaskan mengenai “Dana yang berasal dari denda diperuntukkan
sebagai dana sosial”. Dalam hal ini dana yang berasal dari denda itu harus
dipergunakan sebagai dana sosial, yakni uang atau dana tunai yang disediakan
untuk suatu keperluan biaya kesejahteraan, dan pemberian hadiah, derma
yang ditujukan untuk mereka yang berhak menerimanya. Dalam praktek yang
72
ada di BMT Nurrohman Janti Slahung dana yang berasal dari denda itu
disalurkan sebagai berikut:
1. Untuk penghapusan piutang nasabah.
2. Untuk dana cadangan resiko.
3. Untuk dana khusus.
Menurut Bapak Larman selaku pengawas penggunaan dana denda
untuk penghapusan piutang nasabah ini merupakan upaya dari BMT untuk
membantu nasabahnya yang dinyatakan benar-benar tidak mampu untuk
melakukan pembayaran sesuai dengan yang tertulis dalam surat penagihan.
Hal ini bisa terjadi karena nasabah mengalami kebangkrutan dalam usahanya
ataupun termasuk dalam nasabah dalam keadaan force majeur sesuai dengan
kriteria yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya sehingga nasabah tidak
dapat lagi melakukan pembayaran sesuai dengan akad perjanjian yang telah
disepakati. Pemberian peringanan penghapusan piutang ini dianggap sebagai
bantuan dari pihak BMT kepada nasabahnya dan menurut bapak Larman hal
ini merupakan suatu bentuk kepedulian sosial dari pihak BMT.
Sehingga sesuai dengan pengertian dari dana sosial tersebut bahwa
praktek penyaluran dana sosial untuk penghapusan piutang nasabah yang
dinyatakan tidak mampu termasuk dalam penyaluran dana sosial. Karena
dana tersebut akan diberikan kepada nasabah yang benar-benar tidak mampu
dan dalam kondisi force majeur. Meskipun pada hakikatnya penghapusan
piutang nasabah ini merupakan salah satu upaya dari BMT dalam
meminimalisir resiko dari pembiayaan macet atau sering disebut dengan
73
istilah kredit macet yang dialami. Namun hal ini tetap merupakan dana sosial
karena bentuk keperdulian BMT terhadap para nasabahnya.
Sedangkan untuk penyaluran dana untuk cadangan resiko dan dana
khusus ini dapat dikatakan sebagai dana untuk menunjang dan memenuhi
keperluan dari BMT itu sendiri. Meskipun dalam fatwanya sudah jelas karena
sifatnya, denda yang dibayarkan nasabah tidak boleh dijadikan sebagai
penunjang kebutuhan, akan tetapi dimasukkan pada dana sosial. Dengan
demikian BMT Nurrohman Janti Slahung belum sepenuhnya menjalankan
ketentuan fatwa pada poin ke enam ini. Karena dana yang berasal dari denda
tidak sepenuhnya dipergunakan sebagaimana dana sosial semestinya.
Alangkah sebaiknya pihak BMT memisahkan antara dana sosial dengan dana
keperluan BMT. Dan untuk pengelolaan dana yang berasal dari denda lebih di
optimalkan seperti digulirkan lagi untuk pembiayaan kecil tanpa mengambil
keuntungan.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memberikan pengantar dan beberapa uraian secara terpadu,
serta berbagai analisa terhadap permasalahan-permasalahan yang diteliti,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi pemberlakuan sanksi atas nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran di BMT Nurrohaman Janti Slahung telah
sepenuhnya mengikuti seperti apa yang telah diatur dalam fatwa DSN-
MUI, karena pihak BMT telah melaksanakan sanksi terhadap nasabah
yang dinyatakan benar-benar mampu namun menunda-nunda
pembayaran dan atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk
melunasi kewajibannya. Sanksi yang diterapkan di BMT memiliki
tujuan untuk mendisiplinkan nasabah dalam melakukan pembayaran,
dimana sanksi yang berupa denda ini jumlahnya telah ditentukan oleh
pihak BMT namun tetap dengan persetujuan dari kedua belah pihak
dan dibuat dalam akad yang ditandatangani.
2. Implementasi penggunaan dana hasil denda di BMT Nurrohman Janti
Slahung belum sepenuhnya mengikuti seperti apa yang telah diatur
dalam fatwa DSN-MUI, karena pihak BMT memiliki sistem
pembagian keuangan tersendiri sesuai dengan kesepakatan pengurus.
Meskipun seperti yang kita ketahui bahwa fatwa itu bersifat tidak
mengikat, jadi dalam pandangan fatwa DSN-MUI bahwa dana hasil
75
denda yang ditetapkan pada BMT Nurrohman Janti Slahung
sesungguhnya sah-sah saja, mengingat pihak BMT memiliki sistem
pembagian tersendiri, namun apapun itu tetap harus berada pada jalur
Syari’ah Islam agar mencerminkan hakikat suatu BMT itu didirikan.
B. Saran-Saran
1. Diharapkan kepada pihak BMT Nurrohman untuk melaksanakan
kegiatan pemberian sanksi atas nasabah yang menunda-nunda
pembayaran pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Seperti
penggunaan akad-akad syari’ah dalam pemberian sanksi kepada
nasabah. Dalam prakteknya, sanksi denda di BMT Nurrohman masih
dipukul rata saat awal sebelum dilakukan surve saat penagihan.
2. Diharapkan kepada pihak BMT Nurrohman untuk mempertegas dalam
menggunakan konsep pada BMT, apakah memilih konsep berdasarkan
syari’ah atau masih berdasarkan konvensional. Bahwa BMT berbeda
dengan lemabaga keuangan konvensional. BMT merupakan lembaga
keuangan Islam yang berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Karena,
selama ini nasabah masih menganggap bahwa BMT sama dengan
koperasi pada umumnya.
3. Diharapkan kepada masyarakat untuk melaksanakan transaksi
mu’amalah berdasarkan prinsip syari’ah, seperti menggunakan
lembaga keuangan yang berbasis syari’ah.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ma’ruf. Hukum Keuangan Syariah Pada Lemabaga Keuangan Bank
dan Non Bank. Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016.
Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Islama di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Amin, Ma’ruf. Dkk. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif
Hukum dan Perundang-undangan. Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, 2011.
Ansori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah Di Indonesia Konsep, Implementasi Dan
Institusional. Yogykarta: University Press, 2006.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syriah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. Hukum Islam Menjawab
Tantangan Zaman yang Terus Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006.
Budisantoso, Totok. Nuritomo. Bank dan Lebaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat, 2017.
Dahlan, Ahmad. Bank Syariah Teori, Praktik, Kritik. Yogyakarta: Teras, 2012.
Djazuli, H. A. Fiqh Jinayah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Fatoni, Nur. “Analisis Normatif-Filosofis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
Majelis Ulama’ Indonesia (DSN-MUI) Tentang Transaksi Jual Beli Pada
Bank Syari’ah”. Al-Ahkam. Volume 25. Nomor 2. Oktober 2015.
Fatwa dewan syari’ah Nasional N0.17/DSN-MUI/IX/2000, “Tentang Nasabah
Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran”. Jakarta Pusat.
Gunawan, Imam. Metodologi Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek. Jakarta:
Bumi Aksara, 2013.
Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung:Pustaka Setia,
2000.
Hasan, Zubairi. Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam
Dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Herlina, Anis. Dkk. “Pengelolaan Hasil Denda Ta’zir Dan Ta’widh Pada Produk
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah di BRI Syariah KCP Cijerah
78
(Studi Kasus Pada laporan Pengelolaan Dan Penerimaan Dana Ta’zir dan
Ta’widh Pada Produk Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah Di BRI
Syariah KCP Cijerah)”. Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah.
volume 4. No. 1. 2018.
Huda, Nurul. Mohammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis
dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.
Hutami, Hatma Sri Woro. Andi Triyanto. “Eksekusi Jaminan Pada Pembiayaan
Bermasalah di BMT Bima Kota Magelang (Telaah Fatwa DSN MUI
NO.17/DSN/IX/2000)”. Cakrawala. Vol. XI. No. 2 . Desember, 2016.
Ichwan, M.. Hasanudin. Dkk. Himpunan Fatwa Keungan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI . Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. diakses melalui https://kbbi.web.id/dana.html
(diaksespada 21- 12-2017 jam21:00 WIB)
Latif, Abdul. “Implemantasi Fatwa DSN_MUI Terhadap Praktik Pembiayaan
Mudharabah Bank Syari’ah Mandiri dan Bank Muamalat KCB
Ponorogo”, Muslim Heritage. Volume 1. Nomor 1. Mei 2016.
Malik, Muhammad Abdul. “Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
17/Dsn-Mui/Ix/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang
Menunda-Nunda Pembayaran (Studi Kasus Di BMT NU Sejahtera
Mangkang Kota Semarang)”. Skripsi. Semarang: UIN Walisongo, 2016.
Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syari’ah Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012.
Mardani. Hukum Islam Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam Di Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2015.
_________. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Margono. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997..
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Muhammad. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
_________. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: YKPN, 2011.
Mulyani, Sri. “Penerapan Denda Pada Akad Pembiayaan Murabahah Dalam
Perspektif Fatwa Dsn-Mui No. 17 (Studi Kasus Di Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Dana Mulia Surakarta)”. Skripsi. Surakarta: IAIN
Surakarta, 2017.
79
Munajat, Makhrus. Hukum Pidana Islam di Indonesia. Yogyakarta: TERAS,
2009.
Muttaqin, Aris Anwaril. Sistem Transaksi Syari’ah Konsep Ganti Rugi Dalam
Hukum Bisnis Syariah. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group, 2015.
PPHIMM. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2009.
Prabowo, Bagya Agung. Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah. Yogyakarta: UII Press, 2012.
Qardhawi, Yusuf. Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan. terj. As’ad Yasin.
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Isam). Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2016.
Sholeh, Asrorun Ni’am. Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
tmp: Emir Cakrawala Islam, 20016.
Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Soeharto, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2009.
Sudarsono. Pokok- pokok Hukum Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.
Thova’i, Ritwan. “Distribusi Dana Sosial Pada Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Alfa Dinar Kerjo Karanganyar”. Naskah Publikkasi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah, 2016.
Usman, Muhammad. “Tinjauan Maslahah Terhadap Infak Keterlambatan Sebagai
Denda di BMT La Tansa Gontor”. Skripsi. Ponorogo: STAIN Ponorogo,
2012.
Wahidah, Lihatul. “Studi Tentang Implementasi Fatwa DSN-MUI NO. 17/DSN-
MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda
Pembayaran Di BMT Fajar Mulia Ungaran”. Skripsi. Semarang: IAIN
Walisongo, 2010.
Zainul M., Triana. “Tinjauan Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda- Nunda Pembayaran (Studi
Kasus dalam Pembiayaan Murabahah di BMT KJKS Assaf Ngawi)”.
Proposal. Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2016.